BAB 1 PENDAHULUAN PERKEMBANGAN HARGA MINYAK MENTAH INDONESIA DAN MINYAK MENTAH UTAMA DUNIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN PERKEMBANGAN HARGA MINYAK MENTAH INDONESIA DAN MINYAK MENTAH UTAMA DUNIA"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Isu dan Kondisi Lingkungan Strategis terkait Pengelolaan ESDM Gejolak ekonomi dunia masih didominasi oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia pada kuarter kedua tahun 2011 termasuk Indonesia. Dampak tersebut telah mempengaruhi kondisi nasional, khususnya terkait dengan pengelolaan sektor energi dan sumber daya mineral. Secara umum setiap kenaikan harga minyak mentah sebesar USD 1/barrel secara langsung akan menambah penerimaan negara sebesar Rp. 3,50 Triliun, tetapi subsidi akan bertambah sebesar Rp. 2,95 Triliun dan Dana Bagi Hasil Migas Rp. 0,49 Triliun, sehingga masih diperoleh surplus sebesar Rp. 0,05 Triliun (Rp. 50 Miliar). Selain dampak langsung pada penerimaan dan subsidi minyak, kenaikan penerimaan migas akan menaikkan total pendapatan APBN sehingga anggaran belanja untuk Pendidikan dan belanja ke daerah yang berupa dana alokasi umum (DAU) akan meningkat juga, sehingga secara menyeluruh keaikan harga minyak akan meningkatkan defisit APBN. Kemudian dampak kenaikan harga minyak pada sektor riil, menyebabkan kenaikan harga BBM non subsidi yang dikonsumsi oleh sektor industri. Hal ini berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi makro, antara lain meningkatnya inflasi dan peluang penyalahgunaan BBM bersubsidi. Dampak fluktuasi harga minyak dunia menunjukkan bahwa aspek keamanan energi (energy security) memerlukan perhatian serius. Pengelolaan energi memerlukan paradigma baru yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dalam negeri, penciptaan nilai tambah pemanfaatan energi di dalam negeri, penekanan penggunaan energi yang lebih hemat, dan pengaturan harga yang lebih mencerminkan nilai keekonomiannya, pengusahaan serta pertumbuhan ekonomi daerah, termasuk pemanfaatan sumbersumber energi primer setempat. PERKEMBANGAN HARGA MINYAK MENTAH INDONESIA DAN MINYAK MENTAH UTAMA DUNIA Grafik 1.1. Perkembangan Harga Minyak Metah Indonesia dan Minyak Mentah Dunia Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM

2 Merujuk pada kondisi di atas, maka penyediaan energi berupa upaya peningkatan ketahanan energi harus terus dilakukan. Ketahanan energi dapat ditinjau dari tiga komponen utama, yaitu ketergantungan terhadap energi impor, ketergantungan terhadap energi minyak, dan efisiensi pemanfaatan energi. Dengan kata lain, ketahanan energi yang tinggi ditunjukkan dengan rendahnya ketergantungan terhadap energi impor, rendahnya pemanfaatan minyak serta pemanfaatan energi yang efisien. Beberapa isu strategis terkait pengelolaan sektor Energi dan Sumber Daya Mineral di tahun 2011, dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Isu strategis sub sektor minyak dan gas bumi Realisasi produksi minyak bumi sampai dengan akhir Desember 2011 diperkirakan sebesar 902 ribu BOPD atau 95% dari target APBN-P Beberapa tahun terakhir ini, produksi minyak Indonesia dibawah 1 juta BOPD, mengingat mayoritas lapangan yang berproduksi saat ini merupakan lapangan tua. Namun dengan ditemukannya cadangan minyak di Blok Cepu (lapangan Banyu Urip) yang cukup signifikan, diharapkan pada saat pengembangan lapangan Banyu Urip secara full scale telah selesai, produksi minyak akan dapat kembali meningkat. Grafik 1.2. Produksi Minyak Indonesia Tahun 2011 Grafik 1.3. Penerimaan Migas Indonesia Produksi gas bumi tahun 2011 sesuai APBN-P ditargetkan sebesar MMSCFD. Pada realisasinya, produksi gas bumi tahun 2011 mencapai MMSCFD atau 99% terhadap target tahun Produksi gas tersebut ekivalen dengan 95% realisasi tahun 2010 sebesar MMSCFD. Pada tahun 2011 ini, kebijakan alokasi gas untuk kebutuhan domestik (contracted demand+potential demand) lebih diutamakan yaitu mencapai 58%, dari tahun ke tahun, ekspor gas sudah mulai dikurangi, sebaliknya pemanfaatan domestik terus diintensifkan. Produksi Dan Pemanfaatan Gas Bumi Tahun 2011 MMSCFD (%). DOMESTIK PUPUK 615,3 7,3 KILANG 89,5 1,1 PET. KIMIA 93,5 1,1 KONDENSASI 12,8 0,2 LPG 38,0 0,5 PGN 752,7 8,9 PLN 721,4 8,6 KRAKATAU STEEL 51,6 0,6 INDUSTRI LAIN** 552,1 6,6 CIT Y GAS 0,20 0,002 PEMAKAIAN SENDIRI 544,6 6,5 SUB TOTAL DOMESTIK 3.471,9 41,2 EKSPOR FEED KILANG LNG 3.543,7 42,0 LPG - 0,0 GAS PIPA 924,5 11,0 SUB TOTAL EKSPOR 4.468,2 53,0 *) Status s/d Nop 2011 (Angka Produksi Net) **) Penyaluran KKKS ke industri selain pengguna PGN LOSSES 488,3 5,8 T O T A L 8.428,4 100 Gambar 1.1. Produksi dan Pemanfaatan Gas Bumi Tahun Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011

3 2. Isu strategis sub sektor ketenagalistrikan Terkait dengan energi domestik, permintaan kebutuhan energi listrik meningkat tiap tahunnya dengan pertumbuhan tahun 2011 mencapai 11%/tahun. Kebutuhan listrik selalu melebihi dari kapasitas terpasang yang ada. Krisis ekonomi 1998/1999, memiliki dampak sangat luas bagi pembangunan ketenagalistrikan. Krisis tersebut, menyebabkan tidak adanya investasi yang masuk dan pertumbuhan kapasitas pembangkit terhambat. Bahkan proyek-proyek IPP pun menjadi terhenti. Untuk mengejar pertumbuhan kebutuhan tersebut, dilakukan upaya antara lain pembangunan pembangkit listrik dengan program MW tahap I, MW tahap II dan IPP. PROGRAM PERCEPATAN MW TAHAP I Gambar 1.2. Peta Lokasi Program Percepatan MW Tahap I No Tahapan Proyek Proyek PLN Proyek Jumlah Kapasitas Total (MW) 1 Persiapan Konstruksi Batal dilaksanakan Total Proyek IPP 1 Persiapan Diubah menjadi proyek PLN Proses hukum di PTUN Batal dilaksanakan Total Jumlah seluruh proyek pada Program MW tahap II adalah 92 proyek dengan total kapasitas MW. Pada tahun 2012, akan ada 3 proyek yang beroperasi secara, yaitu: PLTU Kota Baru 2x7 MW, PLTU Ketapang 2x10 MW, dan PLTU Bau-Bau 2x10 MW Tabel 1.1. Tahapan Program Percepatan MW Tahap II Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM

4 Rasio elektrifikasi tahun 2011 ditargetkan sebesar 70,4%, dan diperkirakan akan tercapai sepenuhnya. Realisasi rasio desa berlistrik tahun 2011 lebih rendah dari target karena banyaknya pemekaran desa. Kapasitas terpasang pembangkit listrik tahun 2011 ditargetkan sebesar MW. Pada realisasinya, kapasitas terpasang pembangkit tahun 2011 diperkirakan mencapai MW atau 99% terhadap target tahun Pada tanggal 1 November 2011, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (MESDM), Jero Wacik menandatangani surat penugasan pembelian tenaga listrik yang bersumber dari pembangkit panas bumi kepada PT. PLN (Persero) dan persetujuan harga jual tenaga listrik kepada pihak swasta. Dengan telah ditandatanganinya penugasan dan persetujuan harga jual tenaga listrik tersebut, selanjutnya pengembang listrik swasta akan melakukan penandatanganan Power Purchase Agreement (PPA) dengan PT. PLN (Persero), dan akan dilanjutkan dengan pembangunan sarana dan prasarana yang diharapkan pada sekitar tahun kedua pembangkit baru tersebut sudah ada yang beroperasi Dengan telah beroperasinya pembangkit tersebut, maka akan meningkatkan jumlah ketersediaan daya listrik sekitar 430 MW yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia, yang pada gilirannya akan meningkatkan hajat hidup masyarakat serta memajukan sektor perekonomian. 3. Isu strategis sub sektor mineral dan batubara Produksi batubara pada APBN-P 2011 ditargetkan sebesar 327 juta ton. Pada realisasinya, produksi batubara tahun 2011 diperkirakan mencapai 293 juta ton atau 89% terhadap target tahun Produksi Batubara 2011 hanya mencapai 89% dikarenakan belum semua data IUP terkumpul dan saat ini sedang dalam proses pengumpulan data IUP untuk mendapatkan data IUP yang lengkap. Data IUP yang tersaji adalah yang tercatat dan dilaporkan secara resmi ke Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara c.q Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara. Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, ketentuan dalam Pasal KK dan PKP2B harus disesuaikan (renegosiasi), adapun untuk Kuasa Pertambangan (KP) berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP). Dari 37 KK yang melakukan renegosiasi, saat ini 9 KK telah menyetujui seluruh materi renegosiasi (amandemen kontrak untuk 5 KK siap ditandatangani pada Februari 2012), 23 KK setuju sebagian materi renegosiasi, dan 5 KK belum setuju seluruh materi renegosiasi. Dari 74 PKP2B yang melakukan renegosiasi, saat ini 60 PKP2B telah menyetujui seluruh materi renegosiasi (amandemen kontrak untuk 8 PKP2B siap ditandatangani pada Februari 2012) dan 14 PKP2B belum menyetujui seluruh materi renegosiasi. Jumlah IUP yang terinventarisir sebanyak IUP dan yang sudah berstatus clear and clean sampai dengan 2 Maret 2012 adalah sebanyak IUP. 4. Isu strategis sub sektor Energi Baru Terbarukan Dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar fosil yang merupakan bahan bakar tidak terbarukan, dan beralih untuk pengembangan potensi Bahan Bakar Nabati (BBN), Pemerintah melalui Perpres 5 Tahun 2006 menetapkan target penggunaan BBN sebesar 5% dari total konsumsi energi pada tahun Kemudian untuk mendukung Perpres 5 Tahun 2006 tersebut dan dalam rangka diversifikasi energi, sejak tahun 2008 dilakukan pencampuran BBN dengan BBM dengan persentase tertentu, sebagaimana Permen ESDM No. 32 Tahun 2008 Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain. BBN juga dicampurkan dengan BBM bersubsidi, dimana untuk BBN jenis biodiesel dicampurkan dengan minyak solar dan bioetanol dengan bensin Premium. Prospek pengembangan bahan bakar nabati sangat memungkinkan, terutama karena potensi ketersediaan lahan dan keanekaragaman bahan baku. 4 Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011

5 Selain itu dalam rangka upaya memenuhi kebutuhan energi domestik di sub sektor ketenagalistrikan, diversifikasi energi merupakan program prioritas, khususnya pengembangan energi baru terbarukan (EBT) atau energi alternatif non-bbm. Pembangkit listrik EBT terdiri dari PLTP, PLTS, PLTB, PLTMH, Pikohidro dll dimana kapasitas terpasangnya ditingkatkan terus setiap tahunnya. Pengembangan sumber-sumber energi dalam rangka diversifikasi energi meningkat setiap tahunnya. Tabel 1.2. Proyeksi Pangsa Penyediaan Per Jenis Energi (%) Pada tahun 2011 pemanfaatan energi baru terbarukan yang terdiri dari tenaga air, Biomassa, Surya (Matahari), Angin (Bayu), Hybrid, serta arus laut telah digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik dan menunjukkan kemajuan yang cukup tinggi. Dalam tahun 2011 ini pangsa energi baru terbarukan telah mencapai 12% dari keseluruhan pangsa energi nasional. Dan ditargetkan pada tahun 2025 pangsa EBT dapat mencapai 25% dari kseluruhan pangsa energi nasional. Khusus Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi telah memperlihatkan peningkatan kinerja lebih dulu dari pada sumber EBT lainnya. Pada tahun 2011 Kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dalam APBN P ditargetkan sebesar MW dan realisasinya mencapai MW atau 101% terhadap target tahun KAPASITAS TERPASANG PLTP SIBAYAK 12 MW SALAK 375 MW KAMOJANG 200 MW LAHENDONG 60 MW W.WINDU 227 MW DARAJAT 260 MW DIENG 60 MW Gambar 1.3. Peta Lokasi PLTP Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM

6 Gambar 1.4. Perizinan Panas Bumi Kawasan Hutan MOU Dengan Menteri Keuangan 5. Pengendalian Subsidi Energi Subsidi energi yang terdiri dari BBM/LPG dan listrik masih diterapkan dalam rangka meningkatkan daya beli masyarakat dan mendukung aktifitas perekonomian. Di sisi lain subsidi energi juga mengambil porsi yang cukup besar dalam APBN. Dapat dibayangkan jika anggaran subsidi tersebut dipergunakan untuk pembangunan sektor lain yang lebih penting, seperti transportasi umum, pendidikan, kesehatan, subsidi pangan, perawatan/pembangunan infrastruktur, jalan, dan bantuan sosial, tentu dampak ekonominya juga baik. Namun perlu disadari bahwa pergeseran subsidi energi menjadi subsidi langsung atau untuk anggaran sektor lain, memiliki dampak politik dan sosial yang lebih tinggi. Sehingga upaya perlu dilakukan secara bertahap. Untuk tahun 2011, subsidi energi dialokasikan sebesar Rp 195,2 triliun yang terdiri dari subsidi BBM/LPG sebesar Rp. 129,7 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp. 65,5 triliun. Sampai dengan akhir Desember 2011, diperkirakan subsidi energi akan melampaui target, dengan rincian subsidi BBM/LPG akan mencapai Rp. 168,2 triliun atau % dari alokasi pada 200 APBN-P Secara umum, lebih tingginya realisasi subsidi 100 energi tersebut 50 disebabkan karena lebih tingginya perkiraan Total Subsidi Energi 98,1 121,1 221,1 118,5 140,4 261,5 realisasi ICP rata-rata dari Penerimaan sektor ESDM 222,1 225,2 349,5 238,0 289,3 352,2 APBN-P 2011 sebesar 95 USD/Barrel menjadi 111 Grafik 1.4. Perbandingan Realisasi Subsidi Energi vs Penerimaan Sektor ESDM USD/Barrel. Selain itu, kurs yang semula diperkirakan sebesar Rp ,- (APBN-P 2011) diperkirakan akan menjadi Rp ,-. Namun demikian, meskipun subsidi energi lebih tinggi dari target APBN-P 2011, tetapi kontribusi sektor ESDM terhadap penerimaan nasional masih jauh lebih tinggi dibandingkan realisasi subsidi energi. Rp. Triliun 6 Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011

7 Subsidi BBM Berdasarkan UU No. 22 tahun 2011 tentang APBN 2012, Pemerintah diminta untuk melakukan pengendalian subsidi BBM melalui: Pengalokasian BBM bersubsidi secara lebih tepat sasaran yang dilakukan dengan membatasi jumlah pengguna BBM bersubsidi serta memberikan alternatif bahan bakar sebagai pengganti BBM bersubsidi; dan Pengendalian konsumsi BBM bersubsidi yaitu dengan menurunkan volume konsumsi (kuota) BBM bersubsidi. Pemerintah menyadari bahwa subsidi yang sebetulnya merupakan hak masyarakat ekonomi lemah ke bawah, penyalurannya masih banyak yang kurang tepat sasaran, sehingga juga dinikmati oleh masyarakat yang mampu secara ekonomi. Oleh karena itu, kebijakan penataan ulang sistem penyaluran subsidi yang telah dilakukan pada tahun 2011 dan akan tetap dilanjutkan dalam tahun Volume BBM bersubsidi, dikendalikan antara lain melalui: optimalisasi program konversi Gambar 1.5. Pengaturan BBM Bersubsidi minyak tanah ke LPG tabung 3 kg; peningkatan pemanfaatan energi alternatif seperti Bahan Bakar Nabati (BBN) dan Bahan Bakar Gas (BBG); serta pembatasan volume konsumsi secara bertahap. Realisasi volume BBM bersubsidi s.d. November 2011 sebesar 38 juta KL dan sampai dengan akhir Desember 2011 diperkirakan mencapai lebih dari 41 juta KL. Lebih tingginya realisasi subsidi BBM utamanya disebabkan karena konsumsi BBM bersubsidi mencapai 41 juta KL atau lebih tinggi dari kuota sebesar 40 juta KL. Meskipun upaya-upaya pengawasan dan sosialisasi BBM bersubsidi telah dilakukan namun belum bisa menahan tingginya konsumsi BBM yang dipicu oleh meningkatnya pertumbuhan kendaraan dari yang diperkirakan dan tumbuhnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun demikian, Pemerintah terus menerus melakukan upaya pengendalian BBM bersubsidi dimana rencananya akan dilakukan program pengaturan BBM bersubsidi pada tahun 2012 yang persiapannya sudah mulai dilakukan sejak tahun 2010 dan sepanjang tahun 2011 ini. Over kuota terjadi pada jenis BBM Premium dan Solar berturut-turut sekitar 3% dan 0,1% yang disebabkan antara lain karena pertumbuhan jumlah kendaraan di atas rata-rata, tingginya harga minyak dunia yang menyebabkan disparitas harga BBM bersubsidi dengan non-subsidi sehingga memicu konsumen bermigrasi dari BBM non-subsidi ke BBM bersubsidi dan penyalahgunaan BBM utamanya ke industri. Sedangkan untuk minyak tanah, telah berhasil dilakukan penghematan konsumsi sebesar 3,4% dari kuota APBN-P. Hal tersebut utamanya karena berhasilnya program konversi minyak tanah ke LPG. Subsidi listrik Subsidi listrik yang diperkirakan mencapai Rp. 93,3 triliun atau 142% lebih tinggi dari APBN-P 2011.Lebih tingginya realisasi subsidi listrik tahun 2011 dibandingkan APBN-P 2011, juga disebabkan karena target pasokan gas sebesar 320 TBTU hanya tercapai sebesar 284 TBTU. Selain itu, mundurnya penyelesaian beberapa PLTU pada Proyek MW Tahap I, repowering PLTU Batubara reguler, dan menurunnya capacity factor, sehingga target semula pasokan batubara sebesar 37 juta ton diperkirakan terealisasi 29 juta. Gambar 1.6. Dasar Pemberian Subsidi Listrik Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM

8 Faktor-faktor yang mempengaruhi besaran subsidi listrik antara lain: Nilai tukar Rupiah, Harga crudi oil (ICP), Pertumbuhan penjualan listrik, Susut jaringan, Marjin usaha; Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Tenaga Listrik; dan Tarif Tenaga Listrik. Subsidi BBN Prospek pengembangan bahan bakar nabati sangat memungkinkan, terutama karena potensi ketersediaan lahan dan keanekaragaman bahan baku. Namun, untuk mengantisipasi harga BBN yang terkadang lebih tinggi dibandingkan BBM, maka diperlukan subsidi BBN. Berdasarkan APBN 2011 dan APBN-P 2011 dialokasikan subsidi BBN, sebagai berikut: Bioetanol (1%) sebesar Rp 2.000/liter dengan kuota sebesar 4 ribu Kilo Liter, dan subsidi sebesar Rp.8 miliar. Biodiesel (5%) sebesar Rp /liter dengan kuota sebesar 600 ribu Kilo Liter, dan subsidi sebesar Rp. 1,3 triliun. Realisasi subsidi BBN untuk tahun 2011 mencapai Rp. 673,15 miliar dengan volume BBN yang tersalurkan sebesar 336,6 ribu Kilo Liter atau 56% terhadap target tahun Sedangkan produksi bioetanol belum dapat direalisasikan sama sekali karena harga indeks pasar bioethanol terlalu rendah, sehingga tidak ada produsen yang memasok ke Pertamina. Subsidi LPG Dalam rangka melanjutkan program konversi minyak tanah ke LPG, berdasarkan APBN dan APBN-P tahun 2011 direncakanan isi ulang/refill LPG 3 kg sebesar 3,52 juta Metrik Ton. Realisasi distribusi isi ulang/refill sebesar 3,28 juta MT status November 2011 atau mencapai 98,2% dari target. Program konversi yang telah dilaksanakan sejak tahun 2007 ini, telah berhasil mendistribusikan paket sebanyak untuk rumah tangga, dan refill sebesar ribu MT.Nett penghematan setelah dikurangi biaya konversi s.d Juli 2011 mencapai Rp. 37,55 triliun. Uraian Satuan APBN-P 2011 Akumulasi Realisasi Distribusi Paket Perdana Ribu Paket Isi Ulang/Refill Ribu MTon Nett Penghematan Rp. Triliun 37,55 Tabel 1.3. Program Konversi Minyak Tanah ke LPG Gambar 1.7. Sarana dan Fasilitas Pendistribusian LPG 8 Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011

9 1.2. Ringkasan Kinerja Sektor ESDM Tahun Kinerja sektor ESDM secara umum dapat dinilai dari capaian indikator kinerja sektor ESDM yang mencakup antara lain asumsi makro sektor ESDM, penerimaan sektor ESDM, subsidi energi, investasi, pasokan energi dan mineral, dan pembangunan daerah (Dana Bagi Hasil dan Community Development). Selain itu, capaian kinerja sektor ESDM juga dapat terlihat dari kegiatan atau capaian-capaian pembangunan yang berhasil dilaksanakan selama tahun berjalan seperti pembangunan infrastruktur, penandatangangan kontrak-kontrak ESDM, penyelesaian permasalahan, dan prestasi-prestasi kinerja strategis lainnya Capaian Kinerja Asumsi Makro Asumsi makro merupakan indikator yang berpengaruh terhadap postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara keseluruhan. Beberapa asumsi makro APBN yang terkait langsung dengan sektor ESDM meliputi harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP), Lifting minyak bumi, Volume Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, Subsidi Bahan Bakar Nabati (BBN), Volume Liquified Petroleum Gas (LPG) bersubsidi, dan subsidi listrik. Khusus untuk subsidi listrik akan dibahas pada sub bab subsidi energi. Harga Minyak Mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) Perkembangan rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) sejak tahun 2005 sampai dengan 2007 memperlihatkan kenaikan yang signifikan yaitu rata 15% per tahun, namun pada tahun 2008 meningkat tajam dari US$ 69,69/barrel menjadi US$ 101,31/barrel atau meningkat sebesar 45% ini disebabkan karena Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya harga minyak antara lain: musim dingin ekstrim di Eropa dan Amerika menyebabkan tingginya permintaan minyak mentah; krisis politik di Timur Tengah dan Afrika Utara; Melemahnya nilai tukar dollar terhadap beberapa mata uang utama dunia; menurunnya stok minyak mentah di Amerika Serikat dan Eropa, terhentinya suplai minyak dari jalur pipa Trans Alaska akibat terjadi kebocoran. Selanjutnya pada tahun 2009 harga minyak mentah Indonesia kembali anjlog pada angka US$ 58,55/barrel. Kemudian pada akhir desember Pada akhir Desember 2010 kembali meningkat mencapai US$ 78/barrel. Ini disebabkan karena kebutuhan minyak dunia sebesar 88 Juta Barel per-hari, pasokan 89 juta barel per-hari, Kapasitas cadangan produksi OPEC sebesar 6 juta Barel per hari yang siap diproduksikan dalam waktu yang singkat, cadangan komersial di negara-negara OECD pada akhir Desember yang lalu dilaporkan masih dapat memasok selama 57,5 hari (lebih tinggi dari rata-rata 5 tahun yg lalu 54,6 hari). Trend perkembangan harga minyak mentah Indonesia dapat dilihat pada grafik dibawah ini. US$ per barel Jan Feb Mar 2005 Apr 2006 Mei 2007 Jun 2008 Juli 2009 Ags 2010 Sep 2011 Okt Nov Des Grafik 1.5. Perkembangan Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP) Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM

10 Grafik 1.6. Perkembangan Harga Minyak Metah Indonesia dan Minyak Mentah Dunia Secara umum setiap kenaikan harga minyak mentah sebesar USD 1/barrel secara langsung akan menambah penerimaan negara sebesar Rp. 3,50 Triliun, tetapi subsidi akan bertambah sebesar Rp. 2,95 Triliun dan Dana Bagi Hasil Migas Rp. 0,49 Triliun, sehingga masih diperoleh surplus sebesar Rp. 0,05 Triliun (Rp. 50 Miliar). Selain dampak langsung pada penerimaan dan subsidi minyak, kenaikan penerimaan migas akan menaikkan total pendapatan APBN sehingga anggaran belanja untuk Pendidikan dan belanja ke daerah yang berupa dana alokasi umum (DAU) akan meningkat juga, sehingga secara menyeluruh keaikan harga minyak akan meningkatkan defisit APBN. Dampak kenaikan harga minyak pada sektor riil, yaitu kenaikan harga BBM non subsidi yang dikonsumsi oleh sektor industri. Hal ini berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi makro, antara lain meningkatnya inflasi dan peluang penyalahgunaan BBM bersubsidi. Untuk mengantisipasi dampak kenaikan harga minyak dunia perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : Peningkatan pengawasan penyediaan dan pendistribusian BBM bersubsidi untuk mengantisipasi penyelewengan penggunaannya akibat kenaikan harga BBM non subsidi. Untuk menjaga agar kuota volume BBM bersubsidi tidak terlampaui (38,59 juta kilo liter). Penerapan kebijakan pengaturan BBM bersubsidi yang telah disepakati dengan Komisi VII DPR RI tanggal 13 Desember Untuk menjaga subsidi listrik tidak mengalami kenaikan dari rencana subsidi sebesar Rp. 40,7 Triliun, dapat dilakukan melalui penambahan pasokan gas untuk pembangkit PLN dan mempercepat penyelesaian program MW tahap I. Mengusulkan kepada Badan Anggaran DPR melalui Kementerian Keuangan untuk mencadangkan anggaran dari windfall profit penerimaan migas untuk penanggulangan kenaikan subsidi BBM dan listrik serta kenaikan BBM non subsidi untuk sektor riil lainnya. Lifting/Produksi Minyak Bumi Perkembangan lifting minyak bumi sejak tahun 2000 sampai dengan 2010 dapat dilihat pada grafik di bawah ini, dimana sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 produksi/lifting minyak minyak terus menurun dengan decline rate sekitar 10 persen per tahun. Namun, decline rate ini dapat diturunkan 10 Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011

11 menjadi sekitar 1 persen pada tahun 2006, sekitar 4 persen pada tahun 2007, dan akhirnya produksi minyak dapat meningkat sekitar 3 persen pada tahun Pada tahun 2010, produksi minyak terus menurun mencapai sebesar ribu barel per hari. Ribu Barel Perhari Total 1.413, 1.340, 1.249, , 954,4 976,8 948,8 944,9 Minyak 1.272, 1.208, 1.117, ,8 934,8 883,0 836,0 853,8 826,5 823,7 Kondensat 141,4 131,9 131,8 133,8 128,6 127,3 122,6 118,4 123,0 122,3 121,2 Grafik 1.7. Lifting/Produksi Minyak Bumi Upaya-upaya strategis yang telah dilakukan untuk mencapai target antara lain: Mendorong optimasi produksi pada lapangan eksisting termasuk penerapan EOR. Meningkatkan kehandalan peralatan produksi dengan preventive/predictive maintenance untuk mengurangi unplanned shutdown. Melaksanakan percepatan pengembangan lapangan baru, dan lapangan /struktur idle Pertamina EP. Meningkatkan koordinasi untuk penyelesaian masalah yang terkait dengan regulasi, perijinan dan tumpang tindih lahan dan keamanan. Volume Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi Sebagaimana diketahui, bahwa BBM bersubsidi terdiri dari 3 jenis; yaitu Premium, Minyak tanah dan Solar. Kuota volume BBM bersubsidi 2010 mencapai 38,59 juta KL. Pelaksanaan pendistribusian BBM bersubsidi dilaksanakan oleh PT Pertamina selaku badan usaha yang mendapatkan Penugasan Penyediaan dan Pendistribusian BBM bersubsidi (Public Service Obligation/PSO), dan untuk tahun 2010 PT AKR Corporindo dan PT Petronas Indonesia ikut mendampingi PT Pertamina dalam menyalurkan BBM bersubsidi untuk beberapa wilayah di luar Jawa Bali meskipun dengan volume yang kecil. Jika dibandingkan dengan jumlah subsidi di tahun 2009, pada tahun 2010 ini jumlah subsidi mengalami peningkatan yang hampir 2 kali lipat, hal ini disebabkan karena meningkatnya jumlah konsumsi BBM akibat bertambahnya jumlah kendaraan bermotor. Grafik 1.8. Volume BBM Jenis Tertentu & LPG Tertentu Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM

12 Subsidi energi yang terdiri dari subsidi untuk BBM/LPG dan listrik masih diterapkan dalam rangka mendukung daya beli masyarakat dan aktivitas perekonomian. Besarnya subsidi BBM/LPG bervariasi tiap tahunnya, tergantung dari konsumsi dan harga minyak. Grafik di samping ini menunjukkan perkembangan subsidi BBM dalam 5 tahun terakhir. secara ringkas grafik ini menunjukkan kecenderungan penurunan subsidi BBM dan juga pada subsidi listrik. Namun demikian khusus dalam tahun 2008 terdapat lonjakan subsidi yang disebabkan oleh kenaikan harga minyak mentah dunia sebagai akibat dari invasi Amerika ke Irak. Grafik 1.9. Jumlah Subsidi Listrik, BBM & LPG Jumlah subsidi BBM, BBN, dan LPG di tahun 2010 ini mencapai Rp 88,89,35 Triliun. Hal tersebut disebabkan karena realisasi subsidi BBM, BBN dan LPG yang jauh dibawah kuota akibat penguatan nilai kurs rupiah. Subsidi Bahan Bakar Nabati (BBN). Dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar fosil yang merupakan bahan bakar tidak terbarukan, dan beralih untuk pengembangan potensi Bahan Bakar Nabati (BBN), Pemerintah melalui Perpres 5 Tahun 2006 menetapkan target penggunaan BBN sebesar 5% dari total konsumsi energi pada tahun Prospek pengembangan bahan bakar nabati sangat memungkinkan, terutama karena potensi ketersediaan lahan dan keanekaragaman bahan baku. Dalam rangka diversifikasi energi, sejak tahun 2008 dilakukan pencampuran BBN dengan BBM dengan persentase tertentu, sebagaimana Permen ESDM No. 32 Tahun 2008 Penyediaan, Pemanfaatan Dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain. BBN juga dicampurkan dengan BBM bersubsidi, dimana untuk BBN jenis biodiesel dicampurkan dengan minyak solar dan bioetanol dengan bensin Premium. Subsidi BBN mulai diberlakukan di tahun 2011, untuk mengantisipasi harga BBN yang terkadang lebih tinggi dibandingkan BBM, maka diperlukan subsidi BBN. Berdasarkan APBN 2011 dan APBN-P 2011 dialokasikan subsidi BBN, sebagai berikut: Bioetanol (1%) sebesar Rp 2.000/liter dengan kuota sebesar 4 ribu Kilo Liter, dan subsidi sebesar Rp.8 miliar. Biodiesel (5%) sebesar Rp /liter dengan kuota sebesar 600 ribu Kilo Liter, dan subsidi sebesar Rp. 1,3 triliun. Realisasi subsidi BBN untuk tahun 2011 diperkirakan mencapai Rp. 673,15 miliar dengan volume BBN yang tersalurkan sebesar 336,6 ribu Kilo Liter atau 56% terhadap target tahun Sedangkan produksi bioetanol belum dapat direalisasikan sama sekali karena harga indeks pasar bioethanol terlalu rendah, sehingga tidak ada produsen yang memasok ke Pertamina. Upaya yang dilakukan Pemerintah, untuk mengurangi subsisi BBM adalah sebagai berikut: Pengalihan Subsidi Harga ke Subsidi Langsung melalui revitalisasi Program Perlindungan Dan Kesejahteraan Masyarakat Pengurangan Volume (Q) BBM tertentu, dengan cara: menghemat pemakaian BBM; mengembangkan energi pengganti (alternatif) BBM (BBG dan Bahan Bakar Lain), dan subsidi BBM hanya untuk target konsumen dilaksanakan dengan Penerapan Sistem Distribusi Tertutup 12 Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011

13 Pemilihan Harga Patokan BBM yang tepat dengan cara: menekan biaya distribusi BBM, dan menghitung harga keekonomian penyediaan BBM Volume Liquified Petroleum Gas (LPG) Bersubsidi Dalam rangka melanjutkan program konversi minyak tanah ke LPG, berdasarkan APBN dan APBN-P tahun 2011 direncakanan isi ulang/refill LPG 3 kg sebesar 3,52 juta Metrik Ton. Realisasi distribusi isi ulang/refill sebesar ribu MT status November 2011 atau sesuai target. Program konversi yang telah dilaksanakan sejak tahun 2007 ini, telah berhasil mendistribusikan paket untuk rumah tangga, dan refill sebesar ribu MT. *) Nett penghematan setelah dikurangi biaya konversi s.d Juli 2011 mencapai Rp. 37,54 triliun. Uraian Satuan APBN/ APBN-P 2011 Perk. Realisasi Akumulasi 1. Distribusi Paket Perdana Ribu Paket *) - 2. Isi Ulang/Refill Ribu MTon **) Nett Penghematan Rp. Triliun 37,55 ***) Tabel 1.4. Penghematan Setelah Program Konversi 2012 APBN Subsidi Listrik Realisasi subsidi listrik tahun 2010 lebih tinggi dari rencana yang ditargetkan, yaitu dari Rp 55,11 Triliun menjadi Rp 62,81 Triliun atau mengalami peningkatan sebesar 14%. Hal ini antara lain disebabkan oleh: Kenaikan penjualan tenaga listrik dari target 143,26 TWh menjadi 146,19 TWh; Kenaikan penggunaan BBM dari target KL menjadi KL, yang disebabkan antara lain: keterlambatan penyelesaian PLTU Batubara, program mengatasi pemadaman dalam tahun 2010, dan tidak tercapainya volume pasokan gas alam sesuai target. Adanya kekurangan pembayaran subsidi listrik pada tahun 2009 yang harus dibayar di tahun Grafik Perkembangan Target dan Realisasi Subsidi Listrik Tahun Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM

14 Capaian Strategis Selain capaian kinerja berdasarkan asumsi makro, Kinerja sektor ESDM secara umum juga dapat dinilai dari capaian strategis kinerja sektor ESDM yang mencakup penerimaan sektor ESDM, subsidi energi, investasi, pasokan energi dan mineral, dan pembangunan daerah (Dana Bagi Hasil dan Community Development). Selain itu, capaian kinerja sektor ESDM juga dapat terlihat dari kegiatan atau capaiancapaian pembangunan yang berhasil dilaksanakan selama tahun berjalan seperti pembangunan infrastruktur, penandatangangan kontrak-kontrak ESDM, penyelesaian permasalahan, dan prestasiprestasi kinerja strategis lainnya. Secara rinci capaian strategis kinerja sektor ESDM selama tahun 2006 sampai dengan 2010 dapat diuraikan sebagai berikut: Penerimaan Sektor ESDM Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral masih menjadi sumber penggerak utama roda perekonomian nasional. Penerimaan negara sektor ESDM berasal dari 3 sumber yaitu dari sub sektor migas, pertambangan umum, dan penerimaan negara bukan pajak dari sub sektor lainnya yaitu dari hasil kegiatan pelayanan jasa penelitian dan pengembangan dan hasil kegiatan pelayanan jasa pendidikan dan pelatihan ESDM Sejak tahun 2006 sampai dengan 2008 sektor ESDM memperlihatkan pertumbuhan yang positif dalam hal realisasi penerimaan Negara dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 25%. Namun pada tahun 2009 penerimaan negara mengalami penurunan yang cukup tajam jika dibandingkan dengan penerimaan Negara ditahun 2008 hingga mencapai 47%. Penurunan tersebut terjadi karena menurunnya produksi (lifting) minyak bumi pada tahun 2009 dan harga rata-rata minyak dunia yang mengalami penurunan sampai dengan harga US$ 37/barel dan pada akhir tahun 2009 meningkat menjadi US$ 65/barel, harga tersebut jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan harga pada tahun 2008 yang mencapai US$ /barel. Selanjutnya pada tahun 2010, penerimaan negara sektor ESDM meningkat kembali sebesar 21% dari penerimaan negara di tahun sebelumnya. Grafik Penerimaan Sektor ESDM Investasi Sektor ESDM Dalam rangka menjamin ketersediaan energi dan sumber daya mineral secara merata dan berkesinambungan dibutuhkan adanya pertumbuhan jumlah investasi. Nilai investasi sektor ESDM berasal dari sub sektor Migas, Pertambangan Umum dan Ketenagalistrikan. 14 Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011

15 Selama kurun waktu 5 tahun yaitu dari tahun 2006 sampai dengan 2010, trend kinerja peningkatan jumlah investasi sektor ESDM menunjukkan peningkatan yang signifikan, dengan rata-rata pertumbuhan 11%, kecuali di tahun 2009 terjadi sedikit penurunan jumlah investasi sebesar 0,4%, penurunan ini disebabkan karena adanya penundaan rencana kegiatan investasi di berbagai perusahaan yang antara lain disebabkan oleh akibat tumpang-tindih dan kendala izin AMDAL yang diterbitkan daerah. Grafik realisasi nilai investasi selama 6 tahun terakhir seperti yang terlihat Grafik Nilai Investasi Sektor ESDM pada grafik disamping. Subsidi Energi Salah satu outcome akhir yang ingin dicapai oleh KESDM adalah berkurangnya subsidi BBM guna mengurangi beban APBN. Grafik di bawah ini menunjukkan perkembangan subsidi BBM dalam 5 tahun terakhir. Secara ringkas grafik di bawah ini menunjukkan kecenderungan penurunan subsidi BBM. Namun demikian khusus dalam tahun 2008 terdapat lonjakan subsidi yang disebabkan oleh kenaikan harga minyak mentah dunia sebagai akibat dari invasi Amerika ke Irak. Kemudian di tahun 2009 terlihat kondisi kecenderungan penurunan subsidi yang tidak hanya terjadi pada BBM tetapi juga pada subsidi listrik, hal tersebut disebabkan karena realisasi subsidi BBM, BBN dan LPG yang jauh dibawah kuota akibat penguatan nilai kurs rupiah. Selanjutnya jumlah subsidi di tahun 2010 ini kembali meningkat jika Grafik Perkembangan Subsidi Energi dibandingkan dengan jumlah subsidi di tahun 2009 hampir 2 kali lipat, hal ini disebabkan karena meningkatnya jumlah konsumsi BBM akibat bertambahnya jumlah kendaraan bermotor. Pasokan Energi Dan Mineral Salah satu peran dominan sektor ESDM dalam pembangunan nasional adalah menjamin pasokan energi dan mineral dalam negeri, baik untuk bahan bakar maupun bahan baku. Untuk mewujudkan hal tersebut, pada dasarnya Indonesia memiliki sumber energi yang beranekaragam dan jumlahnya memadai. Hingga saat ini, minyak bumi masih merupakan tulang punggung energi Indonesia, meskipun cadangannya terbatas dan terdapat beraneka ragam sumber energi non-bbm yang penggunaannya semakin digalakan oleh Pemerintah. Untuk mendukung peningkatan kebutuhan energi nasional yang terus bertumbuh maka dibutuhkan Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM

16 adanya peningkatan produksi energi dan sumber daya mineral secara berkelanjutan. Masing-masing capaian/realisasi produksi ESDM yang terdiri dari Minyak Bumi, Gas Bumi, Batubara dan Mineral seta Panas Bumi dalam 5 tahun terakhir diuraikan sebagai berikut: Minyak Bumi Selama lima tahun terakhir ( ) produksi minyak bumi cenderung terus menurun dengan ratarata penurunan sebesar 2% per tahun. Penurunan produksi minyak utamanya disebabkan karena usia industri minyak bumi yang sudah lebih dari 100 tahun dan sifat minyak bumi yang habis pakai menyebabkan penurunan produksi secara alamiah. Hal tersebut perlu diimbangi dengan penemuan cadangan melalui intensifikasi eksplorasi migas Upaya-upaya yang telah dilakukan 1000 tersebut berhasil menekan penurunan lifting/produksi minyak bumi pada tingkat 3% yang seharusnya secara alamiah sekitar 12% untuk tahun Penurunan trend produksi minyak bumi sesungguhnya juga terjadi secara global. Produksi minyak bumi dunia sudah mulai tergantikan dengan energi fosil lainnya seperti batubara, gas bumi dan unconventional gas seperti CBM, shale gas, gas hydrates serta renewable energy. Ribu Barel Perhari Total 1.413, 1.340, 1.249, , 954,4 976,8 948,8 944,9 Minyak 1.272, 1.208, 1.117, ,8 934,8 883,0 836,0 853,8 826,5 823,7 Kondensat 141,4 131,9 131,8 133,8 128,6 127,3 122,6 118,4 123,0 122,3 121,2 Grafik Produksi Minyak Bumi Grafik 1.8. Peta Cadangan Minyak Bumi Cadangan minyak bumi pada tahun 2010 sebesar 7.764,48 MMSTB, yang terdiri dari cadangan terbukti (proven) sebesar 4.230,17 MMSTB dan cadangan potensial sebesar 3.534,31 MMSTB. Dengan tingkat produksi seperti saat ini, maka berdasarkan perbandingan antara total cadangan minyak bumi dengan tingkat produksi minyak saat ini diperkirakan cadangan minyak bumi masih dapat bertahan sekitar 23 tahun (dengan asumsi tidak ada penemuan cadangan baru). Gas Bumi Sebelum tahun 2000-an, kondisi pemanfaatan gas bumi tidak seperti saat ini, dimana kebutuhan domestik sangat tinggi. Pada saat itu, pemanfaatan gas bumi dari cadangan besar biasanya untuk ekspor, sedangkan gas bumi dari cadangan yang kecil untuk domestik. Selain itu, permintaan gas bumi domestik pada era tersebut juga masih sangat rendah, sehingga kontrak-kontrak pengembangan gas bumi lebih dominan untuk ekspor. Kontrak-kontrak gas bumi yang ditandatangani pada waktu itu merupakan kontrak jangka panjang. Maka, ketika saat ini dimana permintaan domestik relatif tinggi, 16 Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011

17 kontrak-kontrak tersebut tidak dapat serta merta diubah untuk domestik, karena dapat berakibat pada pelanggaran kontrak (default). Saat ini kebijakan alokasi gas lebih mengutamakan untuk pasokan domestik, cadangan besar dapat digunakan baik untuk domestik maupun ekspor dan cadangan kecil untuk domestik. Dari tahun ke tahun, ekspor gas sudah mulai dikurangi, sebaliknya pemanfaatan domestik terus diintensifkan. Trend pemanfaatan gas bumi saat ini mulai meningkat untuk domestik dibandingkan ekspor sebagaimana grafik terlampir, hal tersebut menunjukkan keberpihakan untuk pemenuhan domestik. Berdasarkan Perjanjian Jual Beli Gas Bumi (PJBG) dari tahun , porsi untuk domestik cukup besar yaitu sebesar 73,7%. Adapun perkembangan produksi gas bumi selama 5 tahun terakhir berfluktuasi, pada tahun 2007 produksi gas bumi mengalami penurunan sebesar 5% dari tahun 2006, namun di tahun berikutnya cenderung terus meningkat, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7%. Meskipun demikian, kemampuan produksi gas bumi ini belum dapat memenuhi kebutuhan gas bumi yang terus meningkat. Upaya pengembangan lapangan gas baru cenderung menemukan cadangan yang mengecil pada mayoritas temuan lapangan gas. Sementara, upaya pengembangan infrastruktur gas bumi masih sangat terbatas. MMSCFD Produksi 7,927 7,690 8,318 8,644 8,278 8,179 8,093 7,686 7,883 8,386 9,336 Pemanfaatan 7,471 7,188 7,890 8,237 7,909 7,885 7,785 7,418 7,573 7,912 8,389 Dibakar Grafik Produksi Gas Bumi Total Cadangan gas bumi pada tahun 2010 adalah sebesar TSCF. Cadangan tersebut mengalami penurunan sebesar TSCF (1.56%) dibandingkan cadangan gas bumi tahun 2009 sebesar TSCF. Penurunan sebesar 2.50 TSCF tersebut terutama berasal dari penurunan cadangan pada beberapa KKKS seperti Pertamina Region Sumatera, Total Indonesie, BP Wiriagar Ltd., ConocoPhillips (Grissik), Conoco Phillips, BP West Java, Star Energy (Kakap), CNOOC dan S. Persada Oil. Dengan cadangan gas bumi sebesar TSCF dan tingkat produksi sebesar 2,9 TSCF, maka diharapkan dapat memasok energi hingga 50 tahun ke depan. Gambar 1.9. Peta Cadangan Gas Bumi Batubara Produksi batubara setiap tahunnya memperlihatkan pertumbuhan yaitu dengan rata-rata sebesar 9%. Pertumbuhan ini menunjukkan trend yang positif dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional, karena secara tidak langsung juga meningkatkan penerimaan Negara. Secara lengkap peningkatan supply dan demand produksi batubara sejak setiap tahunnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM

18 Supply / Demand Realisasi (Juta Ton) Demand Supply/Produksi Ekspor Tabel 1.5. Supply dan Demand Produksi Batubara Pemanfaatan batubara untuk domestik sebagai energi alternatif pengganti BBM diproyeksikan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi listrik yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar pembangkit (Proyek Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik MW). Hasil pemanfaatan batubara untuk kebutuhan domestik selain digunakan untuk kebutuhan listrik, juga digunakan untuk pabrik semen, usaha tekstil, kertas, dan briket. Mineral Gambar Peta Sumber Daya dan Cadangan Batubara Indonesia telah lama dikenal dunia sebagai negara penghasil timah, nikel, bauksit, tembaga, emas dan perak. Produksi Mineral di Indonesia dikelola oleh beberapa perusahaan besar, seperti: PT. Freeport Indonesia yang menghasilkan tembaga, emas dan perak; PT Antam, Tbk yang menghasilkan bijih nikel, emas dan perak; PT Timah, Tbk menghasilkan timah; dan PT. Inco, Tbk menghasilkan nikel mate. Perkembangan produksi mineral sejak tahun 2005 sampai dengan 2010 dan peta sebaran sumber daya dan cadangan mineral, dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 18 Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011

19 Tabel 1.6. Perkembangan Produksi Mineral Gambar Peta Sebaran Sumber Daya dan Cadangan Mineral Indonesia Listrik Perkembangan total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik nasional selama 5 tahun terakhir mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 4% per tahun. Sampai dengan akhir tahun 2010, total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik No. PULAU nasional adalah sebesar 1 Sumatera 4,275 4,615 4,951 5,300 5, MW yang terdiri atas 2 Jawa-Bali 22,387 23,046 23,137 23,253 23,906 pembangkit milik PT PLN 3 Kalimantan 1,000 1,121 1,178 1,277 1,602 (Persero) sebesar MW, IPP sebesar MW 4 Sulawesi 1,053 1,082 1,198 1,166 1,580 dan PPU sebesar MW. 5 Nusa Tenggara Perkembangan kapasitas 6 Maluku terpasang pembangkit listrik 7 Papua per pulau dapat dilihat pada NASIONAL 29,354 30,477 31,077 31,602 33,823 tabel di samping. Tabel 1.7. Total Kapasitas Terpasang Pembangkit Tenaga Listrik Nasional Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM

20 Secara lengkap perkembangan pembangunan di bidang ketenagalistrikan sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Uraian Satuan Rasio Elektrifikasi % Jumlah Desa Berlistrik Desa Jumlah KK Berlistrik Ribu Total Kapasitas Terpasang MW 29,354 30,477 31,077 31,602 33,823 PLN MW IPP MW PPU MW Produksi Listrik GWh ,21 Energi Baru Terbarukan PLN GWh ,45 IPP GWh ,76 Tabel 1.8. Perkembangan Pembangunan Ketenagalistrikan Ketergantungan terhadap kebutuhan energi dari waktu ke waktu mengalami peningkatan, sedangkan kemampuan ketersediaan sumberdaya energi konvensional dari waktu ke waktu mengalami penurunan akibat ekploitasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam rangka mengurangi ketergantungan pada energi konvensional, perlu adanya kegiatan diversifikasi atau penganekaragaman sumber daya energi agar ketersediaan energi terjamin. Diversifikasi energi dilakukan melalui upaya pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), seperti panas bumi, tenaga air, energi surya, energi angin, biomassa, dan energi nuklir. Dengan memanfaatkan EBT, ketergantungan akan penggunaan bahan bakar fosil di dalam sistem penyediaan energi nasional dapat menurun. Selain itu, isu pemanasan global yang dikaitkan dengan penggunaan bahan bakar fosil merupakan salah satu alasan untuk menurunkan tingkat konsumsi bahan bakar fosil. Melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006, EBT diharapkan dapat berperan minimal 17% dalam pemanfaatan energi nasional pada tahun Dalam pelaksanaan diversifikasi energi, pangsa energi terbarukan yang bersumber dari air, panas bumi, surya, bayu, dan sampah juga menunjukkan peran yang semakin berarti. Dalam tahun 2010 pangsa energi baru terbarukan (air) telah mencapai 12% dari keseluruhan pangsa energi nasional. Secara lengkap, capaian penggunaan EBT dapat diuakan sebagai berikut: Perkembang-an bauran energi primer pembangkit tenaga listrik secara nasional dari tahun ke tahun menunjukkan terjadinya penurunan penggunaan BBM dari 40% pada tahun 2006 menjadi 22% pada tahun 2010, selain itu upaya untuk memperbaiki bauran energi primer terlihat dengan naiknya penggunaan batubara dari 27% pada tahun 2007 menjadi 38% pada tahun 2010 dan naiknya penggunaan gas dari 9% pada tahun 2006 menjadi 25% pada tahun Energi Primer Tahun Batubara 27% 43% 35% 39% 38% Gas 9% 19% 17% 25% 25% BBM 40% 27% 36% 25% 22% Panas Bumi 5% 3% 3% 3% 3% Air 19% 8% 9% 8% 12% Bio Diesel 0% 0% 0% 0% 0% Tabel 1.9. Bauran Energi Untuk Pembangkit Tenaga Listrik 20 Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011

21 Pembangunan Daerah Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat dan melindungi kemiskinan sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 13 tahun 2009, maka sebagian pembangunan sektor ESDM tetap diarahkan untuk melanjutkan pembangunan daerah. Peran sektor ESDM juga penting sebagai pendorong pembangunan daerah. Peran sektor ESDM terhadap pembangunan daerah diwujudkan, antara lain melalui dana bagi hasil (DBH), kegiatan pengembangan masyarakat atau community development (comdev) atau corporate social responsibility (CSR). Selain itu terdapat program pembangunan Desa Mandiri Energi (DME), dan Pemboran air tanah yang merupakan program-program pro-rakyat sehingga pembangunan daerah dapat berjalan lebih efektif. Dana Bagi Hasil Pada tahun 2010, Dana Bagi Hasil (DBH) sector ESDM yang diserahkan adalah sebesar Rp 35,8 Triliun atau 92,2% dari target sebesar Rp 38,9 Triliun. Meskipun tidak mencapai target, namun jika dibandingkan dengan DBH sector ESDM tahun 2009, realisasi DBH tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 13,9%, yaitu dari Rp 31,5 Triliun (2009) menjadi Rp 35,8 Triliun (2010). Dana Bagi Hasil Sector ESDM ini terdiri dari DBH minyak bumi Rp Triliun, gas bumi Rp.10,5 Triliun dan pertambangan umum Rp Triliun serta dari pertambangan panas bumi sebesar Rp.0,20 Triliun. Perbandingan DBH tahun 2009 dan tahun 2010 serta rencana 2011, dapat dilihat pada grafik di samping. Besarnya DBH sektor ESDM selaras dengan penerimaan sektor ESDM. Kenaikan DBH dari tahun 2005 sampai dengan 2009 menunjukan kenaikan sampai 53% yang merupakan peningkatan peran sektor ESDM dalam mendukung pembangunan daerah. Grafik Dana Bagi Hasil Sektor ESDM Corporate Social Responsibility (CSR ) Sektor ESDM Di sektor energi dan sumber daya mineral, community development (comdev) adalah bagian dari tanggung jawab korporat (Corporate Social Responsibility) yang merupakan komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut berikut komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan. Kegiatan comdev dilakukan antara lain melalui: Ekonomi (peningkatan pendapatan, perbaikan jalan, sarana pertanian, pembangunan/perbaikan sarana ibadah), Pendidikan dan Kebudayaan (kelompok usaha, pelatihan, perencanaan), Kesehatan (kesehatan terpadu, air bersih), Lingkungan (penanaman bakau, reklamasi) dan lainnya (kegiatan sosial, penyuluhan, pembangunan sarana olah raga). Comdev dan CSR sektor ESDM pada tahun 2010 menggunakan dana sebesar Rp1.5 triliun yang merupakan peningkatan 12% dari dana yang dipergun akan tahun 2009 sebesar Rp. 1,3 triliun. Dana Comdev dan CSR ini selalu meningkat dari tahun ke tahun yang menunjukkan perhatian yang berkelanjutan terhadap pengembangan kehidupan masyarakat. No. Perusahaan 2009 (Rp Miliar) 2010 (Rp Miliar) Target Realisasi Capaian (%) 1. Perusahaan Migas Perusahaan Listrik Perusahaan Pertambangan Umum 1, , TOTAL 1, ,614 1, Tabel Dana Bagi Hasil Sektor ESDM Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM

22 Desa Mandiri Energi (DME) Desa Mandiri Energi (DME) merupakan program yang baru diluncurkan pada tahun 2007 dan merupakan terobosan dalam mendukung diversifikasi energi dan penyediaan energi daerah perdesaan. Program ini terdiri dari DME berbasis Bahan Bakar Nabati (BBN) dan non-bbn. DME berbasis BBN antara lain menggunakan bahan baku energi jarak pagar, kelapa, sawit singkong dan tebu. Sedangkan DME berbasis non-bbn memanfaatkan sumber energi terbarukan setempat antara lain mikrohidro, angin, surya dan biomassa. Pemenuhan kebutuhan sumber energi mandiri bagi desa-desa di Nusantara terus ditingkatkan agar program ini memberikan manfaat langsung berupa kemandirian energi dan peningkatan ekonomi perdesaan melalui pemberdayaan potensi daerah. Total DME yang telah dibangun sejak tahun 2009 sampai dengan 2010 sebanyak 141 DME, sehingga total seluruh desa dengan sumber energi mandiri telah terwujud sebanyak 633 desa, dimana sebanyak 396 desa adalah DME berbasis Non-BBN dan 237 desa berbasis BBN. Pemboran Air Tanah Gambar Peta Sebaran Desa Mandiri Energi Penyediaan air bersih melalui pengeboran air tanah juga merupakan program strategis sektor ESDM yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat. Penyediaan air tanah di daerah sangat sulit air diharapkan mampu memenuhi kebutuhan air minum dan air baku penduduk di desa tertinggal atau desa miskin. Hal ini diharapkan akan memicu rangkaian dampak positif, secara sosial, ekonomi dan pengembangan wilayah. Kegiatan penyediaan air bersih tersebut dilakukan tiap tahunnya melalui pendanaan APBN dari tahun anggaran 1995/1996. Sejak dimulainya program pengeboran air tanah tersebut, lebih dari satu juta jiwa telah menikmati ketersediaan air bersih ini. Sejak tahun 1995 hingga 2010, jumlah titik bor air tanah yang telah direalisasikan adalah sebanyak 533 buah titik bor dan jumlah masyarakat yang dapat menikmati air bersih di daerah sulit air adalah sebanyak 1,167,113 jiwa, di bawah ini adalah grafik perkembangan jumlah titik bor dan masyarakat yang dapat menikmati air bersih. 22 Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) KESDM 2011

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja Selanjutnya indikator-indikator dan target kinerja dari setiap sasaran strategis tahun 2011 adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja Sasaran Indikator Target 2011 1. Meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 3 PERENCANAAN STRATEGIS

BAB 3 PERENCANAAN STRATEGIS BAB 3 PERENCANAAN STRATEGIS Sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) merupakan salah satu sektor ekonomi yang dapat diunggulkan untuk dapat mendukung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi nasional. Hal

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA I. PENDAHULUAN Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu input di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pada gilirannya akan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini.

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini. BAB 6 P E N U T U P L sebelumnya. aporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2011 merupakan media perwujudan akuntabilitas terhadap keberhasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 I. SUBSIDI BBM TAHUN 2013 a. Subsidi BBM Dalam Undang-undang No.19 Tahun tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Abstrak Dalam kurun waktu tahun 2009-2014, rata-rata alokasi belanja non mandatory spending terhadap total belanja negara sebesar 43,7% dan dari alokasi

Lebih terperinci

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat 1. INDIKATOR MAKRO 2010 2011 2012 No Indikator Makro Satuan Realisasi Realisasi Realisasi Rencana / Realisasi % terhadap % terhadap APBN - P Target 2012 1 Harga Minyak Bumi US$/bbl 78,07 111,80 112,73

Lebih terperinci

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan Focus Group Discussion Pendanaan Energi Berkelanjutan Di Indonesia Jakarta, 20 Juni 2013 Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 1 Pendahuluan Energi Primer Kelistrikan 3 Energy Resources Proven Reserve Coal 21,131.84 million tons Oil Natural Gas (as of 2010) 3,70

Lebih terperinci

PENURUNAN TARIF LISTRIK SEBAgAI DAmPAK TURUNNyA. David Firnando Silalahi Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan

PENURUNAN TARIF LISTRIK SEBAgAI DAmPAK TURUNNyA. David Firnando Silalahi Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan PENURUNAN TARIF LISTRIK SEBAgAI DAmPAK TURUNNyA harga minyak DUNIA David Firnando Silalahi Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan davidf_silalahi@djk.esdm.go.id SARI Kecenderungan penurunan harga minyak

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Disampaikan pada Dialog Energi Tahun 2017 Jakarta, 2 Maret 2017 1 Outline paparan I. Potensi

Lebih terperinci

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia Abstrak Dalam menjamin tersedianya pasokan listrik bagi masyarakat, pemerintah telah melakukan berbagai upaya mendukung

Lebih terperinci

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL SEMINAR OPTIMALISASI PENGEMBANGAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN MENUJU KETAHANAN ENERGI YANG BERKELANJUTAN Oleh: DR. Sonny Keraf BANDUNG, MEI 2016 KETAHANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang sangat vital. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM mengambil peran di hampir semua

Lebih terperinci

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN Maritje Hutapea Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

Informasi Berkala Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral

Informasi Berkala Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral 1. Biro Kepegawaian Dan Organisasi Sekretariat Jenderal 1.1. Formasi CPNS KESDM yang telah ditetapkan 1.2. Penerimaan CPNS 1.3. Pengangkatan CPNS 1.4. Penempatan CPNS 1.5. Pelantikan Pejabat Struktural

Lebih terperinci

MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN (Di Sempurnakan Sesuai dengan Usulan Kadin)

MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN (Di Sempurnakan Sesuai dengan Usulan Kadin) LAMPIRAN II MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN (Di Sempurnakan Sesuai dengan Usulan Kadin) Isu Pokok Output yang Diharapkan Program Aksi Kerangka waktu Jaminan pasokan energi Terjaminnya pasokan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM Bahan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Pada Acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2015- Infrastructure: Executing The Plan KEMENTERIAN ENERGI

Lebih terperinci

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program 35.000 MW: Progres dan Tantangannya Bandung, 3 Agustus 2015 Kementerian ESDM Republik Indonesia 1 Gambaran Umum Kondisi Ketenagalistrikan Nasional

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013 BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013 I. PENDAHULUAN Dalam Undang-undang No.19 Tahun 2012 tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar Rp193,8 triliun meningkat Rp56,4 triliun bila dibandingkan

Lebih terperinci

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 Ana Rossika (15413034) Nayaka Angger (15413085) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 5 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN INDIKATOR KINERJA UTAMA 1. Nama Organisasi :

Lebih terperinci

LAMPIRAN II: MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN. Isu Pokok Output yang Diharapkan Program Aksi Kerangka waktu. Jaminan pasokan energi

LAMPIRAN II: MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN. Isu Pokok Output yang Diharapkan Program Aksi Kerangka waktu. Jaminan pasokan energi LAMPIRAN II: MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN Isu Pokok Output yang Diharapkan Program Aksi Kerangka waktu Jaminan pasokan energi Terjaminnya pasokan batubara Diversifikasi energi dengan meningkatkan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 Pertemuan Tahunan Pengelolaan Energi Nasional merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Pusat Data dan Informasi Energi dan

Lebih terperinci

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI Maret 2008 INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI Pada Maret 2008, pertumbuhan tahunan dan bulanan tertinggi terjadi pada produksi kendaraan niaga Sementara itu, kontraksi tertinggi secara tahunan terjadi pada penjualan

Lebih terperinci

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Oleh: Kardaya Warnika Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah konsumsi minyak bumi Indonesia sekitar 1,4 juta BOPD (Barrel Oil Per Day), sedangkan produksinya hanya sekitar 810 ribu BOPD (Barrel Oil Per Day). Kesenjangan konsumsi

Lebih terperinci

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Natalitas (kelahiran) yang terjadi setiap hari tentu menambah jumlah populasi manusia di muka bumi ini. Tahun 2008 ini populasi penduduk Indonesia menduduki peringkat 4 setelah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN I. PEMOHON Mohamad Sabar Musman II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 47

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara pengekspor dan pengimpor, baik untuk minyak mentah (crude oil) maupun produk-produk minyak (oil product) termasuk bahan bakar minyak. Produksi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI J. PURWONO Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Disampaikan pada: Pertemuan Nasional Forum

Lebih terperinci

PENCAPAIAN TAHUN 2015

PENCAPAIAN TAHUN 2015 ESDM Dalam Angka PENCAPAIAN TAHUN 2015 Jakarta, 29 Desember 2015 1 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Daftar Isi 3 4-5 6-8 9-11 12 13 14 15 16 17-18 7 Perubahan Sistemik Energi Baru, Terbarukan

Lebih terperinci

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017 Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017 Jakarta, 2 Maret 2017 Pengembangan Energi Nasional Prioritas pengembangan Energi nasional

Lebih terperinci

TAMBAHAN SUBSIDI LISTRIK RP 24,52 TRILIUN

TAMBAHAN SUBSIDI LISTRIK RP 24,52 TRILIUN TAMBAHAN SUBSIDI LISTRIK RP 24,52 TRILIUN economy.okezone.com Pemerintah berencana menambah anggaran i subsidi ii listrik sebesar Rp10 triliun dari rencana awal alokasi anggaran Rp 44,96 triliun. Luky

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL VISI: Terwujudnya pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk melakukan kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar bisa berupa banyak

Lebih terperinci

CAPAIAN SUB SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI SEMESTER I/2017

CAPAIAN SUB SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI SEMESTER I/2017 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL CAPAIAN SUB SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI SEMESTER I/2017 #energiberkeadilan Jakarta, 8 Agustus 2017 MINYAK DAN GAS BUMI LIFTING Minyak Bumi 779 (2016) 1 802 (2017)

Lebih terperinci

KAJIAN SUPPLY DEMAND ENERGI

KAJIAN SUPPLY DEMAND ENERGI KAJIAN SUPPLY DEMAND ENERGI PUSAT DATA DAN TEKNOLOGI INFORMASI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, 2013 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI Andriani Rahayu 1 dan Maria Sri Pangestuti 2 1 Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 Indonesian Institute for

Lebih terperinci

PENELAAHAN BESARAN SUBSIDI BIODIESEL. Agus Nurhudoyo

PENELAAHAN BESARAN SUBSIDI BIODIESEL. Agus Nurhudoyo PENELAAHAN BESARAN SUBSIDI BIODIESEL Agus Nurhudoyo Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi agusn@p3tkebt.esdm.go.id, agusnurhudoyo@ymail.com

Lebih terperinci

Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH

Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI 1 Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH Lifting minyak tahun 2016 diprediksi sebesar 811 ribu barel per hari (bph). Perhitungan ini menggunakan model

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL Dasar Hukum RUEN UU No. 30/2007 Energi UU No.22/2001 Minyak dan Gas Bumi UU No.30/2009 Ketenagalistrikan PP No. 79/2014 Kebijakan Energi Nasional Perbaikan bauran

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN DAN KEBERPIHAKAN UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN. 23 Oktober 2017

PEMBERDAYAAN DAN KEBERPIHAKAN UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN. 23 Oktober 2017 PEMBERDAYAAN DAN KEBERPIHAKAN UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN 23 Oktober 2017 1 Minyak Solar 48 (Gas oil) Bensin (Gasoline) min.ron 88 Rp.7 Ribu Rp.100 Ribu 59 2 Progress dan Roadmap BBM Satu Harga Kronologis

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI REGULASI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ENERGI ANGIN Disampaikan oleh Abdi Dharma Saragih Kasubdit

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi

Lebih terperinci

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH Abstrak Dalam meningkatkan rasio elektrifikasi nasional, PLN telah melakukan banyak upaya untuk mencapai target yang

Lebih terperinci

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi A. Pendahuluan Volume konsumsi BBM bersubsidi dalam beberapa tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Tahun 2008 realisasi konsumsi BBM bersubsidi 1 menjadi

Lebih terperinci

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK OLEH : SATYA W YUDHA Anggota komisi VII DPR RI LANDASAN PEMIKIRAN REVISI UU MIGAS Landasan filosofis: Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) minyak dan gas serta

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS 3.1 Kerangka Pemodelan Kajian Outlook Energi Indonesia meliputi proyeksi kebutuhan energi dan penyediaan energi. Proyeksi kebutuhan energi jangka panjang dalam kajian

Lebih terperinci

PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI

PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI Oleh : A. Edy Hermantoro Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas disampaikan pada : DISKUSI EVALUASI BLUE PRINT ENERGI NASIONAL PETROGAS DAYS 2010 Jakarta, 11

Lebih terperinci

Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia

Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia SEMINAR NASIONAL Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia ENNY SRI HARTATI Auditorium Kampus Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie Rabu, 24 September 2014 INSTITUTE FOR DEVELOPMENT OF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan pada 2015 ini diperkirakan jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta jiwa dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Disampaikan pada Indonesia Energy Roadmap 2017-2025 Jakarta, 25 Januari 2017 1 1 Daftar Isi I.

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

... Hubungi Kami : Studi Prospek dan Peluang Pasar MINYAK DAN GAS BUMI di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms)

... Hubungi Kami : Studi Prospek dan Peluang Pasar MINYAK DAN GAS BUMI di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms) Hubungi Kami 021 31930 108 021 31930 109 021 31930 070 marketing@cdmione.com T ahun 1977-1992 adalah masa kejayaan industri minyak Indonesia dengan produksi rata rata 1,5 juta barrel per hari. Kondisi

Lebih terperinci

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI Oktober 2008 INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI Pada Oktober 2008, pertumbuhan tertinggi secara tahunan terjadi pada produksi kendaraan niaga, sementara secara bulanan terjadi pada produksi kendaraan non niaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta alasan penulis memilih obyek penelitian di PT. X. Setelah itu, sub bab

BAB I PENDAHULUAN. serta alasan penulis memilih obyek penelitian di PT. X. Setelah itu, sub bab BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan dalam tesis ini menguraikan latar belakang dilakukannya penelitian dimana akan dibahas mengenai potensi sumber daya panas bumi di Indonesia, kegiatan pengembangan panas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah energi yang dimiliki Indonesia pada umumnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan energi di sektor industri (47,9%), transportasi (40,6%), dan rumah tangga (11,4%)

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM INEFISIENSI BBM Kenaikan harga minyak yang mencapai lebih dari US$100 per barel telah memberikan dampak besaran alokasi dalam APBN TA 2012. Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang mendorong pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa Yogyakarta di

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Seiring perkembangan sektor-sektor perekonomian dan pertumbuhan

BABI PENDAHULUAN. Seiring perkembangan sektor-sektor perekonomian dan pertumbuhan BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring perkembangan sektor-sektor perekonomian dan pertumbuhan penduduk yang cukup pesat, jumlah keperluan energi secara nasional cenderung mengalami peningkatan dari

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN

PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN RENCANA DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KEBERLANJUTANNYA DI NTT Oleh : Ir. Wayan Darmawa,MT Kepala Bappeda NTT 1 KONDISI UMUM PEMBANGUNAN NTT GAMBARAN UMUM Letak Geografis

Lebih terperinci

WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM. Oleh: Nirwan Ristiyanto*)

WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM. Oleh: Nirwan Ristiyanto*) WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM Oleh: Nirwan Ristiyanto*) Abstrak Melalui Inpres Nomor 4 Tahun 2014, pemerintah mengambil kebijakan memotong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut. Kekayaan alam yang dimiliki Indonesia berupa hasil pertanian, perkebunan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1

Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1 Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1 Perkembangan Pasar Minyak Dunia Harga minyak mentah dunia terus mengalami kenaikan. Pada akhir bulan Oktober harga minyak mentah dunia menembus angka 90 dolar AS per

Lebih terperinci

Copyright BPH Migas 2014, All Rights Reserved

Copyright BPH Migas 2014, All Rights Reserved 2 A. KUOTA JENIS BBM TERTENTU TAHUN 2014 Kuota Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) sesuai dengan APBN Tahun 2014 sebesar 48,00 Juta KL, dan Kuota Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) sesuai dengan

Lebih terperinci

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah I. Pendahuluan Harga Minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) merupakan salah satu

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH Maret 2010 Pada Maret 2010, sebagian besar indikator aktivitas ekonomi migas dan non migas terpilih mengalami pertumbuhan tahunan yang positif, dengan pertumbuhan tertinggi

Lebih terperinci

Materi Paparan Menteri ESDM

Materi Paparan Menteri ESDM Materi Paparan Menteri ESDM Rapat Koordinasi Infrastruktur Ketenagalistrikan Jakarta, 30 Maret 2015 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Energi Untuk Kesejahteraan Rakyat Gambaran Umum Kondisi Ketenagalistrikan

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012 TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012 Pada periode 1993-2011 telah terjadi 13 (tiga belas) kali perubahan harga bersubsidi bahan bakar minyak (bensin

Lebih terperinci

MENGELOLA SUBSIDI ENERGI, MENJAGA KESEIMBANGAN ANGGARAN IR. SATYA WIDYA YUDHA, M.SC WAKIL SEKJEN DPP PARTAI GOLKAR BID. ESDA

MENGELOLA SUBSIDI ENERGI, MENJAGA KESEIMBANGAN ANGGARAN IR. SATYA WIDYA YUDHA, M.SC WAKIL SEKJEN DPP PARTAI GOLKAR BID. ESDA MENGELOLA SUBSIDI ENERGI, MENJAGA KESEIMBANGAN ANGGARAN IR. SATYA WIDYA YUDHA, M.SC WAKIL SEKJEN DPP PARTAI GOLKAR BID. ESDA SERI DISKUSI PUBLIK DPP PARTAI GOLKAR BIDANG ESDA, 23 SEPTEMBER 2011 ASUMSI

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER IATMI 520 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 5 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 1618 November 5. INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER Ir. Oetomo Tri Winarno,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ALOKASI GAS BUMI UNTUK DALAM NEGERI

KEBIJAKAN ALOKASI GAS BUMI UNTUK DALAM NEGERI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI KEBIJAKAN ALOKASI GAS BUMI UNTUK DALAM NEGERI Jakarta, 6 Februari 2014 I KONDISI HULU MIGAS 2 CADANGAN GAS BUMI (Status

Lebih terperinci

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Diskusi Panel National Integration of the Centre of Excellence Jakarta, 8 Oktober 2015 1 Daftar Isi 1. Membangun Kedaulatan

Lebih terperinci

ANALISIS ASUMSI HARGA MINYAK DAN LIFTING MINYAK APBN 2012

ANALISIS ASUMSI HARGA MINYAK DAN LIFTING MINYAK APBN 2012 ANALISIS ASUMSI HARGA MINYAK DAN LIFTING MINYAK APBN 2012 I. Harga Minyak Asumsi Harga minyak Indonesia dalam APBN dirujuk dalam harga rata-rata minyak mentah Indonesia berdasarkan perhitungan Formula

Lebih terperinci

Informasi Wajib Tersedia Setiap Saat Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral

Informasi Wajib Tersedia Setiap Saat Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral Sekretariat Jenderal 1. Biro Kepegawaian Dan Organisasi 1.1. Formasi CPNS KESDM yang sudah ditetapkan 1.2. Pengangkatan CPNS 1.3. Sumpah PNS 1.4. Administrasi bimbingan teknis kepegawaian dan pembekalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia sudah mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Di satu sisi konsumsi masyarakat (demand) terus meningkat,

Lebih terperinci

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Menteri Negara PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Jakarta, 27 April 2006 Permasalahan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi dan Pembangkitan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGATURAN BBM BERSUBSIDI

KEBIJAKAN PENGATURAN BBM BERSUBSIDI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI KEBIJAKAN PENGATURAN BBM BERSUBSIDI Oleh: Dr.-Ing. Evita H. Legowo Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi disampaikan pada:

Lebih terperinci

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA Pada bagian ini dibahas efisiensi energi dalam perekonomian Indonesia, yang rinci menjadi efisiensi energi menurut sektor. Disamping itu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENYEDIAAN DAN KONSUMSI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM PENYEDIAAN DAN KONSUMSI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA V. GAMBARAN UMUM PENYEDIAAN DAN KONSUMSI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA 5.1. Penyediaan Energi Dalam Perekonomian Indonesia Penyediaan energi (Energy Supply) sangat diperlukan dalam menjalankan aktivitas

Lebih terperinci

Capaian Industri Migas Semester I Tahun 2016

Capaian Industri Migas Semester I Tahun 2016 Capaian Industri Migas Semester I Tahun 2016 Kementerian ESDM Republik Indonesia Kementerian Energi & Sumber Daya Mineral Jakarta, 22 Juli 2016 Jujur, Professional, Melayani, Inovatif, Berarti 1 1 Rumah

Lebih terperinci

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL Konferensi Informasi Pengawasan Oleh : Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Jakarta, 12

Lebih terperinci