BAB IV PROSEDUR PEMBEBANAN TERHADAP GADAI SAHAM. perhatian dalam pembinaan hukumnya di antaranya ialah lembaga jaminan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PROSEDUR PEMBEBANAN TERHADAP GADAI SAHAM. perhatian dalam pembinaan hukumnya di antaranya ialah lembaga jaminan."

Transkripsi

1 BAB IV PROSEDUR PEMBEBANAN TERHADAP GADAI SAHAM 4.1 Sifat-sifat Hak Kebendaan dari Gadai Pembangunan ekonomi Indonesia, di bidang hukum jaminan memerlukan perhatian dalam pembinaan hukumnya di antaranya ialah lembaga jaminan. Pembinaan hukum terhadap bidang hukum jaminan tersebut sebagai konsekuensi logis dan merupakan perwujudan tanggung jawab dari pembinaan hukum untuk mengimbangi lajunya kegiatan-kegiatan dalam bidang perdagangan, perindustrian, Perseroan, pengangkutan, dan kegiatan-kegiatan dalam proyek pembangunan. 110 Lembaga jaminan tergolong bidang hukum yang bersifat netral tidak mempunyai hubungan yang erat dengan kehidupan spiritual dan budaya bangsa. Sehingga terhadap bidang hukum demikian tidak ada keberatan untuk diatur dengan segera. 111 Gadai sebagaimana ketentuan Pasal 1150 KUH perdata adalah, Suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang berutang atau seorang lain atas namanya dan memberikan kekuasaan kepada kreditur (si berpiutang) untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan 110 Titik Triwulan Tutik, 2008, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h Sri Soedewi Masjchoen Sofwan II, Op. Cit, h

2 102 biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan. Dari ketentuan tersebut di atas secara umum dapat dikatakan bahwa unsurunsur gadai dari Pasal 1150 KUH Perdata adalah sebagai berikut : 1. Gadai adalah merupakan suatu hak yang diberikan atas suatu benda bergerak kepada kreditur / penerima gadai. 2. Benda bergerak sebagai jaminan gadai dari pemberi gadai diserahkan kepada kreditur / penerima gadai secara nyata / fisik (levering). 3. Penerima gadai mempunyai hak untuk memperoleh pelunasan dari benda tersebut secara didahulukan dari pada kreditur lainnya (droit de preference), dalam hal pelunasan hutang-hutang debitur / pemberi gadai. 4. Pelunasan hutang-hutang debitur ini sebelumnya dikurangi terlebih dahulu dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melelang barang tersebut dan biayabiaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan barang selama digadaikan. Biayabiaya yang harus didahulukan sebelum pelunasan hutang debitur / pemberi gadai kepada kreditur / penerima gadai. Atas dasar itulah dapat dikatakan bahwa gadai merupakan hak kebendaan yang timbul dari suatu perjanjian gadai, yang merupakan perjanjian ikutan atau accesoir dari perjanjian pokoknya yaitu perjanjian hutang piutang antara penerima gadai (kreditur) dan pemberi gadai (debitur). Suatu perjanjian hutang piutang, debitur sebagai pihak yang berutang meminjam uang dari kreditur sebagai pihak yang berpiutang. Agar kreditur memperoleh rasa aman dan terjamin terhadap uang yang dipinjamkannya,

3 103 kreditur meminta agunan atas uang yang dipinjamkannya, kreditur meminta agunan atas uang yang dipinjamkan pada debitur. Agunan tersebut berupa bendabenda bergerak yang dimiliki debitur sebagai jaminan atas hutang-hutangnya yang dibebankan dengan gadai yang diserahkan kepada kreditur sebagai penerima gadai. Di dalam gadai barang yang dapat dibebani dengan gadai adalah barangbarang bergerak, baik barang bergerak berwujud maupun barang-barang bergerak tidak berwujud seperti saham-saham. Tata Hukum Indonesia, jenis-jenis lembaga jaminan dikelompokkan menjadi tiga (3) hal yaitu : 112 (1) Menurut cara terjadinya, yaitu jaminan yang lahir karena Undang-Undang dan perjanjian. (2) Menurut sifatnya, yaitu jaminan yang bersifat kebendaan dan bersifat perorangan. (3) Menurut kewenangan menguasainya, yaitu jaminan yang menguasai bendanya dan tanpa menguasai bendanya. (4) Menurut bentuk golongannya, yaitu jaminan yang tergolong jaminan umum dan jaminan khusus. Namun dalam praktik Perbankan menurut Salim H.S, jenis jaminan dapat dibedakan menjadi dua (2) macam yaitu : (1) jaminan immateriil (perorangan), dan (2) jaminan materiil (kebendaan). 113 Jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur 112 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan II, Op. Cit, h H.S. Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, h. 112 (selanjutnya disebut H.S. Salim II)

4 104 umumnya. Jaminan perorangan memberikan hak verbal kepada kreditur, terhadap benda keseluruhan dari debitur untuk memperoleh pemenuhan dari piutangnya. Oleh sebab itu, yang termasuk ke dalam jaminan perorangan adalah : Penanggung (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih. 2. Tanggung menanggung, yang serupa dengan tanggun renteng. 3. Perjanjian garansi Dari kriteria jaminan perorangan tersebut di atas dalam perjanjian pinjammeminjam uang atau dalam perjanjian hutang piutang antar debitur dengan kreditur, yang dalam hal ini antara pemberi gadai dengan penerima gadai, orang perseorangan di samping debitur sebagai pemberi gadai juga terdapat pihak lain yang bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur atau pemberi gadai. Begitu juga halnya dengan tanggung-menanggung, bilamana debitur dalam perjanjian hutang piutang tersebut melakukan wanprestasi dalam pemenuhan kewajibannya, maka ada pihak lain yang ikut bertanggung jawab atas perbuatan debitur dan bertanggung jawab secara bersama-sama untuk pemenuhan kewajiban debitur kepada kreditur. Sedangkan perjanjian garansi di sini maksudnya adalah apabila dalam perjanjian hutang piutang antara debitur dengan kreditur di kemudian hari terjadi wanprestasi / tidak dipenuhinya kewajiban sesuai dengan perjanjian disepakati, maka pihak lain yang di dalam perjanjian tersebut akan memberikan garansi bahwa hutangnya akan dilunasi sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan dalam perjanjian tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang mempunyai hubungan 114 Titik Triwulan Tutik, Op. Cit, h. 176.

5 105 langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan. Adapun maksud dari jaminan yang bersifat kebendaan ini adalah bermaksud memberikan hak verbal (hak untuk meminta pemenuhan piutangnya) kepada si kreditur, terhadap hasil penjualan benda-benda tertentu dari debitur untuk pemenuhan piutangnya. Selain itu, hak kebendaan dapat dipertahankan (diminta pemenuhan) terhadap siapapun juga, yaitu terhadap mereka yang memperoleh hak baik berdasarkan atas hak yang umum maupun khusus, juga terhadap para kreditur dan pihak lawannya. 115 Sebagaimana jaminan kebendaan tersebut di atas, maka jaminan kebendaan dapat dilakukan pembebanan dengan gadai, hipotik, jaminan fidusia dan hak tanggungan. Dari pembebanan tersebut gadai dan jaminan fidusia dapat dibebankan dengan jaminan kebendaan untuk benda-benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Sedangkan untuk hipotik dan hak tanggungan pembebanannya dengan jaminan kebendaan tidak bergerak yaitu hipotik pembebanannya untuk benda-benda tidak bergerak berupa mesin-mesin pabrik, kapal laut dan kapal udara dapat dibebani dengan hipotik. Dan untuk hak tanggungan dapat dibebani atas benda tidak bergerak berupa tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya. Begitu pula jaminan fidusia juga dapat dibebankan atas benda tidak bergerak berupa gedung yang berdiri di atas tanah yang tidak dibebani dengan hak tanggungan. Hak gadai adalah sebuah hak atas benda bergerak milik orang lain yang tujuannya bukanlah untuk memberikan kepada penerima gadai atau 115 Titik Triwulan Tutik, Op. Cit, h

6 106 pemegang gadai nikmat dari benda tersebut, tetapi hanyalah untuk memberikan kepadanya suatu jaminan tertentu bagi pelunasan suatu piutang. 116 Hak gadai yang maksudnya hanya untuk memberikan suatu jaminan bagi pelunasan suatu hutang debitur kepada kreditur penerima gadai adalah bertujuan untuk mencegah debitur memindahkan benda jaminan yang digadaikan tersebut, sehingga dapat merugikan kreditur penerima gadai. Selain itu, hak gadai memberikan hak yang didahulukan kepada penerima gadai. Sifat hak gadai sebagaimana dikatakan Vollmar adalah bersifat kebendaan, yang hanya dapat ditanamkan atas semua benda bergerak yang dapat ditanamkan atas semua benda bergerak yang dapat dikenai perpindah-tanganan, jadi baik benda-benda berwujud maupun benda tak berwujud, dengan perkecualian kapalkapal yang telah didaftarkan. 117 Selanjutnya dikatakan bahwa hak gadai yang dihubungkan dengan perutangan yang masih akan ada (gadai-kredit) dalam pada itu bukannya tak mungkin. Penyerahan hak gadai adalah tidak mungkin berhubung dengan sifatnya yang accessoir, hak itu hanyalah beralih kepada tangan lain bersama-sama dengan piutangnya, oleh karena hak gadai bermaksud menjadi jaminan bagi piutang tersebut. 118 Gadai adalah merupakan hak kebendaan dan timbul dari suatu perjanjian gadai. Dimana perjanjian gadai ini tidaklah berdiri sendiri melainkan merupakan perjanjian ikutan atau accessoir dari perjanjian pokoknya yang biasanya berupa 116 H.F.A. Vollmar, 1992, Pengantar Studi Hukum Perdata, Rajawali Pers, Jakarta, h Ibid, h Ibid.

7 107 perjanjian hutang piutang antara debitur pemberi gadai dan kreditur penerima gadai. Karena gadai merupakan hak kebendaan, maka gadai mempunyai sifatsifat dari hak kebendaan yaitu : Selalu mengikuti bendanya (droit de suit), 2. Yang terjadi lebih dahulu didahulukan dalam pemenuhan (droit de preference, asas prioriteit), 3. Dapat dipindahkan, dan 4. Mempunyai kedudukan preferensi, yaitu didahulukan dalam pemenuhan melebihi kreditur-kreditur lainnya. Di samping itu juga gadai memiliki sifat-sifat yang antara lain adalah : Bersifat accessoir, yaitu merupakan tambahan saja dari perjanjian yang pokok yang berupa perjanjian pinjaman yang dan dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai si berhutang itu lalai membayar kembali utangnya. 2. Merupakan hak yang bersifat memberi jaminan, menjamin pembayaran kembali dari uang pinjaman itu. 3. Hak menguasai barang tidak meliputi hak untuk memakai, menikmati, atau memungut hasil barang yang dipakai sebagai jaminan, lain halnya dengan hak memungut hasil, hak pakai dan mendiami, dan lain-lain. 4. Tidak dapat dibagi-bagi, artinya sebagian hak gadai itu tidak menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian dari hutang gadai tetap melekat atas seluruh bendanya. 119 Titik Triwulan Tutik, Op. Cit, h Titik Triwulan Tutik, Loc. Cit.

8 108 Pasal 1131 KUH Perdata menyebutkan bahwa, segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Selanjutnya Pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan bahwa, kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Sehubungan dengan hak kebendaan sebagai jaminan hutang yang dibebankan dengan gadai tersebut, maka pengertian hutang terdapat dua pendirian, yaitu pendirian yang menganut hutang dalam arti sempit yang timbul dari perjanjian hutang piutang saja dan pendirian yang menganut hutang dalam arti luas yang timbul dari perikatan apapun juga, baik yang timbul dari perjanjian hutang piutang maupun perjanjian lainnya maupun yang timbul karena Undang- Undang. 121 Jaminan kebendaan sebagai jaminan hutang yang dibebankan gadai dikaitkan dengan pelunasan hutang debitur pemberi gadai kepada kreditur penerima gadai, mempunyai jaminan kebendaan untuk pelunasan hutang dari debitur baik yang bersifat umum ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 KUH 121 Sutan Remy Sjahdeni, 2002, Hukum Kepailitan, Pustaka Utama Grafiti, Yogyakarta, h. 115.

9 109 Perdata dalam Pasal 1131 KUH Perdata dan Pasal 1132 KUH Perdata menjadi tanggungan hutang debitur pemberi gadai untuk pelunasan hutangnya. Berbeda dengan jaminan yang bersifat khusus, pihak kreditur sejak semula telah meminta kepada debitur agar hartanya secara khusus dijadikan jaminan pembayaran hutang, sehingga apabila di kemudian hari pada saat jatuh tempo debitur tidak dapat menepati janjinya untuk membayar atau melunasi hutangnya, maka harta debitur dapat dieksekusi oleh kreditur melalui prosedur tertentu. 122 Dari hal tersebut yang terkait dengan jaminan yang bersifat khusus ini adalah gadai, jaminan fidusia, hipotik dan hak tanggungan. Khusus dalam hal gadai maka jaminan kebendaan atas suatu barang atau benda bergerak yang dibebani dengan gadai, barang yang dipakai sebagai jaminan tersebut diserahkan penguasaannya oleh pemberi gadai kepada penerima gadai sebagai jaminan hutangnya. Apabila di kemudian hari pemberi gadai tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian, maka penerima gadai mempunyai hak untuk didahulukan pemenuhan pembayaran atas hutang-hutang pemberi gadai dari kreditur-kreditur lainnya atas penjualan dari barang bergerak yang dipakai jaminan tersebut. adalah : Dapat dikatakan bahwa sifat-sifat hak kebendaan dari gadai di antaranya 1. Gadai merupakan perjanjian yang bersifat accessoir (tambahan) dari perjanjian pokoknya, yang berupa perjanjian hutang piutang antara debitur pemberi gadai dengan kreditur penerima gadai. 122 Anonim, 2009, Kedudukan Kreditur Pemegang Hak Jaminan Kebendaan, Cited 28 Mei 2010, Available : URL : hhtp: //jojogaol.blogspot.com/2009/06/kedudukan_kreditor_ pemegang_hak_jaminan.html, h.2.

10 Dalam gadai barang yang dipakai sebagai jaminan tersebut harus diserahkan secara fisik kepada penerima gadai dari pemberi gadai, dan hal ini merupakan suatu keharusan sehingga bersifat memaksa. Apabila penyerahan secara fisik kepada penerima gadai tidak dilakukan maka menurut Pasal 1152 Ayat (2) perjanjian tersebut tidak sah. 3. Hak kebendaan dari gadai mengikuti bendanya (droit de suite), artinya pemegang hak gadai dilindungi haknya atas benda yang digadaikan tersebut kepada siapapun hak kebendaan tersebut beralih. 4. Hak gadai bersifat mendahului (droit de preference), artinya penerima gadai mempunyai hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk pengambilan pelunasan atas piutangnya dari hasil penjualan barang yang dibebani dengan gadai. 5. Pemegang gadai / penerima gadai tidak mempunyai hak untuk memanfaatkan atau menggunakan benda yang digadaikan tersebut, penerima gadai hanya mempunyai hak untuk pelunasan hutang pemberi gadai. Ini artinya penerima gadai tidak dapat mengalihkan kekuasaan atas benda yang digadaikan tersebut tanpa seijin pemberi gadai. 6. Barang yang digadaikan tersebut tidak dapat dibagi-bagi sekalipun hutangnya di antara para waris si berhutang atau di antara para warisnya si berpiutang dapat dibagi-bagi, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1160 KUH Perdata. 4.2 Syarat-syarat Mengadakan Hak Gadai

11 111 Saham merupakan benda bergerak sebagaimana ketentuan Pasal 60 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun Sebagai benda bergerak saham memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya, dan sebagai pemilik pemegang saham dapat membebani benda miliknya dengan hak kebendaan lainnya yaitu dengan gadai, sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar. Hak gadai di dalam prakteknya terdapat dalam dua (2) bentuk, yaitu pertama dalam bentuk penggadaian benda-benda dan efek-efek serta kedua gadai rumah-rumah pada bank-bank gadai. Penggadaian efek-efek adalah sangat lazim di dalam perusahaan bank. Untuk itu berdasarkan atas tenggang waktu untuk mana benda yang digadaikan tersebut, terdapat bermacam-macam sebutan yaitu : Untuk tenggang waktu tiga (3) bulan, gadai itu disebut dengan belening, yaitu penggadaian. 2. Jika tenggang waktunya satu (1) bulan disebut prolongasi (penggadaian efek-efek). 3. Penggadaian uang harian atau penggadaian on call. Dalam pembebanan hak gadai diperlukan adanya dua (2) hal, yaitu pertama adanya perjanjian gadai yaitu persetujuan kehendak yang dinyatakan antara para pihak untuk memebankan hak gadai, dan kedua adanya pemberian dalam bezit terhadap benda yang digadaikan kepada penerima gadai, dimana hal ini merupakan salah satu syarat sahnya pembebanan gadai sebagaimana diatur dalam Pasal 1152 Ayat (2) KUH Perdata. 123 H.F.A. Follmar, Op. Cit, h. 312.

12 112 Untuk sahnya perjanjian gadai sama halnya dengan syarat sahnya perjanjian pada umumnya yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yang menentukan antara lain : 1. Adanya kata sepakat 2. Adanya kecakapan 3. Adanya hal tertentu 4. Adanya kausa atau sebab yang halal Dari ketentuan tersebut dapat dikatakan bahwa dalam perjanjian gadai yang dilakukan antara pemberi dan penerima gadai, harus ada kesepakatan di antara yang bersangkutan tentang obyek dari gadai tersebut. Jika di antara para pihak sudah sepakat maka perjanjian gadai tersebut akan mengikat para pihak yang bersangkutan. Kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum merupakan salah satu syarat yang sangat penting, karena sahnya perjanjian gadai apabila antara pemberi dan penerima gadai memiliki kecakapan untuk mengikatkan dirinya dalam perjanjian. Bila yang bersangkutan tidak cakap melakukan perbuatan hukum dalam hal melakukan perjanjian gadai, maka perjanjian gadai akan batal atau dapat dibatalkan. Hal ini disebabkan adanya cacat-cacat yang tersembunyi dalam membuat perjanjian. Sedangkan hal tertentu dalam perjanjian gadai merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam perjanjian tersebut yaitu berupa pelunasan atas perjanjian hutang piutang yang dibebani dengan gadai bilamana telah berakhirnya atau jatuh temponya perjanjian tersebut. Yang dimaksud dengan kausa yang halal dalam hal ini adalah perjanjian yang dibuat dalam perjanjian hutang piutang yang dibebani gadai tidak bertentangan dengan Undang-Undang

13 113 yang berlaku, seperti syarat benda gadai harus diserahkan secara fisik kepada penerima gadai (kreditur) oleh pemberi gadai (debitur), apabila tidak diserahkan secara fisik perjanjian gadai tersebut tidak sah (Pasal 1152 Ayat (2) KUH Perdata). Berdasarkan Pasal 1150 KUH Perdata, obyek gadai atau barang-barang yang dapat digadaikan hanyalah barang-barang bergerak, dan tidak termasuk barang-barang tidak bergerak. Barang-barang bergerak yang dijadikan obyek gadai terdiri dari barang bergerak berwujud dan barang bergerak tidak berwujud. Di samping barang bergerak terdapat obyek lain yang dapat dijadikan sebagai jaminan gadai yaitu piutang-piutang atas bawa. Dimana piutang-piutang ini dapat dikatagorikan sebagai barang bergerak. Dalam ketentuan Pasal 1150 KUH perdata obyek gadai adalah barang-barang bergerak. Suatu barang dikatagorikan sebagai barang bergerak dapat dilihat karena sifatnya atau karena ditentukan oleh Undang-Undang. Suatu barang digolongkan sebagai barang yang bergerak karena sifatnya, adalah barang yang tidak tergabung atau menyatu dengan tanah. Sedangkan suatu barang digolongkan sebagai barang yang bergerak karena Undang-Undang seperti surat-surat saham dari suatu Perseroan Terbatas, surat obligasi yang keluar oleh negara. Barang-barang bergerak menurut ketentuan yang berlaku dapat dijaminkan melalui gadai. Saham sebagai benda bergerak menurut Pasal 60 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007 dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia. Seperti diketahui bahwa gadai atas saham sebagai benda bergerak diatur dalam Pasal 1150 Pasal 1160 KUH Perdata, sedangkan saham sebagai benda bergerak

14 114 dapat dibebani dengan jaminan fidusia, tercantum dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun Meskipun keduanya baik gadai maupun jaminan fidusia atas saham Perseroan Terbatas, sama-sama merupakan hak kebendaan yang dapat memberikan jaminan dengan obyek jaminan yang sama dalam hal ini saham Perseroan Terbatas, akan tetapi saham yang dibebani dengan gadai kekuasaan atas saham tersebut beralih dari pemberi gadai (debitur) kepada penerima gadai (kreditur). Sedangkan dalam jaminan fidusia saham yang dijaminkan secara fidusia tetap berada di bawah kekuasaan debitur sebagai pemberi jaminan fidusia karena, jaminan fidusia merupakan jaminan atas dasar kepercayaan. Mengadakan hak gadai tentu dibutuhkan adanya persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga keuangan yang bersangkutan. Sumber dana yang utama dan terpenting dalam lembaga jaminan dalam menyalurkan dana pinjaman kepada masyarakat adalah lembaga perbankan dan lembaga keuangan lain, seperti lembaga pembiayaan. 124 Lembaga-lembaga keuangan tersebut dalam menyalurkan dana dalam bentuk kredit kepada pihakpihak yang membutuhkan tidaklah mudah, karena harus memenuhi persyaratanpersyaratan tertentu. Salah satu persyaratan terpenting untuk memperoleh fasilitas kredit adalah adanya jaminan dan agunan. Pada dasarnya istilah jaminan itu berasal dari kata jamin yang berarti tanggung, sehingga jaminan dapat berarti sebagai tanggungan Abdul R. Saliman, Hermansyah, Ahmad Jalis, 2008, Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Prenada Media Group, Jakarta, h Ibid, h. 19.

15 115 Menurut Pasal 2 Ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/Kep/Dir Tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, dikatakan bahwa jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan perjanjian. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tentang arti jaminan itu sendiri dapat dilihat dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata, karena fungsi utama jaminan adalah untuk meyakinkan kreditur, bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk melunasi pinjaman yang diberikan kepadanya sesuai dengan persyaratan dalam perjanjian yang telah disepakati. Begitu juga halnya dalam mengadakan hak gadai, sesuai dengan pengertian gadai dalam Pasal 1150 KUH Perdata, maka dalam gadai ada kewajiban dari seorang debitur pemberi gadai untuk menyerahkan barang bergerak yang dimilikinya sebagai jaminan pelunasan hutang, serta memberikan hak kepada si berpiutang sebagai penerima gadai untuk melakukan penjualan atas barang-barang yang dipakai sebagai agunan tersebut, apabila dia tidak mampu melunasinya dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Hal ini tentunya tidak terlepas dari kedudukan benda jaminan tersebut, dimana benda jaminan tersebut secara fisik berada di bawah penguasaan kreditur penerima gadai. Penguasaan secara fisik atas benda yang diagunkan tersebut oleh penerima gadai, maka penerima gadai mempunyai hak atas benda tersebut, akan tetapi bukan untuk menjual benda yang digadaikan tersebut dengan kekuasaan sendiri (parate eksekusi), sehingga hak untuk penjualan benda gadai tidak diperlukan adanya titel eksekutorial, karena penerima gadai dapat

16 116 melaksanakan penjualan tanpa adanya penetapan Pengadilan atas benda yang diagunkan. Jaminan kebendaan dalam gadai saham dapat dikatakan merupakan hak mutlak (absolut) atas suatu benda tertentu yang menjadi obyek jaminan suatu hutang, yang suatu waktu dapat dijual untuk pelunasan hutang debitur apabila debitur wanprestasi (ingkar janji). Kedudukan kreditur penerima gadai dalam jaminan kebendaan mempunyai kedudukan sebagai kreditur preferen yang didahulukan dari pada kreditur lainnya dalam pengambilan pelunasan piutangnya dari benda obyek jaminan dalam gadai saham. Dikaitkan dengan sifatnya jaminan kebendaan terbagi dua (2) yaitu jaminan dengan benda berwujud (material) dan jaminan dengan benda tak berwujud (immaterial). Benda berwujud dapat berupa benda / barang bergerak dan atau benda / barang tidak bergerak. Sementara benda / barang tak berwujud yang lazim diterima oleh bank sebagai jaminan kredit adalah berupa hak tagih debitur terhadap pihak ketiga. 126 Pada dasarnya syarat untuk mengadakan hak gadai, maka yang dapat digadaikan adalah semua barang bergerak yang meliputi antara lain : 127 (1) Benda bergerak yang berwujud (2) Benda bergerak yang tidak berwujud, yang berupa berbagai hak untuk mendapatkan pembayaran uang, antara lain yang berwujud surat-surat piutang aan toonder (kepada si pembawa), aan order (atas tunjuk), dan op naam (atas nama). 126 H.R. Daeng Naja, Op. Cit, h Titik Triwulan Tutik, Op. Cit, h. 179.

17 117 Dengan demikian untuk mengadakan hak gadai diadakan dengan memenuhi beberapa persyaratan tertentu yang berbeda-beda menurut jenis barangnya, yaitu di antaranya adalah : 128 a. Gadai benda bergerak yang berwujud dan surat-surat yang aan toonder. Apabila yang digadaikan itu adalah benda bergerak yang berwujud dan surat-surat aan tonder, maka syarat-syaratnya antara lain : (1) Harus ada perjanjian untuk memberikan hak gadai ini (pand overeenkomst). (2) Barang yang digadaikan itu harus dilepaskan di luar kekuasaan dari si pemberi gadai (inbezit stelling). Ad. 1. Perjanjian ini bentuknya dalam KUH Perdata tidak disyaratkan apaapa, oleh karena itu bentuk perjanjian pand ini dapat bebas tak terikat oleh suatu bentuk tertentu. Artinya perjanjian bisa diadakan secara tertulis ataupun tidak tertulis (secara lisan saja). Dan yang secara tertulis itu bisa diadakan dengan Akta Notaris bisa juga dengan akta di bawah tangan. Ad. 2. Pada setiap perjanjian gadai, maka barang yang digadaikan harus berada dalam kekuasaan si pemegang gadai. Bahkan menurut ketentuan KUH Perdata, bahwa gadai itu tidak sah jika bendanya dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan si pemberi gadai. b. Gadai berwujud surat piutang atas nama (op naam) 128 Titik Triwulan Tutik, Op. Cit, h

18 118 Gadai berwujud surat piutang atas nama, maka syarat-syaratnya, antara lain : (1) Harus ada perjanjian (2) Dan harus ada pemberitahuan kepada debitur dari piutag yang digadaikan itu. Dengan diberitahukan kepada debitur dari piutang tersebut, berarti bahwa hak untuk mendapatkan penagihan dari piutang tersebut lalu dapat ditarik dari kekuasaan si pemberi gadai, dan dari saat itu si debitur lalu berkewajiban untuk membayar hutangnya kepada si pemegang gadai. c. Gadai berwujud surat piutang atas tunjuk (aan order) Gadai berwujud surat piutang atas tunjuk, maka syarat-syaratnya, antara lain : (1) Harus ada perjanjian gadai (2) Dan harus ada endossemen dan kemudian surat piutang itu harus diserahkan. Ketentuan syarat-syarat mengadakan hak gadai tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa dalam mengadakan hak gadai harus dipenuhi syarat-syarat tertentu terkait dengan benda bergerak yang dijadikan agunan tersebut, dapat berupa benda bergerak yang berwujud dan benda bergerak yang tidak berwujud, yang dalam hal ini dapat berupa surat-surat piutang aan toonder (kepada si pembawa), aan order (atas tunjuk), dan op naam (atas nama).

19 119 Terhadap hak gadai atas saham sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dibebankan hak gadai atau dapat mengadakan hak gadai dengan syaratsyarat antara lain harus ada perjanjian dan harus ada pemberitahuan kepada debitur dari piutang yang dipakai sebagai agunan hutangnya; sehingga dengan diberitahukannya kepada debitur dari piutang tersebut maka ini berarti hak untuk mengadakan penagihan dari piutang tersebut keluar dari kekuasaan pemberi gadai ke tangan kreditur penerima gadai, sehingga dengan demikian sejak beralihnya kekuasaan atas benda jaminan tersebut dari tangan debitur pemberi gadai ke tangan kreditur penerima gadai, maka sejak saat itu debitur pemberi gadai berkewajiban untuk membayar hutangnya kepada pemegang gadai/penerima gadai sesuai dengan perjanjian yang disepakati. 4.3 Tata Cara Pembebanan Gadai Atas Saham Saham yang digunakan sebagai jaminan hutang, dimana saham secara umum berarti sebagai bukti kepemilikan terhadap suatu Perseroan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 52 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007, saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk : b. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, c. Menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi, dan d. Menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang ini.

20 120 Ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam Ayat (1) berlaku setelah saham dicatat dalam daftar pemegang saham atas nama pemiliknya (Pasal 52 Ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 2007). Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, begitu juga pemegang saham berhak menerima deviden dari sisa hasil likuidasi. Saham merupakan kebendaan bergerak dan saham dapat diagunkan dengan gadai sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar Perseroan. Hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai sebagaimana ditentukan dalam Pasal 60 Ayat (4) UU Nomor 40 Tahun 2007, tetap berada pada pemegang saham. Akan tetapi saham yang dipakai sebagai agunan tersebut menurut Pasal 60 Ayat (3) UU Nomor 40 Tahun 2007, wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan dalam daftar khusus sebagaimana ketentuan Pasal 50 Ayat (1) Jo Pasal 50 Ayat (2), Ayat (3), Ayat (4), dan Ayat (5) UU Nomor 40 Tahun 2007, yang menentukan : 1. Pasal 50 Ayat (1), Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham, yang memuat sekurang-kurangnya : a. Nama dan alamat pemegang saham b. Jumlah, nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham, dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkannya lebih dari satu klasifikasi saham. c. Jumlah yang disetor atas setiap saham.

21 121 d. Nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut. e. Keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Ayat (2), yaitu Penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan. 2. Pasal 50 Ayat (2), Selain daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang memuat keterangan mengenai saham anggota Direksi dan Dewan Komisaris beserta keluarganya dalam Perseroan dan/atau pada Perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh. 3. Pasal 50 Ayat (3), Dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2), dicatat juga setiap perubahan kepemilikan saham. 4. Pasal 50 Ayat (4), Daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2) disediakan di tempat keuddukan Perseroan agar dapat dilihat oleh para pemegang saham. 5. Pasal 50 Ayat (5), Dalam hal peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tidak mengatur lain, ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), Ayat (3), dan Ayat (4) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka.

22 122 Saham selain sebagai penyertaan modal dalam suatu Perseroan juga dapat dijadikan sebagai obyek jaminan, yang memiliki nilai ekonomis dan memberikan hak kepemilikan atas suatu Perseroan bagi pemegangnya, hal ini dikararenakan saham yang dikategorikan sebagai benda bergerak tidak berwujud yang digunakan sebagai modal dalam suatu Perseroan Terbatas. Sebagaimana ketentuan Pasal 31 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007, Modal Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Karena saham Perseroan terbatas sesuai ketentuan Pasal 48 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007, saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Akan tetapi bila disimak ketentuan Pasal 31 Ayat (2) Jo Pasal 49 Ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 2007, dimana ditentukan dalam Pasal 31 Ayat (2), Bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal mengatur modal Perseroan terdiri atas saham tanpa nilai nominal. Sedangkan bila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 49 Ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 2007, Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan. Di sini kalau disimak lebih lanjut terlihat suatu hal yang tidak konsisten antara pasal-pasal tersebut di dalam perolehan modal Perseroan Terbatas yang di satu sisi modalnya ditetapkan atas seluruh nilai nominal saham, akan tetapi di satu sisi ada ketentuan bahwa saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan. Terjadinya ketidakpastian di sini juga bisa dilihat dari ketentuan Pasal 31 Ayat (2) Jo Pasal 49 Ayat (3) yang pada prinsipnya menentukan, tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal mengatur

23 123 modal Perseroan terdiri atas saham tanpa nilai nominal. Begitu juga halnya Pasal 49 Ayat (3), tidak menutup kemungkinan diaturnya pengeluaran saham tanpa nilai nominal dalam Peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Ketentuan-ketentuan pasal-pasal tersebut di atas dapat dikatakan bahwa Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengakui juga modal Perseroan yang berupa saham dengan nilai nominal yang telah ditetapkan dalam Anggaran Dasarnya dikeluarkan atas nama pemiliknya, akan tetapi juga tidak menutup kemungkinan modal Perseroan didapatkan dari sahamsaham yang dikeluarkan di pasar modal yang pengeluarannya tanpa nilai nominal. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan di bidang pasar modal, maka saham-saham dari suatu Perseroan yang terbuka (go public). Saham-saham yang dikeluarkannya tidak hanya dalam bentuk saham atas nama pemiliknya atau yang dikenal dengan Surat Saham atau Warkat, akan tetapi Perseroan tersebut juga menerbitkan atau mengeluarkan saham tanpa warkat atau yang disebut dengan scriptless trading. Dengan sistem ini penyelesaian transaksi dilakukan melalui pemindahbakuan (book entry settlement), yang tujuannya yaitu : a. Proses penyelesaian transaksi tanpa Warkat. b. Meningkatkan kualitas juga pelayanan dalam penyelesaian transaksi c. Meminimalkan resiko meningkatkan likuiditas. 129 Dilihat dari kepemilikan saham Perseroan Terbatas sebagaimana pengeluaran saham tanpa nilai nominal dalam peraturan perundang-undangan di 129 M. Irsan Nasarudin, Indra Surya, Ivan Yustiavandana, Arman Nefi, Adi Warman, 2008, Aspek Hukum Pasal Modal Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta, h. 140.

24 124 pasar modal, maka saham yang dimiliki oleh pemegang saham Perseroan Terbatas dapat berupa saham atas nama pemilik bagi saham-saham yang dikeluarkan oleh Perseroan Terbatas saat pendiriannya, dan juga bisa saham atas unjuk. Apabila saham-saham tersebut dikeluarkan Perseroan melalui pasar modal. Dimana bukti kepemilikannya yang melalui pemindahbukuan (book entry settlement) tersebut maka yang bersangkutan mempunyai bukti rekening sebagai bukti bahwa si pemegang saham tersebut memiliki saham-saham pada suatu Perseroan atau perusahaan (emiten). Adanya pengeluran saham tanpa warkat di pasar modal ini kehadiranya merupakan suatu alternatif perdagangan saham sesuai dengan perkembangan teknologi informasi, melalui kehadiran online trading system. 130 Bila dilihat dari cara penyerahan saham atas nama dengan saham tanpa warkat, maka untuk saham atas nama dengan warkat dilakukan secara fisik, sedangkan penyerahan saham tanpa warkat dilakukan secara elektronik. Meskipun UU Nomor 40 Tahun 2007 dalam Pasal 49 Ayat (2) menentukan saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan, akan tetapi ketentuan tersebut tidak menutup kemungkinan diaturnya pengeluaran saham tanpa nilai nominal dalam Peraturan Perundang-Undangan di Pasar Modal (Pasal 49 Ayat (3) UU Nomor 40 Tahun 2007). Pengeluaran saham tanpa nilai nominal sesuai dengan peraturan di pasar modal yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, dapat dilakukan oleh Perseroan Terbatas yang sudah go public atau Perseroan Terbatas Tbk. 130 Ibid, h. 139.

25 125 Saham merupakan benda bergerak dan oleh karena itu kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak memberikan hak kebendaan kepada pemiliknya. Dan hak tersebut dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Begitu juga halnya dengan kebolehan mengagungkan saham, dapat diketahui dari ketentuanketentuan berikut : 131 a. Saham merupakan benda bergerak Pasal 60 Ayat (1) menegaskan saham merupakan benda bergerak (roerende goederen, movable property), dan memberi hak kepada pemiliknya sesuai dengan ketentuan Pasal 52 UU Nomor 40 Tahun 2007 : (1) Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS (2) Menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi (3) Menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang ini. Menurut penjelasan Pasal 52, kepemilikan saham sebagai benda bergerak memberi hak kebendaan (vermogensrecht, property right) kepada pemiliknya. Hak kebendaan ini dapat dipertahankan terhadap setiap orang atau droit de suite, yakni hak kebendaan melekat di tangan siapapun berada : (1) Dengan demikian pemilik saham dapat menuntut haknya atas saham tersebut di tangan siapapun berada. Namun oleh karena dia barang bergerak, harus tunduk kepada ketentuan Pasal 1977 KUH Perdata yang mengatur prinsip atas benda bergerak merupakan titel sempurna (bezit geldt als volko men titel, passession amounts to perfect title). (2) Juga pemilik saham dapat atau berhak menjual, menghibahkan, mengagunkan, dan memungut hasil dari saham tersebut. 131 M. Yahya Harahap, Op. Cit, h

26 126 b. Bentuk pengagunan yang dibenarkan hukum Mengenai bentuk pengagunan saham yang dibenarkan hukum sesuai dengan figurnya sebagai benda bergerak, diatur dalam Pasal 60 dengan ketentuan sebagai berikut : (1) Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia. Mengenai cara penggadaian saham tunduk kepada ketentuan buku kedua, bab kesepuluh KUH Perdata yang terdiri atas Pasal Adapun cara pemberian jaminan fidusia tunduk kepada ketentuan UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia. (2) Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham dicatat dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus. Apabila saham yang digadaikan atau yang dijaminkan dalam bentuk jaminan fidusia, terdiri dari saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka gadai saham atau jaminan fidusia itu, wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sesuai dengan ketentuan Pasal 50. Ketentuan kewajiban pencatatan itu menurut penjelasan Pasal 60 Ayat (3), agar Perseroan atau pihak lain yang berkepentingan dapat mengetahui mengenai status saham tersebut. (3) Hak suara atas saham yang diagunkan tetap berada pada pemegang saham.

27 127 Hal yang perlu diingat sehubungan dengan pengagunan saham, baik dalam bentuk gadai saham atau jaminan fidusia adalah ketentuan Pasal 60 Ayat (4) yang menegaskan : (a) Hak suara atas saham tersebut, tetap berada pada pemegang saham, bukan beralih kepada pemegang gadai atau penerima jaminan fidusia. (b) Menurut penjelasan pasal ini, ketentuan ini merupakan penegasan kembali asas hukum yang tidak memungkinkan pengalihan hak secara terlepas dari kepemilikan atas saham. (c) Sedangkan hak lain di luar hak suara seperti hak atas deviden dapat diperjanjikan sesuai dengan kesepakatan di antara pemegang agunan. Terkait dengan sistem Hukum Perdata pembedaan atas benda bergerak dan tidak bergerak, mempunyai arti penting dalam berbagai bidang yang berhubungan dengan penyerahan, daluwarsa, kedudukan berkuasa (bezit) dan pembebanan atau jaminan. Mengenai lembaga jaminan dalam Hukum Perdata, sangat penting arti pembagian benda bergerak dan benda tidak bergerak. Karena atas dasar pembedaan benda tersebut, menentukan jenis lembaga jaminan / ikatan kredit yang dapat dibebankan untuk kredit yang akan diberikan. Jika benda jaminan itu berupa benda bergerak, maka dapat dibebankan lembaga jaminan yang berbentuk gadai atau fidusia, sedangkan jika benda jaminan adalah benda tetap atau tidak

28 128 bergerak, maka sebagai lembaga jaminan dapat dibebankan dengan hak tanggungan atau dapat juga dengan hipotik. Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, pembedaan atas benda bergerak dan benda tak bergerak, dalam hukum perdata mempunyai arti penting dalam halhal tertentu yaitu mengenai : Cara pembebanan / jaminan 2. Cara penyerahan 3. Dalam hal daluwarsa 4. Dalam hal bezit Perbedaan atas benda tersebut penting dalam Hukum Perdata, bila dikaitkan dengan pembebanan atas saham Perseroan Terbatas sebagai jaminan hutang dengan cara gadai, maka sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 2007 dalam Pasal 60 Ayat (2) saham sebagai benda bergerak dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia. Benda bergerak yang berupa saham ini bila dipakai sebagai agunan dengan cara gadai, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1152 benda yang dibebankan dengan gadai harus beralih kekuasaannya ke tangan penerima gadai, dan bila tidak maka gadai saham dianggap tidak sah. Beralihnya kekuasaan atas benda yang dibebankan dengan gadai tersebut, maka kedudukan benda jaminan secara fisik berada di bawah penguasaan kreditur penerima gadai, sehingga kreditur penerima gadai mempunyai tanggung jawab atau kewjaiban untuk menjaga keselamatan atas barang tersebut. Di samping itu penerima gadai juga mempunyai hak atas penguasaan benda gadai, namun tidak 132 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan II, Op. Cit, h. 50.

29 129 mempunyai hak didahulukan dalam pelunasan piutangnya terhadap kreditur lainnya. Bahwa untuk terjadinya pembebanan hak gadai terdapat dua (2) tahapan yang perlu dilakukan secara umum, yaitu : 133 Tahap Pertama; untuk terjadinya hak gadai adanya perjanjian pinjam uang dengan janji sanggup memberikan benda bergerak sebagai jaminannya. Perjanjian ini bersifat konsensuil dan obligatoir. Tahap kedua; penyerahan benda gadai dalam kekuasaan penerima gadai. Benda yang dijadikan obyek gadai adalah benda bergerak, maka benda itu harus dilepaskan dari kekuasaan debitur atau pemberi gadai. Penyerahan itu harus nyata, tidak boleh berdasarkan pernyataan dari debitur, sedangkan benda itu berada dalam kekuasaannya debitur. Lembaga pegadaian adalah merupakan suatu lembaga penyalur kredit, dan apabila dilihat dari karakteristik lembaga pegadaian adalah hanya memberikan pinjaman untuk jangka wkatu pendek yang berkisar antara 3 (tiga) sampai 6 (enam) bulan, serta dalam jumlah kredit yang relatif kecil. Jaminan gadai dalam pelaksanaannya dilakukan oleh lembaga pegadaian yang merupakan suatu lembaga keuangan bukan bank yang memberikan kredit kepada masyarkaat, sebagaimana diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUH Perdata. Lembaga pegadaian saat ini berbentuk suatu perusahaan umum (Perum) dan berada di bawah naungan Kantor Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang awalnya bersumber dari : Abdul R. Saliman, Hermansyah, Ahmad Jalis, Op. Cit, h Abdul R. Saliman, Hermansyah, Ahmad Jalis, Op. Cit, h. 41

30 130 (1) Kekayaan negara yang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan tidak terbagi atas saham-saham. (2) Usaha pemupukan modal intern dilakukan antara lain melalui penerbitan obligasi atau alat-alat sah lainnya, serta menyisihkan sejumlah tertentu laba bersih, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 52 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun (3) Sumber dana lain adalah pinjaman dari Bank Indonesia atau bank lainnya dengan jaminan Menteri Keuangan. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa seluruh modal dari Perum Pegadaian adalah milik negara. Modal tersebut bersumber dari kekayaan negara yang terpisah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, merupakan usaha pemupukan modal, dan pinjaman dari bank. Perum Pegadaian sebagai bentuk perusahaan yang berada di bawah naungan Menteri Negara BUMN, pada prinsipnya jangka waktu pinjaman gadai adalah minimal 15 hari dan maksimal 120 hari sesuai dengan Surat Edaran Nomor SE.16/OP /2001 tentang perubahan tarif sewa modal, dan jangka waktu kredit. 135 Mengenai prosedur pinjaman dalam bentuk kredit dari Perum Pegadaian, pada umumnya yang dipakai sebagai agunan adalah berupa benda-benda bergerak berwujud, dimana benda yang dipakai sebagai jaminan hutang tersebut akan beralih ke tangan penerima gadai. Saham merupakan benda bergerak tidak berwujud dapat juga dibebani dengan gadai. Saham dalam perkembangannya memiliki nilai atau harga yang 135 H.S. Salim II, Op. Cit, h

31 131 tidak stabil, dimana pergerakan nilai dari saham tersebut di pasar modal sangat tergantung kepada kekuatan penawaran dan permintaan. Apabila permintaan naik atas saham yang bersangkutan, maka akan diikuti dengan naiknya harga saham tersebut. Namun apabila penawaran atas saham lebih tinggi maka harga saham akan turun. Saham yang dipakai sebagai jaminan hutang dengan gadai, pemberi gadai dalam hal ini debitur dilindungi oleh UU Nomor 40 Tahun 2007 khususnya Pasal 60 Ayat (4) dimana hak suara atas saham yang diagunkan tetap berada pada pemegag saham walaupun saham tersebut kekuasaannya berada pada penerima gadai/kreditur. Kedudukan pemegang jaminan hutang yang bersifat kebendaan (khusus) diberikan gak preferen oleh hukum, artinya kreditur diberikan kedudukan yang didahulukan untuk pembayaran hutangnya yang diambil dari hasil penjualan benda jaminan hutang. Jaminan khusus yang berupa hak kebendaan tersebut salah satunya adalah gadai. Prinsip yuridis hukum jaminan di antaranya dalam suatu jaminan kredit adalah prinsip accessoir dan prinsip disclosure. Prinsip accessoir adalah prinsip yang menentukan bahwa setiap perjanjian jaminan hutang merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokoknya yaitu perjanjian hutang piutang. Prinsip ini berlaku bagi seluruh jenis jaminan hutang. Sedangkan yang dinamakan dengan prinsip disclosure atau publisitas ini mengajarkan bahwa sutau hak jaminan haruslah diketahui oleh masyarakat, karena itu harus diumumkan kepada masyarakat / pemerintah. Prinsip disclosure ini terutama dilakukan dengan jalan

32 132 mendaftarkan jaminan hutang kepada berbagai jenis kantor pendaftaran jaminan hutang kepada berbagai jenis kantor pendaftaran jaminan hutang. 136 Dari uraian tentang prinsip disclosure tersebut maka dalam tatacara pembebanan gadai atas saham prosedurnya haruslah mengikuti ketentuanketentuan yang berlaku untuk gadai saham sebagai benda bergerak tidak berwujud di antaranya harus sesuai dengan ketentuan yang ada pada KUH Perdata khususnya yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal Juga ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 khusus Pasal 60 Ayat (3), yang pada prinsipnya menentukan bahwa : Gadai atas saham harus didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50. Adapun yang menjadi tujuan pendaftaran ini bertujuan agar semua orang dapat mengetahui bahwa saham tersebut dipakai sebagai jaminan hutang yaitu dalam hal ini saham tersebut dibebani dengan gadai. Dalam hal peraturan perundangundangan tidak mengatur lain mengenai pendaftaran pemegang saham dalam daftar khusus, di bidang pasar modal berlaku juga bagi Perseroan terbuka. Dapat dikatakan bahwa tata cara pembebanan gadai atas saham, prosedur yang harus dilakukan oleh pemberi gadai adalah yang bersangkutan sebagai pemberi gadai atas sahamnya harus memberitahukan kepada Direksi Perseroan bahwa sahamnya diagunkan. Selanjutnya Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham dalam daftar khusus 136 Munir Fuady, 2008, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 141 (selanjutnya disebut Munir Fuady III).

33 133 yang ada di tempat kedudukan Perseroan. Hal ini berlaku bagi saham Perseroan Terbatas yang dikeluarkan atas nama pemiliknya. Bagi Perseroan Terbatas Tbk (go public) penjualan atas saham Perseroan dilakukan di Bursa Efek atau pasar modal secara scriptless, maka saham yang dikeluarkan di pasar modal ini berupa saham tanpa warkat. Artinya saham tersebut tanpa surat saham atau tanpa warkat bentuknya, akan tetapi dalam bentuk saham tanpa warkat (scriptlees stock) yang penyerahannya dilakukan secara elektronik. Dan bukti kepemilikan yang dimiliki oleh pemegang saham tanpa warkat ini adalah berupa rekening saham yang dimilikinya dari Perusahaan Efek, Bank Kustodian dan lembaga penyimpanan dan penyelesaian, saham-saham ini dicatat terpisah dari keuangan perusahaan efek. Perusahaan efek ini kemudian menitipkan saham tersebut atas nama perusahaan efek yang bersangkutan pada Bank Kustodian. Kemudian Bank Kustodian menitipkan saham tersebut ke lembaga penyimpanan dan penyelesaian (yang dalam hal ini di Indonesia dijalankan oleh PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia). 137 Apabila saham tanpa warkat ini dipakai sebagai jaminan hutang dengan pembebanan gadai, maka rekening saham tersebut merupakan suatu bukti bahwa pemegang saham itu adalah pemiliknya yang sah. Dan bila saham tersebut diagunkan dengan gadai maka saham tersebut tetap disimpan di lembaga kustodian dan yang bersangkutan sebagai pemegang saham scriptless (tanpa warkat) melaporkan pada lembaga kustodian bahwa sahamnya diagunkan dengan gadai. Dengan demikian dalam masalah ini berlaku Undang-Undang Nomor8 Tahun 1995 tentang pasar modal. 137 h. 4.

34 134 Sedangkan untuk saham Perseroan Terbatas atas nama pemiliknya bilamana saham tersebut diagunkan dengan gadai direksi harus membuat daftar pemegang saham dalam daftar khusus dimana Perseroan berkedudukan yang tujuannya agar masyarakat atau pemegang saham lainnya mengetahui bahwa saham yang bersangkutan dibebani gadai. Dan hal ini selaras dengan prinsip hukum jaminan yang menganut prinsip disclosure. Uraian mengenai tata cara pembebanan atas saham tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang modalnya secara keseluruhan berasal dari nilai nominal saham, tidak mengatur secara khusus bagaimana tata cara / prosedur yang harus dilakukan jika saham tersebut dibebankan dengan gadai. Dengan agunan gadai atas saham Perseroan Terbatas tersebut tidak adanya ketentuan yang pasti tentang proses pembebanan atas saham ini dengan gadai dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 secara jelas, maka pembebanan atas saham dengan gadai dapat dilakukan sebagaimana diatur dalam Pasal 1151 KUH Perdata. Pasal 1151 KUH Perdata berbunyi Perjanjian gadai harus dibuktikan dengan alat yang diperkenankan untuk membuktikan perjanjian pokoknya. Perjanjian gadai dapat dilakukan dalam bentuk perjanjian tertulis, sebagaimana halnya dengan perjanjian pokoknya yaitu perjanjian pemberian kredit. Perjanjian tertulis ini dapat dilakukan dalam bentuk akta dibawah tangan atau akta otentik. Perjanjian gadai dalam praktiknya dilakukan dalam bentuk akta di bawah tangan yang ditandatangani oleh pemberi gadai dan penerima gadai. Bentuk, isi, dan syarat-syaratnya telah ditentukan oleh Perum Pegadaian secara

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

II.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan II.1.1 Pengertian Jaminan

II.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan II.1.1 Pengertian Jaminan 8 BAB II TINJAUAN TEORITIS GADAI DALAM JAMINAN KEBENDAAN DAN KETENTUAN PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP JAMINAN GADAI REKENING BANK SERTA ANALISA KASUS II.1 Tinjauan Teoritis Gadai dalam Jaminan Kebendaan

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA A. PENDAHULUAN Pada era globalisasi ekonomi saat ini, modal merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan untuk memulai dan mengembangkan usaha. Salah satu cara untuk

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK JAMINAN MENURUT HUKUM INDONESIA

BENTUK-BENTUK JAMINAN MENURUT HUKUM INDONESIA BENTUK-BENTUK JAMINAN MENURUT HUKUM INDONESIA PENGERTIAN JAMINAN Kesimpulan Kelompok A mengenai Sistem Hukum Jaminan Nasional dalam Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional mengenai Hipotik dan Lembaga-Lembaga

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

Pembebanan Jaminan Fidusia

Pembebanan Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia Fidusia menurut Undang-Undang no 42 tahun 1999 merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract) Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan yang sangat besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN 1.1 Pengertian Jaminan Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA FIDUSIA DAN DEBITUR PEMBERI FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Andri Zulpan Abstract Fiduciary intended for interested parties

Lebih terperinci

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M. HUKUM BENDA Benda??? Benda merupakan OBYEK HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.,1981:13) Aspek yang diatur dalam Hukum Benda

Lebih terperinci

HJ-3 MACAM-MACAM JAMINAN. Oleh Herlindah, SH, M.Kn

HJ-3 MACAM-MACAM JAMINAN. Oleh Herlindah, SH, M.Kn HJ-3 MACAM-MACAM JAMINAN Oleh Herlindah, SH, M.Kn 1 JAMINAN JAMINAN UMUM JAMINAN KHUSUS 1131 BW JAMINAN PERORANGAN JAMINAN KEBENDAAN 1132 BW BORGTOCH PENANGGUNGAN BENDA TETAP BENDA BERGERAK TANAH BUKAN

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN GADAI DEPOSITO DALAM KERANGKA HUKUM JAMINAN. mungkin akan terhindar dari itikad tidak baik debitur pemberi jaminan kebendaan

BAB II PENGATURAN GADAI DEPOSITO DALAM KERANGKA HUKUM JAMINAN. mungkin akan terhindar dari itikad tidak baik debitur pemberi jaminan kebendaan BAB II PENGATURAN GADAI DEPOSITO DALAM KERANGKA HUKUM JAMINAN A. Kerangka Hukum Jaminan Lembaga jaminan mempunyai tugas melancarkan dan mengamankan pemberian kredit, hal ini sesuai dengan tugas pokok bank

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR A. Pengertian Kreditur dan Debitur Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adapun pengertian

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH. 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah

BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH. 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah BAB III AKIBAT HUKUM DILAKUKAN ADDENDUM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH 1. Keberadaan Addendum Terhadap Akad Pembiayaan Al-Musyarakah Bank syariah dalam memberikan fasilitas pembiayaan Al-Musyarakah

Lebih terperinci

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN A. Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti kepercayaan. 23 Sesuai dengan arti kata ini,

Lebih terperinci

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.)

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.) Rahmad Hendra DASAR HUKUM Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang secara efektif berlaku sejak tanggal 16 Agustus

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perseroan Terbatas (PT) sebelumnya diatur

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAN GADAI. yuridis formal diakui sejak berlakunya Undang-undang No. 42 Tahun 1999

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAN GADAI. yuridis formal diakui sejak berlakunya Undang-undang No. 42 Tahun 1999 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAN GADAI 2.1 Jaminan Fidusia a. Pengertian dan Istilah Jaminan Fidusia Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis formal diakui

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA http://www.thepresidentpostindonesia.com I. PENDAHULUAN Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan 1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di jaman seperti sekarang ini kebutuhan seseorang akan sesuatu terus meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali kebutuhan ini tidak dapat terpenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verbintenis. Perjanjian merupakan terjemahan dari Toestemming yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut. 1

BAB I PENDAHULUAN. jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka pembangunan ekonomi Indonesia bidang hukum yang meminta perhatian serius dalam pembinaan hukumnya di antara lembaga jaminan karena perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Dan Dasar Hukum Jaminan Fidusia 1. Pengertian Jaminan Fidusia Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis formal diakui

Lebih terperinci

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Ketentuan mengenai gadai ini diatur dalam KUHP Buku II Bab XX, Pasal 1150 sampai dengan pasal 1160. Sedangkan pengertian gadai itu sendiri dimuat dalam Pasal

Lebih terperinci

zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin

zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin BAB III JAMINAN GADAI PERSPEKTIF HUKUM PERDATA A. Pengertian Jaminan Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa belanda, yaitu zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI A. Perjanjian Pemberian Garansi/Jaminan Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang mendahuluinya, yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN A. Pengertian Hukum Jaminan Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan - jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur. Menurut J.Satrio

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Di Kabupaten Sleman Perjanjian adalah suatu hubungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA. A. Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang

BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA. A. Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGATURAN PENGEMBALIAN PIUTANG DENGAN JAMINAN FIDUSIA A. Ketentuan Hukum Jaminan menurut KUHPerdata dan KUH Dagang Dalam hukum positif di Indonesia terdapat peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 KAJIAN YURIDIS ASAS PEMISAHAN HORISONTAL DALAM HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH 1 Oleh: Gabriella Yulistina Aguw 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana berlakunya asas pemisahan

Lebih terperinci

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT A. Pengertian dan Unsur-Unsur Jaminan Kredit Pengertian jaminan dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari adanya suatu utang piutang yang terjadi antara

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan a. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan P engertian mengenai

Lebih terperinci

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA, SH.MH 1 Abstrak : Eksekusi Objek Jaminan Fidusia di PT.Adira Dinamika Multi Finance Kota Jayapura

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka Undang-Undang tersebut telah mengamanahkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTENG LEVERING SEBAGAI CARA UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK DALAM JUAL BELI MENURUT HUKUM PERDATA

BAB II TINJAUAN TENTENG LEVERING SEBAGAI CARA UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK DALAM JUAL BELI MENURUT HUKUM PERDATA BAB II TINJAUAN TENTENG LEVERING SEBAGAI CARA UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK DALAM JUAL BELI MENURUT HUKUM PERDATA Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia memerlukan usaha-usaha yang dapat menghasilkan barang-barang

Lebih terperinci

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2 1 Oleh: Agus S. Primasta 2 Pengantar Secara awam, permasalahan perkreditan dalam kehidupan bermasyarakat yang adalah bentuk dari pembelian secara angsuran atau peminjaman uang pada lembaga keuangan atau

Lebih terperinci

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/201. HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/201. HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2 HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak-hak kebendaan ditinjau dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH

UNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH UNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH Bidang Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara A. Latar Belakang Keluarnya Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum PD BPR Bank Purworejo 1. Profil PD BPR Bank Purworejo PD BPR Bank Purworejo adalah Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat yang seluruh modalnya

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017 HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah hak-hak kebendaan ditinjau

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG SEKURITISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG SEKURITISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG SEKURITISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Mengingat : bahwa dengan bertambah meningkatnya

Lebih terperinci

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PT TRIMEGAH SECURITIES TBK

ANGGARAN DASAR PT TRIMEGAH SECURITIES TBK ANGGARAN DASAR PT TRIMEGAH SECURITIES TBK Sesuai Dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Trimegah Securities Tbk No. 51 tanggal 27 Mei 2015, yang dibuat dihadapan Fathiah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

BAB 2 KONOS EMEN S EBAGAI OBYEK JAMIN AN KEBENDAAN

BAB 2 KONOS EMEN S EBAGAI OBYEK JAMIN AN KEBENDAAN BAB 2 KONOS EMEN S EBAGAI OBYEK JAMIN AN KEBENDAAN 2.1 TINJAUAN UMUM BENDA M anusia dalam kehidupan kesehariannya tidak pernah terlepas dari materi atau kebendaan, bahkan seringkali kita mendengar isitilah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV. Dalam kaitannya dengan transaksi yang terjadi di dalam Pegadaian

BAB IV. Dalam kaitannya dengan transaksi yang terjadi di dalam Pegadaian BAB IV ANALISIS GADAI SAHAM DALAM SISTEM PERDAGANGAN TANPA WARKAT (SCRIPLESS TRADING) DIPEGADAIAN (STUDI KOMPARATIF HUKUM PERDATA POSITIF DAN HUKUM PERDATA ISLAM) Dalam kaitannya dengan transaksi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Mengenai Hak Tanggungan Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Tentang Hak Tanggungan PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah dibebankan pada hak atas tanah

Lebih terperinci