HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Pendekatan Data Cross Section Nilai Ekonomi Aktual (Net Benefit Income Approach) Ekosistem terumbu karang mempunyai nilai ekonomi yang didasarkan atas perhitungan manfaat dan biaya pemanfaatan. Berdasarkan tipologi nilai ekonomi total ekosistem ini mempunyai nilai manfaat langsung dan tidak langsung. Manfaat langsung yang dapat dinilai dari keberadaan ekosistem terumbu karang adalah perikanan karang. Jumlah panenan ikan, kerang dan kepiting dari terumbu karang secara lestari di seluruh dunia dapat mencapai 9 juta ton atau sedikitnya 12 % dari jumlah tangkapan perikanan dunia. Sedangkan manfaat tidak langsung diantaranya sebagai jasa ekologis (ecological services) seperti kemampuan menyerap karbon, penahan gelombang. Penelitian ini membatasi estimasi hanya pada manfaat langsung yang berdasarkan kepada produktivitas ekosistem terumbu karang yang mempunya nilai pasar (market base) yaitu ikan karang. Berdasarkan hasil survey pemanfaatan ekosistem terumbu karang di Pulau Ternate hanya memanfaatkan ikan karang. Ekstraksi terhadap terumbu karang langsung tidak terjadi seperti pengambilan karang baik untuk bahan bangunan maupun untuk aquariun laut. Industri ikan hias di Ternate tidak berkembang seperti di daerah lainnya padahal keanekaragaman ikan hiasnya cukup tinggi. Umumnya nelayan Ternate hanya mengambil ikan konsumsi yang laku di pasar lokal. Selama masa survey tidak ditemukan nelayan yang menggunakan bahan peledak dan bius. Menurut Keterangan nelayan di Pulau Ternate hanya sewaktu-waktu melakukan penangkapan ikan dengan bahan peledak jika telah dirasakan bahwa hasil tangkapan menurun. Selain itu Kebiasaaan melakukan peledakan juga tidak oleh semua nelayan. Kebanyakan oleh nelayan pendatang dari daerah Sangir Talaut dan Buton yang tidak berdomisili di Ternate. Mereka datang menangkap ikan kemudian melakukan peledakan dan pergi. Bahkan pernah nelayan Filipina memasuki perairan Ternate dan melakukan peledakan. Rata-rata nelayan Pulau Ternate menangkap ikan karang menggunakan pancing (hand line). Dalam satu trip penangkapan biasanya hanya satu orang nelayan. Penangkapan dilakukan sepanjang musim dan bersifat one day fishing. Banyaknya trip

2 yang dilakukan oleh nelayan di Pulau Ternate dalam satu bulan sekitar hari. Rata-rata perolehan ikan karang dalam satu trip sekitar 2-4 ekor/jenis. Tabel dibawah merupakan identifikasi perolehan ikan karang konsumsi yang dominan di perairan terumbu karang Pulau Ternate. Tabel 19. Rincian Estimasi Penerimaan Ikan Karang Nelayan Pancing di Pulau Ternate No Jenis Ikan Perolehan/trip (ekor) Jml trip/tahun Total Tangkapan/tahun (ekor) 1 Ekor kuning 4,49 174,18 782,41 2 Kuwe 2,60 174,18 452,34 3 Bambangan 2,48 174,18 431,44 4 Kakap 3,45 174,18 600,92 5 Lencam 2,12 174,18 369,26 6 Baronang 2, ,18 428,83 7 Bijinangka 2,39 174,18 415,94 8 Kerapu 1,71 174,18 297,85 Total 21, , 99 Sumber : Data primer diolah (2005) Proporsi hasil tangkapan ikan karang dalam satu trip dapat dilihat pada Gambar 3. Rata-rata tangkapan ikan karang per trip (ekor) Baronang, 2.46 Bijinangka, 2.39, Ekor kuning, 4.49 kerapu, 1.71 Kakap, 3.45 Lencam, 2.12 Bambangan, 2.48 Kuwe, 2.6 Gambar 3. Proporsi Rata-Rata Tangkapan Ikan Karang Per Trip Nelayan Pancing Di Pulau Ternate Dengan rata- rata tangkapan setahun sebanyak 3.778, 99 ekor dimana rata-rata beratkan karang per ekor adalah kg, maka estimasi rata-rata tangkapan pertahun ikan karang nelayan di Pulau Ternate sekitar 3,778 ton atau kurang lebih 4 ton. Dengan luas terumbu karang 1,11 ha maka produksi pertahun ikan karang adalah

3 0.04 ton per km 2 per tahun. Jika dibandingkan dengan rata-rata tangkapan ikan karang nelayan di Filipina yang bisa mencapai 15,6 ton/km 2 /tahun walau bervariasi mulai dari 3 ton/km 2 /tahun sampai dengan 37 ton/m 2 /tahun (White dan Cruz-Trinidad, 1998) hasil tangkapan nelayan Ternate sangat rendah. Sesuai dengan penjelasan McAllister ( 1998 ) bahwa perkiraan produksi perikanan tergantung pada kondisi terumbu karang, kualitas pemanfaatan dan pengelolaan oleh masyarakat di sekitarnya. Terumbu karang dalam kondisi yang sangat baik mampu menghasilkan sekitar 18 ton/km 2 /tahun, terumbu karang dalam kondisi baik mampu menghasilkan 13 ton/km 2 /tahun, dan terumbu karang dalam kondisi yang cukup baik mampu menghasilkan 8 ton/km 2 /tahun, dibawah 8 ton /km 2 /tahun merupakan produksi pada kondisi buruk. Dengan harga jual ikan karang yang cukup beragam mulai dari Rp sampai dengan Rp maka pendapatan bersih nelayan dalam satu trip rata-rata Rp ,00 Tabel 20. Rincian estimasi Manfaat Bersih Nelayan Pancing Di Pulau Ternate. Klasifikasi Rupiah (Rp) Penerimaan ,91 Biaya ,78 Pendapatan ,39 Dengan estimasi dari pendapatan bersih nelayan maka nilai ekosistem terumbu karang sebagai faktor input bagi produktivitas tangkapan yang menjadi produk akhir bagi masyarakat dapat dikuantifikasi secara moneter. Berdasarkan data survey jumlah nelayan pancing ikan dasar di Pulau Ternate sebanyak 729 orang. Tabel 21. Nilai Estimasi Ekonomi Aktual Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau Ternate Klasifikasi Unit Jumlah Pendapatan bersih Rupiah ,39 Jumlah Nelayan Orang 729 Luas Hektar 1,11 Nilai Aktual Rupiah ,00 Nilai Aktual Per Hektar Rupiah ,49

4 Nilai Ekonomi Aktual Ekosistem Terumbu Karang Pulau Ternate Nilai Ekonomi (Ha) Luas (Ha) 1.11 Gambar 4. Nilai Ekonomi Aktual Ekosistem terumbu Karang di Pulau Terna te Total manfaat bersih diperoleh per nelayan pancing ikan dasar di Pulau Ternate sebesar Rp ,39. Dengan demikian nilai ekonomi aktual ekosistem terumbu karang sebesar Rp ,00 atau Rp ,49 ha. Nilai Manfaat Sekarang A.Present Value Benefit Generate Per Hektare Model- Income Approach Dengan mendiscount aliran bersih dari manfaat terumbu karang yang diambil sebagai indikator nilai sekarang (present value) kemudian membagi total present value dari produksi terumbu karang dengan luasan terumbu karang, maka dapat diperoleh nilai perhektar terumbu karang. Hasil disarikan pada Tabel.22. Tabel 22. Nilai Estimasi Manfaat Sekarang (Present Value Benefit) Ekosistem Terumbu Karang Pulau Ternate Klasifikasi unit Jumlah Luas terumbu karang Hektar 1,11 Present Value benefit Rupiah 384,542, Present Value benefit Per Hektar Rupiah 347,687, Tabel 22. diatas menunjukkan bahwa nilai manfaat sekarang dari terumbu karang di Pulau Ternate sebesar Rp 384,542, atau sebesar 347,687, per hektar. Nilai Manfaat Ekonomi Sekarang (Present Value Residual Rent Generate Per Hektare Model -Income Approach) Residual rent merupakan perbedaan antara biaya faktor produksi dan nilai ektraksi dari sumbe rdaya. Dimana residual rent dapat dilihat sebagai kontribusi sistem

5 alam atau pendapatan bersih terhadap nilai ekonomi total. Hasil yang diperoleh dapat disarikan pada Tabel. 23 dibawah. Tabel 23. Nilai Estimasi Present Value Residual rent dari Ekosistem terumbu karang di Pulau Ternate Klasifikasi unit Jumlah Luasan terumbu karang Hektar 1,11 Present Value residual rent Rupiah 239,081, Present Value residual rent Per Hektar Rupiah 216,167, Dari tabel diatas Present Value Residual Rent diperoleh sebesar Rp 239,081, Dengan luasan terumbu karang 1,11 Ha atau present value residual rent per hektar sebesar Rp 216,167, Gambar 5. Perbandingan antara PV Benefit dan PV Residual Rent Terumbu Karang di Pulau Ternate PV Benefit dan PV Residual Rent PV Benefit PV Residual Rent PV Benefit Luas Terumbu Karang (Ha) PV Residual Rent Present value residual rent per hektar lebih rendah dari present value benefit karena present value residual rent merupakan pendekatan dengan menghitung biaya yang dikeluarkan baik dari faktor produksi maupu biaya dari faktor tenaga kerja. Analisis Sensitivitas Net Present Value (NPV) Dalam menghitung net present value dari suatu investasi perlu dikaji hal hal yang akan terjadi jika analisis net present value mengalami kesalahan atau perubahan pada satu atau beberapa faktor sehingga mempengaruhi dalam perhitungan biaya atau manfaat. Dalam menghitung nilai ekosistem terumbu karang (Net Present Value) juga diperlukan analisis sensitivitas karena ada hal mendasar yang mempengaruhi nilai NPV

6 yaitu luasan tutupan terumbu karang (live coral coverage). Luas terumbu karang ini akan mempengaruhi hasil produksi perikanan karang karena fungsi ekosistem terumbu karang sebagai tempat mencari makan, tempat pengasuhan, tempat berpijah sebagian besar ikan karang sehingga jika habitat ikan karang ini dalam kondisi baik maka output yang dihasilkan juga dalam kualitas yang baik. Pemanfaatan ekosistem terumbu karang oleh nelayan di Pulau Ternate selama ini dengan cara cara yang destruktif sehingga luasan tutupan terumbu karang mengalami degradasi. Dari olah data citra satelit lansat ETM 7 tahun 2004 maka berhasil dianalisa bahwa ekosistem terumbu karang di Pulau Ternate mengalami degradasi dalam waktu 10 tahun seluas 1,793 ha atau sebesar 61,84 %.dari total luasan yang terhitung. Secara langsung penyusutan luasan ini akan berakibat pada penurunan nilai estimasi dari fungsi dan manfaat ekosistem ini. Indikator yang mudah untuk dilihat adalah berkurangnya keuntunganekonomis dan keuntungan ekologis dari ekosistem terumbu karang tersebut. Dengan melihat pola pemanfaaatan yang destruktif selama 10 tahun maka luasan terumbu karang di Pulau Ternate diasumsikan akan terus mengalami penurunan. Analisis sensitivitas terhadap perubahan luasan terumbu karang dilakukan dengan mengasumsikan produksi akan berkurang jika luasan terumbu karang juga berkurang demikian juga sebaliknya. Analisis sensitivitas net present value dengan asumsi perubahan produksi berkurang sebesar 25 % jika masyarakat Pulau Ternate tetap melakukan aktivitas pemanfaatan ekosistem terumbu karang dengan pola yang sama dengan saat sekarang (tahun 2005). Tabel 24. Nilai Estimasi Analisis Sensitivitas NPV Dengan Asumsi Produksi Berkurang 25 % Menggunakan Pola Pemanfaatan Destruktif No Uraian Saat ini Analisis Sensitivitas 1 Net Present value per Hektar 347,687, ,98 2 Present value Residual rent per Hektar 216,167, ,31

7 Net present value per hektar mengalami penururnan sebesar Rp 85,110, demikian juga dengan NPV Residual Rent mengalami penurunan sebesar RP 86,418, Tabel 25. Nilai Estimasi Analisis Sensitivitas NPV Dengan Asumsi Produksi Bertambah 25 % Menggunakan Pola Pemanfaatan dengan Pengaturan No Uraian Nilai (Rp ) 1 Net Present value per Hektar ,80 2 Present value Residual rent per Hektar ,01 Demikian pula bila digunakan pola pemanfaatan ekosistem terumbu karang dengan pengaturan sehingga luas tutupan terumbu karang menjadi bertambah. Karena luasan terumbu karang bertambah maka diasumsikan terjadi peningkatan hasil produksi perikanan karang sebesar 25%. Pola pemanfaatan ekosistem terumbu karang dengan ramah lingkungan merupakan tindakan yang harus dilaksanakan oleh stakeholders di Pulau Ternate. Hal ini penting ditekankan karena sumberdaya yang dikelola bersifat open acces sehingga kemungkinan perilaku dalam pemanfaatan serta keputusan pengalokasian sumberdaya merupakan status kepemilikan (property right). Oleh sebab itu perlu adanya suatu peraturan atau regulasi yang mengikat setiap pemanfaat dengan syarat bahwa tidak ada biaya transaksi yang terjadi untuk mentaati peraturan tersebut. Jika dalam pelaksanaannya terjadi biaya transaksi maka net present value dari ekosistem terumbu karang akan terus menurun.

8 Tabel. 26. Rincian tindakan dan penanganan yang harus dilakukan oleh seluruh stakeholders yang memanfaatkan ekosistem terumbu karang Tindakan Penanganan Tidak menggunakan Bahan Peledak Tidak menggunakan trawl Tidak meletakkan Bubu pada area terumbu karang Perlu membuat peraturan lokal yang melarang penggunaan bahan peledak dalam menangkap ikan.walaupun peraturan tersebut sudah ada di tingkat nasional Membuat peraturan melarang penggunaan alat tangkap ikan dengan trawl di sekitar terumbu karang. Membuat peraturan mengatur penggunaan dan peletakan diarea terumbuk karang. Jangkar Membuat peraturan melarang perahu membuang jangkar di area terumbu karang Tidak menggunakan jaring dasar di area terumbu karang Penambangan batu karang Membuat peraturan yangmelarang pelemparan jaring dasar di area terumbu karang Membuat peraturan melarang pengambilan batu karang dijadikan bahan bangunan. Berjalan diatas karang Melarang berjalan/menginjakkan kaki di atas terumbu karang Tidak Sandar kapal motor di perairan dangkal Alat pendorong perahu (Kayu, Bambu dan lain-lain) Memberikan tanda-tanda diwila yah terumbu karang yang dangkal agar para pengemudi perahu dapat melihat wilayah mana yang tidak dapat dilalui karena ditumbuhi karang Membuat jalur masuk perahu pada wilayah terumbu karang, sehingga penggunaan kayu mendorong perahu tidak dipergunakan lagi. Tidak mengambil sebagai cindera mata Membuat peraturan melarang pengambilan terumbu karang dijadikan hiasan,menghapus kuota untuk ekspor terumbu karang hias.

9 Dari analisis sensitivitas yang dilakukan berdasarkan faktor endogen maka perbandingan net present value dapat diuraikan pada gamabar 6. dibawah. Gambar 6. Grafik Analisis Sensitivitas Estimasi Net Present Value (NPV) Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau Ternate 500,000, ,000, ,000, ,000, ,000, Saat ini Dengan Tanpa Pengaturan Pengaturan NPV Residual Rent Selain berdasarkan faktor endogen, maka analisis sensitivitas berdasarkan faktor eksogen juga perlu dilakukan. Pada saat penelitian ini dilaksanakan terjadi kenaikan biaya angkut produksi dari desa nelayan ke pusat kota Ternate. Kenaikan biaya angkut sebesar 50 %. Tabel 27. Perbandingan Net Present Value Dengan Perubahan Biaya Angkut No Uraian Nilai (Rp ) 1 NPV per hektare sebelum kenaikan biaya angkut ,09 2 Present value residual rent per Hektare sebelum kenaikan ,77 biaya angkut 3 NPV per hektare sesudah kenaikan biaya angkut ,73 4 Present value residual rent per Hektare sesudah kenaikan biaya angkut ,65 Dari tabel perbandingan nilai estimasi Net Present Value diatas maka dengan kenaikan biaya angkut tersebut, terjadi penurunan pendapatan nelayan sebesar Rp ,1 per hektar.

10 Keterkaitan Ikan Karang Dengan Karang Hidup Dalam menganalisis nilai ekonomi manfaat dari ekosistem terumbu karang perlu dilakukan analisis keterkaitan antara produksi perikanan karang dengan karang hidup sebagai habitatnya. Sebagai indikasi yaitu kondisi karang hidup mencakup diantaranya adalah luasan, dan kesehatan karang. Kesehatan karang dapat diindikasikan dengan tutupan hidup (living coverage) karang batu. Dari laporan team Bakosurtanal yang melakukan survey identifikasi sumberdaya pesisir dan laut di Pulau Ternate pada bulan Juni 2005 hasilnya adalah luasan terumbu karang hanya tinggal 1,13 Ha, dimana dibeberapa lokasi stasiun penga matan terjadi kerusakan terutama karang batu. Hal demikian terjadi baik dibagian selatan maupun utara Pulau Ternate. Tutupan karang batu di stasiun Kastela (bagian Selatan Pulau Ternate) dalam kondisi rusak dengan persentase tutupan karang batu hidup sebesar 21,00 %. Demikian juga dengan kondisi karang batu yang berada di bagian Utara Pulau Ternate. Berdasarkan dari laporan penelitian Hirto (2005) bahwa kondisi karang batu di Perairan Gamalama ditemukan dalam keadaan rusak dengan persentase tutupan sebesar 23 %. Dari kelima stasiun yang diamati 3 stasiun kondisi karangnya dalam keadaan rusak yaitu di stasiun Kastela, Salero dan Gamalama. Hanya di stasiun Sulamadaha dan Takome yang kondisi karangnya dalam keadaan baik dan sangat baik.. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh posisi stasiun pengamatan. Dimana stasiun Takome berada jauh dari area pemukiman penduduk sedangkan stasiun Sulamadaha yang berada di desa Sulamadaha yang merupakan area wisata di Kepulauan Ternate. Sedangkan pada ketiga lokasi stasiun yang kondisi karang batunya dalam keadaan rusak merupakan area terbuka. Selain itu pada ketiga area terumbu karang yang rusak juga ditemukan pecahan pecahan botol yang digunakan nelayan setempat sebagai wadah bom rakitan untuk menangkap ikan karang. Dari kelima stasiun penelitian diatas maka kondisi rata-rata karang batu di Kepulauan Ternate dalam keadaan rusak, dengan persentase rata-rata tutupan karang batu hidup sebesar 33,7 %. Adanya kerusakan terumbu karang berdasarkan hasil survey disebabkan oleh praktek penangkapan ikan secara destruktif dengan bahan peledak dan bius, alat

11 transportasi seperti pelemparan jangkar, kegiatan pariwisata laut, pemasangan perangkap bubu. Kerusakan terumbu karang juga tidak terhindar dari gangguan yang bersifat biologis seperti pemutihan ( bleaching). Pemutihan ini bisa disebabkan oleh pemangsaan bintang laut (Acanthaster plancii) dan bleacing sebagai akibat peningkatan suhu air laut yang ekstrim. Tabel 28. Rekapitulasi Persentase Sebaran Tutupan Karang Di Pulau Ternate Jenis Karang Stasiun Pengamatan Nama sulamadaha Takome Kastela Salero Gamalama Hard coral Soft Coral Other fauna Abiotic Sumber : Data Bakosurtanal dan Hirto,(2005), PKSPL Unkhair (2006) Luasan tutupan karang batu diterima sebagai petunjuk yang berarti bagi kondisi karang. Gomez dan Yap (1984) menjelaskan tingginya tutupan karang batu merupakan petunjuk dari karang yang sehat selain diikuti oleh kondisi keragaman jenis karang batu. Pada kelima stasiun tersebut koloni karang batu umumnya didominasi oleh pertumbuhan karang bercabang (Branching Corals) dari marga Goniopora dan Porites dan karang daun Folious Corals dari marga Montipora. Dari hasil penelitian juga ditemukan secara umum 3-4 marga dengan 24 jenis karang batu. Jumlah ini cukup rendah jika dibandingkan dengan area karang yang dijumpai di wilayah Timur Indonesia, khususnya di Pulau Watubela Maluku, dimana marga karang batu dijumpai sekitar (Edrus, 2004). Sedangkan Kondisi karang batu di pulau pulau kecil yang berada disekitar pulau Ternate dalam kadaan baik. Di stasiun Pulau Hiri kondisi karang batu hidup dalam keadaan sangat baik dengan persentase tutupan sebesar 82,60 % sedangkan di Pulau Maitara kondisi karang batu hidup juga dalam kondisi baik dengan persentase tutupan sebesar 77,40 %.

12 Tabel. 29 Rekapitulasi Keanekaragaman Dan Kelimpahan Ikan Karang Konsumsi Masyarakat Di Pulau Ternate Jenis ikan karang St.Sula madaha St.Takome St.Kastela St.Sale ro St.Gamalama? Baronang Kerapu Lencam Kakak tua Bambangan Kue ekor kuning Bijinangka Sumber:Data Bakosurtanal (2005),Hirto (2005). Kondisi tutupan karang batu hidup di Pulau Ternate ini berkorelasi dengan kelimpahan dan keanekaragaman pada ikan karang konsumsi. Dimana pada kondisi tutupan karang hidupnya baik, maka kelimpahan ikan karang konsumsi juga tinggi. Hal ini dapat dilhat pada stasiun Sulamadaha dengan kondisi karang baik maka kelimpahan ikan karangnya juga tinggi. Gambar 7. Kurva Interaksi Antara Persentase Tutupan Karang Hidup Dengan Kelimpahan Ikan Karang Konsumsi Interaksi antara persentase tutupan karang hidup dengan kelimpahan ikan karang konsumsi di Pulau Ternate Kelimpahan % 60% 28.00% 23% 21% Persentase tutupan karang hidup

13 Demikian juga dengan keanekaragaman ikan karang konsumsi di masing masing stasiun. Dari 8 jenis ikan karang yang umum dikonsumsi oleh masyarakat ratarata hanya mencakup 5 jenis. Hanya satu stasiun yang keanekaragamannya cukup baik yaitu stasiun Sulamadaha dengan mencakup 7 jenis ikan karang konsumsi. Gambar 8. Interakasi Antara Persentase Tutupan Karang Hidup Dengan Keanekaragaman Ikan Karang Konsumsi Di Pulau Ternate Interaksi antara persentase tutupan karang hidup dengan keanekaragaman ikan karang konsumsi di Pulau Ternate Keanekaragaman Persentase tutupan karang hidup Robertson dan Gaines (1986) dalam Westmacott et al.(2000) menjelaskan bahwa interaksi antara ikan karang dengan habitatnya yaitu karang hidup dapat terjadi dalam 3 bentuk. Pertama, hubungan yang terjadi secara langsung dengan karang hidup sebagai tempat perlindungan terutama ikan- ikan yang berukuran kecil. Kedua, hubungan yang menyangkut interaksi makan memakan antara ikan karang dan biota sesil yang berasosiasi dengannya. Ketiga, hubungan yang melibatkan keseluruhan struktur ekosistem dan pola makan pemakan plankton dan karnifor yang berasosiasi dengan karang. Hubungan diatas secara tidak langsung menjelaskan manfaat terumbu karang sebagai feeding ground ikan karang. Fungsi ini akan berjalan bila kesehatan terumbu dalam kondisi terjaga. Menurut Pet-Soede (2000) ada beberapa faktor yang memberikan sumbangan terhadap komposisi komunitas ikan di ekosistem karang yang kesemuanya berhubungan dengan struktur fisik dan kompleksitas karang tersebut. Pertama, pada karang sehat keragaman dan kuantitas makanan adalah tinggi dan ini berdampak positif langsung pada keragaman dan kelimpahan ikan. Berbeda halnya jika kondisi karang tidak sehat dimana karang mati akan cepat ditumbuhi oleh alga secara berlebihan. Kemudian alga dimakan oleh herbivora seperti ikan kakatua (parrotfish, Scarus spp.), dan populasi jenis-jenis ini

14 dapat meningkat. Pemakanan dalam jumlah besar oleh jenis-jenis ini terkadang merusak struktur karang yang menyebabkan erosi kerangka karang. Tetapi mereka juga membatasi pertumbuhan alga. Meningkatnya populasi ikan yang kurang bernilai komersial ini merupakan kerugian ekonomis bagi nelayan ikan karang. Kedua, karang menyediakan lingkungan yang tepat untuk kegiatan reproduksi dan penempatan larva ikan dan ini akan turut menentukan struktur komunitas ikan dewasa nantinya (Medley et al., 1983; Eckert, 1987; Lewis,1987diacu dalam Westmacott et al., (2000) Menurut Eggleston, (1995) dalam Westmacott et al. (2000) kondisi karang yang terstruktur kompleks dan sehat akan memaksimalkan jumlah keragaman dan kuantitas ruangan guna kesuksesan reproduksi. Akhirnya, karang menyediakan naungan dan perlindungan dari para predator, khususnya bagi ikan berjenis kecil dan ini mempengaruhi pola kelangsungan hidup dan kelimpahannya saat dewasa. Secara garis besar kondisi karang sehat berdampak positif bagi ketiga faktor tersebut (makanan, reproduksi dan naungan) dan imbalannya adalah peningkatan keragaman dan kelimpahan ikan. Gambar 9. Mata Rantai Karang Sehat dengan Keanekagaman Dan Kelimpahan Ikan Ketersediaaan pangan Kesehatan Karang lingkungan yang tepat untuk Keragaman&kuantitas Sumber: (Westmacott et al. 2000) reproduksi &peletakan larva Melindungi dari pemangsa Untuk Melihat adanya hubungan fungsional antara variabel variabel diatas dimana karang hidup sebagai variabel bebas atau prediktor sedangkan ikan karang konsumsi sebagai variabel tak bebas atau sebagai respon maka dengan meregresikan data persentase tutupan karang batu dan jumlah taksa ikan karang, hasilnya dapat memberikan petunjuk adanya interaksi antara karang hidup dengan ikan karang konsumsi. Jenis ikan yang diregresikan adalah jenis ikan karang konsumsi yang biasa ditangkap oleh nelayan. Rumus Regresi : Y= a + ßX Y = Jumlah individu ikan karang konsumsi a = Intercep ß= Konstanta ikan

15 X = persentase tutupan karang hidup (hard coral) (%) Untuk melihat keeratan hubungan ikan karang dengan substratnya yaitu karang hidup maka total ikan karang konsumsi diregresikan dengan tutupan karang batu. Tabel 30. Hasil Regresi Antara Ikan Karang Konsumsi Dengan Karang Hidup Peubah tak bebas (Y) Peubah bebas (X) Intercep(a) Paramaeter(ß) R-square(%) Ikan Karang Konsumsi Karang Hidup ,7 52,7 Nilai R- square merupakan indikasi terdapat atau tidaknya interaksi antara dua peubah. Dengan hasil regresi tersebut dapat dijelaskan bahwa secara keseluruhan terdapat keterkaitan antara ikan karang konsumsi dengan kondisi karang hidup. Tanda posistif dari variabel bebas sebesar 18,7 berarti bahwa variabel bebas (independent variable) berpengaruh searah terhadap variabel tergantung (dependent variable) artinya jika kondisi tutupan karang batunya dalam keadaan baik maka kelimpahan dan keragaman ikan karang konsumsi juga tinggi. Hal ini terjadi pada stasiun Sulamadaha, dengan kondisi karang batu yang baik maka keanekaragaman dan kelimpahan produksi ikan karang cukup tinggi dibandingkan dengan ketiga stasiun yang kondisi terumbu karangnya dalam kategori rusak. Hasil regresi masing masing spesies ikan konsumsi tidak semuanya menunjukkan adanya hubungan keeratan. Hanya ikan baronang dan ikan kakaktua saja yang menunjukkan adanya hubungan yang erat antara tutupan karang hidup dengan kelimpahan dan keanekaragaman ikan karang konsumsi. Tabel 31.Hasil Regresi Masing Masing Ikan Karang Konsumsi Dengan Tutupan Karang Hidup Dimasing Masing Stasiun Pengamatan Peubah tak bebas Peubah Bebas Intercep Parameter R-square Baronang Karang hidup ,0 84,7 Kerapu karang hidup -83 7,57 23,9 Ekor kuning karang hidup 98,9-1,06 19,6 Bijinangka karang hidup 25,0-0,171 6,3 Ikan merah karang hidup 75,2-0,22 0,6 Lencam karang hidup 2,30 0,031 1,6 Ikan kuwe karang hidup 11,23-0,0088 5,2 Kakatua karang hidup -14,8 0,535 83,98

16 Demikian juga dengan tanda dari variabel bebas bahwa untuk ikan baronang dan ikan kakatua menunjukkan arah yang positif yang berarti bahwa variabel bebas yaitu karang hidup berpengaruh searah terhadap variabel tergantung (ikan karang) Pendekatan Data Time series Pendugaan nilai manfaat langsung terumbu karang didekati dengan data time series. Dari data statistik perikanan karang Pulau Ternate selama kurun waktu 10 tahun terjadi fluktuasi yang signifikan. Banyak hal yang menjadi penyebabterjadinya fluktuasi ini diantara adalah perubahan status wilayah dari Kabupaten Maluku Utara menjadi Provinsi Maluku Utara sehingga dalam melakukan pencatatan data menjadi kurang terorganisir. Kemudian adanya dampak dari kerusuhan sosial mengakibatkan pada tahun banyak nelayan yang meninggalkan (eksodus) Pulau Ternate. Produksi baru kembali mengalami kenaikan setelah tahun 2002 dengan tambaha n nelayan eksodus dari Pulau Halmahera dan sekitarnya. Pergantian tenaga kerja yang cukup tinggi dalam wilayah perikanan ini berimbas pada turun naiknya hasil produksi. Disamping jumlah nelayan yang berkurang, penyebab turunnya produksi juga dipengaruhi oleh makin memburuknya kualitas terumbu karang. Fungsi terumbu karang merupakan input bagi perikanan karang, jika terjadi gangguan pada aliran manfaat ekosistem ini, secara langsung akan berakibat pada penurunan output dari ekosistem ini. Produksi perikanan karang Pulau Ternate selama 10 tahun mengalami penurunan yang signifikan. Gambar 10. Rekapitulasi Produksi Perikanan Karang Pulau Ternate tahun Perikanan Karang PulauTernate Produksi (TON) Tahun

17 Tabel 32. Perbandingan Produktivitas Terumbu Karang dengan Luasan Terumbu karang dari tahun No Uraian Produksi ikan karang (ton) Luasan Terumbu Karang (hektar) 2,89 1,11 Sumber : Data sekunder diolah, 2005 Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa produksi perikanan tahun 1995 sebanyak ton, dengan luasan terumbu karang 2.89 Ha. Kemudian pada tahun 2004 produksi perikanan mengalami penurunan menjadi ton sedangkan kondisi luasan terumbu karang berkurang menjadi 1.12 Ha. Produksi ikan karang sebesar 203,14 ton.selain dipengaruhi oleh luasan terumbu karang produksi juga dipengaruhi oleh effort (usaha) dari nelayan. Tingginya pergantian tenaga kerja dalam wilayah perikanan turut mempengaruhi penurunan produksi selain adanya masalah sosial dimasyarakat pada tahun Dengan menggunakan data luasan terumbu karang,data produksi time series, data trip nelayan pancing selama 10 tahun maka produksi perikanan karang Pulau Ternate tahun 2005 dapat diestimasi berdasarkan model pendugaan hubungan antara jumlah produksi ikan karang (Ct) dengan jumlah upaya tangkap (effort) dan luasan terumbu karang (Lt) dengan model parametrik dibawah ini. C2005 = ß 0 + ß 1 Ln (L i, t--1 )E t + ß 2 Ln (L i, t 1 ) E 2 t ++ ß 3 C i,t-1 Dari hasil regresi parametri diatas, maka diperoleh estimasi hasil tangkapan ikan karang Pulau Ternate tahun 2005 sebesar 544,592 Ton. Produksi dugaan tahun 2005 ini menurun jika dibandingkan dengan produksi tahun 2004 sebesar 682,64 Ton ( Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara, 2005). Nilai Kehilangan Manfaat Langs ung Terumbu Karang ( Benefit Lost) Kawasan terumbu karang yang berfungsi sebagai daerah pemijahan, daerah pengasuhan dan daerah mencari makan bagi ikan karang dan biota laut lainnya yang berasosiasi dengannya, maka luasan terumbu karang menjadi input bagi produktivitas

18 hasil tangkapan ikan karang sehingga jika terjadi perubahan. kawasan terumbu karang akan mempengaruhi aliran nilai manfaat dari kawasan terumbu karang tersebut. Perubahan nilai ekosistem terumbu karang yang terkait dengan jumlah hasil tangkapan ikan karang dapat dikuantifikasi dengan uang. Dari Analisis citra satelit ETM LAPAN untuk tahun 1995 dan 2004 maka selama 10 tahun terjadi degradasi luasan terumbu karang di Pulau Ternate seluas 1,793 Ha, yang berarti juga kehilangan manfaat langsung dari kawasan terumbu karang. Tabel 33. Proporsi luasan terumbu karang tahun 1995 dan Uraian Tahun 1995 (Ha) 2004 (Ha)? Luas ( )(Ha) (%) Luas tutupan terumbu karang 2,899 1,11 1,793 61,84 Gambar 11. Estimasi Degradasi Luasan Terumbu Karang Pulau Ternate Dari tahun Luasan (Ha) Tahun Ekosistem terumbu karang dalam konteksnya sebagai fungsi dari harga ikan karang dan perubahan luasan terumbu karang sehingga dengan mengumpulkan data harga (P), jumlah upaya tangkap (E) dan perubahan luasan terumbu karang (?L),dapat diduga nilai kehilangan manfaat langsung selama 10 tahun dari ekosistem terumbu karang di Pulau Ternate.

19 Tabel 34. Kehilangan Nilai Manfaat Terumbu Karang Dari Tahun No Uraian (Ha dan Rp) Tahun 1995 Tahun Luasan terumbu karang Nilai manfaat terumbu karang Nilai manfaat Hilang Nilai Manfaat Hilang per hektar 2, , , , , ,00 Nilai Manfaat Ekonomi Tahun nilai manfaat ekonomi antara tahun 1995 dan 2004 Gam bar 12. Perba nding an Kehilangan kawasan terumbu karang seluas 1,793 ha selama 10 tahun telah menyebabkan kehilangan aliran manfaat langsung ekosistem terumbu karang sebesar Rp ,00 yang berarti juga kehilangan pendapatan (lost income) bagi nelayan pancing Pulau Ternate sebesar Rp ,00 perhektar terumbu karang.. Cesar (1996) memperkirakan bahwa Terumbu karang yang rusak akibat penangkapan dengan racun dan bahan peledak atau kegiatan pengambilan destruktif sehingga kondisi rusak/hancur sebesar 50% hanya akan menghasilkan US Dollar/km 2 /tahun, sedangkan area terumbu karang dengan kondisi rusak sebesar 75% rusak hanya menghasilkan sekitar US Dollar /km 2 /tahun. Jika dianalogkan dengan kondisi terumbu karang di Ternate maka kerusakan sebesar 33,7 % berdampak pada kerugian ekonomis yang setara dengan US Dollar /km 2 /tahun. Menilik kerugian ekonomi yang begitu besar akibat pemanfaatan yang tidak memperhatikan daya dukung dan kelestariannya maka upaya untuk menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang di Ternate khususnya dan di Indonesia pada saat ini adalah suatu hal yang sangat mendesak untuk dilaksanakan.

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Metode Penelitian Metode Pengambilan Sampel

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Metode Penelitian Metode Pengambilan Sampel METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Pulau Ternate, Provinsi Maluku Utara pada bulan September 2005 sampai Desember 2005. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam

Lebih terperinci

Agriekonomika, ISSN Volume 3, Nomor 2 Oktober, 2014 VALUASI EKONOMI MANFAAT EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PULAU SAPUDI, SUMENEP, MADURA

Agriekonomika, ISSN Volume 3, Nomor 2 Oktober, 2014 VALUASI EKONOMI MANFAAT EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PULAU SAPUDI, SUMENEP, MADURA VALUASI EKONOMI MANFAAT EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PULAU SAPUDI, SUMENEP, MADURA Agus Romadhon Prodi Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura aromadhon46@gmail.com ABSTRAK Ekosistem

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang yang merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting baik dari aspek ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai keanekaragaman biologi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung bagi berbagai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 55 VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 6.1 Analisis DPSIR Analisis DPSIR dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang jelas dan spesifik mengenai faktor pemicu (Driving force), tekanan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Terumbu karang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan Indonesia ( 1,9 juta km 2 ) tersebar pada sekitar 17.500 pulau yang disatukan oleh laut yang sangat luas sekitar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah penangkapan ikan merupakan wilayah perairan tempat berkumpulnya ikan, dimana alat tangkap dapat dioperasikan sesuai teknis untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Kepulauan Selayar merupakan wilayah yang memiliki ciri khas kehidupan pesisir dengan segenap potensi baharinya seperti terumbu karang tropis yang terdapat di

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA Prosiding Seminar Antarabangsa Ke 8: Ekologi, Habitat Manusia dan Perubahan Persekitaran 2015 7 POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung biota laut, termasuk bagi beragam jenis ikan karang yang berasosiasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem hutan yang terletak diantara daratan dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan formasi hutan

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN

VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN 61 VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN 7.1. Nilai Manfaat Langsung (Direct Use Value) Berdasarkan hasil analisis data diperoleh total nilai manfaat langsung perikanan tangkap (ikan) sebesar Rp

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan Pulau Pramuka terletak di Kepulauan Seribu yang secara administratif termasuk wilayah Jakarta Utara. Di Pulau Pramuka terdapat tiga ekosistem yaitu, ekosistem

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Terumbu Karang di Kawasan Konservasi Pulau Biawak dan Sekitarnya

5 PEMBAHASAN 5.1 Terumbu Karang di Kawasan Konservasi Pulau Biawak dan Sekitarnya 5 PEMBAHASAN 5.1 Terumbu Karang di Kawasan Konservasi Pulau Biawak dan Sekitarnya Terumbu karang merupakan ekosistem yang paling produktif dan mempunyai keankearagaman hayati yang tinggi dibandingkan ekosistem

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat yang tinggal di pulau pulau kecil atau pesisir di Indonesia hidupnya sangat tergantung oleh hasil laut, karena masyarakat tersebut tidak mempunyai penghasilan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sumberdaya terbarukan yang memiliki fungsi ekologis, sosial-ekonomis, dan budaya yang sangat penting terutama bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kompleks dan produktif (Odum dan Odum, 1955). Secara alami, terumbu karang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kompleks dan produktif (Odum dan Odum, 1955). Secara alami, terumbu karang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan ekosistem laut dangkal tropis yang paling kompleks dan produktif (Odum dan Odum, 1955). Secara alami, terumbu karang merupakan habitat bagi banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udang, kakap, baronang, tenggiri, kerang, kepiting, cumi-cumi dan rumput laut yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. udang, kakap, baronang, tenggiri, kerang, kepiting, cumi-cumi dan rumput laut yang tersebar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh di kawasan sentra nelayan dan pelabuhan perikanan yang tersebar di wilayah pesisir Indonesia. Indonesia memiliki potensi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas terumbu karang Indonesia kurang lebih 50.000 km 2. Ekosistem tersebut berada di wilayah pesisir dan lautan di seluruh perairan Indonesia. Potensi lestari sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting dan memiliki peran strategis bagi pembangunan Indonesia saat ini dan dimasa mendatang. Indonesia

Lebih terperinci

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Kabupaten Luwu Timur merupakan kabupaten paling timur di Propinsi Sulawesi Selatan dengan Malili sebagai ibukota kabupaten. Secara geografis Kabupaten Luwu Timur terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap memiliki peran penting dalam penyediaan pangan, kesempatan kerja, perdagangan dan kesejahteraan serta rekreasi bagi sebagian penduduk Indonesia (Noviyanti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Terumbu karang adalah bangunan ribuan hewan yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Terumbu karang yang sehat dengan luas 1 km 2 dapat menghasilkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Panjang garis pantai di Indonesia adalah lebih dari 81.000 km, serta terdapat lebih dari 17.508 pulau dengan luas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN Evaluasi Reef Check Yang Dilakukan Unit Selam Universitas Gadjah Mada 2002-2003 BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 1 BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Keanekaragaman tipe ekosistem yang ada dalam kawasan Taman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Pombo merupakan salah satu Pulau di Provinsi Maluku yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi sumber daya alam dengan kategori Kawasan Suaka Alam, dengan status

Lebih terperinci

Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap

Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap Sistem Perikanan Tangkap Ramah Lingkungan sebagai Upaya Menjaga Kelestarian Perikanan di Cilacap Kabupaten Cilacap sebagai kabupaten terluas di Provinsi Jawa Tengah serta memiliki wilayah geografis berupa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 2 ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prospek pasar perikanan dunia sangat menjanjikan, hal ini terlihat dari kecenderungan

Lebih terperinci

1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Apakah yang menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang?

1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Apakah yang menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang? 2 kerusakan ekosistem terumbu karang pantai Pangandaran terhadap stabilitas lingkungan. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Pangandaran? 1.2.2 Apakah yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan ekosistem perairan dangkal yang banyak dijumpai di sepanjang garis pantai daerah tropis yang terbentuk dari endapan massif kalsium karbonat (CaCO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan laut merupakan daerah dengan karateristik khas dan bersifat dinamis dimana terjadi interaksi baik secara fisik, ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Karakteristik Nelayan Tangkap Kelurahan Untung Jawa. Pulau Untung Jawa yang berbasis sumberdaya perikanan menyebabkan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Karakteristik Nelayan Tangkap Kelurahan Untung Jawa. Pulau Untung Jawa yang berbasis sumberdaya perikanan menyebabkan VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Nelayan Tangkap Kelurahan Untung Jawa Pulau Untung Jawa yang berbasis sumberdaya perikanan menyebabkan mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan. Sekitar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Natuna memiliki potensi sumberdaya perairan yang cukup tinggi karena memiliki berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan-ikan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

6 ASSESMENT NILAI EKONOMI KKL

6 ASSESMENT NILAI EKONOMI KKL 6 ASSESMENT NILAI EKONOMI KKL 6.1 Nilai Ekonomi Sumberdaya Terumbu Karang 6.1.1 Nilai manfaat ikan karang Manfaat langsung dari ekosistem terumbu karang adalah manfaat dari jenis-jenis komoditas yang langsung

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang mencapai 17.508 pulau dengan luas lautnya sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah lautan yang luas tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Berdasarkan data ekspor impor Dinas Kelautan dan Perikanan Indonesia (2007), rajungan menempati urutan ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem terbesar kedua setelah hutan bakau dimana kesatuannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Aceh Singkil beriklim tropis dengan curah hujan rata rata 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim timur maksimum 15 knot, sedangkan

Lebih terperinci

JAKARTA (22/5/2015)

JAKARTA (22/5/2015) 2015/05/22 14:36 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan SELAMATKAN TERUMBU KARANG JAKARTA (22/5/2015) www.pusluh.kkp.go.id Istilah terumbu karang sangat sering kita dengar, namun belum banyak yang memahami

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu pilihan yang strategis untuk dikembangkan, terutama di Kawasan Timur Indonesia (KTI) karena memiliki potensi yang sangat

Lebih terperinci

LAPORAN REEF CHECK DI PERAIRAN KRUENG RAYA DAN UJONG PANCU ACEH BESAR DI SUSUN OLEH

LAPORAN REEF CHECK DI PERAIRAN KRUENG RAYA DAN UJONG PANCU ACEH BESAR DI SUSUN OLEH LAPORAN REEF CHECK DI PERAIRAN KRUENG RAYA DAN UJONG PANCU ACEH BESAR 2009-2014 DI SUSUN OLEH ODC (Ocean Diving Club) OCEAN DIVING CLUB FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH

Lebih terperinci

2 KERANGKA PEMIKIRAN

2 KERANGKA PEMIKIRAN 2 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada Bab Pendahuluan, maka penelitian ini dimulai dengan memperhatikan potensi stok sumber

Lebih terperinci

POTENSI EKOLOGIS KEANEKARAGAMAN HAYATI

POTENSI EKOLOGIS KEANEKARAGAMAN HAYATI POTENSI EKOLOGIS KEANEKARAGAMAN HAYATI Ekosistem Pesisir dan Laut 1. Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa endapan kalsium karbonat (CaCO 3) yang dihasilkan terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000

Lebih terperinci

PENGENALAN EKOSISTEM DI LAUT DANGKAL (Biologi(

PENGENALAN EKOSISTEM DI LAUT DANGKAL (Biologi( PENGENALAN EKOSISTEM DI LAUT DANGKAL (Biologi( Biologi) oleh : Yosephine Tuti Puslitbang Oseanologi - LIPI EKOSISTEM DI LAUT DANGKAL (BIOLOGI) I. EKOSISTEM TERUMBU KARANG / CORAL REEFS II. EKOSISTEM LAMUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terumbu karang merupakan komponen ekosistem utama pesisir dan laut

BAB I PENDAHULUAN. Terumbu karang merupakan komponen ekosistem utama pesisir dan laut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan komponen ekosistem utama pesisir dan laut yang mempunyai peran penting dalam mempertahankan fungsi pesisir dan laut. Terumbu karang berperan

Lebih terperinci

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang 5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara lestari perlu dilakukan, guna sustainability spesies tertentu, stok yang ada harus lestari walaupun rekrutmen

Lebih terperinci

KONDISI EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA ALAM HAYATI PESISIR DI KABUPATEN ALOR

KONDISI EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA ALAM HAYATI PESISIR DI KABUPATEN ALOR RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN KONDISI EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA ALAM HAYATI PESISIR DI KABUPATEN ALOR Ir. Jotham S. R. Ninef, M.Sc. (Ketua Tim Pengkajian dan Penetapan Kawasan Konservasi Laut Provinsi NTT)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Posisi Geografis dan Kondisi Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut

I. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perairan laut Indonesia memiliki keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut yang hidup di sekitarnya. Ekosistem

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

TERUMBU KARANG; ASET YANG TERANCAM (AKAR MASALAH DAN ALTERNATIF SOLUSI PENYELAMATANNYA) Amin, S.Pd., M.Si*)

TERUMBU KARANG; ASET YANG TERANCAM (AKAR MASALAH DAN ALTERNATIF SOLUSI PENYELAMATANNYA) Amin, S.Pd., M.Si*) TERUMBU KARANG; ASET YANG TERANCAM (AKAR MASALAH DAN ALTERNATIF SOLUSI PENYELAMATANNYA) Amin, S.Pd., M.Si*) ABSTRAK Indonesia dengan wilayah lautnya yang sangat luas, jumlah pulaunya yang mencapai sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 40 V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1. Kondisi Fisik Geografis Wilayah Kota Ternate memiliki luas wilayah 5795,4 Km 2 terdiri dari luas Perairan 5.544,55 Km 2 atau 95,7 % dan Daratan 250,85 Km 2 atau

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.

Lebih terperinci

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE Berdasarkan tinjauan pustaka yang bersumber dari CIFOR dan LEI, maka yang termasuk dalam indikator-indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan dilihat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah daratan 1,9 juta km 2 dan wilayah laut 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai 81.290 km, Indonesia memiliki potensi sumber

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

Lebih terperinci