medika BUKU INI UNTUK KEPENTINGAN DINAS TIDAK UNTUK DIPERJUALBELIKAN MEDIA informasi PERPAJAKAN UNTUK DOKTER SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "medika BUKU INI UNTUK KEPENTINGAN DINAS TIDAK UNTUK DIPERJUALBELIKAN MEDIA informasi PERPAJAKAN UNTUK DOKTER SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK"

Transkripsi

1

2 medika MEDIA informasi PERPAJAKAN UNTUK DOKTER SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK BUKU INI UNTUK KEPENTINGAN DINAS TIDAK UNTUK DIPERJUALBELIKAN

3

4 SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-nya Direktorat Jenderal Pajak, diberikan amanat dan kepercayaan yang sangat besar oleh Pemerintah dan DPR untuk menghimpun penerimaan negara dari sektor pajak. Seiring dengan target penerimaan pajak yang semakin meningkat setiap tahunnya, Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak perlu terus berinovasi untuk memberikan pemahaman yang baik dalam bentuk edukasi kepada masyarakat mengenai betapa pentingnya pajak bagi kelangsungan negara yang kita cintai ini. Direktorat Jenderal Pajak selalu berupaya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap ketentuan perpajakan. Edukasi kepada masyarakat khususnya Wajib Pajak telah banyak kami lakukan dalam berbagai bentuk, antara lain sosialisasi langsung atau tatap muka, call center , iklan layanan masyarakat, siaran khusus di televisi dan radio, seminar, leaflet, maupun media lainnya. Salah satu media lain yang kami anggap cukup efektif adalah edukasi kepada masyarakat melalui buku panduan perpajakan. Setelah sebelumnya terbit buku panduan perpajakan bagi bendahara pemerintah dan buku panduan pemotongan/pemungutan PPh, kini telah diterbitkan buku panduan PPh bagi profesi dokter. Kami menyambut baik diterbitkannya buku panduan PPh bagi profesi dokter ini, dengan harapan buku ini dapat memberikan manfaat yang besar khususnya bagi para dokter dalam memenuhi kewajiban pajak khususnya PPh. Jika dokter telah membantu rakyat menjadi sehat, maka dengan pembayaran pajak yang taat, Insya Allah negara yang kita cintai ini akan semakin kuat. Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Jakarta, Desember 2013 Direktur Jenderal Pajak, A. Fuad Rahmany iii

5 iv KATA PENGANTAR DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN II Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Penerimaan pajak adalah penopang utama dalam postur Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia, dengan kontribusinya sekitar 70% pada tahun Dana penerimaan pajak tersebut selanjutnya dikelola oleh Negara untuk pembiayaan rutin antara lain dana kesehatan masyarakat, dana pendidikan, dan pembangunan infrastruktur. Penerimaan pajak dimaksud salah satunya berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) yang dikenai terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi yang berprofesi sebagai dokter. Sebagai warga negara, dokter memiliki hak dan kewajiban di bidang perpajakan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar. Profesi dokter mengalami perkembangan yang signifikan seiring dengan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam melaksanakan praktik kedokteran, dokter berkewajiban memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan pasien. Atas pelayanan medis yang diberikan kepada pasien, dokter berhak memperoleh imbalan jasa. Selain itu, dokter dapat memperoleh penghasilan lainnya. Atas seluruh penghasilan yang diterima oleh dokter dikenai pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan. Dalam rangka memberikan informasi bagi dokter untuk memenuhi hak dan kewajiban di bidang perpajakan, dipandang perlu untuk menyusun buku panduan PPh bagi profesi dokter. Buku panduan ini disusun dengan sistematika antara lain penjelasan umum tentang PPh dan kaitannya dengan profesi dokter, simulasi dan contoh penghitungan PPh, dan pengisian formulir yang diperlukan dalam rangka administrasi perpajakan. Dengan adanya simulasi penghitungan

6 PPh beserta dengan tata cara pengisian formulir yang diperlukan, diharapkan buku panduan ini akan semakin mudah dipahami dan diaplikasikan. Dalam kesempatan ini, saya sampaikan penghargaan kepada segenap pegawai Direktorat Peraturan Perpajakan II dan pegawai di unit lainnya serta pihak-pihak lain yang turut serta berkontribusi dalam penyusunan buku panduan ini. Semoga usaha yang telah dilakukan akan memberikan manfaat bagi Direktorat Jenderal Pajak. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberi kekuatan dan petunjuk kepada kita untuk dapat melaksanakan tugas menghimpun penerimaan negara dari sektor pajak dengan penuh tanggung jawab. Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Jakarta, Desember 2013 Direktur Peraturan Perpajakan II, P.M. John L. Hutagaol v

7

8 Cara Mudah Memahami Buku Ini Kenali sumber-sumber penghasilan dokter: penghasilan dari praktik dokter di klinik pribadi atau di rumah sakit penghasilan sehubungan dengan pekerjaan penghasilan komisi, hadiah, royalti penghasilan berupa bunga tabungan atau deposito, dividen, sewa tanah dan/atau bangunan lihat bab I penghasilan dari luar negeri penghasilan yang bukan objek pajak Hitung Penghasilan Kena Pajak: menggunakan pembukuan; atau menggunakan norma penghitungan penghasilan neto lihat bab II Hitung PPh Terutang termasuk jika ada penghasilan suami atau istri Contoh dan Pengisian formulir lihat bab II lihat bab III dan bab IV o T1 : Pertanyaan nomor 1 o J1 : Jawaban atas pertanyaan nomor 1 vii

9

10 DAFTAR ISI SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK... iii KATA PENGANTAR DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN II... iv DAFTAR ISI... ix BAB I PENJELASAN UMUM... 1 A. Sumber Penghasilan Dokter...3 B. Kewajiban Perpajakan Dokter Kewajiban Mendaftarkan Diri Kewajiban Pelunasan Pajak...4 a. Pembayaran pajak dalam tahun berjalan...5 b. Pembayaran PPh Pada Akhir Tahun Pajak (PPh Pasal 29) Batas Waktu Penyetoran dan Pelaporan...16 BAB II PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN TERUTANG...17 A. Penghitungan Penghasilan Neto Penghasilan neto dari kegiatan usaha/pekerjaan bebas...18 a. Dokter Yang Menyelenggarakan Pembukuan (Tidak Menggunakan Norma)...18 b. Dokter Yang Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (Norma) Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan Penghasilan Dalam Negeri Lainnya Penghasilan Dari Luar Negeri...28 B. Penghasilan Anggota Keluarga...28 C. Zakat/Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib...32 D. Kompensasi Kerugian...33 E. Penghasilan Tidak Kena Pajak...33 ix

11 F. Pajak Penghasilan Terutang...34 G. Kredit Pajak...34 H. PPh Kurang/Lebih Bayar Pada Akhir Tahun...37 BAB III CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN DAN TATA CARA PENGISIAN SPT TAHUNAN PPh ORANG PRIBADI PROFESI DOKTER...39 A. Contoh Penghitungan PPh Terutang Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dokter atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan (Sebagai Pegawai) & Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan Bebas...39 B. Contoh Penghitungan PPh Terutang Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dokter atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan (Sebagai Pegawai) & atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan Bebas, serta penghasilan dari Istri yang Bekerja...50 C. Contoh Penghitungan PPh Terutang Bagi WP OP Dokter atas Penghasilan dari Usaha dengan Peredaran Bruto Tertentu yang Dikenai PPh bersifat final...56 LAMPIRAN PENGISIAN FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN DAN SURAT SETORAN PAJAK...61 PENGISIAN FORMULIR UNTUK T PENGISIAN FORMULIR UNTUK T PENGISIAN FORMULIR UNTUK T PENGISIAN FORMULIR UNTUK T DAFTAR PERATURAN TERKAIT TIM PENYUSUN...92 x

12 BAB I PENJELASAN UMUM Profesi kedokteran atau kedokteran gigi telah dan akan terus mengalami perkembangan yang signifikan seiring dengan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara definisi, profesi kedokteran atau kedokteran gigi menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, didefinisikan sebagai suatu pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan berjenjang, dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat. Landasan utama bagi dokter dan dokter gigi untuk dapat melakukan tindakan medis terhadap orang lain adalah ilmu pengetahuan, teknologi, dan kompetensi yang dimiliki, yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Dalam melaksanakan praktik kedokteran, dokter atau dokter gigi (selanjutnya disebut dengan dokter) berkewajiban memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien. Dokter juga berkewajiban merujuk ke dokter lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila yang bersangkutan tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan. Terkait pelaksanaan praktik kedokteran, dokter berhak mendapatkan perlindungan hukum sepanjang telah melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional yang berlaku. Dan atas pelayanan medis yang diberikan kepada pasiennya, dokter berhak atas imbalan jasa. Imbalan jasa dari pasien ini merupakan penghasilan bagi dokter di samping penghasilan dari sumber lainnya. 1

13 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) mendefinisikan penghasilan sebagai setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Termasuk dalam pengertian penghasilan adalah imbalan terkait pekerjaan seperti gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, atau imbalan dalam bentuk lainnya. Selain itu juga terdapat penghasilan yang dapat dikenai pajak bersifat final seperti penghasilan berupa bunga deposito, hadiah undian, dan sewa tanah/bangunan. Dan jenis lain dari penghasilan adalah penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak seperti harta hibahan dan warisan. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterimanya selama 1 (satu) tahun pajak. UU PPh telah mengatur cara pelunasan PPh yang terutang oleh Wajib Pajak, yaitu dengan cara membayar sendiri dan dengan cara pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak lain. 2 Atas seluruh penghasilan tersebut selanjutnya dilaporkan oleh Wajib Pajak termasuk dokter melalui Surat Pemberitahuan (SPT), yang merupakan media atau surat yang digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak. Wajib Pajak diberikan kepercayaan oleh Undang-Undang untuk melakukan penentuan penetapan besarnya pajak yang terutang, membayar, dan melaporkannya secara teratur sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Dan terhadap kepercayaan yang telah diberikan oleh Undang-Undang kepada Wajib Pajak tersebut idealnya diimbangi dengan kesadaran Wajib Pajak tentang kewajiban perpajakannya, keinginan untuk membayar pajak terutang, kerelaan Wajib Pajak untuk menjalankan peraturan perpajakan yang berlaku, dan

14 kejujuran Wajib Pajak untuk mengungkapkan keadaan yang sebenarnya. A. Sumber Penghasilan Dokter Sumber penghasilan Wajib Pajak orang pribadi (WP OP) dengan profesi dokter, termasuk penghasilan anggota keluarganya yaitu penghasilan istri, suami dan/atau anak yang belum dewasa, dapat dipisahkan sebagai berikut: 1. Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan bebas: a. Praktik dokter sendiri (membuka klinik pribadi); b. Praktik dokter di rumah sakit atau klinik (atas penghasilan berupa jasa dokter yang dibayar oleh pasien melalui rumah sakit atau klinik tersebut), baik yang berstatus sebagai: 1) dokter tetap, yaitu dokter yang mempunyai jadwal praktik tetap (hari dan jam praktik tertentu); 2) dokter tamu, yaitu dokter yang merawat atau menitipkan pasiennya untuk dirawat di rumah sakit; atau 3) dokter yang menyewa ruangan di rumah sakit sebagai tempat praktiknya. c. Pekerjaan bebas selain dari praktik dokter di rumah sakit/klinik misalnya honorarium sebagai pembicara. 2. Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, antara lain sebagai: a. pengurus atau pimpinan rumah sakit atau klinik; b. pegawai tetap di rumah sakit, universitas (dosen), atau perusahaan. 3. Penghasilan dari usaha di luar profesi dokter baik di bidang industri, perdagangan, atau jasa, misalnya usaha apotek, rumah makan, atau toko. 3

15 4. Penghasilan dalam negeri lainnya yang bersifat tidak final, antara lain komisi, hadiah atau imbalan lain, misalnya dari produsen obat-obatan dan alat kesehatan, royalti, sewa harta selain tanah/ bangunan, penghargaan dan hadiah, keuntungan dari penjualan/pengalihan harta. 5. Penghasilan dari luar negeri, antara lain dividen, royalti, bunga, honor sebagai dokter dari rumah sakit di luar negeri. 6. Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, antara lain warisan, bagian laba dari firma atau CV yang modalnya tidak terbagi atas saham, dan pembayaran klaim asuransi jiwa, asuransi dwiguna, kecelakaan, kesehatan, dan bea siswa. 7. Penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final, antara lain bunga tabungan atau deposito, dividen, penjualan saham di bursa efek, sewa tanah dan/atau bangunan, pengalihan tanah dan/atau bangunan. B. Kewajiban Perpajakan Dokter 1. Kewajiban Mendaftarkan Diri Dokter yang telah mempunyai penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal. 2. Kewajiban Pelunasan Pajak Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dokter yang merupakan objek pajak wajib dikenai Pajak Penghasilan (PPh). Pelunasan PPh oleh dokter dilakukan melalui 2 (dua) mekanisme yaitu dengan cara pembayaran pajak oleh dokter sendiri dan dengan cara pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak lain. Dilihat dari waktu pembayarannya, terdapat pembayaran pajak dalam tahun berjalan dan pembayaran pada akhir tahun pajak. 4

16 KEWAJIBAN PELUNASAN PAJAK Pembayaran Angsuran PPh Pasal 25 Pemotongan PPh Pasal 21 Pembayaran dalam Tahun Berjalan Pemotongan /Pemungutan oleh Pihak Lain Pemotongan PPh Pasal 22 Pemotongan PPh Pasal 23 Pembayaran pada Akhir Tahun Pajak (PPh Pasal 29) Pembayaran PPh yang Bersifat Final Antara lain: Bunga deposito dan tabungan Bunga obligasi dan SUN Hadiah undian Transaksi saham Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan Persewaan tanah dan/atau bangunan Penghasilan atas usaha WP yang memiliki peredaran bruto tertentu a. Pembayaran pajak dalam tahun berjalan, berupa: 1) Pembayaran angsuran PPh Pasal 25 PPh Pasal 25 merupakan angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan. Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar PPh yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak sebelumnya dikurangi dengan: Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan 5

17 Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. 2) Pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang dilakukan oleh pihak lain yang merupakan kredit pajak berupa: a) Pemotongan PPh Pasal 21 Cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Jumlah penghasilan neto dokter sehubungan dengan pekerjaan ditentukan berdasarkan penghasilan neto yang tertera dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 yang diberikan oleh pemberi kerja, seperti rumah sakit, klinik atau universitas. Perhitungan penghasilan neto atas penghasilan dari pekerjaan sehubungan dengan pegawai tetap dihitung dengan cara penghasilan bruto (gaji, tunjangan, bonus, penghasilan lainnya), dikurangi dengan: Biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto dengan jumlah maksimum Rp ,00 setahun; iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang 6

18 dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. PPh Pasal 21 atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dokter dipotong oleh pemberi kerja sebagai pemotong pajak. b) Pemungutan PPh Pasal 22 Cara pelunasan pembayaran pajak dalam tahun berjalan oleh Wajib Pajak atas penghasilan antara lain sehubungan dengan impor barang dan pembelian barang sangat mewah, yang dipungut oleh pihak lain. PPh Pasal 22 impor 2,5% x (dengan API) 7,5% x (tanpa API) 0,5% x (kedelai, gandum, dan tepung terigu, dengan API) PPh Pasal 22 Barang Mewah 5% dari harga jual PPh Pasal 22 dipungut oleh: Bank Devisa/Ditjen Bea Cukai atas impor barang WP Badan yang melakukan penjualan barang sangat mewah. c) Pemotongan PPh Pasal 23 Cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang dibayarkan oleh pihak lain. Penghasilan yang dibayarkan tersebut antara lain: 7

19 (1) Bunga, dividen, royalti, dan hadiah Besarnya PPh Pasal 23 yang dipotong adalah: 15% x jumlah bruto (2) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jenis jasa lainnya. Besarnya PPh Pasal 23 yang dipotong adalah: 2% x jumlah bruto 3) Pembayaran PPh yang bersifat final Atas penghasilan tertentu yang diterima dokter dapat dikenai PPh Final antara lain: a) Bunga Deposito dan Tabungan Lainnya. Yang menjadi Objek PPh adalah bunga deposito, bunga tabungan lainnya, dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI). PPh yang bersifat final atas bunga deposito dan tabungan lainnya dipotong oleh bank. PPh yang bersifat final atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI dipotong oleh bank. Besarnya PPh yang bersifat final yang dipotong adalah 20% dari jumlah bruto. Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong adalah: 20% x jumlah bruto 8

20 Pengecualian: (1) bunga dari deposito/tabungan/sbi sepanjang jumlah deposito/ tabungan/sbi tidak lebih dari Rp ,00 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah; (2) bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri. b) Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara Objek PPh yang bersifat final adalah Bunga Obligasi, berupa imbalan yang diterima pemegang Obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto. Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara, yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Skema tarif pemotongan PPh yang bersifat final dan dasar pengenaan pajak atas penghasilan berupa Bunga Obligasi adalah sebagai berikut: Bunga Obligasi (surat utang dan surat utang negara, yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan ) Bunga dgn Kupon Diskonto dgn Kupon Diskonto tanpa Bunga Diskonto dan/atau BungaWP Reksadana jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi dan/atau jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi 15 % Final Bagi WPDN dan BUT 20 % Final atau P3B bagi WPLN selain BUT 0 % Final utk 2009 s.d % Final utk 2011 s.d % Final utk 2014 dst 9

21 PPh yang bersifat final dipotong oleh: (1) penerbit Obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk, atas bunga dan/atau diskonto yang diterima pemegang Obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo Bunga Obligasi, dan diskonto yang diterima pemegang Obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo Obligasi; dan/atau (2) perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau pembeli, atas bunga dan diskonto yang diterima penjual Obligasi pada saat transaksi. c) Hadiah Undian Objek PPh yang bersifat final adalah hadiah undian, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Tarif pemotongan PPh yang bersifat final adalah 25% dari jumlah bruto hadiah undian dan dipotong oleh penyelenggara undian. Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong adalah: 25% dari jumlah bruto hadiah undian d) Transaksi Saham Objek PPh yang bersifat final adalah penghasilan dari penjualan saham di bursa. Tarif pemungutan PPh yang bersifat final adalah 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham. 10

22 PPh Pasal 4 ayat (2) atas Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek 0,1 % x Nilai transaksi penjualan saham tambahan 0,5% x nilai saham perusahaan pada saat penutupan bursa di akhir tahun 1996; atau tambahan 0,5% x nilai saham pada saat penawaran umum perdana dalam hal saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek setelah 1 Januari 1997 PPh yang bersifat final atas transaksi saham dipotong oleh penyelenggara bursa efek. e) Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Objek PPh yang bersifat final adalah penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati. Tarif PPh yang bersifat final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan tersebut. Pembebasan PPh yang bersifat final dapat diberikan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada: (a) Diberikan dengan penerbitan Surat Keterangan Bebas: (1) orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah PTKP yang jumlah bruto pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunannya kurang dari Rp ,00 (enam 11

23 puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecahpecah; (2) orang pribadi yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; (3) badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau (4) pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan sehubungan dengan warisan. 12

24 (b) diberikan secara langsung tanpa penerbitan Surat Keterangan Bebas: (1) orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus; (2) pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak. Nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan. Dalam hal pengalihan hak kepada instansi Pemerintah maka nilai pengalihan hak adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan. PPh Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan disetorkan sendiri oleh Wajib Pajak dokter yang melakukan pengalihan. 13

25 f) Persewaan Tanah dan/atau Bangunan Objek PPh yang bersifat final adalah penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri. Tarif PPh yang bersifat final adalah 10% dari jumlah bruto nilai persewaan, baik yang menyewakan Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan. PPh Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan 10% dari jumlah bruto nilai persewaan Jumlah bruto nilai persewaan adalah jumlah yang dibayarkan/terutang oleh penyewa termasuk biaya perawatan, pemeliharaan, keamanan, fasilitas lainnya, dan service charge (baik perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun disatukan) PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan dipotong oleh penyewa. Apabila penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak, maka wajib dibayar sendiri pihak yang menyewakan. g) Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Objek PPh yang bersifat final adalah dividen, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. Tarif PPh yang bersifat final adalah 10% dari jumlah bruto dividen yang diterima. 14

26 PPh atas Dividen yang Diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri 10% dari jumlah bruto dividen yang diterima PPh atas Dividen yang diterima dokter dipotong oleh pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen. h) Penghasilan atas usaha dari Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu Dokter yang memiliki penghasilan dari kegiatan usaha diluar profesi kedokteran (seperti penghasilan dari usaha apotek atau rumah makan) dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final apabila peredaran bruto usaha tersebut dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak melebihi Rp ,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Pajak penghasilan yang terutang atas usaha dokter tersebut dihitung berdasarkan tarif 1% dikalikan peredaran bruto usaha pada bulan bersangkutan. Pelunasan PPh yang terutang oleh dokter dilakukan melalui penyetoran sendiri ke bank persepsi. Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang disetor sendiri adalah: 1% x Peredaran Bruto Usaha 15

27 b. Pembayaran PPh Pada Akhir Tahun Pajak (PPh Pasal 29) Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar daripada kredit pajak, kekurangan pembayaran pajak yang terutang berupa PPh Pasal 29 harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan. 3. Batas Waktu Penyetoran dan Pelaporan Dokter wajib mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Masa dan Tahunan, dan menyampaikannya ke KPP tempat dokter terdaftar. Khusus untuk SPT Tahunan, Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi secara langsung ke KPP, Pojok Pajak, Mobil Pajak, atau Drop Box terdekat. Atau dapat juga disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak terdaftar. Batas waktu pelaporan SPT PPh adalah sebagai berikut: Tanggal Penyetoran PPh Pasal 25 Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Tanggal Pelaporan Paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir *) PPh Pasal 4 ayat (2) Setor Sendiri Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir Paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir *) PPh Pasal 29 Paling lama dilunasi sebelum SPT Tahunan disampaikan 3 bulan setelah akhir tahun pajak *) SSP atas pembayaran PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dengan peredaran bruto tertentu yang telah mendapat validasi NTPN, tidak perlu melaporkan SPT Masa. 16

28 BAB II PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN TERUTANG Untuk mengetahui jumlah PPh terutang, dokter perlu menghitung terlebih dahulu besarnya penghasilan neto. Besarnya penghasilan neto dapat dihitung melalui pembukuan atau pencatatan. Dokter yang memilih menggunakan pembukuan harus membuat catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak terutang. Penghasilan neto dari pembukuan ini diperoleh setelah dilakukan koreksi fiskal atas laba akuntansi yang dihasilkan dari pembukuan dengan mempertimbangkan biaya-biaya yang dapat dikurangkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 UU PPh dan biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 UU PPh. Namun demikian, untuk memberikan alternatif penghitungan penghasilan neto, dokter dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (selanjutnya disebut dengan norma), sepanjang memenuhi kriteria: 1. melakukan pekerjaan bebas, 2. peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp ,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), dan 3. menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Pada akhir tahun pajak dokter melakukan penghitungan PPh terutang atas seluruh penghasilan yang tidak dikenai PPh final dengan mekanisme sebagai berikut: 17

29 A. Penghitungan Penghasilan Neto Penghasilan yang diterima dari semua sumber penghasilan sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya, harus dibukukan atau dicatat sesuai dengan metode yang diatur dalam ketentuan peraturan perpajakan. Dokter menghitung penghasilan neto atas setiap jenis sumber penghasilannya dengan cara tertentu. Perlakuan perpajakan sehubungan dengan penghitungan penghasilan neto atas setiap kelompok sumber penghasilan dokter dapat berbedabeda. 1. Penghasilan neto dari kegiatan usaha/pekerjaan bebas a. Dokter Yang Menyelenggarakan Pembukuan (Tidak Menggunakan Norma) Perhitungan penghasilan neto bagi dokter yang menyelenggarakan pembukuan dihitung dengan cara: Penghasilan neto = Penghasilan bruto/omzet Biaya 3M 18

30 Penjelasan mengenai penghasilan bruto/omzet dan biaya 3M adalah berikut: Penghasilan Bruto/Omzet adalah seluruh penghasilan yang diterima dokter sehubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas sebagai dokter. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (biaya 3M) adalah biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak yang tidak dikenai PPh Final, yaitu antara lain: 1) biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran yang mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak; 2) penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun; 3) iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; 4) kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; 19

31 5) kerugian selisih kurs mata uang asing; 6) biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; 7) sumbangan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah, terdiri dari: a) sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional; b) sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia c) sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga; dan d) sumbangan fasilitas pendidikan.! Apabila dokter melakukan praktik di rumah sakit baik sebagai dokter tetap, dokter tamu maupun menyewa ruangan, maka perhitungan omzet adalah sebesar keseluruhan pembayaran atas jasa dokter yang ditagihkan kepada pasiennya. Adapun pemotongan berupa biaya atau bagi hasil yang dikenakan oleh rumah sakit diperhitungkan sebagai biaya 3M yang dapat mengurangi omzet. Selain dari biaya-biaya yang termasuk dalam biaya 3M sebagaimana diuraikan di atas, maka biayabiaya tersebut diklasifikasikan sebagai biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan kena pajak. Biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan oleh dokter meliputi biaya-biaya yang dikeluarkan bukan dalam rangka mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biayabiaya dalam rangka memperoleh penghasilan yang bukan objek pajak antara lain: 20

32 1) premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan; 2) penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 3) harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 huruf a butir 7) di atas serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah; 4) Pajak Penghasilan; 5) biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya (misalnya biaya untuk pembayaran uang sekolah anak dari Wajib Pajak); 6) sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan. 21

33 Contoh 1: Penghitungan Penghasilan Neto Menggunakan Pembukuan: Dokter Sudiro, Sp.A. membuka praktik dokter anak di kota Padang dengan penerimaan bruto selama tahun 2013 Rp (lima ratus juta rupiah) setahun. Untuk menjalankan usahanya, dr. Sudiro mengeluarkan biaya-biaya yang dapat dibuktikan melalui kuitansi selama setahun sebagai berikut: - sewa tempat sebesar Rp (seratus lima puluh juta rupiah) - Alat-alat kesehatan yang habis pakai Rp ,00(dua puluh lima juta rupiah) - gaji karyawan (4 orang) Rp (seratus juta rupiah) - tagihan listrik PLN dan telepon Rp (dua puluh lima juta rupiah) - tagihan air bersih PDAM Rp (lima juta rupiah) Selain itu, dr. Sudiro juga telah membayar tagihan uang keamanan dan kebersihan Rp ,00 (enam juta rupiah) setahun tanpa disertai dengan bukti pembayaran. Dokter Sudiro, Sp.A memilih untuk menggunakan pembukuan sebagai dasar penghitungan PPh-nya. Perhitungan penghasilan neto dr. Sudiro, Sp.A sehubungan dengan penghasilan yang diperoleh dari usaha praktik dokter anak adalah: penghasilan bruto ,00 Pengurangan (biaya-biaya 3 M): - sewa tempat sebesar ,00 - Alat-alat kesehatan yang ,00 habis pakai - gaji karyawan (4 orang) ,00 - tagihan listrik PLN dan telepon ,00 - tagihan air bersih PDAM ,00 jumlah pengurangan ,00 penghasilan neto ,00 Biaya keamanan dan kebersihan tidak dapat dibiayakan dalam pengitungan penghasilan neto karena pengeluaran biaya-biaya tersebut tidak disertai bukti pembayaran uang yang memadai. 22

34 b. Dokter Yang Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (Norma) Pada dasarnya penghitungan besaran penghasilan neto ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (biaya 3M) yang merupakan objek pajak yang tidak dikenai PPh Final. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dengan kondisi tertentu, Dirjen Pajak memperbolehkan WPOP yang menjalankan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk menghitung penghasilan neto. Seorang dokter dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan memperhatikan syaratsyarat berikut: 1) jumlah peredaran usaha dari praktik dan pekerjaan bebas kurang dari Rp ,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) setahun; dan 2) memberitahukan penggunaan Norma Penghitungan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan (format pemberitahuan penggunaan NPPN sesuai Lampiran IV Kep Norma). Perhitungan penghasilan neto bagi dokter yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dihitung dengan cara: Penghasilan neto = Penghasilan bruto x Norma 23

35 Besarnya persentase NPPN untuk pekerjaan bebas dokter adalah sebagai berikut: No Daerah Persentase NPPN Ibu kota Provinsi (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, 45% Manado, Makassar, dan Pontianak) 2. Ibu kota Propinsi lainnya 42,5% 3. Daerah lainnya 40% Contoh : Penghitungan Penghasilan Neto Menggunakan Norma Apabila Dokter Sudiro, Sp.A sebagaimana contoh di atas memilih untuk tidak menyelenggarakan pembukuan (memilih menggunakan norma), maka penghitungan penghasilan netonya adalah: Penghasilan Neto = 42,5% x Rp ,00 = Rp ,00 Dokter yang memilih menggunakan norma wajib menyelenggarakan pencatatan dalam suatu Tahun Pajak, yaitu jangka waktu 1 (satu) tahun kalender mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Pencatatan yang harus diselenggarakan meliputi: peredaran dan/atau penerimaan bruto yang diterima dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang penghasilannya merupakan objek pajak yang tidak dikenai pajak bersifat final; penghasilan bruto yang diterima dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang penghasilannya merupakan objek pajak yang tidak dikenai pajak bersifat final, termasuk biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut; dan/atau penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat 24

36 final, baik yang berasal dari kegiatan usaha dan/ atau pekerjaan bebas maupun dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas. pencatatan atas harta dan kewajiban baik yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas maupun yang tidak digunakan untuk melaksanakan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas. Bentuk pencatatan adalah seperti contoh berikut: Tanggal Uraian Jumlah Keterangan Bruto (Rp) (1) (2) (3) (4) 1 Januari Desember Jumlah Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan Jumlah penghasilan neto dokter sehubungan dengan pekerjaan ditentukan berdasarkan penghasilan neto yang tertera dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 yang diberikan oleh pemberi kerja, seperti rumah sakit, klinik atau universitas. Penghasilan neto oleh pemberi kerja atas penghasilan dokter dari pekerjaan sebagai pegawai tetap dihitung dengan cara penghasilan bruto (gaji, tunjangan, bonus, penghasilan lainnya), dikurangi dengan: a. biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto dengan jumlah maksimum Rp ,00 setahun; b. iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya 25

37 telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Contoh:Penghitungan Penghasilan Neto Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan Dokter Muhammad Shodiq, Sp.A. aktif sebagai dosen tetap Universitas Andalan Padang dengan penghasilan bruto yang terdiri dari gaji pokok sebesar Rp ,00 (seratus juta rupiah), honorarium dan bonus sebesar Rp (dua ratus juta rupiah) setahun. Iuran Jamsostek sebesar 2% dipotong langsung dari gaji pokok yang diperoleh dr. Muhammad Shodiq, Sp.A. Perhitungan penghasilan neto dr. Muhammad Shodiq, Sp.A. selama tahun 2013 yang bersumber dari pekerjaannya \ sebagai pengajar di Universitas Andalan adalah sebagai berikut: Penghasilan bruto: Rp Pengurangan: 1) Biaya jabatan: Rp (5% x Rp atau maksimum Rp ) 2) Iuran Jamsostek: Rp (2%x Rp ) Jumlah pengurangan: Rp (Rp Rp ) Penghasilan neto dari pekerjaan : Rp (Rp Rp ) 3. Penghasilan Dalam Negeri Lainnya Penghasilan dalam negeri lainnya adalah penghasilan selain dari usaha dan pekerjaan serta penghasilan yang tidak dikenakan PPh Final. Penghasilan neto yang dilaporkan adalah sebesar pembayaran yang diterima dari pihak lain. 26

38 Contoh: Penghitungan Penghasilan Neto Penghasilan Dalam Negeri Lainnya Penghasilan lain-lain yang diperoleh dr. Dhayfa, Sp.A. sepanjang tahun 2013 adalah sebagai berikut: - Bunga deposito Rp (neto sudah dipotong pajak oleh pihak Bank) - Penghasilan sewa atas satu unit ruko sebesar Rp dari PT Green Sabana. - Royalti atas hak cipta buku Tumbuh Kembang Anak dari penerbit buku PT Dewata Printing sebesar Rp Pengenaan pajak penghasilan terhadap penghasilan-penghasilan tersebut di atas diuraikan sebagai berikut: - Penghasilan bunga deposito merupakan objek PPh yang dikenakan pemotongan PPh yang bersifat final oleh bank sehingga dr. Dhayfa, Sp.A. tidak perlu menggabungkan penghasilan bunga deposito dengan penghasilan lain yang tidak dikenai PPh final. - Penghasilan sewa ruko merupakan objek PPh yang dikenakan pemotongan PPh yang bersifat final oleh PT Green Sabana sebesar Rp (10% x Rp ). Dalam hal penyewa ruko adalah orang pribadi yang tidak ditunjuk sebagai pemotong PPh, maka PPh sebesar Rp (10% x Rp ) wajib disetorkan sendiri oleh dr. Dhayfa, Sp.A. - Penghasilan berupa pembayaran royalti dari penerbit PT Dewata Printing sebesar Rp merupakan objek PPh Pasal 23 yang dikenai pemotongan PPh Pasal 23 oleh PT Dewata Printing sebesar Rp ,00 (15%x Rp ,00) dan harus dilaporkan dalam perhitungan PPh tahun

39 4. Penghasilan Dari Luar Negeri Atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dokter, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan UndangUndang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya. Pelaporan dan perhitungan penghasilan neto dari luar negeri dilakukan sebagai berikut: a. Untuk penghasilan dari usaha di luar negeri dilaporkan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut sebesar laba usaha yang diperoleh. b. Untuk penghasilan selain dari usaha dilaporkan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut sebesar penghasilan yang diterima. B. Penghasilan Anggota Keluarga Sistem pengenaan Pajak Penghasilan menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. Bagi Wajib Pajak yang telah menikah (sebagai suami/kepala keluarga) berlaku penggabungan penghasilan dari seluruh anggota keluarga dengan ketentuan sebagai berikut: 28

40 Contoh: Penghitungan PPh Suami Isteri Yang Digabung 1. Dokter Mirza Arserio mempunyai seorang istri Nayla Prihandani yang bekerja sebagai karyawan suatu perusahaan swasta. Penghasilan selama tahun 2014: penghasilan neto Mirza Arserio dari praktik dokter di rumah sakit dan di rumahnya sebesar Rp ,00. Penghasilan isteri sebagai direktur perusahaan swasta dengan penghasilan neto sebesar Rp ,00. Mengingat penghasilan istri diperoleh dari satu pemberi kerja dan telah dipotong oleh pemberi kerja dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha suami, penghasilan neto sebesar Rp ,00 tidak digabung dengan penghasilan dokter Mirza Arserio dan pengenaan pajak atas penghasilan isteri tersebut bersifat final. 2. Apabila selain menjadi direktur perusahaan swasta, Nayla Prihandani selama tahun 2014 juga memiliki penghasilan usaha apotek dengan peredaran bruto lebih dari Rp ,00 (tidak dikenakan PPh atas usaha dari Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu), maka penghasilan neto dokter Mirza Arserio dihitung sebagai berikut: penghasilan neto Mirza Arserio dari Rp ,00 praktik dokter penghasilan neto Nayla Prihandani sebagai direktur perusahaan swasta Rp ,00 Penghasilan neto Nayla Prihandani dari usaha apotek (setelah dikurangi dengan biaya-biaya) Rp ,00 Penghasilan neto yang dilaporkan dalam SPT Tahunan Rp ,00 29

41 3. Apabila dokter Mirza Arserio mempunyai anak yang belum dewasa yang mempunyai penghasilan neto dalam setahun sebagai seorang bintang iklan, maka penghasilan neto dokter Mirza Arserio dihitung sebagai berikut: penghasilan neto Mirza Arserio dari Rp ,00 praktik dokter penghasilan neto Nayla Prihandani Rp ,00 sebagai direktur perusahaan swasta Penghasilan neto Nayla Prihandani dari usaha apotek (setelah dikurangi dengan biaya-biaya) Rp ,00 Penghasilan neto anak sebagai bintang iklan Rp ,00 Penghasilan neto yang dilaporkan dalam SPT Tahunan Rp ,00 Dari contoh dokter Mirza Arserio tersebut, apabila isteri dokter Mirza Arserio menjalankan usaha apotek dan memiliki anak yang berprofesi sebagai seorang artis cilik, maka pengenaan pajaknya dihitung berdasarkan jumlah penghasilan neto sebesar Rp ,00 (tiga milyar sembilan ratus enam puluh juta rupiah). Misal setelah dilakukan penghitungan diketahui bahwa pajak yang terutang atas jumlah penghasilan tersebut adalah sebesar Rp ,00 (satu milyar seratus empat puluh enam juta lima ratus sembilan puluh tujuh ribu lima ratus rupiah), maka untuk masing-masing suami dan isteri pengenaan pajaknya dihitung sebagai berikut: Suami = Rp ,00 x Rp ,00 Rp ,00 = Rp ,00 30

42 1. Penghasilan atau kerugian istri dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya dan dikenai pajak sebagai satu kesatuan, kecuali: a. penghasilan tersebut semata-semata dari bekerja pada satu pemberi kerja yang telah dipotong PPh Pasal 21; dan b. pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suaminya atau anggota keluarga lainnya. 2. Penghasilan anak yang belum dewasa (belum berusia 18 tahun) digabung dengan penghasilan orang tuanya. 3. Penggabungan Penghasilan (PPh) Suami-Isteri Pada dasarnya kewajiban PPh atas penghasilan keluarga merupakan tanggung jawab kepala keluarga (suami). Namun, apabila suami isteri mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis atau jika istri menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri (suami dan istri memiliki NPWP yang berbeda), penghitungan pajaknya dilakukan berdasarkan penjumlahan penghasilan neto suamiisteri dan masing-masing memikul beban pajak sebanding dengan besarnya penghasilan neto. Namun, bagi suami-istri yang telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim tidak berlaku ketentuan mengenai penggabungan penghasilan dan penghitungan PPh dilakukan oleh masing-masing suami-istri. 31

43 Istri = Rp ,00 x Rp ,00 Rp ,00 = Rp ,00 Apabila dokter Mirza Arserio dan istrinya telah hidup berpisah berdasarkan keputusan hakim dan sang anak tetap menjadi tanggungan dokter Mirza Arserio, maka berdasarkan contoh di atas dokter Mirza Arserio dikenai Pajak atas Penghasilan neto sebesar Rp ,00 (Rp ,00 + Rp ,00). Potongan pajak atas penghasilan anak yang belum dewasa dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas penghasilan sebesar Rp ,00 (lima ratus enam puluh juta rupiah) tersebut yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. C. Zakat/Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib Apabila dokter yang beragama Islam membayar zakat melalui Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau dokter yang beragama selain Islam membayar sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib melalui lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, maka zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan neto. Pengurangan zakat/sumbangan wajib agama tersebut harus dibuktikan dengan dokumen pembayaran kepada lembaga amil zakat atau lembaga keagamaan yang disahkan oleh Pemerintah. Daftar lembaga amil zakat atau lembaga keagamaan tersebut dapat dilihat pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2012 tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-33/ PJ/2011 tentang Badan/Lembaga yang Dibentuk atau Disahkan oleh Pemerintah yang Ditetapkan Sebagai 32

44 Penerima Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto. D. Kompensasi Kerugian Kompensasi kerugian hanya berlaku bagi dokter yang melakukan pembukuan (tidak menggunakan norma). Apabila pada suatu tahun pajak terdapat kerugian usaha maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun. E. Penghasilan Tidak Kena Pajak Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang berlaku mulai 1 Januari 2013 adalah sebagai berikut: 1. Rp ,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi; 2. Rp ,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; 3. Rp ,00 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami ; dan 4. Rp ,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. Yang termasuk anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus antara lain orang tua, mertua, anak kandung, atau anak angkat. Yang dimaksud dengan anggota keluarga yang menjadi 33

45 tanggungan sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak. F. Pajak Penghasilan Terutang Besarnya PPh yang terutang pada akhir tahun pajak dihitung dengan mengalikan tarif PPh dengan Penghasilan Kena Pajak. Adapun tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas penghasilan kena pajak adalah sebagai berikut: Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif sampai dengan Rp ,00 5% di atas Rp ,00 sampai dengan Rp ,00 di atas Rp ,00 sampai dengan Rp ,00 15% 25% di atas Rp ,00 30% G. Kredit Pajak PPh yang dilunasi dalam tahun berjalan baik yang dipotong/dipungut oleh pihak lain maupun dibayar sendiri merupakan angsuran pajak yang dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan kecuali PPh yang dilunasi tersebut bersifat final. Rincian kredit pajak adalah: 1. Pemotongan dan/atau pemungutan PPh antara lain penghasilan dari pekerjaan, jasa atau kegiatan (PPh Pasal 21), impor atau transaksi tertentu lainnya (PPh Pasal 22), penghasilan dari persewaan harta (PPh Pasal 23). - PPh Pasal 21 dapat dikreditkan apabila ada bukti pemotongan berupa formulir 1721-A1 34

Penghasilan dari usaha di luar profesi dokter *) Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan

Penghasilan dari usaha di luar profesi dokter *) Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan Penghasilan dari usaha di luar profesi dokter *) Misalnya: a. Usaha apotek; b. Rumah makan; c. Toko *) dapat bersifat final apabila memiliki peredaran bruto tertentu (PP No. 46 Tahun 2013) Penghasilan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO Oleh: I s r o a h, M.Si. isroah@uny.ac.id PRODI/JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 PAJAK PENGHASILAN UMUM

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Undang-Undang No. 10 Tahun 1994 Tanggal 9 Nopember 1994 DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

Penghitungan PPh Akhir Tahun

Penghitungan PPh Akhir Tahun PPh Orang Pribadi disampaikan Oleh: Bubun Sehabudin Penghitungan PPh Akhir Tahun Lanjut A Lanjut B Lanjut C Lanjut D A. Penghasilan Neto Fiskal B. Zakat C. Kompensasi Kerugian D. Pengh Tdk Kena Pajak (PTKP)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 6 P1.1 Teori Pajak Penghasilan Umum Dan Norma Perhitungan Pajak Penghasilan A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi pajak dalam pasal 1 ayat 1 UU KUP No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap perlakuan perpajakan dan perhitungan Pajak Penghasilan atas penghasilan

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI G. LAMPIRAN F. ANGSURAN PPh PASAL TAHUN PAJAK BERIKUTNYA E. PPh KURANG/ LEBIH BAYAR D. KREDIT PAJAK C. PPh TERUTANG B. PENGHASILAN KENA PAJAK A. PENGHASILAN NETO IDENTITAS FORMULIR TAHUN PAJAK KEMENTERIAN

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK IDENTITAS PERHATIAN TAHUN PAJAK FORMULIR SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak. SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi. Tahun Pajak 2014 PJ.091/KUP/S/006/

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak. SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi. Tahun Pajak 2014 PJ.091/KUP/S/006/ Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Tahun Pajak 2014 PJ.091/KUP/S/006/2015-00 OUTLINE Dasar hukum Gambaran Umum SPT 1770 SS Dasar Hukum Peraturan Menteri

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 770 PERHATIAN MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1993 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PERHATIAN 770 BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA; YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL; DAN/ATAU PEMBUKUAN PENCATATAN DALAM NEGERI LAINNYA/LUAR NEGERI.

Lebih terperinci

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Undang - Undang No.28 tahun 2007 yaitu perubahan ketiga atas Undang-Undang No.16 tahun 2000 A.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Yang termasuk subjek pajak Orang pribadi Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1. Pengertian Pajak Penghasilan Di Indonesia, pajak atas penghasilan sudah dikenal sejak lebih dari seabad yang lalu. Dimulai dari dikenalkannya Paten Recht

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 2 0

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 2 0 0 MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN ATAU NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI G. LAMPIRAN F. ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA E. PPh KURANG/LEBIH BAYAR D. KREDIT PAJAK C. PPh TERUTANG B.PENGHASILAN KENA PAJAK A. PENGHASILAN NETO IDENTITAS FORMULIR TAHUN PAJAK KEMENTERIAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si PAJAK PENGHASILAN UMUM 1 Yang menjadi Subjek Pajak: 1. Orang Pribadi dan Warisan yang belum terbagi 2. Badan, terdiri dari PT,CV,perseroan lainnya,bumn/bumd 3. BUT (bentuk Usaha Tetap) 2 Subjek Pajak dapat

Lebih terperinci

SOSIALISASI. SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Tahun Pajak 2017

SOSIALISASI. SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Tahun Pajak 2017 SOSIALISASI SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Tahun Pajak 2017 PMK NOMOR 243/PMK.03/2014 s.t.d.t.d. PMK NOMOR 9/PMK.03/2018 Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan,

Lebih terperinci

Pemotongan/PemungutanPPh

Pemotongan/PemungutanPPh Pemotongan/PemungutanPPh KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORATJENDERALPAJAK OASIS Pemotongan/Pemungutan PPh R E V I S I 2 0 1 3 UNTUK KEPENTINGAN DINAS TIDAK DIPERJUALBELIKAN OASIS PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

1. Pembayaran dalam tahun berjalan: a. Pembayaran angsuran PPh Pasal 25 b. Pemotongan/Pemungutan oleh pihak lain c. Pembayaran PPh yang bersifat

1. Pembayaran dalam tahun berjalan: a. Pembayaran angsuran PPh Pasal 25 b. Pemotongan/Pemungutan oleh pihak lain c. Pembayaran PPh yang bersifat BAYAR 1. Pembayaran dalam tahun berjalan: a. Pembayaran angsuran PPh Pasal 25 b. Pemotongan/Pemungutan oleh pihak lain c. Pembayaran PPh yang bersifat final 2. Pembayaran pada akhir tahun pajak (PPh Pasal

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI FORMULIR DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERHATIAN 177 S SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA; DALAM NEGERI LAINNYA;

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN WP ORANG PRIBADI SEDERHANA (FORMULIR 1770 S DAN LAMPIRANNYA) (Sesuai PER-34/PJ./2009 dan PER-66/PJ.

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN WP ORANG PRIBADI SEDERHANA (FORMULIR 1770 S DAN LAMPIRANNYA) (Sesuai PER-34/PJ./2009 dan PER-66/PJ. PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN WP ORANG PRIBADI SEDERHANA (FORMULIR 1770 S DAN LAMPIRANNYA) (Sesuai PER-34/PJ./2009 dan PER-66/PJ./2009) Tahun Pajak : 2009 Formulir 1770 S ini merupakan formulir SPT Tahunan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 10-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 50, 1983 FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Mardiasmo, (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) 5 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak Penghasilan

Lebih terperinci

Materi E-Learning Perpajakan

Materi E-Learning Perpajakan Kompilasi Materi Teori Perpajakan : 1. Bentuk Usaha Tetap 2. Norma Perhitungan Penghasilan Netto 3. Pajak Penghasilan Final 4. Utang Pajak dan Penagihan Pajak Sumber : Seri Perpajakan www.pajak.go.id BENTUK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PERHATIAN 0 MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA DARI PENGHASILAN LAIN SPT YANG DIKENAKAN

Lebih terperinci

RUGI LABA BIAYA FISKAL

RUGI LABA BIAYA FISKAL RUGI LABA BIAYA FISKAL BIAYA YANG TIDAK DAPAT DIJADIKAN PENGURANG PENGHASILAN (PASAL 9) Pengeluaran untuk pemegang saham atau pihak yang memillki hubungan istimewa beserta orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1adalah kontribusi wajib kepada negara

Lebih terperinci

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Kelompok 3 Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Pajak penghasilan, subjek, objek pajak dan objek pajak BUT Tata cara dasar pengenaan pajak Kompensasi Kerugian PTKP, Tarif pajak dan cara

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI. YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI. YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL 10 S SPT AN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI MEMPUNYAI PENGHASILAN : DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA DALAM NEGERI LAINNYA YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL PERHATIAN SEBELUM

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI G. LAMPIRAN F. ANGSURAN PPh PASAL 25 BERIKUTNYA E. PPh KURANG/ LEBIH BAYAR D. KREDIT PAJAK C. PPh TERUTANG B. PENGHASILAN KENA PAJAK A. PENGHASILAN NETO IDENTITAS FORMULIR 1770 MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN. Pembagian Subjek Pajak. Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri SIAPA SUBJEK PAJAK?

PAJAK PENGHASILAN. Pembagian Subjek Pajak. Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri SIAPA SUBJEK PAJAK? PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan SIAPA SUBJEK PAJAK? ORANG PRIBADI 1. Warisan yang berlum terbagi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Pendapatan dan Beban Menurut Akuntansi 1. Pendapatan Menurut Akuntansi Suatu perusahaan didirikan untuk memperoleh pendapatan yang sebesar-besarnya dengan pengeluaran

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI IDENTITAS FORMULIR PERHATIAN MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA DARI PENGHASILAN LAIN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak Pajak merupakan salah satu pungutan negara terhadap rakyatnya. Pada hakekatnya, pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta Wajib

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-34/PJ/2010

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak menurut Soemitro (Resmi, 2016:1) merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan. Menurut Prof. Dr. H. Rachmat Soemitro, S.H yang dikutip dalam buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 Pasal 1 adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI. YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI. YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL 0 S SPT AN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI MEMPUNYAI PENGHASILAN : DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA DALAM NEGERI LAINNYA YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL PERHATIAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Perpajakan 1. Pengertian pajak Menurut Rochmat Soemitro seperti dikutip oleh Waluyo ( 2007 : 3 ) mengemukakan bahwa : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang

Lebih terperinci

DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK

DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK A. NPWP : 0 7 4 5 6 1 2 3 0 0 1 3 0 0 0 B. C. JENIS USAHA : SPESIFIKASI USAHA : D. ALAMAT : Pegawai Swasta JL. BATU TULIS NO. 33 E. KELURAHAN / : KECAMATAN F. KOTA / KODE POS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam upaya untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

PAJAK PENGHASILAN (PPh) PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pengaturan PPh UU No. 7/1983 UU No. 7/1991 UU No. 10/1994 UU No. 17/2000 UU No. 36/2008 tentang PPh Subjek Pajak Orang pribadi atau badan yang memenuhi syarat subjektif (berdomisili

Lebih terperinci

PERTEMUAN 6 By Ely Suhayati SE MSi Ak

PERTEMUAN 6 By Ely Suhayati SE MSi Ak PERTEMUAN 6 By Ely Suhayati SE MSi Ak PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT (2) / PPH FINAL Penghasilan yang termasuk penghasilan pasal 4 ayat (2) perlu diberikan perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajaknya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum

Lebih terperinci

KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PERATURAN PERPAJAKAN II

KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PERATURAN PERPAJAKAN II UNTUK KEPENTINGAN DINAS TIDAK DIPERJUALBELIKAN BIJAK Orang Pribadi Pintar Pajak KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PERATURAN PERPAJAKAN II BIJAK - Orang Pribadi

Lebih terperinci

Perpustakaan LAFAI

Perpustakaan LAFAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 2 0 6

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 2 0 6 BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS; DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA; YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL; DAN/ATAU X PEMBUKUAN PENCATATAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 6

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 6 G. LAMPIRAN F. ANGSURAN PPh PASAL TAHUN PAJAK BERIKUTNYA E. PPh KURANG/ LEBIH BAYAR D. KREDIT PAJAK C. PPh TERUTANG B. PENGHASILAN KENA PAJAK A. PENGHASILAN NETO IDENTITAS FORMULIR BAGI WAJIB PAJAK YANG

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI G. LAMPIRAN F. ANGSURAN PPh PASAL PAJAK BERIKUTNYA E. PPh KURANG/LEBIH BAYAR D. KREDIT PAJAK C. PPh TERUTANG B.PENGHASILAN KENA PAJAK A. PENGHASILAN NETO IDENTITAS FORMULIR PAJAK PERHATIAN 77 S SPT AN

Lebih terperinci

IBNU KHAYATH FARISANU 1 / 9 STIE

IBNU KHAYATH FARISANU 1 / 9 STIE PASAL 04 AYAT 02 1. Bunga Deposito dan Tabungan Lainnya a. Obyek PPh Final adalah bunga deposito, bunga tabungan lainnya dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI). b. Besar tarif pemotongan adalah 20%

Lebih terperinci

LAMPIRAN - I. SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

LAMPIRAN - I. SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PERHATIAN HALAMAN - I LAMPIRAN - I PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO NEGERI DARI USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS BAGI WAJIB PAJAK YANG MENGGUNAKAN SEBELUM MENGISI BACALAH BUKU PETUNJUK PENGISIAN NPWP NAMA WAJIB

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pajak a) Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang KUP No. 16 Tahun 2009 Pasal 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Bagi Dokter

Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Bagi Dokter Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Bagi Dokter Pajak Penghasilan adalah pajak atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

Penghasilan Lainnya Bulan... Tahun... Biaya (Rp) Jumlah Bruto (Rp) (1) (2) (3) (4) (5) (6)

Penghasilan Lainnya Bulan... Tahun... Biaya (Rp) Jumlah Bruto (Rp) (1) (2) (3) (4) (5) (6) LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-4/PJ/2009 Bentuk dan Tata Cara Pencatatan Yang Diterima Dari Luar Kegiatan Usaha dan/atau Pekerjaan Bebas Yang Merupakan Objek Pajak Yang Tidak Dikenai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajak Pengertian pajak menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN. Tujuan Instruksional :

PAJAK PENGHASILAN. Tujuan Instruksional : 3 PAJAK PENGHASILAN Tujuan Instruksional : A. Umum Mahasiswa diharapkan mendapatkan pemahaman tentang pajak penghasilan secara umum B. Khusus o Mahasiswa mengetahui subjek pajak dan bukan subjek pajak.

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN A. Definisi dan Unsur Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

Lebih terperinci

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA OLEH: Yulazri M.Ak. CPA Pajak Penghasilan (PPh) Dasar Hukum : No. Tahun Undang-Undang 7 1983 Perubahan 7 1991 10 1994 17 2000 36 2008 SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK PENGHASILAN 1. a. Orang Pribadi b. Warisan

Lebih terperinci

SURAT SETORAN PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SSP. 25 April STIE Widya Praja Tanah Grogot

SURAT SETORAN PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SSP. 25 April STIE Widya Praja Tanah Grogot STIE Widya Praja Tanah Grogot Tanggal Penerbitan 25 April 2016 Pertemuan SURAT SETORAN PAJAK Wajib Pajak dapat membayar pajak yang terutang dengan 2 (dua) cara, yaitu: 1. Dengan menggunakan Surat Setoran

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (SPT TAHUNAN PPh WP ORANG PRIBADI) (SPT 1770

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya

Lebih terperinci

Sistem/Cara Pemungutan Pajak ada 3, yaitu:

Sistem/Cara Pemungutan Pajak ada 3, yaitu: PERPAJAKAN ORGANISASI NIRLABA Tri Purwanto Pengantar Pajak Organisasi Nirlaba UU No 28 Th 2007 ttg KUP Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat BAB II LANDASAN TEORI II.1 Gambaran Umum Pajak Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat memahami mengapa kita harus membayar pajak. Dari pemahaman inilah diharapkan muncul kesadaran

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V BAB V BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V BAB V BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/ PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS

Lebih terperinci

PAJAK PAJAK DEPARTEMEN IKK - IPB

PAJAK PAJAK DEPARTEMEN IKK - IPB PAJAK PAJAK . PAJAK yang dibayarkan digunakan untuk kegiatan Penyelenggaraan Negara, dan Membiayai pembangunan seperti pembangunan gedung-gedung sekolah, Sarana Kesehatan (rumah sakit), sarana umum, pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN MAKSUD DAN TUJUAN

I. PENDAHULUAN MAKSUD DAN TUJUAN I. PENDAHULUAN Mengingat pentingnya masalah Perpajakan dalam pengelolaan Dana Pensiun, maka perlu adanya pedoman mendasar tentang Perpajakan. Peraturan Perpajakan Dana Pensiun mengacu pada Undang-undang

Lebih terperinci

KONSEP PENDAPATAN DALAM PAJAK

KONSEP PENDAPATAN DALAM PAJAK KONSEP PENDAPATAN DALAM PAJAK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG Pajak Terutang = Tarif PPh X Penghasilan Kena Pajak Penghasilan Kena Pajak ====> Penghasilan Netto Penghasilan Netto = Penghasilan - Biaya Perhitungan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN 1 PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh) yang telah diubah dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL A. Adanya Pengeluaran atau Beban yang Tidak Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto akan Dilakukan KOREKSI FISKAL POSITIF. 1. Pembagian laba dengan

Lebih terperinci