PENGKAJIAN DAMPAK SOSIAL LINGKUNGAN AKIBAT PEMBANGUNAN JEMBATAN SURAMADU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGKAJIAN DAMPAK SOSIAL LINGKUNGAN AKIBAT PEMBANGUNAN JEMBATAN SURAMADU"

Transkripsi

1 PENGKAJIAN DAMPAK SOSIAL LINGKUNGAN AKIBAT PEMBANGUNAN JEMBATAN SURAMADU Tahun 2011 L A P O R A N A K H I R

2 1.1 Pemilihan Topik Dalam pembangunan infrastruktur bidang ke-pu-an, kita tidak bisa hanya melihat pada permasalahan fisik semata karena dapat dipastikan keberadaan infrastruktur baru tidak terlepas dari masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan. Pembangunan infrastruktur di suatu wilayah akan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan sosial dan ekonomi kemasyarakatan di sekitar lokasi pembangunan, begitu juga terhadap kondisi lingkungan dimana infrastruktur itu didirikan. Tahapan pembangunan infrastruktur yang bermula dari perencanaan umum sampai dengan evaluasi pasca proyek perlu didampingi oleh studi/pengkajian yang komprehensif sehingga pembangunan infrastuktur dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien, serta memenuhi maksud dan tujuan yang ingin dicapai. Penyusunan studi lingkungan dalam setiap tahap pembangunan jalanpun kemudian masuk dalam Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Bidang Jalan. Sesuai dengan Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Jalan, bahwa Isu Strategis yang perlu disikapi dalam pembangunan infrastruktur ke-pu-an saat ini adalah mengenai Keberlanjutan Infrastruktur (Sustainability), dimana pembangunan infrastruktur memiliki dua sisi utama yaitu : 1) tujuan pembangunan ; 2) dampak pembangunan. Konsep pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan kemudian diarahkan pada paradigma pembangunan berkelanjutan yang berarti keberadaan infrastruktur jatan harus memenuhi kebutuhan sekaligus melestarikan lingkungan dan sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pembangunan infrastruktur jalan di Indonesia sendiri disebut telah menerapkan pembangunan yang berwawasan lingkungan, yakni melalui upaya penyaringan, evaluasi alternative rencana, dan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan (Hermanto Dardak, 2008). Kajian yang dilakukan terkait dengan pembangunan infratsruktur dapat dilakukan di semua tahapan pembangunan, khususnya mengenai dampak pembangunan itu sendiri. Kajian terhadap dampak pembangunan umumnya dilakukan pada sebelum/pra pembangunan atau setelah/pasca pembangunan dilaksanakan. Kajian dampak yang dilakukan pra pembangunan biasa dikenal dengan istilah AMDAL. Namun, kajian AMDAL lebih pada prediksi dampak dan mungkin pada kenyataannya dapat berubah sesuai dengan perubahan-perubahan aspek sosial, ekonomi, lingkungan di sekitar lokasi pembangunan dilaksanakan. Sedangkan untuk kajian pasca pembangunan akan lebih dapat 1 1

3 DOMAIN KAJIAN YANG AKAN Laporan Akhir DILAKUKAN PENGKAJIAN DAMPAK SOSIAL LINGKUNGAN <<< AKIBAT PEMBANGUNAN JEMBATAN SURAMADU Gambar 1. Pertimbangan Lingkungan pada Siklus Proyek Pembangunan Jalan Sumber : Hermanto Dardak ; Kebkebijakan Pembangunan Infrastruktur Transportasi Jalan dalam Workshop Global Warming Dalam kasus pembangunan Jembatan Suramadu yang menjadi jalur penghubung Pulau Jawa dengan Pulau Madura, studi/pengkajian mengenai dampak pembangunan Jembatan Suramadu sendiri sudah dilakukan khususnya pada tahap pra-pembangunan yakni dengan Analisis AMDAL dan Studi Kelayakan dimana dampak pembangunan telah diprediksi secara rinci terhadap indikator-indikator sosial, ekonomi dan lingkungan. Akan tetapi, dampak pembangunan infrastruktur pada dasarnya bersifat dinamis sehingga perkembangan dan perubahan dampak akan senantiasa terjadi mengikuti pola perubahan sosial masyarakat selaku pengguna infrastruktur terkait. Untuk itu, dalam kesempatan ini dilaksanakan kegiatan penelitian dengan topik Pengkajian Dampak mengenai sosial-lingkungan akibat pembangunan Jembatan Suramadu. Namun, dalam pengkajian ini kita tidak akan mengkaji dampak pembangunan Jembatan Suramadu secara keseluruhan seperti yang dilakukan 2

4 kajian AMDAL (Impact Assessment), karena pengkajian terkait akan dilakukan oleh Stakeholder Jembatan Suramadu, dalam hal ini adalah BPWS selaku Badan yang bertanggungjawab atas operasional dan pemeliharaan Jembatan Suramadu. Sedangkan pengkajian ini adalah mengenai dampak pembangunan Jembatan Suramadu dalam kasus keberadaan PKL di Ruang Manfaat Jalan (Rumaja) Jalan Akses Kawasan Kaki Jembatan Suramadu serta permasalahan lain yang terkait dengannya, yakni masalah sulitnya pembebasan lahan untuk area pengembangan KKJS yang secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan relokasi PKL KKJS. Aspek yang akan dikaji adalah sosial dan lingkungan yang berdasarkan pada pemahaman keberlanjutan infrastruktur (sustainability). Arah pengembangan dari hasil pengkajian ini adalah untuk mendukung penyusunan Pedoman Optimalisasi Pemanfaatan Rumaja (Ruang Manfaat Jalan), sesuai dengan Rencana Strategis Puslitbang Sosekling Kementerian PU. Beberapa latar belakang perlunya pengkajian ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam bahasan latar belakang. 1.2 Latar Belakang Penelitian Pendahuluan (Optimalisasi Jembatan Suramadu ).. Kegiatan penelitian di Balai Litbang Sosek bidang Jalan & Jembatan yang terkait dengan Pembangunan Infrastruktur Jembatan Suramadu sudah dilakukan sejak tahun 2009, yakni dengan topik kajian Optimalisasi Jembatan Suramadu. Penelitian tersebut direncanakan akan berlanjut sesuai dengan isu strategis yang muncul dan kebutuhan informasi yang diperlukan stakeholder dalam pengembangan Jembatan Suramadu dan KKJS baik di wilayah Surabaya maupun wilayah Madura. Penelitian Optimalisasi Jembatan Suramadu yang dilakukan tahun 2009 bertujuan untuk mempersiapkan aspek sosial ekonomi dalam mendukung optimalisasi pemanfaatan jembatan Suramadu dan merumuskan solusi konkrit permasalahan-permasalahan yang timbul akibat dari pembangunan Jembatan Suramadu yang terkait langsung dengan masyarakat di kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS) dan telah dihasilkan peta kesiapan pemda & peta relasi ruang sosial masyarakat sertra indikasi potensi unggulan untuk dikembangkan guna optimalisasi Jembatan Suramadu. Sementara penelitian lanjutan Optimalisasi Jembatan Suramadu tahun 2010 bertujuan untuk menyusun peta sosial ekonomi dan lingkungan pendukung optimalisasi pemanfaatan Jembatan Suramadu, memberi masukan mengenai penataan kawasan jembatan Suramadu berdasarkan kondisi sosial ekonomi dan lingkungan, serta 3

5 mengupayakan peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan di Kawasan Kaki Jembatan Suramadu di sisi Surabaya, melalui pendampingan dan perkuatan kelembagaan masyarakat nelayan. Sehingga dari penelitian tersebut dihasilkan bahan pengkayaan untuk konsep RTRW kabupaten, peta kepemimpinan lokal, peta titik pertumbuhan ekonomi dan peta neraca air serta peta kemiskinan. Penelitian tahun 2010 tersebut diantaranya juga membahas mengenai konflik sosial dan kondisi geologis wilayah Madura yang tentunya menjadi salah satu bahan pengkayaan dalam kajian dampak sosial-lingkungan yang dilakukan di tahun 2011 ini, yakni terkait proses pemindahan PKL dari Rumaja Jalan Akses KKJS. Pengkajian di tahun 2011 ini merupakan salah satu mata rantai kegiatan penelitian tentang Jembatan Suramadu yang juga telah disesuaikan dengan arahan program sesuai Reorientasi Tugas dan Fungsi Pusat Litbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan dan review Renstra yang dapat dilihat dalam tabel berikut : Arahan Program Merujuk pada isu-isu strategis Sosekling bidang ke- PU-an dan permukiman (Sub Sektor Bina Marga): Belum optimalnya kesadaran masyarakat pengguna maupun pemanfaat jalan dalam memanfaatkan prasarana jalan yang tersedia. Rendahnya masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan serta operasi dan pemeliharaan prasarana jalan untuk meningkatkan rasa memiliki terhadap prasarana jalan yang ada. Output Tahunan Pengkajian dampak sosial lingkungan akibat pembangunan jembatan Suramadu Output : Naskah Ilmiah Dampak Sosial Lingkungan Akibat Pembangunan Jembatan Suramadu Optimalisasi rumaja jalan akses Kawasan Kaki Jembatan Suramadu Output : Konsep pedoman Rekayasa Sosial Pengembalian Fungsi Rumaja Uji konsep pedoman rekayasa sosial pengembalian fungsi rumaja pada PKL KKJS Penyusunan instrument valuasi ekonomi dampak pembangunan jembatan bentang panjang Output: Konsep pedoman rekayasa sosial pengembalian fungsi rumaja Instrument valuasi ekonomi dampak pembangunan jembatan bentang panjang Finalisasi pedoman Rekayasa Sosial Pengembalian Fungsi Rumaja Output: pedoman rekayasa sosial pengembalian fungsi rumaja Meskipun Tabel 1. permasalahan-permasalahan Review Renstra ; Penelitian Jembatan yang Suramadu timbul akibat pembangunan 2014 telah masuk dalam penelitian tahun 2009 yang lalu, namun dampak sosial-lingkungan akibat pembangunan Jembatan Suramadu akan dikaji lebih dalam di tahun ini, dengan lebih diarahkan kepada menjamurnya PKL yang menempati Rumaja Jalan Akses KKJS yang 4

6 perlu segera ditangani karena rencana pengembangan KKJS sudah mulai dilaksanakan oleh BPWS tahun 2011 ini. BPJN V Bina Marga yang dalam hal ini adalah stakeholder pemegang kewenangan atas Jalan Akses KKJS sendiri meminta agar penanganan tentang PKL di Rumaja Jalan Akses KKJS untuk dapat ditangani sesegera mungkin. Dengan pertimbangan tersebut, perkembangan isu strategis mengenai konflik sosial dan pemanfaatan Rumaja secara ilegal oleh PKL akan dikaji dalam rangka percepatan pengembangan wilayah KKJS dan proses pengembalian peran/fungsi Rumaja Jalan Akses KKJS sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku Kondisi Rumaja Jalan Akses Kawasan Kaki Jembatan Suramadu Saat Ini.. Jembatan Suramadu yang dikenal sebagai jembatan terpanjang di Indonesia dan merupakan jembatan bentang panjang yang menghubungkan Pulau Jawa di Surabaya dan Pulau Madura di Bangkalan diresmikan pembangunannya oleh Presiden Megawati Sukarnoputri pada tanggal 20 Agustus 2003 dan sudah mulai dioperasikan sejak tahun 2009 lalu. Pembangunan Jembatan Suramadu ini dilatarbelakangi oleh misi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi provinsi Jawa Timur, khususnya Pulau Madura yang dirasakan masih tertinggal dibandingkan daerah-daerah lain di Jawa Timur. Keberadaan Jembatan Suramadu sebagai jalur transportasi terpadu di wilayah Indonesia Timur diharapkan dapat menjadi roda penggerak dalam perkembangan industri dan perdagangan di Indonesia. Dan bagi Pulau Madura sendiri, adanya jalur transportasi cepat dan efektif ini akan mampu melejitkan pembangunan sektoral dan mereduksi ketimpangan sosial yang ada. Melihat pada kondisi operasional saat ini, bahwa fungsi jembatan Suramadu masih sebatas mempercepat kebutuhan transportasi sehari-hari atau komuter karena masih didominasi oleh kendaraan roda dua dan kendaraan pribadi dan penumpang. 1 Memang harus diakui jika ada dampak yang dirasakan masyarakat Madura sejak Jembatan Suramadu dioperasikan, arus transportasi Madura-Surabaya lebih singkat dan mobilitas sosial dan ekonomi masyarakat lebih cepat. Namun, fungsi Jembatan Suramadu tak lebih sebagai memperlancar transportasi semata. 5

7 KH Nurruddin A. Rahman dari Dewan Pembangunan Madura (DPM) mengakui perkembangan Suramadu yang belum mampu mendongkrak perekonomian masyarakat Madura. Bekas anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ini mengatakan Suramadu anya berfungsi sebagai sarana memperlancar transportasi. Tidak dimanfaatkan untuk pengembangan di bidang lainnya. "Kalau kondisi ini dibiarkan terus, yang rugi hanya daerah," katanya. 2 Bahkan, masalah yang mencolok saat ini di Jembatan Suramadu adalah mulai menjamurnya Pedagang Kaki Lima (PKL) di Rumaja Jalan Akses KKJS. Keberadaan PKL ini tentu saja tidak sesuai dengan peraturan perundangan tentang penyelenggaraan dan pemanfaatan bagian-bagian jalan. Selain itu, adanya PKL di sepanjang sisi Jalan Akses dapat mengurangi kenyamanan pemakai Jalan Akses karena memicu penyempitan jalur oleh kendaraan pelanggan yang parkir di pinggiran jalan. Terlebih lagi adalah masalah kerawanan keamanaan baik dari masyarakat PKL maupun pemakai jalan karena Jalan tersebut termasuk dalam kriteria jalan arteri yang dimungkinkan untuk lalu lintas berkecepatan tinggi. Dari penelitian mengenai Optimalisasi Jembatan Suramadu sebelumnya didapatkan beberapa informasi mengenai jumlah dan kebijakan Pemerintah Daerah setempat terkait PKL KKJS, antara lain : Tahun 2009 Jumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berada di Rumaja Jalan Akses KKJS berjumlah : 126 lapak dan 44 penjaja (data September 2009) Tahun 2010 Jumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) meningkat drastis dan mencapai jumlah : 841 pedagang (data Februari 2010) Pemda setempat, dalam hal ini adalah Bupati Bangkalan, berusaha untuk melindungi rakyatnya agar dapat ikut merasakan manfaat dari Jembatan Suramadu dengan memberikan ijin kepada PKL KKJS untuk berjualan di sepanjang Jalan Akses 6

8 KKJS. Pemda juga berusaha mengatur keberadaan PKL agar rapi dengan memberikan fasilitas tempat dagang yang seragam. Selan itu, pemberian ijin berjualan PKL ini juga telah diberikan syarat dimana jika sewaktu-waktu lahan tersebut dibutuhkan oleh pemerintah, PKL harus bersedia pindah ke tempat lain. Pemerintah provinsi Jawa Timur di tahun 2010 telah mengalokasikan dana sejumlah 20 milyar, salah satunya untuk membebaskan lahan 20 Ha untuk menata PKL di sisi Madura. Keberadaan PKL di Rumaja Jalan Akses KKJS saat ini sepertinya telah menjadi masalah yang sangat kompleks dimana BPWS mengakui bahwa sulitnya proses pendekatan relokasi PKL KKJS diperparah lagi dengan masalah pembebasan lahan untuk pembangunan rest area KKJS sisi Timur (Madura) untuk lokasi pemindahan PKL tersebut. Dari latar belakang ini, pengkajian mengenai dampak sosial lingkungan akibat pembangunan Jembatan Suramadu juga akan melakukan pendalaman kajian dalam proses pembebasan lahan rest area KKJS Madura dengan studi kasus-kasus terdahulu Rencana Pengembangan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu BPWS (Badan Pengembangan Wilayah Suramadu) selaku stakeholder dalam pecepatan pembangunan wilayah Surabaya-Madura sebenarnya sudah merencanakan pengembangan wilayah Suramadu seperti yang tertuang dalam Rencana Induk BPWS. Dalam rencana tersebut disebutkan bahwa setelah Jembatan Suramadu ini dibangun, akan dilanjutkan dengan pembangunan-pembangunan infrastruktur pendukung khususnya di wilayah Madura untuk peningkatan sosial-ekonomi masyarakat setempat. Berdasarkan pada Perpres No. 27 tahun 2008, tugas dari Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS) antara lain : 1. Menyusun Rencana Induk dan Rencana Kegiatan Pengembangan Sarana dan Prasarana serta Pengembangan Wilayah Suramadu. 2. Melaksanakan pengusahaan pengelolaan Jembatan Tol Suramadu dan Jalan Tol Lingkar Timur Surabaya (Simpang Juanda Tanjung Perak) 3. Melaksanakan pengusahaan Pelabuhan Peti Kemas di Pulau Madura. 4. Membangun dan mengelola: a. Wilayah Kaki Jembatan Suramadu meliputi: i. Wilayah di sisi Surabaya (600 ha) ii. Wilayah di sisi Madura (600 ha) b. Kawasan Khusus di Pulau Madura (600 ha) dalam satu kesatuan dengan 7

9 Pelabuhan Peti Kemas. 5. Menerima dan melaksanakan pelimpahan sebagian wewenang pemerintah pusat/daerah. 6. Menyelenggarakan pelayanan satu atap untuk urusan perizinan di wilayah Suramadu. Gambar 2. Skema Penugasan BP-BWS (Pengembangan Wilayah Suramadu) Sumber : Konsep Rencana Induk Pengembangan Wilayah Suramadu Rencana pengembangan wilayah KKJS yang akan dilaksanakan mulai tahun 2011 ini adalah pembangunan Rest Area di KKJS Surabaya-Madura. Namun, keberadaan PKL KKJS yang tidak mau direlokasi menjadi masalah yang perlu segera ditangani. Untuk itu, dalam pengkajian ini diharapkan nantinya terjadi titik temu antara PKL dengan BPWS yang sebenarnya dalam perencanaan rest area KKJS Madura sudah mengakomodir lokasi untuk PKL berjualan, yakni di Commercial Area di dekat Masjid rest area. Hasil pengkajian ini akan memberikan bahan pertimbangan bagi pihak stakeholder terkait dalam merencanakan langkah konkrit dalam mengatasi hambatan pengembangan KKJS dan memetakan potensi-potensi sosial-lingkungan yang baik untuk dikembangkan Benturan Kepentingan dan Konflik Sosial Keberadaan Jembatan Suramadu sebagai jalur transportasi penghubung Surabaya- Madura juga menjadi penyebab munculnya benturan-benturan kepentingan dan konflik 8

10 sosial. Jika dibiarkan, masalah-masalah tersebut bukan hanya akan mengganggu fungsi Jembatan Suramadu sendiri tetapi juga menghambat pengembangan wilayah Suramadu secara keseluruhan. Beberapa contoh masalah yang muncul dalam hal ini seperti : - Benturan kepentingan dengan Pelabuhan Kamal sebagai alternatif lain jalur transportasi Surabaya-Madura. Adanya Jembatan Suramadu menyebabkan kemerosotan fungsi pelabuhan Kamal secara drastis seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut : Gambar 3. Data jumlah kunjungan antara Jembatan Suramadu dan Pelabuhan Kamal Sumber : Model analisis oleh Indah Lukitasari Hal tersebut juga melatarbelakangi perpindahan PKL dari Pelabuhan Kamal menuju lokasi baru penjamuran PKL yang lebih prospektif, yakni di sepanjang Jalan Akses KKJS yang saat ini menjadi masalah. Untuk itu perlu dikaji seberapa besar pengaruh Jembatan Suramadu terhadap kepindahan PKL-PKL tersebut. - Benturan kepentingan antara Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS) dengan Pemerintah Daerah. Bupati Bangkalan (Pemerintah Daerah setempat) berusaha untuk melindungi rakyatnya agar dapat memanfaatkan juga Jembatan Suramadu, dengan cara memberikan ijin PKL untuk berjualan di sepanjang Jalan Akses KKJS. Tetapi hal ini bertentangan dengan kepentingan BPWS yang merasa keberadaan PKL saat ini menganggu kelancaran rencana pengembangan KKJS karena PKL enggan untuk direlokasi. - Benturan kepentingan antara BPJN V Bina Marga dengan Pemerintah Daerah. Konflik sosial ini terjadi karena BPJN V Bina Marga merasa bahwa kewenangan penggunaan dan pemberian ijin pemanfaatan bagian Jalan Akses KKJS termasuk di 9

11 dalamnya Rumaja (Ruang Manfaat Jalan) adalah milik Pemerintah pusat yang dalam hal ini diwakili oleh BPJN V Bina Marga, sehingga Pemerintah Daerah tidak boleh memberikan dukungan keberadaan PKL di Rumaja KKJS yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Gambar 4. Deretan PKL di sepanjang jalan akses Jembatan Suramadu sisi Barat Sumber : Dokumentasi pribadi (Maret, 2010) Dampak negatif akibat pembangunan Jembatan Suramadu yang berupa terjadinya benturan dan konflik sosial ini perlu segera dikaji kembali dan dirumuskan pemecahannya karena dampak seperti ini bersifat sistemik dan dapat meluas dengan cepat. Selain itu, sering kali masalah seperti ini digunakan sebagai alat politik dan diboncengi oleh oknum tertentu untuk kepentingan pribadinya, sehingga solusi pemecahannya semakin sulit untuk dicari. Pengkajian mengenai kasus konflik sosial yang akan dibahas dalam penelitian ini nantinya akan lebih banyak diarahkan kepada proses pembebasan lahan dan relokasi PKL yang memang saat ini sedang hangat dan krusial untuk segera ditangani karena menjadi penghambat utama percepatan pengembangan wilayah Suramadu yang dilakukan oleh BPWS. Dalam penelitian ini akan diusahakan agar masalah-masalah benturan kepentingan dan konflik sosial yang muncul akibat pembangunan Suramadu dapat terekam secara mendalam dan diketahui sampai akar permasalahannya, sehingga dapat dikenali konstrain apa saja yang menjadi penghambat susahnya pemecahan masalah konflik sosial terkait. Dan pada akhirnya, dari pengkajian ini dapat dihasilkan rekomendasi kepada stakeholder dan para penentu kebijakan untuk segera menindaklanjutinya demi pengembalian keharmonisan kehidupan sosial kemasyarakatan Surabaya-Madura dan 10

12 sekaligus mendukung percepatan pengembangan wilayah Suramadu yang sedang digalakkan. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut : - Bagaimana dampak sosial lingkungan akibat pembangunan Jembatan Suramadu khususnya dalam kasus keberadaan PKL di Rumaja Jalan Akses KKJS? - Bagaimana persepsi Stakeholder terhadap keberadaan PKL KKJS terhadap konsep Rumaja dan rencana pengembangan wilayah KKJS? - Apa yang perlu direkomendasikan kepada para stakeholder untuk pengembalian peran dan fungsi Rumaja Jalan Akses KKJS sesuai peraturan perundangan yang berlaku? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah melakukan pengkajian mengenai dampak sosial dan lingkungan yang diakibatkan oleh pembangunan Jembatan Suramadu, khususnya dalam kasus keberadaan PKL di Rumaja Jalan Akses KKJS dan sekaligus merumuskan rekomendasi kepada para Stakeholder terkait untuk pengembalian fungsi dan peran Rumaja Jalan Akses KKJS sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sselain itu juga untuk menyelesaikan masalah benturan kepentingan yang terjadi antar stakeholder terkait, antara lain Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS), Pemerintah Daerah Kota Surabaya dan Kabupaten Bangkalan, serta Direktorat Jenderal Bina Marga dalam penyelesaian masalah-masalah yang muncul dari dampak sosial-lingkungan akibat pembangunan Jembatan Suramadu, khususnya dalam masalah keberadaan PKL di Rumaja Jalan Akses KKJS. 1.5 Keluaran (Output) Dari penelitian ini akan dihasilkan 1 (satu) Naskah Ilmiah dampak sosial-lingkungan pembangunan Jembatan Suramadu (kasus PKL di Rumaja Jalan Akses KKJS) dan rekomendasi kepada Stakeholder terkait. 1.6 Hasil (Outcome) 11

13 Outcome yang diharapkan dapat muncul dari dilakukannya penelitian ini antara lain : - Terjadinya titik temu antara harapan masyarakay PKL yang akan direlokasi dengan rencana pengembangan yang direncanakan oleh BPWS, sehingga tidak terjadi konflik saat dilaksanakannya relokasi PKL KKJS. - BPWS dan Pemda terkait selaku stakeholder pembangunan infrastruktur dapat saling berkoordinasi dalam memecahkan masalah-masalah yang ada sebagai dampak pembangunan Jembatan Suramadu dan kemudian merencakan pengembangan wilayah Suramadu dengan kebijakan-kebijakan yang lebih ramah sosial dan berwawasan lingkungan. - Berkurangnya benturan dan konflik sosial baik dalam ranah pemerintahan maupun kemasyarakatan, sehingga muncul keharmonisan kehidupan bermasyarakat yang lebih kondusif untuk pengembangan wilayah Suramadu. - Pengembalian fungsi Rumaja Jalan Akses KKJS terkait status, kewenangan dan fungsinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dan dapat diteruskan dengan penyusunan Pedoman Optimalisasi Pemanfaatan Rumaja. 1.7 Manfaat/Signifikansi (Benefit) Dengan dilakukannya penelitian tentang pengkajian dampak sosial lingkungan akibat pembangunan Jembatan Suramadu ini, diharapkan dapat ditarik beberapa manfaat seperti : - Teridentifikasinya dampak aspek sosial-lingkungan yang diakibatkan oleh pembangunan Jembatan Suramadu dalam kasus keberadaan PKL di Jalan Akses KKJS. - Teridentifikasinya potensi dan masalah yang ada dalam kasus tersebut. - Terumuskannya alternatif solusi guna penyelesaian masalah yang muncul sebagai dampak negatif akibat pembangunan Jembatan Suramadu, yakni keberadaan PKL di Rumaja Jalan Akses KKJS dan sekaligus terumuskannya rekomendasi untuk stakeholder terkait. Dari manfaat di atas diharapkan para Stakeholder terkait kemudian dapat mengetahui secara pasti potensi dan masalah sosial-lingkungan yang muncul dalam keberadaan PKL di Rumaja Jalan Akses KKJS, sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam penentuan kebijakan penanganan PKL KKJS yang lebih baik dan memberikan percepatan dalam pengembangan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu. Selain itu, juga diharapkan adanya penerapan kembali konsep Rumaja di Jalan Akses KKJS sesuai dengan peraturan perundang- 12

14 undangan yang berlaku dan hasil pengkajian ini dapat digunakan sebagai bahan pengkayaan dalam penyusunan Pedoman Optimalisasi Pemanfaatan Ruang Manfaat Jalan. 13

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Indonesia sedang melakukan pembangunan wilayah yang bertujuan menyejahterakan rakyat atau menjadi lebih baik dari sebelumnya. Indonesia terdiri dari pulau-pulau

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURABAYA - MADURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURABAYA - MADURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURABAYA - MADURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURABAYA - MADURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURABAYA - MADURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURABAYA - MADURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka optimalisasi pengembangan wilayah

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURAMADU. maduranews.blogspot.com

PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURAMADU. maduranews.blogspot.com PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURAMADU I. Pendahuluan maduranews.blogspot.com Semenjak 10 Juni 2010, Pulau Madura tersambung dengan Pulau Jawa. Tepatnya disambungkan oleh jembatan

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PASCA PEMBANGUNAN JEMBATAN SURAMADU

EVALUASI DAMPAK PASCA PEMBANGUNAN JEMBATAN SURAMADU Pasca Pembangunan Jembatan Nasional Suramadu Jembatan Nasional Suramadu adalah jembatan yang melintasi Selat Madura, menghubungkan Pulau Jawa (di Surabaya) dan Pulau Madura (di Bangkalan, tepatnya timur

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR B. Uji Instrumen Pengukuran Outcome Pembangunan Infrastruktur Jalan

LAPORAN AKHIR B. Uji Instrumen Pengukuran Outcome Pembangunan Infrastruktur Jalan LAPORAN AKHIR 2434.002.001.107.B Uji Instrumen Pengukuran Outcome Pembangunan Infrastruktur Jalan Balai Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan Bidang Jalan dan Jembatan Tahun 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infrastruktur merupakan bagian penting karena berpengaruh pada sektor ekonomi, sosial, dan budaya. Dalam Renstra Kementerian PU Tahun 2010-2014 disebutkan bahwa Kementerian

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN, Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan memantapkan situasi keamanan dan ketertiban

Lebih terperinci

Uji Model Pemetaan Kerentanan Fungsi Jalan

Uji Model Pemetaan Kerentanan Fungsi Jalan LAPORAN AKHIR 2434.003.001.107-A Uji Model Pemetaan Kerentanan Fungsi Jalan dalam Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Bidang Jalan dan Jembatan Balai Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan memantapkan

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 72 PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2011-2031 I. UMUM. Latar belakang disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Bina Marga Kabupaten Grobogan. Permasalahan berdasarkan tugas dan fungsi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... i. DAFTAR TABEL... iv. DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR ISI... i. DAFTAR TABEL... iv. DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v BAB 1 PENDAHULUAN... 1-1 1.1 KONDISI UMUM... 1-1 1.1.1 CAPAIAN TARGET KINERJA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN 2010-2014... 1-3 1.1.2 CAPAIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Jembatan Suramadu merupakan jembatan nasional terpanjang di Indonesia. Panjang jembatan mencapai 5,41 kilometer. Jembatan yang menghubungkan Pulau Madura dan Pulau Jawa ini

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS Rencana Strategis Ditjen Bina Marga memuat visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan penyelenggaraan jalan sesuai

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG BUPATI PANDEGLANG,

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG BUPATI PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH (RAD) PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN PERTANIAN TERPADU KABUPATEN PANDEGLANG TAHUN 2015-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1. Analisis pengukuran..., Gita Dinarsanti, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1. Analisis pengukuran..., Gita Dinarsanti, FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan merupakan kebutuhan yang sangat vital sebagai pendukung utama dinamika dan aktivitas ekonomi baik di pusat maupun daerah dan pengembangan wilayah serta sebagai

Lebih terperinci

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan Rencana Strategis (RENSTRA) BPN RI Tahun 2010-2014. II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN A. Visi Pembangunan Pertanahan R encana Strategis Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kawasan Gerbangkertosusila (Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya- Sidoarjo-Lamongan) merupakan salah satu Kawasan Tertentu di Indonesia, yang ditetapkan dalam PP No.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN 2005-2010 A. Latar Belakang Pembangunan jalan merupakan kebutuhan yang sangat vital sebagai pendukung utama dinamika dan aktivitas ekonomi baik di pusat maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi sebagai urat-nadi berkehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional yang sangat penting perannya dalam ketahanan nasional.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. LAKIP 2011 Direktorat Jenderal Penataan Ruang

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. LAKIP 2011 Direktorat Jenderal Penataan Ruang BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 9 1.1 TUGAS POKOK DAN FUNGSI DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG K ewenangan penyelenggaraan bidang pekerjaan umum saat ini sebagian berada di tingkat Nasional dan sebagian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar 1.1. Latar Belakang Makassar merupakan kota yang strategis dimana terletak ditengah-tengah wilayah Republik Indonesia atau sebagai Center Point of Indonesia. Hal ini mendukung posisi Makassar sebagai barometer

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil (1995:104):

I. PENDAHULUAN. Menurut C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil (1995:104): I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. TINJAUAN UMUM Sistem transportasi merupakan suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara penumpang, barang, prasarana dan sarana yang berinteraksi dalam rangka perpindahan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi menyebabkan terjadinya perkembangan yang cukup pesat di Kabupaten Gunungkidul, hal ini ditandai dengan telah terbentuknya

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

a. data jumlah penduduk yang akan dimukimkan kembali; b. kondisi sosial, ekonomi, dan budaya penduduk yang akan dimukimkan kembali;

a. data jumlah penduduk yang akan dimukimkan kembali; b. kondisi sosial, ekonomi, dan budaya penduduk yang akan dimukimkan kembali; SUMBER DAYA AIR Pembangunan waduk di Indonesia diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini terkait dengan adanya peningkatan kebutuhan manusia akan air. Untuk areal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

Model Kerjasama Perencanaan Ruang dalam Menangani Akar Masalah Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kaki Jembatan Suramadu Sisi Surabaya

Model Kerjasama Perencanaan Ruang dalam Menangani Akar Masalah Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kaki Jembatan Suramadu Sisi Surabaya JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-155 Model Kerjasama Perencanaan Ruang dalam Menangani Akar Masalah Pedagang Kaki Lima di Kawasan Kaki Jembatan Suramadu Sisi

Lebih terperinci

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI A. Tahapan Pelaksanaan MP3EI merupakan rencana besar berjangka waktu panjang bagi pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karenanya, implementasi yang bertahap namun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi 4.1.1. Visi Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan, yang mencerminkan harapan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN KOTABARU LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN KOTABARU LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN KOTABARU LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA DAN KAWASAN PERDESAAN, SERTA PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1. UMUM S ebagai upaya untuk merespons terhadap berbagai perubahan, baik yang terkait perubahan kondisi sosial, ekonomi dan politik yang berkembang dalam masyarakat dan adanya tuntutan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 7/DPD RI/I/2013-2014 PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP ASPIRASI MASYARAKAT DAN DAERAH PEMBENTUKAN KABUPATEN TAYAN SEBAGAI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN ABSTRAKSI : bahwa dalam rangka menata dan mengendalikan pembangunan agar sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, perlu dilakukan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN RENCANA INDUK KELITBANGAN OLEH KEPALA BALITBANG PROV. SUMBAR BUKITTINGGI, TANGGAL 25 APRIL 2018

ARAH KEBIJAKAN RENCANA INDUK KELITBANGAN OLEH KEPALA BALITBANG PROV. SUMBAR BUKITTINGGI, TANGGAL 25 APRIL 2018 ARAH KEBIJAKAN RENCANA INDUK KELITBANGAN OLEH KEPALA BALITBANG PROV. SUMBAR BUKITTINGGI, TANGGAL 25 APRIL 2018 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROVINSI SUMATERA BARAT DASAR PENYUSUNAN RIK 1. UU No. 18

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK SIMPUL TRANSPORTASI

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK SIMPUL TRANSPORTASI RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK SIMPUL TRANSPORTASI Kronologis Penyusunan RPM Pedoman Penyusunan Rencana Induk Simpul Transportasi Surat Kepala Biro Perecanaan Setjen

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1873, 2016 KEMEN-ATR/BPN. RTRW. KSP. KSK. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur transportasi darat yang berperan sangat penting dalam perkembangan suatu wilayah. Jalan berfungsi untuk mendukung kegiatan

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi sesungguhnya masih menjadi isu strategis di Indonesia. Tidak hanya di tingkat masyarakat, namun juga pada sisi para pengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya alih fungsi ruang hijau menjadi ruang terbangun, merupakan sebuah permasalahan penataan ruang yang hampir dihadapi oleh semua Kabupaten Kota di Indonesia.

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka mempercepat pembangunan Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi barang dan penumpang yang telah berkembang sangat dinamis serta berperan di dalam menunjang

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun 2013 2.1 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertahanan keamanan. Pertumbuhan sektor ini akan mencerminkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. pertahanan keamanan. Pertumbuhan sektor ini akan mencerminkan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi barang dan penumpang yang telah berkembang sangat dinamis serta berperan di dalam menunjang

Lebih terperinci

PEMAHAMAN PENINJUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN. Bab 2.1 KEDUDUKAN PENINJAUAN KEMBALI DALAM SISTEM PENATAAN RUANG

PEMAHAMAN PENINJUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN. Bab 2.1 KEDUDUKAN PENINJAUAN KEMBALI DALAM SISTEM PENATAAN RUANG Bab 2 PEMAHAMAN PENINJUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN Proses perencanaan merupakan proses yang terus berlanjut bagaikan suatu siklus. Demikian halnya dengan sebuah produk rencana tata ruang seperti RTRW Kabupaten,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PERNYATAAN LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR LEMBAR LULUS MEMPERTAHANKAN TUGAS AKHIR ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR PETA DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Pada bagian perumusan isu strategi berdasarkan tugas dan fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan mengemukakan beberapa isu strategis

Lebih terperinci

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 7 TAHUN 2016

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 7 TAHUN 2016 BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN NATUNA TAHUN 2016-2021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan 18 Desember 2013 STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan Deputi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup 18 Desember 2013 Peran Jakarta

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN RUANG BAGI PEDAGANG KAKI LIMA DI PUSAT PERBELANJAAN DAN PUSAT PERKANTORAN DI KOTA SURABAYA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap negara memiliki sistem perencanaan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap negara memiliki sistem perencanaan pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap negara memiliki sistem perencanaan pembangunan yang disusun secara sistematis untuk mencapai pembangunan yang telah ditetapkan. Pembangunan

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA KETERPADUAN KEBIJAKAN DAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN DAERAH Disampaikan Oleh: MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.607,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444).

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444). LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SAMBUTAN PEMBUKAAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN

SAMBUTAN PEMBUKAAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN SAMBUTAN PEMBUKAAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN PADA ACARA RAPAT KOORDINASI NASIONAL KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI TAHUN 2014 Balai Kartini,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kekuasaan negara yang berkaitan dengan pengaturan tentang tanah diatur dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Kekuasaan negara yang berkaitan dengan pengaturan tentang tanah diatur dalam 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekuasaan negara yang berkaitan dengan pengaturan tentang tanah diatur dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia didalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR UJI MODEL PENINGKATAN KUALITAS SOSIAL DAN EKONOMI DALAM RANGKA PENATAAN KAWASAN KUMUH PERKOTAAN

LAPORAN AKHIR UJI MODEL PENINGKATAN KUALITAS SOSIAL DAN EKONOMI DALAM RANGKA PENATAAN KAWASAN KUMUH PERKOTAAN LAPORAN AKHIR UJI MODEL PENINGKATAN KUALITAS SOSIAL DAN EKONOMI DALAM RANGKA PENATAAN KAWASAN KUMUH PERKOTAAN Tahun 2011 BAB 1. PENDAHULUAN BAB I I.1. Latar belakang Penanganan kawasan kumuh seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan pertumbuhan kota lainnya adalah unsur penduduk.

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan pertumbuhan kota lainnya adalah unsur penduduk. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota dalam perjalanannya selalu tumbuh dan berkembang, dan salah satu penyebab terjadinya pertumbuhan dan perkembangan kota adalah adanya pertumbuhan ekonomi. Dengan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR RENCANA KERJA (RENJA) DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR JL. GAYUNG KEBONSARI NO. 167 SURABAYA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 78 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 78 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 78 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN

Lebih terperinci

Bagi masyarakat yang belum menyadari peran dan fungsi Situ, maka ada kecenderungan untuk memperlakukan Situ sebagai daerah belakang

Bagi masyarakat yang belum menyadari peran dan fungsi Situ, maka ada kecenderungan untuk memperlakukan Situ sebagai daerah belakang SUMBER DAYA AIR S alah satu isu strategis nasional pembangunan infrastruktur SDA sebagaimana tercantum dalam Renstra Kementerian PU 2010 2014 adalah mengenai koordinasi dan ketatalaksanaan penanganan SDA

Lebih terperinci

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 PRAKIRAAN PENCAPAIAN TAHUN 2010 RENCANA TAHUN 2010

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 PRAKIRAAN PENCAPAIAN TAHUN 2010 RENCANA TAHUN 2010 MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN BIDANG: WILAYAH DAN TATA RUANG (dalam miliar rupiah) PRIORITAS/ KEGIATAN PRIORITAS 2012 2013 2014 I PRIORITAS BIDANG PEMBANGUNAN DATA DAN INFORMASI SPASIAL A

Lebih terperinci

PCM ANALYSIS MENINGKATKAN EFISIENSI PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR JALAN SECARA BEKELANJUTAN

PCM ANALYSIS MENINGKATKAN EFISIENSI PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR JALAN SECARA BEKELANJUTAN PCM ANALYSIS MENINGKATKAN EFISIENSI PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR JALAN SECARA BEKELANJUTAN 1) Diagnosis Analysis Infrastruktur jaringan jalan di Indonesia merupakan prasarana transportasi darat yang dominan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan Otonomi Daerah

PENDAHULUAN. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan Otonomi Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4, Jakarta 10710 Telp: +62 21 345 6714; Fax: +62 21 345 6817 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) TENAGA PENDUKUNG

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA Jl. Lapangan Banteng Timur No. 2-4, Jakarta 10710 Telp: +62 21 345 6714; Fax: +62 21 345 6817 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) TENAGA PENDUKUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Pati merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang mempunyai posisi strategis, yaitu berada di jalur perekonomian utama Semarang-Surabaya

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN AUDIT

Lebih terperinci