PERANAN ASPEK GEOLOGI SEBAGAI PENYEBAB TERJADINYA LONGSORAN PADA RUAS JALAN POROS MALINO SINJAI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANAN ASPEK GEOLOGI SEBAGAI PENYEBAB TERJADINYA LONGSORAN PADA RUAS JALAN POROS MALINO SINJAI"

Transkripsi

1 Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 3 Desember 2012 : PERANAN ASPEK GEOLOGI SEBAGAI PENYEBAB TERJADINYA LONGSORAN PADA RUAS JALAN POROS MALINO SINJAI ( THE ROLE OF GEOLOGICAL ASPECTS AS THE CAUSE OF LANDSLIDES AT ROAD MALINO - SINJAI) A. M. Imran, Busthan Azikin, dan Sultan Teknik Geologi Universitas Hasanuddin, Makassar Pos-el: mudimran@yahoo.com (Diterima 24 Oktober 2012; Disetujui 01 Desember 2012) ABSTRAK Wilayah studi terletak pada lereng bagian atas di sebelah utara-timurlaut dari puncak Gunung Lompobattang. Wilayah ini sering mengalami longsoran baik skala kecil maupun skala besar pada setiap musim hujan akibat wilayah tersebut relatif kurang stabil. Morfologi wilayah ini merupakan daerah berbukit terjal dengan batuan penyusunnya adalah vulkanik muda. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pemetaan geologi permukaan detail meliputi litologi, morfologi dan struktur geologi. Pengukuran resistivitas batuan dengan alat geolistrik pada dua titik. Pengukuran dilakukan dengan memotong jalan poros Malino Sinjai atau mengikuti kemiringan lereng. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa morfologi wilayah studi sangat terjal dengan kelerengan rata-rata 60O dan ditemukan gawir-gawir. Litologi penyusun adalah breksi vulkanik, tuf dan lava dengan posisi stratigrafi berselingan. Kondisi batuan secara umum telah terlapukkan kuat. Struktur geologi berupa rekahan dan perlapisan dengan dip 25O yang umumnya searah lereng. Berdasarkan analisis tersebut maka disimpulkan bahwa terdapat bidang-bidang gelincir antara lapukan tufa dengan batuan asalnya, diskontinuitas oleh rekahan/patahan dan adanya lapisan lava (impermeabel) diantara lapisan tuf dan breksi vulkanik. Kata kunci : Longsor, batuan vulkanik, bidang gelincir, kontrol geologi ABSTRACT The study area lies on the north-east slope of Lompobattang Mountian. Due to unstabil slope, landslide often occurs both in small and large scale, especially in the rainy season. Morphology consists of steep slope hilly area with lithology of young volcanics.it was applied detail geological surface mapping that is involving lithology, morphology and geological structure. Measuring the resistivity of rocks was done by applying geoelectric resistivity at two locations crossing Manipi Malino road that parallel to the slope.the results revealed that the morphology of the study area is very steep slope with an average 60O and it is found escarpments. Lithology consists of an alternating stratigraphic position between volcanic breccias, tuffs and lavas. Generally the rocks are strongly weathered. Geological structures such as fractures and folds with dip 25O parallel to the slope. Based on the analysis, it is concluded that the are three types of sliding plane: sliding plane lies between soil and tuff, discontinuities of crack and/or fault, and bedding plane between lava and overlying rocks. Keyword : Landslide, volcanic rocks, sliding plane, geological control 185

2 Peranan Aspek Geologi Sebagai Penyebab Terjadinya Longsoran Pada Ruas Jalan Poros Malino Sinjai (A. M. Imran, Busthan Azikin1, Sultan1) PENDAHULUAN Kejadian longsor dinding Kaldera G Bawakaraeng pada tanggal 26 Maret 2004 di Sulawesi Selatan telah meningkatkan kewaspadaan masyarakat yang bertempat tinggal disekitar G Bawakaraeng terhadap bahaya tanah longsor. Longsoran ini menghasilkan sedimen sekitar Juta M³. Jika dilihat batuan penyusun lereng G Bawakaraeng yang relatif masih muda maka wilayah-wilayah yang berada di sekitar lereng G Lompobattang potensi untuk terjadi longsoran. Longsor terjadi setiap tahunnya pada jalur Malino-Sinjai (Gambar 1), sehingga telah mengganggu sistem transportasi pada jalur jalan tersebut. Longsoran yang terjadi pada lereng G Bawakaraeng terakumulasi sekian lama pada aliran sungai dan menampung sementara air sungai yang kemudian menyebabkan banjir bandang sangat dahsyat di Kabupaten Sinjai tahun 2006 lalu. Banjir bandang tersebut menjadi suatu peristiwa yang membutuhkan perhatian bagi para ilmuan karena tidak hanya disebabkan oleh curah hujan yang tinggi tetapi juga oleh adanya longsor di daerah hulu. Pada daerah Sinjai Barat ini banyak ditemukan titik longsor seperti di jalan poros Malino-Sinjai dengan 7 titik longsor yang berdimensi agak besar. Hampir semua wilayah di sekitar G Bawakaraeng mempunyai kemiringan lereng yang besar (Gambar 2) sehingga menjadi salah satu faktor penyebab longsor. Dengan kondisi lereng dan litologi yang rentan terhadap gerakan tanah maka jika dipicu oleh curah hujan dengan intensitas tinggi, turun maka potensi untuk terjadinya longsor akan terjadi seperti di daerah Kompang dan sekitarnya (jalan poros Malino-Sinjai). Material longsoran beserta bawaannya (prasarana, pepohonan dan lain-lain) terbawa masuk ke badan sungai (Sungai Mangottong dan Sungai Kalamisu) yang kemudian terbawa oleh arus sungai yang mempunyai debit besar. Potensi longsor di daerah ini memang cukup besar, hal ini disebabkan kondisi geologi sebagai faktor penyebab sangat berperan, seperti litologi vulkanik muda, yang berada pada lereng yang terjal. Hasil penelitian Dinas Pertambangan dan Energi Prov. Sulawesi Selatan tahun 2001 juga menyebutkan bahwa wilayah Sinjai Barat merupakan wilayah yang rentan terhadap gerakan tanah. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan wilayah tersebut rentan terhadap longsoran yaitu a) topografi yang merupakan pegunungan dengan kelerengan yang cukup terjal; b) kondisi litologi berupa batuan vulkanik muda dan belum terkonsolidasi dengan baik; c) struktur geologi (kekar dan patahan) yang relatif rapat; serta d) tata lahan perladangan/persawahan dan curah hujan yang tinggi yang bertindak sebagai pemicu. Gambar 1. Lokasi Penelitian (jalan Poros Malino Sinjai) dan Kondisi topografi di sekitar Gunung Bawakaraeng, termasuk Kab. Sinjai. 186

3 Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 3 Desember 2012 : U B S T Gambar 2. Kondisi topografi Gunung Bawakaraeng dan sekitarnya yang memperlihatkan kemiringan terjal di bagian puncak. Dari hasil penelitian pendahuluan (2010) disepanjang jalan poros Malino Sinjai menunjukkan bahwa telah terjadi longsoran berdimensi kecil dibeberapa titik (Gambar 3). Dari kejadian longsoran atau yang dikenal dengan runtuhan kaldera di Malino tahun 2004, diawali dengan adanya longsoran-longsoran kecil pada lereng, maka wilayah Sinjai bagian barat perlu waspada pada setiap musim hujan agar terhindar dari bencana banjir bandang seperti tahun 2006 di Kabupaten Sinjai diawali dengan longsoran dibeberapa titik di bagian hulu. Kegiatan ini dilakukan dengan beberapa metode yaitu survei geologi (litologi, struktur dan morfologi) pada daerah-daerah yang teridentifikasi mempunyai potensi longsor dan pada daerahdaerah yang pernah longsor termasuk sebaran, jenis material yang longsor dan asal material longsoran. Pengukuran Geolistrik dilakukan pada lokasi yang diketahui telah pernah mengalami longsoran dan wilayah yang potensial terjadi longsoran. Hal ini selain untuk mengetahui kondisi airtanahnya terutama dimaksudkan untuk mengetahui lapisan batuan jenuh air dan dapat menjadi bidang gelincir. Terdapat dua titik yang telah diukur dan dianggap mewakili dengan bentangan tegak lurus jalan. Lokasi penelitian berada pada jalan poros Malino Manipi yang dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat dari kota Makassar kearah Timur dengan jarak tempuh ± 170 km. Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi tanah longsor di sepanjang jalan poros Manipi Sinjai, antara lain oleh Mahdi (2011). Teridentifikasi wilayah di sekitar G Bawakaraeng memiliki kemiringan lereng yang cukup besar yaitu mencapai 85O. Litologi yang menyusun adalah tuf kasar yang mengalami pengkekaran. Yuwono (1989) mengungkapkan stratigrafi vulkanik G. Bawakaraeng (Formasi vulkanik Lompobattang) terdiri atas perselingan antara aliran lava yang bersifat basaltik (ketebalan mencapai puluhan meter), endapan piroklastik (tuf dan breksi vulkanik) dan endapan lahar. Selanjutnya dikemukakan bahwa ke arah puncak didominasi oleh batuan berupa endapan piroklastik berselingan dengan aliran lava asam dan kadang ditemukan intrusi andesit. Makalah ini berisi hasil penelitian dengan judul Analisis Sebaran Risiko Bencana Tanah Longsor Dan Penanggulangannya Berbasis Masyarakat Di Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan yang dilakukan guna mengevaluasi daerah potensi longsoran dengan maksud meminimalisasi dampak yang akan ditimbulkannya. 187

4 Peranan Aspek Geologi Sebagai Penyebab Terjadinya Longsoran Pada Ruas Jalan Poros Malino Sinjai (A. M. Imran, Busthan Azikin1, Sultan1) Gambar 3. Kejadian longsoran berdimensi kecil menutupi jalan poros Malino Sinjai. Gambar 4 Model bukaan (rekahan) dan scarp yang banyak dijumpai di sekitar Gunung Lompobattang sebagai tanda awal akan terjadinya longsor. 188

5 Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 3 Desember 2012 : KONDISI GEOLOGI DAN LONGSORAN DAERAH PENELITIAN Besar kecilnya longsoran akan tergantung pada kondisi geologi dan mekanisme penyebab longsoran tersebut. Umumnya longsoran besar dipicu oleh getaran yang ditimbulkan gempabumi dan longsoran pada material-material vulkanik. Kondisi geologi daerah penelitian merupakan wilayah yang tidak pernah mengalami gempa yang besare setelah Pleistosen. Oleh karena itu kondisi geologi lainnya seperti litologi, struktur geologi dan topografi memegang peranan penting sebagai penyebab longsoran. Geologi regional menunjukkan bahwa daerah studi disusun oleh batuan vulkanik yaitu Vulkanik Camba, Vulkanik Baturappe-Cindako dan vulkanik Lompobattang (Sukamto & Supriatna, 1982). Daerah penelitian didominasi oleh batuan Vulkanik Lompobattang yang berumur Kuarter. Batuan Vulkanik Lompobattang berasal dari tipe letusan dari Vulkanik Lompobattang ini adalah strato volcanic dengan stratigrafi yang merupakan perselingan antara tuf, breksi vulkanik, breksi laharik dan lava (Yuwono, 1989). Hasil uji kestabilan batuan penyususn wilayah Malino menunjukkan bahwa jika batuannya belum lapuk sempurna dan nilai RQD adalah 49,89%, atau kualitas batuannya tergolong sedang (Mahdi, 2011). Batuan Vulkanik Lompobattang yang ada di Kecamatan Sinjai Barat terdiri atas breksi vulkanik, tuf, aglomerat dan basal porfiri. 1. Breksi vulkanik. Breksi vulkanik merupakan batuan piroklastik yang terdiri atas fragmen dan matriks. Fragmen batuannya umumnya dari batuan beku basa yang berbentuk menyudut dengan ukuran antara mm. Sedangkan matriknya terdiri atas tufa kasar dengan ukuran butir antara 1/16 2mm. 2. Tuf. Batuan ini umumnya tersingkap pada tebingtebing sungai dalam bentuk perlapisan dengan arah perlapisan ke tenggara. Secara megaskopis ukuran butir batuan ini berupa pasir halus dan dinamakan tuf halus karena berasal dari debu vulkanik. Batuan ini umumnya lapuk, tidak kompak dan mudah lepas. 3. Aglomerat Aglomerat merupakan batuan vulkanik yang proses terbentuknya sama dengan breksi vulaknik, hanya saja bentuk fragmennya membundar. Di daerah penelitian aglomerat dijumpai kurang kompak dengan fragmen berukuran antara cm yang berasal dari batuan beku asam dan matriks berupa tuf kasar. 4. Basal Porfiri Batuan ini dijumpai di Sungai Tangka dan sekitarnya serta di Kampung Baru dan sekitarnya di timur laut wilayah penelitian. Dilapangan batuan ini dijumpai telah mengalami retakan atau penkekaran sehingga mudah mengalami pergerakan. Berdasarkan Peta Geologi regional (Sukamto & Supriatna, 1982) di wilayah penelitian banyak ditemukan liniamen yang berarah utara selatan. Arah liniemen tersebut relatif sejajar dengan patahan utama di Sulawesi Selatan yaitu patahan Walanae. Selain patahan minor atau liniemen tersebut dilapangan banyak ditemukan escarpment dan rekahan (crack) dengan lebar bukaan hingga 20 cm (Gambar 4). Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa jalan poros Malino Sinjai yang menjadi obyek penelitian umumnya disusun oleh tuf (Gambar 3) dan sebagian kecil adalah breksi vulkanik (Gambar 3 dan 4a). Secara umum litologi yang mengalami longsoran tidak terbatas pada tuf dan breksi vulkanik saja, namun akan tergantung pada kondisi alam dengan kondisi sebagai berikut: Lereng-Lereng pada kelokan sungai, akibat proses erosi atau penggerusan pada tebing bagian bawah sungai oleh aliran sungai. Kejadian ini telah terjadi pada bagian hulu Sungai Jeneberang yang menyebabkan runtuhnya dinding kaldera Bawakaraeng. Lereng-lereng yang terpotong oleh jalur jalan (khususnya jalan poros Malino Sinjai). Kejadian longsor untuk pemotongan lereng pada jalan poros Malino Sinjai terjadi, pada musim hujan setiap tahun. Daerah yang dilalui struktur patahan yang menjadi kawasan permukiman. Daerah ini dicirikan oleh adanya lembah/sungai dengan lereng curam (> 40O) dan tersusun oleh batuan yang terkekarkan (retakretak) secara intensif, serta ditandai dengan munculnya beberapa mata air pada sungai/ lembah tersebut. Retakan-retakan batuan tersebut dapat mengakibatkan lereng mudah terganggu kestabilannya, sehingga dapat terjadi jatuhan atau luncuran batuan apabila air meresap dalam retakan saat hujan, atau apabila terjadi getaran. 189

6 Peranan Aspek Geologi Sebagai Penyebab Terjadinya Longsoran Pada Ruas Jalan Poros Malino Sinjai (A. M. Imran, Busthan Azikin1, Sultan1) HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor penyebab terjadinya longsor di wilayah penelitian adalah kondisi geologi yang terdiri atas: topografi, litologi, dan struktur geologi. Ketiga parameter tersebut mempunyai peranan yang cukup besar dalam kejadian longsor di daerah penelitian. Berdasarkan analisis AHP Solle (2012) bahwa faktor litologi dan kemiringan lereng merupakan penyebab utama terjadinya longsoran di wilayah DAS Jeneberang. Struktur geologi yang ditemukan di wilayah penelitian antara lain rekahan dan bidang perlapisan. Kemiringan perlapisan batuan adalah sekitar 30O, dan relatif searah dengan kemiringan lereng yang juga mempermudah terjadinya gelinciran. Bukaan rekahan umumnya dari cm hingga 20 cm (Gambar 4). Struktur geologi ini juga sangat berperan terhadap terjadinya gerakan tanah. Sumaryono dan Triyana (2011) menjelaskan bahwa sebaran struktur berupa patahan di sekitar puncak G Bawakaraeng yaitu berupa patahan normal berarah relatif utara selatan sangat intensif dan mudah bergerak terutama jika ada pemicu seperti hujan atau getaran. Gambar 5. Singkapan lava (impermeabel) yang menjadi bidang mengalirnya air bawah permukaan. Petrologi batuan G Api Lompobattang menunjukkan perselingan antara tuf dan lava dan setempat ditemukan breksi vulkanik (Yuwono, 1989). Aliran lava yang ditemukan di lapangan merupakan lapisan yang kedap air (Gambar 5), sedangkan tuf telah mengalami pelapukan kuat membentuk soil tebal. Lava merupakan batuan yang impermeabel sehingga jika ada air dari atas (lapisan soil, tuf dan breksi vulkanik), maka air tersebut akan mengalir pada bidang antara lava bagian atas dengan batuan di atasnya dan dapat bertindak sebagai bidang gelincir. 190 Topografi Wilayah penelitian terletak pada lereng timur G Bawakaraeng yang tersusun oleh batuan vulkanik. Merupakan daerah perbukitan dengan bentuk bentang alam yang sangat menonjol. Delvi (2010) membagi wilayah bentangalam tersebut kedalam 2 (dua) satuan morfologi berdasarkan kemiringan, bentuk morfologinya dan morfometrinya yaitu satuan bentangalam berbukit bergelombang miring dan satuan perbukitan sangat terjal (Gambar 6a).

7 Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 3 Desember 2012 : Gambar 6a. Satuan bentangalam bergelombang miring (bagian depan), danbentang alam perbukitan terjal (latar belakang). Kondisi tersebut mengindikasikan wilayah penelitian rentan dengan longsoran. Satuan bentangalam berbukit bergelombang miring umumnya di bagian timur wilayah studi dan sebagian kecil di bagian barat. Satuan bentangalam ini mempunyai kemiringan lereng antara 14 35O dengan beda tinggi antara meter. Secara umum bentuk lereng miring landai ke arah timur dengan titik tertinggi sekitar 1000 mdpl di sebelah selatan barat daya dan terendah sekitar 400 mdpl di sebelah timur laut. Dengan tebal tanah pelapukannya antara cm. Batuan penyusunnya adalah breksi vulkanik, tuf dan batuan beku. Satuan bentangalam perbukitan sangat terjal menempati umumnya bagian selatan ke arah barat. Satuan ini mempunyai kemiringan lereng antara 35O 85O dengan beda tinggi antara m. Bentuk bentangalam merupakan pegunungan dengan lereng yang terjal dan lembah berbentuk V (ve). Batuan penyusun satuan ini adalah breksi vulkanik dari batuan Gunungapi Lompobattang. Massinai, A. A., dkk. (2010) mengungkapkan bagian barat G Bawakaraeng (DAS Jeneberang) didominasi oleh kelerengan berbukit ( %) dari luas DAS. Penelitian tentang kontrol lereng terhadap kejadian longsor di daerah vulkanik dengan memperlihatkan hal yang sama telah diteliti oleh Kawamura, dkk Mereka menemukan bahwa kegagalan permukaan (longsoran dan erosi) pada daerah vulkanik sangat tergantung pada sudut kemiringan lereng. Topografi daerah penelitian mempunyai kemiringan lereng yang mencapai 85O dan merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan longsoran. Jika terdapat pemicu misalnya curah hujan yang tinggi, maka kondisi akan semakin kritis dan akhirnya akan terjadi longsoran. Litologi/ Batuan Kontrol litologi pada kejadian longsor juga tidak kalah pentingnya. Selain jenis batuannya, tingkat pelapukan dan kompaksi juga memegang peranan penting. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa batuan penyusun wilayah penelitian adalah vulkanik muda (Vulkanik Lompobattang) dan berumur Pleistosen dengan penanggalan umur 2,33 ±0,12 juta tahun sampai 0,77 ± 0,06 juta tahun (Yuwono, 1989). Batuan vulkanik ini belum terkompaksi secara kuat, sehingga daerah ini termasuk rawan longsor. Di lapangan baik dipermukaan maupun hasil test pit menunjukkan pelapukan batuan tersebut tinggi yang ditandai dengan ketebalan soil mencapai > 1 meter. Sutikno (1999) menemukan bahwa longsoran umumnya terjadi pada litologi batuan vulkanik. Hal ini disebabkan sifatnya yang belum terkonsolidasi dengan baik, erodibilitas tinggi, serta porositas dan permeabilitas tinggi. Hasil penelitian Nurjamil, dkk. (2005) mengungkapkan bahwa batuan dengan tingkat pelapukan tinggi akan mempunyai tingkat pengembangan mineral yang besar pula. Batuan dengan tingkat pengembangan (swelling) tinggi akan mudah mengalami longsoran. 191

8 Peranan Aspek Geologi Sebagai Penyebab Terjadinya Longsoran Pada Ruas Jalan Poros Malino Sinjai (A. M. Imran, Busthan Azikin1, Sultan1) Batuan penyusun daerah penelitian terdiri atas breksi vulkanik, tuf, aglomerat dan basal porfiri. Semua batuan penyusun tersebut telah mengalami pelapukan baik secara fisik maupun secara kimia membentuk soil. Secara umum daerah penelitian didominasi oleh tuf yang terlapukkan kuat serta perselingan antara tuf dan lava atau breksi laharik. Pada litologi tuf yang terlapukkan kuat mempunyai lapisan yang terdiri atas top soil di bagian atas berukuran lempung dan mempunyai ketebalan 25 cm, sedangkan pada bagian tengah merupakan campuran antara soil dan kerikil yang berukuran halus dengan ketebalan 40 cm, dan pada bagian bawahnya merupakan lapisan tuf yang relatif lebih kompak dan mengandung fragmen batuan (tuf lapilli). Jalan Raya Bidang Gelincir W sin α = T g W cos α = R Massa tanah potensi bergerak Massa tanah stabil Keterangan: - R= Gaya Penahan (W cos α - T = Gaya penggerak (W sin α - α = sudut kemiringan bidang geincir Gambar 6b. Simulasi kerentanan longsoran daerah penelitian dengan fokus pada badan jalan yang telah distudi. Aglomerat yang dijumpai bersifat kurang kompak dan fragmennya berasal dari batuan beku asam sedangkan matriksnya berupa tuf kasar. Basal porfiri dijumpai telah mengalami retakan atau penkekaran sehingga mudah mengalami pergerakan. Pada daerah-daerah yang relatif datar ketebalan soil mencapai 7,5 meter dan sebaliknya lapisan soil menjadi tipis pada lereng bukit. Selain kondisi batuannya, stratigrafi wilayah penelitian juga mempengaruhi tingkat kelongsoran di daerah penelitian. Hasil penelitian petrologi batuan G Api Lompobattang oleh Yuwono (1989) mengungkapkan adanya perselingan batuan penyusun antara tuf dan lava. Lava yang ditemukan di lapangan bertindak sebagai lapisan yang kedap air, sedangkan tufnya mudah mengalami pelapukan dan membentuk soil yang cukup tebal. Keberadaan lava pada lapisan tuf dan breksi vulkanik, akan mempermudah terjadinya longsoran karena lapisan tersebut adalah lapisan impermeabel yang dapat bertindak sebagai bidang gelincir. Struktur geologi yang juga ditemukan di wilayah penelitian antara lain rekahan dan perlapisan batuan. Rekahan ditemukan terutama pada wilayah yang mempunyai kemiringan lereng yang sangat terjal dan pada lereng-lereng yang mengalami pemotongan dibagian bawahnya (Gambr 7). Lebar rekahan (crack) mencapai 20 cm dan sangat potensial terjadi longsor. Faktor rekahan sebagai salah satu penyebab terjadinya longsoran juga telah dijelaskan oleh Klimeš dan Vilímek (2011). Struktur perlapisan yang dijumpai pada lapisan batuan umumnya searah dengan kemiringan lereng. Dengan kondisi demikian maka dapat menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya longsoran dan bahkan dapat bertindak sebagai bidang gelincir. Potensi longsor semakin besar karena dibeberapa tempat terjadi pemotongan lereng, baik oleh sungai maupun oleh pembangunan jalan dan infrastruktur lainnya. Gerakan-gerakan tanah secara kasat mata juga ditemukan dengan adanya gawair-gawir (Gambar 8) yang umumnya berada pada bagian atas dari pemotongan lereng. Sudarno dan Hussein (2010) menemukan bahwa tidak semua gawir (escarpment) dapat menentukan kejadian gerakan tanah, tetapi merupakan kombinasi antara rekahan (crack), litologi dan kemiringan lereng. Pendugaan Geolistrik Pendugaan geolistrik yang dilakukan di titik S 5O 12 37,3 / E 120O 0 40 ) yaitu pada jalan poros Malino Manipi memperlihatkan litologi penyusunnya adalah tuf yang terlapukkan kuat dengan ketebalan soil mencapai 1 m dan kemiringan lereng sekitar 50O. Di bagian bawah dilokasi ini disusun oleh batuan yang relatif keras berupa tuf lapilli. 192

9 Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 3 Desember 2012 : Gambar 7. Pemotongan lereng oleh pembangunan jalan poros Malino Sinjai pada litologi breksi vulkanik. Gambar 8 Gawir-gawir runtuhan yang juga banyak dijumpai di daerah penelitian. 193

10 Peranan Aspek Geologi Sebagai Penyebab Terjadinya Longsoran Pada Ruas Jalan Poros Malino Sinjai (A. M. Imran, Busthan Azikin1, Sultan1) Hasil interpretasi pendugaan geolistrik (Gambar 9) menunjukkan bahwa terdapat setidaknya dua bidang yang diduga merupakan bidang gelincir dan adanya tubuh intrusi batuan berbentuk bongkah pada sisi bagian atas badan jalan. Intrusi ini tidak diketahui hingga kedalaman berapa, namun hasil penelitian Yuwono (1989) mengatakan bahwa bentuk tubuh intrusinya berupa dike. Bidang gelincir tersebut terdapat pada kedalaman 7,5 meter pada sisi bagian bawah badan jalan dan 25 meter pada sisi bagian atas badan jalan. Pada sisi bagian bawah badan jalan merupakan tumpukan hasil longsoran sebelumnya yang telah ditumbuhi pepohonan. Bidang gelincir yang pertama terdapat pada batas antara batuan hasil longsoran dengan batuan dasarnya (tuf), sedangkann pada bidang ke II terdapat pada bidang patahan/rekahan. Bidang gelincir yang ke 2 terdapat antara batuan tufa yang lapuk (nilai resistivity 15 29,5 ohm.m) dengan batuan yang lebih massif (batuan beku dengan resistivity ohm.m) atau pada zona remukan patahan. Bidang tersebut menerus hingga ke lapisan bagian bawah pada kedalaman lebih dari 25 meter (Gambar 10). Hasil yang hampir sama ditemukan pada titik 2 (S 5O 12 52,1 / E 120O 0O 52,4 jalan poros Malino Manipi. Litologi penyusun pada lokasi ini adalah tuf dan lava dengan kemiringan lereng sekitar 47o. Bidang gelincir pada titik ini diinterpretasi pada kedalaman 10 meter yang merupakan batas antara batuan hasil lapukan (resistivity 2,6 25 ohm.m) dengan batuan asalnya atau dengan lapisan lava (resistivity ohm.m). Ketiga jenis bidang gelincir tersebut di atas (batas antara batuan lapuk dan batuan segarnya, kehadiran batuan impermeable atau lava dan patahan/rekahan) merupakan bidang diskontinyu yang dapat menjadi tempat berkumpulnya air yang masuk kedalam tanah. Air yang ada pada bidang diskontinyu tersebut akhirnya akan memutus ikatan ion dalam tanah sehingga tanah akan menjadi lepas satu sama lain. Putusnya ikatan tersebut ditambah dengan beban soil itu sendiri dan kemiringan lereng yang terjal menyebabkan wilayah penelitian rentan terhadap longsoran. Peresapan air kedalam tanah akibat curah hujan yang tinggi, menyebabkan bobot massa tanah juga bertambah. Gambar 9 (a). hasil pendugaan geolistrik 194

11 Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 22 No. 3 Desember 2012 : (b) interpretasi dimana diinterpretasi terdapat dua bidng gelincir yang potensial untuk terjadinya longsoran. SIMPULAN DAN SARAN Faktor geologi sangat menentukan kerentanan wilayah Sinjai Barat terhadap longsoran. Faktor tersebut adalah topografi yang terjal dengan kemiringan lereng antara 35 85O, jenis batuan yang merupakan vulkanik muda dan belum kompak sempurna, kondisi litologi yang relatif terlapukkan kuat, stratigrafi yang terdiri atas perselingan antara batuan yang impermeabel (lava) dengan lapisan lapisan batuan vulcani lainnya, banyaknya diskontinyu berupa rekahan/patahan dan gawirgawir. Gawir yang dijumpai di lapangan merupakan bidang yang terjal akibat adanya gerakan tanah sebelumnya dan umumnya dijumpai pada sisi bagian atas badan jalan. Keterdapatan bidang sesar dengan kedalaman hingga 25 meter diduga adalah zona hancuran patahan sangat potensi untuk bergerak jika ada pemicu seperti curah hujan yang sangat tinggi atau getaran yang relatif besar. Bidang gelincir juga diduga berada pada batas antara lapisan batuan terlapukkan (soil) dengan batuan segarnya, serta kehadiran lava yang sifatnya impermeabel (tidak tembus air). Batas antara lava dengan tuf di atasnya merupakan bidang mengalirnya air yang masuk ke dalam tanah/batuan. Daerah jalan poros Malino - Sinjai merupakan daerah rawan gerakan tanah/longsor, dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut khususnya untuk memitigasi atau dalam uasaha memperkecil dan mengurangi dampak dari gerakan tanah/longsor yang mungkin terjadi setiap saat. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada DP2M dan Universitas Hasanuddin yang telah memberikan dana penelitian melalui grant hibah penelitian unggulan perguruan Tinggi. Terima kasih juga disampaikan kepada Hamzah dan Nandy yang telah membantu secara teknis selama penelitian dan penulisan laporan penelitian. ACUAN Delvi, M., Geologi Daerah Magala Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi-Selatan, (laporan Pemetaan Geologi) Jurusan Teknik Geologi, Universitas Hasanuddin.(Tidak di Publikasikan) Karnawati, D., Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya, Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Geologi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Kawamura, S., Miura, S., Ishikawa, T., & Ino H. (2009). Failure mechanism of volcanic slope due to rainfall and freeze-thaw action thaw action Prediction and Simulation Methods for Geohazard Mitigation. Taylor & Francis Group, London, p Klimeš, J., and Vilímek, V., A catastrophic landslide near Rampac Grande in the Cordillera Negra, northern Peru Landslides (2011) 8DOI /s Springer- Verlag, p

12 Peranan Aspek Geologi Sebagai Penyebab Terjadinya Longsoran Pada Ruas Jalan Poros Malino Sinjai (A. M. Imran, Busthan Azikin1, Sultan1) Mahdi, 2011, Studi Gerakan Tanah Pada Poros Jalan Raya Daerah Manipi Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi- Selatan. Skripsi S-1 Jurusan Teknik Geologi, Unhas. Tidak dipublikasikan. Massinai, A. A., Sudrajat, A., Hirnawan, F., Syafri, I., Hasanuddin, Tahir, I., Gerakan Tanah pada Daerah Rawan Longsor di DAS Jeneberang, Bagian Barat Lembah Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan. BTGL Vol. 20. No. 2. Badan Geologi ESDM. Hal Nurjamil, A., Sadisun, I. A., dan Bandono., Pengaruh Derajat Pelapukan Terhadap Potensi Mengembang Batulempung Formasi Subang, Poster Proceedings Joint Convention HAGI- IAGI-PERHAPI The 30th HAGI, The 34th IAGI, and The 14th PERHAPI Annual Conference and Exhibition, SURABAYA. Solle, M. S., Mustafa, M., Baja, S., Imran, A. M., Landslide Susceptibility Zonation Model On Jeneberang Watershed Based On Geographical Information System And Analytical Hierarchy Process. Jurnal Pasca Sarjana Unhas, Makassar. (in press). Sukamto, & Supriatna, Geologi Lembar Ujungpandang, Benteng dan Sinjai Sulawesi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Direktorat Jenderal Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan Energi, Bandung. Sumaryono, & Triyana, Y. D., Simulasi Aliran Bahan Rombakan di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi. Vol 2 no 3. Bandung h Sudarno, I. dan Hussein, S., (2010), Controls of Geological Structures on Cikangkareng Rockslide. International Symposium and the 2nd AUN/Seed-Net Regional Conference on Geo-Disaster Mitigation in ASEAN, Februari, Bali, p Sutikno, Penanggulangan Tanah Longsor. Bahan Penyuluhan Bencana Alam Gerakan Tanah. Jakarta. Yuwono, Y.S., Petrologi dan Mineralogi Gunung Lompobattang, Sulawesi Selatan: dalam Geologi Indonesia (Sudrajat, A., Tjia, H.D., Azikin S., & Katili, A.N., Eds.), Jurnal IAGI vol 12/1/1989. IAGI, Jakarta, h

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Suranta Sari Bencana gerakan tanah terjadi beberapa

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA SURANTA Penyelidik Bumi Madya, pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Wilayah

Lebih terperinci

BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG. pedataran menempati sekitar wilayah Tappanjeng dan Pantai Seruni. Berdasarkan

BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG. pedataran menempati sekitar wilayah Tappanjeng dan Pantai Seruni. Berdasarkan BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG 4.1 Geologi Lokal Daerah Penelitian Berdasarkan pendekatan morfometri maka satuan bentangalam daerah penelitian merupakan satuan bentangalam pedataran. Satuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

ZONASI DAERAH BAHAYA LONGSOR DI KAWASAN GUNUNG TAMPOMAS KABUPATEN SUMEDANG, JAWA BARAT

ZONASI DAERAH BAHAYA LONGSOR DI KAWASAN GUNUNG TAMPOMAS KABUPATEN SUMEDANG, JAWA BARAT ZONASI DAERAH BAHAYA LONGSOR DI KAWASAN GUNUNG TAMPOMAS KABUPATEN SUMEDANG, JAWA BARAT Lucky Lukmantara, Ir. Laboratorium Geologi Lingkungan, Jurusan Geologi, FMIPA, Universitas Padjadjaran ABSTRACT Research

Lebih terperinci

ANALISA KEGAGALAN LERENG BATUAN VULKANIK PADA JALAN MALINO SINJAI DENGAN MENGGUNAKAN PEMODELAN ELEMEN HINGGA

ANALISA KEGAGALAN LERENG BATUAN VULKANIK PADA JALAN MALINO SINJAI DENGAN MENGGUNAKAN PEMODELAN ELEMEN HINGGA Konferensi Regional Teknik Jalan ke-13 ANALISA KEGAGALAN LERENG BATUAN VULKANIK PADA JALAN MALINO SINJAI DENGAN MENGGUNAKAN PEMODELAN ELEMEN HINGGA Ardy Arsyad 1, Wahniar Hamid 2, Andi Yusmin 2, Fadly

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu wilayah di Indonesia yang sering mengalami bencana gerakan tanah adalah Provinsi Jawa Barat. Dari data survei yang dilakukan pada tahun 2005 hingga

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Lokasi penelitian berada di daerah Kancah, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung yang terletak di bagian utara Kota Bandung. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DI CANTILLEVER DAN JALUR JALAN CADAS PANGERAN, SUMEDANG Sumaryono, Sri Hidayati, dan Cecep Sulaeman. Sari

GERAKAN TANAH DI CANTILLEVER DAN JALUR JALAN CADAS PANGERAN, SUMEDANG Sumaryono, Sri Hidayati, dan Cecep Sulaeman. Sari GERAKAN TANAH DI CANTILLEVER DAN JALUR JALAN CADAS PANGERAN, SUMEDANG Sumaryono, Sri Hidayati, dan Cecep Sulaeman Sari Jalur Cadas Pangeran merupakan daerah rawan dan berisiko terhadap gerakan tanah. Dalam

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelongsoran Tanah Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat merugikan manusia. Kebencanaan geologi mengakibatkan kerusakan infrastruktur maupun korban manusia,

Lebih terperinci

Perancangan Perkuatan Longsoran Badan Jalan Pada Ruas Jalan Sumedang-Cijelag KM Menggunakan Tiang Bor Anna Apriliana

Perancangan Perkuatan Longsoran Badan Jalan Pada Ruas Jalan Sumedang-Cijelag KM Menggunakan Tiang Bor Anna Apriliana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan sebagai prasarana transportasi darat harus selalu dalam kondisi yang baik, hal ini adalah untuk kelancaran lalu lintas yang berada diatasnya, namun pada kenyataannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di Kecamatan Salaman mencapai 68.656 jiwa dengan kepadatan penduduk 997 jiwa/km 2. Jumlah

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR Novie N. AFATIA Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana GeologiJl. Diponegoro No. 57 Bandung Pendahuluan Kabupaten Karanganyar merupakan daerah yang cukup banyak mengalami

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Daerah penelitian berada di Pulau Jawa bagian barat yang secara fisiografi menurut hasil penelitian van Bemmelen (1949), dibagi menjadi enam zona fisiografi

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI Secara morfologi, Patahan Lembang merupakan patahan dengan dinding gawir (fault scarp) menghadap ke arah utara. Hasil interpretasi kelurusan citra SPOT menunjukkan adanya kelurusan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Ke III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Seminar Nasional Ke III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Pemetaan Potensi Airtanah Menggunakan Metode Geolistrik 1- Dimensi (VES) Sub DAS Cileles Untuk Identifikasi Area Recharge dan Discharge, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat Undang Mardiana 1), Boy

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT RACHMAN SOBARNA Penyelidik Bumi Madya pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9 3.2.2.4 Mekanisme pengendapan Berdasarkan pemilahan buruk, setempat dijumpai struktur reversed graded bedding (Gambar 3-23 D), kemas terbuka, tidak ada orientasi, jenis fragmen yang bervariasi, massadasar

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN

KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN Kejadian gerakan tanah dan banjir bandang pada tanggal 20 April 2008 di Kecamatan Rembon, Kabupaten Tanatoraja, Provinsi Sulawesi Selatan (Suranta) KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GEOLOGI DAERAH VOLKANIK KUARTER KAKI TENGGARA GUNUNG SALAK

KARAKTERISTIK GEOLOGI DAERAH VOLKANIK KUARTER KAKI TENGGARA GUNUNG SALAK Karakteristik geologi daerah volkanik Kuarter kaki tenggara Gunung Salak (Bombon Rahmat Suganda & Vijaya Isnaniawardhani) KARAKTERISTIK GEOLOGI DAERAH VOLKANIK KUARTER KAKI TENGGARA GUNUNG SALAK Bombom

Lebih terperinci

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1: RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:250.000 OLEH: Dr.Ir. Muhammad Wafid A.N, M.Sc. Ir. Sugiyanto Tulus Pramudyo, ST, MT Sarwondo, ST, MT PUSAT SUMBER DAYA AIR TANAH DAN

Lebih terperinci

- : Jalur utama Bandung-Cirebon BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

- : Jalur utama Bandung-Cirebon BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Sumedang merupakan kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia dengan Ibukotanya adalah Sumedang, terletak sekitar 45 km Timur Laut kota Bandung. Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

Karakteristik Batuan Gunungapi Daerah Manipi Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten Sinjai (Implikasinya Terhadap Bencana Alam dan Sumber Daya Geologi)

Karakteristik Batuan Gunungapi Daerah Manipi Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten Sinjai (Implikasinya Terhadap Bencana Alam dan Sumber Daya Geologi) Karakteristik Batuan Gunungapi Daerah Manipi Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten Sinjai (Implikasinya Terhadap Bencana Alam dan Sumber Daya Geologi) Jusri Mahasiswa Teknik Geologi Universitas Hasanuddin Sari

Lebih terperinci

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006 LANDSLIDE OCCURRENCE, 4 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA 6 Maret 4, Tinggi Moncong, Gowa, Sulawesi Selatan juta m debris, orang meninggal, rumah rusak, Ha lahan pertanian rusak

Lebih terperinci

BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan klasifikasi Mendel (1980) sistem hidrogeologi daerah penelitian adalah sistem akifer volkanik. Pada sistem akifer volkanik ini batuan segar yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN DISKUSI

BAB V ANALISIS DAN DISKUSI BAB V ANALISIS DAN DISKUSI Pada bab ini akan dibahas beberapa aspek mengenai Sesar Lembang yang meliputi tingkat keaktifan, mekanisme pergerakan dan segmentasi. Semua aspek tadi akan dibahas dengan menggabungkan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Daerah penelitian memiliki pola kontur yang relatif rapat dan terjal. Ketinggian di daerah penelitian berkisar antara 1125-1711 mdpl. Daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono,

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono, BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bendungan Kuningan merupakan bendungan tipe urugan yang mampu menampung air sebesar 25,955 juta m 3. Air dari bendungan ini akan menjadi sumber air bagi Daerah Irigasi

Lebih terperinci

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB 2 TATANAN GEOLOGI BAB 2 TATANAN GEOLOGI Secara administratif daerah penelitian termasuk ke dalam empat wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sinjai Timur, Sinjai Selatan, Sinjai Tengah, dan Sinjai Utara, dan temasuk dalam

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi pada peta topografi, citra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi dan Morfologi Van Bemmelen (1949), membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat zona, yaitu Pegunungan selatan Jawa Barat (Southern Mountain), Zona Bandung (Central

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Longsorlahan Longsorlahan adalah salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Secara geografis, kabupaten Ngada terletak di antara 120 48 36 BT - 121 11 7 BT dan 8 20 32 LS - 8 57 25 LS. Dengan batas wilayah Utara adalah Laut Flores,

Lebih terperinci

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv KATA PENGANTAR... v SARI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xviii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara terus menerus, yang

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), kepadatan penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta terutama di Kabupaten Sleman mencapai 1.939 jiwa/km 2. Di

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR TABEL...xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibukota Jawa Barat berada disekitar gunung Tangkuban Perahu (Gambar 1).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibukota Jawa Barat berada disekitar gunung Tangkuban Perahu (Gambar 1). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lokasi Daerah Penelitian Lokasi daerah penelitain berada di pulau Jawa bagian barat terletak di sebelah Utara ibukota Jawa Barat berada disekitar gunung Tangkuban Perahu (Gambar

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH Nanda Prasetiyo Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta Wilayah Kabupaten Tolitoli yang terletak di Provinsi

Lebih terperinci

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA .1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,

Lebih terperinci

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya gravitasi. Tanah longsor sangat rawan terjadi di kawasan

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA Julhija Rasai Dosen Fakultas Teknik Pertambangan, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara Email.julhija_rasai@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, dan lempeng Pasifik. Pada daerah di sekitar batas

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan proses

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 47 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kajian Pendahuluan Berdasarkan pada peta geohidrologi diketahui siklus air pada daerah penelitian berada pada discharge area ditunjukkan oleh warna kuning pada peta,

Lebih terperinci

ACARA IV POLA PENGALIRAN

ACARA IV POLA PENGALIRAN ACARA IV POLA PENGALIRAN 4.1 Maksud dan Tujuan Maksud acara pola pengaliran adalah: 1. Mengenalkan macam-macam jenis pola pengaliran dasar dan ubahannya. 2. Mengenalkan cara analisis pola pengaliran pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus Secara geografis wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 0 18 105 0 12 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah pertemuan antar

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan bentang alam yang ada di permukaan bumi dipengaruhi oleh proses geomorfik. Proses geomorfik merupakan semua perubahan baik fisik maupun

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang.

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang. BAB II KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Geografis dan Administrasi Secara geografis daerah penelitian bekas TPA Pasir Impun terletak di sebelah timur pusat kota bandung tepatnya pada koordinat 9236241

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator 32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian Daerah yang digunakan sebagai tempat penelitian merupakan wilayah sub DAS Pentung yang

Lebih terperinci

Raden Ario Wicaksono/

Raden Ario Wicaksono/ Foto 3.15 Fragmen Koral Pada Satuan Breksi-Batupasir. Lokasi selanjutnya perselingan breksi-batupasir adalah lokasi Bp-20 terdapat pada Sungai Ci Manuk dibagian utara dari muara antara Sungai Ci Cacaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah 15 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Daerah Bangunjiwo yang merupakan lokasi ini, merupakan salah satu desa di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Yogyakarta,

Lebih terperinci

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK Nama Kelompok : IN AM AZIZUR ROMADHON (1514031021) MUHAMAD FAISAL (1514031013) I NENGAH SUMANA (1514031017) I PUTU MARTHA UTAMA (1514031014) Jurusan

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

Bab V Korelasi Hasil-Hasil Penelitian Geolistrik Tahanan Jenis dengan Data Pendukung

Bab V Korelasi Hasil-Hasil Penelitian Geolistrik Tahanan Jenis dengan Data Pendukung Bab V Korelasi Hasil-Hasil Penelitian Geolistrik Tahanan Jenis dengan Data Pendukung V.1. Hasil Metoda Geolistrik Tahanan Jenis Hasil penelitian geolistrik yang dilakukan oleh Badan Vulkanologi dan Mitigasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA INFILTRASI

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA INFILTRASI BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA INFILTRASI 4. 1 Pengambilan dan Pengolahan Data Pengukuran laju infiltrasi di daerah penelitian menggunakan alat berupa infiltrometer single ring. Hasil pengujian

Lebih terperinci

ANALISIS DAERAH RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR BERDASARKAN ZONA WATER CONTENT DI DESA OLAK ALEN KECAMATAN SELOREJO, BLITAR

ANALISIS DAERAH RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR BERDASARKAN ZONA WATER CONTENT DI DESA OLAK ALEN KECAMATAN SELOREJO, BLITAR Analisis Daerah Rawan ANALISIS DAERAH RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR BERDASARKAN ZONA WATER CONTENT DI DESA OLAK ALEN KECAMATAN SELOREJO, BLITAR Maulidah Aisyah, Widya Utama, Wien Lestari Teknik Geofisika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia, Pasifik dan Australia dengan ketiga lempengan ini bergerak saling menumbuk dan menghasilkan suatu

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA)

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) Nandian Mareta 1 dan Puguh Dwi Raharjo 1 1 UPT. Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Jalan Kebumen-Karangsambung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berada pada iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan mengakibatkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR Edu Dwiadi Nugraha *, Supriyadi, Eva Nurjanah, Retno Wulandari, Trian Slamet Julianti Jurusan Fisika

Lebih terperinci

Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran

Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran Morfologi Gunung Ungaran Survei geologi di daerah Ungaran telah dilakukan pada hari minggu 15 Desember 2013. Studi lapangan dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Regional Pulau Lombok terbentuk oleh suatu depresi yang memanjang (longitudinal depresion), yang sebagian besar sudah terisi dan tertutupi oleh suatu seri gunungapi

Lebih terperinci

STUDI LONGSORAN YANG TERDAPAT DI JALAN TOL SEMARANG SOLO SEGMEN SUSUKAN-PENGGARON

STUDI LONGSORAN YANG TERDAPAT DI JALAN TOL SEMARANG SOLO SEGMEN SUSUKAN-PENGGARON STUDI LONGSORAN YANG TERDAPAT DI JALAN TOL SEMARANG SOLO SEGMEN SUSUKAN-PENGGARON Fahrudin 1, Imam A. Sadisun 2, Agus H 2 1 Prodi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang 2 Jurusan

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci