PEDOMAN PELAYANAN LABORATORIUM PEMERIKSAAN HEPATITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN PELAYANAN LABORATORIUM PEMERIKSAAN HEPATITIS"

Transkripsi

1 PEDOMAN PELAYANAN LABORATORIUM PEMERIKSAAN HEPATITIS KEMETERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik Dan Sarana Kesehatan Tahun 2015 i

2 TIM PENYUSUN Kementerian Kesehatan RI dr. Dyah Armi Riana, MARS Naning Nugrahini, SKM, MKM dr. Wiwi Ambarwati dr. Yulita Evarini Yuzwar, MARS dr. Eva Dian Kurniawati Mai Syafni, SKM Tim Penulis 1. Dr. dr. Rino A Gani, SpPD-KGEH Departemen Hepatologi RSCM 2. dr. Juferdy Kurniawan, SpPD Departemen Hepatologi RSCM 3. Anugerah Dwi Handayu, S.T., M.Biomed Departemen Hepatologi RSCM 4. dr. Fera Ibrahim, M.Sc., SpMK (K)., PH.D Mikrobiologi FKUI 5. Prof. Suzanna Immanuel, SpPK Departemen Patologi RSCM 6. dr. Dewi Wulandari, SpPK., M.Sc Departemen Patologi RSCM 7. dr. Sondang Maryutka Sirait, SpPK BBLK Jakarta 8. Dr. dr. Yuyun SM Soedarmono, M.Sc PMI Pusat Kontributor 1. dr. Rina Sitanggang BBLK Jakarta 2. Eka Irdianty, SKM Global Fund Komponen TB 3. Gita Ardyani, SKM Global Fund Komponen TB 4. dr. Andy Omega Global Fund Komponen TB Sekretariat : Subdit Bina Pelayanan Mikrobiologi dan Imunologi Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan i

3 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Alur Rujukan Pelayanan Laboratorium Pemeriksaan Hepatitis B dan C Gambar 2. Algoritma Untuk Penatalaksanaan Diagnostik Hepatitis B Gambar 3. Algoritma Pemeriksaan Diagnostik Hepatitis C Gambar 4. Alur Algortima Deteksi Dini Hepatitis B Gambar 5. Algoritma Untuk Uji Saring IMLTD Gambar 6. Proses Penyelenggaraan Tes Panel i

4 DAFTAR TABEL Tabel 1. Kategori Nilai Diagnostik Reagen Tabel 2. Status Infeksi Sumber Pajanan dan Vaksin Petugas Kesehatan ii

5 DAFTAR ISTILAH Hepatitis VHB VHC HBsAg HBeAg AST ALT EIA CLIA IMLTD PCR NAT : Virus Hepatitis B : Virus Hepatitis C : Hepatitis B surface Antigen : Hepatitis B envelope Antigen : Asparlate Aminotransferase : Alanine Aminotransferase : Enzyme Immunoassay : Chemiluminescent Immunoassay : Infeksi Menular Lewat Tranfusi Darah : Polymerase Chain Reaction adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara in vitro : Nucleic acid amplification technology iii

6 DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR... i DAFTAR TABEL... ii DAFTAR ISTILAH... iii BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG TUJUAN PENGERTIAN RUANG LINGKUP... 3 BAB II STANDAR PELAYANAN LABORATORIUM PEMERIKSA HEPATITIS B DAN C PEMERIKSAAN SEROLOGI RAPID DIAGNOSTIK TEST HEPATITIS B DAN C SARANA DAN PRASARANA KETENAGAAN PERALATAN EIA/CLIA SARANA DAN PRASARANA KETENAGAAN PERALATAN PEMERIKSAAN MOLEKULER PEMERIKSAAN VIRAL LOAD HEPATITIS B TUJUAN SARANA DAN PRASARANA KETENAGAAN PERALATAN REAGENSIA PROSEDUR PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN RESISTENSI OBAT ANTIVIRUS HEPATITIS B TUJUAN SARANA DAN PRASARANA KETENAGAAN PERALATAN REAGENSIA PROSEDUR PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN VIRAL LOAD HEPATITIS C TUJUAN SARANA DAN PRASARANA KETENAGAAN PERALATAN REAGENSIA iv

7 PROSEDUR PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN GENOTIP VIRUS HEPATITIS C TUJUAN SARANA DAN PRASARANA KETENAGAAN PERALATAN REAGENSIA PROSEDUR PEMERIKSAAN NUCLEIC ACID AMPLIFICATION TECHNOLOGY (NAT) REAGENT BAB III ALUR RUJUKAN PEMERIKSAAN HEPATITIS METODE DIAGNOSTIK DIAGNOSTIK INFEKSI VIRUS HEPATITIS B DIAGNOSTIK INFEKSI VIRUS HEPATITIS C ALGORITMA DIAGNOSTIK BAB IV PEMERIKSAAN HEPATITIS UNTUK UJI SARING PEMERIKSAAN HEPATITIS UNTUK DETEKSI DINI PADA PASIEN METODE DETEKSI DINI METODE UNTUK DETEKSI DINI HEPATITIS B PADA PASIEN METODE UNTUK DETEKSI DINI HEPATITIS C PADA PASIEN ALGORTIMA DETEKSI DINI PASIEN HEPATITIS B PEMERIKSAAN HEPATITIS UNTUK UJI SARING PADA DARAH DONOR INFORMED CONSENT DONOR DARAH METODE UJI SARING METODE UNTUK UJI SARING HEPATITIS B PADA DARAH DONOR METODE UNTUK UJI SARING HEPATITIS C PADA DARAH DONOR ALGORTIMA UJI SARING INTERPRETASI HASIL UJI SARING RUJUKAN HASIL UJI SARING REAKTIF BAB V EVALUASI DAN PEMILIHAN REAGEN EVALUASI REAGEN HEPATITIS PEMILIHAN REAGEN v

8 BAB VI KEAMANAN DAN KESELAMATAN KERJA MANAJEMEN KEAMANAN KERJA LABORATORIUM VAKSINASI BAGI PETUGAS LABORATORIUM PENYEDIAAN SARANA PRASARANA DAN ALAT LABORATORIUM YANG STANDAR MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH PEMBENTUKAN TIM K3 LABORATORIUM TINDAKAN KEWASPADAAN BAGI PETUGAS LABORATORIUM PENERAPAN KEWASPADAAN STANDAR PENGENDALIAN INFEKSI PENATALAKSANAAN PASKA PAJANAN TINDAKAN PASKA PAJANAN PROFILAKSIS PASKA PAJANAN LAPORAN PAJANAN BAB VII PEMANTAPAN MUTU PEMANTAPAN MUTU INTERNAL PEMANTAPAN MUTU EKSTERNAL PENINGKATAN MUTU BAB VIII PENUTUP DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN vi

9 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyelenggaraan pelayanan laboratorium kesehatan dilaksanakan oleh berbagai laboratorium milik pemerintah dan swasta pada berbagai jenjang pelayanan mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten/ kota, propinsi, regional dan nasional, masing-masing laboratorium pada berbagai jenjang pelayanan tersebut mempunyai tugas dan fungsi tersendiri dengan kemampuan pemeriksaan yang berbeda-beda, demikian juga pada pemeriksaan Hepatitis. Penyakit Hepatitis merupakan salah satu masalah dalam kesehatan masyarakat yang terjadi di negara berkembang, salah satunya adalah di Indonesia. Virus Hepatitis B (VHB) setidaknya telah menginfeksi sekitar 2 milyar penduduk di dunia dan diantaranya sekitar 240 juta orang mengidap virus Hepatitis B kronis. Diperkirakan sekitar 170 juta penduduk di dunia terinfeksi virus Hepatitis C dan diperkirakan sekitar penduduk di dunia meninggal akibat terinfeksi oleh Virus Hepatitis B (VHB) dan Virus Hepatitis C (VHC). 1 Berdasarkan data WHO tahun 2012, sekitar 23 juta penduduk di Indonesia terinfeksi oleh virus Hepatitis B dan sekitar 2 juta penduduk di Indonesia telah terinfeksi oleh virus Hepatitis C. Indonesia adalah negara dengan penduduk dengan terinfeksi Hepatitis B tebesar nomor 2 setelah Myanmar diantara negaranegara anggota WHO SEAR (South East Asian Region). Menurut hasil Riskesdas tahun 2007, hasil pemeriksaan Biomedis dari sampel serum yang diperiksa, prevalensi HBsAg yang positif adalah 9.4%, yang berarti bahwa diantara 10 penduduk di Indonesia terdapat satu orang terinfeksi virus Hepatitis B. Serta berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penderita Hepatitis meningkat menjadi 1.2% dari 0.6% di tahun Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan laboratorium pemeriksa Hepatitis, maka diperlukan Standar Pelayanan Laboratorium Pemeriksa Hepatitis menurut jenjang dan metode pemeriksaan yang dilakukan oleh fasyankes. 1

10 1.2 TUJUAN 1. Sebagai pedoman dan acuan bagi pimpinan fasyankes dalam pelayanan laboratorium pemeriksa Hepatitis. 2. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pengawasan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi pelayanan laboratorium. 3. Sebagai pedoman dalam melaksanakan rujukan dan pemantapan mutu. 1.3 PENGERTIAN 1. Pedoman adalah ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan. 2. Laboratorium klinik adalah laboratorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan dibidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, imunologi klinik, patologi anatomi dan bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. 3. Laboratorium kesehatan masyarakat adalah laboratorium kesehatan yang melaksanakan pelayanan pemeriksaan dibidang mikrobiologi, fisika, kimia atau bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan terutama untuk menunjang upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. 4. Puskesmas adalah unit pelaksana pembangunan kesehatan di wilayah kecamatan, yang merupakan satu satuan organisasi yang diberikan kewenangan kemandirian oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota untuk melaksanakan tugas-tugas operasional pembangunan kesehatan di wilayah kecamatan. 5. Puskesmas Pembantu (PUSTU) adalah unit pelayanan kesehatan yang sederhana dan berfungsi menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan Puskesmas dalam ruang lingkup wilayah yang lebih kecil. 6. Balai Besar/ Balai Laboratorium Kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pelayanan laboratorium kesehatan klinik dan laboratorium kesehatan masyarakat, rujukan, pendidikan dan pelatihan. 7. Rumah Sakit Umum adalah tempat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar dan spesialistik, pelayanan penunjang medik, pelayanan instalasi dan pelayanan perawatan secara rawat jalan dan rawat inap. 8. Unit Transfusi Darah (UTD): 2

11 a. Unit Transfusi Darah Pusat PMI (UTDP-PMI) adalah Unit Transfusi Darah Pusat yang merupakan unit pelayanan teknis transfusi darah yang berkedudukan di Palang Merah Indonesia Pusat. b. Unit Transfusi Darah Daerah PMI (UTDD-PMI) adalah Unit Transfusi Darah Daerah yang merupakan unit pelayanan teknis transfusi darah yang berkedudukan di Palang Merah Indonesia Daerah. c. Unit Transfusi Darah Cabang PMI (UTDC-PMI) adalah Unit Transfusi Darah Cabang yang merupakan unit pelayanan teknis transfusi darah yang berkedudukan di Palang Merah Indonesia Cabang. d. Unit Transfusi Darah Utama (UTD Utama) adalah Unit Transfusi Darah Pusat yang merupakan unit pelayanan teknis transfusi darah yang berkedudukan di pusat. e. Unit Transfusi Darah Madya (UTD Madya) adalah Unit Transfusi Darah di tingkat provinsi yang merupakan unit pelayanan teknis transfusi darah yang ditetapkan dan berkedudukan di provinsi. f. Unit Transfusi Darah Pratama (UTD Pratama) adalah Unit Transfusi Darah di tingkat provinsi, kabupaten dan kota yang merupakan unit pelayanan teknis transfusi darah yang ditetapkan dan berkedudukan di provinsi, kabupaten dan kota. g. Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) adalah unit pelayanan di rumah sakit yang bertanggung jawab atas tersedianya darah untuk transfusi yang aman, berkualitas, dan dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan kesehatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. 1.4 RUANG LINGKUP Ruang lingkup standar pelayanan laboratorium pemeriksa Hepatitis mencakup. 1. Standar Sarana dan Prasarana, SDM, Peralatan Laboratorium Pemeriksa Hepatitis B Dan C. 2. Alur Rujukan Pemeriksaan Hepatitis. 3. Pemantapan Mutu Laboratorium Hepatitis. 4. Pencatatan Dan Pelaporan. 3

12 BAB II STANDAR PELAYANAN LABORATORIUM PEMERIKSA HEPATITIS B DAN C Jenis pemeriksaan laboratorium Hepatitis B dan C terdiri dari : 2.1 PEMERIKSAAN SEROLOGI RAPID DIAGNOSTIK TEST HEPATITIS B DAN C Rapid/ Simple single use reagents (Rapid Test) adalah reagen yang memiliki ciri-ciri tersendiri, individual dan sekali pakai. Tampilan reagen ini bisa bermacam-macam. Kebanyakan rapid test berupa imunokromatografi dimana penambahan sampel yang diteteskan akan mengalir lamban ke bagian ujung strip dan bereaksi dengan reagen yang telah terlebih dahulu diimobilisasi. Sampel dapat berupa serum atau plasma atau bahkan pada beberapa reagen bisa menggunakan darah lengkap. Setiap reaksi positif divisualisasikan sebagai bulatan (dot) atau pita (band) yang muncul pada strip pemeriksaan. Semua rapid test harus menyertakan dot atau pita kontrol yang digunakan untuk menilai validitas hasil pemeriksaan. Rapid test disiapkan dalam format yang sangat mudah untuk digunakan yang pada umumnya tidak memerlukan reagen tambahan kecuali semua yang telah disediakan dalam kitnya. Hasil pemeriksaan dibaca dengan mata dan menunjukkan hasil kualitatif dalam beberapa menit. Pembacaan subyektif dan rekaman permanen dari hasil pemeriksaan aslinya tidak dapat disimpan. Rapid test disarankan digunakan pada jumlah sampel yang tidak banyak SARANA DAN PRASARANA Laboratorium pemeriksa Hepatitis merupakan bagian laboratorium pemeriksa lainnya. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pemeriksaan Hepatitis B dan C dengan rapid test merupakan laboratorium sederhana. Ketentuan mengenai sarana dan prasarana dapat mengacu pada Permenkes No. 37 Tahun 2012 tentang Penyelenggaran Laboratorium Puskesmas. 3 4

13 KETENAGAAN - Dipimpin oleh 1 (satu) orang dokter terlatih dibidang pemeriksaan Hepatitis B dan C sebagai penanggung jawab. - Petugas teknis adalah ahli teknologi laboratorium medik (D3 analis kesehatan) atau tenaga kesehatan lain yang mendapat pelatihan khusus/ spesifik untuk menangani agen patogen infeksius dan prosedur yang dilakukan. - Petugas administrasi minimal SMU/sederajat PERALATAN Peralatan yang dibutuhkan oleh laboratorium pemeriksa Hepatitis B dan C dengan rapid test adalah: - Alat-alat keamanan dan keselamatan kerja petugas laboratorium: jas laboratorium sarung tangan masker face shield/ goggles - Alat-alat persiapan dan penyimpanan bahan pemeriksaan: sentrifus lemari pendingin pipet dan disposable tip - Alat pengolahan limbah wadah limbah tajam wadah limbah infeksius wadah limbah non infeksius EIA/CLIA Enzyme dan chemiluminescent immunoassay saat ini merupakan metode pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk tujuan diagnostik atau uji saring infeksi menular lewat transfusi Darah (IMLTD) pada darah donor. Prinsip EIAs dan CLIAs adalah sama. Perbedaannya hanya dalam model deteksi dari kompleks imun yang terbentuk, yakni terbentuknya warna pada EIAs dan pengukuran cahaya yang terbentuk oleh reaksi kimia pada CLIAs. EIA, dengan sensitifitas yang tinggi akan mendeteksi petanda target dari infeksi. Reagen yang telah dievaluasi dengan baik untuk tujuan diagnostik maupun uji saring harus memenuhi 5

14 standar. EIAs dan CLIAs cocok untuk pemeriksaan sampel dalam jumlah besar dan membutuhkan beberapa peralatan khusus. Pemeriksaan ini bisa dikerjakan secara manual atau sistem otomatik yang spesifik (sistem tertutup). EIAs dan CLIAs mempunyai solid phase yang berbeda untuk melakukan imobilisasi terhadap antigen atau antibodi. Umumnya solid phase yang digunakan adalah: - Bagian dasar atau sisi dari microwell polystirene - Bagian permukaan dari polystirene atau bahan lain - Microparticle - Permukaan dari alat disposable khusus yang digunakan pada sistem reagen otomatik, bervariasi tergantung pabrik, namun umumnya polystyrene SARANA DAN PRASARANA Tata Ruang a. Lokasi Laboratorium pemeriksaan Hepatitis merupakan bagian laboratorium pemeriksaan lainnya. Area laboratorium harus cukup lapang dengan dinding, langit-langit dan lantai yang terbuat dari bahan yang tidak berpori, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta tahan terhadap bahanbahan kimiawi. b. Ventilasi Laboratorium mempunyai ventilasi yang baik untuk pengendalian infeksi di laboratorium. c. Infrastruktur - Ketersediaan dan ketentuan infrastruktur sesuai dengan pedoman K3. - Tersedia air bersih mengalir, listrik, sanitasi dan pengolahan limbah. - Bak cuci tangan diletakkan dekat pintu ruang laboratorium dan tidak boleh dipakai untuk pembuangan limbah infeksius dan pencucian alat. - Pintu laboratorium jangan dibiarkan dalam keadaan terbuka. - Kontrol suhu dan kelembaban Suhu dan kelembaban laboratorium harus dikendalikan sehingga peralatan dan bahan pemeriksaan bisa terjaga dalam batas toleransi yang direkomendasikan oleh pabrik. 6

15 KETENAGAAN a. Penanggung Jawab: 1 (satu) orang Dokter Spesialis Patologi Klinik/ Mikrobiologi Klinik/ Dokter yang terlatih dibidang pemeriksaan Hepatitis B dan C. b. Tenaga Teknis: Petugas teknis adalah ahli teknologi laboratorium medik (D3 analis kesehatan). c. Petugas pencatatan dan pelaporan: 1 (satu) orang, minimal SMU/ sederajat PERALATAN Peralatan yang dibutuhkan oleh laboratorium pemeriksa Hepatitis B dan C dengan EIA dan CLIA adalah: 4 a. Alat-alat keamanan dan keselamatan kerja petugas laboratorium: - jas laboratorium - sarung tangan - masker - face shield/ goggles b. Alat-alat persiapan, penyimpanan, dan pemeriksaan: - sentrifus - lemari pendingin - pipet dan disposable tip - washer EIA/CLIA - reader EIA/CLIA - inkubator EIA/CLIA c. Alat pengolahan limbah - wadah limbah tajam - wadah limbah infeksius - wadah limbah non infeksius - wadah limbah cair 2.2 PEMERIKSAAN MOLEKULER Uji molekuler yang saat ini tersedia untuk diagnosis dan penatalaksanan Hepatitis adalah pengukuran kadar virus, pemeriksaan genotip dan deteksi mutasi resistensi obat antivirus. 4 Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara in vitro. Teknik PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah besar hanya dalam beberapa jam. Dengan ditemukannya teknik PCR dan sekuensing 7

16 DNA, telah merevolusi bidang sains dan teknologi khususnya di bidang diagnosa penyakit infeksi. PCR adalah teknik yang cepat dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. 5 Kadar DNA VHB dan RNA VHC sebaiknya dilakukan dengan metode real-time PCR dan dilaporkan dalam satuan IU/mL PEMERIKSAAN VIRAL LOAD HEPATITIS B TUJUAN Pemeriksaan ini sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan dalam penatalaksanaan Hepatitis B kronik. Pengukuran kadar DNA VHB dalam darah perifer (fraksi serum atau plasma) saat ini merupakan tes yang banyak digunakan, karena merupakan petanda replikasi virus yang dapat dipantau SARANA DAN PRASARANA a. Tata ruang - Desain laboratorium harus memastikan keamanan petugas ketika bergerak di area kerja, menggunakan peralatan laboratorium dan melakukan pemeriksaan laboratorium. Perpindahan spesimen dan alur kerja di laboratorium harus meminimalkan kemungkinan hilangnya spesimen, tercampurnya spesimen dan terpaparnya personil laboratorium dari kecelakaan kerja. - Sarana laboratorium harus didesain untuk menjamin keamanan petugas, lingkungan dan kualitas kerja. Ruangan yang sesuai untuk meletakkan peralatan, mempertimbangkan ventilasi dan suhu ruangan. b. Ruangan Area kerja laboratorium harus cukup luas dan dirancang untuk mendukung alur pekerjaan laboratorium yang efisien. c. Kontrol suhu dan kelembaban Suhu dan kelembaban laboratorium harus dikendalikan sehingga peralatan dan bahan pemeriksaan bisa terjaga dalam batas toleransi yang direkomendasikan oleh pabrik. d. Kebersihan 8

17 Seluruh lantai, dinding, langit-langit dan meja laboratorium harus mudah dibersihkan dan selalu terjaga kebersihannya. e. Area penyimpanan Area penyimpanan harus dialokasikan untuk menyimpan reagen, bahan kontrol, kalibrator dan bahan-bahan laboratorium yang lainnya untuk menjaga kondisi, kemurnian dan stabilitasnya secara adekuat. f. Area Kerja Amplifikasi Molekuler Laboratorium yang tidak menggunakan prosedur amplifikasi molekuler sistim tertutup, harus mempunyai alur kerja satu arah. Ruangan khusus untuk preparasi reagen, preparasi spesimen, amplifikasi, dan deteksi merupakan area yang terpisah satu sama lain KETENAGAAN a. Penanggung Jawab: 1 (satu) orang Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik/ Patologi Klinik. b. Tenaga Teknis: Petugas teknis minimal S1 dibidang biomedik. c. Petugas pencatatan dan pelaporan: 1 (satu) orang, minimal D3 analis PERALATAN Peralatan yang diperlukan oleh laboratorium pemeriksa viral load Hepatitis B adalah: 4 a. Alat-alat keamanan dan keselamatan kerja petugas laboratorium: - jas laboratorium - sarung tangan - face shield / goggles - safety cabinet class IIa b. Alat-alat persiapan dan penyimpanan bahan pemeriksaan: - refrigerated centrifuge - refrigerator dan deep freezer (minimal C) - mikropipet adjustable 1000µL, 200µL, 100µL dan disposable tip - vortex mixer c. Alat-alat pemeriksaan: Untuk amplifikasi asam nukleat: 9

18 - mikropipet adjustable dan disposable tip 1000µL, 200µL, 100µL dan 50 µl (3 set) - pencatat waktu terkalibrasi (3 set) - sistem amplifikasi dan deteksi hasil REAGENSIA Reagensia generasi pertama untuk pemeriksaan viral load Hepatitis B dalam darah perifer (serum atau plasma) didasarkan pada teknologi hibridisasi dengan satuan hasil dalam picograms per mililiter. Namun, reagen ini relatif kurang sensitif (sekitar 5,0 log 10 kopi/ml), dan linearitas berkisar 5,0-10,0 log 10 kopi/ml. Adaptasi teknologi molekuler selanjutnya mengembangkan teknik amplifikasi sinyal dan target yang mengawali perkembangan tes generasi kedua dengan sensitivitas yang lebih tinggi (<200 kopi/ml). Pemeriksaan viral load Hepatitis B generasi terbaru menggunakan real time PCR. Teknik ini terbukti meningkatkan karakteristik kinerja analitik, termasuk batas bawah deteksi, rentang linier yang luas, presisi yang sangat baik dan mengurangi pengenceran spesimen untuk sebagian besar spesimen dengan jumlah virus yang tinggi. Pemeriksaan viral load Hepatitis B harus dilaksanakan dengan reagensia yang tervalidasi dan hasilnya dilaporkan dalam satuan IU/mL. Konversi satuan dari kopi/ml ke IU/mL disesuaikan dengan reagen yang digunakan PROSEDUR PEMERIKSAAN Pemeriksaan viral load Hepatitis B menggunakan teknik amplifikasi dan hibridisasi asam nukleat seperti Polymerase Chain Reaction (PCR), Hybrid capture, b-dna dan Real-time PCR. Pemeriksaan harus dilakukan sesuai petunjuk pabrik PEMERIKSAAN RESISTENSI OBAT ANTIVIRUS HEPATITIS B Resistensi virus terhadap terapi analog nukleos(t)ida adalah isu yang mempersulit terapi Hepatitis B saat ini. Secara umum, resistensi bisa dibagi atas resistensi genotip atau 10

19 resistensi fenotip. Resistensi fenotip biasanya bisa dinilai dari adanya kenaikan kembali DNA VHB atau ALT sementara resistensi genotip diketahui dengan melakukan pemeriksaan sekuen gen target. Pemeriksaan terbaik untuk menilai resistensi genotip adalah pemeriksaan DNA VHB direct sequencing yang dapat menilai seluruh kemungkinan mutasi yang terkait resistensi. Saat ini belum disarankan untuk melakukan pemeriksaan resistensi pada semua pasien Hepatitis B, namun pemeriksaan ini bisa dipertimbangkan pada pasien yang gagal mencapai respon yang diharapkan atau pada pasien yang mengalami virologic breakthrough. Peningkatan DNA VHB umumnya mendahului peningkatan ALT dan perubahan strategi terapi lebih awal pada kondisi ini telah terbukti meningkatkan respon TUJUAN Untuk mendeteksi mutasi penyebab resistensi obat antivirus Hepatitis B SARANA DAN PRASARANA Fasilitas laboratorium sesuai standar fasilitas laboratorium molekular untuk amplifikasi asam nukleat KETENAGAAN a. Penanggung Jawab: 1 (satu) orang Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik/ Patologi Klinik. b. Tenaga Teknis: Petugas teknis minimal S1 dibidang biomedik. c. Petugas pencatatan dan pelaporan: 1 (satu) orang, minimal D3 analis PERALATAN a. Alat-alat keamanan dan keselamatan kerja petugas laboratorium: 4 - jas laboratorium - sarung tangan - face shield / goggles - safety cabinet class IIa b. Alat-alat pemeriksaan - pipet serologi 11

20 - mikropipet adjustable 1000µL, 200µL, 100µL, 20 µl, 10 µl, 1 µl - sistem amplifikasi dan deteksi hasil - alat sekuensing REAGENSIA a. Reagensia untuk amplifikasi asam nukleat - Pasangan primer untuk amplifikasi asam nukleat meliputi gen polymerase - Polimerase DNA termostabil - dntp b. Reagensia untuk sekuensing asam nukleat - Primer sekuensing yang mencakup posisi mutasi penyebab resistensi pada gen polymerase - Dye terminator PROSEDUR PEMERIKSAAN Metoda pemeriksaan: Genotipik (Direct Sequence) PEMERIKSAAN VIRAL LOAD HEPATITIS C TUJUAN Pemeriksaan molekular Hepatitis C sangat penting dalam mendiagnosis infeksi virus Hepatitis C kronis, karena uji serologi tidak dapat membedakan infeksi kronik dari infeksi yang telah lampau. Pemeriksaan viral load Hepatitis C menggunakan teknik RT-PCR juga terbukti berguna dalam menilai viremia pada pasien dengan tes antibodi positif, mengevaluasi respon pengobatan, dan sebagai tes konfirmasi pada pasien dengan hasil tes serologi negatif palsu. 7 Penilaian kadar virus Hepatitis C wajib bagi semua pasien yang akan mendapatkan terapi antivirus. Pemeriksaan viral load Hepatitis C harus menggunakan teknik real-time PCR (nilai deteksi terendah <50 IU/mL untuk dual therapy dan <15 IU/mL untuk triple therapy) dan dinyatakan dalam satuan IU/mL. 8 12

21 SARANA DAN PRASARANA a. Tata ruang - Desain laboratorium harus memastikan keamanan petugas ketika bergerak di area kerja, menggunakan peralatan laboratorium dan melakukan pemeriksaan laboratorium. Perpindahan spesimen dan alur kerja di laboratorium harus meminimalkan kemungkinan hilangnya spesimen, tercampurnya spesimen dan terpaparnya personil laboratorium dari kecelakaan kerja. - Sarana laboratorium harus didesain untuk menjamin keamanan petugas, lingkungan dan kualitas kerja. Ruangan yang sesuai untuk meletakkan peralatan, mempertimbangkan ventilasi dan suhu ruangan. b. Ruangan Area kerja laboratorium harus cukup luas dan dirancang untuk mendukung alur pekerjaan laboratorium yang efisien. c. Kontrol suhu dan kelembaban Suhu dan kelembaban laboratorium harus dikendalikan sehingga peralatan dan bahan pemeriksaan bisa terjaga dalam batas toleransi yang direkomendasikan oleh pabrik. d. Kebersihan Seluruh lantai, dinding, langit-langit dan meja laboratorium harus mudah dibersihkan dan selalu terjaga kebersihannya. e. Area penyimpanan Area penyimpanan harus dialokasikan untuk menyimpan reagen, bahan kontrol, kalibrator dan bahan-bahan laboratorium yang lainnya untuk menjaga kondisi, kemurnian dan stabilitasnya secara adekuat. f. Area Kerja Amplifikasi Molekuler Laboratorium yang tidak menggunakan prosedur amplifikasi molekuler sistim tertutup, harus mempunyai alur kerja satu arah. Ruangan khusus untuk preparasi reagen, preparasi spesimen, amplifikasi, dan deteksi merupakan area yang terpisah satu sama lain. 13

22 KETENAGAAN a. Penanggung Jawab: 1 (satu) orang Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik/ Patologi Klinik. b. Tenaga Teknis: Petugas teknis minimal S1 dibidang biomedik. c. Petugas pencatatan dan pelaporan: 1 (satu) orang, minimal D3 analis PERALATAN Peralatan yang diperlukan oleh laboratorium pemeriksa viral load Hepatitis C adalah: 4 a. Alat-alat keamanan dan keselamatan kerja petugas laboratorium: - jas laboratorium - sarung tangan - face shield / goggles - safety cabinet class IIa b. Alat-alat persiapan dan penyimpanan bahan pemeriksaan - refrigerated centrifuge - refrigerator dan deep freezer (minimal C) - mikropipet adjustable 1000µL, 200µL, 100µL dan disposable tip - vortex mixer c. Alat-alat pemeriksaan: Untuk amplifikasi asam nukleat: - mikropipet adjustable dan disposable tip 1000µL, 200µL, 100µL dan 50 µl (3 set) - pencatat waktu terkalibrasi (3 set) - sistem amplifikasi dan deteksi hasil REAGENSIA Berbagai variasi tes kit tersedia untuk mendeteksi atau mengkuantifikasi RNA VHC. Pemeriksaan viral load Hepatitis C didasarkan pada reaksi reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR), transcrption-mediated amplification (TMA), bdna, atau yang baru-baru ini banyak digunakan adalah teknologi real time RT-PCR. 6 Pemeriksaan viral load Hepatitis C harus dilaksanakan dengan reagensia yang tervalidasi dan hasilnya dilaporkan dalam satuan IU/mL. 14

23 PROSEDUR PEMERIKSAAN Pemeriksaan viral load Hepatitis C didasarkan pada prinsip amplifikasi target menggunakan metode "klasik" Polymerase Chain Reaction (PCR), "real-time" RT-PCR atau TMA (Transcription-mediated Amplification). RNA VHC diekstraksi dan ditranskripsikan balik menjadi DNA komplementer rantai ganda (cdna), selanjutnya diproses dengan cyclic enzymatic reaction sehingga menghasilkan generasi dengan sejumlah besar salinan DNA. Pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati sesuai dengan petunjuk dari pabrik pembuat reagensia yang digunakan dan hasilnya dilaporkan dalam International Unit per mililiter (IU/mL) PEMERIKSAAN GENOTIP VIRUS HEPATITIS C Virus Hepatitis C memiliki keragaman genetik yang cukup besar. Ada 6 genotip yang dikenal dan lebih dari 50 subtipe VHC. Nomenklatur yang paling umum digunakan untuk genotip VHC pertama kali diusulkan oleh Simmonds dkk. Sistem klasifikasi ini didasarkan pada perbandingan sekuen nukleotida daerah NS5. Pemeriksaan genotip diperlukan untuk menentukan regimen terapi, durasi terapi dan memprediksi respons terapi. Pemeriksaan ini dapat dilakukan menggunakan berbagai teknik seperti direct sequence analysis, reverse hybridization, dan genotype specific real-time PCR. Saat ini pemeriksaan genotipe yang tersedia sudah mampu mengidentifikasi secara akurat 6 genotipe pada infeksi Hepatitis C kronik TUJUAN Untuk menentukan genotipe virus Hepatitis C SARANA DAN PRASARANA Fasilitas laboratorium sesuai standar fasilitas laboratorium molekular untuk amplifikasi asam nukleat KETENAGAAN a. Penanggung Jawab: 1 (satu) orang Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik/ Patologi Klinik. 15

24 b. Tenaga Teknis: Petugas teknis minimal S1 dibidang biomedik. c. Petugas pencatatan dan pelaporan: 1 (satu) orang, minimal D3 analis PERALATAN a. Alat-alat keamanan dan keselamatan kerja petugas laboratorium: 4 - jas laboratorium - sarung tangan - face shield / goggles - safety cabinet class IIa b. Alat-alat pemeriksaan - pipet serologi - mikropipet adjustable 1000µL, 200µL, 100µL, 20 µl, 10 µl, 1 µl - sistem amplifikasi dan deteksi hasil REAGENSIA a. Reagensia untuk reverse transcription dan amplifikasi asam nukleat. b. Reagensia untuk reverse hybridization PROSEDUR PEMERIKSAAN Metoda pemeriksaan: reverse hybridization atau sekuensing sesuai dengan reagen yang digunakan. Pemeriksaan genotype Hepatitis C NUCLEIC ACID AMPLIFICATION TECHNOLOGY (NAT) REAGENT Nucleic acid amplification technology (NAT) reagent merupakan reagen molekuler yang didesain untuk uji saring darah donor. Reagen ini mendeteksi keberadaan asam nukleat virus, DNA atau RNA, pada sampel darah donor. Pada teknologi ini, segmen DNA/ RNA yang spesifik dari suatu virus dijadikan target dan diamplifikasi in vitro. Tahapan amplifikasi memungkinkan terdeteksinya virus dengan titer rendah dalam sampel melalui peningkatan jumlah target spesifik ke titer yang dapat dideteksi. Keberadaan asam nukleat yg spesifik mengindikasikan keberadaan virus dan karenanya darah donor kemungkinan infeksius. Uji saring NAT dapat dilakukan pada setiap sampel darah donor untuk mendeteksi asam nukleat dari agen infeksius. 16

25 Saat ini telah dikembangkan reagen uji saring NAT multipleks yang dapat mendeteksi DNA atau RNA dari beberapa virus secara simultan

26 BAB III ALUR RUJUKAN PEMERIKSAAN HEPATITIS Pelayanan laboratorium di fasyankes memiliki kemampuan pemeriksaan yang berbeda sesuai tingkat pelayanannya. Oleh karena itu, agar fasyankes dapat memiliki akses pada pelayanan laboratorium yang terstandarisasi, diperlukan alur rujukan pemeriksaan laboratorium. Berdasarkan Permenkes No Tahun 2005 tentang Jejaring Laboratorium Kesehatan, alur rujukan merupakan komponen dalam jejaring laboratorium kesehatan. Jejaring laboratorium ini diperlukan sebagai rujukan pelayanan laboratorium kesehatan dalam bentuk rujukan pemeriksaan/ spesimen, rujukan sarana dan rujukan ilmu pengetahuan/ teknologi. Dalam kaitan dengan pembinaan anggota jejaring laboratorium, maka jejaring laboratorium berfungsi juga sebagai jejaring pemantapan mutu. Tujuan jejaring laboratorium: 4 1. Meningkatkan efisiensi pelayanan laboratorium kesehatan. 2. Memperluas jangkauan pelayanan kesehatan. 3. Meningkatkan mutu pelayanan laboratorium kesehatan. 4. Terlaksananya sistem rujukan dalam pelayanan laboratorium kesehatan. Jejaring pelayanan laboratorium pemeriksa Hepatitis disesuaikan berdasarkan jenjang pelayanan yaitu: a. Laboratorium pada fasilitas pelayanan kesehatan primer (Puskesmas, labkesda kabupaten/ kota, Klinik Pratama, dan Laboratorium Klinik Pratama, Rumah Sakit Umum Kelas D), UTD Pratama. Jenis pelayanan Laboratorium pada fasilitas pelayanan kesehatan primer: - Pemeriksaan Hepatitis B dan C dengan rapid diagnostic test (RDT) untuk kepentingan deteksi dini di puskesmas, laboratorium klinik pratama, rumah sakit umum kelas D, dan uji saring untuk UTD pratama. b. Laboratorium pada fasilitas pelayanan kesehatan sekunder (RS kelas C, BLK/ BBLK, Laboratorium Klinik Madya), UTD Madya, Sarana Kesehatan CTKI. Jenis pelayanan laboratorium pada fasilitas pelayanan kesehatan sekunder: - Pemeriksaan Hepatitis B dan C dengan rapid diagnostic test (RDT). - Pemeriksaan Hepatitis B dan C dengan EIA. 18

27 c. Laboratorium pada fasilitas pelayanan kesehatan tersier (RS kelas A/ B), Laboratorium Klinik Utama), dan UTD Utama. Jenis pelayanan laboratorium pada fasilitas pelayanan kesehatan tersier: - Pemeriksaan Hepatitis B dan C dengan EIA/ CLIA. - Pemeriksaan DNA VHB. - Pemeriksaan RNA VHC. - Pemeriksaan NAT. d. Laboratorium Rujukan Nasional Laboratorium Rujukan Nasional ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan untuk melakukan tugas dan fungsi tertentu meliputi: - Evaluasi reagen Hepatitis. - Penyelenggaraan PME Laboratorium Hepatitis. - Pemeriksaan molekuler dan resistensi - Pembinaan dan peningkatan kapasitas. Laboratorium Fasyankes Primer Metode Pemeriksaan: Rapid Diagnostic Test Tujuan Pemeriksaan: Deteksi dini Laboratorium Fasyankes Sekunder* Metode Pemeriksaan: EIA/CLIA Tujuan Pemeriksaan: Diagnostik, Inisiasi Terapi Laboratorium Fasyankes Tersier Metode Pemeriksaan: EIA/CLIA, Molekuler Tujuan Pemeriksaan: Diagnostik, Inisiasi Terapi, Pemantauan Terapi Laboratorium Rujukan Nasional Metode Pemeriksaan: Molekuler + Resistensi Gambar 1. Alur Rujukan Pelayanan Laboratorium Pemeriksa Hepatitis B dan C Catatan: *Jika di laboratorium fasyankes sekunder tidak tersedia pemeriksaan DNA VHB dan RNA VHC untuk inisiasi dan pemantauan terapi maka perlu dilakukan rujukan spesimen ke fasilitas yang lebih tinggi. 19

28 3.1 METODE DIAGNOSTIK DIAGNOSIS INFEKSI VIRUS HEPATITIS B - Diagnosis Hepatitis B ditegakkan dengan pemeriksaan biokimia dan serologi. 11 Pada infeksi akut, kadar AST dan ALT akan meningkat hingga 3-10 kali batas atas normal. HBsAg merupakan petanda serologis pertama yang terdeteksi 2-12 minggu setelah pejanan. HBeAg akan muncul bersamaan atau beberapa saat setelah munculnya HBsAg dalam darah. Antibodi terhadap HBeAg akan segera muncul setelah hilangnya HBeAg. Pada Hepatitis B akut, anti-hbc akan muncul 2 minggu setelah HBsAg terdeteksi. - Pada infeksi virus Hepatitis B kronik didefinisikan sebagai ditemukannya HBsAg dalam serum selama lebih dari 6 bulan. - Terdeteksinya HBeAg menunjukkan infektivitas yang tinggi. Konsentrasi DNA VHB juga digunakan sebagai salah satu prediktor respons pada pasien yang menerima terapi antiviral DIAGNOSIS INFEKSI VIRUS HEPATITIS C - Pada infeksi Hepatitis C akut, RNA VHC dapat terdeteksi pada hari ke 7-10 setelah paparan dan anti-hcv akan terdeteksi didalam darah 2-8 minggu setelah paparan. - Diagnosis Hepatitis C akut dapat ditegakkan jika terjadi serokonversi anti-hcv pada pasien yang sebelumnya telah diketahui anti-hcv negatif, oleh karena tidak adanya petanda serologi yang dapat membuktikan infeksi akut VHC. - Pada Hepatitis C kronik, diagnosis dapat ditegakkan apabila anti-hcv dan RNA VHC tetap terdeteksi lebih dari 6 bulan sejak terinfeksi disertai dengan gejala-gejala penyakit hati kronik ALGORITMA DIAGNOSTIK Seseorang yang diduga terpapar virus Hepatitis B dapat diuji untuk berbagai petanda diagnostik, setiap pemeriksaan yang dilakukan tergantung pada riwayat klinis penderita, gejala dan hasil tes sebelumnya. 13 Pola pemeriksaan serologis umum dan virologi yang dapat diamati pada pasien dengan infeksi VHB akut dan kronik ditampilkan pada gambar berikut (Gambar 2)

29 HBsAg HBsAg Positif HBsAg Negatif Anti HBc (IgG/IgM) Anti HBs Anti HBc IgG Anti HBc IgM Anti HBs Positif Anti HBs Negatif Anti HBc IgG (+), DNA VHB (+) INFEKSI KRONIK Anti HBc IgM (INFEKSI AKUT) HBsAg (-), Anti HBs (+), Anti HBc IgG (+), DNA VHB (-) Proteksi (Kemungkinan berasal dari alami atau vakisinasi) VAKSINASI SEMBUH SPONTAN Gambar 2. Algoritma Untuk Penatalaksanaan Diagnostik Hepatitis B 5 Sedangkan pada infeksi virus Hepatitis C kronik, diawali dengan pemeriksaan antibodi virus Hepatitis C dalam darah secara rapid. Hasil reaktif harus dilanjutkan dengan pemeriksaan RNA VHC (metoda PCR atau NAT). 13 Gambar 3 merupakan algoritma pemeriksaan yang digunakan sebagai panduan untuk penanganan awal dan pelayanan publik untuk pemeriksaan virus Hepatitis C (VHC). 21

30 Anti-HCV (+) (-) STOP Kecuali HD, HIV, Populasi/ Imunosupresan RNA VHC (-) (+) Cek RNA VHC Ulang RNA VHC 1 bulan kemudian Evaluasi Medis Gambar 3. Algoritma Pemeriksaan Diagnostik Hepatitis C - Untuk pemeriksaan uji saring yang dilakukan dilayanan tingkat dasar menggunakan metode RDT. Untuk hasil pemeriksaan uji saring ditulis dengan hasil reaktif dan non reaktif. - Sedangkan untuk diagnostik dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan pemeriksaan molekuler. Untuk diagnostik Hepatitis B yang diperiksa adalah DNA VHB dan untuk diagnostik Hepatitis C yang diperiksa adalah RNA VHC. Hasil pemeriksaan diagnostik ditulis dengan hasil positif dan negatif. No. Jenis Pemeriksaan Metode Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan 1. Uji Saring RDT Reaktif Non Reaktif 2. Diagnostik Molekuler Positif Negatif 22

31 BAB IV PEMERIKSAAN HEPATITIS UNTUK UJI SARING 4.1 PEMERIKSAAN HEPATITIS UNTUK DETEKSI DINI PADA PASIEN Hepatitis B dan Hepatitis C merupakan infeksi Hepatitis B Virus (HBV) dan Hepatitis C Virus (HCV) yang dapat ditularkan melalui transfusi darah, hubungan seksual, penggunaan jarum suntik bekas, tindakan medis invasif, dan khusus Hepatitis B ditularkan dari ibu kepada bayi. Penyakit Hepatitis B dan C seringkali tanpa gejala yang khas dan biasanya pasien tidak menyadari hingga pada saat pemeriksaan kesehatan rutin atau melakukan pemeriksaan laboratorium untuk keperluan yang lain. Pemeriksaan deteksi dini Hepatitis B dan C ditujukan untuk mendeteksi apakah seseorang terinfeksi Hepatitis B atau C. Pemeriksaan deteksi dini Hepatitis B juga diperlukan pada saat akan dilakukan vaksinasi VHB METODE DETEKSI DINI METODE UNTUK DETEKSI DINI HEPATITIS B PADA PASIEN Seseorang yang terinfeksi Hepatitis B, didalam darahnya mengandung sejumlah besar HBsAg yang dihasilkan secara berlebihan oleh VHB yang bereplikasi. Oleh karenanya deteksi dini terhadap HBsAg merupakan deteksi apakah seseorang terinfeksi Hepatitis B. Adanya antibodi terhadap antigen surface HBV (anti-hbs) merupakan petanda adanya respon imun terhadap infeksi HBV, baik yang berasal dari infeksi maupun pasca vaksinasi. Untuk deteksi keberadaan HBsAg dapat digunakan metoda serologi, yakni EIA atau CLIA atau Rapid Test, sedangkan untuk deteksi keberadaan anti- HBs, saat ini bisa dilakukan dengan menggunakan metoda EIA atau CLIA. Lebih lanjut dengan kemajuan teknologi dalam bidang biomolekuler, telah dikembangkan metoda molekuler untuk mendeteksi keberadaan DNA VHB dengan PCR DNA. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan deteksi dini pada pasien, hal-hal berikut disarankan dilaksanakan: Uji saring dengan rapid test HBsAg yang sangat sensitif dan spesifik bisa dilakukan di 23

32 laboratorium dengan jumlah pemeriksaan kurang dari 60 pemeriksaan/minggu, di daerah terpencil atau pada keadaan darurat. 2. Deteksi dini harus dilakukan menggunakan imunoreagen HBsAg yang sangat sensitif dan spesifik (misalnya metoda EIA/ CLIA). Reagen harus mampu mendeteksi subtipe HBV yang spesifik di negara yang bersangkutan. 3. Deteksi dini untuk anti-hbc tidak direkomendasikan secara rutin. Setiap negara harus menetapkan kebutuhan deteksi dini anti- HBc atas dasar prevalensi dan insidensi infeksi HBV. 4. Deteksi dini terhadap ALT tidak direkomendasikan METODE UNTUK DETEKSI DINI HEPATITIS C PADA PASIEN Seseorang yang terinfeksi Hepatitis C, sering tidak menunjukkan gejala dan cenderung berkembang menjadi penyakit hati kronis hingga hepatoma (kanker hati). Adanya antibodi terhadap virus Hepatitis C (anti-hcv) merupakan petanda adanya respon imun terhadap infeksi HCV dan dipakai sebagai petanda infeksi HCV. Untuk deteksi keberadaan anti-hcv dapat digunakan metoda serologi, yakni Rapid Test atau EIA atau CLIA. Untuk memastikan diagnosis dilanjutkan dengan pemeriksaan RNA VHC yang menggunakan metode PCR dan diikuti dengan pemeriksaan genotip. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan deteksi dini pada pasien, hal-hal berikut disarankan dilaksanakan: 1. Deteksi dini dengan rapid test anti-hcv yang sangat sensitif dan spesifik bisa dilakukan di laboratorium dengan jumlah pemeriksaan kurang dari 60 pemeriksaan/minggu, di daerah terpencil atau pada keadaan darurat. 2. Deteksi dini harus dilakukan menggunakan imunoreagen anti-hcv yang sangat sensitif dan spesifik (misalnya metoda EIA/ CLIA). 24

33 Ringkasan tentang petanda uji saring, reagen dan rekomendasi untuk digunakan di laboratorium dapat dilihat pada Tabel 1 (lampiran 1) ALGORITMA DETEKSI DINI PASIEN HEPATITIS B HBsAg Non Reaktif Reaktif HbsAg Negatif Reaktif Retest Konfirmasi HBsAg Non Reaktif Reaktif HbsAg Negatif HbsAg Positif Gambar 4. Alur Algoritma Deteksi Dini Hepatitis B Interpretasi hasil uji saring:? - Bila hasil uji saring pertama reaktif, lakukan sentrifugasi ulang pada sampel dengan kecepatan rpm selama 5 menit. Baru dilakukan pemeriksaan duplo (dua kali). - Bila hasil tetap reaktif, disarankan untuk pemeriksaan konfirmasi menggunakan HbsAg confirmatory reagent. - Bila hasil tetap reaktif, dilaporkan sebagai hasil reaktif. - Bila fasyankes tidak memiliki sarana peralatan ultrasentrifugasi atau confirmatory, segera rujuk pasien ke rumah sakit rujukan terdekat untuk pemeriksaan konfirmasi dan pengobatan. 25

34 4.2 PEMERIKSAAN HEPATITIS UNTUK UJI SARING PADA DARAH DONOR Hepatitis B dan Hepatitis C merupakan infeksi Hepatitis B virus (HBV) dan Hepatitis C virus (HCV) yang dapat ditularkan melalui transfusi Darah. Di Indonesia, kewajiban tentang uji saring Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD) pada semua kantong darah yang dikumpulkan terhadap HIV, Hepatitis B, Hepatitis C dan sifilis telah dituangkan di dalam Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 2011 tentang Pelayanan Darah, khususnya pada Pasal 11. Uji saring IMLTD terhadap darah donor bertujuan untuk meminimalkan risiko penularan IMLTD pada pasien yang menerima transfusi darah INFORMED CONSENT DONOR DARAH Penyumbangan Darah merupakan tindakan medis pengambilan sejumlah darah dari vena donor kedalam kantong darah yang memiliki risiko. Ketentuan terkait pengambilan darah tertera di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2011 tentang Pelayanan Darah, khususnya Bagian Ketiga Pasal 9. Peraturan Pemerintah tersebut menyatakan bahwa pengambilan darah harus dilakukan di Unit Transfusi Darah (UTD) pada donor yang sehat yang memberikan persetujuan. Untuk mendapatkan persetujuan donor, donor harus diberikan informasi terlebih dahulu mengenai risiko pengambilan darah dan hasil pemeriksaan darahnya. Apabila hasil pemeriksaan darah reaktif, maka UTD harus menganjurkan kepada yang bersangkutan untuk sementara tidak mendonorkan darah dan segera melakukan pemeriksaan diagnostik untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Setelah donor memahami bahan edukasi dan mengisi kuesioner donor terkait riwayat kesehatannya, sebagai tanda persetujuan donor atas pengambilan darah, uji saring infeksi dan kesediaan untuk diberitahu hasil uji saring terhadap darahnya, donor harus membubuhkan tanda tangan pada formulir informed consent yang sudah disediakan. Terlampir contoh informed consent donor darah (lampiran 2) METODE UJI SARING METODE UNTUK UJI SARING HEPATITIS B PADA DARAH DONOR Hepatitis B merupakan salah satu jenis IMLTD yang prevalensinya paling tinggi dibandingkan dengan 26

35 Hepatitis C dan HIV pada darah donor. Hal ini terkait dengan tingginya prevalensi HBsAg positif diantara populasi umum di Indonesia, yakni 9,4%. 16 Oleh karenanya Indonesia dikelompokan kedalam negara dengan prevalensi Hepatitis B sedang hingga tinggi. Tahun 2013, prevalensi HBsAg reaktif pada Darah donor di Indonesia adalah 1,56%. 17 Seseorang yang terinfeksi Hepatitis B, di dalam darahnya mengandung sejumlah besar HBsAg yang dihasilkan secara berlebihan oleh HBV yang bereplikasi. Oleh karenanya uji saring terhadap HBsAg merupakan upaya pengamanan darah terhadap Hepatitis B yang paling umum dilaksanakan. Namun demikian, beberapa negara lain ada juga yang melakukan uji saring pada antibodi terhadap antigen core HBV (anti-hbc) sebagai petanda paparan terhadap HBV dan antibodi terhadap antigen surface HBV (anti-hbs) sebagai petanda adanya respon imun terhadap infeksi HBV. Untuk deteksi keberadaan HBsAg dapat digunakan metoda serologi, yakni EIA atau CLIA atau Rapid Test, sedangkan untuk deteksi keberadaan anti-hbc dan atau anti-hbs, saat ini bisa dilakukan dengan menggunakan metoda EIA atau CLIA. Atas dasar beberapa data tersebut di atas, untuk meminimalkan risiko infeksi HBV melalui transfusi di Indonesia, hal-hal berikut disarankan dilaksanakan: Uji saring harus dilakukan menggunakan imunoreagen HBsAg yang sangat sensitif dan spesifik. Reagen harus mampu mendeteksi subtipe HBV yang spesifik di negara yang bersangkutan. 2. Uji saring dengan rapid test HBsAg yang sangat sensitif dan spesifik bisa dilakukan di laboratorium dengan jumlah pemeriksaan kurang dari 60 pemeriksaan/minggu), di daerah terpencil atau pada keadaan darurat. 3. Uji saring untuk anti-hbc tidak direkomendasikan secara rutin. Setiap negara harus menetapkan kebutuhan uji saring anti- 27

36 HBc atas dasar prevalensi dan insidensi infeksi HBV. Indonesia merupakan negara dengan tingkat endemisitas infeksi HBV sedang hingga tinggi, sehingga uji saring anti-hbc akan reaktif pada sekitar 33,7% sampel HBsAg negatif yang belum tentu semuanya benar-benar infeksius. Hal ini akan menyebabkan banyak darah yang dibuang. 4. Uji saring terhadap ALT tidak direkomendasikan. 5. Uji saring dengan NAT dilakukan untuk meningkatkan keamanan darah, namun perlu memperhatikan aspek pembiayaan dan ketersediaan logistik METODE UNTUK UJI SARING HEPATITIS C PADA DARAH DONOR Hepatitis C merupakan jenis IMLTD yang prevalensinya menempati tertinggi kedua setelah Hepatitis B pada darah donor. Infeksi HCV pada seseorang akan merangsang tubuh untuk membuat antibodi berupa anti-hcv. Pada tahun 2013, prevalensi anti-hcv reaktif pada darah donor di Indonesia adalah 0,39%. 17 Untuk deteksi keberadaan anti-hcv dapat digunakan metoda serologi berupa EIA, CLIA atau Rapid Test dan untuk deteksi keberadaan RNA VHC dapat digunakan metoda molekuler NAT multipleks yang diikuti dengan NAT HCV diskriminatori. Untuk meminimalkan risiko infeksi HCV melalui transfusi di Indonesia, hal-hal berikut disarankan dilaksanakan: 1. Uji saring harus dilakukan menggunakan imunoreagen anti-hcv atau imunoreagen kombinasi Antibodi-Antigen HCV yang sangat sensitif dan spesifik. Reagen harus mampu mendeteksi subtipe HCV yang spesifik di negara yang bersangkutan. 2. Uji saring dengan rapid test anti-hcv yang sangat sensitif dan spesifik bisa dilakukan di laboratorium dengan beban kerja sedikit, di daerah terpencil atau pada keadaan darurat. 3. Uji saring dengan NAT dilakukan untuk meningkatkan keamanan darah, namun perlu 28

37 memperhatikan aspek pembiayaan dan ketersediaan logistik. Untuk lebih lengkapnya, ringkasan tentang petanda uji saring, reagen dan rekomendasi untuk empat jenis IMLTD dapat dilihat pada Tabel 1 (lampiran 1) ALGORITMA UJI SARING Terdapat dua pilihan algoritma uji saring yang direkomendasikan 16 tergantung pada sudah atau belum diterapkannya sistem kualitas yang efektif di laboratorium uji saring IMLTD. Kedua pilihan algortima tersebut adalah: Pilihan 1: Algoritma uji saring IMLTD dimana sistem kualitas di laboratorium terbatas. a. Gunakan reagen tunggal (misalnya reagen A), dan lakukan pemeriksaan terhadap sampel satu kali sesuai dengan prosedur kerja standar. Reagen untuk setiap IMLTD harus divalidasi terlebih dahulu. b. Analisa hasil pemeriksaan. Jika hasilnya non reaktif (A-), darah dapat dikeluarkan untuk transfusi. c. Jika hasilnya initial reactive (A+), segera pisahkan dan musnahkan darah yang disumbangkan dan komponen darah yang dihasilkan. Pilihan 2: Algoritma uji saring IMLTD dimana sistem kualitas di laboratorium efektif. a. Gunakan reagen tunggal (misalnya reagen A), dan lakukan pemeriksaan terhadap sampel satu kali sesuai dengan prosedur kerja standar. Assay untuk setiap IMLTD harus divalidasi terlebih dahulu. b. Analisa hasil pemeriksaan. Jika hasilnya non reaktif (A-), darah dapat dikeluarkan untuk penggunaan klinis. c. Jika hasilnya initial reactive (A +), segera pisahkan darah yang disumbangkan dan komponen darah yang dihasilkan. d. Ulangi pemeriksaan secara ganda (in duplicate), dari sampel yang sama menggunakan reagen yang sama; Analisa hasil dari pemeriksaan ulang: - Jika kedua pemeriksaan ulang non reaktif (A+, A-, A-), maka hasil initial mungkin adalah reaktif palsu atau 29

38 ada kesalahan teknis dan darah dapat dikeluarkan untuk penggunaan klinis. - Jika salah satu atau kedua hasil pemeriksaan ulang reaktif (A+, A+, A-) atau (A+, A+, A+), maka hasil dikatakan positif, segera pisahkan dan musnahkan darah yang disumbangkan dan komponen darah yang dihasilkan. Rujuk donor ke bagian penyakit dalam rumah sakit rujukan pemerintah terdekat atau yang ditunjuk untuk mendapatkan pemeriksaan diagnostik. Ke dua pilihan algoritma dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Non Reaktif (A-) Lakukan uji saring inisial (A) Initial Reactive (A+) Keluarkan darah & komponen darah yang dihasilkan Pilihan 1 (Sistem Kualitas tidak ada/terbatas) Musnahkan darah dan komponen darah yang dihasilkan Pilihan 2 (Sistem Kualitas efektif) Ulangi uji saring in duplicate dengan sampel dan assay yang sama Negatif pada ke-dua pemeriksaan ulang (A+, A-, A-) Keluarkan darah & komponen darah yang dihasilkan Reaktif pada salah satu atau kedua pemeriksaan ulang (A+, A+, A-) atau (A+, A+, A+) Musnahkan darah dan komponen darah yang dihasilkan Rujuk donor ke bagian penyakit dalam rumah sakit rujukan pemerintah terdekat atau yang ditunjuk untuk mendapatkan Gambar INTERPRETASI HASIL UJI SARING Uji saring terhadap IMLTD pada darah donor bertujuan untuk menentukan darah mana yang dapat ditransfusikan yang kemungkinan penularan IMLTD nya seminimal mungkin. Oleh karena itu hasil uji saring inisial atau pertama kali dinyatakan dengan reaktif dan non reaktif. Reaktif artinya darah mengandung antibodi dan atau antigen agen infeksius yang dideteksi, sehingga darah tidak aman untuk ditransfusikan, dan harus dimusnahkan sesuai standar. Sedangkan non reaktif artinya darah tidak mengandung antibodi dan atau antigen agen infeksius yang dideteksi, sehingga darah aman untuk ditransfusikan. Sedemikian pentingnya tujuan dari uji 30

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatits B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang termasuk virus DNA, yang menyebakan nekrosis hepatoseluler dan peradangan (WHO, 2015). Penyakit Hepatitis B

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit hepatitis virus masih menjadi masalah serius di beberapa negara. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan masalah kesehatan di beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) memerlukan deteksi cepat untuk kepentingan diagnosis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di seluruh dunia. Penderita infeksi hepatitis B diperkirakan berjumlah lebih dari 2 milyar orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit peradangan hati akut atau menahun disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh seperti saliva, ASI, cairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Infeksi Virus Hepatitis B (VHB) merupakan masalah. kesehatan global, terutama pada daerah berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Infeksi Virus Hepatitis B (VHB) merupakan masalah. kesehatan global, terutama pada daerah berkembang. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infeksi Virus Hepatitis B (VHB) merupakan masalah kesehatan global, terutama pada daerah berkembang. Sepertiga dari populasi dunia atau lebih dari dua miliar orang

Lebih terperinci

JEJARING PELAYANAN DARAH. Ria Syafitri Unit Transfusi Darah Pusat PALANG MERAH INDONESIA

JEJARING PELAYANAN DARAH. Ria Syafitri Unit Transfusi Darah Pusat PALANG MERAH INDONESIA JEJARING PELAYANAN DARAH Ria Syafitri Unit Transfusi Darah Pusat PALANG MERAH INDONESIA 1 OUTLINE PENDAHULUAN PELAYANAN DARAH KEBIJAKAN PELAYANAN DARAH STANDAR PELAYANAN TRANSFUSI DARAH PEDOMAN PENATALAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Virus hepatitis B (VHB) merupakan virus yang dapat. menyebabkan infeksi kronis pada penderitanya (Brooks et

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Virus hepatitis B (VHB) merupakan virus yang dapat. menyebabkan infeksi kronis pada penderitanya (Brooks et BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Virus hepatitis B (VHB) merupakan virus yang dapat menyebabkan infeksi kronis pada penderitanya (Brooks et al., 2008). Virus ini telah menginfeksi lebih dari 350 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN 1 VIRUS HEPATITIS B Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage Oleh AROBIYANA G0C015009 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNUVERSITAS MUHAMADIYAH SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Donor darah adalah proses pengambilan darah dari. seseorang secara sukarela untuk disimpan di bank darah

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Donor darah adalah proses pengambilan darah dari. seseorang secara sukarela untuk disimpan di bank darah BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Donor darah adalah proses pengambilan darah dari seseorang secara sukarela untuk disimpan di bank darah untuk kemudian dipakai pada transfusi darah (PMI,2011). Transfusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER Sunaryati Sudigdoadi Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahuwa ta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi permasalahan utama di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue yang jika tidak

Lebih terperinci

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV ART untuk infeksi HIV pada bayi dan anak dalam rangkaian terbatas sumber daya (WHO) IV. Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV Bagian ini merangkum usulan WHO untuk menentukan adanya infeksi HIV (i) agar memastikan

Lebih terperinci

Darah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIVnya.

Darah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIVnya. Darah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIVnya. Tes HIV umum, termasuk imuno-assay enzim HIV dan pengujian Western blot mendeteksi antibodi HIV pada serum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era perdagangan bebas dan globalisasi telah meluas di seluruh kawasan

BAB I PENDAHULUAN. Era perdagangan bebas dan globalisasi telah meluas di seluruh kawasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era perdagangan bebas dan globalisasi telah meluas di seluruh kawasan Asia Tenggara sejak tahun 2003, dan akan diperluas lagi untuk kawasan Asia Pasifik pada tahun 2010

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Definisi Virus hepatitis adalah gangguan hati yang paling umum dan merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia.(krasteya et al, 2008) Hepatitis B adalah

Lebih terperinci

Hepatitis Marker. oleh. dr.ricke L SpPK(K)/

Hepatitis Marker. oleh. dr.ricke L SpPK(K)/ Hepatitis Marker oleh dr.ozar Sanuddin SpPK(K)/ dr.ozar Sanuddin SpPK(K)/ dr.ricke L SpPK(K)/ Hepatitis Marker Adalah suatu antigen asing a antibodi spesifik thdp antigen tsb. Penanda adanya infeksi, kekebalan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH. Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan salah. satu masalah kesehatan utama dengan tingkat morbiditas

BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH. Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan salah. satu masalah kesehatan utama dengan tingkat morbiditas 1 BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia meskipun vaksin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan antara virus hepatitis ini terlatak pada kronisitas infeksi dan kerusakan jangka panjang yang ditimbulkan.

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan antara virus hepatitis ini terlatak pada kronisitas infeksi dan kerusakan jangka panjang yang ditimbulkan. BAB I PENDAHULUAN Hati adalah salah satu organ yang paling penting. Organ ini berperan sebagai gudang untuk menimbun gula, lemak, vitamin dan gizi. Memerangi racun dalam tubuh seperti alkohol, menyaring

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang dalam beberapa tahun ini telah menjadi permasalahan kesehatan di dunia. Penyakit DBD adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini, berbagai penyakit infeksi mengalami peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai belahan dunia

Lebih terperinci

Metode Nucleic Acid Test untuk Uji Saring Virus Hepatitis B pada Darah Donor dengan Hepatitis B Occult

Metode Nucleic Acid Test untuk Uji Saring Virus Hepatitis B pada Darah Donor dengan Hepatitis B Occult Artikel Riset Metode Nucleic Acid Test untuk Uji Saring Virus Hepatitis B pada Darah Donor dengan Hepatitis B Occult Ulfah Suryani 1*, Vivi Setiawaty 2 1 Program Magister Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laboratorium merupakan bagian dari sarana kesehatan yang digunakan untuk menunjang upaya peningkatan kesehatan yang melaksanakan suatu pemeriksaan yang dapat menegakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.A. Latar Belakang. Hepatitis B merupakan penyakit infeksi menular. berbahaya yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB).

BAB I PENDAHULUAN. I.A. Latar Belakang. Hepatitis B merupakan penyakit infeksi menular. berbahaya yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Hepatitis B merupakan penyakit infeksi menular berbahaya yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini menginfeksi melalui cairan tubuh manusia secara akut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bila upaya pencegahan infeksi tidak dikelola dengan baik. 2. berkembang menjadi sirosis hati maupun kanker hati primer.

BAB I PENDAHULUAN. bila upaya pencegahan infeksi tidak dikelola dengan baik. 2. berkembang menjadi sirosis hati maupun kanker hati primer. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia tentang kesehatan No. 23 tahun 1992 pasal 10 menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN RAPID DIAGNOSTIC TEST (RDT) UNTUK PENUNJANG DIAGNOSIS DINI DBD

PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN RAPID DIAGNOSTIC TEST (RDT) UNTUK PENUNJANG DIAGNOSIS DINI DBD PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN RAPID DIAGNOSTIC TEST (RDT) UNTUK PENUNJANG DIAGNOSIS DINI DBD I. PENDAHULUAN Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data pasien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia terinfeksi oleh Virus Hepatitis B (VHB). Diperkirakan juta diantaranya

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia terinfeksi oleh Virus Hepatitis B (VHB). Diperkirakan juta diantaranya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Hepatitis B merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Lebih dari dua milyar penduduk dunia terinfeksi oleh Virus Hepatitis B (VHB). Diperkirakan 400-450 juta

Lebih terperinci

GOOD LABORATORY PRACTICE (PRAKTEK LABORATORIUM YANG BENAR) Hasil pemeriksaan laboratorium digunakan untuk :

GOOD LABORATORY PRACTICE (PRAKTEK LABORATORIUM YANG BENAR) Hasil pemeriksaan laboratorium digunakan untuk : GOOD LABORATORY PRACTICE (PRAKTEK LABORATORIUM YANG BENAR) Pelayanan laboratorium merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang diperlukan untuk menunjang upaya peningkatan kesehatan, pencegahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Transfusi darah merupakan bagian penting dalam. pelayanan kesehatan modern. Jika digunakan secara

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Transfusi darah merupakan bagian penting dalam. pelayanan kesehatan modern. Jika digunakan secara BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Transfusi darah merupakan bagian penting dalam pelayanan kesehatan modern. Jika digunakan secara benar, transfusi darah dapat menyelamatkan nyawa dan meningkatkan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK Endang Retnowati Departemen/Instalasi Patologi Klinik Tim Medik HIV FK Unair-RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 15 16 Juli 2011

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. VHB (Virus Hepatitis B) termasuk dalam anggota famili Hepadnavirus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. VHB (Virus Hepatitis B) termasuk dalam anggota famili Hepadnavirus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B VHB (Virus Hepatitis B) termasuk dalam anggota famili Hepadnavirus yang memiliki 3 jenis antigen spesifik yaitu HBsAg, HBeAg dan HBcAg. Protein pada selubung virus

Lebih terperinci

Frekuensi Hepatitis B dan Hepatitis C Positif pada Darah Donor di Unit Transfusi Darah Cabang Padang pada Tahun 2012

Frekuensi Hepatitis B dan Hepatitis C Positif pada Darah Donor di Unit Transfusi Darah Cabang Padang pada Tahun 2012 Artikel Penelitian Frekuensi Hepatitis B dan Hepatitis C Positif pada Darah Donor di Unit Transfusi Darah Cabang Padang pada Tahun 2012 Dewi Oktavia 1, Rismawati Yaswir 2, Nora Harminarti 3 Abstrak Infeksi

Lebih terperinci

Etiology dan Faktor Resiko

Etiology dan Faktor Resiko Etiology dan Faktor Resiko Fakta Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Virus hepatitis C merupakan virus RNA yang berukuran kecil, bersampul, berantai tunggal, dengan sense positif Karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan meningkatnya persaingan global dan produktifitas ekonomi, manusia dituntut untuk terus berkarya dan meningkatkan potensinya. Setiap pekerja memiliki hak untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Etiologi Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). HBV merupakan famili Hepanadviridae yang dapat menginfeksi manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi kesehatan dunia, WHO, baru-baru ini membunyikan tanda bahaya untuk mewaspadai serangan berbagai penyakit infeksi. Pada tahun-tahun terakhir ini, wabah penyakit

Lebih terperinci

ABSTRAK. Analisis Mutasi Gen Pengekspresi Domain B dan C DNA Polimerase HBV Dari Pasien Yang Terinfeksi Dengan Titer Rendah.

ABSTRAK. Analisis Mutasi Gen Pengekspresi Domain B dan C DNA Polimerase HBV Dari Pasien Yang Terinfeksi Dengan Titer Rendah. ABSTRAK Analisis Mutasi Gen Pengekspresi Domain B dan C DNA Polimerase HBV Dari Pasien Yang Terinfeksi Dengan Titer Rendah. Natalia, 2006 Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping : Johan Lucianus, dr., M.Si.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus HIV/AIDS bermunculan semakin banyak dan menyebar ke berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia, dilaporkan bahwa epidemi HIV dan AIDS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1756, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Pelayanan Darah. Unit Transfusi Darah. Bank Darah. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2014 UNIT TRANSFUSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan derajat kesehatan. Kegiatan ini hanya diselenggarakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan derajat kesehatan. Kegiatan ini hanya diselenggarakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Transfusi darah merupakan salah satu bagian penting pelayanan kesehatan modern. Bila digunakan dengan benar, transfusi dapat menyelamatkan jiwa pasien dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Transfusi darah merupakan bagian penting yang turut. menunjang dinamika dunia kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Transfusi darah merupakan bagian penting yang turut. menunjang dinamika dunia kesehatan. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transfusi darah merupakan bagian penting yang turut menunjang dinamika dunia kesehatan. Apabila berjalan dengan baik, transfusi dapat menyelamatkan nyawa pasien dan

Lebih terperinci

Infeksi HIV pada Anak. Nia Kurniati

Infeksi HIV pada Anak. Nia Kurniati Infeksi HIV pada Anak Nia Kurniati Topik Transmisi Diagnosis Manajemen Transmisi Vertikal Kehamilan Persalinan Laktasi Horisontal Sama seperti penularan pada orang dewasa Case 1 Seorang anak perempuan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN DARAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN DARAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN DARAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 92

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR PELAYANAN TRANSFUSI DARAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR PELAYANAN TRANSFUSI DARAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR PELAYANAN TRANSFUSI DARAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Hepatitis B adalah infeksi virus yang menyerang hati dan dapat menyebabkan penyakit akut, kronis dan juga kematian. Virus ini ditularkan melalui kontak dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari seluruh penduduk dunia adalah pembawa kronis penyakit hepatitis B (Zanetti et

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari seluruh penduduk dunia adalah pembawa kronis penyakit hepatitis B (Zanetti et BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi hepatitis B merupakan masalah global, diperkirakan 6% atau 387 juta dari seluruh penduduk dunia adalah pembawa kronis penyakit hepatitis B (Zanetti et al., 2008).

Lebih terperinci

Uji Saring Antigen dan Antibodi Hepatitis C Virus pada Darah Donor

Uji Saring Antigen dan Antibodi Hepatitis C Virus pada Darah Donor Uji Saring Antigen dan Antibodi Hepatitis C Virus pada... (Pierlita Rini 1 *, Vivi Setiawaty 2, Yuyun Soedarmono 1, Fera Ibrahim) Uji Saring Antigen dan Antibodi Hepatitis C Virus pada Darah Donor THE

Lebih terperinci

Lampiran Surat Keputusan Direktur RS Mutiara Hati Mojokerto

Lampiran Surat Keputusan Direktur RS Mutiara Hati Mojokerto Lampiran Surat Keputusan Direktur RS Mutiara Hati Mojokerto 1 Nomor : 050/SK/DIR/VI/2016 Tanggal : 10 Juni 2016 Perihal : Kebijakan Pelayanan Laboratorium di Rumah Sakit Mutiara Hati Mojokerto. KEBIJAKAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit demam berdarah hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang sulit ditanggulangi di Indonesia. Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan di PMI antara lain mencakup pengerahan donor, penyumbangan darah, pengambilan, pengamanan, pengolahan, penyimpanan, dan penyampaian darah kepada pasien. Kegiatan

Lebih terperinci

repository.unimus.ac.id

repository.unimus.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia. Penyakit TBC merupakan penyakit menular

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan bahan pangan asal ternak untuk memenuhi konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Data Survei Sosial Ekonomi Pertanian tahun 2007-2011

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN DARAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN DARAH I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN DARAH Dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya perlu diselenggarakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. o Riwayat Operasi Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. o Riwayat Operasi Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian 21 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 5.1 Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : o Penularan melalui darah o Penggunaan

Lebih terperinci

, No.1858 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

, No.1858 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, No.1858, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Mutu. Labotarium Malaria. Jejaring dan Pemantapan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN JEJARING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu. Penurunan imunitas seluler penderita HIV dikarenakan sasaran utama

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu. Penurunan imunitas seluler penderita HIV dikarenakan sasaran utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu infeksi yang perkembangannya terbesar di seluruh dunia, dalam dua puluh tahun terakhir diperkirakan

Lebih terperinci

Mengenal Hepatitis C dan B. Buklet ini ditujukan untuk masyarakat agar lebih mengetahui informasi seputar Hepatitis C dan B.

Mengenal Hepatitis C dan B. Buklet ini ditujukan untuk masyarakat agar lebih mengetahui informasi seputar Hepatitis C dan B. Mengenal Hepatitis C dan B Buklet ini ditujukan untuk masyarakat agar lebih mengetahui informasi seputar Hepatitis C dan B. 1 3 Pengantar H E P A T I T I S C 4 5 5 5 6 7 8 10 11 13 14 14 15 15 16 16 17

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersering dan terbanyak dari hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus hepatotropik

BAB I PENDAHULUAN. tersering dan terbanyak dari hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus hepatotropik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hepatitis didefinisikan sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan terdapatnya peradangan pada organ tubuh yaitu hati. Hepatitis merupakan suatu proses terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan (safety) telah menjadi issue global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima (5)

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan (safety) telah menjadi issue global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima (5) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keselamatan (safety) telah menjadi issue global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima (5) issue penting yang terkait dengan keselamatan (safety) rumah sakit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella enterica serotipe typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia yang timbul secara

Lebih terperinci

Hepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini

Hepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini Hepatitis Virus Oleh Dedeh Suhartini Fungsi Hati 1. Pembentukan dan ekskresi empedu. 2. Metabolisme pigmen empedu. 3. Metabolisme protein. 4. Metabolisme lemak. 5. Penyimpanan vitamin dan mineral. 6. Metabolisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

autologous control yang positif mengindikasikan adanya keabnormalan pada pasien itu sendiri yang disebabkan adanya alloantibody di lapisan sel darah

autologous control yang positif mengindikasikan adanya keabnormalan pada pasien itu sendiri yang disebabkan adanya alloantibody di lapisan sel darah SCREENING ANTIBODY Screening antibody test melibatkan pengujian terhadap serum pasien dengan dua atau tiga sampel reagen sel darah merah yang disebut sel skrining/sel panel. Sel panel secara komersial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hepatitis adalah penyakit peradangan hati yang. paling sering disebabkan oleh infeksi virus.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hepatitis adalah penyakit peradangan hati yang. paling sering disebabkan oleh infeksi virus. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hepatitis adalah penyakit peradangan hati yang paling sering disebabkan oleh infeksi virus. Secara khusus hepatitis B yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB) dapat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM KERJA SAMA ANTARA PUSKESMAS, UNIT TRANSFUSI DARAH, DAN RUMAH SAKIT DALAM PELAYANAN DARAH UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan manusia tiap tahunnya dan menjadi penyebab kematian kedua dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroorganisme yang tidak dapat dikulturkan dengan teknik standar diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru yang dapat mempelajari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hepatitis 2.1.1. Definisi Hepatitis virus adalah radang hati yang disebabkan oleh virus. Dikatakan akut apabila inflamasi (radang) hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2015 TENTANG FRAKSIONASI PLASMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2015 TENTANG FRAKSIONASI PLASMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2015 TENTANG FRAKSIONASI PLASMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Interpretasi dan Aspek Legalitas Hasil. Pemeriksaan Laboratorium pada HIV/AIDS

Interpretasi dan Aspek Legalitas Hasil. Pemeriksaan Laboratorium pada HIV/AIDS nterpretasi dan Aspek Legalitas Hasil Pemeriksaan Laboratorium pada HV/ADS Diajukan oleh: Agnes R ndrati Dept. Patologi Klinik, RS Hasan Sadikin/ FK Universitas Padjadjaran Bandung Pada Acara: Simposium

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hati Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat rata-rata 1500 gram pada badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan transfusi darah adalah upaya kesehatan berupa penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan. Sebelum dilakukan transfusi darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sakit antara lain pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sakit antara lain pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit adalah sebuah institusi pelayanan kesehataan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, baik itu yang dimiliki oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari tujuan dan upaya pemerintah dalam memberikan arah pembangunan ke depan bagi bangsa Indonesia.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN DARAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN DARAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN DARAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 92

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. Demam tifoid merupakan masalah yang serius di negara berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut pada saluran pencernaan yang masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian demam tifoid di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis B adalah infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB) yang dapat menyebabkan penyakit akut maupun kronis (WHO, 2015). Penularan hepatitis virus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang I. PENDAHULUAN Kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang berkembang (Emilia, dkk., 2010). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B Virus

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B Virus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis B merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B Virus (HBV) yang berpotensi menjadi kronis, sirosis, kanker hati atau dapat berakhir dengan kematian.

Lebih terperinci

Perencanaan Program Kesehatan: na i lisis M asa h a Kesehatan Tujuan Metode

Perencanaan Program Kesehatan: na i lisis M asa h a Kesehatan Tujuan Metode Perencanaan Program Kesehatan: Analisis i Masalah Kesehatan Bintari Dwihardiani 1 Tujuan Menganalisis masalah kesehatan secara rasional dan sistematik Mengidentifikasi aktivitas dan strategi yang relevan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kewaspadaan umum (universal precaution) merupakan salah satu upaya pengendalian infeksi di rumah sakit yang oleh Departemen Kesehatan telah dikembangkan sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

KAJIAN ILMIAH TEMATIK HARI HEPATITIS SEDUNIA 19 MEI 2016

KAJIAN ILMIAH TEMATIK HARI HEPATITIS SEDUNIA 19 MEI 2016 KAJIAN ILMIAH TEMATIK HARI HEPATITIS SEDUNIA 19 MEI 2016 EPIDEMIOLOGI HEPATITIS Penyakit Hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk di Indonesia, yang terdiri dan Hepatitis A, B,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hepatitis karena infeksi virus merupakan penyakit. sistemik yang menyerang hepar. Penyebab paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hepatitis karena infeksi virus merupakan penyakit. sistemik yang menyerang hepar. Penyebab paling banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hepatitis karena infeksi virus merupakan penyakit sistemik yang menyerang hepar. Penyebab paling banyak dari hepatitis akut yang berhubungan dengan virus pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria masih merupakan salah satu penyakit menular yang masih sulit diberantas dan merupakan masalah kesehatan diseluruh dunia termasuk Indonesia, Separuh penduduk

Lebih terperinci

Infeksi pada Pasien Hemodialisis: HIV, Hepatitis & MRSA

Infeksi pada Pasien Hemodialisis: HIV, Hepatitis & MRSA Infeksi pada Pasien Hemodialisis: HIV, Hepatitis & MRSA Widodo Divisi Ginjal & Hipertensi Departemen Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya Infeksi pada Pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. World Health Organization (WHO) pada berbagai negara terjadi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. World Health Organization (WHO) pada berbagai negara terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit,

Lebih terperinci