STRATEGI PENINGKATAN KUALIFIKASI MUTU TENAGA PENDIDIK DAN PENDIDIKAN (Kajian Akademis-Empiris Menuju Pendidikan Berkualitas)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI PENINGKATAN KUALIFIKASI MUTU TENAGA PENDIDIK DAN PENDIDIKAN (Kajian Akademis-Empiris Menuju Pendidikan Berkualitas)"

Transkripsi

1 STRATEGI PENINGKATAN KUALIFIKASI MUTU TENAGA PENDIDIK DAN PENDIDIKAN (Kajian Akademis-Empiris Menuju Pendidikan Berkualitas) Wayan Lasmawan Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja I. PENGANTAR Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut. Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kuailtas pendidikan. Salah satu indikator kekurang berhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan NEM siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SLTP dan SLTA yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa 1

2 sekolah dengan jumlah yang relatif sangat kecil. Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan bukubuku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi inputoutput yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri. Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat. Diskusi tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan..input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas - batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan (school resources are necessary but not sufficient condition to improve student achievement). Disamping itu mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan. hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya. Walaupun demikian, agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati secara 2

3 secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut (adanya benchmarking). Pemikiran ini telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang harus berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan. Pada era sekarang, yang sering disebut era globalisasi, institusi pendidikan formal mengemban tugas penting untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia berkualitas di masa depan. Di lingkungan pendidikan persekolahan (education as schooling) ini, guru profesional memegang kunci utama bagi peningkatan mutu SDM masa depan itu. Guru merupakan tenaga profesional yang melakukan tugas pokok dan fungsi meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik sebagai aset manusia Indonesia masa depan. Pemerintah tidak pernah berhenti berupaya meningkatkan profesionalisme guru dan kesejahteraan guru. Pemerintah telah melakukan langkah-langkah strategis dalam kerangka peningkatan kualifikasi, kompetensi, kesejahteraan, serta perlindungan hukum dan perlindungan profesi bagi mereka. Langkah-langkah strategis ini perlu diambil, karena apresiasi tinggi suatu bangsa terhadap guru sebagai penyandang profesi yang bermartabat merupakan pencerminan sekaligus sebagai salah satu ukuran martabat suatu bangsa. Hingga saat ini secara kuantitatif populasi guru di Indonesia sangat besar. Secara nasional masih banyak guru yang belum memenuhi persyaratan kualifikasi akademik. Data tahun 2008 jumlah guru yang belum memenuhi kualifikasi S- 1/DIV sebanyak Untuk mempercepat seluruh guru memenuhi persyaratan kualifikasi pendidikan yang diharapkan tuntas pada tahun 2015 sesuai dengan amanat UU Nomor 14 Tahun 2005, pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional sejak tahun 2006 memberikan subsidi peningkatan kualifikasi guru pada satuan pendidikan dasar dan menengah yang sedang dan akan menempuh pendidikan jenjang S1/D- IV,baik guru PNS maupun guru bukan PNS. Sejalan dengan itu, pelaksanaan sertifikasi guru yang telah dimulai sejak tahun 2007 akan terus dilakukan, sehinggan diharapkan guru-guru yang ada dan telah memenuhi persyaratan dapat memperoleh sertifikat sesuai dengan kriteria dan rentang waktu yang ditetapkan dalam undang-undang. II. MEMBANGUN PROFESI GURU Saat ini telah muncul komitmen kuat dari Pemerintah Indonesia, terutama 3

4 Depdiknas, untuk merevitalisasi kinerja guru antara lain dengan memperketat persyaratan bagi siapa saja yang ingin meniti karir profesi di bidang keguruan. Dengan persyaratan minimum kualifikasi akademik sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2005, diharapkan guru benar-benar memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran. Kompetensi sebagai agen pembelajaran meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial, dimana hal itu diharapkan dapat diperoleh secara penuh melalui pendidikan profesi. Ke depan, agaknya peluang orangorang yang berminat untuk menjadi guru cukup terbuka lebar. Dalam PP No. 19 Tahun 2005 disebutkan bahwa seseorang yang tidak memiliki ijazah S1, D-IV, atau sertifikat profesi akan tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi guru pada TK/RA/BA sampai dengan SMA atau bentuk lain yang sederajat, setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan dengan rambu-rambu tertentu. Tentu saja masalah pengelolaan guru akan selalu muncul dengan kadar yang beragam pada masing-masing daerah. Hingga kini, beberapa masalah di bidang ini menyangkut jumlah, mutu, penyebaran, kesejahteraan, perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan manajemen. Setidaknya sebagian di antara permasalahan manajemen guru tersebut agaknya akan dapat dipecahkan, jika semua pihah memiliki komitmen, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 14 Tahun Berkaitan dengan manajemen guru, perlu perhatian khusus untuk beberapa hal yang sangat esensial, seperti termuat dalam UU Nomor 14 Tahun Pertama, pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru PNS, baik jumlah, kualifikasi, kompetensi maupun pemerataannya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan. Kedua, pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru PNS, baik jumlah, kualifikasi, kompetensi maupun pemerataannya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan menengah negeri dan pendidikan khusus negeri sesuai dengan SNP di wilayah kewenangannya masing-masing. Ketiga, pemerintah Kabupaten/Kota wajib memenuhi kebutuhan guru PNS, baik jumlah, kualifikasi, kompetensi maupun pemerataannya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar negeri dan pendidikan anak usia dini jalur formal sesuai dengan SNP di wilayah kewenangannya masing-masing. Keempat, penyelenggara satuan pendidikan atau satuan pendidikan dasar, menengah, atau 4

5 anak usia dini jalur formal yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru tetap, baik jumlah, kualifikasi, maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan formal sesuai dengan SNP. Jika hal ini diikuti secara konsisten oleh pihak-pihak yang tergamit, masalah manajemen guru akan dapat dipecahkan. Tentu saja hal itu harus ditunjang oleh sistem pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara obyektif dan transparan. III. PROFESI DAN PROFESIONALISASI GURU Guru profesional memiliki kemampuan mengorganisasikan lingkungan belajar yang produktif. Kata profesi secara terminologi diartikan suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya dengan titik tekan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual. Kamampuan mental yang dimaksudkan di sini adalah ada persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis. Dari sudut penghampiran sosiologi, Vollmer & Mills dalam bukunya Professionalization (1972) mengemukakan bahwa profesi menunjuk kepada suatu kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal, yang sesungguhnya tidak ada di dalam kenyataan atau tidak pernah akan tercapai, akan tetapi menyediakan suatu model status pekerjaan yang bisa diperoleh, bila pekerjaan itu telah mencapai profesionalisasi secara penuh. Kata profesional berarti sering diartikan sifat yang ditampilkan oleh seorang penyandang profesi, berikut implikasinya dikaitkan dengan kebutuhan hidupnya. Dalam UU No. 14 tahun 2005, kata profesional diartikan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Profesionalisme berasal dari kata bahasa Inggris professionalism yang secara leksikal berarti sifat profesional. Profesionalisasi merupakan proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan para anggota penyandang suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal dari penampilan atau perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu. Profesionalisasi mengandung makna dua dimensi utama, yaitu peningkatan status dan peningkatan kemampuan praktis. 5

6 Peningkatan status dan peningkatan kemampuan praktis ini harus sejalan dengan tuntutan tugas yang diemban sebagai guru. Sebagi tenaga profesional, guru dituntut memvalidasi ilmunya, baik melalui belajar sendiri maupun melalui program pembinaan dan pengembangan yang dilembagakan oleh pemerintah atau masyarakat. Pembinaan merupakan upaya peningkatan profesionalisme guru yang dapat dilakukan melalui kegiatan seminar, pelatihan, dan pendidikan. Pembinaan guru dilakukan dana kerangka pembinaan profesi dan karier. Pembinaan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Pembinaan karier sebagaimana dimaksud pada meliputi meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. IV. STRATEGI PENINGKATAN MUTU GURU Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan mutu guru, sekaligus diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Di dalam UU ini diamanatkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kebijakan prioritas dalam rangka pemberdayaan guru saat ini adalah meningkatan kualifikasi, peningkatan kompetensi, sertifikasi guru, pengembangan karir, penghargaan dan perlindungan, perencanaan kebutuhan guru, tunjangan guru, dan maslahat tambahan. Sejalan dengan itu, ke depan beberapa kebijakan yang digariskan untuk meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya dan meningkatkan mutu guru khususnya, antara lain mencakup hal-hal berikut ini. Pertama, melakukan pendataan, validasi data, pengembangan program dan sistem pelaporan pembinaan profesi pendidik melalui jaringan kerja dengan P4TK, LPMP, dan Dinas Pendidikan. Kedua, mengembangkan model penyiapan dan penempatan pendidik untuk daerah khusus melalui pembentukan tim pengembang dan survey wilayah. Ketiga, menyusun kebijakan dan mengembangkan sistem pengelolaan pendidik secara transparan dan akuntabel melalui pembentukan tim pengembang dan program rintisan pengelolaan pendidik. Keempat, meningkatkan kapasitas staf dalam perencanaan dan evaluasi program melalui pelatihan, pendidikan lanjutan dan 6

7 rotasi. Kelima, mengembangkan sistem layanan pendidik untuk pendidikan layanan khusus melalui kerja sama dengan LPTK dan lembaga terkait lain. Keenam, melakukan kerja sama antar lembaga di dalam dan di luar negeri melalui berbagai program yang bermanfaat bagi pengembangan profesi pendidik. Ketujuh, mengembangkan sistem dan pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan melalui pembentukan tim pengembang dan tim penjamin mutu pendidikan. Kedelapan, menyusun kebijakan dan mengembangkan sistem pengelolaan pendidik secara transparan dan akuntabel melalui pembentukan tim pengembang dan program rintisan pengelolaan guru dan tenaga kependidikan. V. ALTERNATIF MODEL PENINGKATAN KUALIFIKASI GURU Depdiknas telah menetapkan banyak model peningkatan kualifikasi akademik bagi guru. Seorang guru dalam menentukan model yang dipilih, dengan mempertimbangkan beberapa hal yang berkenaan dengan kemampuan akademik, kesiapan mental dan tanggung jawab sebagai PNS dengan tugas sebagai guru di sekolah. Berikut adalah model-model peningkatan kualifikasi akademik yang dapat dipilih untuk meningkatkan kualifikasi guru. Model Tugas Belajar, dimana guru yang mengikuti model ini dibebaskan dari tugas mengajar dan ditugaskan mengikuti perkuliahan di salah satu Perguruan Tinggi. Tugas belajar ini dapat bersifat mandiri maupun kelompok. Tugas belajar mandiri merupakan peningkatan kualifikasi ke S1 atau D4 yang perkuliahannya terintegrasi dengan program S1 atau D4 reguler yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi, sedangkan tugas belajar kelompok minimal 20 orang dengan menyelenggarakan kuliahnya dilaksanakan dalam kelas tersendiri. Tugas belajar yang bersifat kelompok dilaksanakan dalam bentuk kerjasama dengan lembaga terkait, baik Pemerintah maupun pemerintah daerah. Model Ijin Belajar, dimana guru tetap melaksanakan tugas mengajar di sekolah, tetapi dalam waktu yang sama mereka juga mengikuti kuliah di perguruan tinggi. Perkuliahan dilaksanakan di selasela mengajar atau pada hari tidak mengajar. Peningkatan kualifikasi model ini dapat besifat mandiri maupun kelompok. Ijin belajar yang bersifat mandiri sama dengan tugas belajar mandiri hanya berbeda pada beban mengajar, 7

8 sedangkan ijin belajar kelompok minimal juga 20 guru. Model Akreditasi, dimana guru tidak meninggalkan tugas sehari-hari dan tidak merugikan anak didik. Pelaksanaan model akreditasi ini dapat dilaksanakan dengan melakukan kerjasama antara unit pembina guru dengan LPTK atau perguruan tinggi yang mempunyai program kependidikan. Unit pembina guru misalnya Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK), Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan, dan Dinas Pendidikan Kabupaten dan Propinsi. Model Belajar Jarak Jauh (BJJ), diperuntukkan bagi guru yang tinggal jauh dari LPTK penyelenggara. Dengan mengikuti program BJJ, guru tidak perlu meninggalkan tugas mengajar sehari-hari. Tutorial diadakan satu minggu sekali, di tempat yang mudah dijangkau oleh para guru. Tutorial berfungsi sebagai pemantapan substansi kajian yang telah dibaca oleh para guru, berbagi masalah pembelajaran dan mengkaji cara pemecahannya, kemudian diterapkan di sekolah masing-masing. Model Berkala, dimana proses pelaksanaan kualifikasi guru model berkala dilakukan pada saat liburan sekolah. Model ini terdiri dari dua jenis. Pertama, Model Berkala Terpadu, yakni proses perkuliahan dilakukan pada saat liburan antar semester genap dan semester ganjil di sekolah. Kedua, Model Berkala Model Blok Waktu (Block Time), dimana perkuliahan dilakukan pada saat liburan sekolah saja dalam satu satuan blok waktu. Model Berdasarkan Peta Kewilayahan, dimana model ini dilaksanakan sebagai alternatif pengembangan kebutuhan layanan kualifikasi berdasarkan kekuatan yang dimiliki oleh kelembagaan LPTK dan P4TK di wilayah. Dalam hal ini dilihat sejauhmana kekuatan LPTK sebagai pusat pengembangan keilmuan tertentu dan kekuatan P4TK sebagai pusat pengembangan mata pelajaran. Kedua lembaga tersebut dapat bekerja sama untuk melaksanakan program kualifikasi berdasarkan spesifikasi mata pelajaran yang dikembangkan oleh P4TK dan disepakati oleh LPTK. Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) Berbasis ICT. Program ini merupakan program peningkatan kualifikasi khusus bagi guru SD (lulusan D-2) yang belum berkualifikasi S-1 untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang S-1. Peningkatan Kualifikasi Akademik (PKA) Guru Berbasis KKG, dimana program ini merupakan peningkatan kualifikasi akademiki S-1 PGSD bagi guru SD dengan menggunakan sistem 8

9 pendidikan jarak jauh yang diselenggarakan di kelompok kerja guru oleh perguruan tinggi yang ditunjuk. VI. PENGEMBANGAN PROFESIONAL GURU SECARA BERKELANJUTAN Sebagi tenaga profesional, guru dituntut memvalidasi ilmunya, baik melalui belajar sendiri maupun melalui program pembinaan dan pengembangan yang dilembagakan oleh pemerintah. Pembinaan merupakan upaya peningkatan profesionalisme guru yang dapat dilakukan melalui kegiatan seminar, pelatihan, dan pendidikan. Pembinaan guru dilakukan dalam kerangka pembinaan profesi dan karier. Pembinaan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Pembinaan karier sebagaimana dimaksud pada meliputi penugasan dan promosi. Seperti disebutkan di atas, aktivitas pengembangan profesi guru bersifat terusmenerus, tiada henti, dan tidak ada titik puncak kemampuan profesional yang benar-benar final. Di sinilah esensi bahwa guru harus menjalani proses pengembangan profesional berkelanjutan (PPB) atau continuing professional development (CPD). PPB atau CPD bermakna sebagai semua inisiatif individu dan kegiatan pengembangan profesional yang tersedia untuk mendukung pengembangan kompetensi guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah. Dalam konteks interaksi kepengawasan sekolah atau kepengawasan pembelajaran, sentral utama pembinaan adalah guru. Apakah PPB atau CPD itu? PPB atau CPD adalah semua program dan kebijakan pengembangan profesional yang tersedia untuk mendukung pengembangan kompetensi guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah. PPB atau CPD adalah aktivitas reflektif yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan, pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan seseorang. CPD menunjang kebutuhan seseorang dan memperbaiki praktek-praktek profesionalnya. PPB atau CPD juga bermakna cara setiap anggota asosiasi profesi memelihara, memperbaiki, dan memperluas pengetahuan dan keterampilan mereka dan mengembangkan kualitas diri yang diperlukan dalam kehidupan profesional mereka. Dengan demikian PPB atau CPD memuat tiga istilah utama. Yaitu continuing, professional, dan development. Disebut continuing (berkelanjutan) karena belajar tidak pernah berhenti tanpa memperhatikan usia maupan senioritas. 9

10 Disebut professional (profesional) karena CPD difokuskan pada kompetensikompetensi profesional dalam sebuah peran profesional. Disebut development (pengembangan) karena tujuannya adalah untuk memperbaiki kinerja seseorang dan untuk memperkuat kemajuan karir seseorang yang jauh lebih luas dari sekedar pendidikan dan pelatihan formal biasa. Pengembangan profesional tenaga kependidikan harus dipandang sebagai suatu pola pengembangan berkelanjutan dari pendidik yang tidak atau kurang memiliki kompetensi yang andal (unqualified) sampai pendidik senior di sekolah, kepala sekolah, atau pengawas. Kemampuan profesional guru, kepala sekolah, dan pengawas itu bersifat dinamis. Kerangka kerja pengembangan profesional pada akhirnya harus mencakup tiga jenis CPD yang berbeda. Dalam jangka pendek akan ada peluang keempat yang juga harus dipertimbangkan, yaitu: Program inti nasional pengembangan profesional yang membantu para pendidik, kepala sekolah, dan pengawas sekolah untuk memperbaiki diri mereka secara profesional sejak saat mereka mulai bertugas sampai mereka pensiun. Program tersebut harus memungkinkan tersedianya sumber daya untuk memperkenalkan prioritas program nasional. Program tersebut harus mencakup sumber daya yang tersedia untuk merespon kebutuhan yang teridentifikasi oleh pendidik, kepala sekolah, pengawas, sekolah dan kelompok sekolah. Dalam jangka pendek ada elemen ke empat yang mendukung pendidik, kepala sekolah, dan pengawas sekolah yang unqualified untuk memperoleh persyaratan kompetensi profesional saat ini.program utama ini akan membantu para pendidik mengevaluasi diri berdasarkan standar kompetensi saat mereka menyelesaikan program induksi, kemudian dapat dibuat penilaian bagi pendidik yang akan promosi dari guru pertama menjadi guru muda, guru muda menjadi guru madya, guru madya menjadi guru utama, kepala sekolah atau pengawas. CDP yang efektif adalah CPD yang memiliki ciri-ciri berikut: a) Setiap aktivitas CPD adalah bagian dari sebuah rencana jangka panjang yang koheren yang memberi kesempatan pada peserta CPD untuk menerapkan apa yang mereka pelajari, mengevaluasi dampak pada praktek pembelajaran mereka, mengembangkan praktekpraktek mereka. b) CPD direncanakan dengan visi yang jelas tentang praktik-praktik 10

11 yang efektif atau yang dikembangkan. Visi dipahami bersama oleh semua pemangku kepentingan CPD dan oleh Pimpinan dan Staf Pendukung CPD. c) CPD memungkinkan peserta untuk mengbangkan keterampilan, pengetahuan, dan pemahaman yang praktis, relevan, dan dapat diterapkan pada peran atau karir saat ini dan masa depan. d) CPD harus disiapkan oleh orang berpengalaman, berkeakhlian, dan berketerampilan. e) CPD didasarkan pada bukti-bukti terbaik yang tersedia tentang praktik pembelajaran. f) CPD mempertimbangkan pengetahuan dan pengalaman peserta. CPD ditunjang oleh pembinaan atau mentoring oleh teman sejawat yang berpengalaman baik dari dalam sekolah itu sendiri maupun dari luar. g) CPD dapat menggunakan hasil observasi kelas sebagai dasar pengembangan fokus CPD dan dampak CPD. h) CPD merupakan pemodelan pembelajaran efektif dan pemodelan strategi pembelajaran. i) CPD memunculkan secara terus menerus rasa ingin tahu dan kemampuan problem solving dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. j) Dampak CDP pada proses pembelajaran terus menerus dievaluasi, dan hasil evaluasi ini mengarahkan pengembangan aktivitas profesional secara terus menerus. VII. MUTU PENDIDIKAN Dalam pengertian umum, mutu mengandung makna derajat keunggulan suatu produk atau hasil kerja, baik berupa barang maupun jasa. Barang dan jasa pendidikan itu bermakna dapat dilihat dan tidak dapat dilihat, namun dapat dirasakan. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu mengacu pada masukan, proses, luaran, dan dampaknya. Mutu masukan dapat dilihat dari beberapa sisi. Pertama, kondisi baik atau tidaknya masukan sumber daya manusia, seperti kepala sekolah, guru, laboran, staf tata usaha, siswa, dan lain-lain. Kedua, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan material berupa alat peraga, buku-buku, kurikulum, prasarana dan sarana sekolah, dan lainlain. Ketiga, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan yang berupa perangkat 11

12 lunak, seperti peraturan, struktur organisasi, deskripsi kerja, struktur organisasi, dan lain-lain. Keempat, mutu masukan yang bersifat harapan dan kebutuhan, seperti visi, motivasi, ketekunan, cita-cita, dan lain-lain. Mutu proses pembelajaran mengandung makna kemampuan sumberdaya sekolah mentransformasikan multijenis masukan dan situasi untuk mencapai derajat nilai tambah tertentu bagi peserta didik. Termasuk dalam kerangka mutu proses pendidikan ini adalah derajat kesehatan, keamanan, disiplin, keakraban, saling menghormati, kepuasan dan lain-lain dari subjek selama memberikan dan menerima jasa layanan. Menurut Umaedi (1999), manajemen sekolah dan manajemen kelas berfungsi mensinkronkan berbagai masukan tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi belajar mengajar. Kesemua komponen itu bersinergi mendukung proses pembelajaran. Hasil pendidikan dipandang bermutu jika mampu melahirkan keunggulan akademik dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu. Keunggulan akademik dinyatakan dengan nilai yang dicapai oleh peserta didik. Keunggulan ekstrakurikuler dinyatakan dengan aneka jenis keterampilan yang diperoleh oleh siswa selama mengikuti program-program ekstrakurikuler itu. Di luar kerangka itu, mutu luaran juga dapat dilihat dari nilainilai hidup yang dianut, moralitas, dorongan untuk maju, dan lain-lain yang diperoleh anak didik selama menjalani pendidikan. Mutu sebuah sekolah juga dapat dilihat dari tertib administrasinya. Salah satu bentuk dari tertib administrasi adalah adanya mekanisme kerja yang efektif dan efisien, baik secara vertikal maupun horizontal. Dilihat dari persepektif operasional, manajemen sekolah berbasis MBS dikatakan bermutu, jika sumber daya manusianya bekerja secara efektif dan efisien. Mereka bekerja bukan karena ada beban atau karena diawasi secara ketat. Proses pekerjaannya pun dilakukan benar dari awal, bukan mengatasi aneka masalah yang timbul secara rutin, karena kekeliruan yang tidak disengaja. Kedewasan dalam bekerja menjadi ciri lain dari manajemen sekolah yang bermutu.tenaga akademik dan staf administratif bekerja bukan karena diancam, diawasi, atau diperintah oleh pimpinan atau atasannya. Mereka bekerja karena memiliki rasa tanggungjawab akan tugas pokok dan fungsinya. Sikap mental (mind set) tenaga kependidikan di sekolah menjadi prasyarat bagi upaya 12

13 meningkatkan mutu. Merujuk pada pendapat Edward Sallis (1993), sekolah yang bermutu bercirikan: 1. Berfokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal. Pada sekolah yang bermutu totalitas perilaku staf, tenaga akademik, dan pimpinan melakukan tugas pokok dan fungsi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Inisiatif ini perlu didukung oleh mekanisme kerja secara vertikal dan horizontal dengan menempatkan kepentingan akademik sebagai inti kegiatan. Siapakah pelanggan pendidikan itu? Menurut Edward Sallis (1993) pelanggan jasa pendidikan umumumnya dan sekolah khususnya adalah semua pihak yang memerlukan, terlibat di dalam, dan berkepentingan terhadap jasa pendidikan itu. Berfokus pada upaya untuk mencegah masalah-masalah yang muncul, dalam makna ada komitmen untuk bekerja secara benar dari awal. Investasi pada sumber daya manusianya, yang komitmennya perlu terus dijaga jangan sampai mengalami kerusakan, karena kerusakan psikologis amat sulit memperbaikinya. 2. Memiliki strategi untuk mencapai kualitas, baik di tingkat pimpinan, tenaga akademik, maupun tenaga administratif. 3. Mengelola atau memperlakukan keluhan sebagai umpan balik untuk mencapai kualitas dan memposisikan kesalahan sebagai instrumen untuk berbuat benar pada even kerja berikutnya. Memiliki kebijakan dalam perencanaan untuk mencapai kualitas, baik perencanaan jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang. 4. Mengupayakan proses perbaikan dengan melibatkan semua orang sesuai dengan tugas pokok, fungsi, dan tanggungjawabnya. 5. Mendorong orang yang dipandang memliki kreatifitas dan mampu menciptakan kualitas, serta merangsang yang lainnya agar dapat bekerja secara berkualitas. Memperjelas peran dan tanggungjawab setiap orang, termasuk kejelasan arah kerja secara vertikal dan horizontal. 6. Memiliki strategi dan kriteria evaluasi yang jelas. 13

14 7. Memandang atau menempatkan kualitas yang telah dicapai sebagai jalan untuk memperbaiki kualitas layanan lebih lanjut. 8. Memandang kualitas sebagai bagian integral dari budaya kerja. 9. Menempatkan peningkatan kualitas secara terus-menerus sebagai suatu keharusan. Bervariasinya kebutuhan siswa akan belajar, beragamnya kebutuhan guru dan staf lain dalam pengembangan profesionalnya, berbedanya lingkungan sekolah satu dengan lainnya dan ditambah dengan harapan orang tua/masyarakat akan pendidikan yang bermutu bagi anak dan tuntutan dunia usaha untuk memperoleh tenaga bermutu, berdampak kepada keharusan bagi setiap individu terutama pimpinan kelompok harus mampu merespon dan mengapresiasikan kondisi tersebut di dalam proses pengambilan keputusan. Ini memberi keyakinan bahwa di dalam proses pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu pendidikan mungkin dapat dipergunakan berbagai teori, perspektif dan kerangka acuan (framework) dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat terutama yang memiliki kepedulian kepada pendidikan. Karena sekolah berada pada pada bagian terdepan dari pada proses pendidikan, maka diskusi ini memberi konsekwensi bahwa sekolah harus menjadi bagian utama di dalam proses pembuatan keputusan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Sementara, masyarakat dituntut partisipasinya agar lebih memahami pendidikan, sedangkan pemerintah pusat berperan sebagai pendukung dalam hal menentukan kerangka dasar kebijakan pendidikan. Strategi ini berbeda dengan konsep mengenai pengelolaan sekolah yang selama ini kita kenal. Dalam sistem lama, birokrasi pusat sangat mendominasi proses pengambilan atau pembuatan keputusan pendidikan, yang bukan hanya kebijakan bersifat makro saja tetapi lebih jauh kepada hal-hal yang bersifat mikro; Sementara sekolah cenderung hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebut yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, lingkungan Sekolah, dan harapan orang tua. Pengalaman menunjukkan bahwa sistem lama seringkali menimbulkan kontradiksi antara apa yang menjadi kebutuhan sekolah dengan kebijakan yang harus dilaksanakan di dalam proses peningkatan mutu pendidikan. Fenomena pemberian kemandirian kepada sekolah ini memperlihatkan suatu perubahan cara berpikir dari yang bersifat rasional, normatif dan pendekatan preskriptif di 14

15 dalam pengambilan keputusan pandidikan kepada suatu kesadaran akan kompleksnya pengambilan keputusan di dalam sistem pendidikan dan organisasi yang mungkin tidak dapat diapresiasiakan secara utuh oleh birokrat pusat. Hal inilah yang kemudian mendorong munculnya pemikiran untuk beralih kepada konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah sebagai pendekatan baru di Indonesia, yang merupakan bagian dari desentralisasi pendidikan yang tengah dikembangkan. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Konsep ini diperkenalkan oleh teori effective school yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan (Edmond, 1979). Beberapa indikator yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen ini antara lain sebagai berikut; (i) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (ii) sekolah memilki misi dan target mutu yang ingin dicapai, (iii) sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat, (iv) adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf lainnya termasuk siswa) untuk berprestasi, (v) adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK, (vi) adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan/perbaikan mutu, dan (vii) adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid/masyarakat. Pengembangan konsep manajemen ini didesain untuk meningkatkan kemampuan sekolah dan masyarakat dalam mengelola perubahan pendidikan kaitannya dengan tujuan keseluruhan, kebijakan, strategi perencanaan, inisiatif kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah dan otoritas pendidikan. Pendidikan ini menuntut adanya perubahan sikap dan tingkah laku seluruh komponen sekolah; kepala sekolah, guru dan tenaga/staf administrasi termasuk orang tua dan masyarakat dalam memandang, memahami, membantu sekaligus sebagai pemantau yang melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan sekolah yang bersangkutan dengan didukung oleh pengelolaan sistem informasi yang presentatif dan valid. Akhir dari semua itu ditujukan kepada keberhasilan sekolah untuk menyiapkan pendidikan yang berkualitas/bermutu bagi masyarakat. Dalam pengimplementasian konsep ini, sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan permasalahan administrasi, keuangan dan 15

16 fungsi setiap personel sekolah di dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Bersama - sama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah harus membuat keputusan, mengatur skala prioritas disamping harus menyediakan lingkungan kerja yang lebih profesional bagi guru, dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta keyakinan masyarakat tentang sekolah/pendidikan. Kepala sekolah harus tampil sebagai koordinator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat sekolah dan secara profesional harus terlibat dalam setiap proses perubahan di sekolah melalui penerapan prinsip-prinsip pengelolaan kualitas total dengan menciptakan kompetisi dan penghargaan di dalam sekolah itu sendiri maupun sekolah lain. Ada empat hal yang terkait dengan prinsip - prinsip pengelolaan kualitas total yaitu; (i) perhatian harus ditekankan kepada proses dengan terus - menerus mengumandangkan peningkatan mutu, (ii) kualitas/mutu harus ditentukan oleh pengguna jasa sekolah, (iii) prestasi harus diperoleh melalui pemahaman visi bukan dengan pemaksaan aturan, (iv) sekolah harus menghasilkan siswa yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap arief bijaksana, karakter, dan memiliki kematangan emosional. Sistem kompetisi tersebut akan mendorong sekolah untuk terus meningkatkan diri, sedangkan penghargaan akan dapat memberikan motivasi dan meningkatkan kepercayaan diri setiap personel sekolah, khususnya siswa. Jadi sekolah harus mengontrol semua semberdaya termasuk sumber daya manusia yang ada, dan lebih lanjut harus menggunakan secara lebih efisien sumber daya tersebut untuk hal - hal yang bermanfaat bagi peningkatan mutu khususnya. Sementara itu, kebijakan makro yang dirumuskan oleh pemerintah atau otoritas pendidikan lainnya masih diperlukan dalam rangka menjamin tujuan - tujuan yang bersifat nasional dan akuntabilitas yang berlingkup nasional. VIII. MANAJEMEN KURIKULUM SEKOLAH Di dalam pelaksanaan KTSP diversifikasi kurikulum sangat dimungkinkan, artinya kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan keragaman kondisi dan kebutuhan baik yang menyangkut kemampuan atau potensi siswa dan lingkungannya. Diversifikasi kurikulum diterapkan dalam upaya untuk menampung tingkat kecerdasan dan kecepatan siswa yang tidak sama. Oleh sebab itu akselerasi belajar 16

17 dimungkinkan untuk diterapkan, begitu pula remidial dan pengayaan. Implementasi KTSP menuntut kemampuan sekolah untuk mengembangkan silabus sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, dan penyusunannya dapat melibatkan instansi yang relevan di daerah setempat, misalnya instansi pemerintah, swasta, perusahaan dan perguruan tingggi. Rekonseptualisasi kurikulum nasional yang diwujudkan dalam Kurikulum Berbasis Kompentensi memiliki empat fokus utama, yaitu: 1). Kejelasan kompetensi dan hasil belajar, 2) Penilian berbasis kelas, 3) Kegiatan belajar Mengajar, 4) Pengelolaan Kurikulum berbasis sekolah. Pada prinsipnya pengelolaan kurikulum yang berbasis sekolah membagi peran dan tanggung jawab masing-masing pelaksana pendidikan di lapangan yang terkait dengan pelaksanaan kurikulum, pembiayaan dan pengembangan silabus. Sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum dituntut dapat menjalin hubungan dengan lembaga lain yang terkait baik lembaga pemerintah maupun swasta. Misalnya untuk pembekalan kecakapan vokasional sekolah perlu kerja sama dengan perusahaan atau lembaga diklat. Belajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman terhadap suatu konsep, sehingga dalam proses pembelajaran siswa merupakan sentral kegiatan, pelaku utama dan guru hanya menciptakan suasana yang dapat mendorong timbulnya motivasi belajar pada siswa. Implementasi KTSP dalam proses pembelajaran menuntut adanya reorientasi pembelajaran yang konvensional. Reorientasi tidak hanya sebatas istilah teaching menjadi learning namun harus sampai pada operasional pelaksanaan pembelajaran. Untuk itu proses pembelajaran harus mengacu pada beberapa prinsip, yaitu: berpusat pada siswa, belajar dengan melakukan, mengembangakan kemampuan sosial, mengembangkan keingintahuan, imajinasi dan fitrah ber-tuhan, mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah, mengembangkan kreativitas siswa, mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi, menumbuhkah kesadaran sebagai warga negara yang baik, belajar sepanjang hayat, dan perpaduan kompetisi, kerjasama dan solidaritas. Penilaian hasil belajar idealnya dapat mengungkap semua askpek domain pembelajaran, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Sebab siswa yang memiliki kemampuan kognitif baik saat diuji dengan paper-and-pencil test belum tentu ia dapat menerapkan dengan baik 17

18 pengetahuannya dalam mengatasi permasalahan kehidupan (Green, 1975). Penilaian hasil belajar sangat terkait dengan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Pada umumnya tujuan pembelajaran mengikuti pengklasifikasian hasil belajar yang dilakukan oleh Bloom pada tahun 1956, yaitu cognitive, affective dan psychomotor. Kognitif adalah ranah yang menekankan pada pengembangan kemampuan dan ketrampilan intelektual. Affective adalah ranah yang berkaitan dengan pengembangan pengembangan perasaan, sikap nilai dan emosi. Sedangkan psychomotor adalah ranah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan atau ketrampilan motorik (Degeng: 2001). Namun ketiga domain pembelajaran itu memang tidak dapat dipaksakan pada semua mata pelajaran dalam porsi yang sama. Untuk matapelajaran ekonomi misalnya lebih menekankan pada aspek kognigitive dan affecfetive dibandingkan dengan aspek psychomotor yang lebih menekankan pada ketrampilan motorik. Fakta menunjukkan bahwa penilaian hasil belajar lebih menitik beratkan pada aspek cognitive saja. Terbukti dengan tes-tes yang diselenggarakan disekolah baik lisan maupun tulis lebih banyak mengarah pada pengungkapan kemapuan aspek cognitive. Laporan hasil belajar yang disampaikan pada orang tua siswa (buku rapor) juga hanya melaporkan kemampuan cognitive saja. Tuntutan pada kurikulum 2006, mengacu pada terpolanya penilaian yang mengarah pada kompetensi siswa, sesuai dengan kompensi tunturan kurikulum. Kompentensi yang dimaksud pada kurikulum adalah kemampuan yang dapat dilakukan peeserta didik yang mencakup pengetahuan, ketrampilan dan perilaku. Penilaian harus mengacu pada pencapaian standar kompetensi sisiwa. Standar kompetensi adalah batas dan arah kemamuan yang harus dan dapat dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses penbelajaran suatu mata pelajaran tenrtentu. Sistem penilaian yang diharapkan diterapkan untuk mengukur hasil belajar siswa menurut kurikum 2006 adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Dimana untuk mengetahui seberapa jauh peserta didik telah memiliki kompetensi dasar maka diperlukan suatu sistem penilaian yang menyeluruh dengan mengunakan indikator-indikator yang dikembangkan guru secara jelas. Berkelanjutan berari semua indikator harus ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik. Untuk 18

19 itu perlu dikembangkan berbagai teknik penilaian dan ujian, seperti: pertanyaan lisan, kuis, ulangan harian, tugas rumah, ulangan praktek, dan pengamatan. Pengembangan sistem penilaian berbasis kompetensi dasar mencakup beberapa hal, yaitu: (1) standar kompetensi, adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan dalam setiap mata pelajaran. Hal ini memiliki implikasi yang sangat signifikan dalam perencanaan, metodelogi dan pengelolaan penilaian; (2) kompetensi dasar, adalah kemampuan minimal dalam rangka mata pelajaran yang harus dimiliki lulusan SMA; (3) rencana penilaian, jadwal kegiatan penilaian dalam satu semester dikembangkan bersamaan dengan pengembangan silabus; (4) proses penilaian, pemilihan dan pengembangan teknik penilaiain, sistem pencatatan dan pengelolaan proses; dan (5) proses Implementasimenggunakan berbagai teknik penilaian. Tujuan penilaian yang dilakukan guru di kelas hendaknya diarahkan pada empat (4) hal berikut: keeping track, yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran anak didik tetap sesuai dengan rencana. Checking-up, yaitu untuk mengecek adakah kelemahankelemahan yang dialami anak didik dalam proses pembelajaran. Finding-out, yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran. Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan apakah anak didik telah mencapai kompetensi yang ditetapkan atau belum. Agar tujuan penilaian tersebut tercapai, guru harus menggunakan berbagai metoda dan teknik penilaian yang beragam sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik pengalaman belajar yang dilaluinya. Tujuan dan pengalaman belajar tertentu mungkin cukup efektif dinilai melalui tes tertulis (paper-pencil test), sedangkan tujuan dan pengalaman belajar yang lain (seperti bercakap dan praktikum IPA) akan sangat efektif dinilai dengan tes praktek (performance assessment). Demikian juga, metoda observasi sangat efektif digunakan untuk menilai aktivitas pembelajaran siswa dalam kelompok, dan skala sikap (rating scale) sangat cocok untuk menilai aspek afektif, minat dan motivasi anak didik. Oleh sebab itu, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan kemahiran tentang berbagai metoda dan teknik penilaian sehingga dapat memilih dan melaksanakan dengan tepat metoda dan teknik yang dianggap paling sesuai dengan tujuan dan proses pembelajaran, serta pengalaman belajar yang telah ditetapkan. Di samping itu, tujuan utama dari penilaian berbasis kelas yang dilakukan oleh guru adalah untuk memantau 19

20 kemajuan dan pencapaian belajar siswa sesuai dengan matriks kompetensi belajar yang telah ditetapkan, guru atau wali kelas diharapkan mengembangkan sistem portofolio individu siswa (student portfolio) yang berisi kumpulan yang sistematis tentang kemajuan dan hasil belajar siswa. Portofolio siswa memberikan gambaran secara menyeluruh tentang proses dan pencapaian belajar siswa pada kurun waktu tertentu. Portofolio siswa dapat berupa rekaman perkembangan belajar dan psikososial anak (developmental), catatan prestasi khusus yang dicapai siswa (showcase), catatan menyeluruh kegiatan belajar siswa dari awal sampai akhir (comprehensive), atau kumpulan tentang kompetensi yang telah dikuasai anak secara kumulatif. Portofolio ini sangat berguna baik bagi sekolah maupun bagi orang tua serta pihak-pihak lain yang memerlukan informasi secara rinci tentang perkembangan belajar anak dan aspek psikososialnya sehingga mereka dapat memberikan bimbingan. Merujuk pada implementasi KTSP paling tidak guru menghadapi tiga tantangan besar, yaitu tantangan pada bidang pengelolaan kurikulum, pembelajaran dan penilaian. Implementasi KTSP berimplikasi serangkaian tuntutan yang harus dipenuhi oleh seorang guru dalam menjalan tugas keprofesionalannya. Tugas profesional seorang guru (Dikmenjur, 2001) antara lain harus mampu: menganalisis, menguasai dan menginplementasikan kurikulum dalam bentuk teori dan praktek; menguasai materi bidang studi yang diajarkan; membuat rencana pembelajaran. memilih dan mengembangkan materi dengan memperluas dan memperdalam dasar-dasar kejuruan yang lebih kuat dan mendasar; memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang tepat. Berinteraksi (berkomunikasi) secara efisien dan efektif; menjalin kerja sama dengan instansi lain yang terkait dengan pembelajaran yang akan diberikan (dalam praktek); mengembangkan media pembelajaran; memilih dan menggunakan sumber belajar; memanfaatkan sarana dan lingkungan belajar; mengatur program pembelajaran dan jadwal akademik; memilih dan menetapkan materi kontekstual dengan kebutuhan lapangan kerja; menerapkan strategi pembelajaran yang lebih menekankan pada kebermaknaan hasil belajar; mengelolakelas(classroom management); melaksanakan praktek dengan menghubungkan dan menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan lapangan kerja; mengembangkan alat dan melaksanakan evaluasi hasil belajar, secara menyeluruh yang mencakup aspek kognitif, afektif, 20

21 psychomotorik serta intelektual skill; memahami karakteristik siswa; memberi layanan bimbingan kepada siswa; dapat membagi perhatian terhadap proses dan hasil belajar secara profesional; membaca hasil penelitian dan publikasi lain yang bermanfaat bagi pengembangan diri dan profesinya; melakukan penelitian sederhana (action research); serta memiliki wawasan global. Untuk mengantisipasi tantangan dunia pendidikan yang semakin berat, maka profesionalime guru harus dikembangkan. Beberapa cara yang dapat ditempuh dalam pengembangan profesionalitas guru menurut Balitbang Diknas antara lain adalah: 1. Perlunya revitalisasi pelatihan guru yang secara khusus dititikberatkan untuk memperbaiki kinerja guru dalam meningkatkan mutu pendidikan dan bukan untuk meningkatkan sertifikasi mengajar semata-mata; 2. Perlunya mekanisme kontrol penyelenggaraan pelatihan guru untuk memaksimalkan pelaksanaannya; 3. Perlunya sistem penilaian yang sistemik dan periodik untuk mengetahui efektivitas dan dampak pelatihan guru terhadap mutu pendidikan; 4. Perlunya desentralisasi pelatihan guru pada tingkat kabupaten/kota sesuai dengan perubahan mekanisme kelembagaan otonomi daerah yang dituntut dalam UU No.22/ Perlunya upaya-upaya alternatif yang mampu meningkatkan kesempatan dan kemampuan para guru dalam penguasaan materi pelajaran; 6. Perlunya tolok ukur (benchmark) kemampuan profesional sebagai acuan pelaksanaan pembinaan dan peningkatan mutu guru; 7. Perlunya peta kemampuan profesional guru secara nasional yang tersedia di Depdiknas dan Kanwil-Kanwil untuk tujuan-tujuan pembinaan dan peningkatan mutu guru; 8. Perlunya untuk mengkaji ulang aturan/kebijakan yang ada melalui perumusan kembali aturan/kebijakan yang lebih fleksibel dan mampu mendorong guru untuk mengembangkan kreativitasnya; 9. Perlunya reorganisasi dan rekonseptualisasi kegiatan Pengawasan Pengelolaan Sekolah, sehingga kegiatan ini dapat menjadi sarana alternatif peningkatan mutu guru; 10. Perlunya upaya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam penelitian, agar lebih bisa memahami dan menghayati permasalahan- 21

22 permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran. 11. Perlu mendorong para guru untuk bersikap kritis dan selalu berusaha meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan. 12. Memperketat persyaratan untuk menjadi calon guru pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK); 13. Menumbuhkan apresiasi karier guru dengan memberikan kesempatan yang lebih luas untuk meningkatkan karier; 14. Perlunya ketentuan sistem credit point yang lebih fleksibel untuk mendukung jenjang karier guru, yang lebih menekankan pada aktivitas dan kreativitas guru dalam melaksanakan proses pengajaran. Untuk lebih mendorong tumbuhnya profesionlisme guru selain apa yang telah diutarakan oleh balitbang diknas, tentunya penghargaan yang profesional terhadap profesi guru masih sangat penting. Seperti yang diundangkan bahwa guru berhak mendapat tunjangan profesi. Realisasi pasal ini tentunya akan sangat penting dalam mendorong tumbuhnya semangat profesionlisme pada diri guru. 22

DAMPAK SERTIFIKASI SEBAGAI PROGRAM PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU

DAMPAK SERTIFIKASI SEBAGAI PROGRAM PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU Fita Masruroh, Sertifikasi Terhadap Kesejahteraan & Kinerja Guru DAMPAK SERTIFIKASI SEBAGAI PROGRAM PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU Fita Masruroh *) ABSTRACT Profesionalism

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam penguasaan materi maupun metode pembelajaran selalu

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam penguasaan materi maupun metode pembelajaran selalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam dunia pendidikan saat ini, peningkatan kualitas pembelajaran baik dalam penguasaan materi maupun metode pembelajaran selalu diupayakan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inovasi yang berdampak pada meningkatnya kinerja sekolah. seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa

BAB I PENDAHULUAN. inovasi yang berdampak pada meningkatnya kinerja sekolah. seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya sekolah yang kuat merupakan suatu kekuatan yang dapat menyatukan tujuan, menciptakan motivasi, komitmen dan loyalitas seluruh warga sekolah, serta memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kriteria administratif, yaitu memiliki ijazah yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kriteria administratif, yaitu memiliki ijazah yang sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Guru yang profesional, secara ideal, adalah seorang guru yang telah memenuhi kriteria administratif, yaitu memiliki ijazah yang sesuai dengan ketentuan Undang-undang

Lebih terperinci

Penilaian Kelas (Classroom Assessment) dalam Penerapan Standard Kompetensi

Penilaian Kelas (Classroom Assessment) dalam Penerapan Standard Kompetensi Penilaian Opini Kelas (Classroom Assessment) dalam Penerapan Standard Kompetensi Penilaian Kelas (Classroom Assessment) dalam Penerapan Standard Kompetensi Bahrul Hayat, Ph.D* ) R Pendahuluan endahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENINGKATAN KUALIFIKASI SARJANA (S1) BAGI GURU MADRASAH IBTIDAIYAH DAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH (DUAL

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENINGKATAN KUALIFIKASI SARJANA (S1) BAGI GURU MADRASAH IBTIDAIYAH DAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH (DUAL PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENINGKATAN KUALIFIKASI SARJANA (S1) BAGI GURU MADRASAH IBTIDAIYAH DAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH (DUAL MODE SYSTEM) DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

Lebih terperinci

MATERI KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM MULOK. By: Estuhono, S.Pd, M.Pd

MATERI KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM MULOK. By: Estuhono, S.Pd, M.Pd MATERI KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM MULOK By: Estuhono, S.Pd, M.Pd PENGEMBANGAN MODEL KURIKULUM Estuhono, S.Pd, M.Pd I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah, sentralisasi ke desentralisasi, multikultural,

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK AKREDITASI SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus Di SD Negeri Donohudan 3 Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali)

ANALISIS DAMPAK AKREDITASI SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus Di SD Negeri Donohudan 3 Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali) ANALISIS DAMPAK AKREDITASI SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus Di SD Negeri Donohudan 3 Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali) TESIS Diajukan Kepada Program Pasca Sarjana Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pondasi utama dalam upaya memajukan bangsa. Suatu bangsa dapat dikatakan maju apabila pendidikan di negara tersebut dapat mengelola sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi kedepan adalah globalisasi dengan dominasi teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi kedepan adalah globalisasi dengan dominasi teknologi dan informasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Memasuki abad-21, tugas guru tidak akan semakin ringan. Tantangan yang dihadapi kedepan adalah globalisasi dengan dominasi teknologi dan informasi yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut Suryadi (2011: 2) warga negara berhak memperoleh pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut Suryadi (2011: 2) warga negara berhak memperoleh pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu dalam

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 14 Tahun 2008 Lampiran : - TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan globalisasi yang semakin terbuka. Sejalan tantangan kehidupan global,

BAB I PENDAHULUAN. dan globalisasi yang semakin terbuka. Sejalan tantangan kehidupan global, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan menghadapi dua tuntutan yaitu tuntutan dari masyarakat dan tuntutan dunia usaha. Hal yang menjadi tuntutan yaitu tentang

Lebih terperinci

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat Naskah Soal Ujian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Petunjuk: Naskah soal terdiri atas 7 halaman. Anda tidak diperkenankan membuka buku / catatan dan membawa kalkulator (karena soal yang diberikan tidak

Lebih terperinci

bidang akan tergantung pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan

bidang akan tergantung pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan suatu bangsa dalam melaksanakan pembangunan di segala bidang akan tergantung pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah upaya yang dilakukan negara untuk mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Oleh sebab itu hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan industri yang bergantung pada kepuasan pelanggan atau konsumen,

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dan industri yang bergantung pada kepuasan pelanggan atau konsumen, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep mutu telah menjadi suatu kenyataan dan fenomena dalam seluruh aspek dan dinamika masyarakat global memasuki persaingan pasar bebas dewasa ini. Jika sebelumnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soejono Soekanto (2002;234) adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soejono Soekanto (2002;234) adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peranan Pengertian peranan menurut Soejono Soekanto (2002;234) adalah sebagai berikut: Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan

Lebih terperinci

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA KTSP DAN IMPLEMENTASINYA Disampaikan pada WORKSHOP KURIKULUM KTSP SMA MUHAMMADIYAH PAKEM, SLEMAN, YOGYAKARTA Tanggal 4-5 Agustus 2006 Oleh : Drs. Marsigit MA FMIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA KTSP DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata dari rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah rendahnya perolehan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketatnya persaingan dalam lapangan kerja menuntut lembaga pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Ketatnya persaingan dalam lapangan kerja menuntut lembaga pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketatnya persaingan dalam lapangan kerja menuntut lembaga pendidikan meningkatkan pelayanan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu. Apalagi dengan adanya deregulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang dianut pemangku kebijakan. Kurikulum memiliki. kedudukan yang sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang dianut pemangku kebijakan. Kurikulum memiliki. kedudukan yang sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum menjadi komponen acuan oleh setiap satuan pendidikan. Kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktek pendidikan, selain itu juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa bangsa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik. A. Rasional Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 2 ayat (2) tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan yang sesuai dengan Standar Nasional

Lebih terperinci

2015 KOMPETENSI PED AGOGIK D AN KUALITAS MENGAJAR GURU SEKOLAH D ASAR D ITINJAU D ARI LATAR BELAKANG PEND ID IKAN GURU LULUSAN PGSD D AN NON-PGSD

2015 KOMPETENSI PED AGOGIK D AN KUALITAS MENGAJAR GURU SEKOLAH D ASAR D ITINJAU D ARI LATAR BELAKANG PEND ID IKAN GURU LULUSAN PGSD D AN NON-PGSD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan perwujudan dari sarana untuk mengembangkan dan meningkatkan proses pembangunan nasional, tentunya pendidikan tersebut harus ditunjang dengan sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai tanggung jawab besar dalam menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu wadah yang sangat penting agar warga negara Indonesia dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu wadah yang sangat penting agar warga negara Indonesia dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Madrasah Tsanawiyah selaku lembaga pendidikan formal yang bertujuan menyiapkan para peserta didik (siswa), untuk dapat menjadi anggota masyarakat yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian . Josie Fitri Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian . Josie Fitri Handayani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan kegiatan yang bersifat universal, terdapat dimana saja dan kapan saja dalam kehidupan masyarakat manusia. Pendidikan harus selalu progresif,

Lebih terperinci

SERTIFIKASI PENDIDIK PERLU EVALUASI BERKALA. Oleh : Sukidjo Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta

SERTIFIKASI PENDIDIK PERLU EVALUASI BERKALA. Oleh : Sukidjo Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta SERTIFIKASI PENDIDIK PERLU EVALUASI BERKALA Oleh : Sukidjo Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta A. Latar Belakang Program Sertifikasi Dalam era global keberadaan sumber daya manusia (SDM) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kunci sukses tidaknya suatu bangsa dalam pembangunan. Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan di segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks

BAB I PENDAHULUAN. antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan ujung tombak dalam mempersiapkan generasi yang handal, karena pendidikan diyakini dapat mendorong memaksimalkan potensi siswa. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa. perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa. perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan yang didasari atas pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan yang didasari atas pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kompetensi adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan yang didasari atas pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai dengan unjuk kerja yang dipersyaratkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan bangsa. Sejarah menunjukan bahwa kunci keberhasilan pembangunan Negaranegara maju adalah

Lebih terperinci

BAB V PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN. secara berurutan sebagaimana telah disajikan dalam

BAB V PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN. secara berurutan sebagaimana telah disajikan dalam BAB V PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini, semua data penelitian yang telah dipresentasikan di Bab terdahulu akan dibahas secara berurutan sebagaimana telah disajikan dalam penyajian data. Peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya manusia tidak terlepas dari kegiatan-kegiatan atau proses

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya manusia tidak terlepas dari kegiatan-kegiatan atau proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sumber daya manusia merupakan elemen utama organisasi dibandingkan dengan elemen lain seperti modal, teknologi, dan uang sebab manusia itu sendiri yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya

Lebih terperinci

PERANAN SERTIFIKASI GURU DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN *) Oleh: Dr. S. Eko Putro Widoyoko, M. Pd. **)

PERANAN SERTIFIKASI GURU DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN *) Oleh: Dr. S. Eko Putro Widoyoko, M. Pd. **) PERANAN SERTIFIKASI GURU DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN *) Oleh: Dr. S. Eko Putro Widoyoko, M. Pd. **) A. Pendahuluan Undang- Undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 11 ayat 1 mengamanatkan

Lebih terperinci

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas PAPARAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 1 PERTAMA: KONSEP DASAR 2 Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang

Lebih terperinci

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 PANDUAN PENYUSUNAN KTSP DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendiknas No.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dilakukan terhadap sumberdaya manusia yang ada, materi, dan sumberdaya

BAB 1 PENDAHULUAN. dilakukan terhadap sumberdaya manusia yang ada, materi, dan sumberdaya 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Supervisi merupakan tahapan proses yang sangat penting bagi suatu organisasi dalam mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan program yang telah direncanakan demi tercapainya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fuja Siti Fujiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Fuja Siti Fujiawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang pada umumnya wajib dilaksanakan oleh setiap negara. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aspek yang paling utama dalam menghadapi era globalisasi dimana keberhasilan suatu bangsa dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di era globalisasi ini. Selain itu, dengan adanya pasar bebas AFTA dan AFLA serta APEC tentu saja telah

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PROFESI GURU ( PPG ) SEBUAH CATATAN PENINGKATAN KUALITAS GURU

PENDIDIKAN PROFESI GURU ( PPG ) SEBUAH CATATAN PENINGKATAN KUALITAS GURU PENDIDIKAN PROFESI GURU ( PPG ) SEBUAH CATATAN PENINGKATAN KUALITAS GURU Oleh : Dwi Yunanto Abstrak Pendidikan di Indonesia pada umumnya di artikan sebagai sebuah proses untuk memanusiakan manusia, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya manusia yang berkualitas saja yang mampu hidup di masa depan

BAB I PENDAHULUAN. hanya manusia yang berkualitas saja yang mampu hidup di masa depan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bagi suatu bangsa, peningkatan kualitas pendidikan sudah seharusnya menjadi prioritas pertama. Kualitas pendidikan sangat penting artinya, sebab hanya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah

I. PENDAHULUAN. baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Bangsa Indonesia dengan jumlah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan, karena pendidikan memegang peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dalam bab ini membahas hasil penelitian Peran dan Fungsi Komite Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah (Studi Kasus di SMK Negeri 1 Terbanggi Besar

Lebih terperinci

Pelita V diusahakan untuk berubah ke laju peningkatan pemerataan rendah tapi

Pelita V diusahakan untuk berubah ke laju peningkatan pemerataan rendah tapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesadaran pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kualitas pendidikan saat ini semakin tinggi, hal ini tentu terkait dengan tantangan abad ke-21 terhadap dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan sekaligus membuka peluang-peluang baru bagi pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pendidikan yang dilakukan pemerintah saat ini sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pendidikan yang dilakukan pemerintah saat ini sangatlah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan pendidikan yang dilakukan pemerintah saat ini sangatlah pesat mengingat perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi dunia yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kinerja mengajar guru merupakan komponen paling utama dalam meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Oleh karena itu setiap tenaga pendidik, terutama guru,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur, seperti guru, sarana pembelajaran, aktivitas siswa, kurikulum dan faktor lain seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan suatu bangsa. Keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diantara elemen tersebut adalah instruktur atau pendidik, materi ajar, metode, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Diantara elemen tersebut adalah instruktur atau pendidik, materi ajar, metode, tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Sisdiknas No 20 tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan wahana yang sangat strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan wahana yang sangat strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang merupakan faktor determinan pembangunan. Pendidikan adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. internasional bukan lagi lokal atau nasional (Permadi, 2007). Untuk menjawab

BAB 1 PENDAHULUAN. internasional bukan lagi lokal atau nasional (Permadi, 2007). Untuk menjawab BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dampak globalisasi telah memasuki berbagai aspek kehidupan. Disadari atau tidak semua kalangan perlu menyiapkan diri dan menyikapinya dengan baik. Pada era ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan masyarakat. Laporan terbaru United Nation Development Programme (UNDP) tahun 2013 menyatakan, Indeks

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK A. Latar Belakang Pemikiran Indonesia merupakan negara kepulauan dengan keragamannya yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu bermanfaat

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu bermanfaat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu bermanfaat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai negara di dunia tidak pernah surut melakukan upaya peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan bahwa sistem penjaminan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang berkembang demikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang berkembang demikian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang berkembang demikian pesat dengan berbagai aspek permasalahannya. Pendidikan tidak hanya bersinggungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Hampir semua

Lebih terperinci

DILEMA GURU SD TERHADAP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERKAIT PENINGKATAN KOMPETENSI DAN KUALIFIKASI GURU

DILEMA GURU SD TERHADAP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERKAIT PENINGKATAN KOMPETENSI DAN KUALIFIKASI GURU DILEMA GURU SD TERHADAP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERKAIT PENINGKATAN KOMPETENSI DAN KUALIFIKASI GURU Rini Astuti, S.Pd.SD. riniastuti273@gmail.com Universitas Jambi Abstrak Tinggi dan rendahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan diri, pendidikan merupakan upaya meningkatkan derajat. kompetensi dengan tujuan agar pesertanya adaptable

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan diri, pendidikan merupakan upaya meningkatkan derajat. kompetensi dengan tujuan agar pesertanya adaptable BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan. Pengembangan SDM membawa misi peningkatan ketahanan dan kompetensi setiap individu yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak menuntut seseorang untuk

I. PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak menuntut seseorang untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak menuntut seseorang untuk membekali diri dengan ilmu pengetahuan agar dapat bersaing serta mempertahankan diri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi telah berlaku sebagai bagian integral dari setiap proses

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi telah berlaku sebagai bagian integral dari setiap proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Evaluasi telah berlaku sebagai bagian integral dari setiap proses pengembangan pendidikan pada saat ini. Kegiatan evaluasi pendidikan menempati posisi penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan penilaian hasil pembelajaran siswa sejalan dengan perkembangan kurikulum yang dipergunakan. Hal itu disebabkan penilaian merupakan salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fokus isu-isu strategis pendidikan di Indonesia sekarang ini adalah permasalahan

I. PENDAHULUAN. Fokus isu-isu strategis pendidikan di Indonesia sekarang ini adalah permasalahan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fokus isu-isu strategis pendidikan di Indonesia sekarang ini adalah permasalahan pembelajaran, antara lain tentang kualitas, relevansi, pemerataan, dan menajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka pembaharuan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demokratis, dan cerdas. Pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah

BAB I PENDAHULUAN. demokratis, dan cerdas. Pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi sampai kapanpun, manusia tanpa pendidikan mustahil dapat hidup berkembang sejalan dengan perkembangan jaman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang diselenggarakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Guru merupakan komponen yang paling menentukan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan, yang harus mendapat perhatian sentral, pertama dan utama. Figur

Lebih terperinci

SERTIFIKASI GURU MERUPAKAN PERLINDUNGAN PROFESI. Sugeng Muslimin Dosen Pend. Ekonomi FKIP Unswagati ABSTRAK

SERTIFIKASI GURU MERUPAKAN PERLINDUNGAN PROFESI. Sugeng Muslimin Dosen Pend. Ekonomi FKIP Unswagati ABSTRAK SERTIFIKASI GURU MERUPAKAN PERLINDUNGAN PROFESI Sugeng Muslimin 1 1. Dosen Pend. Ekonomi FKIP Unswagati ABSTRAK Profesi guru adalah profesi yang terhormat, tidak semua orang dapat menjadi guru. Untuk menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Guru sains adalah salah satu komponen penting dalam meningkatkan mutu

I. PENDAHULUAN. Guru sains adalah salah satu komponen penting dalam meningkatkan mutu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks. Sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi yang pesat melahirkan tantangan pada berbagai aspek kehidupan umat manusia tak

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. Penataan SDM

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

BAB III GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH BAB III GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH A. KONDISI UMUM SEKARANG DAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN Perubahan peraturan di bidang pemerintahan daerah yang berdampak pada bidang kepegawaian membutuhkan antisipasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. maka dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. maka dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: 164 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan bagian akhir dari tesis, berisi tiga bagian meliputi kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi. A. Kesimpulan Merujuk pada hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81A TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern yang menuntut spesialisasi dalam masyarakat yang. semakin kompleks. Masalah profesi kependidikan sampai sekarang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern yang menuntut spesialisasi dalam masyarakat yang. semakin kompleks. Masalah profesi kependidikan sampai sekarang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesionalisme berkembang sesuai dengan kemajuan masyarakat modern yang menuntut spesialisasi dalam masyarakat yang semakin kompleks. Masalah profesi kependidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan titik berat pembangunan dalam memasuki era global. Era globalisasi dan pasar bebas tingkat AFTA dan AFLA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pelaksanaan program pendidikan memerlukan adanya pengawasan atau supervisi.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pelaksanaan program pendidikan memerlukan adanya pengawasan atau supervisi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap pelaksanaan program pendidikan memerlukan adanya pengawasan atau supervisi. Supervisi sebagai fungsi administrasi pendidikan berarti aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan terus menjadi topik yang diperbincangkan oleh banyak pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai dimensi dalam

Lebih terperinci

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI PENGAWAS SEKOLAH

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI PENGAWAS SEKOLAH 1 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI PENGAWAS SEKOLAH Oleh: Prof. Dr. H. Sufyarma Marsidin, M.Pd. Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UNP, Padang. Abstrak: Pengawas sekolah salah satu

Lebih terperinci

DALAM PENINGKATAN MUTU

DALAM PENINGKATAN MUTU KEBIJAKAN MAJELIS DIKDASMEN DALAM PENINGKATAN MUTU SEKOLAH DAN MADRASAH Oleh: Sungkowo M Wakil Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah Disampaikan pada: Rapat Koordinasi Nasional Majelis Lingkungan Hidup

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Atmodiwiryo,2000:5). Selanjutnya

BAB II KAJIAN TEORITIS. mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Atmodiwiryo,2000:5). Selanjutnya 6 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Konsep Dasar Pengelolaan Pembelajaran. Pada dasarnya pengelolaan diartikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian semua sumber daya untuk

Lebih terperinci