RINGKASAN EKSEKUTIF. Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Kulon Progo Tahun Pendahuluan
|
|
- Erlin Atmadjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1
2 RINGKASAN EKSEKUTIF Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Kulon Progo Tahun 2016 Pendahuluan Permasalahan lingkungan mulai ramai diperbincangkan dan diperhatikan sejak terselenggaranya Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup di Stockholm, Swedia pada tanggal 15 Juni Di Indonesia tonggak sejarah masalah lingkungan hidup dimulai dari diselenggarakannya Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional oleh Universitas Padjajaran Bandung pada tanggal Mei Faktor terpenting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia atau laju pertumbuhan penduduk (Humairah, 2011). Pertumbuhan manusia erat kaitannya dengan pembangunan. Semakin besar pertumbuhan manusia, maka semakin besar adanya pembangunan. Pembangunan yang tidak memperhatikan masalah lingkungan hidup tentu akan berdampak pada aspek sumber daya alam itu sendiri. Setiap wilayah memiliki karakteristik lingkungan hidup yang berbeda, baik dari sisi sumber daya alam yang tersedia maupun cara masyarakatnya untuk mengelola lingkungan itu sendiri, seperti halnya dengan Kabupaten Kulon Progo. Kabupaten Kulon Progo memiliki keragaman konfigurasi fisik lingkungan yang komplek, mulai dari wilayah perbukitan, dataran rendah, pesisir, dan laut. Setiap konfigurasi memiliki karakteristik lingkungan hidup yang berbeda-beda. Sehingga berbagai permasalahan dan isu lingkungan hidup muncul di Kabupaten Kulon Progo. 1
3 Ringkasan ini ditekankan pada pembahasan isu-isu prioritas lingkungan hidup yang ada di Kabupaten Kulon Progo. Selain itu ringkasan ini juga menjelaskan tentang tataguna lahan, kualitas air, kualitas udara, risiko bencana, dan permasalahan perkotaan. Kemudian untuk mendukung upaya peningkatan kualitas lingkungan hidup, Kepala Daerah Kabupaten Kulon Progo membuat inisiatif atau inovasi daerah dalam bentuk produk atau program yang berbasis lingkungan. Tujuan Penyusunan Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hiidup Daerah Kabupaten Kulon Progo bertujuan untuk: 1. memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup di Kabupaten Kulon Progo. 2. memberikan gambaran yang nyata kepada masyarakat tentang kondisi lingkungan hidup di daerahnya, dengan harapan masyarakat memiliki kemudahan untuk merencanakan dan memperhatikan pengelolaan lingkungan hidup di daerahnya. 3. mengukur perkembangan dan kemajuan lingkungan hidup di Kabupaten Kulon Progo. Metode Penyusunan Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah menggunakan metode literatur dan collecting data. Pengumpulan data dilakukan dengan cara membaca literatur baik dari buku, internet, maupun data primer yang menunjang dari instansi-instansi pemerintah Kabupaten Kulon Progo. Kemudian dalam pembahasan laporan menggunakan pendekatan PSR (Pressure State and Response). Pressure yaitu tekanan yang terjadi terhadap lingkungan di Kabupaten Kulon Progo akibat dari kegiatan manusia. State atau kondisi pengelolaan lingkungan yaitu keadaan pengelolaan lingkungan sebagai pengaruh dari kegiatan yang dilakukan pada lingkungan dilihat dari kondisi pengelolaan pada ruang terbuka hijau, hutan kota, air 2
4 permukaan, air tanah, udara, serta laut dan pesisir yang ada di Kabupaten Kulon Progo. Response yaitu upaya yang dilakukan untuk menanggulangi dampak tekanan dan kondisi lingkungan dilihat dari peran serta masyarakat dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup. Isu Prioritas Pengelolaan Lingkungan Hidup Perumusan isu prioritas dilakukan oleh pemangku kebijakan daerah Kabupaten Kulon Progo dengan pendekatan PSR (Pressure State and Response). Langkahlangkah dalam penyusunan isu prioritas dilakukan dengan cara: 1. Mereview kembali draf rumusan dari isu prioritas. 2. Membandingkan catatan antar pemangku kebijakan. 3. Merumuskan isu prioritas berdasarkan pendekatan PSR. Berikut isu prioritas yang menjadi kesepakatan antar pemangku kebijakan daerah Kabupaten Kulon Progo: 1. Pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) yang belum menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Secara geografis Kabupaten Kulon Progo dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian utara berupa dataran tinggi/perbukitan Menoreh, bagian tengah berupa perbukitan, dan bagian selatan berupa dataran rendah sampai dengan laut. Oleh karena itu, Kabupaten Kulon Progo memiliki potensi alam yang melimpah. Namun yang menjadi masalah yaitu pengelolaan atau pemanfaatan sumber daya alam memiliki dampak negatif terhadap lingkungan hidup Kabupaten Kulon Progo, Efek negatif yang timbul yaitu adanya pencemaran lingkungan berupa pencemaran air dan tanah, bahkan kerusakan lahan. Dengan kata lain, pemanfaatan sumber daya alam yang ada di Kabupaten Kulon Progo masih belum memperhatikan aspek pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa harus mengurangi kemampuannya untuk memenuhi 3
5 kebutuhan dari generasi yang akan datang. Kelestarian lingkungan yang tidak dijaga, akan menyebabkan daya dukung lingkungan berkurang, bahkan akan hilang. Sebagaimana tencantum dalam SDGs (Sustainable Depelopment Goals) poin 14 dan 15 yang berbunyi: Goals 14 Melestarikan dan menggunakan samudera, lautan serta sumber daya laut secara berkelanjutan untuk pembangunan berkelanjutan. Goals 15 Melindungi, memperbarui, serta mendorong penggunaan ekosistem daratan yang berkelanjutan, mengelola hutan secara berkelanjutan, memerangi penggurunan, menghentikan dan memulihkan degradasi tanah, serta menghentikan kerugian keanekaragaman hayati. Upaya pemerintah dalam menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Kulon Progo tahun bahwa sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan modal utama dalam pembangunan daerah dan sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan. Dalam RPJP juga tertuang tentang peraturan pemanfaatan sumber daya alam baik sumber daya alam terbarukan maupun sumber daya alam tidak terbarukan. Pemanfaatan sumber daya alam terbarukan disebutkan bahwa sumber daya alam terbarukan, baik di darat dan di laut, harus dikelola dan dimanfaatkan secara rasional, optimal, efisien, dan bertanggung jawab dengan mendayagunakan seluruh fungsi dan manfaat secara seimbang. 2. Maraknya kegiatan penambangan di kawasan perbukitan Menoreh. Perbukitan Menoreh terletak di ujung utara pegunungan Kulon Progo di sebelah barat perbatasan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Perbukitan menoreh memiliki berbagai fungsi, antara lain fungsi hidrologis, fungsi geologis, fungsi biologis dan ekologis, serta fungsi ekonomis. Selain fungsi-fungsi tersebut, Perbukitan Menoreh juga kaya akan hasil tambang mulai dari marmer merah, andesit, dan mangan. Menurut catatan sejarah, penambangan mangan di perbukitan Menoreh sudah dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda sekitar tahun
6 Gambar Kawasan Bekas Penambangan Mangan di Kabupaten Kulon Progo Sumber: Beberapa penambangan yang dilakukan di Perbukitan Menoreh saat ini seperti penambangan marmer merah, mangan dan andesit. Penambangan tersebut dilakukan dalam skala kecil maupun besar. Maraknya penambangan membawa dampak negatif terhadap kerusakan lingkungan. Untuk mengatasi maraknya penambangan di Kabupaten Kulon Progo maka disusun Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam Perda tersebut sudah diatur mengenai perizinan usaha pertambangan, pelaksanaan penambangan, hingga pemantauan penambangan. Maksud disusunnya Peraturan Daerah ini adalah untuk menjamin agar pemanfaatan potensi mineral dan batubara dapat dilaksanakan berdasarkan pada azas manfaat, keadilan dan keseimbangan, partisipatif, transparan, berkelanjutan, serta berwawasan lingkungan melalui kegiatan pengaturan, pembinaan, pengawasan, penertiban, dan pengendalian. 5
7 3. Pembangunan Mega Proyek (Bandara, Penambangan Pasir Besi, Jalur Jalan Lintas Selatan/JJLS, Pelabuhan) dan Pengembangan Kawasan Industri Sentolo (KIS) yang mempengaruhi laju alih fungsi lahan dan keberlanjutan fungsi ekologi-sosial daerah terdampak. Pembangunan Mega Proyek yang telah berjalan di Kabupaten Kulon Progo dipastikan berpengaruh pada laju alih fungsi lahan hijau menjadi lahan terbangun yang semakin tinggi dan akan berdampak pada kelanjutan fungsi ekologi-sosial daerah setempat. Terdapat empat mega proyek yang sedang berlangsung di Kabupaten Kulon Progo meliputi pembangunan Bandara Internasional di Kecamatan Temon, penambangan pasir besi berada di Kecamatan Temon, Kecamatan Wates, Kecamatan Panjatan, dan Kecamatan Galur, JJLS (Jalur Jalan Lintas Selatan) sepanjang 122,9 kilometer, serta Pelabuhan Tanjung Adikarto di Kecamatan Temon. Ditetapkannya Kecamatan Sentolo sebagai kawasan industri merupakan peluang yang sangat besar bagi perkembangan Sentolo dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Diharapkan dengan berdirinya perusahaan-perusahaan akan banyak menyerap tenaga kerja lokal yang pada akhirnya terjadi peningkatan perekonomian masyarakat dan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian berbagai kegiatan tersebut berdampak negatif bagi lingkungan hidup, seperti terjadi pencemaran air, udara dan tanah. Untuk mencegah permasalahan lingkungan hidup, maka setiap perusahaan wajib melakukan AMDAL atau penyusunan dokumen lingkungan hidup yang lain. Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 6
8 4. Kondisi topografis dan geografis Kulon Progo yang rawan bencana longsor di daerah utara dan banjir di daerah selatan. Wilayah bagian utara Kabupaten Kulon Progo yang memiliki kondisi perbukitan merupakan kawasan yang rentan terhadap bencana tanah longsor. Bagian selatan Kabupaten Kulon Progo merupakan wilayah pantai sepanjang 24,9 km, dan apabila musim penghujan merupakan kawasan rawan bencana banjir. Berbagai upaya dilakukan pemerintah dalam mengatasi bencana tanah longsor dan banjir. Pada bencana tanah longsor, BPBD bekerja sama dengan TNI dan polisi untuk memantau lokasi bencana dan memberikan penanganan darurat dalam mengatasi lokasi tanah longsor seperti mengevakuasi, membersihkan area bencana, dan mendirikan posko untuk masyarakat/korban bencana. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi banjir di area persawahan adalah dengan memfasilitasi pompa air kepada petani agar dapat mengurangi tinggi genangan air dengan cara menyedot dan membuang ke aliran sungai. Analisis Pressure, State, dan Response Isu Lingkungan Hidup Daerah Analisis ini membahas tentang tataguna lahan, kualitas air, kualitas udara, risiko bencana, dan perkotaan. Tataguna Lahan Tataguna lahan atau land use merupakan pengaturan/suatu upaya perencanaan penggunaan lahan yang memerlukan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya untuk pembagian wilayah terhadap fungsi-fungsi tertentu. Perencanaan tataguna lahan pada suatu wilayah diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah, kemudian dalam cakupan kabupaten disebut sebagai Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten atau RTRWK. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) tutupan lahan dibedakan menjadi empat yaitu tutupan lahan vegetasi, tutupan lahan area terbangun, tutupan lahan tanah terbuka, dan tutupan lahan badan air. Sedangkan 7
9 berdasarkan nama kawasan dibedakan menjadi dua yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Dalam bidang pengembangan pesisir dan pengelolaan hasil laut di Kabupaten Kulon Progo fokus pada Pantai Trisik, Pantai Karangwuni, Pantai Glagah, dan Pantai Congot. Saat ini daerah pantai juga dikembangkan untuk kawasan hutan mangrove yang berada di dua lokasi yaitu Jangkaran Kecamatan Temon dan Banaran Kecamatan Galur. Gambar Hutan Mangrove Wana Tirta, Pasir Mendit, Jangkaran Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progo Luas penggunaan lahan utama di Kabupaten Kulon Progo terbesar yaitu untuk non pertanian. Berdasarkan fungsinya, hutan negara di Kabupaten Kulon Progo terdiri dari hutan produksi, hutan lindung, dan suaka margasatwa dengan luasan terbesar berupa hutan produksi seluas 601,5 Ha. Luas perubahan penggunaan lahan terbesar yaitu permukiman sebesar 29,71 hektar. Jenis pemanfaatan lahan di Kabupaten Kulon Progo meliputi empat bidang, yaitu tambang, perkebunan, pertanian, dan pemanfaatan hutan. Pengukuran kualitas lahan dilakukan di Kecamatan Lendah dengan mengambil 10 titik pengujian. Berdasarkan hasil uji yang dilakukan oleh Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon Progo ada tujuh parameter yang diukur yaitu Berat Isi, Porositas Total, Derajat Pelulusan Air, ph, Daya Hantar Listrik (DHL), Redoks, dan jumlah Mikroba. Berdasarkan tujuh parameter tersebut terdapat parameter yang melebihi ambang kualitas tanah yaitu Derajat Pelulusan Air. 8
10 Lahan kritis merupakan lahan yang sangat tandus dan gundul dengan tingkat kesuburan yang sangat rendah, sehingga tidak dapat digunakan sebagai lahan pertanian. Berikut data lahan kritis di Kabupaten Kulon Progo: Kalibawang 12% Samigaluh Nanggulan 9% 2% LAHAN KRITIS Temon 15% Wates 6% Girimulyo 9% Kokap 3% Pengasih 5% Sentolo 9% Lendah 3% Galur 14% Panjatan 13% Gambar Persentase Luas Lahan Kritis di dalam dan Luar Kawasan Hutan Per Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo Pemerintah Kabupaten Kulon Progo sudah berupaya dalam pengelolaan lahan kritis yang ditandai dengan menurunnya luas lahan kritis. Pada tahun 2016 dilakukan penghijauan dengan menanam pohon yang berlokasi di sepuluh kecamatan di Kabupaten Kulon Progo. Di Kecamatan Peengasih seluas 22,54 hektar dan Wates seluas 0,96 hektar bertujuan untuk memperbanyak ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan dengan harapan lahan serapan air hujan semakin banyak. Beberapa manfaat kegiatan penghijauan antara lain memulihkan produktivitas tanah pada lahan kritis, memperluas lahan serapan air hujan, dan meminimalisir terjadinya longsor. Kualitas Air Kualitas air menjadi bagian bagian yang penting dalam isu pengembangan sumberdaya air. Kualitas air mencakup keadaan fisik, kimia, dan biologi yang dapat mempengaruhi ketersediaan air untuk kehidupan manusia, pertanian industri, rekreasi, dan pemanfaatan air lainnya (Chay Asdak, 2014:497). Dalam dokumen ini dibahas empat kualitas air, yaitu kualitas air sungai, kualitas air tanah, kualitas air laut, dan kualitas air waduk. 9
11 Pengukuran kualitas air Sungai Serang pada tahun 2016 dilakukan tiga kali pemantauan yaitu pada bulan Juli, September dan Oktober. Pengujian dilakukan pada lima titik yaitu lokasi 1 Sungai Serang (Pekik Jamal Bojong IX Panjatan), lokasi 2 Sungai Serang (Jembatan Durungan Wates), lokasi 3 Sungai Serang (Pendem Sidomulyo Pengasih), lokasi 4 Sungai Serang (Kamal Karangsari Pengasih), dan lokasi 5 Sungai Serang (Kedung Galih Pengasih). Pengukuran kualitas air sungai didasarkan pada Peraturan Gubernur DIY No 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air di Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara garis besar dapat disimpulkan kualitas air Sungai Serang di Kabupaten Kulon Progo mengalami penurunan kualitas, penyebab terbesar adanya pencemaran limbah baik limbah industri maupun limbah domestik. Hal ini ditunjukkan oleh hasil uji dari beberapa parameter yang memiliki nilai diatas baku mutu air sungai. Pada pengamatan kualitas air tanah dilakukan pengambilan sampel pada 25 titik dengan hasil yang tidak memenuhi baku mutu yaitu timbal, mangan, seng, fluorida, nitrit, fecal coliform, dan total coliform. Pengukuran parameter didasarkan pada Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengukuran kualitas air laut dilakukan di tiga pantai yaitu Pantai Glagah, Pantai Trisik, dan Pantai Congot. Pantai Glagah dilakukan dua kali pengambilan sampel, sehingga ada empat titik pengambilan sampel. Pengukuran kualitas air laut menggunakan tiga parameter yaitu parameter fisika, kimia, dan biologi. Pengukuran kualitas air laut tahun 2016 hanya dilakukan dengan mengukur dua parameter yaitu parameter fisika dan kimia. Parameter fisika meliputi warna, bau, kekeruhan, TSS, dan temperatur. Parameter kimia meliputi ph, salinitas, DO, BOD, amonia, nitrat, fosfat, sulfida, dan fenol. Berdasarkan hasil uji dapat disimpulkan, kualitas air laut di Kabupaten Kulon Progo tergolong baik, namun terjadi penurunan disbanding tahun Pengukuran kualitas air waduk di Waduk Sermo dilakukan sebanyak lima kali pengambilan sampel dengan parameter temperatur, ph, TDS, NO2, NO3, detergen, dan total coliform. Kesimpulan dari pengukuran kualitas air waduk menunjukkan air 10
12 Waduk Sermo tergolong baik dan masih layak untuk air baku air minum PDAM Kulon Progo. Dalam pengelolaan sumberdaya air diperlukan pemahaman secara menyeluruh antara daerah hulu dan daerah hilir. Akan tetapi yang menjadi permasalahan, tidak semua DAS di Kabupaten Kulon Progo terdapat pada lingkup satu Kabupaten, seperti halnya Sungai Progo yang melewati beberapa kabupaten. Dimana tiap kabupaten memiliki kebijakan tersendiri. Adapun yang dapat diminimalisir yaitu adanya pencemaran limbah. Kualitas Udara Udara merupakan salah satu sumberdaya alam non hayati yang di dalam ekosistem merupakan lingkungan fisik yang mempunyai hubungan timbal balik dengan makhluk hidup, baik itu manusia, hewan, tumbuhan maupun mikroba. Pemantauan kualitas udara ambien tahun 2016 dilakukan di lima lokasi. Pemantauan dilakukan dua periode yaitu Bulan Maret dan Bulan Oktober. Parameter yang dipantau adalah Sulfur Dioksida (SO2), Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Dioksida (NO2), Ozon (O3), dan Total Suspended Particulates (TSP). Berdasarkan hasil analisis parameter-parameter tersebut di atas dibandingkan dengan Standar Baku Mutu Udara Ambien Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang tertuang dalam Lampiran Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 153 Tahun 2002 menunjukkan bahwa kualitas udara ambien tergolong aman atau masih dibawah baku mutu yang ditetapkan. Risiko Bencana Berdasarkan pengertian bencana dan risiko bencana, maka bencana dapat dibedakan menjadi bencana alam, non alam, dan bencana sosial. Bencana yang terjadi di Kabupaten Kulon Progo yaitu bencana alam dan bencana sosial. Pada tahun 2016 terjadi dua bencana alam di Kabupaten Kulon Progo yaitu bencana banjir dan tanah longsor. Bencana banjir terjadi di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Wates, Kecamatan Panjatan, dan Kecamatan Lendah. Total area yang terendam seluas 520 ha, dengan kerugian mencapai Rp ,-. Kecamatan yang memiliki dampak bencana 11
13 banjir terbesar yaitu Kecamatan Lendah. Tanah longsor terjadi di enam kecamatan, yaitu Kecamatan Lendah, Kecamatan Sentolo, Kecamatan Kokap, Kecamatan Girimulyo, Kecamatan Nanggulan, dan Kecamatan Samigaluh. Perkiraan kerugian dari tanah longsor mencapai Rp ,-. Dalam mengatasi bencana yang terjadi di Kabupaten Kulon Progo, BPBD dan Dinas Kesehatan berkoordinasi untuk membantu korban bencana dengan pemberian bantuan kepada korban bencana maupun warga yang terdampak. Selain itu, pemerintah membuat peta rawan bencana. dan melakukan mitigasi bencana dengan penyuluhan dan simulasi kepada masyarakat yang bertujuan untuk bersiapsiaga terhadap bencana alam. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror. Bencana sosial yang terkait dengan lingkungan hidup yaitu adanya konflik masyarakat dengan perusahaan, terkait adanya pencemaran limbah yang dapat mengganggu lingkungan tempat tinggal masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut, Kantor Lingkungan Hidup menindaklanjuti aduan masyarakat dan berupaya memberikan peringatan pada perusahaan yang melanggar. Perkotaan Penduduk kota di Kabupaten Kulon Progo sebesar jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar jiwa dan penduduk perempuan sebesar jiwa. Jika dipersentase jumlah penduduk kota di Kabupaten Kulon Progo sebesar 17 persen dari seluruh jumlah penduduk. Oleh karena itu, penduduk Kabupaten Kulon Progo mayoritas adalah penduduk desa. Beberapa permasalahan yang muncul di perkotaan yaitu kepadatan penduduk yang berdampak pada daya dukung lingkungan hidup, seperti munculnya permukiman kumuh; kemiskinan; kesehatan; dan timbunan sampah. Salah satu solusi untuk mengatasi permasalan kependudukan yaitu pendidikan, sehingga besarnya penduduk diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. 12
14 Adanya permukiman kumuh perkotaan di Kabupaten Kulon Progo juga merupakan suatu hal yang perlu mendapatkan penanganan dan perhatian. Luas permukiman kumuh perkotaan di Kabupaten Kulon Progo adalah 293,79 Ha. Berdasarkan SK Bupati No 224/A/2016 luasan tersebut tersebar di 14 titik lokasi yang meliputi 10 Desa/Kelurahan di 5 Kecamatan. Untuk menangani hal tersebut maka disusun Dokumen Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Pemukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) yang difokuskan pada penanganan permukiman kumuh di perkotaan. RP2KPKP di Kabupaten Kulon Progo memfokuskan pada penanganan limbah, pembangunan septik tank, dan pembangunan rumah layak huni, dengan harapan dapat menciptakan permukiman perkotaan yang bersih, indah, dan sehat. Produksi sampah di Kabupaten Kulon Progo tiap harinya mencapai 160,3 ton dengan produksi terbesar yaitu daerah perkotaan dan daerah padat penduduk seperti Kecamatan Wates, Sentolo dan Pengasih. Banyaknya produksi sampah tersebut, hanya 33 persen sampah yang dapat diolah. Sampah organik dapat diolah menjadi pupuk kompos, sedangkan sampah anorganik hanya dilakukan pengepresan. Oleh karena itu, permasalahan sampah memerlukan banyak perhatian dari pemerintah agar permasalahan sampah dapat teratasi dengan baik dan tercipta lingkungan yang sehat. Inovasi Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Kulon Progo membuat beberapa inovasi tentang pengelolaan lingkungan hidup yang bermanfaat bagi kelestarian lingkungan dan menunjang perekonomian masyarakat. Beberapa inovasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : 13
15 PELESTARIAN VARIETAS UNGGUL LOKAL Inovasi Pengelolaan Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo CETAK SAWAH BARU PEMBANGUNAN EMBUNG INDIKASI GEOGRAFIS Gambar Inovasi Daerah Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Kulon Progo Tahun Inovasi pada gambar diatas merupakan program pemerintah yang dalam implementasinya melibatkan masyarakat setempat untuk menjaga dan meneruskan program-program tersebut. Terdapat juga kegiatan hasil peran serta masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan. Kegiatan tersebut adalah upaya dalam hal pengelolaan sampah yang terwadahi dalam Jejaring Pengelola Sampah Mandiri (JPSM). Selain masyarakat dan instansi pemerintah, pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Kulon Progo juga melibatkan pihak swasta / dunia usaha yaitu penghijauan/konservasi pesisir, berupa penanaman vegetasi pantai terutama mangrove di wilayah Jangkaran, Temon serta penghijauan untuk konservasi lahan kritis. Dengan adanya kerjasama antara pihak pemerintah daerah, masyarakat, perguruan tinggi, dunia usaha maupun LSM diharapkan seluruh program dan kegiatan yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Kulon Progo dapat terlaksana dengan baik. 14
16 Penutup Sajian pada ringkasan eksekutif ini berisi gambaran singkat dari Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Kulon Progo tahun Kabupaten Kulon Progo memiliki potensi yang tinggi dalam hal sumber daya alam dan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan daerah memerlukan perencanaan yang baik agar tidak menimbulkan permasalahan lingkungan hidup. Perencanaan yang baik merupakan perencanaan yang menggunakan dasar peraturan terkait dari peraturan pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Dibutuhkan kerjasama antara pemerintah dan masayrakat dalam menjaga dan mengelola lingkungan hidup agar sumber daya yang ada di lingkungan Kabupaten Kulon Progo tetap lestari. 15
17
DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar
DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon
Lebih terperinciDAFTAR ISI Halaman Judul i Pernyataan Isu Prioritas Daerah. ii Kata Pengantar iii Daftar Isi. iv Daftar Tabel v Daftar Gambar vii Daftar Lampiran. ix Bab I Pendahuluan. 1 1.1 Latar Belakang. 1 1.2 Profil
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek
BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek 3.1.1 Kondisi Administratif Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten dari
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN KHUSUS Kawasan Outbound Training di Kabupaten Kulon Progo 3.1 TINJAUAN KONDISI UMUM KABUPATEN KULON PROGO
BAB III TINJAUAN KHUSUS Kawasan Outbound Training di Kabupaten Kulon Progo Kawasan outbound training di Kabupaten Kulon Progo merupakan kawasan pusat di alam terbuka yang bertujuan untuk mewadahi kegiatan
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN A. PROFIL KABUPATEN KULON PROGO Berdasarkan website resmi Pemerintah Kabupaten Kulon Progo (www.kulonprogo.go.id), profil daerah Kabupaten Kulon Progo yaitu: 1. Kondisi
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kabupaten Kulonprogo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di propinsi Daerah Istimewa
Lebih terperinciDATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
Lampiran II. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : Tanggal : DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Tabel-1. Lindung Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA
DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso
KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah
Lebih terperinciSTATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008
LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008 DITERBITKAN DESEMBER 2008 DATA OKTOBER 2007 SEPTEMBER 2008 PEMERINTAH KOTA DENPASAR PROVINSI BALI KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik yang saling terkait satu sama lain. di bumi ada dua yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Kedua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan penting pada pemenuhan kebutuhan makhluk hidup untuk berbagai keperluan. Suplai air tersebut dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. infrastruktur, ekonomi, kapasitas sumber daya, dan lain-lain.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pelaksanaan Otonomi Daerah, setiap daerah dituntut untuk lebih meningkatkan potensi-potensi yang dimilikinya dalam rangka peningkatan perekonomian
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN LOKASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
BAB IV TINJAUAN LOKASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 4.1. Letak geografis wilayah Yogyakarta 1 Secara geografis Daerah Istimewa Yogyakarta terletak diantara 7 33-8 15 Lintang Selatan dan 110 5-110 50 Bujur
Lebih terperinciTabel 2.8 Realisasi Fisik dan Keuangan Kegiatan Urusan Kehutanan Dinas Pertanian dan Kehutanan Tahun 2015
2. Urusan Kehutanan 1) Realisasi Fisik dan Keuangan Pada tahun 2015, Program dan Kegiatan Urusan Kehutanan yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan berjumlah 2 program yang terbagi menjadi
Lebih terperinciLAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2014 DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2010
LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2014 DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2010 PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Lebih terperinciBAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA
DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Penulisan Laporan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and Development UNCED) di Rio
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Secara alamiah, hubungan timbal balik tersebut terdapat antara manusia sebagai individu dan manusia sebagai
Lebih terperinci- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR
- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya
Lebih terperinci*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER
Lebih terperinciBUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL
DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan kemajuan zaman serta bertambahnya jumlah penduduk dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan zaman serta bertambahnya jumlah penduduk dengan pesat maka permintaan akan barang dan jasa yang berasal dari sumber daya air akan meningkat.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kakao merupakan tanaman perkebunan yang memiliki peran cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah selatan DI Yogyakarta merupakan bentangan pantai sepanjang lebih dari 113 km, meliputi wilayah Kabupaten Bantul, Kulon Progo, dan Gunung Kidul yang dapat dimanfaatkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika pembangunan yang berjalan pesat memberikan dampak tersendiri bagi kelestarian lingkungan hidup Indonesia, khususnya keanekaragaman hayati, luasan hutan dan
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.
PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar
Lebih terperinciMAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)
MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan
Lebih terperinciRENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO
RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO Oleh: Firman Dermawan Yuda Kepala Sub Bidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH I. Gambaran Umum DAS Barito Daerah Aliran Sungai (DAS)
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciBERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan
25 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Situ Sawangan-Bojongsari, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat. Waktu penelitian adalah 5
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan hidup dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber dan penunjang
Lebih terperinci20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi banjir ialah aliran air sungai yang tingginya melebih muka air normal, sehinga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN
BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Kabupaten Kulonprogo dengan ibu kotanya berada di Kota Wates memiliki luas wilayah 598.627.512 ha (586,28 km 2 ), terdiri dari 12 kecamatan 87 desa,
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN WILAYAH KULON PROGO
BAB III TINJAUAN WILAYAH KULON PROGO III.1 Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta Lokasi studi perancangan Sekolah Luar Biasa Tipe G/A-B direncanakan berlokasi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tinjauan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. 1. Visi dan Misi Pembangunan Daerah MASYARAKAT KABUPATEN KULON PROGO YANG MAJU,
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Deskripsi Wilayah Kabupaten Kulon Progo 1. Visi dan Misi Pembangunan Daerah a. Visi Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025 disebutkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas hutan Indonesia sebesar 137.090.468 hektar. Hutan terluas berada di Kalimantan (36 juta hektar), Papua (32 juta hektar), Sulawesi (10 juta hektar) Sumatera (22 juta
Lebih terperinciPENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA
PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA Disampaikan dalam Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Dosen: PELATIHAN DAN SOSIALISASI PEMBUATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAAN. A. Latar Belakang. Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di
I. PENDAHULUAAN A. Latar Belakang Kabupaten Kulon Progo merupakan bagian dari wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di Barat dan Utara, Samudra
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan
Lebih terperinciDaftar Isi. halaman Kata Pengantar... i Pendahuluan... iii Daftar Isi... ix Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xiv
Daftar Isi halaman Kata Pengantar... i Pendahuluan... iii Daftar Isi... ix Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xiv Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan... I-1 B. Keanekaragaman
Lebih terperinciDaftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan
Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan halaman Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu komponen dalam upaya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu komponen dalam upaya pembangunan suatu wilayah. Transportasi menjadi sektor tersier, yaitu sektor yang menyediakan jasa pelayanan
Lebih terperinciBAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI
BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi
Lebih terperinciContoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA
Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Disusun oleh: Mirza Zalfandy X IPA G SMAN 78 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas
Lebih terperinciKeputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung
Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Proyek Tambang Pasir Besi di Kulon Progo
BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Proyek Tambang Pasir Besi di Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo memiliki banyak potensi kekayaan sumber daya alam. Oleh sebab itu, pemerintah Kabupaten Kulon Progo melakukan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1
DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan
Lebih terperinciKATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN
KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.
Lebih terperinciBAB IV TUJUAN DAN SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV TUJUAN DAN SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. VISI DAN MISI DAERAH Visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah adalah sebagai berikut: Visi : MENUJU JAWA TENGAH SEJAHTERA DAN BERDIKARI
Lebih terperincicommit to user BAB I PENDAHULUAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang
Lebih terperinciTIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA
TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA 1 OLEH : Kelompok V Muslim Rozaki (A 231 10 034) Melsian (A 231 10 090) Ni Luh Ari Yani (A 231 10 112) Rinanda Mutiaratih (A 231 11 006) Ismi Fisahri Ramadhani (A 231
Lebih terperinciKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2017
TATACARA PENYUSUNAN a. Tim Penyusun dan Bentuk Dokumen disusun oleh Tim yang dibentuk oleh Kepala Daerah, yang keanggotaannya melibatkan unsur-unsur Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, Perguruan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, keadaan dan mahluk termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Brosot, secara administratif terletak di Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Brosot merupakan akses masuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa sektor pertanian menempati posisi yang penting dalam
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian jika ditinjau dari struktur perekonomian nasional menunjukkan bahwa sektor pertanian menempati posisi yang penting dalam kontribusinya terhadap
Lebih terperinci-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciBUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciGambar 1.1. Peta Potensi Ikan Perairan Indonesia (Sumber
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi DIY mempunyai pantai sepanjang kurang lebih 110 km yang mempunyai potensi sumberdaya perikanan sangat besar. Potensi lestari sumberdaya ikan di Samudra Indonesia
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah
Lebih terperincidan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan
KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan
Lebih terperinciDaftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29
Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciGambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta
IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 4.1. Kondisi Geografis Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6 12' Lintang Selatan dan
Lebih terperinci2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV
xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PERUNTUKAN AIR DAN PENGELOLAAN KUALITAS AIR SUNGAI PEMALI DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto
Lebih terperinciPENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,
Lebih terperinciBUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok merupakan salah satu daerah penyangga DKI Jakarta dan menerima cukup banyak pengaruh dari aktivitas ibukota. Aktivitas pembangunan ibukota tidak lain memberikan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 17.508 dan garis pantai sepanjang 81.000 km, dengan garis pantai yang panjang menyebabkan Indonesia
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK
PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK 2012-2032 BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR
Lebih terperinci