MAKALAH PENDAMPING BIDANG MATEMATIKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MAKALAH PENDAMPING BIDANG MATEMATIKA"

Transkripsi

1 MAKALAH PENDAMPING BIDANG MATEMATIKA Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

2 PEMBENTUKAN INTERVAL KONFIDENSI KOMPONEN VARIANS DALAM ANALISIS VARIANS (ANAVA) PADA DESAIN ACAK SEMPURNA Budhi Handoko, Yeny Krista Franty, Sri Winarni Departemen Statistika FMIPA UNPAD Bandung Abstrak Dalam bidang statistika, komponen varians memegang peranan penting dalam melakukan pengujian hipotesis dan merupakan dasar untuk menentukan statistik uji F pada analisis varians (ANAVA). Secara konseptual, komponen varians juga sebagai dasar untuk menentukan Ekspektasi Rata-rata Jumlah Kuadrat (ERJK). Penelitian ini bertujuan melakukan penurunan secara matematis komponen varians dan bagaimana bentuk interval taksirannnya. Hasil penurunan secara matematis ini nantinya akan diterapkan untuk melakukan analisis suatu hasil eksperimen menggunakan desain acak sempurna. Berdasarkan hasil penurunan, diperoleh bahwa distribusi sampling yang digunakan dalam interval konfidensi komponen varians adalah Distribusi Chi-Kuadrat. Kata Kunci : komponen varians, analisis varians, model acak, ekspektasi rata-rata jumlah kuadrat, interval konfidensi, desain eksperimen. 1. PENDAHULUAN Eksperimen biasanya menggunakan taraf faktor yang bersifat tetap, yaitu taraf faktor ditetapkan oleh peneliti dengan mengambil beberapa taraf yang menurut peneliti sesuai dengan konsep dan mudah untuk dikerjakan. Disaat lain, penelitian memerlukan sifat taraf faktor yang acak atau disebut sebagai faktor acak, yaitu perlakuan atau taraf faktor diambil secara acak dari populasi perlakuan dan faktor yang terpilih tersebut akan digunakan dalam eksperimen. Eksperimen faktor tunggal yang dengan faktor yang bersifat acak menggunakan model yang disebut model efek acak untuk analisis varians dan komponen varians. Komponen varians memegang peranan penting dalam melakukan pengujian hipotesis dan merupakan dasar untuk menentukan statistik uji F pada analisis varians. Secara konseptual,komponen varians juga sebagai dasar untuk menentukan Ekspektasi Rata-rata Jumlah Kuadrat (ERJK) yang nantinya juga akan menentukan rasio dari statistik uji F. 44 Namun demikian, perhitungan nilai komponen varians jarang sekali dilakukan demikian juga dengan interval konfidensinya. Biasanya analisis berhenti pada saat sudah diperoleh hasil pengujian menggunakan analisis varians. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan pengkajian mengenai penaksiran komponen varians dan pembentukan interval konvidensinya. 2. KAJIAN LITERATUR Bagian Menurut Gazpers (1991), model linier untuk desain acak sempurna adalah sebagai berikut: yij i ij (2.1) dengan : i = 1,2,...,a j = 1,2,...,n Dalam model tersebut, i dan ij merupakan variabel acak. Apabila dicari nilai Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

3 variansnya dari model tersebut adalah sebagai berikut: var( ) var( ) y ij i ij t dan 2 disebut komponen varians. (2.2) Sudjana (2002) menjelaskan bahwa Jumlah Kuadrat total terdiri atas dua bagian yaitu jumlah kuadrat (JK) perlakuan dan JK kekeliruan eksperimen (error) sebagai berikut: 1 E[ JK( Perlakuan)] a 1 a yi. y.. E[ ] a 1 n N i a n a n 1 1 E i ij i ij a 1 n i1 j1 N i1 j1 2 2 a n a n E i ij i ij a 1 n i1 j1 N i1 j N N a a 1 N n ( N n) ( a 1) a 1 JK(Total) = JK(Perlakuan) + JK(Error) (2.3) Dalam hal ini : Total variabilitas pengamatan akan dipartisi kedalam sebuah komponen yang mengukur variasi antar perlakuan (JK Perlakuan) dan sebuah komponen yang mengukur variasi dalam perlakuan (JK Error). Uji hipotesis efek perlakuan menjadi tidak berarti, sehingga yang diuji adalah komponen varians 2 t. Statistik Uji : H H 2 0 : : 0 (2.4) 3. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan untuk melakukan penurunan secara matematis interval konfidensi komponen varians adalah menggunakan ekspektasi rata-rata jumlah kuadrat (ERJK) sebagai berikut: E[ RJK( Perlakuan)] RJK( Perlakuan) F RJK( Error ) ˆ n ˆ RJK( Perlakuan) 2 ˆ RJK( Error ) Sehingga Penaksir untuk Komponen Varians adalah : Menurut Montgomery (2009) untuk ukuran sampel/replikasi yang tidak sama, n digantikan dengan n 0 E[ RJK( Error )] 2 ˆ RJK( Error ) RJK( Perlakuan) 1 a 1 a i1 n i a i1 a i1 n 2 i n i RJK( Perlakuan) 2 n 2 RJK( Perlakuan) RJK( Error ) ˆ n n (3.1) Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

4 Metode anava dari penaksiran komponen varians tidak memerlukan asumsi normalitas. Karena menghasilkan taksiran komponen varians 2 dan 2 t yang tak bias kuadratik terbaik, yaitu dari semua fungsi kuadratik tak bias dari pengamatan, penaksir ini memiliki varians minimum. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Jika data pengamatan hasil eksperimen berdistribusi normal dan independen, maka ( N a) RJK( Error ) 2 2 Na dan ( a 1) RJK( Error ) 2 2 n ( N a) RJK( Error ) 2 2 a 1 Sehingga distribusi peluang dari adalah sebuah kombinasi linier dari dua variabel acak berdistribusi chi-kuadrat, yaitu: u u a 1 2 N a 2 Na 2 ˆ Sehingga : dengan 2 ( N a) RJK( Error ) 2 1 ( /2), N a 2, N a 1 P u n na ( 1) Oleh karena itu, interval konfidensi 100(1-) untuk 2 adalah: dan ( N a) RJK( Error ) ( N a) RJK( Error ) 2 2 2, N a 1 ( /2), N a u 2 2 n( N a) Penaksir titik dari 2 Sehingga variabel acak adalah 2 RJK( Perlakuan) RJK( Error ) ˆ n Bentuk tertutup (closed-form) dari distribusi kombinasi linier tersebut tidak dapat diperoleh. Sehingga interval konfidensi eksak dari tidak dapat dibentuk. 2 ˆ Namun demikian interval konfidensi eksak dari rasio dari Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

5 Atau bisa disederhanakan menjadi: 2 P L U 1 2 kekuatan spesimen bahan. Level tekanan dipilih secara acak dan kekuatan spesimen diukur. Percobaan dilakukan pada spesimen yang sejenis. Hasil percobaan adalah sebagai berikut: dengan : 1 RJK( Perlakuan) 1 ( ) a N a L n RJK Error F /2, 1, 1 Tabel 4.1 Data Hasil Eksperimen Tekanan Silinder Kekuatan Tekanan dan RJK( Perlakuan) 1 U n RJK ( Error ) F 1 /2, a 1, N a Sehingga interval konfidensinya diperoleh: L U 1 L 1U Hasil analisis menggunakan software Minitab mengacu kepada metode analisis menggunakan Minitab menurut Mathews (2005) diperoleh : Analysis of Variance Table Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) level Residuals Interval konfidensi tersebut merupakan bentuk rasio dari varians perlakuan dan total komponen varians. Hasil dari interval konfidensi tersebut akan diimplementasikan dalam contoh kasus eksperimen menggunakan desain acak sempurna sebagai berikut: Suatu eksperimen dilakukan untuk menguji efek dari level tekanan silinder terhadap Gambar 4.1 Tabel Analisis Varians Berdasarkan Tabel Anava pada Gambar 4.1 diperoleh 2 RJK( Perlakuan) RJK( Error ) ˆ n 9544, , , 233 Varians untuk setiap pengamatan ditaksir oleh: Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

6 ˆ ˆ ˆ , , , , Variabilitas terbesar adalah perbedaan antar level Selanjutnya berdasarkan hasil sebelumnya akan diperoleh nilai-nilai yang diperlukan adalah sebagai berikut: RJK(Perlakuan)=9544,4 RJK(Error) =5116,7 a=4,n=3 F 0,025;3;8 =5,42 F 0,975;3;8 =1/ F 0,025;8;3 = KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penaksir titik komponen varians perlakuan diperoleh dengan rumusan 2 RJK( Perlakuan) RJK( Error ) ˆ n 2. Penaksir eksak komponen varians perlakuan tidak memiliki bentuk tertutup (closed-form). Namun rasio komponen varians memiliki interval konfidensi eksak yaitu L U 1 L 1U RJK( Perlakuan) 1 ( ) a N a L n RJK Error F /2, 1, , , 7 5, 42 1 RJK( Perlakuan) 1 U n RJK ( Error ) F 1 /2, a 1, N a , , , REFERENSI Gasperz, V. (1991). Metode Perancangan Percobaan. Bandung: Armico. Mathews, P. (2005). Design of Experiments with MINITAB. Milwaukee: American Society for Quality. Montgomery, D. (2009). Design and Analysis of Experiments 7 Edition. New Jersey: John Wiley and Sons. Sudjana. (2002). Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung: Tarsito. Sehingga interval konfidensinya 48 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

7 OPTIMASI BIAYA DALAM PENJADWALAN PREVENTIVE MAINTENANCE MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Yeny Krista Franty 1), Budhi Handoko 2), Bernik Maskun 3) Departemen Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran Bandung 1,2,3 yeny.krista@unpad.ac.id Abstrak Penjadwalan preventive maintenance atau pemeliharaan dan penggantian mesin atau komponen selalu melibatkan biaya sebagai salah satu fungsi kendalanya. Tidak hanya reliabilitas yang tinggi yang diperlukan tetapi biaya yang paling optimal juga menjadi pertimbangan yang penting bagi perusahaan. Dalam algoritma genetika, untuk menentukan penjadwalan pemeliharaan dan penggantian komponen atau mesin didasarkan pada 3 jenis fitness function. Fitness function yang pertama yaitu berdasarkan pembobotan pada fungsi reliabilitas dan biaya, fitness function yang kedua berdasarkan biaya yang telah ditetapkan perusahaan dan dipengaruhi oleh inflasi dan fitness function yang ketiga berdasarkan pada reliabilitas yang diperlukan oleh perusahaan. Dari ketiga fitness function ini akan dipilih fitness function yang paling optimal berdasarkan dari biaya yang dikeluarkan, sehingga terpilih fitness function yang kedua. Kata Kunci: Fitness function, Fungsi Biaya, Parameter Ekonomi Teknik. 1. PENDAHULUAN Kegiatan pemeliharaan preventif sangat penting dilakukan oleh perusahaan dalam rangka tetap mempertahankan kinerja dan masa hidup dari mesin. Kegiatan pemeliharaan preventif ini pun biasanya dilakukan perusahaan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik kerusakan dari mesin. Namun demikian, pemeliharaan preventif ataupun penggantian komponen menjadi suatu hal yang dipertimbangkan matang-matang oleh perusahaan terkait dengan pembiayaan yang diperlukan. Apabila pelaksanaanya tidak dijadwalkan dengan optimal, maka biaya total yang dikeluarkan akan membengkak dan mempengaruhi anggaran perusahaan tersebut. Berbagai pendekatan statistik telah diusulkan untuk meminimumkan biaya total dalam melaksanakan penjadwalan optimum mesin. Konsep optimasi yang lazim dilakukan adalah berdasarkan fungsi tujuan yaitu meminimukan biaya total tanpa ada fungsi kendala yang lain. Pendekatan optimasi multiobjektif telah diusulkan oleh Moghaddam (2010) yang mengusulan dua model, yaitu model optimasi yang memiliki fungsi tujuan meminimumkan biaya total dengan nilai reliabilitas yang telah ditetapkan. Model yang lain adalah optimasi yang memiliki fungsi tujuan memaksimumkan reliabilitas mesin dengan biaya/anggaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Metode optimasi yang digunakan pada pendekatan yang diusulkan oleh Moghaddam (2010) adalah menggunakan Algoritma Eksak atau yang dikenal dengan Mixed Integer Non-Linear Programing (MINLP). Algoritma Eksak sendiri memiliki tingkat kompleksitas yang sangat tinggi yang menyebabkan proses pengerjaan secara komputasi menjadi lebih lama, dan bisa jadi tidak mendapatkan solusi yang layak dan tepat. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

8 Penelitian ini akan melakukan kajian metode optimasi alternatif yang bisa mengatasi kelemahan yang muncul pada metode eksak dengan menggunakan algoritma genetika. Algoritma genetika melakukan optimasi fungsi multiobjektif, yaitu meminimumkan biaya total dan memaksimumkan relibilitas. Dalam algoritma genetika, penjadwalan pemeliharaan dan penggantian komponen atau mesin didasarkan pada 3 jenis fitness function. Fitness function yang pertama yaitu berdasarkan pembobotan pada fungsi reliabilitas dan biaya, fitness function yang kedua berdasarkan biaya yang telah ditetapkan perusahaan dan dipengaruhi oleh inflasi dan fitness function yang ketiga berdasarkan pada reliabilitas yang diperlukan oleh perusahaan. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah melakukan pemilihan terhadap ketiga fitness function sehingga penjadwalan pemeliharaan yang dibuat dapat optimal berdasarkan dari biaya yang dikeluarkan. 2.1 dengan: 2. KAJIAN LITERATUR 2.1 Model Optimasi Multiobjektif Model optimasi multiobjektif merupakan optimasi yang memiliki dua fungsi tujuan yang harus dilakukan optimasi secara bersamaan yaitu meminimumkan fungsi total biaya dan memaksimumkan fungsi reliabilitas. Bentuk dari kedua fungsi objektif adalah sebagai berikut: 2.2 Algoritma Genetik John Holland (1975) memperkenalkan Algoritma Genetik (AG). Algoritma ini merupakan teknik pencarian menggunakan komputasi untuk mendapatkan solusi optimasi baik eksak maupun aproksimasi. Algoritma ini dikategorikan sebagai pencarian global metaheuristik. Kelebihan AG adalah dapat secara simultan menemukan wilayah pada ruang solusi yang memungkinkan dapat menemukan solusi untuk masalah yang 50 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

9 sulit dengan ruang solusi yang nonkonveks, diskontinu, dan multimodal. 3. METODE PENELITIAN Langkah-langkah dalam melakukan analisis data adalah sebagai berikut: 1. Membentuk encoding dari solusi 2. Pemeliharaan dan Penggantan Preventif Berperan Sebagai kromosom. 3. Kromosom berupa array berukuran N x T, dengan N = komponen, T = perode. 4. Array akan berisi nilai 0,1, atau 2 bergantung kepada tiga macam tindakan. 5. Menentukan fungsi kecocokan (Fitness function) 6. Melakukan prosedur mutasi, dengan langkah sebagai berikut: a. Bangkitkan bilangan acak antara 1 s.d. N x T. b. Kemudian tandai gen yang berubah menjadi 1 atau 2 jika sama dengan 0, atau berubah ke 0 jika sama dengan 1 atau 2. c. Lakukan langkah yang sama pada periode yang sama untuk komponen yang lain. 7. Mendapatkan solusi optimasi 8. Memperoleh jadwal pemeliharaan prefentif berdasarkan ketiga fitness function. 9. Membandingkan biaya optimal yang dihasilkan pada perencanaan pemeliharaan prefentif untuk masing-masing fitness function. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Penjadwalan pemeliharaan prefentif akan diaplikasikan pada data kerusakan sebuah sub mesin tertentu di sebuah perusahaan farmasi. Penjadwalan pemeliharaan prefentif menggunakan fitness function 1 yaitu pembobotan pada fungsi reliabilitas dan fungsi biaya (Franty, 2015). Ukuran populasi awal ditentukan 1000, jumlah generasi sebanyak 450 dan waktu penjadwalan 15 bulan. Peluang seleksi 0,5,peluang crossover 0,5, dan peluang mutasi 0,5. Nilai gen dikodekan 0 (mencerminkan tanpa tindakan), 1 (tindakan perawatan), dan 2 (tindakan penggantian komponen) Untuk menyelesaikan persamaan multiobjektif dengan menggunakan fitness function 1 dilakukan dengan pemberian bobot dengan w 1 merupakan bobot pada fungsi biaya dan w 2 adalah bobot untuk fungsi reliabilitas, dengan aturan nilai w 1 + w 2 = 1 (Cohon, 1978), sehingga ada 11 pasangan yang mungkin pada fitness function ini. Dengan menyelesaikan langkahlangkah analisis data pada metodologi penelitian, dihasilkan penjadwalan pemeliharaan prefentif dan estimasi biaya yang diperlukan untuk melakukan penjadwalan pemeliharaan prefentif. Menurut Moghaddam (2010), reliabilitas mesin sebaiknya lebih dari atau sama dengan 90% sehingga mesin mempunyai peluang 0.9 untuk dapat bekerja dengan baik pada suatu periode waktu tertentu, sehingga untuk sub mesin ini direkomendasikan melakukan penggantian sub mesin sebanyak 6 kali dengan penggantian dilakukan pada bulan ke-2, ke-4, ke-6, ke-8, ke-10 dan ke-12 setelah mesin mengalami kerusakan untuk terakhir kalinya. Untuk mencapai reliabilitas mesin 90% diperlukan bobot untuk fungsi biaya sebesar 0.2 dan bobot untuk fungsi reliabilitas sebesar 0.8 dan biaya yang diperlukan untuk melakukan penggantian submesin adalah sebesar Rp ,00 (Franty, (2015)) Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

10 Penjadwalan pemeliharaan prefentif menggunakan fitness function 2 yaitu berdasarkan biaya yang ditetapkan oleh perusahaan. Apabila budget yang disediakan oleh perusahaan sebesar Rp. 10 juta, maka reliabilitas mesin diperkirakan akan mencapai 83,12% dengan adanya jadwal perbaikan pada bulan ke-5 dan ke-10.agar reliabilitas mesin mampu mencapai 90%, perusahaan harus menyediakan budget sebesar Rp ,00, dengan adanya 2 kali perawatan dan 5 kali pergantian. Berdasarkan fitness function 3, penjadwalan pemeliharaan prefentif dilakukan dengan batasan reliabilitas yang diperlukan oleh perusahaan. Apabila diinginkan reliabilitas yang tinggi yaitu 90% - 100%, perusahaan sebaiknya melakukan usaha penggantian komponen pada bulan ke-5 dan ke-10. Tetapi nilai reliabilitas aktual maksimum adalah 83,44% (Handoko, 2015) Perencanaan penjadwalan pemeliharaan prefentif dengan menggunakan ketiga fitness function, menghasilkan perbedaan pada biaya yang diperlukan. Meskipun fitness function yang ketiga memerlukan biaya paling minimal tetapi reliabilitas aktualnya kurang dari 90% sehingga fitness function yang optimal adalah fitness function kedua yang memerlukan biaya optimal yaitu Rp ,00, dengan adanya 2 kali perawatan dan 5 kali pergantian dan reliabilitas yang maksimal yaitu 90%. 5. KESIMPULAN Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, maka fitness function yang dipilih untuk melakukan perencanaan penjadwalan pemeliharaan prefentif adalah fitness function kedua yaitu yang memerlukan biaya optimal dan reliabilitas yang maksimal yaitu 90%. 6. REFERENSI Budai, G., Huisman, D., Dekker, R., (2006) Scheduling preventive railway maintenance activities, Journal of the Operational Research Society, v 57, n 9, September 2006, p Canfield, R.V., (1986) Cost optimization of periodic preventive maintenance,ieee Transactions on Reliability, v R-35, n 1, April 1986, p Duarte, J.A.C., Craveiro, J.C.T.A., Trigo, T.P., (2006) Optimization of the preventive maintenance plan of a series components system, International Journal of Pressure Vessels and Piping, v 83, n 4, April 2006, p Fard, N.S., Nukala, S., (2004) Preventive maintenance scheduling for repairable systems, IIE Annual Conference and Exhibition 2004, May 2004, Houston, TX, USA, p Franty, Y.K., (2015). Penentuan Fitness Function Berdasarkan Pembobotan Pada Fungsi Reliabilitas dan Biaya. Prosiding Seminar Nasional Statistika V Unpad, Oktober 2015, hlm Goldberg, D., (1989) Genetic Algorithms in Search, Optimization, and Machine Learning, Addison-Wesley Publishing, Reading, MA, USA Han, B.J., Fan, X.M., Ma, D.Z., (2004) Optimization of preventive maintenance policy of manufacturing equipment based on simulation, Computer Integrated Manufacturing Systems, v 10, n 7, JUly 2004, p Handoko, B., (2015). Optimasi Fungsi Multiobjektif Dalam Pemeliharaan Prefentif Mesin Menggunakan Algoritma 52 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

11 Metaheuristik. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNY, November Hsu, L.F., (1991) Optimal preventive maintenance policies in a serial production system, International Journal of Production Research, v 29, n 12, December 1991, p Jayabalan, V., Chaudhuri, D., (1992) Cost optimization of maintenance scheduling for a system with assured reliability, IEEE Transactions on Reliability, v 41, n 1, March 1992, p Jayakumar, A, Asagarpoor, S., (2004) Maintenance optimization of equipment by linear programming, International Conference on Probabilistic Methods Applied to Power Systems, September 2004, p Levitin, G., Lisnianski, A., (2000) Optimal replacement scheduling in multistate series-parallel systems, Quality and Reliability Engineering International, v 16, n 2, March 2000, p breakdowns and imperfect repairs, IEEE Transactions on Reliability, v 56, n 2, June 2007, p Tam, AS.B., Chan, W.M., Price, J.W.H., (2006) Optimal maintenance intervals for multi-component system, Production Planning and Control, v 17, n 8.December 2006, p Wang, Y., Handschin, E., (2000) A new genetic algorithm for preventive unit maintenance scheduling of power systems, International Journal of Electrical Power and Energy Systems, v 22, n 5, June 2000, p Westman, J.J., Hanson, F.B., Boukas, E.K., (2001) Optimal production scheduling for manufacturing systems with preventive maintenance in an uncertain environment, of American Control Conference, June 2001, Arlington, VA, USA, p vo1.2. Limbourg, P., Kochs, H.D., (2006) Preventive maintenance scheduling by variable dimension evolutionary algorithms, International Journal of Pressure Vessels and Piping, v 83, n 4, April 2006, p Moghaddam (2010), Preventive maintenance and replacement scheduling : models and algorithms. Electronic Theses and Dissertations, University of Louisville Shirmohammadi, A.H., Zhang, Z.G., Love, E., (2007) A computational model for determining the optimal preventive maintenance policy with random Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

12 APLIKASI REGRESI LOGISTIK DALAM MENENTUKAN PELUANG KEMENANGAN PEMAIN DALAM SUATU PERTANDINGAN (Studi Kasus: Game Age Of Empire 2) Gumgum Darmawan 1), Bertho Tantular 2), Zulhanif 3), Budhi Handoko 4) 1,2,3,4) Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam,UNPAD 1) 2) 3) 4) budhihandoko1980@gmail.com Abstrak Regresi logistik merupakan analisis regresi yang melibatkan variabel bebas (X) dan variabel tidak bebas (Y), dimana variabel tidak bebasnya mempunyai nilai integer (bilangan bulat). Variabel X sebagai prediktor bernilai numerik atau integer bisa satu atau lebih variabel bebas. Dalam penelitian ini Analisis Regresi Logistik akan digunakan untuk menentukan nilai peluang menang (kode =1) dan kalah (kode =0) dalam suatu permainan Age of Empire 2. Age of Empire merupakan suatu game yang gagas oleh Microsoft lebih dari sepuluh tahun yang lalu, tapi mempunyai penggemar yang cukup banyak. Game ini merupakan game strategi. Setiap pertandingan terbagi menjadi dua team (team 1dan team 2), setiap team bisa 2, 3 atau maksimal 4 player. Setiap pemain mendapatkan suku (civilization) secara random dimana terdapat 18 suku yaitu : Azteks, Briton, Byzantyne,Celt, Chinesse, Frank,Goth, Japanese, Koreans, Huns, Mayans, Mongol, Persian, Saracens, Spanish, Teuton, Turky, dan Viking. Dengan menggunakan Analisis Regresi Logistik, setiap pemain dapat ditentukan peluang menang atau kalah berdasarkan suku dan banyaknya team. Kata Kunci: Age of Empire 2, Regresi Logistik 1. PENDAHULUAN Regresi logistik (kadang disebut model logistik atau model logit), dalam statistika digunakan untuk prediksi probabilitas kejadian suatu peristiwa dengan mencocokkan data pada fungsi logit kurva logistik. Metode ini merupakan model linier umum yang digunakan untuk regresi binomial. Seperti analisis regresi pada umumnya, metode ini menggunakan beberapa variabel prediktor, baik numerik maupun kategori. Misalnya, probabilitas bahwa orang yang menderita serangan jantung pada waktu tertentu dapat diprediksi dari informasi usia, jenis kelamin, dan indeks massa tubuh. Regresi logistik juga digunakan secara luas pada bidang kedokteran dan ilmu sosial, maupun pemasaran seperti prediksi kecenderungan pelanggan untuk membeli suatu produk atau berhenti berlangganan. Para peneliti telah menggunakan Analisis regresi Logistik untuk suatu pertandingan atau game. Dalam suatu pertandingan hasil (Y) dapat berupa dua kategori yaitu kalah dan menang, atau bisa juga tiga (3) kategori yaitu kalah, menang dan remis seperti dalam pertandingan catur. Dalam penelitian ini Analisis Regresi logistik di aplikasikan untuk memprediksi peluang menang dan kalah dalam suatu permainan Age Of Empire 2. Dalam suatu pertandingan fenomena kalah dan menang dapat dibuat kode 0= kalah dan 1 =menang. Sehingga variabel respon dari pertandingan ini adalah biner (dua kategori). Variabel - variabel yang memungkinkan dalam memprediksi peluang menang dan kalah adalah Score Skill (nilai kemahiran dari seorang pemain), number of partner (banyaknya rekan satu tim), dan civilization (karakter/peradaban pasukan yang dimainkan). 2. KAJIAN LITERATUR Hubungan antar dua variabel atau lebih yang salah satu variabelnya didefinisikan sebagai variabel respon atau dependent 54 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

13 variables dari variabel lainnya dinyatakan dalam suatu model yang disebut model regresi (Myers, 1990). Secara umum model regresi didefinisikan berdasarkan bentuk dari variabel respon. Variabel respon dapat berbentuk kontinu atau kategori. Untuk variabel respon kontinu digunakan model regresi linier sedangkan untuk variabel respon kategori digunakan Generalized Linear Models (GLM). Secara umum GLM memiliki tiga komponen yaitu komponen acak (respon), komponen sistematik (linear predictor) dan link function. Hubungan antara komponen acak dengan komponen sistematik dalam GLM umumnya tidak linier sehingga link function dalam hal ini berperan sebagai penghubung kedua komponen tersebut. Bentuk link function bergantung pada bentuk variabel responnya. Untuk variabel respon biner (dua kategori) link function yang dapat digunakan adalah logit, probit dan linear probability (Agresti, 2007). Dalam banyak kasus fungsi penghubung logit yang paling sering digunakan sehingga modelnya disebut model regresi logistik. Dalam penelitian ini link function yang akan digunakan adalah Link function logit yang didefinisikan sebagai berikut ( x ) log ( x i logit i 1 ( xi )... ) 0 1x1 i p xpi (1) dengan ( x i ) adalah peluang sukses (Y=1). Menggunakan sifat logaritma didapatkan Fungsi Regresi Logistik secara umum sebagai berikut ( x i exp( 0 1x1 i... p xpi) ) 1 exp( x... x 0 1 1i p pi ) (2) dengan i = 1,2,,N, dan p = banyaknya variabel prediktor. Untuk menaksir parameter pada model Persamaan 1 dapat menggunakan metode maximum likelihood (ML). Fungsi loglikelihood untuk Persamaan 1 adalah n L( ) { y i log{ ( xi )} (1 yi )log{1 ( xi )}} i1 (3) Dengan memaksimumkan fungsi pada Persamaan 3 akan diperoleh taksiran bagi parameter β i. Akan tetapi kalau Persamaan 3 didiferensiasikan terhadap β i tidak akan diperoleh solusi eksplisit. Pendekatan yang dapat digunakan adalah melalui metode optimasi. Sedikitnya ada dua metode optimasi yang sering digunakan untuk menaksir parameter model regresi logistik adalah metode Newton-Rhapson dan Metode Fisher Scoring. Dalam penelitian ini metode Fisher Scoring yang akan digunakan. Metode Fisher Scoring memanfaatkan matriks score (U) yaitu turunan pertama loglikelihood dan matriks informasi Fisher (I) yang merupakan negatif ekspektasi dari matriks turunan kedua dari log-likelihood. Penaksir bagi β i diperoleh dengan menyelesaikan persamaan ( m1) ˆ m ( m1) ˆ ( m1) ( m1) I I U (4) Dengan memberikan harga awal tertentu (0) (0) yaitu ˆ 0 dan 1 ˆ kemudian dilakukan ( ) proses iterasi hingga diperoleh nilai ˆ m ˆ m ( ) dan 1 yang konvergen pada satu nilai tertentu. Nilai yang konvergen itulah yang dijadikan sebagai taksiran untuk parameter dan (Dobson, 2002). 0 1 Pengujian keberartian parameter untuk model regresi logistik menggunakan statistik rasio kemungkinan (G 2 ) 2 l0 G 2log 2L0 L1 l (5) 1 dalam hal ini G 2 mengikuti distribusi chikuadrat dengan derajat kebebasan sebesar p. Secara parsial parameter dalam model regresi loogistik diuji menggunakan statistik Wald 0 Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

14 ˆ i W ( ˆ (6) se i ) dalam hal ini W mengikuti distribusi chikuadrat dengan derajat bebas sebesar satu (Agresti, 2007). Untuk kecocokan model statistik yang digunakan adalah statistik dari Hosmer- Lameshow (2000). Statistik Uji Hosmer dan Lemeshow, dihitung berdasarkan taksiran probabilitas, 2 Ĉ HL O 2 N g i i i i 1 N ii 1 i 2 (7) Pada uji ini sampel dimasukkan ke sejumlah g kelompok dengan tiap-tiap kelompok memuat n/10 sampel pengamatan, dengan n adalah jumlah sampel. Jumlah kelompok sekitar 10. Idealnya, kelompok ' pertama memuat n / 10 sampel yang 1 n memiliki taksiran probabilitas sukses terkecil yang diperoleh dari model taksiran. ' Kelompok kedua memuat n / 10 sampel 1 n yang memiliki taksiran probabilitas sukses terkecil kedua, dan seterusnya, (Liu, 2007). Statistik uji ini mengikuti distribusi chi-kuadrat dengan derajat kebebasan sebesar (g - 2) dengan g adalah banyaknya kelompok. 3. METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini record hasil pertandingan game Age of Empire 2. Pertandingan dilakukan secara online melalui software Hamachi. Setiap pemain yang join ke dalam game room bersifat independent baik civilization maupun team di setting secara acak. Variabel yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah X 1 = score skill pemain, X 2 = banyaknya partner, X 3 = suku bangsa (game civilization) serta variabel dependent nya adalah Y = Kalah-Menang. Ukuran sampel sebanyak 136, yang terdiri atas permainan 4vs4, 3vs3 dan 2vs2. Score dari skill terbagi menjadi 3 yaitu cupu, menengah dan jendral. Variabel X 2 terbadi menjadi 1 teman, 2 teman dan 3 teman. X 3 adalah suku bangsa (civilization) di setting secara acak untuk semua pemain. Setiap pemain mempunya suku bangsa yang berbeda dalam satu game kode untuk suku bangsa di buat kode sebagai berikut; Azteks(1), Briton(2), Byzantyne(3),Celt(4),Chinesse(5),Frank(6),Got h(7),japanese(8),koreans(9),huns(10),mayans (11),Mongol(12),Persian(13),Saracens(14), Spanish(15),Teuton(16), Turky(17), Viking(18). Selain itu player yang online untuk memainkan permainan bersifat saling independent. Sebelum dilakukan analisis, data di uji terlebih dahulu kecocokan dengan menggunakan Analisis Regresi Logistik dengan Menggunakan statistik Hosmer-Lemeshow. Data cocok menggunakan Analisis Regresi logistik jika nilai statistik Hosmer- Lemeshownya di bawah 5%. Jika ada satu atau lebih variabel yang tidak signifikan akan di drop dari persamaan, samapai terbentuk model terbaik, yaitu semua variabel sudah signifikan. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan bantuan Software Minitab di peroleh sebagai berikut. Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF P Pearson 63, ,497 Deviance 80, ,076 Hosmer-Lemeshow 5, ,671 Predictor Coef SE Coef Z P Constant -2,90 1,34-2,16 0,031 x1 1,25 0,35 3,53 0,000 x2 0,18 0,31 0,61 0,540 x3 0,06 0,03 1,73 0,084 Gambar 1. Goodness-of-Fit Tests Untuk Tiga Variabel Prediktor 56 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

15 Dari hasil output di atas diperoleh bahwa nilai koefisien Hosmer-Lemeshow untuk tiga variabel bebas menunjukan bahwa data tidak memenuhi kriteria regresi logistik karena nilai p-value nya di atas 5%. Begitu juga hasil pengujian koefisien koefisien nya, tampak X 2 dan X 3 tidak signifikan. Karena nilai p-value dari koefisien X 2 paling besar, maka variabel X 2 di keluarkan dari persamaan. Goodness-of-Fit Tests Method Chi-Square DF P Pearson 33, ,620 Deviance 40, ,338 Hosmer-Lemeshow 14, ,041 Odds Predict Coef SECoef P Ratio Constant -2,17 0,62 0,00 x1 1,22 0,35 0,000 3,39 x3 0,06 0,03 0,093 1,06 Log-Likelihood = -86,04 Test that all slopes are zero: G = 16,46, DF = 2, P-Value = 0,000 Gambar 2. Goodness-of-Fit Tests Untuk 2 Variabel Prediktor. 6. REFERENSI Agresti, Alan An Introduction to Categorical Data Analysis. New Jersey: John Wiley & Sons. Inc. Collett, D Modelling Binary Data, Second Edition. London: Chapman and Hall. Dobson, Annette J Introduction to Statistical Modelling 2nd ed. London: Chapman and Hall Hosmer, D. W., & Lemeshow, S Applied Logistic Regression. USA: John Wiley and Sons Inc. Liu, Y On Goodness-of-Fit of Logistic Regression Model. Kansas: Kansas State University. Myers, R.H Classical and Modern Regression With Applications. Boston: PWS- KENT Publishing Company. Microsoft Age of Empire 2 The Conqueror Expansion, Ensemble Studios Dari hasil output di atas diperoleh bahwa nilai koefisien Hosmer-Lemeshow untuk dua variabel bebas menunjukan bahwa data sudah memenuhi kriteria regresi logistik karena nilai p-value nya di dibawah 5%. Begitu juga hasil pengujian koefisien koefisien nya, tampak X 1 dan X 3 sudah signifikan. Sehingga, proses kemenangan dan kekalahan seorang pemain di tentukan oleh dua faktor yaitu skill dan civilization. 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis pada bagian 4, dapat diambil kesimpulan bahwa faktor yang paling menentukan kemenangan suatu player adalah skil dan suku (civilization) waktu bertanding, tidak ditentukan berdasarkan banyaknya partner. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

16 PENGGUNAAN PENALIZED QUASI LIKELIHOOD DALAM PENAKSIRAN MODEL REGRESI POISSON MULTILEVEL Bertho Tantular 1 1 Departemen Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran bertho@unpad.ac.id Abstrak Kasus TB merupakan kejadian yang jarang terjadi sehingga diasumsikan bahwa kasus TB mengikuti distribusi Poisson dan untuk memodelkannya digunakan model regresi Poisson. Kasus TB di suatu wilayah selain ditentukan oleh faktor internal juga disebabkan oleh faktor eksternal sehingga terbentuk data hierarki. Untuk memodelkan data hierarki pada kasus TB dapat menggunakan model regresi poisson multilevel. Secara umum untuk menaksir parameter pada model regresi poisson multilevel tidak dapat menggunakan metode maksimum likelihood. Pendekatan yang dapat digunakan adalah menggunakan metode penaksiran Quasi Likelihood. Metode simulasi akan digunakan untuk membandingkan metode Marginal Quasi Likelihood dan Penalized Quasi Likelihood untuk mencari metode terbaik untuk menaksir model poisson multilevel. Kata Kunci: Model Poisson multilevel, Marginal Quasi Likelihood, Penalized Quasi Likelihood 1. PENDAHULUAN Kasus Tuberkolosis (TB) disuatu wilayah merupakan kasus yang relatif jarang terjadi. Penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kejadian TB di suatu wilayah dapat dianalisis menggunakan model regresi, Penyakit TB adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tubercolosis. Proses penyebaran penyakit TB dapat disebabkan oleh banyak faktor, tetapi secara umum dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor rumah tangga dan faktor lingkungan. (Nelson et al. dalam Kartasasmita, 2002). Analisis regresi untuk data kejadian TB tidak dapat dilakukan karena respon yang digunakan tidak berdistribusi normal. Respon pada data kejadian TB mengikuti distribusi Poisson. Dengan demikian untuk memodelkan data kejadian TB harus menggunakan Generalized Linear Models (GLM). Dalam GLM pembentukan model dilakukan melalui suatu fungsi yang disebut dengan link function, Metode penaksiran yang digunakan dalam GLM adalah metode maximum likelihood yang dalam prosesnya harus menggunakan metode iteratif Newton- Rhapson atau Fisher Scoring. Pada data kejadian TB variabel-variabel yang diukur berasal dari tingkatan (level) yang berbeda sehingga datanya merupakan data hierarki. Untuk memodelkan data hierarki harus melalui pendekatan model multilevel. Dalam kasus kejadian TB responnya merupakan data cacahan (counting) maka model yang digunakan adalah model regresi poisson. Oleh karena datanya merupakan data hierarki maka model yang digunakan adalah model regresi poisson multilevel. Metode penaksiran untuk model multilevel tidak bisa menggunakan metode yang biasa karena ada dua jenis parameter yang terlibat yaitu parameter tetap (fixed parameter) dan parameter acak (random parameter). Pendekatan yang dilakukan adalah melalui model campuran (mixed model). Dengan demikian rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana metode penaksiran parameter model regresi poisson 58 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

17 multilevel. Dengan tujuan memperoleh penaksir yang tepat untuk model regresi poisson multilevel. 2. KAJIAN LITERATUR Pemodelan regresi pada respon kategori dapat dianalisis menggunakan GLM. Model yang terbentuk tidak dapat mendefinisikan suatu fungsi linear dari ekspektasi komponen acak (response) terhadap komponen sistematisnya (linear predictor). Misalkan Y,..., 1 Y n adalah variabel acak independen dengan Y i merupakan jumlah kejadian yang mengikuti distribusi Poisson dengan fungsi massa peluang: y e P Yi y y y! i i ; 0,1,2,... dengan nilai i 0. Ekspektasi dari Y i dapat dirumuskan sebagai berikut: E(Y i ) = µ i = ζ i Dalam model poisson, kebergantungan i terhadap variabel penjelasnya (X i ) dirumuskan: xti i e sehingga model dalam GLMnya menjadi: xti i E( Y i ) e Oleh karena itu fungsi penghubung (link function) harus digunakan dalam pemodelannya. Untuk respon berbentuk data cacahan, seperti pada kasus TB, fungsi penghubung yang digunakan adalah log-link. (Agresti, 2007). Model regresi seperti ini disebut model regresi poisson. Untuk menaksir parameter pada model regresi poisson tidak bisa menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) tetapi harus menggunakan metode maximum likelihood (ML). Fungsi likelihood untuk regresi poisson adalah L n i1 T yi T xi xi e expe y! dan fungsi log-likelihood sebagai berikut: n n n T T x x y e i y ln L ln! i i i i i1 i1 i1 dengan nilai turunan pertama: ln L n n T T yi xi i i1 i1 dan nilai turunan kedua: 2 ln n L 2 i1 T i i T xi x x e T xi x e Melalui cara ini tidak bisa diperoleh penaksir parameter parameter yang eksplisit sehingga metode penaksirannya harus melalui proses iterasi. Metode iterasi yang digunakan umumnya, dalam hal ini metode yang digunakan adalah Fisher Scoring yang memanfaatkan turunan pertama sebagai vector score (U(β)) dan ekspektasi turunan kedua sebagai matriks informasi (Ι(β)). (Dobson, 2002). Proses iterasi pada Fisher Scoring Method akan memenuhi persamaan: 1 1 U t t t t Proses diiterasi hingga konvergen. (2) Kemudian untuk pengujian keberartian model digunakan Statistik ratio likelihood ( G )yang dirumuskan sebagai berikut: 2 T log( ) (1) i x i Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

18 G L L (3) 2 0 2ln n n n n T T ˆ 2 ˆ xi T ˆ xi yi e xi 0 yi e i1 i1 i1 i1 T x ˆ dengan L 0 adalah fungsi likelihood pada model konstan dan L adalah fungsi likelihood pada model penuh. Kriteria uji 2 2 pada LRT yaitu tolak H 0 jika dan G,db menerima untuk sebaliknya, dimana adalah selisih derajat bebas pada model penuh dan model konstan. (Agresti, 2002). Untuk uji parsial digunakan statistik Wald dengan rumusan sebagai berikut 2 ˆ j Wj SE ˆ j (4) i 0 db Statistik W j akan mengikuti distribusi chikuadrta dengan derajat kebebasan sebesar 1 (satu). Apabila data yang digunakan merupakan data hierarki maka dalam pemodelannya harus melibatkan adanya unsur hierarki, Dalam pemodelan untuk data hierarki setiap level yang terlibat harus diakomodasi dalam model (Goldstein, 1995). Sehingga model yang digunakan adalah model regresi poisson multilevel random intercept. log( ) oj ij 0 j T Z u0 j x T (5) Dalam hal ini u 0j diasumsikan berdistribusi normal dengan rata-rata nol dan varians σ 2 u0. Untuk menaksir parameter pada persamaan (5) tidak bisa menggunakan metode Fisher Scoring karena dalam setiap turunannya masih mengandung unsur parameter. Sehingga dilakukan pendekatan melalui linierisasi perluasan deret taylor yang disebut sebagai Quasi Likelihood. Metode yang dapat digunakan adalah Marginal Quasi-Likelihood (MQL) yang diusulkan oleh Goldstein (1995). Menurut Goldstein (1995) penaksiran koefisien dengan menggunakan MQL akan menyebabkan underestimate terutama untuk sampel kecil. Begitu pula menurut Rodriguez dan Goldman (2001) penaksiran yang diturunkan menggunakan MQL untuk respon biner akan menyebabkan bias pada saat kuantitas klasternya cukup besar. Selain menggunakan MQL parameter-parameter tersebut juga bisa ditaksir dengan menggunakan Penalized Quasi-Likelihood (PQL) yang diusulkan oleh Hedeker (2007). 3. METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder Indonesian Family Life Survey Gelombang 4 (IFLS-4) pada tahun 2007 yang dikeluarkan oleh Rand Labor and Population. Data IFLS merupakan data yang diambil secara multistage sampling sehingga merupakan data hierarki. Secara umum ada dua level yang terlibat yaitu level individu dan data kelompok. Dibatasi untuk Provinsi Jawa Barat. Pemodelan yang digunakan untuk data tersebut adalah model regresi poisson multilevel. Oleh karena tidak adanya informasi mengenai interaksi antara variabel pada level 1 dengan variabel pada level 2 maka model yang digunakan adalah random intercept (Persamaan 5). Menggunaakn substitusi Persamaan (5) dapat diubah menjadi 60 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

19 log( ) (6) ij T T Z x u0 j Penaksiran parameter untuk model pada Persamaan (6) menggunakan PQL seperti yang diusulkan oleh Hedeker (2007). Metode PQL dilakukan dengan mengubah bagian yang non-linier menjadi linier agar menghasilkan model yang linier. Bagian yang tidak linier pada Persamaan (6) adalah µ ij = ( ). Cara melinierisasi ( ) adalah dengan menggunakan perluasan deret Taylor. Dimisalkan, sehingga perluasan deret Taylor sampai order pertama untuk fungsi dinyatakan sebagai berikut: Dengan adalah variabel respon untuk unit ke-i pada level satu dalam unit ke j pada level dua dan adalah galatnya. Langkah selanjutnya adalah membagi ruas kiri dan ruas kanan dengan, sehingga akan terbentuk persamaan sebagai berikut Dengan (8) adalah nilai respon yang telah ditransformasi untuk unit ke-i pada level satu dalam unit ke-j pada level dua pada saat iterasi ke-t. dan : Dengan mensubtistusikan dengan,dan menyatakan suatu nilai, maka persamaan di atas menjad + ( ) = Penaksiran parameter untuk model regresi poisson dua level random intercept pada kasus ini menggunakan metode PQL order pertama, sehingga perluasan deret Taylor dilakukan pada nilai dan. Metode PQL dilakukan secara iterasi hingga mencapai konvergen. Linierisasi bagian yang non linier dari model pada iterasi ke-t mengikuti ketentuan metode PQL order pertama dapat dituliskan sebagai berikut: ( ) + (H t ) + ( - ) ( Pada saat tercapai konvergen bentuk persamaan sehingga diperoleh : ( ) (7) Persamaan (8) merupakan persamaan yang sudah dalam bentuk linier. Parameterparameter dalam persamaan (8) ditaksir dengan menggunakan metode Iterative Generalized Least Square (IGLS). Metode IGLS digunakan untuk menaksir parameter tetap ( dan parameter acak ( ). Penaksir parameter tetap adalah sebagai berikut : (9) dengan nilai V adalah matriks varians kovarians. Sedangkan penaksir parameter acak yaitu dan adalah ( ) (10) Dengan Z adalah matriks desain parameter acak dan sedangkan dan T Y* vec[( Y Yˆ)( Y Yˆ) ]. Penaksiran parameter tetap dan acak dilakukan secara iteratif hingga menghasilkan nilai parameter yang konvergen. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

20 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bagian ini dilakukan studi simulasi untuk melihat perilaku model regresi poisson multilevel. Simulasi dilakukan dengan menggunakan parameter-parameter yang diperoleh dari penelitian sebelumnya sehingga diharapkan akan mendekati kondisi data sebenarnya. Berdasarkan penelitian sebelumnya, variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel respon (Y) adalah banyak kasus TB dan variabel penjelas adalah status gizi (X 1 ), Imunisasi BCG (X 2 ), pernah kontak dengan penderita TB (X 3 ) dan status ekonomi (X 4 ). Semua variabel penjelas yang terlibat merupakan variabel dua kategori dengan proporsi masing-masing sebesar 0.24, 0.04, 0.47 dan (Tantular, 2014). Secara umum prosedur simulasi dilakukan untuk model multilevel intersep acak tanpa prediktor pada level 2. Variabel X dibangkitkan dari berdistribusi binomial dengan ukuran 1 dan parameter proporsi masing-masing. Ditetapkan efek intersep (u j ) terdiri dari 11 kelompok dengan ukuran (8, 16, 4, 5, 7, 8, 4, 4, 4, 4, 17). Efek intersep acak dibangkitkan dari distribusi normal dengan rata-rata berbeda dengan simpangan baku yang sama yaitu Tentukan parameter koefisien intersep adalah 0 dan koefisien slope adalah Hitung parameter Poisson sebagai η = exp(0.25 X X X X 4 + u) Nilai respon Y dibangkitkan dari distribusi Poisson dengan parameter η. Dalam simulasi ini dilakukan sebanyak 1000 kali. Setiap hasil simulasi dihitung nilai taksiran parameter tetap dan galat bakunya (standard error) dari Model Regresi Poisson Multilevel kemudian dibandingkan dengan Model Regresi Poisson. Untuk semua prosedur simulasi ini digunakan paket lme4 dan glm dalam software R 3.1. Dari simulasi yang telah dilakukan hasilhasil yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel diperlihatkan perilaku dari masingmasing penaksir berikut standard error-nya. Tabel berikut adalah hasil simulasi yang telah dilakukan Tabel 1 Hasil Simulasi untuk Model Regresi Poisson dan Model Poisson Multilevel Paramete r Tetap Regresi Poisson Multilevel Penaksir Std. Error Regresi Poisson Penaksir Std. Err Intersep β β β β Parameter Acak σ u Dari Tabel 1 terlihat bahwa untuk parameter tetap penaksir intersep relatif bias untuk penaksir Regresi Poisson sedangkan penaksir Regresi Poisson Multilevel tak bias. Akan tetapi meskipun bias model Regresi Poisson lebih efisien dibanding model Regresi Poisson Multilevel. Hal ini terlihat dari standard error untuk model Regresi Poisson Multilevel lebih besar dari model Regresi Poisson. Sedangkan untuk parameter slope kedua model memperlihatkan taksiran yang tak bias dengan standard error yang relatif kecil. 62 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

21 Sementara itu untuk parameter acak hanya dihasilkan oleh model Regresi Poisson Multilevel. Hal ini menunjukkan bahwa model Regresi Poisson Multilevel dapat memperlihatkan adanya keragaman antar kelompok yang tidak dapat diperlihatkan oleh model Regresi Poisson. Standard Error Model Regresi Multilevel untuk Berbagai Ukuran Sampel Parameter Tetap n = 80 n = 130 n = 250 Intersep Tabel 2 Penaksir Model Regresi Poisson Multilevel untuk Berbagai Ukuran Sampel β β β Parameter Tetap n = 80 n = 130 n = 250 Intersep β β Parameter Acak σ u β β β Parameter Acak σ u Dari Tabel 2 terlihat bahwa untuk ukuran sampel 80 parameter tetap penaksir intersep relatif bias. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh penaksir parameter slope. Sementara untuk parameter acak hanya ukuran sampel 80 yang memberikan hasil yang berbeda. Secara umum dapat dikatakan bahwa dengan bertambahnya ukuran sampel penaksir yang dihasilkan akan semakin baik. Tabel 3 Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa standard error pada ukuran sampel 80 relatif lebih besar dibandingkan ukuran sampel yang lebih besar. Sementara untuk penaksir slope juga menunjukkan standard error yang semakin kecil seiiring bertambahnya ukuran sampel. Hal yang sama juga terjadi untuk parameter acak juga menunjukkan standard error yang semakin kecil seiiring bertambahnya ukuran sampel. Secara umum dapat dikatakan bahwa dengan bertambahnya ukuran sampel standard error yang dihasilkan akan semakin kecil. 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil simulasi, untuk data kasus TB hasilnya menunjukkan bahwa model Poisson Multilevel lebih tepat digunakan dibandingkan model regresi poisson. Secara umum dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa model regresi Poisson Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

22 Multilevel akan memberikan hasil yang baik untuk data dengan struktur hierarki seperti data kejadian TB. Dari hasil tersebut juga dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya ukuran sampel penaksir akan memberikan hasil yang tak bias dan semakin efisien. 6. REFERENSI Agresti, Alan An Introduction to Categorical Data Analysis, 2 nd Edition. John Wiley & Sons, Inc. Agresti, Alan Categorical Data Analysis. 2nd edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Bliese, P Multilevel Models in R (2.2). R Development Core Team. Dobson, Annette J An Introduction to Generalized Linear Models 2 nd edition. London. Chapman & Hall. Goldstein, Harvey Multilevel Statistical Model2 nd ed., London, Arnold. Hedeker, Donald Multilevel Models for Ordinal and Nominal Variables. Handbook of Multilevel Analysi: edited by Leeuw and Meijer. New York. Springer. Hesketh, S.,Rabe Multilevel modeling of ordered and unordered categorical Responses. London. Institute of Child Health. Hox, J.J Multilevel Analysis: Techniques and Applications. New Jersey. Lawrence Erlbaum Associates Publishers. Jones, B.S. & Steenbergen, M.R Modelling Multilevel Data Structures. Paper prepared in 14 th annual meeting of the political methodology society. Columbus. OH. Kramer, M R 2 Statistics for Mixed Models. Published Paper in Biometrical Consulting Service, ARS (Beltsville, MD), USDA. McCullagh and Nelder Generalized Linear Models. 2 nd edition., London. Chapman & Hall. Ringdal, K Methods for Multilevel Analysis. Acta Sosiologica 35: Rodriguez, G., Goldman, N Improved estimation procedures for multilevel models with binary response: a case-study, Journal Royal Statist.Soc A, 164, Part 2 pp Snijder, Tom A. B., Bosker, Roel J Multilevel Analysis: An introduction to basic and advance multilevel modelling. London. SAGE Publications. Tantular, Bertho Studi Simulasi Model Poisson Multilevel dalam Menentukan Faktor Resiko Penyebab TB. Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Statistika IV Departemen Statistika FMIPA UNPAD Tantular, Bertho Penentuan Ukuran Sampel pada Model Poisson Multilevel. Makalah dipresentasikan pada Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika UNY Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

23 KLASIFIKASI SENTIMEN TWITTER MENGGUNAKAN METODE SUPPORT VECTOR MACHINE DAN NAIVE BAYES DENGAN PRA-PROSES FILTER STRINGTOWORDVECTOR Aris Tjahyanto 1) 1 Jurusan Sistem Informasi FTIF, Institut Teknologi Sepuluh Nopember aristj@its.ac.id Abstrak Pada penelitian ini digunakan data pesan yang diperoleh dari jejaring sosial twitter. Ekstraksi fitur dari pesan twitter dilakukan dengan menggunakan metode filter StringtoWordVector. Metode esktraksi fitur tersebut mengubah data string ke dalam sekumpulan atribut yang mewakili informasi kemunculan kata dari teks yang terdapat dalam sebuah string. Tokenizer yang diterapkan adalah proses sederhana dengan memperhatikan tanda-tanda baca seperti tanda baris baru, tanda tab, titik, koma, titik-koma. Sedangkan metode pengklasifikasi yang digunakan adalah Support Vector Machine (SVM) dan Naive Bayes yang biasa digunakan dalam klasifikasi teks. Dalam penelitian ini, hasil diperoleh hasil akurasi sebesar 94.67% untuk SVM, sebesar 93.35% untuk Naive Bayes. Dari percobaan diperoleh ROC Area sebesar untuk SVM dan sebesar untuk Naive Bayes.. Kata Kunci: Klasifikasi sentimen, SVM, Naive Bayes, Twitter. 1. PENDAHULUAN Internet telah menjadi bagian sehari-hari sebagian besar masyarakat Indonesia, antara lain dibuktikan dengan bertenggernya negara ini pada peringkat ke-enam sebagai pengguna Internet terbesar di dunia. Tingginya pengguna internet berbanding lurus dengan jumlah pengguna jejaring sosial yang salah satunya adalah Twitter. Indonesia juga tercatat menempati peringkat ketiga di dunia dalam hal penggunaan jejaring media twitter [1]. Twitter memungkinkan penggunanya untuk mengirim pesan yang diunggahnya kepada para pengikutnya. Dan panjang pesan yang diunggah dalam twitter dibatasi sebanyak 140 karakter saja. Pada sisi lain, pesan yang diunggah dalam twitter, tidak terbatas pada satu topik tertentu saja. Dengan twitter seseorang dapat menyampaikan pendapat atau uneg-unegnya tentang suatu produk [2], atau tentang layanan industri pariwisata [3]. Banyaknya informasi yang disampaikan melalui twitter, telah membuat sejumlah pihak untuk melakukan berbagai macam penelitian penggalian informasi. Salah satunya adalah penggalian informasi yang berkaitan dengan sentimen pengguna dengan cara klasifikasi sentimen. Salah satu tantangan klasifikasi sentimen dengan memanfaatkan twitter adalah keterbatasan panjang informasi yang disampaikan. Sehingga akan memaksa seorang pengguna untuk berimprovisasi sedemikian rupa agar tetap dapat menyampaikan pendapatnya walau terbatas sebanyak 140 karakter. Dengan demikian akan cukup menyulitkan dalam melakukan penggalian sentimen dari konten twitter [4]. Klasifikasi sentimen untuk twitter berbahasa Indonesia masih menjadi topik penelitian yang jumlahnya terbatas. Pada penelitian mengenai klasifikasi sentimen berbahasa Indonesia, para peneliti menggunakan berbagai pendekatan dalam praproses klasifikasi. Praproses klasifikasi Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

24 merupakan tahap penting dalam klasifikasi yang terbagi menjadi dua yakni ekstraksi fitur dan seleksi fitur [5]. Pada penelitian ini akan terfokus pada pemakaian sejumlah metode untuk klasifikasi, yaitu menggunakan SVM dan Naive Bayes. Ekstraksi fitur menggunakan teknik sederhana yaitu teknik StringToWordVector yang mengubah data string ke dalam sekumpulan atribut yang mewakili informasi kemunculan kata dari teks yang terdapat dalam sebuah string. Setelah melalui tahap ekstraksi fitur, selanjutnya akan dilakukan klasifikasi dengan menggunakan SVM dan Naive Bayes. Selanjutnya akan dibandingkan tingkat akurasi, recall, precision, dan kurva ROC yang dihasilkan oleh kedua pengklasifikasi. 2. KAJIAN LITERATUR Bagian ini berisi teori dan kajian literatur yang dijadikan sebagai penunjang konsep penelitian. Teori yang dijelaskan antara lain mengenai metode klasifikasi teks yang meliputi SVM dan Naive Bayes. Juga dijelaskan teknik pengukuran performa pengklasifikasi dengan menggunakan F- measure dan kurve ROC Pengklasifikasi Teks Klasifikasi merupakan suatu pekerjaan untuk menilai objek data dan memasukkannya ke dalam suatu kelas tertentu. Terdapat dua tahap pada proses klasifikasi, yang pertama adalah pembuatan model berdasarkan data training; dan yang kedua adalah pemanfaatan model tersebut untuk melakukan prediksi/pengenalan/ klasifikasi terhadap sebuah objek data lain agar diketahui kelompok kelas mana objek data tersebut. Klasifikasi dengan menggunakan pendekatan pembelajaran mesin dengan 66 metode supervised learning telah banyak digunakan dalam penelitian klasifikasi sentimen pada jejaring sosial. Beberapa jenis pengklasifikasi yang digunakan untuk klasifikasi dengan sumber data jejaring sosial antara lain K-Nearest Neighbour (KNN), Naive Bayes Classifier (NBC), Maximum Entropy (ME), dan Support Vector Machine (SVM) Support Vector Machine (SVM) Support vector machine (SVM) merupakan sistem pembelajaran yang menggunakan ruang hipotesis berupa fungsi linear dalam ruang fitur dimensi tinggi. Tujuan dari SVM sendiri adalah untuk membuat sebuah batas yang disebut hyperplane terbaik yang mampu memisahkan secara homogen. Hyperlane terbaik yang memisahkan antara dua kelas dapat ditemukan dengan mengukur margin dan mencapai nilai maksimalnya. Adapun data yang berada pada bidang pembatas dikenal sebagai support vector. Pada SVM terdapat beberapa jenis kernel yang biasa digunakan, yaitu: (a) linear, (b) polynomial, (c) RBF, dan (d) Sigmoid. Kernel yang sering digunakan untuk klasifikasi teks adalah kernel linear. Kernel linier cocok digunakan untuk klasifikasi teks karena beberapa alasan, yaitu : (a) mayoritas teks terpisah secara linier, (b) kernel linear cocok apabila terdapat banyak fitur, (c) proses kernel linier yang cepat, (d) parameter yang dioptimasi jumlahnya lebih sedikit [6] Naive Bayes Pengklasifikasi Naive Bayes adalah sebuah teknik klasifikasi yang dikembangkan berdasarkan teorema Bayes. Ciri utama dari pengklasifikasi Naive Bayes adalah adanya asumsi yang sangat kuat atau naif akan independensi dari masing-masing kondisi Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

25 atau kejadian. Yang dimaksud dengan independensi yang kuat pada fitur adalah bahwa sebuah fitur pada sebuah data tidak berkaitan dengan ada atau tidaknya fitur lain dalam data yang sama. Ide dasar dari teorema Bayes adalah bahwa hasil dari hipotesis atau peristiwa (H) dapat diperkirakan berdasarkan pada beberapa bukti (E) yang diamati. Kaitan antara Naive Bayes dengan klasifikasi, korelasi hipotesis dan bukti klasifikasi adalah bahwa hipotesis dalam teorema Bayes merupakan label kelas yang menjadi target pemetaan dalam klasifikasi. Sedangkan bukti merupakan fitur-fitur yang menjadikan masukkan dalam model klasifikasi. Jika X adalah vektor masukan yang berisi fitur dan Y adalah label kelas, Naive Bayes dituliskan sebagai P(X Y). Notasi tersebut berarti probabilitas label kelas Y didapatkan setelah fitur-fitur X diamati. Notasi ini dikenal juga probabilitas akhir (posterior probability) untuk Y. Untuk P(Y) disebut sebagai probabilitas awal (prior probability) dari Y [7]. Selama proses training, dilakukan pembelajaran probabilitas akhir P(Y X) pada model untuk setiap kombinasi X dan Y bedasarkan informasi yang diperoleh dari data training. Dengan membangun model tersebut, sebuah data uji X dapat diklasifikasikan dengan cara mencari nilai Y dengan memaksimalkan nilai P(X Y ) yang diperoleh Pengukuran Kinerja Dalam pekerjaan klasifikasi, terdapat beberapa teknik pengukuran kinerja klasifikasi. Teknik yang biasa digunakan adalah precision, recall, dan akurasi. Nilai pengukuran kinerja tersebut diperoleh berdasarkan perbandingan dari nilai true positive, false positive, false negative dan true negative. True positive (TP) adalah jumlah klasifikasi yang benar dari data positif, false positive (FP) adalah jumlah klasifikasi yang salah dari data negatif, false negative (FN) adalah jumlah klasifikasi yang salah dari data positif, sedangkan true negative (TN) adalah jumlah klasifikasi yang benar dari data negatif. Akurasi adalah nilai perbandingan antara nilai data yang diklasifikasikan secara benar dengan seluruh data. Rumus perhitungan akurasi adalah : (1) Precision atau presisi adalah perbandingan antara jumlah data pada suatu kelas yang diklasifikasi secara benar dengan seluruh data pada kelas yang sama. Rumus perhitungannya adalah. Recall adalah perbandingan antara jumlah data pada suatu kelas yang diklasifikasi secara benar dengan seluruh data yang diklasifikasi pada kelas yang sama. Rumus recall adalah. Sedangkan F-measure merupakan ukuran keberhasilan prediksi yang menggabungkan recall dan precision. [8]. ( ) (2) Dengan β merupakan parameter kepentingan relative aspek precision dan recall, sedangkan P adalah nilai precision, dan R adalah nilai recall. Jika nilai β > 1, maka akan memberikan bobot kepentingan recall lebih tinggi daripada precision. Jika nilai β = 2 maka akan bobot recalldua kali lebih besar daripada precision. Jika nilai β = 0.5 maka bobot precisiondua kali lebih besar daripada recall. Apabila recall dan precision memiliki Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

26 bobot yang sama maka β = 1, dan F-measure dapat ditulis sebegai : (3) Suatu sistem klasifikasi dinyatakan efektif jika hasil perhitungan menunjukkan precision yang tinggi sekalipun recall-nya rendah. 2.3 Area Under Curve (AUC) Kurva ROC merupakan grafik dua dimensi yang menunjukkan kinerja sebuah pengklasifikasi. Kurva tersebut dibuat dengan true positif rate (TPR) sebagai sumbuy, dan false positif rate (FPR) sebagai sumbu-x. Rumus perhitungan TPR adalah, sedangkan FPR dihitung dengan menggunakan rumus. Kurva ROC menunjukkan hubungan negatif antara TPR (disebut juga sebagai sensitivity atau recall) dengan FPR (disebut juga sebagai fall-out atau 1-specificity). Semakin tinggi sensitivity maka akan semakin rendah specificity-nya [9]. Jika kurvanya mengikuti batas sebelah kiri kemudian batas atas kurva ROC maka semakin akurat pengklasifikasinya. Semakin dekat kurva ROC terhadap garis diagonal 45 derajat, semakin berkurang akurasi dari pengklasifikasinya. Area under curve atau luas area di bawah kurva (AUC) merupakan representasi dari rata-rata sensitivity untuk semua nilai specificity yang mungkin. Nilai AUC ini dapat digunakan untuk mengukur akurasi pengklasifikasi secara umum. Nilai AUC berkisar antara 0 sampai 1. Semakin mendekati 1 maka semakin baik akurasi dari pengklasifikasi. Performa dari pengklasifikasi adalah sempurna jika AUC sama dengan 1.0, jika AUC > 0.9, maka sebuah pengklasifikasi tergolong memiliki tingkat akurasi tinggi. Apabila AUC terletak antara 0.71 sampai 0.9, maka dikategorikan sebagai tingkat akurasi menengah, antara 0.51 sampai 0.7 tergolong tingkat akurasi rendah, dan AUC = 0.5 dapat dikatakan prediksi dari pengklasifikasi berlangsung secara acak [10]. 3. METODE PENELITIAN Pada paper ini, penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu: penyiapan data, ekstraksi fitur, dan klasifikasi. Tahap penyiapan data atau pre-processing merupakan proses pengumpulan data twitter sampai diperoleh data siap pakai dalam format ARFF. Pada tahap ekstrasi fitur akan dilakukan konversi Masingmasing tahap tersebut akan dijelaskan sebagai berikut. a. Tahap Penyiapan Data Penelitian ini menggunakan studi kasus penyedia layanan telekomunikasi di Indonesia yang menyediakan layanan aktif melalui twitter. Pengumpulan pesan twitter ini menggunakan Twitter API Stream dengan menggunakan kata kunciμ telkomsel, indosat, xl axiata, xl, smartfren, telkom, indosatcare, smartfrencare, xlcare, dan telkomcare. Data yang dikumpulkan adalah pesan teks yang mengandung kata kunci tersebut dan pesan yang diambil secara real time dalam jangka waktu tertentu. b. Tahap Ekstraksi Fitur Untuk ekstraksi fitur digunakan filter StringtoWordVector. Filter ini berfungsi untuk mengkonversi sebuah data tekstual menjadi sejumlah atribut yang mewakili informasi jumlah kemunculan kata (berdasarkan tokenizer yang digunakan) [11]. 68 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

27 Setiap kata akan dianggap sebagai atribut yang berjenis numerik. Sebagai contoh sebuah twitter yang berisikan teks aduh gila paket mahal benar akan diubah menjadi {0 negatif,11 1,115 1,252 1,518 1,627 1} dalam format ARFF. Nilai nol pada 0 negatif mewakili kode label sentimen, pada contoh bernilai negatif. Kode 11 1 berarti kata aduh terjadi sebanyak 1 kali, dan kode memiliki makna kata gila terjadi sebanyak 1 kali, dan seterusnya. c. Tahap Klasifikasi Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan pengklasifikasi SVM dengan kernel linier. Pada penelitian ini evaluasi dilakukan menggunakan 10 buah fold crossvalidation. Himpunan data akan dibagi menjadi 10 buah bagian secara acak. Secara berulang 9 bagian akan dijadikan sebagai data latih dan 1 bagian akan dijadikan sebagai data uji. Berdasar data latih,akan dibangun model klasifikasi untuk memprediksikan kelas atau label dari data uji. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan hasil label prediksi dengan label aslinya. Berbasarkan catatan pengujian, kemudian dihitung nilai akurasi, precision, recall, dan F-measure. Hasil evaluasi kinerja yang dihasilkan merupakan hasil rata-rata dari masing-masing uji coba. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Data pesan twitter diperoleh dengan menggunakan Twitter API Stream. Data yang telah terkumpul kemudian dipilah menjadi dua kelompok yakni pesan yang mengandung sentimen negatif dan sentimen positif. Pesan yang netral atau tidak mengandung sentimen tidak digunakan dalam penelitian ini. Pesan netral atau tidak memiliki sentimen umumnya adalah bersifat penjelasan, sebagai contoh adalah pesan twitter yang berbunyi Indosat punya Mentari utk spesial data dan IM3 buat voice. Proses pemilahan dan penentuan label sentimen pesan tersebut dilakukan secara manual. Untuk memastikan kebenaran dari penentuan label sentimen, dilakukan pemeriksaan ulang sebanyak dua kali. Dari hasil pengumpulan dan pemilahan data ini, terkumpul data sebanyak 1821 tweet dengan jumlah tweet positif sebanyak 1436 tweet dan tweet negatif sebanyak 385 tweet. Tahap selanjutnya adalah mengubah datasets twitter tersebut dalam format ARFF seperti yang terlihat pada Gambar 1. Datasets yang dibuat, terdiri dari dua buah atribut. Atribut pertama adalah sentimentclass, yang merupakan label dari pesan twitter. Label dapat berupa positif atau negatif yang mewakili sentimen dari pesan twitter yang diposting. Sedangkan atribut kedua adalah pesantwitter yang berjenis String, yang merupakan pesan asli yang diperoleh dengan menggunakan Twitter API sentimentclass {positif, pesantwitter negatif,'lagi-lagi sms dari indosat :(( ' negatif,'pending terus smartfren ni :( ' negatif,'@telkomsel sinyal full,tp lemotnya minta ampun ' Gambar 1. Cuplikan datasets twitter Sebelum masuk ke tahap klasifikasi, atribut pesantwitter terlebih dulu dikenakan proses filter untuk mendapatkan fitur dengan menggunakan StringtoWordVector. Dari sebanyak 1821 instans pesan twitter, telah Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

28 diekstrak sejumlah 5073 kata unik. Kata-kata yang telah diekstrak tersebut akan dipakai sebagai fitur yang diperlukan pada tahap pembangunan model dan prediksi klasifikasi. Tahap berikutnya proses klasifikasi dengan menggunakan Naive Bayes dan SVM. Kali ini fungsi kernel yang digunakan untuk SVM adalah fungsi linear. Pada percobaan dicatat nilai TP, FP, FN, dan TN yang ditampilkan sebagai matrik klasifikasi atau dikenal juga sebagai confusion matrix (dapat dilihat pada Tabel 1). Berdasar nilai percobaan tersebut kemudian dihitung akurasi, precision, recall dan F-measure seperti yang tercantum pada Tabel 2. Tabel 1. Matriks Klasifikasi SVM Actual Prediction Prediction Naive Bayes Actual Dari hasil uji coba seperti yang terlihat pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa secara umum pengklasifikasi SVM dengan fungsi kernel linear memberikan hasil yang lebih baik daripada Naive Bayes. Kedua metode pengklasifikasi memiliki kurva ROC lebih dari 0.92 yang menunjukkan bahwa pengklasifikasi yang digunakan adalah berkinerja tinggi. Tabel 2. Kinerja SVM vs Naive Bayes Ukuran Kinerja SVM Naive Bayes Accuracy Precision Recall F-Measure ROC Akurasi dari SVM diperoleh sebesar 94.67%, lebih besar dari Naive Bayes yang sebesar 93.36%. Hanya saja ukuran kinerja akurasi yang lebih tinggi belum dapat dijadikan patokan. Hal ini karena dapat saja akurasinya sama atau mendekati sama akan tetapi kinerja secara umum masih lebih baik atau lebih jelek. Untuk itu diperlukan ukuran kinerja yang lain, seperti precision, recall, dan F-measure. Dari percobaan menunjukkan, bahwa SVM juga memberikan nilai yang lebih tinggi daripada Naive Bayes. Ini mengukuhkan bahwa pada kasus ini, kinerja SVM dengan fungsi kernel linear secara umum lebih baik dibandingkan dengan Naive Bayes. 5. KESIMPULAN Metode esktraksi filter StringtoWordVector mampu digunakan bersama dengan SVM dan Naive Bayes untuk melakukan klasifikasi sentimen twitter dengan baik. Secara umum kinerja dari SVM fungsi kernel linear adalah lebih baik dibandingkan Naive Bayes. Dari percobaan diperoleh hasil akurasi sebesar 94.67% untuk SVM, sebesar 93.35% untuk Naive Bayes. Dari percobaan juga diperoleh ROC Area sebesar untuk SVM dan sebesar untuk Naive Bayes. Pada penelitian selanjutnya, akan dicoba beberapa upaya dalam rangka menaikkan kinerja klasifikasi dari SVM dan Naive Bayes. Ada sejumlah hal yang menjanjikan sehingga mampu menaikkan kinerjanya, antara lain seleksi fitur, optimasi SVM dengan menggunakan sejumlah kernel seperti RBF, pemakaian metode pengklasifikasi lainnya, atau pun penggunaan filter yang mampu menghilangkan fitur yang dianggap sebagai noise. 70 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

29 6. REFERENSI [1] I. A. Tarigan, Pengguna Twitter Indonesia Teraktif Ketiga di Dunia. CHIP.co.id, [2] M. Ghiassi, J. Skinner, and D. Zimbra, Twitter brand sentiment analysisμ A hybrid system using n-gram analysis and dynamic artificial neural network, Expert Syst. Appl., vol. 40, no. 16, pp , [3] M. D. Sotiriadis and C. van Zyl, Electronic word-of-mouth and online reviews in tourism services: the use of twitter by tourists, Electron. Commer. Res., vol. 13, no. 1, pp , interpretation of diagnostic test properties: Clinical example of Sepsis, Intensive Care Med., vol. 29, no. 7, pp , May [11] I. H. Witten, E. Frank, and M. A. Hall, Chapter 11 - The Explorer, in Data Mining: Practical Machine Learning Tools and Techniques (Third Edition), Third Edition., I. H. Witten, E. Frank, and M. A. Hall, Eds. Boston: Morgan Kaufmann, 2011, pp [4] N. F. F. da Silva, E. R. Hruschka, and E. R. H. Jr, Tweet sentiment analysis with classifier ensembles, Decis. Support Syst., vol. 66, pp , [5] B. Baharudin, L. H. Lee, and K. Khan, A Review of Machine Learning Algorithms for Text-Documents Classification, J. Adv. Inf. Technol., vol. 1, no. 1, [6] C. Hsu, C. Chang, and C. Lin, A practical guide to support vector classification [7] L. Jiang, C. Li, S. Wang, and L. Zhang, Deep feature weighting for naive Bayes and its application to text classification, Eng. Appl. Artif. Intell., vol. 52, pp , [8] C. J. V. Rijsbergen, Information Retrieval, 2nd edition. London ; Bostonμ Butterworth-Heinemann, [9] T. Fawcett, An Introduction to ROC Analysis, Pattern Recogn Lett, vol. 27, no. 8, pp , Jun [10] J. E. Fischer, L. M. Bachmann, and R. Jaeschke, A readers guide to the Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

30 PERBANDINGAN METODE ALOKASI MODAL DENGAN MENGGUNAKAN ACTIVITY BASED METHOD DAN BETA METHOD Sukono 1), Agus Supriatna 2), Sudradjat Supian 3), Dwi Susanti 4), Harry Adi Pratama 5) 1,2,3,4,5) Departemen Matematika, FMIPA, Universitas Padjadjaran 1) 2) penulis 3) 4) penulis 5) Abstrak Dalam pengelolaan aset dan investasi, perusahaan asuransi perlu mempertimbangkan aspek risiko dalam melakukan alokasi modal. Dalam paper ini dibahas permasalahan tentang perbandingan metode alokasi modal berdasarkan Activity Based Method dan Beta Method. Diasumsikan bahwa return yang diperoleh dari alokasi modal dalam berinvestasi adalah berdistribusi normal. Uji asumsi normalitas data return tersebut dilakukan dengan menggunakan metode Kolmogorov- Smirnov. Selanjutnya, data return digunakan untuk perhitungan Solvensi Capital Requirement (SCR) dengan pendekatan Value-at-Risk (VaR). Besarnya nilai VaR ini digunakan dalam analisis alokasi modal investasi yang dilakukan, yakni menggunakan Activity Based Method dan Beta Method. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada Activity Based Method, semua alokasi modal hampir sama, yang artinya pembagian merata terhadap setiap portofolio investasi. Sedangkan pada Beta Method, terdapat kesenjangan antara alokasi modal yang satu dan lainnya. Berdasarkan perbandingan tersebut perusahaan asuransi dapat memilih metode alokasi modal yang sesuai guna pengambilan keputusan berinvestasi. Kata Kunci: Aset investasi, SCR, VaR, Activity Based Method, Beta Method 1. PENDAHULUAN Portofolio adalah sekumpulan yang dimiliki pemodal perorangan atau lembaga. Hakekat dari pembentukan portofolio adalah untuk mengurangi risiko dengan penganekaragaman aset investasi (Panjer et al., 1998). Portofolio dapat diartikan sebagai melakukan investasi pada berbagai instrumen investasi, bisa sejenis dan bisa juga tidak sejenis, yang tujuannya adalah menurunkan risiko dan menghasilkan pendapatan sesuai dengan tujuan berinvestasi (Coppola & D Amato, 2014). Menurut Ioana et al. (2013) portofolio dimaksudkan sebagai strategi memaksimalkan tingkat keuntungan yang diharapkan dan meminimalisir risiko yang dihadapi. Untuk mendapatkan konstruksi portofolio yang baik, tentunya harus melalui berbagai perbandingan, misalnya dengan memberikan pembobotan yang berbeda pada alokasi modal pada masing-masin aset investasi, untuk melihat hasilnya optimum atau tidak. Portofolio yang memberikan return rata-rata tertinggi dan risiko terendah (mengandung risiko yang lebih rendah) adalah menjadi pilihan. Kelangsungan sebuah perusahaan asuransi didasarkan pada selisih antara penerimaan premi yang ditambah modal dengan pembayaran jumlah klaim semua portofolio secara bersamaan (Dhaene et al., 2004). Jika nantinya selisih ini tidak bernilai positif untuk perusahaan asuransi, maka kelangsungan perusahaan tersebut tidak dapat dijamin. Harapan keuntungan di masa datang merupakan kompensasi atas waktu dan risiko yang terkait dengan investasi yang dilakukan. Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya (Dragos, 2013). Jika dimisalkan bahwa adalah sekumpulan nilai premi dan dinotasikan sebagai sekumpulan jumlah klaim, sementara adalah modal (termasuk 72 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

31 alokasi modal yang diinvestasikan), maka untuk mencari return adalah. Alokasi modal investasi ini merupakan salah satu aktivitas yang memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup perusahaan asuransi. Oleh karena itu, perusahaan asuransi harus dapat memilih metode alokasi modal yang sesuai dengan kondisinya. Menurut Angelis & Granito (2015), Schlicher (2013), dan Overback (2004), terdapat banyak metode alokasi modal yang dapat digunakan oleh perusahaan asuransi, diantaranya menggunakan Activity Base Method dan Beta Method. Berdasarkan Angelis & Granito, Schlicher, dan Overback, tersebut, paper ini membahas perbandingan metode alokasi modal antara Activity based Method dengan Beta Method. Tujuannya adalah untuk mempelajari perbedaan teknik alokasi modal dari dua metode tersebut. (Shahara et al., 2010). Tingkat risiko j didefinisikan sebagai: SCR j SCR j dari X ). (1) ( j Pandang bahwa jumlah semua risiko terseebut sebagai kumpulan dari seluruh jumlah klaim pada portofolio. Ambil suatu risiko ( n j 1 X j ), sedemikian hingga jumlah semua portofolio dapat dikatakan solvent. Oleh karena itu, SCR N untuk semua n risiko didefinisikan sebagai: n SCR N X j ; N { 1,2,..., n}. (2) j1 Secara umum, definisi formal dari pada risiko j, adalah sebagai berikut. SCR j 2. METODE PENELITIAN Dalam metode penelitian dibahas beberapa metode perhitungan, yang digunakan dalam perbandingan metode alokasi modal. Dimulai dengan pembahasan tentang solvensi II dan Value-at-Risk. Definisi SCR j (Pasca, 2015): The Solvency Capital Requirement is defined as the level of capital that should be held at least such that they have sufficient resources to mee the commitments on a time horizon of 12 monts with a probability of at least 99.5%. Sovensi II dan Value-at-Risk Solvensi II adalah didefinisikan sebagai sumber finansal yang harus dimiliki oleh perusahaan asuransi agar dianggap solvent, yaitu mampu memenuhi kewajiban aktuaria. Solvensi II selanjtnya disebut Solvency Capital Requirement (SCR). Kalau diperhatikan, pengertian tentang SCR j ini sangat dekat hubungannya dengan pengertian Value-at-Risk (VaR). Oleh karena itu, jika ukuran risiko ( X j ) dan ( n j 1 X j ) disubstitusikan ke dalam persamaan (1) dan (2), maka diperoleh: Diasumsikan bahwa untuk setiap j risiko yang terdapat pada sebuah portofolio dengan jumlah klaim X j. Kemudian, ambil sebuah ukuran risiko X ), sedemikan ( j hingga portofolio j dapat dianggap solvent SCR j VaR ( X j ) ; j N, dan (3) n VaR. (4) j1 SCRN X j Sehingga solvensi II disebut juga sebagai qualitative requirements (Siegel, 2012). Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

32 Alokasi Modal Perusahaan asuransi harus mempelajari masalah alokasi modal antara portofolio yang berbeda, ketika memutuskan untuk menyatukan risiko yang ditanggung. Ini berarti bahwa keuntungan (return) akan diperoleh dengan menggabungkan risiko yang perlu dialokasikan kembali ke portofolio masing-masing. Capital Allocation Methods akan digunakan untuk mengalokasikan keuntungan kembali ke portofolio (Angelis & Granito, 2015; Schlicher, 2004). ( ) Perhatikan bahwa jika persamaan (6) disubstitusikan ke persamaan (7), akan diperoleh: yang berarti bahwa penggabungan Value-at- Risk (VaR) merupakan penjumlahan dari Value-at-Risk (VaR) masing-masing aset (Duffie & Pan, 1997). Diversifikasi Misalkan sekumpulan portofolio, masing masing dengan jumlah klaim. Selanjutnya, ditetapkan sebagai ukuran risiko dari portofolio (Duffie & Pan (1997). Kemudian diversifikasi aset menyatakan bahwa setidaknya jumlah risiko besarnya sama dengan risiko dari semua unit aset, jadi: Metode Alokasi Modal Definisi umum untuk metode alokasi modal, diasumsikan bahwa jumlah klaim pada portofolio adalah dari sekumpulan variabel acak bernilai riil pada ruang peluang. Oleh karena itu akan diperkenalkan konsep baru disebut situation (Angelis & Granito, 2015; Schlicher, 2013). ( ) Misalkan untuk sebuah portofolio pada perusahaan asuransi yang sama. Portofolio ini berdistribusi eksponensial dengan. Selanjutnya, gunakan Value-at-Risk (VaR) sebagai ukuran risiko. Kemudian, untuk setiap, Value-at-Risk (VaR) menjadi : Definisi Situation (Angelis & Granito, 2015; Schlicher, 2013): A situation is a tuple consisting of (1) a set of participatory portofolios, (2) a vector of possible claim amounts of the portofolios and (3) a risk measure. Oleh karena itu, diperoleh: Jika portofolio digabungkan, maka diperoleh nilai yang baru yaitu (Danielsson & Vries, 2000). Oleh karena itu Value-at-Risk (VaR) untuk portofolio yang digabungkan adalah : Selain itu, definisikan sebagai kumpulan dari semua keadaan, dengan. Maka definisi metode alokasi modal adalah: 74 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

33 Definisi Capital Allocation Method (Angelis & Granito, 2015; Schlicher, 2013): A capital allocation method is defined as a function that determines the capital for every portofolio in a specific situation : 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bagian hasil dan pembahasan, dilakukan pembahasan ilustrasi dari tiga buah portofolio, di mana obyek dalam ilustrasi digunakan data simulasi. Oleh karena itu, pembahasan dimulai dengan masalah data simulasi Activity Based Method Menurut Angelis & Granito (2015) dan Schlicher (2013) Metode alokasi modal pertama kali diperkenalkan oleh Hamlen pada tahun Activity Based Method mengalokasikan risiko bersama ke portofolio berbanding dengan risiko masing-masing aset. Untuk situasi alokasi modal, risiko yang berubah-ubah Activity Based Method mengalokasikannya ke portofolio: Beta Method ( ) Menurut Angelis & Granito (2015) dan Schlicher,(2013) metode alokasi modal pada aset berisiko yang kedua didasarkan pada kovarians antara variabel acak yang menggambarkan jumlah klaim dari portofolio, dan penggabungan semua portofolio secara bersamaan. Beta untuk portofolio didefinisikan sebagai. Untuk situasi alokasi modal pada aset berisiko yang berubah-ubah Beta Method mengalokasikannya ke portofolio: Data Obyek Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data simulasi bilangan random yang diperoleh dari program perhitungan premi dan klaim (Bagja, 2015). Dimana proses mendapat data adalah sebagai berikut: Pada kolom banyak data, diisi dengan jumlah data yang akan digunakan untuk penelitian yang merepresentasikan jumlah bulan yaitu sebanyak 100. Pada kolom premi diisi dengan berapa premi yang harus dibayarkan tertanggung kepada perusahaan asuransi untuk menanggung risikonya sebanyak Perlu dicatat bahwa data premi, klaim dan return berada dalam skala ribuan dan dalam Rupiah. Jika setelah ada penambahan modal dengan asumsi nilai modal adalah 1000, maka diperoleh data return seperti tampak diberikan dalam Tabel 1. Dalam Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada masing-masing portofolio memiliki nilai return yang berbeda-beda. Di mana untuk nilai positif menggambarkan return berupa keuntungan (profit), dan nilai minus menggambarkan return berupa kerugian (loss). Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

34 Tabel 1. Data Simulasi Return Artinya nilai alokasi modal untuk portofolio 1 dengan perhitungan Activity Based Method adalah sebesar. Untuk nilai ribuan dan dalam rupiah, nilainya adalah Perhitungan Alokasi Modal Selanjutnya karena merata-ratakan risiko portofolio akan mendatangkan keuntungan, belum diketahui alokasi nilai diversifikasi terhadap masing-masing portofolio, untuk itu akan dihitung alokasi untuk masing-masing portofolio menggunakan 2 metode, yaitu dengan Activity Based Method dan Beta Method. Untuk portofolio 2 Perhitungan dengan Activity Based Method Akan dicari nilai alokasi modal untuk setiap portofolio menggunakan persamaan activity based method (11). Di mana diketahui nilainilai risiko yang sebelumnya adalah sebagai berikut : Artinya nilai alokasi modal untuk portofolio 2 dengan perhitungan Activity Based Method adalah sebesar. Untuk nilai ribuan dan dalam rupiah, nilainya adalah Untuk portofolio 3 ( ) Untuk portofolio 1 76 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

35 Artinya nilai alokasi modal untuk portofolio 3 dengan perhitungan Activity Based Method adalah sebesar. Untuk nilai ribuan dan dalam rupiah, nilainya adalah Artinya nilai alokasi modal untuk portofolio 1 dengan perhitungan Beta Method adalah sebesar. Untuk nilai ribuan dan dalam rupiah, nilainya adalah Maka didapat: Untuk portofolio 2 Untuk menghitung digunakan rumus ( ). Lalu untuk digunakan rumus ( ). Perhitungan dengan Beta Method Akan dicari nilai alokasi modal untuk setiap portofolio menggunakan persamaanbeta method (2.19). Dan untuk mencari nilai digunakan rumus perhitungan. Pada kasus ini, berarti Untuk portofolio 1 Untuk menghitung digunakan rumus ( ). Lalu untuk digunakan rumus ( ). ( ) Artinya nilai alokasi modal untuk portofolio 2 dengan perhitungan Beta Method adalah sebesar. Untuk nilai ribuan dan dalam rupiah, nilainya adalah Untuk portofolio 3 Untuk menghitung digunakan rumus ( ). Lalu untuk digunakan rumus ( ). Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

36 Dapat dilihat pada Tabel 2, tampak bahwa untuk Activity Based Method semua alokasi hampir sama, yang artinya pembagian merata pada ketiga portofolio. Sedangkan untuk Beta Method, terdapat kesenjangan antara alokasi yang satu dan yang lainnya. Sepertinya, dampak kovariansi pada Beta Method mempunyai pengaruh yang signifikan pada alokasi modal tiap portofolio. Artinya nilai alokasi modal untuk portofolio 3 dengan perhitungan Beta Method adalah sebesar. Untuk nilai ribuan dan dalam rupiah, nilainya adalah Maka didapat : Perbandingan Metode Alokasi Modal Dalam bagian ini ditunjukan table rangkuman metode alokasi modal untuk ketiga portofolio, dan kemudian dibandingkan satu sama lain. Tujuannya untuk mengetahui perbedaan antara metode satu dengan yang lainnya, yaitu untuk Activity Based Method dan Beta Method, seperti tampak dalam Tabel 2. Metode Activity based method Beta method Tabel 2. Nilai Alokasi Modal 4. KESIMPULAN Dalam paper ini telah dibahas tentang permasalah perbandingan metode alokasi modal dengan Activity Based Method dan Beta Method. Berdasarkan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. Solvensi adalah ukuran kecukupan (solvent) modal suatu perusahaan asuransi untuk memenuhi kewajiban aktuaria. Solvensi II disebut juga sebagai Solvency Capital Requirement (SCR), yang juga identik dengan Value-at-Risk (VaR). SCR atau VaR digunakan untuk perhitungan metode alokasi modal. Dalam paper ini telah disbanding perbedaan dua metode alokasi modal dengan Activity Based Method dan Beta Method. Pada Activity Based Method semua alokasi hampir sama merata pada ketiga portofolio. Sedangkan untuk Beta Method, tidak sama merata antara alokasi yang satu dan yang lainnya. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada program academic leadership grant (ALG), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjran, yang telah memberikan fasilitas untuk melakukan penelitian dan publikasi ini. 5. REFERENSI Angelis, P.D. & Granito, I. (2015). Capital Allocation and Risk Appetite under Solvency II Framework. Working Paper. 78 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

37 Via Del Castro Laurenziano 9 Rome Italy. Coppola, M. & D Amato, V. (2014). Basis risk in Solvency Capital Requirements for Longevity Risk. Investment Management and Financial Innovations, Volume 11, Issue 3, Dragos, S.L. (2013). Regulatory Framework in the Insurance Industry The Solvency II Project. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences. May 2013, Vol. 3, No. 5. ISSN: Danielsson, J., Vries, G., (2000), Value-at-Risk and Extreme Returns, Annalesdeconomieet de statistique, No. 60. Schlicher, L., (2013).,Literature Study, Eindhoven University of Technology, Eindhoven. Sharara, I., Hardy, M. & Saunders, D. (2010). A Comparative Analysis of U.S., Canadian and Solvency II Capital Adequacy Requirements in Life Insurance. Working Paper. University of Waterloo. Siegel, C. (2012). Solvency Assessment for Insurance Groups in the United States and Europe a Comparison of Regulatory Frameworks. Working Paper. Institute of Insurance Economics, University of St. Gallen, Tannenstrasse 19, CH-9000 St. Dhaene, J., Vanduffel, S., Tang, Q., Goovaerts, M., Kaas, R., and Vyncke, D., (2004), Capital Requirements, risk measures and comonotonicity, Report of the IAAs Working Party on Solvency, available at under IAA Documents, Papers. Duffie, D., Pan, J., (1997), An overview of value at risk, Journal of Derivatives, Vol. 4, Hipertensi Grade II pada Masyarakat, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang. Ioana VLAD, C., Maria RADA, A. & Florentina RADA, A. (2013). Capital Adequacy in the Context of Markets Turmoil. Romanian Journal of Fiscal Policy. Volume 4, Issue 2(7), July- December 2013, Pages Overbeck, L., (2004), Capital Allocation, RISK-Books, Londen. Panjer, H.H. Ed., et al. (1998). Financial Economics: With Applicationsto Investments, Insurance, and Pensions. Schaumburg, Ill.: The Actuarial Foundation. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

38 PERBANDINGAN PERHITUNGAN DANA PENSIUN MENGGUNAKAN METODE AKTUARIA PROJECTED UNIT CREDIT DAN PAY-AS-YOU-GO Sukono 1), Mochamad Suyudi 2), Sudradjat Supian 3), Dwi Susanti 4), Widya Novita Sari 5) 1,2,3,4,5) Departemen Matematika, FMIPA, Universitas Padjadjaran 1) 2) 3) 4) 5) Abstrak Dana pensiun merupakan suatu alternatif pilihan dalam memberikan jaminan hari tua untuk karyawan yang tidak bekerja lagi dikarenakan batas usia kerja yang sudah habis, dengan cara merencanakan pembayaran berkala yang disebut manfaat pensiun. Salah satu faktor yang mempengaruhi dana pensiun adalah besarnya gaji pokok bulan terakhir dan masa kerja. Penelitian ini membahas perbandingan perhitungan dana pensiun menggunakan metode projected unit credit dan pay-as-you-go pada data Perusahaan Asuransi ABC. Metode yang digunakan disini adalah untuk melakukan perhitungan manfaat pensiun yang diperoleh peserta setelah memasuki usia pension, dan besarnya iuran normal yang harus dibayar peserta program dana pensiun beserta kewajiban aktuaria yang harus dibayar oleh perusahaan. Hasilnya menunjukan bahwa perhitungan manfaat pensiun dan iuran normal dengan menggunakan metode projected unit credit lebih menguntungkan untuk karyawan karena dengan besar iuran yang sama dengan metode pay-as-yougo, tetapi manfaat pensiun yang diterima oleh peserta pensiun lebih besar. Kata Kunci: Dana pensiun, manfaat pensiun, iuran normal, kewajiban aktuaria, projected unit credit, pay-as-you-go. 1. PENDAHULUAN Ketidakpastian kehidupan manusia tidak ada seorangpun yang dapat meramalkannya. Misalnya, ketidakpastian yang akan terjadi di masa akan datang. Bagi seorang pegawai negeri sipil, usia produktif akan mendukung adanya kesejahteraan dalam hidupnya, diantaranya rumah, mobil, kesehatan, dan segala kebutuhan dengan gaji yang diperolehnya. Namun kesejahteraan itu bisa saja terganggu apabila pegawai tersebut mengalami sakit, kecelakaan yang menyebabkan cacat sampai kemungkinan meninggal, atau tidak produktif lagi dikarenakan usia. Karena adanya risikorisiko tersebut, maka diperlukannya jaminan kesejahteraan untuk mengurangi risiko yang akan terjadi, salah satunya adalah jaminan untuk hari tua. Program jaminan hari tua diikuti bertujuan menjamin dan memberikan perlindungan bagi karyawan yang akan pensiun dimasa tuanya (Marbun, 2013). Risiko hari tua menyebabkan kekurangmampuan untuk memperoleh penghasilan dan mengakibatkan kesulitan ekonomi bagi diri sendiri maupun keluarga/tanggungan. Tetapi risiko ini bisa dihindari atau dikurangi dengan cara ikutserta dalam program pensiun. Program pensiun adalah program balas jasa yang diberikan oleh perusahaan/pemberi kerja untuk meningkatkan kesejahteraan karyawannya di hari tua (Hapsari, dkk, 2012). Dalam paper ini jenis program pensiun yang dibahas, adalah program pensiun manfaat pasti dengan metode aktuaria projected unit kredit dan pay-as-you-go. 80 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

39 Tujuannya untuk menghitung iuran normal dan manfaat pensiun yang diperoleh perserta pensiun, serta melakukan perbandingan antara kedua metode yang digunakan. 2. METODE PENELITIAN Dalam metode penelitian dibahas beberapa metode perhitungan, yang digunakan dalam perbandingan metode perhitungan dana pensiun. Dimulai dengan pembahasan tentang perhitungan untuk pension normal. Perhitungan Pensiun Normal dengan Metode Projected Unit Credit Metode projected unit credit (PUC) adalah membagi total manfaat pensiun pada usia pensiun normal dengan total masa kerja menjadi satuan unit manfaat pensiun yang kemudian dialokasikan ke setiap tahun selama masa kerja (Bowers, dkk,1997). Menurut Aitken (1994), manfaat pensiun peserta pada usia berdasarkan metode PUC dirumuskan dengan persamaan Berdasarkan asumsi gaji terakhir sehingga: Sedangkan manfaat pensiun peserta pada usia berdasarkan metode PUC dirumuskan dengan persamaan: Menggunakan metode projected unit credit, iuran normaldirumuskan dengan persamaan: Dimana: : usia pensiun normal : usia saat valuasi : usia saat masuk peserta : persentase manfaat pensiun normal : proporsi tingkat kenaikan gaji Perhitungan Pensiun Normal dengan Metode Pay-As-You-Go Menurut Boado-Penast (2010) keseimbangan aktuaria (actuarial balance) pada sistem pay-as-you-go bertujuan untuk transparansi dalam pengelolaan keuangan public, dan keinginan untuk memberikan sistem kredibilitas yang lebih di mata kontributor dan pensiunan. Keseimbangan aktuaria juga bertujuan untuk mengukur keberlanjutan keuangan sistem dengan horizon waktu tahun (75 tahun di Amerika Serikat dan Kanada). Dalam perhitungan actuarial balance (AB), mengukur perbedaan nilai sekarang (present value) yang didiskontokan dengan hasil proyeksi pada aset dana perwalian (trust fund), yaitu antara pengeluaran pensiun dan pendapatan dari kontribusi, dinyatakan sebagai persentase nilai sekarang dari kontribusi berdasarkan periode waktu tertentu, dengan mempertimbangkan bahwa tingkat cadangan keuangan (trust fund) pada akhir periode mencapai besarnya pengeluaran satu tahun. Pendapatan dan pengeluaran didiskontokan menggunakan proyeksi laba atas aset keuangan dalam setiap periode, sehingga titik keseimbangan keuangan saat periode valuasi bernilai nol. Dalam bentuk yang disederhanakan, AB dapat dinyatakan sebagai: [ ] Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

40 [ ] Sedangkan manfaat pensiun peserta pada usia berdasarkan PAYG dirumuskan sebagai persamaan: atau dengan : : Trust Fund(dana perwalian), nilai aset pada awal periode valuasi : Tingkat pajak gaji saat tahun : Rata-rata konstribusi saat tahun 0 : Jumlah kontributor saat tahun : Tingkat pertumbuhan gaji tiap tahun : Hasil proyeksi asset dana perwalian (trust fund) : Rata-rata manfaat pensiun saat tahun 0 : Jumlah pensiun saat tahun : Tingkat pertumbuhan manfaat tiap tahun : Nilai aset pada akhir periode evaluasi Dari persamaan keseimbangan aktuaria (actuarial balance) diperoleh persamaan iuran normal berdasarkan metode PAYG sebagai berikut: Kewajiban Aktuaria untuk Pensiun Berdasarkan metode projected unit credit, perhitungan actuarial liability (AL) pensiun normal, dimana usia karyawan dan usia pada saat mulai bekerja adalah dapat dirumuskan sebagai berikut: sedangkan kewajiban aktuaria berdasarkan metode pay-as-you-go merupakan nilai sekarang dari manfaat (present value of benefits) dan nilai sekarang dana perwalian target pada periode (present value of end target trust fund) yang dirumuskan dengan persamaan berikut: 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bagian dibahas perhitungan manfaat pensiun dan iuran normal dengan menggunakan metode aktuaria projected unit credit dan pay-as-you-go. Data Obyek Data yang digunakan dalam perhitungan dana pension, adalah data sekunder dari sebuah perusahaan asuransi ABC yang menyelenggarakan program pensiun. Data yang digunakan meliputi umur peserta pensiun, jumlah peserta, rata-rata masa kerja 82 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

41 dan rata-rata gaji bulan terakhir, seperti diberikan dalam Tabel 1. Tabel 1 menunjukan keseluruhan data yang digunakan dalam menghitung manfaat pensiun. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat jumlah peserta sebanyak 177 orang dan rata-rata masa kerja ditentukan berdasarkan lamanya bekerja seorang karyawan yang berumur di PT. Asuransi ABC. Dari data tersebut dihitung manfaat pensiun yang diperoleh peserta setelah pensiun, besarnya iuran normal yang harus dibayar oleh peserta pension, serta kewajiban aktuaria yang dibayarkan oleh perusahaan , , , , , , , , Tabel 1.Data peserta program pensiun PT. Asuransi ABC Umur Jumlah Peserta Rata-Rata Masa Kerja (Tahun) Rata-Rata Gaji Bulan Terakhir (Rp) , , Perhitungan Projected Unit Credit Dalam bagian ini dilakukan perhitungan manfaat pensiun untuk seseorang yang berumur, dan tahun pada saat dilakukan evaluasi. Diasumsikan seseorang terhitung menjadi peserta pensiun pada umur tahun dan pensiun pada umur tahun, persentase kenaikan gaji dan persentase manfaat pensiun normal sebesar. Perhitungan untuk memperoleh manfaat pensiun bagi pensiun normal dengan menggunakan metode Projected Unit Credit dilakukan dengan menggunakan rumus (2), sebagai berikut: , , , Sehingga besarnya manfaat pensiun yang diperoleh seseorang yang berumur tahun sebesar Rp per tahun. Selanjutnya dihitung iuran normal dengan menggunakan rumus (4), sebagai berikut: , , Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

42 Sehingga manfaat pensiun yang diperoleh oleh seseorang berumur 35 tahun adalah sebesar Rp per tahun Selanjutnya dihitung iuran normal yang dibayar peserta pensiun dengan menggunakan persamaan (7) Sehingga besarnya iuran normal untuk peserta pensiun berusia 35 tahun adalah sebesar per tahun. Kemudian dihitung kewajiban aktuaria bagi perusahaan berdasarkan persamaan (9). Untuk nilai Dengan Sehingga nilai adalah : ( ) ( ) Sehingga kewajiban aktuaria yang dibayarkan oleh perusahaan sebesar Rp per tahun. Sehingga nilai adalah : Perhitungan Pay-As-You-Go Perhitungan untuk memperoleh manfaat pensiun dengan menggunakan metode Pay- As-You-Go untuk tahun berdasarkan persamaan (8) Sehingga iuran normal yang harus dibayar peserta adalah Rp per tahun. Kemudian dihitung kewajiban aktuaria yang dibayarkan perusahaan menggunakan persamaan (10), sebagai berikut: dengan nilai adalah : sehingga besarnya adalah : 84 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

43 Sehingga kewajiban aktuaria yang dibayarkan oleh perusahaan sebesar Rp per tahun. Hasil Analisis Data Dari pengolahan data yang dilakukan, hasil perhitungan dilakukan analisis sebagai berikut. Dengan menggunakan metode projected unit credit, manfaat pensiun pada umur 35, 40 dan 45 tahun berturut-turut adalah Rp, Rp dan Rp dan iuran normal yang harus dibayarkan oleh peserta pensiun sebesar Rp, Rp dan Rp, sehingga kewajiban aktuaria sebesar Rp, Rp dan Rp. Sedangkan, dengan menggunakan metode pay-as-you-go, manfaat pensiun pada umur 35, 40 dan 45 tahun adalah Rp Rp dan Rp. Iuran normal yang harus dibayarkan oleh peserta pensiun sebesar Rp, Rp dan Rp, sehingga kewajiban aktuaria sebesar Rp, Rp dan Rp. Tabel 2. Hasil perhitungan metode Projected Unit Credit dan Pay-As-You-Go Metode PUC Umur Manfaat Iuran Normal Kewajiban Aktuaria Berdasarkan program pensiun manfaat pasti, jumlah kewajiban aktuaria dari perhitungan kedua metode menyebabkan adanya pemupukan dana dari awal, yang bisa menjadi solusi apabila terjadi penyusutan dana pada suatu perusahaan. Sehingga peserta pensiun tidak perlu khawatir dengan manfaat yang akan diperoleh saat usia pensiun. Pada perhitungan kewajiban aktuaria. dari kedua metode terlihat bahwa kewajiban aktuaria yang dibayarkan oleh perusahaan dengan metode pay-as-you-go lebih konstan, dibandingkan dengan metode projected unit credit sehingga akan menguntungkan bagi peserta pensiun karena manfaat pensiun yang diperoleh lebih stabil. Untuk melihat perbandingan dari ketiga metode, maka manfaat pensiun, iuran normal dan kewajiban aktuaria dapat dilihat pada Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3, sebagai berikut: Grafik Manfaat Pensiun PUC PAYG PP Gambar 1. Grafik manfaat pensiun Metode PAYG Umur Manfaat Iuran Normal 35 Kewajiban Aktuaria Gambar 1 menjelaskan manfaat pensiun pada umur 31 tahun dengan metode projected unit credit lebih besar dibanding umur 32 tahun, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

44 dan seterusnya sehingga grafiknya menurun. Sedangkan manfaat pensiun yang diperoleh dengan metode pay-as-you-go lebih konstan pada setiap umur eveluasi. Selanjutnya berdasarkan peraturan pemerintah yang berlaku, grafik manfaat pensiun lebih cenderung naik karena adanya peningkatan pada manfaat pensiun pada setiap umur , ,00 Grafik Kewajiban Aktuaria PUC PAYG Grafik Iuran Normal PUC PAYG PP Gambar 2. Grafik iuran normal Gambar 2 menjelaskan iuran normal yang dibayarkan peserta pada metode projected unit credit cenderung menurun pada setiap umurnya, dan hampir sama dengan metode pay-as-you-go. Selanjutnya berdasarkan peraturan pemerintah yang berlaku iuran normal yang dibayar peserta jauh lebih besar dibandingkan dengan metode projected unit credit dan pay-as-you-go. Gambar 3. Grafik kewajiban aktuaria Gambar 3 menjelaskan kewajiban aktuaria yang dibayar perusahaan dengan menggunakan metode projected unit credit jauh lebih besar dibandingkan dengan metode pay-as-you-go. Pada saat umur evaluasi 31 tahun, kewajiban aktuaria pada metode projected unit credit mengalami peningkatan pada umur evaluasi selanjutnya. Sedangkan kewajiban aktuaria pada metode pay-as-yougo relatif lebih konstan pada setiap umurnya. 4. KESIMPULAN Dalam paper ini telah dibahas tentang perbandingan perhitungan dana pensiun menggunakan metode projected unit credit dan pay-as-you-go pada data Perusahaan Asuransi ABC. Berdasarkan hasil perhitungan dari data yang digunakan, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut. Perhitungan dana pensiun dalam penelitian ini menggunakan asumsi gaji terakhir dengan tingkat kenaikan gaji dan tingkat bunga. Selain itu, diasumsikan seseorang terhitung menjadi peserta pensiun pada umur tahun dan pensiun pada umur tahun. Berdasarkan grafik pada Gambar 1, jumlah manfaat pensiun yang diperoleh menggunakan metode projected unit credit lebih besar dibanding metode pay-as-you-go.berdasarkan grafik pada 86 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

45 Gambar 2, besarnya iuran normal yang harus dibayarkan oleh peserta menggunakan metode projected unit credit hampir sama dengan metode pay-as-you-go.berdasarkan grafik pada Gambar 3, besarnya kewajiban aktuaria yang harus dibayarkan oleh perusahaan menggunakan metode projected unit credit jauh lebih besar dibandingkan dengan metode pay-as-you-go. Metode projected unit credit lebih menguntungkan untuk karyawan daripada metode pay-as-you-go, karena manfaat pensiun yang diterima lebih besar, meskipun iuran normal yang dibayar oleh peserta pensiun hampir sama. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada program academic leadership grant (ALG), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjran, yang telah memberikan fasilitas untuk melakukan penelitian dan publikasi ini. 5. REFERENSI Aitken, W. H. (1994). A Problem-Solving Approach to Pension Funding and Valuation. edition. Winsted : Actex Publications Apsari, F.Y. (2012). Pengembangan Model Persiapan Pensiun bagi Karyawan Non- Kependidikan di Universitas X, Halaman 51. Bowers, Newton, dkk. (1997). Acturial Matehematics. edition. IPC Publishing Futami, T. (1993). Matematika Asuransi Jiwa Bagian I. Oriental Life Insurance Cultural Development Centre, Inc. Tokyo, Japan. Hapsari, A. (2012). Penggunaan Metode Projected Unit Credit dan Entry Age Normal dalam Pembiayaan Pensiun. Jurnal Gaussian, Volume 1, Nomor 1, Halaman Larson, R.E, E.A.Gaumnitz. (1962). Life Insurance Mathematics. New York: John Wiley and Sons Inc. Penast, B, dkk. (2010). Models of the Actuarial Balance of the Pay-As-You-Go Pension System. A Review and some Policy Recommendation. Santrock. (1995). Life Span Development : Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5, Jilid II. Jakarta : Erlangga Sembiring, R.K. (1986). Buku Materi Pokok Asuransi I. Jakarta:Karunika Sugihar, A. (2011). Perhitungan Premi Tahunan pada Asuransi Joint Life dan Penerapannya. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta Sukirno, S. (2004). Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Tabel mortalitas-cso-dan-komutasi. Diakses 22 Januari (2016). ( nndrecturr/tabel-mortalitascso dankomutasi) Tunggal, A.W. (1995). Akuntansi Untuk Koperasi, Cetakan Pertama. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Wardhani, G, dkk. (2014). Perhitungan Dana Pensiun dengan Metode Projected Unit Credit dan Individual Level Premium. E- Jurnal Matematika Vol. 3, No.2 Mei 2014, Winklevoss, H. E. (1993). Pension Mathematic with numerical illustrations Second Edition. Pensylvania : Pension Research Council of the Wharton School of the University Penssylvania Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

46 SOLUSI TRAVELLING SALESMAN PROBLEM MENGGUNAKAN METODE BRANCH AND BOUND Mochamad Suyudi 1), Sukono 2) 1,2) Departmen Matematika FMIPA Universitas Padjadjaran 1) 2) Abstrak Masalah Travelling salesman adalah masalah terkenal. Dalam masalah ini biaya tur minimal beberapa kota yang terhubung sangat diperlukan. Biaya path yang berbeda diberikan. Tur harus dimulai dari node yang diberikan dan setelah menyelesaikan tur travelling salesman harus kembali ke node awal. Metode yang digunakan sebelumnya adalah pemrograman Greedy. Dalam makalah ini akan digunakan Metode Branch and Bound untuk memecahkan masalah Travelling salesman. Kata Kunci: Travelling salesman, path, Branch and Bound. 1. PENDAHULUAN Jika terdapat himpunan dari tempat yang saling terhubung satu sama lain secara langsung atau tidak langsung. Lintasan yang menghubungkan mereka memiliki beberapa biaya dalam hal waktu atau uang. Seseorang penjualan berdiri pada setiap titik sumber. Dia perlu untuk mengunjungi semua kota dan kembali ke kota sumber. Lintasan minimum dapat ditemukan sehingga panjang dari tur lengkap minimum. Mungkin ada jalan yang berbeda untuk mengunjungi semua tempat. Jika tur diwakili pada kertas dalam bentuk graf berarah G, maka itu akan menjadi suatu himpunan node V (G) dan suatu himpunan edge E (G) yang menghubungkan mereka. Kita harus mencari jalan terpendek sehingga jarak akan minimum. Jika graf terdiri persis n node kemudian tur lintasan terpendek akan terdiri dari persis n edge. Lintasan terpendek dimulai dari vertex V1 dan setelah melintasi semua tempat atau node itu berakhir pada V1 itu sendiri. Biaya lintasan akan menjadi nilai minimum yang mungkin. Ini adalah paralel dengan masalah menemukan jalan terpendek antara dua perpotongan di peta jalan: node graf ini sesuai dengan perpotongan dan edgeedgeya bersesuaian dengan ruas jalan, masing-masing dibobot dengan panjang ruas jalan tersebut. Lintasan terpendek digunakan untuk mempersiapkan arah mengemudi, peta jalan, dan situs pemetaan web. Dalam jaringan komputer digunakan untuk mengirim data pada saluran komunikasi sehingga waktu transmisi minimum, berarti data perlu melakukan perjalanan jarak minimum yang mungkin. Seperti pada gambar di bawah diberikan graf tak berarah. Gambar 1. Sebuah graf Misalkan graf ini mempresentasikan dari peta kota yang berbeda. Edge adalah jalan yang menghubungkan mereka satu sama lain. Dan jarak di beberapa unit diberikan pada edge. Seseorang mulai berjalan dari tempat V1 dan ia harus melalui semua tempat berarti V2, V3, V4, V5, V6 dan setelah itu ia harus kembali ke node V1. Kondisi dengan peta ini 88 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

47 adalah bahwa lintasan yang mungkin dilalui oleh seseorang harus minimum. 2. SOLUSI YANG SUDAH ADA DENGAN METODE GREEDY Pemrograman dinamis dan Algoritma Greedy memberikan solusi untuk masalah yang ada. Khusus algoritma Greedy sangat efisien dalam memecahkan masalah ini. Algoritma Greedy memecahkan masalah dengan membuat pilihan-pilihan yang rasanya terbaik saat tertentu. Ada banyak masalah optimasi, yang dapat diselesaikan dengan menggunakan Metode Greedy yaitu.: Masalah seleksi aktivitas, Masalah Knapsack pecahan, Huffman Kode dll. Budaya kerja yang diikuti oleh algoritma ini adalah seperti kecenderungan umum manusia, yang keserakahan. Sebagai contoh misalkan manusia diberikan seikat mata uang apapun, yang terdiri dari denominasi yang berbeda. Jadi pertama ia menghitung denominasi terbesar, denominasi kemudian terbesar kedua dan seterusnya. Metode ini membutuhkan graf dalam bentuk matriks adjasensi dan setelah menerapkan algoritma memberikan hasil dalam bentuk yang sama. Mulai dari V1 dalam matriks itu memilih minimum tetapi nilai lebih besar dari nol dan kolom dari baris di V1. Kemudian kolom dengan nilai minimum dipilih sebagai baris berikutnya di mana kita memilih nilai minimum lagi lebih besar dari nol. Dalam gambar yang dipilih baris, nilai minimum di baris dan kolom yang dipilih yang sesuai adalah ditampilkan menggunakan huruf tebal. Awalnya matriks seperti berikut: Mulai dari V1 nilai minimum kecuali nol adalah 4. Dan bersesuaian kolom V6, yang dicetak tebal pada matriks. Jadi nilai berikutnya dipilih dari baris V6. Ini adalah 2 dan ditampilkan di matrtks berikutnya. Dan seterusnya. Sekarang nilai minimum berturut-turut V5 adalah 3. Jadi harus memilih V2 atau V6 sebagai node berikutnya. Di mana simpul V2 masih belum ditemukan. Jadi V2 adalah node berikutnya. Sekarang nilai minimum berturut-turut V2 adalah 2. Hal ini sesuai dengan kolom node V3 sehingga selanjutnya untuk menemukan V3 adalah. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

48 Sekarang nilai minimum berturut-turut V3 adalah 1. Ini sesuai dengan kolom node V4. sehingga selanjutnya untuk menemukan V4 adalah. Sekarang dapat dilihat bahwa semua node ditemukan. Jadi sekarang perlu kembali ke V1. Yang Memberikan biaya untuk mengunjungi ke 6 nodenya. Jadi lintasan dengan biaya minimum adalah: Jadi total biaya tur lengkap: = 19. Ini adalah biaya minimum yang didapat dari semua lintasan. dihasilkan, tetapi tidak dapat dikembangkan lebih lanjut. Konsep node mati memberikan melahirkan sebuah konsep baru yang dikenal sebagai backtracking. Yang mengatakan bahwa setelah node dilalui akan menjadi node mati dan masih belum dapat menemukan solusinya? Jadi harus kembali ke induknya dan melintasi nya (parent) anak-anak lain untuk solusi. Jika tidak memiliki anak lagi unexpended maka kita perlu untuk mencapai induknya (grand parent node mati) dan memperluas anak dan sebagainya. Dan melakukannya sampai mendapatkan solusi atau pohon lengkap dilalui. Dalam metode ini pada setiap node pohon perlu memperluas node, yang paling menjanjikan, berarti memilih node yang menjanjikan dan mengekspansinya adalah untuk mendapatkan solusi optimal. Jadi untuk mengekspansi harus dimulai dari akar pohon. 3.1 SOLUSI MENGGUNAKAN METODE BRANCH and BOUND Input untuk metode ini adalah matriks biaya, yang disusun sesuai dengan ketentuan: 3. PENDEKATAN MENGGUNAKAN BRANCH & BOUND Metode yang akan digunakan pada makalah ini untuk memecahkan masalah adalah Metode Branch and Bound. Istilah Branch and Bound mengacu pada semua metode pencarian ruang keadaan di mana semua anak-anak dari E-node yang dihasilkan sebelum node hidup lainnya dapat menjadi E- node. E-node adalah node, yang sedang dikeluarkan. Kondisi jarak pohon dapat diperluas dalam metode apapun yaitu BFS atau DFS. Keduanya dimulai dengan akar node dan menghasilkan node lain. Sebuah node yang telah dihasilkan dan semua yang anaknya belum diperluas disebut live-node. Sebuah node disebut node mati, yang telah 90 { Sementara memecahkan masalah, pertama kita mempersiapkan kondisi ruang pohon (State space tree), yang mewakili semua kemungkinan solusi. Dalam masalah ini V = 6. Yang merupakan jumlah total node pada graf atau kota-kota di peta. Input larik untuk metode ini diberikan oleh: Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

49 Langkah 2: Pilih akar node V1 sehingga node berikutnya akan diperluas setiap node dari V2, V3, V4, V5, V6. Jadi harus mengetahui memperluas biaya setiap node. Jadi mana yang akan menjadi minimum dan akan diperluas lebih jauh. Prosedur akan diulangi untuk setiap node untuk mencari ekspansi biaya pengeluaran. Rumus untuk mencari biaya adalah: Langkah 1: Mengurangi setiap baris dan kolom sedemikian rupa bahwa harus ada setidaknya satu nol di setiap baris dan kolom. Untuk melakukan hal ini, kita perlu mengurangi nilai minimum dari setiap elemen dalam setiap baris dan kolom. a) Setelah mengurangi baris: L(node)=L(parent node) + Parent(i, j) + total biaya pengurangan. a) Mendapatkan biaya dengan memperluas menggunakan matriks biaya untuk node 2 di pohon: i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-1dan kolom ke-2 dan M1(2,1) dengan. b) Setelah mengurangi kolom: Jadi total biaya yang diharapkan pada akar node adalah jumlah dari semua pengurangan. Total biaya yang diharapkan memperluas akar node L(1) = = 15. Karena harus merencanakan jalan mulai dari V1, untuk V1 akan menjadi akar pohon dan itu akan menjadi node yang pertama yang diperluas. ii) Mengurangi M2' dalam baris dan kolom. Karena setiap baris dan kolom sudah memiliki nol sehingga tidak dapat dikurangi lagi. Sehingga biaya pengurangan = 0. Jadi total biaya memperluas node 2 L(2) = L (1) + M1(1,2) + r = = 16. b) Mendapatkan biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 3 di pohon: i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-1 dan kolom ke-3 dan M1 (3,1) dengan. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

50 Jadi biaya total dari ekspansi node 4, L(4)= L(1) + M1(1,4) + r = =18. d) Mendapatkan biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 5 dalam pohon: i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-1 dan kolom ke-5 dan M1(5,1) dengan. ii) Mengurangi M3' dalam baris dan kolom. Jadi biaya total dari ekspansi node 3, L(3)=L(1)+M1(1,3)+r=15+ +4= c) Mendapatkan biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 4 dalam pohon: i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-1 dan kolom ke-4 dan M1(4,1) dengan. ii) Mengurangi M2' dalam baris dan kolom. Karena setiap baris dan kolom sudah memiliki nol sehingga tidak dapat dikurangi lagi. Sehingga biaya pengurangan = 0. Jadi biaya total dari ekspansi node 5, L(5)= L(1) + M1(1,5) + r = = 17. e) Mendapatka biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 6 dalam pohon: i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-1 dan kolom ke-6 dan M1(6,1) dengan. ii) Mengurangi M3 dalam baris dan kolom. 92 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

51 ii) Mengurangi M6 dalam baris dan kolom. Jadi biaya total dari ekspansi node 6, L(6) = L(1) + M1(1,6) + r = = 16. ii) Mengurangi M7 dalam baris dan kolom. Sekarang memiliki dua node V2 dan V6 yang dapat dipilih. Misalkan memilih V6 sebagai node berikutnya. Jadi akan memperluas pohon pada node 6, milik V6. Sampai sekarang dua node telah dilalui V1 dan V6. Jadi kita harus mencari tahu node berikutnya yang akan dilalui. Step3: Pilih V6 sebagai node berikutnya yang akan di perluas. Jadi M6 akan bekerja sebagai matriks masukan untuk langkah ini. Dan memiliki 4 node yang masih harus dilalui. Jadi dapat memperluas V2, V3, V4, dan V5 sebagai node berikutnya. Jadi dengan menggunakan metode yang sama akan menemukan biaya ekspansi masing-masing node tersebut. a) Mendapatkan biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 7 dalam pohon: i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-6 dan kolom ke-2 dan M6(2,6) dengan. Jadi biaya total dari ekspansi node 7, L(7 )= L(6) + M6(6,2) + 1 = =. b) Mendapatka biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 8 dalam pohon: i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-6 dan kolom ke-3 dan M6 (3,6) dengan. ii) Mengurangkan M8 dalam baris dan kolom. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

52 i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-6 dan kolom ke-5 dan M6 (5,6) dengan. Jadi biaya total dari ekspansi node 8, L(8) = L(6) + M6(6,3) + 1 = =. c) Mendapatka biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 9 dalam pohon: ii) Mengurangi M10' dalam baris dan kolom. M10' sudah dikurangi. Jadi tidak perlu mengurangi lagi. Jadi itu adalah akhir M10. Jadi biaya total dari ekspansi node 10, L(10) = L(6) + M6(6,5) + 0 = =16. i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-6 dan kolom ke-4 dan M6(4,6) dengan. ii) Mengurangi Mλ dalam baris dan kolom. Step3: Pada langkah node 10 1ni, V5 adalah a node yang paling memungkinkan dipilih, karena memberikan biaya perjalanan minimum. Jadi akan memperluas lebih jauh. Dan memiliki 3 node yang masih harus dilalui. Jadi dapat memperluas V2, V3, dan V4 sebagai node berikutnya. Jadi dengan menggunakan metode yang sama kita akan menemukan biaya ekspansi masingmasing node tersebut. a) Mendapatka biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 11 dalam pohon: Jadi biaya total dari ekspansi node 9, L(9) = L(6) + M6(6,4) + 1 = =. i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-5 dan kolom ke-2 dan M10 (2,5) dengan. d) Mendapatka biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 9 dalam pohon: 94 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

53 ii) Mengurangi M11 dalam baris dan kolom. Jadi biaya total dari ekspansi node 12, L(12) = L(10) + M10(5,3) + r = =. c) Mendapatka biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 13 dalam pohon: i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-5 dan kolom ke-4 dan M10 (4,5) dengan. Jadi biaya total dari ekspansi node 11, L (11) = L(10) + M10(5,2) + r =16+0+1=17. b) Mendapatka biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 12 dalam pohon: i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-5 dan kolom ke-3 dan M10 (3,5) dengan. ii) Mengurangi M13 dalam baris dan kolom. ii) Mengurangi M12 dalam baris dan kolom. Jadi biaya total dari ekspansi node 13, L(13) = L(10) + M10(5,4) + r = = 22. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

54 Langkah 4: Berikut V2 adalah node yang paling mungkin dipilih yang memberikan biaya minimum untuk memperluas pohon 17. Sekarang M11 menjadi matriks masukan untuk langkah ini. Sekarang dihadapkan dengan dua node V3, V4 yang belum dilalui. Jadi dengan menggunakan metode yang sama akan menemukan biaya ekspansi masingmasing node tersebut. a) Mendapatka biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 14 dalam pohon: Jadi biaya total dari ekspansi node 14, L(14) = L(11) + M11(2,3) + r = =19. b) Mendapatka biaya menggunakan ekspansi matriks biaya untuk node 15 dalam pohon: i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-2 dan kolom ke-4 dan M11 (4,2) dengan. i) Mengganti semua elemen dalam baris ke-2 dan kolom ke-3 dan M11 (3,2) dengan. ii) Mengurangi M15 dalam baris dan kolom. ii) Mengurangi M14 dalam baris dan kolom. Jadi biaya total dari ekspansi node 15, L(15) = L(11) + M11(2,4) + r = = Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

55 [4] Disc2 010/bbtsp.pdf [5] _F07/presentations/TSP_branchan dbound.pdf [6] ch11.pdf [7] tsp.ps [8] ws04/phylo/script/30_11.pdf [9] v6-113.pdf [10] v6/v6-113.pdf Langkah 5: Berikut V3 adalah node yang paling mungkin dipilih sehingga akan memperluas node ini lebih lanjut. Sekarang dihadapkan dengan hanya satu node yang belum dilalui adalah V4. Kemudian tour selesai sehingga akan kembali ke node V1. Jadi urutan traversal adalah: Jadi biaya total dari perjalanan pada graf adalah: = KESIMPULAN Metode yang diusulkan, yang menggunakan Branch & Bound, adalah lebih baik karena mempersiapkan matriks dalam langkah-langkah yang berbeda. Pada setiap langkah matriks biaya dihitung. Dari mulai titik awal untuk mengetahui bahwa apa yang dapat menjadi biaya minimum tur. Biaya pada tahap awal masih belum pasti tetapi memberikan beberapa gagasan karena biaya didekati. Pada setiap langkah diberikan alasan yang kuat bahwa node mana yang harus dilalui berikutnya dari node yang belum dilalui. Dalam hal ini untuk memberikan ekspansi biaya node tertentu. Sehingga memberikan biaya total dari perjalanan. 5. REFERENSI [1] teamdharmapresentation.pdf. [2] html [3] pdf Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

56 SUATU PENDEKATAN YANG EFISIEN UNTUK VERSI OPTIMASI MASALAH CLIQUE TERBOBOT MAKSIMUM Mochamad Suyudi 1), Asep K. Supriatna 2 1,2) Departmen Matematika FMIPA Universitas Padjadjaran 1) moch.suyudi@gmail.com 2) aksupriatna@gmail.com Abstrak Diberikan sebuah graf dan fungsi terbobot didefinisikan pada himpunan vertex dari graf, masalah clique terbobot maksimum (CTM) untuk menemukan jumlah vertex dengan bobot total maksimum dan juga dua vertex yang berpasangan saling adjasen. Dalam tulisan ini, algoritma pencarian lokal berbasis edge, disebut PLE, diusulkan untuk CTM, yang dikenal dengan masalah optimasi kombinatorial. PLE adalah dua tahap metode pencarian lokal yang efektif menemukan solusi optimal yang terdekat untuk CTM. Parameter 'support' dari vertex didefinisikan dalam PLE sangat mengurangi jumlah lebih banyak pilihan acak antara vertex dan juga jumlah iterasi dan berjalan berulang kali. Kata Kunci: Clique terbobot maksimum, pencarian lokal, heuristic. 1. PENDAHULUAN Untuk graf tak berarah G = (V, E), suatu simpul bagian V ' adalah sebuah clique jika ada dua simpul di V' yang berdekatan satu sama lain. Diberikan suatu graf tak berarah vertex-berbobot, masalah clique berbobot maksimum adalah untuk menemukan clique dari bobot maksimum. Beberapa algoritma yang tepat berdasarkan pada branch-andbound yang diusulkan untuk masalah clique berbobot maksimum [1] [4] [5] [7]. Dalam branch-and-bound, beberapa submasalah kecil yang secara rekursif terbuat dari grafik yang diberikan, dan submasalah diselesaikan satu per satu. Batas atas setiap subproblem dihitung, dan beberapa submasalah dipangkas jika mereka tidak perlu untuk dicari. Secara umum, ada pertukaran antara ketepatan dari batas atas dan batas waktu komputasinya. Dalam tulisan ini, kami mengusulkan strategi baru dari algoritma branch-and-bound untuk menemukan clique berbobot maksimum. Algoritma kami menghitung batas atas dari banyak submasalah yang lebih kecil dengan pemrograman dinamis dan menyimpan semua hasil dalam tabel perhitungan awal sebelum mengeksekusi branch-and-bound tersebut. Selama langkah branch-and-bound, algoritma kami menghitung batas atas dari subproblem dengan mengacu pada tabel perhitungan awal. Saat perhitungan batas atas lebih pendek dari kebanyakan algoritma lainnya. Organisasi dari sisa kertas ini adalah sebagai berikut. Beberapa notasi berada di bagian 2. Bagian 3 menjelaskan dua algoritma sebelumnya. Algoritma kami dijelaskan di bagian 4. Hasil eksperimen ditunjukkan pada bagian 5. Kesimpulannya adalah di bagian NOTASI-NOTASI Jika S 1, S 2,...,S k adalah partisi dari himpunan S, ditunjukkan oleh S = S 1 + S S k. Untuk graf tak berarah G = (V, E) dan subset S dari V, G (S) menunjukkan simpul disebabkan subgraph disebabkan oleh S. menunjukkan bobot dari v. W(V) =. (G) adalah bobot dari clique berbobot maksimum di G. N(V) adalah himpunan vertex-vertex ang beradjasen ke v. 98 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

57 3. ALGORITMA SEBELUMNYA Pada bagian ini, akan menjelaskan algoritma streg rd dan pewarnaan vertex. submasalah, tetapi perhitungan batas atas lebih cepat daripada kebanyakan dari algoritma lainnya. Algoritma streg rd ini sangat cepat untuk sparse graf. 3.1 Algoritma streg rd Diberikan graf tak berarah G = (V, E ), algoritma streg rd membentuk barisan vertex,, dimana Dan adalah { }. Untuk i = n, n-1,...,1, algoritma streg rd ini mencari clique berbobot maksimum G(V i ) dengan branchand-bound. Akhirnya clique berbobot maksimum G diperoleh karena V 1 = V. Untuk setiap i = 1, 2,...,, algoritma streg rd ini menyimpan (G(V i )) yang adalah clique berbobot maksimum bobot dari G(V i ) ke suatu larik. Dalam branch-andbound digunakan sebagai batas atas bobot dari clique berbobot maksimum. Karena untuk setiap, persamaan berikut ini berlaku. (G(S)) Selama algoritma, vertex-vertex disimpan dalam larik dalam urutan menaik indeks mereka, sehingga segera diperoleh hanya dengan melihat elemen pertama dari larik Dalam tulisan ini, cabang dan- terikat dengan batas atas dari c[.] disebut sebagai pencari backtrack. 3.2 Pewarnaan Vertex Pewarnaan vertex untuk graf G = (V, E), mewarnai singkatnya, adalah untuk menentukan warna untuk setiap vertex sehingga setiap pasangan vertex yang berdekatan diberi warna yang berbeda. Setiap vertex-bagian dari warna yang sama disebut kelas warna. Setiap kelas warna jelas himpunan bebas, oleh karena itu setara dengan partisi dari V ke himpunan bebas (set independen set). Partisi V = C 1 + C C k juga disebut pewarnaan. Jumlah kelas warna dari setiap pewarnaan vertex merupakan batas atas kardinalitas maksimum clique-clique di graf dan digunakan dalam beberapa algoritma, [3] sebagaicontoh. Perhitungan batas atas dengan pewarnaan vertex dapat diperluas untuk kasus berbobot, dan digunakan dalam algoritma Kumlander [1], algoritma kami sebelumnya [7] (kita sebut VCTable ini) dan sebagainya. Kami jelaskan secara singkat garis besar berikut ini. Karena paling banyak satu vertex dari masing-masing himpunan bebas dapat dimasukkan dalam sebuah klik, persamaan berikut berlaku. (G) { [ ] } Hal ini ditunjukkan dalam [5] bahwa kinerja pencarian backtrack sangat tergantung pada urutan dari barisan vertex. Algoritma streg rd ini menggunakan kedua batas atas dari pencarian backtrack dan jelaslah batas atas dihitung dengan jumlah bobot vertex di himpunan bagian tersebut. Algoritma streg rd ini membuat banyak Karena itu adalah NP-keras untuk menemukan pewarnaan dengan jumlah minimum kelas warna, heuristik sederhana seperti pewarnaan greedy digunakan untuk menghitung batas atas dalam masalah clique. Pewarnaan greedy mengurutkan simpul di Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

58 bagaimanapun dan memberikan warna (nomor) dalam urutan. Dalam proses ini, untuk membuat k kecil, vertex diberi nomor dari yang paling kecil sekecil mungkin. Untuk graf dengan n vertex, pewarnaan greedy dapat dilakukan dalam O(n 2 ). Contoh pewarnaan greedy untuk grafik pada Gambar 1 ditunjukkan pada Gambar 2. Simpul dengan nomor warna yang sama tidak berdekatan satu sama lain. Bobot clique berbobot maksimum dari graf yang ditunjukkan pada Gambar 1 adalah 19 dan batas atas dihitung dari Gambar 2 adalah 21. v 2 (1) v 3 (2) 4. ALGORITMA TABEL OPTIMAL Algoritma TOClique didasarkan pada berikut lemma. Lemma 1. Untuk suatu garaf tak berarah G = (V,E) dan sebuah partisi V = B 1 + B 2,memenuhi persamaan berikut. ( ) ( ) Bukti: Misalkan C adalah clique berbobot maksimum G. Karena C B 1 adalah sebuah clique dari G(B 1 ), persamaan berikut ini berlaku. v 1 (4) v 4 (8) W(C B 1 ) ( ) v 8 (7) v 5 (6) Dengan cara yang sama, untuk C B 2, persamaan ini berlaku. v 7 (5) v 6 (3) W(C B 2 ) ( ) Gambar 1: Sebuah Graf Tak Berarah (Bobot Vertex Ditulis Dalam Tanda Kurung) Maka persamaan berikut ini berlaku karena C = (C B 1 ) + (C B 2 ) (G) = W (C) v 4 v 8 v 5 v 7 v 1 v 6 v 3 v 2 Bobot vertex Nomor warna Gambar 2: Contoh Pewarnaan Greedy Dalam Bobot Urutan Menurun. = W(C B1) +W(C B2) (G(B 1 )) + (G(B 2 )) Dari lemma 1, kita bisa mendapatkan konsekuensi berikut dengan induksi. 100 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

59 Akibat 2 Untuk graf tak berarah G = (V, E) dan partisi V = B 1 + B B k, persamaan berikut berlaku. (G) (G(B i )) Sebelum branch-and-bound, algoritma TOC menghitung beberapa nilai yang diperlukan untuk menghitung batas atas. Dalam branchand-bound, algoritma TOC menghitung batas atas dengan cepat berdasarkan akibat Konstruksi Tabel Optimal Mengingat graf tak berarah G = (V, E), algoritma TOC membagi V menjadi B 1, B 2,..., B k (deskripsi akan ditampilkan dalam 4.3). Setiap B i disebut blok. Ukuran setiap blok tidak boleh lebih dari panjang CPU satu kata untuk menghindari loop yang tidak perlu. Kemudian, blok diimplementasikan dalam satu vektor kata bit. Dalam algoritma TOC, subset vertex diwakili oleh himpunan blok dan diimplementasikan dalam array bit vektor. Setelah membagi V dan membuat blok, pemetaan antara bit-bit dan vertex-vertex adalah tetap. Dan matriks adjacency dibangun sesuai dengan pemetaan. Baris sesuai dengan v i memiliki N(v i ) sebagai himpunan blok. Dengan rekonstruksi ini, operasi AND untuk menghitung S N(v)(S V) dapat segera dilakukan. Dalam branch-and-bound, operasi ini muncul dalam masing-masing cabang. Oleh karena itu rekonstruksi ini penting. Untuk semua i, algoritma TOC menghitung bobot solusi optimal dari semua graf bagian yang disebabkan oleh semua himpunan bagian dari B i dan menyimpannya pada tabel. Tabel ini disebut tabel optimal. Algoritma untuk membuat tabel optimal ditunjukkan pada Gambar 3. Vektor bit merupakan himpunan bagian dari blok dan juga mewakili indeks dari tabel optimal. Oleh karena itu batas atas subset dari setiap blok dapat diperoleh dalam O (1) kali. Di baris 10 dari Gambar 3, perpotongan dihitung (N(v) himpunan). Hal ini dapat dihitung dengan hanya satu operasi AND, dan hasilnya juga vektor bit satu kata. Setiap tabel Optimal membutuhkan memori O(2 l ) ukuran ketika ukuran blok adalah l. Oleh karena itu ukuran blok harus didefinisikan dengan tepat. Diberikan suatu himpunan bagian vertex S = B 1 + B 2 + B B k, suatu batas atas dari (G(S)) function make_ table(b 1 + B B k ) input: a partition V = B 1 + B B k output: the optimal table 1: for i from 1 to k do 2: table[i][0] 0 3: for j from 1 to do 4: b j 2 j-1 (a bit vector only j th bit is 1) 5: b j+1 2 j (a bit vector only (j +1) th bit is 1) 6: v j th vertex in B i 7: for set from b j to b j+1 do 8: unused table[i][set - b j ] 9: used table[i][n(v) set] + w[v] 10: if used > unused then 11: table[i][set] used 12: else 13: table[i][set] unused 14: end if 15: end for Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

60 16: end for 17: end for 18: return table 4.2 Contoh Kami menunjukkan contoh algoritma kami bekerja pada graf yang ditunjukkan pada Gambar 1. Contoh ini didasarkan pada V partisi berikut = B 1 + B 2. Gambar 3: Algoritma Untuk Mengkonstruksi Tabel Optimal dapat dihitung dengan akibat 2 sebagai berikut. batas atas = table[1][b 1 ] + table[2][b 2 ]+...+ table[k][b k ] = [ ] Dengan menerapkan V dalam array yang ukurannya 2 sebagai berikut. Bobot solusi optimal dari setiap blok dapat dihitung dalam O(1) dengan mengacu pada tabel optimal. Jadi batas atas ini dapat dihitung di O(k). Langkah-langkah dari algoritma TOC adalah sebagai berikut. 1. Membuat partisi V = B 1 + B B k. 2. Merekonstruksi matriks adjacency. 3.Membuat tabel optimal dengan pemrograman dinamis. V [1] = 1111 (2) = 15 (10) V [2] = 1111 (2) = 15 (10) Setiap bit dari V [1] adalah bersesuaian dengan v 1, v 3, v 5, v 7 dari kiri. Dan setiap bit dari V [2] adalah bersesuaian dengan v 2, v 4, v 6, v 8 dari kiri. Matriks adjacency direkonstruksi untuk bi vektor ini ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 5 dan Gambar 6 menunjukkan pelaksanaan oleh satu kata untuk setiap blok. Tabel optimal ditunjukkan pada Gambar Branch-and-bound. Algoritma TOC juga menggunakan pencarian backtrack. Algoritma membuat barisan vertex dengan menghubungkan semua blok dan menetapkan nomor vertex sebagai v 1, v 2,..., v n ke barisan. Maka dapat digunakan pencarian backtrack dengan tabel optimal. v 1 v 3 v 5 v 7 v 2 v 4 v 1 v 3 v 5 v 7 v 2 v 4 v 6 v Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

61 v v1 1 9 v v v5 4 6 Gambar 4: Rekonstruksi Matriks Adjacency v7 v B1 B2 v v v6 7 4 v v8 9 0 v v7 v2 v Gambar 6: Implementasi Dari Matriks Adjacency (Desimal) v6 v B1 B Gambar 5: Implementasi Matriks Adjacency (Biner) Implementasikan himpunan bagian vertex oleh sebuah array yang ukurannya 2 sebagai berikut. S[1] = 1001 (2) = 9 (10) S[2] = 1100 (2) = 12 (10) Dapat dapat dihitung S' = S N[v 1 ] = sebagai berikut B1 B Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

62 : for i from to stop do 5: expand(v i,0) 6: c[i] record 7: end for 8: expand(v, 0) Gambar 7: Tabel Optimal 9: return the maximum weight clique S [1] = 1001 (2) & 0001 (2) = 0001 (2) = 1 (10) S [2] = 1100 (2) & 1001 (2) = 1000 (2) = 8 (10) Batas atas S dapat dihitung dengan tabel optimal sebagai berikut. batas atas = table[1][9] + table[2][12] = = 18 Batas atas dari of S dapat dihitung sebagai berikut. batas atas = table[1][1] + table[2][8] = = 6 Algorithm Tabel Optimal Clique(TOC) function main input: a vertex-weighted undirected graph G = (V;E) output: the maximum weight clique 1: do vertex coloring and make a partition of V. 2: record 0 3: stop decide by edge density function expand (S;weight) input: a vertex subset S, the forming clique weight weight 1: if = 0 then 2: if weight > record then 3: record weight 4: end if 5: return 6: end if 7: while > 0 do 8: i min fk j vk 2 Sg 9: upper 0 10: for i from 1 to number of blocks in S do 11: upper upper + table[i][b i ] 12: end for 13: if weight + upper record then 14: return 15: end if 16: if weight + c[i] record then 17: return 104 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

63 18: end if 19: S S \ v i 20: expand(s N(vi);weight + w[v i ]) 21: end while 22: return Gambar 10: Algoritma (TOClique) 5. KESIMPULAN Penulis mengusulkan batas atas dari clique berbobot maksimum dihitung dengan tabel optimal dan algoritma berdasarkan branch-and-bound menggunakan batas atas. Untuk graf tak berarah G = (V, E), algoritma TOC membagi V ke beberapa subset dan membuat subgraf yang ditimbulkannya. Telah dibuktikan bahwa jumlah bobot clique berbobot maksimum dari subgraf merupakan batas atas dari clique berbobot maksimum dari G. Algoritma TOC menghitung beberapa nilai yang digunakan dalam menghitung batas atas dengan pemrograman dinamis dan menyimpan semua hasil. Dan batas atas dapat dihitung dengan cepat dalam branch-andbound tersebut. Dapat dikonfirmasikan bahwa algoritma TOC lebih cepat dan efisien dari algoritma lain dengan eksperimen komputer. References: [1] D. Kumlander, On importance of a special sorting in the maximum-weight clique algorithm based on colour classes, Proc. of the second international conference on Modelling, Computation and Optimization in Information Systems and Management Sciences Communications in Computer and Information Science, vol.14, 2008, pp [2] D. Kumlander, Network resources for the maximum clique finding problem [3] E. Tomita, Y. Sutani, T. Higashi, S. Takahashi, M. Wakatsuki, A simple and faster branchand-bound algorithm for finding a maximum clique, Proc. of the 4th InternationalWorkshop,WALCOM Algorithms and Computation, Lecture Notes in Computer Science, vol.5942,2010, pp [4] K. Yamaguchi, S. Masuda, A new exact algorithm for the maximum weight clique problem, Proc. of the 23rd International Technical Conference on Circuits/Systems, Computers and Communications, 2008, pp [5] P.R.J. O sterga rd, A new algorithm for the maximum-weight clique problem, Nordic Journal of Computing, vol.8, 2001, pp [6] P.R.J. streg rd, Cliquer homepage httpμ //users.tkk.fi/ pat/cliquer.html [7] S. Shimizu, K. Yamaguchi, T. Saitoh, S. Masuda, Some improvements on Kumlander s maximum weight clique extraction algorithm, Proc. of the International Conference on Electrical, Computer, Electronics and Communication Engineering 2012, World Academy of Science, Engineering and Technology, Issue 72, 2012, pp Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

64 ANALISIS PENERIMA RASKIN KOTA BANDUNG DENGAN BAYESIAN KLASIFIKASI Zulhanif Falultas MIPA Departemen Statistika, Universitas Padjadjaran Abstrak Metode Bayesian Klasifikasi merupakan metode pengklasifikasian probabilistik berdasarkan berdasarkan teorema Bayes. Metode ini mengasumsikan bahwa keberadaan (atau ketidaberadaan) dari atribut tertentu dari suatu kelas adalah tidak terkait dengan keberadaan (atau ketidaberadaan) dari setiap atribut lain baik pada kelas yang sama maupun yang berbeda. Klasifikasi Bayes menganggap semua atribut berkontribusi secara independent untuk mengklasisfikasikan suatu pengamatan kedalam suatu kelas tertentu. Pada penelitian akan diterapkan metode klasifikasi rumah tangga penerima Raskin pada rumah tangga miskin di Kota Bandung. Kata Kunci: Raskin,, Metode Bayes, Naïve Bayes 1. PENDAHULUAN Penyaluran beras miskin merupakan upaya dari pemerintah untuk dapat meningkatkan ketahan pangan dari suatu keluarga. Ketahanan pangan sendiri berdasarkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2012 mengenai pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. (Nurhemi, 2014). Peyaluran beras miskin sendiri khsusnya di Jawa Barat terdapat memiliki tingkat kesalahan peyaluran yang cukup tinggi yaitu sebesar 1,65 juta berdasarkan data hasil Survei Perlindungan Sosial (PPLS) 2011, hal ini berarti sebanyak 1,65 juta keluarga miskin tidak mendapatkan haknya untuk menerima program bantuan RASKIN tersebut dan sebagian besar terkonsentrasi di Kota Bandung, Berdasarkan latar belakang tersebut pada penelitian ini akan dikaji metoda klasifikasi Bayes dalam analisi data penerima raskin di Kota Bandung dengan tujuan untuk meminimalisir angka salah sasaran dalam penerimaan beras miskin (raskin) tersebut. 2. Bayesian Klasifikasi Bayesian Klasifikasi(Naive bayes classifier) mengestimasi peluang kelas bersyarat dengan mengasumsikan bahwa atribut adalah independen secara bersyarat yang diberikan dengan label kelas y. Asumsi independen bersyarat dapat dinyatakan dalam bentuk berikut : P d X Y y PXi Y y i1 (2.1) dengan tiap set atribut X X, X, 2, terdiri dari d atribut. 1 X d Independensi Bersyarat Sebelum menyelidiki lebih detail bagaimana naive bayes classifier bekerja, terlebih dahulu diuji notasi independensi bersyarat. Anggap X, Y, dan Z melambangkan tiga set variabel acak. Variabel di dalam X dikatakan independen secara bersyarat Y, yang diberikan Z, jika sesuai kondisi berikut. P X Y Z PX Z, (2.2) 106 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

65 Asumsi independen bersyarat, termasuk menghitung peluang bersyarat untuk setiap kombinasi X, hanya memerlukan mengestimasi peluang bersyarat untuk tiap X i yang diberikan Y. pendekatan selanjutnya lebih praktis karena tidak mensyaratkan training set sangat besar untuk memperoleh estimasi peluang yang baik. Untuk mengklasifikasi tes record, naive bayes classifier menghitung peluang posterior untuk tiap kelas Y : P Y X d Y PX Y P i i 1 (2.3) P X Untuk variabel yang kontinu peluang bersyarat P( Xi Y) mengikuti distribusi normal sbb: 1. Membagi data yang dipergunakan menjadi dua bagian yang terdiri atas data training dan data testing dengan perbandingan 80% dan 20% 2. Mengevaluasi besarnya kesalahan klasifikasi dari data training dan data testing 3. Membuat model prediksi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan tahapan analisis yang diuraikan pada bagian metode penelitian dengan bantuan software R didapat hasil bahawa model klasifikasi yang dibuat memiliki tingkat akurasi sebesar 90.7% pada data training dengan matrik klasifikasinya sbb: Tabel 4.1 Matriks Klasifikasi Data Training Menerima Tdk Menerima Menerima P 2 ( X i Y ) Y ( Xi Y) e (2.4) 2 2 Y 3. METODE PENELITIAN Pembentukan model klasifkasi pada penelitian ini menggunaan data penduduk miskin berdasatkan BPS Adapun variabel-variabel yang diteliti meliputi:status penerimaan raskin sebagai variabel respon (variabel terikat),bahan bakar memasak,jumlah individu, jumlah anggota keluarga,jenis atap rumah,jenis dinding rumah, jenis lantai rumah,kecamatan,status ktp,keadaan mandi cuci kakus,pendidikan kepala rumah tangga status kesejahteraan,status pekerjaan, keberadaan sanitasi, sumber air,sumber penerangan, status tempat tinggal, usia, jenis usaha kepala rumah tangga, adapun tahapan analisis dalam membuat model klasifikasinya adalah sbb Tdk Menerima Sedangkan untuk testing didapat tingkat akurasinya sebesar 90.5%, dengan matrik klasifikasinya adalah sbb: Tabel 4.1 Matriks Klasifikasi Data Training Menerima Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016 Tdk Menerima Menerima Tdk Menerima Penggambaran tingkat peluang penerimaan raskin untuk masing-masing kecamatan di kota Bandung dapat dilihat pada gambar 4.1 sbb: 107

66 Status Raskin 0.15 Peluang ANDIR ANTAPANI ARCAMANIK ASTANA ANYAR BABAKAN CIPARAY BANDUNG KIDUL BANDUNG KULON BANDUNG WETAN BATUNUNGGAL BOJONG LOA KALER BOJONG LOA KIDUL BUAH BATU CIBEUNYING KALER CIBEUNYING KIDUL CIBIRU CICENDO CIDADAP CINAMBO COBLONG GEDEBAGE KIARACONDONG LENGKONG MANDALAJATI PANYILEUKAN RANCASARI REGOL SUKAJADI SUKASARI SUMUR BANDUNG UJUNG BERUNG Gambar 4.1 Peluang Penerima Raskin Kec Status menerima tidakmene 6. REFERENSI Caruana, R. and Niculescu-Mizil,(2006) A.: An empirical comparison of supervised learning algorithms. Proceedings of the 23rd international conference on Machine learning. Peluang marginal untuk masing variabel prediktor yang memiliki peluang lebih dari 0.5 dapat dilihat pada gambar 4.2 sbb: Kategori miliksendiri kontrak_sewa listrikpln airterlindung tangki_spal lainnya diatas30%terendah sd sendiri bersama_umum Response menerima tidakmene George H. John and Pat Langley (1995). Estimating Continuous Distributions in Bayesian Classifiers. Proceedings of the Eleventh Conference on Uncertainty in Artificial Intelligence. pp Morgan Kaufmann, San Mateo ya bukantanah tembok genteng listrik_gas_elpiji Peluang Gambar 4.1 Peluang Marginal Penerima Raskin 5. KESIMPULAN Berdasakan anlisis yang telah dilakukann dapat disimpulkan hal-hal sbb: Harry Zhang "The Optimality of Naïve Bayes". (2004) FLAIRS2004 conference. Nurhemi, Shinta R.I. Soekro, Guruh Suryani R.( 2014). Pemetaan Ketahanan Pangan Di Indonesia:Pendekatan TFP Dan Indeks. Jakarta : Bank Indonesia Hasil analisis menunjukkan adanya kekurang akuratan hasil klasifikasi pada data tetsing dan training yang berpotensi meyebabkan over fiitng dari model klasifikasi yang dibentuk. Pemodelan klasifikasi dengan metode ini perlu diuji lagi berkenaan dengan asumsi independensi yang kuat diantara variabel prediktor untuk masing-masing klas yang terbentuk. Pereduksian jumlah varabel prediktor menjadi hal yang dapat dipertimbangkan untuk megurangi kesalahan dari model kalaifikasi yang dibuat. 108 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

67 PERBANDINGAN ALOKASI MODAL MENGGUNAKAN DISCRETE MARGINAL CONTRIBUTION DAN SHAPLEY METHOD BERDASARKAN VALUE AT RISK Betty Subartini 1), Riaman 2), Mohamad Reza Fahlevy 3) 1 FMIPA, Universitas Padjadjaran subartinibetty@gmail.com 2 FMIPA, Universitas Padjadjaran riaman_02@yahoo.co.id 3 FMIPA, Universitas Padjadjaran rezafahlevy@gmail.com Abstrak Risiko Dalam berasuransi dapat dianalisis dengan menggunakan Value at Risk (VaR), dimana VaR merupakan ukuran yang dapat digunakan untuk menilai kerugian terburuk bagi seorang investor. Untuk mengetahui apakah perusahaan asuransi mampu memenuhi kewajiban jangka panjang, maka digunakan metode Solvency Capital Requirements (SCR) yang perhitungannya setara dengan nilai VaR, Kemudian dicari nilai alokasi modal dengan Discrete Marginal Contribution(DMC) dan Shapley Method, setelah dibandingkan menghasilkan nilai risiko terkecil sehingga perusahaan asuransi mampu memenuhi kewajiban jangka panjang. Kata Kunci: Risiko, Value at Risk(VaR), Metode Solvency Requirements(SCR), Alokasi Modal 1. PENDAHULUAN Asuransi dan risiko mempunyai hubungan yang sangat erat dalam berinvestasi. Risiko dalam dunia asuransi dapat dianalisis dengan menggunakan Value at Risk (VaR). Value at Risk (VaR) merupakan ukuran yang dapat digunakan untuk menilai kerugian terburuk yang mungkin terjadi bagi seorang investor. Dalam pemahaman risiko dikenal istilah solvensi. Solvensi mengacu kepada kapasitas perusahaan untuk memenuhi komitmen keuangan jangka panjang. Dalam perjanjian Basel mulai dikenalkan peraturan baru dalam bisnis asuransi, yaitu solvensi II. Solvensi II sendiri terdapat 3 pilar, yaitu solvensi pilar I, pilar II, dan pilar III. Tujuan dari solvensi II pilar I adalah untuk membangun dunia perasuransian menjadi lebih baik. Pilar I merupakan usaha untuk memberikan nilai wajar kewajiban dari modal yang diperlukan untuk menghindari terjadinya insolvent. Pilar II membicarakan tentang qualitative requirements. Tujuan utama pilar II, yaitu untuk memastikan bahwa perusahaan asuransi berjalan dengan baik dan memenuhi syarat dan kelayakan standar manajemen risiko serta memastikan bahwa perusahaan asuransi mempunyai modal yang cukup. Pilar III terdiri dari tiga tujuan utama, yakni pengukuran kondisi finansial dan keberlangsungannya, pengukuran profil risiko dan data asuransi lainnya, serta suatu tindakan yang pasti termasuk keakuratan dan sensitifitas perhitungan volatilitas pasar. 2. KAJIAN LITERATUR 2.1 Asuransi Prof. Mehr dan Cammack mengungkapkan bahwa asuransi adalah alat sosial untuk mengurangi risiko, dengan menggabungkan sejumlah unit-unit memadai yang terkena risiko, sehingga kerugian-kerugian individual mereka secara kolektif dapat diramalkan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang tergabung. 2.2 Risiko (risk) Risiko dapat ditafsirkan sebagai bentuk keadaan ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya (future) dengan keputusan yang diambil berdasarkan berbagai pertimbangan pada saat ini (Fahmi, 2014). Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

68 2.3 Deskripsi Matematika Misalkan asuransi dan adalah modal sebuah perusahaan sebagai realisasi dari. Dalam sebuah model sederhana, asumsikan bahwa 2.4 Portfolio : Portfolio adalah sebuah bidang ilmu yang khusus mengkaji tentang bagaimana cara yang dilakukan oleh seorang investor untuk menurunkan risiko dalam berinvestasi secara minimal mungkin, termasuk salah satunya dengan menganekaragamkan risiko tersebut (Fahmi, 2014). 2.5 Return Jika dimisalkan bahwa adalah sekumpulan nilai premi dan dinotasikan sebagai sekumpulan jumlah klaim, sementara adalah modal maka untuk mencari return adalah. 2.6 Value at Risk (VaR) Definisi I (Value at Risk (VaR)) misalkan dan variabel acak, maka: Maka untuk semua risiko didefinisikan sebagai berikut : SCR didefinisikan sebagai tingkatan modal yang harus dipegang setidaknya perusahaan memiliki sumber daya yang cukup untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu 12 bulan dengan peluang setidaknya 99.5%. Amati bahwa pengertian ini sangat dekat hubungannya dengan pengertian Value at Risk (VaR). Oleh karena itu, substitusikan ukuran risiko dari dan kedalam : Pilar II dan III ( ) 110 { Ketika meninjau fungsi kepadatan peluang sebagai nilai, Value at Risk (VaR) dapat digambarkan dengan. 2.7 Solvensi II } yang berada dibawah fungsi setara Solvensi II adalah kerangka peraturan baru untuk industri asuransi Eropa yang mengadopsi pendekatan berbasis risiko lebih dinamis dan menerapkan rezim kegagalan non-zero, yaitu ada kemungkinan 0.5% dari suatu kegagalan Pilar I Tingkat dari risiko didefinisikan sebagai berikut : Tujuan utama pilar II, yaitu untuk memastikan bahwa perusahaan asuransi berjalan dengan baik dan memenuhi syarat dan kelayakan standar manajemen risiko serta memastikan bahwa perusahaan asuransi mempunyai modal yang cukup. Pilar III terdiri dari tiga tujuan utama, yakni pengukuran kondisi finansial dan keberlangsungannya, pengukuran profil risiko dan data asuransi lainnya, serta suatu tindakan yang pasti termasuk keakuratan dan sensitifitas perhitungan volatilitas pasar. 2.8 Alokasi Modal Alokasi modal akan membahas masalah ketika antara portfolio yang berbeda memutuskan untuk menggabungkan risikonya. Pada umumnya, teknik penggabungan ini dikenal dengan istilah diversification. Capital allocation method akan digunakan untuk mengalokasikan keuntungan ini kembali ke portfolio. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

69 2.8.1 Diversification Misalkan sekumpulan portofolio, masing masing dengan jumlah klaim. Selanjutnya, tetapkan sebagai ukuran risiko dari portofolio. Maka : ( ) Metode Alokasi Modal Situasi terdiri dari : (1) Suatu himpunan N dari portfolio yang digunakan, (2) Suatu vektor Xi, i N jumlah klaim yang mungkin untuk setiap portfolio dan (3) Suatu ukuran risiko Discrete Marginal Contribution Method Metode alokasi modal Discrete Marginal Contribution sering disebut Incremental Method. Untuk alokasi modal yang berubah-ubah dengan situasi Discrete Marginal Contribution pada portfolio i : ( ( ) ( ) dengan = fungsi marginal contributiom. 3. METODE PENELITIAN Metode Solvency Capital Requirements (SCR) Konsep dasar metode SCR) berdasarkan Value at Risk (VaR) adalah nilai return yang diperoleh dari data asuransi berupa data klaim dan premi. Adapun langkah langkah perhitungan Solvency Capital Requirement (SCR) adalah sebagai berikut: 1. Menginput data asuransi berupa klaim dan premi. 2. Memperoleh data return sementara dalam perhitungannya menggunakan aplikasi MS. Excel Uji distribusi data Uji kenormalan data return dengan metode Kolmogorov-smirnov Return diasumsikan berdistribusi normal. Sebelum dilakukan perhitungan Value at Risk (VaR), terlebih dahulu dilakukan uji asumsi kenormalan menggunakan uji Kolmogorov- Smirnov dengan algoritma sebagai berikut : Hipotesis : Statistik uji : : data return mengikuti distribusi normal : data return tidak mengikuti distribusi normal Shapley Method Shapley method sendiri merupakan perpaduan antara situasi dengan transferable cost game ) dimana N 1,2,3 dan fungsi cost dinotasikan dengan, sebagai fungsi karakteristik dengan. Definisi Shapley method sebagai berikut : ( ) ( ) Tingkat signifikansi 1 % Kriteria uji diterima jika nilai signifikansi > 0.01 ditolak jika nilai signifikansi < 0.01 Perhitungan untuk uji distribusi data ini akan dilakukan oleh software SPSS Menentukan nilai alpha untuk taraf signifikansi. Yaitu dipilih karena sudah menjadi keputusan bersama para ahli keuangan bahwa untuk bisnis asuransi taraf signifikansinya sebesar 5. Menghitung Solvency Capital Requirements (SCR) (2.5) berdasarkan pada definisi Value at Risk (VaR) (2.2) dari masing-masing return portofolio Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

70 6. Menghitung jumlah Solvency Capital Requirements (SCR) dari return portofolio dengan persamaan. 7. Mencari nilai korelasi antara ketiga return portofolio menggunakan SPSS Menghitung Diversification berdasarkan pada persamaan (2.7). tetapi terlebih dahulu akan dicari Solvency Capital Requirements (SCR) dari jumlah return portofolio dengan persamaan. 9. Menghitung selisih antara jumlah Solvency Capital Requirements (SCR) dari return portofolio dengan Solvency Capital Requirements (SCR) dari jumlah return portofolio menggunakan persamaan (2.7) 10. Mencari nilai alokasi modal dengan Discrete Marginal Contribution Method menggunakan persamaan (2.9) 11. Mencari nilai alokasi modal dengan Shapley Method menggunakan persamaan (2.10) 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Input Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dari perusahaan asuransi berupa 100 data klaim PT Finansial Wiratrata Danadyaksa (FWD), yang dikelompokkan atas 3 bagian (return 1, return 2 dan return 3) diambil 8 data pertama yang disajikan dalam tabel 4.1 Tabel 4.1 Data Klaim PT FWD Return 1 Return 2 Return Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data return berdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan uji Kolmogorov-smirnov pada program IBM SPSS Statistic 21. # Untuk portofolio 1 Keputusan : Perhitungan nilai Asymp. Sig = 0.014> 0.01 sehingga tidak ditolak, maka data tersebut berdistribusi normal. # untuk portofolio 2 Keputusan : Perhitungan nilai Asymp. Sig = > 0.01 sehingga tidak ditolak, maka data tersebut berdistribusi normal. # untuk portofolio 3 Keputusan : Perhitungan nilai Asymp. Sig = > 0.01 sehingga tidak ditolak, maka data tersebut berdistribusi normal Dapat disimpulkan bahwa 4.3 Perhitungan Solvency Capital Requirements (SCR) dengan Value at Risk (VaR) Akan dicari nilai Solvency Capital Requirements (SCR) untuk ketiga portofolio menggunakan persamaan (2.5) dengan nilai # untuk portofolio Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

71 { ( ) } { ( ) } Dilihat dari tabel distribusi normal standar, nilai yang mempunyai nilai peluang 0.01 tepatnya tidak ada. Dicari menggunakan teknik interpolasi linier sehingga diperoleh nilai sehingga diperoleh, maksudnya untuk portofolio 1, perusahaan asuransi menaksir nilai risiko yang ditanggung sebesar Rp ,45 Dengan cara yang sama didapat: Jadi jumlah risiko dari keseluruhan return portofolio dalam rupiah adalah Rp , Diversification Jika ketiga portofolio ini digabungkan, nilai mean yang baru adalah dan varians adalah Maka untuk risiko yang digabungkan Maka perhitungan nilai risiko adalah seperti berikut : portofolio yang digabungkan, besarnya nilai risiko ditaksir sekitar Rp ,21 dan disversifikasi dalam perhitungan risiko berdasarkan Persamaan (2.7) adalah Rp ,45,yang berarti bahwa jika beberapa portofolio yang risikonya dirata-ratakan akan mendapat keuntungan (profit). 4.5 Metode Alokasi Modal Selanjutnya karena merata-ratakan risiko portofolio akan mendatangkan keuntungan, belum diketahui alokasi nilai Diversification terhadap masing-masing portofolio, untuk itu akan dihitung alokasi untuk masing-masing portofolio menggunakan 2 metode Perhitungan Discrete Marginal Contribution Method Akan dicari nilai alokasi modal untuk setiap portofolio menggunakan persamaan Discrete Marginal Contribution Method (2.9). Untuk portofolio 1,2 dan 3 diperoleh berturut-turut Perhitungan Shapley Method Akan dicari nilai alokasi modal untuk setiap portofolio menggunakan persamaan Shapley Method (2.10). Untuk portofolio 1,2 dan 3 diperoleh berturut-turut 4.6 Rekapan Metode Alokasi Modal { ( ) } Dilihat dari tabel distribusi normal standar, nilai yang mempunyai nilai peluang 0.01 tepatnya tidak ada. Dicari menggunakan teknik interpolasi linier sehingga diperoleh nilai sehingga diperoleh artinya untuk Akan ditunjukan tabel metode alokasi modal untuk ketiga yaitu untuk activity based method dan beta method yang ditunjukan dalam Tabel 4.2 : Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

72 Tabel 4.2 Nilai Alokasi Modal Method X 1 X 2 X 3 Discrete Marginal Contribut ion (DMC) Shapley Value Rp ,49 Rp ,17 Rp ,49 Rp ,13 Rp ,22 Rp ,91 Dapat dilihat pada Tabel 4.2 bahwa nilai alokasi modal antara metode Discrete Marginal Contribution dan metode Shapley Value diperoleh nilai yang signifikan. [4] Husnan, S Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi Kelima, Yogyakarta: BPFE. [5] Jorion, P Value at Risk : The New Benchmark for Managing Financial Risk, Second Edition, The McGraw-Hill Companies, Inc: New York. [6] Manganelli, S., dan Engle, R. F Value at Risk Models in Finance. Working Paper no 75. European Central Bank (ECB), Germany. [7] Pratama, H. A Aplikasi Value At Risk (VaR) Untuk Analisis Solvensi II Dalam Bisnis Asuransi. Skripsi Sarjana pada FMIPA Unpad Jatinangor. [8] Schlicher, L Literatur Study. Eindhoven University of Technology. [9] Siegel, J. G. dan Shim, J.K Kamus Istilah Akuntansi. Jakarta: Elex Media Komputindo. [10] Sudjana Metoda Statistika. Edisi Ketujuh, Bandung: Penerbit Tarsito. 5. KESIMPULAN Dalam penelitian ini Value at Risk (VaR) dapat diaplikasikan terhadap analisis solvensi II. Perhitungan Solvency Capital Requirements (SCR) dapat diprediksi dengan menggunakan rumus yang terdapat pada Value at Risk (VaR). Pada perhitungan risiko, nilai risiko yang begitu besarnya perlu ditekan dengan menggunakan teknik diversification, sehingga perusahaan asuransi bisa memperoleh keuntungan serta memenuhi kewajibannya dalam jangka panjang. Dapat disimpulkan bahwa antara Discrete Marginal Contribution Method dan Shapley Method dapat dipilih karena kedua metode ini sangat cocok digunakan untuk mengaplikasikan perhitungan alokasi modal. 6. REFERENSI [1] Cofield, J., Kaufman, A., dan Zhou, C Solvency II Standard Formula and NAIC Risk-Based Capital (RBC). Casuality Society E-Forum. [2] Fahmi, I Manajemen Risiko Teori, Kasus, dan Solusi. Edisi Keempat, Bandung: Penerbit Alfabeta. [3] Hogg, R.V. dan Craig, A.T Introduction to Mathematical Statistics, Sixth Edition, Macmilan Pub. Co. Inc., New York. 114 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

73 PERHITUNGAN CADANGAN YANG DISESUAIKAN DENGAN METODE NEW JERSEY PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA Riaman 1, Betty Subartini 2, Agus Supriatna 3 1,2,3) Departemen Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung Sumedang KM 21 Jatinangor Sumedang riaman_02@yahoo.co.id, subartinibetty@gmail.com, supriatnaagus15@yahoo.co.id, Abstrak Asuransi jiwa adalah salah satu bentuk asuransi yang memberikan penanggulangan risiko pada jiwa atau meninggalnya manusia. Jenis asuransi yang digunakan adalah asuransi jiwa berjangka. Perusahaan asuransi wajib menyediakan sejumlah dana sebagai uang pertanggungan yang disebut cadangan. Cadangan yang disesuaikan merupakan perhitungan cadangan yang melibatkan premi bersih dan biaya. Pada paper ini akan digunakan perhitungan cadangan yang disesuaikan dengan metode New Jersey. Metode New Jersey menentukan bahwa cadangan akhir tahun pertama adalah nol. Nilai cadangan yang disesuaikan dengan metode New Jersey akan semakin besar seiring bertambahnya usia pada Tabel Mortalita dan suku bunga yang sama. Kata Kunci: Asuransi jiwa, cadangan yang disesuaikan, metode New Jersey. 1. PENDAHULUAN Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) bab 9 pasal 246 menjelaskan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Dilihat dari beberapa definisi asuransi, bahwa tujuan utama dari asuransi adalah pengalihan risiko dari pihak tertanggung (pemegang polis) kepada pihak penanggung (perusahaan asuransi). Risiko yang sangat dekat dengan jiwa manusia adalah kematian. Karena kematian adalah akhir dari kehidupan manusia di dunia ini, maka manusia perlu merencanakan berbagai hal yang akan dicapai oleh pribadinya. Salah satunya adalah perencanaan ekonomi. Apalagi bagi seseorang yang sudah berkeluarga, hal-hal yang berkaitan dengan ekonomi sangat diutamakan. Seperti membayar tagihan rumah, membiayai anak sekolah, mencukupi kebutuhan keluarga, dan lain sebagainya. Oleh karena itu untuk mengurangi beban ekonomi keluarga ketika seseorang meninggal yaitu dengan membeli polis asuransi jiwa. Dengan memiliki polis asuransi jiwa, perusahaan asuransi (penanggung) akan memberikan kompensasi kerugian finansial (santunan) yang dialami tertanggung (pemegang polis). Produk asuransi yang memberikan perlindungan kematian dalam jangka waktu tertentu adalah asuransi jiwa dwiguna. Sayangnya apabila seseorang berumur panjang sampai masa pertanggungan berakhir, maka uang preminya akan hangus. Pada asuransi jiwa, perusahaan asuransi akan menerima uang premi dari pihak tertanggung. Premi yang diterima oleh perusahaan asuransi, tidak hanya digunakan untuk memberikan santunan kepada pemegang polis, akan tetapi ada biaya-biaya yang diperlukan dalam melaksanakan tugasnya. Biaya tersebut tentunya menjadi tanggungan pemegang polis yang dibayar bersama premi bersih dan disebut premi kotor. Pada kenyataan, premi pada tahuntahun permulaan tidak cukup untuk menutupi biaya, tetapi kekurangan tersebut akan tertutup oleh premi tahun-tahun terakhir. Keadaan ini memaksa perusahaan asuransi mencari sumber dana tambahan untuk menutupi biaya tahun-tahun permulaan yang kemudian akan dibayar kembali dari premipremi tahun kemudian. Perusahaan asuransi Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

74 memiliki kewajiban menyediakan uang pertanggungan yang akan diambil sebagai cadangan. Perhitungan cadangan yang melibatkan premi bersih dan biaya, disebut cadangan yang disesuaikan. Ada beberapa metode yang digunakan dalam menghitung besar cadangan yang disesuaikan, salah satunya adalah dengan metode New Jerse. Pada paper ini akan dibahas perhitungan cadangan yang disesuaikan pada asuransi jiwa dwiguna dengan menggunakan metode New Jersey. 2. KAJIAN LITERATUR Suku Bunga adalah pembayaran yang dilakukan oleh peminjam uang sebagai balas jasa atau pemakaian uang yang dipinjam.(t. Futami 1993) Perusahaan asuransi menggunakan Tabel Mortalita untuk mengitung premi asuransi. Tabel ini berisi peluang seseorang meninggal menurut umur dari kelompok orang yang diasuransikan (pemegang polis asuransi) dan diharapkan mampu menggambarkan probabilitas meninggal yang sebenarnya dari sekelompok orang yang diasuransikan. Jumlah orang yang dilahirkan pada waktu yang sama dilambangkan dengan, dari sejumlah orang ini akan ada orang yang akan mencapai usia tahun pada waktu yang sama. Jumlah orang yang meninggal dari orang sebelum mencapai usia dinotasikan dengan, sehingga : Ada beberapa tabel mortalita yang digunakan pada perhitungan asuransi. Pada paper ini, tabel mortalita yang digunakan adalah Tabel Mortalita Indonesia 1993 (Nilai Simbol Komutasi 6%) Simbol Komutasi Tujuan utama dibuatnya simbol komutasi adalah untuk mempermudah perhitungan. Notasi komutasi yang digunakan, sebagai berikut : (3) Dimana, dengan adalah tingkat bunga dalam setahun. (4) (5) (6) (7) (8) (9) 116 dan Peluang seseorang yang berusia meninggal sebelum usia mencapai tahun, dinotasikan dengan, maka: (1) akan (2) Anuitas Anuitas adalah suatu pembayaran dalam jumlah tertentu, yang dilakukan setiap selang waktu dan lama tertentu, secara berkelanjutan. Anuitas hidup di mana pembayarannya dilakukan pada suatu jangka waktu tertentu disebut anuitas hidup dwiguna. Anuitas hidup dwiguna akhir dengan jangka waktu tahun dinotasikan dengan, sedangkan Anuitas hidup dwiguna awal dinotasikan dengan. perhitungannya sebagai berikut : Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

75 (10) (11) Asuransi Jiwa Dwiguna Diskrit Asuransi jiwa dwiguna diskrit adalah asuransi jiwa dwiguna yang pembayarannya dilakukan pada akhir tahun polis, maksud dari akhir tahun polis ini adalah tahun polis pada saat meninggal. Premi tunggal dari asuransi jiwa dwiguna diskrit untuk usia, jangka pertanggungan tahun, uang pertanggungan sebesar 1 yang dibayarkan pada akhir tahun polis, dinotasikan dengan. Premi Tahunan (12) Premi tahunan adalah premi yang besar pembayarannya sama setiap tahunnya. Premi tahunan asuransi jiwa dwiguna tahun, uang pertanggungan 1, dibayarkan pada akhir tahun polis adalah yaitu (13) Premi tahunan asuransi jiwa seumur hidup dengan uang pertanggungan dibayarkan pada akhir tahun polis dan masa pembayaran tahun adalah yaitu (14) berlebih dari premi tahunan atas nilai asuransi antara tahun sebelumnya dan tahun tersebut. perusahaan asuransi terkadang harus membayar santunan karena tertanggung meninggal sebelum waktu pembayaran berakhir. Untuk mengatasi masalah tersebut, perusahaan asuransi harus membayar santunan tersebut menggunakan cadangan. Perhitungan cadangan secara prospektif pada tahun ke t merupakan nilai santunan yang akan datang dikurangi dengan nilai tunai premi yang akan datang. Secara matematis, cadangan prospektif untuk asuransi jiwa dwiguna dengan uang pertanggungan 1 adalah (15) Cadangan yang Disesuaikan Cadangan disesuaikan merupakan perhitungan cadangan premi yang menggunakan asumsi premi disesuaikan. Sumber dana tambahan untuk menutup biaya awal tahun dapat diperoleh dengan menyesuaikan cadangan premi. Misalkan menyatakan premi bersih untuk suatu jenis asuransi. Premi tersebut akan diganti dengan pada tahun pertama dan diikuti oleh pada tahun-tahun berikutnya. dan adalah premi yang disesuaikan. Pemegang polis hanya membayar premi bersih yang sama besarnya tiap tahun, yaitu + biaya. dan hanya ada dalam perhitungan aktuaria dan tidak ada sangkut pautnya dengan pemegang polis. di satu pihak serta dan di pihak lain dihubungkan oleh (16) 3. METODE PENELITIAN Cadangan adalah besarnya uang yang ada pada perusahaan dalam jangka waktu pertanggungan. Perhitungan dana cadangan berdasar pada asumsi premi tahunan. Dana cadangan terbentuk karena adanya dana (Larson dan Gaumnitz, 1951). Metode New Jersey Metode New Jersey merupakan bagian dari perhitungan cadangan prospektif. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

76 Metode ini diciptakan sebagai perbaikan dari metode Illinois, dimana pembayaran premi yang melebihi 20 kali pembayaran pada metode New Jersey menghasilkan nilai cadangan yang lebih efektif. Penentuan cadangan disesuaikan dengan metode New Jersey terdapat persyaratan yang harus terpenuhi yaitu polis yang mempunyai premi tahunan bersih lebih kecil dari premi tahunan bersih asuransi seumur hidup dengan 20 kali pembayaran premi dengan santunan dan usia yang sama tetapi premi kotornya melebihi dan Gaumnitz, 1951). (Larson tahun dengan santunan Rp ,00, dengan pembayaran premi bersih setiap akhir, dan premi kotor yaitu Rp ,00. Akan dicari cadangan premi akhir tahun serta cadangan yang disesuaikan dengan metode New Jersey berdasarkan metode prospektif. Tabel komutasi yang digunakan adalah Tabel Mortalita Indonesia 1993 (Nilai Simbol Komutasi 6%). Pertama dihitung premi bersih tahunan asuransi jiwa dwiguna 30 tahun, dengan, dan ( ) ( ) Dimana, (17) Syarat metode New Jersey (18) Sehingga nilai cadangan prospektif dengan menggunakan metode New Jersey untuk asuransi jiwa dwiguna adalah i. ii. premi kotornya > ( ) (19) Rumus cadangan disesuaikan dengan metode New Jersey berdasarkan metode prospektif pada persamaan di atas mendapat penyesuaian karena premi yang akan datang terdiri dari dua macam, yaitu sampai tahun ke 20 dan sisa tahun berikutnya. (Larson dan Gaumnitz, 1951). Karena syarat metode New Jersey terpenuhi, maka perhitungan Data ini dapat menggunakan metode New Jersey. Selanjutnya akan dihitung cadangan ke -10 dengan metode New Jersey. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Seorang pemegang polis berumur 30 tahun membeli asuransi jiwa dwiguna ( ) Hasil lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.1 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

77 Tabel 4.1 Cadangan Disesuaikan Dengan Metode New Jersey Untuk Usia 30 Tahun Prospektif New Jersey Rp ,41 Rp... Rp ,18 Rp ,13 Rp ,01 Rp ,92 Rp ,75 Rp ,58 Rp ,52 Rp ,66 Rp ,27 Rp ,36 Rp ,36 Rp ,01 Rp ,52 Rp ,18 Rp ,30 Rp ,12 Rp ,67 Rp ,97 Rp ,05 Rp ,87 Rp ,30 Rp ,82 Rp ,08 Rp ,47 Rp ,91 Rp ,27 Rp ,16 Rp ,85 Rp ,71 Rp ,72 Rp ,66 Rp ,44 Rp ,85 Rp ,29 Rp ,41 Rp ,21 Rp ,35 Rp ,35 Rp ,08 Rp ,08 Rp ,09 Rp ,09 Rp ,22 Rp ,22 Rp ,19 Rp ,19 Rp ,37 Rp ,37 Rp ,10 Rp ,10 Rp ,80 Rp ,80 Rp ,84 Rp ,84 Rp ,83 Rp ,83 Rp - Rp - 5. KESIMPULAN Besarnya premi tunggal bersih dan premi tahunan akan semakin besar seiring bertambahnya usia pemegang polis. Hal ini disebabkan karena peluang meninggal seseorang, semakin bertambah usia maka semakin besar. Kemudian besarnya cadangan yang disesuaikan dengan metode New Jersey pada asuransi jiwa dwiguna, semakin besar seiring bertambahnya usia. Selain dari pada itu perhitungan nilai cadangan yang disesuaikan dengan metode New Jersey dapat digunakan setiap tahun secara berurutan. 6. REFERENSI 1. Futami, T Matematika Asuransi Jiwa, Bagian 1. Tokyo: Incorporated Foundation Oriental Life Insurance Cultural Development Center. 2. Futami, T Matematika Asuransi Jiwa, Bagian 2. Tokyo: Incorporated Foundation Oriental Life Insurance Cultural Development Center. 3. Larson, Robert,E., Gaumnitz, Erwin A Life Insurance Mathematics. New york. John Wiley & Sons, Inc. London. 4. Sukma, Rizky,P Perhitungan Cadangan Yang Disesuaikan Pada Produk Asuransi Jiwa Endowment Semikontinu Dengan Menggunakan Metode Illinois Dan Metode Canadian. Skripsi, Jurusan Matematika, FMIPA, UNPAD. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

78 5. Susilo, Y.Sri., Triandaru, Sigit., Santoso, A.Totok Budi bank & lembaga keuangan lain. Jakarta: Salemba Empat. 120 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

79 PEMODELAN KASUS ANAK PUTUS SEKOLAH TINGKAT SMA DI INDONESIA DENGAN SPATIAL AUTOREGRESSIVE MODEL (SAR) Asriyanti Ali 1), Jaka Nugraha 2) 1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia asriyantiali26@gmail.com 2 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia jk.nugraha@gmail.com Abstrak Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting untuk membangun suatu negara. Pentingnya pendidikan tercermin dalam UUD 1945 pasal 31. Salah satu misi rencana strategi Kemendikbud yaitu mengoptimalkan capaian wajib belajar 12 tahun. Salah satu parameter keberhasilan pendidikan adalah menuntaskan Angka Patisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni mutu pendidikan untuk mencapai 95% (Rasiyo, 2008). Besar kecilnya persentase nilai APK dan APM sangat erat hubungannya dengan putus sekolah. Pada penelitian ini menganalisis mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap siswa putus sekolah tingkat SMA. Diduga ada efek dependensi spasial dalam kasus ini, salah satu cara penyelesaian efek dependensi spasial adalah dengan menggunakan regresi pendekatan area. Regresi dengan pendekatan area yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spatial Autoregressive Model (SAR). Berdasarkan data tahun 2014, hasil penelitian didapatkan bahwa variabel prediktor yang berpengaruh terhadap jumlah siswa putus sekolah tingkat SMA adalah variabel jumlah sekolah SMA dan jumlah kepala keluarga dengan tingkat pendidikan terakhir SD-SMP dengan nilai R 2 = %. Kata Kunci : APK, APM, Putus Sekolah, Regresi Spasial, SAR 1. PENDAHULUAN Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting untuk membangun suatu negara. Pentingnya pendidikan tercermin dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat 2 yang menyatakan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Untuk melaksanakan tugas tersebut, salah satu misi rencana strategi Kemendikbud yaitu mewujudkan akses yang meluas, merata, dan berkeadilan adalah mengoptimalkan capaian wajib belajar 12 tahun. Pemerintah Indonesia sejak tahun 2009 telah menganggarkan 20% dari APBN untuk bidang pendidikan (Merry Elike, 2012). Hal tersebut menunjukkan betapa pemerintah Indonesia sangat memperhatikan bidang pendidikan. Salah satu parameter keberhasilan pendidikan adalah menuntaskan Angka Patisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) mutu pendidikan untuk mencapai 95% (Rasiyo, 2008). Besar kecilnya persentase nilai APK dan APM sangat erat hubungannya dengan putus sekolah. Menurut Tanti Citrasari Wijayanti (2010), putus sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu lembaga pendidikan tempat dia belajar. Artinya adalah terlantarnya anak dari sebuah lembaga pendidikan formal, yang disebabkan oleh berbagai faktor. Angka putus sekolah sendiri merupakan proporsi penduduk menurut kelompok usia sekolah yang sudah tidak bersekolah lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk yang pernah/sedang bersekolah pada kelompok usia sekolah yang bersesuaian (Sirusa BPS, 2016). Angka putus sekolah dilihat dari masingmasing jenjang pendidikan yaitu APTS tingkat SD sebesar 0,67%, APTS tingkat SMP sebesar 0,87%, dan APTS tingkat SMA sebesar 1,82%. Hal ini dapat dilihat bahwa pendidikan di Indonesia belum maksimal berdasarkan jenjang pendidikan formal Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

80 khususnya pada jenjang pendidikan SMA. Sebab APTS tingkat SMA melebihi batas angka putus sekolah, yaitu melebihi satu persen dari jumlah siswa yang bersekolah. Jumlah siswa putus sekolah di Indonesia tingkat SMA tahun 2014 mencapai jiwa dengan Angka Putus Sekolah (APTS) sebesar 1,82 persen. Apabila dicermati lebih lanjut, provinsi-provinsi di Indonesia mempunyai APTS tingkat SMA yang sangat beragam, yang terendah di Provinsi DI Yogykarta dengan persentase 0,91 persen sedangkan tertinggi di Provinsi Gorontalo dengan persentase 3,42 persen. Meskipun angka putus sekolah mengalami penurunan dari tahun sebelumnya tetapi belum sesuai dengan standar nasional dan jumlah siswa putus sekolah di Indonesia masih sangat besar. Sehingga persoalan putus sekolah masih menjadi salah satu masalah terbesar di Indonesia, dan salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap anak putus sekolah. Suatu analisis pemodelan regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi siswa putus sekolah tingkat SMA yang dipengaruhi oleh karakteristik wilayah sangat penting. Pengamatan di wilayah tertentu dipengaruhi oleh pengamatan di lokasi lain seperti yang dinyatakan pada hukum pertama tentang geografi yang dikemukakan oleh W Tobbler dalam Anselin (1988) yang berbunyiμ Everything is related to everything else, but near thing are more related than distant thing. Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh. Penelitian anak putus sekolah dengan mempertimbangkan efek spasial telah banyak dilakukan. Musfika Rati (2013) melakukan penelitian tentang model regresi spasial untuk anak tidak bersekolah usia kurang 15 tahun di kota Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model regresi SAR (Spasial Autoregressive Model) lebih baik daripada OLS klasik dalam menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah putus sekolah di kota Medan. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka penulis ingin menerapkan metode regresi linier berganda dan metode regresi spasial area dengan Spatial Autoregressive Model (SAR) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi angka putus sekolah tingkat SMA di Indonesia. 1. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Regresi Linier Berganda Analisis regresi yang mempelajari hubungan kausal antara satu variabel takbebas dan satu variabel penjelas/variabel bebas disebut analisis regresi sederhana (simple regression analysis). Sedangkan, analisis regresi yang mempelajari hubungan kausal antara satu variabel takbebas dan dua atau lebih variabel penjelas/variabel bebas disebut analisis regresi berganda (multiple regression analysis) (Gaspersz, 1991). Persamaan umum regresi linier berganda dapat ditulis dalam persamaan berikut (Walpole & Myers, 1995):...(1) = dengan adalah variabel terikat, adalah variabel bebas, adalah parameter regresi, adalah variabel gangguan. Kalau disederhanakan menjadi, dimana Y adalah vektor berukuran, matriks berukuran, vektor berukuran, dan vektor berukuran nx1. Dalam model regresi berganda ada asumsi normalitas yaitu Pendugaan parameter model,,, dan dilakukan berdasarkan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Squares Method (OLS) dengan meminimumkan jumlah kuadrat galat (Gaspersz, 1991). Persamaan untuk mendapatkan nilai b, sebagai berikut : = (2) dengan : b : vektor dan parameter yang ditaksir Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

81 x : matriks variabel bebas berukuran k : banyaknya variabel bebas ) Pengujian dilakukan dalam dua tahap, yaitu pengujian secara serentak dan pengujian secara parsial (Widarjono, 2005). Pengujian kesesuaian model secara serentak dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut : Statistik uji yang digunakan dalam pengujian ini menggunakan statistic F hitung. Perhitungan untuk mendapatkan nilai F hitung yakni : = atau =.. (3) Keputusan ditolak jika >. Pengujian koefisien regresi secara parsial digunakan untuk membuktikan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat (Widarjono, 2005). Hipotesis uji parsial yaitu: : :,dengan Statistik uji yang digunakan adalah nilai t hitung. Perhitungan untuk mendapatkan nilai t hitung sebagai berikut : t hitung..... (4) Daerah kritis dalam pengujian ini yakni ditolak jika nilai mutlak >. 1.2 Kriteria Ketetanggaan Hubungan keterkaitan antar wilayah sangat dipengaruhi oleh posisinya terhadap wilayah lain. Jika suatu wilayah letaknya (secara geografis) lebih dekat terhadap wilayah tertentu maka diasumsikan memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan wilayah lain. Hal ini sesuai dengan hukum Tobler I tentang geografi. Besarnya keterkaitan antar wilayah dapat diukur jika posisinya terhadap wilayah lain dapat dikuantifikasi. Wilayah yang berbatasan secara langsung diasumsikan tetangga. Sebaliknya, jika tidak berbatasan secara langsung maka bukan tetangga. Penentuan tetangga berdasarkan kriteria ini terbagi atas beberapa cara yaitu : 1. Linear Contiguity Wilayah tetangga ditentukan berdasarkan persinggungan batas dengan wilayah lain yang berada disebelah kanan dan kiri. 2. Rook Contiguity Wilayah tetangga ditentukan berdasarkan persinggungan batas dengan wilayah lain. 3. Bishop Contiguity Wilayah tetangga ditentukan berdasarkan persinggungan ujung(vertex) perbatasan dengan wilayah lain. 4. Double Linear Contiguity Wilayah tetangga ditentukan berdasarkan persinggungan batas dengan 2 wilayah lain yang berada disebelah kanan dan kiri. 5. Double Rook Contiguity Wilayah tetangga ditentukan berdasarkan persinggungan batas dengan 2 wilayah lain yang berada di sebelah kanan, kiri, utara dan selatan. 6. Queen Contiguity Wilayah tetangga ditentukan berdasarkan persinggungan sisi perbatasan atau persinggungan ujung (vertex) perbatasan dengan wilayah lain. 1.3 Matriks Pembobotan Spasial Kriteria ketetanggaan merupakan dasar utama dalam pembentukan matriks pembobot spasial. Matriks pembobot spasial didefinisikan sebagai matriks konektifitas antar wilayah yang menunjukkan proses spasial (autokorelasi spasial), struktur spasial atau interaksi spasial. Ketiga unsur tersebut dikuantifikasi dalam bentuk penimbang/bobot keterkaitan antar wilayah. Dalam penelitian ini menggunakan kriteria ketetanggan Queen Contiguity adalah lokasi yang bersisian atau titik sudutnya bertemu dengan lokasi yang Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

82 menjadi perhatian diberi pembobot, sedangkan untuk lokasi lainnya adalah. Berikut ini merupakan gambar ilustrasi. [ ]. (7) dengan 124 Gambar 1. Ilustrasi dari Contiguity Selanjutnya penimbang ini disusun sebagai elemen matriks penimbang spasial sebagai berikut : dengan [ ] (5) adalah penimbang keterkaitan wilayah dan, dimana, dan untuk. Pembobot keterkaitan antar wilayah merupakan besaran yang menunjukkan persentase tingkat keterkaitan. Asumsi yang digunakan adalah bahwa setiap wilayah tetangga memberikan kontribusi keterkaitan yang sama bagi satu wilayah. Jika total tingkat keterkaitan dengan wilayah tetangga adalah 100 persen maka pembobot keterkaitan dengan satu wilayah tetangga merupakan rata-ratanya Modifikasi dilakukan dengan menghitung rata-rata elemen barisnya, yaitu : (6) Sehingga diperoleh matriks penimbang spasial terstandarisasi baris sebagai berikut: 1.4 Uji Efek Spasial Spatial Dependence Jika antar wilayah tidak saling bebas atau dengan kata lain unit pengamatan di wilayah I dipengaruhi oleh unit wilayah sekitarnya, maka tidak lain adalah bentuk hubungan saling membutuhkan dalam rangka pembangunan wilayah tersebut. Anselin (1988) menyatakan bahwa untuk mengetahui adanya spatial dependence digunakan 2 metode yaitu: Moran s I dan Lagrange Multiplier (LM). 1. Moran s I Nilai statistik ini mewakili kondisi ratarata keterkaitan diseluruh wilayah yang diformulasikan dengan :.(8) dimana : = Data variabel lokasi ke-i (i = 1,2,, n) = Data variabel lokasi ke-j (j = 1, 2,, n) = Rata-rata data pengamatan diseluruh wilayah = Penimbang keterkaitan antara wilayah dan Nilai indeks global Moran s I berada pada interval. Nilai positif secara signifikan menunjukkan telah terjadi pengelompokkan wilayah dengan karakteristik sama. Sementara, nilai negatif secara signifikan menunjukkan terjadinya pengelompokkan wilayah dengan karakteristik yang tidak sama. tingkat signifikansi keterkaitan antar wilayah juga dapat diketahui melalui pengujian statistik. Hal ini akan lebih meyakinkan peneliti dalam menarik kesimpulan yang lebih akurat. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut : : I = 0, (tidak ada keterkaitan antar wilayah) Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

83 : I 0, (terdapat keterkaitan antar wilayah) dengan statistik uji berdistribusi normal standar dimana.. (λ) (10)..... (11).... (12)... (13) ( )... (14) Daerah kritis dalam pengujian hipotesis ini yakni : ditolak jika > 2. Lagrange Multiplier (LM) Untuk menentukan model SAR statistik uji yang digunakan adalah LM j = dengan : Tolak H 0 bila nilai LM j >..... (15) (16)... (17) Spatial Heterogenety Heterogenitas spasial berkaitan dengan ketidakstabilan hubungan antar wilayah yang diakibatkan oleh efek random dari setiap wilayah yang sulit diukur. Oleh karena itu, setiap wilayah akan memiliki model hubungan antar wilayah yang berbeda-beda. Heterogenitas data secara spasial dapat diuji dengan menggunakan statistik uji Breusch Pagan (Uji BP) (Anselin, 1988) yang mempunyai hipotesis : H 0 : H 1 : minimal ada satu Nilai uji BP adalah BP =..(18) dengan elemen vektor f adalah Dimana (1λ) : least square residual untuk observasi ke-i Z : matriks berukuran n x (p+1) yang berisi vektor yang sudah dinormal standarkan (z) untuk setiap observasi Keputusan : Tolak H 0 bila BP > 1.5 Model Regresi Spasial Model regresi spasial adalah model regresi yang menunjukkan hubungan antara variable dependen dan independen dengan memperhitungkan efek keterkaitan antar wilayah di dalamnya. Terdapat tiga kemungkinan keterkaitan antar wilayah dalam model regresi spasial, yaitu keterkaitan antar variabel dependen, independen, atau error. Kombinasi dari ketiga keterkaitan tersebut dapat terjadi secara bersama-sama. Adanya tiga jenis keterkaitan yang mungkin terjadi dalam model spasial menyebabkan variasi model regresi spasial yang dapat digunakan. Lesage & Pace (2009) menjabarkan beberapa model regresi yang dapat menggambarkan keterkaitan antar wilayah, yaitu model spasial lag, spasial error, spasial durbin, first order autoregressive, dan model spasial general. Dalam penelitian ini menggunakan Spatial Autoregressive Model (SAR). Model spasial lag disebut juga dengan model mixed regressive spatial autoregressive (SAR). Model ini memfasilitasi adanya keterkaitan spasial dalam variable dependen Y. Oleh karena itu, lag spatial dari variable dependen (WY) harus dilibatkan dalam model regresi sebagai variable independen, yaitu. (20) Dengan adalah parameter model regresi, adalah matriks variabel dependen berukuran, adalah matriks variabel independen berukuran. 1.6 Pengertian Putus Sekolah Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

84 Menurut Tanti Citrasari Wijayanti (2010), putus sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu lembaga pendidikan tempat dia belajar. Anak putus sekolah yang dimaksud adalah terlantarnya anak dari sebuah lembaga pendidikan formal, yang disebabkan oleh berbagai faktor. Putus sekolah tingkat sma adalah mereka yang pernah duduk di bangku sekolah SMA, akan tetapi mereka terpaksa tidak meneruskan sekolahnya pada jenjang SMA (Septiana, 2012). 1.7 Pengukuran Angka Putus Sekolah Angka putus sekolah sendiri merupakan proporsi penduduk menurut kelompok usia sekolah yang sudah tidak bersekolah lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk yang pernah/sedang bersekolah pada kelompok usia sekolah yang bersesuaian. Angka putus sekolah menunjukkan tingkat putus sekolah di suatu jenjang pendidikan, misalnya angka putus sekolah SD menunjukkan persentase anak yang berhenti sekolah sebelum tamat SD yang dinyatakan dalam persen (BPS, 2016). (21) Kegunaan dari Angka Putus Sekolah (APTS) yaitu untuk mengukur kemajuan pembangunan di bidang pendidikan dan untuk melihat keterjangkauan pendidikan maupun pemerataan pendidikan pada masing-masing kelompok umur (7-12, 13-15, tahun dan tahun) atau pada masing-masing jenjang pendidikan (SD, SMP/MTS, SMA/SMK/MA). 1.8 Batas Angka Putus Sekolah Pemerintah melalui Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 129a/U/2004 telah menetapkan standar pelayanan minimal pendidikan dasar dan pendidikan menengah tentang Angka Putus Sekolah (APTS) yaitu tidak melebihi 1 persen dari jumlah siswa yang bersekolah. 1.9 Penyebab Putus Sekolah Berdasarkan penelitian tentang anak putus sekolah di Kecamatan Jangka, 126 Kabupaten Bireuen, Aceh Utara (Grahacendikia, 2009) ditemukan penyebab anak putus sekolah adalah dari faktor demografi, geografis, sosial budaya, dan ekonomi. Secara umum masalah utamanya adalah kondisi ekonomi keluarga yang kurang mendukung dan sebagian lagi adalah faktor keluarga. Hasil penelitian di Kecamatan Selangit, Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan ditemukan penyebab anak putus sekolah dari faktor sosial budaya antara lain malas, nakal, takut dengan guru, tidak naik kelas, masalah keluarga. Dari faktor geografis antara lain jalan rusak dan jarak sekolah yang jauh dari rumah. Faktor ekonomi indikatornya antara lain tidak ada biaya dan bekerja. Dari ketiga faktor tersebut permasalahan geografis sangat dominan menjadi penyebab anak putus sekolah (Alifianto, 2008). Berdasarkan penelitian angka putus sekolah di Sumatra Barat (Elfindri,2001) diketahui bahwa faktor terpenting terpenting yang mempengaruhi angka putus sekolah dijumpai pada rumah tangga yang jauh dari fasilitas publik, rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas lampu listrik, orang tua mereka juga tidak sekolah atau maksimum hanya tamat sekolah dasar. Faktor-aktor lain yang menyebabkan anak putus sekolah yaitu jenis kelamin, jumlah saudara dan rata-rata pengeluaran perbulan. Jenis kelamin erat kaitannya dengan putus sekolah, diduga angka putus sekolah anak perempuan jauh lebih besar dibandingkan dengan anak lakilaki. 2. Metodologi Penelitian 2.1 Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data jumlah siswa SMA dan SMK yang putus sekolah di Indonesia tahun 2014 yang diperoleh dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan data lainnya diunduh peneliti di website resmi BPS Republik Indonesia ( serta diperoleh dari website BKKBN (siga.bkkbn.go.id:8080/felisa). Wilayah yang diteliti adalah 33 Provinsi di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

85 2.2 Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 7 variabel yang terdiri dari 1 variabel respon Dan 6 variabel prediktor dapat dilihat pada tabel 1 berikut. 2.4 Alur Penelitian Tabel 1 Variabel Penelitian Variabel Y X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 Keterangan Angka putus sekolah tingkat SMA Rasio Guru-Siswa Rasio Sekolah-Siswa Persentase Kepala Keluarga dengan Tingkat Pendidikan Terakhir SD-SMP Rata-rata Jumlah Anggota Keluarga Rasio Jenis Kelamin Persentase Penduduk Miskin Gambar 1. Diagram Alur Penelitian 2.3 Metode Analisis Data Dalam penelitian ini menggunakan metode Regresi Linier Berganda dan Regresi Spasial. Regresi Linier Berganda adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan hubungan atau pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Adapun metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi parameter model regresi linier berganda adalah dengan metode kuadrat terkecil (ordinary least square/ols). Sedangkan, regresi spasial merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel prediktor terhadap variabel respon yang memperhatikan pengaruh lokasi pengamatan. Model Spatial Autoregresive adalah model yang mengkombinasikan model regresi sederhana dengan lag spasial pada variabel dependen dengan menggunakan data cross section. Perangkat lunak yang digunakan sebagai alat bantu dalam analisis statistik yakni IBM SPSS Statistics 22 dan Software Geoda. 3. Hasil dan Pembahasan Pada bab ini akan membahas tentang analisis regresi linier berganda dan Spatial Autoregressive Model (SAR) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi angka putus sekolah tingkat SMA di Indonesia. Sebelum membahas analisis kasus angka putus sekolah tingkat SMA di Indonesia dengan menggunakan regresi linier berganda dan Spatial Autoregressive Model (SAR), terlebih dahulu diuraikan mengenai statistika deskriptif. 3.1 Statistik Deskriptif Jumlah Anak Putus Sekolah di Indonesia Gambar 2. Peta Administratif 33 Provinsi di Indonesia Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

86 Berdasarkan gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa provinsi-provinsi di Indonesia sebanyak 33 provinsi. Dalam penelitian ini provinsi Kalimantan Utara tidak diikutsertakan, dikarenakan Kalimantan utara merupakan provinsi yang baru dibentuk tahun 2012 dan diresmikan bulan februari 2015 sedangkan data yang digunakan dalam penelitian ini tahun 2014 sehingga data untuk provinsi Kalimantan Utara belum lengkap. Jadi dalam penelitian ini hanya menggunakan 33 provinsi di Indonesia. Tabel 2. Statistik Deskriptif 3.30, rata-rata paling tinggi 4.80, dengan ratarata dari rata-rata jumlah anggota keluarga dan standar deviasi Rasio jenis kelamin ( ) untuk 33 provinsi di Indonesia paling sedikit 94.20, jumlah paling banyak , dengan ratarata rasio jenis kelamin dan standar deviasi Persentase jumlah penduduk miskin ( ) untuk 33 provinsi di Indonesia paling rendah 0.25, persentase paling tinggi 17.77, dengan rata-rata persentase jumlah penduduk miskin dan standar deviasi Tabel di atas menggambarkan jumlah sampel sebanyak 33 untuk masing-masing variabel Angka Putus Sekolah Tingkat SMA (Y), Rasio Guru-Siswa SMA ( ), Rasio Sekolah-Siswa SMA ( ), Persentase Kepala Keluarga dengan Tingkat Pendidikan Terakhir SD-SMP ( ), Rata-rata Jumlah Anggota Keluarga ( ), Rasio Jenis Kelamin ( ), Persentase Penduduk Miskin ( ). Angka putus sekolah tingkat SMA (Y) untuk 33 provinsi di Indonesia paling rendah0.91, APTS paling tinggi 3.42, dengan rata-rata angka putus sekolah tingkat SMA 2.01, dan standar deviasi Rasio guru-siswa SMA ( ) untuk 33 provinsi di Indonesia paling sedikit adalah 0.03, jumlah paling banyak 0.08 dengan ratarata rasio guru-siswa SMA , dan standar deviasi Rasio sekolah-siswa SMA ( ) untuk 33 provinsi di Indonesia paling sedikit adalah , jumlah paling banyak , dengan rata-rata rasio sekolah-siswa SMA , dan standar deviasi Persentase kepala keluarga dengan tingkat pendidikan terakhir SD-SMP ( ) untuk 33 provinsi di Indonesia paling rendah 33.62, persentase paling tinggi 63.61, dengan rata-rata persentase kepala keluarga dengan tingkat pendidikan terakhir SD-SMP dan standar deviasi Rata-rata jumlah anggota keluarga ( ) untuk 33 provinsi di Indonesia paling rendah Regresi Linier Berganda Sebelum melakukan estimasi parameter regresi, terlebih dahulu dilakukan pengujian multikolinearitas. Pada pengujian ini, diharapkan tidak terjadi multikolinearitas. Apabila terjadi multikolinieritas pada model regresi menyebabkan parameter regresi yang dihasilkan akan memiliki error yang sangat besar. Pada penelitian ini, kriteria yang digunakan untuk mengetahui adanya multikolinearitas antara variabel prediktor adalah dengan menggunakan nilai variance inflation factors (VIF). Pada pengujian untuk ke 6 variabel prediktor dengan menggunakan nilai VIF terdapat nilai yang lebih dari 10. Sehingga dilakukan pengujian kembali, dan didapatkan 2 variabel yang tidak memiliki multikolinearitas. Berikut ini adalah nilai VIF dari masing-masing variabel prediktor yang mempengaruhi jumlah anak putus sekolah tingkat SMA. Tabel 3. Nilai VIF Variabel Prediktor Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai VIF variabel prediktor kurang dari 10. Artinya tidak terjadi multikolinearitas antara variabel prediktor. Selanjutnya dalam pengujian regresi linier berganda variabel prediktor yang digunakan adalah 2 variabel prediktor, diantaranya rasio sekolah-siswa SMA (X2) dan presentase kepala keluarga dengan pendidikan terakhir SD-SMP (X3). Tabel 4. ANOVA Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

87 Berdasarkan tabel 4 di atas dapat ditunjukkan hasil pengujian secara simultan dengan menggunakan nilai signifikansi bahwa nilai lebih kecil dari nilai, artinya model regresi sesuai. Dan dilanjutkan dengan pengujian secara parsial. Tabel 5. Estimasi Parameter Model Regresi Berdasarkan tabel 5 dapat ditunjukkan bahwa kedua variabel tersebut memiliki nilai lebih kecil dari nilai, artinya kedua variabel prediktor berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah anak putus sekolah tingkat SMA. Selanjutnya dilakukan pengujian asumsi residual. Beberapa pengujian untuk asumsi residual yaitu dengan menguji homoskedastisitas residual atau melihat variansi dari residual dengan menggunakan uji Glejser, uji autokorelasi residual dengan melihat nilai Durbin-Watson, dan uji normal residual dengan melihat nilai Kolmogorovsmirnov. Asumsi-asumsi tersebut yang harus dipenuhi dalam pemodelan regresi. Uji Gletser dilakukan dengan meregresikan variabel prediktor dengan absolut residual. Hasil regresi tersebut diperoleh bahwa nilai lebih besar dari nilai, maka dapat dikatakan terjadi homoskedastisitas atau residual variansinya sama. Artinya uji asumsi ini terpenuhi. Model regresi yang baik adalah residual variansinya sama atau homoskedastisitas. Hasil pengujian autokorelasi pada residual diperoleh bahwa nilai Durbin Watson yaitu 2,042 dan menurut tabel Durbin Watson dengan n=33 dan k=2 didapat angka DL=1,3212, DU=1,5770, 4-DU=2,423. Sehingga gagal ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi antar residual. Menurut Ghozali (2001), uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, residual memiliki distribusi normal. Hasil pengujian normalitas adalah nilai sebesar 0,055 lebih besar dari nilai (0,05). Dapat disimpulkan residual berdistribusi normal. 3.3 Persamaan Regresi Linier Berganda Dari tabel 5 diperoleh model persamaan regresi linear berganda yaitu : Persamaan regresi berganda di atas didapatkan analisisnya bahwa apabila tidak ada faktor rasio sekolah-siswa SMA dan persentase kepala keluarga dengan pendidikan terakhir SD-SMP, maka angka putus sekolah ditingkat SMA adalah 1,351. Apabila faktor konstan, maka setiap kenaikan 1 satuan akan mengurangi angka putus sekolah tingkat SMA di Indonesia sebesar Jika faktor konstan, maka setiap kenaikan 1 satuan akan menaikan jumlah angka putus sekolah tingkat SMA di Indonesia sebesar 0,026. Persamaan regresi di atas memiliki nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0.287, artinya model tersebut mampu menjelaskan keragaman dari angka putus sekolah tingkat SMA sebesar 28,7% dan sisanya 71,3% dijelaskan oleh variabel lain di luar model. 3.4 Regresi Spasial Kriteria ketetanggan yang digunakan adalah persinggungan perbatasan. Persinggungan perbatasan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk menentukan tetangga bagi suatu wilayah. Caranya adalah dengan melihat wilayahwilayah yang berbatasan secara langsung (darat) dengan wilayah lain. Wilayah yang berbatasan secara langsung dengan wilayah lain diasumsikan lebih memberikan pengaruh yang signifikan. Dengan kata lain, wilayah yang berbatasan secara langsung diasumsikan sebagai tetangga. Sebaliknya, jika tidak berbatasan secara langsung maka bukan tetangga. Dalam penelitian ini persinggungan perbatasan yang digunakan adalah Queen Contiguity, yaitu wilayah tetangga ditentukan berdasarkan persinggungan sisi perbatasan ataupersinggungan ujung (vertex) perbatasan dengan wilayah lain. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

88 Matriks pembobot spasial mendefinisikan =1 untuk wilayah yang bersisian (common side) atau titik sudutnya (common vertex) bertemu dengan wilayah yang menjadi perhatian sedangkan =0 untuk wilayah lainnya. Setelah pembobotan spasial dilakukan pengujian efek spasial, yaitu uji independensi dan uji heterogenitas.. Sedangkan uji heterogenitas dilihat dengan menggunakan uji Breusch Pagan Uji Independensi Spasial Pengujian independensi dengan melihat nilai indeks moran dan lagrange multiplier test (LM) a. Indeks Moran Pengujian dilakukan dengan Indeks Moran (moran s I),yaitu dengan membandingkan nilai Moran s I terhadap nilai harapannya. Indeks Moran (moran s I) adalah salah satu teknik analisis spasial yang dapat digunakan untuk menentukan adanya autokorelasi spasial antar lokasi pengamatan. Berikut pengujian hipotesis untuk keseluruhan variabelnya : (i) Hipotesis : : I = 0, (tidak ada keterkaitan antar wilayah) : I 0, (terdapat keterkaitan antar wilayah) (ii) Tingkat Signifikansi : Pada penelitian ini menggunakan (iii) Daerah Kritis :, maka ditolak (iv) Statistik Uji : Tabel 6. Pengujian Indeks Moran Uji Nilai Prob Moran s I 0, (v) Keputusan : Berdasarkan tabel 6 nilai Prob. Moran s I = 0,57626 > (vi) Kesimpulan : Dengan tingkat kepercayaan 95%, maka gagal ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat keterkaitan antar wilayah. b. Lagrange Multiplier (LM) Pemilihan model spasial dilakukan dengan uji LM sebagai identifikasi awal. Lagrange Multiplier digunakan untuk mendeteksi dependensi spasial dengan lebih spesifik yaitu dependensi lag,. Hasil Pengujian LM disajikan pada Tabel 7 dengan menggunakan bantuan software OpenGeoda yaitu : Tabel 7. Pengujian Lagrange Multiplier Uji Depemdemsi Lagrange Spasial Multiplier (lag) Nilai Prob 0,1798 0,67151 Uji Lagrange Multiplier (lag) bertujuan untuk mengidentifikasi adanya keterkaitan antar provinsi. Berdasakan tabel 7 dapat diketahui bahwa nilai probabilitas dari Lagrange Multiplier (lag) sebesar dan lebih besar dari. Sehingga gagal ditolak artinya tidak terdapat dependensi lag sehingga tidak perlu dilanjutkan ke pembuatan Spatial Autoregressive Model (SAR) Uji Heterogenitas Pengujian heterogenitas dapat diuji dengan menggunakan uji Breusch-Pagan (BP). Berikut adalah uji hipotesis dari BP. (i) Hipotesis : : Tidak terdapat keragaman antar wilayah : Terdapat keragaman antar wilayah (ii) Tingkat Signifikansi : Pada penelitian ini menggunakan (iii) Daerah Kritis : ditolak, jika (iv) Statistik Uji : 130 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

89 Uji Heterogenitas Breusch- Pagan Test Tabel 8. Pengujian Heterogenitas db Nilai Prob Menengah Atas (SMA/K) tahun 2014 wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua masih relative jauh dibandingkan dengan nilai APM nasional dan APM wilayah wilayah Sumatera, Jawa dan Bali. (v) Keputusan : Berdasarkan tabel 23 ditunjukkan bahwa nilai lebih besar dari nilai (vi) Kesimpulan : Dengan tingkat kepercayaan 95%, maka gagal ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat keragaman antar wilayah. Berdasarkan kedua pengujian yang telah dilakukan, yaitu uji dependensi dan uji heterogenitas mengindikasikan bahwa tidak terdapat efek spasial dalam data. Untuk pengujian masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat dapat dilihat pada lampiran 5 dan didapatkan kesimpulan bahwa tidak terdapat efek spasial dalam data untuk masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat. Sehingga model regresi yang digunakan tidak memasukkan pengaruh lokasi ke dalam model. Tidak adanya efek spasial dalam data angka putus sekolah tingkat SMA tahun 2014 dapat diartikan bahwa tidak adanya hubungan atau keterkaitan antar wilayah. Hal ini dapat disimpulkan bahwa antar wilayah masih terjadi ketimpangan atau kesenjangan dalam bidang pendidikan. Kesenjangan pembangunan pendidikan antar wilayah merupakan permasalahan yang belum terselesaikan, yang terlihat dari perbandingan capaian APM tahun 2013 dengan Pada tahun 2013, APM Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA/K) wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua jauh tertinggal dari capaian wilayah Sumatera, Jawa dan Bali yang terlihat dari APMnya. Kondisi yang sama juga terlihat dari nilai APM menurut wilayah, dimana nilai APM Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Hal ini terlihat bahwa kesenjangan pendidikan antar wilayah timur dengan wilayah barat. Kesenjangan tersebut tidak hanya saja pada kesenjangan akses dan partisipasi pendidikan, akan tetapi juga terhadap mutu pendidikan. Kesenjangan tidak terlepas dari kesenjangan input pendidikan di kedua wilayah, mulai dari ketersediaan sekolah dan sarana prasarananya (Biro APBN DPR RI, 2015). 4. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dibahas peneliti pada bagian pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa : a. Penggunaan regresi linier sederhana untuk masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat diperoleh bahwa variabel rasio sekolah-siswa (X 2 ) berpengaruh terhadap angka putus sekolah, dan variabel rata-rata anggota keluarga (X 4 ) berpengaruh terhadap angka putus sekolah. b. Persamaan regresi linier berganda untuk pemodelan kasus anak putus sekolah tingkat SMA yang terjadi di Indonesia tahun 2014 dapat dilihat dalam persamaan halaman 52. Kedua variabel independen ada yang berkorelasi positif da nada yang berkorelasi negative dengan angka putus sekolah tingkat SMA di Indonesia. Jika faktor konstan, maka setiap kenaikan 1 satuan akan mengurangi angka putus sekolah tingkat SMA di Indonesia sebesar Jika faktor konstan, maka setiap kenaikan 1 satuan akan menaikan jumlah angka putus sekolah tingkat SMA di Indonesia sebesar 0,026. c. Persamaan regresi linier berganda memiliki nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0.287, artinya model tersebut mampu menjelaskan keragaman dari angka putus sekolah tingkat SMA sebesar 28,7% dan sisanya 71,3% Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

90 dijelaskan oleh variabel lain di luar model. d. Persamaan SAR di atas memiliki nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar atau sebesar %, artinya model tersebut mampu menjelaskan keragaman dari siswa putus sekolah tingkat SMA sebesar % dan sisanya 2.152% dijelaskan oleh variabel lain di luar model. e. Berdasarkan pengujian efek spasial yang telah dilakukan, yaitu uji dependensi dan uji heterogenitas mengindikasikan bahwa tidak terdapat efek spasial dalam data, sehingga model regresi yang digunakan tidak memasukkan pengaruh lokasi ke dalam model. f. Tidak adanya efek spasial dalam data angka putus sekolah tingkat SMA tahun 2014 dapat diartikan bahwa tidak adanya hubungan atau keterkaitan antar wilayah. Hal ini dapat disimpulkan bahwa antar wilayah masih terjadi ketimpangan atau kesenjangan dalam bidang pendidikan. 5. Referensi Anselin, Luc. (2003). An Introduction to Spatial Regression Analysis in R. Urbana-Champaign : University of Illinois. Diunduh dari : Anselin, Luc. (2004). Geoda : An Introduction to Spatial Data Analysis. Urbana-Champaign : Department of Agricultural and Consumer Economics, University of Illinois. Astari, Gusti Ayu Ratih, dkk. (2013). Pemodelan Jumlah Anak Putus Sekolah Di Provinsi Bali Dengan Pendekatan Semi-Parametric Geographically Weighted Poisson Regression. Bali : Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Udayana. Biro APBN, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2014). Pembangunan Bidang Pendidikan : Perencanaan yang Lebih Fokus dan Berorientasi ke Timur Indonesia Merupakan Solusi Atasi Kesenjangan 132 dan Percepat Pencapain Target Nasional. Diunduh dari alamat en/biro-apbn-apbn-pembangunan- Bidang-Pendidikan-Perencanaan-Yang- Lebih-Fokus-dan-Berorientasi-Ke- Timur-Indonesia-Merupakan-Solusi- Atasi-Kesenjangan-dan-Percepat- Pencapaian-Target-Nasional pdf pada Jumat, 20 Mei 2016, WIB. Bustaman, Usman, dkk. (2013). Pengembangan Model Sosial : Analisis Spasial Angka Harapan Hidup Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk Jakarta : Badan Pusat Statistik Indonesia. Citrasari, Tanty. (2009). Pemodelan Angka Putus Sekolah Bagi Anak Usia Wajib Belajar Di Jawa Timur Dengan Pendekatan Generalized Poisson Regression. Surabaya : Jurusan Statistika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Fitroni, Bagus Naufal, dan Zain, Ismaini. (2013). Pemodelan Angka Putus Sekolah Usia Wajib Belajar Menggunakan Metode Regresi Spasial di Jawa Timur. Surabaya : Jurusan Statistika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Gaspersz, Vincent. (1991). Ekonometrika Terapan. Bandung : Tarsito. Ghozali, Imam. (2006). Aplikasi Analisis Multivariate denga Program SPSS. Semarang : Badan penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19 (edisi kelima). Semarang : Badan penerbit Universitas Diponegoro. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

91 Mayres, R.H Classical and Modern Regression Application. 2 nd edition Duxbury.CA. Parwata, I Made Alit. (2005). Pekerja Anak dalam Industri Kecil di Desa Abuan Bangli (Studi tentang Pemanfaatan Anak-Anak dalam Industri Kecil di Desa Abuan Kecamatan Susut Kabupaten Bangli). Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. Purbasari, Delta Arlintha. (2012). Pemodelan Angka Putus Sekolah Tingkat sltp dan Sederajat Di Jawa Timur Tahun 2012 dengan Menggunakan Analisis Regresi Logistik Ordinal. Surabaya : Jurusan Statistika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Rati, Musfika. (2013). Model Regresi Spasial Untuk Anak Tidak Bersekolah Usia Kurang 15 Tahun di Kota Medan. Medan : Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Rasiyo. (2008). Pemerataan Pendidikan Belum Tercapai. Diunduh dari alamat /Pemerataan%20Pendidikan%20blm.pd f pada Selasa, 15 Maret 2016, WIB. Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia. Septiana, Liska. (2012). Pemodelan Remaja Putus Sekolah Usia Sma Di Provinsi Jawa Timur Dengan Menggunakan Metode Regresi Spasial. Surabaya : Jurusan Statistika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Sumodiningrat, Gunawan. (2007). Ekonometrika Pengantar (edisi kedua). Yogyakarta: BPFE, Universitas Gadjah Mada. Walpole, R. E., & Myers, R. H. (1995). Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur dan Ilmuwan Edisi ke-4. Bandung: Penerbit ITB. Widarjono, A. (2005). Ekonometrika : Teori Dan Aplikasi Untuk Ekonomi Dan Bisnis. Sleman: Ekonisia. Wijaya. (2008). Uji Asumsi Klasik Regresi Linear. Cirebon : Fakultas Pertanian, Universitas Swadaya Gunung Jati. Rosadi, D Analisis Ekonometrika & Runtun Waktu Terapan dengan R. Yogyakarta: Andi Offset. Sekretariat Jendral Pusat Data dan Statistik Pendidikan. (2015). Ikhtisar Data Pendidikan Tahun 2014/2015. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Setiani, Dessy. (2015). Penerapan Regresi Spasial untuk Pemodelan Kemiskinan di Indonesia Tahun Yogyakarta : Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

92 TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL DI KABUPATEN KLATEN TAHUN 2014 Sunardi Badan Pusat Statistik Kabupaten Klaten Abstrak Partisipasi anggota masyarakat secara sukarela dalam membangun wilayahnya perlu ditumbuhkan melalui interaksi sosial yang dapat memupuk kebersamaan komunitas melalui unsur senasib, sepenanggungan dan saling membutuhkan. Salah satu bentuk partisipasi masyarakat, dapat dilihat melalui kegiatan gotong royong, sebagi bentuk kerjasama antar individu dan antar kelompok yang dapat membangun sikap saling percaya untuk melakukan kerjasama dalam menangani permasalahan yang menjadi kepentingan bersama. Selain itu partisipasi masyarkat, juga dapat terlihat dari keaktifan dalam menjaga kelestarian kearifan lokal yang ada dalam lingkungan tempat tinggalnya. Dengan menggunakan metode ESDA (Exploratory Spatial Data Analysis) dapat diketahui fenomena pemusatan unit analisis desa/kelurahan berdasarkan karakteristik tertentu dengan data berbasis wilayah. Dengan mengambil wilayah di Kabupaten klaten, secara umum tingkat partisipasi masyarakat dalam gotong royong dan pelestarian kearifan lokal teridentifikasi sudah tinggi pada sebagian besar wilayah. Wilayah kecamatan yang teridentifikasi mempunyai tingkat partisipasi yang rendah berada di Kecamatan Tulung. Kata Kunci: gotong-royong, kearifan lokal, ESDA. 1. PENDAHULUAN Pembangunan nasional akan berhasil jika ditopang oleh masyarakat yang memiliki kekuatan sosial integrative, yaitu masyarakat atau komunitas yang memiliki kekuatan dirinya sendiri untuk menghadapi berbagai gejolak yang datang dari luar komunitas. Inilah yang disebut sebagai ketahanan sosial masyarakat. Salah satu ketahanan sosial masyarakat desa dengan pendekatan outcome terkait upaya mengatasi risiko dari luar, yaitu tingkat partisipasi masyarakat dalam kehidupan sosial. Ketahanan sosial merupakan kemampuan komunitas lokal (grassroot community) dalam memprediksi, mengantisipasi, dan mengatasi perubahan sosial yang terjadi, sehingga masyarakat tetap dapat koeksistensi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Hasbullah, 2012). Secara sederhana, ketahanan sosial suatu komunitas sering dikaitkan dengan kemampuan dalam mengatasi resiko akibat perubahan kondisi geografi, demografi, ekonomi, lingkungan, ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan, sosial budaya, politik dan keamanan yang mengelilinginya. Partisipasi masyarakat secara sukarela dalam membangun wilayahnya perlu ditumbuhkan melalui interaksi sosial yang dapat menumbuhkan kebersamaan komunitas melalui unsur senasib, sepenanggungan dan saling membutuhkan. Tingkat partisipasi masyarakat dalam kehidupan sosial di lingkungan desa/kelurahan digambarkan melalui indikator keberadaan kegiatan gotong royong dan kearifan lokal yang ada dalam lingkungan tempat tinggalnya. Statistik ketahanan sosial merupakan salah satu dimensi penting untuk mengembangkan statistik sosial dan mengukur dinamika sosial yang terjadi di masyarakat. Bahkan ketahanan sosial (social resilience) telah menjadi satu isu yang terkait 134 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

93 dengan konsep pembangunan manusia dan sosial. Sejalan dengan kesadaran ini pula maka kebutuhan akan ukuran pembangunan yang merefleksikan ketahanan sosial masyarakat semakin menjadi kebutuhan nyata dan penting. Adanya indikator statistik ketahanan sosial diharapkan mampu menggambarkan fenomena permasalahan sosial. 2. METODE PENELITIAN Statistik ketahanan sosial ini merupakan salah satu upaya untuk menyediakan informasi berbasis wilayah tentang lokasi pemusatan indikator ketahanan sosial di Kabupaten Klaten. Data yang digunakan adalah hasil pendataan Potensi Desa (Podes) tahun 2014 yang mencakup 401 desa/kelurahan, sehingga informasi dalam makalah ini bisa menggambarkan kondisi ketahanan sosial masyarakat di Kabupaten Klaten pada tahun Makalah ini bersifat eksploratori karena informasi yang disajikan merupakan fakta hasil eksplorasi terhadap data mentah yang telah tersedia (data driven). Data mentah yang tersedia merupakan data berbasis wilayah sehingga fakta terkait pola spasial statistik ketahanan sosial di Kabupaten Klaten dilakukan dengan metode analisis data spasial (spatial data analysis). Hasil analisis spasial divisualisasikan dalam bentuk peta tematik sehingga menjadi lebih mudah dipahami. Selain itu, informasi spasial juga dilengkapi dengan beberapa data pendukung yang disajikan dalam bentuk infografis. Dengan demikian, data dan informasi yang disajikan lebih komprehensif. Unit analisis adalah desa/kelurahan dengan pertimbangan karena data yang digunakan merupakan hasil pengumpulan data di tingkat desa. Selain itu, analisis spasial yang menggunakan unit analisis dengan cakupan wilayah lebih kecil, seperti desa akan menghasilkan informasi yang lebih mendalam dibanding wilayah yang lebih besar, seperti kecamatan. Indikator yang digunakan untuk analisis dipilih dari data mentah hasil pendataan Podes 2014 yang dapat menggambarkan intensitas ketahanan sosial di Kabupaten Klaten. Adapun indikator dan unit analisis yang digunakan adalah Tingkat Partisipasi mengenai keaktifan penduduk dalam mengikuti kebiasaan gotong royong dan usaha dalam menjaga kelestarian kearifan lokal yang ada dalam lingkungan tempat tinggalnya. Gotong royong dapat diartikan sebagai suatu sikap ataupun kegiatan yang dilakukan oleh anggota masyarakat secara kerjasama dan tolong menolong dalam menyelesaikan pekerjaan maupun masalah dengan sukarela tanpa adanya imbalan. Sikap gotong royong ini telah melekat pada diri masyarakat pedesaan dan merupakan kebiasaan turun temurun dari nenek moyang. Sedangkan arti dari kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang masih berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. Dalam Podes 2014, bentuk kearifan local yang dicatat mencakup adat atau budaya yang bernilai luhur dan dilakukan oleh masyarakat di desa/kelurahan. Adat dan budaya luhur tersebut diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Kehamilan 2. Kelahiran 3. Perkawinan 4. Kematian 5. Pencaharian/pekerjaan 6. Alam/lingkungan hidup 7. Kehidupan komunitas 8. Kehidupan kebangsaan Adapun rumus untuk mengitung tingkat partisipasi masyarakat dalam kehidupan sosial adalah AG = 0, Jika (g i = 2 & k i > 0 & k i < 2)) = 1, Jika (g i = 2 & k i > 3 & k i < 5)) Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

94 AG : = 2, Jika (g i = 2 & k i >6 & k i < 8)) = 3, Jika (g i = 1 & k i > 0 & k i < 2)) = 4, Jika (g i = 1 & k i > 3 & k i < 5)) = 5, Jika (g i = 1 & k i > 6 & k i < 8)) Keterangan : Tingkat partisipasi masyarakat dalam gotong royong dan kearifan lokal dalam suatu desa/kelurahan. AG bernilai 0 sampai dengan 5, semakin rendah AG maka tingkat partisipasi masyarakat semakin buruk. Sebaran penduduk di wilayah Kabupaten Klaten sudah merata. Hal ini terlihat dari grafik diatas yang menunjukkan persentase penduduk di 26 kecamatan rata-rata sebesar 4 persen. Piramida penduduk di bawah yang membentuk stationer menunjukkan bahwa di Kabupaten Klaten untuk tingkat kelahiran dan kematian hampir sama. Ini mengartikan bahwa jumlah penduduk, muda, dewasa dan tua hamper sama. g i : k i : Kebiasaan gotong royong warga di desa/kelurahan Jumlah budaya/adat/kebiasaan yang menjadi ciri masyarakat desa/kelurahan (kearifan lokal) dan masih dipertahankan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu bentuk partisipasi masyarakat dapat dilihat dalam kegiatan gotong royong. Selain itu partisipasi masyarakat juga dapat terlihat dari keaktifan dalam menjaga kelestarian keaktifan lokal yang ada dalam lingkungan tempat tinggalnya. Informasi terkait kebiasaan gotong royong, keberadaan keaktifan lokal dan berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat disajikan pada infografis di bawah ini. Kondisi penduduk yang hampir merata baik dari segi sebaran maupun komposisi umur, diharapkan tingkat partisipasi masyarakat merata di semua wilayah di Kabupaten Klaten. Beberapa kegiatan pemberdayaan masyarakat yang ikut andil dalam ketahanan sosial adalah pemberantasan buta huruf, kegiatan pendidikan dasar, partisipasi masyarakat untuk gemar membaca serta pelayanan kesehatan yang berasal dari inisiatif masyarakat. Pemberantasan buta huruf selain dari kewajiban setiap anak untuk mengikuti pendidikan dasar, bisa juga dari kegiatan keaksaraan fungsional untuk masyarakat yang tidak sekolah. Keaksaraan fungsional adalah metode pemberantasan buta aksara meliputi kemampuan baca, tulis, dan hitung, serta berbagai ketrampilan lain. 136 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

95 Untuk kegiatan pendidikan dasar bisa dilihat dari keberadaan Pos Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah tempat kegiatan pembinaan anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk pertumbuhan/perkembangan jasmani dan rohani agar siap memasuki pendidikan selanjutnya. Kegiatan gemar membaca bisa terwujud jika selain ada ketersediaan perpustakaan, bisa juga adanya Taman Bacaan Masyarakat (TBM). TBM adalah lembaga yang lahir dari dan untuk masyarakat yang merupakan potensi dalam memberdayakan warga (masyarakat umum) untuk belajar dan memperoleh informasi/pengetahuan untuk meningkatkan taraf hidup. Sedangkan pelayanan kesehatan selain keberadaan unit-unit kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, prakterk dokter, bisa juga dilihat dari keberadaan posyandu. Posyandu adalah satu wadah peran serta masyarakat yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat guna memperoleh pelayanan kesehatan dasar dan memantau pertumbuhan balita dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia secara dini. Partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan beberapa kegiatan bisa dilihat pada infografis berikut. Taman Bacaan Masyarakat (TBM) masih beroperasi di 48 desa/kelurahan. Kegiatan posyandu di 401 desa/kelurahan dilaksanakan setiap bulan. Dari infografis diatas bisa dikatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam memberdayakan ketahanan sosial masih ada. Dan khusus untuk kegiatan posyandu dan Pos Paud bisa dikatakan berada di sebagian besar wilayah Kabupaten Klaten. Untuk kegiatan gotong royong sejak tahun 2014 hampir seratus persen wilayah desa/kelurahan di Kabupaten Klaten masih melakukan. Tentunya hal ini tetap menjadi pertanda bahwa semangat gotong royong masih menjiwai di benak masyarakat Kabupaten Klaten. Persentase Desa/Kelurahan menurut keberadaan Gotong Royong Warga sejak Januari % Selama 3 tahun terakhir, keaksaraan fungsional terdapat di 88 desa/kelurahan. Pos Pendidikan Anak Usia dini (Pos PAUD) masih beroperasi di 338 desa/kelurahan. Ada 99% Tidak Ada Keberadaan kearifan lokal juga masih ada di masyarakat Kabupaten Klaten. Pada infografis berikut menunjukkan kegiatan adat/kebiasaan tersebut. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

96 Beberapa contoh untuk adat/kebiasaan untuk Kehamilan adalah kegiatan mitoni. Untuk adat Kelahiran adalah acara sepasaran atau selapanan. Adat Kematian yakni upacara peringatan hari kematian seseorang pada hari ke 40, hari ke 100 ataupun setahun maupun 100 hari. Contoh acara perkawinan yakni upacara pasrah sarana. Pada adat kehidupan komunitas seperti acara sadranan. Untuk adat kehidupan kebangsaan yakni acara tirakatan menjelang HUT Kemerdekaan RI. Pada adat pekerjaan contohnya adalah acara Wiwit yakni upacara adat sebelum melakukan panen padi. Pada adat lingkungan hidup adalah bersih desa. Kearifan Lokal Kehamilan 95,65% 92,57% Kelahiran 95,65% 93,24% Perkawinan 90,91% 85,14% Kematian 94,07% 93,92% Pekerjaan 44,66% 50,68% Lingkungan Hidup Kehidupan Komunitas Kehidupan Kebangsaan 54,15% 32,43% 62,06% 52,03% 93,68% 90,54% Semua kebiasaan/adat ini, ternyata lebih banyak dilakukan di daerah perkotaan daripada pedesaan, kecuali adat pekerjaan. Hal ini lumrah karena adat pekerjaan contohnya adalah acara wiwit yang hanya bisa dilakukan kalau masyarakat punya lahan sawah. Dari hasil penghitungan tingkat partisipasi masyarakat dalam kehidupan sosial diperoleh angka sebagai berikut. 138 Kecamatan AG Total Desa Bayat Cawas Ceper Delanggu Gantiwarno Jatinom Jogonalan Juwiring Kalikotes Karanganom Karangdowo Karangnongko Kebonarum Kemalang Klaten Selatan Klaten Tengah Klaten Utara Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

97 Manisrenggo Ngawen Pedan Polanharjo Prambanan Trucuk Tulung Wedi Wonosari Total Kabupaten Secara umum, tingkat partisipasi masyarakat dalam hal keberadaan gotong royong dan pelestarian lokal teridentifikasi sudah tinggi pada sebagian besar wilayah Kabupaten Klaten. Tingginya partisipasi tersebut ditandai dengan adanya kegiatan gotong royong dan kearifan lokal. Lokasi desa yang mengalami pemusatan rendah teridentifikasi di Kecamatan Tulung (ditandai warna ungu). Sedangkan 4 kecamatan yang teridentifikasi sedang terdapat di Kecamatan Delanggu, Karanganom, Ngawen dan Wonosari. Sedangkan 21 Kecamatan lainnya teridentifikasi tinggi. 4. KESIMPULAN Tingkat partisipasi masyarakat dalam kehidupan sosial tidak hanya terkait kebiasaan gotong royong dan keberadaan kearifan lokal saja, akan tetapi bisa juga dilihat dari kegiatan pemberdayaan masyarakat yang masih dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Klaten. Dari hasil penghitungan secara umum tingkat partisipasi masyarakat dalam gotong royong dan pelestarian kearifan lokal teridentifikasi sudah tinggi pada sebagian besar wilayah. Wilayah kecamatan yang teridentifikasi mempunyai tingkat partisipasi yang rendah berada di Kecamatan Tulung. 5. REFERENSI BPS Peta Tematik Statistik Ketahanan Sosial (Berdasarkan Hasil Pendataan Potensi Desa Jakarta: Badan Pusat Statistik. BPS PODES 2014; Pedoman Pencacah. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Hasbullah, M. Sairi Kerangka Kerja Pengembangan Statistik Ketahanan Sosial, dalam Kerangka Kerja dan Spektrum Pelaksanaan Tugas Statistik Ketahanan Sosial. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

98 ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA TAHUN 2013 Ria Amora 1), Atina Ahdika 2) 1 FMIPA, UII riaamora19@gmail.com 2 FMIPA, UII atina.a@uii.ac.id Abstrak Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar dan memiliki potensi tenaga kerja yang besar. Masalah-masalah pokok dibidang ketenagakerjaan di Indonesia bersifat struktural dan jangka panjang. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yaitu data Penduduk Yang Bekerja (PYB) dan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2013 yang diperoleh dari bagian Pusat Data dan Informasi Kementerian Ketenagakerjaan RI. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan metode regresi linier sederhana menggunakan Ms. Excel 2010 dan software SPSS 17. Tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui gambaran umum penyerapan tenaga kerja di Indonesia berdasarkan karakteristik-karakteristik umum PYB pada tahun 2013 dan untuk menganalisis pengaruh penyerapan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan nilai PDRB pada 33 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja pada tahun 2013 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2012, penyerapan tenaga kerja terbanyak berada di Pulau Jawa dan masih didominasi oleh PYB dengan tingkat pendidikan dasar dan berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai dengan waktu kerja selama jam dalam seminggu. Penyerapan tenaga kerja terbanyak pada tahun 2013 berada di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan sehingga menyebabkan penyerapan tenaga kerja didominasi juga oleh penduduk yang bekerja sebagai tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan. Hasil analisis pengaruh menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja memiliki pengaruh positif terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyerapan tenaga kerja memiliki dampak terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kata Kunci : penyerapan tenaga kerja, penduduk yang bekerja, PDRB, analisis deskriptif, regresi linier sederhana 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar dan memiliki potensi tenaga kerja yang besar. Pertumbuhan penduduk yang meningkat dari tahun ke tahun diiringi dengan pertumbuhan angkatan kerja, yaitu penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran. Dengan kata lain, penawaran tenaga kerja di dalam pasar kerja juga akan meningkat. Namun demikian, penawaran tenaga kerja sebagai akibat pertumbuhan angkatan kerja tidak selalu diiringi dengan penciptaan lapangan kerja baru yang mampu menampung angkatan kerja yang baru untuk masuk ke dalam pasar kerja. Meningkatnya jumlah angkatan kerja yang tidak diimbangi oleh perluasan lapangan kerja akan membawa beban tersendiri bagi perekonomian. Angkatan kerja yang tidak tertampung dalam lapangan kerja akan menyebabkan pengangguran. Padahal harapan pemerintah, semakin banyaknya jumlah angkatan kerja bisa menjadi pendorong pembangunan ekonomi. Pada dasarnya penyerapan tenaga kerja diharapkan dapat mengurangi jumlah pengangguran. Tetapi penyediaan lapangan kerja atau kesempatan kerja yang tidak dapat diimbangi dengan pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja akan mengakibatkan rendahnya penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja merupakan salah satu faktor penunjang berlangsungnya pembangunan ekonomi. Kesempatan kerja, kuantitas, serta kualitas tenaga kerja menjadi 140 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

99 indikator penting dalam pembangunan ekonomi karena mempunyai fungsi yang menentukan dalam pembangunan, yaitu : (1) tenaga kerja sebagai sumber daya untuk menjalankan proses produksi serta distribusi barang dan jasa, dan (2) tenaga kerja sebagai sasaran untuk menghidupkan dan mengembangkan pasar. Kedua fungsi tersebut memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus dalam jangka panjang, atau dapat dikatakan bahwa tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan (Suroto, 1992). Indikator penting yang menunjukkan kondisi perekonomian suatu negara dalam suatu periode tertentu adalah Produk Domestik Bruto (PDB). PDB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi (usaha). Pertumbuhan ekonomi memang sangat erat kaitannya dengan peningkatan barang dan jasa yang diproduksi oleh masyarakat. Semakin banyak yang diproduksi, maka kemakmuran masyarakat akan semakin dapat ditingkatkan. Pertumbuhan ekonomi tersebut salah satunya dapat diukur dengan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) dan bisa juga dengan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dimana PDB itu ruang lingkupnya nasional, sementara PDRB ruang lingkupnya adalah daerah. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis memilih judul Analisis Penyerapan Tenaga Kerja dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Tahun Masalah ini dianggap menarik bagi penulis untuk mengetahui gambaran mengenai penyerapan tenaga kerja di Indonesia berdasarkan karakteristik-karakteristik umum penduduk yang bekerja pada tahun 2013 dan melihat pengaruh penyerapan tenaga kerja tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto tahun KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Metode statistik adalah prosedurprosedur yang digunakan dalam pengumpulan, penyajian, analisis dan penafsiran data. Metode tersebut dibagi menjadi dua, yaitu statistika deskriptif dan statistika inferensial (Walpole, dkk, 2007). Statistika deskriptif adalah bagian dari ilmu statistika yang meringkas, menyajikan dan mendeskripsikan data dalam bentuk yang mudah dibaca sehingga memberikan informasi tersebut lebih lengkap. Statistika deskriptif hanya berhubungan dengan hal menguraikan atau memberikan keterangan-keterangan mengenai suatu data atau keadaan atau fenomena. Artinya hanya melihat gambaran secara umum dari data yang didapatkan. Analisis regresi linier sederhana adalah hubungan secara linier antara satu variabel independen ( ) dengan variabel dependen ( ). Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan. Persamaan Regresi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen atau bebas yaitu penyerapan tenaga kerja ( ) terhadap variabel dependen yaitu Produk Domestik Regional Bruto ( ). Rumus matematis dari regresi linier sederhana yang digunakan dalam Penelitian ini adalah : Dimana : =variabel dependen (respon), yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) =variabel independen, yang digunakan sebagai penjelas yaitu Penyerapan tenaga kerja =konstanta (intercept), titik potong garis regresi dengan sumbu = slope, kemiringan garis regresi, yaitu seberapa jauh kenaikan atau penurunan komponen deterministik dari sebagai akibat kenaikan atau penurunan =komponen kesalahan acak (random error) a. Estimasi Parameter Model LSE (least square error) bisa digunakan untuk menaksir parameter regresi linier. Prinsip metode ini adalah meminimumkan jumlah kuadrat kesalahan (error). Berdasarkan data ( ) unuk, maka parameter dan bisa diestimasi dengan model LSE sebagai berikut: Dimana a itu adalah dan adalah, sehingga diperoleh estimasi model: Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

100 b. Estimasi Variansi Error Error atau residual adalah selisih antara data pengamatan dengan hasil prediksinya, diestimasi dengan e dan dihitung menggunakan: Variasi total terbagi menjadi dua bagian: SST = SSE + SSR SST= SSE= SSR= Dimana: SST = Total Sum of Squared SSE = Sum of Squared Error SSR = Sum of Squared Regression = Nilai observasi dari variabel dependen = Nilai rata-rata dari variabel dependen = Nilai estimasi untuk nilai yang diberikan c. Korelasi Product Moment (Pearson) Korelasi ini digunakan untuk mengukur hubungan linier antara dua variabel, yaitu antara variabel penyerapan tenaga kerja dengan variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Statistik uji yang digunakan: Statistik uji yang digunakan yaitu Statistik uji untuk mengetahui hubungan kedua variabel, yaitu antara variabel dependen dan variabel independennya. H 0 ditolak jika t > t tabel ; untuk (alpha) atau apabila nilai signifikansi dari output yag dihasilkan kurang dari. Selanjutnya kriteria Koefisien Korelasi (Sarwono:2006), dijelaskan sebagai berikut: 0 : tidak ada korelasi >0-0,25 : korelasi sangat lemah >0,25-0,5 : korelasi cukup >0,5-0,75 : korelasi kuat >0,75-0,99 : korelasi sangat kuat 1 : korelasi sempurna Korelasi bernilai jika terdapat hubungan linier yang positif, bernilai jika terdapat hubungan linier yang negatif, dan antara -1 dan +1 yang menunjukkan tingkat dependensi linier antara dua variabel. Semakin dekat dengan -1 atau +1, semakin kuat korelasi antara kedua variabel tersebut. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel-variabel bebas (Ghozali, 2001). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Karena pada penelitian ini, penulis menggunakan analisis regresi sederhana yang hanya terdapat satu variabel bebas, maka uji multikolinearitas tidak dapat dipergunakan pada analisis regresi linier sederhana ini. Dimana: = banyaknya pengamatan = variabel bebas (Penyerapan Tenaga Kerja) = variabel tak bebas (PDRB) Hipotesis untuk uji ini yaitu: H 0 : = 0 (Tidak terdapat korelasi antara variabel penyerapan tenaga kerja dengan variabel PDRB) H 1 : 0 (Terdapat korelasi positif antara variabel penyerapan tenaga kerja dengan variabel PDRB) Keputusan: b. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat, variabel bebas atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau penyebaran data statistik pada sumbu diagonal dari grafik distribusi normal (Ghozali, 2001). c. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2001). Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah di mana terdapat kesamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas (Nanang, 2013). 142 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

101 Deteksi heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan metode scatter plot dengan memplotkan nilai ZPRED (nilai prediksi) dengan SRESID (nilai residualnya). Model yang baik didapatkan jika tidak terdapat pola tertentu pada grafik, seperti mengumpul di tengah, menyempit kemudian melebar atau sebaliknya melebar kemudian menyempit. Uji statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan cara meregresikan antara variabel independen dengan nilai absolut residualnya. Jika nilai signifikansi antara variabel independen dengan absolut residual lebih dari 0,05 maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi adalah untuk melihat apakah terjadi korelasi antara suatu periode dengan periode sebelumnya ( ). Secara sederhananya yaitu analisis regresi adalah untuk melihat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat, jadi tidak boleh ada korelasi antara observasi dengan data observasi sebelumnya (Nanang, 2013). Uji autokorelasi hanya dilakukan pada data time series (runtun waktu) dan tidak perlu dilakukan pada data cross section seperti pada kuesioner dimana pengukuran semua variabel dilakukan secara serempak pada saat yang bersamaan. Karena pada penelitian ini, penulis menggunakan data cross section, maka uji autokorelasi tidak dipergunakan pada analisis regresi linier sederhana ini. Uji Goodness of Fit a. Uji F untuk Signifikansi Menyeluruh Uji F dikenal dengan uji serentak atau uji model/uji Anova, yaitu untuk menguji apakah model regresi yang kita buat baik/signifikan atau tidak baik/non signifikan. Jika model signifikan maka model bisa digunakan untuk prediksi/peramalan, sebaliknya jika tidak/non signifikan maka model regresi tidak bisa digunakan untuk prediksi/peramalan (Anwar, 2013). Uji Overall (simultan) - H 0 : β 0 = β 1 = 0 H 1 : minimal ada satu β i 0 di mana i = 1,2 - Taraf signifikansi : α - Statistik uji : F hitung = MSR/MSE Dimana, MSR (Mean Squared Regression) = SSR MSE (Mean Squared Error) = S 2 = SSE/n-2 - Daerah kritis : Tolak H 0 jika F hitung > F (α; p; n-(p+1)) atau Tolak H 0 jika p-value < α b. Uji Parsial (Uji t) untuk Koefisien Individual Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. 1) Uji Signifikansi β 0 - H 0 : β 0 = 0 H 1 : β Taraf signifikansi : α - Statistik uji : t hitung = β 0 /Se β0 atau dilihat dari nilai P-Value - Daerah kritis : Tolak H 0 jika t hitung > t (α/2 ; n-(p+1)) atau P- Value < α 2) Uji Signifikansi β 1 - H 0 : β 1 = 0 H 1 : β Taraf signifikansi : α - Daerah kritis : Tolak H 0 jika t hitung > t (α/2 ; n-(p+1)) atau P- Value < α - Statistik uji : t hitung = β 1 /Se β1 atau dilihat dari nilai P-Value c. Koefisien Determinasi (R 2 ) Koefisien determinasi (R 2 ) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R 2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Transformasi Data Transformasi data adalah merubah skala data kedalam bentuk lain sehingga data memiliki distribusi yang diharapkan. Ada beberapa jenis transformasi data yang sering digunakan, seperti transformasi kuadrat, ransformasi kubik, transformasi akar, transformasi invers/kebalikan, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

102 transformasi logaritma, transformasi Arcsin dan transformasi invers skor. Pada umumnya untuk menentukan jenis transformasi mana yang paling tepat digunakan adalah dengan memplot data kita dan melihat trend dari data tersebut atau berdasarkan histogram dari data tersebut. Berikut adalah beberapa bentuk trend dari plot data/histogram : berupa tabel, grafik, serta output hasil uji korelasi, uji asumsi klasik dan regresi linier sederhana (analisis pengaruh) yang akan membantu dalam pembahasan dan analisis. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan ketenagakerjaan di Indonesia pada Agustus 2013 mengalami penurunan, hal ini diindikasikan dengan menurunnya jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 3,2 juta orang dibandingkan keadaan Februari 2013, jika dibandingkan Agustus 2012 menurun sebanyak 4,1 ribu orang. Analisis Deskriptif Grafik 1 Piramida Penduduk Yang Bekerja Di Indonesia Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2013 Hal yang dapat dilakukan dari trend tersebut di atas adalah: 3. METODE PENELITIAN Objek penelitian yakni menggunakan data sekunder yaitu data Penduduk Yang Bekerja (PYB) dan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Indonesia pada tahun Kemudian penulis menggunakan data pendukung yaitu data-data mengenai ketenagakerjaan di Indonesia tahun Berdasarkan Data PYB dan PDRB Tahun 2013, penulis melakukan pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2010 dan software SPSS 17 dengan analisis deskriptif dan analisis regresi linier sederhana. Hasil pengolahan data 144 Sumber: go.id Penyerapan tenaga kerja di Indonesia pada tahun 2013 didominasi oleh penduduk usia produktif yang berusia tahun dan terlihat dari piramida di atas, bahwa semakin tinggi usia seseorang (dimulai dari usia 25 tahun) maka tingkat PYB semakin berkurang. Sedangkan penyerapan tenaga kerja kategori Pekerja Usia Muda (15-24 tahun) terlihat lebih sedikit jika dibandingkan dengan golongan umur lainnya, kecuali pada golongan umur 55 tahun ke atas. Hal ini disebabkan karena pada golongan umur 55 tahun ke atas terdapat PYB yang dikategorikan sebagai Pekerja Lanjut Usia (60 tahun ke atas) yang mana keadaan Pekerja Lanjut Usia pada tahun 2013 lebih sedikit jika dibandingkan dengan Pekerja Usia Muda, yaitu Pekerja Usia Muda sebanyak 16,15 juta orang sedangkan Pekerja Lanjut Usia sebanyak 8,7 juta orang atau sekitar 1 : 2. Kemudian Proporsi PYB disetiap golongan umur didominasi oleh PYB Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

103 yang berjenis kelamin laki-laki, karena memang angkatan kerja di Indonesia pada tahun 2013 didominasi oleh angkatan kerja berjenis kelamin laki-laki. Grafik 2 Penduduk Yang Bekerja Di Indonesia Menurut Pendidikan dan Jenis Kelamin Tahun 2013 Sumber: BPS, Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2013 (diolah Pusdatinaker) Penyerapan tenaga kerja di Indonesia pada tahun 2013 didominasi oleh PYB berpendidikan dasar ( SD-SMP), karena memang angkatan kerja untuk penduduk yang berpendidikan dasar sangatlah tinggi jika dibandingkan dengan angkatan kerja penduduk yang berpendidikan menengah dan berpendidikan tinggi. Untuk angkatan kerja penduduk yang berpendidikan dasar itu mencapai 76,05 juta orang yang mana 72,48 juta orang adalah penduduk yang bekerja dan untuk sisanya sebagai pengangguran terbuka. Tabel 1 Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi Tahun 2013 lowongan kerja untuk pencari kerja yang berpendidikan menengah dan yang paling sedikit yaitu lowongan untuk pencari kerja yang berpendidikan tinggi. Begitupula untuk penempatan tenaga kerja lebih didominasi oleh tenaga kerja yang berasal dari pencari kerja yang berpendidikan menengah. Sehingga mengakibatkan pengangguran terbuka untuk yang berpendidikan dasar semakin tinggi. Tabel 2 Pencari Kerja, Lowongan Kerja dan Penempatan Tenaga Kerja Menurut Pendidikan Tahun 2013 Pendidi kan Pencari Kerja Lowo ngan kerja Penem patan Tenaga Kerja Dasar Menengah Tinggi Sumber: Dit. Pengembangan Pasar Kerja Grafik 3 Penduduk Yang Bekerja Di Indonesia Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin Tahun 2013 Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2013, BPS 2 Mempersiapkan usaha Meskipun jumlah PYB tertinggi berasal dari angkatan kerja dengan pendidikan dasar, tetapi jika diilihat dari tabel 1, ternyata pengangguran terbuka yang paling tinggi juga terjadi pada angkatan kerja dengan pendidikan dasar. Jika dikaitkan dengan data Informasi Pasar Kerja (IPK), hal tersebut bisa terjadi karena memang pada tahun 2013 jumlah pencari kerja untuk yang berpendidikan dasar itu paling sedikit jika dibandingkan dengan pencari kerja yang berpendidikan menengah dan berpendidikan tinggi. Sedangkan untuk lowongan kerja yang terdaftar pada tahun 2013, paling banyak Sumber: *)Ket: 1. Pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan, 2. Pertambangan dan Penggalian, 3. Industri, 4. Listrik, gas dan air minum, 5. Konstruksi, 6. Perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi, 7. Transportasi, pergudangan dan komunikasi, 8. Lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan, 9. Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan. Indonesia merupakan sebuah negara yang dijuluki sebagai negara agraris dan negara maritim, yaitu negara yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani dan Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

104 sebagian wilayahnya merupakan perairan yaitu luas daratan lebih kecil jika dibandingkan dengan luas lautan. Sehingga Indonesia memiliki sumber daya alam yang beranekaragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Keadaan tersebut memang terbukti dengan adanya penyerapan tenaga kerja di Indonesia pada tahun 2013 yang didominasi oleh penduduk yang bekerja pada sektor/bidang kegiatan pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan. Penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, dengan meningkatnya jumlah penduduk tersebut, maka konsumsi pangan juga akan meningkat, sehingga dapat meningkatkan perekonomian bagi para petani. Tetapi pada kenyataannya, meskipun penyerapan tenaga kerja pada sektor/bidang kegiatan pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan paling tinggi, tingkat produktivitas pada sektor/bidang kegiatan tersebut adalah paling rendah yakni hanya sebesar Rp /orang setiap tahunnya. Keadaan tersebut harus menjadi perhatian lebih lanjut untuk pemerintah agar bisa membuat program-program baru, seperti halnya membuat sebuah program kerja yang melibatkan pihakpihak yang memang berkecimpung di bidang pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan untuk melakukan kerjasama dalam menjalankan program tersebut, sehingga diharapkan bisa meningkatkan kualitas tenaga kerja di Indonesia terutama agar produktivitas pada sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan bisa lebih meningkat, mengingat penduduk yang bekerja pada bidang tersebut adalah yang paling dominan. Karena jika tingkat produktivitas kerja di Indonesia bisa meningkat, akan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya juga. Sumber: *)Ket: 1. Tenaga profesional, teknisi dan yang sejenis, 2. Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan, 3. Pejabat pelaksana, tenaga tata usaha dan yang sejenis, 4. Tenaga usaha penjualan, 5. Tenaga usaha jasa, 6. Tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan, 7.Tenaga produksi, operator alat-alat angkutan dan pekerja kasar, 8. Lainnya. Penyerapan tenaga kerja di Indonesia pada tahun 2013 didominasi oleh penduduk yang bekerja sebagai tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan. Jenis pekerjaan/jabatan ini memang berhubungan dengan sektor/bidang kegiatan PYB, oleh karena PYB pada sektor/bidang kegiatan pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan jumlahnya paling banyak, maka untuk PYB berdasarkan jenis pekerjaan/jabatanpun didominasi oleh PYB sebagai tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan. Grafik 5 Penduduk Yang Bekerja Di Indonesia Menurut Status Pekerjaan dan Jenis Kelamin Tahun 2013 Grafik 4 Penduduk Yang Bekerja Di Indonesia Menurut Jenis Pekerjaan/Jabatan dan Jenis Kelamin Tahun 2013 Sumber: *)Ket: 1. Berusaha sendiri, 2. Berusaha dibantu buruh tidak tetap, 3. Berusaha dibantu buruh tetap, 4. Buruh/Karyawan/Pegawai, 5. Pekerja bebas di Pertanian, 6. Pekerja bebas di Non Pertanian, 7. Pekerja tidak dibayar. 146 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

105 Penyerapan tenaga kerja di Indonesia pada tahun 2013 didominasi oleh PYB berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai. Salah satu Pengamat Politik dan Sosial Kemasyarakatan Bidang Pengembangan Teknologi Informasi, Gunawan St, MKOM dalam salah satu artikelnya menyatakan bahwa: Kita pasti tahu kalau sebutan untuk buruh itu untuk pekerja kasar yang rerata pendidikannya sangat rendah bahkan sama sekali tak pernah makan bangku sekolahan. Buruh sudah meningkat minimal tamatan SMP. Agak tinggi tamatan SMA disebut karyawan atau pegawai. Disinilah korelasi mengapa hari buruh berdampingan dengan hari pendidikan. Negara Indonesia termasuk negara yang tingkat pendidikan warganya masih rendah. Terbukti Indonesia masih mengekspor buruh/karyawan/ pegawai ke luar negeri yang dibungkus dengan label TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dan TKW (Tenaga Kerja Wanita). Sedangkan untuk pekerja profesional yang memiliki tingkat pendidikan lumayan tidak banyak yang bekerja di luar negeri. (Gunawan, 2014). Dari lansiran tersebut, penulis bisa memahami bahwa status pekerjaan dan jenis pendidikan itu saling berhubungan. Sebelumnya telah didapatkaan kesimpulan bahwa PYB di Indonesia didominasi oleh PYB yang mengenyam pendidikan dasar ( SD-SMP) dan disusul oleh PYB yang mengenyam pendidikan menengah (SMA), dari kedua hal tersebut bisa dilihat pada tabel 3 bahwa memang PYB dengan pendidikan dasar dan menengah itu didominasi oleh PYB yang berstatus sebagai buruh/ karyawan/pekerja. Melihat kondisi yang seperti itu, memang benar jika di Indonesia ini tingkat pendidikan warganya masih rendah sehingga mengakibatkan tenaga kerja Indonesiapun didominasi oleh PYB dengan status pekerjaannya sebagai buruh/karyawan/ pegawai. Dengan demikian, diharapkan pemerintah lebih peduli lagi akan pendidikan bangsa Indonesia, bisa memberikan program-program nyata yang bisa menjadikan rakyat Indonesia ke depannya menjadi orang-orang yang berpendidikan di atas rata-rata minimal SMA. Misalkan dengan menegaskan program dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), mempermudah beasiswa dan menambah kualitas fasilitas sarana dan prasarana sekolah. Tabel 3 Penduduk Yang Bekerja di Indonesia Menurut Status Pekerjaan dan Pendidikan Tahun 2013 Sumber: *)Ket: 1. Berusaha sendiri, 2. Berusaha dibantu buruh tidak tetap, 3. Berusaha dibantu buruh tetap, 4. Buruh/Karyawan/Pegawai, 5. Pekerja bebas di Pertanian, 6. Pekerja bebas di Non Pertanian, 7. Pekerja tidak dibayar. Grafik 6 Penduduk Yang Bekerja Di Indonesia Menurut Jam Kerja dan Jenis Kelamin Tahun 2013 Sumber: **)sementara tidak bekerja Penyerapan tenaga kerja di Indonesia pada tahun 2013 didominasi oleh PYB dengan waktu kerja selama jam dan disusul oleh PYB dengan waktu jam. Pasal 77 ayat 1, UU No.13/2003 mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam 2 (dua) sistem. Pada kedua sistem jam kerja tersebut diberikan batasan jam kerja yaitu 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu. Apabila melebihi dari ketentuan waktu kerja tersebut, maka waktu kerja biasa dianggap masuk sebagai waktu kerja lembur sehingga pekerja/buruh berhak atas upah lembur. Akan tetapi, ketentuan waktu kerja tersebut tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu seperti misalnya pekerjaan di pengeboran minyak Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

106 lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh, penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal (laut), atau penebangan hutan. Ada pula pekerjaanpekerjaan tertentu yang harus dijalankan terusmenerus, termasuk pada hari libur resmi (Pasal 85 ayat 2 UNDANG-UNDANG No.13/2003). Pekerjaan yang terus-menerus ini kemudian diatur dalam Kepmenakertrans No. Kep- 233/Men/2003 Tahun 2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan Secara Terus Menerus. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam/hari dan 14 jam dalam 1 minggu diluar istirahat mingguan atau hari libur resmi. Dengan demikian penulis mengasumsikan bahwa PYB tertinggi menurut jam kerja yaitu mereka yang memiiki waktu lembur karena waktu kerja lebih dari 40 jam/minggu. Kemudian didapatkan bahwa semakin lama bekerja maka PYB berjenis kelamin perempuan akan semakin sedikit (proporsi perempuan lebih sedikit), hal tersebut bisa saja terjadi karena pada Undang-Undang ketenagakerjaan BAB VII bagian perlindungan Pasal 98 ayat (1) poin c menyebutkan bahwa Setiap pengusaha dilarang mempekerjakan wanita untuk melakukan pekerjaan: pada waktu tertentu malam hari. Dengan ketentuan Undang- Undang Ketenagakerjaan tersebut, memungkinkan perusahaan/ instansi/ lapangan usaha lainnya mengurangi kerja lembur atau bahkan meniadakan sistem lembur bagi perempuan, sehingga mengakibatkan sedikitnya PYB yang berjenis kelamin perempuan yang melakukan pekerjaan pada malam hari. Dengan demikian semakin lama jam kerja proporsi perempuannya akan semakin berkurang. Grafik 7 Penduduk Yang Bekerja Di Indonesia Menurut Provinsi dan Jenis Kelamin Tahun 2013 Sumber: BPS, Survei Angkatan Nasional Agustus 2013 (diolah Pusdatinaker) Penyerapan tenaga kerja di Indonesia pada tahun 2013 paling banyak yaitu di Provinsi Jawa Timur, disusul oleh Provinsi Jawa Barat dan yang ketiga di Provinsi Jawa Tengah. Jika dilihat dari segi angkatan kerja untuk ketiga provinsi tersebut memang memiliki angkatan kerja yang paling tinggi yaitu sebesar 20,14 juta orang di Provinsi Jawa Timur, 20,29 juta orang di Provinsi Jawa Barat dan 16,99 juta orang di Provinsi Jawa Tengah. Data Informasi Pasar Kerja juga menunjukkan bahwa di ketiga provinsi tersebut memiliki angka pencari kerja yang tinggi, begitu pula untuk lowongan kerja yang terdaftar dan penempatan/pemenuhan lowongan kerjanya juga paling banyak jika dibandingkan dengan provinsi lainnya. Kemudian hasil analisis sebelumnya menunjukkan bahwa PYB tertinggi adalah PYB yang mengenyam pendidikan dasar, jika dikaitkan dengan hal tersebut Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah memang memiliki PYB terbanyak yang mengenyam pendidikan dasar atau dengan kata lain PYB yang mengenyam pendidikan dasar kebanyakan berada di Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sehingga penyerapan tenaga kerja di ketiga provinsi tersebut sangatlah tinggi. Jika 148 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

107 dilihat dari grafik 7, penulis juga bisa menyimpulkan bahwa penyerapan tenaga kerja tertinggi di Indonesia pada tahun 2013 yaitu berada di Pulau Jawa. Analisis Pengaruh Salah satu tema utama bidang ketenagakerjaan adalah kesempatan kerja. Kesempatan kerja merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan dan pembangunan ekonomi suatu negara. Tentunya semakin meningkat kegiatan pembangunan akan semakin banyak kesempatan kerja yang tersedia. Hal ini menjadi sangat penting karena semakin besar kesempatan kerja bagi tenaga kerja maka kemajuan kegiatan ekonomi masyarakat akan semakin baik, dan sebaliknya. Sedangkan untuk kesempatan kerja itu sendiri akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia, sehingga penulis tertarik untuk mengetahui apakah penyerapan tenaga kerja pada tahun 2013 tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di 33 provinsi di Indonesia yang salah satunya bisa diukur dengan menggunakan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Ada tiga tahapan untuk memperoleh hasil analisis pengaruh yang digunakan untuk mengetahui apakah variabel penyerapan tenaga kerja tersebut mempengaruhi PDRB di Indonesia Tahun 2013, yaitu: Tahap Pengujian Korelasi Tabel 4 Output SPSS Untuk Uji Korelasi Berdasarkan pengujian korelasi Pearson pada tabel di atas dengan melihat nilai Sig.(2- tailed) kurang dari /2 (0,025), maka didapatkan kesimpulan bahwa dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% bahwa ada hubungan antara variabel penyerapan tenaga kerja dengan variabel PDRB. Tahap Asumsi Klasik Regresi Linier Uji Normalitas Tabel 5 Test of Normality Berdasarkan pengujian normalitas dengan menggunakan nilai Shapiro-Wilk yaitu nilai Sig. kurang dari (0,05), maka didapatkan kesimpulan bahwa dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% data residual diasumsikan bukan berdistribusi normal. Untuk mengatasi masalah tersebut, penulis melakukan transformasi data dengan transformasi Ln pada data variabel dependen (PDRB). Tabel 6 Test of Normality (setelah dilakukan transformasi) Berdasarkan pengujian normalitas dengan menggunakan nilai Shapiro-Wilk yaitu nilai Sig. kurang dari (0,05), maka didapatkan kesimpulan bahwa dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95%, setelah dilakukan transformasi data, data residual diasumsikan berdistribusi normal. Dengan demikian, asumsi normalitas sudah terpenuhi. Pemeriksaan Homoskedastisitas Tabel 7 Output SPSS Untuk Uji Glejser Berdasarkan uji Glejser dengan melihat nilai Sig. variabel penerapan tenaga kerja lebih besar dari nilai (0,05), maka didapatkan kesimpulan bahwa dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% tidak terjadi gejala heteroskedastisitas residual atau varians residual dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya konstan (homoskedastisitas), sehingga asumsi untuk homoskedastisitas terpenuhi. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

108 Tahap Analisis Pengaruh Uji Parsial untuk β 1 Berdasarkan uji Parsial untuk β 1 dengan menggunakan nilai Sig. variabel penyerapan tenaga kerja pada gambar 1 di tabel Coefficients kurang dari nilai (0,05), maka didapatkan kesimpulan bahwa dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% diperoleh bahwa slope untuk variabel atau variabel penyerapaan tenaga kerja (0, ) dinyatakan signifikan dalam model. Gambar 1 Output SPSS Untuk Analisis Regresi Linier (data yang sudah ditransformasi) Berdasarkan output pada gambar 1 diperoleh model regresi awal sebagai berikut: = 30, , Keterangan: = estimasi nilai untuk variabel PDRB yang di transformasi ke dalam bentuk Ln = nilai amatan untuk variabel penyerapan tenaga kerja Dari model yang sudah diperoleh tersebut, diperlukan pengujian untuk mengetahui apakah model sudah cukup representatif terhadap kasus. Berikut adalah bentuk pengujian yang dilakukan: Uji Overall Berdasarkan uji Overall dengan menggunakan nilai Sig. pada gambar 1 di tabel ANOVA kurang dari nilai (0,05), maka didapatkan kesimpulan bahwa dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% model sudah sesuai atau layak untuk digunakan dalam kasus. Uji Parsial untuk β 0 Berdasarkan uji Parsial untuk β 0 dengan menggunakan nilai Sig. konstanta pada gambar 1 di tabel Coefficients kurang dari nilai (0,05), maka didapatkan kesimpulan bahwa dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% diperoleh bahwa konstanta (30,572) dinyatakan relevan dalam model. 150 Berdasarkan hasil pengujian model, maka didapatkan model terbaiknya yaitu: = 30, , = Keterangan: = estimasi nilai untuk variabel PDRB = nilai amatan untuk variabel penyerapan tenaga kerja Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model di atas sudah representatif dalam kasus yang dianalisis oleh penulis. Artinya: Persamaan mengartikan bahwa adalah fungsi dari. Artinya bila adalah PDRB dan fungsi adalah penyerapan tenaga kerja, maka nilai PDRB ( ) bergantung pada penyerapan tenaga kerja ( ). Nilai 30,572 disebut intercept. Intercept mengartikan nilai awal perhitungan. Intercept yang bernilai 30,572 merupakan parameter yang menyatakan nilai variabel dependen ketika variabel independen bernilai 0 atau dengan kata lain nilai PDRB ketika tidak ada penyerapan tenaga kerja. Selama ini, kebanyakan metode regresi digunakan atau lebih cocoknya pada bidang-bidang keuangan, industri dan ekonomi. Untuk masalah pada kasus di penelitian ini adalah mengenai PDRB dan penyerapan tenaga kerja yang pada kenyataannya tidak mungkin di 33 provinsi di Indonesia ini tidak ada penyerapan tenaga kerja maupun tidak ada PDRB. Nilai 0, disebut slope yang menentukan arah regresi linier. Dalam hal ini, karena nilai slope-nya positif maka menunjukkan hubungan yang positif, artinya semakin tinggi nilai semakin besar pula nilai, atau selama adanya penyerapan tenaga kerja maka nilai PDRB-nya akan terus meningkat. Slope yang bernilai Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

109 0, merupakan parameter untuk variabel independen, dalam kasus ini hanya ada satu variabel independen, maka nilai 0, menyatakan besaran pengaruh variabel independen (penyerapan tenaga kerja) terhadap variabel dependen (PDRB). Variabel independen dan variabel dependen yang memiliki satuan yang berbeda menghasilkan besaran pengaruh variabel independen yang sangat kecil. Dari hasil model tersebut, didapatkan bahwa nilai estimasi variabel dependen ditransformasi ke dalam bentuk Ln (Logaritma natural), maka untuk memperoleh nilai asli variabel respon (dalam bentuk Miliar Rupiah) perlu dilakukan transformasi eksponensial yaitu exp( ). Oleh karena itu secara sistematis model regresinya bisa dituliskan sebagai berikut: = Dari gambar 1 di tabel ANOVA juga dapat dilihat bahwa Sig. bernilai 0,000 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa penyerapan tenaga kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PDRB di Indonesia. Untuk mengetahui seberapa kuat hubungan yang terjadi antara variabel penyerapan tenaga kerja dengan PDRB di Indonesia, maka dapat dilihat melalui koefisien korelasi Pearson. Tabel 8 Korelasi Pearson Dari output pada tabel 8 didapatkan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,720. Artinya, terdapat hubungan yang kuat antara variabel penyerapan tenaga kerja dengan PDRB. Selain itu dapat diketahui seberapa besar pengaruh yang dapat diberikan variabel penyerapan tenaga kerja terhadap PDRB di Indonesia melalui koefisien determinasi, yang dapat dituliskan sebagai berikut : KD = r 2 x 100% = (0,720) 2 x 100% = 51,9% Artinya, sebesar 51,90% variabel penyerapan tenaga kerja dapat mempengaruhi PDRB di Indonesia. Sedangkan sisanya sebesar 48,10% menyatakan bahwa variabel PDRB dapat dipengaruhi oleh variabel-variabel bebas lainnya yang tidak dianalis dalam penelitian ini. Banyaknya tenaga kerja yang terserap oleh suatu sektor perekonomian, dapat digunakan untuk menggambarkan daya serap sektor perekonomian tersebut terhadap angkatan kerja. Bergeraknya aktivitas perekonomian di berbagai sektor di Indonesia, seharusnya juga diikuti oleh kemampuan masing-masing sektor untuk menyerap tenaga kerja yang tersedia di pasar kerja. Tenaga kerja merupakan faktor yang terpenting dalam proses produksi. Sebagai sarana produksi, tenaga kerja lebih penting daripada sarana produksi yang lain seperti bahan mentah, tanah, air, dan sebagainya. Karena manusialah yang menggerakkan semua sumber-sumber tersebut untuk menghasilkan barang (Bakir dan Manning, 1984). Sehingga dengan adanya pengaruh dari penyerapan tenaga kerja terhadap PDRB menunjukkan bahwa peningkatan penyerapan tenaga kerja mampu diikuti oleh bertambahnya jumlah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dengan demikian, penyerapan tenaga kerja adalah salah satu faktor yang berperan penting bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 5. KESIMPULAN Hasil analisis menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja pada tahun 2013 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2012, kemudian penyerapan tenaga kerja terbanyak berada di Pulau Jawa dan masih didominasi oleh penduduk yang bekerja dengan tingkat pendidikan dasar dan berstatus sebagai buruh/ karyawan/pegawai dengan waktu kerja selama jam dalam seminggu. Penyerapan tenaga kerja terbanyak pada tahun 2013 berada di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan sehingga menyebabkan penyerapan tenaga kerja didominasi juga oleh penduduk yang bekerja sebagai tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan. Hasil analisis pengaruh menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja memiliki pengaruh positif terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyerapan tenaga kerja memiliki dampak terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 6. SARAN Terkait dengan hasil analisis dalam penelitian ini, ada beberapa hal yang dapat disarankan demi Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

110 keperluan pengembangan hasil analisis penyerapan tenaga kerja dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi tahun 2013, yaitu sebagai berikut : 1. Pada tahun 2016 ini telah diberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN atau yang sering dikenal dengan sebutan MEA. Untuk menghadapi MEA tersebut, diharapkan adanya usaha untuk mendukung perluasan pekerjaan bermutu di Indonesia. 2. Diadakan pelatihan-pelatihan khusus bagi para pencari kerja agar bisa meningkatkan kualitas kerja. 3. Perlu melakukan perluasan kesempatan kerja, untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja terutama di luar Pulau Jawa. 4. Untuk memperluas dan mengembangkan kesempatan kerja bisa dilakukan dengan meningkatkan kerjasama antara bursa kerja dengan industri/perusahaan/lapangan usaha lainnya yang bertindak sebagai penyedia lowongan pekerjaan. 5. Hasil analisis menunjukan bahwa penyerapan tenaga kerja Indonesia berasal dari pendidikan dasar, akses informasi pasar kerja dan layanan ketenagakerjaan memiliki peran penting dalam keberhasilan transisi dari sekolah ke dunia kerja. Sehingga akses informasi pasar kerja perlu ditingkatkan secara terusmenerus. Harapannya meskipun angkatan kerja didominasi dengan penduduk yang hanya mengenyam pendidikan dasar tetapi dengan akses informasi pasar kerja tersebut bisa memudahkan mereka untuk mengakses peluang kerja yang ada. 6. Hasil analisis menunjukan bahwa proprosi penduduk yang bekerja didominasi oleh laki-laki. Sehingga sarannya, ketika ada lowongan kerja yang terdaftar dan sekiranya lowongan tersebut bisa dikerjakan oleh perempuan, maka diharapkan lowongan kerja yang tersedia tersebut diarahkan/disalurkan ke pencari kerja yang berjenis kelamin perempuan supaya proporsi penduduk yang bekerja menurut jenis kelamin bisa merata. 7. Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah adalah provinsi dengan penyerapan tenaga kerja yang paling banyak, sehingga diharapkan adanya 152 pelatihan-pelatihan atau job training bagi tenaga kerja di ketiga provinsi tersebut agar peduduk yang bekerja di provinsi tersebut bisa memiliki kemampuan kerja yang baik. Karena hasil analisis pengaruh juga menunjukan bahwa penyerapan tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap PDRB. Sehingga harapannya dengan dilakukannya job training pada penduduk yang bekerja terbanyak tersebut bisa meningkatkan PDRB yang mana akan berdampak juga pada produktivitas kerja yang akan menjamin kesejahteraan masyarakatnya. 8. Diharapkan hasil penelitian dalam penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan analisis penyerapan tenaga kerja dan pengaruhnya tehadap pertumbuhan ekonomi. 9. Diharapkan penelitian selanjutnya mampu memperluas judul penelitian yang berbeda. 7. REFERENSI Anonim Pengujian Satu Arah dan Dua Arah. tistik.com/2009/03/pengujian-satu-arahdan-dua-arah.html, Diunduh Tanggal 06 Juni 2015, Pukul 05:41 WIB. Budianas, Nanang Uji Asumsi Klasik. 3/02/uji-asumsi-klasik.html, Diunduh Tanggal 12 Mei 2015, Pukul 10:51 WIB. Gunawan Hari Jongos, Babu, Kuli, Buruh, Karyawan, Pegawai dan Hari Pendidikan. Kompas iana.com/2014/05/01/harijongosbabukuli buruhkaryawanpegawaidan-haripendidikkan html, Diunduh Tanggal 13 Mei 2015, Pukul 20:48 WIB. Hartawan, Budi Statistik Antar Kerja Semester I Tahun 2013 (Januari-Juni). Jakarta: Direktorat Pengembangan Pasar Kerja. Isnaningsih, Tri Retno Statistik Antar Kerja Semester II Tahun 2013 (Juli- Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

111 Desember). Jakarta: Direktorat Pengembangan Pasar Kerja. Makridakis, spyros, Steven C. Wheelwright, dan Victor E. McGee Metode dan Aplikasi Peramalan, Jilid 1 (Edisi terjemahan). Jakarta: Binarupa Aksara. Purnama, Edi Pekerja Usia Muda. Jakarta: Badan Penelitian Pengembangan dan Informasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Purnama, Edi Pekerja Lanjut Usia. Jakarta: Badan Penelitian Pengembangan dan Informasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Purnama, Edi Analisis Upah Rata- Rata/Gaji/Pendapatan Pekerja di Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Sumas, Sugiarto Karakteristik Ketenagakerjaan Umum Kabupaten/Kota Di Indonesia Tahun Jakarta: Badan Penelitian Pengembangan dan Informasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Sumas, Sugiarto Booklet Informasi Ketenagakerjaan Jakarta: Badan Penelitian Pengembangan dan Informasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Sumas, Sugiarto Produktivitas Tenaga Kerja. Jakarta: Badan Penelitian, Pengembangan dan Informasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

112 PERAMALAN JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA DAN NUSANTARA MENGGUNAKAN METODE SECOND-ORDER FUZZY TIME SERIES Hepita Artatia 1), Jaka Nugraha 2) 1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia hepitaartatia36@gmail.com 2 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia jk.nugraha@gmail.com Abstrak Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memeiliki industri pariwisata yang beragam, seperti wisata alam, sejarah, budaya dan lain-lain sehingga berpotensi menarik minat wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara. Hampir setiap tahun jumlah wisatawan di provinsi NTB mengalami peningkatan, sehingga pentingnya peramalan jumlah kunjungan wisatawan untuk mengetahui seberapa banyak jumlah kunjungan wisatawan periode berikutnya terutama untuk pemerintah dan pelaku bisnis pariwisata. Metode peramalan yang dapat digunakan adalah second-order fuzzy time series karena memiiki kelebihan yaitu tidak memerlukan asumsi-asumsi seperti metode peramalan klasik lainnya. Hasilnya adalah jumlah kunjungan wisatawan mancanegara tahun 2016 adalah jiwa dengan RMSE sebesar 20073,35 dan MAPE sebesar 9,66. Sedangkan hasil peramalan jumlah kunjungan wisatawan nusantara tahun 2016 adalah jiwa dengan RMSE sebesar 39893,69 dan MAPE sebesar 13,19. Kata Kunci: Second-Order Fuzzy Time Series, Wisatawan Mancanegara, Wisatawan Nusantara 1. PENDAHULUAN Pariwisata merupakan salah satu industri yang berpotensi menarik minat wisatawan di Indonesia. Indonesia merupakan Negara yang sangat kaya akan budaya, adat, bahasa dan bahkan memiliki keindahan alam yang luar biasa. Menurut H. Kodhyat (1λ83), pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu. Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terdiri dari dua buah pulau, yaitu pulau Lombok dan pulau Sumbawa yang dihuni oleh suku Sasak, Samawa dan Embojo serta memiliki kebudayaan yang beragam. Dari aspek ekonomi Nusa Tenggara Barat memiliki tanah pertanian yang sangat subur sehingga Nusa Tenggara Barat terkenal dengan sebutan Lumbung Padi serta merupakan provinsi yang memiliki banyak potensi wisata yang sangat menarik, baik wisata alam, wisata budaya dan bahkan wisata peninggalan sejarahnya mampu mendongkrak pariwisata khususnya meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Di dunia Internasional provinsi Nusa Tenggara Barat telah menjadi salah satu Destinasi Pariwisata yang cukup terkenal, hal ini dibuktikan dengan pulau Lombok yang terkenal dengan jargon Pesona Lombok Sumbawa dan penghargaan yang diperoleh dalam ajang World Halal Travel Awards 2015 di Abu Dhabi, Nusa Tenggara Barat menang dalam kategori World s Best Halal Honeymoon Destination dan World s Best Halal Tourism Destination, hal ini semakin memperbesar peluang untuk mendongkrak angka kunjungan wisatawan mancanegara maupun wisatawan Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

113 nusantara yang berkunjung ke Nusa Tenggara Barat. Dalam buku Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan tentang peningkatan pembangunan kepariwisataan yang meliputi destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata, industri pariwisata dan kelembagaan kepariwisataan. Sehinnga dengan adanya kebijakan tersebut, pariwisata di Provinsi Nusa Tenggara Barat akan semakin meningkat. Berdasarkan hal tersebut peneliti akan memprediksi jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara tahun Untuk memprediksi jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara di provinsi NTB, maka dilakukan teknik peramalan (forecasting). Fuzzy Time Series (FTS) adalah metode peramalan data yang menggunakan prinsipprinsip fuzzy sebagai dasarnya. Sistem peramalan dengan FTS menangkap pola dari data yang telah lalu kemudian digunakan untuk memproyeksikan data yang akan datang. Pertama kali dikembangkan oleh Q. Song and B.S. Chissom pada tahun Metode ini sering digunakan oleh para peneliti untuk menyelesaikan masalah peramalan. Fuzzy Time Series memiliki kelebihan yaitu tidak membutuhkan asumsi-asumsi seperti peramalan dengan metode klasik. Second-Order Fuzzy Time Series merupakan metode dari Fuzzy Time Series yang bisa digunakan dalam peramalan (Hsu dkk, 2010). Oleh karena itu, untuk meramalkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 2016, peneliti menggunakan metode Second- Order Fuzzy Time Series KAJIAN LITERATUR DAN PEGEMBANGAN HIPOTESIS Berikut ini beberepa literatur terdahulu yang digunakan peneliti sebagai acuan yaitu: Ida Bagus Kade Puja Arimbawa, Ketut Jayanegara dan I Putu Eka Nila Kencana pada tahun 2013 melakukan penelitian tentang Komparasi Metode ANFIS dan Fuzzy Time Series Kasus Peramalan Jumlah Wisatawan Australia ke Bali. Penelitian ini membahas tentang perbandingan akurasi peramalan menggunakan ANFIS dan Fuzzy Time Series jumlah wisatawan Australia ke Bali. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tentang jumlah kunjungan wisatawan Australia ke Bali dari periode Januari 2006 sampai Desember Hasil perbandingan kedua metode menunjukkan bahwa metode ANFIS adalah sebesar Untuk tingkat keakurasian hasil peramalan diperoleh nilai AFER sebesar 9,26% dan MSE sebesar Peramalan metode Fuzzy Time Series adalah sebesar Untuk tingkat keakurasian hasil peramalan diperoleh nilai AFER sebesar 14,02% dan MSE sebesar Melihat nilai AFER dan MSE yang diperoleh dari hasil peramalan kedua metode, menunjukan bahwa metode ANFIS memiliki tingkat kesalahan yang lebih kecil dibandingkan dengan metode Fuzzy Time Series pada kasus. Marinus Ignasius Jawawuan Lamabelawa pada tahun 2011 melakukan penelitian tentang Metode Fuzzy Time Series untuk Peramalan Data Runtun Waktu (Studi kasus: Produk Domestik Bruto Indonesia). Penelitian ini membahas tentang bagaimana mendapatkan fuzzy time series yang optimal untuk meningkatkan performasi (improve performance) kehandalan (robust) dan akurasi (accurate) peramalan data runtun waktu. Hasil modifikasi metode Stevenson-Porter memberikan rata-rata persentasi peningkatan kehandalan mencapai 42,04% dan rata-rata persentasi peningkatan akurasi 34,99% dari Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

114 metode Stevenson-Porter. Hasil ini menunjukkan algoritma modifikasi Stevenson- Porter dengan pembagian partisi berdasarkan jumlah data (number of data) terbesar pada setiap partisi yang terbukti bekerja lebih baik untuk peramalan PDB Indonesia. a. Pariwisata Menurut World Trade Organization (WTO) tahu 1999, pariwista adalah kegiatan manusia yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di daerah tujuan di luar lingkungan kesehariannya. Sedangkan menurut Undang - Undang RI nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan dijelaskan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam waktu sementara. Berdasarkan sifat perjalanan, lokasi di mana perjalanan dilakukan wisatawan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (Karyono, 1997). - Wisatawan asing (Foreign Tourist) Orang asing yang melakukan perjalanan wisata, yang datang memasuki suatu negara lain yang bukan merupakan Negara di mana ia biasanya tinggal. Wisatawan asing disebut juga wisatawan mancanegara atau disingkat wisman. - Wisatawan Asing Nusantara (Domestic Foreign Tourist) Orang asing yang berdiam atau bertempat tinggal di suatu negara karena tugas, dan melakukan perjalanan wisata di wilayah negara di mana ia tinggal. - Wisatawan Nusantara (Domestic Tourist) Seorang warga negara suatu negara yang melakukan perjalanan wisata dalam batas wilayah negaranya sendiri tanpa melewati perbatasan negaranya. Wisatawan ini disingkat wisnus. - Wisatawan Asing Asli (Indigenous Foreign Tourist) Warga negara suatu negara tertentu, yang karena tugasnya atau jabatannya berada di luar negeri, pulang ke negara asalnya dan melakukan perjalanan wisata di wilayah negaranya sendiri. Jenis wisatawan ini merupakan kebalikan dari Domestic Foreign Tourist. - Transit Tourist Wisatawan yang sedang melakukan perjalanan ke suatu Negara tertentu yang terpaksa singgah pada suatu pelabuhan/airport/stasiun bukan atas kemauannya sendiri. - Wisata Bisnis (Business Tourist) Orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan bisnis bukan wisata tetapi perjalanan wisata akan dilakukannya setelah tujuannya yang utama selesai. Jadi perjalanan wisata merupakan tujuan sekunder, setelah tujuan primer yaitu bisnis selesai dilakukan. b. Peramalan (Forecasting) Peramalan atau forecasting diartikan sebagai penggunaan teknik-teknik statistik dalam bentuk gambaran masa depan berdasarkan pengolahan angka-angka historis (Buffa S. Elwood, 1996). Jenis-Jenis Pola Data: Pola data dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu: (Makridakis, 1988) - Pola Horizontal Pola data ini terjadi bilamana data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata. - Pola Trend Pola data ini terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data. - Pola Musiman Pola data ini terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya kuartal tahun tertentu, bulan atau hari-hari pada minggu tertentu). - Pola Siklis Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

115 Pola data ini terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. c. Data Runtun Waktu (Time Series) Runtun waktu (Time series), yakni jenis data yang terdiri atas variabel-variabel yang dikumpulkan menurut urutan waktu dalam suatu rentang waktu tertentu untuk suatu kategori atau individu tertentu. Data time series juga sangat berguna bagi pengambil keputusan untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Karena diyakini pola perubahan data runtun waktu beberapa periode masa lampau akan kembali terulang pada masa kini. Data time series juga biasanya bergantung kepada lag atau selisih. d. Logika Fuzzy Logika fuzzy merupakan salah satu komponen pembentuk soft computing. Logika fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh pada tahun Dasar logika fuzzy adalah teori himpunan fuzzy. Pada teori himpunan fuzzy, peran derajat keanggotaan sebagai penentu keberadaan elemen dala suatu himpunan sangatlah penting. Nilai keanggotaan atau derajat keanggotaan atau membership function menjadi ciri utama dari penalaran dengan logika fuzzy tersebut (Kusumadewi dan Purnomo, 2013). Logika fuzzy digunakan sebagai suatu cara untuk memetakan permasalahan dari input menuju ke output yang diharapkan. Ada beberapa definisi tentang logika fuzzy, yaitu: Logika fuzzy memungkinkan nilai keanggotaan antara 0 dan 1, tingkat keabuan antara hitam dan putih, dalam bentuk linguistik, konsep tidak pasti seperti sedikit, lumayan dan sangat (Zadeh, 1λ65). Logika fuzzy menyediakan suatu cara untuk merubah pernyataan linguistik menjadi suatu numerik (Synaptic, 2006). e. Himpunan Fuzzy Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item x dalam suatu himpunan A, yang sering ditulis dengan µ A [X], 158 memiliki 2 kemungkinan, yaitu Satu (1) yang berarti bahwa suatu item menjadi anggota dalam suatu himpunan atau Nol (0) yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi anggota dalam suatu himpunan. Sedangkan pada himpunan fuzzy nilai keanggotaan terletak pada rentang 0 sampai 1. Apabila x memiliki nilai keanggotaan fuzzy µ A [x] = 0 berarti x tidak menjadi anggota himpunan A, demikian pula apabila x memiliki nilai keanggotaan fuzzy µ A [x] = 1 berarti anggota penuh pada himpunan A. Himpunan fuzzy memiliki 2 atribut, yaitu: - Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami, seperti: MUDA, PAROBAYA, TUA. - Numeris, yaitu suatu nilai (angka) yang menunjukkan ukuran dari suatu variabel seperti: 40, 25, 50, dsb. f. Fungsi Keanggotaan Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data kedalam nilai keanggotaannya (sering juga disebut dengan derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 sampai 1. g. Dasar-Dasar Fuzzy Time Series Konsep fuzzy time series pertama kali diperkenalkan oleh Song dan Chissom (1993) dengan memperkenalkan fuzzy time series order-n dan cara-cara menentukan relasi fuzzy dengan komposisi max-min. Definisi-definisi dalam peramalan fuzzy time series yaitu: Definisi 1: Himpunan fuzzy merupakan objek kelas-kelas dengan rangkaian kesatuan nilai keanggotaan. Misalkan U adalah himpunan semesta U = {u 1, u 2,,u n }, dimana u i merupakan nilai linguistik yang mungkin dari U kemudian sebuah himpunan fuzzy variabel linguistik A i dari U didefinisikan dengan persamaan 1. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) (1)

116 Dimana merupakan fungsi keanggotaan himpunan fuzzy A i sehingga : U [0,1]. Jika u j keanggotaan dari A i maka adalah derajat yang dimiliki u j terhadap A i (Singh, 2007). Definisi 2: Misalkan X(t) (t =,0,1,2, ) subset R 1, menjadi himpunan semesta dengan himpunan fuzzy f i (t) (i = 1,2, ) didefinisikan dan F(t) adalah kumpulan dari f 1 (t), f 2 (t),, maka F(t) disebut fuzzy time series didefinisikan pada X(t) (t=,0,1,2, ). Dari definisi tersebut F(t) dapat dipahami sebagai variabel linguistik f i (t) (i = 1,2, ) dari nilai kemungkinan linguistik F(t). Karena pada waktu yang berbeda, nilai F(t) dapat berbeda, F(t) sebagai himpunan fuzzy adalah fungsi dari waktu t dan himpunan semesta berbeda di tiap waktu maka gigunakan X(t) untuk waktu t (Song dan Chissom, 1993). Definisi 3: Misalkan F(t) disebabkan hanya oleh F(t 1) dan ditunjukkan dengan F(t 1) F(t) maka ada Fuzzy Relation antara F(t) dan F(t 1) yang diekspresikan dengan rumus: F(t) = F(t 1) o R(t, t 1) (2) Dimana o merupakan operator komposisi Max-Min. Relasi R disebut model first order F(t). Definisi 4: Jika dihasilkan oleh beberapa himpunan fuzzy F(t n), F(t n + 1),, F(t 1) maka fuzzy relationship dilambangkan dengan A i1, A i2,, A in A j. Dimana F(t n) = A i1 F(t n + 1) = A i2,, F(t 1) = A in, F(t) = A j dan relationship seperti itu disebut model n th order fuzzy time series (Singh, 2007). Definisi 5: Misalkan F(t) dihasilkan oleh F(t 1), F(t 2),, dan F(t m)(m > 0) secara simultan dan relasi adalah time variant maka F(t) disebut menjadi time variant fuzzy time series dan relasi dapat diekspresikan dengan rumus: Dimana W > 1 merupakan parameter waktu (bulan atau tahun) yang mempengaruhi ramalan F(t) (Singh, 2007). h. Peramalan dengan Metode Second-Order Fuzzy Time Series Berikut ini adalah langkah-langkah yang di gunakan untuk melakukan peramalan dengan second-order fuzzy time series: 1. Menentukan himpunan semesta (universe of discourse) dan membaginya ke dalam interval yang panjangnya sama. Pada tahap ini dicari nilai minimum dan maksimum dari data aktual kemudian menenukan nilai D 1 dan D 2 yang merupakan nilai bilangan rill positif yang tepat. Nilai D 1 dan D 2 ditentukan secara bebas oleh peneliti dengan tujuan untuk mempermudah dalam pembentukan interval. Jumlah interval yang terbentuk sangat berpengaruh terhadap hasil peramalan oleh karena itu dilakukan perbandngan hasil peramalan dengan interval ke-n. Rumus untuk menentukan himpunan semsta yaitu: U = [D min D 1, D max + D 2 ] (4) Dimana, D min : nilai minimum data aktual D max : nilai maksimum data aktual D 1 dan D 2 : nilai bilangan positif yang tepat 2. Melakukan fuzzufikasi. Tahap ini menentukan nilai keanggotaan pada masing-masing himpunan fuzzy dari data historis, dengan nilai keanggotaan 0 sampai 1. Nilai keanggotaan ini diperoleh dari fungsi keanggotaan yg telah dibuat sebelumnya. Interval yang telah terbentuk pada langkah 1 merupakan variabel linguistik pada masingmasing interval A 1, A 2,, A n, dimana n merupakan jumlah interval yang didapatkan dari langkah pertama kemudian definisikan himpunan-himpunan fuzzy tersebut menurut model (Song dan Chissom, 1993): 1/u /u 2, k = 1 A k = 0.5/u k-1 + 1/u k + 0.5/u k+1,2 k n /u n-1 + 1/u n, k = n (5) x/uk = x merupakan derajat keanggotaan interval uk dalam himpunan fuzzy Ak. F(t) = F(t 1) o R w (t, t 1) (3) Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

117 3. Membentuk second-order fuzzy logical relationship (SFLR) dan second-order fuzzy logical relationship group (SFLRG). Persamaan SFLR yaitu: A i, A j A k (6) Pada tahapan ini, diambil himpunan fuzzy ke t-2 yang merupakan A i dan himpunan fuzzy ke t-1 yang merupakan A j kemudian A k merupakan himpunan fuzzy ke-t. Ai, Aj terletak di sisi kiri relationship disebut sebagai current state dan Ak terletak di sisi kanan relationship disebut sebagai next state. Selanjutnya, jika SFLR telah terbentuk maka pembentukan SFLRG dilakukan dengan membagi SFLR yang telah diperoleh menjadi beberapa bagian berdasarkan sisi kiri (current state) dari SFLR. 4. Melakukan proses defuzzifikasi. Tahap ini mengubah suatu besaran fuzzy menjadi besaran tegas. Keluaran dalam proses ini yaitu suatu nilai peramalan (forecasting value) yang ditentukan dengan menggunakan aturan-aturan berikut: a. Jika dalam group didapatkan tepat satu next state, sebagaimana fuzzy logical relationship berikut: Ai, Aj Ak di mana nilai maksimum derajat keanggotaan dari Ak terdapat pada interval uk, dan midpoint (nilai tengah) dari uk adalah mk, maka forecasting value untuk group yang dimaksud adalah mk. b. Jika dalam group didapatkan lebih dari satu next state, sebagaimana fuzzy logical relationship berikut: Ai, Aj Ak1, Ak2,..., Akn, di mana nilai maksimum derajat keanggotaan dari Ak1, Ak2,..., Akn terdapat pada interval uk1, uk2,..., ukn, dan midpoint (nilai tengah) dari uk1, uk2,..., ukn adalah mk1, mk2,..., mkn, maka forecasting value untuk group tersebut adalah: (mk1 + mk mkn)/n (7) c. Jika dalam group tidak didapatkan next state, sebagaimana fuzzy logical relationship berikut: Ai, Aj # di mana # melambangkan unknown value dan nilai maksimum derajat keanggotaan dari Ai dan Aj terdapat pada interval ui dan uj dan midpoint (nilai tengah) dari ui dan uj adalah mi dan mj, maka forecasting value untuk group tersebut adalah: 160 mj + ((mj mi)/2) (8) d. Membentuk forecast rules. Tahap ini terdiri atas dua bagian, yaitu matching part (current state dari fuzzy logical relationship group) dan forecasted value. Penentuan forecast value ditentukan dengan mencocokkan current state fuzzy logical relationship tahun ke-i dengan matching part. Apabila current state dengan rules yang telah terbentuk match, maka forecast value tahun ke- i sama dengan forecast value dari matching part yang bersangkutan. i. Ukuran Ketepatan Nilai Peramalan Ukuran-ukuran ketepatan lain yang sering digunakan untuk mengetahui ketepatan suatu metode peramalan dalam memodelkan data deret waktu, yaitu nilai RMSE (Root Mean Square Error) dan MAPE (Mean Absolute Percentage Error) dengan persamaan: (9) Dimana : X t = data aktual tahun ke-t F(t) = data peramalan tahun ke-t Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) (10) n = banyak data yag akan dihitung residualnya 3. METODE PENELITIAN a. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini berada di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tepatnya pada instansi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Penelitian tugas akhir ini dilakukan pada bulan Maret 2016 sampai Mei b. Variabel Penelitian Penelitian tugas akhir ini menggunakan dua variabel yaitu variabel wisatawan mancanegara (wisman) dan variabel wisatawan nusantara (wisnus). Definisi variabel-variabel penelitian yaitu:

118 - Wisatawan mancanegara (wisman) adalah seseorang yang bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia yang berkunjung ke Indonesia, khususnya Nusa Tenggara Barat (NTB) selama tidak lebih dari satu tahun untuk maksud kunjungan, kecuali untuk bekerja atau memperoleh pendapatan/penhasilan di Indonesia. - Wisatawan nusantara (wisnus) adalah seseorang yang bertempat tinggal di luar wilayah provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang berkunjung ke provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) selama tidak lebih dari satu tahun untuk maksud kunjungan, kecuali untuk bekerja atau memperoleh pendapatan/penghasilan di wilayah provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). c. Teknik Pengambilan Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Buku publikasi Statistik Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil langsung data dari DInas Kebudayaan dan Pariwisata provinsi Nusa Tenggara Barat. d. Teknik Analisis Teknis analisis yang digunakan adalah Fuzzy Time Series dengan metode Second-Order Fuzzy Time Series. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut akan dibahas tentang langkahlangkah peramalan menggunakan metode second-order fuzzy time series untuk meramalkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan nusantara. terbesar yaitu data tahun 2015 yaitu sebesar dengan demikian, penulis memberi nilai D 1 sebesar 23 dan D 2 sebesar , dimana nilai D 1 dan D 2 yaitu bilangan positif yang tepat yang nilainya bebas ditentukan oleh peneliti dengan tujuan untuk mempermudah pembentukan himpunan semesta U dan intervalnya serta semua data dapat masuk pada himpunan semesta U. Dari persamaan 4 diperoleh himpunan semesta U yaitu: U = [ ; ] = [ ; ]. Himpunan semesta U yang telah terbentuk kemudian dibagi menjadi beberapa interval dengan panjang interval yang sama. Pada penelitian ini diperoleh 17 interval yaitu: u 1 = [80.000, ], u 2 = [ , ], u 3 = [ , ], u 4 = [ , ], u 5 = [ , ], u 6 = [ , ], u 7 = [ , ], u 8 = [ , ], u 9 = [ , ], u 10 = [ , ], u 11 = [ , ], u 12 = [ , ], u 13 = [ , ], u 14 = [ , ], u 15 = [ , ], u 16 = [ , ], u 17 = [ , ] dengan nilai titik tengah (midpoint(m i )) masing-masing yaitu sebagai berikut:,, Nilai interval dan titik tengah (midpoint) dari masing-masing interval dapat dilihat pada Tabel a. Peramalan untuk Data Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Langkah-langkah yang dilakukan dalam peramalan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yaitu: Langkah 1: Himpunan Semesta (U) Diketahui bahwa data terkecil yaitu data tahun 2003 yaitu sebesar dan data Tabel 4.1 Nilai Interval dan Titik Tengah (Midpoint) Wisman Interval (U i ) Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016 Titik Tengah (Midpoint(m i )) u 1 = [80.000, ] u 2 = [ , ] u 3 = [ , ]

119 u 4 = [ , ] u 5 = [ , ] u 6 = [ , ] u 7 = [ , ] u 8 = [ , ] u 9 = [ , ] u 10 = [ , ] u 11 = [ , ] u 12 = [ , ] u 13 = [ , ] u 14 = [ , ] u 15 = [ , ] u 16 = [ , ] u 17 = [ , ] Langkah 2: Proses Fuzzifikasi Himpunan fuzzy A 1, A 2, A 3,, A k ditentukan berdasarkan interval-interval yang terbentuk pada langkah pertama dan sesuai dengan persamaan model Song dan Chissom (1993), yaitu: 1/u /u 2, k = 1 A 6 = 0.5/u 5 + 1/u /u 7 A 7 = 0.5/u 6 + 1/u /u 8 A 8 = 0.5/u 7 + 1/u /u 9 A 9 = 0.5/u 8 + 1/u /u 10 A 10 = 0.5/u 9 + 1/u /u 11 A 11 = 0.5/u /u /u 12 A 12 = 0.5/u /u /u 13 A 13 = 0.5/u /u /u 14 A 14 = 0.5/u /u /u 15 A 15 = 0.5/u /u /u 16 A 16 = 0.5/u /u /u 17 A 17 = 0.5/u /u 17 Himpunan fuzzy A 1 untuk interval u 1, himpunan fuzzy A 2 untuk interval u 2 dan seterusnya sampai himpunan fuzzy A 17 untuk interval u 17. Sebagai contoh data tahun 1999 yaitu masuk kedalam interval u 2 = [ , ] maka fuzzifikasinya yaitu A 2. Diperoleh data fuzzifikasi jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang dapat dilihat pada Tabel 4.2 Tabel 4.2 Data Fuzzifikasi Jumlah Kunjungan Wisman A k = 0.5/u k-1 + 1/u k + 0.5/u k+1, 2 k n 0.5/u n-1 + 1/u n, k = n Tahun Wisatawan Mancanegara Fuzzifikasi Diperoleh hasil fuzzifikasi yaitu: A 1 = 1/u /u 2 A 2 = 0.5/u 1 + 1/u /u 3 A 3 = 0.5/u 2 + 1/u /u 4 A 4 = 0.5/u 3 + 1/u /u 5 A 5 = 0.5/u 4 + 1/u /u A A A A A A Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

120 A 2 A 2, A 2 A 2 A 2, A 2 A 3 A 2, A 3 A A 2 A 3, A 3 A 3 A 3, A 3 A 4 A 3, A 4 A A A A A A A A A A A 17 A 4, A 5 A 7 A 5, A 7 A 9 A 7, A 9 A 12 A 9,A 12 A 17 A 12, A 17 # Hasil dari second-order fuzzy logical relationship (SFLR) akan dikelompokkan untuk membentuk second-order fuzzy logical relationship group (SFLRG) yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Second-Order Fuzzy Logical Relationship Group (SFLRG) Wisman Group Label Fuzzy Logical Relationship Group 1 A 3, A 2 A 1 2 A 2, A 1 A 1 Langkah 3: Membentuk Second-Order Fuzzy Logical Relationship (SFLR) dan Second- Order Fuzzy Logical Relationship Group (SFLRG) Hasil dari fuzzifikasi pada langkah kedua akan dibentuk menjadi second-order fuzzy logical relationship (SFLR) dengan mengambil data 2 tahun sebelumnya (F(t-2)) sebagai current state dan data pada tahun ke t (F(t) sebagai next state, kemudian hasil dari SFLR akan dibentuk menjadi second-order fuzzy logical relationship group (SFLRG) yang didapat dari mengelompokkan SFLR berdasarkan himpunan fuzzy yang sama pada current state. Hasil dari SFLR dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Second-Order Fuzzy Logical Relationship (SFLR) Wisman A 3, A 2 A 1 A 2, A 1 A 1 A 1, A 1 A 1 3 A 1, A 1 A 1, A 1, A 2 4 A 1, A 2 A 2 5 A 2, A 2 A 2, A 3 6 A 2, A 3 A 3 7 A 3, A 3 A 3, A 4 8 A 3, A 4 A 5 9 A 4, A 5 A 7 10 A 5, A 7 A 9 11 A 7, A 9 A A 9, A 12 A A 12, A 17 # Langkah 4: Proses Defuzzifikasi A 1, A 1 A 1 A 1, A 1 A 2 A 1, A 2 A 2 Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

121 Hasil dari proses defuzzifikasi yaitu nilai peramalan pada next state berdasarkan SFLRG. Perhitungan dilakukan dengan prinsip yaitu: - Satu Next State Untuk group 1 pada Tabel 5.4, SFLRG yang didapat yaitu A 3, A 2 A 1, dimana nilai keanggotaan maksimum himpunan fuzzy A 1 masuk pada interval u 1 = [80.000, ] dan nilai tengah (midpoint) m 1 yaitu , maka forecasting value group 1 yaitu Lebih dari Satu Next State Untuk group 3 pada Tabel 5.4, SFLRG yang didapat yaitu A 1, A 1 A 1, A 1, A 2, dimana nilai keanggotaan maksimum himpunan fuzzy A 1 masuk pada interval u 1 = [80.000, ] dan himpunan fuzzy A 2 masuk pada interval u 2 = [ , ] serta nilai tengah (midpoint) m 1 yaitu dan m 2 yaitu , maka forecasting value group 3 yaitu - Next State tidak Diketahui Untuk group 13 pada Tabel 5.4, SFLRG yang didapat yaitu A 12, A 17 #, dimana nilai keanggotaan maksimum dari A 12 masuk pada interval u 12 = [ , ] dengan nilai titik tengah (midpoint) m 12 yaitu dan A 17 masuk pada interval u 17 = [ , ] dengan nilai titik tengah (midpoint) m 17 yaitu , maka forecasting value group 13 yaitu Langkah 5: Forecast Rules Hasil dari defuzzifikasi pada langkah 4, dapat ditentukan rules yang dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Second-Order Fuzzy Forecast Rules Wisman Rule Matching Part Forecasting Value 1 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 3 dan tahun i-1 yaitu A 2 2 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 2 dan tahun i-1 yaitu A 1 3 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 1 dan tahun i-1 yaitu A 1 4 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 1 dan tahun i-1 yaitu A 2 5 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 2 dan tahun i-1 yaitu A 2 6 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 2 dan tahun i-1 yaitu A 3 7 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 3 dan tahun i-1 yaitu A 3 8 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 3 dan tahun i-1 yaitu A 4 9 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 4 dan tahun i-1 yaitu A 5 10 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 5 dan tahun i-1 yaitu A 7 11 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 7 dan tahun i-1 yaitu A 9 12 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 9 dan tahun i-1 yaitu A Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

122 13 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 12 dan tahun i-1 yaitu A Berdasarkan forecast rule diatas, diperoleh hasil peramalan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Tabel Hasil Peramalan Jumlah Kunjungan Wisman Data Aktual SFLR Rule Forecast F(t) A 12, A 17 # Berdasarkan Tabel 4.6, diperoleh hasil peramalan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara tahun 2016 yaitu dengan nilai Root Mean Square Error (RMSE) dan Mean Absolute Percentage Error (MAPE) yang diperoleh dari persamaan 9 dan 10 yaitu: A 3, A 2 A A 2, A 1 A A 1, A 1 A A 1, A 1 A A 1, A 1 A A 1, A 2 A A 2, A 2 A A 2, A 2 A A 2, A 3 A A 3, A 3 A A 3, A 3 A A 3, A 4 A A 4, A 5 A A 5, A 7 A Plot data aktual dan hasil peramalan yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 4.1 yaitu: WISATAWAN MANCANEGARA FORECAST F(t) Gambar 4.1 Data Aktual dan Hasil Peramalan Wisman A 7, A 9 A A 9,A 12 A Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

123 b. Peramalan untuk Data Jumlah Kunjungan Wisatawan Nusantara Langkah-langkah yang dilakukan dalam peramalan jumlah kunjungan wisatawan nusantara di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yaitu: Langkah 1 : Himpunan Semesta (U) Diketahui bahwa data terkecil yaitu data tahun 2000 yaitu sebesar dan data terbesar yaitu data tahun 2015 yaitu sebesar dengan demikian, penulis memberi nilai D 1 sebesar dan D 2 sebesar 765, dimana nilai D 1 dan D 2 yaitu bilangan positif yang tepat yang nilainya bebas ditentukan oleh peneliti dengan tujuan untuk mempermudah pembentukan himpunan semesta U dan intervalnya serta semua data dapat masuk pada himpunan semesta U. Dari persamaan 4 diperoleh himpunan semesta U sebagai berikut: U = [ ; ] = [ ; ]. Himpunan semesta U yang telah terbentuk kemudian dibagi menjadi beberapa interval dengan panjang interval yang sama. Pada data ini diperoleh 10 interval yaitu: u 1 = [ , ], u 2 = [ , ], u 3 = [ , ], u 4 = [ , ], u 5 = [ , ], u 6 = [ , ], u 7 = [ , ], u 8 = [ , ], u 9 = [ , ], u 10 = [ , ] dengan nilai titik tengah (midpoint(m i )) masing-masing yaitu sebagai. berikut:,, Nilai interval dan titik tengah (midpoint) dari masing-masing interval dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Nilai Interval dan Titik Tengah (Midpoint) Wisnus Interval Titik Tengah (Midpoint(m i )) u 1 = [ , ] u 2 = [ , ] u 3 = [ , ] u 4 = [ , ] u 5 = [ , ] u 6 = [ , ] u 7 = [ , ] u 8 = [ , ] u 9 = [ , ] u 10 = [ , ] Langkah 2: Proses Fuzzifikasi Himpunan fuzzy A 1, A 2, A 3,, A k ditentukan berdasarkan interval-interval yang terbentuk pada langkah pertama dan sesuai dengan persamaan model Song dan Chissom (1993), yaitu: 1/u /u 2, k = 1 A k = 0.5/u k-1 + 1/u k + 0.5/u k+1, 2 k n /u n-1 + 1/u n, Diperoleh hasil fuzzifikasi yaitu: A 1 = 1/u /u 2 A 2 = 0.5/u 1 + 1/u /u 3 A 3 = 0.5/u 2 + 1/u /u 4 A 4 = 0.5/u 3 + 1/u /u 5 A 5 = 0.5/u 4 + 1/u /u 6 k = n A 6 = 0.5/u 5 + 1/u /u Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

124 A 7 = 0.5/u 6 + 1/u /u 8 A 8 = 0.5/u 7 + 1/u /u 9 A 9 = 0.5/u 8 + 1/u /u 10 A 10 = 0.5/u 9 + 1/u 10 Himpunan fuzzy A 1 untuk interval u 1, himpunan fuzzy A 2 untuk interval u 2 dan seterusnya sampai himpunan fuzzy A 10 untuk interval u 10. Sebagai contoh data tahun 2010 yaitu masuk kedalam interval u 4 = [ , ] maka fuzzifikasinya yaitu A 4. Diperoleh data fuzzifikasi jumlah kunjungan wisatawan nusantara yang dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Data Fuzzifikasi Jumlah Kunjungan Wisnus Tahun Wisatawan Nusantara Fuzzifikasi A A A A A A A A A A 10 Langkah 3: Membentuk Second-Order Fuzzy Logical Relationship (SFLR) dan Second- Order Fuzzy Logical Relationship Group (SFLRG) Hasil dari fuzzifikasi pada langkah kedua akan dibentuk menjadi second-order fuzzy logical relationship (SFLR) dengan mengambil data 2 tahun sebelumnya (F(t-2)) sebagai current state dan data pada tahun ke t (F(t) sebagai next state, kemudian hasil dari SFLR akan dibentuk menjadi second-order fuzzy logical relationship group (SFLRG) yang didapat dari mengelompokkan SFLR berdasarkan himpunan fuzzy yang sama pada current state. Hasil dari SFLR dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Second-Order Fuzzy Logical Relationship (SFLR) Wisnus A 2 A 1, A 1 A 1 A 1, A 1 A 1 A 1, A 1 A A A A A A A A 3 A 1, A 2 A 2 A 2, A 2 A 2 A 2, A 2 A 2 A 2, A 2 A 2 A 2, A 2 A 2 A 2, A 2 A 3 A 2, A 3 A 3 A 3, A 3 A 4 A 3, A 4 A 4 A 4, A 4 A 6 A 4, A 6 A 7 A 6, A 7 A 8 A 7, A 8 A 10 A 8, A 10 # Hasil dari second-order fuzzy logical relationship (SFLR) akan dikelompokkan untuk membentuk second-order fuzzy logical Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

125 relationship group (SFLRG) yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel Tabel 5.10 Second-Order Fuzzy Logical Relationship Group (SFLRG) Wisnus Group Label Fuzzy Logical Relationship Group 1 A 1, A 1 A 1, A 1, A 2 2 A 1, A 2 A 2 3 A 2, A 2 A 2, A 2, A 2, A 2, A 3 4 A 2, A 3 A 3 5 A 3, A 3 A 4 6 A 3, A 4 A 4 7 A 4, A 4 A 6 8 A 4, A 6 A 7 9 A 6, A 7 A 8 10 A 7, A 8 A A 8, A 10 # Untuk group 1 pada Tabel 5.10, SFLRG yang didapat yaitu A 1, A 1 A 1, A 1, A 2, dimana nilai keanggotaan maksimum himpunan fuzzy A 1 masuk pada interval u 1 = [ , ] dan himpunan fuzzy A 2 masuk pada interval u 2 = [ , ] serta nilai tengah (midpoint) m 1 yaitu dan m 2 yaitu , maka forecasting value group 3 yaitu - Next State tidak Diketahui Untuk group 11 pada Tabel 5.10, SFLRG yang didapat yaitu A 8, A 10 #, dimana nilai keanggotaan maksimum dari A 8 masuk pada interval u 8 = [ , ] dengan nilai titik tengah (midpoint) m 8 yaitu dan A 10 masuk pada interval u 10 = [ , ] dengan nilai titik tengah (midpoint) m 10 yaitu , maka forecasting value group 13 yaitu Langkah 5: Forecast Rules Hasil dari defuzzifikasi pada langkah 4, dapat ditentukan rules yang dapat dilihat pada Tabel Langkah 4: Proses Defuzzifikasi Hasil dari proses defuzzifikasi yaitu nilai peramalan pada next state berdasarkan SFLRG. Perhitungan dilakukan dengan prinsip yaitu: - Satu Next State Untuk group 2 pada Tabel 5.10, SFLRG yang didapat yaitu A 1, A 2 A 2 dimana nilai keanggotaan maksimum himpunan fuzzy A 2 masuk pada interval u 2 = [ , ] dan nilai tengah (midpoint) m 1 yaitu , maka forecasting value group 2 yaitu Lebih dari Satu Next State Tabel 4.11 Second-Order Fuzzy Forecast Rules Wisnus Rule Matching Part Forecasting Value 1 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 1 dan tahun i-1 yaitu A 1 2 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 1 dan tahun i-1 yaitu A 2 3 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 2 dan tahun i-1 yaitu A Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

126 4 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 2 dan tahun i-1 yaitu A 3 5 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 3 dan tahun i-1 yaitu A 3 6 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 3 dan tahun i-1 yaitu A 4 7 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 4 dan tahun i-1 yaitu A 4 8 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 4 dan tahun i-1 yaitu A 6 9 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 6 dan tahun i-1 yaitu A 7 10 Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 7 dan tahun i-1 yaitu A A 1, A 1 A A 1, A 2 A A 2, A 2 A A 2, A 2 A A 2, A 2 A A 2, A 2 A A 2, A 2 A A 2, A 3 A A 3, A 3 A A 3, A 4 A A 4, A 4 A A 4, A 6 A A 6, A 7 A A 7,A 8 A A 8, A 10 # Jika fuzzifikasi tahun i-2 yaitu A 8 dan tahun i-1 yaitu A Berdasarkan forecast rule diatas, diperoleh hasil peramalan jumlah kunjungan wisatawan nusantara yang dapat dilihat pada Tabel Tabel 5.12 Tabel Hasil Peramalan Jumlah Kunjungan Wisnus Data Aktual SFLR Rule Forecast F(t) Berdasarkan Tabel 5.12, diperoleh hasil peramalan jumlah kunjungan wisatawan nusantara tahun 2016 yaitu dengan niali Root Mean Square Error (RMSE) dan Mean Absolute Percentage Error (MAPE) yang diperoleh dari persamaan 9 dan 10 yaitu: A 1, A 1 A A 1, A 1 A Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

127 Plot data aktual dan hasil peramalan yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 5.3 yaitu: WISATAWAN NUSANTARA FORECAST F(t) Gambar 5.3 Data Aktual dan Hasil Peramalan Wisnus 5. KESIMPULAN Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, diperoleh kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah tersebut yaitu: Peramalan data jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan nusantara menggunakan second-order fuzzy time series memberikan hasil bahwa nilai peramalan untuk jumlah wisatawan mancanegara tahun 2016 yaitu sebesar jiwa dengan RMSE sebesar 20073,35 dan MAPE sebesar 9,66. Sedangkan, untuk hasil nilai peramalan jumlah wisatawan nusantara tahun 2016 yaitu sebesar jiwa dengan RMSE sebesar 39893,69 dan MAPE sebesar 13, REFERENSI Bezdek C James, Robert Ehlirh & Wiliam full FCM : Fuzzy Clustering Algorithm. United States : Pergamon Press Ltd Chen, S. M Forecasting enrollments based on fuzzy time series. Fuzzy Sets and Systems. 81: Chen, S. M Temperature Prediction using Fuzzy Time Series. IEEE Transactions on Systems, Man, and Cybernetics Part B: Cybernetics. 30: Disbudpar Statistik Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat. Disbudpar: Mataram Disbudpar Buku Analisa Pasar Kunjungan Wisatawan. Disbudpar: Mataram Hsu, Y. L., dkk Temperature prediction and TAIFEX forecasting based on fuzzy relationships and MTPSO techniques. Expert Systems with Applications. 37: Kusumadewi, S. dan H. Purnomo Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan. Graha Ilmu: Yogyakarta. Kusumadewi, S. dan S. Hartati Neuro- Fuzzy Integrasi Sistem Fuzzy dan Jaringan Syaraf. Edisi Kedua. Graha Ilmu: Yogyakarta. Kusumadewi, S. dan H. Purnomo Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan. Edisi kedua. Graha Ilmu: Yogyakarta. Lamabelawa, M. I. J Metode Fuzzy Time Series untuk Peramalan Data Runtun Waktu (Studi kasus: Produk Domestik Bruto Indonesia). [Tesis]. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Rosadi, D Analisis Ekonometrika dan Runtun Waktu Terapan dengan R Aplikasi untuk bidang ekonomi, bisnis, dan keuangan. Penerbit Andi: Yogyakarta. Sindonews Diambil kembali dari Online: 7/156/lombok-berhasil-menangkan-worldhalal-travel-awards Maret 2016 Singh, S. R A Simple Time Variant Method for Fuzzy Time Series Forecasting. Cybermetics and System: An Int. Journal. 38: Song, Q. and B. S. Chissom. 1993a. Fuzzy time series and its models. Fuzzy Sets and systems. 54: Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

128 Song, Q. and B. S. Chissom. 1993b. Forecasting enrollments with fuzzy time series: Part I. Fuzzy Sets and systems. 54: 1-9. Song, Q. and B. S. Chissom Forecasting enrollments with fuzzy time series: Part II. Fuzzy Sets and systems. 62: 1-8. Steven Perbandingan Metode Fuzzy Time Series Dan Holt Double Exponential Smoothing Pada Peramalan Jumlah Mahasiswa Baru Institut Pertanian Bogor. [Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Tabeatamang Diambil kembali dari Online: 8/24/definisi-pariwisata-menurut-beberapaahli/. 15 April Tsai C. C, Wu S. J, A Study for Second Order Modeling of Fuzzy Time Series. IEEE international fuzzy systems conference proceedings II, August 22-25, Seoul, Korea Unikom.. Diambil kembali dari Online: unikompp-gdl-agusriyant bab2tia.pdf. 21 April Unikom.. Diambil kembali dari Online: April Widyatama Diambil kembali dari Online: 15/09/27/metode-peramalan-forecasting/. 21 April Yuliana, Desy Metode Stevenson Porter Fuzzy Time Series dan Pemulusan Eksponensial untuk Proyeksi Data Runtun Waktu (Studi kasus: Data produk domestic regional bruto (PDRB) Provinsi kepulauan Bangka Belitung). [Tesis]. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Zadeh, L. A Fuzzy set. Information and Control. 8: Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

129 PERBANDINGAN HASIL PENGELOMPOKKAN KEJAHATAN MENGGUNAKAN K-MEANS DAN SELF ORGANIZING MAPS (SOM) (STUDI KASUS : KEJAHATAN KONVENSIONAL DI KOTA PALOPO TAHUN 2015) Nurjannah Madjid Program Studi Statistika Fakultas MIPA, Universitas Islam Indonesia nurjannahmadjid7@gmail.com Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik dan menerapkan algoritma data mining untuk mengetahui pengelompokan kejahatan konvensional di Kota Palopo Tahun Hal ini mampu membantu pemerintah khususnya pihak kepolisian dalam membuat kebijakan tepat guna dalam menyusun regulasi dalam menanggulangi masalah kejahatan konvensional yang terjadi di wilayah Kota Palopo sekaligus mampu meningkatkan kesiapannya dalam menghadapi tindakan kejahatan konvensional Analisis kelompok yang digunakan menggunakan pendekatan Data Mining dengan algoritma KMeans dan Self Organizing Maps. Pengelompokan menghasilkan 3 cluster dengan anggota kelompok yang berbeda untuk masing-masing metode, hanya ada kelompok beranggotakan Kecamatan Tellu Wabua, Kecamatan Wara Barat, Kecamawan Wara Selatan dan Kecamatan Bara yang muncul di masing-masing metode. Kata Kunci: Pengelompokan, K Means, Self Organizing Maps, Kejahatan konvensional 1. PENDAHULUAN Kasus kejahatan konvensional yang terjadi pada masyarakat saat ini sangat beragam jenisnya. Kasus kejahatan konvensional yang menjadi gangguan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat antara lain penggeroyokan, penghinaan, perjudian, pemerasan/pengancaman, aniaya ringan, pembakaran, pencurian pemberatan, pencurian biasa, perampasan, curanmor, penggelapan, penipuan, pengerusakan, kekerasan dalam rumah tangga, percobaan pencurian, bawa senjata tajam, dan perlindungan anak. Kejahatan tersebut biasanya banyak terjadi di kota kecil tanpa terkecuali Kota Palopo. Keadaan tersebut sangat memprihatinkan bagi penduduk Kota Palopo sendiri. Masalah kejahatan yang semakin pelik terjadi pada seluruh lapisan masyarakat Kota Palopo tanpa terkecuali. Lingkungan masyarakat yang beragam sangat mempengaruhi seseorang dalam melakukan tindakan kejahatan. Sikap individualistis masyarakat Palopo mengakibatkan lemahnya pengawasan dari masyarakat terhadap gangguan keamanan dan ketertiban yang terjadi di Kota Palopo (Soekanto,1993). Akhir akhir ini di Kota Palopo terdapat kecenderungan meningkatnya kasus kejahatan konvensional. Perhatian yang cukup besar diberikan oleh media, baik media cetak maupun media elektronik Palopo maupun nasional. Pemberitaan kasus kejahatan konvensional hampir tiap hari menghiasi kriminal yang tampil di setiap stasiun televisi palopo. Berdasarkan data kepolisian daerah (Polda) Sulawesi Selatan yang terangkum sejak bulan januari hingga desember 2015, angka kriminilitas yang terjadi di Kota Palopo meningkat yakni sebanyak 17 kasus. Kota Palopo merupakan salah satu daerah kejahatan konvensional tertinggi di Sulawesi Selatan (Polda,2015). 172 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

130 Gambar 1. Jumlah Kasus Kejahatan Konvensional di Kota Palopo Tahun 2015 Berdasarkan Gambar 1 diatas, dapat terlihat bahwa kasus kejahatan konvensional di Kota Palopo mengalami peningkatan dari bulan januari sampai bulan desember Perkembangan kejahatan konvensional berkaitan erat dengan faktor lingkungan yang meliputi kepadatan penduduk, kepadatan permukiman. Penigkatan kasus kejahatan konvensional banyak di alami saat musim hari libur yang panjang atau pada saat hari raya yang menyebabkan perkembangan kasus kriminilitas di 9 Kecamatan di Kota Palopo (Polda, 2014). Berdasarkan keadaan keadaan di atas, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian tentang pengelompokkan kejahatan konvensional di Kota Palopo supaya dapat diketahui pengelompokkan apa saja yang berpengaruh dan mengelompokkan wilayah sejenis atau yang memiliki kesamaan karakter yang paling tepat. Metode analisis yang digunakan adalah K-means dan Self Organizing Maps (SOM). K-Means adalah metode penganalisaan data atau metode data mining yang melakukan proses pemodelan tanpa supervisi (unsupervised) dan merupakan salah satu metode yang melakukan pengelompokan data dengan sistem partisi. Metode k-means digunakan untuk mengelompokkan data yang ada ke dalam beberapa kelompok, dimana data dalam satu kelompok mempunyai karakteristik yang sama satu sama lainnya dan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan data yang ada di dalam kelompok yang lain. Dengan kata lain, metode ini berusaha untuk meminimalkan variasi antar data yang ada di dalam suatu cluster dan memaksimalkan variasi dengan data yang ada di cluster lainnya (Rehat,2013). Metode Self Organizing Maps (SOM) Neural Network atau biasa disebut sistem Kohonen Neural Network adalah salah satu model pembelajaran tanpa pengawasan yang akan mengklasifikasikan unit dengan kesamaan pola tertentu ke daerah di kelas yang sama. Dengan adanya teknik klasifikasi ini juga diharapkan untuk mempercepat data gambar pencarian dibutuhkan, karena pencarian tidak sesuai gambar lagi dengan seluruh satu per satu dalam database tetapi mulai dari gambar untuk kelas yang sesuai dengan citra query disertakan (Dian Pratiwi). Maka dari itu peneliti tertarik mengambil penelitian dengan tema yang berjudul Perbandingan Hasil Pengelompokkan Menggunakan K- Means Dan Self Organizing Maps (SOM) terhadap pengelompokkan kejahatan konvensional di Kota Palopo Tahun 2015). 2. METODE PENELITIAN Populasi penelitian ini mencakup seluruh wilayah daerah Kota Palopo yang terdiri dari 9 Kecamatan di Tahun 2015, dilakukan pada bulan Januari 2015 hingga desember Lokasi yang terpilih untuk penelitian ini adalah Penelitian dilakukan di Kantor Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Kota Palopo Biro Operasi yang telah tercatat pada tahun Data tersedia yang akan diteliti diperoleh dari data Badan Pusat Statistik yang tercatat pada tahun Variabel yang digunakan Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

131 adalah Kejahatan Pengeroyokan ; Kejahatan Penghinaan; Kejahatan Perjudian ; Kejahatan Pemerasan / Pengancaman; Kejahatan Aniaya Ringan ; Kejahatan Pencurian Pemberatan; Kejahatan Pencurian Biasa; Kejahatan Perampasan; Kejahatan Curanmor (Curian Motor) ; Kejahatan Penggelapan / Fidusia; Kejahatan Penipuan / Perbuatan Curang.; Kejahatan Pengrusakan; Kejahatan KDRT ; Kejahatan Percobaan Pencurian; Kejahatan Bawa Sajam (Senjata Tajam); Kejahatan Perlindungan Anak. ini menggunakan analisis dengan self Organizing Maps dan K-Means. Hasil output dari analisis deskriptif, analisis Self Organizing Maps, dan analisis K-Means akan dianalisis sehingga diketahui gambaran kejahatan konvensional, serta diperoleh kesimpulan mengenai pengelompokkan tentang kejahatan konvensional. Adapun tahapan penelitiannya disajikan pada Gambar 2. Gambar 3. Tahapan Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 3. Jumlah Penduduk di Tiap Kecamatan di Kota Palopo tahun 2015 BPS di tahun 2013 menyatakan bahwa seluruh Kecamatan di Kota Palopo menempati wilayah dengan kepadatan penduduk tertinggi, jika dilihat dari jumlah penduduknya saja, Kecamatan Wara Selatan memiliki jumlah penduduk terbanyak kurang lebih hingga jiwa, di susul Kecamatan Mungkajang memiliki jumlah penduduk kurang lebih hingga jiwa, lalu Kecamatan Wara Barat kurang lebih hingga jiwa dan Kecamatan Sendana lebih dari jiwa. Berbanding lurus dengan pernyataan BPS (2013) menyatakan bahwa Kecamatan Bara memiliki penduduk terendah hingga , di susul Kecamatan Tellu Wabua kurang lebih dari selain itu Kecamatan Wara Utara, terdapat beberapa Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk kurang dari jiwa yaitu Kecamatan Wara dan Kecamtan Wara Timur. Beberapa program pemerintah telah dilakukan guna meminimalisir kesenjangan jumlah penduduk yang mampu Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

132 mempengaruhi tindakan kejahatan seperti pencurian dari daerah padat penduduk ke daerah yang jarang jumlah penduduknya. Gambar 4. Kejahatan Konvensional di Wara Selatan Tahun 2015 Berdasarkan Gambar 4 menunjukkan bahwa angka kejahatan konvensional di Kecamatan Wara Selatan dengan rata rata sebesar 64,44% dan hanya 6 jenis kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase yang lebih rendah daripada rata rata, sisanya memiliki angka persentase kejahatan konvensional yang lebih tinggi dari rata rata. Penggelapan / Fidusia sebagai jenis kejahatan konvensional hanya memiliki angka persentase sebesar (6,00%) disusul kejahatan KDRT sebesar 13,00%),Kejahatan Pengeroyokan (44,00%), Kejahatan Penghinaan (52,00%), Kejahatan Perlindungan Anak (58,00%) dan kejahatan Perampasan (63,00%) menunjukkan bahwa jenis kejahatan konvensional tersebut merupakan 6 Jenis kejahatan konvensional dengan tingkat kejahatan yang rendah dibanding dengan kejahatan yang lainnya di Kecamatan Wara Selatan pada tahun Beberapa kejadian kejahatan konvensional di Kecamatan Wara Selatan memiliki angka persentase yang tinggi seperti jenis kejahatan Pencurian biasa sebesar 98,00%, di susul kejahatan bawa sajam (senjata tajam) sebesar 91,00 %, kejahatan penipuan / perbuatan curang sebesar 91,00 %, kejahatan curanmor atau curian motor sebesar 87,00 %, dan kejahatan percobaan pencurian sebesar 87,00 %. Angka persentase kejahatan konvensional dapat dikurangi dengan cara melaksanakan penyuluhan hukum mengenai bahaya terjadinya tindak pidana ke masyarakat, Melaksanakan patrol rutin di tempat tempat yang rawan terjadinya kejahatan pencurian dan melaksanakan razia rutin di tempat tempat yang diduga rawan terjadi tindak pidana, hal ini bertujuan agar memperbaiki akibat dari perbuatan atau kejahatan, terutama individu yang telah melakukan tindakan tersebut. Dalam hal ini penjatuhan sanksi pidana bagi pelaku kejahatan pencurian. Pemerintah harus fokus dalam menerapkan hukum di Indonesia harus benar - benar ditegakkan dan lebih tegas lagi dalam hal pemberantasan tindakan kriminalitas, dan secara tidak langsung mampu mengurangi rata-rata tindakan kejahatan konvensional. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

133 Gambar 5. Kejahatan Konvensional di Wara Utara Tahun 2015 Berdasarkan Gambar 5 menunjukkan bahwa angka kejahatan konvensional di Kecamatan Wara Utara dengan rata rata sebesar 69,63% dan hanya 7 jenis kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase yang lebih tinggi daripada rata rata, sisanya memiliki angka persentase kejahatan konvensional yang lebih rendah dari rata rata. Adapun jenis kejahatan pemerasan / pengancaman merupakan jenis kejahatan yang tertinggi dengan angka persentase sebasar 14,4 %, kemudian diususul oleh jenis kejahtan pencurian biasa sebesar 10,9 %, kejahatan Pengrusakan dengan angka persentase sebesar 10,2 %, kejahatan pencurian dengan angka persentase sebesar 87 %, kejahatan perjudian dengan angka persentase sebesar 77 %, kejahatan Bawa Sajam atau kejahatan bawa senjata tajam dengan angka persentase sebesar 75 %, dan kejahatan curanmor atau kejahatan pencurian motor 75% dari ketujuh jenis kejahatan konvensional tersebut merupakan jenis kejahatan dengan tingkat kejahatan yang lebih tinggi dari Kecamatan yang lainnya di Kecamatan Wara Utara pada tahun Kejahatan penggelapan atau fidusia memiliki persentase yang paling rendah hanya sebesar 11 %, kejahatan KDRT hanya 17 %, kejahatan pengroyokan hanya 45 %, kejahatan perampasan hanya 46 %, kejahatan percobaan pencurian hanya56 %, jenis kejahatan aniaya ringan hanya 67 %, jenis kejahatan aniaya penipuan / perbuatan curang, dan kejahatan perlindungan anak hanya 67 %. Angka persentase kejahatan konvensional dapat di penanggulangan dan pencegahan ini tidak hanya dilakukan oleh para penegak hukum namun juga oleh warga masyarakat sekitarnya. Tindak pidana pemerasan dan pengancaman ini juga sudah diatur di dalam KUH Pidana Pasal 368, 369, 370,dan 371. Pasal-pasal tersebut telah mengatur dan mengelompokkan tindak pidana pemerasan dan pengancaman serta unsur-unsur dan sanksi dari tindak pidana tersebut dan secara tidak langsung mampu mengurangi rata-rata tindakan kejahatan konvensional. Gambar 6. Kejahatan Konvensional di Kecamatan Wara Timur Tahun 2015 Tingkat kejahatan konvensional menunjukan persentase jenis kejahatan yang berada di Kecamatan Wara Timur dengan nilai rata rata sebesar 66,69%. Kejahatan pemerasan atau pengancaman memiliki tingkat kejahatan konvensional paling tinggi dibandingkan dengan kejahatan yang lainnya, hampir 11,7% disusul tindak kejahatan pencurian biasa sebesar 95%, lalu kejahatan pengrusakan sebesar 92%, kejahatan perjudian sebesar 91%, dan kejahatan perlindungan anak hampir 79%. Kejahatan penggelapan / Fidusia memiliki persentase yang paling rendah hanya sebesar 4 %, kejahatan KDRT sebesar 15%, kejahatan pengeroyokan sebesar 33 %, kejahatan perampasan sebesar 47%, bahkan tindak kejahatan 176 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

134 curanmor atau curian hanya memiliki tingkat kejahatan sebesar 63 %. kejahatan penghinaan hanya 60 %, kejahatan Aniaya Ringan hanya 65 %, dan kejahatan Perlindungan Anak hanya 68%. Gambar 7. Kejahatan Konvensional di Kecamatan Wara Barat Tahun 2015 Pada Gambar 7 menjelaskan bahwa presentase angka kejahatan konvensional di Kecamatan Wara Barat tahun 2015 dengan angka rata rata 70,00 % dan hanya 8 kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase yang lebih tinggi daripada rata-rata dan sisanya memiliki angka presentase yang lebih rendah dari rendah. Kejahatan pencurian biasa memiliki angka persentase yang paling tinggi dari kejahatan yang lainnya sebesar 10,8 %, kemudian disusul kejahatan pemerasan atau pengancaman sebesar 97 %, kejahatan pengrusakan sebesar 96%, kejahatan perjudian sebesar 94%, kejahatan curanmor atau curian motor sebesar 93%, kejahatan bawa sajam atau senjata tajam sebesar 91%, kejahatan pencurian pemberatan sebesar 90%, dan kejahatan penipuan atau perbuatan curang sebesar 89%. Kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase terendah yakni kejahatan penggelapan atau fidusia sebesar 4 %, kejahatan KDRT hanya 13 %, kejahatan Pengeroyokan hanya 30 %, kejahatan perampasan hanya 52 %, Gambar 8. Kejahatan Konvensional di Kecamatan Wara Tahun 2015 Pada Gambar 8 menjelaskan bahwa presentase angka kejahatan konvensional di Kecamatan Wara tahun 2015 dengan angka rata rata 65,69%. Adapun jenis kejahatan konvenisonal yang paling tinggi yaitu kejahatan pencurian baisa sebesar 10,9 % dibandingkan dengan kejahatan yang lainnya, kemudian di susul kejahatan pemerasan atau pengancaman dengan angka persentase sebesar 10,6 %, kejahatan bawa sajam atau senjata tajam sebesar 99 %, kejahatan pengrusakan sebesar 88 %, kejahatan curanmor atau curian motor sebesar 86 %, kejahatan perlindungan anak sebesar 83 %, kejahatan pencurian pemberatan sebesar 82%, kejahatan aniaya ringan sebesar 78 %, dan kejahatan perjudian sebesar 75%. Kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase terendah yakni kejahatan penggelapan atau fidusia sebesar 5%, kejahatan KDRT hanya 13 %, kejahatan perampasan hanya 29%, kejahatan pengeroyokan hanya 36%, kejahatan penghinaan hanya 47% dan kejahatan percobaan pencurian hanya 48%. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

135 Gambar 9. Kejahatan Konvensional di Kecamatan Sendana Tahun 2015 Pada Gambar 9 menunjukkan bahwa angka persentase kejahatan konvensional di Kecamatan Sendana tahun 2015 dengan angka rata rata 61,69%. Adapun jenis kejahatan konvenisonal yang paling rendah yaitu Kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase terendah yakni kejahatan penggelapan atau fidusia sebesar 7%, kejahatan KDRT hanya 8%, kejahatan perampasan hanya 35%, kejahatan penghinaan hanya 42% dan kejahatan pengeroyokan hanya 48%. Beberapa tindakan kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase yang tinggi seperti kejahatan pencurian biasa sebesar 11,6 % dibandingkan dengan kejahatan yang lainnya, kemudian di susul kejahatan pemerasan atau pengancaman dengan angka persentase sebesar 10,0 %, kejahatan bawa sajam atau senjata tajam sebesar 92 %, kejahatan curanmor atau curian motor sebesar 78%, kejahatan pencurian pemberatan sebesar 77%, kejahatan perjudian sebesar 73%, dan kejahatan percobaan pencurian sebesar sebesar 70%. Gambar 10. Kejahatan Konvensional di Kecamatan Munkajang Tahun 2015 Tingkat angka persentase kejahatan konvensional di Kecamatan Munkajang tahun 2015 dengan angka rata rata 62,44%. Adapun jenis kejahatan konvenisonal yang paling rendah yaitu Kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase terendah yakni kejahatan penggelapan atau fidusia sebesar 7%, kejahatan KDRT hanya 14%, kejahatan perampasan hanya 27%, kejahatan penghinaan hanya 41%, kejahatan pengeroyokan hanya 44%, kejahatan percobaan pencurian hanya 50%, kejahatan aniaya ringan hanya 55%, dan kejahatan penipuan atau perbuatan curang sebesar 61 %. Beberapa tindakan kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase yang tinggi seperti kejahatan pencurian biasa sebesar 13,0% dibandingkan dengan kejahatan yang lainnya, kemudian di susul kejahatan bawa sajam atau senjata tajam sebesar 10,4%, kejahatan pemerasan atau pengancaman dengan angka persentase sebesar 10,4%, kejahatan pengrusakan sebesar 82 %, kejahatan curanmor atau curian motor 178 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

136 sebesar 77%, kejahatan perjudian sebesar 76%, dan kejahatan pencurian pemberatan sebesar 66%. yang lainnya di Kecamatan Tellu Wabua pada tahun Kejahatan penggelapan atau fidusia memiliki persentase yang paling rendah hanya sebesar 4,00%, kejahatan KDRT hanya 8,00%, kejahatan perampasan hanya 33,00%, kejahatan pengeroyokan hanya 41,00%, kejahatan penghinaan hanya 42,00%, dan kejahatan percobaan pencurian hanya 48,00%. Angka persentase kejahatan konvensional dapat di penanggulangan dan pencegahan ini tidak hanya dilakukan oleh para penegak hukum namun juga oleh warga masyarakat sekitarnya dan secara tidak langsung mampu mengurangi ratarata tindakan kejahatan konvensional. Gambar 11. Kejahatan Konvensional di Kecamatan Tellu Wabua Tahun 2015 Berdasarkan Gambar 11 menunjukkan bahwa angka kejahatan konvensional di Kecamatan Tellu Wabua dengan rata rata sebesar 60,19% dan hanya 9 jenis kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase yang lebih tinggi daripada rata rata, sisanya memiliki angka persentase kejahatan konvensional yang lebih rendah dari rata rata. Jenis kejahatan bawa sajam atau senjata tajam merupakan jenis kejahatan yang tertinggi dengan angka persentase sebasar 95,00%, kemudian disusul oleh jenis kejahatan pencurian biasa sebesar 90,00%, kejahatan pemerasan / pengancaman sebesar 90,00%, kejahatan pengrusakan sebesar 87,00%, kejahatan perjudian sebesar 84,00%, kejahatan pencurian pemberatan sebesar 74,00%, kejahatan perlindungan anak sebesar 72,00%, kejahatan curanmor atau curian motor sebesar 72,00%, dan kejahatan aniaya ringan sebesar 63,00% dari ke 9 jenis kejahatan konvensional tersebut merupakan jenis kejahatan dengan tingkat kejahatan yang lebih tinggi dari Kecamatan Gambar 12. Kejahatan Konvensional di Kecamatan Bara Tahun 2015 Pada Gambar 12 menunjukkan bahwa tingkat angka persentase kejahatan konvensional di Kecamatan Bara tahun 2015 dengan angka rata rata 65,38%. Adapun jenis kejahatan konvenisonal yang paling rendah yaitu Kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase terendah yakni kejahatan penggelapan atau fidusia sebesar 6,00%, kejahatan KDRT hanya 11,00%, kejahatan percobaan pencurian sebesar 36,00%, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

137 kejahatan pengeroyokan hanya 54,00%, kejahatan perjudian sebesar 57,00% dan kejahatan pencurian pemberatan hanya 63,00 %. Beberapa tindakan kejahatan konvensional yang memiliki angka persentase yang tinggi seperti kejahatan pencurian baisa sebesar 10,40% dibandingkan dengan kejahatan yang lainnya, kemudian di susul kejahatan curanmor atau curian motor sebesar 87,00%, kejahatan penipuan atau perbuatan curang sebesar 86,00%, kejahatan aniaya ringan sebesar 83,00%, kejahatan bawa sajam atau senjata tajam sebesar 81,00%, kejahatan pengrusakan sebesar 80,00%, kejahatan perlindungan anak sebesar 78,00%, kejahatan perampasan sebesar 77,00%, dan kejahatan pemerasan atau pengancaman sebesar 72,00%. Selain mengetahui karakteristik, peneliti juga akan melakukan pengelompokan. Implementasi algoritma K-Means dalam banyak paket data analisis dan data mining memerlukan jumlah kelompok yang dapat ditentukan sendiri oleh peneliti. Menurut suatu penelitian bahwa pengelompokan K Means dan metode lainnya tidak selalu mengandung penjelasan atau suatu pembenaran dalam memilih nilai/ jumlah suatu kelompok. (Pham,2005). Berdasarkan gambar 13 menunjukkan bahwa ketika titik cluster di angka index 6 menunjukkan pergerakan yang mulai landai tidak seperti perubahan titik cluster ke titik sebelumnya yang cukup curam. Analisis perbandingan yang baik dan benar apabila kriteria, variabel dan jumlah cluster yang sama. Belum ada penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pengelompokan tindakan kejahatan di Kota Palopo, oleh karena itu peneliti menggunakan pendekatan penentuan jumlah cluster menjadi 3 kelompok untuk metode K-Means maupun Self Organizing Maps (SOM). Metode pengelompokan yang digunakan pertama adalah metode pengelompokan non hirarki atau K-Means. Dalam metode K-Means peneliti wajib menentukan jumlah kelompok terlebih dahulu Gudono, dalam Putri (2014). Merujuk pada penelitian Khaira (2012) mengenai jumlah kelompok K Means yang nantinya akan disamakan dengan jumlah kelompok ketika menggunakan metode SOM maka untuk pengelompokannya menjadi 3 cluster. Berdasarkan hasil analisis dengan 40 kali eksekusi dengan data yang sama dan pendekatan algoritma K-Means dengan R. Berikut adalah hasil pengelompokan menggunakan K-Means dimana hasil pengelompokan yang paling banyak muncul adalah yang diambil oleh peneliti. Tabel 1. Jumlah dan Anggota Kelompok menggunakan K Means Gambar 13. Within Cluster Sum Of Squares (WCSS) 180 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

138 Kelompok Jumlah Anggota Anggota Kelompok Wara Selatan dan Bara. Sendana dan Munkajang. Wara Utara, Wara Timur, Wara Barat dan Wara. Berdasarkan hasil pengelompokan dan profilisasi kelompok maka peneliti mampu membuat sebuah peta dan keterangan yang mampu menggambarkan karakteristik kelompoknya. Adapun hasil pemetaan dari analisis pengelompokan menggunakan K-Means ini ada pada gambar 14. Kelompok 2 yang beranggotakan Kecamatan Sendana dan Kecamatan Munkajang yang merupakan kelompok yang dalam anggotanya tidak memiliki nilai paling rendah atau paling tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Secara umum dilihat index di kelompok ini tergolong lumayan tinggi namun angka tingkat kejahatan konvensional yang cenderung rendah disertai dengan angka penduduk yang lumayan tinggi yang terdapat pada warna kuning. Kelompok 3 yang beranggotakan Kecamatan Wara Utara, Kecamatan Wara Timur, Kecamatan Wara Barat dan Kecamatan Wara merupakan kelompok dengan rata-rata penduduk yang tinggi, disertai dengan kejahatan konvensional yang tinggi. Selain menggunakan K-Means Peneliti menggunakan Algoritma SOM pada gambar tersebut menjelaskan banyaknya training progress yang menunjukan banyaknya iterasi terhadapat jarak rata rata ke unit terdekat pada iterasi sekitar 100, dapat dilihat bahwa iterasi menunjukan kekonvergenan. Gambar 14. Pemetaan menggunakan algoritma k-means Gambar 15. Training Progress Pada Gambar 14 yang berwarna hijau merupakan kelompok 1 yang beranggotakan Kecamatan Wara Selatan dan Bara. yang merupakan daerah di Kota Palopo. Kelompok ini memiliki banyak kasus kejahatan konvensional yang sangat rendah, namun angka penduduk di kelompok ini yang tertinggi, indeks kejahatan konvensional yang paling rendah dibandingkan kelompok lainnya. Proses memahami diagram di algoritma SOM menurut Wehrens (2007) adalah ketika diagram telah memiliki suatu warna dan diberi batasan dengan vektorvektor yang tervisualisasi dalam plot pemetaan. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

139 Kelompok Jumlah Anggota Anggota Kelompok Wara Utara, Wara, Sendana, Munkajang dan Tellu Wabua. Wara Timur dan Wara Barat Wara selatan dan Bara Jika melihat hasil pemetaan hasil pengelompokan dan pemetaan SOM, maka kelompok 1 yang terdiri dari Kecamatan Wara Utara, Kecamatan Wara, Kecamatan Sendana, Kecamatan Munkajang dan Kecamatan Tellu Wabua diasosiasikan dalam lingkaran berwarna hijau. Kecamatan Wara Timur dan Kecamatan Wara Barat diasosiasikan dalam lingkaran berwarna ungu. Terakhir Kelompok 3 yaitu Kecamatan Wara Selatan dan Kecamatan Bara diasosiasikan dalam lingkaran berwarna biru. 4. KESIMPULAN Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Gambar 16. Keluaran dalam Algoritma SOM Hasil dari pengelompokan Kecamatan menggunakan SOM adalah Sebagai berikut: Tabel 2. Jumlah dan Anggota Kelompok menggunakan Self Organizing Maps Hasil pemetaan dari analisis pengelompokan menggunakan Self Organizing Maps ini ada pada Gambar 16. Gambar 16. Pemetaan menggunakan Algoritma SOM 1. Jumlah kelompok yang dibentuk sebanyak 3 kelompok, merupakan jumlah yang ditentukan oleh peneliti dengan pendekatan menggunakan Within Cluster Sum of Squares. 2. Penggunaan algoritma K-Means menghasilkan pengelompokan dengan masing-masing kelompok beranggotakan dua kelompok yang masing masing beranggotakan 2 Kecamatan dan 5 Kecamatan. 3. Kelompok 1 yang beranggotakan Kecamtan Wara Selatan dan Kecamatan Bara. Kelompok 2 beranggotakan Kecamatan Sendana dan Kecamatan Munkajang. dan Kelompok 3 beranggotakan Kecamatan Wara Utara, Kecamatan Wara Timur, Kecamatan Wara Barat dan Kecamatan Wara. 4. Penggunaan algoritma Self Organizing Maps (SOM) menghasilkan kelompok 5 Kecamatan dan pengelompokan dengan masing-masing kelompok beranggotakan 2 Provinsi. 5. Kelompok 1 beranggotakan Kecamatan Wara Utara, Kecamatan 182 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

140 Wara, Kecamatan Sendana, Kecamatan Munkajang dan Kecamatan Tellu Wabua. Kelompok 2 dan 3 masing-masing beranggotakan Kecamatan Wara Timur, Kecamatan Wara Barat, Kecamatan Wara Selatan dan Kecamatan Bara. 5. UCAPAN TERIMAKASIH penulis mengucapkan terimakasih kepada Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia yang telah memberikan dana untuk pelaksanaan penelitian ini. 6. REFERENSI. Khaira, Ulfa Integrasi Self Organizing Maps dan Algoritma K- Means untuk Clustering Data Ketahanan Pangan Kabupaten di Wilayah Provinsi Bali, NTB dan NTT. Skripsi program Sarjana Komputer pada Departemen Ilmu Komputer, Institut Pertanian Bogor. Pham, D T. Dimov S S. Nguyen C D Selecton of K in K Means Clustering. Polda.2014.Kejahatan Konvensional Pada Tahun 2014.Palopo. Polda.2015.Peningkatan Kejahatan Konvensional Pada Tahun 2015.Palopo. Putri, Ayu I N Analisis Kelompok Terhadap Wilayah Rawan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Sleman. Skripsi program Sarjana Statistika Universitas Islam Indonesia. Rehat., dan Yudi.2013.Data Mining and Clustering As Well As Other General Ideas and Interests.Journal Clustering K-Means.Mei 2015.Di akses di Pada tanggal 5 Maret 2015, Pukul Soerjono Soekanto.1993, sosiologi suatu penghantar.jakarta : Yayasan Penerbit UI. Wehrens, Ron dan Buydenss, Lutgarde M.C Self and Super-organizing Maps in R : The Kohonen Package. Journal of Statistical Software. October 2007, Volume 21. Issue 5. Diakses di pada tanggal pada tanggal 4 April 2016, pukul Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

141 ANALISIS FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP TERJADINYA HOTSPOT DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MENGGUNAKAN REGRESI POISSON DAN BINOMIAL NEGATIF Khoiba drul Eka Massitoh 1, Jaka Nugraha 2 1,2 Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam, Universitas Isl am Indonesia 1 khoibadrul.ekamassitoh@gmail.com 2 jknugraha@gmail.com Abstrak Hotspot merupakan indikator kebakaran hutan yang mendeteksi suatu lokasi yang memiliki suhu relatif tinggi dibandingkan suhu disekitarnya Berdasarkan hasil pemantauan satelit Terra-NOAA BMKG pada tanggal 15 Oktober 2015 Provinsi Kalimantan Timur mencatat rekor tertinggi jumlah hotspot yaitu mencapai 537 titik dan pada tahun 2015 hotspot meningkat secara signifikan dari tahun-tahun. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya hotspot di Provinsi Kalimantan Timur. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah jumlah hotspot tahun 2014, sedangkan variabel independen yaitu suhu, curah hujan, kelembaban udara, lama penyinaran dan stasiun. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi poisson dan regresi binomial negatif. Sebelum melakukan analisis regresi poisson ada asumsi yang harus dilakukan, yaitu uji multikolinieritas untuk mengetahui hubungan antar variabel independen. Regresi poisson merupakan salah satu regresi nonlinier yang sering digunakan untuk memodelkan variabel respon berupa bilangan cacah. Model regresi poisson mempunyai asumsi equidispersi, yaitu dimana nilai mean dan variansi dari variabel respon bernilai sama. Hasil dari analisis regresi poisson ini adalah variabel suhu, curah hujan, kelembaban udara dan stasiun berpengaruh terhadap terjadinya hotspot, namun pada kenyataannya terjadi pelanggaran asumsi pada regresi poisson yaitu terjadinya overdispersi (nilai variansi lebih besar dari nilai meannya) sehingga model regresi poisson tidak tepat digunakan dalam penelitian ini. Maka langkah yang tepat untuk mengatasi terjadinya overdispersi yaitu dengan menggunakan regresi binomial negatif. Hasil dari analisis regresi binomial negatif ini hanya didapat variabel kelembaban udara dan stasiun yang berpengaruh terhadap terjadinya hotspot di Provinsi Kalimantan Timur. Kata Kunci: hotspot, multikolinieritas, overdispersi, regresi poisson, binomial negatif. 1. PENDAHULUAN Kebakaran hutan di Indonesia telah menarik perhatian masyarakat nasional dan internasional. Kebakaran hutan di Indonesia telah menjadi salah satu masalah dunia karena dampak kebakaran hutan tidak hanya dialami oleh masyarakat lokal, akan tetapi masyarakat di negara tetangga (Lailan, 2014). Kebakaran hutan menimbulkan kerugian dalam bidang ekonomi, ekologi dan sosial baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Secara langsung kebakaran hutan menyebabkan penurunan kualitas udara sebagai dampak pencemaran udara yang bersalah dari asap (Novita, 2008). Asap tidak hanya berdampak pada daerah yang terkena kebakaran hutan tetapi akan berdampak daerah-daerah lainnya. Kebakaran hutan yang terjadi dapat dipantau oleh citra satelit berupa titik panas (hotspot). Berdasarkan hasil pemantauan satelit Terra-NOAA BMKG pada tanggal 15 Oktober 2015 Provinsi Kalimantan Timur mencatat rekor tertinggi jumlah hotspot yaitu mencapai 537 titik (Sutrisno, 2015). Meningkatnya jumlah hotspot dipicu oleh suhu udara yang cukup tinggi. Berdasarkan kejadian di atas, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

142 hotspot di Kalimantan Timur supaya dapat diketahui faktor-faktor berpengaruh dan strategi penanggulangan yang paling tepat. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Regresi Poisson. Maka dari itu peneliti tertarik mengambil penelitian dengan temayang berjudul Analisis Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Titik Panas Di Provinsi Kalimantan Timur Menggunakan Regresi Poisson Rumusan Masalah a. Bagaimana karakteristik terjadinya hotspot di Provinsi Kalimantan Timur? b. Apa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pencegahan kebakaran hutan di Provinsi Kalimantan Timur? Batasan Masalah Batasan masalah dilakukan agar penelitian yang dilakukan tidak melebar. Penelitian difokuskan hanya pada jumlah hotspot (titik panas) di Provinsi Kalimantan Timur selama tahun 2015 dan faktor-faktor yang digunakan adalah data suhu, curah hujan, kelembaban udara dan lama penyinaran pada tahun Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik terjadinya hotspot di Provinsi Kalimantan Timur dan mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi pencegahan kebakaran di Provinsi Kalimantan Timur. 2. METODE PENELITIAN Variabel Penelitian Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah hotspot di Provinsi Kalimantan Timur selama tahun 2015 yang diperoleh dari Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur dan unsur iklim yaitu suhu, curah hujan, kelembaban udara dan lama penyinaran di Provinsi Kalimantan Timur yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Provinsi Kalimantan Timur. Metode Penelitian Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis regresi poisson dan analisis binomial negatif dengan hasil karakteristik terjadinya hotspot di Provinsi Kalimantan Timur dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi pencegahan kebakaran hutan. Dengan jumlah hotspot (Y) sebagai variabel dependen, sedangkan variabel independen adalah suhu (X1), curah hujan (X2), kelembaban udara (X3), lama penyinaran (X4) dan stasiun (X5). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif Gambar 1 Jumlah Hotspot tahun 2015 Dari gambar di atas didapat bahwa jumlah hotspot meningkat pada bulan Juli dan jumlah hotspot tertinggi terjadi pada bulan Oktober, meningkatnya titik hotspot dikarenakan suhu yang tinggi dan curah hujan yang rendah. Musim kemarau pada tahun 2015 merupakan musim kemarau terpanjang, jika berlangsung secara normal maka puncak musim kemarau biasanya akan jatuh pada bulan Juli atau Agustus setiap tahunnya. Puncak musim kemarau pada tahun 2015 mundur waktunya dikarenakan adanya fenomena alam El-Nino, mundurnya puncak musim kemarau berdampak pada waktu datangnya musim hujan. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

143 tersebut merupakan nilai curah hujan tertinggi selama tahun 2015 di Provinsi Kalimantan Timur. Gambar 2 Suhu tahun 2015 Dipantau dari Stasiun Meteorologi yang ada di Provinsi Kalimantan Timur, suhu pada bulan Februari terpantau rendah dari Stasiun Meteorologi Sepinggan dan Temindung, sedangkan dari Stasiun Meteorologi Kalimarau suhu yang terpantau rendah pada bulan Maret. Pada bulan April Provinsi Kalimantan Timur mulai mengalami musim kemarau yang normalnya dimulai pada bulan Mei. Puncak musim kemarau terjadi pada bulan September untuk wilayah cakupan Stasiun Meteorologi Kalimarau, sedangkan untuk wilayah cakupan Stasiun Meteorologi Sepinggan dan Temindung puncak musim kemarau terjadi pada bulan Oktober. Gambar 4 Kelembaban Udara Tahun 2015 Rata-rata kelembaban udara di Provinsi Kalimantan Timur terbilang normal karena selama tahun 2015 kelembaban udara yang terjadi berkisar antara 70 % sampai 90 %. Gambar 5 Lama Penyinaran tahun 2015 Rata-rata lama penyinaran matahari tertinggi terjadi pada bulan Agustus. Pada musim kemarau tahun 2015 lama penyinaran berkisar antara 2 % sampai 7 %. Gambar 3 Curah Hujan tahun 2015 Pada tahun 2015 di Provinsi Kalimantan Timur, musim kemarau dimulai dari bulan April. Pada musim kemarau intensitas curah hujan rendah seperti yang terjadi pada bulan Agustus sampai Oktober, di beberapa wilayah Provinsi Kalimantan Timur terjadi kekeringan (cuaca ekstrim) dengan rata-rata curah hujan 0 mm. Di wilayah cakupan Stasiun Meteorologi Sepinggan pada bulan Juni terjadi curah hujan sekitar 30 mm, nilai 186 Analisis Regresi Poisson Model analisis yang sering digunakan adalah dengan menggunakan analisis regresi Poisson dengan asumsi variabel dependen mengikuti distribusi poisson, tidak terjadi multikolinieritas, dan asumsi nilai mean sama dengan nilai variansi, jika keadaan tersebut tidak terpenuhi, maka dinamakan overdispersi, sehingga model regresi Poisson tidak dapat digunakan. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

144 Gambar 6 Uji Multikolinieritas Semua nilai VIF < Kriteria, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel independen. Nilai Sig < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel yang signifikan adalah variabel kelembaban udara (X3) dan stasiun (X5).Kemudian didapat model regresi binomial negatif sebagai berikut: ) Gambar 10 Uji Overdispersi Gambar 7 Uji Overdispersi Regresi Poisson Berdasarkan output diatas, dihasilkan nilai deviance dan pearson chi square adalah dan yang secara signifikan lebih besar dari 1 (Satu). Hal ini merupakan indikator adanya overdispersi yang menyebabkan model tersebut menjadi kurang baik, karena memiliki tingkat kesalahan tinggi. Salah satu cara untuk mengatasi overdispersi yaitu dengan melakukan Regresi Binomial Negatif. Analisis Regresi Binomial Negatif Gambar 8 Uji Overall Nilai Sig < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa secara serentak variabel independen (suhu, curah hujan, kelembaban udara, lama penyinaran dan stasiun) berpengaruh terhadap variabel dependen (jumlah hotspot), sehingga model layak digunakan. Gambar 9 Uji Parsial Dari gambar di atas, diketahui bahwa nilai devians untuk Model Regresi Binomial Negatif yang telah dibagi dengan derajat bebasnya menunjukkan nilai kurang dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan overdispersi pada Model Regresi Poisson dapat dikoreksi dengan Model Regresi Binomial Negatif. Dengan demikian model persamaan regresi binomial negatif yang didapat model terbaik dan lebih sesuai untuk menggambarkan pola hubungan antara jumlah hotspot dengan kelembaban udara (X3) dan jumlah hotspot dengan stasiun (X5). Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel kelembaban udara dengan jumlah hotspot berbanding lurus, yang artinya semakin tinggi tingkat kelembaban udara di suatu saerah maka semakin banyak juga hotspot yang terdeteksi di daerah tersebut. 4. KESIMPULAN Penyebaran hotspot di Provinsi Kalimantan Timur paling banyak terjadi pada bulan Oktober dan Kabupaten/Kota. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya hotspot berdasarkan hasil analisis regresi poisson adalah suhu, curah hujan, kelembaban udara dan stasiun, namun dalam analisis ini terdapat overdispersi, sehingga langkah alternatif untuk mengatasi kejadian tersebut adalah menggunakan regresi binomial negatif. Hasil dari analisis regresi binomial negatif didapatkan variabel Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

145 kelembaban udara dan stasiun merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya hotspot di Provinsi Kalimantan Timur. 5. DAFTAR PUSTAKA Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Data suhu, curah hujan, kelembaban udara dan lama penyinaran. BMKG; Balikpapan. Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur Data jumlah hotspot. DK Kaltim; Samarinda. Hanifah, Mirzha Analisis Hubungan Curah Hujan dengan Distribusi dan Kemunculan Titik Panas (Hotspot) Untuk Deteksi Dini di Provinsi Kalimantan Timur. Fakultas Kehutanan IPB; Bandung. Kismiantini Perbandingan Model Regresi Poisson dan Model Regresi Binomial Negatif. FMIPA UNY; Yogyakarta. Syaufina, Lailan dkk Perbandingan Sumber Hotspot sebagai Indikator Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut dan Korelasinya dengan Curah Hujan di Desa Sepahat, Kabupaten Bengkalis, Riau (Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 5 No. 2 Hal ). Fakultas Kehutanan IPB; Bandung. Yonatan, Daniel Studi Sebaran Titik Panas (Hotspot) Sebagai Indikator Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Jambi thaun Fakultas Kehutanan IPB; Bandung. Yulianingsih, Komang Ayu dkk Penerapan Regresi Poisson Untuk Mengetahui Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Siswa SMA/SMK Tidak Lulus UN di Bali. FMIPA Universitas Udayana; Bali 188 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

146 MODEL OPTIMASI PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN: PENENTUAN LOKASI INSENERATOR MENGGUNAKAN INTEGER PROGRAMMING Prapto Tri Supriyo 1), Amril Aman 2), Toni Bakhtiar 3), Farida Hanum 4) 1,2,3,4 FMIPA, Institut Pertanian Bogor 1 praptotrisupriyo@gmail.com 2 amril.aman@gmail.com 3 tonibakhtiar@yahoo.com 4 faridahanum00@yahoo.com Abstrak Pemanfaatan teknologi insenerator modern merupakan salah satu pilihan dalam pengelolaan sampah perkotaan. Teknologi ini mampu mereduksi sampah hingga mencapai 90% dan menyisakan residu 10% berupa abu. Mesin insenerator ini juga dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Lokasi mesin insenerator ini idealnya relatif dekat dengan TPS-TPS (Tempat Penampungan Sampah Sementara) agar efisien dalam pengangkutan sampah dan residunya. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model optimasi pengelolaan sampah perkotaan berdasarkan integer programming yang berguna untuk menentukan lokasi-lokasi optimum bagi pembangunan insenerator dan juga sebagai dasar untuk menentukan rute armada pengangkutan sampah, sehingga biaya operasional pengelolaan sampah ini minimum. Model dibangun dengan memperhatikan lokasi TPS-TPS beserta volume sampahnya, lokasi TPA-TPA (Tempat Pembuangan Akhir), serta lokasi-lokasi yang potensial untuk pembangunan insenerator. Implementasi model menggunakan sampel 40 TPS yang tersebar merata di wilayah kota Jakarta dengan empat pilihan lokasi insenerator menunjukkan bahwa sejalan dengan bertambahnya insenerator maka volume sampah dan volume pekerjaan pengangkutan sampah mengalami penurunan secara signifikan. Penurunan volume pekerjaan ini menunjukkan adanya penurunan biaya operasional pengangkutan sampah. Kata Kunci: integer programming, TPS, TPA, insenerator 1. PENDAHULUAN Pada tahun 2015 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 255,5 juta jiwa (Julaikah N. 2013). Padahal pada tahun 2010, data sensus BPS menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia tercatat sebanyak jiwa (BPS 2010). Hal ini memperlihatkan demikian sangat tingginya laju pertumbuhan penduduk Indonesia. Meningkatnya jumlah penduduk ini tentu akan menyebabkan sampah yang dihasilkan juga meningkat. Diperkirakan pada tahun 2025, produksi sampah di Indonesia mencapai ton/hari (Kemen LH 2014). Karenanya diperlukan pengelolaan sampah yang tepat agar dampak negatif timbulan sampah yang dihasilkan dapat direduksi. Pengelolaan sampah di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah no.81 tahun Dalam peraturan tersebut, pengelolaan sampah di Indonesia meliputi kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Kegiatan penanganan sampah terdiri dari kegiatan pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah. Kegiatan pengangkutan sampah dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota yakni sampah yang sudah dikumpulkan di tempat penampungan sampah sementara (TPS) akan diangkut menuju tempat pemrosesan akhir (TPA) atau tempat pengolahan sampah terpadu (TPST). Pemerintah kabupaten/kota juga dapat menyediakan stasiun peralihan antara (SPA) untuk pengangkutan sampah lintas Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

147 kabupaten/kota dan pengolahan sampah bersama (Kemensetneg 2012). Penanganan sampah di Indonesia masih belum berjalan maksimal karena pada umumnya sampah hanya ditangani dengan sistem kumpul-angkut-buang. Seringkali sampah yang sudah dikumpulkan di TPS diangkut langsung menuju TPA setempat tanpa diolah terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan sampah menumpuk di TPA dan menimbulkan masalah lain seperti masalah pencemaran lingkungan. Sampah yang menumpuk di TPA juga menyebabkan masa pakai TPA tersebut rendah karena sampah yang dibuang sudah melebihi kapasitas TPA. Salah satu upaya pengelolaan sampah perkotaan adalah menerapkan konsep zero waste. Zero waste adalah suatu prinsip pengelolaan sampah yang menitikberatkan pada usaha peniadaan jumlah sampah yang dibuang ke TPA. Prinsip zero waste timbul karena semakin langkanya lahan untuk tempat penampungan sampah dan biaya pengelolaan sampah yang semakin tinggi tiap harinya. Oleh karena itu, tercetuslah sebuah gagasan untuk membuat jumlah timbulan sampah yang dihasilkan menjadi nihil (Rizka S. ---.). Salah satu teknologi untuk mengurangi timbulan sampah adalah mengolah sampah menggunakan mesin insinerator sehingga sampah yang dibuang ke TPA hanya berupa abu sisa hasil pembakaran. Insenerator akan mengolah sampah dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan yang akan mengolah sampah anorganik dan pengomposan untuk sampah organik. Teknologi insinerator dilakukan dengan tungku pembakaran sampah yang kemudian akan dihasilkan listrik dan panas (Rahmaputro 2012). Teknologi insenerator modern dapat menghancurkan semua jenis sampah dan hanya menyisakan 10% residu. Residu sisa hasil pembakaran sampah yang berupa abu selanjutnya akan dibuang ke TPA setempat. Jakarta merupakan salah satu kota 190 yang sedang merencanakan pemanfaatan insenerator semacam ini (Dinsih 2014). Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga telah mengkaji dan menawarkan teknologi insenerator modern ke Pemerintah Kota Bandung (Tempo 2014). Sementara itu, Kementerian ESDM telah menghibahkan mesin insenerator ramah lingkungan berkapasitas 100 ton perhari kepada Pemerintah Kabupaten Bekasi yang dapat menghasilkan listrik 1 MW. Mesin insenerator ini diharapkan dapat beroperasi pada akhir tahun 2016 (Tempo 2016). Mesin insenerator pembakar sampah dan penghasil listrik ini sebaiknya ditempatkan di TPST. TPST dengan fasilitas mesin insenerator (sebut saja TPSTI) idealnya sedekat mungkin dengan sumber sampah. Sehingga, untuk setiap kota bisa jadi memerlukan beberapa TPSTI yang tersebar mendekati sumber sampah. Banyaknya TPSTI yang dibutuhkan sangat bergantung dengan volume sampah yang harus dikelola. Lokasi keberadaan TPSTI ini tentu sangat berpengaruh pada biaya operasional pengangkutan sampah dari TPS-TPS ke TPSTI dan pengangkutan residu dari TPSTI- TPSTI ke TPA. Karenanya, upaya menentukan lokasi TPSTI menjadi sangat penting guna meminimumkan biaya pengadaan dan juga biaya operasionalnya serta meminimumkan biaya pengangkutan sampah dan residu yang terkait. Dengan demikian jelas bahwa penentuan lokasi TPSTI-TPSTI ini berkaitan erat dengan skenario pemilihan rute pengangkutan sampah dari TPS-TPS ke TPSTI dan pengangkutan residu dari TPSTI-TPSTI ke TPA. Tujuan penelitian ini adalah membangun model optimasi pengelolaan sampah perkotaan untuk menentukan lokasi-lokasi optimum bagi pembangunan TPSTI. Model dibangun dengan memperhatikan lokasi TPS- TPS beserta volume sampahnya, lokasi TPA- Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

148 TPA, serta lokasi-lokasi yang potensial untuk TPSTI. Model digunakan sebagai pembantu dalam mengambil keputusan untuk menentukan lokasi-lokasi dibangunnya TPSTI dan juga sebagai dasar untuk menentukan rute armada pengangkut sampah, sehingga biaya operasional pengelolaan sampah ini minimum. 2. KAJIAN LITERATUR Winston (2004) menyatakan bahwa operations research (OR) atau sering juga disebut sebagai management science (MS) merupakan pendekatan ilmiah untuk pengambilan keputusan yang bertujuan untuk mendapatkan rancangan atau solusi terbaik dalam pengoperasian suatu sistem yang biasanya berkaitan dengan pengalokasian sumberdaya-sumberdaya yang terbatas. Lebih lanjut dipaparkan pula berbagai model dan tools untuk menyelesaikan masalahmasalah optimasi, satu diantaranya terkait dengan masalah penentuan lokasi menggunakan integer programming yang disertai dengan pembahasan software komersial berbasis optimasi yang digunakan untuk membantu menyelesaikan masalahnya. Sementara itu, secara khusus Eiselt (2006) melakukan investigasi pola-pola pengalokasian fasilitas-fasilitas yang terkait dengan pengelolaan sampah perkotaan serta mengajukan suatu model berdasar mixedinteger programming untuk optimasi penentuan lokasi-lokasi penimbunan sampah dan stasiun-stasiun perantara untuk pengelolaan sampah di provinsi Alberta, Canada dengan fungsi objektif meminimumkan total jarak TPS-TPS ke TPA- TPA. Nufus (2015) melakukan modifikasi terhadap model yang dikemukakan Eiselt (2006). Modifikasi dilakukan khususnya pada fungsi objektif dengan merepresentasikan sebagai fungsi untuk meminimumkan biaya operasional. Paparan Winston (2004) dan hasil penelitian Eiselt (2006) dapat dijadikan dasar bagi pengembangan model untuk menentukan lokasi-lokasi yang optimum bagi pembangunan TPSTI berkapasitas tertentu. Dua model yang secara terpisah dipaparkan oleh Winston dan Eiselt ini dibangun berdasarkan integer programming. Salah satu keuntungan karakter model integer programming adalah relatif fleksibel untuk dimodifikasi dan diadaptasikan. Modifikasi ini dilakukan terhadap fungsi objektif dan kendala-kendala yang terkait sesuai kebutuhan dengan memperhatikan parameterparameter yang tersedia. Karenanya kedua model ini dapat dimodifikasi sesuai dengan kondisi masalah pengelolaan sampah perkotaan di Indonesia. 3. METODE PENELITIAN Secara umum, penelitian diawali dengan mendiskripsikan masalah secara informal, kemudian membangun model optimasi beserta analisis matematiknya, dan yang terakhir melakukan implementasi model menggunakan bantuan software berbasis optimasi sebagai bagian dari uji model. Dengan tidak menghilangkan sifat keumuman, deskripsi masalah dibangkitkan dari lingkup spasial yang akan dikaji sebagai model, yakni suatu kota yang mempunyai karakter mirip kota metropolitan. Namun demikian model optimasi yang dibangun tetap bersifat umum sehingga dapat diimplementasikan untuk kota manapun dengan menyesuaikan parameter-parameter yang terlibat. Lingkup substansi meliputi kajian dan pembangunan model optimasi penentuan lokasi TPSTI berdasar integer programming dengan fungsi objektif meminimumkan volume pekerjaan pengangkutan sampah/ residu dari TPS-TPS ke TPSTI-TPSTI dan dari TPS-TPS atau TPSTI-TPSTI ke TPA- TPA. Volume pekerjaan ini menyatakan jumlah perkalian volume sampah terhadap jarak angkut. Output model berupa lokasi- Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

149 lokasi TPSTI terpilih yang direkomendasikan untuk dibangun serta pengelompokkan TPS- TPS yang sampahnya harus dibuang ke suatu TPSTI/TPA tertentu sebagai dasar untuk menentukan skenario pendistribusian sampah yang meminimumkan biaya pengangkutannya. Model optimasi ini melibatkan lokasilokasi yang potensial dibangunnya TPSTI beserta kapasitas pengolahannya, lokasi TPS- TPS beserta volume sampah perharinya serta jarak TPS-TPS ke lokasi-lokasi potensial TPSTI dan TPA-TPA, dan jarak TPSTI- TPSTI ke TPA-TPA. Model integer programming sengaja dipilih mengingat bahwa dalam kasus-kasus yang analog dengan penentuan lokasi, model ini akan menghasilkan nilai optimum dalam waktu eksekusi yang relatif cepat. Selain dari pada itu, model integer programming relatif fleksibel untuk dimodifikasi dan diadaptasi sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya model dianalisis secara matematik dan diimplementasikan untuk kota Jakarta dengan bantuan software optimasi LINGO HASIL DAN PEMBAHASAN Model yang dibangun diharapkan dapat dijadikan dasar untuk penentuan rute yang efisien bagi pendistribusian sampah dari TPS- TPS ke TPSTI-TPSTI atau TPA-TPA dan juga pendistribusian residu dari TPSTI-TPSTI ke TPA-TPA. Untuk itu dilakukan modifikasi terhadap model yang dikemukakan Eiselt (2006) maupun Nufus (2015). Modifikasi dilakukan terhadap variabel keputusan dan juga fungsi objektif. Modifikasi terhadap variabel keputusan dilakukan dengan memecah variabel keputusan sehingga lebih rasional untuk penentuan skenario pendistribusian residu dari TPSTI-TPSTI ke TPA-TPA. Akibatnya beberapa kendala yang terkait dengan variabel ini harus disesuaikan. Sedangkan fungsi objektif model dimodifikasi menjadi meminimumkan total volume pekerjaan agar menjadi lebih fleksibel. Formulasi Masalah Pandang suatu kota dengan TPS-TPS yang menyebar di wilayahnya beserta TPA- TPA yang tersedia. Diketahui pula lokasilokasi yang potensial untuk dibangun TPSTI beserta kapasitas pengolahannya, lokasi TPS- TPS beserta volume sampah perharinya serta jarak TPS-TPS ke lokasi-lokasi potensial TPSTI dan TPA-TPA, dan jarak TPSTI- TPSTI ke TPA-TPA. Indeks indeks untuk menyatakan lokasi TPS, indeks untuk menyatakan lokasi potensial TPSTI, Parameter indeks untuk menyatakan lokasi TPA. = volume sampah yang ditampung di TPS (ton/hari), = jarak TPS dengan TPA (km), = jarak TPS dengan TPSTI (km), = jarak TPSTI dengan TPA (km), = residu sampah yang dihasilkan TPSTI, = kapasitas TPSTI (ton/hari), = kapasitas TPA (ton/hari), = banyaknya TPSTI yang akan dibangun = bobot jika sampah dari TPS i langsung diangkut menuju TPA k, 192 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

150 = bobot jika sampah dari TPS i diangkut menuju TPSTI j, = bobot jika residu dari TPSTI j diangkut menuju TPA k. Variabel Keputusan bernilai 1 jika sampah dari TPS i langsung diangkut menuju TPA k dan bernilai 0 jika selainnya, bernilai 1 jika sampah dari TPS i diangkut menuju ke TPSTI j sebelum ke TPA dan bernilai 0 jika selainnya, bernilai 1 jika dibangun TPSTI di lokasi j dan bernilai 0 jika selainnya. Variabel penjelas = volume sampah yang dibuang langsung dari TPS ke TPA (ton/hari) dengan, = volume sampah yang diangkut dari TPS ke TPSTI (ton/hari) dengan Fungsi Objektif Fungsi objektif model adalah meminimumkan total volume pekerjaan pengangkutan sampah/residu (dalam satuan ton km) dengan pembobotan dari TPS-TPS ke TPA-TPA, dari TPS-TPS ke TPSTI-TPSTI dan dari TPSTI-TPSTI ke TPA-TPA, yakni: Bobot ini menunjukkan prioritas kemana sampah/residu tersebut akan dibuang. Semakin rendah bobotnya menunjukkan semakin tinggi prioritasnya. Sebagai contoh, untuk mereduksi volume sampah yang dibuang dari TPS-TPS ke TPA-TPA, maka bobot dibuat relatif kecil dibanding bobot. Sedangkan volume pekerjaan menyatakan jumlah perkalian volume sampah terhadap jarak angkut dari TPS ke TPSTI/TPA atau dari TPSTI ke TPA. = total volume sampah yang diangkut dari TPS-TPS ke TPSTI (ton/hari) dengan = volume residu yang diangkut dari TPSTI j ke TPA k (ton/hari), = total volume sampah yang dibuang langsung dari TPS-TPS ke TPA (ton/hari) dengan, = total volume sampah dan residu yang dibuang ke TPA (ton/hari) dengan. Kendala 1. Batasan banyaknya TPSTI yang akan dibangun, 2. Sampah yang berasal dari tiap TPS dibuang langsung ke TPA atau melalui TPSTI terlebih dahulu, 3. Sampah dari tiap TPS dapat dibuang ke TPSTI jika TPSTI terkait dibangun, dengan bilangan positif relatif besar. 4. Batasan volume sampah yang masuk ke TPSTI, 5. Total volume residu pada TPSTI j, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

151 6. Batasan volume sampah yang masuk ke TPA, 7. Kendala biner Implementasi Model Model diimplementasikan menggunakan sampel 40 TPS yang menyebar di wilayah kota Jakarta yang diharapkan dapat mewakili lokasi-lokasi populasi seluruhnya. 40 TPS tersebut adalah 8 TPS dari wilayah Jakarta Barat, 8 TPS dari wilayah Jakarta Pusat, 9 TPS dari wilayah Jakarta Selatan, 9 TPS dari wilayah Jakarta Timur, dan 6 TPS dari wilayah Jakarta Utara. Total volume sampah dari 40 TPS tersebut adalah 1.012,790 ton, yakni sekitar 1/6 dari total volume sampah kota Jakarta perharinya. Lokasi TPA yang digunakan pada model hanya satu lokasi yaitu TPA Bantar Gebang, Bekasi. Ada empat tempat lokasi potensial dibangunnya TPSTI yaitu di wilayah Sunter, Marunda dan Cakung (Jakarta Utara) serta Duri Kosambi (Jakarta Barat). Masing-masing TPSTI diasumsikan dapat mengolah sampah maksimum 250 ton perhari (1/6 dari kapasitas yang direncanakan, yakni 1500 ton perhari) dengan menyisakan residu berupa abu 10% dari total sampah yang diolah. Asumsi ini diambil secara proporsional terhadap total volume sampah dari 40 sampel TPS yang digunakan sebagai input. Menggunakan bantuan software LINGO 11.0, diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Jika ditentukan tidak ada TPSTI yang dibangun, diperoleh total volume sampah yang dibuang ke TPA sebanyak 1.012,790 ton dengan volume pekerjaan sebesar ,320 ton km. 2. Jika ditentukan hanya ada satu TPSTI yang dibangun, terpilih TPSTI Duri Kosambi dengan total volume sampah yang dibuang ke TPA sebanyak 787,943 ton (tereduksi 22,20%) dan volume pekerjaan sebesar ,55 ton km (tereduksi 19,22%). Perinciannya sebagai berikut: ton sampah dari 10 TPS dibuang ke TPSTI, dan sisanya 762,96 ton dari 30 TPS ditambah 24,983 ton residu dari TPSTI dibuang ke TPA. 3. Jika ditentukan hanya ada dua TPSTI yang dibangun, terpilih TPSTI Duri Kosambi dan Sunter dengan total volume sampah yang dibuang ke TPA sebanyak 562,799 ton (tereduksi 44,43%) dan volume pekerjaan sebesar 21301,76 ton km (tereduksi 34,40%). Perinciannya sebagai berikut: 250 ton sampah dari 11 TPS dibuang ke TPSTI Duri Kosambi, 249,99 ton dari 10 TPS dibuang ke TPSTI Sunter, dan sisanya 512,8 ton dari 19 TPS ditambah 49,999 ton residu dari dua TPSTI dibuang ke TPA. 4. Jika ditentukan hanya ada tiga TPSTI yang dibangun, terpilih TPSTI Duri Kosambi, Sunter dan Cakung dengan total volume sampah yang dibuang ke TPA sebanyak 338,06 ton (tereduksi 66,62%) dan volume pekerjaan sebesar ,78 ton km (tereduksi 35,62%). Perinciannya sebagai berikut: 249,78 ton sampah dari 12 TPS dibuang ke TPSTI Duri Kosambi, 250 ton dari 11 TPS dibuang ke TPSTI Sunter, 249,92 ton dari 9 TPS dibuang ke TPSTI Cakung, dan sisanya 263,09 ton dari 8 TPS ditambah 74,97 ton residu dari tiga TPSTI dibuang ke TPA. 5. Jika ditentukan keempat TPSTI harus dibangun, maka diperoleh total volume sampah yang dibuang ke TPA sebanyak 117,182 ton (tereduksi 88,43%) dan volume pekerjaan sebesar ,43 ton km (tereduksi 38,05%). Perinciannya sebagai berikut: 249,61 ton sampah dari 10 TPS dibuang ke TPSTI Duri Kosambi, 249,35 ton dari 6 TPS dibuang ke TPSTI Sunter, 246,61 ton dari 11 TPS dibuang ke TPSTI Cakung, 249,55 ton dari 12 TPS dibuang ke TPSTI Marunda, dan sisanya 17,67 ton dari 1 TPS ditambah 99,512 ton residu dari empat TPSTI dibuang ke TPA. 194 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

152 Hasil di atas memperlihatkan bahwa sejalan dengan bertambahnya TPSTI ternyata volume sampah dan volume pekerjaan mengalami penurunan secara signifikan. Penurunan volume pekerjaan ini dapat diartikan sebagai penurunan biaya operasional pengangkutan sampah. Selain dari pada itu, keluaran model juga memberikan adanya pengelompokkan TPS-TPS yang sampahnya harus dibuang ke suatu TPSTI atau TPA tertentu. Pengelompokkan TPS-TPS ini dapat dijadikan dasar untuk menentukan rute armada pengangkutan sampah yang efisien. Dalam penelitian lanjutan, model direncanakan akan diimplementasikan di kota Jakarta dengan input seluruh populasi TPS untuk menentukan lokasi yang optimum bagi pembangunan TPSTI-TPSTI yang selanjutnya dijadikan dasar untuk menentukan skenario penentuan rute yang paling efisien untuk pengangkutan sampah dan residunya. 5. KESIMPULAN Penentuan lokasi TPSTI-TPSTI yang optimum dapat dimodelkan sebagai masalah integer programming. Model dibangun dengan memperhatikan lokasi TPS-TPS beserta volume sampahnya, lokasi TPA-TPA, serta lokasi-lokasi yang potensial untuk pembangunan TPSTI. Output model berupa lokasi-lokasi TPSTI terpilih yang direkomendasikan untuk dibangun serta pengelompokkan TPS-TPS yang sampahnya harus dibuang ke suatu TPSTI/TPA tertentu yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan skenario pendistribusian sampah yang meminimumkan biaya pengangkutannya. Implementasi model menggunakan sampel 40 TPS yang menyebar merata di wilayah kota Jakarta dengan empat pilihan lokasi insenerator memperlihatkan bahwa sejalan dengan bertambahnya TPSTI, volume sampah dan volume pekerjaan mengalami penurunan secara signifikan. Hal ini menunjukkan adanya penurunan biaya operasional pengangkutan sampah yang signifikan pula. 6. PENGHARGAAN Kami mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI atas dukungannya melalui Program Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Tahun Anggaran 2016 sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan. 7. REFERENSI [BPS] Badan Pusat Statistik Sensus penduduk Indonesia Jakarta (ID): BPS. [Dinsih] Dinas Kebersihan DKI Jakarta Paparan Pola Penanganan Sampah. Jakarta (ID): Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Eiselt H.A Locating landfills and transfer station in Alberta. INFOR. 44(4): Julaikah N Jumlah penduduk RI diprediksi tembus 255,5 juta jiwa pada 2015 [internet]. [diunduh 2015 April 24]. Tersedia pada: jumlahpenduduk-ri-diprediksi-tembus-255-jutajiwa-pada-2015.html. [Kemen LH] Kementerian Lingkungan Hidup Hari peduli sampah 2014 Indonesia bersih 2020 [internet]. [diunduh 2015 April 24]. Tersedia pada: [Kemensetneg] Kementerian Sekretariat Negara Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Jakarta (ID): Kemensetneg. Nufus Z Lokasi Optimal Intermediate Treatment Facilities dan Implementasinya di DKI Jakarta [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

153 Rahmaputro S Mengolah sampah menjadi energi [internet]. [diunduh 2015 April 23]. Tersedia pada: golah-sampah-menjadi-energi/. Rizka S Kendala Penerapan Prinsip Zero Waste untuk Pengelolaan Sampah daerah Perkotaan [internet]. [diunduh 2015 April 24]. Tersedia pada: 2/22/ /akhir-tahun-bekasi-olahsampah-jadi-listrik. Winston WL Operations Research: Applications and Algorithms. New York (US):Duxbury endala-penerapan-prinsip-zero-wasteuntuk- Pengelolaan-Sampah-Daerah- Perkotaan#scribd. Tempo Gubernur Tawarkan Incenerator untuk Olah Sampah [internet]. [diunduh 2015 April 24]. Tersedia pada: 08/ /Gubernur-Tawarkan- Incinerator-untuk-Olah-Sampah. Tempo Akhir Tahun Bekasi Olah Sampah Jadi Listrik [internet]. [diunduh 2016 Februari 22]. Tersedia pada: 196 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

154 SOLUSI PERSAMAAN DIFERENSIAL PADA PERTUMBUHAN EKONOMI MODEL SOLOW Alit Kartiwa 1), Sukono 2) 1,2 Departemen Matematika, FMIPA, Universitas Padjadjaran Abstrak Pertumbuhan ekonomi model Solow secara matematis adalah berupa persamaan diferensial. Paper ini membahas persoalan tentang solusi persamaan diferensial pada pertumbuhan ekonomi model Solow. Model Solow yang dibahas di sini diasumsikan bahwa tingkat pertumbuhan populasi adalah konstan sepanjang waktu. Sehingga, untuk mencari solusi persamaan diferensial dari pertumbuhan ekonomi model Solow ini, perlu dikaji beberapa bentuk persamaan diferensial biasa. Berdasarkan kajian, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi model Solow, merupakan bentuk persamaan diferensial linier tingkat satu, yang berupa persamaan diferensial Bernoulli. Sebagai ilustrasi dari pertumbuhan ekonomi model Solow di sini dibahas model produksi Cobb-Douglas. Berdasarkan pembahasan menggambarkan bahwa persamaan diferensial linier tingkat satu dapat diterapkan untuk mencari solusi pertumbuhan ekonomi model Solow. Kata Kunci: model Solow, persamaan diferensial Bernoulli, Cobb-Douglas. 1. PENDAHULUAN Dalam analisis sistem ekonomi dikenal suatu model neoklasik (the neo-clasical model) yang dikenal sebagai model Solow-Swan. Menurut Filho et al. (2005), model Solow- Swan pertama kali dikembangkan oleh Robert Solow dan Trevor Swan pada tahun 1950, dan secara matematis analisis merupakan model pertumbuhan pertama yang dikenal sebagai model pertumbuhan jangka panjang (long-run growth model). Dalam model pertumbuhan Solow diasumsikan bahwa negara-negara yang menggunakan sumberdaya secara efisien, dan terdapat pendapatan yang selalu berkurang (dimising retuns) relatif terhadap peningkatan modal dan tenaga kerja (Parra et al., 2015). Berdasarkan asumsi tersebut, terdapat esensi penting. Pertama, peningkatan modal per tenaga kerja menciptakan pertumbuhan ekonomi, selama masyarakat dapat terus berkontribusi modal produktif. Kedua, negaranegara terbelakang yang memiliki modal per kapita rendah, akan tumbuh lebih cepat karena setiap investasi, akan menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan negaranegara yang memiliki modal lebih besar. Ketiga, disebabkan adanya dimising returns terhadap modal, tingkat ekonomi akan mencapai suatu keadaan di mana penambahan modal baru tidak akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini disebut sebagai keadaan tunak (steady state) (Filho et al., 2005). Ditinjau secara matematis, model pertumbuhan Solow adalah merupakan bentuk persamaan diferensial (Parra et al., 2015). Menurut Asfiji et al. (2012), menyatakan bahwa pertumbuhan populasi model Solow berupa persamaan diferensial linier tingkat satu. Merujuk Busse & Koniger (2011), menuliskan pertumbuhan ekonomi model Solow dalam bentuk persamaan linier tingkat satu. Minoiu & Reddy (2009) melakukan analisis pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan persamaan diferensial linier tingkat satu. Berdasarkan uraian pendahuluan dan studi empiris tersebut di atas, dalam paper ini dikaji tentang penentuan solusi persamaan diferensial pada pertumbuhan ekonomi model Solow. Kajian ini cukup menarik dilakukan, untuk menunjukkan bahwa persamaan diferensial Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

155 dapat diterapkan dalam analisis ekonomi, khususnya pertumbuhan ekonomi model Solow. Dalam kajian ini pembahasan meliputi: kajian tentang persamaan diferensial linier tingkat satu, persamaan diferensial Bernoulli, pertumbuhan ekonomi model Solow, dan penerapan model Solow pada fungsi produksi Cobb-Douglas. 2. PERSAMAAN DIFERENSIAL (PD) Persamaan diferensial (differential equation) adalah persamaan yang melibatkan variabel-variabel tak bebas dan derivatifderivatifnya terhadap variabel-variabel bebas. Terdapat beberapa bentuk persamaan diferensial, namun dalam bagian ini hanya dibahas tentang persamaan diferensial linier tingkat satu. y e P ( x) dx ) P( x dx Q( x) e dx k. (2.2) Adapun prosedur untuk mencari solusi persamaan (2.1) adalah sebagai berikut: Langkah 1. Dihitung faktor pengintegralan Langkah 2. Ruas kanan persamaan yang diberikan dikalikan dengan factor tersebut, dan ruas kiri ditulis sebagai derivastif dari y kali faktor pengintegralan. Langkah 3. Diintegralkan dan diselesaikan persamaan untuk y. 2.1 PD Linier Tingkat Satu Menurut definisi, suatu persamaan diferensial tingkat satu disebut linier dalam y jika tidak memuat hasil kali, pangkat atau kombinasi nonlinier lainnya dari y atau y '. Bentuk umum persamaan diferensial linier tingkat satu adalah: dy P( x) y Q( x). (2.1) dx Jika P ( x) 0, maka persamaan dapat diselesaikan dengan integrasi langsung, dan jika Q ( x) 0, maka persamaan adalah terpisahkan (Batiha, 2011; Camporesi, 2011). Jika ruas kiri dan kanan persamaan (2.1) dikalikan dengan exp P ( x) dx, maka diperoleh persamaan: P( x) dx ye Q x) e d P( x) dx dx dan mempunyai solusi: 206 (, 2.2 PD Bernoulli Bentuk dari persamaan diferensial Bernoulli adalah sebagai berikut: dy n P( x) y Q( x) y. (2.3) dx Jika n 0 atau n 1, maka (2.3) merupakan persamaan diferensial linier. Sedangkan jika nilai lainnya, maka (2.3) merupakan persamaan diferensial nonlinier (Batiha, 2011; Camporesi, 2011). Adapun langkah-langkah untuk mencari solusi PD Bernoulli adalah sebagai berikut: Langkah 1. Definisikan variabel baru z n ' (1 n) y. n z y 1 dengan Langkah 2. Ruas kiri dan kanan persamaan (2.3) dikalikan dengan ( 1 n) y, sehingga menjadi: (1 n) y Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) n n 1 y' (1 n) P( x) y n (1 n) Q( x). Selanjutnya, dengan menggunakan persamaan di langkah 1, diperoleh persamaan: z' (1 n) P( x) z (1 n) Q( x). (2.4) Langkah 3.

156 Berdasarkan (2.3), diperoleh solusi untuk (2.4), yaitu: (1 n ) P( x) dx (1 n) P( x) dx z e (1 n) Q( x) e dx k Langkah 4. Solusi umum dari persamaan (2.3) dapat ditentukan dengan mensubstitusikan y 1n untuk z. Jika n 0, maka persamaan (2.3) juga mempunyai solusi y SOLUSI PD MODEL PERTUMBUH-AN SOLOW Dalam bagian ini dibahas tentang model pertumbuhan Solow, dan ilustrasi penentuan solusi persamaan diferensial model Solow. 3.1 Model Pertumbuhan Solow Merujuk Parra et al. (2015), misalkan diperhatikan model pertumbuhan Solow dari ekonomi makro. Misalkan K capital, L tenaga kerja, dan Q luaran (output) produksi dari suatu ekonomi. Asumsikan bahwa pertumbuhan ini adalah merupakan permasalahan dinamis, sehingga K (t), L (t), dan Q(t) merupakan fungsi waktu. Biasanya dalam ekonomi diasumsikan bahwa Q adalah sebagai fungsi dari K dan L, yaitu: Q f ( K, L) ; f ( bk, bl) bf( K, L). (3.1) Misalkan bahwa proporsi konstanta dari Q adalah diinvestasikan dalam capital. Berarti tingkat perubahan dari K adalah proporsional terhadap Q, atau dapat dinyatakan sebagai: dk sq, (3.2) dt di mana s 0 adalah konstanta proporsionalitas. Juga dimisalkan bahwa laju pertumbuhan tenaga kerja berdasarkan pada persamaan: dl L, (3.3) dt di mana 0 adalah tingkat pertumbuhan per kapita. Ini adalah persamaan order pertama untuk L, yang dapat diselesaikan untuk mendapatkan L t L0e Jika persamaan (3.1), (3.2), dan (3.3) dikombinasikan ke dalam satu persamaan, agar memudahkan dalam analisis. Cara pertama adalah mensubtitusikan (3.1) ke dalam (3.3) diperoleh persamaan: dk sf ( K, L) (3.4) dt Karena L (t) suatu fungsi yang diketahui, yang tidak diketahui hanya fungsi K (t). Jadi ini adalah persamaan diferensial order pertama untuk K (t). Hal ini, adalah nonautonomous. t L L0e, sehingga ruas kanan secara eksplisit bergantung pada t. Masih bisa dicoba untuk menganalisis persamaan ini, tetapi akan lebih baik jika bisa menemukan persamaan diferensial order pertama autonomous. Ternyata dapat diperoleh persamaan autonomous untuk rasio L K bukannya K. Pertama, karena Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016 f adalah constant return to scale, maka dapat ditulis sebagai: K K f ( K, L) f ( L, L) Lf (,1). (3.5) L L Jika dibagi oleh L, persamaan (3.5) menjadi: 1 dk K sf (,1). (3.6) L dl L Selanjutnya, perhatikan turunan dari diberikan oleh aturan hasilbagi, dan gunakan persamaan (3.4): d K 1 dk K dl 1 dk K. (3.8) dt L L dt 2 L dt L dt L 207 K L

157 Jika ruas kiri dan kanan persamaan (3.8) dikurangi oleh K, sehingga diperoleh: L d K K K sf (,1). (3.9) dt L L L Oleh karena itu, persamaan yang tidak diketahui fungsi bahwa: K. Misalkan didefinisikan L Gambar 3.1: Grafik dari ruas kanan (3.15) K k, (3.10) L dan g( k) f ( k,1). (3.11) Sehingga persamaan (3.9) menjadi: Pada kondisi equilibrium: dk dt 1/3 sk k 0, 208 dk sg ( k) k. (3.12) dt Ini adalah model pertumbuhan Solow, yang merupakan model-model di bawah asumsi rasio kapital terhadap tenaga kerja. 3.2 Solusi PD Fungsi Produksi Cobb- Douglas Sebagai ilustrasi bentuk pertumbuhan ekonomi model Solow, di sini dibahas tentang fungsi produksi Cobb-Douglas sebagai berikut: 1/3 2/3 ( K, L) K L f, (3.13) di mana K kapital (capital) dan L tenaga kerja (Labor). Merujuk persamaan (3.12), persamaan (3.13) dapat dinyatakan sebagai: 1/3 g( k) f ( k,1) k, (3.14) dan persamaan diferensial untuk k adalah: dk 1/3 sk k. (3.15) dt Grafik persamaan (3.15) diberikan seperti pada Gambar 3.1. Terjadi apabila nilai k 0 atau 3/ 2 k ( s / ). Mengubah atau s akan mengubah skala (dan nilai numerik dari equilibrium tak nol), namun grafik dk/ dt terhadap k akan selalu memiliki bentuk kualitatif seperti grafik yang ditunjukkan Gambar 3.1. Perhatikan bahwa jika k 0 adalah kecil, dk 0, sehingga k akan meningkat; dt kesetimbangan k 0 tidak stabil. Grafik k (t) akan memiliki titik belok ketika k mencapai s 3/2 ( ) (di mana sisi kanan (3.15) mencapai maksimum). k akan konvergen asimtotik untuk kesetimbangan tak nol. Kesetimbangan 3/ 2 k ( s ) adalah stabil asimtotik: solusi yang dimulai di dekat kesetimbangan akan konvergen untuk kesetimbangan untuk t. Bahkan, semua solusi dengan k( 0) 0 akan konvergen asimtotik untuk kesetimbangan ini. Apa artinya ini dalam hal K modal dan L tenaga kerja? Dengan k( t) K( t) / L( t), dan t L( t) L0e, jika k(t) konvergen ke Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berfikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

158 kesetimbangan k 1 stabil asimtotik, maka K (t) haruslah asimtotik seperti k L( ). Ini berarti 1 t bahwa, dalam jangka panjang, K (t) harus tumbuh secara eksponensial, dengan eksponen sama dengan L (t). Model ini memprediksi bahwa dalam jangka panjang, modal akan tumbuh secara eksponensial bersama dengan tenaga kerja. Jika, misalnya, modal terlalu rendah, dengan cepat akan meningkatkan menjadi sebanding dengan tenaga kerja, dan kemudian akan menetap (settle) menjadi perilaku jangka panjang di mana modal tetap sebanding dengan tenaga kerja. 4. KESIMPULAN Dalam paper ini telah dibahas permasalaha menentukan persamaan diferensial pada pertumbuhan ekonomi model Solow. Berdasarkan pembahasan, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi model Solow dapat ditentukan solusinya dengan menggunakan persamaan diferensial linier tingkat satu, khususnya persamaan diferensial Bernoulli. Demikian pula, dalam pembahasan ilustrasi juga menunjukkan bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas juga merupakan salah satu bentuk pertumbuhan ekonomi model Solow, sehingga solusinya juga dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan diferensial linier tingkat satu, persamaan diferensial Bernoulli. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada program academic leadership grant (ALG), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran, yang telah memberikan fasilitas untuk melakukan penelitian dan publikasi ini. 5. REFERENSI Asfiji, N.S., Isfahani, R.D., Dastjerdi, R.B. & Fakhar, M. (2012). Analyzing the Population Growth Equation in the Solow Growth Model Including the Population Frequency:Case Study: USA. International Journal of Humanities and Social Science, Vol. 2 No. 10 [Special Issue May 2012]. Batiha, K. & Batiha, B. (2011). A New Algorithm for Solving Linear Ordinary Differential Equations. World Applied Sciences Journal 15 (12): , 2011, ISSN Busse, M. & Königer, B. (2011). Trade and Economic Growth: A Re-examination of the Empirical Evidence. HWWI Research Paper 123. Hamburg Institute of International Economics (HWWI) 2012, ISSN X. Camporesi, R. (2011). Linear ordinary differential equations with constant coefficients. Revisiting the impulsive response method using factorization. International Journal of Mathematical Education in Science and Technology. Access details: Access Details: [subscription number ]. Minoiu, C. and Reddy, S.G. (2009). Development Aid and Economic Growth: A Positive Long-Run Relation. Working Paper International Monetary Fund. Parra, G.G., Charpentier, B.C., Arenas, A.J. & Rodriguez, M.D. (2015). Mathematical modeling of physical capital using the spatial Solow model. Working Paper. Department of Mathematics, University of Texas at Arlington, Arlington, TX 76019, USA. Filho, M.B., Silva, R.G. & Diniz, E.M. (2005). The Empirical of the Solow Growth Model: Long-Term Evidence. Journal of Applied Economics, Vol. VIII, No. 1 (May 2005), 31-5 Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

159 PENGELOMPOKAN KECAMATAN BERDASARKAN PERTUMBUHAN EKONOMI MENGGUNAKAN METODE SINGLE LINKAGE DI KABUPATEN BANTUL Miftakhul Huda 1), Jaka Nugraha 2) 1 Mahasiswa Program Studi Statistika, Fakultas MIPA, Universitas Islam Indonesia miftakhulh25@gmail.com 2 Dosen Program Studi Statistika, Fakultas MIPA, Universitas Islam Indonesia jnugraha@uii.ac.id Abstrak Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan salah satu faktor keberhasilan suatu daerah dalam pembangunan ekonomi daerah. Indikator untuk menentukan keberhasilan pembangunan daerah salah satunya dengan Produk Domestik Regional Bruto. Kabupaten Bantul adalah salah satu wilayah yang mengalami perbedaan pembangunan di bidang ekonomi yang berdampak pada ketimpangan antar kecamatan. Oleh karena itu, perlu pengelompokan kecamatan berdasarkan sektor-sektor yang dihasilkan agar pembangunan ekonomi di Kabupaten Bantul semakin berkembang. Penelitian ini dilaksanakan di Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bantul. Waktu penelitian dilakukan pada Bulan Maret Data yang digunakan data sekunder yaitu data Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Bantul tahun Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengelompokkan kecamatan yang terbentuk berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan mengetahui karakteristik dari masing-masing cluster yang terbentuk. Analisis yang digunakan analisis deskriptif, analisis cluster, dan pemetaan dengan bantuan software Microsoft Excel 2010, SPSS 21, dan QuantumGIS. Hasil dari penelitian ini menunjukkan pengelompokkan kecamatan berdasarkan sektor di Kabupaten Bantul yang terbentuk dua cluster. Cluster 1 adalah daerah yang memiliki sektor unggulan daripada cluster 2 pada sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian., meliputi Kecamatan Srandakan, Sanden, Kretek, Pundong, Bambanglipuro, Pandak, Bantul, Jetis, Imogiri, Dlingo, Pleret, Piyungan, Pajangan, Sedayu. Cluster 2 adalah memiliki sektor unggulan daripada cluster 1 pada sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa, meliputi Kecamatan Banguntapan, Sewon, dan Kasihan. Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Produk Domestik Regional Bruto, Analisis Cluster 1. PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi daerah berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi daerah. Keberhasilan pembangunan ekonomi daerah ditentukan oleh salah satunya faktor pertumbuhan ekonomi daerah. Menurut Sadono Sukirno (2004), salah satu alat untuk mengukur keberhasilan perekonomian suatu wilayah adalah pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri. Pelaksanaan pembangunan yang berbeda-beda ditiap wilayah karena tiap wilayah mempunyai potensi yang beragam tentunya dapat menimbulkan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Menurut Sjafrizal (2008), ketimpangan pembangunan antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Oleh karena itu, aspek ketimpangan pembangunan antar wilayah ini sangat penting untuk diperhatikan dalam mengambil sebuah kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Kabupaten Bantul adalah daerah yang mempunyai luas wilayah sebesar Ha yang terdiri 17 kecamatan, yaitu Kecamatan 210 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

160 Srandakan, Sanden, Kretek, Pundong, Bambanglipuro, Pandak, Bantul, Jetis, Imogiri, Dlingo, Pleret, Piyungan, Banguntapan, Sewon, Kasihan, Pajangan dan Sedayu. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam pembangunan yang dapat diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). perekonomian Kabupaten Bantul tahun 2014 dapat dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) 2010 yang terdiri dari 9 sektor bahwa 3 kecamatan yaitu : Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Kasihan, dan Kecamatan Sewon mendominasi dalam menyumbang PDRB Kabupaten Bantul jika dibandingkan dengan lainnya. Hal tersebut menimbulkan perbedaan dalam pembangunan dibidang ekonomi yang berdampak pada ketimpangan antar kecamatan maka perlu dilakukan clustering (pengelompokkan) kecamatan berdasarkan sektor-sektor yang dihasilkan sehingga pembangunan daerah pun akan semakin berkembang. Penelitian yang pernah dilakukan yang berkaitan dengan analisis cluster dengan metode single linkage salah satunya adalah Abdi (2015), dalam penelitiannya yang berjudul Perbandingan Metode Single Linkage dan Complete Linkage Dalam Menganalisis ph Tanah yang tujuan penelitian tersebut adalah untuk perbandingan antara metode Single Linkage dan Complete Linkage untuk menganalisis ph Tanah. Hasil perbandingan antara kedua metode tersebut menunjukkan bahwa jarak antar cluster pada metode Single Linkage lebih pendek dibandingkan dengan menggunakan metode Complete Linkage. Oleh karena itu, maka penulis memilih judul Pengelompokan Kecamatan Berdasarkan Pertumbuhan Ekonomi Menggunakan Metode Single Linkage di Kabupaten Bantul. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelompokkan kecamatan berdasarkan sektor menggunakan metode single linkage serta untuk mengetahui karakteristik dari masing-masing cluster yg terbentuk. 2. KAJIAN LITERATUR 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP (Gross Domestic Product) tanpa memandang bahwa kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk dan tanpa memandang apakah ada perubahan dalam struktur ekonominya (Suryana, 2000:5) Pertumbuhan ekonomi merupakan target utama yang harus dilakukan dalam roda pemerintahan baik ditingkat pusat maupun daerah demi mewujudkan target untuk mensejahterakan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari segi meningkatnya jumlah produksi suatu perekonomian sehingga akan terlihat dalam pendapatan daerah atau PDRB yang sekaligus merupakan salah satu indikator suatu daerah untuk mengetahui pertumbuhan ekonominya (N. P. Mahesa Eka Raswita dan M. Suyana Utama:121) Produk Domestik Regional Bruto Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu ditunjukkan oleh data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga yang berlaku atau atas dasar harga konstan. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

161 yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam satu daerah tertentu, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu daerah. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu waktu tertentu sebagai harga dasar (Widodo, 2006 : 78). Dalam menghitung PDRB dapat dilakukan melalui 3 pendekatan, yaitu (BPS, 2015) : 1. Pendekatan Produksi Menurut pendekatan produksi, PDRB merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha/ekonomi dalam suatu daerah/wilayah pada suatu periode waktu tertentu. Unit usaha/ekonomi dikelompokkan ke dalam 9 (sembilan) lapangan usaha yakni: 1. Sektor pertanian; 2. Sektor pertambangan dan penggalian; 3. Sektor industri pengolahan; 4. Sektor listrik, gas, dan air bersih; 5. Sektor konstruksi; 6. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran; 7. Sektor pengangkutan dan komunikasi; 8. Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; 9. Sektor jasa - jasa. 2. Pendekatan Pengeluaran Menurut pendekatan pengeluaran, PDRB merupakan jumlah semua komponen permintaan akhir di suatu daerah/wilayah dalam jangka waktu tertentu. Komponen permintaan akhir meliputi: pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi lembaga swasta tidak mencari untung, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok, dan ekspor neto (ekspor dikurangi impor). 3. Pendekatan Pendapatan 212 Menurut pendekatan pendapatan, PDRB merupakan jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor - faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah/wilayah pada jangka waktu tertentu. Komponen balas jasa faktor produksi meliputi: upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan, kesemuanya sebelum dipotong pajak Statistik Deskriptif Statistika deskriptif adalah suatu metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna (Spiegel, 1996). Statistik deskriptif berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi (Sugiyono, 2007). Jadi, statistik deskriptif merupakan salah satu metode statistika yang memberikan informasi gambaran umum data. Informasi dari data tersebut dapat disajikan dalam bentuk tabel, grafik, maupun diagram. Biasanya informasi tersebut untuk dianalisis lebih lanjut dengan metode lainnya Analisis Multivariat Analisis multivariat adalah analisis statistik yang digunakan untuk menganalisis data yang terdiri dari beberapa variabel dan variabel variabel tersebut saling berkorelasi satu sama lain. Analisis multivariat terbagi menjadi dua, yaitu analisis dependensi dan interdependensi. Analisis dependensi mempunyai ciri yaitu adanya satu atau beberapa variabel yang berfungsi sebagai variabel dependent dan variabel independent, seperti : analisis regresi linier berganda, analisis diskriminan, analisis logit, analisis korelasi kanonik. Sedangkan analisis interdependensi mempunyai ciri yaitu semua variabelnya bersifat independent. Berikut ini yang termasuk dalam analisis interdependensi adalah analisis faktor, Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

162 analisis cluster, dan multidimensional scaling (Sarwono, 2007). Secara umum data analisis multivariat dapat disajikan dalam bentuk matriks dimana n obyek dan p variabel, maka observasi dengan u = 1, 2,..., n dan v = 1, 2,..., p, dapat digambarkan seperti ini (Fadhli, 2011 : 15) : Tabel 2.1. Bentuk Umum Data Analisis Multivariat Atau dapat ditulis dalam bentuk matriks seperti ini : [ ] Dengan keterangan : adalah data obyek ke-u pada variabel kev adalah banyaknya obyek adalah banyaknya variabel Atau dapat juga dinotasikan dengan = dan 2.5. Analisis Cluster Analisis cluster merupakan suatu teknik analisis statistik yang ditujukan untuk menempatkan sekumpulan obyek ke dalam dua atau lebih grup berdasarkan kesamaan-kesamaan obyek atas dasar bermacam - macam karakteristik (Simamora,2005:201). Tujuan dalam melakukan analisis cluster yaitu mengelompokan obyek-obyek berdasarkan kesamaan karakteristik antara obyek (Santoso, 2002: 47). Mengelompokan n buah obyek yang diamati kedalam m kelompok berdasarkan p variat maka dapat diketahui bahwa tujuan dari pengelompokan obyek adalah untuk memperoleh kelompok obyek yang mempunyai nilai relatif sama sehingga interpretasi obyek-obyek yang berada pada satu cluster mempunyai peluang yang cukup tinggi akan muncul bersamaan pada satu individu. Statistik dan konsep yang berkaitan dengan analisis cluster yang perlu dipahami sebagai berikut (Supranto, 2004) : 1. Skedul aglomerasi (aglomeration schedule) adalah skedul yang memberikan informasi mengenai obyek yang akan dikelompokkan pada setiap tahap dalam proses pengelompokkan secara hirarki. 2. Keanggotaan klaster (cluster membership) adalah keanggotaan yang menunjukkan cluster dimana setiap obyek menjadi anggotanya. 3. Jarak antara pusat klaster (distances between cluster centres) adalah jarak yang menunjukkan terpisahnya antara pasangan invidu klaster. 4. Matriks koefisien kemiripan/jarak (similarity/distance coefficient matrix) adalah matriks bagian bawah yang berupa matriks segitiga berdasarkan pasangan jarak antara obyek. 5. Dendogram atau biasa disebut grafik pohon (tree graph) adalah alat grafis yang digunakan untuk menyajikan hasil pengelompokkan Standarisasi Data Proses standarisasi dilakukan jika diantara variabel-variabel yang diteliti memiliki perbedaan ukuran satuan yang besar. Perbedaan satuan yang mencolok dapat mengakibatkan penghitungan pada analisis cluster menjadi tidak valid. Oleh karena itu, perlu dilakukan proses standarisasi dengan melakukan transformasi (standarisasi) pada data asli sebelum dianalisis lebih lanjut. Transformasi dilakukan terhadap variabel yang relevan ke dalam bentuk z skor, sebagai berikut: Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

163 Dimana : = nilai data = nilai rata-rata = standar deviasi 2.7. Proses Analisis Cluster (2.1) Dalam menganalisis data dengan menggunakan analisis cluster maka harus melalui proses analisis cluster yang perlu dilakukan. Adapun langkah langkah dalam proses analisis cluster, sebagai berikut : Merumuskan Masalah Hal yang terpenting dalam merumuskan masalah analisis cluster adalah pemilihan variable yang akan digunakan untuk pembentukan cluster. Memasukkan satu atau dua variabel yang tidak relevan dengan masalah pengklasteran atau pengelompokkan akan menyebabkan penyimpangan pada hasil pengelompokkan yang kemungkinan besar sangat bermanfaat Memilih Ukuran Jarak Sesuai dengan tujuan analisis cluster yaitu untuk mengelompokkan obyek yang mirip ke dalam cluster yang sama. Oleh karena itu, diperlukan ukuran untuk mengetahui seberapa mirip atau berbeda obyek-obyek tersebut. Terdapat tiga metode yang dapat digunakan untuk mengukur kesamaan antar obyek yaitu ukuran asosiasi, ukuran korelasi, dan ukuran jarak. a. Ukuran Asosiasi Ukuran asosiasi dipergunakan untuk mengukur data berskala non metrik (nominal atau ordinal), dengan cara mengambil bentuk-bentuk dari koefisien korelasi pada tiap obyeknya, dengan memutlakkan korelasi-korelasi yang bernilai negatif (Simamora, 2005). b. Ukuran Korelasi Ukuran korelasi dipergunakan untuk mengukur data skala matriks, tetapi ukuran ini jarang digunakan karena titik beratnya pada nilai suatu pola tertentu, padahal titik berat analisis cluster terletak pada besarnya obyek. Melalui koefisien korelasi antar pasangan obyek yang diukur dengan menggunakan beberapa variabel dapat diketahui kesamaan antar obyek. c. Ukuran Jarak Ukuran jarak dipergunakan pada data berskala metrik. Ukuran jarak merupakan ukuran ketidakmiripan, jarak yang besar menunjukkan sedikit kesamaan sedangkan jarak yang kecil menunjukkan bahwa suatu obyek semakin mirip/sama dengan obyek lain. Bedanya dengan ukuran korelasi yaitu ukuran korelasi bisa saja tidak memiliki kesamaan nilai namun memiliki kesamaan pola, sedangkan ukuran jarak lebih memiliki kesamaan nilai meskipun memiliki pola yang berbeda. Ada beberapa cara dalam mengukur jarak antar obyek, yaitu : c.1. Euclidean Distance Jarak ini mengukur akar dari jumlah kuadrat perbedaan/deviasi didalam nilai untuk masing-masing variabel. ( ) (2.2) c.2. Squared Euclidean Distance Jarak ini merupakan variasi dari Euclidean Distance, bedanya kalau Euclidean Distance diakarkan, sedangkan Squared Euclidean Distance akarnya dihilangkan. ( ) (2.3) c.3. Cityblock or Manhattan Distance Jarak antara dua obyek ini adalah jumlah perbedaan mutlak/absolut didalam nilai untuk masing-masing variabel. ( ) (2.4) Keterangan : = jarak antara obyek ke-i dan obyek ke-j 214 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

164 = data dari subyek ke-i pada variabel ke-k = data dari subyek ke-j pada variabel ke-k c.4. Chebyshev Distance Jarak antara kedua obyek ini adalah perbedaan mutlak/absolut yang maksimum didalam nilai untuk masing-masing variabel. (2.5) Memilih Prosedur Pengelompokkan Dalam pengelompokkan obyek terbagi menjadi dua, yaitu metode Hierarchical dan metode Non Hierarchical. a. Metode Hierarchical Metode ini digunakan untuk individu yang tidak terlalu banyak dan belum diketahui jumlah kelompok yang akan dibentuk. Dalam metode ini terdapat dua prosedur, yaitu Agglomerative (Metode Penggabungan) dan Divisive (Metode Pembagian). a.1. Agglomerative Metode ini berawal dari mengelompokkan dua atau lebih obyek yang memiliki kesamaan (jarak paling dekat). Kemudian kelompok dibentuk kembali berdasarkan kesamaan antar kelompok (jarak antar kelompok terdekat), sehingga terjadi penggabungan kelompok dan begitu seterusnya dengan prosedur yang sama. Metode Agglomerative mempunyai lima prosedur pengelompokkan, yaitu : Pautan Tunggal (Single Linkage), Pautan Lengkap (Complete Linkage), Pautan Rata-Rata (Average Linkage), Ward s Method, dan Centroid Method. a.1.1. Pautan Tunggal (Single Linkage) Prosedur pengelompokkan ini dilakukan berdasarkan jarak minimum. Jika obyek X dan Y mempunyai jarak d XY terdekat, maka perlu dicari jarak minimum XZ dan XY, sehingga : (2.6) a.1.2. Pautan Lengkap (Complete Linkage) Prosedur ini dimulai dengan mengelompokkan dua obyek yang memiliki jarak terjauh (lebih melihat ketidaksamaan). Semisal obyek X dan Y memiliki jarak (d XY ) terjauh, maka perlu dicari jarak maksimum XZ dan XY, sehingga : (2.7) a.1.3. Pautan Rata-Rata (Average Linkage) Prosedur ini digunakan dengan meminimumkan rata-rata jarak semua pasangan obyek yang berasal dari kelompok terhadap kelompok lainnya. Apabila kelompok X dan Y memiliki jarak d XY, maka perlu dicari jarak rata-rata XZ dan XY, seperti ini : Dimana : = jumlah obyek pada kelompok X = jumlah obyek pada kelompok Y (2.8) a.1.4. Ward s Method Prosedur pengelompokkan ini didasarkan pada minimum varian dalam suatu kelompok. Adapun jarak yang digunakan adalah : (2.9) Dimana : = jumlah obyek pada kelompok X = jumlah obyek pada kelompok Y = jumlah obyek pada kelompok Z a.1.5. Centroid Method Jarak antara dua kelompok merupakan jarak rata-rata seluruh variabel dalam suatu kelompok, yang dihitung dengan rumus : a.2. Divisive (2.10) Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

165 Metode ini berawal dari semua obyek dibagi menjadi dua kelompok lalu masingmasing kelompok dibagi lagi menjadi dua dan demikianlah seterusnya. Dasar pengelompokkan ini didasarkan pada jarak namun teknik ini tidak banyak digunakan, sehingga tidak banyak prosedur yang dikembangkan. d. Besarnya relatif cluster seharusnya berguna/bermanfaat. Selain itu, salah satu metode alternatif yang digunakan untuk menentukan banyaknya cluster optimum adalah Pseudo F- statistic yang dirumuskan oleh Calinski dan Harabasz. Rumus Pseudo F : ( ) b. Metode Non Hierarchical Perbedaan metode ini dengan metode Hierarchical yaitu jumlah kelompok sudah ditentukan sebelum pengelompokkan di lakukan. Metode Non Hierarchical yang sering digunakan adalah metode K-Means. Metode K-means mengelompokkan obyek dalam kelompok sedemikian rupa hingga jarak tiap obyek ke pusat kelompok minimum Menentukan Banyaknya Cluster Masalah utama dalam analisis cluster adalah menentukan banyaknya cluster. Tidak ada aturan baku dalam menentukan berapa banyak cluster, tetapi ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan, sebagai berikut (Supranto, 2004) : a. Pertimbangan teoretis, konseptual, praktis, mungkin dapat disarankan untuk menetukan berapa banyaknya cluster yang sebenarnya. Semisal, jika tujuan pengelompokkan untuk mengenali atau mengidentifikasi segmen pasar, manajemen mungkin menghendaki cluster dalam jumlah tertentu (katakan 3, 4, atau 5 cluster). b. Didalam pengelompokkan hierarchical, jarak dimana cluster digabung dapat dipergunakan sebagai kriteria. c. Didalam pengelompokkan non hierarchical, rasio jumlah varian dalam cluster dengan jumlah varian antar cluster bisa diplotkan melawan banyaknya cluster.titik pada suatu siku (an elbow) atau lekukan tajam (a sharp bend) terjadi, menunjukkan banyaknya cluster. Sedangkan diluar titik ini, biasanya tidak diperlukan. 216 Dimana ( ) ( ) ( ) = proporsi jumlah kuadrat jarak antar pusat kelompok dengan jumlah kuadrat sampel terhadap rata-rata keseluruhan = total jumlah dari kuadrat jarak terhadap rata-rata keseluruhan = total jumlah dari kuadrat jarak sampel terhadap rata-rata kelompoknya = banyaknya sampel = banyaknya kelompok = banyaknya variabel = sampel ke-i pada kelompok ke-j dan variabel ke-k = rata-rata seluruh sampel pada variabel ke-k = rata-rata sampel pada kelompok ke-j & variabel ke-k Intepretasi & Profil Cluster Menginterpretasi meliputi pengujian pada tiap cluster yang terbentuk untuk Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

166 memberikan nama atau keterangan secara tepat sebagai gambaran sifat dari cluster tersebut, menjelaskan bagaimana mereka bisa berbeda secara relevan pada tiap dimensi. Saat proses intepretasi digunakan rata rata (centroid) setiap cluster pada setiap variabel Akses Validitas Cluster Sudah akuratkah cluster yang terbentuk? Hal tersebut menjadi pertanyaan terakhir dalam analisis cluster yang pastinya memerlukan pengujian untuk menjawabnya. Namun sayangnya, secara statistik akurasi sulit dibuktikan. Sekalipun banyak usaha yang telah dilakukan, tapi sampai sekarang belum ada uji statistik yang betul betul siap pakai (Green, dkk., 2008). Walaupun belum ada uji statistik yang dapat diandalkan namun tak perlu menyerah. Menurut Simamora (2005), ada beberapa cara yang dapat dilakukan, salah satunya melakukan analisis cluster berulang kali dengan data yang sama, tapi menggunakan jarak dan metode yang berbeda. Bandingkan hasil dari perlakuan yang berbeda beda tersebut. Apabila hasilnya sama, maka hasil analisis cluster dapat diyakini akurat Pemetaan Pemetaan secara umum menurut Hakim (2013) adalah kegiatan penggambaran permukaan bumi yang diproyeksikan ke dalam bidang datar dengan skala tertentu. Tujuan utama pemetaan adalah untuk menyediakan deskripsi dari suatu fenomena geografis, informasi spasial dan non-spasial, informasi tentag jenis fitur, (titik, garis dan polygon) (Indarto, 2010). Pemetaan kecamatan berdasarkan pertumbuhan ekonomi merupakan suatu kegiatan untuk memberikan gambaran atau secara rinci dan tepat dipermukaan suatu daerah tertentu mengenai keadaan pertumbuhan ekonomi serta hubungannya dengan sektor sektor yang menunjang dalam pertumbuhan ekonomi. Pemetaan kecamatan berdasarkan pertumbuhan ekonomi juga dapat diartikan sebagai metode perencanaan secara makro yang berupa proses penataan kembali untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar lebih maksimal. Salah satu aplikasi yang dapat digunakan untuk pemetaan yaitu ArcGIS. ArcGIS merupakan software GIS yang dibuat oleh ESRI (Environmental System Research Institute) yang berpusat di Redlands, California, USA. Software ini sangat populer di kalangan pengguna GIS, dan merupakan salah satu software GIS yang paling banyak digunakan diseluruh dunia. Menurut Prahasta (2011), ArcGIS merupakan perangkat lunak yang terbilang besar. Perangkat lunak ini menyediakan kerangka kerja yang bersifat scalable (bisa di perluas sesuai kebutuhan) untuk mengimplementasikan suatu rancangan aplikasi SIG, baik bagi pengguna tunggal (single user) maupun bagi lebih dari satu pengguna yang berbasiskan desktop, menggunakan server, memanfaatkan layanan web, atau bahkan yang bersifat mobile untuk memenuhi kebutuhan pengukuran di lapangan. ArcGIS dapat berfungsi pada level ArcView, ArcEditor, ArcInfo, dengan fasilitas ArcMap, ArcCatalog, dan ArcToolbox. ArcGIS sebagai software pengolah data spasial memiliki beberapa keunggulan yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai kalangan pengolah data spasial. Termasuk dalam hal ini ArcGIS yang digunakan untuk mengkaji pemetaan daerah. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

167 3. METODE PENELITIAN 3.1. Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kecamatan di Kabupaten Bantul Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Kabupaten Bantul tepatnya pada instansi Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bantul dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bantul. Waktu pengambilan data pada Bulan Maret 2016 sedangkan waktu penelitian dilakukan pada Bulan Maret 2016 hingga Bulan Mei Periode data yang digunakan dalam penelitian ini selama satu tahun, yaitu tahun Variabel Penelitian Variabel penelitian ini adalah sektor sektor yang menyumbang nilai PDRB, yaitu : Sektor Pertanian (SP), Sektor Pertambangan dan Penggalian (SPP), Sektor Industri Pengolahan (SIP), Sektor Listrik, Gas, dan Air (SLGA), Sektor Bangunan (SB), Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (SPHR), Sektor Pengangkutan dan Komunikasi (SPK), Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan (SKPJ), dan Sektor Jasa Jasa (SJ). Selain itu, digunakan juga metode analisis cluster hirarki yaitu metode single linkage. Metode single linkage merupakan metode pengelompokan hirarki yang menggunakan obyek yang paling dekat atau paling sama antar obyek satu dengan obyek yang lain untuk dikelompokkan. Analisis cluster tersebut untuk mengetahui pengelompokkan kecamatan berdasarkan sektor di Kabupaten Bantul Alur Penelitian Gambar 3.1. Alur Penelitian 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskriptif Data Perkembangan perekonomian di tiap kecamatan di Kabupaten Bantul dapat dilihat dari perkembangan nilai PDRB menurut kecamatan. PDRB terdiri dari 9 sektor Metode Pengumpulan Data Jenis data dalam penelitian ini termasuk data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bantul dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bantul Metode Analisis Data Dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif yang digunakan untuk mengetahui gambaran PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 di Kabupaten Bantul. 218 Gambar 4.1. Diagram Rata - Rata PDRB ADHK 2010 Tiap Kecamatan Di Kabupaten Bantul Tahun 2014 (Jutaan Rupiah) Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2010 tahun 2014 yang mencapai Rp , dengan Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

168 tiga kecamatan penyumbang terbesar yaitu Kecamatan Banguntapan rata rata menyumbang sebesar Rp ,22, diikuti Kecamatan Kasihan rata rata menyumbang sebesar Rp ,67, dan Kecamatan Sewon rata rata menyumbang sebesar Rp Jika dibandingkan dengan kecamatan lainnya, tiga kecamatan tersebut mendominasi dalam menyumbang PDRB Kabupaten Bantul. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi banyak terkonsentrasi di tiga kecamatan tersebut sehingga pembangunan ekonomi di tiga kecamatan tersebut lebih baik daripada kecamatan lainnya Memilih Ukuran Jarak Jarak masing-masing obyek kecamatan yang dihitung dengan jarak Euclidean yang tercantum dalam Tabel 4.1. Proximity Matrix. Tabel 4.1. Proximity Matrix Standarisasi Data Standarisasi pada varibel dilakukan jika ada perbedaan satuan yang signifikan diantara variabel-variabel yang diteliti. Tetapi, jika data tidak mempunyai variabilitas satuan, maka proses analisis cluster dapat langsung dilakukan tanpa harus melakukan standarisasi data terlebih dahulu. Data PDRB pada penelitian ini skala satuannya sudah sama yaitu jutaan rupiah, maka tidak perlu dilakukan standarisasi data Proses Analisis Cluster Dalam proses analisis cluster dengan metode hirarki single linkage sebagai berikut : Merumuskan Masalah Menggunakan variabel sembilan sektor pada PDRB dan sebagai obyek penelitiannya adalah tujuh belas kecamatan serta permasalahan pembangunan daerah di Kabupaten Bantul dapat dirumuskan bagaimanakah pengelompokkan kecamatan berdasarkan pertumbuhan ekonomi menggunakan metode single linkage? Serta bagaimana karakteristik dari masing masing cluster yang terbentuk. Semisal jarak antara Kecamatan Srandakan dengan Kecamatan Sanden sebesar ,816, sedangkan jarak antara Kecamatan Srandakan dengan Kecamatan Kretek sebesar ,833. Nilai tersebut diperoleh dari penghitungan jarak Euclidean antara Kecamatan Srandakan (Obyek 1) dan Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

169 Kecamatan Sanden (Obyek 2), sebagai berikut: Sedangkan untuk menghitung kemiripan antara Kecamatan Srandakan (Obyek 1) dan Kecamatan Kretek (Obyek 3). dekat jarak antar dua obyek maka semakin mirip karakteristik antara dua obyek tersebut Proses Analisis Cluster Metode Single linkage Metode Single linkage jarak antara dua cluster didefinisikan sebagai rata-rata jarak antara semua pasangan obyek, dimana salah satu anggota dari pasangan berasal dari setiap cluster (Johnson dan Wichern, 1996:594). Proses penggabungan Agglomeration Schedule dapat dilihat dari Tabel 4.2. Agglomeration Schedule. Tabel 4.2. Agglomeration Schedule. Berikut penjelasan setiap tahapan dalam Agglomeration Schedule seperti ini : Dari penghitungan jarak Euclidean antara Kecamatan Srandakan dengan Kecamatan Sanden diperoleh jarak Euclidean sebesar ,82 sedangkan penghitungan jarak Euclidean antara Kecamatan Srandakan dengan Kecamatan Kretek diperoleh jarak Euclidean sebesar ,83. Hal tersebut menunjukkan bahwa jarak Euclidean Kecamatan Srandakan mempunyai karakteristik lebih mirip dengan Kecamatan Kretek daripada dengan Kecamatan Sanden. Begitu pula dengan obyek lainnya, semakin 220 1) Pada stage 1 terbentuk cluster yang beranggotakan Kecamatan Sanden (nomor 2) dan Kecamatan Pundong (nomor 4) dengan nilai Coefficients ,607 yang menunjukan jarak terdekat dua obyek. Karena proses aglomerasi dimulai dari dua objek yang terdekat, maka jarak tersebut adalah jarak terdekat dari sekian kombinasi jarak 17 obyek yang ada. Selanjutnya pada kolom next stage terlihat angka 2. Hal tersebut berarti obyek selanjutnya yang akan tergabung dengan obyek Kecamatan Sanden (nomor 2) dan Kecamatan Pundong (nomor 4) yaitu Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

170 pada stage 5. 2) Pada stage 2 terbentuk cluster antara Kecamatan Sanden (nomor 2) dan Kecamatan Kretek (nomor 3) dengan nilai Coefficients ,936 yang menunjukkan besarnya jarak terdekat Kecamatan Kretek dengan kedua obyek sebelumnya yaitu Kecamatan Sanden dan Kecamatan Pundong. Dengan demikian, terbentuk cluster yang terdiri dari 3 obyek, yaitu Kecamatan Kretek, Kecamatan Sanden, dan Kecamatan Pundong. Kemudian obyek selanjutnya yang akan tergabung dengan obyek tersebut yaitu pada stage 7. 3) Demikian seterusnya hingga pada kolom next stage menunjukkan angka 0 berarti proses cluster berhenti. Vissualisasi dari proses aglomerasi tersebut dapat ditunjukkan pada dendogram. Sedangkan untuk proses pengelompokkan menggunakan matriks jarak sebagai berikut : 4) Awalnya terdapat 17 obyek yang akan dikelompokkan. Tahap pertama, mencari jarak yang terdekat antara dua obyek dari sekian banyak kombinasi jarak dari 17 obyek yang ada. Jarak antara Kecamatan Sanden dan Kecamatan Pundong memiliki jarak terdekat yaitu sebesar ,607, sehingga kedua kecamatan tersebut menjadi satu cluster. Sehingga masih tersisa 16 cluster. Kemudian dari penggabungan dua obyek diatas dan penggabungan obyek-obyek lainnya dilakukan dengan penghitungan menggunakan metode single linkage dengan rumus (2.6) sehingga diperoleh matriks baru atau sama dengan memperbaiki proximity matrix menjadi matriks yang baru Melakukan Perbaikan Matriks Jarak Melakukan perbaikan matriks jarak menggunakan metode single linkage. Perbaikan matriks jarak menggunakan metode single linkage dengan rumus seperti ini : Penghitungan jarak yang melibatkan cluster baru yang mengalami perubahan sebagai berikut : ( ) ( ) Penghitungan seterusnya dilakukan hingga penghitungan perbaikan matriks jarak sampai semua obyek yang sudah digabungkan pada proses Agglomeration Schedule sudah dilakukan perbaikan Menentukan Banyaknya Cluster Dalam menentukan banyaknya cluster, secara vissual dapat dilihat dari dendogram. Gambar 4.1. Dendogram menggunakan Single Linkage Berdasarkan Gambar 4.1 Dendogram menggunakan Single Linkage dan nilai pseudo F terbesar seperti pada Gambar 4.2 yang menghasilkan nilai optimal adalah pengelompokkan kecamatan sebanyak 2 cluster. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

171 Nilai pseudo F Gambar 4.2. Simulasi menentukan jumlah cluster Tabel 4.3. Cluster yang terbentuk dan anggotanya dengan metode Single Linkage Cluster 1 Pseudo F Kecamatan Srandakan, Sanden, Kretek, Pundong, Bambanglipuro, Pandak, Bantul, Jetis, Imogiri, Dlingo, Pleret, Piyungan, Pajangan, Sedayu 2 Banguntapan, Sewon, Kasihan Mengintepretasi & Memprofil Cluster Sesudah terbentuk 2 cluster maka langkah selanjutnya yaitu memberikan gambaran karakteristik dari masing masing cluster. Berdasarkan Tabel 4.4. dan Gambar 4.3 dapat diketahui karakteristik masing - masing cluster berdasarkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bantul. Tabel 4.4. Rata Rata Masing Masing Cluster , , , , , ,00 0,00 SP SPP SIP SLGA SB SPHR SPK Cluster 1 Cluster 2 SKPJ SJ Gambar 4.3. Rata rata tiap sektor pada masing masing cluster Dari Tabel 4.4. dan Gambar 4.3 dapat diketahui bahwa sektor sektor penyumbang PDRB Kabupaten Bantul memiliki karakteristik yang berbeda pada masing masing cluster. Perbedaannya terlihat pada cluster 1 yang beranggotakan 14 kecamatan yang mana memiliki rata-rata sebesar Rp ,43 yang mana memiliki rata rata tinggi pada sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian apabila dibandingkan dengan cluster 2. Berdasarkan hal tersebut, maka cluster 1 lebih cenderung dinamakan daerah pertanian, pertambangan, dan penggalian. Sedangkan cluster 2 yang beranggotakan 3 kecamatan yang mana memiliki rata-rata sebesar Rp , 67 serta sangat mendominasi untuk sektor sektor seperti : 222 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

172 sektor industri pengolahan; listrik, gas, dan air bersih; bangunan; perdagangan, hotel, dan restauran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; dan jasa jasa. Berdasarkan hal tersebut, cluster 2 memiliki banyak sektor yang lebih tinggi daripada cluster 1 sehingga pertumbuhan ekonominya lebih tinggi yang ada di daerah cluster 2, karena semakin banyak sektor yang berkembang pesat maka akan semakin tinggi pula pertumbuhan ekonominya. Jadi, pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Kabupaten Bantul banyak terkonsentrasi di daerah cluster 2. Pengelompokkan yang telah terbentuk, diperoleh dua cluster yang memiliki karakteristik tersendiri dari masing masing cluster, yang mana digambarkan dalam peta Kabupaten Bantul seperti pada Gambar 4.4. Gambar 4.4. Peta Pengelompokkan Kecamatan di Kabupaten Bantul Keterangan : : Daerah Cluster 1 : Daerah Cluster Akses Validitas Cluster Dari hasil analisis cluster yang terbentuk sebanyak dua cluster. Dalam mendapatkan hasil analisis cluster yang valid atau akurat maka dilakukan perlakuan dengan menggunakan jarak dan metode yang berbeda. Dari perlakuan tersebut, lalu dibandingkan, dan diperoleh hasil bahwa hasil analisis cluster menunjukkan sama berarti dapat diyakini hasil analisis cluster tersebut akurat. 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pengelompokan kecamatan berdasarkan sektor di Kabupaten Bantul yang terbentuk dua cluster. Karakteristik cluster 1 adalah cluster yang memiliki sektor unggulan daripada cluster 2 pada sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Cluster 1 terdiri dari Kecamatan Srandakan, Sanden, Kretek, Pundong, Bambanglipuro, Pandak, Bantul, Jetis, Imogiri, Dlingo, Pleret, Piyungan, Pajangan, dan Sedayu. Karakteristik cluster 2 adalah cluster yang memiliki sektor unggulan daripada cluster 1 pada sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restauran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa jasa. Cluster 3 terdiri dari Kecamatan Banguntapan, Sewon, dan Kasihan. 6. REFERENSI Sadono Sukirno Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan. Jakarta : LPFE UI. Arsyad, Lincolin Ekonomi Pembangunan Edisi Keempat. Yogyakarta : STIE YKPN. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

173 Sjafrizal Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Padang : Baduose Media. Sitepu, Robinson, dkk. (2011). Analisis Cluster terhadap Tingkat Pencemaran Udara pada Sektor Industri di Sumatera Selatan. Vol 14. 3(A) Kusuma, A. P. (2015). Perbandingan Metode Single Linkage dan Complete Linkage dalam menganalisis ph Tanah. Jurnal Semnaskit Suryana Ekonomika Pembangunan. Jakarta : Salemba Empat. Raswita, N. P. M. E. dan Utama, M. S. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Antar Kecamatan di Kabupaten Gianyar. E-Junal EP Unud. 2(3) Tri Widodo Perencanaan Pembangunan, Aplikasi Komputer (Era Otonomi Daerah). Yogyakarta : UPP STIM YKPN. BPS Kabupaten Bantul PDRB Menurut Kecamatan Se-Kabupaten Bantul Bantul : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul. Spiegel, Murray R Teori dan Soal-Soal Statistika, edisi kedua. Jakarta : Erlangga. Sugiyono Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. Sarwono, J Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS. Yogyakarta : Andi Offset. Fadhli Analisis Kluster Untuk Pemetaan Mutu Pendidikan di Aceh. Tesis. PPs-UGM. Simamora, Bilson Analisis Multivariat Pemasaran. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Santoso, S Buku Latihan SPSS Statistik Multivariat. Jakarta : PT Elex. Supranto, J Analisis Multivariat Arti & Interpretasi. Jakarta : PT Rineka. Hakim, N Materi Sistem Informasi Geografis. Jurusan Statistika FMIPA UII. Tidak Diterbitkan. Indarto Dasar Dasar Sistem Informasi Geografis. Jember : Jember University Pers. Prahasta, Eddy Tutorial ArcGIS Dekstop untuk Bidang Geodesi dan Geomatika. Bandung : Informatika. 224 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

174 PENGELOMPOKAN HIMPUNAN DATA CAMPURAN MENGGUNAKAN METODE K-MEDOIDS CLUSTERING Indira Ihnu Brilliant 1), Kariyam 2) 1 Mahasiswa Program Studi Statistika, Fakultas MIPA, Universitas Islam Indonesia indira_ihnu.brilliant@yahoo.com 2 Dosen Program Studi Statistika, Fakultas MIPA, Universitas Islam Indonesia kariyam@uii.ac.id Abstrak Pada makalah ini akan dibahas tentang pengelompokan objek yang mempunyai beberapa variabel berbentuk data numerik dan data kategorik, atau dikenal dengan data campuran. Metode pengelompokan yang digunakan adalah k-medoids, dengan pendekatan konsep triplet sebagai ukuran kemiripan antar objek, dan nilai purity sebagai ukuran tingkat akurasi hasil pengelompokan objek. Untuk memperjelas pembahasan, dalam makalah ini dipergunakan studi kasus yang berkaitan dengan profil 24 pasien penyakit jantung dengan batasan pada variabel umur berbentuk numerik, variabel jenis kelamin berbentuk kategorik dalam hal ini biner, variabel trestbps berbentuk numerik, variabel chol berbentuk numerik, variabel FBS berbentuk biner, variabel thalach berbentuk numerik, variabel exang berbentuk biner, variabel oldpeak berbentuk numerik, dan variabel diagnosa berbentuk biner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep triplet pada k-medoids clustering dapat diterapkan sangat baik pada himpunan data campuran (heterogen), dan menghasilkan akurasi hasil pengelompokan sangat tinggi yang ditunjukkan oleh nilai purity sebesar satu. Kata Kunci: K-Medoids Clustering, Data Campuran, Purity 1. PENDAHULUAN Pada era globalisasi ini, kemajuan teknologi mempengaruhi berbagai segi kehidupan. Segala bentuk kegiatan yang dilakukan menghasilkan suatu informasi yang dapat disimpan dalam sebuah database. Tidak hanya dari segi penyimpanan, kecepatan untuk mendapatkan data dengan berbagai jenis pengukuran juga sudah berbeda dari sebelumnya. Sehingga, data-data yang ada sampai saat ini sangat melimpah dengan berbagai jenis. Banyak jenis data yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-sehari seperti jenis data numerik dan kategorik. Data numerik adalah data yang disajikan dalam bentuk angka, sedangkan data kategorik adalah data yang disajikan dalam bentuk bukan angka. Contoh data numerik seperti data berat badan seorang anak 52 kilogram, tinggi badan 155 cm. Contoh data kategorik seperti pekerjaan (manajer, teknisi, tukang servis, dan sebagainya), status pernikahan (belum menikah, menikah, cerai, dan sebagainya). Dari segi pengolahan atau analisis data, jenis data numerik lebih banyak digunakan karena mudah dan murah dalam perhitungan serta komputasinya. Tetapi untuk jenis data kategorik, dalam pengolahannya perlu diubah ke dalam bentuk numerik agar mudah dalam perhitungannya. Apabila cara yang digunakan untuk melakukan perubahan data dari data kategorik ke dalam bentuk data numerik ini tidak tepat, maka dapat mengurangi bahkan menghilangkan informasi yang dimiliki oleh data kategorik itu sendiri. Salah satu kegiatan dalam analisis data yaitu pengelompokan data menjadi beberapa kelompok (cluster). Menurut Anderberg Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

175 (1973) dalam Nur Ratna Mukti (2012), Analisis Cluster adalah suatu analisis statistik multivariate yang bertujuan untuk mengetahui struktur data dengan menempatkan kesamaan objek observasi ke dalam satu kelompok data sehingga dapat dibedakan antara kelompok satu dengan kelompok yang lain atau dengan cara memisahkan kasus atau objek ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai sifat berbeda antar kelompok yang satu dengan yang lain. Dalam analisis ini tiap-tiap kelompok bersifat homogen antar anggota dalam kelompoknya atau dapat dikatakan variasi objek atau individu dalam satu kelompok yang terbentuk sekecil mungkin. Kegiatan pengelompokan data juga dapat dilakukan untuk data campuran. Beberapa tahun terakhir, sudah dieksplorasi berbagai strategi pengelompokan untuk kumpulan data dengan atribut yang berbeda-beda atau heterogen. Maksud dari heterogen disini, kumpulan data yang ada memiliki atribut dengan jenis data numerik, kategorik, dan biner. Salah satu metode pengelompokan data campuran yang sudah ada yaitu Kernel K- Means Clustering. Metode ini memperlihatkan bahwa pengelompokan untuk data campuran sudah dapat diatasi. Tetapi, metode Kernel K-Means Clustering memiliki kelemahan yaitu sensitif terhadap outlier. Selain itu, metode ini membutuhkan biaya computing yang tinggi karena kalkulasi yang berulang dari nilai-nilai kernel, atau memori yang tidak cukup untuk menyimpan matriks kernel. Selain Kernel K-Means Clustering, terdapat metode lain untuk mengelompokkan data campuran yaitu K-Mean Clustering untuk campuran data numerik dan kategorik. Tetapi kelemahan metode ini tidak jauh berbeda dengan Kernel K-Means Clsutering, yaitu sensitif terhadap outlier karena menggunakan nilai mean sebagai centroid untuk setiap cluster. Metode K-Mean Clustering data campuran merupakan penelitian yang dilakukan oleh Amir Ahmad dan Lipika Dey (2007) dalam jurnal dengan judul A K-Mean Clustering Algorithm for Mixed Numeric and Categorical Data. Jurnal ini membahas tentang cara mengelompokkan data campuran yang terdiri dari data numerik dan kategorik dengan memodifikasi algoritma K-Means. Algoritma yang dibahas dalam jurnal ini yaitu ukuran jarak baru untuk data dengan atribut kategorik dan memberikan gambaran untuk pusat cluster yang sudah dimodifikasi. Berdasarkan hasil penelitian yang mana algoritma K-Mean clustering untuk data campuran ini dibandingkan dengan banyak algoritma dengan empat data untuk evaluasi diperoleh hasil bahwa algoritma (Amir Ahmad dan Lipika Dey) dalam mengelompokkan berbagai jenis data sudah lebih baik daripada beberapa algoritma clustering lainnya yang sudah dicobakan sebelumnya. Selain itu, algoritma ini juga dapat memperoleh karakteristik kelompok dengan sangat efektif, karena mengandung distribusi semua nilai kategorik dalam sebuah cluster (kelompok). Berdasarkan hasil penelitian yang ditulis oleh Sandhya Harikumar dan Surya PV (2015) dalam jurnal dengan judul K-Medoid Clustering for Heterogeneous DataSets dengan lima himpunan data untuk evaluasi kualitas cluster, menunjukkan bahwa algoritma clustering baru dengan ukuran kemiripan baru yang diusulkan lebih baik daripada k-means clustering untuk himpunan data campuran. Untuk mengetahui bagaimana cara mengelompokkan himpunan data yang terdiri dari atribut data campuran dengan menggunakan konsep triplet atau ukuran kemiripan baru untuk menentukan jarak antara dua objek data yang diusulkan oleh Sandhya Harikumar dan Surya PV, maka penulis ingin membahas sebagian beserta penerapan tentang ukuran kemiripan baru tersebut dalam penelitian yang berjudul Pengelompokan Himpunan Data 226 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

176 Campuran Menggunakan Metode K- Medoid Clustering. Dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan yaitu pada metode K-Medoid Clustering untuk sekumpulan data campuran. Jenis data campuran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis data numerik dan biner. Data yang akan digunakan dalam penelitian ini diambil dari data UCI repository yang berupa data Heart Disease yang memiliki 76 atribut, tetapi hanya ada 14 atribut yang dapat digunakan karena sistem penyimpanan data untuk Heart Disease Dataset sedang dalam kondisi tidak baik, seperti yang disampaikan oleh dokter David Aha selaku pendonor data Heart Disease ini. Karena dibatasi hanya pada data numerik dan biner saja, maka ada 9 variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini. disebut jarak (distance). Suatu fungsi disebut jarak jika mempunyai sifat: a. Tidak negatif, d 0 dan d 0 jika i = ij j b. Simetri dij d ji d d d panjang salah satu sisi c. ij ik kj segitiga selalu lebih kecil atau samadengan jumlah dua sisi yang lain Beberapa macam jarak yang biasa dipakai di dalam analisis kelompok: No Jarak Formula p 1 Euclidean 2 d ij xik x jk ij k1 2 Manhattan d ij x p k1 ik x jk 2. KAJIAN LITERATUR Analisis Kelompok 3 Pearson d ij p k1 x ik var x x jk k 2 Menurut Anderberg (1973) dalam tulisan Nur Ratna Mukti, analisis kelompok atau biasa disebut dengan analisis cluster adalah suatu analisis statistik multivariat yang bertujuan untuk mengetahui struktur data dengan menempatkan kesamaan objek observasi ke dalam satu kelompok data sehingga dapat dibedakan antara kelompok satu dengan kelompok yang lain atau dengan cara memisahkan kasus/objek ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai sifat berbeda antar kelompok yang satu dengan yang lain. Dalam analisis ini tiap-tiap kelompok bersifat homogen antara anggota dalam kelompoknya atau dapat dikatakan variasi objek/individu dalam satu kelompok yang terbentuk sekecil mungkin. Untuk menyatakan suatu observasi atau variabel mempunyai sifat yang lebih dekat dengan observasi tertentu daripada dengan observasi yang lain digunakan fungsi yang Metode K-Medoids Clustering Algoritma Partitioning Around Medoids (PAM) atau sering disebut dengan algoritma K-Medoid adalah sebuah algoritma yang merepresentasikan cluster yang dibentuk menggunakan medoids. Dalam jurnal yang ditulis oleh Wiwit Agus Triyanto (2015) mengutip tulisan dari Han J dan Kamber M (2006) dengan judul Data Mining: Concepts and Techniques, yang menjelaskan bahwa algoritma K-Medoids hadir untuk mengatasi kelemahan algoritma K-Means yang sensitif terhadap outlier, karena suatu objek dengan suatu nilai yang besar mungkin secara substansial menyimpang dari distribusi data. Menurut Han dan Kamber (2012 : 457), algoritma K-Medoids adalah sebagai berikut: a. Secara acak pilih k objek pada sekumpulan n objek sebagai medoid Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

177 b. Ulangi: 1) Tempatkan objek non-medoid ke dalam cluster yang paling dekat dengan medoid 2) Secara acak pilih Orandom: sebuah objek non-medoid 3) Hitung total cost, S, dari pertukaran medoid o j dengan Orandom 4) Jika S < 0, maka tukar o j dengan Orandom untuk membentuk sekumpulan k objek medoid c. Hingga tidak ada perubahan. Secara umum, algoritma K-Medoid dalam tulisan Sergios Theodoridis & Konstantinos Koutroumbas (2006) bekerja dengan mengikuti algoritma berikut: 1. Inisialisasi: Memilih secara acak (tanpa penggantian) k objek dari n objek sebagai medoid (pusat cluster) 2. Mengasosiasikan atau mengaitkan setiap objek ke medoid terdekat. 3. Saat total cost menurun: Untuk setiap m medoid, untuk setiap nonmedoid data point o: 1) Melakukan pertukaran m dan o, serta menghitung total cost (jumlah jarak masing-masing objek ke medoid masing-masing) 2) Apabila total cost yang diperoleh lebih besar dari total cost sebelumnya, maka pertukaran m dan o yang dilakukan pada langkah 4 dibatalkan, sehingga sebaiknya menggunakan medoid sebelum dilakukan pertukaran. Purity Purity merupakan salah satu metode evaluasi cluster yang digunakan untuk menghitung kemurnian dari suatu cluster yang direpresentasikan sebagai anggota cluster yang paling banyak sesuai (cocok) di suatu kelas. Nilai purity yang semakin mendekati 1 (satu) menandakan semakin baik cluster yang diperoleh. Purity dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Purity (Ω, C) = 1/N Dimana Ω = w 1, w 2,...,w j adalah kumpulan dari kelas dan C = c 1, c 2,..., c k adalah kumpulan dari cluster yang terbentuk. Penyakit Jantung Jantung merupakan salah satu organ terpenting dalam tubuh. Organ berukuran sebesar kepalan tangan ini berfungsi memompa dan menyebarkan darah yang mengandung oksigen ke seluruh tubuh. Secara rata-rata, jantung manusia berdenyut 72 kali per menit dalam status beristirahat dan memompa 4 hingga 7 liter darah pada tiap menitnya. Penyakit jantung yang paling umum terjadi adalah penyakit jantung koroner (PJK). Penyakit ini terjadi ketika pasokan darah yang kaya oksigen menuju otot jantung terhambat oleh plak pada arteri koroner. Penyebab utama penyakit jantung koroner adalah penimbunan lemak dalam arteri atau aterosklerosis. Selain dapat mengurangi suplai darah ke jantung, aterosklerosis juga dapat memicu terbentuknya trombosis atau penggumpalan darah. Penggumpalan darah ini memblokir suplai darah ke jantung. Jadi, orang yang menderita angina, lebih rentan terkena serangan jantung. Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, yaitu kebiasaan merokok, pola hidup yang buruk, kadar kolesterol yang tinggi, hipertensi, penyakit diabetes, kelebihan berat badan, faktor umur, jenis kelamin, dan riwayat penyakit keluarga. 3. METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari UCI repository ( Data yang diambil merupakan data Heart Disease dengan 228 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

178 variabel utama yang difokuskan dalam studi kasus ini adalah variabel Umur, Jenis Kelamin, Trestbps, Chol, FBS, Thalach, Exang, Oldpeak, dan Diagnosa. Variabel Trestbps (resting blood pressure) merupakan nilai yang menunjukkan tekanan darah pasien yang diukur dalam keadaan istirahat. Variabel Chol (cholestoral) merupakan nilai yang menunjukkan serum kolesterol yang dimiliki pasien. Variabel FBS (fasting blood sugar) merupakan nilai yang menunjukkan kadar gula darah puasa yang dimiliki pasien. Variabel Thalach merupakan nilai yang menunjukkan detak jantung maksimal yang mampu dicapai. Variabel Exang (exercise induced angina) merupakan keterangan yang menunjukkan apakah saat pasien tersebut melakukan latihan menyebabkan kejang jantung (angina/nyeri dada). Variabel Oldpeak merupakan nilai yang menunjukkan gelombang ST depresi yang diinduksi oleh latihan relatif untuk beristirahat. Variabel Diagnosa merupakan keterangan yang menjelaskan bahwa pasien tersebut merupakan pasien jantung atau seorang pasien yang normal. Dalam data ini, pasien jantung diindikasikan dengan mereka yang mengalami penyempitan pembuluh darah lebih dari 50%. Jumlah data Heart Disease yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 24 data. Analisis data dilakukan untuk mengetahui pengelompokan pasien jantung yang didiagnosa berdasarkan 8 (delapan) variabel di atas dengan metode K- Medoid Clustering dengan bantuan perangkat lunak (software) Microsoft Excel. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian K-Medoid Clustering untuk Himpunan Data Campuran Penelitian yang sudah dilakukan oleh Sandhya Harikumar dan Surya PV (2015) dalam jurnal dengan judul K-Medoid Clustering for Heterogeneous DataSets membahas tentang cara mengelompokkan data campuran yang terdiri dari data numerik, kategorik, dan biner dengan mengusulkan ukuran kemiripan baru dalam bentuk triplet untuk menemukan jarak antara dua objek data dengan jenis atribut yang heterogen (campuran). Algoritma yang dibahas dalam jurnal ini yaitu ukuran kemiripan baru untuk mencari ukuran jarak total antara dua objek yang memiliki atribut numerik, kategorik, dan biner. Jarak antara dua objek untuk masingmasing atribut dihitung secara terpisah dengan 3 (tiga) metode yang berbeda seperti berikut ini: 1. Ukuran jarak untuk atribut numerik Untuk menghitung ukuran jarak antara dua objek dengan atribut numerik digunakan perhitungan L p (p-norm distance). Perhitungan ini memiliki formula matematis yang mirip dengan formula untuk menghitung jarak Manhattan. L p (pnorm distance) didefinisikan sebagai berikut: (2) (1) Ketika nilai p = 1, maka itu adalah L 1 norm, Ketika nilai p = 2, maka itu adalah L 2 norm. Tetapi, sebelum masuk kedalam perhitungan matematis seperti yang tertulis pada rumus di atas, data dengan atribut numerik harus ditransformasi ke dalam bentuk normal terlebih dahulu. Dalam hal ini, transformasi yang digunakan memiliki formula seperti berikut: Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

179 2. Ukuran jarak untuk atribut kategorik Untuk menghitung ukuran jarak antara dua objek dengan atribut kategorik digunakan pendekatan probabilitas. Jarak antara x dan y dapat dihitung sebagai berikut: a) Probabilitas kejadian objek x dari atribut A i dengan set tertentu dari kejadian w pada atribut A j. b) Probabilitas kejadian objek y dari atribut A i dengan set tertentu dari kejadian w pada atribut A j. (3) c) Kemudian, fungsi jarak probabilitas yang digunakan sebagai perwakilan dari atribut kategorik tersebut dihitung dengan cara menjumlahkan hasil probabilitas kejadian objek x dan objek y seperti yang sudah dihitung pada point a dan point b. Apabila pada perhitungan point a, b, maupun c diperoleh nilai lebih dari satu ( ), maka jarak probabilitas dimodifikasi dengan cara mengurangkan dengan nilai satu, sehingga jarak probabilitas hanya berada diantara nol dan satu (0 1). 1 (4) 3. Ukuran jarak untuk atribut biner Untuk menghitung ukuran jarak antara dua objek dengan atribut biner, Sandhya Harikumar dan Surya PV menggunakan jarak Hamming. Jarak antara dua objek x dan y diambil sebagai untuk x = y, dan untuk x y. Setelah masing-masing atribut dihitung secara terpisah dengan 3 (tiga) metode yang berbeda, maka akan diperoleh suatu ukuran jarak antara dua objek dengan atribut yang heterogen (campuran). Ukuran jarak antara dua objek yang dimaksudkan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ( ) ( ) ( ) (5) Dimana m r adalah sejumlah atribut numerik, m c adalah sejumlah atribut kategorik, dan m b adalah sejumlah atribut biner (total atribut m = m r + m c + m b ). Algoritma yang diusulkan oleh Sandhya Harikumar dan Surya PV ini kemudian dibandingkan dengan algoritma K-Means data campuran yang sudah ada sebelumnya. Untuk melihat kualitas dari algoritma clustering, maka digunakan nilai purity. Pengelompokan yang berkualitas baik memiliki nilai purity satu, sedangkan pengelompokan yang kurang baik semakin mendekati nilai nol. Tetapi dalam penelitian ini tidak dilakukan perbandingan dengan metode lain yang sudah ada. Penerapan K-Medoid Clustering untuk Himpunan Data Campuran Untuk memperjelas bagaimana cara mengelompokkan himpunan data yang terdiri dari atribut data campuran dengan menggunakan konsep triplet atau ukuran kemiripan baru untuk menentukan jarak antara dua objek data yang diusulkan oleh Sandhya Harikumar dan Surya PV di atas, maka penulis ingin menggunakan studi kasus berupa himpunan data yang sudah diklasifikasikan terlebih dahulu yaitu data pasien penyakit jantung (Heart Disease Database) dengan rincian variabel seperti yang sudah dijelaskan pada metode penelitian. Berikut data pasien jantung yang dimaksud: 230 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

180 Tabel 4.1. Data Pasien Penyakit Jantung konsep triplet diasumsikan bernilai nol. Berikut adalah contoh perhitungan secara rinci untuk mencari jarak antara dua objek (dalam perhitungan ini jarak antara objek ke-1 dan medoid cluster pertama (objek ke-5): Tabel 4.3. Rincian objek pertama dan medoid pertama Sesuai dengan cara kerja dari K-Medoid secara umum, maka peneliti pertama akan menentukan beberapa objek dari n objek yang tersedia yang akan dijadikan pusat cluster (medoid). Dalam kasus ini, akan dibentuk dua kelompok (cluster), maka peneliti memilih secara random 2 (dua) objek yang akan dijadikan medoid. Dua objek yang terpilih tersebut yaitu objek ke-5 sebagai medoid cluster pertama dan objek ke-21 sebagai medoid cluster kedua. Tabel 4.2. Rincian objek medoid pertama dan medoid kedua Setelah menentukan dua objek sebagai medoid, maka peneliti menghitung jarak masing-masing objek non-medoid ke medoid cluster pertama dan ke medoid cluster kedua dengan menggunakan konsep triplet. Dalam kasus ini, karena himpunan data campuran yang digunakan berupa numerik dan biner, maka perhitungan untuk data kategorik dalam Variabel Umur, Trestbps, Chol, Thalach, dan Oldpeak merupakan data dengan atribut numerik, sehingga harus ditransformasikan ke dalam bentuk normal terlebih dahulu dengan menggunakan rumus (2). Variabel Umur memiliki nilai minimal 2λ dan maksimal 64, variabel Trestbps memiliki nilai minimal 94 dan maksimal 152, variabel Chol memiliki nilai minimal 108 dan maksimal 30λ, variabel Thalach memiliki nilai minimal 88 dan maksimal 202, dan variabel Oldpeak memiliki nilai minimal 0 dan maksimal 2,8. 1) Umur (new) (61-29)/(64-29) = 0,914 2) Trestbps (new) (145-94)/(152-94) = 0,879 3) Chol (new) ( )/( ) = 0,984 4) Thalach (new) (146-88)/(202-88) = 0,509 5) Oldpeak (new)(1-0)/(2,8-0) = 0,357 Setelah ditransformasi ke dalam bentuk normal, maka dilanjutkan dengan menghitung jarak antara objek ke-1 dan medoid cluster pertama untuk masing-masing variabel terlebih dahulu. Untuk jenis atribut numerik menggunakan rumus (1) dengan menggunakan L 1. Ketika nilai p=1 dalam aturan p-norm distance, maka L 1 merupakan salah satu pengukuran jarak dengan menjumlahkan perbedaan absolute dari variabel-variabel yang digunakan atau biasa disebut dengan ukuran jarak manhattan. Untuk jenis atribut biner menggunakan konsep jarak Hamming (Hamming distance) Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

181 yaitu jarak antara dua objek x dan y diambil sebagai untuk x = y, dan untuk x y. Berikut rincian perhitungannya: 1) Jarak objek ke-1 dan medoid cluster pertama untuk variabel Umur yaitu 0,914 0,943 = 0,029 2) Jarak objek ke-1 dan medoid cluster pertama untuk variabel Trestbps yaitu 0,879 0,448 = 0,431 3) Jarak objek ke-1 dan medoid cluster pertama untuk variabel Chol yaitu 0,λ84 0,674 = 0,310 4) Jarak objek ke-1 dan medoid cluster pertama untuk variabel Thalach yaitu 0,509 0,096 = 0,412 5) Jarak objek ke-1 dan medoid cluster pertama untuk variabel Oldpeak yaitu 0,357 0,643 = 0,286 6) Jarak objek ke-1 dan medoid cluster pertama untuk variabel Jenis Kelamin yaitu Perempuan Laki-laki 1 7) Jarak objek ke-1 dan medoid cluster pertama untuk variabel FBS yaitu False = False 0 8) Jarak objek ke-1 dan medoid cluster pertama untuk variabel Exang yaitu Yes = Yes 0 Total jarak atribut numerik 0, , , , ,286 = 1,468 ke dalam kelompok yang memiliki jarak terdekat dengan medoid-nya. Sehingga dalam perhitungan manual untuk objek ke-1 ini dapat ditentukan bahwa objek ke-1 masuk ke dalam cluster pertama, karena memiliki jarak yang lebih dekat ke medoid cluster pertama daripada jarak objek ke-1 ke medoid cluster kedua. Perhitungan jarak antara objek nonmedoid dengan objek yang menjadi medoid cluster pertama dan medoid cluster kedua untuk keseluruhan objek dihitung sampai seluruh objek terbagi menjadi dua kelompok. Dalam kasus medoid cluster pertama adalah objek ke-5 dan medoid cluster kedua adalah objek ke-21, diperoleh hasil seperti berikut: Tabel 4.4. Tabel Perhitungan Jarak Setiap Objek ke Masing-masing Medoid Total jarak atribut biner = 1 Sehingga diperoleh total jarak antara objek ke-1 dan medoid cluster pertama yaitu 1, = 2,468. Cara menghitung jarak antara objek ke-1 dan medoid cluster kedua sama dengan konsep menghitung jarak antara objek ke-1 dan medoid cluster pertama. Diperoleh total jarak atribut numerik sebesar 1,957 dan total jarak atribut biner sebesar 2. Sehingga diperoleh total jarak antara objek ke-1 dan medoid cluster kedua yaitu 1, = 3,957. Berdasarkan algoritma k-medoid menurut Han dan Kamber (2006) yang menyatakan bahwa objek non-medoid diletakkan ke dalam cluster yang paling dekat dengan medoid. Dengan kata lain, objek non-medoid akan dimasukkan 232 Setelah masing-masing objek diletakkan dalam kelompoknya, maka langkah selanjutnya adalah menghitung total jarak keseluruhan dengan menjumlah seluruh nilai minimal yang digunakan oleh setiap objek untuk masuk ke dalam kelompoknya masingmasing. Total jarak atau biasa disebut dengan total cost yang diperoleh yaitu sebesar 28,112. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

182 Kemudian, memilih kembali secara random satu objek non-medoid yang akan dijadikan O medoid (medoid pengganti sementara). Apabila nanti ada pasangan medoid yang menghasilkan total cost lebih kecil dari 28,112, maka O akan menjadi medoid pengganti tetap. Dalam kasus ini, peneliti tidak hanya melakukan satu atau dua kali iterasi saja, tetapi peneliti melakukan seluruh iterasi dengan mengkombinasikan masing-masing objek. Tetapi, karena sebelumnya sudah diketahui bahwa objek ke- 1 sampai objek ke-12 merupakan anggota dari kelompok pertama dan objek ke-13 sampai objek ke-24 merupakan anggota dari kelompok kedua, maka peneliti melakukan perhitungan dengan mengkombinasikan setiap anggota kelompok pertama dengan setiap anggota kelompok kedua. Perhitungan ini dilakukan secara berulang sebanyak 144 kali dengan menggunakan bantuan software Microsoft Excel. Berikut ini adalah jarak total keseluruhan yang diperoleh untuk masingmasing kombinasi: Tabel 4.5.Total Cost Seluruh Kombinasi Medoid Tabel 4.6.Total Cost Seluruh Kombinasi Medoid Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

183 Berdasarkan hasil perhitungan dengan mengkombinasikan setiap anggota kelompok pertama dengan setiap anggota kelompok kedua yang sudah dihitung sebanyak 144 kali seperti pada tabel di atas, diperoleh total cost terendah sebesar 28,112 yang terjadi pada saat objek ke-5 menjadi medoid untuk kelompok pertama dan objek ke-21 menjadi medoid untuk kelompok kedua. Karena pasangan kedua medoid tersebut memiliki total cost terendah, maka digunakan sebagai medoid tetap untuk pengelompokan. Untuk mengevaluasi kualitas cluster yang sudah terbentuk, maka dapat menggunakan nilai purity. Berikut adalah tabel hasil evaluasi cluster dan hasil perhitungan dari nilai purity: Keterangan: Tabel 4.7. Tabel evaluasi cluster Purity = (1/24) x (12+12) = 1/24 x 24 = 1 Berdasarkan tabel evaluasi di atas, dapat diketahui bahwa dalam penelitian ini dengan menggunakan 24 data Heart Disease tidak ada kesalahan dalam pengelompokan data. Kemudian berdasarkan hitungan nilai purity di atas, diperoleh nilai purity sebesar 1 yang memiliki arti bahwa kualitas cluster yang terbentuk dalam penelitian ini dapat dikatakan sudah baik 5. KESIMPULAN Berdasarkan kegiatan yang sudah dilakukan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa konsep triplet (L 1 -norm untuk data numerik, pendekatan probabilitas untuk data kategorik, dan Hamming Distance untuk data biner) pada k-medoids clustering dapat diterapkan dengan baik pada himpunan data campuran (heterogen). Konsep triplet dalam k-medoids clustering yang diterapkan pada 24 data Heart Disease yang sudah terklasifikasikan, menghasilkan nilai kemurnian (purity) sebesar satu dengan keterangan objek ke-1 sampai dengan objek ke-12 masuk ke dalam kelompok satu (Heart Patient), sedangkan objek ke-13 sampai dengan objek ke-24 masuk ke dalam kelompok dua (Normal). 6. REFERENSI [1] Aha, David. (1λ88). Heart Disesase DataSets. achine-learning-databases/heartdisease/cleveland.data (Diaskes pada 17 April 2016, pukul 19:47) [2] Ahmad A., Dey Lipika A K-Mean Clustering Algorithm for Mixed Numeric and Categorical Data. Data and Knowledge Engineering Vol. 63 (April 2007): [3] Ambrosio, Andrea Vector p- norm. (Diakses pada 23 April 2016, pukul 19.39). [4] Anonim Analisis Kelompook (Definisi Jarak). &q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad= rja&uact=8&ved=0ahukewjzvqspmq7 LAhUDHKYKHU6HAR4QFggZMAA &url=https%3a%2f%2fstatistikaterapa n.files.wordpress.com%2f2008%2f10% 2Fanalisis- kelompok.doc&usg=afqjcngjoup_z- CZFI9umiKUrN2zjWMaBA&bvm=bv ,d.dGY (Diakses pada 07 Maret 2016, pukul 16.42). [5] Anonim Pengertian Jantung Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

184 (Diakses pada 26 April 2016, pukul 11.10). [6] Anonim Pengertian Penyakit Jantung. akit-jantung/ (Diakses pada 26 April 2016, pukul 11.17). [7] Anonim Penyebab Penyakit Jantung. akit-jantung/penyebab/ (Diakses pada 26 April 2016, pukul 11.21). [8] Anonim Lebih Jauh Tentang Penyakit Jantung Koroner. (Diakses pada 26 April 2016, pukul 11.34). [9] Chrisnanto, Yulison H., Abdillah Gunawan Penerapan Algoritma Partitioning Around Medoids (PAM) Clustering untuk Melihat Gambaran Umum Keampuan Akademik Mahasiswa. Jurnal Teknologi Informasi dan Komunikasi ISSN (Maret 2015): [10] Djohan, T Bahri A Penyakit Jantung Koroner dan Hypertensi. e-usu Repository Ahli Penyakit Jantung Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2004): 1-7. [11] Han, J., Kamber M Data Mining: Concept and Techniques, Third Edition. Waltham (USA): Morgan Kaufmann Publishers. [12] Handoyo, R., M R Rumani., Nasution S M Perbandingan Metode Clustering menggunakan Metode Single Linkage dan K-Means pada Pengelompokan Dokumen. JSM STMIK Mikroskil ISSN Vol. 15 No. 2 (Oktober 2014): [13] Harikumar, Sandhya., PV Surya K-Medoid Clustering for Heterogeneous DataSets. Procedia Computer Science Vol. 70 (Nov 2015): [14] Hombar Kernel K-Means Clustering. o.id/2013/01/kernel-k-meansclustering.html (Diakses pada 09 Februari 2016, pukul 13.50). [15] Li, Yanjun., Congnan Luo., Soon M Chung Text Clustering with Feature Selection by Using Statistical Data. IEEE Vol. 20 No. 5 (Mei 2008). [16] Mardia, K V., Kent, J T., Bibby, J M Multivariate Analysis. London: Academic Press. [17] Mukti, Nur Ratna Analisis Cluster /04/analisis-cluster.html. (Diakses pada 16 Maret 2016, pukul 10.37). [18] Sutanto, Hery T Cluster Analisys. Prosiding Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY ISBN: (Desember 2009): [19] Santoso, Singgih Statistik Multivariat. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. [20] Theodoridis, Sergios., Konstantinos Koutroumbas Pattern Recognition 3rd ed. p Amsterdam: Academic Press. [21] Triyanto, Wiwit A Algoritma K- Medoids untuk Penentuan Strategi Pemasaran Produk. Jurnal SIMETRIS Vol 6 (April 2015): [22] Yaniar, Nimas S Perbandingan Ukuran Jarak pada Proses Pengenalan Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

185 Wajah Berbasis Principal Component Analysis (PCA). Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI Institut Teknologi Sepuluh Nopember (Agustus 2010): Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

186 ANALISIS PENYEBARAN KEKERINGAN DAN PENGELOMPOKAN ZONA AGROKLIMAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR MENGGUNAKAN METODE STANDARDIZED PRECIPITATION INDEX (SPI) DAN OLDEMAN Endah Handayani 1), Jaka Nugraha 2) 1,2 Program Studi Statistika, Fakultas MIPA, Universitas Islam Indonesia Abstrak Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi yang masuk ke dalam kategori daerah rawan bahaya kekeringan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah mencatat bahwa telah terjadi kerusakan lahan, gagal panen, dan kekurangan air bersih akibat kekeringan. Curah hujan yang tidak menentu mengakibatkan musim kemarau lebih panjang yaitu sekitar 8 bulan per tahun. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui penyebaran kekeringan di suatu wilayah dalam waktu tertentu adalah metode Standardized Precipitation Index. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui klasifikasi iklim menggunakan metode Oldeman yang membentuk zona agroklimat, sehingga dapat diketahui berapa kali masa tanam dalam satu tahun. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kabupaten yang rawan kekeringan adalah hampir seluruh kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur, kecuali Kabupaten Manggarai. Berdasarkan nilai indeks kekeringan, musim kemarau di Provinsi Nusa Tenggara Timur dimulai dari bulan April-November. Tetapi penyebaran kekeringan terparah setiap tahunnya terjadi pada bulan Juli-Oktober dengan tingkat kekeringan mencapai kekeringan ekstrem dan sangat kering. Kemudian, zona iklim yang terbentuk yaitu tipe B2, C3, D3, D4, E3 dan E4. Tipe B2 menunjukkan penanaman padi dapat dilakukan dua kali dalam setahun, penanaman palawija dapat dilakukan pada bulan kering, tipe ini terjadi di Kabupaten Manggarai. Tipe C3 menunjukkan penanaman padi hanya dilakukan sekali dalam setahun, penanaman palawija sebaiknya tidak dilakukan pada bulan kering. Tipe ini menyebar di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Sumba Barat. Tipe D3 dan D4 menunjukkan penanaman padi atau palawija dapat dilakukan sekali dalam setahun, tergantung pada persediaan air irigasi. Tipe ini terjadi di Kabupaten Kupang, Belu, Flores Timor, Ngada, Rote Ndao, Manggarai Barat, Sabu Raijua, Kota Kupang. Tipe E3 dan E4 merupakan tipe yang terlalu kering, sehingga kemungkinan hanya dapat satu kali penanaman palawija saja, itu pun tergantung adanya hujan. Tipe ini terjadi di Kabupaten Timor Tengah Utara, Ende, Sumba Barat Daya, Alor, Lembata, Sikka, Sumba Tengah, Sumba Timur, Gekeo, Manggarai Timur, dan Malaka. Kata kunci: Curah Hujan, Standardized Precipitation Index, Oldeman, Zona Agroklimat 1. PENDAHULUAN Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi yang masuk ke dalam kategori daerah rawan bahaya kekeringan. Hampir setiap tahun wilayah Nusa Tenggara Timur mengalami fenomena El Nino yang dimana musim hujan lebih pendek dibandingkan musim kemarau. Guru Besar Geografi Lingkungan Undana, Ida Bagus Arjana pernah menelurkan kondisi ini dalam sebuah teori yang cukup mewakili kondisi. Beliau mengemukakan bahwa kondisi ini disebabkan oleh karena Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan daerah dengan letak geografis terletak di 8 12 derajat LS yang merupakan daerah dengan kondisi tropis kering (semi ringkai). Selain itu, rata-rata topografi daerah ini sekitar 500 m di atas tinggi dan gunung. Kondisi-kondisi inilah yang mengakibatkan curah hujan yang turun Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

187 di Nusa Tenggara Timur relatif lebih sedikit yakni sekitar 100 hari tiap tahunnya. Dalam penelitian ini, penulis menganalisis penyebaran kekeringan di Provinsi Nusa Tenggara Timur menggunakan metode Standardized Precipitation Index (SPI), yang dimana metode ini merupakan model untuk mengukur kekurangan/deficit curah hujan pada berbagai periode berdasarkan kondisi normalnya. Jenis kekeringan pada metode Standardized Precipitation Index (SPI) adalah kekeringan meteorologis yang merupakan besaran curah hujan yang terjadi dibawah kondisi normal pada suatu musim. sedangkan untuk melihat kecocokan tanaman pangan penulis menggunakan klasifikasi iklim Oldeman. 2. KAJIAN LITERATUR DAN PEGEMBANGAN HIPOTESIS b. Kekeringan Pertanian (Agricultural Drought). Kekeringan pertanian ini terjadi setelah terjadinya gejala kekeringan meteorologis. c. Kekeringan Hidrologi (Hydrological Drought). Didefinisikan sebagai kekurangan pasok air permukaan dan air tanah dalam bentuk air di danau dan waduk, aliran sungai, dan muka air tanah. Faktor- fakktor yang menyebabkan kekeringan adalah: a) Adanya penyimpangan iklim b) Adanya gangguan keseimbangan hidrologis c) Kekeringan agronomis Metode yang digunakan dalam menganalisis kekeringan adalah metode Standardized Precipitation Index (SPI). Kekeringan Menurut Sekretariat Bakornas Penanggulangan Bencana dan Penanganan pengungsi tahun 2005, Kekeringan merupakan salah satu permasalahan yang berdampak negatif bagi suatu wilayah. Kekeringan sering dianggap sebagai sebuah bencana yang timbul akibat dari kurangnya curah hujan. Pada dasarnya kekeringan adalah fenomena alam yang umum terjadi sesuai dengan siklus iklim pada suatu wilayah yang terkait dengan daur hidrologi. Jenis kekeringan di Indonesia terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: a. Kekeringa Meteorologis (Meteorology Drought), kekeringan jenis ini merupakan kekurangan hujan dari yang normal atau diharapkan selama periode waktu tertentu. 238 Standardized Precipitation Index (SPI) Standardized Precipitation Index (SPI) merupakan indeks rata-rata curah hujan yang digunakan untuk mengukur tingkat kebasahan dan kekeringan suatu wilayah. Standardized Precipitation Index (SPI) dikembangkan oleh McKee et al pada tahun Standardized Precipitation Index (SPI) didesain untuk mengetahui secara kuantitatif defisit hujan dengan berbagai skala waktu. Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala 1 bulan sebab dengan penulis ingin mengetahui kkonkdisi kekeringan disetiap bulannya yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur. metode Standardized Precipitation Index (SPI). memiliki beberapa kelebihan, diantaranya sebagai berikut: a) Cukup menggunakan data curah hujan bulanan. b) Dapat digunakan untuk membandingkan tingkat kekeringan antar wilayah meskipun dengan jenis iklim yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

188 c) Indeks dari Standardized Precipitation Index (SPI) ini digunakan untuk menentukan anomali kekeringan yang saat ini terjadi. d) Dapat digunakan untuk periode 1 hingga 36 bulan. Perhitungan (Standardized Precipitation Index) Keterangan : SPI = Nilai SPI (Standardized Precipitation Index) Xi = Curah hujan pada periode tertentu = rata-rata curah hujan selama periode pengamatan σi = simpangan baku periode pengamatan Tabel 1. Klasifikasi kkekeringan Standardized Precipitation Index Nilai Indeks SPI 1 Klasifikasi Kekeringan basah beberapa hal masih mengundang diskusi mengenai batasan atau kriteria yang digunakan. Namun demikian untuk keperluan praktis klasifikasi ini cukup berguna terutama dalam klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan di Indonesia. Klasifikasi iklim ini diarahkan kepada tanaman pangan seperti padi dan palawija. Kriteria iklim dengan klasifikasi metode oldeman adalah sebagai berikut: a. Bulan Basah (BB) : rata-rata curah hujan > 200 mm /bulan b. Bulan Lembab (BL) : rata-rata curah hujan mm/ bulan c. Bulan Kering (BK) : rata-rata curah hujan < 100 mm/ bulan Berdasarkan kriteria Bulan Basah (CH>200mm/bulan) dan Bulan Kering (CH<100 mm/bulan). Tipe utama klasifikasi Oldeman dibagi menjadi 5 tipe yang didasarkan pada jumlah pada jumlah bulan basah berturut-turut. Sedangkan sub divisinya dibagi menjadi 4 yang didasarkan pada jumlah bulan kering berturut- turut adalah: Tabel 2. Tipe Utama oldeman 0,0 Tidak kering 0,0 s/d -1 ringan -1 s/d -1,5 sedang -1,5 s/d -2 Sangat kering -2,0 Ekstrem kering Selain tipe utama terdapat sub tipe yang mendukung klasifikasi oldeman, yaitu: Tabel 3. SubTipe Utama oldeman Metode Oldeman Klasifikasi iklim Oldeman tergolong klasifikasi yang baru di Indonesia dan pada Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

189 Berikut adalah keterangan dari masingmasing klasifikasi ikli oldeman: Tabel 4. Penjabaran tipe klasifikasi oldeman Geofisika (BMKG). Data curah yang akan diteliti adalah data curah hujan yang terdapat pada masing-masing kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur. sementara itu, variabel yang digunakan penulis adalah jumlah curah hujan yang terdapat di 22 kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Satuan curah hujan menurut SI adalah milimeter, yang merupakan penyingkatan dari liter per meter persegi. Curah hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Penelitian ini menggunakan analisis dengan menghitung nilai indeks kekeringan menggunakan metode Standardized Precipitation Index (SPI) dan metode oldeman untuk menentukan klasifikasi hasil pangan di provinsi Nusa Tenggara Timur. Hasil klasifikasi Oldeman dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan pertanian, seperti penentuan permulaan masa tanam, penentuan pola tanam dan intensitas penanaman 3. METODE PENELITIAN Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber-sumber yang telah ada. Data yang digunakan adalah data dari hasil pencatatan mengenai kejadian curah hujan berdasarkan intensitas hujan di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Data bersumber dari Badan Meteorologi Klimatologi dan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang diperoleh penulis setelah menganalisis adalah: Analisis Standardized Precipitation Index (SPI) Tabel 4. Nilai SPI Provinsi Nusa Tenggara Timur kabupaten januari februarimaret april mei juni juli agustus september oktober nopemberdesember Sumba Barat 6,2 6,3 2,1 1,6-2,7-5,9-6,0-6,1-4,2-1,7 1,3 9,1 Sumba Timur 7,5 7,5 3,5 2,3-3,0-3,9-4,1-5,8-3,9-4,0-1,3 6,7 Kupang 8,3 8,3 5,0-1,49-1,2-3,4-4,4-4,6-4,6-3,3-2,1 3,5 Timor Tengah Selatan 7,9 7,9 2,0 0,6 1,1-3,2-4,2-5,4-5,5-4,2-0,1 9,6 Timor Tengah Utara 2,7 2,7 0,3-0,8-0,6-0,9-4,1-5,2-4,5-3,7-0,6 10,51 Belu 2,8 2,8 2,9-0,9-1,6-4,6-4,5-4,3-5,4-3,0-0,3 10,17 Alor 7,4 7,4 2,6 0,2-0,7-4,1-5,2-4,0-4,8-3,5-2,1 1,3 Lembata 7,7 7,7 2,5-1,47-1,1-3,3-4,5-5,1-5,2-3,8-1,8 5,1 Flores Timur 7,1 7,1 2,5-1,4 0,9-3,2-4,6-5,0-4,4-4,3-3,2 2,5 Sikka 6,5 6,5 4,8 0,9-1,8-3,4-5,5-4,8-4,7-2,7-1,0 4,3 Ende 5,0 5,0 5,4 0,7-1,0-5,0-4,6-4,4-5,4-2,4-0,2 3,6 Ngada 6,3 6,3-0,9-0,3-2,2-4,1-4,2-4,8-3,9-3,2 2,2 9,0 Manggarai 3,2 3,2 3,3 3,8 1,8-4,2-6,0-7,1-3,8-3,4 2,4 5,4 Rote Ndao 5,4 5,4 4,4-0,1-1,39-3,3-4,9-5,5-4,7-5,0-1,1 7,0 Manggarai Barat 4,2 4,2 4,1-2,0-1,9-5,0-3,4-3,8-4,2-3,2-1,8 8,3 Sumba Tengah 6,5 6,5 8,6 0,4-2,9-5,5-0,9-5,1 4,7-4,8-6,6-3,3 Sumba Barat Daya 4,4 4,4 2,4 1,1 0,2 1,0 1,2-4,5 0,2-5,8-7,1-3,7 gekeo 4,2 4,2 2,5-2,0-0,3-2,6-0,6-0,4-4,6-2,2-2,5-2,9 Manggarai Timur -0,4-0,4-2,8 0,0-1,1-4,0-4,1-4,9-3,6-1,1 3,9 9,6 Sabu Raijua 5,9 5,9 1,5-0,5-2,9-3,2-5,4-5,2-5,4-1,4-0,7 7,8 Malaka 3,8 3,8 7,3 6,5 1,1-1,2-2,6-5,9-5,9-6,1-5,6 1,8 Kota Kupang 6,5 6,5 4,8-1,3-3,1-3,9-4,4-4,3-4,2-3,0-2,5 2,6 8,3 8,3 8,6 6,5 1,8 1,0 1,2-0,4 4,7-1,1 3,9 10,5 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

190 Dari hasil analisa SPI (Standardized Precipitation Index) tahun 2010 sampai dengan 2015, tingkatan kekeringan lebih didominasi oleh kekeringan dengan intensitas tingkat kekeringan berada pada kondisi ringan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran tabel pengelompokan nilai SPI. Kekeringan terparah tercatat mencapai nilai indeks -7,1 dimana nilai indeks tersebut menyatakan bahwa kekeringan yang ada sudah mencapai tingkatan ekstrem kering terdapat pada Kabupaten Sumba Barat Daya. Sedangkan nilai tingkat kekeringan terendah adalah -1,5 yang termasuk kedalam kering ringan terdapat di Kabupaten Kupang. Februari Maret Sebaran Kekeringan Media yang digunakan untuk memperlihatkan sebaran informasi indeks kekeringan di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah pemetaan menggunakan Archgis. Pemetaan dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan kondisi gambaran secara spasial kekeringan di Nusa Tenggara Timur. Peta kekeringan merupakan hasil dari interpretasi nilai SPI (Standardized Precipitation Index) yang disajikan dalam gradasi warna. April Mei Januari Juni Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

191 November Juli Desember Gambar 4.1 penyebaran kekeringan di Nusa Tenggara Timur Agustus Berdasarkan peta gradasi warna diatas, musim hujan dan musim kemarau dapat dijelaskan dalam pembahasan dibawah ini: September Oktober a) Musim kemarau April Dari hasil analisis data rata- rata curah hujan dan nilai SPI (Standardized Precipitation Index), bulan April merupakan awal mula masa kekeringan tiba. Berdasarkan nilai SPI (Standardized Precipitation Index) pada bulan April, beberapa kabupaten mengalami kriteria nilai SPI dengan kategori basah yaitu Kabupaten Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Manggarai, dan Malaka. Pada umumnya bulan April masih dalam kriteria kering sedang, dan tidak kering. Namun, terdapat kabupaten yang bahkan sudah mencapai kekeringan tingkat ekstrem, daerah yang sudah mengalami tingkatan ekstrem kering adalah kabupaten Manggarai Barat dengan nilai SPI mencapai -2, Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

192 Mei Pada Bulan Mei wilayah kabupaten Nusa Tenggara Timur didominasi kondisi kekeringan sedang, sangat kering, ekstrem kering dan beberapa kabupaten yang yang masuk dalam kriteria basah. Kabupaten yang masuk dalam kriteria basah adalah kabupaten Manggarai, Timor Tengah Selatan dan Malaka. Sedangkan untuk kriteria sangat kering dan ekstrim kering masing- masing terjadi disebagian Manggarai Barat, Sikka, Belu, kota Kupang, Sabu, Sumba Tengah, Sumba Barat, Sumba Timur Dan Ngada. Juni Pada bulan Juni kabupaten Nusa Tenggara Timur didominasi dengan kriteria kekeringan ekstrem, kekeringan ringan dan kekeringan sedang kecuali Kabupaten Manggarai masih tergolong dalam kategori basah. Sedangkan kabupaten yang tergolong dalam kriteria tidak kering adalah Kabupaten Sumba Barat Daya. Kekeringan ekstrem pada bulan Juni hampir terjadi di seluruh kabupaten di Nusa Tenggara Timur ini diperkuat dengan nilai SPI indeks kekeringan -2. Juli Tidak jauh berbeda dengan kondisi Bulan Juni, pada Bulan Juli umumnya masih dalam kondisi ekstrem kering. Penyebaran daerah dengan kriteria ekstrem kering semakin meluas hampir terjadi di seluruh kabupaten di Nusa Tenggara Timur kecuali pada kabupaten Manggarai yang masih dalam kategori basah. kecuali Kabupaten Gakeo yang tergolong dalam kategori kekeringang ringan. September Pada Bulan September kondisi kekeringan hampir telah terjadi di seluruh kabupaten di Nusa Tenggara Timur, penyebaran daerah-daerah ekstrem kering telah terjadi hampir di seluruh kabupaten di NTT. Namun pada kabupaten Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya masih dalam kategori tidak kering. Oktober Pada bulan oktober kekeringan masih didominasi oleh kekeringan dalam kategori sangat kering, ekstrem kering, dan kering sedang. Nilai SPI untuk kategori ekstrem kering < -2 tentunya hal ini sangat tidak diharapkan oleh masyarakat setempat karena berpengaruh terhadap hasil panen yang ditanam. November Pada bulan November kondisi tingkat kekeringan ekstrem terjadi di beberapa kabupaten antara lain kota Kupang, Malaka, Gekeo, Sumba Barat Daya, Sumba Timur, Manggarai Barat, Flores Timur, Alor, dan Kupang. Sedangkan dalam tingkatan kering ringan terdapat pada Kabupaten Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Belu, Sikka, Ende, Ngada, dan Sabu. Sedangkan dalam kategori basah terdapat pada Kabupaten Sumba Barat, Ngada, Manggarai. Untuk kategori kekeringan sedang terdapat pada kabupaten Sumba Timur, Rote. Agustus Pada Bulan Agustus kondisi kekeringan hampir telah terjadi di seluruh wilayah Nusa Tenggara Timur, penyebaran daerah-daerah dengan kriteria ekstrim kering hampir terjadi diseluruh kabupaten di Nusa Tenggara Timur b) Musim hujan Desember Pada bulan Desember Peningkatan jumlah curah hujan sangat signifikan terbukti dengan adanya nilai SPI (Standardized Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

193 Precipitation Index) masing- masing kabupaten >= 1. Kondisi basah dengan nilai SPI tertinggi terdapat pada Kabupaten Timor Tengah Utara, sedangkan beberapa kabupaten lainnya masih tergolong dalam kategori ekstrem kering yaitu pada Kabupaten Sumba Tengah, Sumba Barat Daya dan Gekeo. Tabel 5. Hasil klasifikasi oldeman Januari Pada bulan januari nilai SPI (Standardized Precipitation Index) di Nusa Tenggara Timur didominasi kriteria basah. Pada bulan Januari merupakan puncak musim hujan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Februari Pada bulan Februari hampir seluruh wilayah nusa tenggara timur berada pada kriteria basah, Sedangkan kabupaten lain yang berada pada kriteria kekeringan ringan terdapat pada kabupaten manggrai timur. Maret Pada bulan Maret curah hujan tidak jauh berbeda dengan bulan januari dan Februari yaitu berda pada kriteria basah. Sedangkan Kabupaten Manggarai Timur masih berada dalam kriteria ekstrem kering. Analisis oldeman Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan data curah hujan dari tahun 2010 sampai tahun 2015 maka diperoleh jumlah bulan basah, bulan kering kelas oldeman dan keterangan dari masing masing kabupaten adalah sebagai berikut: 244 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

194 Berdasarkan tebal diatas jumlah bulan basah yang semakin banyak dan jumlah bulan kering semakin sedikit maka daerah tersebut akan masuk kedalam zona tipe A dan B, namun sebaliknya apabila jumlah bulan kering lebih besar dari jumlah bulan basah maka daerah tersebut akan masuk kedalm zona tipe E. Dari data curah hujan yang digunakan untuk pernghitungan metode oldeman maka didapati kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki empat tipe iklim diantaranya: B2, C3, D3,D4, E3 dan E4. Secara kasat mata dapat diperhatikan bahwa provinsi Nusa Tenggara Timur di dominasi oleh lahan kering sehingga untuk pertumbuhan tanaman pangan masih sangat minim. Berikut ini adalah gambaran secara spasial penyebaan zona agroklimat di Provinsi Nusa Tenggara Timur kemudian pada musim kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija. Tipe C3 : zona tipe C3 tersebar di kabupaten Timor Tengah Selatan dan Sumba Barat. Zona yang cocok untuk kabupaten ini adalah setahun hanya dapat menanam padi satu kali dan penanaman palawija kedua harus berhatihati jangan jatuh pada bulan kering. Tipe D3, D4 : zona tipe D3 dan D4 tersebar di kabupaten Kupang, Belu, Flores Timor, Ngada, Rote Ndao, Manggarai Barat, Sabu Raijua, Kota Kupang. Zona agroklimat untuk tanaman pangan yang cocok untuk daerah dengan tipe D3 dan D4 adalah hanya mungkin bisa ditanam satu kali padi dalam setahun atau satu kali tanaman palawija dalam setahun, tergantung pada adanya persediaan air irigasi. Tipe E3, E4 : zona tipe E3 dan E4 tersebar di kabupaten Timor Tengah Utara, Ende, Sumba Barat Daya, Alor, Lembata, Sikka, Sumba Tengah, Sumba Timur, Gekeo, Manggarai Timur, dan Malaka. Kabupaten ini ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali penanaman palawija, itupun tergantung adanya hujan. Gambar 4.2 Klasifikasi Zona Agroklimat Keterangan: : Zona B2 : Zona E3 dan E4 : Zona C3 : Zona D3 dan D4 Berikut adalah penjelasan dari masingmasing tipe iklim berdasarkan hasil klasifikasi metode oldeman. Tipe B2 : zona tipe B2 hanya cocok pada kabupaten Manggarai. Zona agroklimat untuk tipe ini adalah dapat menanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek, 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: a) Penyebaran kekeringan di Provinsi Nusa Tenggara Timur hampir terjadi di selurh kabupaten, kecuali kabupaten Manggarai. Hal ini dikarenakan kabupaten Manggarai merupakan salah satu kabupaten yang memiliki curah hujan tinggi setiap bulannya. b) Musim kering dimulai dari bulan April hingga bulan Oktober, namun berdasarkan nilai indeks kekeringan SPI, kekeringan ekstrem terjadi pada bulan Juni hingga bulan Oktober. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

195 c) Aplikasi zona agorklimat di provinsi Nusa Tenggara Timur menggunakan metode Oldeman dapat diklasifikasikan menjadi beberapa zona yaitu: B2, C3, D3,D4, E3 dan E4. Secara kasat mata dapat diperhatikan bahwa provinsi Nusa Tenggara Timur di dominasi oleh lahan kering sehingga untuk pertumbuhan tanaman pangan masih sangat minim. d) Tipe B2 terjadi pada kabupaten Manggarai. Tipe C3 menyebar di Kabupaten TTS dan Sumba Barat. Tipe D3 dan D4 menyebar di Kabupaten Kupang, Belu, Flotim, Ngada, Rote Ndao, Mabar, Sabu, Kota Kupang. Tipe E3 dan E4 menyebar di Kabupaten TTU, Ende, Sumba Barat Daya, Alor, Lembata, Sikka, Sumba Tengah, Sumba Timur, Gekeo, Matim, dan Malaka. Lingkungan Hidup (PPLH), Universitas Udayana, Bali. Bali. Kamala, Rifqi Analisis Agihan Iklim Klasifikasi Oldeman Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Kabupaten Cilacap. Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. 6. REFERENSI Muliawan, Hadi, dkk. Analisa Indeks Kekeringan Dengan Metode Standardized Precipitation Index (SPI) Dan Sebaran Kekeringan Dengan Geographic Information System (GIS) Pada Das Ngrowo. Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya. Malang. Utami, Dwi, dkk Prediksi Kekeringan Berdasarkan Standardized Precipitation Index (SPI) Pada Daerah Aliran Sungai Keduang Di Kabupaten Wonogiri. Fakultas Teknik, Jurusan teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Sonjaya, Irma Analisa Standardized Precipitation Index (SPI) Di Kalimantan Selatan. Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Banjarbaru. A.R. As-syakur1), dkk Pemutakhiran Peta Agroklimat Klasifikasi Oldeman Di Pulau Lombok Dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi. Pusat Penelitian 246 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

196 PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN: SELF ORGANIZING FEATURE MAPS UNTUK MANAGEMEN BENCANA Nur Insani FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta Abstrak Saat ini, pencemaran udara memiliki menjadi masalah serius di dunia. pembukaan lahan dan kebakaran hutan menjadi penyumbang utama terhadap kualitas udara di masyarakat. Selain itu, trend peningkatan pendapatan serta adanya berbagai penawaran kendaraan murah, juga memberikan kontribusi pada polusi udara. Beberapa konsekuensi serius terjadi di banyak daerah: kesehatan, ekosistem, pertanian, ekonomi dan pendidikan. Pada akhirnya hal ini akan memberikan banyak kerugian dan krisis global. Telah banyak penelitian dan kebijakan yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah ini, namun pada umumnya pendekatan penyelesaian masalah diberikan secara global atau sama rata untuk setiap wilayah. Faktanya setiap wilayah mempunyai karakteristik yang berbeda-beda sehingga untuk menanggulangi suatu masalah harus disesuaikan dengan keadaan wilayah masing-masing. Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan Self- Organizing Feature Maps (SOFM), jaringan saraf tiruan tanpa pengawasan,untuk memetakan dan mengelompokkan provinsi-provinsi di Indonesia berdasarkan kesamaan 23 fitur/karakteristik, yang diantaranya berupa kedaan geografis serta kesiapan penduduk dalam mitigasi. Dari hasil perhitungan, jumlah klaster yang terbentuk 5 dimana provinsi yang mempunyai kesamaan fitur terletak saling berdekatan. Hasil informasi ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar tindak lanjut pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah/bencana nasional dengan lebih efektif dan tepat sasaran. Kata Kunci: Self-Organizing Feature Maps (SOFM), artificial neural network, managemen bencana 1. PENDAHULUAN Bencana adalah suatu kejadian yang menimbulkan kerugian, penderitaan bahkan kematian pada makhluk hidup maupun lingkungan sekitar. Bencana dapat terjadi akibat aktivitas alam atau manusia atau kombinasi keduanya. Dari penyebabnya, bencana dapat dibagi menjadi 2, yaitu bencana alam dan bencana manusia. Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang tidak dapa dihindari oleh seseorang atau suatu wilayah. Beberapa bencana alam yang sering terjadi Indonesia yaitu banjir, gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, tanah longsor, kekeringan, badai trofis, kebakaran hutan dan wabah penyakit. Dampak dari bencana sangat tergantung pada 1) Sumber atau jenis bencana, 2) Kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana melalui manajemen bencana serta deteksi dini bencana, 3) Tempat atau lokasi, 4) Daya tahan manusia dan lingkungan. Wilayah Indonesia dibagi ke dalam beberapa tingkat wilayah administratif, yaitu provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa atau disebut dengan nama lain yang merupakan wilayah administratif terkecil. Untuk berbagai keperluan, data mengenai klasifikasi wilayah desa dan kota sangat bermanfaat terutama dalam hal perencanaan pembangunan. Perencanaan pembangunan wilayah mencakup berbagai aspek yang tentunya mempertimbangkan peran keterkaitan antara desa dan kota. Pembangunan yang sangat pesat pada berbagai bidang akan memberikan manfaat yang cukup besar diantaranya yaitu Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

197 peningkatan perekonomian, kemajuan teknologi dan kemajuan pembangunan. Kemajuan pembangunan yang diikuti dengan adanya pembangunan sarana dan prasarana yang digunakan untuk kepentingan masyarakat akan memberikan dampak positif berupa peningkatan kualitas hidup. Dengan kata lain, nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) suatu wilayah berdampak pula pada kualitas lingkungan hidup pada wilayah tersebut. Peningkatan nilai IPM berbanding lurus dengan peningkatan kualitas hidup, namun sayangnya pada umumnya tidak diimbangi dengan adanya peningkatan kualitas lingkungan. Penurunan kualitas lingkungan diantaranya adalah polusi udara, tanah dan air. Meningkatnya pencemar di udara disebabkan oleh bertambahnya jumlah industri dan transportasi yang menghasilkan buangan. Degradasi lingkungan tersebut memerlukan perhatian yang cukup serius dari berbagai pihak karena akhirnya akan memberikan dampak yang cukup luas. Dampaknya yang lebih jauh adalah potensi timbulnya banjir, masalah kesehatan masyarakat dan wabah penyakit lainnya. Dilain pihak, dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN, maka setiap wilayah di Indonesia dituntut berlomba-lomba diri mengembangkan diri baik dalam bidang industri, jasa, permukiman, pendidikan, perdagangan, kebudayaan maupun transportasi. Seiring dengan perkembangan tersebut, tanpa disadari terjadi alih fungsi lahan dari lahan pertanian yang tidak terbangun menjadi daerah terbangun (built up area). Alih fungsi ini akan meningkatkan kepadatan penduduk maupun kepadatan pemukiman. Hal ini akan menyebabkan lingkungan semakin tidak dapat mendukung kehidupan secara harmonis. Perluasan lahan terbangun beserta aktivitas penduduknya akan memicu permasalahan penurunan kualitas lingkungan, yang ujung-ujungnya kembali lagi menimbulkan bencana, khsusunya bencana banjir. Berdasar data pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP), bencana yang paling terjadi di Indonesia sejak tahun adalah banjir. Pemerintah Indonesia selama ini telah berusaha keras untuk mengatasi masalahmasalah dan bencana yang terjadi. Pengendalian bencana ini dilakukan dengan berbagai teknik dan pengukuran tertentu yang melibatkan teknologi, material, pengoptimalan maupun pembatasan terhadap parameter ukuran [13]. Namun sayangnya, pada umumnya pendekatan penyelesaian masalah bencana masih diberikan secara global. Artinya dari satu wilayah dengan wilayah yang lain diberikan pendekatan penyelesaian yang sama atau bersifat repetitive. Faktanya, setiap daerah atau wilayah mempunyai karakteristik berbedabeda satu sama lain seperti letak geografis, potensi dan keadaan alam, serta penduduknya yang berbeda-beda baik dari segi pendidikan, penghasilan dan tingkah laku. Jika masingmasing karakteristik wilayah tersebut diketahui, maka kita akan mengetahui penyelesaian serta penanggulangan masalah bencana yang cocok untuk wilayah tersebut. Berdasar pada uraian permasalahan diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mengelompokkan/mengklaster wilayah provinsi-provinsi di Indonesia berdasar kesamaan karakteristik wilayah, dengan tujuan akhirnya yaitu menghasilkan suatu peta pemetaan seluruh wilayah Indonesia yang harapannya dapat menjadi suatu masukan bagi pemerintah dan pihak terkait untuk menanggulangi bencana dengan lebih efisien. Metode yang digunakan yaitu Self Organizing Featuring Maps (SOFM) yaitu metode unsupervised yang mampu menggambarkan kesesuaian untuk mempelajari, melakukan generalisasi, dan pemodelan non-linear relations. Output yang dihasilkan mampu direpresentasikan dengan lokasi daerah, waktu dan pengelompokan terhadap kelas tertentu. SOFM dapat 248 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

198 mereduksi data berdimensi tinggi menjadi dimensi dua tanpa menghilangkan outlier. 2. KAJIAN LITERATUR 2.1. Self Organizing Featuring Maps (SOFM) Suatu pemetaan harus didasarkan pada pengamatan, pengalaman, dan pemikiran ilmiah. Salah satu teknik soft computing yang dapat digunakan untuk keperluan ini adalah metode artificial neural network (ANN) atau jaringan syaraf tiruan (JST). Adapun salah satu algoritma yang dapat digunakan pada metode ini adalah algoritma Self Organizing Featuring Maps (SOFM). JST sendiri adalah cabang ilmu artificial intelligence yang merupakan salah satu sistem pemrosesan informasi yang didesain dengan menirukan cara kerja otak manusia dalam menyelesaikan suatu masalah. Menurut Marimin dalam Indrawanto, metode JST memiliki karakteristik yang menyerupai jaringan syaraf biologi dalam memproses informasi. Salah satu penerapan JST adalah untuk pemetaan data input dengan suatu pola yang diinginkan [25]. JST telah banyak diaplikasikan dalam bidang komputer, teknik, ilmu murni, perdagangan, financial dan lain-lain. Diantaranya adalah pengklasifikasian jenis tanah [31], dalam penelitian ini digunakan metode ANN Backpropragation untuk mengenali pola dalam pengklasifikasian jenis tanah ke dalam jenis gravel, sand, slit/ sloam, clay, heavy clay, atau peat, dengan bantuan software Weka Sedangkan Giri Daneswara dan Veronika S Moertini (2004) dalam penelitiannya mengaplikasikan jaringan syaraf tiruan Backpropagation untuk klasifikasi data. Contoh aplikasi yang lain adalah pengenalan daun untuk klasifikasi tanaman [32], pemodelan multivariat deret waktu sumber daya air [33], prakiraan harga minyak sawit [35]. Kohonen Self Organizing Map atau SOFM merupakan suatu alat yang sempurna di dalam mengeksplorasi data mining, dan telah dikenal dengan baik memiliki kemampuan untuk melakukan clustering [35]. Pada [36], aplikasi analisis kluster menggunakan SOFM digunakan untuk mennganalisa talenta pemain basket. SOFM merupakan algoritma yang melakukan pemetaan dari data yang ada di ruang vector berdimensi tinggi ke ruang vector dua dimensi yang terletak pada lokasi yang berdekatan. SOFM terdiri dari dua lapisan (layer), yaitu lapisan input dan lapisan output. Setiap neuron dalam lapisan input terhubung dengan setiap neuron pada lapisan output. Setiap neuron pada lapisan output merepresentasikan kelas (cluster) dari input yang telah diberikan. SOFM merupakan generalisasi dari jaringan kompetitif, dan merupakan jaringan tanpa supervise [38]. SOFM disusun oleh sebuah lapisan unit input yang dihubungkan seluruhnya ke lapisan unit output, yang kemudian unit-unit diatur di dalam topologi khusus seperti struktur jaringan. Secara umum arsitektur jaringan SOFM dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 2.1. Arsitektur SOM [37] Langkah-langkah dalam melakukan algoritma SOFM adalah 1) Menentukan pembobotan weight sesuai dengan jumlah data input, kemudian weight tersebut akan digunakan pada rumus untuk mendapatkan nilai yang paling kecil, 2) Memperbarui Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

199 weight hingga diperoleh weight akhir yang terbaik. Dari weight akhir tersebut akan dicari jarak diantara keduanya, jarak paling dekat antara weight akan menentukan termasuk ke dalam klaster mana data tersebut. Neighbour disekitar weight akan termasuk ke dalam klaster dengan weight terdekat, 3) Langkah 1 dan 2 dilakukan berulang kali untuk menentukan jumlah klaster paling optimal Pengklasteran (Clustering) Clustering adalah proses pengelompokkan/pengklasteran satu set objek data ke dalam beberapa kelompok atau cluster sehingga objek dalam sebuah cluster memiliki jumlah kemiripan yang tinggi, tetapi sangat berbeda dengan objek di cluster lain. Ketidakmiripan dan kesamaan data dinilai berdasarkan nilai atribut yang menggambarkan objek dan sering melibatkan perlakuan jarak. Clustering sebagai alat data mining memiliki banyak cabang aplikasi seperti biologi, keamanan, intelijen bisnis, dan pencarian web [27]. Prinsip dari clustering adalah memaksimalkan kesamaan antar anggota satu kelas dan meminimumkan kesamaan antar cluster. Clustering dapat dilakukan pada data yang memiliki beberapa atribut yang dipetakan sebagai ruang multidimensi. Ilustrasi dari clustering dapat dilihat di Gambar 2.2 dimana lokasi, dinyatakan dengan bidang dua dimensi, dari pelanggan suatu toko dapat dikelompokan menjadi beberapa cluster dengan pusat cluster ditunjukkan oleh tanda positif (+). Beberapa algoritma pada teknik clustering memerlukan fungsi perhitungan jarak untuk mengukur kemiripan antar data, diperlukan juga metode untuk normalisasi beberapa atribut yang dimiliki data [28]. Gambar 2.2. Contoh klasterisasi Secara sederhana, clustering dapat dikonsentrasikan pada jarak Euclidean antar record: dimana, dan yang melambangkan nilai atribut m dari dua record. Fungsi perhitungan matrik lainnya juga ada, seperti jarak cityblock: atau jarak Minkowski, yang merupakan kasus umum dari dua metrik sebelumnya untuk eksponen q secara umumnya: untuk kategori atribut, dapat didefinisikan berbeda dari fungsi untuk membandingkan nilai atribut ke i dari sepasang nilai: { dimana dan adalah nilai kategorik. Kemudian dapat mengganti different untuk i, dalam metrik jarak Euclidean diatas. Perfoma yang optimal dari algoritma clustering sama seperti algoritma klasifikasi. Algoritma ini membutuhkan data yang akan dinormalisasi sehingga tidak ada variabel tertentu atau bagian dari variabel yang 250 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

200 mendominasi analisis. Analisis dapat menggunakan salah satu dari min-max normalisasi atau standar Z-Score. Secara umum teknik clustering memiliki tujuan pada identifikasi kelompok data dimana kesamaan dalam suatu kelompok data sangat tinggi sedangkan kesamaan dengan kelompok data lain sangat rendah [29]. 3. METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah data geografis dan kependudukan dari 34 provinsi di Indonesia. Sampel penelitian adalah data dari tahun 2014 yang diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia.Variabel dalam penelitian ini ada sebanyak 23 yaitu 1) Jumlah Penduduk Laki-laki, 2) Jumlah Penduduk Perempuan, 3) Persentase Melek Huruf, 4) Indeks Pembangunan Manusia, 5) Ketersediaan Sistem Peringatan Dini Bencana Alam, 6) Ketersediaan Perlengkapan Keselamatan, 7) Banyaknya desa yang memiliki jalur evakuasi/mitigasi bencana alam, 8) Jumlah RT yang memilah sampah, 9) Jumlah RT yang telah memanfaatkan air bekas, 10) Jumlah kendaraan roda dua, 11) Jumlah kendaraan roda empat, 12) Jumlah pemukiman kumuh, 13) Tingkat pencemaran air, 14) Tingkat pencemaan tanah, 15) Tingkat pencemaran udara, 16) Luas daerah, 17) Banyaknya sumur serapan, 18) Banyaknya lubang resapan bipori, 19) Tekanan udara, 20) Lama penyinaran matahari, 21) Lahan kritis, 22) Jumlah luas hutan dan perairan, dan 23) Jumlah curah hujan. Variabel-variabel tersebut diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. Penelitian ini menggunakan SOFM untuk memetakan dan mengklaster 34 provinsi di Indonesia berdasarkan kesamaan ke-34 karakteristik masing-masing wilayah. Ketigapuluh empat atribut diatas dipilih berdasarkan sumber daya dan alam yang tersedia di wilayah tersebut, keadaan alam dan geografis serta kesiapan masyarakatnya dalam menanggulangi bencana alam maupun bencana manusia. Atribut IPM juga dimasukkan dalam perhitungan karena tingkat pembangunan manusia dalam hal ini rata-rata pengeluaran per kapita, rata-rata lama sekolah serta angka harapan hidup memberikan kontribusi penting dalam pencegahan bencana. Jika seluruh atribut-atribut tersebut juga diperhitungkan maka program pencegahan serta penyelesaian masalah bencana akan lebih mengena sesuai target dan lebih efisien. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap awal dalam penelitian ini adalah menvisualisasi data berdimensi tinggi kedalam dimensi dua dengan menggunakan Viscovery SOMine. Viscovery SOMine yang merupakan suatu perangkat lunak bantu berbentuk alur kerja untuk mengolah Self Organizing Map (SOM) dan statistik multivariat untuk eksplorasi data mining dan pemodelan prediktif. Data yang digunakan terdiri dari 33 provinsi yang ada di Indonesia, dimana setiap data didefinisikan bersama 23 fitur/karakteristiknya. Sebelumnya dilakukan prosedur preprocessing pada kedua puluh tiga fitur/karakteristik yang meliputi 1 transformasi menggunakan logaritma transformasi untuk mengimprovisasi pendistribusian data menjadi normal. Dengan Viscovery SOMine, dihasilkan SOFM menggunakan map persegi dengan ratio kurang lebih 100:77, melalui training sebanyak 40 siklus. Gambar 4.1 menampilkan distribusi 5 klaster dimana 23 fitur diproyeksikan menjadi peta 2 dimensi. Ukuran dari klaster menunjukkan banyaknya data yang masuk pada klaster tersebut. Dua data akan salaing berdekatan jika vektor 23 fiturnya similar, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

201 sesuai dengan metrik jarak Euclidian. Untuk efisiensi kelima klaster diberi C1 (daerah biru), C2 (daerah merah), C3 (daerah kuning), C4 (daerah hijau), dan C5 (daerah ungu). Distribusi ke 33 data dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut. Dari hasil komputasi, dapat dilihat pula dominasi fitur/karakteristik tertentu pada tiap klaster seperti yang terlihat pada Gambar 4.2. Gambar 4.1. Distribusi 33 provinsi di Indonesia pada 5 klaster Gambar 4.2. Distribusi fitur/karakteristik data pada ruang data Nilai-nilai yang berkaitan dengan satu variable diperlihatkan pada warna dari neuron/syaraf, dimana warna panas (merah, oranye, kuning) merepresentasikan nilai-nilai yang tinggi, sedangkan warna dingin (seperti biru) merepresentasikan nilai rendah. Dari gambar 4.1 dan gambar 4.2, dapat pula disimpulkan secara garis besar bahwa data atau provinsi yang ada pada klaster 1 mempunyai jumlah kendaraan roda dua yang tinggi pada setiap rumah tangga (RT), jumlah melek huruf yang tinggi serta tekanan udara yang tinggi. Pada klaster ini pula, dapat terlihat jika sebagian penduduk telah membuat sumur resapan dan tingkat IPM yang agak rendah. 252 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

202 Dari hasil diatas, dapat disimpulkan pula bahwa daerah-daerah pada klaster 2 mempunyai jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan yang rendah, begitu pula dengan jalur evakuasi yang masih terbilang rendah-medium. Adapun provinsi-provinsi yang berada di klaster tersebut mempunyai hutan yang relatif kecil, luas daerah yang kecil, tingkat pencemaran udara, air dan tanah yang rendah. Pada klaster 3, meskipun daerah pada klaster ini mempunyai tingkat pencemaran udara, air, dan tanah yang relatif rendah, namun kesadaran untuk memilah sampah organik dan anorganik masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari warna neuron untuk jumlah rumah tangga yang sadar memilah sampah didominasi dengan warna dingin. Namun hal ini diimbangi dengan kesadaran untuk memanfaatkan air bekas dalam rumah tangga. Daerah-daerah yang berada pada klaster keempat cenderung lebih maju. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk yang relatif rendah-medium, serta jumlah luas hutan dan daerah medium. Walaupun tingkat pencemaran udara, air dan tanah serta jumlah sumur resapan pada kelompok ini cenderung rendah, namun tidak diimbangkan dengan kesadaran untuk memilah sampah dengan benar. Daerah pada klaster kelima mempunyai jumlah penduduk perempuan yang tinggi namun jumlah penduduk yang pria rendah. Dengan adanya jumlah luas hutan yang tinggi maka diikuti pula dengan relatif tingginya jumlah curahan hujan. Walaupun daerahdaerah pada kelompok ini mempunyai jumlah pemukinan kumuh relatif tinggi, namun jumlah perlengkapan keselamatan terhadap bencana masih cenderung rendah. Gambar 4.3 menampilkan hasil perhitungan statistik untuk masing-masing klaster, sedangkan tabel 4.1 menampilkan hasil dari klasterisasi dari ke-33 provinsi yang ada di Indonesia. C Freq. Jmlh Pddk P Gambar 4.3 Beberapa nilai statistika dari setiap klaster C % Cluster C1 C2 Provinsi S.P Jlr.Eva P.Air Jmlh Pemukiman Kumuh C % C % C % C % Sulteng, Kalteng, Kalbar, Kaltim, Kalsel, Sumsel, Riau, Sumut, Jambi, Lampung, Sumbar, Aceh, Sulsel, Banten DKIJakarta, Balbel, Gorontalo, NTT, DIY, Sulut, Bali, Sultengah, NTB C3 Bengkulu, Maluku Utara, Papua Tabel 4.1 Barat, Distirusi Maluku, 33 Provinsi Sulbar, di setiap Kep Riau klaster Secara C4 umum, Jatim, Jabar, provinsi Jateng yang berada pada klaster berbeda mempunyai fitur atau karakterisitk C5 Papua yang berbeda dengan daerah pada klaster yang lain. Klaster 1 merupakan kelompk daerah yang pada umumnya berada di pulau Sumatera dan Kalimantan. Sementara itu, dearah yang sudah maju berada pada klaster 4. Sedemikian sehingga agar bencana alam ataupun bencana yang terjadi karena manusia dapat dieliminir serta pencegahan maupun pendekatan dalam penyelesaiannya dapat dilakukan secara efisien dan tepat sasaran, sesuai dengan karakteristik masing-masing klaster. Pendekatan penyelesaian tidak dapat digeneralisir untuk seluruh daerah atau provinsi. 5. KESIMPULAN Dengan menggunakan SOFM, dapat dilakukan pengelompokkan data sesuai dengan Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

203 kesamaan fitur/karakterstik masing-masing data, dalam hal ini provinsi. SOFM dapat mengklaster data tanpa harus membuang outlier seperti pada metode pengklasteran lainnya. Diharapkan dengan adanya pemetaan wilayah berdasar karakteristik wilayah/daerah, maka penanggulangan dan pencegahan bencana dapat dilakukan lebih efisien dan tepat sasaran. Dari hasil penelitian, diperoleh 5 klaster dimana masing-masing provinsi yang mempunyai kesamaan karakterisitk, dalam hal ini kesamaan keadaan geografis serta kesiapan penduduknya dalam mitigasi, berada pada klaster yang sama. Saran untuk penelitian selanjutnya, fitur/karakteristik wialayah dapat diperbanyak dan disesuaikan dengan bencana yang terjadi. Dapat pula dikombinasi dengan jumlah kerusakan yang terjadi akibat bencana tersebut. 6. REFERENSI [1] Y. Zhao and G. Karypis, "Criterion functions for document clustering: Experiments and analysis," Machine Learning, 55(3), p , June [2] J. Vesanto, "Self-Organizing Map of Matlab: The SOFM Toolbox," elsinsky University of Technology, [3] E. A. Uriarte and F. D. Martín, "Topology Preservation in SOFM," International Journal of Applied Mathematics and Computer Sciences, Winter, p. 19, [4] R. D. Tamin, "Integrated Air Quality Management In Indonesia," [5] M. Steinbach, G. Karypis and V. Kumar, "A comparison of 7 document clustering techniques. In KDD Workshop on Text Mining," p [6] G. Salazar, A. Veles, M. Parra and L. Ortega, "A Cluster Validity Index for Comparing Non-hierarchical Clustering Methods," [Online]. Available: [7] G. Pölzlbauer, "Survey and Comparison of Quality Measures for Self-Organizing Maps," Department of Software Technology Vienna University of Technology. [8] R. Piyatida and C. Boonorm, "Comparison of Clustering Techniques for Cluster Analysis," Kasetsart J. (Nat. Sci.) 43, pp , [9] J. Moehrmann, A. Burkovski, E. Baranovskiy, G.-A. Heinze, A. Rapoport and G. Heidemann, "A Discussion on Visual Interactive Data Exploration using Self- Organizing Maps," p. 6. [10] S.-T. Li, "Multi-Resolution Spatiotemporal Data Mining for the Study of Air Pollutant Regionalization," Proceedings of the 33rd Hawaii International Conference on System Sciences, [11] S.-T. Li, "Data mining to aid policy making in air pollution management. Expert Systems with Applications," pp , [12] T. Kohonen, "Engineering Applications of Self-Organizing Map," PROCEEDINGS OF THE IEEE, p. 84, [13] KABAPEDAL, "Laporan Pemeliharaan Stasiun Monitoring Udara Ambient," Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Surabaya, [14] L. Jouko, "Generative Probability Density Model in the Self Organizing Map. Laboratory of Computational Engineering, Helsinski University of Technology." [15] D. R. Jain AK, "Algorithms for Clustering Data," New Jersey: Prentice Hall, [16] P. Hájek and V. Olej, "Air Quality Modelling by Kohonen s Self-organizing 254 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

204 Feature Maps and LVQ," Wseas Transactions On Environment And Development, [17] P. Hájek, "Air Quality Indices and their Modelling by Hierarchical Fuzzy Inference," Wseas Transactions On Environment And Development, [18] H. D. Ferita, "City Report of Surabaya. AUICK First 2006 Workshop," [19] K. Ferenc, L. Csaba and B. Attila, "Cluster Validity Measurement Techniques," Department of Automation and Applied Informatics Budapest University of Technology and Economics. [20] M. Efraimidou, "Data Mining Air Quality Data for Athens, Greece," Shaker Verlag, Managing Environmental Knowledge ( ), [21] M. Dittenbach, "The Growing Hierarchical Self-Organizing Map," Proceedings of the Int l Joint Conference on Neural Networks (IJCNN 2000), [22] Asdep PPU Sumber Bergerak, "Evaluasi Polusi Udara Perkotaan Kementerian Lingkungan Hidup," Jakarta, [23] "The Global Source for Summaries & Reviews," 19 Mei [Online]. [24] "Managing Air Quality by 'Data Mining' UK," [25] [Online]. Available: [26] [Online]. Available: 4 [27] Han, J, Kamber, M, & Pei, J Data Mining: Concept and Techniques, Second Edition. Waltham: Morgan Kaufmann Publishers. [28] Kusnawi Pengantar Solusi Data Mining. Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT). Yogyakarta: STMIK AMIKOM Yogyakarta. [29] Larose, Daniel T Discovering Knowledge In Data: An Introduction to Data mining. New Jersey: JohnWilley& Sons. Inc. [30] Yedla, Madhu, Pathakota, Srinivasa R, & Srinivasa, T.M Enhancing K-means Clustering Algorithm eith Improved Initial Center. International Journal of Computer Science and Information Technologies, Vol. 1(2). Hlm [31] Nafisah, S., Puspitodjati, S., & Wulandari, Pengklasifikasian Jenis Tanah Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Dengan Algoritma Backpropagation. Seminar Ilmiah Nasional Komputer dan Sistem Intelijen (KOMMIT 2008) (pp ; ISSN: ). Jakarta: Universitas Gunadarma. [32] Budi, G. S., Handayani, T. F., & Adipranta, R. (2008). Aplikasi Pengenalan Daun untuk Klasifikasi Tanaman dengan Metode Probabilistik Neural Network. Procceding Seminar Ilmiah Nasional Komputer dan Sistem Intelijen (KOMMIT 2008); ISSN: , (pp ) [33] Ferianto, S. D., & Iwan, K. H. (2003). Pemodelan Multivariat Deret Waktu Sumber Daya Air Menggunakan Jaringan Syaraf Buatan. Jurnal Pengembangan Keairan Badan Penerbit Undip, 1 Tahun 10, [34] Salya, D. H. (2006). Rekayasa Model Sistem Deteksi Dini Perniagaan Minyak Goreng Kelapa Sawit. Bogor: Disertasi Sekolah Pascasarjana IPB. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

205 [35] Du, K.-L., & Swamy, M. (2006). Neural Networks in a Softcomputing Framework. London: Springer. [36] Harryanto, S. (2006) Aplikasi cluster analysis menggunakan self organizing maps (SOM) untuk analisa talenta pemain basket. other thesis, Petra Christian University. [37] Kristanto, A. (2004). Jaringan Syaraf Tiruan (Konsep Dasar, Algoritma dan Aplikasi). Yogyakarta: Gava Media. [38] Siang, J. J. (2009). Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya Menggunakan MATLAB (Ed. II). Yogyakarta: Andi Offset. 256 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

206 ANALISIS JALUR TERHADAP PENGANGGURAN DI KOTA CIREBON TAHUN Latifa Wulandari 1), Jaka Nugraha 2) 1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia, latifawulandari98@gmail.com 2 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia, jknugraha@gmail.com Abstrak Pengangguran merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan ekonomi yang dapat dilihat dari kemampuannya dalam menyediakan lapangan pekerjaan. Kota Cirebon masih disesaki pengangguran. Berdasarkan data dari BPS, tingkat pengangguran terbuka Kota Cirebon pada tahun 2014 mengalami kenaikan dari 9,02% menjadi 11,02%. Kemudian data yang tercatat di Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Cirebon pada bulan juni 2015 angka pengangguran hampir mencapai 15 ribu jiwa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka di Kota Cirebon. Data yang digunakan yaitu laju pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja dan pertumbuhan penduduk dan tingkat pengangguran terbuka dari tahun Analisis yang digunakan yaitu analisis jalur. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa yang berpengaruh terhadap tingkat pengangguran terbuka hanyalah tingkat partisipasi angkatan kerja dan laju pertumbuhan penduduk. Besarnya pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap tingkat pengangguran terbuka yaitu sebesar 37,09% dan besarnya pengaruh laju pertumbuhan penduduk terhadap tingkat pengangguran terbuka adalah 20,52%. Kata Kunci : Pengangguran Terbuka, Angkatan Kerja, Analisis Jalur,. 1. PENDAHULUAN Masalah pengangguran merupakan penyakit ekonomi yang sukar untuk disembuhkan. Pengangguran merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan ekonomi, yang dapat dilihat dari kemampuannya dalam menyediakan lapangan pekerjaan (Alam, S. 2011). Berdasarkan data dari BPS, tingkat pengangguran terbuka Kota Cirebon pada tahun 2014 mengalami kenaikan dari 9,02% menjadi 11,02%. Menurut kabar Cirebon, Kota Cirebon masih disesaki pengangguran. Data yang tercatat di Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Cirebon pada bulan juni 2015 terdapat orang pencari kerja. Menurut Sukirno (2008) Apabila di suatu negara pertumbuhan ekonominya mengalami kenaikan, yang berarti secara ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran disuatu wilayah. Sedangkan menurut BPS (2013), apabila perekonomian tidak dapat menyerap pertumbuhan tenaga kerja yang ada, maka akan terjadi peningkatan pengangguran yang selanjutnya dapat mengakibatkan permasalahan sosial. Kemudian tingkat pertumbuhan penduduk bila tidak diiringi dengan penciptaan lapangan kerja maka menyebabkan masalah pengangguran yang ada di suatu daerah menjadi semakin serius. Berdasarkan pemaparan diatas, penulis ingin mengkaji tentang pengaruh, laju pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja dan laju pertumbuhan Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

207 penduduk terhadap tingkat pengangguran terbuka di Kota Cirebon. 2. KAJIAN LITERATUR Teknik analisis jalur pertama kali dikembangkan oleh Sewal Wright pada tahun Model analisis jalur yang dibicarakan adalah pola hubungan sebab akibat. Oleh sebab itu, rumusan masalah penelitian dalam kerangka analis jalur yaitu : (1) Apakah variabel eksogen (X1, X2,..., Xn) berpengaruh terhadap variabel endogen Y. (2) Berapa besar pengaruh kausal langsung, kausal tidak langsung, kausal total maupun simultan seperangkat variabel eksogen (X1, X2,..., Xn) terhadap variabel endogen. (Riduwan & Kuncoro, 2007). a. Model Persamaan Struktural Persamaan struktural atau juga disebut model struktural yaitu apabila setiap variabel terikat/endogen (Y) secara unik keadaannya ditentukan oleh seperangkat variabel bebas/eksogen (X). Selanjutnya gambar yang meragakan struktur hubungan kausal antar variabel disebut diagram jalur (path diagram). Jadi, persamaan ini Y=F (X 1 ;X 2 ;X 3 ) dan Z=F(X 1 ;X 3 ;Y) merupakan persamaan struktural karena setiap persamaan menjelaskan hubungan kausal yaitu variabel eksogen X 1, X 2 dan X 3 terhadap variabel endogen Y dan Z. Lebih jelasnya, maka digambarkan diagram jalur untuk model struktural sebagai berikut. (Sumber : Riduwan & Kuncoro(2007)) Persamaan struktural untuk diagram jalur yaitu : Y= Z= Gambar 2.2 Sub Struktur 1 Hubungan Kausal X 1, X 2, dan X 3 ke Y (Sumber : Riduwan & Kuncoro(2007)) Gambar 2.3 Sub Struktur 2 Hubungan Kausal X 1, X 3 dan Y ke Z (Sumber : Riduwan & Kuncoro (2007)) Gambar 2.1 Diagram Jalur Hubungan Kausal X 1, X 2, X 3, dan Y Ke Z 258 Dari gambar 2.2 dan 2.3 dapat dijelaskan bahwa : merupakan koefisien jalur (path coefficient) untuk setiap variabel eksogen k. Koefisien jalur menunjukkan pengaruh langsung variabel eksogen k terhadap variabel endogen i. Sedangkan ε i menunjukkan variabel atau faktor residual Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

208 yang fungsinya menjelaskan pengaruh variabel lain yang telah teridentifikasi oleh teori, tetapi tidak diteliti atau variabel lainnya yang belum teridentifikasi oleh sebuah diagram jalur, tanda panah berujung ganda ( ) menunjukkan hubungan korelasional dan tanda panah satu arah ( ) menunjukkan hubungan kausal atau pengaruh langsung dari variabel eksogen (X) terhadap variabel endogen (Y). Jadi, secara sistematik path analysis mengikuti pola model struktural, sehingga langkah awal untuk mengerjakan atau penerapan model path analysis yaitu dengan merumuskan persamaan struktural dan diagram jalur yang berdasarkan kajian teori tertentu yang telah diuraikan di atas. (Riduwan & Kuncoro, 2007) 3. METODE PENELITIAN Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan software MS.Excel, analisis Jalur dengan software SPSS 17.0 dengan data laju pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja, pertumbuhan penduduk dan tingkat pengangguran terbuka tahun di Kota Cirebon, Jawa Barat. Variabel-variabel yang digunakan penelitian ini adalah: dalam a. Tingkat pengangguran terbuka (Y) Merupakan salah satu indikator ketenagakerjaan yang digunakan untuk mengetahui berapa banyak penduduk umur kerja yang sedang mencari pekerjaan. Tingkat pengangguran terbuka dihitung dari perbandingan antara jumlah pencari kerja dengan jumlah angkatan kerja. b. Laju Pertumbuhan Ekonomi (X1) Laju pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah dalam perekonomian selama kurun waktu setahun dengan satuan persen. Semakin baik pertumbuhan produksi barang dan jasa yang dihasilkan sektor-sektor ekonomi, maka semakin baik pula pertumbuhan ekonominya, yang berarti secara ekonomi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran disuatu wilayah. c. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (X2) Tingkat partisipasi angkatan kerja adalah salah satu indikator ketenagakerjaan yang diperoleh dari perbandingan antara penduduk yang bekerja dan mencari pekerjaan (angkatan kerja) dengan penduduk umur kerja. d. Laju Pertumbuhan Penduduk (X3) Pertumbuhan penduduk mengacu pada presentase rata-rata perkembangan penduduk di suatu wilayah dalam kurun waktu satu tahun. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan dari masing-masing variabel, baik variabel eksogen yaitu laju pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja dan laju pertumbuhan penduduk dan variabel endogen yaitu tingkat pengangguran terbuka. Grafik tingkat pengangguran terbuka dari data tahun 2005 hingga 2014 tersaji sebagai berikut: Gambar 4.1 Grafik tingkat pengangguran terbuka di kota cirebon tahun Berdasarkan gambar 4.1 dapat diketahui bahwa pada Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kota Cirebon pada tahun 2005 yaitu sebesar yang berarti dari 100 penduduk yang termasuk angkatan kerja, secara rata-rata 13 orang di antaranya adalah Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

209 tingkat pengangguran terbuka (%) tingkat pengangguran terbuka (%) 12,6112,12 10,14 10,7411,1810,94 12,1312,71 11,02 9, pencari kerja (pengangguran). Dapat dilihat bahwa pada tahun 2005 hingga 2007 tingkat pengangguran terbuka kota cirebon mengalami penurunan. Kemudian pada tahun 2008 hingga 2012 mengalami fluktuatif yang cukup signifikan. Lalu pada tahun 2013 mengalami penurunan yang sangat signifikan yaitu menjadi 9.02%. Pencapaian ini tidak lepas dari upaya pemerintah Kota Cirebon dalam memberantas pengangguran. Kemudian pada tahun 2014 mengalami kenaikan atau bertambah menjadi persen. Menurut BPS, hal ini dimungkinkan terjadi pergeseran tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan akibat PHK atau perusahaan kolaps atau masih adanya angkatan kerja yang masih belum terserap lapangan pekerjaan. Grafik laju pertumbuhan ekonomi dari tahun 2005 hingga 2014 tersaji sebagai berikut: Kota Cirebon pada tahun 2005 hingga 2007 mengalami kenaikan. Pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 2008, sehingga pada tahun ini produktivitas perekonomian di Kota Cirebon dirasakan relatif sangat baik dibanding tahun-tahun sebelum dan sesudahnya. Kemudian selama tiga tahun antara tahun 2008 sampai 2010 pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon mengalami kelesuan. Hal ini disebabkan oleh kondisi yang relatif tidak stabil pada produksi barang dan jasa yang dihasilkan sektor-sektor ekonomi, misalnya penurunan produksi pada kegiatan pelabuhan dan industri. Pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon mulai mengalami peningkatan yang cukup berarti dibanding tahun sebelumnya yaitu sebesar 5,78 persen. Kondisi mulai relatif stabil pada produksi barang dan jasa yang dihasilkan sektor-sektor ekonomi pada tahun 2012, namun di tahun 2013 mengalami sedikit penurunan yaitu menjadi 4,79 persen. Kemudian pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi Kota Cirebon mengalami kenaikan menjadi 5.71%. Grafik tingkat partisipasi angkatan kerja tahun 2005 hingga 2014 yaitu: laju pertumbuhan ekonomi laju pertumbuhan ekonomi (%) tingkat partisipasi angkatan kerja tingkat partisipasi angkatan kerja (%) 4,89 5,54 6,17 5,64 5,05 3,81 5,78 5,93 4,79 5,71 51,58 49,14 53,74 52,61 51,95 53,18 55,07 60,11 63,54 64, Gambar 4.2 Grafik laju pertumbuhan ekonomi di kota cirebon tahun Berdasarkan gambar 4.2 dapat diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi di Gambar 4.3 Grafik tingkat partisipasi angkatan kerja di kota cirebon tahun Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

210 Berdasarkan gambar 4.3 dapat diketahui bahwa TPAK Kota Cirebon pada tahun 2005 sebesar persen. Artinya, dari 100 penduduk umur 10 tahun ke atas terdapat 52 orang di antaranya yang termasuk ke dalam angkatan kerja, atau hanya sekitar 52 persen penduduk umur kerja yang aktif secara ekonomis. Pada tahun 2006 mengalami penurunan menjadi persen. Namun pada tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi Lalu pada tahun 2008 dan 2009 mengalami penurunan kembali. Kemudian peningkatan terus terjadi di tahun berikutnya, tahun 2010 meningkat menjadi persen. TPAK Kota Cirebon meningkat juga pada tahun 2011, 2012, 2013 dan 2014 yang mencapai angka relatif lebih besar dibanding tahun 2010 yaitu sebesar persen pada tahun Kemudian meningkat sebesar persen pada tahun 2012, meningkat sebesar persen pada tahun 2013 dan meningkat sebesar persen pada tahun Kota Cirebon dari tahun 2005 hingga 2008 mengalami kenaikan. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menuntut konsekuensi akan penambahan ruang hidup seperti tempat tinggal, lapangan kerja, dan lain sebagainya. Selanjutnya pada tahun 2009 laju pertumbuhan penduduk kota cirebon mengalami penurunan. Pada tahun 2010 hingga 2014 laju pertumbuhan penduduk kota cirebon mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. b. Analisis Jalur Analisis jalur dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar laju pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja, dan laju pertumbuhan penduduk mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka, sehingga memberikan tingkat estimasi kepentingan, maka diharapkan dapat diketahui variabel eksogen apakah yang harus diperbaiki terlebih dahulu. Proposisi hipotetik yang diajukan oleh peneliti bisa diterjemahkan ke dalam diagram jalur seperti di bawah ini: Grafik laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2005 hingga 2014 tersaji sebagai berikut: laju pertumbuhan penduduk laju pertumbuhan penduduk (%) 2,94 1,19 1,52 1,78 1,72 0,86 1,18 0,37 0,86 0,52 Gambar 4.5 Diagram Jalur Proposi Hipotetik Gambar 4.4 Grafik laju pertumbuhan penduduk di kota cirebon tahun Berdasarkan gambar 4.4 dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan penduduk Gambar diatas merupakan struktur lengkap yang terdiri dari sebuah subvariabel, yang terdiri dari variabel eksogen yaitu : laju pertumbuhan ekonomi, : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, : laju pertumbuhan penduduk, dan variabel endogen yaitu : tingkat pengangguran terbuka. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

211 Persamaan struktural untuk diagram jalur diatas adalah : laju pertumbuhan penduduk, berkontribusi terhadap tingkat pengangguran terbuka sebesar 73.3 % dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain. Kemudian menghitung koefisien jalur, koefisien jalur menunjukan pengaruh langsung dari suatu variabel bebas terhadap variabel tergantung dalam suatu model jalur. Gambar 4.6 tampilan output Coefficient a Berdasarkan hasil analisis Coefficient a dengan SPSS dapat diketahui koefisien jalur yang ditunjukan oleh Standardized Coefficient a, yaitu : 262, artinya pengaruh langsung Laju Pertumbuhan Ekonomi dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar 0.408, artinya pengaruh langsung Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar, artinya pengaruh langsung laju pertumbuhan penduduk dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar. Gambar 4.7 tampilan output model summary Berdasarkan gambar 7 diatas, diperoleh nilai R Square yaitu sebesar 0.733, artinya variabel laju pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja, Kemudian, pengujian koefisien jalur. Statistik uji yang digunakan dapat adalah nilai sig pada hasil analisis Coefficient a dengan SPSS. Koefisien Jalur o Hipotesis : H 0 = Tidak ada pengaruh laju pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran terbuka H 1 = Ada pengaruh laju pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran terbuka. o Tingkat Signifikansi : 0,05 o Daerah Kritis : H 0 ditolak ketika Sig < 0,05. o Statistik Uji : 0,110 o Keputusan : 0,110 > 0,05 maka gagal tolak H 0. o Kesimpulan : Tidak terdapat pengaruh laju pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran terbuka. Koefisien Jalur o Hipotesis H 0 = Tidak ada pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap tingkat pengangguran terbuka. H 1 = ada pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap tingkat pengangguran terbuka o Tingkat Signifikansi : 0,05 o Daerah Kritis : H 0 ditolak ketika Sig < 0,05 o Statistik Uji : 0,009 o Keputusan : 0,009 > 0,05 maka H 0 ditolak. o Kesimpulan : terdapat pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap tingkat pengangguran terbuka. Koefisien Jalur o Hipotesis : Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

212 H 0 = Tidak ada pengaruh laju pertumbuhan penduduk terhadap tingkat pengangguran terbuka H 1 = ada pengaruh laju pertumbuhan penduduk terhadap tingkat pengangguran terbuka. o Tingkat Signifikansi : 0,05 o Daerah Kritis : H 0 ditolak ketika Sig < 0,05. o Statistik Uji : 0,013 o Keputusan : 0,013 < 0,05 maka H 0 ditolak. o Kesimpulan : Terdapat pengaruh laju pertumbuhan penduduk terhadap tingkat pengangguran terbuka. Dari hasil pengujian koefisien jalur diperoleh keterangan bahwa koefisien jalur dari ke dan ke kedua-duanya secara statistik adalah bermakna, sedangkan koefisien jalur dari ke tidak bermakna, oleh karena itu digunakan theory trimming, yaitu model yang digunakan untuk memperbaiki suatu model struktur analisis jalur dengan cara mengeluarkan variabel eksogen yang tidak signifikan dari model. Sehingga proposi hipotetik menjadi tingkat partisipasi angkatan kerja dan laju pertumbuhan penduduk berpengaruh terhadap tingkat pengangguran terbuka. Atas dasar proposi yang telah diperbaiki maka terbentuk diagram jalur seperti berikut : Persamaan struktural yang terbentuk dari diagram jalur dengan theory trimming adalah. Dengan hilangnya sebuah variabel eksogen dari diagram jalur, maka besarnya koefisien jalur akan berubah sehingga harus dilakukan perhitungan ulang. Gambar 4.9 output Coefficient a Sama halnya seperti analisis sebelum dihilangkan variabel yang tidak signifikan, maka berdasarkan tabel diatas dapat diketahui koefisien jalur yang ditunjukan oleh Standardized Coefficient a, yaitu :, artinya pengaruh langsung tingkat partisipasi angkatan kerja dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar, artinya pengaruh langsung laju pertumbuhan penduduk dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar y Gambar 4.10 model summary setelah dilakukan theory trimming Gambar 4.8 Diagram Jalur (Theory Trimming) Berdasarkan gambar 10 diperoleh nilai R Square yaitu sebesar 0.577, artinya variabel tingkat partisipasi angkatan kerja, laju pertumbuhan penduduk, berkontribusi terhadap tingkat pengangguran terbuka Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

213 sebesar 57.7% dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain. Dengan runtutan analisis yang telah dilakukan maka dapat digambarkan diagram jalur beserta keterangan harga koefisien jalurnya Selanjutnya, pengaruh tidak langsung laju pertumbuhan penduduk dengan tingkat pengangguran terbuka melalui hubungan korelatif dengan tingkat partisipasi angkatan kerja adalah Gambar 4.11 Diagram Jalur dengan Harga Koefisien jalur Besarnya pengaruh secara proporsional: a. Pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja (X 2 ) : Pengaruh langsung tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap tingkat pengangguran terbuka adalah: Selanjutnya, pengaruh tidak langsung tingkat partisipasi angkatan kerja dengan tingkat pengangguran terbuka melalui hubungan korelatif dengan laju pertumbuhan penduduk adalah :, Sehingga, total pengaruh laju pertumbuhan penduduk terhadap tingkat pengangguran terbuka yaitu: + ( )= 0, Pengaruh gabungan oleh tingkat partisipasi angkatan kerja dan laju pertumbuhan penduduk terhadap tingkat pengangguran terbuka adalah: (0, )+0, = 0, , yang tidak lain adalah besarnya = ) 5. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka disimpulankan bahwa : Sehingga, total pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap tingkat pengangguran terbuka adalah + (- ) = (0, ). b. Pengaruh Laju Pertumbuhan Penduduk (X 3 ) : Pengaruh langsung Laju Pertumbuhan Penduduk terhadap tingkat pengangguran terbuka adalah: 1. Proposisi hipotetik yang diajukan tidak seutuhnya dapat diterima, sebab berdasarkan pengujian koefisien jalur, hanya koefisien jalur dari X 2, ke Y, X 3 ke Y yang secara statistik bermakna, sedangkan X 1 ke Y tidak bermakna. Artinya bahwa yang berpengaruh terhadap tingkat pengangguran terbuka hanyalah tingkat partisipasi angkatan kerja dan laju pertumbuhan penduduk. Dengan demikian dilakukan Theory Thrimming dengan mengajukan 264 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

214 proposisi baru tanpa memasukan laju pertumbuhan ekonomi kemudian dilakukan analisis ulang sehingga mendapatkan harga koefisien jalur. 2. Variabel tingkat partisipasi angkatan kerja memiliki pengaruh paling besar dibandingkan dengan variabel laju pertumbuhan penduduk. 6. REFERENSI Alam, S Economics 2A. Jakarta: Erlangga. Alghofari, F Analisis Tingkat pengangguran di Indonesia. Semarang: Universitas Diponegoro. Amri, Amir Pengaruh inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran di Indonesia. Jurnal Inflasi dan Pengangguran Vol. 1 no. 1, 2007, Jambi. Badan Pembangunan Daerah (BAPEDA) Kota Cirebon. Badan Pusat Statistik. Indikator Makro Kota Cirebon. Kota Cirebon. Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Cirebon Angka Pengangguran Capai 15 ribu orang. angguran-capai-15-ribu-orang/. (Diakses pada tanggal 10 Maret 2016) RPJMD Kota Cirebon wp-content/uploads/2014/08/bab- V.pdf (Diakses pada tanggal 28 April 2016). Riduwan, & Kuncoro, E. A Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur (Path Analysis). Bandung: ALFABETA. Riduwan, & Kuncoro, E. A Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur (Path Analysis). Bandung: ALFABETA Sukirno, Sadono Pengantar Teori Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Tambunan, Tulus H Perekonomian Indonesia. Jakartaμ Penerbit Ghalia Indonesia. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

215 PENAKSIRAN PARAMETER MODEL REGRESI WEIBULL BIVARIAT Suyitno 1), Purhadi 2), Sutikno 2) dan Irhamah 2) 1 Mahasiswa Program Doktor Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya suyitno.stat.unmul@gmail.com 2 Jurusan Statistika FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Abstrak Pada artikel ini dibahas penaksiran parameter model regresi Weibull bivariat (RWB). Model RWB adalah model fungsi kepadatan peluang bersama distribusi Weibull bivariat yang bergantung pada kovariat. Model RWB yang dibahas dikontruksi dari model fungsi survival bersama distribusi Weibull bivariat yang dikembangkan oleh Lee dan Wen dengan parameter-parameter skala dinyatakan dalam model regresi dengan kovariat identik dan dengan parameter regresi berbeda. Tujuan penelitian ini adalah menentukan penaksir parameter model RWB menggunakan metode maximum likelihood estimation (MLE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk eksplisit penaksir maximum likelihood (ML) tidak dapat ditemukan secara analikal dan hampiran penaksir ML model RWB diperoleh secara numerik menggunakan metode iterasi Newton-Rapson. Untuk mengevaluasi performa metode MLE, pada artikel ini dibahas prosedur penaksiran parameter model RWB yang diterapkan pada data indikator pencemaran air sungai. Kata Kunci: Regresi Weibull bivariat, MLE, metode iterasi Newton-Raphson. 1. PENDAHULUAN Model distribusi Weibull mula-mula bergantung pada tiga parameter yaitu, parameter lokasi (location), parameter skala (scale) dan parameter bentuk (shape). Jika parameter lokasi pada distribusi Weibull adalah nol, maka diperoleh model distribusi versi skala-bentuk atau scale-shape version of Weibull distribution. Pada distribusi Weibull, parameter skala atau parameter bentuk dapat bergantung langsung pada kovariat atau peubah bebas (Rinne, 2009), (Lawless, 2003). Parameter skala pada distribusi Weibull dapat dinyatakan dalam model regresi. Model fungsi kepadatan peluang (PDF) pada distribusi Weibull yang parameter skala bergantung langsung pada kovariat dinamakan model regresi Weibull. PDF pada distribusi Weibull dapat diperoleh dari salah satu fungsi-fungsi yang saling berhubungan pada distribusi Weibull yaitu fungsi distribusi kumulatif, fungsi survival dan fungsi hazard. Sampai saat ini, referensi yang membahas model regresi Weibull masih terbatas. Para 266 penelti yang membahas model regresi Weibull antara lainμ O Quigley et. al, (1980), membahas model regresi Weibull univariat pada data waktu survival. Penaksiran parameter dihitung menggunakan program Fortrant. Hanagal (2004), membahas model regresi Weibull bivariat pada data waktu survival. Model regresi Weibull bivariat ini adalah pengembangan dari model distribusi exsponensial Freund, dengan kovariat identik dan dengan parameter regresi berbeda. Hanagal (2005), membahas model regresi Weibull bivariat pada data waktu tersensor. Model regresi ini diturunkan dari model distribusi eksponensial Marshal-Olkin dengan kovariat identik. Penaksiran parameter kedua model yang dibahas Hanagal (204, 2005) mennggunakan metode maximum likelihood estimation (MLE). Mengingat pembahasan model regresi Weibull bivariat masih terbatas, maka pada artikel ini dibahas model RWB yang dikontruksi dari model fungsi survival bersama distribusi Weibull bivariat yang dikemukakan oleh Lee dan Wen (2009). Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

216 Model regresi Weibull bivariat yang dibahas merupakan model FKP distribusi Weibull bivariat dengan parameter-parameter skala dinyatakan dalam model regresi dengan kovariat identik dan dengan parameter regresi berbeda. Pembahasan difokuskan pada pengenalan model dan prosedur penaksiran parameter. Untuk mendemontrasikan prosedur penaksiran parameter, model RWB ini diaplikasikan pada data indikator pencemaran air yaitu chemical oxygen demand (COD) and disollved oxygen (DO). Pada bagian akhir seksi ini dikemukan sistematika penulisan sebagai berikut. Kajian teori model RWB disajikan pada bagian 2, metode penelitian pada bagian 3, hasil dan pembahasan dari penelitian dibahas pada bagian 4 dan kesimpulan dari penelitian disajikan pada bagian KAJIAN LITERATUR Hubungan fungsi-fungsi yang saling berkorelasi pada distribusi Weibull bivariat dijelaskan sebagai berikut. Misalkan [ YY 1 2] T adalah vektor acak non-negatif, maka fungsi survival bersama didefinisikan 2 S( y1, y 2) P ( Yk yk) k1, (1) P( Y y, Y y ) dan fungsi distribusi kumulatif bersama didefinisikan 2 F ( y1, y 2) P ( Yk yk) k1 P( Y y, Y y ) (Lawless, 2003) (2) Berdasarkan sifat probabilitas, hubungan antara fungsi distribusi bersama dan fungsi survival bersama dapat dinyatakan 2 F ( y1, y2) 1 P ( Yk yk) k1 1 S( y1 ) S( y2 ) S( y1, y2 ) (3) Jika fungsi-fungsi pada persamaan (3) adalah kontinu, maka dengan melakukan penurunan parsial terhadap semua peubah bebas pada kedua ruas persamaan (3) diperoleh hubungan 2 F ( y1, y2) f ( y1, y2) y1y2. (4) 2 S( y1, y2) yy 1 2 Lee dan Wen (2009), mengkontruksi fungsi survival bersama distribusi Weibull bivariat dinyatakan dalam bentuk a k 2 a y k S1 ( y1, y2 ) exp k1, (5) k dengan 0 y1, y2 ; 0 1, 2 ; 0, dan 0a 1. Parameter a 1 2 menyatakan ukuran derajat dependent pada hubungan antar peubah bebas Y k, k dan k untuk k 1,2 masing-masing adalah parameter skala dan parameter bentuk. Berdasarkan fungsi survival (5), dengan menggunakan hubungan (4) diperoleh FKP bersama distribusi Weibull bivariat yaitu dengan A f ( y, y, y ) k a k y k k1 a k (6) k QA a2 k 2 y a k k1 k a exp[ A ], dan 2 a Q a( a 1) a A.. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

217 Fungsi survival (5) dapat bergantung pada kovariat (Lawless, 2003), yakni parameterparameter skala dapat dinyatakan dalam model regresi. Karena parameter-parameter skala pada (5) adalah bilangan riil positip, maka parameter-parameter skala tersebut dapat dinyakan dalam model regresi melalui hubungan dengan T ln βx, (7) k T k k0 k1 kp k β [ ] adalah vektor parameter regresi dengan kh untuk k 1,2 ; T h 0,1,, p dan x [ X0 X1 X p ] adalah vektor kovariat. Dengan menggunakan hubungan (7), fungsi survival (5) dapat dinyatakan dalam model regresi linier yaitu dengan a S( y, y, y ) exp[ A ], (8) A 2 k1 k / ( ) a y exp[ k T k βx. k ] a Berdasarkan fungsi survival (5), dapat diperoleh model FKP bersama distribusi Weibull bivariat yang bergantung pada kovariat dengan menggunakan hubungan (4), yaitu f ( y, y ) k ( k / a ) 1 y exp[ k T k βx k ] (9) k1 a a QA dengan a2 a exp[ A ], 2 a Q a( a 1) a A. Model FKP bersama distribusi Weibull bivariat yang parameter-parameter skala dinyatakan dalam model regresi linier seperti pada persamaan (9) dinamakan model regresi Weibull bivariat (RWB). Untuk selanjutnya penaksiran parameter RWB menggunakan metode MLE. 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini difokuskan pada kajian teori yaitu penaksiran parameter model RWB yang disertai contoh aplikasinya pada data indikator pencemaran air. Data penelitian adalah data sekunder dari Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya tahun 2013 dan Khaulasari (2014). Sampel penelitian adalah sungai-sungai di kota Surabaya yang mengalir pada satu aliran, dengan ukuran sampel 27. Peubah tak bebas (respon) penelitian ini adalah COD (Y 1 ) dan DO (Y 2 ). Peubah bebas (kovariat) adalah kecepatan aliran air (X 1 ), konsentrasi deterjen (X 2 ), konsentrasi nitrat (X 3 ) dan konsentrasi fosfat (X 4 ). Tahapan analisis data pada peneltian ini adalah sebagai berikut: (1) analisis statistik deskriptif data respon dan kovariat, (2) pengujian korelasi antar respon, (3) pendeteksian multikolinieritas antar kovariat, (4) penaksiran parameter distribusi popoulasi, (5) pengujian distribusi Weibull bivariat terhadap data respon, (6) penaksiran parameter model RWB dan (7) pengujian hipotesis parameter regresi model RWB. Pada artikel ini hanya dibahas tahapan (6) yaitu penaksiran parameter model RWB menggunakan metode MLE, sedangkan tahapan (1) sampai dengan (5) dianggap memenuhi asumsi pada penaksiran model RWB. Penghitungan pada penaksiran parameter menggunakan program Matlab. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap awal penaksiran parameter menggunakan metode MLE adalah pendefinisian fungsi likelihood dan logaritma natural dari fungsi likelihood atau loglikelihood. Diberikan n sampel acak ( Y1 i, Y 2i) dari populasi distribusi Weibull bivariat dan ( X, X,, X ) untuk i 1,2,, n adalah 1i 2i pi sampel untuk kovariat, maka fungsi likelihood berdasarkan FKP (9) adalah 268 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

218 L ( θ y) f ( θ y, y ) n 2 i1 k1 n i1 1i 2i k ( k / a ) 1 k T ( yki ) exp[ βx k i ] (10) a a n n a2 a Ai exp[ Ai ] Qi, i1 i1 dengan ( ) exp[ βx ]. 2 k / a k T i yki k i k1 a A a Q a( a 1) a A dan i x [ X X X ] T. i 1i 2i pi 2 i Diketahui bahwa θ [ a T β T T 1 β 2] T adalah vektor parameter model RWB yang berdimensi 32( p 1) dengan [ 12] T dan β [ 0 1 ] T k k k kp untuk k 1, 2. Logaritma natural dari fungsi likelihood (10) dapat dinyatakan dalam bentuk 4 q1 L( θ y) ln L ( θ) y) L ( θ y), (11) dengan 1 n 2 L( θ y) (ln ln a)+ 2 i1 k1 n 2 i1 k1 n i1 k q k ( 1)ln y a (12) βx a k T ki k i L ( θ y ) ( a 2)ln A (13) L3 ( θ y ) Ai L 4 n i1 i1 a (14) n ( θ y ) ln Qi. (15) i Penaksir maximum likelihood (ML) model RWB dapat diperoleh dengan memaksimumkan fungsi likelihood atau dengan ekuivalen memaksimumkan fungsi log-likelihood. Karena fungsi log-likelihood (11) adalah kontinu dan mempunyai turunan parsial sampai dengan orde kedua, maka penaksir ML model RWB dapat diperoleh dengan menyelesaikan persamaan likelihood L( θ) 0, (16) θ dengan 0 adalah vektor nol berdimensi 32( p 1). Ruas kanan persamaan (16) adalah vektor gradien yang mempunyai bentuk umum L( θ) / θ dengan L( θ) L( θ) L( θ) L( θ) g( θ) T T T a β1 β2 T, (17) L( θ) L( θ) L( θ) T 1 2, (18) L( θ) L( θ) L( θ) L( θ) T βk k0 k1 kp untuk k 1, 2. Berdasarkan bentuk fungsi-fungsi pada persamaan (12) - (15), bahwa persamaan likelihood (16) memuat persamaan-persamaan yang saling bergantungan (interdependent), sehingga bentuk eksplisit (closed form) penaksir ML model RWB tidak ditemukan secara analitikal, dan hampiran penaksir ML dapat diperoleh secara numerik menggunakan metode iterasi Newton-Raphson. Untuk mendapatkan penaksir ML model RWB menggunakan metode iterasi Newton-Rapson dapat menggunakan formula ˆ ( q1) ˆ ( q) 1 ˆ ( q) ˆ ( q) θ θ H ( θ ) g( θ ), (19) untuk q 0,1, 2, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

219 dengan g( θ) adalah vektor gradien dan H( θ ) adalah matriks Hessian yang berukuran (3 2( p1)) (3 2( p 1)). Matriks Hessian adalah matrik turunan parsial orde kedua dari dari L( θ ) terhadap semua kombinasi komponen-komponen vektor θ dan mempunyai bentuk umum L( θ) L( θ) L( θ) 2 T T a a aβ L( θ) L( θ) L( θ) H( θ) T T a β L( θ) L( θ) L( θ) T T βa β ββ (20) Berdasarkan bentuk persamaan (11) untuk mendapatkan komponen vektor gradien dan matriks Hessian secara langsung tidak sederhana, oleh karena itu penghitungan gradien vektor (17) dan matriks Hessian (20) dipecah menjadi empat bagian sedemikian sehingga dan 4 L ( ) 4 q θ g( θ) gq ( θ) θ q1 q1 4 2 L ( ) 4 q θ T q1 q1 (21) H(θ) Hq ( θ). (22) θθ Khusus untuk g 4 ( θ ) dan H 4 ( θ ), berdasarkan persamaan (15) maka komponen-komponen vektor g 4 ( θ ) dapat diperoleh menggunakan formula g ( θ) 4 L ( θ) 1 Q n 4 i θ i1 Q i θ (23) dan elemen-elemen matriks H 4 ( θ ) dapat diperoleh menggunakan formula H ( θ) n 4 i1 1 Q 2 i 2 Q i Qi Q i.(24) Q T i T θ θ θ θ Berdasarkan prosedur penaksiran parameter model RWB dengan menggunakan metode MLE, dan setelah proses penghitungan komponnen-komponen vektor gradien dan elemen-elemen matriks Hessian secara numerik dilakukan menggunakan metode iterasi Newton-Raphson, maka diperoleh komponen-komponen vektor penaksir ML model RWB seperti pada Tabel 1 dan Tabel 2 sebagai berikut: Tabel 1 Penaksir parameter derajat dependent dan parameter bentuk Parameter a 1 2 Penaksir 0,7658 1,3637 2,7786 Tabel 2 Komponen vektor penaksir parameter β regresi model RWB ˆβ β 1 2 1,3957 0,9582-0,0023 0,0417 1, ˆβ 2 0,2418 0,5959 0,0000-0,0838 1,2028 Parameter distribusi Weibull bivariat populasi dapat diperoleh dengan melakukan penaksiran berdasarkan data sampel menggunakan metode MLE. Parameter- 270 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

220 parameter distribusi Weibull bivariat populasi adalah sebagai berikut: parameter derajat dependent a 0,7022, parameter bentuk masing-masing 1 1,1685 dan 2 2,3555 serta parameter skala masing-masing adalah 1 37,8326 dan 2 4,5723. Berdasarkan penaksiran parameter model RWB seperti ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2 menghasilkan mean square error (MSE) sebesar 1, KESIMPULAN Model regesi Weibull bivariat adalah model fungsi kepadatan peluang bersama distribusi Weibull bivariat dengan parameter-parameter skala dinyatakan dalam model regresi. Model regresi Weibull bivariat dapat ditebtukan dari model fungsi survival bersama distribusi Weibull bivariat. Hasil peneltian menunjukkan bahwa bentuk eksplisit penaksir maximum likelihood model regresi Weibull bivariat tidak dapat ditemukan secara analitikal dan hampiran penaksir maximum likelihood model regresi Weibull bivariat diperoleh secara numerik menggunakan metode iterasi Newton-Raphson. Surabaya. Thesis SS , Istitut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Lawless, J.F., Statistical models and methods for lifetime data. John Wiley & Sons.Inc., Hoboken, New Jersey Lee, C.K. & M.J., Wen, A Multivariate Weibull distribution. Pak. J. Stat. Operat. Res., 5, No. 2, O'Quigley, J., & Roberts, A WEIBULL: A Regression Model for Survival Time Studies, Computer Programs in Biomedicine, 12, Rinne, H., The Weibull distribution a handbook. CRC Press Taylor and Francis Group , REFERENSI Hanagal, D.D., Parametric bivariate regression analysis based on censored samples: A Weibull model. Economic Quality Control, 19: No.1, 1-8. Hanagal, D.D., A Bivariate Weibull Regression Model. Economic Quality Control, 20: No. 1, 1-8. Khaulasari, H., Pemodelan Mixed Geographically Weighted Regression Multivariate Pada Pencemaran Kualitas Air Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biological Oxygen Demand (BOD) di Kali Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

221 KARAKTERISTIK B 1 NEAR-RING DAN S 1 NEAR-RING Maulana Akbar 1, Nikken Prima Puspita 2, Harjito 3, 1 Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro mauladds@gmail.com 2 Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro 3 Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro Abstract Let be a non empty set with two binary operations additive and multiplicative is called near-ring if over additive operation is group (not necessarily abelian), over multiplicative operation is semigroup, and over both binary operation satisfies right(left) distributive law. Near-ring is called S 1 near-ring if for every, there exist,. Near-ring is called strong S 1 near-ring if for every,, for every. Near-ring N is called Boolean near-ring if for every,. Near-ring N is called B 1 near-ring if for every, there exist,. Near-ring N is called strong B 1 near-ring if for every,. In this undergraduated thesis we discussed some of their properties, obtain a characterisation and also a structure theorem beetwen strong S 1 near-ring and B 1 nearring, Boolean near-ring and B 1 near-ring, B 1 near-ring and strong B 1 near-ring. Keywords: S 1 near-ring, strong S 1 near-ring, Boolean near-ring, B 1 near-ring, strong B 1 near-ring 1. PENDAHULUAN Aljabar merupakan salah satu cabang ilmu yang dipelajari dalam matematika. Struktur aljabar yang umum dipelajari adalah grup dan ring, namun pengembangan dari kedua struktur tersebut sangat banyak. Salah satu topik pengembangan dari ring adalah near-ring. Near-ring pertama kali dipopulerkan oleh Gunter Pilz [1] pada tahun Near-ring merupakan sebuah himpunan tak kosong N dengan dua operasi biner yaitu penjumlahan (+) dan perkalian ( ), yang memenuhi aksioma: (1) N terhadap operasi penjumlahan merupakan grup, (2) N terhadap operasi perkalian merupakan semigrup dan (3) N memenuhi salah satu sifat distributif kiri atau kanan terhadap operasi penjumlahan (+) dan perkalian ( ). Berdasarkan hal ini, near-ring merupakan 272 perumuman dari ring dengan mengurangi aksioma komutatif pada penjumlahan (+) dan hanya memenuhi salah satu sifat distributif. Penelitian tentang near-ring berkembang dengan menyesuaikan sifat sifat elemen yang terdapat pada near-ring, diantaranya adalah B 1 near-ring, B 1 near-ring kuat, S 1 near-ring, S 1 near-ring kuat dan Boolean near-ring, yang telah ditulis oleh R.Balahkrisnan, S.Silviya dan T.Tamizh Chelvam pada tahun 2010 [2]. Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam tugas akhir ini dibahas tentang karakteristik dari B 1 near-ring dan S 1 near-ring. 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk jenis penelitian studi literatur dengan mencari referensi teori yang relefan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan. Referensi teori yang Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

222 diperoleh dengan jalan penelitian studi literatur dijadikan sebagai fondasi dasar dan alat utama dalam pengerjaannya. Berikut diberikan hubungan antara S 1 near-ring dan S 1 near-ring kuat: 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Near-ring merupakan suatu struktur yang merupakan perumuman dari sebuah ring. Oleh karena itu pembaca harus lebih dahulu mempelajari teori tentang grup dan ring tang mengacu pada buku Frailegh [4]. Definisi 2.1 [1] Diberikan himpunan tak kosong N dengan dua operasi biner + dan. Himpunan N disebut near-ring asalkan memenuhi: (i) (ii) (iii) merupakan grup merupakan semigrup memenuhi salah satu hukum distributif kiri yaitu atau hukum distributif kanan yaitu. Berdasarkan hal ini, near-ring merupakan perumuman dari ring dengan mengurangi aksioma komutatif pada penjumlahan (+) dan hanya memenuhi salah satu sifat distributif. Dari teori-teori tentang near-ring, nearring memiliki beberapa klasifikasi, diantaranya S 1 near-ring dan S 1 near-ring kuat. Definisi 2.2 [2] Himpunan N disebut S 1 nearring asalkan untuk setiap terdapat sedemikian hingga berlaku. Definisi 2.3 [2] Near-ring N disebut S 1 nearring kuat asalkan untuk setiap, sedemikian hingga, untuk setiap. Untuk suatu, himpunan semua elemen di near-ring yang memenuhi kondisi pada Definisi 2.2 dinotasikan dengan., dimana Proporsisi 2.4 [2] Jika near-ring N merupakan S 1 near-ring kuat maka N juga merupakan S 1 near-ring. Bukti : Oleh karena near-ring N merupakan S 1 nearring kuat, maka untuk setiap berlaku, untuk setiap, yang mengakibatkan near-ring N memenuhi kondisi S 1 near-ring yaitu untuk setiap terdapat, sedemikian hingga Berdasarkan Proporsisi 2.4, konvers dari Proporsisi 2.4 tidak berlaku, sebab terdapat S 1 near-ring yang bukan S 1 near-ring kuat Proporsisi 2.5 [2] Jika N merupakan S 1 nearring kuat maka N merupakan zero simetrik. Bukti : Dibuktikan bahwa N merupakan zerosimetrik, yaitu N = N Untuk. Jelas dipenuhi, sebab merupakan himpunan bagian dari yang memenuhi kondisi, untuk setiap. 2. Untuk. Diambil sebarang, ditunjukkan. a. Jika, maka selalu dipenuhi atau. b. Jika, maka, oleh karena merupakan S 1 near-ring kuat, maka untuk setiap, diperoleh: asosiatif ) Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016 (dari 273 sifat

223 sehingga. Akibatnya, maka terbukti bahwa merupakan zero-simetrik. Boolean near-ring juga merupakan salah satu jenis khusus dari sebuah near-ring, berikut diberikan definisi dari boolean nearring: Definisi 2.6 [1] Near-ring N disebut Boolean near-ring, asalkan untuk setiap, berlaku. 2. Untuk Dari 1 dan 2 terbukti bahwa, maka N merupakan B 1 near-ring b. Jika, oleh karena N merupakan Nil, maka terdapat bilangan bulat positif k sedemikian sehingga. Jika diambil, diperoleh dan Struktur B 1 near-ring adalah bentuk khusus dari near-ring yang menjadi bahasan ini. Berikut diberikan definisi serta sifat-sifat dari B 1 near-ring: Definisi 2.7 [3] Near-ring N disebut B 1 nearring asalkan untuk setiap terdapat sedemikian sehingga. Teorema 2.8 [3] Diberikan Near-ring. Jika N memenuhi salah satu pernyataan berikut: (i) Near-ring N adalah nil near-ring dan zero-simetris (ii) Near-ring N bersifat komutatif lemah (iii) Near-ring N merupakan nearring dengan elemen satuan (iv) Near-ring N merupakan Nearlapangan, maka N merupakan B 1 near-ring. Bukti : Dengan demikian, terbukti bahwa N merupakan B 1 near-ring. (ii) Diberikan. Misalkan, dengan, misal, untuk suatu. Dibuktikan =, yaitu ditunjukkan dan. a. Untuk. Diketahui, untuk suatu. Oleh karena N bersifat komutatif lemah, maka. Dengan demikian didapat. b. Untuk. Berdasarkan analogi yang sama, misal dan dimana sedemikian hingga, untuk suatu. Dengan demikan didapat. Dari a dan b terbukti bahwa N merupakan B 1 near-ring. (i) Diberikan. Ditunjukkan bahwa jika N nil near-ring dan nolsimetris maka N merupakan B 1 nearring: a. Jika, maka untuk setiap, berlaku : 1. Untuk 274 (iii) Diberikan near-ring merupakan near-ring dengan elemen satuan. Dibuktikan bahwa N merupakan B 1 near-ring. Diambil sebarang dapat ditemukan sedemikian hingga dan, sedemikian hingga Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

224 (iv) atau N merupakan B 1 nearring. Analog dengan bukti (iii) 1. Untuk Berikut hubungan keterkaitan antara S 1 near-ring kuat dan B 1 near-ring: Teorema 2.9 [3] Diberikan Near-ring merupakan B 1 near-ring dan N merupakan S 1 near-ring kuat tanpa pembagi nol non-trivial: (i) jika near-ring M merupakan N- subgrup dari N, dimana, maka M adalah B 1 near-ring. (ii) jika I merupakan ideal dari nearring N, dimana, maka I adalah B 1 near-ring. Bukti: Oleh karena N adalah S 1 near-ring kuat, berdasarkan Proposisi 2.4 [2], maka N merupakan zero-simterik dan berdasarkan Definsi 2.3, near-ring N adalah S 1 near-ring kuat asalkan untuk setiap, sedemikan hingga, untuk setiap. = (sifat asosiatif perkalian) = (sebab N merupakan B 1 nearring) = (N adalah S 1 near-ring kuat) = (sifat asosiatif) = Terbukti bahwa. 2. Dibuktikan juga untuk. = (sebab N merupakan B 1 nearring) = (sifat asosiatif) = (sebab N adalah S 1 near-ring kuat) (i) Diberikan M adalah sebuah N- subgrup dari N dan diberikan. a. Jika, maka untuk setiap, berlaku (karena N merupakan zero-simetrik) b. Jika, oleh karena N merupakan B 1 near-ring maka terdapat, sedemikian hingga. Jika diambil. Oleh karena M adalah N-subgrup atas N, maka untuk dan, karena N tidak memuat pembagi nol non-trivial, maka. Selanjutnya dibuktikan, dengan membuktikan dan juga sebaliknya. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016 = Terbukti bahwa. Oleh karena dan juga sebaliknya, maka diperoleh, yang mengakibatkan bahwa M merupakan B 1 near-ring. (ii) Analog dengan pembuktian (i) Proposisi 2.10 [3] Diberikan N merupakan B 1 near-ring. Untuk setiap terdapat sedemikian hingga pernyataan berikut benar: (i) terdapat, sedemikian hingga (ii) (iii) Jika N adalah Boolean near-ring maka 275

225 (iv) Bukti : (i) Jika N adalah S 1 near-ring kuat, maka terdapat sedemikian hingga Diketahui N merupakan B 1 nearring, yaitu untuk setiap terdapat sedemikian hingga. Dibuktikan terdapat, sedemikian hingga. Oleh karena dan diketahui bahwa N merupakan B 1 near-ring yaitu, maka dan mengakibatkan terdapat yang memenuhi (iv) Dari Definisi 2.3, near-ring N disebut S 1 near-ring kuat asalkan untuk setiap,, untuk setiap. Dibuktikan terdapat sedemikian hingga. Dengan pembuktian yang analog seperti pada (i), maka diperoleh, untuk suatu. Berdasarkan konsep B 1 near-ring, diperoleh B 1 near-ring khusus yang disebut B 1 near-ring kuat sebagai berikut : Definisi 2.11 [3] Near-ring disebut B 1 near-ring kuat asalkan untuk setiap berlaku. (ii) Dibuktikan, yaitu dan. a. Untuk Diketahui bahwa N merupakan B 1 near-ring. Oleh karena sehingga diperoleh b. Untuk Diketahui bahwa N merupakan B 1 near-ring, maka diperoleh. Oleh karena, maka (iii) Dari Definisi 3.19, near-ring disebut boolean asalkan. Selanjutnya dapat dibuktikan : asosiatif) (sebab N adalah B 1 nearring) (berdasarkan sifat Jadi terbukti bahwa. Berikut hubungan antara B 1 near-ring dan B 1 near-ring kuat : Proporsisi 2.12 [3] Setiap B 1 near-ring kuat merupakan B 1 near-ring. Bukti: Oleh karena near-ring N merupakan B 1 nearring kuat, maka untuk setiap berlaku, untuk setiap, yang mengakibatkan near-ring N memenuhi kondisi B 1 near-ring yaitu untuk setiap, terdapat sedemikian hingga. Jadi, terbukti bahwa setiap B 1 near-ring kuat pasti merupakan B 1 near-ring. 4. KESIMPULAN Dari pembahasan dalam bab sebelumnya, diperoleh bahwa suatu near-ring N disebut S 1 near-ring asalkan untuk setiap terdapat sedemikian hingga dan disebut S 1 near-ring kuat asalkan untuk setiap dan berlaku Suatu near-ring disebut Boolean near-ring asalkan, untuk setiap, sedemikan hingga 276 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

226 . Near-ring disebut B 1 near-ring asalkan, untuk setiap, terdapat, dimana, sedemikian hingga dan disebut B 1 near-ring kuat asalkan, untuk setiap dan, sedemikian hingga. Jika suatu near-ring N merupakan nil near-ring sekaligus zero-simetrik atau nearring N bersifat komutatif lemah atau near-ring N memeliliki elemen satuan dan near-ring N merupakan near-lapangan maka N merupakan B 1 near-ring. Jika suatu near-ring N merupakan B 1 near-ring dan juga S 1 near-ring kuat, maka setiap ideal tak nol dan N-subgrup tak nol dari N pasti merupakan B 1 near-ring. Jika N merupakan B 1 near-ring dan near-ring boolean maka dan jika N merupakan B 1 near-ring sekaligus S 1 near-ring kuat, maka terdapat sedemikian hingga. Jika N merupakan B 1 near-ring 5. DAFTAR PUSTAKA [1] Pilz, G Near-ring: The Theory and its Application, North Holland, Amsterdam. [2] Silviya, S. Balakhrishnan, R. Chelvam, T Thamizh Strong S 1 near-ring, International Journal of Algebra, 4(4): [3] Balakhrishnan, R. Silviya, S. Chelvam, T Thamizh B 1 near-ring, International Journal of Algebra, 5(5): [4] Fraleigh, John B A First Course In Abstract Algebra. Addition-Wesley Publishing Company. USA. [5] Kandasamy, W. B. Vasantha Nearring. American Research Press. kuat, maka near-ring pasti merupakan B 1 near-ring. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

227 MENENTUKAN KONDISI EKONOMI YANG MEMPENGARUHI TREND PERGERAKAN INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DENGAN HIDDEN MARKOV MODELS Firdaniza FMIPA Universitas Padjadjaran Abstrak Pergerakan harga saham-saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dapat dilihat pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Naik turunnya nilai IHSG dipengaruhi oleh kondisi ekonomi. Untuk memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan kerugian, investor harus mengetahui kondisi-kondisi ekonomi yang mempengaruhi trend pergerakan nilai IHSG. Pada paper ini akan digunakan Hidden Markov Models (HMM) untuk mengetahui faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi trend pergerakan nilai IHSG. Dari data harian IHSG mulai tahun 2010 hingga 2015 diperoleh tiga kondisi ekonomi yang mempengaruhi trend pergerakan nilai IHSG, yaitu boom, stagnant, dan recession. Kata Kunci: IHSG, trend, Hidden Markov Models 1. PENDAHULUAN Seorang investor sudah tentu menginginkan keuntungan yang maksimal dan meminimumkan kerugian. Hal tersebut dapat dilakukan dengan selalu memantau pergerakan nilai IHSG. Setiap harinya nilai IHSG naik dan turun tidak menentu. Hal itu dipengaruhi oleh kondisi perekonomian baik dalam maupun luar negeri. HMM merupakan model stokastik dimana sistem diasumsikan sebagai rantai markov dengan statenya tersembunyi, Karvitha, dkk [2]. HMM dapat juga digunakan dalam memprediksi trend harga saham,gupta,a,dkk [1]) dan Karvitha, dkk [2]. Pada paper ini, akan digunanakan Hidden Markov Models (HMM) untuk mengetahui jumlah kondisi ekonomi yang mempengaruhi trend pergerakan nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mulai tahun 2010 hingga tahun KAJIAN LITERATUR IHSG mencerminkan harga saham-saham yang diperdagangkan pada bursa saham Indonesia. Jika IHSG naik berarti rata-rata saham yang diperdagangkan mengalami kenaikan, begitu pula sebaliknya. Nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan investor dalam mengambil keputusan membeli atau menjual sahamnya. Hidden Markov Model (HMM) adalah rantai Markov dimana statenya tidak dapat diamati secara langsung, tetapi hanya dapat diobservasi melalui himpunan pengamatan, Rabiner [3]. Elemen-elemen HMM antara lain: Rabiner [3] 1. X t yaitu state pada waktu t. 2. S = {s 1, s 2,, s N } yaitu ruang state dengan N adalah jumlah state. 3. O t yaitu observasi pada waktu t. 4. V = {v 1, v 2,, v M } yaitu ruang observasi dengan M adalah jumlah observasi. 5. π i yaitu distribusi state awal. 6. A = [ a ij ], yaitu matriks peluang transisi dari state i ke j. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

228 7. B = [ b jm ], yaitu matriks peluang observasi v m pada state j, dimana: akan maksimum jika ( ) HMM dinotasikan dengan = (A, B, π) HMM dapat digunakan dengan menyelesaiakn tiga masalah utama dalam HMM (Rabiner, [3] ), yakni: 1.Evaluation problem : diberikan barisan pengamatan dan model, bagaimana menghitung peluang barisan pengamatan? Pada evaluation problem, hitung P(O ) dengan prosedur forward, artinya dicari peluang barisan observasi jika diberikan parameter =(A,B,π). Dalam hal ini digunakan variabel forward, (1) 2. Decoding problem : diberikan pengamatan dan model, bagaimana memilih barisan state optimum, yang menyerupai pengamatan. Decoding problem diselesaikan dengan memanfaatkan variabel forward dan backward, yakni (2) 3.Learning problem : bagaimana mengatur parameter model untuk memaksimumkan. Metode yang digunakan dalam learning problem ini adalah algoritma Baum-Welch. Pada algoritma ini digunakan variabel forward, backward dan ( ) (3) 3. METODE PENELITIAN Dari data harian IHSG tahun pada gambar 1, diambil nilai harga penutupan. Kemudian dibuat trend pergerakan nilai IHSG dengan dua kemungkinan nilai; naik jika nilai penutupan hari ini lebih besar dari nilai penutupan hari kemarin, dan turun jika sebaiknya. I H S G Tahun Gambar 1. Harga penutupan IHSG tahun Dari data IHSG ini, himpunan observasi adalah, dengan 1 menyatakan naik dan 2 menyatakan turun. Data IHSG tahun digunakan untuk melakukan training terhadap model HMM dengan 2 state dan 3 state..setelah terbentuk parameter HMM =(A,B,π), untuk model HMM dengan 2 state dan 3 state gunakan data testing sekarang untuk membandingkan untuk masing-masing model. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari data nilai IHSG mulai tahun 2010 hingga 2016 ( diperoleh nilai Log (Peluang pengamatan dari model HMM dengan dua state dan tiga state. Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

229 Tabel 1. Nilai log dari peluang pengamatan Percobaan 2 state 3 state 1-394, , , , , , , , REFERENSI [1] Gupta,Aditya and Dingra,Bhuwan, non astudent member IEEE, Stock Market Prediction Using Hidden Markov Models, [2] Kavitha G, Udhayakumar, Nagarajan,D, Stock Market Analysis Using Hidden Markov Models [3] Rabiner, L.R., A Tutorial on Hidden Markov Models and Select Applications in Speech Recognition, Proceedings of IEEE, vol 77., No. 2.,pp , ( 1989) , , , , , , , , , , ,7306 Rata-rata -393, ,8725 Berdasarkan tabel 1 di atas, disimpulkan bahwa trend pergerakan nilai IHSG dipengaruhi oleh 3 state. 5. KESIMPULAN Pada penelitian ini disimpulkan bahwa ada 3 (tiga) kondisi ekonomi yang mempengaruhi trend pergerakan nilai IHSG. 280 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

230 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALIAN PREMATUR DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN STATISTIKA REGREGI LOGISTIK BINER (STUDI KASUS DI RUMAH SAKIT X DI YOGYAKARTA ) Puspita Ningrum 1, Edy Widodo 2 1 Mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA, Universitas Islam Indonesia ningrumpuspita40@gmail.com 2 Dosen Statistika, Universitas Islam Indonesia Edywidodo@uii.ac.id Abstrak Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berjudul Born Too Soon, The Global Action Report on Preterm Birth menyebutkan, secara global 15 juta bayi lahir prematur tiap tahunnya. Selain itu, menurut laporan tersebut juga pada tahun 2010, Indonesia menempati peringkat kelima negara dengan bayi prematur terbanyak di dunia ( bayi) setelah India (3,5 juta bayi), Tiongkok (1,2 juta bayi), Nigeria ( bayi), dan Pakistan ( bayi). Angka Kematian Bayi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 sebesar 10,25/1.000 kelahiran hidup, angka kematian ini meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar 9,17/1.000 kelahiran hidup. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2007, penyebab kematian bayi baru lahir pada kelompok umur 0-6 hari di Indonesia yang tertinggi yaitu gangguan pernafasan sebesar 36,9 %, sedangkan prematuritas sebesar 32,4%. Oleh karena itu, ingin diketahaui faktor yang mempengaruhi persalinan prematur dengan menggunakan pendekatan stastistik Regresi Logistik Biner. Maka diperoleh faktor yang mempengaruhi persalinann prematur di Rumah Sakit X di Yogyakarta yaitu jarak kehamilan ibu dan usia ibu. Kata Kunci: prematur, persalinan, regresi logistik biner 1. PENDAHULUAN Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berjudul Born Too Soon, The Global Action Report on Preterm Birth menyebutkan, secara global 15 juta bayi lahir prematur tiap tahun. Lebih dari satu juta bayi meninggal karena komplikasi akibat lahir prematur. Bayi yang hidup selamat pun banyak yang mengalami gangguan kognitif, penglihatan, dan pendengaran. Selain itu, menurut laporan tersebut juga pada tahun 2010, Indonesia menempati peringkat kelima negara dengan bayi prematur terbanyak di dunia ( bayi) setelah India (3,5 juta bayi), Tiongkok (1,2 juta bayi), Nigeria ( bayi), dan Pakistan ( bayi) (Kompas, 2015). Apabila tidak ditangani dengan benar, dalam waktu jangka panjang proses tumbuh kembang bayi prematur akan terganggu. Sehingga, akibatnya kualitas manusia Indonesia pada masa depan akan terancam. Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukan bahwa AKB di Indonesia masih sangat tinggi, pada tahun 2009 mencapai 34/1000 KH (Kelahiran Hidup). Selain itu AKB di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 sebesar 10,25/1.000 kelahiran hidup, angka kematian ini meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar 9,17/1.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2009). Penyebab kematian bayi pada kelompok umur 7-28 hari adalah yang tertinggi yaitu sepsis sebesar 20,5%, sedangkan prematuritas 12,8% (Kemenkes, 2009). Persalinan prematur merupakan persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

231 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram. Masalah utama dalam persalinan prematur adalah perawatan bayinya, semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan mortalitasnya (Saifuddin, 2009). Statistika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling banyak mendapatkan perhatian dan dipelajari oleh ilmuan dari hampir semua bidang ilmu pengetahuan, terutama para peneliti yang dalam penelitiannya banyak menggunakan satistika sebagi dasar analisis maupun perancangannya (ratno dan mustadjab, 1992: 1). Sehingga dapat dikatakan bahwa statistika memiliki peran yang penting dalam kemajuan diberbagai bidang ilmu pengetahuan. Analisis regresi merupakan salah satu bagian dari statistika yang banyak dipelajari oleh para ilmuan dan peneliti, baik itu ilmuan di bidang sosial maupun eksakta. Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton dalam artikelnya berjudul Family Likeness in Stature (1886), Galton menyebutkan bahwa, tinggi rata-rata badan anak yang lahir ternyata akan cenderung bergerak mundur (regress) mendekati tinggi rata-rata badan dari populasi secara keseluruhan meskipun kecenderungan orangtua yang berbadan tinggi akan punya anak berbadan tinggi, ataupun orangtua berbadan pendek akan punya anak berbadan pendek. Istilah regresi pada mulanya bertujuan untuk membuat perkiraan nilai satu variabel (tinggi badan anak) terhadap satu variabel yang lain ( tinggi badan orang tua). Pada perkembangan selanjutnya, analisis regresi memanfaatkan hubungan antara dua variabel atau lebih sehingga salah satu variabel dapat diramalkan dari variabel lainnya. Analisis regresi logistik digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel respon 282 yang berupa data dikotomik/biner dengan variabel bebas yang berupa data berskala interval dan atau kategorik (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Variabel yang dikotomik/biner adalah variabel yang hanya mempunyai dua kategori saja, yaitu kategori yang menyatakan kejadian sukses (Y=1) dan kategori yang menyatakan kejadian gagal (Y=0). Model regresi logistik dengan variabel respon yang mempunyai dua kategori dikenal dengan model regresi logistik biner (dikotomus) (Hosmer dan Lemeshow, 2000). Selain itu, regresi logistik menghasilkan rasio peluang (odds ratios) antara keberhasilan atau kegagalan sesuatu dari analisis. Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis ingin menggunakan metode analisis regresi logistik biner pada data sekunder yang diperoleh dari Rumah Sakit X di Yogyakarta. Selanjutnya, akan dilakukan analaisis pada data rekam medik yang telah diperoleh untuk mengetahui bagaimana karakteristik ibu yang melakukan persalinan prematur di Rumah Sakit X di Yogyakarta, faktor apa saja yang mempengaruhi persalinan prematur berdasarkan model regresi logistik biner, serta berapa besar odds ratios antara ibu yang melakukan persalinan secara prematur, dan tidak melakukan persalinan secara prematur. 2. KAJIAN LITERATUR Tinjauan Teoritik Persalinan prematur adalah persalinan yang dimulai setiap saat setelah awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 (Varney, 2007). Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram (Sujiatini, 2009). Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

232 Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Persalinan Prematur a. Usia Persalinan preterm meningkat pada usia ibu < 20 dan > 35 tahun, karena pada usia < 20 tahun alat reproduksi untuk hamil belum matang sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin. Sedangkan pada usia > 35 tahun juga dapat menyebabkan persalinan preterm karena umur ibu yang sudah resiko tinggi (Suririnah, 2008). Krisnadi, dkk (2009) menjelaskan bahwa ibu hamil dengan usia muda yaitu kurang dari 20 tahun peredaran darah menuju serviks dan uterus belum sempurna hal ini menyebabkan pemberian nutrisi pada janin berkurang. Demikian juga peredaran darah yang kurang pada saluran genital menyebabkan infeksi meningkat sehingga juga dapat menyebabkan persalinan preterm meningkat. Sedangkan menurut Kristiyanasari (2010), ibu hamil dengan usia di atas 35 tahun juga berisiko karena terjadi penurunan fungsi dari organ akibat proses penuaan. Adanya kehamilan membuat ibu memerlukan ekstra energi untuk kehidupannya dan juga kehidupan janin yang sedang dikandungnya. Selain itu pada proses kelahiran diperlukan tenaga yang lebih besar dengan kelenturan dan elastisitas jalan lahir yang semakin berkurang. b. Pekerjaan Aktivitas fisik juga mempengaruhi kebutuhan nutrisi wanita hamil. Apabila wanita tidak dalam kondisi sehat, aktivitas yang keras dapat menyebabkan pengalihan glukosa dari janin dan plasenta ke otot-otot ibu untuk pembentukan energi. Ini juga dapat menyebabkan hipoksia janin karena aliran darah melalui plasenta dialihkan ke ibu, sehingga suplai oksigen berkurang (Bobak, 2005). c. Riwayat Persalinan Prematur Risiko persalinan prematur berulang untuk wanita yang pada persalinan pertamanya mengalami persalinan prematur, meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan wanita yang bayi pertamanya lahir cukup bulan (Cunningham, 2013). d. Jarak Kehamilan Ibu yang jarak kehamilannya saat ini dengan sbelumnya antara bulan berisiko 3,07 kali untuk melahirkan prematur dibandingkan ibu yang jarak kehamilannya >24 bulan. Pada ibu yang jarak kehamilan saat ini dengan sebelumnya <18 bulan berisiko 2,56 kali untuk melahirkan prematur dibandingkan dengan ibu yang jarak kehamilannya >24 bulan. (Irmawati,2010). e. Antenatal Care Pelayanan merupakan upaya peningkatan untuk menjaga kesehatan ibu pada masa kehamilan. Pelayanan antenatal mencakup banyak hal yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium atas indikasi serta intervensi dasar dan khusus. Hal ini antenatal care meliputi konseling gizi, pemantauan berat badan, penemuan penyimpangan kehamilan, pemberian intervensi dasar seperti pemberian imunisasi Tetanus Toksoid (TT) dan tablet zat besi serta mendidik dan memotivasi ibu agar dapat merawat dirinya selama hamil dan mempersiapkan persalinan (Depkes RI, 2005). f. Hipertensi Merupakan keadaan perubahan dimana tekanan darah meningkat secara kronik. Dikatakan tekanan darah tinggi jika pada saat duduk tekanan sistolik mencapai 140 mmhg atau lebih. g. Anemia Dikategorikan anemia apabila HB < 11 gr/dl. Ibu yang sedang hamil menderita anemia beresiko sebesar 4,38 kali untuk melahirkan prematur dibandingkan dengan Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

233 ibu yang tidak menderita anemia saat kehamilannya (CI:2,45-7,85, nilai p=0,000).(irmawati,2010) h. Lahir Kembar Ibu yang mengandung bayi kembar dapat beresiko 4,78 kali untuk melahirkan prematur dibandingkan dengan ibu yang tidak mengandung bayi kembar (CI:2,15-6,82 dengan nilai p=0,0308).(irmawati,2010) i. Pendarahan selama Kehamilan Pendarahan pada ibu hamil normalnya tak lebih dari 500 cc. Apabila lebih, maka pada saat persalinan dapat dikatakan mengalami pendarahan. j. Parietas Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita (BKKBN, 2006). Paritas dapat dibedakan menjadi primipara dan multipara (Prawirohardjo, 2010). Resiko kesehatan ibu dan anak meningkat pada persalinan pertama, keempat dan seterusnya. Kehamilan dan persalinan pertama meningkatkan resiko kesehatan yang timbul karena ibu belum pernah mengalami kehamilan sebelumnya, selain itu jalan lahir baru akan dicoba dilalui janin. Sebaliknya jika terlalu sering melahirkan rahim akan menjadi semakin lemah karena jaringan parut uterus akibat kehamilan berulang. Jaringan parut ini menyebabkan tidak adekuatnya persediaan darah ke plasenta sehingga plasenta tidak mendapat aliran darah yang cukup untuk menyalurkan nutrisi ke janin akibatnya pertumbuhan janin terganggu (Depkes RI, 2004). Hal tersebut akan meningkatkan resiko terjadinya persalinan preterm. Analisi Regresi Analisi regresi dalam statistika adalah salah satu metode yang digunakan untuk menentukan hubungan sebab-akibat antara satu variabel dengan variabel-variabel yang lain. Variabel independen atau variabel bebas merupakan variabel penyebab yang dilambangkan dengan variabel X. Sedangkan, variabel yang terkena akibat atau variabel terikat disebut variabel dependen yang dilambangkan dengan variabel Y. Analisis regresi digunakan secara luas untuk melakukan prediksi atau ramalan. Analisis ini juga digunakan untuk memahami variabel bebas mana saja yang berhubungan dengan variabel terikat, dan untuk mengetahui bentuk-bentuk hubungan tersebut. a. Analisis Regresi Logistik Biner Analisis regresi logistik digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel respon yang berupa data dikotomik/biner dengan variabel bebas yang berupa data berskala interval dan atau kategorik (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Variabel yang dikotomik/biner adalah variabel yang hanya mempunyai dua kategori saja, yaitu kategori yang menyatakan kejadian sukses (Y=1) dan kategori yang menyatakan kejadian gagal (Y=0). Pada model-model linear umum komponen acak tidak harus mengikuti sebaran normal, tapi harus masuk dalam sebaran keluarga eksponensial. Sebaran bernoulli termasuk dalam salah satu dari sebaran keluarga eksponensial. Variabel respon Y ini, diasumsikan mengikuti distribusi Bernoulli. Asumsi Regresi Logistik antara lain: Regresi logistik tidak membutuhkan hubungan linier antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel independen tidak memerlukan asumsi multivariate normality. Asumsi homokedastisitas tidak diperlukan Variabel bebas tidak perlu diubah ke dalam bentuk metrik (interval atau skala ratio). Variabel dependen harus bersifat dikotomi (2 kategori, misal: tinggi dan rendah atau baik dan buruk). 284 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

234 Variabel independen tidak harus memiliki keragaman yang sama antar kelompok variabel. Kategori dalam variabel independen harus terpisah satu sama lain atau bersifat eksklusif. Sampel yang diperlukan dalam jumlah relatif besar, minimum dibutuhkan hingga 50 sampel data untuk sebuah variabel prediktor (independen). Regresi logistik dapat menyeleksi hubungan karena menggunakan pendekatan non linier log transformasi untuk memprediksi odds ratio. Odd dalam regresi logistik sering dinyatakan sebagai probabilitas. Variabel yang dikotomik/biner adalah variabel yang hanya mempunyai dua kategori saja, yaitu kategori yang menyatakan kejadian sukses (Y=1) dan kategori yang menyatakan kejadian gagal (Y=0).Jika variabel berdistribusi Bernoulli dengan parameter, maka fungsi distribusi peluang menjadi : = [1 (3.1) untuk Sehingga : Untuk = 0 = [1 =1- Untuk = 1 = [1 = Model regresi logistik adalah sebagai berikut (Hosmer dan Lemeshow, 2000), dengan p buah variabel prediktor dibentuk dengan nilai, dinotasikan sebagai berikut : (3.2) Keterangan : : Peluang sukses suatu kejadian,... : Variabel independen kuantitatif atau kualitatif : Konstanta dari model : Parameter koefisien regresi merupakan fungsi yang non linier, sehingga perlu dilakukan transformasi ke dalam bentuk logit untuk memperoleh fungsi yang linier agar dapat dilihat hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Dengan melakukan transformasi dari adalah, sehingga = [ ] = [ = [ ] = [ ( ) ( ) ( ) ] = ln [ ( ) = Sehingga diperoleh : b. Penaksiran Parameter Maximum Likelihood Estimation (MLE) Metode MLE digunakan untuk mengestimasi parameter-parameter dalam regresi logistik dan pada dasarnya metode maksimum likelihood memberikan nilai estimasi dengan memaksimumkan (3.3) fungsi likelihoodnya. (Hosmer dan Lemeshow, (3.4) 1989). Secara matematis fungsi likelihood dapat dinyatakan: = [1 (3.7) Sehingga : + (3.6) Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

235 [1 ) ln = ( ) = ( ) = ( ) = )]+ (1- ( Diperoleh logaritma likelihood : )]+ (1- ( (3.8) Untuk mendapatkan nilai penaksiran koefisien regresi logistik dilakukan dengan dan mendiferensialkan terhadap dan menyamakannya dengan nol yaitu : Turunkan ln terhadap, yaitu : = + = - = 0 - = 0 = 0 = 0 = = (3.9) Karena, maka didapatkan yang merupakan penduga kemungkinan maksimum. c. Uji Signifikansi Prameter Pemeriksaan peranan variabel-variabel independen ( ) dalam model, dilakukan melalui pengujian terhadap parameter model ( ). Pengujian secara serentak dilakukan menggunakan uji (likelihood), sedangkan secara parsial menggunakan uji Wald. Statistik Uji G Uji merupakan uji serentak yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara serentak terhadap variabel terikat. Langkah pengujiannya adalah sebagai berikut : Hipotesis : : = 0, dengan k = 1,2,, p. (Secara simultan variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat) : 0, dengan k = 1,2,, p. (minimal ada satu variabel bebas yang 286 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

236 berpengaruh secara simultan terhadap variabel terikat) Statistik uji : (3.10) =2 Daerah Kritik : Tolak jika > (p;, p-value < Statistik uji ini mengikuti distribusi Chi-Square dengan derajat bebas banyaknya parameter dalam model. Keputusan uji diperoleh dengan membandingkan nilai dan. Tolak ditolak bila > (p;, p adalah jumlah prediktor dalam model atau ditolak bila p-value < (Hosmer dan Lemeshow dalam Yulianto dkk (2013)). Statistik Wald Statististik wald digunakan dalam uji individu, pengujian dilakukan dengan menguji setiap secara individual. Hipotesis : = 0, dengan k = 1,2,, p. (tidak ada pengaruh variabel bebas ke k terhadap variabel terikat) : 0, dengan k = 1,2,, p. (ada pengaruh variabel bebas ke -k Statistik Uji : Keterangan : terhadap variabel terikat) : nilai dugaan untuk parameter : dugaan galat baku untuk koefisien Statistik Wald mengikuti distribusi normal sehingga untuk memperoleh keputusan pengujian, dengan membandingkan nilai W dengan nilai ( ditolak jika W > atau p-value < ). d. Uji Kecocokan Model Uji kecocokan model digunakan untuk menguji apakah model sesuai atau cocok dengan data dan seberapa besar kesesuaian tersebut. Hipotesis : : atau model sesuai (tidak ada perbedaan nyata antara hasil observasi dengan kemungkinan prediksi model) : atau model tidak sesuai (ada perbedaan nyata antara hasil observasi dengan kemungkinan prediksi model) Statistik uji adalah statistik devians (D) sebagai berikut (Nugraha, 2013): Keterangan : ) : peluang observasi ke-i pada kategori ke-j : banyaknya sukses : banyaknya pengamatan Statistik D berdistribusi Chi-square dengan derajat bebas uji ini adalah (k-(p+ 1)) dimana k merupakan jumlah kovariat dan p merupakan jumlah variabel independen. e. Interpretasi Koefisien Model Regresi Logistik Interpretasi dari suatu model merupakan inferensi dan pengambilan kesimpulan berdasarkan koefisien yang diestimasi. Koefisien (3.11) tersebut menggambarkan slope atau perubahan pada variabel terikat per unit perubahan pada variabel bebas. Interpretasi dari suatu model menyangkut 2 hal yaitu (Yulianto dkk, 2013) : Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

237 Perkiraan mengenai hubungan fungsional antara variabel terikat dengan variabel bebas Menentukan pengaruh pada variabel terikat yang disebabkan oleh tiap unit perubahan pada variabel bebas. Salah satu interpretasi dari suatu model adalah dengan menggunakan odds ratio. Odds adalah cara penyajian probabilitas, yang menjelaskan probabilitas bahwa kejadian tersebut akan terjadi dibagi dengan probabilitas bahwa kejadian tersebut tidak akan terjadi. Odds adalah ratio probabilitas sukses (π) terhadap probabilitas gagal (1-π). Pada data populasi, nilai oddsnya adalah (Nugraha, 2013) : (3.13) Sedangkan untuk sampel, digunakan rumus : (3.14) Nilai dari odds ratio adalah bernilai positif antara nol sampai tak hingga. 0 < odds < Makna dari nilai odds ratio adalah ketika odds bernilai satu, berarti probilitas sukses sama dengan probabilitas gagal, ketika odds bernilai kurang dari satu berarti probabilitas sukses lebih kecil daripada probabilitas gagal. Demikian juga sebaliknya jika odds lebih dari satu berarti probabilitas sukses lebih besar dari pada probabilitas gagal. 3. METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah data rekam medis ibu yang melakukan persalinan di Rumah Sakit X di Yogyakarta Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien yang terdiagnosis. Sedangkan sampel pada penelitian ini adalah ibu yang melahirkan secara prematur dan melakukan persalinan tidak prematur pada tahun Jenis dan Sumber Data Jenis data dalam penelitian ini berupa data sekunder. Adapun sumber data pada penelitian ini adalah dibagian rekam medis di Rumah Sakit X di Yogyakarta Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan pada bulan April Penelitian dilakukan Rumah Sakit X di Yogyakarta Data yang digunakan yaitu data Persalinan pada tahun Variabel Penelitian Didalam penelitian ini menggunakan satu variabel bebas dan 7 variabel terikat. Variabel penelitian adalah suatu yang menjadi objek penelitian atau juga diartikan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Adapun variabel yang akan diteliti, yaitu : 1. Usia ibu ( a. 0, apabila usia ibu tahun b. 1, apabila usia ibu <20 dan >35 tahun 2. Pekerjaan ( a. 0, tidak bekerja b. 1, bekerja 3. Paritas ( a. 0, apabila ibu 2 b. 1, apabila ibu <2 4. Pendarahan selama tiga bulan terakhir ( Pendarahan yang dialami oleh ibu selama tiga bulan terakhir karena kontraksi akibat benturan dan hal-hal yang menyebabkan pendarahan. a. 0, apabila ibu tidak mengalami pendarahan b. 1, apabila ibu mengalami pendarahan 5. Mengandung bayi kembar ( ) a. 0, jika ibu tidak mengandung bayi kembar 288 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

238 b. 1, apabila ibu mengandung kembar 6. Hipertensi ( a. 0, apabila tidak mengalami hipertensi b. 1, apabila mengalami hipertensi 7. Jarak Kehamilan ( a. 0, apabila jarak kehamilan ibu 2 tahun b. 1, apabila jarak kehamilan ibu <2 tahun 8. Prematur (Y) a. 0, apabila persalinan ibu tidak prematur b. 1, apabila, persalinan ibu prematur Teknik sampling yang Digunakan Jenis Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah case control study. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang pernah melahirkan di Rumah Sakit X di Yogyakarta. Sampel kasus yaitu semua ibu yang pernah mengalami persalinan prematur di Rumah Sakit X di Yogyakarta tahun Penelitian case control adalah bertujuan untuk mencari sampel minimal untuk masing-masing kelompok kasus dan kelompok kontrol. Kadang kadang peneliti membuat perbandingan antara jumlah sampel kelompok kasus dan kontrol tidak harus 1 : 1, tetapi juga bisa 1: 2 atau 1 : 3 dengan tujuan untuk memperoleh hasil yang lebih baik.. digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 95%. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pasien yang Melahirkan dengan Prematur di Rumah Sakit X Yogyakarta Profil Pasien Berdasarkan Usia Usia merupakan salah satu faktor resiko persalinan prematur. Jumlah pasien berdasarkan usia dari data rekam medik pasien yang melakukan persalinan secara prematur dan normal dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Usia Ibu Usia Prematur Normal < 20 tahun tahun 25 >35 tahun 21 n % n % Total Metode Analisis data Dalam penelitian ini digunakan Analisis Crosstab dan Analisis Regresi Logistik Biner. Analisis Crosstab dilakukan untuk melihat karakteristik ibu yang melahirkan secara prematur pada tahun 2015 di Rumah Sakit X di Yogyakarta. Sedangkan Analisis Regresi logistik biner dilakukan untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan prematur dan peluang terjaadinya persalinan prematur berdasarkan faktor mempengaruhi. Tingkat kepercayaan yang Berdasarkan tabel 4.1 dari 50 persalinan prematur (kasus) terdapat 4 orang pasien (8%) yang melahirkan yang berusia kurang dari 20 tahun, 25 orang (50%) yang melahirkan berusia tahun, dan sebanyak 21 orang (42%) yang berusia diatas 35 tahun. Sedangkan pasien yang melakukan persalinan normal (kontrol) yang melahirkan yang berusia tahun sebanyak 45 orang (90%), dan sebanyak 5 orang (10%) yang berusia diatas 35 tahun Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

239 Profil Pasien Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan merupakan faktor resiko persalinan prematur yang selanjutnya. Berdasarkan pekerjaan, peneliti mengelompokan pekerjaan menjadi dua yaitu bekerja dan tidak bekerja. Ibu rumah tangga digolongkan kedalam tidak bekerja, sedangkan jenis pekerjaan swasta, wiraswasta, PNS, dan lain-lain digolongkan kedalam golongan yang bekerja. Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi rofil Pasien Berdasarkan Tingkat Pekerjaan Pekerjaan Prematur Normal Ibu Rumah tangga n % n % Swasta Wiraswata PNS lain-lain Total Berdasarkan tabel 4.2 dari 50 persalinan prematur (kasus) terdapat 14 orang (28%) pasien yang melahirkan yang bekerja di bidang swasta sebanyak 14 orang (28%), pasien yang melahirkan yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 5 orang (10%), pasien yang melahirkan yang bekerja sebagai PNS sebanyak 2 orang (4 %), dan pasien yang melahirkan yang bekerja di bidang lain-lain sebanyak 15 orang (30%). Sedangkan dari 50 persalinan normal (kontrol) terdapat 13 orang (26%) pasien yang melahirkan yang bekerja di bidang swasta sebanyak 23 orang (46%), pasien yang melahirkan yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 8 orang (16%), pasien yang melahirkan yang bekerja sebagai PNS sebanyak 2 orang (4 %), dan pasien yang melahirkan yang bekerja di bidang lain-lain sebanyak 4 orang (8%). Selanjutnya, seperti yang telah disebutkan, peneliti mengelompokan pekrjaan menjadi dua. Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh pasien yang persalinannya secara prematur yang tidak bekerja sebanyak orang 14 pasien dan yang bekerja sebanyak 36 pasien. Sedangkan pasien yang melakukan peralinan secara normal 13 pasien dan tidak bekerja sebanyak 37 pasien. Profil Pasien Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Pendidikan Pendidikan Prematur Normal n % n % SMP SLTA D S S Total Berdasarkan tabel 4.3, dari 50 persalinan prematur (kasus) terdapat 2 orang (4%) pasien yang melahirkan dengan tingkat pendidikannya SMP, 21 orang (42%) pasien yang melahirkan dengan tingkat pendidikannya SLTA, 5 orang (10%) pasien yang melahirkan dengan tingkat pendidikannya D3, sebanyak 20 orang (40%) pasien yang melahirkan dengan pendidikan S1, sebanyak 2 orang (4%) yang melahirkan dengan tingkat pendidikan S2. Sedangkan pasien yang melakukan persalinan normal (kontrol) terdapat 3 orang (6%) pasien yang Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

240 melahirkan dengan tingkat pendidikannya SMP, 9 orang (18%) pasien yang melahirkan dengan tingkat pendidikannya SLTA, 8 orang (16%) pasien yang melahirkan dengan tingkat pendidikannya D3, sebanyak 25 orang (50%) pasien yang melahirkan dengan pendidikan S1, sebanyak 5 orang (10%) yang melahirkan dengan tingkat pendidikan S2. Profil Pasien Berdasarkan Parietas Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Parietas Parietas Prematur Normal n % n % Tidak Total Berdasarkan tabel 4.5 dari 50 persalinan prematur (kasus) terdapat 8 orang (8%) pasien yang (16%) yang mengandung bayi kembar, 42 orang (84%) yang tidak menagndung bayi kembar. Sedangkanasienyang melakukan persalinan tidak prematur (kontrol) dengan yang melahirkan bayi kembar sebanyak 3 orang (6%), dan sebanyak 47 orang (94%) yang tidak mengandunh bayi kembar < Total Berdasarkan tabel 4.4 dari 50 persalinan prematur (kasus) terdapat 31 orang (62%) pasien yang melahirkan dengan parietas 2, 19 orang (38%) yang melahirkan dengan parietas <2. Sedangkan pasien yang melakukan persalinan tidak prematur (kontrol) dengan parietas 2 sebanyak 27 orang (54%), dan sebanyak 23 orang (46%) dengan parietas < 2. Profil Pasien Berdasarkan Mengandung Kembar Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Mengandung Kembar Mengandung kembar Prematur Normal n % n % Profil Pasien Berdasarkan Hipertensi Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Hipertensi Hipertensi Prematur Normal Ya 8 Tidak 42 n % n % Total Berdasarkan tabel 4.6 dari 50 persalinan prematur (kasus) terdapat 8 orang (16%) pasien yang yang hipertensi, 42 orang (84%) yang tidak hipertensi. Sedangkan pasien yang melakukan persalinan tidak prematur (kontrol) yang hipertensi 15 orang (30%), dan sebanyak 35 orang (70%) yang tidak hipertensi Ya 8 3 Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

241 Profil Pasien Berdasarkan Jarak Kehamilan Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkn Jarak kehamilan Jarak kehamilan < 2 tahun 32 2 tahun 18 Prematur Normal n % n % Total Uji Signifikansi Prameter Pemeriksaan peranan variabel-variabel independen ( ) dalam model, dilakukan melalui pengujian terhadap parameter model ( ). Pengujian secara serentak dilakukan menggunakan uji (likelihood), sedangkan secara parsial menggunakan uji Wald. Statistik Uji G Uji merupakan uji serentak yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara serentak terhadap variabel terikat. Tabel 4.9 Statistik Uji G Berdasarkan tabel 4.7 dari 50 persalinan prematur (kasus) terdapat 32 orang (64%) pasien yang melahirkan dengan jarak kehamilan <2tahun, 18 orang (36%) dengan jarak kehamilan 2 tahun. Sedangkan pasien yang melakukan persalinan tidak prematur (kontrol) dengan jarak kehamilan <2 tahun sebanyak 24 orang (48%), 42 orang (42%) dengan jarak kehamilan 2 tahun. Regresi Logistik Biner Tabel 4.8 Output Regresi Logistik Biner Variabel B P- Value Exp(B) Umur (X1) Pekerjaan(X2) Parietas(X3) mengandung_kem bar(x5) Hipertensi(X6) jarak_kehamilan( X7) Constant G P-value keputusan 27,188 0,000 0,05 Tolak Berdasarkan tabel 4.9 digunakan hipotesis sebagai berikut : Hipotesis : : = 0, dengan k = 1,2,, p. (Secara simultan variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat) : 0, dengan k = 1,2,, p. (minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh secara simultan terhadap variabel terikat) = 0,05 Kriteria Uji : Tolak jika nilai statistik uji > dan p-value<α(0.05). Keputusan : Nilai statistik uji (27,188)> (14,067) dan p- value(0,000)< α (0.05) maka Tolak. Kesimpulan : Dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% maka keputusan 292 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

242 Tolak, sehingga minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh secara simultan terhadap variabel terikat. Pengujian Secara Parsial (Uji Wald) Uji Wald digunakan untuk menguji parameter secara parsial. Dengan menggunakan hasil statistic wald dapat dilakukan uji pengaruh usia ibu ( ), pekerjaan( ), parietas( ), pendarahan tiga bulan terakhir( ), mengandung bayi kembar( ), hipertensi( ), dan jarak kehamilan ( ), terjadap kejadian persalinan prematur (Y). Hipotesis untuk konstanta : = 0, Konstanta tidak signifikan : 0, Konstanta signifikan Hipotesis untuk variabel prediktor = 0, dengan k = 1,2,3,4,5,6,7(tidak ada pengaruh variabel bebas ke k terhadap variabel terikat) : 0, dengan k = 1,2,3,4,5,6,7(ada pengaruh variabel bebas ke -k terhadap variabel terikat) = 0,05 Kriteria Uji : ditolak jika W > atau p-value < α (0.05). Nilai = Hasil uji parsial untuk masing-masing parameter dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Hasil Estimasi Parameter Variabel B Wald P-Value Keputusan Usia (X1) Pekerjaan (X2) Signifikan Tidak signifikan Hipertensi (X6) jarak_keh amilan(x7 ) Tidak signifikan Konstanta Signifikan Tidak signifikan Tabel 4.9 merupakan hasil estimasi paramater, diperoleh hanya dua parameter yang berpengaruh secara signifikan yaitu variabel usia ibu ( ), dan jarak kehamilan ( ) terhadap persalinan prematur. Sehingga diperoleh, fungsi logit sebagai berikut : Logit = Usia (X1) + jarak_kehamilan(x7) Berdasarkan nilai logit tersebut dapat dihitung peluang kejadian terjadinya persalinan prematur. = = 0,7 Sehingga, peluang terjadinya persalinan prematur pada ibu yang berusia <20 tahun dan > 35 tahun dan dengan jarak kehamilan <2 tahun adalah sebesar 0,7. Uji Kecocokan Model Uji kecocokan model digunakan untuk menguji seberapa besar kesesuaian model dengan data. Pengujian kecocokan model menggunakan uji hipotesis : Parietas(X 3) Mengandu ng_kemba r(x5) Tidak signifikan Tidak signifikan : atau model sesuai (tidak ada perbedaan nyata antara hasil observasi dengan kemungkinan prediksi model) Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

243 : atau model tidak sesuai (ada perbedaan nyata antara hasil observasi dengan kemungkinan prediksi model) Tabel 4.10 Statistik Uji Devians Deviance DF P-value 7, ,337 Berdasarkan Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa nilai P-value sebesar 0.337, dengan begitu keputusannya adalah gagal ditolak karena p-value (0.337)> α (0.05). Hal tersebut memberikan kesimpulan bahwa model yang didapatkan pada regresi logistik biner pada kasus ini telah sesuai atau memenuhi. Interprestasi Odds ratio Nilai odds ratio adalah nilai yang menunjukkan perbandingan tingkatan kecenderungan antar dua kategori dalam satu variabel penjelas dengan salah satu kategori menjadi kategori pembanding. Dalam hal ini kategori yang dijadikan sebagai pembanding adalah terjadinya persalinan prematur dan tidak terjadinya persalinan prematur. Nilai odds ratio untuk masing-masing variabel independen yang signifikan dapat dilihat pada Tabel4.11 Nilai Odds Ratio Variabel Independen Variabel Umur (X1) jarak_kehamilan(x7) Odds Ratio Berdasarkan tabel 4.11 dapat disimpulkan bahwa pasien yang berusia dengan usia <20 tahun dan >35 tahun mempunyai resiko terjadinya persalinan prematur sebesar 9,823 jika dibanding dengan pasien yang berusia Selanjutnya, ibu dengan jarak kehamilan < 2 tahun memiliki resiko mengalami persalinan prematur sebesar 4,654 jika dibandingkan dengan pasien yang jarak kehamilannya > 2 tahun. 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa : Pasien yang melahirkan Rumah Sakit X di Yogyakarta secara prematur yang berusia kurang dari 20 tahun ada sebanyak 4 pasien, yang melahirkan berusia tahun sebanyak 25 pasien, dan sebanyak 21 orang yang berusia diatas 35 tahun. Berdasarkan pekerjaan dari 50 kasus persalinan prematur (kasus) terdapat 14 orang pasien yang melahirkan yang bekerja di bidang swasta, pasien yang melahirkan yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 5 orang, pasien yang melahirkan yang bekerja sebagai PNS sebanyak 2 orang dan pasien yang melahirkan yang bekerja di bidang lainlain sebanyak 15 orang (30%). Berdasarkan tingkat pendidikan terdapat 2 orang pasien yang melahirkan dengan tingkat pendidikannya SMP, 21 orang pasien yang melahirkan dengan tingkat pendidikannya SLTA, 5 orang pasien yang melahirkan dengan tingkat pendidikannya D3, sebanyak 20 orang pasien yang melahirkan dengan pendidikan S1, sebanyak 2 orang pasien yang melahirkan dengan tingkat pendidikan S2. Setelah dilakukan uji statistik G, diperoleh kesimpulan minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh secara simultan terhadap variabel terikat. Hasil uji parameter (uji wald) diperoleh hanya dua parameter yang berpengaruh secara signifikan yaitu variabel usia ibu( ), dan jarak kehamilan ( ) terhadap persalinan prematur, 294 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

244 Fungsi Logit = Umur (X1) + jarak_kehamilan(x7). Berdasarkan nilai logit tersebut dapat dihitung peluang kejadian terjadinya persalinan prematur sebesar 0,7. Sehingga, peluang terjadinya persalinan prematur pada ibu yang berusia <20 tahun dan > 35 tahun dan dengan jarak kehamilan <2 tahun adalah sebesar 0,7. Nilai odds ratio adalah nilai yang menunjukkan perbandingan tingkatan kecenderungan antar dua kategori dalam satu variabel penjelas dengan salah satu kategori menjadi kategori pembanding. Pasien yang berusia <20 tahun dan >35 tahun mempunyai resiko terjadinya persalinan prematur sebesar 9,823. Selanjutnya, ibu dengan jarak kehamilan < 2 tahun memiliki resiko mengalami persalinan prematur sebesar 4, REFERENSI Affifah, Tecky Persalinan Prematur. alinan-prematur.html. (Diakses Tanggal 29 April 2016 Pukul WIB) Agustina, Tria, Faktor-faktor yang berhubungan dengan persalinan prematur di Indonesia tahun 2010 (analisis data rikesdas 2010). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia : Depok. BKKBN Gender dalam Kesehatan Reproduksi. Bobak, et.al Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC : Jakarta. Dahlan, M.Sopiyudin, Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel Dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Merdeka : Jakarta. Depkes RI Profil Kesehatan Indonesia Depkes RI : Jakarta. Dhina, dkk Faktor Risiko Kejadian Persalinan Prematur (Studi di Bidan Praktek Mandiri Wilayah Kerja Puskesmas Geyer dan Puskesmas Toroh Tahun 2011). Fakultas Ilmu keperawatan dan Kesehatan, Fakultas kesehatan masyarakat Universitas Muhammadiyah Kedung Mundu : Semarang. p/jur_bid/article/view/555. ( Diakses Tanggal 29 April 2016 Pukul WIB ) Cunningham, FG., et al. (2013). Obstetri Williams (Williams Obstetri). EGC : Jakarta. Fitriany M, Myta. Analisis Regresi Logistik Biner Bivariat Untuk Mengetahui Keberhasilan Terapi Aba Pada Kemampuan Komunikasi Verbal dan Hubungan Dengan Orang Lain Anak Autisme. FMIPA Universitas Brawijaya : Malang. ttp://statistik.studentjournal.ub.ac.i d/index.php/statistik/article/view/1 93/213. ( Diakses Tanggal 29 April 2016 Pukul 21.09WIB) Greer I, Norman, J Preterm labor, Managing Risk in Clinical Practice. Cambridge University Press.Pp Heru S.J., dan Yasril, dan Analisis multivariat untuk penelitian kesehatan. Mitria Cendikia Press : Yogyakarta Hosmer, D.W. dan Lemeshow, S Applied Logistic Regression. John Wiley and Sons : New York. Irmawati Pengaruh Anemia Ibu Hamil dengan terjadinya Persalinan Prematur di Rumah Sakit Ibu dan Anak Budi Kemuliaan Jakarta. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia : Jakarta Kismanto, Arie. dan Aulia Imawati. Analisis Regresi Logistik Biner Pada Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Wanita Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

245 Menikah Muda di Provinsi Jawa Timur (Study Kasus Di Kabupaten Probolinggo, Bondowoso, Situbondo dan Sumenep. ITS : Surabaya. Undergraduate Paperpdf.pdf. (Diakses Tanggal 10 Maret 2016, Pukul WIB) Kompas Indonesia Urutan Kelima Jumlah Kelahiran Prematur. /04/28/ /Indonesia.Urutan.Kelima.Jumlah.Kelahiran.Prematur. (Diakses Tanggal 20 Februari 2016, Pukul WIB) Krisnadi, Sofie R. dkk Prematuritas. Refika Aditama : Bandung Kristiyanasari, Weni Gizi Ibu Hamil. Nuha Medika: Yogyakarta Melawati, Yuni Klasifikasi Keputusan Nasabah Dalam Pengambilan Kredit Menggunakan Model Regresi Biner Dan Metode Classification And Regression Trees (CART)(Studi Kasus Pada Nasabah Bank BJB Cabang Utama Bandung). UPI Novhita, dkk Faktor Risiko Kejadian Kelahiran Prematur di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Kota Makassar. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin : Makassar Profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah Profil Provinsi Jawa Tengah. dokumen/profil/2009/profil_2009br. pdf. (Diakses Tanggal 15 Maret 2016, Pukul WIB) Rahmawati, Dian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Persalinan Preterm di Rsud Dr. Moewardi Surakarta. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah : Surakarta Rerung, Naomi Minggu Faktor Risiko Kejadian Persalinan Prematur di Rumah Sakit Daya Makassar Tahun Stikes Nani Hasanuddin Makassar, ISSN : , Volume IV, No, I Rara, Dita Persalinan Prematur. 13/10/persalinan-prematur.html. ( Diakses Tanggal 29 April 2016 Pukul WIB) Saifuddin, Abdul dkk Ilmu kebidanan. Jakarta : EGC. Santoso, Singgih Buku latihan SPSS Statistika Parametrik. PT.Gramedia : Jakarta Sugiono Statistika Untuk penelitian.bandung : Cv. Alfabeta : Jakarta Sujiyatini Asuhan Patologi Kebidanan. Nuka Medika: Yogyakarta Suririnah Buku Pintar Kehamilan dan Persalinan. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta Utomo, Setyo Model Regresi Logistik Untuk Menunjukkan Pengaruh Pendapatan Per Kapita, Tingkat Pendidikan, Dan Status Pekerjaan Terhadap Status Gizi Masyarakat Kota Surakarta. Skripsi. FMIPA UNS : Surakarta Varney, Helen Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. EGC : Jakarta Widarjono, Agus Analisis statistika multivariat terapan. UPP STIM YKPN: Yogyakarta Zegastat Sejarah Regresi. 4/04/sejarah-regresi.html/ Diakses Tanggal 29 April 2016 Pukul WIB) 296 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

246 ANALISIS PENGELOMPOKKAN KABUPATEN/KOTA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERDASARKAN INDIKATOR PENDIDIKAN TAHUN 2013/2014 Baiq Yulia Rahma 1), Edy Widodo 2) 1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia baiqyuliarahma@gmail.com 2 Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia edywidodo@uii.ac.id Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) berdasarkan indikator pendidikan yang meliputi rasio siswa per sekolah, rasio siswa per Rombel dan rasio Rombel per Ruang Kelas untuk setiap jenjang pendidikan. Penelitian ini mengggunakan analisis cluster berhierarki dengan metode ward. Metode Ward digunakan untuk meminimalkan variasi antar objek yang ada dalam satu cluster dan memaksimalkan variasi dengan objek yang ada dalam cluster lain. Ukuran kemiripan yang digunakan adalah jarak Euclidean kuadrat.hasil pengelompokan menunjukkan bahwa dari 10 kabupaten/kota yang menjadi objek penelitian terbentuk menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama merupakan kabupaten/kota dengan rata-rata rasio siswa per sekolah yang cukup padat, rata-rata rasio siswa per rombel pada jenjang pendidikan SMP belum memenuhi SNP (Standar Nasional Pendidikan). Cluster kedua merupakan kabupaten/kota dengan rata-rata rasio siswa per sekolah yang cukup padat, rata-rata rasio siswa per rombel pada setiap jenjang pendidikan SMP dan SMA belum memenuhi SNP (Standar Nasional Pendidikan), sehingga perlu adanya perencanaan peningkatan mutu proses belajar mengajar oleh pemerintah setempat, dan cluster ketiga merupakan kabupaten/kota dengan rata-rata rasio siswa per sekolah yang tidak terlalu padat, rata-rata rasio siswa per rombel pada tiap jenjang pendidikan telah memenuhi SNP (Standar Nasional Pendidikan). Namun pada kabupaten Lombok Tengah dan Dompu pada jenjang pendidikan SMP serta pada kabupaten Bima pada jenjang pendidikan SMA belum memenuhi SNP (Standar Nasional Pendidikan) sehingga perlu adanya perencanaan peningkatan mutu proses belajar mengajar oleh pemerintah setempat. Kata Kunci: Cluster, NTB, Metode Ward, SNP 1. PENDAHULUAN Provinsi Nusa Tenggara Barat merupa-kan salah satu provinsi di Indonesia dengan ibukota provinsi Mataram. Berdasarkan data proyeksi penduduk tahun , jumlah penduduk provinsi NTB tahun 2014 mencapai jiwa. Salah satu misi pemerintah Nusa Tenggara Barat tahun adalah Masyarakat sejahtera, masyarakat sehat, masyarakat cerdas dan trampil dan masyarakat berwawasan Iptek. Untuk mewujudkan misi tersebut dilakukan melalui kebijakankebijakan yang diambil oleh pemerintah, diantaranya adalah untuk mengukur capaian atau keberhasilan program pembangunan pendidikan disusun indikator pendidikan yang sesuai dengan misi pendidikan 5K. Indikator pendidikan ini dapat digunakan sebagai peringatan awal terhadap permasalahan pendidikan yang ada di lapangan. Pemerintah daerah terus berusaha untuk mengembangkan pendidikan lebih baik di NTB. Salah satunya dengan meningkatkan jumlah dana dan penerima beasiswa, pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) serta bantuan-bantuan lainnya yang bersifat langsung atau semi langsung. Namun jika ditinjau lebih lanjut, belum semuanya dapat memberikan hasil yang maksimal. Berdasarkan tabel 1. dapat dilihat bahwa kinerja pembangunan pendidikan Provinsi Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

247 Nusa Tenggara Barat pada misi K1 (meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan) dan K4 (mewujudkan kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan) masih kurang. Untuk menunjang keberhasilan upaya pembangunan daerah di Propinsi Nusa Tenggara Barat tersebut, maka diperlukan solusi untuk mendapatkan gambaran mengenai karakteristik pendidikan dan pengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat berdasarkan indikator pendidikan yang dapat digunakan sebagai landasan pengambilan kebijakan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Metode statistika yang biasanya digunakan untuk melakukan pengelompokkan adalah analisis Kelompok. Analisis kelompok merupakan suatu metode dalam analisis multivariat yang dapat digunakan untuk mengelompokkan objekobjek pengamatan menjadi beberapa kelompok, sehingga objek-objek dalam satu kelompok mempunyai sifat yang sama, sedangkan objek-objek antar kelompok berbeda. Ukuran kesamaan atau kemiripan yang digunakan dalam analisis kelompok didasarkan pada ukuran jarak. Semakin kecil jarak antar objek, maka semakin besar kemiripan antar objek tersebut. Jika terjadi korelasi antar variabel, maka ukuran jarak yang digunakan adalah jarak Mahalanobis dan jika tidak terjadi korelasi antar variabel, maka ukuran jarak yang digunakan adalah jarak Euclidean. Tabel 1. Kinerja pembangunan pendidikan berdasarkan 5K Provinsi Nusa Tenggara Barat Misi SD SMP SMA Dikdasmen Jenis Misi K1 86,44 75,40 68,34 73,44 Kurang Misi K2 92,87 86,83 88,89 89,53 Madya Misi K3 94,48 91,60 94,12 93,40 Utama Misi K4 69,93 44,30 48,33 54,19 Kurang Misi K5 90,08 82,57 90,92 87,85 Madya Kinerja 86,76 76,14 78,12 79,68 Kurang Jenis Madya Kurang Kurang Kurang Analisis kelompok diterapkan diberbagai bidang, diantaranya penelitian Oktavia, dkk. (2013) menggunakan analisis kelompok yaitu metode Ward dalam meneliti kinerja 15 dosen jurusan Matematika FMIPA Universitas Tanjungpura yang mengajar pada semester ganjil 2011/2012. Kelompok pertama terdiri dari empat dosen, kelompok kedua terdiri dari enam dosen, kelompok ketiga terdiri dari tiga dosen dengan penilaian mahasiswa terhadap kinerja dosen baik untuk semua variabel, kelompok keempat terdiri dari satu dosen, Kelompok kelima terdiri dari satu dosen. Sitopu, dkk. (2011) menggunakan metode kelompok berhierarki dalam mengelompokkan tingkat pencemaran udara pada sektor industri di Sumatra Selatan. Penelitian Mahadwartha (2002) menggunakan metode Ward dalam mengelompokkan saham-saham perusahaan manufaktur di BEJ berdasarkan nisbah profitabilitasnya dimasa kritis. 298 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

248 Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Analisis Pengelompokkan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat Berdasarkan Indikator Pendidikan tahun 2013/2014. Tujuan penelitian ini adalah mengelompokkan kabupaten/kota berdasarkan indikator pendidikan di Provinsi Nusa Tenggara Barat serta menentukan ciri/karakteristik setiap kelompok yang terbentuk. 2. KAJIAN LITERATUR Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) pengerti-an pendidikan yaitu: Tuntutan didalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya (Haryanto, 2012). per kelas sebagai perbandingan jumlah siswa dengan jumlah kelas pada jenjang tertentu. Rasio siswa per kelas menunjukkan tingkat ketersediaan ruang kelas dan rasio kelas per ruang kelas sebagai perbandingan ketersediaan ruang kelas dengan jumlah rombongan belajar. Analisis Korelasi dan Anaisis Komponen Utama Analisis korelasi adalah metode statistik yang digunakan untuk mengukur besarnya hubungan linier antara dua variabel atau lebih. Menurut Watson dan Craft (Danang Suyono, 2007) untuk mengukur arah dan keeratan hubungan antara dua peubah adalah koefisien korelasi. Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 dan 1. Untuk mengukur koefisien korelasi digunakan rumus sebagai berikut: Menurut UU No. 20 Tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam perkembangan pendidikan, indikator-indikator pendidikan mempunyai peran penting dalam meningkatkan pendidikan di suatu wilayah. Salah satunya dapat diliat dari ketersediaan layanan pendidikan yang diukur melalui rasio siswa per sekolah, rasio siswa per kelas dan rasio kelas per ruang kelas. Rasio siswa per sekolah didefinisikan sebagai perbandingan jumlah siswa dengan jumlah sekolah pada jenjang pendidikan tertentu. Kriteria yang digunakan adalah semakin tinggi nilai rasio, berarti tingkat kepadatan sekolah makin tinggi. Sedangkan rasio siswa Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei 2016 (1) dengan r xy = koefisien korelasi variabel x dengan variabel y; xy = jumlah hasil perkalian antara variabel x dengan variabel y; x jumlah nilai setiap item; y = jumlah nilai konstan; n = jumlah subyek penelitian Menurut Johnson & Wichern (Widaryoko, 2004) analisis komponen utama merupakan suatu teknik statistika untuk mengubah dari sebagian besar variabel asli yang digunakan yang saling berkorelasi satu dengan yang lainnya menjadi satu set variabel baru yang lebih kecil dan saling bebas (tidak berkorelasi lagi). Jadi analisis komponen utama berguna untuk mereduksi variabel, sehingga lebih mudah untuk menginterpretasi data-data tersebut. Antar komponen utama tersebut tidak berkorelasi dan mempunyai variasi yang sama 299

249 dengan akar ciri dari Σ. Akar ciri dari matriks ragam peragam Σ merupakan varian dari komponen utama Y, sehingga matriks ragam peragam dari Y adalah: Σ [ ] (2) Penetapan banyaknya KU untuk dapat ditafsirkan dengan baik dapat dilihat dari: a. Proporsi keragaman komulatif dari KU Menurut Morrison (Adrianti, 2014) banyaknya KU yang dipilih sudah cukup memadai apabila KU tersebut mempunyai persentase kera-gaman komulatif tidak kurang dari 75% dari total keragaman data. Sedangkan menurut Johnson dan Wichern (Pradeni, dkk, 2013) mengisyaratkan bahwa KU dengan kondisi persentase keragaman komulatif sebesar 80%, dapat menggambarkan data asalnya. Keragaman total KU: Analisis Kelompok Analisis kelompok digunakan untuk mengelompokkan objek pengamatan berdasarkan karakteristik-karakteristik yang dimiliki. Analisis kelompok terdiri dari dua metode yaitu metode hirarki dan nonhirarki. Metode nonhirarki digunakan apabila diketahui banyak kelompok yang dikehendaki. Menurut Johnson dan Whinchern (Saraswati, 2014) metode hirarki digunakan jika banyak kelompok yang dikehendaki tidak diketahui. Cox, 2005 (Saraswati, 2014) Euclidean merupakan tipe pengukuran dalam analisis kelompok yang paling umum digunakan untuk mengukur jarak antar objek. Menurut Manly (Saraswati, 2014) asumsi yang terdapat pada Euclidean, yaitu peubah tidak saling berkorelasi, memiliki satuan pengukuran sama dan normal baku. Ada beberapa metode yang telah umum dikenal dan digunakan untuk memperbaharui jarak antar kelompok, yaitu sebagai berikut: a. Metode Pautan Tunggal (Single linkage) Usman dan Sobari (2013) menyebutkan bahwa pada prosedur ini pengelompokan dilakukan berdasarkan jarak minimum. (4) (3) b. Nilai dari akar ciri Pemilihan komponen utama yang digunakan, didasarkan pada nilai akar cirinya. Menurut Kaiser (Widaryoko, 2004) pemilihan KU berdasarkan pendekatan akar ciri yang nilainya 1. AKU seringkali disajikan dalam tahap pertengahan dalam penelitian yang lebih besar. KU bisa merupakan masukan pada Analisis Faktor atau analisis Kelompok. b. Metode Pautan Lengkap (Complete linkage) Metode ini didasarkan pada jarak minimum. Dimulai dengan dua objek yang dipisahkan dengan jarak paling pendek, maka keduanya akan ditempatkan pada cluster pertama, dan seterusnya. Metode ini dikenal pula dengan nama pendekatan tetangga terdekat. Statistik yang diguna-kan metode ini dalam memperbaharui jarak antar kelompok adalah (Soraya, 2011): 300 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

250 (5) c. Metode Pautan Rataan (Average linkage) Metode pautan rataan dikembangkan oleh Lance & Williams (Adrianti, 2014) Statistik yang digunakan metode ini dalam memperbaharui jarak antar kelompok adalah: dengan x i adalah vektor kolom yang entrinya nilai rata-rata objek i dengan i=1,2,3,...,n, adalah vektor kolom yang entrinya rata-rata nilai objek dalam kelompok, N adalah banyaknya objek. Jarak antara objek UV dan objek W dengan metode Ward yaitu sebagai berikut: (6) dengan : jumlah objek kelompok- ; : jumlah objek kelompok-. d. Metode Ward (Ward s Method) Metode Ward adalah metode kelompoking hirarki yang bersifat agglomerative untuk memperoleh kelompok yang memiliki varian internal sekecil mungkin. Agglomerative merupakan prosedur pengelompokan hirarki dimana setiap objek berawal dari kelompok yang terpisah. Kelompok-kelompok dibentuk dengan mengelompokkan objek ke dalam kelompok yang semakin banyak objek yang menjadi anggotanya. Proses ini dilanjutkan sampai semua objek menjadi anggota dari kelompok tunggal. Menurut Gundono (Oktavia,S. Dkk, 2013) metode Ward merupakan bagian dari metode pengelompokan yang mengelompokkan N buah objek ke dalam n, n-1, n-2,... 1 kelompok dengan banyaknya kelompok tidak diketahui. Metode Ward berusaha untuk meminimalkan variasi antar objek yang ada dalam satu kelompok dan memaksimalkan variasi dengan objek yang ada di kelompok lainnya. Jarak antara dua kelompok yang terbentuk pada metode Ward adalah sum of squares diantara dua kelompok tersebut. Metode Ward didasarkan kriteria sum square error (SSE) dengan ukuran kehomogenan antara dua objek berdasarkan jumlah kuadrat kesalahan yang paling minimal. Formula untuk SSE adalah sebagai berikut: (7) dengan (8) = jarak antara kelompok UV dan kelompok W; = jarak antara kelompok U dan kelompok W; = jarak antara kelompok V dan kelompok W; = jarak antara kelompok U dan kelompok V; = banyaknya objek pada kelompok ke-u, ke-v dan ke-w; Untuk menginterpretasikan kelompok meliputi pengkajian tentang centroidss yaitu rata-rata nilai objek yang terdapat dalam kelompok pada setiap variabel. Centroids kelompok ke-i dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (9) dengan = centroids pada kelompok ke-i; = objek ke-i; N = banyaknya objek atau jumlah kelompok yang menjadi anggota ke-i; 3. METODOLOGI PENELITIAN Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa indikator pendidikan yaitu adalah rasio siswa per sekolah pada jenjang pendidikan, rasio siswa per kelas pada setiap Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

251 jenjang pendidikan seta rasio kelas per ruang kelas pada setiap jenjang pendidikan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun Data yang digunakan berupa data indikator pendidikan untuk seluruh kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang terdiri dari 10 kabupaten/kota. Data tersebut disesuaikan dengan ketersedian data yang ada. Metode Analisis Data Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif yaitu dengan memberikan ulasan atau interpretasi terhadap data yang diperoleh sehingga menjadi lebih jelas dan bermakna dibandingkan dengan sekedar angka-angka. Analisis Korelasi dan Analisis Komponen Utama Analisis korelasi adalah suatu analisis statistik yang mengukur tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih (Sunyoto, Danang. 2007). Sedangkan analisis Komponen Utama menurut Johnson & Wichern (Andrianti, Wiwi. 2014) merupakan suatu teknik statistika untuk mengubah dari sebagian besar variabel asli yang digunakan yang saling berkorelasi satu dengan yang lainnya menjadi satu set variabel baru yang lebih kecil dan saling bebas (tidak berkorelasi lagi). Jadi analisis komponen utama berguna untuk mereduksi variabel, sehingga lebih mudah untuk menginterpretasi data-data tersebut. 302 Analisis Kelompok Analisis kelompok adalah suatu analisis statistik multivariate yang bertujuan untuk mengetahui struktur data dengan menempatkan kesamaan obyek observasi ke dalam satu kelompok data sehingga dapat dibedakan antara kelompok satu dengan kelompok yang lain atau dengan cara memisahkan kasus/obyek ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai sifat berbeda antar kelompok yang satu dengan yang lain. Dalam analisis ini tiap-tiap kelompok bersifat homogen antara anggota dalam kelompoknya atau dapat dikatakan variasi obyek/individu dalam satu kelompok yang terbentuk sekecil mungkin. Langkah-langkah analisis kelompok adalah sebagai berikut: a. Masing-masing objek dipandang sebagai satu kelompok. Karena terdapat 10 kabupaten/kota, maka banyaknya kelompok pada tahap ini akan terbentuk 10 kelompok. Jarak antar kelompok diukur dengan jarak Euclidean, sehingga diperoleh matriks jarak berukuran x 10. b. Dua objek dengan jarak terdekat digabungkan dalam satu kelompok baru. c. Perbaiki kembali matriks jarak antar kelompok. d. Ulangi langkah 2 dan 3 sebanyak 1 kali sampai semua individu tergabung dalam satu kelompok. e. Melakukan interpretasi terhadap kelompok-kelompok yang terbentuk. f. Menarik kesimpulan. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software MINITAB dan Ms. Office Excel. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelompokan kabupaten/kota provinsi Nusa Tenggara Barat berdasarkan indikator pendidikan dengan metode Ward menggunakan bantuan program MINITAB 15. Hasil pengelompokan kabupaten/kota provinsi Nusa Tenggara Barat berdasarkan indikator Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

252 pendidikan disajikan dalam bentuk dendogram yaitu suatu alat grafis yang digunakan untuk menyajikan hasil pengukuran yang dapat dilihat pada Gambar 1 berikut: Dendrogram Ward Linkage; Euclidean Distance -16,61 Similarity 22,26 61,13 100, Observations Gambar 1. Dendogram pengelompokan kabupaten/kota berdasarkan metode Ward Berdasarkan gambar 1, terlihat bahwa kelompok yang memiliki kemiripan satu dengan yang lainnya ada 3 kelompok yakni 2 kelompok yang mempunyai anggota lebih dari satu kabupaten/kota dan 1 kelompok yang berdiri sendiri. Pengelompokan kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel berikut: Tabel 1. Kelompok Pertama Kab/kota X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 Lombok Barat Lombok Timur Lombok Utara Rata-Rata Kelompok pertama terdiri dari kabupaten Lombok Barat, Lombok Timur dan Lombok Utara. Jarak yang dihasilkan ketiga kabupaten tersebut lebih dekat dari kelompok lain. Berdasarkan nilai centroids-nya kelompok ini mempunyai rata-rata tinggi untuk variabel X4 dan X6. Yang termasuk pada Kelompok ini adalah kabupaten/kota dengan rata-rata rasio siswa per sekolah yang cukup padat, ratarata rasio siswa per kelas untuk jenjang pendidikan SD adalah 1:27, SMP 1:35 dan SMA 1:31. Artinya bahwa untuk jenjang pendidikan SD setiap kelas memiliki rata-rata jumlah siswa sebanyak 27 orang, jenjang pendidikan SMP setiap kelas memiliki ratarata jumlah siswa sebanyak 35 orang dan jenjang pendidikan SMA setiap kelas memiliki rata-rata jumlah siswa sebanyak 31 orang. Gambaran tentang kecukupan ruang kelas menunjukkan kualitas layanan pendidikan tingkat kabupaten/kota. Untuk mengetahui kualitas layanan pendidikan dilakukan dengan menganalisis kecukupan ruang kelas yaitu berapa besar rata-rata rasio siswa terhadap rombongan belajar. Ini akan menunjukkan apakah kapasitas ruang kelas masih bisa dioptimalkan atau sudah cukup. Kemudian menganalisis rasio kelas terhadap ruang kelas, jika rasio kelas terhadap ruang kelas lebih dari satu menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran masih menggunakan kelas rangkap. Analisis kecukupan ruang Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

253 kelas ditunjukkan oleh dua unsur, yaitu rasio siswa terhadap kelas dan rasio kelas terhadap ruang kelas pada kelompok pertama pada kelompok pertama dapat dilihat pada tabel 2 berikut: Tabel 2. Analisis Kecukupan Ruang Kelas Kelompok Pertama Kabupaten/kota Rasio Siswa per Sekolah Rasio kelas per Ruang Kelas Keterangan SD SMP SMA SD SMP SMA SD SMP SMA Lombok Barat Lombok Timur Perlu dioptimalkan Ideal ideal Perlu dioptimalkan Ideal Ideal Lombok Utara Perlu dioptimalkan Ideal Perlu dioptimalkan Rata-rata Perlu dioptimalkan Ideal Ideal Berdasarkan tabel 2. di atas, pada jenjang pandidikan SD memiliki rata-rata rasio siswa per sekolah sebesar 1:27 dan rasio kelas per ruang kelas sama dengan satu sehingga kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan pendidikan SD pada kelompok pertama masih perlu dioptimalkan. Pada jenjang pendidikan SMP rata-rata rasio siswa per sekolah sebesar 35 dan rasio kelas per ruang kelas sama dengan satu sehingga kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SMP pada kelompok pertama adalah ideal. Sedangkan pada jenjang pendidikan SMA rata-rata rasio siswa per sekolah sebesar 31 dan rasio kelas per ruang kelas sama dengan satu sehingga kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SMA pada kelompok pertama adalah ideal. Namun pada kabupaten Lombok Utara masih perlu dioptimalkan. Pada kelompok kedua dalam penelitian ini hanya terdiri dari kota Mataram. Berdasarkan nilai centroidsnya, kelompok ini memiliki rata-rata nilai yang tinggi untuk rata-rata rasio siswa per sekolah untuk setiap jenjang pendidikan, serta rata-rata nilai tinggi untuk rasio siswa per kelas untuk jenjang pandidikan SMP dan SMA. Tabel 3. Kelompok Kedua Kab/kota X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 Kota Mataram Rata-rata Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

254 Berdasarkan tabel 3. di atas memperlihatkan bahwa rata-rata rasio siswa per sekolah yang cukup padat, rata-rata rasio siswa per kelas untuk jenjang pendidikan SD adalah 1:27, SMP 1:40 dan SMA 1:34, artinya bahwa untuk jenjang pendidikan SD setiap kelas memiliki rata-rata jumlah siswa sebanyak 27 orang, jenjang pendidikan SMP setiap kelas memiliki rata-rata jumlah siswa sebanyak 40 orang dan jenjang pendidikan SMA setiap kelas memiliki rata-rata jumlah siswa sebanyak 34 orang. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa pada kelompok kedua ini rata-rata rasio siswa per kelas pada setiap jenjang pendidikan SMP dan SMA belum memenuhi SNP (Standar Nasional Pendidikan), sehingga perlu adanya perencanaan peningkatan mutu proses belajar mengajar oleh pemerintah setempat. Tabel 4. Analisis Kecukupan Ruang Kelas Kelompok Kedua Kabupaten/kota Rasio Siswa per Sekolah Rasio kelas per Ruang Kelas Keterangan SD SMP SMA SD SMP SMA SD SMP SMA Kota Mataram Rata-rata Perlu dioptimalkan Ideal ideal Perlu dioptimalkan Ideal Ideal Analisis kecukupan ruang kelas pada kelompok kedua berdasarkan tabel 4. di atas memperlihatkan bahwa pada jenjang pendidikan SD memiliki rata-rata rasio siswa per sekolah sebesar 27 dan rasio kelas per ruang kelas sama dengan satu sehingga kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SD pada kelompok kedua masih perlu dioptimalkan. Pada jenjang pendidikan SMP dan SMA rata-rata rasio siswa per sekolah sebesar 40 dan 34 dan rasio kelas per ruang kelas sama dengan satu sehingga kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SMP dan SMA pada kelompok kedua adalah ideal. Kelompok ketiga terdiri dari kabupaten Lombok Tengah, Sumbawa, Dompu, Bima, Sumbawa Barat, dan kota Bima. Berdasarkan table 5. kelompok ini adalah kabupaten/kota dengan rata-rata rasio siswa per sekolah yang tidak terlalu padat, rata-rata rasio siswa per kelas untuk jenjang pendidikan SD adalah 1:23, SMP 1:31 dan SMA 1:31, artinya bahwa untuk jenjang pendidikan SD setiap kelas memiliki rata-rata jumlah siswa sebanyak 23 orang, jenjang pendidikan SMP setiap kelas memiliki rata-rata jumlah siswa sebanyak 31 orang dan jenjang pendidikan SMA setiap kelas memiliki rata-rata jumlah siswa sebanyak 31 orang. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa pada kelompok ke-tiga ini rata-rata rasio siswa per kelas pada tiap jenjang pendidikan telah memenuhi SNP (Standar Nasional Pendidikan). Namun pada pada kabupaten Lombok Tengah dan Dompu pada jenjang pendidikan SMP serta pada kabupaten Bima pada jenjang pendidikan SMA belum memenuhi SNP (Standar Nasional Pendidikan) sehingga perlu adanya Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

255 perencanaan peningkatan mutu proses belajar mengajar oleh pemerintah setempat. Berdasarkan tabel 6. pada jenjang pendidikan SD memiliki rata-rata rasio siswa per sekolah sebesar 1:23 dan rasio kelas per ruang kelas sama dengan satu sehingga kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SD pada kelompok ketiga masih perlu dioptimalkan. Tabel 5. Kelompok Ketiga Kab/kota X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 Lombok Tengah Sumbawa Dompu Bima Sumbawa Barat Kota Bima Rata-rata Pada jenjang pendidikan SMP rata-rata rasio siswa per sekolah sebesar 1:31 dan rasio kelas per ruang kelas sama dengan dua sehingga kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SMP pada kelompok ketiga adalah masih kurang. Namun pada kabupaten Sumbawa kecukupan ruang kelas masih perlu dioptimalkan sedangkan pada Kota Bima rata-rata rasio siswa per kelas pada tingkat pendidikan SMP sebesar 1:26 sehingga kecukupan ruang kelas untuk Kota Bima adalah berpotensi untuk grouping. Sedangkan pada jenjang pendidikan SMA rata-rata rasio siswa per sekolah sebesar 1:31 dan rasio kelas per ruang kelas sama dengan satu sehingga kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SMA pada kelompok pertama adalah ideal. Namun pada kabupaten Sumbawa Barat masih perlu dioptimalkan. Tabel 6. Analisis Kecukupan Ruang Kelas Kelompok Ketiga Kabupaten/ kota Rasio Siswa per Sekolah Rasio kelas per Ruang Kelas Keterangan SD SMP SMA SD SMP SMA SD SMP SMA Lombok Tengah Perlu dioptimalkan Ruang Kelas masih Kurang ideal Sumbawa Perlu dioptimal- Perlu Ideal 306 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

256 kan dioptimalkan Dompu Perlu dioptimalkan Ruang Kelas masih Kurang Ideal Bima Perlu dioptimalkan Ruang Kelas masih Kurang Ideal Sumbawa Barat Perlu dioptimalkan Ruang Kelas masih Kurang Perlu dioptim alkan Kota Bima Perlu dioptimalkan Potensi untuk Grouping Ideal Rata-rata Perlu dioptimal-kan Ruang Kelas masih Kurang Ideal 5. KESIMPULAN Pengelompokan kabupaten/kota provinsi NTB tahun 2013/2014 diperoleh tiga kelompok. Kelompok pertama terdiri dari kabupaten Lombok Barat, Lombok Timur dan Lombok Utara. Kelompok kedua dalam penelitian ini hanya terdiri dari kota Mataram, dan Kelompok ketiga terdiri dari kabupaten Lombok Tengah, Sumbawa, Dompu, Bima, Sumbawa Barat, dan kota Bima. adalah masih kurang. Namun pada kabupaten Sumbawa kecukupan ruang kelas masih perlu dioptimalkan sedangkan pada Kota Bima rata-rata rasio siswa per kelas pada tingkat pendidikan SMP berpotensi untuk grouping. Sedangkan pada jenjang pendidikan SMA kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SMA adalah ideal. Namun pada kabupaten Sumbawa Barat masih perlu dioptimalkan. Kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SD pada kelompok pertama masih perlu dioptimalkan, sehingga kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SMP pada kelompok pertama adalah ideal, sedangkan pada jenjang pendidikan SMA rasio kelas per ruang kelas pada kelompok pertama adalah ideal. Namun pada kabupaten Lombok Utara masih perlu dioptimalkan. Analisis kecukupan ruang kelas pada kelompok kedua pada jenjang pendidikan SD memiliki masih perlu dioptimalkan dan pada jenjang pendidikan SMP dan SMA pada kelompok kedua adalah ideal. Kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SD pada kelompok ketiga masih perlu dioptimalkan. Pada jenjang pendidikan SMP kecukupan ruang kelas pada jenjang pendidikan SMP DAFTAR PUSTAKA Andrianti, Wiwi Analisis Gerombol Berhierarki Untuk Mengelompokkan Kabupaten/Kota Di Provinsi Sulawesi Tenggara Berdasarkan Indikator Pendidikan. Skripsi. Universitas Halu Oleo. Kendari Haryanto Pengertian Pendidikan Menurut Ahli. Diakses pada 10 Mei 2016 pukul WIB. Oktavia, Sela., Mara Muhlasan N., dan Satyahadewi Neva Pengelompokan Kinerja Dosen Jurusan Matematika FMIPA UNTAN Berdasarkan Penilaian Mahasiswa Menggunakan Metode Ward. Buletin Ilmiah. Volume 02, No. 2, hal Mahadwartha, Putu Anom Analisis Kelompok Saham-Saham Berdasarkan Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

257 Nisbah Profitabilitas Di Masa Kritis. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Dian Ekonomi. Pradeni, Nensi., Bernadetha, Maria,. dan Adi S. Leokito Analisis Komponen Utama Robust Dengan Metode Pendugaan Reweighted Minimum Covariance Determinant. Universitas Brawijaya. Malang Rahmawati, Lina., Abadyo dan Lestari, Trianingsih Eni Analisis Kelompok dengan Menggunakan Metode Hierarki untuk Pengelompokan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Berdasarkan Indikator Kesehatan. Universitas Negeri Malang. Saraswati, Ira Penerapan Hierarchical Clustering Dengan Minimax Linkage Menggunakan Valley-Tracing Untuk Menen-tukan Banyaknya Kelompok Optimum (Ber-dasarkan Karakteristik Kecamatan Di Kabupaten Sidoarjo). Universitas Brawijaya. Malang Sitopu, Robinson., Irmeilyana., dan Gultom, Berry Analisis Kelompok terhadap Tingkat Pencemaran Udara pada Sektor Industri di Sumatra Selatan. Jurnal. Volume 14 Nomer 3(A) Soraya, Yani Perbandingan Kinerja Metode Single Linkage, Metode Complete Linkage Dan Metode K-Means Dalam Analisis Cluster. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang Suradi Hp., Mardanas Safwan, Djuariah L., dan Samsurizal Sejarah Pemikiran Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Kebudayaan. Jakarta nistrasi_pendidikan/ Suryadi/Penerapan_Mutu_Pendidikan_Pad a_satuan_pendidikan.pdf. Diakses pada 25 April 2016 pukul WIB Suyono, Danang Analisis Regresi dan Korelasi Bivariat. Amara Books. Sleman Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 3.pdf. Diakses pada tanggal 10 Mei 2016 pukul WIB. Usman, Hardius dan Sobari Nurdin Aplikasi Teknik Multivariate untuk Riset Pemasaran. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Widaryoko, Nanang Pengelompokan 38 Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Peubah Kinerja Pembangunan Daerah Tahun Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Jakarta Walpole, Ronald E dan Myers, Raymond H Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur dan Ilmuwan Edisi Ke-4. PT Gramedia. Jakarta Suryadi. Tanpa tahun. Penerapan Mutu Pendidikan pada Satuan Pendidikan Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

258 ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS STATISTIK PRODUK PAPER BAG (Studi Kasus: PT. X Surakarta) Dewi Fitrianingrum 1), Edy Widodo 2) 1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia dew_proximity@yahoo.com 2 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia edywidodo@uii.ac.id Abstrak Persaingan bidang industri dalam kondisi perekonomian yang semakin kompetitif memberikan dampak yang sangat berarti baik di pasar domestik maupun internasional. Kebutuhan konsumen terhadap barang dan jasa bukan hanya dari segi kuantitas saja tetapi juga segi kualitas. Oleh karena itu, setiap perusahaan selalu dituntut untuk menghasilkan produk yang berkualitas agar dapat mengungguli produk yang dihasilkan oleh perusahaan lain. PT. X Surakarta merupakan salah satu perusahaan manufacture, produk yang dihasilkan adalah produk stationery, salah satunya adalah paper bag. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui stabilitas proses produksi paper bag dan juga untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya kerusakan produk, sehingga dapat menghasilkan produk yang lebih baik untuk produksi selanjutnya.penelitian kali ini menggunakan analisis pengendalian kualitas statistik dengan menggunakan seven tools, yaitu: lembar pemeriksaan (check sheet), histogram, diagram pareto (pareto chart), diagram sebab akibat (fishbone diagram), diagram alur (flowchart), diagram pencar (scatter diagram), dan diagram kendali (control chart). Hasil analisis menunjukkan bahwa proses produksi paper bag di PT. X belum terkontrol secara statistik karena terdapat beberapa titik yang berada di luar batas kendali dan kecacatan yang paling sering terjadi adalah kerusakan akibat bercak lem. Kata kunci: pengendalian kualitas, seven tools, peta kendali p, paper bag. 1. PENDAHULUAN Persaingan bidang industri dalam kondisi perekonomian yang cenderung tidak stabil seperti saat ini memberikan dampak yang sangat berarti baik di pasar domestik maupun internasional. Produk yang berkualitas akan memberikan kepuasan bagi konsumen dan menghindari banyaknya keluhan konsumen setelah menggunakan produk tersebut, sehingga akan memberikan keuntungan bisnis bagi produsen. PT. X merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang peralatan tulis. Paper bag merupakan salah satu produk ekspor dari PT. X, sehingga dibutuhkan sistem pengendalian kualitas agar tidak menimbulkan kerugian bagi perusahaan dan konsumen merasa puas dengan produk tersebut. Dalam proses produksi paper bag seringkali ditemukan produk yang mengalami kerusakan dan hanya akan menjadi produk gagal dan mempunai nilai jual yang sangat rendah, hal ini dikarenakan sistem pengendalian kualtas yang kurang maksimal. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, peneliti bermaksud melakukan penelitian agar dapat mengidentifikasi jenis cacat yang sering terjadi, penebab kecacatan produk, dan juga apakah proses produkdi paper bag sudah memenuhi batas kontrol 2. KAJIAN LITERATUR Menurut Montgomery (1990), kualitas adalah keseluruhan gambaran karakteristik produk dan jasa dalam pemasaran, rekayasa pembuatan dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan dapat memenuhi harapan konsumen. Sedangkan Pengendalian kualitas statistik merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

259 untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola, dan memperbaiki produk dan proses menggunakan metodemetode statistik. Pengendalian kualitas secara statistik mempunyai 7 (tujuh) alat statistik utama yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mengendalikan kualitas sebagaimana disebutkan juga oleh Montgomerry yaitu : lembar pemeriksaan (check sheet), histogram, diagram pareto (pareto chart), diagram sebab akibat (fishbone diagram), diagram alur (flowchart), diagram pencar (scatter diagram) dan diagram kendali (control chart). Lembar Pemeriksaan (check sheet) Check Sheet atau lembar pemeriksaan merupakan alat pengumpul dan penganalisis data yang disajikan dalam bentuk tabel yang berisi data jumlah barang yang diproduksi dan jenis ketidaksesuaian beserta dengan jumlah yang dihasilkannya. Gambar 2. Contoh histogram Diagram Pareto (Pareto Chart) Diagram Pareto ini merupakan suatu gambar yang mengurutkan klasifkasi data dari kiri ke kanan menurut urutan ranking tertinggi hingga terendah. Hal ini dapat membantu menemukan permasalahan yang terpenting untuk segera diselesaikan (rangking tertinggi) sampai dengan yang tidak harus segera diselesaikan (ranking terendah). 310 Gambar 1. Contoh cheek sheet Histogram Histogram menjelaskan variasi proses, namun belum mengurutkan rangking dan variasi terbesar sampai dengan yang terkecil. Histogram juga menunjukkan kemampuan proses, dan apabila memungkinkan, histogram dapat menunjukkan hubungan dengan spesifikasi proses dan angka-angka nominal, misalnya rata-rata. Gambar 3. Contoh diagram pareto Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram) Diagram sebab akibat menggambarkan garis dan simbol-simbol yang menunjukkan hubungan antara akibat dan penyebab suatu masalah. Selain itu kita juga dapatmmelihat faktor-faktor yang lebih terperinci yang berpengaruh dan mempunyai akibat pada faktor utama tersebut yang dapat kita lihat dari panah-panah yang berbentuk tulang ikan pada fishbone diagram tersebut. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

260 variabel. Pada dasarnya diagram sebar merupakan suatu alat interpretasi data yang digunakan untuk menguji bagaimana kuatnya hubungan antara dua variabel dan menentukan jenis hubungan dari dua variabel tersebut, apakah positif, negatif, atau tidak ada hubungan. Gambar 4. Contoh fishbone diagram Diagram Alur (Flowchart) Diagram alur merupakan diagram yang menunjukkan aliran atau urutan suatu proses atau peristiwa. Diagram tersebut memudahkan dalam menggambarkan suatu sistem, mengidentifikasi masalah, dan melakukan tidakan pengendalian. Gambar 6. Contoh diagram pencar Diagram Kendali (Control Chart) Peta kendali adalah sebuah grafik atau peta dengan garis batas dan garis-garis tersebut disebut batas kendali. Terdapat tiga garis kendali, yaitu: batas kendali atas, batas kendali pusat, dan batas kendali bawah. Gambar 7. Diagram kendali Gambar 5. Contoh diagram alur Diagram Pencar (Scatter Diagram) Scatter diagram merupakan cara yang paling sederhana untuk menentukan hubungan antara sebab dan akibat dari dua Harga-harga statistik yang diperoleh dari tiap sampel setelah dihitung, digambarkan dalam diagram yang biasanya berupa titiktitik. Untuk memudahkan analisis, titik-titik yang berurutan dihubungkan. Jika titik-titik itu ada dalam daerah yang dibatasi oleh BPA dan BPB maka proses berada dalam kontrol. Rumus yang digunakan untuk membuat peta kendali p adalah sebagai berikut: Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

261 dengan : : garis pusat :proporsi kesalahan setiap sampel pasda setiap kali observasi : banyaknya kesalahan setiap sampel pada setiap observasi : banyaknya sampel yang diambil pada setiap kali observasi : banyaknya observasi 3. METODE PENELITIAN Metode penelitian menjelaskan rancangan kegiatan, ruang lingkup atau objek, bahan dan alat utama, tempat, teknik pengumpulan data, definisi operasional variabel penelitian, dan teknik analisis. [Times New Roman, 11, normal]. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Lembar Pemeriksaan (Check Sheet) Tabel 1. Data Produksi dan Cacat Paper Bag no Jml prod cacat no Jml prod cacat Histogram Jumlah Cacat Histogram Kecacatan Produk Paper Bag Jenis Cacat Gambar 8. Histogram Jenis Kecacatan Paper Bag 312 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

262 Berdasarkan histogram di atas, dapat diketahui bahwa jenis cacat tertinggi adalah jenis cacat bercak lem dan yang paling kecil adalah jenis cacat nyemet. Diagram Pareto (Pareto Chart) rusak, beda warna, nyemet, dan yang terkecil adalah hangtag rusak. Diagram Pencar (Scatter Diagram) Gambar 10. Diagram pencar Berdasarkan diagram di atas, terlihat bahwa bentuk sebaran memiliki hubungan positif. Pola tersebut menunjukkan bahwa apabila jumlah produksi yang semakin tinggi, maka jumlah cacat produk juga meningkat. Gambar 9. Diagram Pareto kecacatan paper bag Diagram pareto yang ditunjukkan pada gambar di atas diketahui persentase jenis cacat yang sering terjadi dari yang terbesar sampai yang terkecil, yaitu : bercak lem, kotor, tali rusak, keriput, lipatan tidak simetris, mata ikan, jhook lepas, barcode Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram) Gambar 11. Diagram sebab akibat Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

263 Hubungan sebab dan akibat yang menyebabkan terjadinya cacat produk paper bag dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu faktor lingkungan, manusia, metode, bahan baku, dan mesin yang digunaka selama proses produksi. Diagram Alur (Flowchart) No P GT BKA BKB 1 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Gambar 12. Diagram alur proses produksi paper bag Berdasarkan flowchart di atas dapat diketahui proses produksi paper bag di PT. X Surakarta melalui 4 tahapan, yaitu : printing, laminating, manual, packing. Setelah selesai masing-masing proses produksi akan dilakukan inspeksi, agar produk yang cacat saat proses produksi sebelumnya tidak masuk dalam proses berikutnya. 18 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Diagram Kendali (Control Chart) Tabel 2. Perhitungan Control chart 27 0, , , , Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

264 28 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,014 0,012 0,01 0,008 0,006 0,004 P GT BKA BKB 0, Berdasarkan peta kendali p di atas dapat dilihat bahwa terdapat beberapa titik yang berada di luar batas kendali. Titik-titikyang berada di luar batas kendali tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : kelalaian operator, pencampuran titta yang tidak tepat, perawatan mesin yang tidak teratur, dan belum ada standarisasi khusus dalam proses produksi. 5. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada PT. X Surakarta, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Gambar 13. Peta Kendali p a. Berdasarkan hasil identifikasi diperoleh jenis-jenis cacat yang terjadi selama proses produksi paper bag, yaitu : bercak lem, kotor, tali rusak, keriput, lipatan tidak simetris, mata ikan, jhook lepas, barcode rusak, beda warna, nyemet, dan hangtag rusak b. Hubungan sebab dan akibat yang menyebabkan terjadinya cacat produk paper bag dibagi ke dalam lima kelompok, yaitu faktor lingkungan, manusia, metode, bahan baku, dan mesin yang digunaka selama proses produksi. c. Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi agar tidak terjadi cacat produk pada produksi selanjutnya antara lain: Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

265 1) Melakukan pengawasan rutin terhadap pekerja saat produksi. 2) Memberikan pelatihan kepada pekerja secara berkala. 3) Melakukan perawatan mesin secara rutin. 4) Apabila memungkinkan, memperbaharui mesin yang digunakan untuk proses produksi. 5) Melakukan pengontrolan bahan baku yang akan digunakan. 6) Membuat prosedur yang tepat agar dipahami oleh operator sebagai petunjuk kerja. 6. REFERENSI Ariani, D.W Pengendalian Kualitas Statisitik (pendekatan kuantitatif dalam manajemen kualitas). Yogyakarta : Andi. Fakhri, Faiz Al Analisis Pengendalian Kualitas Produksi di PT. Masscom Graphy Dalam Upaya Mengendalikan Tingkat Kerusakan Produk Menggunakan Alat Bantu Statistik. Diakses 3 Maret 2012 pukul 19.00, dari e-library Undip. Fakhri, Faiz Al Analisis Pengendalian Kualitas Produksi di PT. Masscom Graphy Dalam Upaya Mengendalikan Tingkat Kerusakan Produk Menggunakan Alat Bantu Statistik. Diakses 3 Maret 2012 pukul 19.00, dari e-library Undip. Grant. L.E, dan Leaventworth, R.S Pengendalian Mutu Statistik Jilid 1. Alih bahasa : H.Kandah Jaya. Jakarta: Erlangga. Ivanto, Muhammad. Jurnal : Pengendalian Kualitas Produksi Koran Menggunakan Seven Tools pada PT. Akcaya Pariwara Kabupaten Kubu Raya. Pontianak: Universitas Tanjungpura. Montgomery, D.C Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik. Alih bahasa: Zanzawi Soejoeti. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Nasution, MN Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management). Jakarta: Ghalia Indonesia Grant. L.E, dan Leaventworth, R.S Pengendalian Mutu Statistik Jilid 1. Alih bahasa : H.Kandah Jaya. Jakarta: Erlangga. Ariani, D.W Pengendalian Kualitas Statisitik (pendekatan kuantitatif dalam manajemen kualitas). Yogyakarta : Andi. 316 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

266 MODEL REGRESI HURDLE NEGATIVE BINOMIAL PADA KASUS KEMATIAN AKIBAT TUBERKOLOSIS DI JAWA BARAT Resa Septiani Pontoh 1 MIPA, UNIVERSITAS PADJADJARAN resa.septiani@unpad.ac.id Abstrak Pada kasus data dengan variabel respon yang bersifat kategori atau data cacah, model regresi poisson biasa digunakan untuk memodelkan jenis data tersebut. Namun, apabila terdapat overdispersi didalamnya, maka model regresi poisson menjadi kurang tepat menggambarkan kondisi data yang ada. Negative binomial model biasanya digunakan sebagai salah satu alternatif solusi. Untuk kasus yang sangat jarang terjadi, maka pada variabel responnya akan ditemukan nilai nol yang berlebih seperti pada kasus kematian akibat tuberkolosis di Jawa Barat. Kejadian penyakit ini sangat jarang ditemukan namun resiko kematian jika tidak segera dilakukan tindakan medis menjadi besar. Hal ini menjadi indikator yang sangat kuat akan terjadinya kejadian overdispersi yang diakibatkan oleh nilai nol berlebih. Kejadian nilai nol berlebih tersebut diartikan sebagai data tersensor yang kemudian akan dimodelkan. Pada penelitian ini, data tersensor tersebut akan dimodelkan dengan pendekatan Hurdle Negative binomial. Model ini akan diaplikasikan pada kasus kematian akibat Tuberkolosis di Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa imunisasi, riwayat penyakit dan kebersihan lingkungan menjadi faktor penyebab utama terjadinya kasus tuberkolosis di Jawa Barat. Kata Kunci: Hurdle Negative Binomial Regression, excess zeros data 1. PENDAHULUAN Seperti yang telah diketahui, tuberkolosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tubercolosis. Selain itu, adalah sangat penting untuk membedakan faktor resiko seorang anak terkena infeksi atau sakit TB. Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan seorang anak terinfeksi TB adalah lamanya terpajan, kedekatan dengan kasus TB, serta beban kuman pada kasus sumber (Nelson et al. dalam Kartasasmita, 2002). Pada kasus data dengan variabel respon yang bersifat kategori atau data cacah, model regresi poisson biasa digunakan untuk memodelkan jenis data tersebut. Namun, apabila terdapat overdispersi didalamnya, maka model regresi poisson menjadi kurang tepat menggambarkan kondisi data yang ada. Untuk kasus yang sangat jarang terjadi, maka pada variabel responnya akan ditemukan nilai nol yang berlebih seperti pada kasus kematian akibat tuberkolosis di Jawa Barat. Kejadian penyakit ini sangat jarang ditemukan namun resiko kematian jika tidak segera dilakukan tindakan medis menjadi besar. Hal ini menjadi indikator yang sangat kuat akan terjadinya kejadian overdispersi yang diakibatkan oleh nilai nol berlebih. Kejadian nilai nol berlebih tersebut diartikan sebagai data tersensor yang kemudian akan dimodelkan. Pada penelitian ini, data tersensor tersebut akan dimodelkan dengan pendekatan Hurdle Negative binomial. Model ini akan diaplikasikan pada kasus kematian akibat Tuberkolosis di Jawa Barat. kasus tuberkolosis di Jawa Barat. 2. KAJIAN LITERATUR DAN PEGEMBANGAN HIPOTESIS Pada kasus data tercacah, model regresi poisson biasa digunakan untuk memodelkan jenis data tersebut (Agresti, 2002). Namun, apabila terdapat overdispersi didalamnya, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

267 maka model regresi poisson menjadi kurang tepat menggambarkan kondisi data yang ada. Jika hal ini terjadi, maka Negative binomial Model biasanya digunakan sebagai salah satu alternatif solusi. Untuk kasus yang sangat jarang terjadi, maka pada variabel responnya akan ditemukan nilai nol yang berlebih. Hal ini tentunya menjadi indikator yang sangat kuat akan terjadinya kejadian overdispersi. Kejadian nilai nol berlebih tersebut diartikan sebagai data tersensor yang kemudian akan dimodelkan. Untuk nilai nol yang berlebih ini, beberapasolusi dapat digunakan seperti mengaplikasikan zero inflated model seperti zero inflated poisson, zero inflated generalized poisson dan zero inflated negative binomial. Bahkan, untuk beberapa kasus, negative binomial model menghasilkan model yang lebih fit dibandingkan dengan zero inflated model. Zero Inflated Poisson model mempunyai ciri khas pada dua jenis pemodelan didalamnya yaitu memodelkan observasi dengan nilai 0 menggunakan model logistik dan memodelkan observasi dengan nilai positif menggunakan model poisson. Model hurdle pada dasarnya hampir mirip dengan model ZIP yang melakukan dua pemodelan. Namun, pada pemodelan kedua, model Hurdle Poisson menggunakan Truncated Poisson untuk data yang tidak bernilai 0 dan positif. Penaksiran parameter pada kedua model ini menggunakan metode maksimum likelihood. Keunggulan dari model Hurdle Poisson adalah kedua model didalamnya dapat dilakukan penaksiran parameter secara terpisah atau dengan kata lain dimaksimumkan secara terpisah sehingga diharapkan dapat lebih mudah dalam penginterpretasiannya (Cantoni dan Zedini, 2010). Selain Hurdle poisson, Hurdle Negative Binomial pun populer digunakan yaitu dengan memodelkan nilai bukan nol menggunakan truncated binomial negative. Negative binomial model biasanya digunakan sebagai salah satu alternatif solusi. 3. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini, Hudle Negative Binomial akan diaplikasikan untuk memodelkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian kasus kematian akibat TB di Provinsi Jawa Barat. Metode penelitian ini khusus bagi makalah hasil penelitian. Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data cross sectional yaitu data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat pada untuk 26 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat serta dari Badan Pusat Statistik Jawa Barat. Pada data ini, nilai 0 untuk kejadian TB berada di atas nilai 50% sehingga dapat disimpulkan terjadi excess zeros yang mengakibatkan over dispersi. Variabel dependen atau variabel respon yang dijadikan studi kasus berupa banyak kasus penyakit TB yang dialami penduduk dan terdaftar di pusat kesehatan di setiap kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat (Y) dengan Variabel Independen atau variabel prediktor yang digunakan sebagai berikut : a. Rasio Pria dan wanita (X 1 ) b. Rata-rata kepadatan tiap rumah (X 2 ) c. Persentase penduduk miskin (X 3 ) d. Pola hidup bersih dan sehat (X 4 ) e. Rumah Sehat (X 5 ) f. Angka Partisipasi Kasar (X 6 ) g. Air Bersih (X 7 ) h. Angka Melek Huruf (X 8 ) i. Pendapatan Perkapita (X 9 ) Model Regresi Hurdle Negative Binomial Di misalkan Yi adalah variabel random yang diskrit dengan i adalah bilangan bulat non negatif (i = 1,2,..., n) dan Yi merupakan variabel respon dari model regresi HNB, maka nilai dari variabel respon tersebut terjadi dalam dua keadaan. Keadaan pertama disebut zero state dan menghasilkan hanya pengamatan bernilai nol, sementara keadaan kedua disebut negative binomial state yang memiliki sebaran Binomial Negative. Model regresi HNB dapat dinyatakan sebagai berikut (Saffari et al, 2012): 318 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

268 a. Model untuk truncated negative binomial dengan log link adalah: 0 j Statistik uji pada LRT adalah dirumuskan sebagai berikut: (5) 2 G yang b. Model untuk hurdle (binomial dengan logit link) dimana : 0 j : jumlah variabel prediktor : jumlah pengamatan : parameter model regresi HNB yang diestimasi : parameter model regresi HNB yang diestimasi dimana : : likelihood tanpa variabel bebas (model konstan) (6) : likelihood dengan variabel bebas (model penuh) p : selisih derajat bebas pada model penuh dan model konstan : tingkat signifikansi Kriteria uji: Tolak H 0 jika hal lainnya. dan terima untuk Pengujian Signifikansi Parameter Regresi HNB Uji Simultan Pengujian signifikansi parameter secara simultan didasarkan pada Likelihood Rasio Test dengan statistik uji G. = 0 (model regresi HNB tidak dapat digunakan sebagai model) paling sedikit ada satu dimana j=1,2,3,...p atau (model regresi HNB dapat digunakan sebagai model) Uji Parsial Jika uji simultan memberikan hasil penolakan terhadap H 0 yang berarti model HNB dapat digunakan sebagai model, maka dilanjutkan ke uji parsial. Pengujian signifikansi parameter secara parsial digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel prediktor terhadap variabel respon. A. Uji signifikansi parameter model (koefisien tidak signifikan) (koefisien signifikan) Statistik uji Wald dirumuskan sebagai berikut: dimana : ( ) 2 : taksiran koefisien pada model variabel prediktor ke-j Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

269 ( ) : standard error dari taksiran koefisien pada model variabel prediktor ke-j : tingkat signifikansi Kriteria uji : Tolak Ho jika dalam hal lainnya., terima B. Uji signifikansi parameter model (koefisien tidak signifikan) (koefisien signifikan) Statistik uji Wald dirumuskan sebagai berikut : dimana : ( ) 2 : taksiran koefisien model variabel prediktor ke-j ( ) : standard error dari taksiran koefisien pada model variabel prediktor ke-j : tingkat signifikansi Kriteria uji : Tolak Ho jika dalam hal lainnya., terima 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan analisis data,dengan juga mengatasi masalah multikoleniaritas, maka diperoleh hasil seperti pada Gambar 1. Gambar 1. Output Penelitian Gambar 1 memperlihatkan bahwa uji parsial sudah signifikan dengan α=5%. Hasil penaksiran parameter dari model hurdle terdiri dari model logit dan model truncated poisson. Pengujian secara serentak model hurdle dapat dilihat dari nilai chi-square hitung dibandingkan dengan tabel chi-square. Nilai chi-square hitung adalah 28,483. Hal ini berarti bahwa minimal ada satu parameter yang berpengaruh secara signifikan terhadap model. Menandakan pula bahwa model telah fit (cocok dengan data yang ada). Kemudian, terlihat bahwa dengan menggunakan, faktor-faktor yang mempengaruhi turunnya kejadian TB di daerah Jawa Barat dengan model tersensor menggunakan truncated negative binomial dan log link adalah sebagai berikut : 1. Pola hidup bersih dan sehat (11,52), dapat dikatakan jika warga di wilayah tersebut memiliki pola hidup sehat yang lebih baik, maka kemungkinan anak tersebut tidak terkena TB 11,52 kali. 2. Rumah sehat (1,28) dapat dikatakan jika jika warga di wilayah tersebut memiliki rumah sehat, maka kemungkinan anak tersebut tidak terkena TB adalah 1,28 kali. 3. Angka Partisipasi Kasar (7,19), dapat dikatakan jika warga di wilayah tersebut mempunyai angka partisipasi kasar yang baik, maka kemungkinan anak tersebut tidak terkena TB adalah7,19 kali. Sedangkan untuk data tersensor atau tidak adanya kejadian TB, faktor-faktor yang mempengaruhi adalah rumah sehat (1,03). Dapat dikatakan jika warga di wilayah tersebut memiliki rumah sehat, maka kemungkinan anak tersebut tidak terkena TB adalah 1,03 kali. 5. KESIMPULAN Terlihat bahwa pola hidup bersih dan sehat, rumah bersih, dan angka partisipasi dapat menuruknkan kejadian TB di wilayah penelitn ini. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap TB mempunyai arah yang positif sehingga dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas faktor-faktor yang berpengaruh diharapkan akan menurunkan angka kejadian 320 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

270 TB. Namun, hasil log theta memberikan nilai yag tidak signifikan, dapat dikatakan bahwa negative hurdle model kurang cocok untuk digunakan atau dapat pula disebabkan oleh data pengamatan yang tidak banyak. 6. REFERENSI [1] Agresti, A Categorical Data nalysis, Second Edition. New York : Jihn Wiley & Sons [2] Cantoni, E., & Zedini, A. (January 01, 2011). A robust version of the hurdlemodel. Journal of Statistical Planning and Inference, 141, 3, R. Nicole, Title of paper with only first word capitalized, J. Name Stand. Abbrev., in press. [3] Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012, Bandungμ Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat,2012. [4] J.S.Long, Regression Models for Categorical and Limited Dependent Variables, California: Sage Publications Inc, [5] Kartasasmita, C. B Pencegahan Tuberkulosis pada Bayi dan Anak. Bandung : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD [6] Saffari, Seyed Ehsan, Adnan, Robiah, & Greene, William. (2012). Hurdle negative binomial regression model with right censored count data. (Saffari, Seyed Ehsan; Adnan, Robiah; Greene, William. Hurdle negative binomial regression model with right censored count data. SORT, vol. 36, n m. 2, p λ4.) Institut d'estad stica de Catalunya. I. S. Jacobs and C. P. Bean, Fine particles, thin films and exchange anisotropy, in Magnetism, vol. III, G. T. Rado and H. Suhl, Eds. New York: Academic, 1963, pp Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

271 RISIKO ABSOLUT DAN RELATIF PADA PORTOFOLIO BLACK LITTERMAN Retno Subekti 1) 1 FMIPA UNY) retnosubekti@uny.ac.id Abstrak Komponen Risiko adalah suatu hal penting dalam dunia investasi. Perspektif memandang nilai risiko setiap orang dapat berbeda, demikian juga dalam permasalahan investasi dan pemodelannya. Risiko suatu portfolio keuangan dapat dibagi menjadi dua hal, risiko absolut dan risiko relatif. Penelitian ini membahas tentang nilai risiko portofolio khususnya yang dibentuk menggunakan model black litterman. Kata Kunci: ukuran risiko, portofolio keuangan, black litterman 1. PENDAHULUAN Dunia investasi sudah dikenal oleh masyarakat umum. Istilah investor seringkali dikaitkan pada jenis investasi keuangan seperti saham, obligasi dan sebagainya. Pekerjaan investor dapat dikategorikan berisiko karena menanam sejumlah modal dengan harapan mendapatkan hasil yang lebih besar. Sehingga risiko tidak dapat dipisahkan dari bagaimana strategi investasi dilakukan. Profesi sebagai pengelola investasi atau dikenal sebagai manajer investasi tentu melihat komponen risiko sebagai hal yang diutamakan karena pada umumnya risiko tersebut ingin dihindari atau disebut sebagia risk aversion. Walaupun demikian ada juga istilah risk seeker, yaitu investor yang menyukai risiko. Harapan penyuka risiko adalah dapat memperoleh imbal balik yang dimungkinkan menjadi lebih besar. Secara garis besar invetasi digambarkan dalam bentuk portofolio, karena tidak disarankan untuk menanamkan modal hanya pada satu aset saja, diversifikasi aset membantu sebuah portfolio tidak merugi. Tindakan ini tentu dalam rangka strategi mengurangi risiko kemungkinan merugi bagi investor. Membentuk sebuah portofolio keuangan merupakan bagian aplikasi dari matematika khususnya pemograman linear. Dalam pemodelannya ditentukan fungsi tujuan dan kendala. Sejak munculnya model mean variance dari Harry Markowitz pada tahun 1952 tentang membangun sebuah portfolio dengan memanfaatkan ukuran rata-rata dan variansi data return aset maka dapat ditentukan pembobotan aset dalam portofolio sesuai dengan harapan seorang investor. Fungsi tujuan yang diharapkan investor dapat berupa memaksimumkan return portofolio sebagai keuntungan atau meminimumkan variansi portfolio sebagai ukuran risiko portofolio. Perkembangan pemodelan portofolio cukup pesat dengan adanya Capital Assets Pricing Model (CAPM), Single Indeks Model, dan Model Black Litterman serta masih banyak lagi model portofolio yang diteliti dengan mengkombinasikan beberapa pendekatan lain seperti fuzzy, model nonlinear dan lain lain. Permasalahan pemilihan portofolio merupakan bagian dari masalah pengambilan keputusan berdasarkan risiko (Mokhtar, Shuib, & Mohamad, 2014). Dalam makalah ini dikaji mengenai ukuran risiko yang dibahas dalam portofolio 322 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

272 khususnya model Black Litterman (BL). Pengembangan model BL dengan memperhatikan ukuran risiko sudah dilakukan oleh Rosella (2007) yang melakukan improvisasi pada model BL melalui penyesuaian distribusi data dan menggunakan beberapa ukuran risiko alternatif. Hal lain yang dilakukan oleh Braga & Natale (2008) yang membahas model BL dengan memperhatikan Tracking Error Volatility. 2. KAJIAN LITERATUR 2.1 Return dan risiko portofolio Dalam portofolio keuangan, dikenal istilah return portofolio sebagai ukuran nilai sebuah portfolio. Return portofolio, R p dengan n asset adalah Rp = w 1 R 1 + w 2 R 2 + +w n R n 2. 1 Nilai untuk estimasi R p dicari dengan menggunakan nilai ekspektasi dari R p, E(R p ) ( ) 2. 2 Nilai variansi digunakan sebagai salah satu ukuran dispersi dari suatu data yang dianggap lebih baik dibandingkan ukuran dispersi yang lain. Ukuran ini memperhatikan semua penyimpangan data terhadap ukuran tengah yaitu rata-rata. seperti contoh ukuran risiko dalam hal portofolio keunagan yang sering digunakan adalah nilai simpangan baku sebagai akar kuadrat dari variansi return. Dalam kajian portofolio keuangan, nilai ini menggambarkan penyebaran data return, semakin besar simpangan baku maka semakin besar sebaran datanya dan semakin besar penyebarannya maka semakin besar risikonya. 2.2 Model Black Litterman Model Black Litterman (BL) ini merupakan pengembangan dari model yang sudah berkembang, dengan melibatkan feeling yang dinyatakan secara formal oleh investor dan berpatokan pada CAPM sebagai model equilibrium yang menggambarkan pasar. Fischer Black dan Robert Litterman dalam artikelnya (1992) menyatakan feeling sebagai input views yang dikombinasikan dengan CAPM dan menghasilkan data baru sebagai return yang diharapkan oleh investor dan dikenal sebagai return Black Litterman, R BL. Pada proses pencarian bobot aset, model yang digunakan adalah model untuk penyelesaian permasalahan investasi dengan tujuan meminimumkan risiko pada tingkat return tertentu, dalam hal ini yang diinginkan adalah tingkat return Black Litterman. dengan 2.4 adalah expected return model Black Litterman adalah vektor k x 1 untuk return equilibrium CAPM adalah skala tingkat keyakinan untuk /views (range 0-1) adalah matriks varians kovarians return adalah matriks diagonal kovarians dari views P adalah matriks k x n untuk koefisien return views q adalah vektor k x 1 untuk views return Pembobotan dalam model BL sama halnya 2. 3 Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

273 wbl ( ) 1 BL 2.5 dengan w adalah bobot aset/sekuritas pada model BL Black Litterman, sebagai koefisien risk aversion dan matriks varians kovarians return. 3. PEMBAHASAN Model mean variance adalah model pionir dalam pembentukan portfolio dan hingga kini masih sering digunakan sebagai acuan secara teoritis pembentukan portfolio, dalam model ini menggunakan nilai variansi dari return portfolio sebagai nilai yang menggambarkan risiko portfolio. Dengan berkembangnya pemodelan portofolio yang muncul seperti capital asset pricing model (CAPM) dan dikenal sebagai model yang menggambarkan pasar ekuilibrium karena dalam model ini terdapat return pasar sebagai acuan sehingga model CAPM kemudian seringkali dijadikan patokan portofolio. Pemodelan Black Litterman untuk portofolio yang dijabarkan secara detil dalam beberapa artikel oleh Satchell & Scowcroft (2000), Meuci (2008) dan Walters (2008). Pembahasan variansi dalam model BL yang dijelaskan dalam beberapa artikel tersebut ada dua macam, variansi return historis dan juga variansi views yang dinotasikan sebagai sebagai dua komponen variansi dalam persamaan return BL (2.4). disebabkan berbagai macam faktor eksternal. Oleh karena itu dikenal adanya istilah risiko pasar, atau juga yang tidak dapat dihilangkan melalui diversifikasi. Sedangkan risiko yang berkenaan dengan suatu aset tertentu atau disebut sebagai risiko unik karena dapat ditangani melalui diversifikasi disebut sebagai risiko non-sistematis atau diversiable risk. Total risiko = risiko sistematis + risiko non-sistematis 3.1 Jika indikasi pasar diwakilkan oleh indeks pasar maka hubungan risiko sistematis dapat dinyatakan melalui korelasi return aset dengan return pasar sebagai, 3.2 Sehingga ketika semua investasi berkorelasi sempurna dengan pasar maka risiko akan sama dengan risiko sitematis, dan sebaliknya jika tidak berkorelasi dengan pasar maka risiko akan sama dengan risiko nonsistematis. Oleh karena itu risiko absolut seringkali dinyatakan sebagai volatilitas return. Nilai ini sama halnya dengan mengukur nilai variansi dari return, jika risiko portofolio maka dicari dari variansi return portofolio dari 2.1 Var(Rp) = var (w 1 R 1 + w 2 R 2 + +w n R n ) 3.3 Dalam notasi matriks 3.4 Di lain sisi, terdapat dua macam risiko yaitu risiko sistematis dan non-sistematis berkaitan dengan penanganannya. Diversifikasi merupakan cara untuk menekan risiko dengan harapan tentunya semakin beragam diversifikasi aset akan dapat mengurangi risiko lebih besar. Akan tetapi, tidak mungkin untuk menghilangkan risiko dengan diversifikasi sebaik mungkin karena prediksi pasar yang selalu bergerak dapat 324 Dengan [ ]dan =[ ] Pada beberapa artikel model BL dijelaskan mengenai beberapa rumusan untuk Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

274 membuktikan formula return BL yang mengkombinasikan dua hal yaitu return ekuilibrium dan return views melalui konsep bayes dan regresi dalam penjelasan oleh Satchell & Scowcroft (2000), Walters (2008) serta dengan aplikasinya pada pasar saham telah dilakukan oleh Retno (2008) dan Nuraini & Retno (2013). Terdapat model yang dijadikan patokan atau benchmark yaitu CAPM dalam model BL sehingga jika investor tidak memiliki feeling apapun terhadap return aset dalam portofolio yang dibentuknya maka portofolio dianggap kembali ke dasar model yaitu CAPM. Oleh karena itu pada penentuan risiko dalam model BL ini sama artinya ketika investor ingin membandingkan antara nilai portofolio dengan views atau portofolio yang dibentuk tanpa views, dengan kata lain portfolio dengan CAPM dibandingkan dengan portofolio BL. Volatilitas terhadap benchmark dinamakan sebagai risiko relatif. Selanjutnya dalam beberap artikel yang telah memaparkan tentang risiko dalam BL seperti (Braga & Natale, 2008) maka portofolio BL maish dapat dikembangkan lagi menjadi sebuah model BL yang baru berdasarkan pengembangan TEV. Vardharaj dkk (2004) menjelaskan tentang bagaimana mengukur risiko dalam portofolio, disebutkan terdapat dua macam risiko yaitu risiko absolut dan risiko relatif seperti tracking error atau risiko aktif. Jorion menjelaskan bahwa tren sekarang mengukur risiko aktif tidak lagi membandingkannya dengan nilai portofolio aktual tetapi dengan pendekatan prediksi ukuran risiko mendatang seperti VAR menggunakan teknik peramalan. Yang paling umum digunakan oleh industri investasi keuangan secara praktek adalah penentuan kontrol risiko aktif karena pada umumnya investor ingin membandingkan nilai portofolionya dengan portofolio lain. Risiko aktif ini sama artinya risiko relatif. Sehingga pada pembahasan ini dikenal dua risiko pada portofolio untuk menilai seberapa besar risikonya yaitu melaui risiko absolut dan risiko relatif. Risiko relatif dalam portofolio artinya membandingkan nilai risiko portofolio yang dipegang dengan portofolio acuan. Dalam model portofolio menggunakan Black litterman, beberapa artikel menyatakan portofolio acuan yang digunakan berbeda seperti dalam He and Litterman (1999) dan Idzorek (2004) mengasumsikan portfolio acuan adalah portofolio mean-variance efficient. Lain halnya dengan beberapa peneliti yang memandang Black Litterman sebagai pengembangan portofolio dengan dasar return equilibrium yang diperoleh dari CAPM. CAPM adalah portofolio menggambarkan kondisi pasar, sehingga alokasi bobot setiap aset pada portofolio CAPM diasumsikan juga mewakili kondisi pasar. Sedangkan alokasi bobot setiap aset pada portofolio Black Litterman bisa saja berbeda dan menyimpang dari bobot aset portofolio pasar. Selisih antara bobot aset pada portofolio Black Litterman dan portofolio pasar (CAPM) disebut bobot aktif. Demikian pula untuk investor yang melihat acuan model portofolio adalah mean variance, maka risiko aktif yang dimaksudkan adalah selisih BL dengan MV Dalam pengelolaan strategi portofolio aktif, seorang manajer mencoba mengalahkan indeks patokan (benchmark) dengan menggunakan penilaiannya dalam memilih sekuritas dan memutuskan kapan harus membeli dan menjual sekuiritas tersebut. Tracking error volatility selanjutnya cukup disebut sebagai tracking error adalah salah satu ukuran yang paling sering digunakan untuk mengevaluasi kinerja suatu portofolio terhadap benchmark. Pada artikel yang ditulis oleh Da Silva, A dkk (2009) terkait strategi portofolio aktif, Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

275 mereka membahas nilai alpha yang disebut sebagai selisih return BL dengan return acuan dan dinyatakan sebagai alpha aktif. Pada pembahasannya, return acuan yang dimaksudkan adalah model mean variance sehingga metode yang dikemukakan untuk menyusun portofolio adalah yaitu mengkombinasikan portofolio model Black Litterman dengan portofolio mean variance dengan cara memaksimalkan alpha aktif (return aktif) pada tingkat risiko aktif yang sama. Risiko aktif didefinisikan sebagai standar deviasi dari alpha yang dimaksudkan sebagai tracking error. Natale dan Braga (2008) memaparkan tracking error volatility sebagai risiko aktif dalam manajemen portofolio aktif pada model Black Litterman dengan aplikasi pada pasar saham. Dalam prakteknya ini sejalan dengan kebiasaan investor dengan membandingkan portofolionya dengan portofolio lain. Lebih khususnya pada artikel tersebut digunakan portofolio CAPM sebagai acuan. Risiko aktif yang dibahas ini menjadi suatu panduan yang penting untuk investor memahami seberapa dekat portofolio mereka dengan indeks pasar. Tracking eror yang rendah pada umumnya diterima oleh investor karena ini merupakan indikasi bahwa portofolio mereka mempunyai fluktuasi yang kecil. Sehingga perubahan yang mungkin terjadi tidak terlalu besar. Sebaliknya nilai tracking error yang besar menunjukkan hasil yang cukup jauh dari benchmark. Berikut ini rumusan tracking eror secara umum. Tracking Error = R p R i 3.5 Tracking error kadangkala disebut sebagai tracking risk, yang diperoleh dari simpangan baku return portofolio terhadap return benchmark. Setelah nilai tracking eror yang dicari, selanjutnya diselidiki perubahan bobot aset dalam portofolio yang dipegang dengan portofolio benchmark. Pada model BL, dengan benchmark yang dipandang adalah CAPM maka pembobotan setiap asset pada portofolio model Black Litterman berbeda dengan pembobotan setiap asset portofolio CAPM ketika ada paling tidak satu view dan tingkat kepercayaan dari investor. Portofolio CAPM adalah portofolio menggambarkan kondisi pasar, sehingga alokasi bobot setiap aset pada portofolio CAPM diasumsikan juga mewakili kondisi pasar. Selisih antara bobot aset pada portofolio Black Litterman dan portofolio pasar (CAPM) disebut bobot aktif. Bobot aktif adalah perbedaan antara bobot aset i dalam portofolio yang dikelola secara aktif dengan bobot aset i tersebut dalam benchmark. Bobot aktif positif mengindikasikan bobot aset i pada portofolio yang dikelola secara aktif melebihi bobot aset i tersebut dalam benchmark, begitu juga sebaliknya (Clarke, 2002) Persamaan bobot aktif untuk portofolio model Black Litterman dengan portofolio CAPM dapat ditulis dengan persamaan : dimana p = portfolio i = index or benchmark misalnya tracking error = 3% 4% = -1% 326 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 3.7 Untuk menentukan risiko aktif atau tracking error dapat menggunakan rumus varians seperti persamaan 3.6 dan dijabarkan melalui contoh dengan dua aset sebagai berikut:

276 3.9 dengan, : matriks (n x 1) bobot aktif aset i : matriks varians kovarians return [ ( ) ( ) ( )] ) ( ) ( ( ) ) ( ) 3.8 Persamaan 3.8 dapat dinyatakan dalam bentuk matriks sebagai berikut: ( Istilah risiko aktif ini sama halnya dengan risiko relatif dalam beberapa artikel mengenai tracking error. Sebagai ciri khas model black litterman adalah adanya views dalam model yang dapat dinyatakan scara subjektif oleh investor maka tentunya model ini mempunyai hasil return black litterman dan nilai risiko yang berbeda jika viewsnya berubah. Setiap pemodelan dengan views yang berbeda maka perubahan nilai risikonya dapat dianalisis juga secara matematis. Ilustrasi untuk mendeskripsikan cara mengukur perubahan ini dibahas melalui konsep pemanfaatan turunan dalam melukiskan suatu perubahan satu variabel terhadap variabel lain. q f w Gambar 1. Fungsi komposisi g TEV Dengan Risiko aktif ini yang kemudian disebut sebagai tracking error volatility. Menurut Braga & Natale (2007) persamaan Tracking Error Volatility didefinisikan sebagai berikut Dalam hal ini, variabel untuk views dinotasikan sebagai q seperti dalam model black litterman dengan f(q) sebagai hasil views yang menghasilkan pembobotan w dan fungsi g menghasilkan output nilai (5) risiko yang dinotasikan sebagai TEV., dan Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

277 Setiap perubahan views mempengaruhi perubahan pada bobot dan kemudian mempunyai efek terhadap nilai TEV risiko. Sehingga untuk melihat seberapa besar pengaruh views terhadap dapat merujuk pada konsep aplikasi turunan. Sebagai contoh gambarannya adalah rumusan percepatan yang dicari melalui perubahan kecepatan terhadap waktu dan rumusan kecepatan sebagai perubahan jarak terhadap waktu. Demikian pula sehingga efek perubahan views terhadap TEV dapat dicari melalui rumusan konsep differensial. Melalui ilustrasi terjadinya perubahan bobot karena perubahan views, muncul istilah sensitivitas views terhadap bobot. Dalam konteks ini ada tiga komponen yaitu views, bobot dan risiko. Dalam referensi (Braga & Natale, 2008) dengan aturan rantai dari contoh gambaran fungsi komposisi pada gambar 1 dapat diturunkan persamaan untuk menentukan sensitivitas views terhadap TEV sebagai berikut : Sehingga, Persamaan untuk menentukan sensitivitas masing-masing view terhadap setiap bobot aktif dapat dijabarkan sebagai berikut: ( ) 3.10 (7) [ ] Persamaan dapat diturunkan menjadi dua kontribusi marjinal, yaitu sensitivitas bobot aktif terhadap TEV dan sensitivitas masing-masing view terhadap setiap bobot aktif. [ ] [ ] Persamaan untuk menentukan sensitivitas bobot aktif terhadap TEV dapat dinyatakan sebagai berikut: 3.11 ] Dimisalkan 328 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

278 dengan A= Penentuan sensitivitas masing-masing view terhadap TEV dapat dirumuskan sebagai seperti 3.10 berikut : 5. REFERENSI Black, F., & Litterman, R. (1992). Global (9) Portfolio Optimization. Financial Analysts Journal, 48. Braga, M. D., & Natale, F. P. (2008). TEV sensitivity to Views in Black- Litterman model. Symposium on Risk and Assets Management, 4: Chow, R. (1995). portofolio selection based on returns, risk and performance relative. Financial Analysis Journal. Kelebihan mengukur risiko melalui pengukuran risiko relatif untuk portofolio pada model Black Litterman adalah diperolehnya estimasi perubahan views terhadap risiko sehingga perubahan nilai views dan cara menyatakan views dapat diperbaiki oleh investor atau dievaluasi kembali sehingga mengurangi risiko atau yang sesuai dengan keinginan investor. Hal ini juga seiring berkembangnya model portofolio seperti yang dinyatakan oleh Chow, G (1995) bahwa performance relatif seperti risiko relatif atau tracking error mulai diperhatikan dalam pemodelan selain return dan risiko. 4. KESIMPULAN Dua jenis penentuan risiko yang dapat digunakan dalam model black litterman yaitu risiko absolut melalui simpangan baku return portofolio tetapi dalam beberapa referensi yang mengupas Black Litterman, ukuran risiko yang lebih banyak ditekankan adalah ukuran risiko relatif. Risiko relatif sama halnya disebut risiko aktif atau tracking error. Melalui pengukuran risiko relatif dapat ditentukan sensitifitas views untuk melihat efek perubahann terhadap risiko portofolio. Clarke, R. S. (2002). Portofolio Constrain and The Fundamental Law of Active Management.. Financial Analyst Journal. Da Silva, A. L., & Pornrojnangkool, B. (2009). The Black Litterman Model For Active Portofolio Management. He, G., & Litterman, R. (1999). The Intuition Behind Black Litterman Model Portofolio. London: Goldman Sachs & Co. Idzorek, T. M. (2004, July 20). A Step by Step Guide to The Black Litterman Model. Retrieved January 2011, from y/teaching/ba453_2006/idzorek_on BL.pdf. Meuci, A. (2008). The Black-Litterman Approach: Original Model and Extensions. Encyclopedia of Quantitative Finance. Mokhtar, M., Shuib, A., & Mohamad, D. (2014). Mathematical Programming Models for Portfolio Optimization : A Review. International Journal of Social, Management, Economics and Business Engineering Vol:8 No:2. Nuraini, K., & Retno, s. (2013). Aplikasi Pembentukan Portofolio Saham LQ- Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

279 45 Menggunakan Model Black Litterman Dengan Estimasi Theil Mixed. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNY. Yogyakarta. Retno, S. (2008). Aplikasi Model Black Litterman dengan Pendekatan Bayes (Studi Kasus : Portofolio dengan 4 saham dari S&P500). Seminar Nasional Matematika. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. Rosella. (2007). Stable distributions in the Black-Litterman approach to asset allocation. Retrieved March 2011, from apers/blapproach2005.pdf. Satchell, & Scowcroft. (2000). A Demystification Of The Black Litterman Model: Managing Quantitative And Traditional Portfolio Construction. Journal of Asset Management., Vol. 1, 2, Vardharaj, R., Fabozzy, F., & Jones, F. (2004). Determinants of Tracking Error for Equity. Journal of Investing. vol 13 no 2, Walters, J. (2008). The Black-Litterman Model in Detail. blacklitterman.org. 330 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

280 PERAN MATEMATIKA DALAM TEKNOLOGI PENYIMPANAN DATA Musthofa Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Abstrak Pesatnya perkembangan teknologi tidak bisa lepas dari peran matematika sebagai fondasi ilmu-ilmu terapan. Demikian pula, dengan meningkatnya kebutuhan media penyimpanan data yang besar, matematika memiliki kontribusi besar dalam metode penyimpanan data. Dalam tulisan ini, dibahas salah satu peran matematika dalam pengembangan teknologi penyimpanan file, terutama dalam flash memory dan sistem penyimpanan terdistribusi. Kata Kunci: Peran Matematika, Teknologi Penyimpanan Data, Penyimpanan Terdistribusi 1. PENDAHULUAN Perkembangan teknologi telah menimbulkan dampak yang luar biasa bagi manusia. Salah satu kemudahan yang difasilitasi oleh teknologi adalah dalam hal media penyimpanan data. Perkembangan piranti penyimpan data mulai dari floopy disk, harddisk, flash disk, CD, DVD sampai dengan Cloud Storage tidak lepas dari implementasi matematika pada teknologi ini. Pada sisi yang lain, penggunaan data berukuran besar seperti video dan gambar menimbulkan peningkatan kebutuhan perangkat penyimpanan yang berkapasitas besar. Oleh karena itu, tantangan dalam teknologi terus bermunculan yang akan melahirkan ide-ide baru dan penemuanpenemuan baru. Hal ini menuntut para ilmuan dalam berbagai disiplin ilmu untuk terus melakukan inovasi dan penelitian untuk mengatasi dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang dinamis. Pada tulisan ini akan dibahas beberapa peran matematika dalam perkembangan teknologi penyimpanan data seperti dalam cloud storage dan flash memory. Hal ini diharapkan memberikan motivasi bagi para mahasiswa dan peneliti yang tertarik untuk mengembangkan ilmu matematika sebagai fondasi dalam mendukung perkembangan teknologi untuk kesejahteraan manusia. 2. TEKNOLOGI PENYIMPANAN DATA Kemudahan akses internet dan mobilitas manusia memunculkan suatu trend baru, yaitu penggunaan cloud storage sebagai media penyimpanan data. Dengan adanya teknologi ini, pengguna tidak perlu dirisaukan dengan kerusakan data yang disebabkan oleh hilangnya perangkat penyimpanan atau kerusakan pada media tersebut. Melalui teknologi ini, pengguna dengan mudah dapat mengakses data melalui perangkat digital seperti smartphone atau tablet atau computer yang terkoneksi dengan jaringan internet. Cloud Storage atau disebut juga dengan penyimpanan online telah menjadi pilihan bagi pengguna yang akan menyimpan datanya. Salah satu jasa penyimpanan online yang menyediakan layanan gratis misalnya google drive dan dropbox. Beberapa keunggulan dari teknologi ini antara lain adalah : 1. Kemudahan dalam pengaksesan data. Jika data disimpan dalam cloud storage, maka pengguna yang ingin menggunakan datanya tidak perlu harus repot membawa media penyimpan data, tetapi cukup dengan melakukan koneksi data melalui jaringan internet kapanpun Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

281 dan dimanapun sesuai keinginan pengguna. 2. Keamanan data yang lebih baik. Keamanan disini maksudnya adalah bahwa data yang tersimpan di cloud storage relatif aman terhadap kerusakan dan kehilangan data. Hal ini berbeda jika misalnya data disimpan dalam laptop atau computer yang mana dapat hilang atau rusak. 3. Kemudahan dalam berbagi data. Dalam berbagai kegiatan yang memerlukan sejumlah data untuk digunakan bersama, pengguna cloud storage diberikan kemudahan untuk melakukan pengaksesan data bersama-sama. Selain cloud storage, media peyimpanan data yang menjadi trend saat ini adalah flash memory. Flash memory adalah media penyimpanan yang berjenis nonvolatile yang berarti tidak memerlukan power atau energy untuk menjaga eksistensi data. Facebook, Amazon dan dropbox telah memulai untuk mengganti media penyimpanan lama mereka dengan flash memory (Sala, et.al, 2014). Gambar 1. Flash Memory Peningkatan penggunan flash memory dari tahun ke tahun disajikan dalam grafik berikut: Grafik 2. Penggunaan Flash Memory Flash memory merupakan kumpulan dari sel-sel yang diorganisasikan ke dalam halaman dan blok. Proses penulisan datau penyimpanan data dalam flash memory dapat dilakukan langsung ke dalam setiap sel secara individu. Akan tetapi proses penghapusan data harus dilakukan secara utuh dalam setiap blok.oleh karena itu, proses penghapusan data dapat menyebabkan masalah khusus pada flash memory. Untuk mengatasi permasalahan dalam hal ini, matematika telah memberikan andil yang cukup besar melalui error correcting code. 3. PENYIMPANAN TERDISTRIBUSI Meningkatnya penggunaan media penyimpanan data seiring dengan meningkatnya penggunaan , foto, video dan data-data berukuran besar lainya membutuhkan solusi yang tidak mudah. Jika data-data tersebut disimpan dalam satu tempat, maka akan sangat berbahaya dikarenakan media penyimpanan dapat rusak sehingga mengakibatkan hilangnya data( Agus Maman Abadi, dkk, 2015). Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut antara lain adalah menyimpan data dengan menyediakan cadangan data dalam banyak media penyimpanan. Jika salah satu media mengalami kerusakan, maka tinggal mengganti media tersebut dengan yang baru sehingga data bisa terselamatkan. Teknik ini dinamakan sistem penyimpanan terdistribusi. Pada sistem penyimpanan terdistribusi, data dipecah-pecah dan kemudian disimpan dalam sistem penyimpanan terdistribusi yang terkoneksi melalui sistem jaringan komunikasi. Masalah yang terjadi dalam hal ini adalah selalu terjadi bagian penyimpan data ( node) yang gagal atau error. Oleh karena itu proses perbaikan data secara sistematis menjadi perhatian utama. Berikut skema sistem tersebut Oggier, 2013): 332 Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Internalisasi Nilainilai Berpikir Matematis Dalam Perannya di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

282 Gambar 3. Penyimpanan Terdistribusi Sistem penyimpanan terdistribusi menjadi tulang punggung dalam penyimpanan online. Dalam sistem penyimpan terdistribusi, komunikasi data melalui jaringan atau chanel, seringkali terjadi beberapa error atau gagalnya suatu proses pengiriman data. Ketika salah satu pihak akan mengakses suatu data tertentu melalui jaringan yang dapat mengalami gagal akses, data tersebut dipecah pecah dalam k bagian.setiap k bagian di encoding, kemudian disimpan secara terdistribusi pada n node. Untuk mengakses data asli dpat dilakukan dengan mengakses sebarang k node. Ketika terjadi kegagalan atau error dalam proses rekonstruksi data, maka salah satu peran matematika dalam rekonstruksi data adalah suatu teknik regenerating code. Skema dari teknik regenerating code yang didasarkan pada struktur aljabar atas lapangan hingga Fq adalah sebagai berikut. Suatu file dengan ukuran B dalam penyimpanan terdistribusi dipecah-pecah dan disimpan dalam n buah node dengan ketentuan setiap node dapat menyimpan sejumlah data. Suatu data collector dapat terkoneksi dengan setiap node, dan kemudian merekontruksi file semula. Untuk merekontruksi file, data collector cukup terhubung ke sejumlah k < n node yang ada. Ketika misalnya ada node yang error, maka data collector akan terhubung ke sejumlah d > k dari n-1 node yang tersisa untuk membentuk node baru menggantikan node yang error. Pada teknik regenerating code, secara umum node yang baru tidak harus sama persis dengan node yang error, tetapi memiliki sifat yang sama, yaitu untuk merekontruksi data semula, cukup dibentuk dari sejumlah k < n node yang ada. Dalam (Rashmi, 2009) telah dikenalkan suatu teknik exact repair, yaitu ketika membentuk node yang baru pada saat ada node yang error, maka node yang baru tesebut identik dengan node yang error tersebut. Secara umum teknik regenerating code untuk meminimalkan penyimpanan( minimum storage regeneration) yang didasarkan atas struktur aljabar lapangan hingga adalah sebagai berikut. a) File atau objek O = ( o1, o2,, ob) dipecah menjadi 2, yaitu O1 = (o1, o2,, ok) dan O2 = ( ok+1, ok+2,, ob). Dalam hal ini B merupakan bilangan genap sehingga O1 dan O2 mempunyai ukuran yang sama. b) Node ke-i akan menyimpan = ( O1 pit, O2 pit + O1 vit ), dengan pi dan vi merupakan vektor baris yang digunakan untuk melakukan encoding, i = 1,2,, n. Lebih khusus, pit merupakan vektor yang merupakan generator untuk G dari suatu (n,k) MDS code, yaitu G = [ p1t. pnt] c) Secara keseluruhan kode yang dihasilkan adalah (2n, 2k) kode yang disajikan sebagai [O1, O2] vnt] adalah suatu matriks. dengan V = [ v1t d) Untuk merekontruksi data/file, data collector mendownload dari k buah node. Karena G merupakan generator untuk (n,k) MDS code, maka diperoleh O1. Karena O1 dan vi diketahui, maka data collector tinggal menyisakano2pit. Karena G generator, maka dapat diperoleh O2. e) Misakan node ke-j error, yaitu ( O1 pjt, O2 pjt + O1 vit) tidak dapat diakses.node baru kemudian mendownload =1 simbol dari d = k+1 buah node, yaitu Ruang Seminar UMP, Sabtu, 28 Mei

PEMODELAN REGRESI MULTILEVEL ORDINAL PADA DATA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

PEMODELAN REGRESI MULTILEVEL ORDINAL PADA DATA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT PEMODELAN REGRESI MULTILEVEL ORDINAL PADA DATA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT Bertho Tantular Departemen Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran bertho@unpad.ac.id ABSTRAK. Dalam generalized linear models,

Lebih terperinci

Analisis Sensitivitas Parameter Model Optimisasi Pada Jadwal Preventive Maintainance Mesin Dengan Multikomponen

Analisis Sensitivitas Parameter Model Optimisasi Pada Jadwal Preventive Maintainance Mesin Dengan Multikomponen SEMINAR NASIONAL MAEMAIKA DAN PENDIDIKAN MAEMAIKA UNY 2016 S - 12 Analisis Sensitivitas Parameter Model Optimisasi Pada Jadwal Preventive Maintainance Mesin Dengan Multikomponen Budhi Handoko 1, Gumgum

Lebih terperinci

PROSEDUR PENAKSIRAN PARAMETER MODEL MULTILEVEL MENGGUNAKAN TWO STAGE LEAST SQUARE DAN ITERATIVE GENERALIZED LEAST SQUARE

PROSEDUR PENAKSIRAN PARAMETER MODEL MULTILEVEL MENGGUNAKAN TWO STAGE LEAST SQUARE DAN ITERATIVE GENERALIZED LEAST SQUARE Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PROSEDUR PENAKSIRAN PARAMETER MODEL MULTILEVEL MENGGUNAKAN TWO STAGE LEAST

Lebih terperinci

Pelanggaran Asumsi Normalitas Model Multilevel Pada Galat Level yang Lebih Tinggi. Bertho Tantular 1)

Pelanggaran Asumsi Normalitas Model Multilevel Pada Galat Level yang Lebih Tinggi. Bertho Tantular 1) Pelanggaran Asumsi Normalitas Model Multilevel Pada Galat Level yang Lebih Tinggi S-28 Bertho Tantular 1) 1) Staf Pengajar Jurusan Statistika FMIPA UNPAD berthotantular@gmail.com Abstrak Secara umum model

Lebih terperinci

Masalah Overdispersi dalam Model Regresi Logistik Multinomial

Masalah Overdispersi dalam Model Regresi Logistik Multinomial Statistika, Vol. 16 No. 1, 29 39 Mei 2016 Masalah Overdispersi dalam Model Regresi Logistik Multinomial Annisa Lisa Nurjanah, Nusar Hajarisman, Teti Sofia Yanti Prodi Statistika, Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

Optimasi Fungsi Multiobjektif Dalam Pemeliharaan Preventif Mesin Menggunakan Algoritma Metaheuristic

Optimasi Fungsi Multiobjektif Dalam Pemeliharaan Preventif Mesin Menggunakan Algoritma Metaheuristic SEMINAR NASIONAL MAEMAIKA DAN PENDIDIKAN MAEMAIKA UNY 2015-31 Optimasi Fungsi Multiobektif Dalam Pemeliharaan Preventif Mesin Menggunakan Algoritma Metaheuristic Budhi Handoko, Bernik Maskun, Yeny Krista

Lebih terperinci

Pendekatan Model Multilevel pada Analisis Regresi Poisson untuk Data Longitudinal

Pendekatan Model Multilevel pada Analisis Regresi Poisson untuk Data Longitudinal SEMINAR NASIONAL MAEMAIKA DAN PENDIDIKAN MAEMAIKA UNY 2016 Pendekatan Model Multilevel pada Analisis Regresi Poisson untuk Data Longitudinal (Studi Kasus DBD Kota Bandung) Bertho antular, I Gede Nyoman

Lebih terperinci

PEMILIHAN MODEL REGRESI LINIER MULTILEVEL TERBAIK (Choice the Best Linear Regression Multilevel Models)

PEMILIHAN MODEL REGRESI LINIER MULTILEVEL TERBAIK (Choice the Best Linear Regression Multilevel Models) , Oktober 2009 p : 1-7 ISSN : 0853-8115 Vol 14 No.2 PEMILIHAN MODEL REGRESI LINIER MULTILEVEL TERBAIK Bertho Tantular 1, Aunuddin 2, Hari Wijayanto 2 1 Jurusan Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

Jadwal Preventive Maintainance Mesin Menggunakan Algoritma Genetik Steady State Dengan Fungsi Kecocokan Berbasis Required Reliability

Jadwal Preventive Maintainance Mesin Menggunakan Algoritma Genetik Steady State Dengan Fungsi Kecocokan Berbasis Required Reliability Jurnal Metris ISSN: 1411-3287 Jurnal Metris 18 (2017) 1 6 journal homepage: http://ojs.atmajaya.ac.id/index.php/metris Jadwal Preventive Maintainance Mesin Menggunakan Algoritma Genetik Steady State Dengan

Lebih terperinci

PENDEKATAN MODEL MULTILEVEL UNTUK DATA REPEATED MEASURES

PENDEKATAN MODEL MULTILEVEL UNTUK DATA REPEATED MEASURES PENDEKATAN MODEL MULTILEVEL UNTUK DATA REPEATED MEASURES Bertho Tantular 1 S-1 1 Jurusan Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran 1 bertho@unpad.ac.id Abstrak Data yang diperoleh dari pengukuran berulang

Lebih terperinci

Penaksiran Parameter Regresi Linier Logistik dengan Metode Maksimum Likelihood Lokal pada Resiko Kanker Payudara di Makassar

Penaksiran Parameter Regresi Linier Logistik dengan Metode Maksimum Likelihood Lokal pada Resiko Kanker Payudara di Makassar Vol.14, No. 2, 159-165, Januari 2018 Penaksiran Parameter Regresi Linier Logistik dengan Metode Maksimum Likelihood Lokal pada Resiko Kanker Payudara di Makassar Sutrianah Burhan 1, Andi Kresna Jaya 1

Lebih terperinci

PENERAPAN REGRESI POISSON DAN BINOMIAL NEGATIF DALAM MEMODELKAN JUMLAH KASUS PENDERITA AIDS DI INDONESIA BERDASARKAN FAKTOR SOSIODEMOGRAFI

PENERAPAN REGRESI POISSON DAN BINOMIAL NEGATIF DALAM MEMODELKAN JUMLAH KASUS PENDERITA AIDS DI INDONESIA BERDASARKAN FAKTOR SOSIODEMOGRAFI Jurnal Matematika UNAND Vol. 3 No. 4 Hal. 58 65 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PENERAPAN REGRESI POISSON DAN BINOMIAL NEGATIF DALAM MEMODELKAN JUMLAH KASUS PENDERITA AIDS DI INDONESIA

Lebih terperinci

Generalized Ordinal Logistic Regression Model pada Pemodelan Data Nilai Pesantren Mahasiswa Baru FMIPA Universitas Islam Bandung Tahun 2017

Generalized Ordinal Logistic Regression Model pada Pemodelan Data Nilai Pesantren Mahasiswa Baru FMIPA Universitas Islam Bandung Tahun 2017 Prosiding Statistika ISSN: 2460-6456 Generalized Ordinal Logistic Regression Model pada Pemodelan Data Nilai Pesantren Mahasiswa Baru FMIPA Universitas Islam Bandung Tahun 2017 Generalized Ordinal Logistic

Lebih terperinci

Pengujian Overdispersi pada Model Regresi Poisson (Studi Kasus: Laka Lantas Mobil Penumpang di Provinsi Jawa Barat)

Pengujian Overdispersi pada Model Regresi Poisson (Studi Kasus: Laka Lantas Mobil Penumpang di Provinsi Jawa Barat) Statistika, Vol. 14 No. 2, 69 76 November 2014 Pengujian Overdispersi pada Model Regresi Poisson (Studi Kasus: Laka Lantas Mobil Penumpang di Provinsi Jawa Barat) Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

MASALAH NILAI AWAL ITERASI NEWTON RAPHSON UNTUK ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI LOGISTIK ORDINAL TERBOBOTI GEOGRAFIS (RLOTG)

MASALAH NILAI AWAL ITERASI NEWTON RAPHSON UNTUK ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI LOGISTIK ORDINAL TERBOBOTI GEOGRAFIS (RLOTG) MASALAH NILAI AWAL ITERASI NEWTON RAPHSON UNTUK ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI LOGISTIK ORDINAL TERBOBOTI GEOGRAFIS (RLOTG) Shaifudin Zuhdi, Dewi Retno Sari Saputro Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Informasi Fisher pada Algoritme Fisher Scoring untuk Estimasi Parameter Model Regresi Logistik Ordinal Terboboti Geografis (RLOTG)

Informasi Fisher pada Algoritme Fisher Scoring untuk Estimasi Parameter Model Regresi Logistik Ordinal Terboboti Geografis (RLOTG) SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 Informasi Fisher pada Algoritme Fisher Scoring untuk Estimasi Parameter Model Regresi Logistik Ordinal Terboboti Geografis (RLOTG) Aulia Nugrahani

Lebih terperinci

Kata Kunci: Model Regresi Logistik Biner, metode Maximum Likelihood, Demam Berdarah Dengue

Kata Kunci: Model Regresi Logistik Biner, metode Maximum Likelihood, Demam Berdarah Dengue Jurnal Matematika UNAND Vol. VI No. 1 Hal. 9 16 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PEMODELAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) MENGGUNAKAN REGRESI LOGISTIK

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 19 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Metode Analisis Data 2.1.1. Uji Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang membuktikan bahwa apa yang diamati peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dalam dunia

Lebih terperinci

Sarimah. ABSTRACT

Sarimah. ABSTRACT PENDETEKSIAN OUTLIER PADA REGRESI LOGISTIK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK TRIMMED MEANS Sarimah Mahasiswa Program Studi S1 Matematika Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

MODEL REGRESI LOGISTIK BINER DENGAN METODE PENALIZED MAXIMUM LIKELIHOOD. Edi Susilo, Anna Islamiyati, Muh. Saleh AF. ABSTRAK

MODEL REGRESI LOGISTIK BINER DENGAN METODE PENALIZED MAXIMUM LIKELIHOOD. Edi Susilo, Anna Islamiyati, Muh. Saleh AF. ABSTRAK MODEL REGRESI LOGISTIK BINER DENGAN METODE PENALIZED MAXIMUM LIKELIHOOD Edi Susilo, Anna Islamiyati, Muh. Saleh AF. ABSTRAK Analisis regresi logistik biner dengan metode penalized maximum likelihood digunakan

Lebih terperinci

PENDEKATAN ANALISIS MULTILEVEL RESPON BINER DALAM MENENTUKAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI IMUNISASI LENGKAP ABSTRAK

PENDEKATAN ANALISIS MULTILEVEL RESPON BINER DALAM MENENTUKAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI IMUNISASI LENGKAP ABSTRAK PENDEKATAN ANALISIS MULTILEVEL RESPON BINER DALAM MENENTUKAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI IMUNISASI LENGKAP Bertho Tantular *, I Gede Nyoman Mindra Jaya * * Mahasiswa Pascasarjana Institut Pertanian

Lebih terperinci

PEMODELAN DENGAN REGRESI LOGISTIK. Secara umum, kedua hasil dilambangkan dengan (sukses) dan (gagal)

PEMODELAN DENGAN REGRESI LOGISTIK. Secara umum, kedua hasil dilambangkan dengan (sukses) dan (gagal) PEMODELAN DENGAN REGRESI LOGISTIK 1. Data Biner Data biner merupakan data yang hanya memiliki dua kemungkinan hasil. Secara umum, kedua hasil dilambangkan dengan (sukses) dan (gagal) dengan peluang masing-masing

Lebih terperinci

Model Regresi Zero Inflated Poisson Pada Data Overdispersion

Model Regresi Zero Inflated Poisson Pada Data Overdispersion Model Regresi Zero Inflated Poisson Pada Data Overdispersion Wirajaya Kusuma Fakultas MIPA, Universitas Mataram e-mail: Kusuma_Wirajaya@yahoo.co.id Desy Komalasari Fakultas MIPA, Universitas Mataram e-mail:

Lebih terperinci

ESTIMASI EROR STANDAR PARAMETER REGRESI LOGISTIK MENGGUNAKAN METODE BOOTSTRAP

ESTIMASI EROR STANDAR PARAMETER REGRESI LOGISTIK MENGGUNAKAN METODE BOOTSTRAP ESTIMASI EROR STANDAR PARAMETER REGRESI LOGISTIK MENGGUNAKAN METODE BOOTSTRAP PADA DATA PASIEN HIPERKOLESTEROLEMIA DI BALAI LABORATORIUM KESEHATAN YOGYAKARTA Fransiska Grase S.W, Sri Sulistijowati H.,

Lebih terperinci

METODE PREDICTION CONFIGURAL FREQUENCY ANALYSIS (PCFA) UNTUK MENENTUKAN KARAKTERISTIK USER DAN NON USER MOTOR X DI JAWA BARAT ABSTRAK

METODE PREDICTION CONFIGURAL FREQUENCY ANALYSIS (PCFA) UNTUK MENENTUKAN KARAKTERISTIK USER DAN NON USER MOTOR X DI JAWA BARAT ABSTRAK METODE PREDICTION CONFIGURAL FREQUENCY ANALYSIS (PCFA) UNTUK MENENTUKAN KARAKTERISTIK USER DAN NON USER MOTOR X DI JAWA BARAT (Studi Kasus PT. XYZ) Muhamad Iqbal Mawardi Departemen Statistika, Universitas

Lebih terperinci

Regresi Logistik Nominal dengan Fungsi Hubung CLOGLOG

Regresi Logistik Nominal dengan Fungsi Hubung CLOGLOG Regresi Logistik Nominal dengan Fungsi Hubung CLOGLOG Julio Adisantoso, G16109011/STK 11 Mei 2010 Ringkasan Regresi logistik merupakan suatu pendekatan pemodelan yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan

Lebih terperinci

E-Jurnal Matematika Vol. 3 (3), Agustus 2014, pp ISSN:

E-Jurnal Matematika Vol. 3 (3), Agustus 2014, pp ISSN: E-Jurnal Matematika Vol. 3 3), Agustus 2014, pp. 107-115 ISSN: 2303-1751 PERBANDINGAN REGRESI BINOMIAL NEGATIF DAN REGRESI GENERALISASI POISSON DALAM MENGATASI OVERDISPERSI Studi Kasus: Jumlah Tenaga Kerja

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. menyatakan hubungan antara variabel respon Y dengan variabel-variabel

LANDASAN TEORI. menyatakan hubungan antara variabel respon Y dengan variabel-variabel 5 II. LANDASAN TEORI 2.1 Model Regresi Poisson Analisis regresi merupakan metode statistika yang populer digunakan untuk menyatakan hubungan antara variabel respon Y dengan variabel-variabel prediktor

Lebih terperinci

PENGARUH MIXED DISTRIBUTION PADA PENDEKATAN QUASI-LIKELIHOOD DALAM MODEL LINEAR 1)

PENGARUH MIXED DISTRIBUTION PADA PENDEKATAN QUASI-LIKELIHOOD DALAM MODEL LINEAR 1) PENGARUH MIXED DISTRIBUTION PADA PENDEKATAN QUASI-LIKELIHOOD DALAM MODEL LINEAR 1) Anang Kurnia Departemen Statistika FMIPA IPB Jl. Meranti, Wing 22 Level 4 Kampus IPB Darmaga, Bogor Email: anangk@ipb.ac.id

Lebih terperinci

BAB III MODEL REGRESI BINOMIAL NEGATIF UNTUK MENGATASI OVERDISPERSI PADA MODEL REGRESI POISSON

BAB III MODEL REGRESI BINOMIAL NEGATIF UNTUK MENGATASI OVERDISPERSI PADA MODEL REGRESI POISSON BAB III MODEL REGRESI BINOMIAL NEGATIF UNTUK MENGATASI OVERDISPERSI PADA MODEL REGRESI POISSON 3.1 Regresi Poisson Regresi Poisson merupakan salah satu model regresi dengan variabel responnya tidak berasal

Lebih terperinci

MODEL REGRESI POISSON YANG DIPERUMUM UNTUK MENGATASI OVERDISPERSI PADA MODEL REGRESI POISSON

MODEL REGRESI POISSON YANG DIPERUMUM UNTUK MENGATASI OVERDISPERSI PADA MODEL REGRESI POISSON MODEL REGRESI POISSON YANG DIPERUMUM UNTUK MENGATASI OVERDISPERSI PADA MODEL REGRESI POISSON Ade Susanti, Dewi Retno Sari Saputro, dan Nughthoh Arfawi Kurdhi Program Studi Matematika FMIPA UNS Abstrak

Lebih terperinci

(R.2) KAJIAN PREDIKSI KLASIFIKASI OBYEK PADA VARIABEL RESPON BINER

(R.2) KAJIAN PREDIKSI KLASIFIKASI OBYEK PADA VARIABEL RESPON BINER (R.2) KAJIAN PREDIKSI KLASIFIKASI OBYEK PADA VARIABEL RESPON BINER Drs. Soekardi Hadi P. Prodi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam As-Syafi iyah Email : s.hadip@yahoo.co.id Abstrak

Lebih terperinci

PENERAPAN HIERARCHICAL LINEAR MODELING UNTUK MENGANALISIS DATA MULTILEVEL

PENERAPAN HIERARCHICAL LINEAR MODELING UNTUK MENGANALISIS DATA MULTILEVEL Jurnal UJMC, Volume 2, Nomor 1, Hal. 16-21 pissn:2460-3333 eissn:2579-907x PENERAPAN HIERARCHICAL LINEAR MODELING UNTUK MENGANALISIS DATA MULTILEVEL Dewi Wulandari 1, Ali Shodiqin 2, dan Aurora Nur Aini

Lebih terperinci

ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI LOGISTIK ORDINAL TERBOBOTI GEOGRAFIS (RLOTG) DENGAN METODE FISHER SCORING

ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI LOGISTIK ORDINAL TERBOBOTI GEOGRAFIS (RLOTG) DENGAN METODE FISHER SCORING ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI LOGISTIK ORDINAL TERBOBOTI GEOGRAFIS RLOTG DENGAN METODE FISHER SCORING Aulia Nugrahani Putri, Purnami Widyaningsih, dan Dewi Retno Sari Saputro Program Studi Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan februari 2009-Juni 2009 di beberapa wilayah terutama Jakarta, Depok dan Bogor untuk pengambilan sampel responden

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMEN MEMBELI SUATU PRODUK DENGAN METODE ANALISIS REGRESI LOGISTIK ORDINAL

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMEN MEMBELI SUATU PRODUK DENGAN METODE ANALISIS REGRESI LOGISTIK ORDINAL J u r n a l E K B I S / V o l. V I / N o. / e d i s i M a r e t 2 0 2 379 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN KONSUMEN MEMBELI SUATU PRODUK DENGAN METODE ANALISIS REGRESI LOGISTIK ORDINAL

Lebih terperinci

OLEH: SINDY FEBRI A DOSEN PEMBINGBING: Ir. ARIE KISMANTO, M.Si. Monday, July 18, 2011 Seminar Tugas Akhir Jurusan Statistika ITS 1

OLEH: SINDY FEBRI A DOSEN PEMBINGBING: Ir. ARIE KISMANTO, M.Si. Monday, July 18, 2011 Seminar Tugas Akhir Jurusan Statistika ITS 1 ANALISIS REGRESI MULTILEVEL TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI UASBN SD/MI (Studi Kasus Nilai UASBN SD/MI di Kecamatan Tulangan Tahun Ajaran 2009/2010) OLEH: SINDY FEBRI A. 1307 100 066 DOSEN

Lebih terperinci

E-Jurnal Matematika Vol. 5 (4), November 2016, pp ISSN:

E-Jurnal Matematika Vol. 5 (4), November 2016, pp ISSN: E-Jurnal Matematika Vol 5 (4), November 2016, pp 133-138 ISSN: 2303-1751 PERBANDINGAN REGRESI ZERO INFLATED POISSON (ZIP) DAN REGRESI ZERO INFLATED NEGATIVE BINOMIAL (ZINB) PADA DATA OVERDISPERSION (Studi

Lebih terperinci

REGRESI LOGISTIK UNTUK PEMODELAN INDEKS PEMBANGUNAN KESEHATAN MASYARAKAT KABUPATEN/KOTA DI PULAU KALIMANTAN

REGRESI LOGISTIK UNTUK PEMODELAN INDEKS PEMBANGUNAN KESEHATAN MASYARAKAT KABUPATEN/KOTA DI PULAU KALIMANTAN REGRESI LOGISTIK UNTUK PEMODELAN INDEKS PEMBANGUNAN KESEHATAN MASYARAKAT KABUPATEN/KOTA DI PULAU KALIMANTAN M. Fathurahman Jurusan Matematika, Program Studi Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III. Model Regresi Linear 2-Level. Sebuah model regresi dikatakan linear jika parameter-parameternya bersifat

BAB III. Model Regresi Linear 2-Level. Sebuah model regresi dikatakan linear jika parameter-parameternya bersifat BAB III Model Regresi Linear 2-Level Sebuah model regresi dikatakan linear jika parameter-parameternya bersifat linear. Untuk data berstruktur hirarki 2 tingkat, analisis regresi yang dapat digunakan adalah

Lebih terperinci

Regresi Poisson dan Penerapannya Untuk Memodelkan Hubungan Usia dan Perilaku Merokok Terhadap Jumlah Kematian Penderita Penyakit Kanker Paru-Paru

Regresi Poisson dan Penerapannya Untuk Memodelkan Hubungan Usia dan Perilaku Merokok Terhadap Jumlah Kematian Penderita Penyakit Kanker Paru-Paru Regresi Poisson dan Penerapannya Untuk Memodelkan Hubungan Usia dan Perilaku Merokok Terhadap Jumlah Kematian Penderita Penyakit Kanker Paru-Paru IIN SUNDARI Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PEMODELAN JUMLAH KEMATIAN BAYI DI KOTA PADANG TAHUN 2013 DAN 2014 DENGAN PENDEKATAN REGRESI BINOMIAL NEGATIF

PEMODELAN JUMLAH KEMATIAN BAYI DI KOTA PADANG TAHUN 2013 DAN 2014 DENGAN PENDEKATAN REGRESI BINOMIAL NEGATIF Jurnal Matematika UNAND Vol. VI No. 1 Hal. 74 82 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PEMODELAN JUMLAH KEMATIAN BAYI DI KOTA PADANG TAHUN 2013 DAN 2014 DENGAN PENDEKATAN REGRESI BINOMIAL NEGATIF

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keberhasilan Belajar 1. Pengertian Keberhasilan Belajar Dalam kamus besar bahasa Indonesia, keberhasilan itu sendiri adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI LOGISTIK UNTUK MENGETAHUI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FREKUENSI KEDATANGAN PELANGGAN DI PUSAT PERBELANJAAN X

ANALISIS REGRESI LOGISTIK UNTUK MENGETAHUI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FREKUENSI KEDATANGAN PELANGGAN DI PUSAT PERBELANJAAN X ANALISIS REGRESI LOGISTIK UNTUK MENGETAHUI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FREKUENSI KEDATANGAN PELANGGAN DI PUSAT PERBELANJAAN X Erna Hayati Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan ABSTRAKSI Kepuasan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Umum 2.1.1 Regresi Logistik Analisis Regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk menentukan hubungan sebab-akibat antara satu variabel dengan variabel-variabel

Lebih terperinci

PENERAPAN REGRESI LOGISTIK ORDINAL MULTILEVEL TERHADAP NILAI AKHIR METODE STATISTIKA FMIPA IPB IIN MAENA

PENERAPAN REGRESI LOGISTIK ORDINAL MULTILEVEL TERHADAP NILAI AKHIR METODE STATISTIKA FMIPA IPB IIN MAENA PENERAPAN REGRESI LOGISTIK ORDINAL MULTILEVEL TERHADAP NILAI AKHIR METODE STATISTIKA FMIPA IPB IIN MAENA DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Regresi Linier Sederhana Dalam beberapa masalah terdapat dua atau lebih variabel yang hubungannya tidak dapat dipisahkan karena perubahan nilai suatu variabel tidak selalu terjadi

Lebih terperinci

PENERAPAN REGRESI ZERO-INFLATED NEGATIVE BINOMIAL (ZINB) UNTUK PENDUGAAN KEMATIAN ANAK BALITA

PENERAPAN REGRESI ZERO-INFLATED NEGATIVE BINOMIAL (ZINB) UNTUK PENDUGAAN KEMATIAN ANAK BALITA E-Jurnal Matematika Vol. 2, No.4, Nopember 2013, 11-16 ISSN: 2303-1751 PENERAPAN REGRESI ZERO-INFLATED NEGATIVE BINOMIAL (ZINB) UNTUK PENDUGAAN KEMATIAN ANAK BALITA NI MADE SEKARMINI 1, I KOMANG GDE SUKARSA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini tidak lepas dari kompleknya permasalahan hidup manusia. Salah satu ilmu yang berkenaan dengan hal tersebut

Lebih terperinci

Pemodelan Regresi 2-Level Dengan Metode Iterative Generalized Least Square (IGLS) (Studi Kasus: Tingkat Pendidikan Anak di Kabupaten Semarang)

Pemodelan Regresi 2-Level Dengan Metode Iterative Generalized Least Square (IGLS) (Studi Kasus: Tingkat Pendidikan Anak di Kabupaten Semarang) ISSN: 2339-2541 JURNAL GAUSSIAN, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 51-60 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian Pemodelan Regresi 2-Level Dengan Metode Iterative Generalized

Lebih terperinci

ESTIMASI PARAMETER REGRESI LOGISTIK BINER DENGAN METODE PARTIAL LEAST SQUARES

ESTIMASI PARAMETER REGRESI LOGISTIK BINER DENGAN METODE PARTIAL LEAST SQUARES ESTIMASI PARAMETER REGRESI LOGISTIK BINER DENGAN METODE PARTIAL LEAST SQUARES Selpadina Indriyani 1, Raupong 2, Anisa 3 1 Mahasiswa Program Studi Statistika FMIPA Universitas Hasanuddin 2,3 Dosen Program

Lebih terperinci

KAJIAN TELBS PADA REGRESI LINIER DENGAN KASUS PENCILAN

KAJIAN TELBS PADA REGRESI LINIER DENGAN KASUS PENCILAN KAJIAN TELBS PADA REGRESI LINIER DENGAN KASUS PENCILAN Nurul Gusriani 1), Firdaniza 2), Novi Octavianti 3) 1,2,3) Departemen Matematika FMIPA Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung- Sumedang Km. 21

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. landasan pembahasan pada bab selanjutnya. Pengertian-pengertian dasar yang di

BAB II LANDASAN TEORI. landasan pembahasan pada bab selanjutnya. Pengertian-pengertian dasar yang di 5 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini membahas pengertian-pengertian dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab selanjutnya. Pengertian-pengertian dasar yang di bahas adalah sebagai berikut: A.

Lebih terperinci

PENERAPAN HURDLE NEGATIVE BINOMIAL PADA DATA TERSENSOR

PENERAPAN HURDLE NEGATIVE BINOMIAL PADA DATA TERSENSOR PENERAPAN HURDLE NEGATIVE BINOMIAL PADA DATA TERSENSOR SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 215 S-5 Penerapan Hurdle Negative Binomial pada Data Tersensor Resa Septiani Pontoh, Defi

Lebih terperinci

PEMODELAN DISPARITAS GENDER DI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN MODEL REGRESI PROBIT ORDINAL

PEMODELAN DISPARITAS GENDER DI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN MODEL REGRESI PROBIT ORDINAL 1 PEMODELAN DISPARITAS GENDER DI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN MODEL REGRESI PROBIT ORDINAL Uaies Qurnie Hafizh, Vita Ratnasari Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut

Lebih terperinci

ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI POISSON TERGENERALISASI TERBATAS DENGAN METODE MAKSIMUM LIKELIHOOD

ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI POISSON TERGENERALISASI TERBATAS DENGAN METODE MAKSIMUM LIKELIHOOD ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI POISSON TERGENERALISASI TERBATAS DENGAN METODE MAKSIMUM LIKELIHOOD Fitra1, Saleh2, La Podje3 Mahasiswa Program Studi Statistika, FMIPA Unhas 2,3 Dosen Program Studi Statistika,

Lebih terperinci

E-Jurnal Matematika Vol. 2, No.2, Mei 2013, ISSN:

E-Jurnal Matematika Vol. 2, No.2, Mei 2013, ISSN: E-Jurnal Matematika Vol., No., Mei 013, 37-41 ISSN: 303-1751 PENERAPAN REGRESI QUASI-LIKELIHOOD PADA DATA CACAH (COUNT DATA) YANG MENGALAMI OVERDISPERSI DALAM REGRESI POISSON (Studi Kasus: Jumlah Kasus

Lebih terperinci

E-Jurnal Matematika Vol. 2, No.3, Agustus 2013, ISSN:

E-Jurnal Matematika Vol. 2, No.3, Agustus 2013, ISSN: E-Jurnal Matematika Vol. 2, No.3, Agustus 2013, 23-28 ISSN: 2303-1751 PENERAPAN REGRESI ZERO INFLATED POISSON UNTUK MENGATASI OVERDISPERSI PADA REGRESI POISSON (Studi Kasus: Ketidaklulusan Siswa SMA/MA

Lebih terperinci

Sem 5-4. Garis Besar Rencana Pembelajaran (GBRP)

Sem 5-4. Garis Besar Rencana Pembelajaran (GBRP) Sem -. Garis Besar Rencana Pembelajaran (GBRP) Nama Matakuliah : Analisis Data Kategorik Kode MK/SKS : 309H203/3SKS Semester : Awal/ (Tahun III) Mata Kuliah Prasyarat : Metode Statistika, Komputasi Statistika

Lebih terperinci

GENERALIZED LINEAR MODELS (GLM) UNTUK DATA ASURANSI DALAM MENENTUKAN HARGA PREMI

GENERALIZED LINEAR MODELS (GLM) UNTUK DATA ASURANSI DALAM MENENTUKAN HARGA PREMI GENERALIZED LINEAR MODELS (GLM) UNTUK DATA ASURANSI DALAM MENENTUKAN HARGA PREMI Agus Supriatna 1), Riaman 2), Sudradjat 3), Tari Septiyani 4) Departemen Matematika, FMIPA Unpad Jalan Raya Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

PENERAPAN REGRESI ZERO INFLATED POISSON DENGAN METODE BAYESIAN

PENERAPAN REGRESI ZERO INFLATED POISSON DENGAN METODE BAYESIAN PENERAPAN REGRESI ZERO INFLATED POISSON DENGAN METODE BAYESIAN A. Rofiqi Maulana; Suci Astutik Universitas Brawijaya; arofiqimaulana@gmail.com ABSTRAK. Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperlihatkan derajat kesehatan demi peningkatan kualitas hidup yang lebih

Lebih terperinci

(D.4) DESAIN PARAMETER UNTUK DATA DISKRIT PADA ROBUST DESIGN. Oleh Budhi Handoko 1), Sri Winarni 2)

(D.4) DESAIN PARAMETER UNTUK DATA DISKRIT PADA ROBUST DESIGN. Oleh Budhi Handoko 1), Sri Winarni 2) (D.4) DESAIN PARAMETER UNTUK DATA DISKRIT PADA ROBUST DESIGN Oleh Budhi Handoko ), Sri Winarni ),) Staf Pengajar Jurusan Statistika FMIPA, Unpad Bandung Email ) : budhihandoko@unpad.ac.id Email ) : sri.winarni@unpad.ac.id

Lebih terperinci

Penerapan Hurdle Negative Binomial pada Data Tersensor

Penerapan Hurdle Negative Binomial pada Data Tersensor SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 Penerapan Hurdle Negative Binomial pada Data Tersensor S - 5 Resa Septiani Pontoh, Defi Yusti Faidah. Departemen Statistika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

KAJIAN FUNGSI nls( ) DAN fsrr( ) TERHADAP MODEL MICHEALIS-MENTEN PADA REGRESI NONLINIER. Sudarno 1. Abstrak

KAJIAN FUNGSI nls( ) DAN fsrr( ) TERHADAP MODEL MICHEALIS-MENTEN PADA REGRESI NONLINIER. Sudarno 1. Abstrak UNIVERSITAS DIPONEGORO 0 ISBN: --0-- KAJIAN FUNGSI nls( ) DAN fsrr( ) TERHADAP MODEL MICHEALIS-MENTEN PADA REGRESI NONLINIER Sudarno ) Program Studi Statistika FMIPA Undip dsghani@gmail.com Abstrak Model

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. wilayah Kecamatan Karawang Timur dijadikan sebagai kawasan pemukiman dan

METODE PENELITIAN. wilayah Kecamatan Karawang Timur dijadikan sebagai kawasan pemukiman dan IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan atas wilayah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MAHASISWA PASCASARJANA IPB BERHENTI STUDI MENGGUNAKAN ANALISIS CHAID DAN REGRESI LOGISTIK

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MAHASISWA PASCASARJANA IPB BERHENTI STUDI MENGGUNAKAN ANALISIS CHAID DAN REGRESI LOGISTIK IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MAHASISWA PASCASARJANA IPB BERHENTI STUDI MENGGUNAKAN ANALISIS CHAID DAN REGRESI LOGISTIK Mohamad Jajuli Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

PENGUJIAN KESAMAAN BEBERAPA MODEL REGRESI NON LINIER GEOMETRI (Studi Kasus : Data Emisi CO 2 dan Gross Nation Product di Malaysia, Bhutan, dan Nepal)

PENGUJIAN KESAMAAN BEBERAPA MODEL REGRESI NON LINIER GEOMETRI (Studi Kasus : Data Emisi CO 2 dan Gross Nation Product di Malaysia, Bhutan, dan Nepal) PENGUJIAN KESAMAAN BEBERAPA MODEL REGRESI NON LINIER GEOMETRI (Studi Kasus : Data Emisi CO dan Gross Nation Product di Malaysia, Bhutan, dan Nepal) Yanti I 1, Islamiyati A, Raupong 3 Abstrak Regresi geometrik

Lebih terperinci

Pemodelan Jumlah Kematian Bayi Di Kabupaten Bojonegoro Dengan Menggunakan Metode Analisis Regresi Binomial Negatif

Pemodelan Jumlah Kematian Bayi Di Kabupaten Bojonegoro Dengan Menggunakan Metode Analisis Regresi Binomial Negatif 1 Pemodelan Jumlah Kematian Bayi Di Kabupaten Bojonegoro Dengan Menggunakan Metode Analisis Regresi Binomial Negatif Nike Dwi Wilujeng Mahardika dan Sri Pingit Wulandari Statistika, FMIPA, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. level, model regresi tiga level, penduga koefisien korelasi intraclass, pendugaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. level, model regresi tiga level, penduga koefisien korelasi intraclass, pendugaan 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada Bab II akan dibahas konsep-konsep yang menjadi dasar dalam penelitian ini yaitu analisis regresi, analisis regresi multilevel, model regresi dua level, model regresi tiga

Lebih terperinci

SIMULASI DAMPAK MULTIKOLINEARITAS PADA KONDISI PENYIMPANGAN ASUMSI NORMALITAS

SIMULASI DAMPAK MULTIKOLINEARITAS PADA KONDISI PENYIMPANGAN ASUMSI NORMALITAS SIMULASI DAMPAK MULTIKOLINEARITAS PADA KONDISI PENYIMPANGAN ASUMSI NORMALITAS Joko Sungkono 1, Th. Kriswianti Nugrahaningsih 2 Abstract: Terdapat empat asumsi klasik dalam regresi diantaranya asumsi normalitas.

Lebih terperinci

Forum Statistika dan Komputasi, Oktober 2010 p : ISSN :

Forum Statistika dan Komputasi, Oktober 2010 p : ISSN : , Oktober 2010 p : 23-31 ISSN : 0853-8115 Vol 15 No.2 APLIKASI REGRESI LOGISTIK ORDINAL MULTILEVEL UNTUK PEMODELAN DAN KLASIFIKASI HURUF MUTU MATA KULIAH METODE STATISTIKA (The Application of Multilevel

Lebih terperinci

STK511 Analisis Statistika. Pertemuan 12 Nonparametrik-Kategorik-Logistik

STK511 Analisis Statistika. Pertemuan 12 Nonparametrik-Kategorik-Logistik STK511 Analisis Statistika Pertemuan 12 Nonparametrik-Kategorik-Logistik 12. Pengantar Skala Pengukuran Data/Variabel Peubah Kategorik Categorical Numerik Numeric Nominal Ordinal Interval Ratio Hanya nama/lambang

Lebih terperinci

DESAIN EKSPERIMEN & SIMULASI 5

DESAIN EKSPERIMEN & SIMULASI 5 DESAIN EKSPERIMEN & SIMULASI 5 (DS.1) OPTIMISASI RESPON EKSPERIMEN MENGGUNAKAN DESAIN BOX-BEHNKEN Budhi Handoko Staf Pengajar Jurusan Statistika FMIPA Unpad Email: budhihandoko@unpad.ac.id Abstrak Salah

Lebih terperinci

Pertemuan 8 STATISTIKA INDUSTRI 2 08/11/2013. Introduction to Linier Regression. Introduction to Linier Regression. Introduction to Linier Regression

Pertemuan 8 STATISTIKA INDUSTRI 2 08/11/2013. Introduction to Linier Regression. Introduction to Linier Regression. Introduction to Linier Regression Pertemuan 8 STATISTIKA INDUSTRI 2 TIN 4004 Outline: Regresi Linier Sederhana dan Korelasi (Simple Linier Regression and Correlation) Referensi: Montgomery, D.C., Runger, G.C., Applied Statistic and Probability

Lebih terperinci

Kegiatan Anak Usia Tahun di Jawa Timur Menggunakan Regresi Logistik Multinomial: Suatu Peranan Urutan Kelahiran

Kegiatan Anak Usia Tahun di Jawa Timur Menggunakan Regresi Logistik Multinomial: Suatu Peranan Urutan Kelahiran Kegiatan Anak Usia 10-15 Tahun di Jawa Timur Menggunakan Regresi Logistik Multinomial: Suatu Peranan Urutan Kelahiran Rudi Salam Badan Pusat Statistik, Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta, Indonesia rudisalam@stis.ac.id

Lebih terperinci

(M.9) PEMODELAN MELEK HURUF DAN RATA-RATA LAMA STUDI DENGAN PENDEKATAN MODEL BINER BIVARIAT

(M.9) PEMODELAN MELEK HURUF DAN RATA-RATA LAMA STUDI DENGAN PENDEKATAN MODEL BINER BIVARIAT Univeitas Padjadjaran, 3 November 00 (M.9) PEMODELAN MELEK HURUF DAN RATA-RATA LAMA STUDI DENGAN PENDEKATAN MODEL BINER BIVARIAT Vita Ratnasari, Purhadi, Ismaini, Suhartono Mahasiswa S3 Jurusan Statistika

Lebih terperinci

Regresi Cox pada Survei Kompleks (Studi Kasus: Lama Pemberian ASI)

Regresi Cox pada Survei Kompleks (Studi Kasus: Lama Pemberian ASI) Regresi Cox pada Survei Kompleks (Studi Kasus: Lama Pemberian ASI) Endah Budiarti 1 Septiadi Padmadisastra 2 Bertho Tantular 3 1,2,3 ProgramMagister Statistika Terapan, FMIPA, Universitas Padjadjaran Email:

Lebih terperinci

BAB III REGRESI TERSENSOR (TOBIT) Model regresi yang didasarkan pada variabel terikat tersensor disebut

BAB III REGRESI TERSENSOR (TOBIT) Model regresi yang didasarkan pada variabel terikat tersensor disebut BAB III REGRESI TERSENSOR (TOBIT) 3.1 Model Regresi Tersensor (Tobit) Model regresi yang didasarkan pada variabel terikat tersensor disebut model regresi tersensor (tobit). Untuk variabel terikat yang

Lebih terperinci

Tingkat Efisiensi Metode Regresi Robust dalam Menaksir Koefisien Garis Regresi Jika Ragam Galat Tidak Homogen

Tingkat Efisiensi Metode Regresi Robust dalam Menaksir Koefisien Garis Regresi Jika Ragam Galat Tidak Homogen Tingkat Efisiensi Metode Robust dalam Menaksir Garis Jika Ragam Galat Tidak Homogen Harmi Sugiarti dan Andi Megawarni e-mail: harmi@mailutacid dan mega@mailutacid Abstract This paper aims to compare the

Lebih terperinci

EKO ERTANTO PEMBIMBING

EKO ERTANTO PEMBIMBING UJIAN TUGAS AKHIR Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelengkapan Pemberian Imunisasi Untuk Bayi Dengan Metode Regresi Logistik (Kasus di Kelurahan Keputih Surabaya) YUDHA EKO ERTANTO 1307030054 PEMBIMBING

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ii Bagaimana rata-rata atau nilai tengah dibuat oleh Stimulan eksternal.

BAB 1 PENDAHULUAN. ii Bagaimana rata-rata atau nilai tengah dibuat oleh Stimulan eksternal. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan matematika dan penerapannya dalam berbagai bidang keilmuan selalu mencari metode baru untuk memudahkan dalam memprediksi dan menaksir

Lebih terperinci

BINARY LOGISTIC REGRESSION (BLR) TERHADAP STATUS BEKERJA DI KOTA SURABAYA

BINARY LOGISTIC REGRESSION (BLR) TERHADAP STATUS BEKERJA DI KOTA SURABAYA BINARY LOGISTIC REGRESSION (BLR) TERHADAP STATUS BEKERJA DI KOTA SURABAYA Moh. Yamin Darsyah 1 Arianto Wijaya 2 1,2 Program Studi S1 Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing : Dr. Purhadi, M.Sc

Dosen Pembimbing : Dr. Purhadi, M.Sc Citra Fatimah Nur / 1306 100 065 Dosen Pembimbing : Dr. Purhadi, M.Sc Outline 1 PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 3 METODOLOGI PENELITIAN 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5 KESIMPULAN Latar Belakang 1960-1970 1970-1980

Lebih terperinci

Karakteristik Pendugaan Emperical Best Linear Unbiased Prediction (EBLUP) Pada Pendugaan Area Kecil

Karakteristik Pendugaan Emperical Best Linear Unbiased Prediction (EBLUP) Pada Pendugaan Area Kecil Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Karakteristik Pendugaan Emperical Best Linear Unbiased M. Adi Sidauruk, Dian Kurniasari, Widiarti Jurusan Matematika, FMIPA Universitas Lampung E-mail:

Lebih terperinci

Jurnal Gradien Vol 8 No 2 Juli 2012: Yuli Andriani, Uxti Mezulianti, dan Herlina Hanum

Jurnal Gradien Vol 8 No 2 Juli 2012: Yuli Andriani, Uxti Mezulianti, dan Herlina Hanum Jurnal Gradien Vol 8 No 2 Juli 2012:809-814 Model Tingkat Kelancaran Pembayaran Kredit Bank Menggunakan Model Regresi Logistik Ordinal (Studi Kasus: Bank Rakyat Indonesia Tbk Unit Pasar Bintuhan) Yuli

Lebih terperinci

BAB ΙΙ LANDASAN TEORI

BAB ΙΙ LANDASAN TEORI 7 BAB ΙΙ LANDASAN TEORI Berubahnya nilai suatu variabel tidak selalu terjadi dengan sendirinya, bisa saja berubahnya nilai suatu variabel disebabkan oleh adanya perubahan nilai pada variabel lain yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Sebelum melakukan pembahasan mengenai permasalahan dari skripsi ini, akan diuraikan beberapa teori penunjang antara lain: Kredit Macet, Regresi Logistik, Model Terbaik

Lebih terperinci

Pemodelan Data Cacahan (Count Data) dalam GLM. Dr. Kusman Sadik, M.Si Sekolah Pascasarjana Departemen Statistika IPB Semester Genap 2017/2018

Pemodelan Data Cacahan (Count Data) dalam GLM. Dr. Kusman Sadik, M.Si Sekolah Pascasarjana Departemen Statistika IPB Semester Genap 2017/2018 Pemodelan Data Cacahan (Count Data) dalam GLM Dr. Kusman Sadik, M.Si Sekolah Pascasarjana Departemen Statistika IPB Semester Genap 2017/2018 Pendahuluan Pada model linear klasik, seperti regresi linear,

Lebih terperinci

OPTIMASI DENGAN METODE DAKIAN TERCURAM

OPTIMASI DENGAN METODE DAKIAN TERCURAM OPTIMASI DENGAN METODE DAKIAN TERCURAM Marwan Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syiah Kuala, Jln. Syekh Abdur Rauf No. 3 Darussalam, Banda Aceh 23111 email:

Lebih terperinci

KETEPATAN KLASIFIKASI PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI DI KOTA SEMARANG MENGGUNAKAN BOOSTSTRAP AGGREGATTING REGRESI LOGISTIK MULTINOMIAL

KETEPATAN KLASIFIKASI PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI DI KOTA SEMARANG MENGGUNAKAN BOOSTSTRAP AGGREGATTING REGRESI LOGISTIK MULTINOMIAL ISSN: 2339-2541 JURNAL GAUSSIAN, Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman 11-20 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian KETEPATAN KLASIFIKASI PEMILIHAN METODE KONTRASEPSI DI KOTA SEMARANG

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI.1 Konsep Dasar Statistika Statistik adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk data, yaitu tentang pengumpulan, pengolahan, penganalisisa, penafsiran, dan penarikan kesimpulan

Lebih terperinci

PEMODELAN REGRESI TIGA LEVEL PADA DATA PENGAMATAN BERULANG. Indahwati, Yenni Angraeni, Tri Wuri Sastuti

PEMODELAN REGRESI TIGA LEVEL PADA DATA PENGAMATAN BERULANG. Indahwati, Yenni Angraeni, Tri Wuri Sastuti S-25 PEMODELAN REGRESI TIGA LEVEL PADA DATA PENGAMATAN BERULANG Indahwati, Yenni Angraeni, Tri Wuri Sastuti Departemen Statistika FMIPA IPB Email : Indah_stk@yahoo.com Abstrak Pemodelan multilevel adalah

Lebih terperinci

Model Log Linier yang Terbaik untuk Analisis Data Kualitatif pada Tabel Kontingensi Tiga Arah

Model Log Linier yang Terbaik untuk Analisis Data Kualitatif pada Tabel Kontingensi Tiga Arah Malikussaleh Industrial Engineering Journal Vol.2 No.2 (2013) 32-37 ISSN 2302 934X Industrial Management Model Log Linier yang Terbaik untuk Analisis Data Kualitatif pada Tabel Kontingensi Tiga Arah Maryana

Lebih terperinci

(D.2) OPTIMASI KOMPOSISI PERLAKUAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE RESPONSE SURFACE. H. Sudartianto 3. Sri Winarni

(D.2) OPTIMASI KOMPOSISI PERLAKUAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE RESPONSE SURFACE. H. Sudartianto 3. Sri Winarni Universitas Padjadjaran, November 00 (D.) OPTIMASI KOMPOSISI PERLAKUAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE RESPONSE SURFACE Andry Ritonga H. Sudartianto Sri Winarni Mahasiswa Program Strata Jurusan Statistika FMIPA

Lebih terperinci

PEMODELAN JUMLAH KASUS TETANUS NEONATORUM DENGAN MENGGUNAKAN REGRESI POISSON UNTUK WILAYAH REGIONAL 2 INDONESIA (SUMATERA)

PEMODELAN JUMLAH KASUS TETANUS NEONATORUM DENGAN MENGGUNAKAN REGRESI POISSON UNTUK WILAYAH REGIONAL 2 INDONESIA (SUMATERA) Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 1 Hal. 116 124 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PEMODELAN JUMLAH KASUS TETANUS NEONATORUM DENGAN MENGGUNAKAN REGRESI POISSON UNTUK WILAYAH REGIONAL 2

Lebih terperinci

Model Regresi Binary Logit (Aplikasi Model dengan Program SPSS)

Model Regresi Binary Logit (Aplikasi Model dengan Program SPSS) Model Regresi Binary Logit (Aplikasi Model dengan Program SPSS) Author: Junaidi Junaidi 1. Pengantar Salah satu persyaratan dalam mengestimasi persamaan regresi dengan metode OLS (Ordinary Least Square)

Lebih terperinci

BAB III REGRESI SPASIAL DENGAN PENDEKATAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED POISSON REGRESSION (GWPR)

BAB III REGRESI SPASIAL DENGAN PENDEKATAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED POISSON REGRESSION (GWPR) BAB III REGRESI SPASIAL DENGAN PENDEKATAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED POISSON REGRESSION (GWPR) 3.1 Regresi Poisson Regresi Poisson merupakan suatu bentuk analisis regresi yang digunakan untuk memodelkan data

Lebih terperinci

PEMODELAN JUMLAH KEMATIAN AKIBAT DIFTERI DI PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN REGRESI BINOMIAL NEGATIF DAN ZERO-INFLATED POISSON

PEMODELAN JUMLAH KEMATIAN AKIBAT DIFTERI DI PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN REGRESI BINOMIAL NEGATIF DAN ZERO-INFLATED POISSON Prosiding Seminar Nasional Matematika, Universitas Jember, 9 November 04 0 PEMODELAN JUMLAH KEMATIAN AKIBAT DIFTERI DI PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN REGRESI BINOMIAL NEGATIF DAN ZERO-INFLATED POISSON Nurul

Lebih terperinci

(R.1) KAJIAN MODEL GEOGRAPHICALLY WEIGHTED POISSON REGRESSION UNTUK MASALAH DATA SPASIAL DISKRIT

(R.1) KAJIAN MODEL GEOGRAPHICALLY WEIGHTED POISSON REGRESSION UNTUK MASALAH DATA SPASIAL DISKRIT REGRESI 2 (R.1) KAJIAN MODEL GEOGRAPHICALLY WEIGHTED POISSON REGRESSION UNTUK MASALAH DATA SPASIAL DISKRIT Dani Robini, Budi Nurani R., Nurul Gusriani Jurusan Matematika FMIPA Universitas Padjadjaran Jl.

Lebih terperinci