TINJAUAN TENTANG UPAYA HUKUM KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA KORUPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN TENTANG UPAYA HUKUM KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA KORUPSI"

Transkripsi

1 TINJAUAN TENTANG UPAYA HUKUM KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA KORUPSI (Studi Kasus dalamputusan Mahkamah Agung Nomor1366K/Pid.Sus/2013) Dwi Marieta Darmastuti, Lita Arofu Nurhidayah ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan kasasi penuntut umum dalam pemenuhan ketentuan Pasal 253 KUHAP. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan pendekatan kasus tindak pidana korupsi pembangunan pasar tradisional dan sarana pendukung lainya oleh terdakwa Safrizal bin Rusli selaku kuasa direktur PT.Loeh Raya Perkasa. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, Penuntut umum dapat membuktikan kesesuian alasan-alasan kasasi yang diajukannya dengan alasan-alasan kasasi yang terdapat pada pasal 253 ayat (1) KUHAP, terutama pada huruf a dan huruf b. Alasan-alasan kasasi yang telah diuraikan oleh Penuntut Umum dalam kasus korupsi pembangunan pasar tradisional tersebut dapat dilihat dimana letak Judex Facti telah keliru dan salah menerapkan hukumnya, dan cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, mengenai sifat putusan yang bukan bersifat onstlag van allerechtsvervolging akan tetapi merupakan putusan pidana atau pemidanaan. Kata Kunci : Kasasi, Penuntut Umum, Korupsi. ABSTRACT This research aims to know the reason of Cassation Prosecutor in fulfilment of the provisions of article 253 KUHAP. This research is a normative, legal research with the criminal offence of corruption cases approaches the construction of traditional markets and other support by the means of the defendant Safrizal bin Rusli as the power of the Director of PT.Loeh Raya Perkasa. Based on the results of research and discussion, the public prosecutor can prove the suitability of the reasons of Cassation granted by reasons of Cassation contained in article 253 paragraph (1) of the KUHAP, especially on the letter a and letter b. The reasons for the appeal which has been described by the public prosecutor in the corruption case of the traditional market development can be seen where lies the Judex Factie mistakenly applied the wrong law, and and how prosecute not implemented according to the provisions of the Act, the nature of the decisionwill not be onstlag van allerechtsvervolging but a criminal verdict or sentencing.

2 Keywords: Cassation, Prosecutor, Corruption A. PENDAHULUAN Sejak Indonesia merdeka Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi dasar hukum negara ini. Indonesia merupakan negara hukum maka dari itu hukum di Indonesia harus ditegakkan oleh semua warga Indonesia tanpa terkecuali, sehingga mewujudkan ketertiban, keadilan dan kesejahteraan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu tindak pidana yang fenomenal dan sangat merugikan negara adalah masalah korupsi. Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dijumpai disetiap bidang kehidupan masyarakat baik dibidang ekonomi, hukum, sosial budaya maupun politik. Fakta sejarah membuktikan hampir setiap negara dihadapkan pada masalah korupsi (Evi Hartanti, 2005:24). Meningkatnya korupsi itu seiring dengan kemajuan, kemakmuran dan teknologi. Sehingga semakin maju pembangunan suatu daerah maka semakin meningkat pula kebutuhan yang mendorong orang untuk melakukan korupsi (InoSusanti, Vol.1, No.1, Januari 2012:34). Korupsi di Indonesia telah berkembang dalam tiga tahap, yaitu elitis, endemic, dan sistemik. Pada tahap elitis, korupsi menjadi patologi sosial yang khas di lingkungan para elit atau pejabat. Pada tahap endemic, korupsi mewabah menjangkau masyarakat luas. Lalu di tahap yang kritis, ketika korupsi menjadi sistemik, setiap individu di dalam sistem terjangkit penyakit yang serupa (Ermansjah Djaja, 2010:12). Adanya hukum positif dalam bentuk berbagai produk perundangundangan, digunakan dalam proses penegakan hukum tindak pidana korupsi. Peraturan perundang-undangan yang dijadikan alat untuk memberantas tindak pidana korupsi disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Secara kronologis pengaturan tentang korupsi pertama kali yaitu Undang-Undang Nomor 24 Prp Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971, 2

3 lalu disempurnakan oleh Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999, dan akhirnya diganti Undang-Undang Nomor 20 tahun Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan Perubahan dan Penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, perubahan dan penyempurnaan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan yang adil dalam memberantas tindak pidana korupsi. Menyadari kompleksnya permasalahan korupsi serta ancaman nyata yang pasti akan terjadi, maka tindak pidana korupsi dapat dikategorikan sebagai permasalahan nasional yang harus dihadapi secara sungguh-sungguh melalui keseimbangan langkah-langkah yang tegas dan jelas dengan melibatkan semua potensi yang ada dalam masyarakat khususnya pemerintah dan aparat penegak hukum. Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Pengadilan merupakan lembaga yang berwenang dalam menangani pemberantasan kasus korupsi. Salah satu aparat penegak hukum yang mempunyai perananan penting dalam memberantas korupsi yaitu penuntut umum. Oleh karena korupsi merupakan extra ordinary crime, maka penuntut umum dalam pemeriksaan persidangan harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup didalam masyarakat. Begitu juga hakim didalam memutus perkara korupsi harus menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam Pasal 196 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disingkat KUHAP), ditentukan bahwa segera sesudah putusan pemidanaan diucapkan, hakim ketua sidang memberitahukan kepada terdakwa tentang segala apa yang menjadi haknya. Salah satu hak terdakwa yaitu menerima atau menolak putusan, apabila terdakwa menolak putusan hakim tersebut maka terhadap putusan pengadilan dapat dilakukan upaya hukum, yang berupa upaya hukum banding, kasasi, maupun peninjauan kembali. Upaya hukum banding dan kasasi merupakan upaya hukum biasa, 3

4 sedangkan upaya hukum peninjauan kembali merupakan upaya hukum luar biasa. Sulitnya penanggulangan tindak pidana korupsi terlihat dari banyak diputus bebasnya terdakwa kasus tindak pidana korupsi atau minimnya pidana yang ditanggung oleh terdakwa yang tidak sebanding dengan apa yang dilakukannya. Bila ditinjau dari sisi penuntut umum, keadaan dimana terdakwa diputus bebas tentu akan sangat merugikan dirinya. Kondisi seperti ini dapat dengan mudah menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pengadilan, dan akan menimbulkan kesan yang buruk terhadap putusan pengadilan karena merasa bahwa telah terjadi suatu ketidakadilan. Putusan pengadilan yang mengandung pembebasan seolah-olah tidak dapat diharapkan sebagai perlindungan ketertiban dan keadilan. Salah satu kasus mengenai pengajuan kasasi terhadap putusan bebas yang cukup menarik perhatian bagi peneliti ialah kasus kasus korupsi dalam putusan Kasasi nomor1366 K/Pid.Sus/2013 dengan terpidana Safrizal bin Rusli selaku kuasa direktur PT.Loeh Raya Perkasa dalam kasus tindak pidana korupsi pembangunan pasar tradisional dan sarana pendukung lainya di kecamatan Manyak Payed, Kabupaten Aceh Tamiang. Berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan tinjauan lebih mendalam terhadap Putusan Mahkamah Agung No.1366K/Pid.Sus/2013 untuk mengetahui apakah alasan kasasi penuntut umum memenuhi ketentuan Pasal 253 KUHAP dalam penulisan hukum dengan hukum dengan judul TINJAUAN TENTANG UPAYA HUKUM KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA KORUPSI (S tudi Kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor1366K/PID.SUS/2013). B. METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk memberikan penjelasan tentang kesesuaian alasan-alasan penuntut umum dalam pengajuan kasasi terhadap putusan bebas dalam perkara korupsi dengan ketentuan Pasal 253 KUHAP. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian doktrinal atau 4

5 disebut juga penelitian hukum normatif. Penelitian doktrinal adalah suatu penelitian hukum yang bersifat preskriptif bukan deskriptif sebagaimana ilmu sosial dan ilmu alam (Peter Mahmud Marzuki, 2005:33), dengan menggunakan jenis penelitian yang bersifat preskriptif dan terapan (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 41-42). Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan kasus (case approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2005:93), yaitu terhadap kasus korupsi dalam Putusan Mahkamah Agung No.1366K/Pid.Sus/2013). Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya diperlukan sumber-sumber penelitian (Peter Mahmud Marzuki, 2005:141). Sumber bahan hukum yang digunakan bahan hukum primer berupa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (HAP), Undang -Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 1991 tentang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Putusan Mahkamah Agung Nomor 1366K/Pid.Sus/2013 dan bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahud Marzuki, 2005:141). Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan membaca, mempelajari, mengkaji, menganalisis dan membuat catatan dari buku literatur, peraturan perundang-undangan, jurnal, majalah, artikel dan literatur lainnya baik dari media cetak maupun media elektronik yang relevan dengan kajian hukum yang diteliti. Analisis bahan hukum silogisme deduksi dengan menempatkan dua premis mayor dan premis minor. Menurut Philipus M.Hadjhon sebagai premis mayor adalah aturan hukum, sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Dari kedua hal tersebut, akan ditarik konklusi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:47). Dalam penelitian ini, premis mayor adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sedangkan premis minornya adalah Putusan 5

6 Mahkamah Agung Nomor 1366 K/Pid.Sus/2013. Dari kedua premis tersebut dapat ditarik conclusion untuk menjawab rumusan masalah. C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kasus Posisi Mencermati kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa yang merupakan tindak pidana korupsi dan diputus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1366K/Pid.Sus/2013, terdapat poinpoin penting terhadap hak mengajukan upaya hukum biasa oleh penuntut umum terhadap putusan bebas dalam perkara tindak pidana korupsi. Terdakwa Safrizal bin Rusli dalam perkaranya didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan subsidair bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2), ayat (3) Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke -1 KUHPidana. Berdasarkan hal tersebut kemudian terdakwa Safrizal Bin Rusli diperiksa dan diadili di Pengadilan Kuala simpang tertanggal 22 Februari 2012 menuntut Terdakwa dengan tuntutan sebagai berikut: a. Menyatakan Terdakwa SAFRIZAL Bin RUSLI secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sesuai dakwaan Subsidair dalam Surat Dakwaan kami; b. Membebaskan Terdakwa SAFRIZAL Bin RUSLI dari dakwaan Primair; 6

7 c. Menjatuhkan pidana penjara terhadap Terdakwa SAFRIZAL Bin RUSLI selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan, dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara; d. Menghukum Terdakwa SAFRIZAL Bin RUSLI untuk membayar denda sebesar Rp ,- (lima puluh juta rupiah) subsider selama 3 (tiga) bulan kurungan. e. Menghukum Terdakwa SAFRIZAL Bin RUSLI untuk membayar uang pengganti sebesar Rp ,00 (tiga puluh delapan juta sembilan ratus sembilan puluh dua ribu sembilan ratus dua puluh enam rupiah) jika Terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 6 (ena m) bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 3 (tiga)bulan; Dalam APBD Tahun 2010 dianggarkan kegiatan Pembangunan Pasar Tradisional dan Sarana Pendukung lainnya di Kecamatan Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang sebesar Rp ,- (satu milyar dua ratus empat puluh satu juta sembilan puluh ribu rupiah). Pembangunan dilaksanakan oleh rekanan PT. Loeh Raya Perkasa dengan Kuasa Direkturnya adalah Safrizal Bin Rusli. Setelah pembangunan berjalan ada beberapa item-item pekerjaan yang Safrizal Bin Rusli tidak lakukan sesuai dengan RAB dan selaku Kuasa Direktur PT. Loeh Raya Perkasa tidak membuat dan melampirkan backup data dan As Buil Drawing (gambar akhir pekerjaan). Berdasarkan hasil pemeriksaan dilapangan yang dilakukan oleh Tim ahli Dinas Pekerjaan Umum tanggal 04 Maret 2011 terhadap pekerjaan pembangunan tersebut hanya mencapai 62,62% (enam puluh dua koma enam puluh dua persen) tidak mencapai 80 % (delapan puluh persen). Seluruh tanda tangan Direktur 7

8 Utama pada dokumen-dokumen dan seluruh uang pencairan dana masuk ke rekening Safrizal Bin Rusli. Dalam proses pemeriksaan persidangan di Pengadilan Negeri Kualasimpang, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kualasimpang yang memeriksa perkara tersebut menjatuhkan Putusan dengan Nomor : 224/Pid.B/2011/PN-KSP menyatakan terdakwa Safrizal Bin Rusli terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan dijatuhi pidana selama 1 (satu) tahun. Terhadap putusan tersebut terdakwa melakukan upaya hukum banding yang diajukan kepada Pengadilan Tinggi Banda Aceh. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Banda Aceh menerima permohonan banding terdakwa dengan menjatuhkan putusan bebas. Penuntut umum menilai bahwa putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Banda Aceh Nomor : 04/PID-TIPIKOR/2012/PT-BNA tertanggal 14 Mei 2012 telah keliru dan salah menerapkan peraturan hukumnya, serta tata cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undangundang, sehingga oleh penuntut umum terhadap putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Banda Aceh Nomor : 04/PID- TIPIKOR/2012/PT-BNA tertanggal 14 Mei 2012 dimintakan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Oleh karena itu Mahkamah Agung dalam putusan yang dijatuhkan melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1366K/Pid.Sus/2013 menyatakan bahwa Mahkamah Agung mengabulkan upaya hukum kasasi yang diajukan oleh Penuntut Umum serta membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh Nomor : 04/PID-TIPIKOR/2012/PT- BNA tertanggal 14 Mei 2012 sebagaimana sebagaimana yang dimaksud upaya hukum kasasi adalah hak terdakwa atau penuntu umum untuk tidak menerima putusan Pengadilan pada tingkat akhir, dengan cara mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung guna membatalkan putusan pengadilan tersebut, dengan alasan bahwa putusan yang dimintakan kasasi tersebut, peraturan hukum diterapkan atau tidak 8

9 diterapkan sebagaimana mestinya, cara mengadili tidak mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-Undang. 2. Kesesuaian Alasan-Alasan Penuntut Umum Mengajukan Kasasi Terhadap Putusan Bebas dalam Perkara Kasus Korupsi dengan Pasal 253 KUHAP Kasasi merupakan upaya hukum yang dapat diajukan oleh terdakwa atau Penuntut Umum apabila tidak menerima putusan pengadilan di tingkat akhir. Dalam pengaturan sebelumnya menurut ketentuan Pasal 244 KUHAP, terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, Terdakwa atau Penuntut Umum dapat mengajukan permintaan Kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas. Namun dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-X/2012 pada tanggal 28 Maret 2013, Mahkamah Konstitusi membatalkan frasa kecuali terhadap putusan bebas dalam Pasal 244 KUHAP. Pasal 244 KUHAP tersebut dinilai bertentangan dengan konstitusi dan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Sehingga ketentuan Pasal 244 KUHAP kini berbunyi Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung. Hal tersebut berarti setiap putusan bebas dapat diajukan upaya hukum kasasi. Salah satu bentuk putusan yang membebaskan terdakwa dan dilakukan pengajuan kasasi adalah perkara tindak pidana korupsi yang diteliti oleh penulis, putusan yang dijatuhkan terhadap terdakwa dipengadilan tingkat pertama, Terdakwa mengajukan upaya hukum banding yang kemudian dalam putusanya membebaskan terdakwa dan atas putusan banding tersebut Penuntut Umum mengajukan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung. 9

10 Dalam suatu permintaan kasasi, akan terkabul atau tidaknya permintaan kasasi tersebut selain tergantung pada syarat-syarat formil (tentang tata cara pengajuan dan tenggang waktunya) diperhatikan pula mengenai syarat materiil, yaitu mengenai tentang alasan-alasan kasasi sebagaimana ditetapkan dalam pasal 253 ayat 1 KUHAP. Di dalam pasal tersebut ditentukan mengenai alasan-alasan kasasi yang dapat dipergunakan oleh pemohon kasasi untuk meminta Mahkamah Agung dapat memeriksa permohonan kasasi yang telah diajukan oleh pemohon kasasi. Alasan-alasan yang terdapat dalam Pasal 253 ayat 1 KUHAP terdiri dari: a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan sebagaimana mestinya. b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang. c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya. Alasan-alasan kasasi yang diajukan oleh Penuntut Umum dalam kasus korupsi Pembangunan Pasar Tradisional di kecamatan Manyak Payed kabupaten Aceh Tamiang dengan terdakwa Safrizal Bin Rusli selaku kuasa direktur PT. Loeh Karya Perkasa, harus dapat mengungkapkan dimana letak kesalahan judex facti. Dalam memori kasasi Penuntut umum menyampaikan alasan-alasan kasasi, dalam pertimbanganya mengajukan keberatan-keberatan yang pada pokoknya judex facti tingkat banding telah keliru dan salah menerapkan hukum sesuai dengan Pasal 253 ayat 1 huruf a dan b KUHAP. Judex facti salah menerapkan hukumnya karena hakim dalam putusan banding melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum dalam dakwaan Primair dan dakwaan subsidair, putusan Pengadilan Tinggi seharusnya berupa putusan pidana atau pemidanaan. Dasar penuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum telah benar, dengan menuntut Terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 10

11 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2), ayat (3) Undang -Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 Ayat (1) Ke -1 KUHPidana. Atas tuntutan tersebut berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan Terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang di dakwakan. Majelis hakim Pengadilan Tinggi Aceh Tamiang dalam pertimbangan amar putusannya menyatakan bahwa dalam perkara ini berpendapat bahwa perbuatan Terdakwa telah terbukti memenuhi semua unsur dari pada Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 yang didakwaan kepada terdakwa sebagaimana dalam dakwaan subsidair. Hal ini berarti putusan tersebut seharusnya merupakan putusan pidana atau pemidanaan kepada terdakwa, bukan merupakan putusan yang bersifat onstlag van alleretsvervolging (putusan yang melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum), karena majelis hakim sendiri telah menyatakan perbuatan terdakwa terbukti memenuhi semua unsur Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana. Judex facti majelis hakim Pengadilan Tinggi Aceh Tamiang dalam menjatuhkan putusanya tidak melihat serta tidak mempertimbangkan fakta-fakta dipersidangan yang memberatkan terdakwa. Hal tersebut bertentangan dengan undang-undang karena cara mengadili tidak dilaksanakan dengan ketentuan undang-undang. Beberapa fakta yang memberatkan terdakwa yaitu keterangan ahli yang berasal dari BPKP Aceh dan Tim dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Aceh Tamiang yang telah melakukan pemeriksaan lapangan tanggal 04 Maret 2011 menyimpulkan bahwa pekerjaan tersebut hanya mencapai 62,62% (enam puluh dua koma enam puluh dua persen) 11

12 Terdakwa mengakuinya di persidangan yang menyatakan bahwa ada item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi bangunan yang telah ditetapkan dalam kontrak dan Terdakwa menyerahkan kepada orang lain untuk mengerjakannya, sehingga apa yang telah dikerjakan oleh Terdakwa dan dihitung oleh konsultan Pengawas dari 80,15% dikurang 62,62% terdapat kekurangan pekerjaan sebesar 17,38% apabila dirupiahkan sejumlah Rp , Rp ,- Rp (PPN) = Rp , - (seratus lima puluh tiga juta sembilan ratus sembilan puluh dua ribu sembilan ratus enam puluh dua rupiah). Pada saat persidangan Terdakwa juga mengakui telah memalsukan tanda tangan pada dokumen-dokumen pekerjaan yang menyangkut proyek pembangunan pasar tradisional atas nama Direktur PT. Loeh Raya Perkasa yaitu Zulfadlisyah sehingga semua transaksi masuk ke rekening Terdakwa. Hal ini yang menjadi kesalahan dari Terdakwa yang bersifat melawan hukum sehingga merugikan keuangan Negara. Dari alasan-alasan kasasi yang telah diuraikan oleh Penuntut Umum dalam kasus korupsi pembangunan pasar tradisional dan sarana pendukung lainya di kecamatan Manyak Payed kabupaten Aceh Tamiang dapat dilihat dimana letak Judex Facti telah keliru dan salah menerapkan hukumnya, serta tata cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang. Hal ini terlihat dari sifat putusan pengadilan tinggi yang bukan bersifat onstlag van allerechtsvervolging, akan tetapi seharusnya merupakan putusan pidana atau pemidanaan terdakwa. Dalam tata cara mengadili hakim tidak melihat serta tidak mempertimbangkan fakta yang terungkap dipersidangan, perbuatan hakim tersebut bertentangan dengan Pasal 253 ayat 1 huruf b KUHAP karena cara mengadili tidak dilaksanakan sesuai dengan undang-undang. Keputusan hakim pengadilan tinggi dalam perkara tindak pidana korupsi tersebut tidak memberikan kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan. Dari hal-hal tersebut maka alasan kasasi yang diajukan Penuntut Umum dalam 12

13 kasus korupsi pembangunan pasar tradisional dianggap telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam KUHAP pada Pasal 253 ayat 1 huruf a dan huruf b KUHAP D. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan tersebut,dapat ditarik simpulan sebagai berikut : Penuntut umum dapat membuktikan kesesuian alasan-alasan kasasi yang diajukaanya dalam kasus korupsi pembangunan pasar tradisional di kecamatan Manyak Payed kabupaten Aceh Tamiang dengan terdakwa Safrizal Bin Rusli selaku kuasa direktur PT. Loeh Raya Perkasa dengan alasan-alasan kasasi yang terdapat dalam pasal 253 ayat (1) KUHAP, terutama pada huruf a dan huruf b. Dari alasan-alasan kasasi yang telah diuraikan oleh Penuntut Umum dalam kasus korupsi pembangunan pasar tradisional tersebut dapat dilihat dimana letak Judex Facti telah keliru dan salah menerapkan hukumnya, dan cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan perundang-undangan, yakni antara lain mengenai sifat putusan yang bukan bersifat onstlag van allerechtsvervolging, akan tetapi merupakan putusan pidana atau pemidanaan, dalam tata cara mengadili hakim tidak melihat serta tidak mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan. Perbuatan Terdakwa telah memenuhi seluruh unsur Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun1999 jo. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dakwaan subsidair Penuntut Umum, sehingga Terdakwa harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. 2. Saran 13

14 Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis mengajukan saran sebagai berikut: a. Penegakan hukum khususnya bagi hakim dalam putusanya harus memperhatikan fakta-fakta dipersidangan dan menerapkan peraturan hukum sebagaimana mestinya, sehingga tercipta keadilan yang dibutuhkan masyarakat. b. Hakim dalam memberikan pertimbangan terhadap perbuatan yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa hendaknya dilakukan dengan penuh kecermatan dan kehati-hatian karena terbukti atau tidaknya perbuatanyang didakwakan menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. E. PERSANTUNAN Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Bambang Santoso S.H.,M.Hum selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dalam membuat penulisan hukum. 2. Ibu Zakki Adliyati S.H.,M.H.,L.LM selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam membuat penulisan hukum. F. DAFTAR PUSTAKA Buku Djaja, Ermansjah Memberantas Korupsi Bersama KPKEdisi 2. Jakarta: Sinar Grafika. Hartanti, Evi Tindak Pidan akorupsi. Semarang : Sinar Grafika. Marzuki, Peter Mahmud Penelitian Hukum.Jakarta :Kencana. PeraturanPerundang-undangan 14

15 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Putusan Mahkamah Agung No.1366K/Pid.Sus/2013. Jurnal Susanti, Ino Membangun Budaya Hukum Masyarakat Penegak Hukum Dalam Pemberantasan Korupsi Dengan Pendekatan Hukum Hermeneutik (Studi LahirnyaUndang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Vol.1, No.1, (34-41, Januari 2012). Alamat Korespondensi Dwi Marieta Darmastuti (NIM.E ), Grogol RT 07 RW 03 Nomor 30, Dukuhturi, Tegal. HP Dwimaretharetha@gmail.com Lita Arofu Nurhidayah (NIM.E ), Pulosari RT 02 RW 08 Kaliboto, Mojogedang, Karanganyar. HP Lythafajar2705@gmail.com 15

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penipuan merupakan salah satu tindak pidana terhadap harta benda yang sering terjadi dalam masyarakat. Modus yang digunakan dalam tindak pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur tindak pidana terhadap harta kekayaan yang merupakan suatu penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan apa yang telah diuraikan oleh penulis dalam hasil peneletian pembahasan terhadap Putusan Mahakamah Agung Nomor: 1022 K/Pid.Sus/2014, maka diperoleh simpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil peneletian dan pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis terhadap Putusan Mahakamah Agung Nomor: 1818 K/Pid.Sus/2014, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM MENGADILI PERMOHONAN KASASI PENGGELAPAN (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 373 K/Pid/2015)

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM MENGADILI PERMOHONAN KASASI PENGGELAPAN (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 373 K/Pid/2015) ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM MENGADILI PERMOHONAN KASASI PENGGELAPAN (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 373 K/Pid/2015) Betty Kusumaningrum, Edy Herdyanto Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui salah satu asas yang dianut oleh KUHAP adalah asas deferensial fungsional. Pengertian asas diferensial fungsional adalah adanya pemisahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Penipuan yang berasal dari kata tipu adalah perbuatan atau perkataan yang tidak jujur atau bohong, palsu dan sebagainya dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kejahatan meningkat dalam berbagai bidang, baik dari segi intensitas maupun kecanggihan. Demikian juga dengan ancaman terhadap keamanan dunia. Akibatnya,

Lebih terperinci

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN. MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN www.kompasiana.com Mantan Kepala Divisi Konstruksi VII PT Adhi Karya Wilayah Bali, NTB, NTT, dan Maluku, Imam Wijaya Santosa, kembali mendapat pengurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Tidak terkecuali terjadi terhadap anak-anak, hal ini disebabkan karena seorang anak masih rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Korupsi di Indonesia sudah merupakan virus flu yang menyebarkan seluruh tubuh pemerintahan sehingga sejak tahun 1980 an langkah-langkah pemberantasannya pun masih tersendat-sendat

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pembuktian Dakwaan Berbentuk Subsidaritas Dengan Sistem Alternatif Dalam Pemeriksaan Perkara Korupsi Bantuan Sosial Di Pengadilan Negeri Pasir Pangaraian Sebelum

Lebih terperinci

Imanunggal Adhi Saputro. Abstrak. Abstract

Imanunggal Adhi Saputro. Abstrak. Abstract ARGUMENTASI PENUNTUT UMUM MENGAJUKAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS PENGADILAN TINGGI SEMARANG DALAM PERKARA PENIPUAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 957 K/Pid/2014) Imanunggal Adhi Saputro Abstrak

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas I. PEMOHON Ir. Samady Singarimbun RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, SH., M., dkk. II.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku yang tidak sesuai dengan norma atau dapat disebut sebagai penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati ternyata menyebabkan terganggunya ketertiban dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ialah pada amandemen ketiga dalam pasal 1 ditambahkan ayat ketiga yang

BAB I PENDAHULUAN. ialah pada amandemen ketiga dalam pasal 1 ditambahkan ayat ketiga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami reformasi dalam hukum setelah orde lama dan orde baru tidak lagi berkuasa, dalam masa setelah orde lama dan orde baru lengser masyarakat indonesia

Lebih terperinci

NARKOTIKA. Abstrak. Abstract. This research defendant committed the criminal actions of narcotics. The purpose of writing this law to know the reasons

NARKOTIKA. Abstrak. Abstract. This research defendant committed the criminal actions of narcotics. The purpose of writing this law to know the reasons NARKOTIKA Abstrak Penulisan hukum ini merupakan kasus narkotika yang dilakukan oleh Abdul Aziz yang dilakukan pada bulan Mei 2011, dimana dalam perbuatannya Terdakwa melakukan tindak pidana narkotika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan dengan tujuan untuk mengatur tatanan masyarakat, dan memberikan perlindungan bagi setiap komponen yang berada dalam masyarakat. Dalam konsideran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang terus berusaha untuk mengadakan pembangunan diberbagai bidang. Pemerintah melakukan usaha pembangunan tersebut dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 ayat (3) Amandemen ke-iv Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara Indonesia adalah negara hukum. Dengan dimasukkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Uang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Selain berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah dalam suatu negara, uang juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu unsur penegak hukum yang diberi tugas dan wewenang melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai Pasal 30 ayat 1(d)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan hukum dan penegakkan hukum yang sah. pembuatan aturan atau ketentuan dalam bentuk perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan hukum dan penegakkan hukum yang sah. pembuatan aturan atau ketentuan dalam bentuk perundang-undangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perlindungan hukum bagi masyarakat Indonesia merupakan kewajiban mutlak dari Bangsa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan Negara Indonesia adalah Negara yang

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Tidak pidana korupsi di Indonesia saat ini menjadi kejahatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Amendemen ke- IV. Sehingga setiap orang harus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Petikan Putusan Nomor 1361 K/Pid.Sus/2012 Berdasarkan pemeriksaan perkara pidana khusus dalam tingkat kasasi Mahkamah Agung telah memutuskan

Lebih terperinci

Dea Arsyandita dan Edy Herdyanto. Abstrak

Dea Arsyandita dan Edy Herdyanto. Abstrak ALASAN PERMOHONAN KASASI PENUNTUT UMUM DAN PERTIMBANGAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM TINDAK PIDANA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN (STUDI PUTUSAN NOMOR: 735 K/ PID.SUS/ 2014) Dea Arsyandita dan Edy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara Hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19945. Salah satu prinsip penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana

Lebih terperinci

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI Disusun Oleh : MICHAEL JACKSON NAKAMNANU NPM : 120510851 Program Studi : Ilmu Hukum Program

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) PERMOHONAN KASASI PENUNTUT UMUM BERDASARKAN JUDEX FACTI SALAH MENERAPKAN HUKUM TERHADAP PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM DALAM PERKARA PENIPUAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR : 1085k/PID/2014)

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara perdata dalam tingkat banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords: Abstrak Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian alasan terpidana pelaku tindak pidana penipuan dalam mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali dengan dasar adanya suatu kehilafaan hakim

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa balinewsnetwork.com Mantan Bupati Jembrana, I Gede Winasa membantah tudingan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut dirinya

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3), menjelaskan dengan tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, negara Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 menegaskan bahwa perekonomian nasional disusun berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,

Lebih terperinci

Abstrak. Abstract. exhibit would be a consideration for the Judex Juris in accepting the cassation.

Abstrak. Abstract. exhibit would be a consideration for the Judex Juris in accepting the cassation. Abstrak Penulisan hukum ini mengkaji permasalahan, yaitu apakah putusan Judex Factie yang tidak mempertimbangkan barang bukti menjadi bahan pertimbangan bagi Judex Juris dalam mengabulkan kasasi. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan, bukan saja dalam skala nasional, tetapi juga regional bahkan global, hal

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor :19 /PIDSUS.K/2012/PT-MDN.

P U T U S A N. Nomor :19 /PIDSUS.K/2012/PT-MDN. P U T U S A N Nomor :19 /PIDSUS.K/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA --------- PENGADILAN TINGGI MEDAN yang mengadili perkara - perkara tindak pidana korupsi dalam peradilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 764/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 764/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 764/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi dapat dipastikan tidak akan pernah berakhir sejalan dengan perkembangan dan

Lebih terperinci

M Zulmi Tafrichan. Abstrak

M Zulmi Tafrichan. Abstrak ARGUMENTASI PENGAJUAN KASASI OLEH PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN JUDEX FACTIE DALAM PERKARA PENGGELAPAN DALAM JABATAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 99 K/PID/2015) M Zulmi Tafrichan Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

P U T U S A N No K / Pid / DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara pidana pada

P U T U S A N No K / Pid / DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara pidana pada 1 P U T U S A N No. 1299 K / Pid / 2004.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara pidana pada tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut : Mahkamah

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 PENAHANAN TERDAKWA OLEH HAKIM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Brando Longkutoy 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan Negara hukum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke IV yang

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M PUTUSAN NOMOR 377 K/PID.SUS/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG memeriksa dan mengadili perkara pidana khusus pada tingkat kasasi memutuskan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN Oleh : Wajihatut Dzikriyah I Ketut Suardita Bagian Peradilan, Fakultas Hukum Program Ekstensi Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOMPOKKAN : (1) Perumusan delik dari Pembuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM PT BANDUNG DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA BERLANJUT (STUDI PUTUSAN NOMOR:42/TIPIKOR/BDG.)

PERTIMBANGAN HAKIM PT BANDUNG DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA BERLANJUT (STUDI PUTUSAN NOMOR:42/TIPIKOR/BDG.) PERTIMBANGAN HAKIM PT BANDUNG DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA BERLANJUT (STUDI PUTUSAN NOMOR:42/TIPIKOR/BDG.) Immanuel Laurence Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian pengajuan

Lebih terperinci

Afrizal Nur Fauzi, Kristiyadi. Abstrak

Afrizal Nur Fauzi, Kristiyadi. Abstrak UPAYA HUKUM KASASI PENUNTUT UMUM ATAS DASAR PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI OLEH PENGADILAN TINGGI DALAM KASUS TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1877/K/PID.SUS/2014) Afrizal

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang mengaturnya, karena hukum merupakan seperangkat aturan yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013 LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan

Lebih terperinci

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI Hakim Cepi Iskandar, pada Jumat 29 Oktober 2017 lalu menjatuhkan putusan yang mengabulkan permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Setya Novanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana bertujuan untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile

Lebih terperinci

Penulisan Hukum. Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum. Penulisan Hukum (Skripsi) TINJAUAN KESALAHAN PENERAPAN HUKUM ACARA PIDANA OLEH HAKIM PENGADILAN NEGERI PAYAKUMBUH SEBAGAI ALASAN KASASI PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA NARKOTIKA (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 49 K/Pid.Sus/2014)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

BAB IV PENUTUP A. Simpulan BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan penjelasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik simpulan seperti berikut : 1. Kesesuaian pengajuan Peninjauan Kembali

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D 101 07 638 ABSTRAK Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan

Lebih terperinci

UPAYA HUKUM BANDING DAN KASASI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Palu) AHMAD YANI / D

UPAYA HUKUM BANDING DAN KASASI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Palu) AHMAD YANI / D UPAYA HUKUM BANDING DAN KASASI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Palu) AHMAD YANI / D 101 10 584 ABSTRAK Upaya pemerintah Indonesia dalam memberantas tindak pidana

Lebih terperinci

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Materi yang Diatur KUHAP RUU KUHAP Undang TPK Undang KPK Catatan Penyelidikan Pasal 1 angka 5, - Pasal 43 ayat (2), Komisi Dalam RUU KUHAP, Penyelidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 amandemen ke-empat, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan kekuasaan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional tersebut

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HAK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM KASASI OLEH PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA PERBUATAN CURANG

TINJAUAN TENTANG HAK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM KASASI OLEH PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA PERBUATAN CURANG TINJAUAN TENTANG HAK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM KASASI OLEH PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA PERBUATAN CURANG (Studi Kasus dalam Putusan Makamah Agung Nomor 21 K/Pid/2012) Dhany Anggar Giri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era Globalisasi dan seiring dengan perkembangan zaman, tindak pidana kekerasan dapat terjadi dimana saja dan kepada siapa saja tanpa terkecuali anak-anak. Padahal

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan I. PEMOHON Barisan Advokat Bersatu (BARADATU) yang didirikan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sistem pemeriksaan hukum acara pidana di peradilan Indonesia mewajibkan kehadiran terdakwa yang telah dipanggil secara sah oleh penuntut umum untuk diperiksa oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum, Indonesia menjujung

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. : Abdul Muchid Bin Achmad Jamaluddin (Alm) Umur/tanggal lahir : 50 tahun/ 05 Maret 1961

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. : Abdul Muchid Bin Achmad Jamaluddin (Alm) Umur/tanggal lahir : 50 tahun/ 05 Maret 1961 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Identitas Terdakwa A. Hasil Penelitian Nama : Abdul Muchid Bin Achmad Jamaluddin (Alm) Umur/tanggal lahir : 50 tahun/ 05 Maret 1961 Jenis kelamin : Laki-laki

Lebih terperinci

Abstrak. Kata Kunci: narkotika, kasasi, pertimbangan hakim ABSTRACT

Abstrak. Kata Kunci: narkotika, kasasi, pertimbangan hakim ABSTRACT Abstrak Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui apakah kesalahan penerapan hukum oleh Pengadilan Tinggi Yogyakarta sebagai alasan kasasi penuntut umum Kejaksaan Negeri Sleman dalam perkara narkotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi merupakan proses semakin terbukanya kemungkinan interaksi ekonomi, politik, sosial, dan ideologi antar manusia sebagai individu maupun kelompok,

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Adardam Achyar, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Agustus 2014.

KUASA HUKUM Adardam Achyar, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Agustus 2014. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 77/PUU-XII/2014 Kewenangan Penyidikan, Penuntutan dan Penyitaan Harta Kekayaan dari Tindak Pidana Pencucian Uang I. PEMOHON Dr. M. Akil Mochtar, S.H., M.H.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Upaya Hukum Maksud dari upaya hukum dijelaskan dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP. Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak

Lebih terperinci

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp TAMBAHAN BERITA NEGARA RI MA. Uang Pengganti. Tipikor. Pidana Tambahan. PENJELASAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) ALASAN PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM JUDEX FACTIE SALAH MENERAPKAN HUKUM TIDAK MEMPERTIMBANGKAN UNSUR PASAL PENGANIAYAAN YANG MENYEBABKAN MATINYA ORANG ( Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 791 K/PID/2014

Lebih terperinci

MOTTO PEMBERANTASAN KORUPSI HARUS DIMULAI DARI DIRI SENDIRI *

MOTTO PEMBERANTASAN KORUPSI HARUS DIMULAI DARI DIRI SENDIRI * SKRIPSI ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA (PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO 1766 K/PID/2005) Juridical Analysis of Acquittal in a Criminal Act of Corruption

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006 I. PEMOHON/KUASA Ir Dawud Djatmiko II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Lebih terperinci