PERBEDAAN PERILAKU AGRESIF ANTARA SISWA AKTIF DAN TIDAK AKTIF DALAM KEGIATAN EKSTRAKURIKULER. Rr. Evita Liliani Libria Thobagus Moh.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBEDAAN PERILAKU AGRESIF ANTARA SISWA AKTIF DAN TIDAK AKTIF DALAM KEGIATAN EKSTRAKURIKULER. Rr. Evita Liliani Libria Thobagus Moh."

Transkripsi

1 PERBEDAAN PERILAKU AGRESIF ANTARA SISWA AKTIF DAN TIDAK AKTIF DALAM KEGIATAN EKSTRAKURIKULER Rr. Evita Liliani Libria Thobagus Moh. Nu man INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada perbedaan perilaku agresif antara siswa aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Dugaan awal yang dikemukakan pada penelitian ini adalah ada perbedaan perilaku agresif antara siswa aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 100 siswa SMU NEGERI 2 Nganjuk berusia antara tahun yang aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Skala yang digunakan untuk mengungkap perilaku agresif adalah skala perilaku agresif yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori dari Brigham (1991) dan Berkowitz (1995). Metode analisis data dalam penelitian adalah metode kuantitatif dengan menggunakan statistik. Teknik statistik yang digunakan dalam menganalisis data adalah teknik statistik uji beda (ttest), dan perhitungan dilakukan dengan program SPSS 12.0 for windows. Hasil analisis menunjukkan bahwa (t = 2,708 dengan p = 0.008) yang berarti terdapat perbedaan perilaku agresif antara siswa aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata kunci: Kegiatan Ekstakurikuler, Perilaku Agresif

2 1 Pengantar Perkembangan dunia saat ini begitu cepat. Arus informasi yang sekarang mudah diakses oleh para remaja serta kemajuan yang terus menerus dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) menjadikan kehidupan para remaja semakin kompleks. Hal ini mengakibatkan perubahan dalam diri remaja dengan membawa segala dampaknya, baik itu positif maupun negatif. Akhir-akhir ini di media massa, baik itu media cetak maupun media elektronika sering memberitakan aksi-aksi kekerasan, baik itu yang bersifat individual maupun massal. Bahkan beberapa media cetak ada yang mempunyai kolom khusus yang memuat kasus-kasus kriminal. Begitu juga dengan media elektronika yang menayangkan program-program khusus tentang aksi-aksi kekerasan, seakan-akan berita-berita mengenai aksi kekerasan tersebut makanan sehari-hari para pemirsa. Aksi kekerasan di kalangan remaja biasanya berupa tawuran, baik itu dari seorang individu maupun kelompok, pengrusakan barang, penyerangan, pemerkosaan, mencemooh, melawan orang tua sampai membunuh. Perilaku agresif remaja saat ini dipandang oleh masyarakat luas semakin berani dan nekat serta menunjukkan gejala yang semakin meningkat, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Kasus nyata yang akhir-akhir ini sangat meresahkan masyarakat adalah aksi brutal yang dilakukan geng motor yang menyerbu SMA 5 Bandung dimana aksi tersebut mengakibatkan tiga siswa SMA 5 mangalami luka dan sebuah mobil milik siswa mengalami kerusakan. Kasus yang tidak kalah menghebohkan adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh geng remaja putri di Pati, yang terkenal dengan sebutan

3 2 geng nero ( Keberadaan generasi muda sangat penting untuk kelangsungan hidup bangsa. Remaja sebagai bagian generasi muda dituntut untuk mengembangkan diri secara optimal agar kelak menjadi sumber daya manusia yang berguna bagi bangsa dan negara. Remaja diharapkan mampu mengembangkan dirinya, mampu berpendapat, mempunyai harga diri yang tinggi, tidak mudah putus asa, dapat berkomunikasi dengan orang lain dari semua tingkatan, dan mempunyai pandangan yang positif tentang hidup dalam arti mampu berusaha keras untuk mengejar keinginannya. Menurut Havighurst ( salah satu tugas perkembangan remaja adalah berperilaku sosial yang bertanggung jawab. Idealnya, seseorang tentu diharapkan untuk berpartisipasi demi kebaikan atau perbaikan di lingkungan sosialnya, namun bila hal itu belum bisa dijalankan, minimal yang harus dilakukan adalah tidak menjadi beban bagi masyarakat atau lingkungan sosialnya. Karena itulah, remaja yang terlibat tawuran sampai menghancurkan fasilitas umum tentu tidak dapat dianggap telah melampaui tugas perkembangan dengan sukses. Remaja umumnya menghabiskan waktunya bersama teman-temannya sehingga dalam pergaulan remaja cenderung mengikuti norma kelompok (to comform). Kuatnya pengaruh teman ini sering dianggap sebagai biang keladi dari tingkah laku remaja yang buruk (Sarwono, 2005). Hal ini didukung juga oleh tidak adanya pedoman yang kuat bagi remaja sehingga dalam menghadapi dampak negatif dari kemajuan pembangunan lebih nampak dari sikap dan perilakunya, dalam bentuk antara lain berupa sikap berani menentang orang tua dan guru, melakukan kenakalan

4 3 dan kejahatan, bertindak agresif serta bentuk-bentuk perilaku agresif lainnya. Berdasarkan catatan Kanwil Depdiknas Jakarta, selama tahun ajaran 1999/2000, jumlah pelajar yang terlibat tawuran pelajar tercatat orang. Dari jumlah itu sebanyak 26 pelajar tewas, sedangkan yang luka berat 56 orang dan luka ringan 109 orang. Pada tahun 2008, rata-rata 5 kasus kriminalitas baik itu pencurian ataupun penjambretan tiap bulan dilaporkan ke Polsek Ngaglik, Sleman Yogyakarta, dimana pelaku tindak kriminalitas tersebut sebagian besar adalah para remaja. Kasus di Ngaglik setiap tahun mengalami peningkatan namun hal ini tidak berlaku di daerah lain, seperti di Nganjuk selama tahun 2004 sampai 2008 pelaku tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja cenderung menurun. Kegiatan ekstrakurikuler sesungguhnya dapat digolongkan pula sebagai kegiatan waktu senggang (leisure activities). Waktu senggang yang diisi dengan kegiatan positif, akan memiliki banyak manfaat. Manfaat tersebut antara lain, dapat memperkecil peluang masuknya unsur-unsur negatif (dalam Nuryanti, 1992) dan bermanfaat untuk menyalurkan dorongan agresif siswa dalam kegiatan yang lebih dapat diterima secara sosial. Hal ini sejalan dengan pendapat Bolman (dalam Nuryanti, 1992) bahwa individu usia 14 sampai dengan dewasa dianggap sudah mampu menyalurkan dorongan agresivitasnya ke dalam kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Selain itu kegiatan ekstrakurikuler juga dapat menanamkan rasa keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dapat memberikan nilai-nilai akhlak dan budi pekerti luhur dalam setiap kegiatan maupun sistem pembelajaran.

5 4 Remaja umumnya banyak menghabiskan waktunya bersama teman sesama remaja daripada orang tua atau dengan anggota keluarga lain ( Remaja yang aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler tentunya akan menghabiskan waktu dari siang sampai sore untuk mengikuti serangkaian aktifitas yang terdapat di dalamnya. Interaksi yang intensif ini juga disertai fenomena yang disebut peer pressure atau tekanan teman sebaya. Remaja merasakan betapa besar pengaruh teman sebaya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Menurut Hurlock (1974) remaja yang aktif dalam ekstrakurikuler khususnya adalah remaja yang ingin memperoleh penilaian positif dari orang lain dan ingin mengembangkan potensi diri. Siswa yang aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler ini biasanya mendapatkan penghargaan yang lebih dibanding siswa yang tidak ikut kegiatan ekstrakurikuler apapun. Terlebih jika siswa yang aktif di dalam kegiatan ekstrakurikuler ini dapat menunjukkan prestasinya baik prestasi akademik maupun prestasi dari kegiatan ekstrakurikuler yang diikutinya. Menurut Henry (dalam Nuryanti, 1992) kegiatan yang terkandung dalam ekstrakurikuler lebih menekankan pada work-group dimana salah satu fungsinya adalah untuk menyalurkan gejolak atau dorongan agresif remaja menjadi bentuk yang lebih dapat diterima lingkungan sosial. Sehingga dapat dikatakan bahwa remaja yang aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler akan lebih mudah terhindar dari berbagai perilaku negatif dalam hal ini adalah perilaku agresif. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler memiliki banyak manfaat yang positif bagi perkembangan kepribadian siswa.

6 5 Penelitian ini akan mencoba melihat perilaku agresif siswa kaitannya dengan keaktifan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perilaku agresif antara siswa aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. C. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis yaitu dapat memperkaya khasanah psikologi yang sesuai dengan kondisi Indonesia dan dapat sebagai tambahan bahan kajian mengenai mengenai perilaku agresif pada remaja. 2. Secara praktis yakni dapat memberikan sumbangan informasi mengenai perilaku agresif siswa dalam kaitannya dengan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Jika hipotesis dalam penelitian ini terbukti maka kegiatan ekstrakurikuler dapat dijadikan salah satu alternatif pemecahan masalah yang sifatnya preventif terhadap perilaku agresif siswa. Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dapat lebih ditingkatkan agar dorongan agresif siswa dapat tersalurkan secara positif. Perilaku Agresif Baron (Koeswara, 1988) agresi adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Definisi agresi dari Baron ini mencakup empat faktor, tingkah laku,

7 6 tujuan untuk melukai atau mencelakakan (termasuk mematikan atau membunuh), individu yang menjadi pelaku dan individu yang menjadi korban, dan ketidakinginan korban menerima tingkah laku pelaku. Menurut Aroson (Koeswara, 1988) agresi adalah tingkah laku yang dijalankan oleh individu dengan maksud melukai atau mencelakakan individu lain dengan ataupun tanpa tujuan tertentu. Sarason (Dayakisni, 2006) menyatakan agresi sebagai suatu serangan yang dilakukan oleh organisme terhadap organisme lain, objek lain, atau bahkan pada dirinya sendiri. Pendapat senada diungkap oleh Johnson dan Meddinus (1976) mengemukakan bahwa agresi adalah perilaku yang ditujukan untuk melukai atau mencederai. Anshari (dalam Martina, 2007) menyatakan agresi merupakan keinginan untuk menyerang atau melukai orang lain, memerangi, memfitnah, menghakimi, atau melangsungkan praktek kesadisan. Kegiatan Ekstrakurikuler Hamalik (1992) kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar ketentuan kurikulum yang berlaku, akan tetapi bersifat paedagogis dan menunjang pendidikan dalam rangka ketercapaian tujuan sekolah. Menurut Ahmadi (1984) ekstrakurikuler adalah kegiatan-kegiatan di luar sekolah yang mempunyai fungsi pendidikan dan biasanya berupa klub-klub, misalnya: olahraga, kesenian, ekspresi dan lain-lain. Menurutnya kegiatan ekstrakurikuler lebih mudah dijalankan di kota daripada di desa-desa, sebab ekstrakurikuler itu hanya mengerjakan hal-hal atau kegiatan yang bersifat ekspresi. Di daerah miskin ekstrakurikuler tidak mudah berjalan atau macet, sebab murid-murid tidak sempat lagi berlibur diri, mereka

8 7 biasanya membantu orang tuanya mencari nafkah. Sementara itu kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah atau madrasah (David, 2007). Perbedaan Perilaku Agresif Antara Siswa Aktif Dan Tidak Aktif Dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Tindakan perkelahian merupakan salah satu bentuk perilaku agresif. Perilaku agresif umumnya diartikan sebagai segala bentuk tingkah laku yang disengaja yang bertujuan untuk melukai atau mencelakakan individu lain atau benda-benda. Menurut Moore dan Fine (Koswara, 1988) perilaku agresif adalah tingkah laku kekerasan secara fisik maupun verbal terhadap individu lain atau terhadap objek-objek. Remaja juga sering digambarkan sebagai periode topan dan badai. Dalam kurun ini timbul gejala emosi dan tekanan jiwa, sehingga perilaku mereka mudah menyimpang. Dari situasi konflik dan problem ini remaja tergolong dalam sosok pribadi yang tengah mencari identitas dan membutuhkan tempat penyaluran kreativitas. Jika tempat penyaluran tersebut tidak ada atau kurang memadai, mereka akan mencari berbagai cara sebagai penyaluran (Fakhruddin, 1999). Banyaknya waktu luang (leissuretime) yang dimiliki oleh remaja bila mereka tidak mendapat perhatian dan bimbingan dari orang tua untuk diisi dengan program yang jelas dan bermanfaat, akan membuat remaja kurang kerjaan. Mereka sering

9 8 nongkrong dan bergerombol di halte, terminal, mulut gang dan pinggir jalan. Dalam sebuah penelitian ditemukan data bahwa 89,5% terjadinya tawuran pelajar bermula dari kondisi seperti itu (Fakhruddin, 1999). Mengadakan kegiatan yang bermanfaat bagi siswa untuk mengisi waktu dengan diadakan kegiatan-kegiatan diluar sekolah yang bervariasi dapat menarik minat siswa sehingga mereka dapat disibukkan dengan aktivitasnya masing-masing. Jika mereka sudah sibuk, pasti mereka tidak akan berkelahi lagi (Wiradikusuma, 2007). Bagi remaja yang memiliki tingkat agresivitas yang besar dapat menyalurkan naluri agresinya dengan masuk ke dalam kegiatan ekstrakurikuler bidang olahraga sepertinya yang dikemukakan oleh Fakhruddin (1999), sehingga penyaluran agresivitas lebih dapat bermanfaat. Didalam kegiatan ekstrakurikuler juga terdapat unsur kompetisi, misalnya dalam pertandingan ekstrakurikuler olahraga maupun ekstrakurikuler robotik. Kegiatan ekstrakurikuler olahraga dalam latihannya sering mengadakan pertandingan persahabatan antar sekolah-sekolah, sedangkan kegiatan ekstrakurikuler robotik juga sering mengikuti kompetisi-kompetisi yang diadakan oleh perguruan tinggi. Artinya bahwa kegiatan ekstrakurikuler ini juga memastikan keberlangsungan kompetisi, dimana hal ini menjadi pembuktian siapa yang berhak menjadi juara. Menurut Lukmantoro (2007) proses untuk menjadi juara itu diraih dengan cara mendominasi kekuatan untuk mengalahkan pesaing. Siswa yang mampu memenangkan kompetisi akan dipuji dan diberi penghargaan yang lebih sedangkan yang kalah akan mendapat kritik. Semua ini dapat terjadi karena kegiatan ekstrakurikuler dalam hal ini olahraga dan robotik diposisikan sebagai sublimasi,

10 9 yaitu ekspresi untuk melampiaskan agresivitas yang dapat diterima secara sosial. Dalam arena olahraga yang mengandalkan kekerasan (violent sport), diarahkan menjadi insting untuk mengalahkan. Hal ini berarti olahraga menjadi solusi yang paling tepat untuk melepaskan kebencian dan melampiaskan kemarahan. Olahraga menjadi pelembagaan dari katarsis, yaitu ekspresi kemarahan sekaligus pembersihan dendam membara yang menjurus ke arah agresivitas. Keikutsertaan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler memiliki arti bahwa waktu luang siswa dapat dimanfaatkan secara positif, sehingga semakin banyak waktu luang diisi dengan kegiatan positif maka akan semakin kecil kesempatan siswa untuk berbuat dan berperilaku negatif. Hal ini sama artinya dengan semakin aktif siswa terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler, maka akan semakin banyak kesempatan siswa untuk menyalurkan dorongan agresifnya ke dalam kegiatan-kegiatan yang lebih bermanfaat. Dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan ekstrakurikuler sebagai kegiatan pengisi waktu luang memiliki banyak manfaat, termasuk manfaatnya sebagai media penyaluran agresivitas siswa. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah ada perbedaan negatif perilaku agresif antara siswa aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Metode Penelitian Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMAN 2 Nganjuk, Jawa Timur kelas X dan XI dengan rentang usia tahun.

11 10 Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala perilaku agresif yang disusun sendiri oleh penulis dengan mengacu pendapat dari Brigham (1991), dan Berkowitz (1995), yaitu agresi menyerang, agresi membalas atau emosional, dan agresi instrumental. Metode analisis data dalam penelitian adalah metode kuantitatif dengan menggunakan statistik. Teknik statistik yang digunakan dalam menganalisis data adalah teknik statistik uji beda (t- test). Uji beda merupakan uji pasangan yaitu uji perbedaan rerata antara dua kelompok. Proses analisis dilakukan dengan program komputer Statistical Programme for Social Science (SPSS) for windows Hasil Penelitian Hasil analisis dengan menggunakan SPSS 12.0 for windows menunjukkan bahwa t = 2,708 ; p = 0,008 (p<0,005). Hal ini berarti terdapat perbedaan perilaku agresif antara siswa aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, sehingga hipotesis diterima. Pembahasan Setelah dilakukan analisis, data menunjukkan bahwa perilaku agresif antara siswa aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler menunjukkan skor yang berbeda atau ada perbedaan. Dimana siswa yang ikut kegiatan ekstrakurikuler cenderung memiliki perilaku agresif lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang tidak ikut kegiatan ekstrakurikuler. Hal ini dapat dilihat pada hasil rata-rata skor total perilaku agresif yang diperoleh dari skala perilaku agresif.

12 11 Kegiatan ekstrakurikuler memiliki banyak manfaat yang positif. Manfaat yang dapat diambil adalah siswa dapat mengisi waktu luangnya sehingga siswa dapat terhindar dari kegiatan-kegiatan yang tidak berguna seperti hura-hura, tawuran atau pergaulan bebas yang dapat menjerumuskan siswa pada hal-hal negatif. Siswa yang memiliki penilaian positif akan mampu untuk selalu berkelakuan baik, mampu menahan godaan negatif seperti minum-minuman keras serta mampu untuk selalu menghindari perilaku negatif lainnya termasuk tindakan perkelahian atau tindakan agresif lainnya. Didalam kelompok sebaya, remaja berusaha menemukan dirinya. Disini remaja dinilai oleh teman sebayanya tanpa mempedulikan sanksi-sanksi dunia dewasa. Kelompok sebaya memberikan lingkungan yaitu dunia tempat remaja dapat melakukan sosialisasi dimana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman seusianya. Disinilah letak berbahayanya bagi perkembangan jiwa remaja, apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya adalah nilai yang negatif. Para siswa umumnya memiliki minat dan bakat yang luas, namun tidak semuanya dapat disalurkan melalui program pengajaran didalam kelas. Menurut Direktorat Jendral Pendidikan Menengah Umum (dalam Listianingsih, 1993) didalam kegiatan ekstrakurikuler inilah remaja dapat menemukan dirinya dan bergaul dengan teman sebayanya yang terbiasa dengan kesibukan-kesibukan positif. Nilai kegunaan lain yang dapat diperoleh siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler menurut Hamalik (1992) adalah untuk menyalurkan bakat dan minat.

13 12 Didalam kegiatan ekstrakurikuler juga terdapat unsur kompetisi, misalnya dalam pertandingan ekstrakurikuler olahraga maupun ekstrakurikuler robotik. Bagi remaja yang memiliki tingkat agresivitas yang besar dapat menyalurkan naluri agresinya dengan masuk ke dalam kegiatan ekstrakurikuler bidang olahraga sepertinya yang dikemukakan oleh Fakhruddin (1999), sehingga penyaluran agresivitas lebih dapat bermanfaat. Siswa yang mampu memenangkan kompetisi akan dipuji dan diberi penghargaan yang lebih sedangkan yang kalah akan mendapat kritik. Semua ini dapat terjadi karena kegiatan ekstrakurikuler dalam hal ini olahraga dan robotik diposisikan sebagai sublimasi, yaitu ekspresi untuk melampiaskan agresivitas yang dapat diterima secara sosial. Hasil perilaku agresif pada penelitian ini tergolong rendah, hal ini berarti semakin banyak waktu luang diisi dengan kegiatan positif maka akan semakin kecil kesempatan siswa untuk berbuat dan berperilaku negatif. Hal ini sama artinya dengan semakin aktif siswa terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler, maka akan semakin banyak kesempatan siswa untuk menyalurkan dorongan agresifnya ke dalam kegiatan-kegiatan yang lebih bermanfaat. semakin banyak waktu luang diisi dengan kegiatan positif maka akan semakin kecil kesempatan siswa untuk berbuat dan berperilaku negatif. Hal ini sama artinya dengan semakin aktif siswa terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler, maka akan semakin banyak kesempatan siswa untuk menyalurkan dorongan agresifnya ke dalam kegiatan-kegiatan yang lebih bermanfaat. Berdasarkan analisis tambahan mengenai perilaku agresif antara siswa laki-laki dan perempuan yang dilakukan oleh peneliti didapatkan hasil bahwa siswa laki-laki

14 13 memiliki perilaku agresif yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Larsen (Koswara, 1988) dan analisis silang budaya yang dilaksanakan oleh Whiting dan Pope (Koswara, 1988). Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkah laku agresif antara siswa yang aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Siswa yang aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler menunjukkan perilaku agresif lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Saran-saran Penelitian ini merupakan salah satu wujud untuk memperkaya wacana Psikologi, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi sosial dalam kaitannya dengan perilaku agresif. Diharapkan usaha ke arah ini terus dikembangkan guna membenahi kekurangan yang ada pada penelitian-penelitian sebelumnya. Adapun saran-saran dari hasil penelitian ini adalah: 1. Bagi subjek penelitian Subjek dalam penelitian ini diharapkan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan minat dan bakatnya. Siswa yang aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler waktu luangnya akan diisi dengan hal-hal positif sehingga kecil kemungkinan munculnya perilaku agresif.

15 14 2. Bagi lembaga pendidikan Dari hasil penelitian ini disebutkan bahwa perilaku agresif siswa (aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler) termasuk dalam kategori rendah. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan media yang baik sebagai penyalur dorongan perilaku agresif. Sekolah seharusnya melakukan assesmen bagi para siswanya untuk menentukan minat para siswanya. Sekolah diharapkan untuk mewajibkan dan memfasilitasi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan minat siswa. Selain itu sekolah diharapkan selalu menjaga ketertiban dan kelancaran proses belajar mengajar serta interaksi edukatif dapat dijalankan melalui manajemen kelas dan sekolah yang efektif. Sementara untuk sekolah yang siswanya masih terlibat tawuran atau perilaku agresif perlu menjalin komunikasi dan koordinasi yang terpadu untuk bersama-sama mengembangkan pola penanggulangan dan penanganan kasus. Ada baiknya diadakan pertandingan atau acara kesenian bersama di antara sekolah-sekolah yang secara tradisional bermusuhan tersebut. 3. Bagi peneliti selanjutnya Bagi para peneliti selanjutnya yang tertarik dan bermaksud melakukan penelitian yang sama, diharapkan untuk lebih memperhatikan pemilihan sekolah pada saat observasi maupun pengambilan data. Selain itu, perlu juga dilakukan pengembangan alat ukur yang digunakan sehingga variabel yang diukur menjadi lebih tepat.

16 15

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena yang akhir-akhir ini sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan berita harian di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya mereka dapat menggantikan generasi terdahulu dengan sumber daya manusia, kinerja dan moral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena di masyarakat khususnya bagi warga yang tinggal di perkotaan, aksiaksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada siswa Sekolah Menengah Pertama berusia 12 tahun sampai 15 tahun, mereka membutuhkan bimbingan dan arahan dari pihak keluarga dan sekolah agar mereka dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1.Latar Belakang Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat dari sekolah bagi siswa ialah melatih kemampuan akademis siswa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Adolescence (remaja) merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia, karena masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menghubungkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : NITALIA CIPUK SULISTIARI F 100 040

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari hubungan dengan lingkungan sekitarnya. individu dan memungkinkan munculnya agresi.

BAB I PENDAHULUAN. dari hubungan dengan lingkungan sekitarnya. individu dan memungkinkan munculnya agresi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siswanto (2007) menjelaskan bahwa agresi merupakan salah satu koping tindakan langsung. Koping dalam tindakan langsung merupakan usaha tingkah laku yang dijalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja ini mengalami berbagai konflik yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin berkumpul untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidak mungkin ada orang tua yang berharapan jelek terhadap anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. Tidak mungkin ada orang tua yang berharapan jelek terhadap anak-anaknya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Harapan orang tua terhadap anak-anak mereka yaitu menginginkan anaknya menjadi orang yang baik, sopan santun, berbudi pekerti luhur, penuh tanggung jawab, patuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena yang ada akhir-akhir ini yang sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan berita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi kasus kekerasan baik fisik maupun non fisik yang melibatkan remaja sebagai pelaku ataupun korban. Kekerasan yang sering terjadi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media massa, dimana sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN INTENSI AGRESI PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN YAYASAN KEJURUAN TEKNOLOGI BARU (SMK YKTB) 2 KOTA BOGOR Oleh: Amalina Ghasani 15010113130113 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Remaja merupakan fase perubahan baik itu dalam bentuk fisik, sifat, sikap, perilaku maupun emosi. Seiring dengan tingkat pertumbuhan fisik yang semakin berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan, karena kecenderungan merosotnya moral bangsa hampir diseluruh dunia. Krisis moral ini dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria (Ali & Asrori,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

Singgih D. Gunarso mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu

Singgih D. Gunarso mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu Kenakalan Remaja 1 Definisi Kelainan tingkah laku/tindakan remaja yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat (Bakolak Inpres No. 6/1977

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja dipandang sebagai periode perubahan baik dalam hal fisik, minat,

BAB I PENDAHULUAN. Remaja dipandang sebagai periode perubahan baik dalam hal fisik, minat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja dipandang sebagai periode perubahan baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku masa remaja

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada kalangan pelajar saat ini yang mengakibatkan citra dari sekolah

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada kalangan pelajar saat ini yang mengakibatkan citra dari sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aksi-aksi kekerasan yang terjadi saat ini baik individu maupun kelompok (massal) sudah merupakan berita harian, apalagi tawuran (perkelahian) yang terjadi pada kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecemasan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecemasan masing-masing BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecemasan masing-masing dalam dirinya, baik untuk menghadapi masalah dalam dirinya sendiri atau dalam bersosialisasi dengan teman-teman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja adalah masa pencarian nilai-nilai hidup. Dalam situasi demikian

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja adalah masa pencarian nilai-nilai hidup. Dalam situasi demikian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa yang sangat berpotensi untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki sesuai dengan bakat dan minat, karena masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak kriminalitas dilakukan oleh remaja (Republika, 2 0 0 5 ). Tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, hubungan sosial mengambil peran yang penting. Mereka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, hubungan sosial mengambil peran yang penting. Mereka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja, hubungan sosial mengambil peran yang penting. Mereka mulai memperluas pergaulan sosial dengan teman-teman sebayanya. Menurut Santrock (2003:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya selalu dihadapkan dengan berbagai macam masalah dan persaingan yang tidak kunjung habis. Masalah tersebut umumnya tidak menyenangkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Perilaku Agresif 2.1.1. Pengertian Perilaku Agresif Perasaan kecewa, emosi, amarah dan sebagainya dapat memicu munculnya perilaku agresif pada individu. Pemicu yang umum dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. jalur pendidikan formal, nonformal dan informal, karena dapat dijadikan satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. jalur pendidikan formal, nonformal dan informal, karena dapat dijadikan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses pendidikan dapat dilakukan oleh semua elemen masyarakat melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan informal, karena dapat dijadikan satu wahana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami perubahan dari masa kanak kanak menuju masa dewasa perubahan ini terjadi diantara usia 13 dan 20 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Semakin baik pendidikan suatu bangsa, semakin baik pula kualitas bangsa, itulah asumsi secara umum terhadap program pendidikan suatu bangsa. Pendidikan menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fenomena yang ada akhir-akhir ini yang sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun masal sudah merupakan berita harian di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Hampir setiap hari banyak ditemukan pemberitaan-pemberitaan mengenai perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aksi-aksi kekerasan terhadap orang lain serta perusakan terhadap benda masih merupakan topik yang sering muncul baik di media massa maupun secara langsung kita temui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun psikhis. Melalui pendidikan jasmani, siswa diperkenalkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. maupun psikhis. Melalui pendidikan jasmani, siswa diperkenalkan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani pada dasarnya merupakan pendidikan melalui aktivitas jasmani untuk mencapai perkembangan individu secara menyeluruh, baik fisik maupun psikhis.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Oleh: LINA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit lepas dari belenggu anarkisme, kekerasan, dan perilaku-perilaku yang dapat mengancam ketenangan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan akademik (kognitif) saja namun juga harus diseimbangkan dengan kecerdasan emosional, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan berusaha mencari sesuatu dengan segala upaya memenuhi kepuasannya, baik dari segi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku agresif seringkali menjadi tajuk utama dalam pemberitaan media baik media cetak maupun media elektronik. Dari berbagai pemberitaan tersebut, perilaku

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini merupakan siswa kelas XI SMK Saraswati Salatiga yang populasinya berjumlah 478 siswa. Kelas XI SMK Saraswati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan merupakan sesuatu yang berada di luar batasan-batasan kemampuan

I. PENDAHULUAN. Lingkungan merupakan sesuatu yang berada di luar batasan-batasan kemampuan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lingkungan merupakan sesuatu yang berada di luar batasan-batasan kemampuan dan potensi genetik seseorang. Lingkungan berperan dalam menyiapkan fasilitasfasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tentang Sistem Pendidikan Nasional telah menjelaskan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN tentang Sistem Pendidikan Nasional telah menjelaskan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Agama Islam sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan Nasional, eksistensinya sangat urgensif dalam rangka mewujudkan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggemarnya amat luas. Jika kita bicara di era globalisasi sepak bola,

BAB I PENDAHULUAN. penggemarnya amat luas. Jika kita bicara di era globalisasi sepak bola, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga yang penggemarnya amat luas. Jika kita bicara di era globalisasi sepak bola, maka globalisasi yang paling sukses disepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja yang merupakan masa-masa dimana banyak terjadi perubahan dalam kehidupan seseorang. Berdasarkan fenomena yang diberitakan melalui berbagai jenis

Lebih terperinci

2014 PERBANDINGAN TINGKAT DISIPLIN SISWA YANG MENGIKUTI EKSTRAKURIKULER BOLA TANGAN DAN KARATE DALAM PELAJARAN PENJAS DI SMAN 24 BANDUNG

2014 PERBANDINGAN TINGKAT DISIPLIN SISWA YANG MENGIKUTI EKSTRAKURIKULER BOLA TANGAN DAN KARATE DALAM PELAJARAN PENJAS DI SMAN 24 BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kenakalan remaja merupakan salah satu masalah yang sering dibicarakan dalam masyarakat, mengingat remaja adalah calon pengganti pemimpin dan menjadi harapan bangsa.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN

HUBUNGAN ANTARA URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN HUBUNGAN ANTARA URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan diselenggarakan dalam rangka mengembangkan seluruh potensi manusia ke arah yang positif. Didalamnya mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku agresif seringkali diperbincangkan oleh masyarakat karena hal tersebut memicu kekhawatiran masyarakat sekitar, terutama di kalangan pelajar SMK. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sutresna et al. (20011:3) menambahkan mengenai Fungsi sosio-emosional sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Sutresna et al. (20011:3) menambahkan mengenai Fungsi sosio-emosional sebagai berikut: A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Akhir-akhir ini kita menemui banyak permasalahan sosial yang timbul dikalangan pelajar (siswa) dari mulai kurangnya rasa toleransi, sikap hormat terutama

Lebih terperinci

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING BAB I PENDAHULUAN Pokok bahasan yang dipaparkan pada Bab I meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penelitian. A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja? Harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menentukan

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja? Harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menentukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kenakalan remaja merupakan salah satu masalah pelik yang dihadapi bangsa Indonesia dari tahun ke tahun. Lalu apa sebenarnya penyebab kenakalan remaja? Harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai pemain ke-12, sehingga suatu pertandingan tidak berarti tanpa

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai pemain ke-12, sehingga suatu pertandingan tidak berarti tanpa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepakbola tidak terlepas dari yang namanya supporter, supporter biasa disebut sebagai pemain ke-12, sehingga suatu pertandingan tidak berarti tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang harus dikembangkan dan

BAB I PENDAHULUHAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang harus dikembangkan dan 1 BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang harus dikembangkan dan harus ditanamkan dalam satuan pendidikan, karena pendidikan karakter sebagai dasar pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang. mengalami krisis moral para pelajar. Problematika siswa saat ini mencoreng dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang. mengalami krisis moral para pelajar. Problematika siswa saat ini mencoreng dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Pada beberapa tahun terakhir, dunia pendidikan Indonesia tengah mengalami krisis moral para pelajar. Problematika siswa saat ini mencoreng dunia pendidikan. Dimulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tiap tahun fenomena tawuran antarpelajar di Indonesia masih sering terjadi dan terus bertambah. Menurut Munthe (2013) pada tahun 2013, kasus tawuran meningkat hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gaya kehidupan anak-anak remaja sekarang ini banyak mengalami perubahan. Perubahan itu meliputi cara berpikir, tata cara bertingkah laku, bergaul dan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita serta mencapai peran sosial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu, menggali serta memahami arti dan makna dari

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU ANTISOSIAL PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU ANTISOSIAL PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU ANTISOSIAL PADA REMAJA Skripsi Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat Meraih Gelar S1 Psikologi Oleh : Diah Peni Sumarni F 100990135

Lebih terperinci

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 berisi rumusan tujuan pendidikan yang kaya dengan dimensi moralitas, sebagaimana disebutkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja identik dengan masa pubertas, di masa ini terjadi perubahan fisik di semua bagian tubuh baik ekternal maupun internal yang juga mempengaruhi psikologis remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No. Skripsi : 091/S/PPB/2013 pertengahan dan akhir masa anak-anak.

BAB I PENDAHULUAN. No. Skripsi : 091/S/PPB/2013 pertengahan dan akhir masa anak-anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap manusia mengalami beberapa proses perkembangan dalam hidupnya, baik secara fisik maupun psikis. Di mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan beranjak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang paling indah dan masa yang penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004) masa remaja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan.

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kenakalan remaja bukan merupakan permasalahan baru yang muncul kepermukaan, akan tetapi masalah ini sudah ada sejak lama. Banyak cara, mulai dari tindakan prefentif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa waktu yang lalu, kita semua tertegun melihat berita di sebuah stasiun televisi swasta, di mana dua kelompok remaja yang masih mengenakan seragam putihbiru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merebak dan hal tersebut merupakan suatu bentuk agresi. ditujukan pada seseorang atau benda. Chaplin (2005) juga menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. merebak dan hal tersebut merupakan suatu bentuk agresi. ditujukan pada seseorang atau benda. Chaplin (2005) juga menyebutkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan generasi penerus yang kelak menjadi seorang pemimpin bangsa sehingga diharapkan dapat membawa bangsa ke arah yang lebih baik. Sedangkan untuk membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori usia remaja yang tidak pernah lepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang

I. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya pemberitaan di media massa terkait dengan tindak kekerasan terhadap anak di sekolah, nampaknya semakin melegitimasi tuduhan miring soal gagalnya sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tercermin dalam perilaku yang dianggap menimbulkan masalah di sekolah dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tercermin dalam perilaku yang dianggap menimbulkan masalah di sekolah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara garis besar kenakalan siswa dalam hal ini remaja secara umum, bahwa diartikan sebagai perbuatan dan tingkah laku yang merupakan pelanggaran-pelanggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk budaya yang memiliki ciri-ciri yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk budaya yang memiliki ciri-ciri yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk budaya yang memiliki ciri-ciri yang berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaan inilah yang merupakan keunikan dari manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gia Nikawanti, 2015 Pendidikan karakter disiplin pada anak usia dini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gia Nikawanti, 2015 Pendidikan karakter disiplin pada anak usia dini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya disiplin merupakan kebutuhan dasar bagi perkembangan perilaku anak mengingat masa ini merupakan masa yang sangat efektif untuk pembentukan perilaku moral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan investasi yang berharga bagi peradaban umat manusia, pada saat yang bersamaan pendidikan dan penalaran moral juga merupakan pilar yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional harus mencerminkan kemampuan sistem pendidikan nasional untuk mengakomodasi berbagi tuntutan peran yang multidimensional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan. Di kalangan pelajar khususnya pelajar SMP problema sosial moral ini dicirikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kelamin, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, [terhubung berkala]. [3 April 2009]. 2

PENDAHULUAN. Kelamin, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, [terhubung berkala].  [3 April 2009]. 2 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Remaja adalah generasi penerus suatu bangsa dan merupakan ujung tombak yang akan berperan dalam pembangunan di masa mendatang. Oleh karena itu, suatu bangsa membutuhkan remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial berarti bahwa manusia tidak dapat berdiri sendiri dan senantiasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan melakukan segala sesuatunya sendiri. Setiap aktivitas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ilmu-ilmu agama di suatu pondok-pondok pesantren tertentu. Seperti halnya di

BAB I PENDAHULUAN. ilmu-ilmu agama di suatu pondok-pondok pesantren tertentu. Seperti halnya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Santri adalah seorang yang bermukim di pondok pesantren yang menimba ilmu-ilmu agama di suatu pondok-pondok pesantren tertentu. Seperti halnya di Pondok Pesantren Anwarul

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fenomena yang menarik pada zaman modern di Indonesia adalah pemahaman dan implementasi tentang nilai-nilai moral dalam kehidupan masyarakat kita yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup diri pribadi tidak dapat melakukan sendiri melainkan memerlukan bantuan dari orang lain. Terdapat ikatan saling ketergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan yang sering kali dialami siswa di sekolah tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan yang sering kali dialami siswa di sekolah tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan yang sering kali dialami siswa di sekolah tidak dapat dihindari meski dengan pengajaran baik sekalipun.hal tersebut juga disebabkan oleh karena sumber-sumber

Lebih terperinci