DAMPAK PERUMAHAN DI SEKITAR KAWASAN CAGAR ALAM DANAU DUSUN BESAR TERHADAP KELESTARIAN DANAU DENDAM TAK SUDAH KOTA BENGKULU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAMPAK PERUMAHAN DI SEKITAR KAWASAN CAGAR ALAM DANAU DUSUN BESAR TERHADAP KELESTARIAN DANAU DENDAM TAK SUDAH KOTA BENGKULU"

Transkripsi

1 DAMPAK PERUMAHAN DI SEKITAR KAWASAN CAGAR ALAM DANAU DUSUN BESAR TERHADAP KELESTARIAN DANAU DENDAM TAK SUDAH KOTA BENGKULU Aryan Purba¹ ) Ispurwono Soemarno 2) Sri Nastiti N. Ekasiwi 1.) Graduate school of Architecture FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, aryanpurba@yahoo.com 2.) Department of Architecture FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, isp21@yahoo.com 3.) Department of Architecture FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, nastiti@arch.its.ac.id Abstrak Keberadaan suatu kawasan perumahan sedikit banyaknya akan mempengaruhi lingkungan sekitarnya dari suatu wilayah. Selain dikarenakan adanya aktifitas dari warga perumahan, adanya ekses dari kawasan seperti, limbah rumah tangga, pembangunan infrastruktur yang dapat merubah bentang alam, dll, yang akan terus terakumulasi sesuai dengan perkembangan dari perumahan. Kondisi serupa adalah adanya kawasan perumahan yang dibangun berdampingan dengan wilayah Cagar Alam Danau Dusun Besar, Kota Bengkulu. Pengelolaan kedua kawasan ini, memerlukan penanganan khusus yang pada dasarnya saling bertentangan. Kesejahteraan manusia pada dasarnya tidak lepas dari dukungan lingkungannya. Sehingga setiap kegiatan ataupun pembangunan yang dapat merusak lingkungan akan mengancam kesejateraan dari manusia sendiri. Paper ini menyampaikan hasil penelitian tentang dampak yang disebabkan oleh kawasan perumahan terkait dengan kelestarian Danau Dendam Tak Sudah Kota Bengkulu. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, analisis daya dukung lingkungan kawasan perumahan, dilengkapi dengan evaluasi dampak menggunakan matriks Leopold yang dimodifikasi. Dari hasil yang didapat, diketahui dampak yang ditimbulkan oleh perumahan pada kawasan ini dikategorikan belum merusak lingkungan, dimana hal ini tidak terlepas dari optimumnya daya dukung kawasan perumahan pada kawasan ini. Meskipun demikian diperlukan upaya-upaya yang dapat menjaga kondisi tersebut sekaligus memperbaiki adanya faktor-faktor yang dapat mengancam kelestarian kawasan Cagar Alam tersebut. 3) Kata kunci : Dampak Perumahan, Kelestarian Cagar Alam, Lingkungan. Jurusan Arsitektur ITS Maret 2010 i

2 Impact of Housing around Danau Dusun Besar Nature Reserve Area to the Sustainability of Lake Dendam Tak Sudah, Bengkulu City Aryan Purba¹ ) Ispurwono Soemarno 2) Sri Nastiti N. Ekasiwi 1.) Graduate school of Architecture FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, aryanpurba@yahoo.com 2.) Department of Architecture FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, isp21@yahoo.com 3.) Department of Architecture FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, nastiti@arch.its.ac.id Abstract The housing will affect the surrounding environment, especially the natural environment. It can affected by the activities of the residents, household waste, development activities, etc. Which it will accumulated due to it s development. Along with the development in Bengkulu city, there are housing areas which was developed on area which adjencent to Danau Dusun Besar nature reserves. The management of these two areas require special handling that basically contradictory. In principle, human welfares can t be separated from the environment support. Any activity or development that could endanger the environment would threat the human life. This paper what is the impact caused by the housing associated with the sustainability of Lake Dendam Tak Sudah. Research approach is using qualitative descriptive method, the analysis of housing carrying capacity and factors, with environmental impact assessment using modified Leopold matrix. From the results obtained, the housing carrying capacity on this region is on optimum condition, and the impact can be categorized as hasn t damaged the environment yet. The efforts to maintain and improve this condition is needed to avoid impend the sustainabilityof this nature reserves. Keywords: Environment, Housing Impacts, Nature Reserves Areas Sustainability 3) Jurusan Arsitektur ITS Maret 2010 ii

3 PENDAHULUAN Sebagai suatu kawasan hunian, kawasan perumahan memiliki hubungan keterkaitan dengan lingkungan sekitarnya. Perumahan merupakan suatu wilayah hunian yang dapat berkembang seiring dengan dinamika para penghuninya. Perumahan dapat mempengaruhi lingkungan sekitarnya melalui berbagai aktifitas pembangunan/pengembangan kawasan itu sendiri ataupun melalui perilaku dan aktifitas warganya. Perkembangan wilayah perumahan akan sangat bergantung pada daya dukung lahan (carrying capacity) dari kawasan perumahan itu sendiri yang memiliki batas-batas tertentu. Dimana bila batas tersebut terlampaui, dapat berakibat terganggunya keseimbangan alami dari lingkungan tersebut. Kerusakan suatu lingkungan tidak hanya berdampak pada kawasan dimana lingkungan tersebut berada, namun dapat menyebar ke daerah yang lebih luas (Soemarwoto, 1989) Seiring dengan perkembangan pembangunan di Kota Bengkulu, kawasan yang berada di Kelurahan Surabaya, Kecamatan Sungai Serut, menjadi daerah yang sangat strategis untuk dikembangkan menjadi kawasan perumahan. Selain dikarenakan letak dan posisi, serta dukungan infrastruktur yang telah ada di sekitar kawasan tersebut, topografi kawasan ini sangat mendukung untuk dijadikan kawasan perumahan. Namun sebagian dari luasan kawasan tersebut, ternyata berbatasan langsung dengan kawasan Cagar Alam. Keadaan ini terjadi dengan dibangunnya kawasan perumahan Diknas pada tahun 1997 dengan luas kawasan ± 7 ha, dan perumahan Surabaya Permai dengan luas kawasan ± 33 ha, yang terletak pada daerah yang berbatasan langsung dengan Cagar Alam Danau Dusun Besar. Penyediaan sarana dan prasarana bagi kawasan perumahan bertujuan untuk mendukung peri kehidupan warga (penghuninya) secara optimum. Diperlukan juga upaya pemeliharaan dan pengembangan sarana dan prasarana yang ada untuk tetap menjaga kondisi tersebut berada dalam keadaan optimum, yang disesuaikan dengan perkembangan dari kawasan perumahan itu sendiri. Untuk itu dilakukan proses pembangunan guna mewujudkan hal tersebut, dimana didalam kegiatan pembangunan ini terkadang dilakukan berbagai perubahan terhadap lingkungan alami pada kawasan tersebut untuk dapat disesuaikan dengan kebutuhan dari pembangunan itu sendiri. Namun apakah pembangunan pada kawasan ini mempunyai dampak yang berpotensi mengancam kelestarian kawasan Cagar Alam? Mengingat setiap perubahan pada lingkungan akibat suatu aktifitas didefinisikan sebagai dampak, dan seringkali menimbulkan masalah karena perubahan yang terjadi selalu lebih luas daripada yang menjadi sasaran pembangunan yang direncanakan (Soemarwoto, 1989). Kondisi ini menimbulkan pertanyaan penelitian, yaitu : 1. Apa dampak yang ditimbulkan oleh adanya kawasan perumahan, terhadap kelestarian Cagar Alam Danau Dusun Besar? 2. Faktor-faktor penentu apa saja, yang dapat mengancam kelestarian kawasan Cagar Alam, terkait dengan adanya perumahan pada kawasan tersebut? Penelitian dilaksanakan pada kawasan perumahan formal, yang berbatasan langsung dengan Cagar Alam Danau Dusun Besar, di Kelurahan Surabaya, Kecamatan Sungai Serut, Kota Bengkulu KAJIAN TEORI Bila dikaji melalui pengertian dalam Undang-undang Nomor Tahun 1992, Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Jika dianalogikan rumah merupakan suatu proses, yang akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan Jurusan Arsitektur ITS Maret 2010 iii

4 kehidupan penghuninya. Maka perumahan merupakan suatu kelompok organisme yang akan terus berkembang dan cenderung mempengaruhi kawasan sekitarnya. Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan penduduk, perkembangan ekonomi suatu wilayah dan kemajuan pembangunan di wilayah tersebut. Sehingga dalam menentukan kelayakan suatu kawasan perumahan/permukiman perlu memperhatikan daya dukung lingkungan dari kawasan yang dimaksud Pada dasarnya konsep daya dukung (carrying capacity) menjelaskan hubungan antara ukuran suatu populasi optimum yang dapat ditopang oleh sumber daya yang ada. Konsep ini dasarnya diaplikasikan untuk menjelaskan laju stok maksimum dalam suatu area (Soemarwoto, 200). Hal ini berarti menjelaskan bahwa proses menentukan daya dukung lingkungan menghasilkan suatu ukuran sebagai acuan untuk menetapkan apa yang akan dioptimumkan. Mengingat bahwa suatu lingkungan akan memiliki kapasitas maksimum untuk mendukung suatu organisme (Kurnia, 200). Dari berbagai regulasi yang mengatur tentang perumahan (Kepmen Perumahan Rakyat, No : 09/KPTS/M/IX/1999, No : 31/Permen/M/2006, Nomor 32/Permen/M/2206, Petunjuk Perencanaan kawasan perumahan kota, SKBI , UDC: 711.8) dituliskan berbagai kriteria fisik lahan pengembangan kawasan perumahan. Dengan mengacu kepada peraturan-peraturan diatas, maka disusun kriteria mengenai daya dukung lingkungan untuk kawasan perumahan, yaitu : Tabel 1. Daya Dukung Lingkungan Kawasan Perumahan NO Uraian Kriteria 0 1 %, Landai Memberikan kemudahan dalam pengembangan kawasan, mempermudah dalam pekerjaan 1 Kelerengan infrastruktur, pekerjaan fasilitas perumahan, dan memberikan keamanan bagi penghuninya dalam 2 3 Tidak berada pada daerah rawan bencana alam Memiliki sumber air tanah yang cukup Tidak terancam oleh gangguan polusi Memiliki aksesibilitas yang baik beraktifitas - Terletak pada daerah yang lebih tinggi dari permukaan air setempat - Tidak berada pada daerah yang memiliki jenis tanah yang mudah longsor atau berada pada daerah yang rawan longsor - Tidak berada pada daerah patahan atau alur gempa - Berada pada daerah yang relatif berdekatan dengan kawasan perairan atau - Memiliki sumber air tanah dangkal yang cukup - Berada pada daerah yang aman dari sumber polusi baik air, udara, suara, dll - Berada pada kawasan yang telah ada/berkembang, sehingga proses pembentukan jaringan akan menjadi lebih mudah, sehingga akan lebih mudah berkembang. Jurusan Arsitektur ITS Maret 2010 iv

5 Selain dukungan alami dari kondisi fisik lingkungan, kawasan perumahan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pendukung lainnya seperti ; jumlah penduduk pada suatu kawasan yang tidak melebihi daya tampung kawasan, pasokan infrastruktur yang mampu menunjang kehidupan, seperti adanya jaringan listrik, jaringan air bersih dan jaringan jalan (Sastra dan Marlina, 2006), serta fasilitas sosial maupun utilitas lainnya. Namun daya dukung lingkungan dari suatu kawasan tidak selalu sama sepanjang waktu, artinya jika adanya perlakuan yang merusak keseimbangan dari lingkungan tersebut, maka daya dukung lingkungannya akan menurun, sehingga pada titik tertentu suatu kawasan perumahan dapat kehilangan daya dukung lingkungannya. Untuk dapat menjaga agar perumahan dapat mendukung peri kehidupan warganya, didalam proses perencanaan suatu perumahan dilakukan berbagai pertimbangan mengenai penataan terhadap lingkungan binaan yang akan dibangun. Berbagai aspek seperti, aspek lingkungan, iklim setempat, orientasi tanah, sosial ekonomi, kesehatan, serta aspek teknis merupakan hal yang harus dipertimbangkan secara seksama (Sastra dan Marlina, 2006). Kesemua aspek tadi direncanakan untuk dapat mengakomodasi kebutuhan warga perumahan dalam jumlah tertentu yang dapat ditampung dalam suatu batasan luas wilayah yang tertentu pula. Kesalahan prediksi dalam proses perencanaan dapat berakibat pada tidak optimumnya lingkungan perumahan dalam mendukung peri kehidupan warganya. Untuk dapat mewujudkan terciptanya daya dukung yang optimal, selain perhitungan mengenai daya tampung kawasan perumahan, kebutuhan akan sumber daya yang dibutuhkan (air bersih, energi listrik, dll), utilitas, maupun fasilitas sosial dilakukan kegiatan pembangunan. Setelah sarana dan prasarana perumahan terbangun, proses pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana tersebut juga harus berlangsung dengan baik untuk menjaga kualitas kondisi lingkungan yang telah terbentuk, dimana hal ini juga memerlukan kegiatan pembangunan. Selain dalam proses pembangunan, maupun pada saat pemeliharaan, kawasan perumahan juga akan melakukan proses pembangunan pada saat kawasan perumahan memerlukan pengembangan terhadap kawasan yang telah ada. Dengan kata lain, proses pembangunan pada kawasan perumahan bersifat simultan dan dalam waktu yang bertahap secara berkesinambungan. Hal ini tidak lepas dari perkembangan dari perumahan itu sendiri. Baik perkembangan akibat bertambahnya jumlah penduduk yang dipicu oleh angka kelahiran, pertumbuhan ekonomi warga perumahan, ataupun dinamika dari perkembangan kawasan sekitarnya akibat pertumbuhan dari kawasan perkotaan. Kegiatan pembangunan yang dalam arti construction atau development bertujuan untuk merubah suatu lingkungan agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan manusia (Soemarwoto, 200). Suratmo (1993), mendefinisikan dampak sebagai, setiap perubahan yang terjadi pada lingkungan akibat aktivitas manusia. Dalam UU LH No 23 Tahun 1997, diuraikan, dampak lingkungan hidup sebagai pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Dari sisi ekologi, pembangunan adalah gangguan (Soemarwoto, 1989), karena adanya upaya dari manusia untuk merubah suatu keseimbangan lingkungan untuk dapat disesuaikan dengan kebutuhan manusia yang dilakukan secara sadar melalui pembangunan. Sehingga dari kacamata ekologi adalah tidak mungkin untuk melakukan pembangunan tanpa mengganggu keseimbangan lingkungan (Soemarwoto, 1989). Jika dikaitkan dengan teori mengenai pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), dimana menurut definisi World Commision on Environment (Komisi Dunia Jurusan Arsitektur ITS Maret 2010 v

6 untuk Lingkungan Hidup dan Pembangunan) sebagai, pembangunan yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhannya. Sehingga meskipun pembangunan itu sendiri merubah keseimbangan lingkungan, namun yang harus dijaga adalah bagaimana pembangunan itu sendiri tidak mengakibatkan lingkungan kehilangan kemampuan untuk mendukung kehidupan manusia (Soemarwoto, 1989). Salah satu sifat alam adalah tidak statis (unstatic) dan berproses secara terus menerus dengan hukum alam. Lingkungan hidup mengalami dinamika dan berevolusi seiring waktu. Dalam kamus Poerwadarminta, kata lestari berarti: tetap selama-lamanya; tidak berubah sebagai sediakala. Melestarikan berarti menjadikan (membiarkan) tetap tidak berubah. Wardhana (2001) mengungkapkan ada 2 (dua) faktor yang menyebabkan kerusakan daya dukung alam, yaitu : faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan kerusakan yang berasal dari alam itu sendiri dan sulit untuk dicegah, karena merupakan proses alami yang terjadi pada bumi yang sedang mencari keseimbangan dirinya. Sedangkan faktor eksternal adalah kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia, dalam rangka meningkatkan kualitas dan kenyamanan hidupnya. Selain aktifitas pembangunan, dampak lingkungan dapat juga diakibatkan oleh aktifitas manusia (Soemarwoto, 1989). Sebagai bagian dari komponen perumahan, warga (manusia) tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sekitarnya. Berbagai sarana dan prasarana yang dibuat bertujuan untuk menunjang aktifitas warganya, baik dari segi kebutuhan akan kehidupan sosial, kesehatan, ekonomi, maupun pengembangan kualitas hidup setiap warganya.. Namun setiap individu manusia memiliki berbagai aktifitas sehari hari yang dapat berbeda setiap individu. Dimana setiap interaksi manusia terhadap lingkungannya sangat dipengaruhi oleh berbagai mekanisme, seperti mekanisme fisiologi, mekanisme anatomis, mekanisme perseptual, mekanisme kognitif, mekanisme pemaknaan (meaning), mekanisme afektif, mekanisme evaluatif, mekanisme tindakan dan perilaku, respon manusia terhadap kognisi (cognition), makna (meaning), afektif, dan evaluasi dan mekanisme supportiveness (Rapoport, 2000). Pengertian Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistem tertentu yang perlu di lindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Terletak di sebelah Barat Kota Bengkulu, Cagar Alam Danau Dusun Besar atau lebih dikenal dengan Danau Dendam Tak Sudah, ditetapkan menjadi kawasan Cagar Alam pertama kali dalam Besluit Tuan Besar Gubernur Jendral Hindia Belanda tanggal 17 Juni 1936 no. 36 seluas 11, ha. Selanjutnya pada tahun 1981 kawasan lindung ini diperluas menjadi 30 ha berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 171/KPTS/UM/3/1981 dan pada tahun 1992 Menteri Kehutanan RI dengan surat keputusan No.602/KPTS-II/1992 tanggal 10 Juni 1992 menetapkan kelompok hutan danau Dusun Besar seluas 77 ha, sebagai kawasan hutan tetap (register 61) dengan fungsi hutan suaka alam/cagar Alam dengan nama Cagar Alam Danau Dusun Besar (CADDB). Sebagian besar wilayah kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar adalah rawa, dan sebagian lagi berupa tanah daratan dan perairan danau. Kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar mempunyai dua tipe ekosistem yaitu, ekosistem perairan danau dan ekosistem hutan air tawar dengan luas 87 ha yang berfungsi sebagai kawasan tangkapan air (catchment area) bagi zona perairan danau. Kawasan perumahan yang menjadi obyek penelitian ini, terletak pada kawasan yang berbatasan dengan kawasan yang diperuntukkan sebagai kawasan tangkapan air bagi zona perairan danau. Tentunya kerusakan pada kawasan tangkapan air (catchment area) Cagar Jurusan Arsitektur ITS Maret 2010 vi

7 Alam, akan mengancam keberlangsungan dari kawasan perairan Danau Dendam Tak Sudah, yang membutuhkan pasokan air dari kawasan tersebut. Kawasan Perumahan Wilayah Cagar Alam Danau Dusun Besar Gambar 1. Kawasan penelitian (Sumber : Dinas Tata Kota Bengkulu, 2009) Salah satu yang menjadi sumber dampak lingkungan adalah pencemaran lingkungan. Terjadinya suatu pencemaran terhadap suatu lingkungan terkadang melampaui batas atau wilayah yang sebelumnya diprediksi dapat terkena dampak. Hal ini disebabkan oleh media perantara dari pencemaran tersebut, seperti udara, air, ataupun tanah. Jika hal tersebut terjadi dalam waktu yang lama, dan dalam jumlah yang semakin banyak, maka kemampuan lingkungan untuk mengasimilasi zat pencemar akan terlampaui, sehingga dalam waktu tertentu kualitas lingkungan akan menjadi buruk dan pada akhirnya akan mengalami kerusakan lingkungan. Selain itu upaya pemanfaatan kawasan Cagar Alam dapat juga merusak kelestarian kawasan ini. Tindakan seperti menebang pohon, merubah bentuk alami kawasan Cagar Alam, dan berbagai aktifitas lain yang dapat bersifat merusak kealamian kawasan Cagar Alam. Dari apa yang telah diuraikan, ditarik keseimpulan bahwa, kawasan perumahan dapat menimbulkan dampak yang kurang baik pada lingkungan sekitarnya akibat beberapa faktor, yaitu : Menurunnya daya dukung lingkungan kawasan perumahan akibat terlampauinya kapasitas daya tampung kawasan perumahan. Kondisi ini dapat berakibat pada semakin bertambahnya beban lingkungan akibat, tingginya jumlah kebutuhan sumber daya seperti air bersih, tingginya unsur polutan yang dihasilkan oleh kawasan perumahan (sampah, limbah cair, pencemaran udara akibat asap buangan kendaraan, atau pencemaran air tanah), adanya pemanfaatan lahan pada kawasan sekitarnya yang tidak sesuai dengan peruntukannya sebagai akibat berkurangnya kemampuan kawasan perumahan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas warganya, baik dari kebutuhan sosial, kesehatan, ekonomi, dan lain sebagainya. Sehingga akibat menurunnya daya dukung lingkungan pada kawasan perumahan dapat mempengaruhi kualitas lingkungan alami disekitarnya. Aktifitas pembangunan pada kawasan perumahan pada kawasan perumahan sebagai akibat dari dinamika perkembangan kawasan perumahan dapat juga mempengaruhi kondisi lingkungan disekitarnya. Ini dapat terjadi jika, pembangunan pada kawasan perumahan tidak memperhatikan karakteristik kawasan yang berada disekitarnya. Pembangunan sarana infrastruktur dengan menggunakan metoda teknis yang tidak tepat atau sesuai dengan lingkungan sekitarnya seperti, pengeringan lahan, Jurusan Arsitektur ITS Maret 2010 vii

8 penimbunan dan penggalian (cut and fill), atau penggunaan material yang dapat merusak keseimbangan lingkungan dapat berdampak buruk pada lingkungan sekitarnya. Perencanaan yang tidak cermat dalam penataan tata ruang kawasan juga dapat menimbulkan dampak yang merusak lingkungan sekitarnya. Sehingga kerusakan lingkungan yang terjadi tidak hanya pada fase pembangunan, namun juga pada fase setelah pembangunan terlaksana. Selain kedua faktor tadi, aktifitas penghuni perumahan dapat juga berdampak buruk pada lingkungan. Sebagai bagian dari lingkungan, manusia akan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Aktifitas yang dapat merugikan kawasan Cagar Alam seperti ; Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya yang bersifat merubah bentang alami kawasan dapat meluas hingga ke kawasan Cagar Alam, mencemari kawasan Cagar Alam, perusakan lingkungan kawasan Cagar Alam, yang dapat dipengaruhi oleh upaya penyehatan lingkungan, aktifitas sosial, maupun aktifitas keseharian. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Untuk memperoleh data-data yang diperoleh dilakukan dengan beberapa cara : pengumpulan data sekunder melalui teknik dokumentasi (peta-peta, peraturan terkait, laporan resmi, dll), dan pengumpulan data primer, dengan menggunakan teknik, observasi, survey (menggunakan kuisioner), serta wawancara. Langkah selanjutnya adalah dengan melakukan pengolahan data untuk mendapatkan fakta-fakta serta gambaran mengenai kondisi lapangan fisik lingkungan, baik pada kawasan perumahan dan kawasan Cagar Alam yang berada pada daerah yang terdekat dengan kawasan perumahan. Sedangkan untuk mengetahui seberapa besar dampak lingkungan pada kawasan Cagar Alam, dilakukan pendekatan dengan menggunakan metoda analisa dampak Matriks Leopold yang dimodifikasi. Metoda ini memiliki keunggulan dalam menganalisis dampak lingkungan akibat suatu konstruksi ataupun berbagai aktifitas yang berada di suatu wilayah yang relatif masih alami (Fandeli, 199). Menurut Soemarwoto (1989), kegunaan matriks Leopold adalah kemampuannya untuk mengidentifikasi interaksi antara aktifitas dan faktor lingkungan, untuk mendapatkan dampak potensial. Dalam perkembangannya, metoda matrik Leopold dimodifikasi oleh banyak pakar (Fandelli, 199), atau yang dikenal dengan nama Metoda Matrik Leopold dimodifikasi. Modifikasi dari metoda ini terutama pada hal-hal seperti : Banyaknya komponen lingkungan tidak harus 88 unit, namun dapat disesuaikan dengan kondisi lingkungan setempat, banyaknya aktivitas tidak harus 100 jenis, melainkan ditentukan dan dipilih aktifitas-aktifitas yang paling menonjol atau memberi dampak. Matriks ini menginteraksikan antara aktifitas atau komponen kegiatan dengan komponen penelitian, sehingga dapat mengidentifikasi dampak lingkungan (Fandelli, 199). Secara ringkas, penggunaan metoda ini adalah : pertama, dengan membuat matrik dengan menentukan dampak-dampak setiap aktifitas dari kawasan perumahan terhadap komponen lingkungan. Dimana data ini didapat dari hasil data-data primer dan sekunder. Langkah selanjutnya adalah menentukan besaran (magnitude) dan tingkat kepentingan (importance) dampak. Penentuan besaran dampak didasarkan pada analisis evaluatif yang obyektif dengan cara-cara kualitatif, maupun kuantitatif (dalam penelitian ini, hasil kuisioner). Untuk besaran kepentingan dampak ditinjau dari Keputusan Kepala Bapedal No : 06 Tahun 199 tentang pedoman ukuran dampak penting. Yang meliputi kepentingan aktifitas, sektoral lokal, regional, nasional, luas persebaran dampak, sifat dampak, intensitas dampak, sifat kumulatif dampak, dan banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak. Dampak yang terjadi akibat adanya kegiatan diklasifikasikan sebagai dampak penting, bila salah satu kriteria dari Jurusan Arsitektur ITS Maret 2010 viii

9 kriteria diatas mempunyai skala kriteria dampak > 2. Dalam analisa ini kriteria yang digunakan tertera sebagai berikut : Tabel 2. Skala Kepentingan Kriteria Dampak Penting NO Kriteria Luas Wilayah persebaran dampak (ha) Intensitas dampak Komponen Lingkungan yang terkena dampak Sifat kumulatif dampak Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Skala < 100 Sangat sempit Tidak Permanen Sangat sedikit Antagonistik saling menetralisir Dampak terperbalikan sempit sedang luas Permanen Sedikit Sedang Banyak Dampak muncul kumulatif sedang Dampak terperbalikan selama terkendalikan Dampak muncul komulatif lama Dampak terperbalikan agak sukar dikendalikan Dampak muncul kumulatif relatif sangat lama Dampak tak terperbalikan efek majemuk > 00 Sangat luas Sangat banyak Dampak muncul kumulatif sangat lama Dampak tak terperbalikan efek sangat majemuk Sumber : Fandeli 199 Namun pertimbangan nilai (value judgement) dari suatu dampak dapat dipengaruhi oleh, waktu, kepentingan, wilayah, serta latar belakang pendidikan. Hal inilah yang sering menimbulkan konflik, karena pada dasarnya pertimbangan nilai tersebut bersifat subyektif, meskipun penilaian tersebut dilakukan oleh seorang pakar (Soemarwoto, 1989). Untuk memudahkan menentukan tingkat besaran dampak, terlebih dahulu ditentukan batasan-batasan angka/ skala dari besaran dampak dengan menggunakan skala penilaian dalam tabel 3 yang diambil dari Fandeli. (199) Tabel 3. Skala Penilaian NO Jenis Skala Besaran (%) Tafsiran Keadaan Komponen Lingkungan Kepentingan komponen lingkungan Keadaan kualitas lingkungan Sangat Buruk Buruk Sedang Baik Sangat baik Kurang Penting Cukup Penting Penting Lebih Penting Sangat Penting Sangat Buruk Buruk Sedang Baik Jurusan Arsitektur ITS Maret 2010 ix

10 Tafsiran Dampak Sangat baik Dampak Sangat Kecil Dampak Kecil Dampak Sedang Dampak Besar Dampak Sangat Besar Sumber : Fandelli 199 Untuk dapat memperkirakan dampak yang terjadi, dilakukan pengolahan data baik sekunder maupun primer, sehingga dapat dijadikan dasar penilaian terhadap analisis yang akan dilakukan. Perhitungan mengenai kapasitas daya tampung penghuni pada kawasan perumahan juga dilakukan untuk mengetahui tekanan terhadap lingkungan pada kawasan perumahan dan lingkungan kawasan Cagar Alam. Lokasi penelitian adalah kawasan perumahan formal di Kelurahan Surabaya, Kecamatan Sungai Serut, Kota Bengkulu,meliputi kawasan perumahan Surabaya Permai, perumahan Diknas Surabaya, dan perumahan Griya Asri, dimana wilayah perumahan ini berbatasan langsung dengan kawasan Cagar Alam. Sebagai subyek penelitian, populasi dalam penelitian ini adalah komunitas warga yang menghuni kawasan perumahan yang berbatasan dengan Cagar Alam Danau Dusun Besar, Kelurahan Surabaya, Kecamatan Sungai Serut, Kota Bengkulu. Sesuai dengan model penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini, pengambilan sampel dalam mengumpulkan data primer dilakukan dengan cara Purposive sampling, baik melalui metoda kuisioner, wawancara, serta observasi mengenai aktifitas warga. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dari data sekunder ditemukan, Wilayah perumahan yang diteliti terdiri dari 11 RT, dengan jumlah KK sebanyak 831 KK, dengan jumlah jiwa sebanyak jiwa. Sedangkan luas lahan yang telah didirikan perumahan yang berdekatan dengan kawasan tangkapan air kawasan Cagar Alam adalah seluas 6, ha, yang terdiri dari 3 kawasan perumahan yaitu Perumahan Diknas Surabaya, Perumahan Surabaya Permai, dan Perumahan Permata Griya Asri. Untuk dapat menghitung daya tampung optimum kawasan, maka dilakukan pendekatan dengan menghitung luas area perumahan, luas standar pemanfaatan lahan yang diizinkan, peraturan koefisien dasar bangunan (KDB), dan menghitung standar minimum kebutuhan ruang untuk setiap orang. Sehingga dapat diperoleh jumlah maksimum atau daya tampung maksimum dari kawasan perumahan tersebut. Melalui pendekatan diatas maka didapat daya tampung maksimum untuk setiap kawasan perumahan adalah sebagai berikut ; Tabel.. Jumlah Penduduk dan daya tampung kawasan perumahan Perumahan Luas Kawasan Daya Tampung Jumlah warga perumahan Perumahan (ha) Maksimum (jiwa) saat ini (jiwa) Diknas Surabaya 6, Griya Asri 8, Surabaya Permai 31, Sumber. Analisa 2009 Dari hasil pengamatan, ketersediaan sarana dan prasarana kawasan perumahan yang ada memiliki kemiripan antara satu kawasan dengan kawasan lain. seperti tersedianya fasilitas jaringan jalan yang memiliki lebar jalan 3 3, m dimana mampu menampung lalulintas kendaraan untuk < 30 kendaraan per hari. Dilayani dengan jaringan air bersih PDAM, serta menggunakan septic tank dengan konstruksi kedap air/permanen. Ketiga kawasan perumahan ini juga terhubung dengan jaringan jalan yang terbentuk dari jalan lingkungan pada kawasan Jurusan Arsitektur ITS Maret 2010 x

11 perumahan. Terdapat juga jaringan drainase air limbah rumah tangga, yang melayani ketiga kawasan perumahan ini. Konstruksi drainase yang terbuat dari pasangan batu dengan mortar ini mengalirkan air menjauhi kawasan Cagar Alam. Meskipun kawasan perumahan ini dilayani oleh jaringan air bersih PDAM, namun didapati adanya sumur galian pada sebagian rumah warga ( %), namun sumber air bersih utama menggunakan PDAM ( 9 %). Dengan membandingkan antara ketersediaan sarana dan prasarana yang ada dengan jumlah penduduk pada kawasan perumahan ini, belum didapati adanya penurunan daya dukung kawasan perumahan yang diakibatkan oleh terlewatinya kapasitas daya tampung kawasan perumahan, dan kapasitas pelayanan pada sarana dan prasarana perumahan akibat pertumbuhan jumlah penduduk baik oleh angka kelahiran maupun pertambahan penduduk. Sehingga dukungan lingkungan kawasan perumahan yang berupa tingkat pelayanan sarana dan prasarana kawasan perumahan masih berada dalam kondisi yang dapat memenuhi kebutuhan warganya. Namun dari segi kualitas pelayanan, didapati keluhan warga mengenai kualitas jalan lingkungan yang ada (6 %). Adanya tumpukan sampah pada daerah perumahan yang belum dimanfaatkan (kosong), ataupun lahan kosong dalam jumlah yang relatif sedikit, kemungkinan disebabkan oleh tidak adanya fasilitas penampungan sampah sementara yang berada didalam kawasan perumahan. Namun pada kawasan perumahan Diknas Surabaya dan Permata Griya Asri ditemukan adanya managemen persampahan secara mandiri oleh warga perumahan, dengan membayar pekerja yang mengumpulkan sampah dari rumah ke rumah. Dari pengamatan lapangan, karekteristik lingkungan kawasan Cagar Alam yang berbatasan dengan kawasan perumahan berupa ekosistem rawa-rawa. Dimana dari data sekunder didapati kawasan ini adalah kawasan yang diperuntukkan sebagai kawasan tangkapan air (catchment area) Cagar Alam. Mengingat tidak adanya sumber air yang permanen seperti sungai yang menyuplai air ke kawasan perairan danau, pelestarian lingkungan Cagar Alam yang berbentuk rawa-rawa dan wilayah yang ditetapkan sebagai wilayah tangkapan air kawasan Cagar Alam menjadi sangat penting. Untuk tetap menjaga agar kawasan yang merupakan wilayah Cagar Alam ini tidak mengalami penurunan kemampuan fungsinya atau kehilangan fungsinya. Selain dari karakteristik lingkungan, didapati juga komponen lingkungan yang dapat terkena dampak adalah batas wilayah Cagar Alam itu sendiri. Di sepanjang kawasan yang berbatasan langsung dengan kawasan perumahan tidak ditemui adanya pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Tidak tampak adanya tumpukan sampah pada daerah yang berbatasan dengan kawasan perumahan. Kondisi vegetasi di daerah ini terdiri dari semak belukar dan beberapa kelompok pohon keras pada beberapa bagian dari kawasan. Demikian pula tidak ditemukan adanya aliran air yang dapat masuk secara langsung ke dalam kawasan tangkapan air dari arah kawasan perumahan. Hal ini dikarenakan adanya tanggul tanah yang dibangun setelah adanya kawasan perumahan. Selain itu pula adanya saluran drainase permanen yang mengalirkan air buangan rumah tangga ke arah yang menjauhi kawasan tangkapan air. Ini berarti tidak adanya sumber pencemaran lingkungan yang berasal dari kawasan perumahan, baik itu limbah cair maupun limbah padat seperti sampah, dan lain-lain. Sebagian besar aktifitas pembangunan yang ada pada kawasan perumahan, merupakan aktifitas pembangunan yang bertujuan melakukan pemeliharaan sarana infrastruktur yang ada, seperti pembangunan jalan, pembuatan drainase. Dari hasil pengamatan didapati jenis konstruksi yang dipergunakan untuk pembuatan jalan lingkungan menggunakan konstruksi Jurusan Arsitektur ITS Maret 2010 xi

12 lapis perkerasan aspal. Pengembangan sarana seperti pembangunan masjid dilakukan secara swadaya oleh masyarakat, dengan waktu pembangunan yang relatif lama. Pengembangan unit rumah pada masing masing kapling tanah, dari hasil pengamatan dan kuisioner, menunjukkan hasil yang baik pada pada lingkungan sekitarnya. Dimana hasil yang didapat menunjukan sebagian besar pengembangan unit rumah dibandingkan dengan luasan kaplingnya masih memenuhi persyaratan koefisien dasar bangunan sebesar 60 : 0 (8 %), sehingga selain ruang terbuka hijau yang ada, setiap kapling rumahpun masih mampu meresapkan air hujan ke dalam tanah. Ditemukan juga adanya bangunan tanggul tanah pada daerah yang berbatasan dengan kawasan Cagar Alam. Menurut warga perumahan, tanggul tanah yang dibangun pada tahun 1997 ini dibangun untuk mengatasi banjir akibat meluapnya air dari kawasan rawa-rawa yang berada di kawasan Cagar Alam terutama pada musim penghujan. Dari hasil pengamatan, jenis konstruksi tanggul yang menggunakan tanah ini, dibuat dengan menggunakan tanah timbunan yang didatangkan ke lokasi tersebut, tanpa melakukan penggalian tanah/rawa pada daerah kawasan Cagar Alam. Didapati juga adanya penggunaan lapisan beton pada dinding tanggul secara setempat setempat pada bagian dinding yang menghadap ke kawasan Cagar Alam. Pembangunan tanggul ini secara nyata telah membuat batasan secara fisik terhadap batas kawasan perumahan dengan kawasan Cagar Alam. Hasil pengamatan terhadap aktifitas warga perumahan, baik berdasarkan observasi maupun kuisioner. Didapati aktifitas yang paling menonjol dari warga perumahan berkaitan dengan lingkungan kawasan Cagar Alam, adalah aktifitas memancing di kawasan Cagar Alam. Berdasarkan hasil wawancara didapati juga adanya aktifitas berburu (menembak burung) yang dilakukan oleh warga, namun pada saat penelitian ini dilakukan, tidak didapati adanya aktifitas warga tersebut. Hal lain yang menonjol adalah adanya aktifitas berkebun pada lahan kosong yang beredekatan dengan kawasan Cagar Alam. Jenis tumbuhan yang ditanam berupa, pisang, jagung, dan sebagian lagi kelapa sawit. Dari uraian diatas, disimpulkan komponen lingkungan dari kawasan Cagar Alam yang dapat terkena dampak akibat adanya perumahan ini adalah : 1. Perubahan bentuk alami kawasan Cagar Alam, terutama pada daerah yang berbatasan dengan kawasan perumahan. 2. Perubahan batas kawasan Cagar Alam, secara illegal. 3. Berkurangnya Kuantitas air permukaan (pada rawa-rawa) yang dipengaruhi oleh aktifitas warga dan aktifitas pembangunan kawasan perumahan.. Potensi terjadinya pencemaran lingkungan akibat masuknya limbah cair kedalam kawasan Cagar Alam. Dapat terjadi pada air permukaan ataupun merembes melalui air tanah yang berada pada kawasan perumahan.. Menurunnya kualitas alami lingkungan kawasan tangkapan air (catchment area) Cagar Alam, akibat perusakan lingkungan. 6. Adanya perubahan vegetasi alami kawasan tangkapan air (catchment area) Cagar Alam sebagai pengaruh dari aktifitas dan perilaku warga perumahan. 7. Pemanfaatan kawasan Cagar Alam yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Baik secara langsung maupun tidak langsung oleh warga perumahan secara illegal. Setelah dilakukan pengidentifikasian aktifitas maupun komponen perumahan yang dapat menimbulkan dampak, dan mengidentifikasi komponen lingkungan yang dapat dipengaruhi oleh adanya kawasan perumahan. Maka dilakukan analisa dampak lingkungan akibat adanya kawasan perumahan dengan menggunakan analisa Matriks Leopold Jurusan Arsitektur ITS Maret 2010 xii

13 Tabel. Matriks dampak Perumahan terhadap komponen lingkungan Cagar Alam N O Komponen Lingkungan Aktifitas Kead aan Kom pone n Ling kung an Rona Lingkungan Awal Nilai (Keadaan x Kepentin gan) Lingkung an Nilai (maks keadaan x Maks kepenting an) Lingkung an Persent ase (%) (Kolo m / Kolom ) Skala Kualita s Kompo nen Lingku ngan terbobo t (A) Nilai Keadaan lingkungan dengan Aktifitas Aktif itas Pem bang unan Aktif itas War ga Nilai Keselu ruhan Keadaan Lingkungan sesudah Operasional Nilai Maksi mum Pros en ( % ) Skal a Dam pak yang terja di Selis ih Skal a Evaluasi Tafsiran dampak Bentuk Kawasan Cagar Alam Tidak ada dampak 2 Batas Kawasan Cagar Alam Tidak ada dampak 3 Kualitas Air Permukaan 3 Penurunan skala (sangat kecil) Kuantitas Air Permukaan 3 Penurunan skala (sangat kecil) Kualitas Lingkungan Catchment Area Tidak ada dampak 6 Pemanfaatan Kawasan Cagar Alam Tidak ada dampak 7 Perubahan Vegetasi Penurunan skala (sangat kecil) Jumlah Nilai dari perhitungan skala Nilai Maksimum ternyata tidak ada Prosentase ( % ) 7, ,3 dampak, namun dari prosentase, ada penurunan Skala kualitas sebesar 11,3 % Selisih Skala 0 Jurusan Arsitektur ITS Maret 2010 xiii

14 Dari hasil pengolahan data menggunakan metoda analisa dampak matriks Leopold, ditemukan bahwa adanya kawasan perumahan memiliki dampak terhadap kawasan tangkapan air (catchment area) dari Cagar Alam Danau Dusun Besar. Dampak yang diakibatkan adalah : - Adanya dampak pada komponen lingkungan kualitas air permukaan Didapati dampak yang terjadi adalah penurunan skala 1 (sangat kecil). Kondisi ini diakibatkan oleh adanya sumber penghasil limbah baik limbah cair maupun sampah yang permanen pada lokasi yang dapat mempengaruhi kawasan tangkapan air (catchment area) Cagar Alam. - Adanya dampak pada komponen lingkungan kuantitas air permukaan. Didapati dampak yang terjadi adalah penurunan skala 1 (sangat kecil). Dengan dikembangkannya kawasan perumahan pada daerah yang semula menyatu dengan kawasan tangkapan air, maka luasan wilayah tangkapan air yang awalnya lebih ditentukan oleh faktor topografi kawasan, menjadi ditentukan oleh batas kawasan yang telah ditentukan. Selain itu adanya pemakaian air tanah juga mempengaruhi cadangan air tanah pada kawasan sekitarnya. - Adanya dampak pada komponen lingkungan vegetasi kawasan tangkapan air (catchment area) Cagar Alam. Didapati dampak yang terjadi adalah penurunan skala 1 (sangat kecil). Adanya aktifitas memancing dan berburu yang dapat mempengaruhi kelestarian vegetasi kawasan dan ekosistem kawasan tangkapan air serta adanya penanaman jenis tumbuhan yang bukan merupakan vegetasi asli kawasan dalam jumlah yang cukup banyak pada beberapa lokasi, terutama dari jenis tanaman yang dapat tersebar oleh bantuan hewan sehingga tanaman tersebut dapat tumbuh di dalam kawasan tangkapan air KESIMPULAN Dari hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, meliputi kajian mengenai daya dukung lingkungan kawasan perumahan, dan analisa dampak perumahan terhadap kawasan Cagar Alam dengan menggunakan matriks Leopold yang dimodifikasi, serta faktor-faktor yang dapat mengancam kelestarian kawasan tersebut, maka dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu ; Keberadaan kawasan perumahan pada daerah yang berbatasan dengan kawasan tangkapan air (catchment area) yang merupakan bagian kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar, mengakibatkan dampak berkurangnya jumlah pasokan air ke dalam kawasan tangkapan air (catchment area) Cagar Alam, munculnya sumber limbah pada daerah yang sangat dekat dengan kawasan tangkapan air, dan adanya pengaruh perubahan vegetasi asli kawasan tangkapan air (catchment area) Cagar Alam. Namun dampak yang dihasilkan masih dapat dikategorikan sangat kecil, sehingga belum merusak keseimbangan lingkungan pada kawasan tangkapan air Cagar Alam Danau Dusun Besar. Kondisi ini terjadi diakibatkan adanya faktor-faktor yang menguntungkan bagi kedua kawasan seperti ; Daya dukung kawasan perumahan yang sangat baik. Kondisi ini dipengaruhi oleh perbandingan antara jumlah penghuni (warga perumahan) yang ada, tidak melebihi jumlah kapasitas yang dapat ditampung pada kawasan perumahan. Sehingga dukungan sarana dan prasarana kawasan perumahan yang ada masih memadai bagi kegiatan beraktifitas warga perumahan. Adanya keterpaduan Prasarana Sarana dan Utilitas (PSU) kawasan perumahan yang berfungsi secara optimal dapat meningkatkan kualitas lingkungan kawasan perumahan. Hal ini dapat dilihat dari, adanya sistem drainase utama yang menyatukan ketiga kawasan perumahan. Jurusan Arsitektur ITS Maret 2010 xiv

15 Konstruksi saluran drainase menggunakan konstruksi pasangan batu yang kedap air, dapat mengarahkan air buangan menjauhi kawasan tangkapan air (catchment area) Cagar Alam, terlayaninya kawasan perumahan oleh jaringan air minum PDAM, sehingga penggunaan air tanah menjadi relatif sedikit. Terpenuhi Koefisien bangunan (KDB) atau rasio areal tanah yang ditutupi oleh lantai bangunan, pada kawasan perumahan di daerah ini sebagian besar memenuhi yang disyaratkan sebesar 60 : 0. Sehingga selain areal hijau dari kawasan perumahan, setiap kapling tanah pun masih mempunyai areal resapan air hujan. Pemilihan jenis konstruksi dan material yang tepat pada pembangunan tanggul tanah penahan banjir. DAFTAR PUSTAKA Fandeli, C (199), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Prinsip Dasar dan Pemapanannya Dalam Pembangunan, edisi revisi, ed. Martopo, S, Liberty, Yogyakarta. Komarudin, (1996), Menelusuri Pembangunan Perumahan Dan Permukiman, Yayasan REI PT Rakasindo, Jakarta. Kurnia R, (200), Penentuan Daya Dukung Lingkungan Pesisir, Makalah Individu, Program Pasca Sarjana / S 3 Institut Pertanian Bogor, ipb/102/rahmat_kurnia.pdf, diakses tanggal 10 Nopember Rapoport, A (2000), Critical Reflections on the Work, ed. Moore, K.D, Ashagate Publishing, Ltd, London Sastra. S.M dan Marlina.E (2006), Perencanaan dan Pembangunan Perumahan, Andi, Yogyakarta. Soemarno, I (2009), Jenis/Type Pengadaan Perumahan/Permukiman, Bahan Kuliah : Sistem dan Metoda Pengadaan Perumahan Dan Permukiman, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya. Soemarwoto, O (1989), Analisis Dampak Lingkungan, Cet. Ke 2, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Soemarwoto, O (200), Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Ed. Ke 10, Djambatan, Jakarta. Suratmo, F.G (1993), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, edisi ke (lima), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wardhana, W.A (200), Dampak Pencemaran Lingkungan, edisi revisi, Andi, Yogyakarta Waryono, T (2003), Peranan Kawasan Resapan Air dalam Pengelolaan Sumber Daya Air, dalam Kumpulan Makalah Periode , Fakultas Teknik UI, Jakarta Jurusan Arsitektur ITS Maret 2010 xv

DAMPAK PERUMAHAN DI SEKITAR KAWASAN CAGAR ALAM DANAU DUSUN BESAR TERHADAP KELESTARIAN DANAU DENDAM TAK SUDAH KOTA BENGKULU

DAMPAK PERUMAHAN DI SEKITAR KAWASAN CAGAR ALAM DANAU DUSUN BESAR TERHADAP KELESTARIAN DANAU DENDAM TAK SUDAH KOTA BENGKULU DAMPAK PERUMAHAN DI SEKITAR KAWASAN CAGAR ALAM DANAU DUSUN BESAR TERHADAP KELESTARIAN DANAU DENDAM TAK SUDAH KOTA BENGKULU Aryan Purba 320 820 1815 DOSEN PEMBIMBING Ir. Ispurwono S, M.Arch. Ph.d Dr. Eng.

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kawasan perumahan pada hakekatnya tidak akan pernah dapat dipisahkan dari lingkungan sekitarnya. Terlebih pada kenyataannya lingkungan yang baik akan dapat memberikan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DINA WAHYU OCTAVIANI L2D 002 396 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

POLA PEMANFAATAN RUANG KAWASAN PERUMAHAN DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN SUB DAS LEPO-LEPO

POLA PEMANFAATAN RUANG KAWASAN PERUMAHAN DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN SUB DAS LEPO-LEPO Ecogreen Vol. 2 No. 1 April 2016 Halaman 71-77 ISSN 2407-9049 POLA PEMANFAATAN RUANG KAWASAN PERUMAHAN DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN SUB DAS LEPO-LEPO The Spatial Use of Housing Area to Support The Sustainability

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA Disampaikan dalam Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Dosen: PELATIHAN DAN SOSIALISASI PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011) Artikel OPINI Harian Joglosemar 1 MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011) ŀ Turunnya hujan di beberapa daerah yang mengalami kekeringan hari-hari ini membuat

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo Felicia Putri Surya Atmadja 1, Sri Utami 2, dan Triandriani Mustikawati 2 1 Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN 4.1 ANALISIS LOKASI TAPAK BAB IV ANALISIS PERANCANGAN Dalam perancangan arsitektur, analisis tapak merupakan tahap penilaian atau evaluasi mulai dari kondisi fisik, kondisi non fisik hingga standart peraturan

Lebih terperinci

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini Abstract Key words PENDAHULUAN Air merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daya Dukung Daya dukung merupakan salah satu konsep yang serbaguna dan populer didalam konteks politik lingkungan saat ini. Seperti halnya dengan konsep keberlanjutan, daya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) 1 Pendahuluan Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dijumpai

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR Oleh: EVA SHOKHIFATUN NISA L2D 304 153 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG Oleh : Muhammad 3615100007 Friska Hadi N. 3615100010 Muhammad Luthfi H. 3615100024 Dini Rizki Rokhmawati 3615100026 Klara Hay 3615100704 Jurusan Perencanaan

Lebih terperinci

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

Oleh : ERINA WULANSARI [ ] MATA KULIAH TUGAS AKHIR [PW 09-1333] PENELITIAN TUGAS AKHIR Oleh : ERINA WULANSARI [3607100008] PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

UU NO 4/ 1992 TTG ; PERUMAHAN & PERMUKIMAN. : Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian & sarana pembinaan. keluarga.

UU NO 4/ 1992 TTG ; PERUMAHAN & PERMUKIMAN. : Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian & sarana pembinaan. keluarga. Pokok Bahasan Konsep Sanitasi Lingkungan Proses pengelolaan air minum; Proses pengelolaan air limbah; Proses pengelolaan persampahan perkotaan; Konsep dasar analisis system informasi geografis (GIS) untuk

Lebih terperinci

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*) MODEL PENANGGULANGAN BANJIR Oleh: Dede Sugandi*) ABSTRAK Banjir dan genangan merupakan masalah tahunan dan memberikan pengaruh besar terhadap kondisi masyarakat baik secara social, ekonomi maupun lingkungan.

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat pesat di berbagai bidang, baik sektor pendidikan, ekonomi, budaya, dan pariwisata. Hal tersebut tentunya

Lebih terperinci

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah 1. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3241-1994, membagi kriteria pemilhan loasi TPA sampah menjadi tiga, yaitu: a. Kelayakan regional Kriteria yang digunakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sungai sebagai sumber air sangat penting fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 44, 1991 (PERHUBUNGAN. PERTANIAN. Perikanan. Prasarana. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecamatan Cipanas berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor, Puncak, Cianjur). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN 6.1. Struktur Peruntukan Lahan e t a P Gambar 6.1: Penggunaan lahan Desa Marabau 135 6.2. Intensitas Pemanfaatan Lahan a. Rencana Penataan Kawasan Perumahan Dalam

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG Titik Poerwati Leonardus F. Dhari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

kuantitas sungai sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan iklim komponen tersebut mengalami gangguan maka akan terjadi perubahan

kuantitas sungai sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan iklim komponen tersebut mengalami gangguan maka akan terjadi perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sungai merupakan sumber air yang sangat penting untuk menunjang kehidupan manusia. Sungai juga menjadi jalan air alami untuk dapat mengalir dari mata air melewati

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI -157- LAMPIRAN XXII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SINJAI TAHUN 2012-2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI A. KAWASAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi)

LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi) LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi) 101 KUESIONER PENELITIAN IDENTIFIKASI RISIKO DALAM ASPEK PRASARANA LINGKUNGAN PERUMAHAN YANG BERPENGARUH TERHADAP KINERJA BIAYA DEVELOPER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan dan pertumbuhan properti di Yogyakarta semakin pesat dari tahun ke tahun, mengingat kota Yogyakarta dikenal dengan kota pelajar. Hal ini menyebabkan kota

Lebih terperinci

PERATURAN DESA.. KECAMATAN. KABUPATEN... NOMOR :... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN SUMBER AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DESA.. KECAMATAN. KABUPATEN... NOMOR :... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN SUMBER AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DESA.. KECAMATAN. KABUPATEN... NOMOR :... TAHUN 20... TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN SUMBER AIR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA Menimbang : a. bahwa sumber air sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi dan pusat pembangunan di Provinsi Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi dan pusat pembangunan di Provinsi Sumatera Utara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota Medan yang menyandang status sebagai Pusat Pemerintahan, pusat pertumbuhan ekonomi dan pusat pembangunan di Provinsi Sumatera Utara yang menuntut kota

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Disusun oleh: Mirza Zalfandy X IPA G SMAN 78 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN Spectra Nomor 11 Volume VI Januari 008: 8-1 KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN Ibnu Hidayat P.J. Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Laporan Akhir Kajian Rencana Zonasi Kawasan Industri ini dapat diselesaikan. Penyusunan Laporan

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016 WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 02 /PERMEN/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 02 /PERMEN/M/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 02 /PERMEN/M/2009 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN BANTUAN STIMULAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS UMUM PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

TINJAUAN BENCANA SITU GINTUNG DARI SUDUT PANDANG PENATAAN RUANG

TINJAUAN BENCANA SITU GINTUNG DARI SUDUT PANDANG PENATAAN RUANG TINJAUAN BENCANA SITU GINTUNG DARI SUDUT PANDANG PENATAAN RUANG Oleh : Ir. Firman M. Hutapea, MUM Kasubdit Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Perkotaan dan Metropolitan Wilayah II (Jawa Bali) Pendahuluan

Lebih terperinci

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991) PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991) Tanggal: 14 JUNI 1991 (JAKARTA) Sumber: LN 1991/44; TLN NO. 3445 Tentang: SUNGAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pola pemukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik

I. PENDAHULUAN. Pola pemukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola pemukiman penduduk di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik daerahnya, kondisi fisik yang dimaksud yaitu topografi wilayah. Pengaruh kondisi fisik ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Analisis Situasi Mitra

BAB I PENDAHULUAN Analisis Situasi Mitra BAB I PENDAHULUAN 1.1. Analisis Situasi Mitra Kawasan perumahan di RT 3 RW 20 dengan RW 22 Desa Sumbersari Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember adalah suatu kawasan perumahan yang perbedaan elevasinya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Perencanaan pengembangan drainase di wilayah Kota Batam khususnya di Kecamatan Batam Kota sangatlah kompleks. Banyak sekali faktor yang harus dipertimbangkan

Lebih terperinci

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado Windy J. Mononimbar Program Studi Arsitektur dan Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi memadai untuk dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.

Lebih terperinci

Identifikasi Karakteristik Lingkungan Permukiman Kumuh Berdasarkan Persepsi Masyarakat Di Kelurahan Tlogopojok

Identifikasi Karakteristik Lingkungan Permukiman Kumuh Berdasarkan Persepsi Masyarakat Di Kelurahan Tlogopojok 1 Identifikasi Karakteristik Lingkungan Permukiman Kumuh Berdasarkan Persepsi Masyarakat Di Kelurahan Tlogopojok Fachrul Irawan Ali dan Ema Umilia Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB IV ANALISA TAPAK BAB IV ANALISA TAPAK 4.1 Deskripsi Proyek 1. Nama proyek : Garuda Bandung Arena 2. Lokasi proyek : Jln Cikutra - Bandung 3. Luas lahan : 2,5 Ha 4. Peraturan daerah : KDB (50%), KLB (2) 5. Batas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi kebijakan pelaksanaan pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral dalam pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA 1 OLEH : Kelompok V Muslim Rozaki (A 231 10 034) Melsian (A 231 10 090) Ni Luh Ari Yani (A 231 10 112) Rinanda Mutiaratih (A 231 11 006) Ismi Fisahri Ramadhani (A 231

Lebih terperinci

BAB II RANCANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN PLPBK

BAB II RANCANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN PLPBK BAB II RANCANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN PLPBK 2.1 KONDISI AWAL KAWASAN PRIORITAS 2.1.1 Delineasi Kawasan Prioritas Berdasarkan 4 (empat) indikator yang telah ditetapkan selanjutnya dilakukan kembali rembug

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG (Studi Kasus: Kelurahan Mangunharjo dan Kelurahan Mangkang Wetan) T U G A S A K H I R Oleh : LYSA DEWI

Lebih terperinci

BAB VII DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP KEBERLANJUTAN EKOLOGI

BAB VII DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP KEBERLANJUTAN EKOLOGI 63 BAB VII DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP KEBERLANJUTAN EKOLOGI 7.1 Dampak Ekologi Konversi lahan pertanian ke pemukiman sangat berdampak negatif terhadap ekologi. Secara ekologis, perubahan telah terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan suatu sumber daya alam di bumi dimana setiap organisme hidup membutuhkan salah satu sumber daya alam terbarukan ini. Air adalah zat atau materi atau

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di muka bumi. Tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. di muka bumi. Tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Manusia sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kebutuhan semua makhluk yang ada di muka bumi. Tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Manusia sebagai salah satu makhluk hidup juga

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D 306 007 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci