Indikasi Perawatan Pasien dengan Masalah Respirasi di Instalasi Perawatan Intensif

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Indikasi Perawatan Pasien dengan Masalah Respirasi di Instalasi Perawatan Intensif"

Transkripsi

1 Indikasi Perawatan Pasien dengan Masalah Respirasi di Instalasi Perawatan Intensif a Anna Deliana*, Agung Wijayanto**, Prasenohadi**, Menaldi Rasmin** * Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya Rumah Sakit Dr. Soetomo, Surabaya. ** Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta. Abstrak Latar belakang : Salah satu pelayanan sentral di rumah sakit adalah pelayanan instalasi perawatan intensif (IPI). Saat ini pelayanan di IPI tidak hanya terbatas untuk menangani pasien-pasien pascabedah saja tetapi juga meliputi berbagai jenis pasien yang mengalami lebih dari satu disfungi/gagal organ. Pemilihan pasien didasarkan atas penilaian klinis dan estimasi prognosis. Suatu IPI harus mampu menggabungkan teknologi tinggi dan keahlian khusus dalam bidang kedokteran dan keperawatan gawat darurat yang dibutuhkan untuk merawat pasien kritis. Keadaan ini memerlukan mekanisme untuk membuat prioritas pada sarana yang terbatas apabila kebutuhannya ternyata melebihi jumlah tempat tidur yang tersedia. Indikasi secara umum pemakaian ventilasi mekanis digunakan untuk pasien dengan gagal napas akut, koma, gagal napas akut pada gagal napas kronik dan kelainan neuromuskuler. Ventilasi mekanis diindikasikan sebagai terapi definitif untuk hipoksemia berat, hipoventilasi alveolar dan hiperkapnia. Indikasi yang sering untuk pemasangan ventilasi mekanis pada penyakit paru adalah edema paru akut, pneumonia, ARDS, serangan asma berat dan PPOK eksaserbasi akut berat. Keputusan mengakhiri kehidupan di IPI biasanya dibuat dengan perundingan keluarga. Perundingan keluarga sebaiknya dilakukan segera setelah pasien dirawat di IPI dan dilakukan secara berkala. (J Respir Indo. 01; :64-70) Kata kunci : Instalasi perawatan intensif (IPI), gagal napas, ventilasi mekanis. a Treatment Indication for Respiratory Patient in Intensive Care Unit Abstract Background : One of the central services at the hospital is Intensive Care Unit (ICU). ICU is currently dealing not only with postsurgical patients, but also includes various kinds of adult patients, children with more than one dysfunction / organ failure. The selection of patients based on an clinical assessment and prognosis estimation. An ICU should be able to combine high technology and specialized expertise in the field of emergency medicine and nursing to care for critically ill patients. Prioritizing or selecting the appropriate patients is important since limited number of bed in ICU. General indication for the use of mechanical ventilation are acute respiratory failure, coma, acute on chronic respiratory failure and neuromuscular disorders. Mechanical ventilation is indicated as definitive therapy for severe hypoxemia, alveolar hypoventilation and hypercapnia. Frequent indication for mechanical ventilation on lung disease are acute pulmonary edema, pneumonia, ARDS, severe asthma attacks and severe acute exacerbations of COPD. End-of-life decisions must be discussed with the family. Family meeting with ICU staff should be done periodically. (J Respir Indo. 01; :64-70) Keywords : Intensive care unit (ICU), respiratory failure, mechanical ventilatory. PENDAHULUAN Salah satu pelayanan sentral di rumah sakit adalah pelayanan instalasi perawatan intensif (IPI). Saat ini pelayanan di IPI tidak hanya terbatas untuk menangani pasien-pasien pascabedah saja tetapi juga meliputi berbagai jenis pasien dewasa, anak yang mengalami lebih dari satu disfungi/gagal organ. Kelompok pasien ini dapat berasal dari instalasi gawat darurat (IGD), kamar operasi, ruang perawatan atau rujukan dari rumah sakit lain. Tiap IPI harus mempunyai protokol dan prosedur tentang indikasi masuk dan keluar IPI. Kriteria masuk IPI harus disusun berdasarkan masalah klinis, harapan untuk pulih dan keuntungan terapi intensif. Pada dasarnya pasien yang dirawat di IPI adalah pasien dengan gangguan akut yang masih diharapkan reversibel (pulih kembali) mengingat IPI tempat perawatan yang memerlukan biaya tinggi dilihat dari segi peralatan dan tenaga terampil. Instalasi perawatan intensif menyediakan J Respir Indo Vol., No. 4, Oktober 01 64

2 kemampuan, sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf medis, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan 1 keadaan tersebut. Pemilihan pasien didasarkan atas penilaian klinis dan estimasi prognosis. Faktor yang berkaitan dalam pengambilan keputusan termasuk penyakit akut berat, diagnosis, status penyakit kronik, usia dan keberhasilan atau kegagalan terapi medis yang telah diterima sebelumnya.faktor-faktor ini digunakan dokter untuk menentukan prognosis. Idealnya prognosis pasien harus diperkiraan tidak hanya jika diterima, tetapi juga jika terdapat penolakan. Perawatan intensif sesuai untuk pasien yang membutuhkan atau memerlukan bantuan pernapasan, pasien yang memerlukan dukungan dari satu atau lebih sistem organ dan pasien dengan gangguan kronik dari satu atau lebih sistem organ. Bantuan pernapasan canggih berupa dukungan ventilasi mekanis termasuk masker continuous positive airway pressure (CPAP) atau noninvasif (misalnya, masker ventilasi) dan kemungkinan dibutuhkan intubasi endotrakeal segera dan ventilasi mekanis bila terjadi penurunan fungsi napas. Pertanyaan kapan menghentikan ventilasi mekanis untuk pasien yang tidak respons terhadap pengobatan apapun, kadang-kadang dihadapi oleh dokter dan keluarga. Implikasi hukum, etika dan keuangan untuk melanjutkan atau menghentikan pengobatan kepada pasien gagal napas terminal merupakan hal penting yang perlu dibahas. Indikasi masuk IPI Instalasi perawatan intensif harus mampu menggabungkan teknologi tinggi dan keahlian khusus dalam bidang kedokteran dan keperawatan gawat darurat yang dibutuhkan untuk merawat pasien kritis. Keadaan ini memerlukan mekanisme untuk membuat prioritas pada sarana yang terbatas apabila kebutuhannya ternyata melebihi jumlah tempat tidur yang tersedia. Pasien yang layak dirawat di IPI adalah pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh tim di IPI, pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan terus menerus dan pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan terus menerus dan tindakan segera untuk 1 mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis. Indikasi perawatan di IPI adalah pasien dengan penyakit kritis atau kegagalan pada sistem pernapasan, sistem hemodinamik, sistem saraf pusat, sistem endokrin dan metabolik, over dosis obat, reaksi obat dan keracunan, sistem pembekuan darah dan infeksi berat (sepsis). Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan untuk memasukkan pasien ke perawatan intensif adalah diagnosis, keparahan penyakit, umur, status penyakit kronik, fisiologis, prognosis, ketersediaan perawatan, respons terhadap pengobatan, cardiopulmonary arrest, perkiraan kualitas hidup dan keinginan pasien. Indikasi pasien masuk IPI dapat dibagi menjadi 1 prioritas, yaitu : 1. Prioritas I Pasien kritis, pasien tidak stabil yang memerlukan tindakan terapi intensif dan agresif untuk mengatasinya, seperti bantuan ventilasi, infus obatobat vasoaktif dan lain-lain. Pada pasien seperti ini terapi tidak dibatasi (do everything), seperti edema paru, status kejang dan syok sepsis.. Prioritas II Pasien golongan ini pada saat masuk tidak dalam keadaan kritis tetapi kondisi klinisnya membutuhkan pemantauan intensif baik secara invasif maupun noninvasif atau keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan ancaman gangguan pada sistem organ vital. Pada pasien seperti ini terapi juga tidak dibatasi, misalnya pascabedah ekstensif, setelah henti jantung dalam keadaan stabil, pascabedah jantung dan pascabedah dengan penyakit jantung.. Prioritas III Pasien dalam keadaan kritis dengan harapan kecil untuk sembuh. Pasien kelompok ini memerlukan terapi intensif terbatas untuk mengatasi krisis penyakit, tetapi tidak dilakukan terapi invasif seperti intubasi dan resusitasi (do something). Misalnya pasien dengan metastase keganasan, penyakit 6 J Respir Indo Vol., No. 4, Oktober 01

3 jantung dan paru terminal dengan komplikasi akut. Pasien-pasien berikut tidak memerlukan perawatan di IPI, yaitu pasien mati batang otak (MBO) kecuali donor organ, pasien koma dengan keadaan vegetatif permanen, pasien dalam stadium akhir (endstage) dari suatu penyakit, pasien yang menolak pemberian terapi bantuan hidup. INDIKASI PERAWATAN INSTALASI PERAWATAN INTENSIF PADA PASIEN MASALAH RESPIRASI Indikasi ventilasi mekanis Indikasi secara umum pemakaian ventilasi mekanis digunakan untuk pasien dengan gagal napas akut, koma, gagal napas akut pada gagal napas kronik dan kelainan neuromuskuler. Ventilasi mekanis diindikasikan sebagai terapi definitif untuk hipoksemia berat, hipoventilasi alveolar dan hiperkapnia. Indikasi yang sering untuk pemasangan ventilasi mekanis pada penyakit paru adalah edema paru akut, pneumonia, acute respiratory distress syndrome (ARDS), serangan 4 asma berat dan PPOK eksaserbasi akut yang berat. Ventilasi mekanis bertujuan untuk mengganti seluruh atau sebagian fungsi normal paru-paru dan pompa ventilasi pada pasien dengan gangguan fungsi sementara atau permanen dan menyediakan fungsi dengan sedikit gangguan homeostasis dan komplikasi. Tujuan fisiologis untuk meningkatkan ventilasi alveolar, seperti yang ditunjukkan oleh PO dan ph arteri, meningkatkan oksigenasi arteri, seperti yang ditunjukkan oleh PO, saturasi dan/atau kandungan oksigen arteri, meningkatkan inflasi paru pada akhir inspirasi, meningkatkan volume paru akhir ekspirasi 4 (kapasitas residu fungsional), mengurangi kerja napas. Ventilasi mekanis diindikasikan setiap kali ada situasi yang mengancam hidup pasien (tabel 1). Selain apnea, beberapa gejala, tanda-tanda, atau temuan laboratorium mendukung untuk penggunaan ventilasi. Terapi ini menjadi penting dengan terdapatnya kombinasi yang tepat dari pengaturan klinis, keparahan kelainan, dan kecepatan perkembangan atau memburuknya kelainan fisiologis. Ringkasan kategori utama indikasi untuk dukungan ventilasi invasif dijelaskan pada tabel. Gagal napas Gagal napas merupakan kegagalan sistem respirasi dalam pertukaran gas O dan CO serta masih menjadi masalah dalam penatalaksanaan medis. Secara praktis, gagal napas didefinisikan sebagai PaO < 60 mmhg atau PaCO > 0 mmhg. Gagal napas masih merupakan penyebab angka kesakitan dan kematian yang tinggi di instalasi perawatan intensif walaupun kemajuan teknik diagnosis dan terapi intervensi telah berkembang pesat. Gagal napas akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu gagal napas akut hipoksemia (gagal napas tipe I) dan gagal napas akut hiperkapnia (gagal napas tipe II). Gagal napas tipe I dihubungkan dengan defek primer pada oksigenasi sedangkan gagal napas tipe II dihubungkan dengan defek primer ventilasi. Penyebab gagal napas tipe I secara umum dapat disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), pneumonia, edema paru, fibrosis paru, asma, pneumotoraks, bronkiektasis, ARDS dan emboli paru. Penyebab gagal napas tipe II diantaranya adalah PPOK, asma berat, edema paru 6 dan ARDS. Apnea dan impending gagal napas Indikasi klinis untuk ventilasi mekanis invasif adalah apnea atau impending gagal napas. Tidak terdapat perdebatan untuk memberikan bantuan ventilator untuk pasien henti napas (apnea). Namun pada impending gagal napas sulit untuk menentukan prospektif dan upaya untuk menentukan indikasi untuk intubasi dan ventilasi mekanis. Pada keadaan ini biasanya keputusan dokter dilakukan karena pasien berada dalam kesulitan pernapasan, kelelahan atau akan henti napas. Tiap dokter memiliki prediksi yang berbeda secara subjektif dalam mengambil keputusan untuk melakukan intubasi. Penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi akut Sejumlah besar studi ventilasi noninvasif tekanan positif (noninvasive positive pressure ventilation/nppv) pada eksaserbasi berat PPOK secara tidak langsung membahas validitas kriteria yang digunakan untuk intubasi. Global initiative for obstructive lung disease (GOLD) merekomendasikan J Respir Indo Vol., No. 4, Oktober 01 66

4 Tabel 1. Tujuan dan sasaran untuk ventilasi mekanis invasif Tujuan Umum Fisiologis Klinis Keterangan 1. Untuk mengganti seluruh atau sebagian fungsi normal paru-paru dan pompa ventilasi pada pasien yang memiliki kemampuan untuk mempertahankan fungsi yang rusak sementara atau permanen.. Untuk menyediakan fungsi dengan sedikit gangguan homeostasis dan mungkin dengan komplikasi. 1. Untuk meningkatkan ventilasi alveolar, seperti PCO dan ph arteri.. Untuk meningkatkan oksigenasi arteri, seperti PO, saturasi, dan/atau kandungan oksigen arteri.. Untuk meningkatkan inflasi paru akhir inspirasi. 4. Untuk meningkatkan volume paru akhir ekspirasi (kapasitas residu fungsional).. Untuk mengurangi kerja napas (menurunkan ventilasi otot). 1. Memperbaiki asidosis respiratori akut yaitu segera mengurangi acidemia yang mengancam jiwa, menormalkan PCO dan / atau ph arteri.. Memperbaiki hipoksemia yaitu meningkatkan PO arteri (sehingga saturasi arteri 90% atau lebih, misalnya 60 mmhg), dalam rangka memperbaiki atau mencegah hipoksia jaringan.. Meredakan gangguan pernapasan yaitu meringankan ketidaknyamanan pasien saat proses penyembuhan atau perbaikan penyakit primer. 4. Mencegah atau memperbaiki atelektasis yaitu menghindari atau memperbaiki inflasi paru.. Memperbaiki kelelahan ventilasi otot yaitu menurunkan kelelahan otot ventilasi dan memungkinkan otot untuk beristirahat sementara penyebab meningkatnya beban kerja dikembalikan atau diperbaiki. 6. Memberikan sedasi dan / atau blokade neuromuskular yaitu memungkinkan pasien tidak dapat bernapas secara spontan, seperti selama operasi atau prosedur tertentu ICU. 7. Mengurangi konsumsi oksigen sistemik atau myocardial yaitu dalam pengaturan tertentu (misalnya ARDS berat, syok kardiogenik), ketika napas spontan atau aktivitas otot lainnya mengganggu oksigenasi sistemik atau jantung. 8. Mengurangi tekanan intrakranial, dengan cara mengontrol hiperventilasi, seperti pada cedera kepala tertutup akut. 9. Menstabilkan dinding dada, seperti pada reseksi dinding dada atau flail chest massive. Dikutip dari () ventilasi mekanis invasif ketika pasien dengan PPOK eksaserbasi akut yang memiliki ketidakstabilan kardiovaskular, somnolen atau perubahan kondisi mental lainnya, tidak kooperatif, risiko tinggi aspirasi, sekresi saluran pernapasan berlebihan atau sangat kental. Kondisi kraniofasial (seperti trauma baru atau operasi) atau sangat gemuk berpotensi sulit dilakukan NPPV. Asidosis respiratorik sangat parah atau progresif juga merupakan indikasi tindakan NPPV, tapi masih belum ada kesepakatan apakah ph 7,, PaCO 60 mm Hg, atau beberapa batas lainnya yang digunakan. Asma akut berat Studi retrospektif menunjukkan pasien dengan asma akut berat relatif sedikit yang membutuhkan ventilasi mekanis invasif. Tidak terdapat uji klinis untuk menentukan indikasi spesifik untuk penggunaan ventalasi mekanis pada asma yang dilaporkan. Indikasi ini mungkin serupa dengan eksaserbasi PPOK akut, meskipun potensi perbaikan fisiologis lebih baik pada asma dan fakta bahwa pasien dengan asma biasanya lebih muda dan lebih sehat daripada mereka dengan PPOK berat. Manfaat NPPV pada asma akut berat masih belum jelas. Penyakit neuromuskular Dalam insufisiensi pernapasan akut komplikasi gangguan neuromuskuler seperti sindrom Guillain- Barré dan miastenia gravis, ada kesepakatan antara dokter yang berpengalaman bahwa ventilasi mekanis invasif sebaiknya dimulai sebelum pasien mengalami asidosis respiratorik. Gagal napas pada hipoksemia akut Hipoksemia berat jarang indikasi untuk ventilasi mekanis invasif. Misalnya, hipoksemia terisolasi pada pasien yang memiliki pneumonia difus atau edema paru sering dapat dikelola dengan oksigen aliran tinggi dengan masker, dengan atau tanpa continuous positive airway pressure (CPAP). Biasanya pasien yang menunjukkan hipoksemia berat pada penyakit akut memiliki indikasi lain untuk dukungan ventilasi, seperti terdapat usaha napas yang berlebihan atau berkurangnya ventilasi. Beberapa penelitian NPPV untuk berbagai bentuk kegagalan pernapasan akut hipoksemia menunjukkan hasil yang tidak meyakinkan. Data yang tersedia menunjukkan penggunaan NPPV untuk menghindari intubasi pada beberapa pasien immunocompromised. Ketidakstabilan kardiovaskular, 67 J Respir Indo Vol., No. 4, Oktober 01

5 Tabel. Indikasi klinis untuk ventilasi mekanis invasif No. A. B. C. D. E. Indikasi klinis Apnea atau impending gagal napas. PPOK eksaserbasi akut dengan dispnea, takipnea dan asidosis respiratorik (hiperkapnia dan penurunan ph arteri), ditambah setidaknya salah satu dari berikut: 1. Ketidakstabilan kardiovaskular akut.. Perubahan status mental atau pasien tidak kooperatif.. Ketidakmampuan untuk melindungi saluran napas bagian bawah. 4. Sekresi berlebihan atau biasa kental.. Kelainan wajah atau saluran napas atas yang akan menyebabkan NPPV (noninvasive positive pressure ventilation) tidak efektif. 6. Asidosis respiratorik progresif atau perburukan, meskipun sudah mendapat terapi awal intensif termasuk ventilasi noninvasif. Ventilasi yang adekuat pada penyakit neuromuskuler akut dengan salah satu masalah berikut: 1. Asidosis respiratorik akut (hiperkapnia dan penurunan ph arteri).. Penurunan kapasitas vital progresif kurang dari 10-1 ml/kg.. Penurunan tekanan inspirasi maksimum progesif kurang dari 0-0 cm HO. Gagal napas akut hipoksemia dengan takipnea, gangguan pernapasan dan hipoksemia persisten meskipun sudah diberikan FiO tinggi melalui sistem high-flow atau dengan salah satu masalah berikut: 1. Ketidakstabilan kardiovaskular akut.. Perubahan status mental atau pasien tidak kooperatif.. Ketidakmampuan untuk melindungi saluran napas bagian bawah. Intubasi endotrakeal dibutuhkan untuk mempertahankan atau melindungi jalan napas atau membersihkan sekret dengan setting sebagai berikut: 1. Tabung endotrakeal diameter 7,0 mm atau kurang, dengan ventilasi > 10 L/menit.. Tabung endotrakeal 8,0 mm diameter internal atau kurang, dengan ventilasi > 1 L/ menit. Jika tidak terdapat kondisi di atas, kondisi di bawah ini intubasi dan ventilasi mekanis tidak terlalu dibutuhkan sebelum terapi lain dimaksimalkan: 1. Dispnea, gangguan napas akut.. PPOK eksaserbasi akut.. Asma akut berat. 4. Gagal napas akut hipoksemia pada pasien immunocompromised.. Cedera otak traumatik. 6. Flail chest. Juga berlaku untuk asma akut berat jika disertai asidosis atau obstruksi aliran udara telah memburuk meskipun dengan tata laksana agresif. Dikutip dari () perubahan status mental, atau bukti ketidakmampuan untuk melindungi saluran napas bagian bawah merupakan indikasi yang jelas untuk intubasi pada gagal napas hipoksemia akut, tapi bila tidak terdapat gangguan tersebut mungkin lebih baik mencoba NPPV terlebih dahulu. Gagal jantung dan syok kardiogenik Penelitian menunjukkan bahwa CPAP atau NPPV dapat meningkatkan pertukaran gas pada edema paru dan mengurangi kebutuhan intubasi. Syok kardiogenik, mungkin merupakan indikasi lain untuk ventilasi mekanis invasif, untuk menjamin kebutuhan oksigen pada saat fungsi jantung sangat terganggu. Kontra indikasi untuk ventilasi mekanis invasif Secara umum, intubasi dan ventilasi mekanis tidak boleh digunakan dalam situasi tidak terdapat indikasi untuk dukungan ventilasi, ventilasi noninvasif dapat dilakukan dibanding ventilasi mekanis invasif, tidak mendapat persetujuan untuk melakukan intubasi dan ventilasi mekanis serta intervensi pendukung kehidupan termasuk ventilasi mekanis merupakan terapi medis yang bermanfaat (kondisi terminal). Pertimbangan mengakhiri perawatan IPI Keputusan mengakhiri perawatan di IPI bergantung pada prediksi dokter dan kekritisan penyakit pasien. Pertimbangan tersebut mencakup kemungkinan pasien akan bertahan dengan penyakit kritis, lama perawatan dan kualitas hidup jika pasien meninggalkan IPI. Prognosis pasien umumnya dibuat oleh dokter berdasarkan pengalaman mereka, hasil penelitian tunggal atau penelitian berbagai institusi untuk penyakit tertentu seperti kasus cedera paru akut. Informasi lain dapat diperoleh dari penelitian terhadap kelompok usia tertentu (orang tua) atau intervensi tertentu (ventilasi mekanis). Prognosis berdasarkan studi ini mungkin lebih akurat dibanding pertimbangan dokter. J Respir Indo Vol., No. 4, Oktober 01 68

6 Penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan konsep tentang kematian yang baik, karena nilai-nilai yang berbeda dari pasien, keluarga dan dokter. Dokter dianggap sebagai orang yang mampu dan paling penting dalam memprediksi penyakit dan kecacatan yang ditimbulkan. Pasien dan keluarganya menganggap prognosis sebagai tanggung jawab profesional, dokter harus menyadari keterbatasan kemampuan mereka untuk memprediksikan secara akurat dalam banyak situasi dan keterbatasan pada beberapa pasien dan keluarga. Prognosis dokter penting untuk pasien dan keluarga, bahkan ketika mereka tidak setuju dengan prognosis dari dokter. Pada saat yang sama, pasien dan keluarga sama pentingnya dengan prognosis dokter dalam pengambilan keputusan di akhir kehidupan. Penghentian dukungan ventilasi Pertanyaan sulit kapan harus berhenti mempertahankan hidup (ventilasi mekanis) untuk pasien yang tidak respons terhadap pengobatan apapun, kadang dihadapi oleh dokter dan keluarga. Implikasi hukum, etika dan keuangan untuk melanjutkan atau menghentikan pengobatan kepada pasien gagal napas terminal merupakan hal penting yang perlu dibahas. Menghormati hak dan keinginan pasien dan membantu pasien mencapai akhir hayat yang bermartabat dan damai sambil terus menjamin perawatan dan kenyamanan adalah tanggung jawab bersama baik oleh keluarga atau walinya. Keluarga yang paham tentang gagal napas, paling siap untuk memainkan perannya berbagi tanggung jawab ini. Ketika IPI pertama kali dikembangkan, dokter berasumsi bahwa pasien dan keluarga ingin menerima terapi mempertahankan hidup, seperti resusitasi jantung-paru (RJP) dan ventilasi mekanis tanpa memperoleh informed consent. Rumah sakit di Amerika Serikat memiliki kebijakan resusitasi yang umum bahwa semua pasien menerima RJP terlepas dari keinginan mereka atau keluarga mereka. Akibatnya, dokter dan perawat biasanya berusaha untuk menyadarkan semua pasien. Pada kenyataannya pasien yang mendapat ventilasi mekanis meninggal dalam keadaan ventilasi mekanis masih terpasang. Jika pasien tidak dapat membuat keputusan, keluarga atau wali mereka diperbolehkan untuk mengambil keputusan untuk 7 melanjutkan atau menghentikan pengobatan. Keputusan mengakhiri kehidupan di IPI biasanya dibuat dengan perundingan keluarga. Keputusan bersama tentang pilihan pengobatan akhir hidup adalah hal yang lumrah. Meskipun demikian, rapat keluarga sering tidak lengkap, terutama pada keluarga yang 8 kurang berpendidikan. Perundingan keluarga sebaiknya segera dilakukan setelah pasien dirawat di IPI dan dilakukan secara berkala. Bila mungkin, perundingan harus dilakukan di tempat pribadi, diorganisasi dan dipimpin oleh dokter senior, dan dihadiri oleh dokter dan perawat. Konsultan seperti pekerja sosial, penasehat spiritual, dan interpreter merupakan bagian penting dari tim IPI dan harus diundang untuk berpartisipasi dalam perundingan keluarga, terutama bila atas permintaan keluarga. Menurut para peneliti, komunikasi interdisipliner memberi kepuasan yang lebih tinggi pada pasien dan diakui oleh pasien dan keluarga sebagai komponen 9 utama dari perawatan akhir kehidupan yang baik. Beberapa keluarga memilih membuat keputusan di IPI, termasuk untuk akhir hayat, yang lainnya 10 membiarkan dokter bertanggung jawab penuh. Sayangnya, dokter kadang-kadang tidak berbicara dengan jelas ketika mendiskusikan prognosis dengan keluarga dan tidak secara eksplisit membahas kesempatan pasien untuk kelangsungan hidup jangka pendek. Studi terbaru menunjukkan bahwa kebanyakan keluarga ingin dokter membuat rekomendasi spesifik apakah pengobatan dihentikan atau dilanjutkan 11 berdasarkan prognosis pasien. Selain itu, kebanyakan keluarga ingin dokter mendiskusikan prognosis pasien bahkan ketika mereka meragukan kemampuan dokter memprediksikan kondisi pasien secara akurat. Keluarga umumnya tidak melihat informasi prognostik 1 sebagai cara untuk mempertahankan harapan. Diskusi tentang prognosis pasien membantu keluarga mempersiapkan kemungkinan bahwa pasien akan 1 meninggal. Selama rapat keluarga, umumnya keluarga lebih puas jika mereka mendengarkan, bukan berbicara. Keluarga juga menghargai jaminan perbaikan rasa sakit 69 J Respir Indo Vol., No. 4, Oktober 01

7 dan penderitaan selama tinggal di IPI, pasien tidak akan ditinggalkan, dan keputusan keluarga akan dihormati. Kepuasan keluarga ditingkatkan oleh pernyataan empati dokter yang mengakui kesulitan memiliki anggota keluarga di IPI, membuat keputusan untuk anggota keluarga, dan melihat anggota keluarga meninggal. KESIMPULAN 1. Instalasi perawatan intensif tidak hanya terbatas untuk menangani pasien-pasien pascabedah saja tetapi juga meliputi berbagai jenis pasien dewasa dan anak yang mengalami lebih dari satu disfungsi/gagal organ.. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan untuk memasukkan pasien pada perawatan intensif adalah diagnosis, keparahan penyakit, umur, status penyakit kronis, fisiologis, prognosis, ketersediaan perawatan, respons terhadap pengobatan, cardiopulmonary arrest, perkiraan kualitas hidup dan keinginan pasien.. Secara umum indikasi pemakaian ventilasi mekanis adalah untuk pasien dengan gagal napas akut, koma, gagal napas akut pada gagal napas kronik dan kelainan neuromuskuler. 4. Pertanyaan sulit kapan untuk berhenti mempertahankan hidup dengan ventilasi mekanis untuk pasien yang tidak respons terhadap pengobatan apapun, kadang-kadang dihadapi oleh dokter dan keluarga.. Keputusan mengakhiri kehidupan di IPI biasanya dibuat dengan perundingan keluarga yang sebaiknya segera dilakukan setelah pasien dirawat di IPI dan dilakukan secara berkala. DAFTAR PUSTAKA 1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk teknis penyelenggaraan pelayanan intensive care unit (ICU) di rumah sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; Smith G, Nielsen M. ABC of intensive care: Criteria for admission. BMJ. 1999;18: Luce JM. End-of-life decision making in the intensive care unit. Am J Respir Crit Care Med. 010;18: Rodriguez P, Dojat M, Brochard L. Mechanical ventilation: Changing concepts. Indian J Crit Care Med. 00;9:-4.. David JP. A primer on mechanical ventilation. [Online]. 004 [Cited 01 August 18]. Avaiable from: URL: mechanicalventilation/mv_primer.html 6. Sharma S. Respiratory failure.[online]. 00 [Cited 01 August 18]. Available from: URL: m. 7. Gazelle G. The slow code - should anyone rush to its defense? N Engl J Med. 1998; 8: White DB, Braddock CH III, Berekniyeu S, Curtis JR. Toward shared decision making at the end of life in intensive care units: Opportunities for improvement. Arch Intern Med. 007;167: Curtis JR, White DB. Practical guidance for evidence-based IPI family conferences. Chest. 008;14: White DB, Engelberg R, Wenrich M, Lo B, Curtis JR. Prognostication during patient-family discussions about limiting life support in intensive care units. Crit Care Med. 007;: Evans LR, Boyd EA, Malvar G, Apatira L, Luce JM, Lo B, et al. Surrogate decision-makers' perspectives on discussing prognosis in the face of uncertainty. Am J Respir Crit Care Med. 009;179: Apatira L, Boyd EA, Malvar G, Evans LR, Luce JM, Lo B, et al. Hope, truth, and preparing for death: Perspectives of surrogate decision makers. Ann Intern Med. 008;149: White DB, Evans LR, Bautista CA, Luce JM. Are physicians' recommendations to limit life support beneficial or burdensome? Bringing empirical data to the debate. Am J Respir Crit Care Med. 009;180:0-. J Respir Indo Vol., No. 4, Oktober 01 70

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasien kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang mengancam jiwa pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive Care

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT Faisal Yunus Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan Jakarta PENDAHULUAN Asma penyakit kronik saluran napas Penyempitan saluran napas

Lebih terperinci

Eddy Surjanto, Yusup S Sutanto, Reviono, Yudi Prasetyo, Suradi

Eddy Surjanto, Yusup S Sutanto, Reviono, Yudi Prasetyo, Suradi THE RELATIONSHIP BETWEEN UNDERLYING DISEASE OF RESPIRATORY FAILURE WITH THE TREATMENT S OUTCOME ON HOSPITALIZED PATIENTS IN Dr. MOEWARDI HOSPITAL SURAKARTA 2009 Eddy Surjanto, Yusup S Sutanto, Reviono,

Lebih terperinci

RESPIRATORY FAILURE. PRESENTATION by Dr. Fachrul Jamal Sp.An(KIC)

RESPIRATORY FAILURE. PRESENTATION by Dr. Fachrul Jamal Sp.An(KIC) RESPIRATORY FAILURE PRESENTATION by Dr. Fachrul Jamal Sp.An(KIC) 1 DEFINIS I Gagal napas adalah ketidakmampuan paru-paru memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Hal ini dapat terjadi akibat kegagalan oksigenasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini

Lebih terperinci

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut. B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ICU atau Intensive Care Unit merupakan pelayanan keperawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cidera dengan penyulit yang mengancam

Lebih terperinci

ASIDOSIS RESPIRATORIK

ASIDOSIS RESPIRATORIK ASIDOSIS RESPIRATORIK A. PENGERTIAN. Asidosis Respiratorik (Kelebihan Asam Karbonat). 1. Asidosis Respiratorik adalah gangguan klinis dimana PH kurang dari 7,35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering mengganggu pertukaran gas. Bronkopneumonia melibatkan jalan nafas distal dan alveoli, pneumonia lobular

Lebih terperinci

EDITORIAL. Ventilasi Noninvasif di Ruang Rawat Intensif

EDITORIAL. Ventilasi Noninvasif di Ruang Rawat Intensif EDITORIAL Ventilasi Noninvasif di Ruang Rawat Intensif Pemakaian ventilasi mekanik noninvasif akhir-akhir ini berkembang dengan cepat. Ventilasi mekanik noninvasif adalah suatu bantuan ventilasi tanpa

Lebih terperinci

Curriculum vitae. Pudjiastuti, dr., Sp. A(K) Pendidikan : S 1 : FK UNS Surakarta, lulus tahun 1986

Curriculum vitae. Pudjiastuti, dr., Sp. A(K) Pendidikan : S 1 : FK UNS Surakarta, lulus tahun 1986 Curriculum vitae Pudjiastuti, dr., Sp. A(K) Pendidikan : S 1 : FK UNS Surakarta, lulus tahun 1986 Spesialis : FK Undip Surakarta, lulus tahun 1997 Spesialis Anak Konsulen : FK UI RSCM, lulus tahun 2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan

Lebih terperinci

CURRICULUM VITAE. Nama : DR. Dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 12 April 1959 Agama: Islam

CURRICULUM VITAE. Nama : DR. Dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 12 April 1959 Agama: Islam CURRICULUM VITAE Nama : DR. Dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 12 April 1959 Agama: Islam Email: nurahmad_59@yahoo.co.id Jabatan: Ketua Divisi Pulmonologi Dept.

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Masalah. Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat. diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Masalah. Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat. diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Analisis Gas Darah merupakan salah satu alat diagnosis dan penatalaksanaan penting bagi pasien untuk mengetahui status oksigenasi dan keseimbangan asam basa.

Lebih terperinci

TERAPI OKSIGEN. Oleh : Tim ICU-RSWS. 04/14/16 juliana/icu course/2009 1

TERAPI OKSIGEN. Oleh : Tim ICU-RSWS. 04/14/16 juliana/icu course/2009 1 TERAPI OKSIGEN Oleh : Tim ICU-RSWS juliana/icu course/2009 1 Definisi Memberikan oksigen (aliran gas) lebih dari 20 % pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan komplikasi pada organ lainnya (Tabrani, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan komplikasi pada organ lainnya (Tabrani, 2008). 19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal nafas merupakan salah satu kondisi kritis yang diartikan sebagai ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan homeostasis oksigen dan karbondioksida.

Lebih terperinci

Aplikasi SIM Pada Pengiriman Non Invasive Continuous Positive Airway Pressure (ncpap) Pada Acute Respiratory Failure (ARF) Dengan Menggunakan Helmet

Aplikasi SIM Pada Pengiriman Non Invasive Continuous Positive Airway Pressure (ncpap) Pada Acute Respiratory Failure (ARF) Dengan Menggunakan Helmet Aplikasi SIM Pada Pengiriman Non Invasive Continuous Positive Airway Pressure (ncpap) Pada Acute Respiratory Failure (ARF) Dengan Menggunakan Helmet Disusun Oleh Dini Rachmaniah NPM. 1006800794 Program

Lebih terperinci

KERACUNAN OKSIGEN. Oleh Diah Puspita Rifasanti I1A Pembimbing: dr. Dwi Setyohadi

KERACUNAN OKSIGEN. Oleh Diah Puspita Rifasanti I1A Pembimbing: dr. Dwi Setyohadi Tinjauan Pustaka KERACUNAN OKSIGEN Oleh Diah Puspita Rifasanti I1A009052 Pembimbing: dr. Dwi Setyohadi BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN DAN KEHAKIMAN FK UNLAM RSUD ULIN BANJARMASIN Desember, 2013 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG Pendahuluan asma merupakan proses inflamasi kronik dimana yang berperan adalah sel-sel inflamasi maupun struktural dari bronkus GINA 2010

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma 2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma penatalaksanaan asma terbaru menilai secara cepat apakah asma tersebut terkontrol, terkontrol sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic obstructive pulmonary disease) merupakan penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatanaliran udara di saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena penyakit ini merupakan penyebab kematian dengan nomor urut lima di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah penyakit mengancam jiwa yang disebabkan oleh reaksi tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit misalnya pada pasien

Lebih terperinci

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT PERTOLONGAN GAWAT DARURAT I. DESKRIPSI SINGKAT Keadaan gawatdarurat sering terjadi pada jemaah haji di Arab Saudi. Keterlambatan untuk mengidentifikasi dan memberikan pertolongan yang tepat dan benar dapat

Lebih terperinci

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR)

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR) PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR) A. PENGERTIAN Resusitasi merupakansegala bentuk usaha medis, yang dilakukan terhadap mereka yang berada dalam keadaan darurat atau kritis, untuk mencegah kematian. Do

Lebih terperinci

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I Lampiran Surat Keputusan Direktur RSPP No. Kpts /B00000/2013-S0 Tanggal 01 Juli 2013 PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA 2 0 1 3 BAB I 0 DEFINISI Beberapa definisi Resusitasi Jantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan pengobatan, memberikan pelayanan gawat darurat, rawat jalan dan rawat inap (Kemenkes,2008).

Lebih terperinci

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( ) 1 INSUFISIENSI PERNAFASAN Ikbal Gentar Alam (131320090001) Pendahuluan 2 Diagnosa dan pengobatan dari penyakit penyakit respirasi tergantung pada prinsip dasar respirasi dan pertukaran gas. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

2. PERFUSI PARU - PARU

2. PERFUSI PARU - PARU terapi oksigen TAHAPAN RESPIRASI 1. VENTILASI 2. PERFUSI PARU - PARU 3. PERTUKARAN GAS DI PARU-PARU 4. TRANSPORT OKSIGEN 5. EKSTRAKSI ( OXYGEN UPTAKE ) Sumbatan jalan nafas pasien tak sadar paling sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. denyut/menit; 3. Respirasi >20/menit atau pa CO 2 <32 mmhg; 4. Hitung leukosit

BAB I PENDAHULUAN. denyut/menit; 3. Respirasi >20/menit atau pa CO 2 <32 mmhg; 4. Hitung leukosit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sepsis adalah SIRS (Systemic Inflamatory Respons Syndrome) ditambah tempat infeksi yang diketahui atau ditentukan dengan biakan positif dari organisme dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskuler secara cepat di negara maju dan negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskuler secara cepat di negara maju dan negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perubahan pola hidup yang terjadi meningkatkan prevalensi penyakit jantung dan berperan besar pada mortalitas serta morbiditas. Penyakit jantung diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit sistem pernapasan merupakan penyebab 17,2% kematian di dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 5,1%, infeksi pernapasan bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator mekanik merupakan alat yang digunakan untuk membantu fungsi pernapasan. Penggunaannya diindikasikan untuk pasien dengan hipoksemia, hiperkapnia berat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan, sehingga diperlukan suatu kajian yang lebih menyeluruh mengenai determinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit tentunya

BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit tentunya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang cepat dan tepat, untuk itu perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kariadi adalah salah satu dari bagian ruang rawat intensif lain yaitu ICU pediatrik,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kariadi adalah salah satu dari bagian ruang rawat intensif lain yaitu ICU pediatrik, 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 ICU ICU modern berkembang dengan mencakup pengananan respirasi dan jantung, menunjang faal organ, dan penanganan jantung koroner. ICU RSUP dr. Kariadi adalah salah satu dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, terdapat sekitar 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya komplikasi yang lebih berbahaya. diakibatkan oleh sepsis > jiwa pertahun. Hal ini tentu menjadi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya komplikasi yang lebih berbahaya. diakibatkan oleh sepsis > jiwa pertahun. Hal ini tentu menjadi BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Sepsis merupakan suatu respon sistemik yang dilakukan oleh tubuh ketika menerima sebuah serangan infeksi yang kemudian bisa berlanjut menjadi sepsis berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke masih menjadi pusat perhatian dalam bidang kesehatan dan kedokteran oleh karena kejadian stroke yang semakin meningkat dengan berbagai penyebab yang semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perlengkapan yang khusus dengan tujuan untuk terapi pasien - pasien yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perlengkapan yang khusus dengan tujuan untuk terapi pasien - pasien yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Intensive Care Unit Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari Rumah Sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan) dengan staf yang khusus dan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke arah yang lebih baik di Indonesia, mempengaruhi pergeseran pola penyakit yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator adalah suatu sistem alat bantu hidup yang dirancang untuk menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Ventilator dapat juga berfungsi untuk

Lebih terperinci

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, menuntut perawat bekerja secara profesional yang didasarkan pada standar praktik keperawatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy

BAB I PENDAHULUAN. Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy Unit) ditemukan pada tahun 1950 di daratan Eropa sebanyak 80%, saat terjadi epidemic Poliomyelitis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah kelainan struktur dan fungsi pada jantung yang muncul pada saat kelahiran. (1) Di berbagai negara maju sebagian besar pasien PJB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh terhadap suatu infeksi. 1 Ini terjadi ketika tubuh kita memberi respon imun yang berlebihan untuk infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan pola hidup menyebabkan berubahnya pola penyakit infeksi dan penyakit rawan gizi ke penyakit degeneratif kronik seperti penyakit jantung yang prevalensinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang memengaruhi status kesehatan yaitu pelayanan kesehatan, perilaku,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang memengaruhi status kesehatan yaitu pelayanan kesehatan, perilaku, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu Kesehatan Masyarakat adalah ilmu yang mempelajari kombinasi teori dan praktek yang bertujuan untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk proses respirasi. Respirasi merupakan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat.

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Infeksi serius dan kelainan lain yang bukan infeksi seperti pankreatitis, trauma dan pembedahan mayor pada abdomen dan kardiovaskular memicu terjadinya SIRS atau sepsis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batuk, mengi dan sesak nafas (Somatri, 2009). Sampai saat ini asma masih

BAB I PENDAHULUAN. batuk, mengi dan sesak nafas (Somatri, 2009). Sampai saat ini asma masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Asma telah di kenal sejak ribuan tahun lalu, para ahli mendefinisikan bahwa asma merupakan suatu penyakit obstruksi saluran nafas yang memberikan gejalagejala batuk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya

Lebih terperinci

RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP ) CARDIO PULMONARY RESUSCITATION ( CPR )

RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP ) CARDIO PULMONARY RESUSCITATION ( CPR ) RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP ) CARDIO PULMONARY RESUSCITATION ( CPR ) 1 MINI SIMPOSIUM EMERGENCY IN FIELD ACTIVITIES HIPPOCRATES EMERGENCY TEAM PADANG, SUMATRA BARAT MINGGU, 7 APRIL 2013 Curiculum vitae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mempengaruhi 15 juta orang Amerika dan mengakibatkan kematian 160.000 jiwa pertahun, peringkat ke-empat sebagai penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini permasalahan yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan di Indonesia adalah pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN. ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN. ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi 5 BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Definisi ALI ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi yang luas dan parah dari parenkim paru. 10 ALI/ARDS merupakan kumpulan gejala akibat inflamasi

Lebih terperinci

MEMBRAN RESPIRATORIUS

MEMBRAN RESPIRATORIUS PENDAHULUAN Fungsi utama paru adalah untuk memberikan oksigenasi darah yang memadai dan mengeluarkan karbondioksida (CO 2 ). Proses pertukaran gas melalui tiga tahapan yaitu ventilasi paru yang akan menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelola, pendidik, dan peneliti (Asmadi, 2008). Perawat sebagai pelaksana layanan keperawatan (care provider) harus

BAB I PENDAHULUAN. pengelola, pendidik, dan peneliti (Asmadi, 2008). Perawat sebagai pelaksana layanan keperawatan (care provider) harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawat merupakan tenaga kesehatan yang berinteraksi secara langsung dengan pasien, mempunyai tugas dan fungsi yang sangat penting bagi kesembuhan serta keselamatan

Lebih terperinci

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani KEDARURATAN ASMA DAN PPOK Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta WORKSHOP PIR 2017 PENDAHULUAN PPOK --> penyebab utama mortalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Asma bronkial merupakan penyakit kronik tidak menular yang paling sering dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri berkorelasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperglikemia sering terjadi pada pasien kritis dari semua usia, baik pada dewasa maupun anak, baik pada pasien diabetes maupun bukan diabetes. Faustino dan Apkon (2005)

Lebih terperinci

PANDUAN PELAYANAN PASIEN DENGAN ALAT PENGIKAT (RESTRAINT) RUMAH SAKIT UMUM BUNDA THAMRIN MEDAN

PANDUAN PELAYANAN PASIEN DENGAN ALAT PENGIKAT (RESTRAINT) RUMAH SAKIT UMUM BUNDA THAMRIN MEDAN PANDUAN PELAYANAN PASIEN DENGAN ALAT PENGIKAT (RESTRAINT) RUMAH SAKIT UMUM BUNDA THAMRIN MEDAN I. DEFINISI Pelayanan pasien adalah penyediaan jasa oleh Rumah Sakit kepada orang sakit yang dirawat di Rumah

Lebih terperinci

meningkatkan pelayanan ICU. Oleh karena itu, mengingat diperlukannya tenagatenaga khusus, terbatasnya sarana pasarana dan mahalnya peralatan,

meningkatkan pelayanan ICU. Oleh karena itu, mengingat diperlukannya tenagatenaga khusus, terbatasnya sarana pasarana dan mahalnya peralatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pedoman penyelanggaran pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pedoman penyelanggaran pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Menurut pedoman penyelanggaran pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di rumah sakit yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor1778/MENKES/SK/XII/2010,

Lebih terperinci

Digunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain

Digunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain BEBERAPA PERALATAN DI RUANG ICU 1. Termometer 2. Stethoscope Digunakan untuk mengukur suhu tubuh 3. Tensimeter Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ventilasi bagi pasien dengan gangguan fungsi respiratorik (Sundana,

BAB I PENDAHULUAN. ventilasi bagi pasien dengan gangguan fungsi respiratorik (Sundana, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ventilasi mekanik (ventilator) memegang peranan penting bagi dunia keperawatan kritis, dimana perannya sebagai pengganti bagi fungsi ventilasi bagi pasien dengan gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini

Lebih terperinci

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI

RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI TIDUR Tidur suatu periode istirahat bagi tubuh dan jiwa Tidur dibagi menjadi 2 fase : 1. Active sleep / rapid eye movement (REM) 2. Quid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Serangan asma masih merupakan penyebab utama yang sering timbul dikalangan

Lebih terperinci

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL O 1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produk mucus berlebihan dan kental, batuk tidak efektif. Mempertahankan jalan

Lebih terperinci

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD)

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD) SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD) 1. Analisa Gas Darah Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran ph (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. RJP. Orang awam dan orang terlatih dalam bidang kesehatanpun dapat. melakukan tindakan RJP (Kaliammah, 2013 ).

PENDAHULUAN. RJP. Orang awam dan orang terlatih dalam bidang kesehatanpun dapat. melakukan tindakan RJP (Kaliammah, 2013 ). PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan tindakan darurat untuk mencegah kematian biologis dengan tujuan mengembalikan keadaan henti jantung dan napas (kematian klinis) ke

Lebih terperinci

CODE BLUE SYSTEM No. Dokumen No. Revisi Halaman 1/4 Disusun oleh Tim Code Blue Rumah Sakit Wakil Direktur Pelayanan dan Pendidikan

CODE BLUE SYSTEM No. Dokumen No. Revisi Halaman 1/4 Disusun oleh Tim Code Blue Rumah Sakit Wakil Direktur Pelayanan dan Pendidikan Standar Prosedur Operasional (SPO) PENGERTIAN TUJUAN KEBIJAKAN PROSEDUR CODE BLUE SYSTEM No. Dokumen No. Revisi Halaman 1/4 Disusun oleh Diperiksa Oleh Tim Code Blue Rumah Sakit Wakil Direktur Pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia (Kementerian Kesehatan, 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermiten yang bersifat reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu yang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini membahas tentang gambaran pengelolaan terapi batuk efektif bersihan jalan nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unit perawatan intensif atau yang sering disebut Intensive Care Unit

BAB I PENDAHULUAN. Unit perawatan intensif atau yang sering disebut Intensive Care Unit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unit perawatan intensif atau yang sering disebut Intensive Care Unit (ICU) merupakan suatu unit yang telah dirancang untuk memberikan perawatan pada pasien dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah mengalami perubahan yang sangat besar. Saat ini orang cenderung memiliki gaya hidup

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu Penyakit Dalam, sub ilmu Pulmonologi dan Geriatri. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat peneltian ini adalah

Lebih terperinci

JUMLAH PASIEN MASUK RUANG PERAWATAN INTENSIF BERDASARKAN KRITERIA PRIORITAS MASUK DI RSUP DR KARIADI PERIODE JULI - SEPTEMBER 2014

JUMLAH PASIEN MASUK RUANG PERAWATAN INTENSIF BERDASARKAN KRITERIA PRIORITAS MASUK DI RSUP DR KARIADI PERIODE JULI - SEPTEMBER 2014 JUMLAH PASIEN MASUK RUANG PERAWATAN INTENSIF BERDASARKAN KRITERIA PRIORITAS MASUK DI RSUP DR KARIADI PERIODE JULI - SEPTEMBER 2014 Vanesha Sefannya Gunawan 1, Johan Arifin 2, Akhmad Ismail 3 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG

BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG 14.41 No comments BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara fungsional. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001) BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema, dan asma. Penyakit Paru Obstruksi

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut, BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Gangguan Ginjal Akut pada Pasien Kritis Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut, merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) mengartikan Penyakit Paru Obstruktif Kronik disingkat PPOK sebagai penyakit yang ditandai dengan

Lebih terperinci

TRANSFER PASIEN KE RUMAH SAKIT LAIN UNTUK PINDAH PERAWATAN

TRANSFER PASIEN KE RUMAH SAKIT LAIN UNTUK PINDAH PERAWATAN Pengertian Tujuan Kebijakan Transfer pasien pindah perawatan ke rumah sakit lain adalah memindahkan pasien dari RSIA NUN ke RS lain untuk pindah perawatan karena tidak tersedianya fasilitas pelayanan yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Keluarga 2.1.1. Defenisi Keluarga Banyak ahli yang mendefenisiskan tentang keluarga berdasarkan perkembangan sosial di masyarakat. Hal ini bergantung pada orientasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure (CHF) menjadi yang terbesar. Bahkan dimasa yang akan datang penyakit ini diprediksi akan terus bertambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan penyakit paru obstruktif kronik telah di bahas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1022/MENKES/ SK/XI/2008 tentang pedoman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati. Penyakit ini berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik pada jalan

Lebih terperinci

Kontusio paru A. PENGERTIAN

Kontusio paru A. PENGERTIAN Kontusio paru A. PENGERTIAN Kontusio paru didefinisikan sebagai cedera fokal dengan edema, perdarahan alveolar dan interstisial. Ini adalah cedera yang paling umum yang berpotensi mematikan. Kegagalan

Lebih terperinci

Preeklampsia dan Eklampsia

Preeklampsia dan Eklampsia Preeklampsia dan Eklampsia P2KS PROPINSI SUMATERA UTARA 1 Tujuan Membahas praktek terbaik untuk mendiagnosis dan menatalaksana hipertensi, pre-eklampsia dan eklampsia Menjelaskan strategi untuk mengendalikan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN A. PENGERTIAN Transient Tachypnea Of The Newborn (TTN) ialah gangguan pernapasan pada bayi baru lahir yang berlangsung singkat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit pernapasan kronis yang merupakan bagian dari noncommunicable disease (NCD). Kematian akibat

Lebih terperinci

Ventilasi Noninfasif (Noninvasif Ventilation/NIV )

Ventilasi Noninfasif (Noninvasif Ventilation/NIV ) Ventilasi Noninfasif (Noninvasif Ventilation/NIV ) Rita Rogayah, Feni Fitriyani, Menaldi Rasmin Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI SMF Paru RSUP Perahabatan, Jakarta. PENDAHULUAN

Lebih terperinci