BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA"

Transkripsi

1 BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. Lahan dan Hutan Keadaan di Kabupaten Kulonprogo, luas lahan secara keseluruhan tidak mengalami perubahan, baik itu bertambah maupun berkurang. Akan tetapi mengalami perubahan dalam hal pemanfaatan lahannya. Secara umum perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Kulonprogo dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut berikut : Tabel 2.1. Penggunaan Lahan di Kabupaten Kulonprogo Tahun No. Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha) Non Pertanian Pertanian / Sawah Perkebunan Hutan ,49 5. Lahan Kering Lainnya ,51 Jumlah Sumber : Hasil olahan Tim Penyusun SLHD Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014 berdasar data dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulonprogo Dan untuk melihat penggunaan lahan di Kabupaten Kulonprogo tahun 2013 dapat dilihat pada gambar peta berikut : Bab II-1

2 Gambar 2.1. Peta Penggunaan Lahan Kulonprogo Tahun 2013 Bab II-2

3 1. Kualitas lahan / tanah Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa, di Kabupaten Kulonprogo dilakukan pemantauan sifat fisik maupun mikrobiologi tanah. Sifat fisik tanah merupakan sifat-sifat yang menggambarkan keadaan fisik tanah yang lebih mencerminkan fungsi tanah sebagai bahan penapis / penyaring. Untuk tahun 2014 dilakukan pemantauan kerusakan lahan kering akibat erosi air pada lokasi yang sama dengan tahun sebelumnya yaitu di Sidomulyo Pengasih. Hasilnya masih sama dengan tahun 2012, dan 2013 yakni besaran erosi pada tebal tanah 20 - < 50 cm adalah 2 mm/10 tahun. Dan untuk pemantauan kerusakan tanah di lahan kering untuk produksi biomassa dilakukan di Kecamatan Nanggulan yang terdiri dari 12 (dua belas) lokasi pada lahan pertanian/sawah. Sedangkan untuk lahan basah, di Kabupaten Kulonprogo tidak terdapat lahan basah / gambut. Gambar 2.2. Foto Pengambilan sampel tanah sawah di Kecamatan Nanggulan Bab II-3

4 Adapun hasil uji laboratorium kualitas tanahnya disajikan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 2.2 Hasil Pemantauan Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014 No. Para meter Ambang Kritis (PP 150/2000) Hasil Pengamatan Ketebalan Solum < 20 cm >100 >100 >100 >100 >100 >100 >100 >100 >100 >100 >100 > Kebatuan Permukaa n 3. Komposisi Fraksi > 40 % < 18 % koloid; > 80 % pasir kuarsatik >18 >18 >18 >18 >18 >18 >18 >18 >18 >18 >18 >18 4. Berat Isi > 1,4 g/cm 3 1,35 1,71 1,27 1,58 1,56 1,24 1,78 1,88 1,81 1,71 1,78 1,68 5. Porositas Total < 30 % ; > 70 % 34,3 3 20,3 7 40,1 0 26,7 6 26,6 9 39,9 5 10,7 5 10,4 9 19,2 4 20,2 8 16,5 9 21, Derajat Pelulusan Air 7. ph (H 2O) 1 : 2,5 < 0,7 cm/jam; >8,0 cm/jam < 4,5 ; > 8,5 0,12 0,02 0,1 0,31 0,42 0,9 0,82 0,05 0,05 0,08 1,57 2,98 7,14 6,96 6,9 6,81 6,79 6,84 7,22 7,29 7,55 7,58 7,57 7,42 8. Daya Hantar Listrik /DHL 9. Redoks < 200 mv 10. Jumlah Mikroba > 4,0 ms/cm 47 94,3 96 < 10 2 cfu/g tanah 121, 4 130, 8 133, Keterangan : warna merah muda tanda melebihi ambang kritis sesuai dengan PP No. 150 Tahun 2000 tentang Kriteria Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa Sumber : BLH DIY, 2014 Untuk setiap parameter yang dipantau sesuai dengan kriteria sifat fisik tanah pada Peraturan Pemerintah Nomor : 150 tahun 2000 dapat dijelaskan dalam gambar grafik sebagai berikut : , , , , , Bab II-4

5 - Ketebalan Solum Pada semua lokasi pemantauan (100%) mempunyai ketebalan solum tanahnya > 20 cm, sehingga termasuk dalam kriteria baik. Karena solum yang tebal membuat akar tanaman berkembang dengan baik dan dapat menguatkan batang tanaman. Gambar 2.3. Grafik Ketebalan Solum Tanah di Nanggulan Kulonprogo Tahun Kebatuan Permukaan Semua lokasi yang dipantau di luar ambang kritis karena tidak terdapat kebatuan di permukaan. Tanah ini termasuk kedalam klasifikasi masih baik atau tidak banyak penghalang untuk pertumbuhan akar dan peresapan air tanah. Bab II-5

6 - Komposisi Fraksi Gambar 2.4. Grafik Kebatuan Permukaan Tanah di Nanggulan Kulonprogo Tahun 2014 Seluruh lokasi pemantauan di Nanggulan Kulonprogo, nilai komposisi fraksinya tidak berada pada ambang kritis yaitu >18%, sehingga pada lokasi ini kemampuan tanah mengikat unsur hara maupun air tinggi. Penyimpan dan penyedia hara terletak pada koloid tanah yang merupakan gabungan dari koloid organik dan clay, sedangkan perbandingan fraksi tanah (pasir, debu, lempung) menentukan tekstur tanah yang berpengaruh terhadap kemampuan tanah dalam mengikat unsur hara maupun air dan berhubungan dengan derajat kelulusan air (permeabilitas). Bab II-6

7 - Berat Isi Gambar 2.5. Grafik Komposisi Fraksi Tanah di Nanggulan Kulonprogo Tahun 2014 Hasil pemantauan menunjukkan bahwa berat isi tanah di Nanggulan Kulonprogo lebih dari 1,4 g/cm 3 dan berdasarkan kriterianya kritis atau menuju rusak. Hal ini disebabkan daerah ini memiliki struktur blocky atau lebih banyak pemampatan pada tanah sehingga volume tanah dan volume pori lebih sedikit. Gambar Grafik Berat Isi Tanah di Nanggulan Kulonprogo Tahun 2014 Bab II-7

8 - Porositas Total Porositas total tanah masih dalam kondisi baik, yaitu 40%. Semakin porus tanah maka semakin cepat tanah meloloskan air. Gambar 2.7. Grafik Porositas Total Tanah di Nanggulan Kulonprogo Tahun Derajat Pelulusan Air Terdapat dua lokasi pemantauan yang nilai derajat pelulusan airnya berada pada ambang kritis yakni <0,7 cm/j dan >8,0 cm/j. Gambar 2.8. Grafik Derajat Pelulusan Air Tanah di Nanggulan Kulonprogo Tahun 2014 Bab II-8

9 - ph Kadar keasaman (ph) sangat mempengaruhi kesuburan tanaman. Nilai derajat keasaman (ph) tanah pada semua lokasi pemantauan normal meskipun pada kondisi relatif basa berkisar pada nilai 7,63 8,28. Gambar Grafik Derajat Keasaman (ph) Tanah di Nanggulan Kulonprogo Tahun Daya Hantar Listrik (DHL) Nilai DHL sangat dipengaruhi oleh kondisi garam terlarut. Semakin pekat kondisi tanah dengan air yang terlarut maka semakin tinggi DHL tanah tersebut. Nilai DHL mempunyai korelasi dengan kondisi koloid tanah. Semakin tinggi nilai DHL semakin cepat reaksi pertukaran ion dan memiliki potensi daya serap yang tinggi. Dari hasil pemantauan menunjukkan bahwa nilai DHL diatas 4 ms/cm, dan termasuk dalam kategori kurang baik, karena tanah pada kondisi banyak air. Kondisi DHL tinggi dapat mengakibatkan percepatan pembusukan akar tanaman. Bab II-9

10 - Redoks Gambar Grafik Daya Hantar Listrik Tanah di Nanggulan Kulonprogo Tahun 2014 Nilai potensial redoks antara -88 mv (terlemah) sampai -107 mv (kondisi redoks terkuat). Nilai ambang kritis sesuai peraturan adalah < 200 mv. Jadi nilai redoks pada semua titik pemantauan berada pada ambang kritis /rusak. Gambar Grafik Redoks Tanah di Nanggulan Kulonprogo Tahun 2014 Bab II-10

11 - Jumlah Mikroba Berdasar hasil pengukuran di laboratorium semua hasil sampel tanah menunjukkan nilai di atas rata-rata yang telah ditetapkan. Kriteria baku masuk kedalam kriteria tidak kritis atau populasi mikroba sangat banyak dari setiap sampel yang diambil. Gambar Grafik Jumlah Mikroba Tanah di Nanggulan Kulonprogo Tahun Tutupan lahan Luas penutupan lahan dalam kawasan hutan dan luar kawasan hutan yang dalam ini terdiri atas hutan rakyat, terjadi peningkatan luas hutan rakyat dari tahun 2013 ke tahun Keberhasilan meningkatkan luas hutan rakyat ini melalui program dan kegiatan dalam urusan kehutanan yang dilaksanakan sebagai upaya memberdayakan kelompok tani dalam pengelolaan lahan dan air. Adapun data perubahan luas hutan rakyat sebagai berikut : Bab II-11

12 Tabel 2.3. Luas Hutan Rakyat Kabupaten Kulonprogo Tahun No. Kecamatan Luas Hutan Rakyat (ha) Tahun 2013 Tahun 2014 Perubahan (%) 1. Temon 810,50 811,50 0,12 2. Wates 190,00 191,89 0,99 3. Panjatan 688,40 690,57 0,32 4. Galur 317,50 319,76 0,71 5. Lendah 594,40 597,75 0,56 6. Sentolo 1.013, ,68 0,46 7. Pengasih 1.688, ,67 1,14 8. Kokap 4.742, ,29 1,25 9. Girimulyo 3.407, ,44 1, Nanggulan 477,00 480,45 0, Kalibawang 2.159, ,07 2, Samigaluh 4.090, ,23 0,45 Jumlah , ,30 1,06 Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulonprogo, 2014 Hutan rakyat tersebar di 12 kecamatan dengan kondisi Tahun 2014 luasan terbesar berada di Kecamatan Kokap (23,54%), kemudian diikuti Kecamatan Samigaluh (20,15%) dan Kecamatan Girimulyo (16,91%). Untuk kecamatan dengan luasan hutan rakyat paling kecil adalah Kecamatan Wates (0,94%). Peningkatan luas hutan rakyat dapat kita lihat pada grafik sebagai berikut : Gambar Grafik Peningkatan Luas Hutan Rakyat Tahun Bab II-12

13 3. Kawasan lindung Sesuai dengan Perda Kabupaten Kulon Progo No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Kulon Progo , kawasan perlindungan setempat di Kabupaten Kulon Progo meliputi : kawasan hutan lindung seluas 245,90 Ha, kawasan sempadan pantai seluas 249 Ha yang berada di wilayah memanjang dari Kecamatan Galur sampai Temon. Sedangkan kawasan resapan air seluas ,40 Ha terdapat wilayah Perbukitan Menoreh, sempadan sungai seluas 376 Ha, kawasan sekitar waduk seluas 167 Ha dan RTH seluas Ha. Kawasan Hutan yang ada di seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang sudah ditetapkan sebagai kawasan hutan oleh Keputusan Menteri Kehutanan terbagi menjadi Kawasan Hutan Produksi, Hutan Lindung dan Hutan Konservasi dengan luas total ,06 Ha. Dari luasan ini, yang masuk di wilayah Kabupaten Kulonprogo adalah 1.046,4 Ha yang terdiri dari Hutan Produksi seluas 605,8 Ha, Hutan Lindung seluas 255,61 Ha dan Hutan Konservasi yang berupa Suaka Margasatwa (SM) Sermo seluas 184,99 Ha. Kawasan Hutan ini menjadi bagian dari wilayah Kecamatan Temon, Kokap dan Pengasih. Kawasan Hutan yang ada di Kabupaten Kulon Progo ini selama periode waktu dari tahun 2008 sampai 2014 ini tidak mengalami penambahan luas, misalnya karena penunjukan kawasan hutan baru, penetapan lahan pengganti ataupun perubahan fungsi hutan, dan juga tidak mengalami pengurangan kawasan hutan karena pelepasan kawasan hutan, tukar menukar kawasan hutan dan perubahan fungsi hutan. Akan tetapi mengalami perubahan dalam hal tutupan vegetasinya. Bab II-13

14 Gambar Peta Kawasan Hutan di Kabupaten Kulonprogo Bab II-14

15 4. Lahan kritis Melalui program-program urusan kehutanan yang dilaksanakan, Pemerintah Kabupaten Kulonprogo dapat menurunkan luas lahan kritis sebesar 2,84 %, sehingga luas lahan kritis pada tahun 2014 sebesar 5.107,52 Ha yang sebelumnya tahun 2013 sebesar 5.257,00 Ha. Salah satu program tersebut adalah OBIT (One Billion Indonesian Trees) dan yang paling penting adalah pemberdayaan masyarakat. Penurunan luas lahan kritis disajikan dalam tabel berikut : Tabel 2.4. Luas Lahan Kritis Kabupaten Kulonprogo Tahun No. Kecamatan Luas Lahan Kritis (Ha) Tahun 2013 Tahun 2014 Perubahan (%) 1. Temon 756,56 743,38 (1,74) 2. Wates 296,87 292,64 (1,42) 3. Panjatan 663,50 655,45 (1,21) 4. Galur 727,45 704,50 (3,15) 5. Lendah 170,75 168,27 (1,45) 6. Sentolo 471,67 461,36 (2,18) 7. Pengasih 267,72 256,75 (4,09) 8. Kokap 197,12 185,68 (5,80) 9. Nanggulan 118,50 107,56 (9,23) 10. Girimulyo 484,96 470,35 (3,01) 11. Samigaluh 478,00 460,01 (3,76) 12. Kalibawang 623,90 601,57 (3,57) Jumlah 5.257, ,52 (2,84) Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo, 2014 Disamping itu untuk mengetahui penurunan luas lahan kritis di Kabupaten Kulonprogo tahun , serta lokasi lahan kritis dapat dilihat pada gambar berikut : Bab II-15

16 Gambar Grafik Penurunan Luas Lahan Kritis di Kabupaten Kulonprogo Tahun Bab II-16

17 Gambar Peta Lahan Kritis dan Penghijauan di Kabupaten Kulonprogo Bab II-17

18 B. Keanekaragaman Hayati Kabupaten Kulonprogo terdiri atas empat ekosistem dataran tinggi, dataran rendah, pantai berpasir, dan ekosistem karst / bukit kapur. Wilayah Kabupaten Kulonprogo didominasi oleh ekosistem dataran tinggi seluas ,8 Ha. Keanekaragaman hayati tersebar pada wilayah-wilayah ekosistem dataran tinggi seperti Kecamatan Kalibawang (koordinat UTM : mt), Kecamatan Samigaluh ( mt), dan Kecamatan Kokap ( mt). Penggunaan lahan yang masih alami memberikan dampak terhadap tingkat keanekaragaman hayati di daerah tersebut. Menurut Peta Kemelimpahan Flora dan Fauna Kabupaten Kulonprogo yang dikeluarkan oleh BLH Provinsi DIY, Kecamatan Samigaluh memiliki jumlah familia flora terbanyak yaitu ± 40 familia, antara lain : durian, manggis, jati, beringin, randu alas, klayu, gedoya, aren dll, sedangkan fauna ± 25 familia antara lain burung pemakan serangga dan buah seperti : trocokan (Pycnonotus goavier), kutilang (Pycnonotus aurigaster) dan pentet (Lanius schah), juga jenis burung yang dilindungi yaitu gelatik jawa (Padda oryzivora), karena masih mempunyai kawasan hutan atau hutan masyarakat yang cukup luas sehingga masih mampu menyediakan daya dukung bagi konservasi satwa liar. Di lokasi dataran tinggi lain yaitu di Kecamatan Girimulyo terdapat penangkaran rusa (Cervus timorensis). Pada ekosistem dataran tinggi juga terdapat ekosistem karst/bukit kapur yang memiliki karakter yang spesifik baik flora maupun faunanya. Ekosistem karst menempati wilayah terkecil hanya 673,35 Ha (1,2%) yang terdiri atas Formasi Jonggrangan yang mengandung batuan gamping. Karena luas ekosistem karst ini hanya relatif kecil maka ekosistem yang berkembangpun kecil terutama ekosistem yang terdapat di luar gua, antara lain flora : pule, beringin, jati, dll. Sedangkan fauna antara lain : kera ekor panjang (Macaca fascicularis) yang jumlahnya cukup banyak dan dirasakan oleh masyarakat sebagai hama, karena sering mengganggu dan merusak tanaman budidaya (terutama pada musim kemarau karena persediaan makanan di habitatnya sangat sedikit/habis). Bab II-18

19 Sedangkan pada ekosistem pantai berpasir juga terdapat keanekaragaman hayati yang terletak di Pantai Glagah dan Congot (Temon), serta Trisik (Galur). Ekosistem ini sangat menguntungkan masyarakat setempat karena dapat difungsikan sebagai lahan pertanian kering (cabe, semangka, melon) sehingga memberikan dampak positif bagi keanekaragaman hayati. Disamping itu juga terdapat tanaman mangrove, waru laut, pandan dan cemara udang. Sedangkan untuk fauna yang terdapat di ekosistem pantai ini antara lain adalah penyu yang dikonservasi oleh masyarakat setempat. Gambar Keanekaragaman Hayati di Pantai Selatan Kulonprogo Waduk Sermo sebenarnya merupakan suatu ekosistem perairan tawar. Hal ini disebabkan pada daerah tersebut hanya memiliki fauna saja sedangkan floranya adalah Bab II-19

20 fitoplankton, dengan keanekaragaman yang rendah (± 15 genus) yang berfungsi sebagai produsen. Di perairan Waduk Sermo, Kabupaten Kulonprogo hanya ditemukan 18 genus zooplankton; 4 genus bentos dan hanya 6 spesies ikan (ikan air tawar). Angka yang diperoleh menunjukkan kekayaan jenis yang sangat terbatas/sedikit. Untuk jenis ikan yang hidup di perairan waduk Sermo dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.5. Jenis Ikan di Waduk Sermo No. Nama Lokal Spesies Familia Populasi 1. Sepat Tricogaster sp. Cycliidae Nila Oreochromis niloticus Cycliidae Mujair Oreochromis mossambicus Cycliidae Sidat Anguilla + 5. Udang Galah Macrobrachium rossenbergii Udang Metapenaeus Tombro Cyprinus carpio Cyprinidae ++++ Sumber : Atlas Kehati DIY, Tahun 2009 Ekosistem dataran rendah di Kabupaten Kulonprogo menempati daerah selatan dan sedikit wilayah barat tepatnya di Kecamatan Sentolo. Ekosistem dataran rendah yang berada di sebelah timur Kabupaten Kulonprogo merupakan rangkaian perbukitan lipatan antiklinal dan sinklinal yang telah mengalami pengikisan. Penggunaan lahan pada ekosistem ini mulai beragam dari kegiatan pertanian (sawah, tegalan, kebun campur) hingga permukiman. Berkembangnya Kecamatan Wates dan Pengasih sebagai wilayah Perkotaan Wates dan Sentolo sebagai kawasan peruntukan industri serta Temon sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) menuntut adanya perkembangan infrastruktur yang kemudian menggeser penggunaan lahan alami dan mengurangi tingkat keanekaragaman hayati di wilayah Kabupaten Kulonprogo. Jumlah dan jenis flora dan fauna yang diketahui Bab II-20

21 dan dilindungi di Kabupaten Kulonprogo harus menjadi perhatian dari berbagai pihak agar ketersediaan flora dan fauna tersebut tetap lestari. Tabel 2.6. Persentase Luas Ekosistem di Kabupaten Kulonprogo No. Ekosistem Luas (%) 1. Ekosistem dataran tinggi 58,2 2. Ekosistem dataran rendah 37,0 3. Ekosistem pantai berpasir 3,7 4. Ekosistem karst 1,2 Sumber : Atlas Kehati Provinsi DIY, tahun 2009 Bab II-21

22 C. Air Wilayah Kabupaten Kulonprogo menjadi bagian dari beberapa wilayah DAS, meskipun tidak ada DAS yang utuh di dalam wilayah Kabupaten Kulonprogo. DAS yang melewati wilayah Kabupaten Kulonprogo adalah DAS Bogowonto, DAS Serang dan DAS Progo. DAS Progo merupakan DAS yang paling luas, yaitu meliputi ,774 Ha atau 53,16% dari luas Kabupaten Kulonprogo yang sekaligus mengindikasikan sebagai DAS yang paling banyak menjadi mensuplai air, baik itu ke dalam bentuk air permukaan maupun air tanah. Luas DAS Serang lebih kecil, namun tetap saja kontribusinya terhadap sumber air di wilayah Kabupaten Kulonprogo sangat penting, karena luasannya mencakup ,86 Ha atau 41,20% dari total luas Kabupaten Kulonprogo. DAS Bogowonto hanya mencakup 3.310,878 Ha atau 5,65% saja, selain itu keluaran dari air yang masuk ke DAS Bogowonto ini berada diluar wilayah Kabupaten Kulonprogo. Tabel 2.7. Luas Daerah Aliran Sungai di Kulonprogo DAS Luas (Ha) % DAS Serang ,86 41,20% DAS Bogowonto 3.310,878 5,65% DAS Progo ,774 53,16% Total , ,00% Sumber : Buku Neraca Sumber Daya Alam Daerah Kabupaten Kulonprogo Tahun 2013 Bab II-22

23 Gambar Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Bab II-23

24 1. Kualitas Air Sungai Sebagai salah satu upaya pengendalian pencemaran air, melalui Kantor Lingkungan Hidup melakukan pemantauan kualitas air sungai terutama Sungai Serang, karena sungai tersebut melintas di wilayah perkotaan Wates dan rawan terkena pencemaran lingkungan. DAS (Daerah Aliran Sungai) Serang yang berada di Kabupaten Kulonprogo mulai dari hulu sampai hilirnya dan memiliki panjang sungai utama 23,16 km. Pola Alirannya bersifat dendritik. Ketinggian tempat di DAS Serang bervariasi dengan rentang antara 0 m 811 m dpal. Kerapatan aliran di DAS Serang sebesar 0,002, hal ini menunjukkan bahwa DAS Serang rawan terhadap penggenangan. Pusat gravitasi DAS Serang berada pada koordinat sistem UTM mt dan mu. Adapun gambaran sekilas pandang DAS Serang adalah sebagai berikut : Gambar Gambaran 3 Dimensi DAS Serang Debit sungai ini tergantung pada musim, bila penghujan maka debit sungai akan besar dan bila kemarau akan kecil. Bila dibandingkan antara penghujan dan kemarau selisih debitnya bisa sampai kurang lebih 70 %. Debit di hulu kecil tetapi semakin ke hilir akan besar. Pemanfaatan air sungai yang dominan di sektor pertanian dan perikanan. Bab II-24

25 Berdasarkan data survey identifikasi sumber pencemar oleh BLH DIY, terdapat 89 sumber pencemar di Sub DAS Serang yang dapat dibagi menjadi 9 (sembilan) jenis sumber pencemar dengan rinciannya di tabel 9 serta gambaran persebaran sumber pencemar pada gambar 20 berikut ini : Tabel 9. Jenis dan Jumlah Sumber Pencemar di Sub DAS Serang No Jenis Sumber Pencemar Jumlah Parameter Pencemar 1. Pelayanan Kesehatan 17 BOD,COD,TSS,NH3,PO4,Minyak 2. Bengkel/Cuci Motor 21 Minyak dan Lemak, ph, Detergen 3. Industri Batik 12 BOD,COD,TSS,Minyak,pH 4. Industri Tapioka 1 BOD,COD,TSS,Sianida,pH 5. Industri Tahu Tempe 10 BOD,COD,TSS,Sulfida,pH 6. Industri Percetakan 2 Pb,biru Metilen,Minyak,pH 7. SPBU 6 Minyak 8. Peternakan 11 BOD,COD,TSS,Sulfida, Amoniak,pH 9. Hotel dan Rumah 9 BOD,TSS,Detergen,Minyak & Lemak,pH Makan Sumber : BLH DIY Tahun 2014 Bengkel/cuci motor merupakan sumber pencemar dominan di Sub DAS Serang diikuti dengan pelayanan kesehatan kemudian peternakan dan industri tahu tempe. Dari 9 (sembilan) jenis sumber pencemar terdapat 5 (lima) penyumbang BOD, COD dan TSS. Hal ini menyebabkan tingginya angka ketiga parameter tersebut dan melebihi baku mutu. Selain itu banyaknya jumlah sumber pencemar yang menyumbangkan minyak menyebabkan minyak juga mencemari wilayah ini. Ancaman pencemaran sianida perlu diwaspadai, dikarenakan terdapat industri tapioka di kawasan ini. Selain itu ancaman logam berat tetap ada dari adanya industri percetakan. Berikut peta sumber pencemar dan titik pemantauan Sungai Serang : Bab II-25

26 PETA SUMBER PENCEMAR DAN TITIK PEMANTAUAN SUNGAI SERANG PROVINSI DIYTAHUN Gambar 20. Sumber: 1. Peta Rupabumi Digital Skala 1: Tahun Pengukuran Lapangan Tahun 2013 Gambar... Peta Sumber Pencemar dan Titik Pemantauan Sungai Serang Gambar Peta Sumber Pencemar dan Titik Pemantauan Sungai Serang Jika dibandingkan dengan data inventarisasi sumber pencemar tahun 2007, data sumber pencemar sub DAS Serang tahun 2013 dan 2014 jumlahnya meningkat dan ada perubahan jenis sumber, untuk lebih jelasnya disajikan dalam gambar berikut : Bab II-26

27 Gambar Grafik Sumber Pencemar Sub DAS Serang Tahun 2007, 2013 dan 2014 Sungai Serang, terdiri dari 3 (tiga) titik lokasi pengambilan sampel yang mewakili daerah hulu, tengah dan hilir, yaitu : a. Titik pantau 1 : Bendung Pengasih, Sendangsari, Pengasih, Kulonprogo Berada pada titik koordinat S : 07⁰ 50' 07.0" dan E : 110⁰ 10' 15.3", yakni pada lokasi Bendung Dusun Pagotan Desa Sendangsari Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulonprogo. Air sungai Serang yang dibendung di Bendung Pengasih digunakan untuk keperluan irigasi di Kecamatan Pengasih, Wates, Panjatan, Kokap dan Temon. b. Titik pantau 2 : Jembatan Grahulan, Giripeni, Wates, Kulonprogo Berada pada titik koordinat S : 07⁰ 52' 00.7" dan E : 110⁰ 09' 19.4", yakni pada lokasi Jembatan Grahulan di Desa Giripeni Kecamatan Wates Kabupaten Kulonprogo. Bab II-27

28 c. Titik pantau 3 : Jembatan Glagah, Temon, Kulonprogo Berada pada titik koordinat S : 07⁰ 54' 30.6" dan E : 110⁰ 05' 02.2", yakni pada lokasi Jembatan Glagah di Dusun Glagah Desa Glagah Kecamatan Temon Kabupaten Kulonprogo. Dari jembatan ini, pertemuan Sungai Serang dengan laut di Pantai Glagah dapat terlihat dan tampak pula perahu-perahu motor ditambatkan di tepian sungai untuk melayani wisata berperahu menyusuri muara Sungai Serang. Adapun koordinat lokasi titik sampling tersebut, secara lebih rinci dapat dilihat dalam tabel 10 berikut : Tabel 2.9. Data Koordinat Titik Pengambilan Sampel Sungai Serang LOKASI SAMPLING TITIK PANTAU SOUTH EAST 1. Bendung Pengasih ' 07.0" ' 15.3" 2. Jembatan Grahulan ' 00.7" ' 19.4" 3. Jembatan Glagah ' 30.6" ' 02.2" Sedangkan peta lokasi titik sampling Sungai Serang Tahun 2014 dapat dilihat pada gambar berikut : Bab II-28

29 Bab II-29

30 Gambar Peta Lokasi Pengambilan Sampel Air Sungai Serang Tahun 2014 Pemantauan kualitas air Sungai Serang dilakukan sebanyak 5 (lima) periode dalam satu tahun, yaitu pada Bulan April, Mei, Juli, September dan Oktober tahun Parameter kualitas air yang dianalisa meliputi : parameter fisik, kimia dan biologi. Parameter fisik meliputi suhu, TDS dan TSS. Parameter kimia meliput ph, DHL, Oksigen terlarut (DO), BOD, COD, Sulfida (H 2 S), Fosfat (PO 4 ), Nitrat (NO 3 -N), Nitrit, Sianida (CN), Fenol, Deterjen, Amoniak, Klorin bebas dan Minyak lemak. Parameter biologi meliputi Bakteri Koli Tinja (Fecal Coli) dan Total Coli. Berdasarkan Peraturan Gubernur DIY No 22 Tahun 2007 tentang Penetapan Kelas Air Sungai di Provinsi DIY dan Peraturan Gubernur DIY No 20 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air di Provinsi DIY, Sungai Serang belum ditentukan kelasnya. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pada pasal 55 disebutkan bahwa dalam hal baku mutu air pada sumber air belum atau tidak ditetapkan, berlaku kriteria mutu air klas II. Atas dasar hal tersebut, maka dalam analisa dan pengolahan data, pembahasan pada semua lokasi titik pantau Sungai Serang dikategorikan pada golongan / air sungai klas II. Lokasi titik pantau dan pembagian kelas air Sungai Serang disajikan dalam tabel berikut : Tabel Lokasi Titik Pantau dan Pembagian Kelas Air Sungai Serang No. Kode Lokasi Kelas 1. S-1 Bendung Pengasih Kulonprogo Klas II 2. S-2 Jembatan Grahulan Wates Kulonprogo Klas II 3. S-3 Jembatan Glagah Karangwuni Kulonprogo Klas II Sumber : BLH DIY, 2014 Bab II-30

31 Hasil Uji Kualitas Air Tabel Hasil Uji Kualitas Air Sungai Serang I Lokasi Pemantauan : Bendung Pengasih Koordinat : S : 07⁰ 50' 07.0" E : 110⁰ 10' 15.3" No. Parameter Satuan 1 Suhu Baku Mutu Klas II *) Hasil Pemantauan April Mei Juli Sept Okt o C ± 3 o C 29, ,6 27,8 28,8 2 ph - 6-8,5 7,0 7,1 7,0 7,3 7,2 3 Daya Hantar Listrik (DHL) µmhos/cm Residu Terlarut (TDS) mg/l Residu Tersuspensi (TSS) mg/l BOD mg/l 3 20,4 7,1 13,9 6,1 9,9 7 COD mg/l 25 43,2 15,1 26,7 13,6 21,9 8 DO mg/l 5 7,1 7,5 6,6 4,3 5,9 9 Fosfat mg/l 0,2 0,2 0,2 0,011 0,1 0,01 10 Nitrat mg/l 10 1,2 3,3 0,01 1,4 2,1 11 Kadmium (Cd) mg/l 0,01 12 Kromium (Cr 6 ) mg/l 0,05 0,002 0,0001 0,001 0,11 0, Tembaga (Cu) mg/l 0,02 0,01 0,01 0,03 0,01 0,03 14 Timbal (Pb) mg/l 0,03 0,01 0,02 0,001 0,19 0,05 15 Seng (Zn) mg/l 0,05 0,01 0,06 0,01 0,0001 0,04 16 Sianida (CN) mg/l 0,02 0,01 0,003 0,004 0,105 0, Fluorida (F) mg/l 1,5 18 Nitrit mg/l 0,06 0,09 0,07 0,27 0,09 0,08 19 Sulfida (S) mg/l 0,002 0,034 0,001 0,037 0,023 0, Deterjen sbg MBAS µg/l ,7 185, ,2 21 Fenol µg/l 1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 22 Minyak lemak µg/l , ,3 0,3 0,3 23 Klorin Bebas mg/l 0,03 0,01 0,01 0,03 0,01 0,07 24 Amoniak mg/l 0,01 0,52 0,03 0,02 0, Boron mg/l 1 0,3 0,0001 0,3 0,05 0,1 26 Selenium mg/l 0,05 0,001 0,001 0,001 0,05 0,1 27 Total Coliform jml/100ml x10 5 1,6x10 6 9x10 5 1,3x10 4 3x Fecal Coliform jml/100ml ,4x10 5 3,5x10 5 3x10 5 6x10 3 2,3x10 4 Keterangan : tanda merah adalah melebihi baku mutu sesuai dengan Peraturan Gubernur DIY No. 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air Di Provinsi DIY Sumber : BLH DIY, 2014 Bab II-31

32 Tabel Hasil Uji Kualitas Air Sungai Serang II Lokasi Pemantauan : Jembatan Graulan Wates Koordinat : S : 07⁰ 52' 00.7" E : 110⁰ 09' 19.4" No. Parameter Satuan 1 Suhu Baku Mutu Klas II *) Hasil Pemantauan April Mei Juli Sept Okt o C ± 3 o C 29,3 28,5 27,9 26,9 29,1 2 ph - 6-8,5 7,1 7,6 7,5 7,4 7,6 3 Daya Hantar Listrik (DHL) µmhos/cm Residu Terlarut (TDS) mg/l Residu Tersuspensi (TSS) mg/l BOD mg/l 3 22,5 4,1 15,9 6,1 7,9 7 COD mg/l 25 48,5 9,6 32,1 12,8 18,8 8 DO mg/l 5 6,7 5,2 6,2 5,1 5,9 9 Fosfat mg/l 0,2 0,4 0,3 0,05 0,1 0,01 10 Nitrat mg/l 10 1,2 3,8 0,1 1,2 1,8 11 Kadmium (Cd) mg/l 0,01 12 Kromium (Cr 6 ) mg/l 0,05 0,0001 0,0001 0,01 0,12 0, Tembaga (Cu) mg/l 0,02 0,01 0,01 0,03 0,01 0,02 14 Timbal (Pb) mg/l 0,03 0,02 0,02 0,001 0,18 0,16 15 Seng (Zn) mg/l 0,05 0,02 0,06 0,01 0,0001 0,02 16 Sianida (CN) mg/l 0,02 0,003 0,001 0,003 0,043 0, Fluorida (F) mg/l 1,5 18 Nitrit mg/l 0,06 0,13 0,07 0,4 0,09 0,07 19 Sulfida (S) mg/l 0,002 0,037 0,001 0,124 0,022 0, Deterjen sbg MBAS µg/l ,7 81,8 63,5 194,1 81,7 21 Fenol µg/l 1 0,1 0,1 0,1 0,3 0,1 22 Minyak lemak µg/l , ,3 0,3 23 Klorin Bebas mg/l 0,03 0,01 0,001 0,03 0,1 0,01 24 Amoniak mg/l 0,01 0,53 0,05 0,01 0,03 25 Boron mg/l 1 0,04 0,0001 0,4 0,03 0,1 26 Selenium mg/l 0,05 0,001 0,001 0,001 0,001 0, Total Coliform jml/100ml x10 4 1,6x10 6 2,2x10 5 8x10 4 8x Fecal Coliform jml/100ml x10 4 1,6x10 6 1,3x10 5 9x10 3 1,7x10 4 Keterangan : tanda merah adalah melebihi baku mutu sesuai dengan Peraturan Gubernur DIY No. 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air Di Provinsi DIY Sumber : BLH DIY, 2014 Bab II-32

33 Tabel Hasil Uji Kualitas Air Sungai Serang III Lokasi Pemantauan : Jembatan Glagah Koordinat : S : 07⁰ 54' 30.6" E : 110⁰ 05' 02.2" No. Parameter Satuan 1 Suhu Baku Mutu Klas II *) Hasil Pemantauan April Mei Juli Sept Okt o C ± 3 o C 30,1 30, ,4 31,9 2 ph - 6-8,5 7,5 7,1 7,6 8 7,5 3 Daya Hantar Listrik (DHL) µmhos/cm Residu Terlarut (TDS) mg/l Residu Tersuspensi (TSS) mg/l BOD mg/l 3 25,5 15,1 13,9 6,4 9,9 7 COD mg/l 25 53,2 28,1 27,3 11,1 19,9 8 DO mg/l 5 5,9 4,6 5,7 1,7 3,9 9 Fosfat mg/l 0,2 0,2 0,4 0,02 0,1 0,02 10 Nitrat mg/l 10 1,1 4,3 1,8 2,2 2,6 11 Kadmium (Cd) mg/l 0,01 12 Kromium (Cr 6 ) mg/l 0,05 0,0001 0,004 0,01 0,12 0, Tembaga (Cu) mg/l 0,02 0,02 0,01 0,03 0,06 0,04 14 Timbal (Pb) mg/l 0,03 0,01 0,04 0,05 0,35 0,23 15 Seng (Zn) mg/l 0,05 0,01 0,08 0,01 0,0001 0,01 16 Sianida (CN) mg/l 0,02 0,008 0,008 0,004 0,001 0, Fluorida (F) mg/l 1,5 18 Nitrit mg/l 0,06 0,1 0,08 0,6 0,1 0,07 19 Sulfida (S) mg/l 0,002 0,027 0,001 0,001 0,027 0, Deterjen sbg MBAS µg/l , ,7 86, Fenol µg/l 1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 22 Minyak lemak µg/l , ,3 0,3 0,3 23 Klorin Bebas mg/l 0,03 0,01 0,001 0,05 0,01 0,02 24 Amoniak mg/l 0,01 0,03 0,14 0,02 0,02 25 Boron mg/l 1 0,04 0,1 1,7 1,5 0,07 26 Selenium mg/l 0,05 0,001 0,001 0,001 0,001 0, Total Coliform jml/100ml ,7x10 4 1,6x10 6 1,4x10 5 6x10 4 5x Fecal Coliform jml/100ml ,1x10 4 1,3x10 5 7x10 4 2x10 3 1,3x10 4 Keterangan : tanda merah adalah melebihi baku mutu sesuai dengan Peraturan Gubernur DIY No. 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air Di Provinsi DIY Sumber : BLH DIY, 2014 Bab II-33

34 Analisa Kualitas Air Sungai Serang Pengukuran kualitas air Sungai Serang melibatkan 27 (dua puluh tujuh) parameter yang dipantau dengan debit terbesar 4,96 m 3 /detik pada bulan Mei dan debit terkecil sebesar 0.66 m 3 /detik pada bulan Oktober dengan debit rerata sebesar 5,62 m 3 /detik. Dari hasil pemantauan terlihat ada 14 (empat belas) jenis parameter yang berada di atas baku mutu yang ditetapkan, namun parameter yang hampir semua berada diatas baku mutu dalam 5 (lima) periode adalah parameter Oksigen Terlarut (DO), Biological Oxygen Demand (BOD), COD, Nitrit, Sulfida, Krom, Bakteri koli tinja dan bakteri koli total, sebagaimana dalam grafik berikut ini : a. Oksigen Terlarut (DO) Gambar Grafik Pengukuran DO pada Sungai Serang Tahun 2014 Oksigen Terlarut (DO) merupakan parameter yang penting untuk mengukur pencemaran air. Berdasarkan hasil perhitungan storet untuk parameter DO terlihat semua berada di atas baku mutu yang ditetapkan dalam kelas II, yaitu 4 mg/l. Angka tertinggi untuk parameter DO di Sungai Serang mencapai 7,5 mg/l. Hal ini sangat memprihatinkan karena tanpa adanya oksigen terlarut dalam air akan mempengaruhi kehidupan tanaman Bab II-34

35 maupun hewan yang berada di perairan, apabila kehidupan di aliran sungai berkurang maka akan mempengaruhi ekosistem yang terdapat dalam sungai tersebut. b. BOD Gambar 2.24 Grafik Pengukuran BOD pada Sungai Serang Tahun 2014 Parameter BOD terlihat semua berada di atas baku mutu yang ditetapkan dalam kelas II, yaitu 3 mg/l. Angka tertinggi untuk parameter BOD di sungai Serang mencapai 25,5 mg/l. Kondisi ini diperkirakan karena air sungai tercemar karena limbah organik sehingga terjadi penurunan oksigen yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Penggunaan oksigen yang rendah menunjukkan kemungkinan air jernih, mikroorganisme tidak tertarik menggunakan bahan organik dan mikroorganisme mati. c. COD Bab II-35

36 Gambar 2.25 Grafik Pengukuran COD pada Sungai Serang Tahun 2014 Parameter COD terlihat cenderung berada di bawah baku mutu yang ditetapkan dalam kelas II, yaitu 25 mg/l. Nilai yang melebihi baku mutu terdapat di titik S3 pada bulan April dan Juli. Angka tertinggi untuk parameter COD di sungai Serang mencapai 53,2 mg/l. d. Nitrit Gambar 2.26 Grafik Pengukuran Nitrit pada Sungai Serang Tahun 2014 Parameter Nitrit terlihat cenderung berada di atas baku mutu yang ditetapkan dalam kelas II, yaitu 0,06 mg/l. Angka tertinggi untuk parameter Nitrit di Sungai Serang mencapai 0,6 mg/l. e. Sulfida Bab II-36

37 Gambar Grafik Pengukuran Sulfida pada Sungai Serang Tahun 2014 Parameter Sulfida terlihat semua berada di atas baku mutu yang ditetapkan dalam kelas II, yaitu 0,002 mg/l. Angka tertinggi untuk parameter Sulfida di Sungai Serang mencapai 0,124 mg/l. Sulfida merupakan gas yang sangat beracun dan berbau busuk, sehingga apabila terdapat dalam air akan mempengaruhi tingginya kadar keasaman dan menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa logam. f. Krom Gambar 2.28 Grafik Pengukuran Krom pada Sungai Serang Tahun 2014 Parameter Krom terlihat sebagian besar berada di bawah baku mutu yang ditetapkan dalam kelas II, yaitu 0,05 mg/l. Tetapi terlihat pada bulan September semua nilai pengukuran menunjukkan bahwa nilai parameter krom jauh dari garis baku mutu. Angka tertinggi untuk parameter Krom di sungai Serang mencapai 0,12 mg/l. Air dengan Bab II-37

38 kadar Krom untuk budidaya sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman budidaya maupun perikanan, hal ini disebabkan karena kadar krom dapat menyerang daya tubuh makluk hidup sehingga tidak dapat melawan virus yang menyerang mahluk hidup tersebut. g. Bakteri Koli Tinja dan Koli Total Gambar 2.29 Grafik Pengukuran Koli Tinja pada Sungai Serang Tahun 2014 Parameter bakteri koli total dan Koli tinja merupakan parameter yang paling besar memberikan kontribusi kepada pencemaran air sungai yang ada, hal ini karena angka yang dicapai sangat jauh dari baku mutu kelas II yang dtetapkan, yaitu 1000 JPT/100 ml. Angka tertinggi mencapai ratusan ribu bahkan jutaan. Tingginya angka bakteri koli tinja ini dimungkinkan karena kotoran yang disebabkan karena perilaku manusia yang masih melakukan dan belum berubah untuk stop BABs dan juga limbah dari kotoran hewan. Dampak dari tingginya angka bakteri koli tinja ini dapat menyebabkan diare, gatal-gatal dan dapat menimbulkan penyakit kulit yang lain. Bab II-38

39 Gambar 2.30 Grafik Pengukuran Total Koli pada Sungai Serang Tahun 2014 Analisa Metode Storet Berdasarkan perhitungan dengan metode Storet dan dikaitkan dengan kategori air sungai kelas II untuk semua titik pantau, menunjukkan bahwa Sungai Serang mulai dari hulu hingga hilir tergolong tercemar berat. Perhitungan dengan Metode Storet berkisar antara -88 hingga -102, dimana nilai ini jauh melampaui batas minimal dari kategori cemar berat ( -31). Tabel Hasil Analisis Status Mutu Air Sungai Serang dengan Metode Storet No. Kode Lokasi Skor Status Mutu Air 1. S-1 Bendung Pengasih Kulonprogo -89 Tercemar berat 2. S-2 Jembatan Grahulan Wates Kulonprogo -88 Tercemar berat 3. S-3 Jembatan Glagah Karangwuni -102 Tercemar berat Sumber : Hasil olah data 2014 Nilai terendah (-88) berada di lokasi titik pantau S-02 (Jembatan Grahulan Wates Kulonprogo) dan nilai tertinggi (-102) berada wilayah hulu sungai yakni di lokasi titik pemantauan S-03 (Jembatan Glagah Kulonprogo). Parameter yang memberikan kontribusi skor negatif pada setiap lokasi titik pantau adalah : Bab II-39

40 1. bakteri coli tinja 2. bakteri total coli 3. BOD 4. COD 5. Klorin bebas 6. deterjen 7. Sulfida 8.Minyak-lemak 9.Nitrit Parameter-parameter tersebut konsentrasinya hampir merata pada titk lokasi pemantauan dengan kadar telah melebihi baku mutu. Melihat kesetaraan jenis dan kadar kadar polutan hal ini mengindikasikan adanya persebaran jenis pencemaran yang merata dan sejenis sejak dari hulu hingga hilir. Pada lokasi titik pantau S-01 dan S-03 yang memiliki skor -89 dan -102 pada hakekatnya dapat dikategorikan sama, karena hanya ada perbedaan 13 poin. Sepintas memberikan indikasi bahwa beban polutan sempat mengalami penurunan pada lokasi titik pantau S-02 yakni -88. Banyak hal atau faktor yang memungkinkan berpengaruh sehingga kadar polutan naik-turun. Faktor alam dan aktivitas manusia yang secara terus menerus senantiasa berubah telah mengakibatkan terjadinya perubahan beban pencemaran. Sembilan parameter di atas memberi kontribusi negatif dalam perhitungan status mutu air. Seperti halnya yang terjadi pada Sungai Progo dan anak Sungai Progo, sebenarnya secara geografis bahwa Sungai Serang masih dalam satu wilayah geografis dengan Sungai Progo. Artinya pengaruh secara umum diperkirakan memiliki kesamaan. Bab II-40

41 PETA STATUS MUTU AIR SUNGAI SERANG DIY TAHUN 2014 Cemar berat Sumber: 3. Peta Rupabumi Digital Skala 1:25.000Tahun Pengukuran Lapangan Tahun Bab II-41

42 Gambar Peta Status Mutu Air Sungai Serang pada Masing-masing Titik Pantau Tahun 2014 Pengukuran Debit Sungai Pengukuran debit aliran dilakukan di Sungai Serang, berdasarkan perhitungan dengan metode area velocity diketahui debit Sungai Serang tahun 2014 tersaji dalam tabel 15 dibawah ini : Tabel Debit Sungai Serang Tahun 2014 Titik Pantau Pengukuran Debit (1) Bendung Pengasih (2) Jembatan Grahulan (3) Jembatan Glagah Koordinat (Lat/Lot) Debit (m³/ detik) X Y April Mei Juli Sept. Okt ,88 1,25 2,773 1,227 2, ,96 6,72 3,128 0,821 1, ,9 14,16 3,943 0,66 Sumber : Pengukuran Lapangan, 2014 Debit sungai sangat dipengaruhi oleh kondisi morfologi sungai. Kondisi sungai di hulu mempunyai lebar sungai relatif kecil semakin mendekati laut semakin lebar dan semakin landai. Ketinggian air sungai sangat mempengaruhi debit yang dihasilkan. Berdasarkan perhitungan debit rata-rata di Sungai Serang sebesar 5.61 m³/detik. Bab II-42

43 Gambar Foto Pengukuran Debit Sungai Serang 2. Kualitas Air Tanah (Sumur) Air tanah (air sumur) yang dipantau dipilih yang berlokasi di sekitar IPAL Komunal Domestik. Adapun hasil uji kualitas air sumur tersebut sebagai berikut : Tabel Hasil Uji Kualitas Air Sumur Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014 Paramet er Baku Mutu Lokasi Suhu - 28,8 29,0 26,9 28,9 28, ,3 29, ,7 30,1 31,7 Warna Kekeruh an 25 0,60 0,61 0,73 1,4 2,24 2,82 0,98 0,58 0,8 0,67 0,44 1,45 TDS , ph Klorida (Cl-) Kesadah an (CaCO3) Zat Org.(KM no4) Sulfat (SO4=) Fluorida (F-) 6,5-9, ,53 6,57 6,39 6,44 6,7 6,35 7,39 7,63 7,09 6,46 6,95 7,34 10, , 22 12,33 6,54 12,08 8,30 8,05 300, , , , , 92 30,8 6 24,1 0 5,78 7,71 5,30 110, ,38 3,51 1,49 2,44 1,17 3,10 4,22 7,63 8,06 2,70 2,99 400,00 1,5 NO2- - N 1 NO3- - N 10 10,2 46 0,30 8 0,01 5 0, ,34 7 7,650 46, ,92 0 0,360 0,170 0,624 0,449 0,002 0,003 0,004 0,008 <0,00 5 <0,00 5 <0,00 5 0,284 63,6 60 0,36 5 0,00 5 0, ,9 15 0,29 6 0,00 1 1, ,5 44 0,40 3 0,00 1 2, ,30 0 <0,0 01 0,34 1,55 2 0,25 8 <0,0 01 0,59 7 2,04 8 0,34 2 0,00 7 1, , , 3 0,60 2 0,00 8 0,63 2 Bab II-43

44 Besi (Fe) Mangan (Mn) Sianida (CN-) 1 0,5 0,1 <0,0 03 0,21 2 0,00 33 <0,00 3 <0,00 3 <0,00 3 0,003 0,302 0,653 0,201 0,173 <0,00 6 <0,00 6 <0,00 6 <0,00 6 DHL Timbal 0,05 Coliform Coli 50 Tinja 0 0, ,017 1 <0, , , <0,0 03 0,07 3 <0,0 06 0, ,01 4 <0,0 02 0,01 0, <0,0 03 <0,0 02 <0,0 06 0, ,09 70 <0,0 02 <0,0 07 0, ,01 0,01 1 <0,0 06 0,00 3 0,02 8 <0, ,03 6 0,28 9 <0, , Keterangan : Baku Mutu yang digunakan adalah Permenkes No. 416 / 1990 Tentang Syarat-syarat & Pengawasan Kualitas Air Tanda merah : melebihi baku mutu Sumber : BLH DIY, 2014 Hasil pengujian 12 (dua belas) sampel air sumur pada Bulan April dan Juni 2014 tersebut menunjukkan parameter bakteri coliform dan koli tinja melebihi baku mutu. Tujuh dari sebelas sampel yang diperiksa memiliki kandungan bakteri coliform dan koli tinja yang sangat tinggi sebesar 1898 MPN/100 ml. Sedangkan satu sampel yaitu air sumur lokasi 3 bakteri coliform nya terdeteksi sebanyak 20 MPN/100 ml dan bakteri koli tinja sebanyak 7 MPN/100 ml. Adapun hasil pengujian kualitas air sumur yang melebihi baku mutu (ph yang berada di bawah standar, Coliform, dan Coli Tinja) dapat disajikan dalam gambar grafik sebagai berikut : Bab II-44

45 Gambar Grafik Hasil Pengujian ph Air Sumur Kab Kulonprogo Tahun 2014 Gambar Grafik Hasil Pengujian Coliform Air Sumur Kabupaten Kulonprogo Tahun 2014 Bab II-45

46 Gambar Grafik Hasil Pengujian Coli Tinja Air Sumur Kabupaten Kulonprogo Tahun Kualitas Air Waduk Bab II-46

47 Gambar Waduk Sermo di Kokap Kulonprogo Di Kabupaten Kulonprogo, terdapat Waduk Sermo yang berkapasitas sebesar 25 juta m 3. Sebagai upaya konservasi air juga dibangun waduk mini Tonegoro di Banjaroya, Kalibawang dan juga beberapa embung. Berikut gambar waduk mini Tonegoro yang mempunyai kapasitas volume sebesar m 3 : Gambar Waduk Mini Tonegoro Kalibawang Bab II-47

48 Untuk melindungi fungsi dari Waduk Sermo, maka ditetapkan Kawasan Perlindungan Waduk yang berada di sebagian Kecamatan Kokap meliputi daratan sepanjang tepian Waduk Sermo yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik waduk antara m dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Kebijakan pemanfaatan Kawasan Perlindungan Waduk diarahkan pada : 1). Pengembangan usaha konservasi di sekitar waduk dan DAS dari sungai-sungai yang mengalir ke waduk untuk mendukung kelestarian fungsi waduk dan kondisi fisik sekitamya; 2). Pengendalian pemanfaatan waduk agar kualitas dan kuantitas, air tidak menurun; dan 3). Pengamanan daerah hulu sungai. Sebagai salah satu upaya untuk pengendalian pemanfaatan waduk agar kualitas air nya tidak menurun adalah dengan melakukan pemantauan kualitas air secara rutin. Hasil pemantauan kualitas air waduk Sermo adalah sebagai berikut : Tabel Hasil Uji Kualitas Air Waduk Sermo Tahun 2014 No. Parameter Satuan Baku Mutu Klas II *) Lokasi Pemantauan BOD mg/l COD mg/l NO 3 mg/l ,6 4. NH 3 mg/l ,4 Keterangan : Pergub DIY No. 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Di Provinsi DIY Sumber : Data Lapangan Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa untuk parameter BOD dan COD sebagian besar tidak memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan. Untuk itu diperlukan adanya upaya pengendalian kualitas air waduk dengan cara mengawasi usaha dan kegiatan yang kemungkinan membuang air limbahnya ke waduk maupun ke sungai yang mengalir ke waduk. Karena waduk sermo juga diperuntukkan untuk air baku air minum PDAM Kulonprogo. Bab II-48

49 D. Udara Udara merupakan salah satu sumberdaya alam non hayati yang di dalam ekosistem merupakan lingkungan fisik yang mempunyai hubungan timbal balik dengan makhluk hidup, baik itu manusia, hewan, tumbuhan maupun mikroba. Padahal, makhluk hidup termasuk manusia pun memerlukan udara yang bersih dan sehat, dan tidak terganggu oleh pencemaran yang tidak membuat nyaman. Sebagai salah satu upaya untuk mengetahui kualitas udara adalah pelakukan pemantauan kualitas udara. Pemantauan kualitas udara ambien tahun 2014 dilakukan di 4 (empat) lokasi, yaitu di : 1. Simpang empat Ngeplang, Sentolo (A); 2. Simpang tiga Toyan, Wates (B); 3. Simpang tiga teteg timur KA, Wates (C); 4. Simpang tiga Terminal Bus Wates (D). Parameter-parameter yang dipantau adalah parameter fisika dan kimia. Parameter fisika meliputi suhu udara, kelembaban, kebisingan, arah angin, cuaca, tekanan dan kecepatan angin. Sedangkan untuk parameter kimia meliputi Karbon monoksida (CO), Ozon (O 3 ), Timah hitam (Pb) dan Hidrokarbon (HC), Nitrogen Dioksida (NO 2 ), Sulfur Dioksida (SO 2 ) dan debu dengan diameter 10µm (PM 10). Hasil analisis parameterparameter tersebut di atas dibandingkan dengan Standar Baku Mutu Udara Ambien Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang tertuang dalam Lampiran Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 153 Tahun 2002, serta Baku Mutu Tingkat Getaran, Kebisingan dan Kebauan Daerah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor : 176 tahun 2003 (Tabel SD-18). Bab II-49

50 Analisis Kualitas Udara Ambien Kebisingan Kondisi tingkat kebisingan di empat lokasi pada tahun 2014 adalah kebisingan terendah sebesar 64,3 db(a) berada di Simpang tiga teteg timur KA Wates, sedangkan tingkat kebisingan tertinggi berada di Simpang tiga Terminal Wates, yaitu sebesar 69,2 db (A), tingkat kebisingan pada semua lokasi masih dibawah ambang batas yang diperkenankan. Dibandingkan dengan tahun 2012 dan 2013 masing-masing lokasi pemantauan mengalami penurunan konsentrasi kebisingan. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya penghijauan jalan dengan pohon perindang yang dapat meredam suara. Untuk lebih jelasnya hasil pemantauan kualitas udara untuk tingkat kebisingan dapat dilihat pada tabel 18 sebagai berikut : Tabel Tingkat Kebisingan Rata-rata (dba) di Kabupaten Kulonprogo Tahun Kode Lokasi Lokasi Konsentrasi (db A) Baku Mutu Dipersyaratkan (dba) A B C D Simpang empat Ngeplang, Sentolo Simpang tiga Toyan, Wates Simpang tiga teteg KA timur Wates Simpang tiga Terminal Wates 69,5 66,9 65,4 70,0 64,6 66,1 65,1 70,0 69,6 67,8 64,3 70,0 69,45 72,85 69,2 70,0 Sumber : Pengukuran Lapangan, Sedangkan untuk pengukuran kebisingan tahun dibandingkan dengan baku mutu kebisingan yang dipersyaratkan dapat dilihat secara grafik sebagai berikut : Bab II-50

51 Gambar Grafik Tingkat Kebisingan Rata-rata di Kabupaten Kulonprogo Tahun Karbon Monoksida (CO) Hasil pemantauan kualitas udara untuk parameter CO dibandingkan dengan baku mutu dapat dilihat pada tabel 19 dan gambar 32 sebagai berikut : Tabel Konsentrasi Karbon Monoksida (CO) Udara Ambien di Kabupaten Kulonprogo Tahun Kode Lokasi Lokasi Konsentrasi (µg/m 3 ) Baku Mutu Dipersyaratkan (µg/m 3 ) A B C D Simpang empat Ngeplang, Sentolo Simpang tiga Toyan, Wates Simpang tiga teteg KA timur Wates Simpang tiga Terminal Wates 171,75 323,17 827, ,12 670,17 912, ,95 724,32 15, ,10 689,23 901, Sumber : Pengukuran Lapangan, Bab II-51

52 Gambar Grafik Konsentrasi Karbon Monoksida (CO) Udara Ambien di Kabupaten Kulonprogo Tahun Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara ambien tahun 2014 di 4 lokasi ternyata konsentrasi CO di semua titik pengukuran masih di bawah Baku Mutu Udara Ambien yang dipersyaratkan (3000 µg/m 3 ) dengan waktu pengukuran 1 jam. Kandungan CO dari hasil pemantauan berkisar antara 15,16 912,84 µg/m 3. Kandungan CO terendah sebesar 15,16 µg/m 3 di pertigaan teteg timur KA Wates, sedangkan konsentrasi CO tertinggi ( 912,84 µg/m 3 ) terdapat di titik 1 Simpang tiga Toyan, Wates. Hal ini kemungkinan besar dikarenakan di Simpang tiga Toyan Wates sering terjadi kemacetan lalu lintas yang berimbas pada konsentrasi CO yang tinggi sebagai akibat dari asap knalpot sisa pembakaran mesin kendaraan bermotor yang tidak sempurna. Ozon (O 3 ) Hasil pemantauan kualitas udara ambien di Kabupaten Kulonprogo untuk parameter Ozon (O 3 ) dibandingkan dengan baku mutu dapat dilihat pada tabel 20 dan gambar 33 berikut : Bab II-52

53 Tabel Konsentrasi Ozon (O 3 ) Udara Ambien di Kabupaten Kulonprogo Tahun Kode Lokasi Lokasi Konsentrasi (µg/m 3 ) Baku Mutu Dipersyaratkan (µg/m 3 ) A B C D Simpang empat Ngeplang, Sentolo Simpang tiga Toyan, Wates Simpang tiga teteg KA timur Wates Simpang tiga Terminal Wates 11,18 20,47 27, ,75 7,91 17, ,09 12,41 22, ,40 12,86 17, Sumber : Pengukuran Lapangan, Gambar Grafik Konsentrasi Ozon (O 3 ) Udara Ambien di Kabupaten Kulonprogo Tahun Dari hasil pemantauan tahun 2014 di 4 lokasi pemantauan ternyata kandungan Ozon (O 3 ) masih dibawah baku mutu yang dipersyaratkan 235 µg/m 3 karena secara umum konsentrasi O 3 di wilayah pengamatan berkisar antara 17,32 27,38 µg/m 3. Konsentrasi tertinggi pada lokasi A (Simpang empat Ngeplang Sentolo) dengan konsentrasi O 3 sebesar Bab II-53

54 27,38 µg/m 3, sedangkan konsentrasi terendah yakni 17,32 µg/m 3 terdapat pada lokasi B (Simpang tiga Toyan Wates). Dengan demikian dari hasil pemantauan polutan ozon (O 3 ) dapatlah dikatakan bahwa di 4 lokasi pemantauan masih relatif cukup baik dari pengaruh ozon (O 3 ) meskipun jika dibandingkan tahun 2013 mengalami kenaikan konsentrasi. Hidrokarbon (HC) Tabel Konsentrasi HC (µg/m 3 ) Udara Ambien Kab Kulonprogo Tahun Kode Lokasi Lokasi Konsentrasi (µg/m 3 ) Baku Mutu Dipersyaratkan (µg/m 3 ) A B C D Simpang empat Ngeplang, Sentolo Simpang tiga Toyan, Wates Simpang tiga teteg KA timur Wates Simpang tiga Terminal Wates 35,90 34,66 63, ,62 23,53 75, ,50 22,37 27, ,12 34,21 56, Sumber : Pengukuran Lapangan, Bab II-54

55 Gambar Grafik Konsentrasi Hidrokarbon (HC) Udara Ambien di Kabupaten Kulonprogo Tahun Berdasarkan hasil pemantauan tahun 2014 pada tabel dan gambar grafik di atas pada 4 lokasi pemantauan konsentrasinya masih berada di bawah baku mutu yang dipersyaratkan (160 µg/m 3 ). Pada pemantauan konsentrasi tertinggi di lokasi B (Simpang tiga Toyan Wates) yaitu 75 µg/m 3 dan konsentrasi terendah 27,08 µg/m 3 pada lokasi C (Simpang tiga Teteg timur KA Wates). Angka konsentrasi HC-nya di jalan raya tinggi menunjukkan bahwa jumlah kendaraan yang ada sudah sangat banyak dan belum memenuhi emisi gas buang yang dipersyaratkan. Jadi meskipun pada semua lokasi pemantauan masih memenuhi baku mutu tetapi konsentrasinya meningkat hampir 100% dibandingkan tahun sebelumnya. Timah Hitam (Pb) Hasil pengukuran kualitas udara ambien untuk parameter Timbal (Pb) adalah pada tabel 22 dan gambar 35 sebagai berikut : Bab II-55

56 Tabel Konsentrasi Pb (µg/m 3 ) Udara Ambien Kab Kulonprogo Tahun Kode Lokasi Lokasi Konsentrasi (µg/m 3 ) Baku Mutu Dipersyaratkan (µg/m 3 ) A B C D Simpang empat Ngeplang, Sentolo Simpang tiga Toyan, Wates Simpang tiga teteg KA timur Wates Simpang tiga Terminal Wates 0,27 0,51 0,22 2 0,19 0,61 0,66 2 0,21 0,31 0,62 2 0,17 0,42 0,64 2 Sumber : Pengukuran Lapangan Gambar Grafik Konsentrasi Timah Hitam (Pb) Udara Ambien di Kabupaten Kulonprogo Tahun Dari hasil pemantauan tahun 2014 ternyata kandungan Pb di 4 lokasi pemantauan masih memenuhi baku mutu udara yang dipersyaratkan (2 g/m 3 ). Kandungan Pb di 4 lokasi pemantauan berada dibawah nilai baku mutu yaitu antara 0,22 g/m 3 hingga 0,66 g/m 3 dengan waktu pengukuran selama 1 jam. Kandungan Pb tertinggi pada pemantauan Bab II-56

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Lampiran II. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : Tanggal : DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Tabel-1. Lindung Berdasarkan

Lebih terperinci

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA Jl. M.T. Haryono / Banggeris

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 A. PEMANTAUAN KUALITAS AIR DANAU LIMBOTO Pemantauan kualitas air ditujukan untuk mengetahui pengaruh kegiatan yang dilaksanakan

Lebih terperinci

TARIF LINGKUP AKREDITASI

TARIF LINGKUP AKREDITASI TARIF LINGKUP AKREDITASI LABORATORIUM BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG BIDANG PENGUJIAN KIMIA/FISIKA TERAKREDITASI TANGGAL 26 MEI 2011 MASA BERLAKU 22 AGUSTUS 2013 S/D 25 MEI 2015 Bahan Atau Produk Pangan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG PENUNJUKAN PT. ENVILAB INDONESIA SEBAGAI LABORATORIUM LINGKUNGAN DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kebutuhan air di kampus IPB Dramaga saat libur

Lampiran 1. Kebutuhan air di kampus IPB Dramaga saat libur LAMPIRAN 55 Lampiran 1. Kebutuhan air di kampus IPB Dramaga saat libur Hari/ Tgl Menara Fahutan No Jam Meteran terbaca Volume Ketinggian Air Di Air Menara Terpakai Keterangan (m 3 ) (m 3 ) (m 3 ) 1 6:00

Lebih terperinci

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH BERUPA LABORATORIUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH BERUPA LABORATORIUM PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH BERUPA LABORATORIUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI, Menimbang : a. bahwa untuk menjaga

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Kulon Progo Tahun Pendahuluan

RINGKASAN EKSEKUTIF. Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Kulon Progo Tahun Pendahuluan RINGKASAN EKSEKUTIF Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 Pendahuluan Permasalahan lingkungan mulai ramai diperbincangkan dan diperhatikan sejak

Lebih terperinci

Lampiran F - Kumpulan Data

Lampiran F - Kumpulan Data Lampiran F - Kumpulan Data TABEL 1.1.d. PEMANTAUAN KUALITAS AIR Jenis Perairan : Sungai Code Tahun Data : Desember 2006 Air Klas III Titik 1 Titik 2 1 1 Residu terlarut *** mg/l 1000 245 280 2 Residu tersuspensi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG PENUNJUKAN PT. ENVILAB INDONESIA SEBAGAI LABORATORIUM LINGKUNGAN DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 429/ MENKES/ PER/ IV/ 2010 TANGGAL: 19 APRIL 2010 PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 429/ MENKES/ PER/ IV/ 2010 TANGGAL: 19 APRIL 2010 PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 429/ MENKES/ PER/ IV/ 2010 TANGGAL: 19 APRIL 2010 PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM I. PARAMETER WAJIB No. Jenis Parameter Satuan Kadar Maksimum Yang Diperbolehkan 1. Parameter

Lebih terperinci

REKAPITULASI HASIL PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI OYO TAHUN Jembatan Kedungwates Gunungkidul

REKAPITULASI HASIL PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI OYO TAHUN Jembatan Kedungwates Gunungkidul Baku Mutu Klas I *) REKAPITULASI HASIL PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI OYO TAHUN 2017 Jembatan Kedungwates Gunungkidul Jembatan Bunder Gunungkidul Jembatan Dogongan Imogiri, Bantul o C ± 3 o C 29,3 29,5

Lebih terperinci

SNI butir A Air Minum Dalam Kemasan Bau, rasa SNI butir dari 12

SNI butir A Air Minum Dalam Kemasan Bau, rasa SNI butir dari 12 LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-080-IDN Bahan atau produk yang Jenis Pengujian atau sifat-sifat yang Spesifikasi, metode pengujian, teknik yang Kimia/Fisika Pangan Olahan dan Pakan Kadar

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH

L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH 323 BAKU MUTU AIR LIMBAH INDUSTRI KECAP PARAMETER BEBAN PENCEMARAN Dengan Cuci Botol (kg/ton) Tanpa Cuci Botol 1. BOD 5 100 1,0 0,8 2. COD 175 1,75 1,4 3. TSS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

KAJIAN KUALITAS AIR UNTUK AKTIFITAS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KRUENG ACEH Susi Chairani 1), Siti Mechram 2), Muhammad Shilahuddin 3) Program Studi Teknik Pertanian 1,2,3) Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil analisa laboratorium terhadap konsentrasi zat pada WTH 1-4 jam dengan suplai udara 30 liter/menit

Lampiran 1 Hasil analisa laboratorium terhadap konsentrasi zat pada WTH 1-4 jam dengan suplai udara 30 liter/menit Lampiran 1 Hasil analisa laboratorium terhadap konsentrasi zat pada WTH 1-4 jam dengan suplai udara 30 liter/menit Konsentrasi zat di titik sampling masuk dan keluar Hari/ mingg u WT H (jam) Masu k Seeding

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN AIR BAKU

BAB IV TINJAUAN AIR BAKU BAB IV TINJAUAN AIR BAKU IV.1 Umum Air baku adalah air yang berasal dari suatu sumber air dan memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Sumber air baku dapat berasal dari air permukaan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KHUSUS Kawasan Outbound Training di Kabupaten Kulon Progo 3.1 TINJAUAN KONDISI UMUM KABUPATEN KULON PROGO

BAB III TINJAUAN KHUSUS Kawasan Outbound Training di Kabupaten Kulon Progo 3.1 TINJAUAN KONDISI UMUM KABUPATEN KULON PROGO BAB III TINJAUAN KHUSUS Kawasan Outbound Training di Kabupaten Kulon Progo Kawasan outbound training di Kabupaten Kulon Progo merupakan kawasan pusat di alam terbuka yang bertujuan untuk mewadahi kegiatan

Lebih terperinci

SLHD Kabupaten Sinjai Tahun 2013 BUKU DATA I- 1

SLHD Kabupaten Sinjai Tahun 2013 BUKU DATA I- 1 SLHD Kabupaten Sinjai Tahun 2013 BUKU DATA I- 1 BAB 1 KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA I-A. Lahan Dan Hutan Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan / Tutupan Lahan No. Kecamatan

Lebih terperinci

FORMULIR ISIAN IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR KE LAUT. 1. Nama Pemohon : Jabatan : Alamat : Nomor Telepon/Fax. :...

FORMULIR ISIAN IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR KE LAUT. 1. Nama Pemohon : Jabatan : Alamat : Nomor Telepon/Fax. :... Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Tanggal : FORMULIR ISIAN IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR KE LAUT I. INFORMASI UMUM A. Pemohon 1. Nama Pemohon :... 2. Jabatan :... 3. Alamat :...

Lebih terperinci

Makalah Baku Mutu Lingkungan

Makalah Baku Mutu Lingkungan Makalah Baku Mutu Lingkungan 1.1 Latar Belakang Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 200 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2014 DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2010

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2014 DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2010 LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2014 DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2010 PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

DATA KUALITAS AIR SUMUR PERIODE APRIL TAHUN 2015

DATA KUALITAS AIR SUMUR PERIODE APRIL TAHUN 2015 DATA KUALITAS AIR SUMUR PERIODE APRIL No : Kulonprogo Parameter Satuan Baku Mutu 1 2 3 4 5 6 7 1 Suhu udara ± 3 C thd suhu 31 32 31 32 32 33 33 29 29 29 29,5 30 30 33 3 Bau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Umar Ode Hasani Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan UHO Email : umarodehasani@gmail.com Ecogreen Vol. 2 No. 2, Oktober

Lebih terperinci

PENENTUAN STATUS MUTU AIR

PENENTUAN STATUS MUTU AIR PENENTUAN STATUS MUTU AIR I. METODE STORET I.. URAIAN METODE STORET Metode STORET ialah salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan. Dengan metode STORET ini dapat diketahui

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan sampel di lapangan Pengeringan Udara Sampel Lampiran 1. Lanjutan Sampel sebelum di oven Sampel setelah menjadi arang Lampiran 1. Lanjutan. Tanur (Alat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun juga tidak jarang merugikan masyarakat, yaitu berupa timbulnya pencemaran lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Secara alamiah, hubungan timbal balik tersebut terdapat antara manusia sebagai individu dan manusia sebagai

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Waduk Cirata, Jawa Barat pada koordinat 107 o 14 15-107 o 22 03 LS dan 06 o 41 30-06 o 48 07 BT. Lokasi pengambilan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia Merupakan negara kepulauan dan dua pertiga bagian wilayah indonesia berupa perairan. Namun demikian, Indonesia juga tidak lepas dari masalah yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 07 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 07 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH NOMOR 07 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, karena selain dikonsumsi, juga digunakan dalam berbagai aktivitas kehidupan seperti memasak, mandi, mencuci, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

ph TSS mg/l 100 Sulfida mg/l 1 Amonia mg/l 5 Klor bebas mg/l 1 BOD mg/l 100 COD mg/l 200 Minyak lemak mg/l 15

ph TSS mg/l 100 Sulfida mg/l 1 Amonia mg/l 5 Klor bebas mg/l 1 BOD mg/l 100 COD mg/l 200 Minyak lemak mg/l 15 69 Lampiran 1 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor :06 tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007 BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN YANG MELAKUKAN LEBIH DARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Rencana pengembangan kawasan pantai selatan Pulau Jawa yang membentang dari Jawa Timur sampai Jawa Barat, tentu akan memberi dampak perkembangan penduduk di daerah-daerah

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan laut

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM

BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM BAB IV TINJAUAN SUMBER AIR BAKU AIR MINUM IV.1. Umum Air baku adalah air yang memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Air baku yang diolah menjadi air minum dapat berasal dari

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian DO Meter ph Meter Termometer Refraktometer Kertas Label Botol Sampel Lampiran 1. Lanjutan Pisau Cutter Plastik Sampel Pipa Paralon Lampiran 2. Pengukuran

Lebih terperinci

GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR

GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR I. DATA PEMOHON Data Pemohon Baru Perpanjangan Pembaharuan/ Perubahan Nama Perusahaan Jenis Usaha / Kegiatan Alamat........

Lebih terperinci

permukaan, sedangkan erosi tanah pertanian dapat menyebabkan tingginya parameter TSS dan sedimentasi pada sungai dan waduk. Permasalahan degradasi

permukaan, sedangkan erosi tanah pertanian dapat menyebabkan tingginya parameter TSS dan sedimentasi pada sungai dan waduk. Permasalahan degradasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Degradasi lingkungan menjadi salah satu penyebab penurunan kualitas lingkungan akibat kegiatan masyarakat, sehingga komponen-komponen pembentuk lingkungan tidak

Lebih terperinci

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Rajiman A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan memiliki tujuan utama untuk produksi biomassa. Pemanfaatan lahan yang tidak bijaksana sering menimbulkan kerusakan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

EVALUASI KUALITAS AIR MINUM PADA HIPPAM DAN PDAM DI KOTA BATU

EVALUASI KUALITAS AIR MINUM PADA HIPPAM DAN PDAM DI KOTA BATU EVALUASI KUALITAS AIR MINUM PADA HIPPAM DAN PDAM DI KOTA BATU Afandi Andi Basri,1), Nieke Karnaningroem 2) 1) Teknik Sanitasi Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jurusan Teknik Lingkungan FTSP

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram alir instalasi pengolahan air Dekeng

Lampiran 1. Diagram alir instalasi pengolahan air Dekeng 59 Lampiran 1. Diagram alir instalasi pengolahan air Dekeng 60 Lampiran 2. Diagram alir pengolahan air oleh PDAM TP Bogor 61 Lampiran 3. Perbandingan antara kualitas air baku dengan baku mutu pemerintah

Lebih terperinci

LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER

LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER Akhir-akhir ini hujan deras semakin sering terjadi, sehingga air sungai menjadi keruh karena banyaknya tanah (lumpur) yang ikut mengalir masuk sungai

Lebih terperinci

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM L A M P I R A N 268 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM PARAMETER KADAR MAKSIMUM BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/ton) TSS 20 0,40 Sianida Total (CN) tersisa 0,2 0,004 Krom Total (Cr) 0,5

Lebih terperinci

Kualitas Air Sungai Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015

Kualitas Air Sungai Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Kualitas Air Sungai Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Sungai Winongo Hulu (Karanggawang Turi Sleman) Tengah (Jembatan Jlagran Bumijo YK) Hilir (Mojo Gading Kretek Bantul) C ± 3 C 28,70 24,70 23,40

Lebih terperinci

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur

Jenis pengujian atau sifat-sifat yang diukur LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-607-IDN Fisika/Kimia/ Tepung terigu Keadaan produk: Bentuk, Bau, Warna SNI 3751-2009, butir A.1 Mikrobiologi Benda asing SNI 3751-2009, butir A.2 Serangga

Lebih terperinci

BUPATI TABALONG PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TABALONG PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TABALONG PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH ATAS LABORATORIUM LINGKUNGAN PADA PEMERINTAH KABUPATEN TABALONG

Lebih terperinci

POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA

POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA Imam Fajri D. 1, Mohamad Sakur 1, Wahyu Wilopo 2 1Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Air merupakan sumber daya alam yang menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 11 TAHUN 2016 T E N T A N G JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN DAERAH BUKAN PAJAK PADA BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PERIZINAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE LAUT

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PERIZINAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE LAUT SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PERIZINAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara seperti di Indonesia telah memicu berbagai pertumbuhan di berbagai sektor seperti bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Lebih terperinci

STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008

STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008 LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008 DITERBITKAN DESEMBER 2008 DATA OKTOBER 2007 SEPTEMBER 2008 PEMERINTAH KOTA DENPASAR PROVINSI BALI KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

-2- dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah atas Laboratorium

-2- dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah atas Laboratorium BUPATI TABALONG PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH ATAS LABORATORIUM LINGKUNGAN PADA PEMERINTAH KABUPATEN TABALONG

Lebih terperinci

Daftar Isi. halaman Kata Pengantar... i Pendahuluan... iii Daftar Isi... ix Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xiv

Daftar Isi. halaman Kata Pengantar... i Pendahuluan... iii Daftar Isi... ix Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xiv Daftar Isi halaman Kata Pengantar... i Pendahuluan... iii Daftar Isi... ix Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xiv Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan... I-1 B. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.59/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 TENTANG BAKU MUTU LINDI BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN Menimbang : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi

Lebih terperinci

POTENSI HIDROLOGI DANAU DAN LAHAN GAMBUT SEBAGAI SUMBERDAYA AIR (STUDI KASUS: DANAU AIR HITAM, PEDAMARAN, OKI)

POTENSI HIDROLOGI DANAU DAN LAHAN GAMBUT SEBAGAI SUMBERDAYA AIR (STUDI KASUS: DANAU AIR HITAM, PEDAMARAN, OKI) POTENSI HIDROLOGI DANAU DAN LAHAN GAMBUT SEBAGAI SUMBERDAYA AIR (STUDI KASUS: DANAU AIR HITAM, PEDAMARAN, OKI) Muh Bambang Prayitno dan Sabaruddin Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek 3.1.1 Kondisi Administratif Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan kemajuan zaman serta bertambahnya jumlah penduduk dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan kemajuan zaman serta bertambahnya jumlah penduduk dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan zaman serta bertambahnya jumlah penduduk dengan pesat maka permintaan akan barang dan jasa yang berasal dari sumber daya air akan meningkat.

Lebih terperinci

NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO SERI. E

NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 16 2008 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI LABORATORIUM LINGKUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa melestarikan

Lebih terperinci

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL PEMRAKARSA NAMA DOKUMEN PT. ASIATIC PERSADA Kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahannya NO. PERSETUJUAN & TANGGAL Komisi Penilai AMDAL Propinsi Jambi Nomor:274/2003,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi menimbulkan permasalahan bagi kelestarian lingkungan hidup. Aktivitas manusia dengan berbagai fasilitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DAFTAR PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM. - Mg/l Skala NTU - - Skala TCU

LAMPIRAN 1 DAFTAR PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM. - Mg/l Skala NTU - - Skala TCU 85 LAMPIRAN 1 PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR : 416/MENKES/PER/IX/1990 TANGGAL : 3 SEPTEMBER 1990 DAFTAR PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. No Parameter Satuan A. FISIKA Bau Jumlah

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Bahan Pencemar Limbah Cair Yang Dibuang ke Perairan Hasil analisis karakteristik sifat fisika, kimia, dan mikrobiologi pada masingmasing lokasi pengambilan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT No Seri D

LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT No Seri D LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT No. 27 2000 Seri D PERATURAN DAERAH JAWA BARAT NOMOR : 39 TAHUN 2000 TENTANG PERUNTUKAN AIR DAN BAKU MUTU AIR PADA SUNGAI CITARUM DAN ANAK-ANAK SUNGAINYA DI JAWA BARAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi baru sesuai Undang - Undang No. 27 tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Wilayah provinsi ini meliputi Pulau Bangka,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 75% dari berat

Lebih terperinci

PENENTUAN STATUS PENCEMARAN KUALITAS AIR DENGAN METODE STORET DAN INDEKS PENCEMARAN (Studi Kasus: Sungai Indragiri Ruas Kuantan Tengah)

PENENTUAN STATUS PENCEMARAN KUALITAS AIR DENGAN METODE STORET DAN INDEKS PENCEMARAN (Studi Kasus: Sungai Indragiri Ruas Kuantan Tengah) PENENTUAN STATUS PENCEMARAN KUALITAS AIR DENGAN METODE STORET DAN INDEKS PENCEMARAN (Studi Kasus: Sungai Indragiri Ruas Kuantan Tengah) Chitra Hermawan Program Studi Teknik Sipil, Universitas Islam Kuantan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang BAB II TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Air 2.1.1 Air Bersih Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang dinamakan siklus hidrologi. Air yang berada di permukaan menguap ke langit, kemudian

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2003 NOMOR : 6 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 6 TAHUN 2005 T E N T A N G

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2003 NOMOR : 6 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 6 TAHUN 2005 T E N T A N G BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2003 NOMOR : 6 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 6 TAHUN 2005 T E N T A N G BAKU MUTU AIR LAUT DI PERAIRAN KOTA CILEGON Menimbang : a. bahwa air laut merupakan salah satu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 23 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di TPST Sampah Bantargebang, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, yang meliputi tiga kelurahan,

Lebih terperinci

Hasil uji laboratorium: Pencemaran Limbah di Karangjompo, Tirto, Kabupaten Pekalongan Oleh: Amat Zuhri

Hasil uji laboratorium: Pencemaran Limbah di Karangjompo, Tirto, Kabupaten Pekalongan Oleh: Amat Zuhri Hasil uji laboratorium: Pencemaran Limbah di Karangjompo, Tirto, Kabupaten Pekalongan Oleh: Amat Zuhri Semua limbah yang dihasilkan home industry dibuang langsung ke sungai, selokan atau, bahkan, ke pekarangan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN:

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN: PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (217), Hal. 31 36 ISSN: 2337-824 Uji Perbandingan Kualitas Air Sumur Tanah Gambut dan Air Sumur Tanah Berpasir di Kecamatan Tekarang Kabupaten Sambas Berdasarkan Parameter

Lebih terperinci

METODE SAMPLING & PENGAWETAN SAMPEL

METODE SAMPLING & PENGAWETAN SAMPEL METODE SAMPLING & PENGAWETAN SAMPEL PENDAHULUAN Memegang peranan sangat penting akan mempengaruhi data hasil analisis. Apabila terdapat kesalahan dalam pengambilan contoh, maka contoh yang diambil tidak

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci