1.1 Dasar Hukum Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bekasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1.1 Dasar Hukum Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bekasi"

Transkripsi

1 1.1 Dasar Hukum Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bekasi Didalam Pasal 7 UU No. 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, yang pelaksanaan wewenangnya dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan tetap menghormati hak yang dimiliki setiap orang. Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah, penataan ruang diselenggarakan dengan pendekatan wilayah, yaitu terdiri atas penataan ruang wilayah nasional; penataan ruang wilayah provinsi; dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota. Dengan pendekatan wilayah ini, setiap wilayah merupakan subsistem ruang dimana terdapat sumber daya manusia dengan berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan tingkat pemanfaatan yang berbeda, yang apabila tidak ditata dengan baik dapat mendorong ke arah ketidaksinambungan pemanfaatan ruang. Dalam konteks wilayah kabupaten, penataan ruang wilayah kabupaten Bekasi merupakan penjabaran dari kebijakan dan strategi penyelenggaraan penataan ruang wilayah Nasional dan Provinsi Jawa Barat. Oleh karenanya dalam penyelenggaraan penataan ruang wilayah kabupaten Bekasi perlu mengakomodir kepentingan nasional, kepentingan Provinsi Jawa Barat, kepentingan Kabupaten Bekasi, serta keselarasan dan keterpaduan dengan penyelenggaraan penataan ruang wilayah kabupaten yang berbatasan dengan Kabupaten Bekasi sebagai suatu kesatuan sistem wilayah yang lebih luas untuk menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan dan keterpaduan antardaerah, antar pusat dan daerah, antarsektor dan antarpemangku kepentingan. Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bekasi tidak terlepas dari hasil evaluasi terhadap RTRW Kabupaten Bekasi Tahun yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi No. 4 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 4 Tahun 2003 tentang Tahun Evaluasi yang dilakukan pada hakikatnya untuk menilai kinerja penataan ruang, yang pada kenyataannya masih terdapat penyimpanganpenyimpangan baik terkait struktur maupun pola ruang. PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI Bab I - 1

2 Dari aspek dinamika pembangunan dalam lingkup internal, sebagian telah diakomodir didalam Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi No. 4 Tahun 2007 tentang Tahun , dan beberapa hal perlu diantisipasi dan direspon didalam suatu rencana tata ruang yang mampu menjamin keberlangsungan pelaksanaannya dalam mendukung perwujudan tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Bekasi jangka panjang. Dalam konteks dinamika eksternal yang mencakup konstelasi global, nasional, dan regional, baik dalam rangka penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan akuntabel; tuntutan era pasar global (global trading); fenomena megapolitan, konurbasi yang tidak lagi mendudukan batas administrasi wilayah sebagai persoalan/hambatan dalam melakukan kegiatan pembangunan, interaksi atau sistem aktifitas penduduk, ataupun kerjasama yang melibatkan dua atau lebih wilayah dalam lingkup regional, nasional maupun global/internasional di berbagai bidang. Berkembangnya kawasan industri di wilayah Kabupaten Bekasi, tumbuh dan berkembangnya sektor properti di wilayah ini baik investor dalam nengeri maupun investor asing, memberikan konsekuensi tereksploitasinya sumber daya alam, sumber daya energi, sumber daya air, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya; kebutuhan pembangunan infrastruktur utama dan infrastruktur pendukung; alokasi peruntukkan lahan untuk kegiatan pembangunan; hingga dukungan perangkat kebijakan seperti dalam bentuk insentif untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif. Disatu sisi, perkembangan yang dinamis ini merefleksikan wujud hasil-hasil pembangunan ataupun memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi, namun disisi lain sejauh mana rencana tata ruang mampu mengakomodir tuntutan dan perilaku pasar tanpa mengesampingkan aspek pertimbangan daya dukung lingkungan serta keseimbangan lingkungan dalam rangka mendukung terwujudnya tujuan pembangunan wilayah jangka panjang. Dinamika eksternal lainnya, diantaranya dipengaruhi adanya perubahan paradigma dalam penataan ruang sehubungan dengan terbitnya Undang- Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang; serta beberapa peraturan perundangan baru yang terkait, termasuk Norma-Standar-Prosedur-Kriteria (NSPK) bidang penataan ruang. Ketentuan-ketentuan didalam Undang-Undang Penataan Ruang tersebut diantaranya mengamanatkan beberapa hal, diantaranya : Penyelenggaraan penataan ruang yang lebih menekankan pada aspek prinsip keterpaduan antardaerah dan antara pusat dan daerah, antarsektor dan antarpemangku kepentingan serta keterpaduan, PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI Bab I - 2

3 keberlanjutan dan keharmonisan serta keseimbangan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan; demokrasi, kepastian hukum dan keadilan; Pendekatan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa secara geografis, wilayah NKRI berada pada kawasan rawan bencana, sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kelangsungan kehidupan dan penghidupan. Dengan keberadaan tersebut, penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional harus dilakukan secara komprehensif, holistik, terkoordinasi, terpadu, efektif dan efisien Ketentuan penyesuaian RTRW Kabupaten, yaitu semua Perda kabupaten/kota tentang RTRW Kabupaten perlu disusun/disesuaikan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak UU No. 26 Tahun 2007 diberlakukan (Pasal 78 ayat (4) butir c); Adanya ketentuan-ketentuan serta muatan baru atau konsep lama yang diperdalam, diantaranya : Ketentuan-ketentuan baru Adanya perubahan jangka waktu RTRW Kabupaten, yaitu menjadi 20 (dua puluh) tahun. (Pasal 26); Dalam hal legalisasi RTRW Kabupaten. Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten tentang RTRW Kabupaten harus terlebih dahulu mendapat persetujuan substansi dari Menteri setelah mendapatkan rekomendasi Gubernur (Pasal 18) Konsep standar pelayanan minimal bidang penataan ruang. (Pasal 58); Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi (i) ketentuan umum peraturan zonasi, (ii) ketentuan perijinan, (iii) ketentuan insentif dan disinsentif, serta (iv) arahan sanksi Muatan-muatan baru/konsep lama yang diperdalam Penetapan kawasan strategis kabupaten (Pasal 8, 10, 11) Instrumen pengendalian pemanfaatan ruang, berupa peraturan zonasi, perizinan pemanfaatan ruang, pemberian insentif dan disinsentif (Pasal 35, 38), serta pengenaan sanksi. Muatan arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan, disusun untuk jangka waktu rencana 20 tahun (Pasal 20, 23, 26 dan 29); PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI Bab I - 3

4 Konsep pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan, sebagai salah satu arah yang dituju dalam penataan ruang kawasan pedesaan (Pasal 48); Internalisasi biaya dampak lingkungan kedalam biaya pelaksanaan pembangunan (Pasal 34); Rumusan rinci tentang hak dan kewajiban setiap orang dalam penataan ruang (Pasal 60, 61); serta kejelasan hak orang yang dirugikan akibat tindak pidana dalam pemanfaatan ruang. (Pasal 75) Kejelasan bentuk sanksi administratif atas pelanggaran terhadap ketentuan tentang kewajiban setiap orang (Pasal 63); serta kejelasan hukuman pidana bagi setiap pelanggar rencana tata ruang; atau memanfaatkan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang baik perorangan ataupun korporasi; serta pejabat publik penerbit perijinan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang (Pasal 69, 70, 74) Konsep penyelesaian sengketa lebih tegas (Pasal 67); Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama jangka menengah 5 (lima) tahunan Diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) Adanya peraturan dan/atau rujukan baru lainnya yang perlu dijadikan acuan dalam proses penataan ruang wilayah kabupaten, diantaranya : Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-Undang No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI Bab I - 4

5 Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota Perpres No.54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jabodetabekpunjur) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten Peraturan Menteri Kehutanan No. 28 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konsultasi Dalam Rangka Pemberian Persetujuan Substansi Kehutanan Atas Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Daerah Rencana pembangunan sektoral dan spasial dalam lingkup internal wilayah Kabupaten Bekasi sebagaimana dimuat didalam RTRW Kabupaten Bekasi (Perda No. 4 Tahun 2007), yang perlu diakomodir didalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi untuk menjamin keberlangsungan penyelenggaraannya, diantaranya : 1. Rencana Pengembangan Sistem Perangkutan a. Perubahan trase pembangunan Jalan Tol Karang Tanjung (semua sepanjang 56 Km ( 43 Km di wilayah Kabupaten Bekasi) yang akan menghubungkan Cikarang dan Tanjung Priok dan melewati Tarumajaya dan Babelan; trasenya berubah menjadi dari Cibitung Tambun Utara Babelan Tarumajaya Tj. Priok. b. Pembangunan Jalan Tol Jatiasih Purwakarta (melintasi Kecamatan Setu, Serang Baru dan Bojongmangu) di Kabupaten Bekasi; PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI Bab I - 5

6 c. Pembangunan jalan Lintas Utara (kolektor primer) yang menghubungkan Marunda-Tarumajaya-Cabangbungin-Batujaya (Karawang). d. Rencana Pembangunan jalan Lintas Selatan (kolektor primer) yang menghubungkan Kabupaten Karawang dan Kota Bekasi. e. Rencana pengembangan transportasi kereta api untuk Kabupaten Bekasi adalah: Pembangunan jaringan rel double track Manggarai Cikarang, untuk mendukung koridor perkotaan dan penglaju (commuter). Pembangunan New Bekasi Line yang akan menghubungkan Cikarang Tanjung Priok. Peningkatan status dan fungsi stasiun Cikarang, untuk menjadi tempat pemberangkatan/pemberhentian kereta api antar kota. f. Pembangunan terminal angkutan darat (Tipe A) (antarkota antarpropinsi/akap) terdapat di Kecamatan Cikarang Utara 2. Perencanaan Spasial. Dalam hal ini antara lain adanya studi-studi yang berkaitan dengan penataan ruang di kawasan khusus Pantai Utara Kabupaten Bekasi, yang memberikan arahan bagi rencana pemanfaatan ruang pada kawasan tersebut Berkaitan dengan dinamika internal dan eksternal sebagaimana dijabarkan, maka dipandang perlu untuk menyelaraskan RTRW Kabupaten Bekasi dengan dinamika yang terjadi, baik dalam hal penyelarasan dengan ketentuan-ketentuan yang diamantakan didalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 maupun rujukan baru dalam bidang yang terkait dengan penataan ruang, maupun dalam merespon tantangan dalam rangka mencapai tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Bekasi. 1.2 Profil Wilayah Kabupaten Bekasi Geografis dan Wilayah Administrasi Kebupaten Bekasi Secara geografis, Kabupaten Bekasi terletak di sebelah Utara Propinsi Jawa Barat dan berada pada dataran rendah, 72% wilayah Kabupaten Bekasi berada pada ketinggian 0-25 meter di atas permukaan air laut. Kabupaten Bekasi terletak pada Lintang Selatan Bujur Timur, luas wilayah Kabupaten Bekasi Ha. Batas-batas Kabupaten Bekasi : Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Selatan : Kabupaten Bogor PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI Bab I - 6

7 Sebelah Barat : DKI Jakarta dan Kota Bekasi Sebelah Timur : Kabupaten Karawang Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 26 Tahun 2001 tentang penataan, pembentukan, dan pemekaran kecamatan, Kabupaten Bekasi semula 15 Kecamatan dimekarkan menjadi 23 Kecamatan, dengan luas wilayah tetap. Selengkapnya nama-nama kecamatan baru beserta ibukota kecamatannya dapat dilihat pada Tabel 1.1. Batasan administrasi berdasarkan Gambar 1.1. Tabel 1.1 Batas Administrasi Kabupaten Bekasi Menurut Kecamatan No Kecamatan Ibukota Luas (Ha.) 1 Setu Ciledug 6,216 2 Serang Baru Sukasari 6, Cikarang Pusat Sukamahi 4, Cikarang Selatan Sukadami 5, Cibarusah Cibarusah Kota 5, Bojongmangu Bojongmangu 6, Cikarang Timur Jatibaru 5, Kedungwaringin Kedungwaringin 3, Cikarang Utara Cikarang Kota 4, Karang Bahagia Karangbahagia 4, Cibitung Wanasari 4, Cikarang Barat Telaga Asih 5, Tambun Selatan Tambun 4, Tambun Utara Sriamur 3, Babelan Babelan Kota 6, Tarumajaya Pantai Makmur 5, Tambelang Sukarapih 3, Sukawangi Sukawangi 6, Sukatani Sukamulya 3, Sukakarya Sukakarya 4, Pebayuran Kertasari 9, Cabangbungin Lenggahjaya 4, Muaragembong Pantai Mekar 14, T o t a l 127, Sumber: - Perda Kab. Bekasi No. 26/Th PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI Bab I - 7

8 Gambar 1.1 PETA ADMINISTRASI KABUPATEN BEKASI PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI Bab I - 8

9 1.2.2 Kependudukan dan Sumber Daya Manusia Jumlah penduduk di Kabupaten Bekasi pada tahun 2006 menurut data BPS Kabupaten Bekasi Tahun 2006 sebanyak jiwa. Jumlah penduduk lakilaki sebanyak dan jumlah penduduk perempuan sebanyak atau rasio jenis kelamin sebesar 104,03. Dengan luas wilayah sebesar Ha, maka rata-rata kepadatan penduduk mencapai jiwa/km2. Wilayah yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan Tambun Selatan sebanyak jiwa (16,84%) dan tingkat kepadatan jiwa/km2, sedangkan yang paling rendah kepadatannya adalah Kecamatan Muaragembong (261 jiwa/km2). Jumlah penduduk paling sedikit terdapat terdapat di Kecamatan Bojongmangu yaitu jiwa. Pertumbuhan penduduk tahun 2006 adalah sebesar 3,84% dan tahun 2005 sebesar 3,98%. Jumlah dan kepadatan penduduk dapat dilihat pada tabel berikut No Tabel 1.2 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk per km 2 Tahun 2007 Kecamatan Luas Wilayah (Ha) Penduduk Laki-laki Perempuan Jumlah Kepadatan (jiwa/km 2 ) 1 Setu 6,216 39,442 38,334 77,776 1,251 2 Serang Baru 6,380 32,006 31,162 63, Cikarang Pusat 5,174 20,996 20,838 41, Cikarang 4,760 42,195 40,190 82,385 1,592 Selatan 5 Cibarusah 5,131 31,484 29,558 61,042 1,211 6 Bojongmangu 5,369 12,390 12,301 24, Cikarang Timur 4,330 38,011 36,748 74,759 1,457 8 Kedungwaringin 5,039 26,728 25,496 52,224 1,656 9 Cikarang Utara 6,006 83,256 79, ,546 3, Karang Bahagia 3,153 39,540 38,411 77,951 1, Cibitung 4,610 74,587 71, ,850 3, Cikarang Barat 4,530 81,585 76, ,631 2, Tambun 4, , , ,780 8,023 Selatan 14 Tambun Utara 3,442 45,807 44,414 90,221 2, Bebelan 6,360 76,189 72, ,132 2, Tarumajaya 5,463 42,907 40,585 83,492 1, Tambelan 6,719 17,775 17,344 35, Sukawangi 3,791 21,210 20,762 41, Sukatani 3,752 32,632 31,707 64,339 1, Sukakarya 4,240 22,471 21,857 44,328 1, Pebayuran 9,634 47,304 45,745 93, Cabangbungin 4,970 24,713 24,285 48, Muaragembong 14,009 18,483 17,695 36, Kabupaten Bekasi 127,388 1,047,361 1,007,104 2,054,465 42,088 Sumber : Kabupaten Bekasi dalam Angka 2007 PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI Bab I - 9

10 Penduduk menurut umur menunjukan bahwa penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai orang atau 69%. Sedangkan penduduk yang belum produktif (< 15 tahun) sebanyak orang atau 28% dan yang tidak produktif lagi (65 tahun ke atas) orang atau 3 %, sehingga beban ketergantungan sebesar 44,99. Tabel 1.3 Banyaknya Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2006 Umur Laki-laki Perempuan Jumlah Jumlah Sumber : Kantor Statistik Kabupaten Bekasi Tahun 2007 Data penduduk Kabupaten Bekasi tahun 2007, jumlah penduduk 2,054,795 jiwa, terdiri dari 1,047,691 laki-laki dan 1,007,104 perempuan. Komposisi usia penduduk adalah sebagai berikut: - Penduduk belum produktif (di bawah 14 tahun) : 298,878 jiwa (27,98%) - Penduduk usia produktif (15 59 tahun) : jiwa (67,19%) - Penduduk tidak produktif (60 tahun ke atas) : jiwa (4,88%). Rincian struktur penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Kabupaten Bekasi diperlihatkan pada Tabel 1.4. Piramida penduduk diperlihatkan pada Gambar 1.2. Jika dilihat dari bentuk piramida tersebut, maka penduduk Kabupaten Bekasi didominasi oleh golongan usia produktif, mencapai 67,19%. Fakta ini di satu pihak merupakan potensi bagi Kabupaten Bekasi dalam hal tenaga kerja, namun di pihak lain juga dapat menjadi masalah karena jumlah angkatan kerja yang besar menuntut penyediaan lapangan kerja yang besar pula. PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI Bab I - 10

11 Tabel 1.4 Struktur Penduduk Kabupaten Bekasi Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2007 Kelompok Laki - laki Perempuan Jumlah % Umur ,400 78, , , , , ,124 96, , ,006 90, , , , , , , , , , , ,824 80, , ,914 59, , ,111 39,820 86, ,139 30,148 68, ,592 18,883 40, ,471 18,120 37, ,977 11,908 22, ,145 10,762 20, ,541 9,422 18, Total 1,047,691 1,007,104 2,054, Sumber : Kantor Statistik Kabupaten Bekasi Tahun 2007 Gambar 1.2 Piramida Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2007 PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI Bab I - 11

12 1.2.3 Potensi Kebencanaan Potensi kebencanaan di Kabupaten Bekasi yaitu potensi banjir. Lokasi rawan banjir di Kabupaten Bekasi berdasarkan informasi dari bahan rapat terpadu penanganan masalah banjir pada tahun 2002, luas areal genangan terjadi umumnya di areal pertanian dengan perkiraan 15,176 ha, tambak sekitar ha dan permukiman sekitar 362 Ha. Perkiraan lokasi rawan genangan banjir di Kabupaten Bekasi tertera pada Gambar4.10. serta perkiraan luas areal genangan banjir tertera pada Tabel 1.5. Tabel 1.5 Perkiraan Luas Areal Genangan Banjir di Kabupaten Bekasi No Kecamatan Pertanian Tambak Permukiman (Ha) (Ha) (Ha) 1 Muara Gembong Cabang Bungin Tambelang Babelan Tarumajaya Sukatani Cikarang Pebayuran Kedungwaringin Cibitung Tambun Cibarusah Setu 144 Jumlah *)Sumber: Bahan Rapat Koordinasi Terpadu Penanganan Masalah Bencana Alam Banjir Di Wilayah DKI Jakarta Dan Sekitarnya, Potensi Sumber Daya Alam A. Sumber Daya Lahan Lahan wilayah Kabupaten Bekasi pada umumnya merupakan daerah dataran rendah. Berdasarkan ketinggian lahan, wilayah Kabupaten Bekasi terbagi dua yang dibatasi oleh saluran CBL (Cikarang-Bekasi-laut). Wilayah sebelah utara CBL berada pada ketinggian 0-25 m dpl (di bawah permukaan laut), sedangkan wilayah sebelah selatan CBL berada pada ketinggian dpl. Jenis tanah wilayah Kabupaten Bekasi diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis tanah, yaitu: - asosiasi alluvial kelabu dan alluvial coklat kekelabuan; - asosiasi podsolik kuning dan hidromorf kelabu; - asosiasi latosol merah, latosol coklat kemerahan dan laterit; - asosiasi glei humus dan aluvial kelabu; - podsolik kuning; - komplek latosol merah kekuningan, lotosol coklat dan podsolik merah kekuningan; PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI Bab I - 12

13 - komplek grumosol, regosol dan mediteran; - komplek podsolik merah kekuningan, podsolik kuning, dan regosol. Dilihat dari teksturnya, tanah wilayah Kabupaten Bekasi sebagian besar mempunyai tekstur halus, yaitu seluas Ha (82% dari luas wilayah). Sumber Daya Air Pada permukaan air tanah yang dalam, sumur resapan dibuat secara besarbesaran karena tanah sangat memerlukan suplai air, sedangkan lahan yang muka airnya dangkal keberadaan sumur resapan bersifat tidak efektif dan tidak berfung dengan baik, terlebih pada daerah rawa dan pasang surut. Pada beberapa daerah yang telah dilakukan pengamatan terhadap muka air tanah didapatkan data tinggi MAT (Muka Air Tanah) sebagai berikut; Pada wilayah sampel Cikarang Pusat Muka Air Tanah pada Kedalaman > 2,50 meter Pada wilayah sampel Cikarang Selatan Muka Ait Tanah pada Kedalaman > 1,90 meter Pada wilayah sampel Karang Bahagia Muka Ait Tanah pada Kedalaman 2,50 meter Sungai yang mengalir pada setiap wilayah kecamatan di Kabupaten Bekasi diharapkan dapat digunakan sebagai sumber air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (irigasi, air industri, maupun untuk keperluan rumah tangga lainnya). Berdasarkan keputusan Gubernur Propinsi Jawa Barat No 68 tahun 1997 tentang Peruntukan Air Dan Baku Mutu Air, sungai-sungai di Kabupaten Bekasi yang saat ini dimanfaatkan untuk keperluan air baku air minum dan kegiatan pertanian adalah Sungai Citarum, Cibeet, Bekasi dan Sungai Cikarang (lihat Tabel 3.9) Tabel 1.6 Peruntukan Dan Mutu Air Baku Sungai-Sungai Utama Di Kabupaten Bekasi No Nama Sungai Golongan Mutu Pemanfaatan 1 Sungai Citarum C, D Perikanan, peternakan dan pertanian 2 Sungai Cibeet B, C, D Air baku air minum, perikanan, peternakan dan pertanian 3 Sungai Bekasi B, C, D Air baku air minum, perikanan, peternakan dan pertanian 4 Sungai Cikarang B, C, D Air baku air minum, perikanan, peternakan dan pertanian Sumber: Laporan Akhir Studi Pengembangan Potensi Air Bersih Kab Bekasi 2006 Pada beberapa kecamatan persediaan air bersih cukup memadai, sedang pada beberapa kecamatan lain masih terdapat penduduk yang sulit memperoleh air bersih. Kecamatan yang memiliki persediaan air bersih memadai adalah PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI Bab I - 13

14 Kecamatan Setu, Tarumajaya, Babelan, Tambun Selatan, Cibitung, Cikarang Barat, Cikarang Timur, Cikarang Selatan, Serang Baru, Cikarang Pusat, Kedungwaringin, Pebayuran, Sukatani. Sedangkan kecamatan yang masih sedikit mengalami kesulitan memperoleh air bersih, seperti Kecamatan Bojongmangu, masyarakat Bojongmangu mengandalkan perolehan air bersih dari air hujan dan dari air sumur yang kedalamannya dapat mencapai m. B. Sumber Daya Mineral Sumber daya mineral yang dimiliki oleh Kabupaten Bekasi terdiri dari bahan galian batu gamping, pasir, lempung. Lempung sebagai bahan pembuat bata merah dan genteng diambil dari pelapukan satuan konglomerat dan batupasir tufan Potensi Ekonomi Wilayah Gambaran kemajuan perekonomian suatu daerah juga dapat dilakukan dengan mengelompokkan kegiatan perekonomiannya berdasarkan lapangan usaha. Berdasarkan lapangan usaha, terdapat tiga kelompok lapangan usaha, yaitu: 1. Sektor primer, yaitu sektor yang tidak mengolah bahan mentah atau bahan baku melainkan hanya mendayagunakan sumber-sumber alam, seperti tanah dan kandungan deposit didalamnya. Yang termasuk kelompok ini adalah sektor pertanian serta sektor pertambangan dan galian. Tabel 1.7 Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bekasi Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha Tahun Lapangan Usaha Primer 3,47 3,36 3,55 Sekunder 83,72 83,85 83,85 Tersier 12,81 12,80 13,00 Total 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS Kabupaten Bekasi 2. Sektor Sekunder, yaitu sektor yang mengolah bahan mentah atau bahan baku, baik yang berasal dari sektor sekunder menjadi barang yang lebih tinggi nilai tambahnya. Sektor ini mencakup sektor industri pengolahan, sektor listrik gas dan air minum, dan sektor kontruksi. 3. Sektor tersier atau sektor jasa, yaitu sektor yang tidak memproduksi barang dalam bentuk fisik melainkan dalam bentuk jasa. Sektor ini adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, sektor bank dan lembaga keuangan lainny, sektor jasa-jasa. Tabel 1.7 memperlihatkan distribusi persentase PDRB Kabupaten Bekasi tahun atas dasar harga berlaku berdasarkan sektor primer, sekunder dan tersier. Kontribusi sektor primer atas dasar harga berlaku sedikit mengalami PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI Bab I - 14

15 penurunan dari 3,67% dan pada tahun 2004 menjadi 3,55% tahun Demikian pula dengan sektor sekunder mengalami peningkatan dari 12,81% menjadi 13%. Hal ini menunjukkan telah terjadi pergeseran dari sektor primer dan sektor sekunder ke sektor tersier. Kondisi ini memperlihatkan sektor perdagangan dan jasa di Kabupaten Bekasi semakin berkembang seiring dengan perkembangan Kota Bekasi dan Kota Jakarta. Perkembangan sektor industri, perdagangan dan sektor jasa-jasa sehingga terjadi pergeseran peranan sektor perekonomian dari sektor primer ke sektor sekundr dan sektor tersier, ditunjang oleh ketersediaan kredit yang dikucurkan oleh lembaga keuangan maupun bank swata kepada sektor-sektor ini. 1.3 Isu Strategis Wilayah Terdapat 5 (lima) isu strategis pembangunan yang perlu diperhatikan dalam pembangunan jangka panjang di Kabupaten Bekasi. 5 (lima) isu strategis tersebut, yaitu : a. Peningkatan kualitas sumber daya manusia, demografi dan sosial budaya; b. Peningkatan pemberdayaan kelembagaan dan peningkatan kapasitas aparatur kelembagaan; c. Peningkatan pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya wilayah, yang meliputi : i. sumber daya alam terutama lahan dan air sebagai faktor pendukung pembangunan sektor pertanian; ii. sumber daya buatan terutama permukiman dan industri agar memberikan multiplier effect dalam perkembangan ekonomi serta mendorong perkembangan wilayah perdesaan sehingga terwujud keseimbangan perkembangan pembangunan perkotaan dan perdesaan; d. Pembangunan prasarana dan sarana pelayanan publik serta prasarana dan sarana wilayah dalam mendukung proses produksi dan distribusi hasil-hasil produksi dalam lingkup lokal, regional nasional dan internasional; e. Peningkatan pengelolaan lingkungan hidup yang ditandai dengan peningkatan fungsi kawasan lindung; pengendalian pencemaran lingkungan; rehabilitasi lahan kritis dan pemulihan kawasan dan lingkungan yang telah mengalami kerusakan; pemulihan kemampuan ekosistem sebagai penyangga kehidupan; dan peningkatan peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI Bab I - 15

16 1.4 Kajian Cepat KLHS KLHS adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan atau kebijakan, rencana dan program (KRP). Aplikasi kajian cepat KLHS meliputi; Pelingkupan : Identifikasi issue penting melalui rangkaian proses ilmiah/ metodelogis. Ini diperoleh melalui kegiatan FGD Kajian dampak: Melakukan analisis, perhitungan, simulasi dampak dan kecenderungannya untuk melihat pengaruh lingkungan yang akan ditimbulkan apakah positif dan negatif. Kajian cepat KLHS untuk wilayah Kabupaten Probolinggo yang diperoleh berdasarkan hasil FGD dan Self Assesment dapat dilihat pada tabel 1.8 Self Assesment KLHS terhadap RTRW Kabupaten Bekasi. PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI Bab I - 16

17 Tabel 1.8 Self Assesment KLHS terhadap RTRW Kabupaten Bekasi NO ISU STRATEGIS/ RENCANA PENGEMBANGAN 1 Percepatan fungsi dan peran Kecamatan Setu dan Tambun selatan sebagai pusat perkotaan dari bagian sistem perkotaan PKN Jabodetabek yang mengemban fungsi pengembangan industri skala nasional Pengembangan perwujudan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) 2 pembangunan jalan bebas hambatan Jatiasih Purwakarta yang melintasi Setu Cikarang Selatan - Serang Baru Bojongmangu Karawang - Purwakarta; SUBSTANSI RTRW Perwujudan pusat kegiatan pasal 40 ayat 1 huruf a Rencana sistem jaringan prasarana utama pasal 12 ayat 4 huruf a dan be. PENGARUH POSITIF NEGATIF Semakin Adanya limbah berkembangnya dari kegiatan Kecamatan terkait industri Menciptakan suatu Cepatnya perekonomian perkembangan yang kondusif dan lahan terbangun bersaing dikhawatirkan Dengan akan terjadinya terakomodirnya konversi lahan fasilitas maka akan pertanian irigasi meningkatkan teknis pelayanan Kemacetan dan terhadap masalah-masalah masyarakat sosial dan lingkungan hidup (persampahan, banjir, dll) Berkurangnya lahan resapan air Meningkatkan aksesibilitas Menumbuhkan iklim investasi di daerah Menimbulkan polusi udara dan suara Berkurangnya lahan resapan ALTERNATIF MITIGASI Penyediaan pengolahan limbah industri Delineasi terhadap kawasan pertanian berkelanjutan/yang beririgasi teknis serta penanganan melalui insentif dan disinsentif Pengoptimalan sarana dan prasarana untuk menjaga kelestarian lingkungan seperti persampahan dan sanitasi Mitigasi bahaya banjir dilakukan dengan penyediaan ruang evakuasi bencana serta pemantapan sitem drainase perkotaan Menjaga kawasan RTH >30 % Penanaman vegetasi untuk mereduksi polusi Penyediaan RTH REKOMENDASI Setiap pembangunan prasarana dengan skala regional diharapakan dilengkapi dengan analisa daya dukung lingkungan dan dokumen amdal. Pemberian insentif dan disinsentif melalui mekanisme retribusi ataupun pembatasan terhadap sarana prasarana pada kawasan terbangun di areal sawah berkelanjutan Perlu penyediaan jalur hijau dan pulau-pulau jalan untuk menambah kawasan RTH Penyediaan studi kelayakan dan AMDAL dalam proses pengembangannya pembangunan jalan bebas hambatan Cimanggis- Cibitung, Cibitung-Tanjung Priok, Cikarang-Cibitung, Bekasi-Cikarang-Kampung Melayu; PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI Bab I - 17

18 NO ISU STRATEGIS/ RENCANA PENGEMBANGAN SUBSTANSI RTRW Permasalahan bencana banjir Kawasan rawan bencana alam pasal 24 ayat ayat 4 POSITIF PENGARUH NEGATIF Terganggunya sanitasi lingkungan ALTERNATIF MITIGASI Berdasarkan kerawanan terhadap penanggulangan banjir, maka guna mengantisipasi bahaya banjir dan genangan periodik adalah : 1. Pelestarian dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai secara lintas wilayah; 2. Pembuatan tanggul pada kawasan Daerah Aliran Sungai dengan prioritas pada kawasan dataran dan rawan banjir; 3. Mengoptimalkan fungsi kawasan lindung dan kawasan resapan air; serta 4. Melakukan koordinasi dalam hal pengelolaan dan pengembangan drainase dengan wilayah lain. REKOMENDASI Upaya pencegahan banjir dilakukan dengan tiga cara yakni : 1. melestarikan kawasan lindung dan kawasan hulu sungai 2. pembuatan sumur resapan di kawasan perkotaan perkotaan dan perdesaan, kawasan pertanian yang dilengkapi dengan embung, bendung maupun cek dam, pembuatan bendungan baru, dan 3. membuat saluran pembuangan yang terkoneksi dengan baik pada jaringan primer, sekunder maupun tersier, serta tidak menyatukan fungsi irigasi untuk drainase. PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI Bab I - 18

19 NO ISU STRATEGIS/ RENCANA PENGEMBANGAN Penanganan abrasi pantai Pengembangan kawasan industri Pembangunan jembatan layang (Fly Over) di Kecamatan tambun- Cibitung-Cikarang Pembangunan Terminal : a) pembangunan terminal Tipe A di Cikarang Utara (Desa Kalijati) dan Cikarang Barat; SUBSTANSI RTRW Kawasan lindung geologi pasal 25 Kawasan Peruntukan Industri pasal 32 Perwujudan prasarana transportasi pada pasal 41 ayat 6 Perwujudan prasarana transportasi pada pasal 41 ayat 5 PENGARUH POSITIF NEGATIF Penurunan luas daratan akibat masuknya air laut ke daratan Penurunan kualitas air tanah Terganggunya sanitasi lingkungan Adanya limbah kegiatan industri Terjadinya polusi udara Mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat Menambah lahan pekerjaan baru sehingga dapat menurunkan tingkat pengangguran Mengurangi kemacetan Meningkatkan kemudian aksesibilitas Meningkatkan aksesibilitas dari dan menuju Kabupaten Bekasi Meningkatkan Kemacetan pada proses pembangunan Polusi udara dan suara Berkurangnya lahan resapan air ALTERNATIF MITIGASI Upaya yang dapat dilakukan dalam penanganan masalah abrasi pantai melalui: Menjaga kelestarian kawasan mangrove Membuat tanggul-tanggul terhadap masuknya air laut ke daratan Penyediaan pengolahan limbah dari kegiatan industri Menyediakan kawasan RTH privat di tiap kegiatan industri Rekayasa lalu lintas pada proses pembangunan Penanaman vegetasi untuk mereduksi polusi Penyediaan RTH Penanaman vegetasi untuk menambah estetika dan kawasan hijau kota REKOMENDASI Pengembangan kegiatan industri diharapkan dengan disertai penyediaan pengolahan limbah untuk mereduksi pencemaran. Pada pengembangan jaringan jalan dilakukan juga pemberian vegetasi pada kiri kanan jalan untuk mengurangi dampak polusi suara dan udara Perlu penyediaan jalur hijau dan pulau-pulau jalan untuk menambah kawasan RTH Penyediaan studi kelayakan dan AMDAL proses pengembangan Penyediaan studi kelayakan dan Amdal dalam proses pengembangan PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI Bab I - 19

20 NO ISU STRATEGIS/ RENCANA PENGEMBANGAN b) pembangunan terminal Tipe C di Kecamatan Tambun Utara, Tarumajaya, Sukatani dan Cibarusah; dan c) pembangunan terminal barang di Tarumajaya SUBSTANSI RTRW PENGARUH POSITIF aksesibilitas internal Kabupaten Bekasi Meningkatkan aksesibilitas barang dari dan ke Kabupaten Bekasi NEGATIF ALTERNATIF MITIGASI REKOMENDASI Pembangunan pelabuhan : a) pembangunan pelabuhan peti kemas di Kecamatan Muaragembong, Kecamatan babelan dan Kecamatan Tarumajaya dengan luas kurang lebih 740 Ha; Perwujudan transportasi pada pasal 41 ayat 7 meningkatkan aksesibilitas menuju luar wilayah kabupaten Bekasi melalui jalur laut penurunan ekosistem laut pada sekitar wilayah pelabuhan menjaga kelestarian ekosistem laut dengan melakukan delineasi terhadap kawasan pengembangan dan kawasan lindung laut penyediaan studi kelayakan dan AMDAL dalam proses pengembangan b) pembangunan pelabuhan nelayan dan perumahan nelayan dengan sarana pendukungnya di Muara Bendera, Kecamatan Muaragembong; Pengembangan pelayanan energi listrik: 1. Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Muara Tawar Desa Segara Jaya Kecamatan Tarumajaya; dan Rencana Sistem Jaringan Prasarana Energi dan Kelistrikan dalam pasal 14 Terlayaninya kebutuhan energi listrik 2. Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Cicau di Desa Cicau Kecamatan Cikarang Pusat. PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI Bab I - 20

21 NO ISU STRATEGIS/ RENCANA PENGEMBANGAN Peningkatan dan pengembangan TPPAS di Desa Burangkeng Kecamatan Setu Pengembangan kawasan pertambangan SUBSTANSI RTRW Rencana prasarana lingkungan dalam pasal 18 ayat 2 Kawasan peruntukan pertambangan dalam ayat 27 PENGARUH POSITIF NEGATIF Menyediakan lahan Terjadinya akhir pembuangan pencemaran di sampah yang wilayah sekitar bersifat regional Memaksimalkan potensi sumber energi alternatif Dikhawatirkan terjadi kerusakan lingkungan yang ada di sekitarnya ALTERNATIF MITIGASI Pemilihan lokasi disesuaikan dengan kriteria TPPAS Sistem operasional TPA menggunakan controlled landfill atau sanitary landfill Perlu adanya delineasi dan pelestarian kawasan lindungan di wilayah potensi pertambangan REKOMENDASI Penyediaan studi kelayakan dan AMDAL dalam proses pengembangan Penyediaan studi kelayakan dan AMDAL dalam proses pengembangann Perlu diperhitungkan antara unsur manfaat dan dampak CATATAN: Merupakan solusi sementara untuk mengatasi tuntutan perlunya KLHS bagi setiap RTRW Kab/Kota sebagaimana diatur dalam undang-undang Dibuat dalam forum dan tidak menuntut untuk dibahas/dievaluasi Sifatnya self assessment oleh kabupaten/kota yang bersangkutan Dokumen tersebut dilampirkan pada dokumen RTRW sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan Dokumen tersebut nantinya menjadi alat bukti yang menunjukan bahwa RTRW Kabupaten/Kota telah melakukan KLHS sebagaimana dipersyaratkan dalam undang-undang PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI Bab I - 21

22 PEMERINTAH KABUPATEN BEKASI Bab I - 22

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1. Sejarah Kabupaten Bekasi Kabupaten Bekasi dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Dasar-Dasar Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

1 BAB III TINJAUAN LOKASI

1 BAB III TINJAUAN LOKASI 1 BAB III TINJAUAN LOKASI 1.1 Profil Geografis, Administrasi dan Kondisi Fisik Wilayah 1.1.1 Letak Geografis Gambar 1.1 Peta Administrasi Kota Bekasi Sumber : bekasikab.bps.go.id Kabupaten Bekasi mempunyai

Lebih terperinci

III. GAMBARAN UMUM. 3.1 Cikarang dalam RTRW Kabupten Bekasi (Perda No 12 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Bekasi Tahun )

III. GAMBARAN UMUM. 3.1 Cikarang dalam RTRW Kabupten Bekasi (Perda No 12 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Bekasi Tahun ) III. GAMBARAN UMUM 3.1 Cikarang dalam RTRW Kabupten Bekasi 2011-2031 (Perda No 12 Tahun 2011 Tentang RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 2011-2031) Berdasarkan Perpres No 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Bekasi Secara administratif Kabupaten Bekasi termasuk salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BEKASI TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BEKASI TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BEKASI, Menimbang : a. bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.. Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Setiap obyek yang terdapat dalam citra memiliki kenampakan karakteristik yang khas sehingga obyek-obyek tersebut dapat diinterpretasi dengan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Coffee Morning Jakarta, 1 November 2011 DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NO : SERI : C

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NO : SERI : C LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NO : 1 2003 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR: 4 TAHUN 2003 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2003-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kawasan Pantai Utara Jakarta ditetapkan sebagai kawasan strategis Provinsi DKI Jakarta. Areal sepanjang pantai sekitar 32 km tersebut merupakan pintu gerbang dari

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur

Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Disampaikan dalam FGD Reklamasi Wilayah Perairan sebagai Alternatif Kebutuhan Pengembangan Kawasan

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 72 PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2011-2031 I. UMUM. Latar belakang disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 2 3 4 1 A Pembangunan Perumahan TIDAK SESUAI dengan peruntukkan lahan (pola ruang) Permasalahan PENATAAN RUANG dan PERUMAHAN di Lapangan B Pembangunan Perumahan yang SESUAI dengan peruntukkan lahan,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Kondisi Geografis Kabupaten Bekasi

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Kondisi Geografis Kabupaten Bekasi V. GAMBARAN UMUM 5.1 Kondisi Geografis Kabupaten Bekasi Secara geografis letak Kabupaten Bekasi berada pada posisi 6 10 53-6 30 6 Lintang Selatan dan 160 48 28-107 27 29 Bujur Timur.Wilayah Kabupaten Bekasi

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

Click to edit Master title style

Click to edit Master title style KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ Click to edit Master title style BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Kebijakan Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bogor,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA 5.1. KESIMPULAN Kawasan Strategis Pantai Utara yang merupakan Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta sesuai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi

Lebih terperinci

oleh para pelaku pembangunan dalam mengembangkan Kabupaten Pacitan.

oleh para pelaku pembangunan dalam mengembangkan Kabupaten Pacitan. 1.1 LATAR BELAKANG Kabupaten Pacitan merupakan bagian dari Koridor Tengah di Pantai Selatan Jawa yang wilayahnya membentang sepanjang pantai Selatan Pulau Jawa. Berdasarkan sistem ekonomi, geokultural

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI ABSTRAK

ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI ABSTRAK ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI Yunan Maulana 1, Janthy T. Hidajat. 2, Noordin Fadholie. 3 ABSTRAK Wilayah pengembangan merupakan bagian-bagian wilayah yang

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, pencemaran, dan pemulihan kualitas lingkungan. Hal tersebut telah menuntut dikembangkannya berbagai

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS PROVINSI KAWASAN PERKOTAAN BREBES-TEGAL-SLAWI-PEMALANG TAHUN 2016-2036 I

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG WILAYAH FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI,

Lebih terperinci

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Latar Belakang Aspek Sanitasi adalah sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan, pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN 2009-2028 I. UMUM 1. Ruang wilayah Kabupaten Pacitan, baik sebagai kesatuan

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD 3.1.1 Permasalahan Infrastruktur Jalan dan Sumber Daya Air Beberapa permasalahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR

PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR PERSPEKTIF KRONO SPASIAL PENGEMBANGAN PANTAI UTARA JABODETABEKPUNJUR OUTLINE: 1. 2. 3. 4. Isu-isu di Kawasan Pantura Jabodetabekpunjur Kronologis Kebijakan Penataan Ruang Konsep Penataan Ruang Konsep substansi

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2011 2031 UMUM Ruang wilayah Kabupaten Karawang dengan keanekaragaman

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi 54 IV. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN IV.1. Deskripsi Umum Wilayah yang dijadikan objek penelitian adalah kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan Muara Gembong berjarak

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Wilayah Bodetabek Sumber Daya Lahan Sumber Daya Manusia Jenis tanah Slope Curah Hujan Ketinggian Penggunaan lahan yang telah ada (Land Use Existing) Identifikasi Fisik Identifikasi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK 2012-2032 BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.. Luas Wilayah Kota Tasikmalaya berada di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, letaknya cukup stratgis berada diantara kabupaten Ciamis dan kabupaten Garut.

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Jakarta. Batas administratif Kota bekasi yaitu: sebelah barat adalah Jakarta, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika pembangunan yang berjalan pesat memberikan dampak tersendiri bagi kelestarian lingkungan hidup Indonesia, khususnya keanekaragaman hayati, luasan hutan dan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

Peraturan Perundangan. Pasal 33 ayat 3 UUD Pasal 4 UU 41/1999 Tentang Kehutanan. Pasal 8 Keppres 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung

Peraturan Perundangan. Pasal 33 ayat 3 UUD Pasal 4 UU 41/1999 Tentang Kehutanan. Pasal 8 Keppres 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung LAMPIRAN 129 130 Lampiran 1. Peraturan Perundanga Undangan Aspek Hak Kepemilikan Terhadap Kawasan HLGD Pemantapan dan Penetapan Peraturan Perundangan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 Pasal 4 UU 41/1999 Tentang

Lebih terperinci

Implikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur

Implikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur Implikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur Oleh : Hadi Prasetyo (Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur) I. Pendahuluan Penataan Ruang sebagai suatu sistem

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci