PENANGANAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA TARAKAN (STUDI IMPLEMENTASI KEPUTUSAN MENTERI NO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENANGANAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA TARAKAN (STUDI IMPLEMENTASI KEPUTUSAN MENTERI NO"

Transkripsi

1 PENANGANAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA TARAKAN (STUDI IMPLEMENTASI KEPUTUSAN MENTERI NO. 15 TAHUN 2000 TENTANG KETENAGAKERJAAN) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 OLEH: HELDA ROZALIA NIM : FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2013

2 PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah di tulis atau di terbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis di kutip dalam naskah ini dan di sebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila ternyata didalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiat, saya bersedia skripsi ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh (sarjana) di batalkan serta di proses sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Samarinda, Januari 2013 HELDA ROZALIA NIM

3 HALAMAN PENGESAHAN Judul Skripsi : Penanganan Pemutusan Hubungan Kerja di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan ( Studi Implementasi Keputusan Menteri No.150 Tahun 2000 Tentang ketenagakerjaan) Nama : Helda Rozalia NIM : Jurusan : Ilmu Administrasi Program Studi : Administrasi istrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr Anthonius Margono, M.Si NIP Dra. Hj. Ida Wahyuni, M.Si NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman Prof. Dr. H. Adam Idris, M.Si NIP Lulus Tanggal :

4 RINGKASAN Helda Rozalia, Penanganan Pemutusan Hubungan Kerja di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan (Studi Implementasi Keputusan Menteri No.150 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan); di bawah bimbingan Bapak Dr. Anthonius Margono, M.Si dan Ibu Dra. Hj. Ida Wahyuni, M.Si Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis penanganan pemutusan huhungan kerja di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja di Kota Tarakan dan untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pennganan PHK di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan. Teknik pengumpulan data melalui; wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisa dengan menggunakan teknik analisis data model interaktif dari pendapat Miles dan Huberman dalam Sugiyono. Dalam penelitian ini penulis bekerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja Kota Tarakan sebagai informan yang memberikan informasi tentang data yang berhubungan dengan objek yang penulis teliti yaitu penanganan pemutusan hubungan kerja di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan. Kata kunci : Implementasi

5 RIWAYAT HIDUP Helda Rozalia, lahir pada tanggal 20 September 1991 di Tarakan Kalimantan Utara. Merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Ayahanda Drs. H. Zaini, M. dan Ibunda Hj. Massutiawati. Pada tahun 1996 memasuki Taman Kanak-Kanak Handayani di Tarakan lulus pada tahun Pada tahun 1997 memasuki Sekolah Dasar Negeri Utama 1 Tarakan lulus pada tahun Dan pada tahun 2003 melanjutkan Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tarakan lulus pada tahun Selanjutnya pada tahun 2006 melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tarakan dan lulus pada tahun Masuk perguruan tinggi Universitas Mulawarman di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi, Program Studi Administrasi Negara pada tahun 2009 melalui seleksi penerimaan mahasiswa baru. Selama kuliah telah mengikuti beberapa kegiatan diantaranya kegiatan pengenalan kampus dan kegiatan Pengenalan Mahasiswa Administrasi Negara (PEDILMAN) tahun Sedangkan pengalaman yang berhubungan dengan akademik / kurikulum Pendidikan di Universitas Mulawarman yaitu mengikuti program Kuliah Kerja Nyata (KKN) angkatan XXXVIII di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Samarinda.

6 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman. Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan baik moril maupun materiil serta saran-saran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghormatan sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. Zamruddin Hasid, SE, S.U selaku Rektor Universitas Mulawarman yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menyelesaikan studi sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Prof. Dr. H. Adam Idris, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawaraman yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman. 3. Ibu Dra. Rossa Anggraeny, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi yang telah memberikan motivasi dan saran-saran dalam rangka penyelesaian skripsi ini.

7 4. Bapak Drs. M. Zaenal Arifin, M.Si selaku Ketua Program Studi Administrasi Negara yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman. 5. Bapak Dr. Anthonius Margono, M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Dra. Hj. Ida Wahyuni, M.Si selaku pembimbing II. Terima kasih atas kesediaan bapak dan ibu yang telah meluangkan waktu ditengah kesibukan untuk memberikan bimbingan serta masukan, saran dan nasehat agar karya tulis ini menjadi karya ilmiah yang baik. 6. Dosen penguji seminar skripsi : Bapak Dr. Djumadi, M.Si selaku penguji I dan Ibu Santi Rande, S.Sos., M.Si selaku penguji II. Terima kasih atas bantuan dan saransarannya yang telah diberikan kepada penulis. 7. Segenap dosen yang telah memberikan ilmunya dari awal penulis mengenal bangku kuliah hingga akhir perjalanan selama menempuh pendidikan di Administrasi Negara FISIP UNMUL. Seluruh Staf Akademik, Staf Kemahasiswaan dan juga staf Tata Usaha. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya telah banyak membantu saya. 8. Terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses penelitian, Kepada Bapak Drs. H.Zaini. M selaku Kepala Dinas, Bapak H. Anto Bismoko, S.Sos selaku Kasi Hubin Syaker, Bapak Imanmanuel. P.ST selaku Fungsional Umum bidang PHI, Bapak Aulianegara, SH selaku Mediator Hubungan Industrial, terima kasih untuk jalinan persaudaraan dalam perkenalan yang singkat. Terima kasih atas masukan ide dan sambutan hangat yang diberikan. 9. Ayahanda Drs. H. Zaini. M, Ibunda Hj. Massutiawati, Kakakanda Hesty Rozaniza, Kakaknda Daeng Adimas Bayu Wicaksana SE, Adiknda Muhammad Azizan Fikri

8 Algazi, Adiknda Daeng Akmalif Putra Aryuza tercinta yang telah memberikan Doa, Cinta, Dukungan dan Nasehat yang tak ternilai, Terima kasih atas segalanya. 10. Untuk sahabat-sahabat yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas dukungan dan semangat yang telah diberikan kepada saya. Semoga skripsi ini berguna untuk menambah informasi dan pengetahuan bagi para pembacanya, Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Hidayahnya, Amin Samarinda, 11 Februari 2013 Penulis Helda Rozalia

9 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN ORISINALITAS. HALAMAN PENGESAHAN. ABSTRAK... RIWAYAT HIDUP.. KATA PENGANTAR.. DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i ii iii iv v vii x xi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang.. 1 B. Rumusan Masalah. 5 C. Tujuan Penelitian... 6 D. Kegunaan Penelitian.. 6 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori dan Konsep Pengertian Implementasi Pengertian Kebijakan publik Pengertian Implementasi kebijakan Pengertian Ketenargakerjaan Definisi Konsepsional. 40 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Fokus Penelitian Tempat Penelitian Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum... 48

10 4.1.1 Profil Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Hasil Penelitian Penanganan Pemutusan Hubungan Kerja Faktor Pendukung Pembahasan BAB V PENUTUP Mendesripsikan Penanganan Pemutusan Hubungan Kerja Faktor Pendukung Kesimpulan Saran-saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

11 DAFTAR TABEL No Tubuh Utama Halaman 1. Tabel 1 Jumlah SDM di Disosnaker berdasarkan pendidikan Tabel 2 Jumlah pegawai Disosnaker berdasarkan golongan Tabel 3 Jumlah khasus PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). 62

12 DAFTAR GAMBAR No Tubuh Utama Halaman 1. Gambar 1. Analisis data model kebijakan Gambar 2. Analisis data model Interaktif

13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Nasional Bangsa Indonesia, sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia, bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab seluruh bangsa Indonesia. Artinya, setiap warga negara Indonesia harus ikut serta dan berperan dalam pelaksanaan pembangunan, yang meliputi seluruh bidang kehidupan bangsa dan Negara Republik Indonesia. Keberhasilan pembangunan nasional ditentukan terutama oleh kualitas sumber daya manusianya, baik yang menjadi pengambil keputusan, penentu kebijaksanaan, pemikir, perencana maupun yang menjadi para pelaksana di sektor terdepan, dan para pelaku fungsi kontrol atau pengawasan pembangunan. Hal ini menunjukan bahwa unsur manusialah yang menjadi roda penggerak pembangunan nasional tersebut. Sumber daya manusia merupakan kunci utama keberhasilan pembangunan. Kualitas sumber daya manusia harus ditingkatkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan pembangunan nasional. Hakekat pembangunan nasional adalah, pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, dan

14 pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Maka landasan pelaksanaan pembangunan nasional adalah ( Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945). Sebagian besar manusia di muka bumi Indonesia menyadari bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki peran dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dalam pencapai tujuan pembangunan. Sejalan dengan itu, pembangunan ketenagakerjaan diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan kontribusinya dalam pembangunan serta melindungi hak dan kepentingannya sesuai dengan harkat dan martbat kemanusiaan. Penjelasan umum Keputusan Menteri No. 150 tahun 2000 menyatakan bahwa pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata baik material maupun spiritual. Negara Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang sebagaimana lazimnya telah menggiatkan pembangunan di segala bidang. Oleh sebab itu, maka diperlukanlah tenaga kerja yang yang ahli dan handal dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut, seperti halnya menguasai perkembangan teknologi dan komputerisasi. Oleh karena itu, agar tenaga kerja tersebut dapat menggunakannya maka diadakannya suatu pelatihan dan pembinaan. Adapun tujuan pembinaan tenaga kerja adalah meningkatkan kesetiaan dan ketaatan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, menghasilkan tenaga kerja yang berdaya guna dan moral kerja yang tingi. Karena semangat kegairahan kerja yang tinggi

15 sangat mempengaruhi secara langsung terhadap produktifitas kerja dan akan membawa dampak positif yang baik bagi perusahaan. Pada umumnya kelangsungan ikatan kerja bersama antara perusahaan dengan tenaga kerja terjalin apabila kedua belah pihak masih saling membutuhkan dan saling patuh dan taat akan perjanjian yang telah disepakatinya pada saat mereka mulai menjalin kerja bersama. Dengan adanya keterikatan kerja bersama antara perusahaan, khususnya manager dengan para tenaga kerja, berarti masing-masing pihak memiliki hak dan memiliki kewajiban. Demikian pula sebaliknya, apabila terjadi pemutusan hubungan kerja berarti manager dituntut untuk memenuhi hak dan kewajiban terhadap tenaga kerja sesuai dengan kondisi pada saat terjadi kontrak kerja. Kontrak kerja antara manager dapat secara tertulis maupun tidak tertulis. Dapat pula ditentukan dalam jangka waktu tertentu maupun tidak ditentukan berapa lama tenaga kerja tersebut harus bekerja pada perusahaan. Pemutusan hubugan kerja adalah suatu proses pelepasan keterikatan kerja sama antara perusahaan dengan tenaga kerja, baik atas permintaan tenaga kerja yang bersangkutan maupun atas kebijakan perusahaan yang karenanya tenaga kerja tersebut sudah tidak mampu memberikan prodiktivitas kerja lagi atau karena kondisi perusahaan yang tidak memungkinkan. Pemutusan hubungan kerja pada dasarnya merupakan masalah yang kompleks karena mempunyai dampak pada pengangguran, kriminalitas, kesempatan kerja. Seiring dengan laju perkembangan industri serta meningkatnya jumlah angkatan kerja yang bekerja, permasalahan pemutusan hubungan kerja merupakan permasalahan yang menyangkut kehidupan manusia. Dan hal tersebut merupakan awal penderitaan bagi

16 pekerja dan keluarganya. Sedang bagi perusahaan pemutusan hubungan kerja juga merupakan kerugian karena harus melepas pekerja yang telah dididik dan telah mengetahui cara-cara kerja di perusahaannya. Terjadinya pemutusan hubungan kerja dengan demikian bukan hanya menimbulkan kesulitan bagi pekerja tetapi juga akan menimbulkan kesulitan bagi perusahaan. Untuk itu pemerintah perlu ikut campur tangan dalam mengatasi masalah pemutusan hubungan kerja. Berdasarkan hasil observasi awal penulis bahwa khasus PHK tahun 2012 Dinas Sosial dan Tenaga Kerja di Kota Tarakan yaitu: melanggar peraturan (PKB) 7 orang dan mangkir dari pekerjaan (tidak disiplin) 21 orang. Jadi total pekerja yang di PHK sampai bulan Desember sebanyak 28 orang. Pemerintah telah mengadakan kebijaksanaan mengenai PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dengan maksud untuk lebih menjamin adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pelaksanaan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) antara lain menetapkan peraturan perundang-undangan tentang pemutusan hubungan kerja, penyelesaian perselisihan hubungan industrial serta berbagai keputusan menteri. Apabila telah ditetapkannya pemutusan hubungan kerja, maka ditetapkan pula kewajiban pengusaha untuk memberikan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan ganti kerugian kepada pekerja. Kewajiban ini berlaku bagi pengusaha yang melakukan PHK kepada para pekerjanya. Pembayaran kompensasi tersebut harus mengikuti prosedur sebagaimana yang telah ditetapkann dalam UU No.13 tahun 2003 dimana didalam UU No. 13 Tahun 2003 adalah penyempurna dari isi Kep.Men No. 150

17 Tahun 2000 yang bertujuan untuk terciptanya suatu kesepakatan yang baik antara pengusaha dengan pekerja. Tetapi dalam pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak jarang ditemukan kendala seperti ketidakadilan perusahaan terhadap PHK terhadap buruh sehingga menimbulkan ketidakpuasan para buruh karena khasus PHK. Jadi berdasarkan skripsi tersebut, penulis tertarik mengajukan judul skripsi Penanganan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan (Studi Implementasi Keputusan Menteri No.150 Tahun 2000 Tentang Ketenagakerjaan) 1.2 Rumusan Masalah: Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang tentang Penanganan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan (Studi Implementasi Keputusan Menteri No.150 Tahun 2000 Tentang Ketenagakerjaan) maka dalam penelitian ini masalah yang dapat dirumuskan yaitu: 1. Bagaimana Penanganan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan? 2. Apa saja faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam Penanganan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan?

18 1.3 Tujuan Penelitian: Setiap penelitian pada dasarnya mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan arahan kepada seorang peneliti dalam melakukan pekerjaan dan dapat menentukan kemana seharusnya berjalan dan berbuat. sejalan dengan permasalahan yang di rumuskan, maka penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui Penanganan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam Penanganan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tarakan. 1.4 Kegunaan Penelitian: Hasil penelitian pada umumnya sangat diharapkan dapat memberikan kegunaan dan manfaat yang sebesar-besarnya baik untuk penulis sendiri maupun bagi orang lain yang menggunakannya. Dengan penelitian ini, kegunaan dan manfaat yang diharapkan yaitu: 1. Secara teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu sosial terutama ilmu Administrasi Negara, khususnya dibidang kebijakan publik.

19 2. Secara praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pemikiran, terutama bagi pihak yang berwenang Dinas Sosial dan Tenaga Kerja kota Tarakan dalam menghadapi masalah PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).

20 BAB II KERANGKA DASAR TEORI 2.1 Teori dan Konsep Dalam setiap penelitian ilmiah tidak terlepas dari teori dan konsep yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas. Hal ini dimaksudkan agar penelitian yang dilakukan dapat memberikan arahan yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan. Teori adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan perangkat konsep, definisi, dan proposisi yang disusun secara sistematis. Jadi teori memuat konsep, definisi, dan proposisi. Secara umum fungsi dari teori adalah sebagi berikut: 1. Menjelaskan (explanation), ruang lingkup variabel-variabel yang akan diteliti. 2. Meramalkan (prediction), yaitu menyusun hipotesis dan menyusun instrument penelitian. 3. Pengendalian (control), yaitu membahas hasil penelitian dan memberikan saran. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sugiono (2003:55) bahwa teori adalah seperangkat asumsi dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan, menjelaskan, dan memprediksi prilaku yang memiliki keteraturan. Konsep menurut Husain Usman dan Purnomo Setiady Akbar (2003:8) mengatakan bahwa konsep dipakai oleh penulis untuk menggambarkan suatu gejala sosial atau gejala alamiah. Konsep dapat juga disebut sebagai generalisasi dari

21 kelompok gejala tertentu sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai gejala yang sama Implementasi. Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undangundang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan. Secara etimologis pengertian implementasi menurut Kamus Webster yang dikutip oleh Solichin Abdul Wahab adalah: Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar webster, to implement (mengimplementasikan) berati to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu) (Webster dalam Wahab,2004:64). Berdasarkan diatas maka implementasi itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat.hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan

22 masyarakat. Pandangan Van Meter dan Van Horn bahwa implementasi merupakan tindakan oleh individu, pejabat, kelompok badan pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam suatu keputusan tertentu. Badan-badan tersebut melaksanakan pekerjaan-pekerjaan pemerintah yang membawa dampak pada warganegaranya. Namun dalam praktinya badan-badan pemerintah sering menghadapi pekerjaan-pekerjaan di bawah mandat dari Undang- Undang, sehingga membuat mereka menjadi tidak jelas untuk memutuskan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Mazmanian dan Sebastiar juga mendefinisikan implementasi sebagai berikut: Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. (Mazmanian dan Sebastiar dalam Wahab,2004:68). Implementasi menurut Mazmanian dan Sebastier merupakan pelaksanaan kebijakan dasar berbentuk undang-undang juga berbentuk perintah atau keputusan-keputusan yang penting atau seperti keputusan badan peradilan. Proses implementasi ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu seperti tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan dan seterusnya sampai perbaikan kebijakan yang bersangkutan. Menurut uraian di atas, jadi implementasi itu merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat, Hal tersebut bertujuan

23 agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat. Gambar 1 Berikut ini model analisis kebijakan: Sebelum Implementasi Kebijakan Sesudah Konsekuensi-Konsekuensi Kebijakan Model Prespektif Model Integratif Model Retrospektif Gambar 2.1: Model Analisis Kebijakan menurut Dunn dalam Edi Suharto, PhD (2008:86) 1. Model prospektif adalah bentuk analisi kebijakan yang mengarahkan kajiannya pada konsekuensi-konsekuensi kebijakan sebelum suatu kebijakan diterapkan. Model ini dapat disebut sebagai model prediktif, karena seringkali melibatkan teknik-teknik peramalan (forecasting) untuk memprediksi kemungkinankemungkinan yang akan timbul dari suatu kebijakan yang akan diusulkan.

24 2. Model retrospektif adalah analisis kebijakan yang dilakukan terhadap akibatakibat kebijakan setelah suatu kebijakan diimplementasikan. Model ini biasanya disebuut juga model evaluative, karena banyak melibatkan pendekatan evaluasi terhadap dampak-dampak kebijakan yang sedang atau telah diterapkan. 3. Model integrative adalah model perpaduan antara kedua model diatas. Model ini kerap disebut sebagai model komprehensif atau model holistik, karena analisis dilakukan terhadap konsekuensi-konsekuensi kebijakan yang mungkin timbul, baik sebelum maupun sesudah suatu kebijakan dioperasikan. Model analisis kebijakan ini biasanya melibatkan teknik-teknik peramalan dan evaluasi secara terintegrasi Kebijakan Publik Kebijakan menurut pendapat Carl Friedrich yang dikutip oleh Wahab bahwa: Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan (Friedrich dalam Wahab, 2004:3). Berdasarkan definisi di atas, kebijakan mengandung suatu unsur tindakan untuk mencapai tujuan dan umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh seseorang, kelompok ataupun pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan tetapi harus mencari peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan dan sasaran yang diinginkan. Hal tersebut berarti kebijakan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan praktik-

25 praktik sosial yang ada dalam masyarakat. Apabila kebijakan berisi nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, maka kebijakan tersebut akan mendapat kendala ketika di implementasikan. Sebaliknya, suatu kebijakan harus mampu mengakomodasikan nilai-nilai dan praktik-praktik yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu. (Edi Suharto 2008:7). James E. Anderson dalam Subarsono (2005:2) mendefinisikan kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Thomas R. Dye dalam Subarsono (2005:2) yang menyatakan kebijakan publik sebagai apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan. Para ahli tersebut menekankan peran pemerintah dalam pembuatan kebijakan publik. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kebijakan publik dihasilkan oleh organisasi publik dan organisasi publik identik dengan organisasi pemerintah Model kebijakan publik Menurut Lester dan Stewart (dalam Wahab 2008: 178) ada 2 model kebijakan yang paling baik, yaitu model elitis dan model pluralis. 1. Model Elitis Di sebagian besar negara-negara berkembang dan negara yang mendasarkan diri pada sistem otoriter, seperti misalnya Kuba dan Korea Utara, model elitis merupakan

26 model yang cukup baik untuk menganalisis kebijakan publik yang berlangsung di negara-negara tersebut. Model ini mempuyai asumsi bahwa kebijakan publik dapat dipandang sebagai nilai-nilai dan pilihan-pilihan dari elit yang memerintah. Argumentasi pokok dari model ini adalah bahwa bukan rakyat atau massa yang menentukan kebijakan publik melalui tuntutan-tuntutan dan tindakan mereka, tetapi kebijakan publik ditentukan oleh elit yang memerintah dan dilaksanakan oleh pejabat-pejabat dan badan-badan pemerintah yang berada di bawahnya. Thomas Dye dan Harmon dalam The Irony of Democracy memberikan suatu ringkasan pemikiran menyangkut model ini, yakni : 1. Masyarakat terbagi dalam suatu kelompok kecil yang mempunyai kekuasaan (power) dan massa yang tidak mempunyai kekuasaan. Hanya sekelompok kecil saja orang yang mengalokasikan nilai-nilai untuk masyarakat sementara massa tidak memutuskan kebijakan. 2. Kelompok kecil yang memerintah itu bukan tipe massa yang dipengaruhi. Para elit ini (the rulling class) biasanya berasal dari lapisan masyarakat yang ekonominya tinggi. 3. Perpindahan dari kedudukan non-elit ke elitis sangat pelan dan berkesinambungan untuk memelihara stabilitas dan menghindari revolusi. Hanya kalangan non-elit yang telah menerima konsensus elit yang mendasar yang dapat diterima ke dalam lingkaran yang memerintah.

27 4. Elit memberikan konsensus pada nilai-nilai dasar sistem sosial dan pemeliharaan sistem. Misalnya, di Amerika Serikat konsensus elit mencakup perusahaan swasta, hak milik pribadi, pemerintahan terbatas dan kebebasan individu. 5. Kebijakan publik tidak merefleksikan tuntutan-tuntutan massa, tetapi nilai-nilai elit yang berlaku. Perubahan-perubahan dalam kebijakan publik adalah secara inkremental daripada secara revolusioner. Perubahan-perubahan secara inkremental memungkinkan tanggapan-tanggapan yang timbul hanya mengancam sistem sosial dengan perubahan sistem yang relatif kecil dibandingkan bila perubahan tersebut didasarkan teori rasional komprehensif. 6. Para elit secara relatif memperoleh pengaruh langsung yang kecil dari massa yang apatis. Sebaliknya, para elit mempengaruhi massa yang lebih besar. Namun demikian, walaupun model ini dapat sangat berguna untuk menjelaskan kebijakan yang berlangsung di negara-negara otoriter, tetapi model ini bersifat agak provokatif. Dalam pandangan model ini, kebijakan merupakan produk elit, merefleksikan nilai-nilai mereka dan membantu tujuan-tujuan mereka. Walaupun salah satu dari tujuan-tujuan itu mungkin merupakan keinginan untuk mernberikan kesejahteraan massa. Model elit lebih memusatkan perhatian pada peranan kepemimpinan dalam pembentukan kebijakan-kebijakan publik. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa dalam suatu sistem politik beberapa orang memerintah orang banyak, para elit politik

28 yang mempengaruhi massa rakyat dan bukan sebaliknya. Namun demikian, apakah para elit memerintah dan menentukan kebijakan dengan pengaruh yang kecil dari massa merupakan proposisi yang sulit dibuktikan. Untuk mempertahankan proposisi ini secara berhasil seorang ilmuwan politik Robert Dahl mengatakan bahwa orang harus mengidentifikasi kelompok yang mengendalikan dibandingkan dengan ukuran mayoritas, yang bukan merupakan artefak dari peraturan-peraturan demokratik, suatu minoritas individu-individu yang mempunyai pilihan-pilihan yang secara teratur berlaku dalam kasus-kasus perbedaan pilihan-pilihan tentang masalah-masalah politik pokok. 2. Model Pluralis Berkebalikan dengan model elit yang titik perhatiannya lebih bertumpu pada elit politik, maka model pluralis lebih percaya pada peran subsistem-subsistem yang berada dalam sistern demokrasi. Di negara-negara berkembang model elitis akan cukup memadai untuk menjelaskan proses politik yang berlangsung, namun akan kesulitan dalam menjelaskan proses politik di negara yang mendasarkan diri pada sistem demokrasi, terlebih demokrasi pluralis seperti di Amerika Serikat. Pandangan-pandangan pluralis disarikan dari ilmuwan Robert Dahl dan David Truman. Pandangan pluralis dapat dirangkum dalam uraian berikut: 1. Kekuasaan merupakan atribut individu dalam hubungannya dengan individuindividu yang lain dalam proses pembuatan keputusan. 2. Hubungan-hubungan kekuasaan tidak perlu tetap berlangsung, hubunganhubungan kekuasaan lebih dibentuk untuk keputusan-keputusan khusus. Setelah keputusan ini

29 dibuat maka hubungan-hubungan kekuasaan tersebut tidak akan nampak, hubungan ini akan digantikan oleh seperangkat hubungan kekuasaan yang berbeda ketika keputusan selanjutnya hendak dibuat. 3. Tidak ada pembedaan yang tetap di antara elit dan massa. Individuindividu yang berpartisipasi dalam pembuatan keputusan dalam suatu waktu tidak dibutuhkan oleh individu yang sama yang berpartisipasi dalam waktu yang lain. Individu masuk dan keluar dalam partisipasinya sebagai pembuat keputusan digolongkan menjadi aktif atau tidak aktif dalam politik. 4. Kepemimpinan bersifat cair dan mempunyai mobilitas yang tinggi, kesehatan merupakan aset dalam politik, tetapi hanya merupakan salah satu dari sekian banyak aset politik yang ada. 5. Terdapat banyak pusat kekuasaan di antara komunitas. Tidak ada kelompok tunggal yang mendominasi pembuatan keputusan untuk semua masalah kebijakan. 6. Kompetisi dapat dianggap berada di antara pemimpin. Kebijakan publik lebih lanjut dipandang merefleksikan tawar-menawar atau kompromi yang dicapai di antara kompetisi pemimpin-pemimpin politik Implementasi kebijakan Implementasi kebijakan pada prinsipnya merupakan cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Lester dan Stewart yang dikutip oleh Winarno, menjelaskan bahwa implementasi kebijakan adalah: Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi,

30 prosedur dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan (Lester dan Stewart dalam Winarno, 2002: ). Jadi implementasi itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat. Implementasi kebijakan menurut Nugroho terdapat dua pilihan untuk mengimplementasikannya, yaitu langsung mengimplementasikan nya dalam bentuk program-program dan melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan tersebut (Nugroho, 2003:158). Oleh karena itu, implementasi kebijakan yang telah dijelaskan oleh Nugroho merupakan dua pilihan, dimana yang pertama langsung mengimplementasi dalam bentuk program dan pilihan kedua melalui formulasi kebijakan. Pengertian implementasi kebijakan dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu implmentasi. Meter dan Horn dalam Wahab,(2004:79) juga mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi, yaitu: 1. Ukuran dan tujuan kebijakan. 2. Sumber-sumber kebijakan. 3. Ciri-ciri atau sifat Badan/Instansi pelaksana. 4. Komunikasi antar organisasi terkait dengan kegiatan pelaksanaan.

31 5. Sikap para pelaksana. 6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik. Keberhasilan suatu implementasi menurut kutipan Wahab dapat dipengaruhi berdasarkan faktor-faktor di atas, yaitu: Kesatu yaitu ukuran dan tujuan diperlukan untuk mengarahkan dalam melaksanakan kebijakan, hal tersebut dilakukan agar sesuai dengan program yang sudah direncanakan. Kedua, sumber daya kebijakan menurut Van Metter dan Van Horn yang dikutip oleh Agustino, sumber daya kebijakan merupakan keberhasilan proses implementasi kebijakan yang dipengaruhi dengan pemanfaatan sumber daya manusia, biaya, dan waktu (Meter dan Horn dalam Agustino, 2006:142). Sumber-sumber kebijakan tersebut sangat diperlukan untuk keberhasilan suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Sumber daya manusia sangat penting karena sebagai sumber penggerak dan pelaksana kebijakan, modal diperlukan untuk kelancaran pembiayaan kebijakan agar tidak menghambat proses kebijakan. Sedangkan waktu merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan kebijakan, karena waktu sebagai pendukung keberhasilan kebijakan. Sumber daya waktu merupakan penentu pemerintah dalam merencanakan dan melaksanakan kebijakan. Ketiga, keberhasilan kebijakan bisa dilihat dari sifat atau ciri-ciri badan/instansi pelaksana kebijakan. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para badan atau instansi pelaksananya. Menurut Subarsono kualitas dari suatu kebijakan

32 dipengaruhi oleh kualitas atau ciri-ciri dari para aktor, kualitas tersebut adalah tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja, dan integritas moralnya (Subarsono, 2006:7). Keempat, komunikasi memegang peranan penting bagi berlangsungnya koordinasi implementasi kebijakan. Menurut Hogwood dan Gunn yang dikutip oleh Wahab bahwa: Koordinasi bukanlah sekedar menyangkut persoalan mengkomunikasikan informasi ataupun membentuk struktur-struktur administrasi yang cocok, melainkan menyangkut pula persoalan yang lebih mendasar, yaitu praktik pelaksanaan kebijakan. (Hogwood dan Gunn dalam Wahab, 2004:77). Berdasarkan teori diatas maka Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka terjadinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya. Kelima, menurut Van Meter dan Van Horn yang dikutip oleh Widodo, bahwa karakteristik para pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi (Meter dan Horn dalam Subarsono, 2006:101). Sikap para pelaksana dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab sebagai pelaksana kebijakan harus dilandasi dengan sikap disiplin. Hal tersebut dilakukan karena dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, setiap badan/instansi pelaksana kebijakan harus merasa memiliki terhadap tugasnya masing-masing berdasarkan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Keenam, dalam menilai kinerja keberhasilan implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn yang dikutip oleh Agustino adalah sejauh mana lingkungan

33 eksternal ikut mendukung keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan, lingkungan eksternal tersebut adalah ekonomi, sosial, dan politik (Meter dan Horn dalam Agustino, 2006:144). Lingkungan ekonomi, sosial dan politik juga merupakan faktor yang menentukan keberhasilan suatu implementasi. Untuk mengefektifkan implementasi kebijakan yang ditetapkan, maka diperlukan adanya tahap-tahap implementasi kebijakan. (M. Irfan Islamy 2000: ) membagi tahap implementasi dalam 2 bentuk, yaitu: 1. Bersifat self-executing, yang berarti bahwa dengan dirumuskannya dan disahkannya suatu kebijakan maka kebijakan tersebut akan terimplementasikan dengan sendirinya, misalnya pengakuan suatu negara terhadap kedaulatan negara lain. 2. Bersifat non self-executing yang berarti bahwa suatu kebijakan publik perlu diwujudkan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak supaya tujuan pembuatan kebijakan tercapai. Sedangkan menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Solichin Abdul Wahab, yaitu mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan. Yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan baik yang menyangkut usaha-usaha untuk mengadministrasi maupun usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat. Hal ini tidak saja mempengaruhi perilaku lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas sasaran (target grup) tetapi

34 memperhatikan berbagai kekuatan politik, ekonomi, sosial yang berpengaruh pada impelementasi kebijakan negara Faktor Pendukung dan Penghambat dari Implementasi Kebijakan. Adapun faktor pendukung dari implementasi yaitu; Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak hanya ditujukan dan dilaksanakan untuk intern pemerintah saja, akan tetapi ditujukan dan harus dilaksanakan pula oleh seluruh masyarakat yang berada di lingkungannya. Menurut James Anderson, masyarakat mengetahui dan melaksanakan suatu kebijakan publik dikarenakan : 1. Respek anggota masyarakat terhadap otoritas dan keputusan badan-badan pemerintah. 2. Adanya kesadaran untuk menerima kebijakan. 3. Adanya keyakinan bahwa kebijakan itu dibuat secara sah, konstitusional, dan dibuat oleh para pejabat pemerintah yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan. 4. Sikap menerima dan melaksanakan kebijakan publik karena kebijakan itu lebih sesuai dengan kepentingan pribadi. 5. Adanya sanksi-sanksi tertentu yang akan dikenakan apabila tidak melaksanakan suatu kebijakan. (Suggono, 2000:23) Berdasarkan teori diatas bahwa faktor pendukung implementasi kebijakan harus didukung dan diterima oleh masyarakat, apabila anggota masyarakat mengikuti dan mentaati sebuah kebijakan maka sebuah implementasi kebijakan akan berjalan sesuai

35 tujuan yang telah ditetapkan tanpa ada hambatan-hambatan yang mengakibatkan sebuah kebijakan tidak berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Bambang Sunggono dalam buku Hukum dan kebijakan publik, implementasi kebijakan mempunyai beberapa faktor penghambat, yaitu: 1. Isi kebijakan. Pertama, implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isi kebijakan, maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci, saranasarana dan penerapan prioritas, atau program-program kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada. Kedua, karena kurangnya ketetapan intern maupun ekstern dari kebijakan yang akan dilaksanakan. Ketiga, kebijakan yang akan diimplementasiakan dapat juga menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan yang sangat berarti. Keempat, penyebab lain dari timbulnya kegagalan implementasi suatu kebijakan publik dapat terjadi karena kekurangan-kekurangan yang menyangkut sumber daya-sumber daya pembantu, misalnya yang menyangkut waktu, biaya/dana dan tenaga manusia. 2. Informasi. Implementasi kebijakan publik mengasumsikan bahwa para pemegang peran yang terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu atau sangat berkaitan untuk dapat memainkan perannya dengan baik.informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat adanya gangguan komunikasi. 3. Dukungan. Pelaksanaan suatu kebijakan publik akan sangat sulit apabila pada pengimlementasiannya tidak cukup dukungan untuk pelaksanaan kebijakan tersebut.

36 4. Pembagian potensi. Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu kebijakan publik juga ditentukan aspek pembagian potensi diantara para pelaku yang terlibat dalam implementasi. Dalam hal ini berkaitan dengan diferensiasi tugas dan wewenang organisasi pelaksana. Struktur organisasi pelaksanaan dapat menimbulkan masalah-masalah apabila pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang disesuaikan dengan pembagian tugas atau ditandai oleh adanya pembatasan-pembatasan yang kurang jelas. (Sunggono,2000: ). Suatu kebijakan publik akan menjadi efektif apabila dilaksanakan dan mempunyai manfaat positif bagi anggota-anggota masyarakat. Dengan kata lain, tindakan atau perbuatan manusia sebagai anggota masyarakat harus sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah atau negara. Sehingga apabila perilaku atau perbuatan mereka tidak sesuai dengan keinginan pemerintah atau negara, maka suatu kebijakan publik tidaklah efektif Ketenagakerjaan Keputusan Menteri No 150 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan masalah tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Hukum ketanagakerjaan mempunyai fungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat yang menyalurkan arah kegiatan manusia kearah yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pembangunan ketenagakerjaan.

37 Pembangunan ketenagakerjaan sebagai salah satu upaya dalam mewujudkan pembangunan nasional diarahkan untuk mengatur, membina dan mengawasi segala kegiatan yang berhubungan dengan tenaga kerja sehingga dapat terpelihara adanya ketertiban untuk mencapai keadilan. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan itu harus memadai dan sesuai dengan laju perkembangan pembangunan yang semakin pesat sehingga dapat mengantisipasi tuntutan perencanaan tenaga kerja, pembinaan hubungan industrial dan peningkatan perlindungan tenaga kerja. Sebagaimana menurut fungsinya sebagai sarana pembaharuan, hukum ketenagakerjaan merubah pula cara berfikir masyarakat yang kuno kearah cara berfikir yang modern yang sesuai dengan yang dikehendaki oleh pembangunan sehingga hukum ketenagakerjaan dapat berfungsi sebagai sarana yang dapat membebaskan tenaga kerja dari perbudakan, peruluran, perhambaan, kerja paksa dan punale sanksi, membebaskan tenaga kerja dari kehilangan pekerjaan, memberikan kedudukan hukum yang seimbang dan kedudukan ekonomis yang layak kepada tenaga kerja PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) Menurut Kep.Men No. 150 Tahun 2000 dan UU No. 13 tahun 2003 PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha.

38 Tergantung alasannya, PHK mungkin membutuhkan penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) mungkin juga tidak. Meski begitu, dalam praktek tidak semua PHK yang butuh penetapan dilaporkan kepada instansi ketenagakerjaan, baik karena tidak perlu ada penetapan, PHK tidak berujung sengketa hukum, atau karena pekerja tidak mengetahui hak mereka. Pekerja kontrak dan tetap : Pengaturan kompensasi PHK berbeda untuk pekerja kontrak (terikat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu-PKWT) dan pekerja tetap (terikat Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu-PKWTT). Dalam hal kontrak, pihak yang memutuskan kontrak diperintahkan membayar sisa nilai kontrak tersebut. Sedangkan bagi pekerja tetap, diatur soal wajib tidaknya pengusaha memberi kompensasi atas PHK tersebut. Dalam PHK terhadap pekerja tetap, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon, dan atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima pekerja. Kewajiban ini hanya berlaku bagi pengusaha yang melakukan PHK terhadap pekerja untuk waktu tidak tertentu. Pekerja dengan kontrak mungkin menerima pesangon bila diatur dalam perjanjiannya PHK Sukarela Pekerja dapat mengajukan pengunduran diri kepada pengusaha secara tertulis tanpa paksaan/intimidasi. Terdapat berbagai macam alasan pengunduran diri, seperti pindah ke tempat lain, berhenti dengan alasan pribadi, dan lain-lain. Untuk mengundurkan diri, pekerja harus memenuhi syarat: Mengajukan permohonan

39 selambatnya 30 hari sebelumnya, tidak ada ikatan dinas, tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan diri. Pekerja yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak atas kompensasi seperti sisa cuti yang masih ada, biaya perumahan serta pengobatan dan perawatan, dll sesuai Pasal 156 (4). Pekerja mungkin mendapatakan lebih bila diatur lain lewat perjanjian. Untuk biaya perumahan terdapat silang pendapat antara pekerja dan pengusaha, terkait apakah pekerja yang mengundurkan diri berhak atas 15% dari uang pesangon dan penghargaan masa kerja PHK Tidak Sukarela a. PHK oleh Pengusaha Seseorang dapat dipecat (PHK tidak sukarela) karena bermacam hal, antara lain rendahnya performa kerja, melakukan pelanggaran perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau kebijakan-kebijakan lain yang dikeluarkan pengusaha. Tidak semua kesalahan dapat berakibat pemecatan. Hal ini tergantung besarnya tingkat kesalahan. Pengusaha dimungkinkan memphk pekerjanya dalam hal pekerja melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Ini, setelah sebelumnya kepada pekerja diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. Surat peringatan masingmasing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Pengusaha dapat memberikan surat peringatan kepada pekerja untuk berbagai pelanggaran dan menentukan sanksi yang layak tergantung jenis pelanggaran. Pengusaha dimungkinkan juga mengeluarkan misalnya SP 3 secara langsung, atau

40 terhadap perbuatan tertentu langsung memphk. Hal ini dengan catatan hal tersebut diatur dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja bersama (PKB), dan dalam ketiga aturan tersebut, disebutkan secara jelas jenis pelanggaran yang dapat mengakibatkan PHK b. Kesalahan Berat (Pasal 158) Semenjak Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasal 158 UU Ketenagakerjaan inkonstitusional, maka pengusaha tidak lagi dapat langsung melakukan PHK apabila ada dugaan pekerja melakukan kesalahan berat. Berdasarkan asas praduga tak bersalah, pengusaha baru dapat melakukan PHK apabila pekerja terbukti melakukan kesalahan berat yang termasuk tindak pidana. Atas putusan MK ini, Depnaker mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang akibat putusan tersebut. Yang termasuk kesalahan berat ialah: 1. Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan. 2. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan; 3. Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja. 4. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja. 5. Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja.

41 6. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan. 7. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja, 8. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara, atau 9. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. c. Permohonan PHK oleh Pekerja Pekerja juga berhak untuk mengajukan permohonan PHK ke LPPHI bila pengusaha melakukan perbuatan seperti : 1. Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja, 2. Membujuk dan/atau menyuruh pekerja untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, 3. Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 bulan berturut-turut atau lebih, 4. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja, 5. Memerintahkan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan,

42 6. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja. d. PHK oleh Hakim PHK dapat pula terjadi karena putusan hakim. Apabila hakim memandang hubungan kerja tidak lagi kondusif dan tidak mungkin dipertahankan maka hakim dapat melakukan PHK yang berlaku sejak putusan dibacakan. e. PHK karena Peraturan Perundang-undangan Pekerja yang meninggal dunia, Perusahaan yang pailit, dan force majeure merupakan alasan PHK diluar keinginan para pihak. Meski begitu dalam praktek force majeure sering dijadikan alasan pengusaha untuk mem-phk pekerjanya Mekanisme PHK Pekerja, pengusaha dan pemerintah wajib untuk melakukan segala upaya untuk menghindari PHK. Apabila tidak ada kesepakatan antara pengusaha pekerja/serikatnya, PHK hanya dapat dilakukan oleh pengusaha setelah memperoleh penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI). Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu dibawah ini, PHK harus dilakukan melalui penetapan Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial (LPPHI). Hal-hal tersebut adalah: a. Pekerja masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya.

43 b. Pekerja mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali. c. Pekerja mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundangundangan. d. Pekerja meninggal dunia. e. Pekerja ditahan. f. Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan pekerja melakukan permohonan PHK. Selama belum ada penetapan dari LPPHI, pekerja dan pengusaha harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Sambil menunggu penetapan, pengusaha dapat melakukan skorsing, dengan tetap membayar hak-hak pekerja Perselisihan Tenaga Kerja Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan tenaga kerja yang didalamnya terdapat perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja. Perselisihan PHK timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat antara pekerja dan pengusaha mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak. Perselisihan PHK antara lain mengenai sah atau tidaknya alasan PHK, dan besaran kompensasi atas PHK.

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Kebijakan Kebijakan menurut para ahli seperti yang telah dikemukaan oleh Dye dalam (Leo Agustino, 2008:7) mengemukakan bahwa, kebijakan publik adalah apa yang dipilih

Lebih terperinci

Pemutusan Hubungan Kerja

Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan Hubungan Kerja Suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha karena suatu hal tertentu. Pasal 1 angka 25 UU Ketenagakerjaan: Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XII PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Pasal 150 Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha

Lebih terperinci

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1)

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1) HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XIII) PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1) copyright by Elok Hikmawati 1 Pemutusan Hubungan Kerja Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya

Lebih terperinci

SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO

SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO.13/2003 PASAL 156 (KEWAJIBAN PERUSAHAAN) PASAL 159 PASAL 162 2 PENGERTIAN PEMBERHENTIAN PEMBERHENTIAN

Lebih terperinci

PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14

PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14 PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14 1 SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO.13/2003 PASAL 156 (KEWAJIBAN PERUSAHAAN)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam pembangunan ekonomi yang sesuai dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Pembangunan ekonomi yang berhasil

Lebih terperinci

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (Termination of Employment Relationship) Amalia, MT

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (Termination of Employment Relationship) Amalia, MT PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (Termination of Employment Relationship) Amalia, MT SIKLUS MSDM Planning Siklus pengelolaan SDM pada umumnya merupakan tahapan dari: Attaining Developing Maintaining You can take

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. Kata kunci: jamsostek, pemutusan hubungan kerja

Lex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. Kata kunci: jamsostek, pemutusan hubungan kerja HAK TENAGA KERJA ATAS JAMSOSTEK YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 1 Oleh: Marlina T. Sangkoy 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimanakah Hak Tenaga Kerja atas Jamsostek yang mengalami

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

PHK BOY BUCHORI ALKHOMENI HASIBUAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

PHK BOY BUCHORI ALKHOMENI HASIBUAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN PHK BOY BUCHORI ALKHOMENI HASIBUAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Oleh: Maya Jannah, S.H., M.H Dosen tetap STIH LABUHANBATU ABSTRAK Hukum ketenagakerjaan bukan

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. A. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja

BAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. A. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja BAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja Alasan-alasan yang dapat membenarkan suatu pemberhentian/pemutusan dapat

Lebih terperinci

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA.

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Tujuan Mahasiswa mampu mendefinisikan PHK Mahasiswa mampu mengidentifikasi jenisjenis PHK Mahasiswa mampu menganalisis hak-hak pekerja yang di PHK Pengertian PHK adalah pengakhiran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Umum Tentang Ketenagakerjaan. berbeda antara pendapat yang satu dengan pendapat lainnya. 1

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Umum Tentang Ketenagakerjaan. berbeda antara pendapat yang satu dengan pendapat lainnya. 1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Teori 2.1.1 Tinjauan Umum Tentang Ketenagakerjaan Batasan pengertian Hukum Ketenagakerjaan, yang dulu disebut Hukum Perburuan atau arbeidrechts juga sama dengan pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Manajemen berperan dalam mengkombinasikan faktor-faktor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Manajemen berperan dalam mengkombinasikan faktor-faktor 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen berperan dalam mengkombinasikan faktor-faktor produksi. Proses manajemen terdiri

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. 1) Setiap bentuk usaha milik swasta yang memperkerjakan pekerjaan dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak.

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. 1) Setiap bentuk usaha milik swasta yang memperkerjakan pekerjaan dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG JASA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN SWASTA Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. Nomor: PER-03/MEN/1996

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pekerja/buruh dan Pengusaha Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pekerja/buruh adalah Setiap orang yang bekerja

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN I. PENJELASAN UMUM Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan Daerah

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP- 78/MEN/2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS BEBERAPA PASAL KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-150/MEN/2000

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GIANYAR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GIANYAR, BUPATI GIANYAR PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI GIANYAR NOMOR 26 TAHUN 2017 TENTANG PENGANGKATAN, PENEMPATAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SANJIWANI GIANYAR

Lebih terperinci

Pada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan MAKNA PHK BAGI PEKERJA

Pada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan MAKNA PHK BAGI PEKERJA Bab I MAKNA PHK BAGI PEKERJA Pada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan adalah untuk melindungi pekerja dari segala macam eksploitasi. Hal ini didasarkan pada tinjauan filosofis, bahwa dalam sistem

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI Anita Maharani 1 Abstrak Hubungan industrial, secara sederhana dapat didefinisikan sebagai hubungan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 ANALISA PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DITINJAU DARI UU NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh: Garry Henry Adam 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah alasan-alasan

Lebih terperinci

PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Nomor :...

PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Nomor :... PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Nomor :... Yang bertanda tangan dibawah ini : N a m a :... J a b a t a n :... A l a m a t :............ Dalam Perjanjian kerja ini bertindak untuk dan atas nama perusahaan...,

Lebih terperinci

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan

Lebih terperinci

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan. Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan. Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan 2.1.1. Pengertian Ketenagakerjaan Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang Ketenagakerjaan menyatakan

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN U M U M

BAB I KETENTUAN U M U M UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG K E T E N A G A K E R J A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang. uang yang digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup mereka akan

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang. uang yang digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup mereka akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan hidup yang layak. Pada dasarnya manusia selalu berjuang dengan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016 PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA BERDASARKAN UNDANG - UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh: Ryan A. Turangan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah alasan-alasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR I. Pendahuluan Banyaknya kebijakan yang tidak sinkron, tumpang tindih serta overlapping masih jadi permasalahan negara ini yang entah sampai kapan bisa diatasi. Dan ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia ketenagakerjaan berbagai konflik antara Pengusaha dan Pekerja selalu saja terjadi, selain masalah besaran upah, dan masalah-masalah terkait lainya, Pemutusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Tenaga Kerja 2.1.1. Pengertian Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja,

Lebih terperinci

MAKALAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI

MAKALAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI MAKALAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI DISUSUN OLEH : 1) Anna Irmina Nahak (135030401111034) 2) Deni Rekawati (145030400111008) 3) Angelina Linda Liber (145030400111040) PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H. 1 2 3 4 58 Dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan PKWT Jangka Waktu 5 59 ayat 4 hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka Kontrak waktu paling lama 1 (satu) tahun Outsourcing hanya untuk

Lebih terperinci

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Disiplin Mahasiswa IKIP Veteran Semarang ini, yang dimaksud dengan : 1.

Lebih terperinci

P T G l o b a l T i k e t N e t w o r k Jl. Kawi No. 45, Setiabudi Jakarta Selatan 12980, Indonesia

P T G l o b a l T i k e t N e t w o r k Jl. Kawi No. 45, Setiabudi Jakarta Selatan 12980, Indonesia P T G l o b a l T i k e t N e t w o r k Jl. Kawi No. 45, Setiabudi Jakarta Selatan 12980, Indonesia +622183782121 info@tiket.com http://www.tiket.com SURAT PERJANJIAN KERJA NO. 069/GTN/SPK-III/2013 Surat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Tinjauan Tentang Implementasi Kebijakan. 1. Pengertian Implementasi Kebijakan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Tinjauan Tentang Implementasi Kebijakan. 1. Pengertian Implementasi Kebijakan 17 BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Tentang Implementasi Kebijakan 1. Pengertian Implementasi Kebijakan Implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik. Biasanya implementasi dilaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 74 1, dikenakan sanksi pidana

Lebih terperinci

Perselisihan dan Pemutusan. hubungan kerja. berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan BAB 4

Perselisihan dan Pemutusan. hubungan kerja. berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan BAB 4 BAB 4 Perselisihan dan Pemutusan Hubungan Kerja 1. Perselisihan dan Pemutusan Hubungan Kerja Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang sangat sering dihadapi oleh negara-negara seperti halnya Indonesia. Persoalan yang paling mendasar

Lebih terperinci

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Disiplin Mahasiswa IKIP Veteran Semarang ini, yang dimaksud dengan : 1.

Lebih terperinci

PERATURAN - PERATURAN PENTING DALAM UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003

PERATURAN - PERATURAN PENTING DALAM UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003 1 42 ayat 1 Tenaga Kerja Asing wajib memiliki izin tertulis dari menteri/pejabat Pidana Penjara 1 ~ 4 Tahun 42 ayat 2 Pemberi kerja perorangan dilarang mempekerjakan orang asing Pidana Penjara 1 ~ 4 Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akan selalu ada, seperti penyakit dan kematian yang selalu berulang dan musim

I. PENDAHULUAN. akan selalu ada, seperti penyakit dan kematian yang selalu berulang dan musim I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana merupakan suatu bentuk perilaku menyimpang yang selalu ada dan melekat pada setiap golongan masyarakat, dalam arti bahwa tindak pidana akan selalu ada, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam

BAB I PENDAHULUAN. pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pekerja merupakan aset utama dalam sebuah perusahaan karena tanpa adanya pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam menghasilkan barang

Lebih terperinci

Tata Tertib setiap pekerja ISH yang berada di layanan mengacu kepada Standard Operationg Procedure (SOP) yang dibuat oleh Div. Operation & ER ISH.

Tata Tertib setiap pekerja ISH yang berada di layanan mengacu kepada Standard Operationg Procedure (SOP) yang dibuat oleh Div. Operation & ER ISH. A. Rujukan 1. Klausul 4.2.3 ISO 9001:2008 Pengendalian Dokumen 2. Klausul 4.2.4 ISO 9001:2008 Pengendalian Rekaman 3. Klausul 6.1 ISO 9001:2008 Pengelolaan Sumber Daya 4. Klausul 6.2 ISO 9001:2008 Sumber

Lebih terperinci

Kebijakan publik didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Pengertian ini sangat luas dan kurang pasti karena

Kebijakan publik didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Pengertian ini sangat luas dan kurang pasti karena Kebijakan publik didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Pengertian ini sangat luas dan kurang pasti karena menjadikan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal Kebijakan

Lebih terperinci

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PEMBERHENTIAN PEGAWAI KELOMPOK 8 1. Mia Diana Putri S. 135030400111077 2. Faryda Khansa 135030401111012 3. Adlina Hajarani 135030401111104 4. Intan Rahmawati 135030407111012

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA copyright by Elok Hikmawati 1 PENDAHULUAN Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat

Lebih terperinci

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN III) HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 HUBUNGAN KERJA Hubungan Kerja adalah suatu hubungan yang timbul antara pekerja dan pengusaha setelah

Lebih terperinci

The Presenting MSDM PemutusanHub ungan Kerja (PHK)

The Presenting MSDM PemutusanHub ungan Kerja (PHK) The Presenting MSDM PemutusanHub ungan Kerja (PHK) Kelompok V Nama Anggota : Ahmad Baiquni Al-Hakim (C1B013009) Shandra Syah Putra (C1B013012) Erick Willy Stevant M (C1B013017) Fatlilah (C1B013010) Oktia

Lebih terperinci

Pasal 150 UUK KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)

Pasal 150 UUK KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) * * Pasal 150 UUK *Mencakup pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum baik swasta, pemerintah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat sendiri maupun berkerja pada orang lain atau perusahaan. Pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat sendiri maupun berkerja pada orang lain atau perusahaan. Pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda. Untuk memenuhi semua kebutuhannya, manusia dituntut untuk memiliki pekerjaan, baik pekerjaan yang dibuat sendiri

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Peran Pengacara

Prinsip Dasar Peran Pengacara Prinsip Dasar Peran Pengacara Telah disahkan oleh Kongres ke Delapan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) mengenai Pencegahan Kriminal dan Perlakuan Pelaku Pelanggaran, Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 711/P/SK/HT/2013 TENTANG TATA PERILAKU MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 711/P/SK/HT/2013 TENTANG TATA PERILAKU MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 711/P/SK/HT/2013 TENTANG TATA PERILAKU MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA Menimbang Mengingat REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA, : a. bahwa dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB X PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN KESEJAHTERAAN Bagian Kesatu Perlindungan Paragraf 1 Penyandang Cacat Pasal 67 1. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA MOJOKERTO PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NON PNS PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (BLUD) RUMAH SAKIT UMUM Dr. WAHIDIN SUDIRO HUSODO

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK DARI PERUSAHAAN

BAB II PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK DARI PERUSAHAAN BAB II PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK DARI PERUSAHAAN 2.1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Dalam pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Replubik Indonesia Nomor Kep.100/Men/VI/2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyambung hidupnya.untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. menyambung hidupnya.untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang hidup sudah pasti membutuhkan biaya untuk dapat menyambung hidupnya.untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang harus mencari dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial I. PEMOHON 1. Joko Handoyo, S.H.,.. Pemohon I 2. Wahyudi, S.E,. Pemohon II 3. Rusdi Hartono, S.H.,. Pemohon III 4. Suherman,.....

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam

Lebih terperinci

BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERHENTIAN, SANKSI, PEMBAYARAN HONOR DAN PENILAIAN PEKERJAAN TENAGA HONORER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Peraturan Rektor. Nomor : 01 Tahun Tentang. Peraturan Disiplin Mahasiswa

Peraturan Rektor. Nomor : 01 Tahun Tentang. Peraturan Disiplin Mahasiswa Peraturan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang Nomor : 01 Tahun 2007 Tentang Peraturan Disiplin Mahasiswa Bismillahirrohmanirrohim Rektor Universitas Muhammadiyah Malang : Menimbang : a. Bahwa Universitas

Lebih terperinci

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 98 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (BLUD) NON PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideologi, dan kepentingankepentingan

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideologi, dan kepentingankepentingan 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Istilah kebijakan publik merupakan hasil adanya sinergi, kompromi atau bahkan kompetisi antara berbagai gagasan,

Lebih terperinci

AKIBAT DAN SOLUSI HUKUM TERHADAP PUTUSAN JUDICIAL REVIEW NOMOR. 012/PUU-1/ 2003 UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003 Oleh : Indah Mahniasari, SH, MH

AKIBAT DAN SOLUSI HUKUM TERHADAP PUTUSAN JUDICIAL REVIEW NOMOR. 012/PUU-1/ 2003 UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003 Oleh : Indah Mahniasari, SH, MH 1 AKIBAT DAN SOLUSI HUKUM TERHADAP PUTUSAN JUDICIAL REVIEW NOMOR. 012/PUU-1/ 2003 UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003 Oleh : Indah Mahniasari, SH, MH Abstraksi Undang -Undang Ketengakerjaan ketika disahkan

Lebih terperinci

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Kedelapan Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap Pelaku Kejahatan Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7 September

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.11/MEN/VI/2005 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN

Lebih terperinci

BUPATI MUSI BANYUASIN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR: 2>2> TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI MUSI BANYUASIN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR: 2>2> TAHUN 2008 TENTANG BUPATI MUSI BANYUASIN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR: 2>2> TAHUN 2008 TENTANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, PEMBERHENTIAN DAN PENGADAAN PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL (NON PNS) BLUD RSUD SEKAYU KABUPATEN

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN

- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN - 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XI/2013 Tentang Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pengurangan Masa Tahanan Bagi Tindak Pidana Umum, Pemeriksaan Cepat dan Restorative Justice I. PEMOHON Fahmi Ardiansyah

Lebih terperinci

c. bahwa unluk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

c. bahwa unluk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-150/MEN/2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG PENGHARGAAN MASA KERJA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN

Lebih terperinci

SURAT PERJANJIAN KERJA

SURAT PERJANJIAN KERJA SURAT PERJANJIAN KERJA No. 168/SPK-01/AMARYAI/I/2017 Pada hari... tanggal... bulan... tahun... telah dibuat dan disepakati perjanjian kerja antara : Nama : PT.... Alamat : Jln.... Kemudian dalam hal ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh I. PEMOHON M.Komarudin dan Muhammad Hafidz, sebagai perwakilan dari Federasi

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Hubungan Kerja Hubungan antara buruh dengan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah

Lebih terperinci

60 Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial Amanah Edisi Vol. III No. I Januari April 2014 ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK TERHADAP PERUBAHAN MASA DEPAN

60 Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial Amanah Edisi Vol. III No. I Januari April 2014 ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK TERHADAP PERUBAHAN MASA DEPAN 60 Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial Amanah Edisi Vol. III No. I Januari April 2014 ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK TERHADAP PERUBAHAN MASA DEPAN Sumardi Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu

Lebih terperinci

NIKODEMUS MARINGAN / D

NIKODEMUS MARINGAN / D TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) SECARA SEPIHAK OLEH PERUSAHAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN NIKODEMUS MARINGAN / D101 09 161 ABSTRAK Permasalahan

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA 31 CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA SURAT PERJANJIAN KERJA Nomer: ---------------------------------- Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama : Jabatan : Alamat : Dalam hal ini bertindak atas nama direksi

Lebih terperinci

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK AUDITOR DI LINGKUNGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia;

perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia; KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-78/]VIEN/2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS BEBERAPA PASAL KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESTA NOMOR KEP-150/]VIEN/2OOO

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN... NOMOR 01 TAHUN 2013

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN... NOMOR 01 TAHUN 2013 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN... NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN UMUM KEPEGAWAIAN PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT JIWA SAMBANG LIHUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: KEP-150/MEN/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: KEP-150/MEN/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: KEP-150/MEN/2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG PENGHARGAAN MASA KERJA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS DAN KASUS POSISI. pekerja diikat oleh suatu perjanjian yang disebut perjanjian kerja.

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS DAN KASUS POSISI. pekerja diikat oleh suatu perjanjian yang disebut perjanjian kerja. BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS DAN KASUS POSISI A. Latar Belakang Pemilihan Kasus Pada dasarnya pekerja dan perusahaan merupakan dua faktor yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN (UNDANG UNDANG No : 13 TAHUN 2003) PERLINDUNGAN 1.PENYANDANG CACAT 1. ANAK 2. PEREMPUAN 3. WAKTU KERJA 4. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA 1 1 PENYANDANG CACAT

Lebih terperinci

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 2 K-158 Konvensi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA HISWARA MIGAS INDONESIA MUKADIMAH

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA HISWARA MIGAS INDONESIA MUKADIMAH ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA HISWARA MIGAS INDONESIA MUKADIMAH Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan kenikmatan bagi Bangsa Indonesia dalam kandungan bumi pertiwi Indonesia berupa sumber daya alam

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN PEGAWAI NON PEGAWAI NEGERI SIPIL BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka

Lebih terperinci