Perkembangan Kawasan Cakranegara-Lombok

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perkembangan Kawasan Cakranegara-Lombok"

Transkripsi

1 Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia Perkembangan Kawasan Cakranegara-Lombok Adhiya Harisanti F. (1), Antariksa (2), Turniningtyas Ayu R. (3) (1) Mahasiswa Program Magister Teknik Sipil, Minat Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya. (2) Dosen Program Magister Arsitektur Lingkungan Binaan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya. (3) Dosen Program Magister Teknik Sipil, Minat Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya. Abstrak Kawasan Cakranegara merupakan salah satu kawasan bersejarah di Kota Mataram. Kawasan Cakranegara dibangun pada pertengahan abad ke-17 dan diperuntukkan sebagai pusat penyebaran agama Hindu, serta permukiman bagi masyarakat Hindu-Bali yang datang selama pemerintahan Kerajaan Karangasem. Seiring dengan perkembangan zaman, Kawasan Cakranegara dikembangkan sebagai pusat perdagangan dan jasa terbesar di Kota Mataram. Fungsi perumahan mulai berkurang dan menjadi fungsi komersial. Tujuan dari studi adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Kawasan Cakranegara dan bentuk perkembangannya dari masa ke masa. Metode yang digunakan adalah analisis faktor dan analisis sinkronik-diakronik. Hasil studi, diketahui bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi perkembangan Kawasan Cakranegara. Perkembangan terbesar mulai terjadi sejak tahun 1970 sampai sekarang. Terjadi perubahan besar terhadap bangunan dan lingkungan yang dipengaruhi oleh faktor kearifan lokal, faktor sosial budaya masyarakat, dan faktor perkembangan zaman. Kata-kunci: Cakranegara, kawasan bersejarah, perkembangan kawasan. Pendahuluan Kawasan Cakranegara dibangun pada pertengahan abad ke-18, merupakan kota yang dirancang berdasarkan mitologi Hindu-Bali dan jarang dijumpai di Indonesia, bahkan di Pulau Bali sekalipun. Kawasan Cakranegara merupakan kota koloni dari Kerajaan Karangasem Bali. Pura Meru terletak di tengah kota, Pura Dalem (pura bagi orang yang meninggal) terletak di pojok sebelah Barat, dan Pura Puseh di pojok sebelah Timur. Susunan tersebut juga berlaku di Kawasam Gianyar, Karang Asem, dan Klungkung di Bali (Funo dalam Handinoto, 2010:313). Formasi Pura Meru terletak di pusat, serta pasar yang ada di luar tembok keliling istananya sama dengan pola kota-kota Jawa pada zaman Mataram I (Handinoto, 2010:313). Kawasan Cakranegara sebagai sebuah lingkungan kota tua dan bersejarah memiliki bentuk tata ruang yang sangat spesifik, serta sosial budaya unik. Menurut Fuji Funo dalam Mulyadi (2009), Cakranegara adalah sebuah kota berpola grid teratur yang terbentuk oleh blok-blok pemukiman. Sementara menurut Suardana dalam Mulyadi (2009) menyatakan bahwa Cakranegara merupakan kota dengan seribu perempatan jalan. Berdasarkan Perda Kota Mataram No. 12 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram, Kawasan Cakranegara diarahkan menjadi kawasan perdagangan dan jasa berskala nasional dan internasional. Dari segi sejarah dan perkembangan pariwisata, Kawasan Cakranegara menjadi salah satu bagian dari sejarah terbentuknya Kota Mataram dan menjadi tujuan wisata budaya. Beberapa bangunan kuno khas Bali yang masih bertahan, yaitu Pura Meru dan Taman Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli

2 Perkembangan Permukiman Tradisional Bali Cakranegara-Lombok Mayura, mulai dilestarikan dan dijadikan sebagai benda cagar budaya oleh pemerintah daerah. Selain itu Kawasan Cakranegara (Pura Meru Taman Mayura Pura Dalem) sampai saat ini masih dimanfaatkan sebagai tempat pelaksanaan kegiatan keagamaan oleh seluruh masyarakat Hindu, terutama di Kota Mataram. Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan, maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Kawasan Cakranegara dan bentuk perkembangannya dari masa ke masa. Metode Metode yang digunakan adalah kuantitatifkualitatif (mixed-method). Metode kuantitatif digunakan untuk memperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Kawasan Cakranegara. Metode kualitatif digunakan untuk mengetahui bentuk perkembangan Kawasan Cakranegara berdasarkan sejarah pada awal terbentuknya permukiman dan perkembangannya sampai sekarang. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut. 1. Survei primer Wawancara: digunakan untuk memperoleh sejarah terbentuknya Kawasan Cakranegara serta perkembangannya sampai sekarang. Narasumber adalah tokoh masyarakat di Kawasan Cakranegara. Kuisioner: digunakan untuk memperoleh pendapat masyarakat mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangan Kawasan Cakranegara. Bentuk kuisioner yang digunakan adalah kuisioner faktor dengan 17 variabel dan lima pilihan dalam skala likert (sangat tidak setuju, tidak setuju, ragu-ragu, setuju, sangat setuju). Hasil kuisioner faktor akan digunakan pada tahapan analisis faktor. Penentuan jumlah responden adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Kawasan Cakranegara dalam bentuk kepala keluarga (KK). Wilayah penelitian meliputi enam kelurahan di Kecamatan Cakranegara, yaitu Kelurahan Cakranegara Barat, Kelurahan Cakranegara Timur, Kelurahan Cakranegara Selatan, Kelurahan Mayura, Kelurahan Cilinaya, dan Kelurahan Sapta Marga. Jumlah populasi tahun 2012 adalah kepala keluarga. Pengambilan sampel responden menggunakan rumus Slovin, sehingga diperoleh 100 responden. 2. Survei sekunder Berupa studi literatur untuk memperoleh terbentuknya Kawasan Cakranegara serta perkembangannya sampai sekarang. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut. 1. Analisis faktor Analisis faktor dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pada Kawasan Cakranegara. Data untuk analisis faktor diperoleh dengan menyebarkan kuisioner faktor kepada 100 kepala keluarga. Data yang diperoleh akan diuji validitas dan reliabilitas data; KMO MSA; ekstraksi faktor; dan sampai dihasilkan kelompok-kelompok variabel faktor. 2. Analisis sinkronik-diakronik Menurut Suprijanto dalam Hardiyanti (2005), sinkronik dan diakronik umumnya digunakan dalam morfologi (dalam arsitektur dan kota) sebagai metode analisis. Pada morfologi atau perkembangan, aspek diakronik digunakan untuk mengkaji 19 Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013

3 satu aspek yang menjadi bagian dari satu objek, fenomena atau ide dari waktu ke waktu, sedangkan aspek sinkronik digunakan untuk mengkaji keterkaitan antar aspek dalam kurun waktu tertentu. Dari hasil analisis faktor akan teridentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kawasan Kawasan Cakranegara dan selanjutnya menjadi aspek-aspek yang digunakan dalam analisis sinkronik-diakronik untuk melihat perkembangan Kawasan Cakranegara secara fisik. Analisis dan Interpretasi 1. Sejarah perkembangan Kawasan Cakranegara Terbentuknya Kawasan Cakranegara memiliki sejarah yang panjang dan bersumber dari beberapa versi. Menurut Mulyadi (2009), dalam sejarah perkembangan Pulau Lombok khususnya Kota Mataram, pengaruh Hindu-Bali baru muncul pada tahun 1700-an. Pengaruh Hindu-Bali di Pulau Lombok paling banyak berada di kawasan Kota Mataram, dimana sampai sekarang terdapat beberapa permukiman Hindu-Bali. Semasa pemerintahan Kerajaan Karangasem di Pulau Lombok, muncul beberapa kerajaan-kerajaan kecil Hindu- Bali, seperti Kerajaan Pagesangan, Kerajaan Pagutan, Kerajaan Singasari, dan Kerajaan Mataram. Kerajaan Mataram merupakan kerajaan yang paling besar pengaruhnya dan juga perkembangannya paling pesat dibandingkan kerajaan kecil lainnya di Pulau Lombok. Berdasarkan sejarah menyebutkan bahwa sebelum Kerajaan Mataram menjadi kerajaan paling besar dan kuat di Pulau Lombok, Cakranegara telah dibangun sebagai sebuah permukiman dan pusat perkembangan Hindu- Bali yang bernama Karangasem Singasari. Permukiman terbentuk bersamaan dengan kedatangan Raja Karangasem dengan para pengikutnya, dan membangun permukiman yang berbentuk kotak-kotak atau pola grid yang disebut karang (Gambar 1). Penamaan karang-karang disesuaikan dengan nama daerah asli mereka di Pulau Bali, seperti Adhiya Harisanti F. 1 Karang Blumbang, Karang Bengkel, Karang Jasi, Karang Sampalan, dan lain sebagainya. Penamaan karang tersebut dimaksudkan karena rajanya yang berasal dari daerah Karang Asem Bali, sehingga tidak melupakan asal usul masyarakat asli yang tinggal di Kawasan Cakranegara. Puri atau istana raja (Puri Ukir Kawi) di Kawasan Cakranegara dibangun tidak lama setelah pembangunan Pura Meru. Selain itu juga dibangun sebuah pasar istana serta sebuah makam atau Pura Dalem di bagian barat Kawasan Cakranegara (sekarang Pura Dalem Karang Jangkong). Pembangunan Puri Ukir Kawi dan pasar istana, serta Pura Dalem dilakukan sekitar tahun 1740-an. Pada tahun 1744 dibangun sebuah taman yang memiliki kolam yang indah (sekarang bernama Taman Mayura). Gambar 1. Pola permukiman Cakranegara tahun Sumber: Funo dalam Handinoto (2010). Menurut Zakaria (1998), pada masa pemerintahan Kerajaan Mataram, Kawasan Cakranegara diarahkan untuk menjadi pusat pemerintahan negeri. Oleh karena itu, di Cakranegara dibangun istana raja yang baru, lebih luas dan lebih indah, yaitu istana atau Puri Ukir Kawi, pada tahun 1744, bersamaan Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli

4 Perkembangan Permukiman Tradisional Bali Cakranegara-Lombok dengan Taman Mayura. Pura Meru dibangun lebih dahulu sekitar tahun Pembangunan Pura Meru bertujuan untuk menjaga persatuan dan kesatuan di antara penguasa di masing-masing kerajaan kecil yang masih mempunyai hubungan kekeluargaan. Zakaria (1998) mengungkapkan, Kawasan Cakranegara memiliki tata ruang yang disesuaikan pula dengan adat kebiasaan dan kepercayaan Hindu-Bali. Tata ruang kota terdiri dari blok-blok kota yang peruntukannya jelas dan dihubungkan oleh jalur-jalur jalan yang teratur dan rapi. Blok-blok kota yang teratur terbentuk dimungkinkan karena adanya subkultur filsafat Asta Kosala Kosali yang diterapkan bagi setiap keluarga dalam membangun tempat tinggalnya. Seluruh blok kota akan terpusat dan sekaligus berfungsi melindungi kompleks istana (puri) dan para bangsawan. Setiap kepala keluarga memiliki kapling tanah pekarangan (untuk rakyat kebanyakan minimal 600 m 2 ) dengan bangunan perumahannya masing-masing berdasarkan subkultur tersebut. Maka Cakranegara adalah cakra atau roda yang berputar mengendalikan pemerintahan dan mengontrol seluruh tatanan kerajaan dan tatanan masyarakat yang menyangga sistem tersebut. Pemukiman orang Sasak yang ada di Kawasan Cakranegra dipilih secara sangat selektif dalam jumlah yang terbatas (9 10 kk) dan diselipkan di antara perkampungan yang ada. Fungsi perkampungan untuk pelayanan kawasan istana dan sekitarnya. Berdasarkan hasil penelitian Mulyadi terdapat bentuk penerapan konsep-konsep Hindu pada pola keruangan di Kawasan Cakranegara. Bentuk penerapan konsep-konsep tersebut menjadi sebuah kearifan lokal di Kawasan Cakranegara sampai sekarang. Berikut penerapan konsep Hindu di Kawasan Cakranegara (Mulyadi, 2002:IIC3-8-IIC3-10). a. Keruangan secara makro (permukiman) Konsep rwa bhinneda Dapat dilihat pada peletakan tempat pemujaan, seperti Taman Mayura, Pura Meru, Pura Dalem Karang Jangkong, dan jalur-jalur jalan utama. Pura Puseh (Taman Mayura) dan Pura Desa (Pura Meru) berada di sebelah timur (timur adalah posisi Gunung Rinjani dan matahari terbit) memiliki nilai sakral. Pura Dalem (Pura Dalem Karang Jangkong/makam) berada di sebelah barat (barat adalah posisi Pantai Ampenan dan matahari terbenam) memiliki nilai nista. Konsep tri hita karana Dapat dilihat adanya pura kahyangan tiga (Taman Mayura/Pura Puseh, Pura Meru/Pura Desa, dan Pura Dalem Karang Jangkong/Pura Dalem) sebagai parahyangan/jiwa dari Kawasan Cakranegara. Teritorial Kawasan Cakranegara sebagai pawongan/fisik. Penduduk yang menghuni Kawasan Cakranegara sebagai palemahan/tenaga, dimana menurut Funo dalam Mulyadi terdapat 33 unit karang (blok-blok permukiman) sebagai khaya atau kekuatan dari permukiman (Gambar 2). Konsep tri loka dan tri angga Dapat dilihat pada peletakan Pura Puseh dan Pura Desa sebagai unsur utama/ kepala, manifestasi dari alam Tuhan (shuahloka). Blok-blok permukiman tempat hunian penduduk sebagai unsur madya/ badan, manifestasi dari alam manusia (bhuahloka). Pura Dalem sebagai unsur nista/makam/kaki, manifestasi dari alam baka (bhurloka). 21 Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013

5 Adhiya Harisanti F. 1 Mayura Pura Dalem Dalem Pura Jagatnatha Mayura Utara Solid dan Void Kota Cakranegara Tanpa Skala Pura Meru Peta Kota Cakranegara : Blok permukiman Gambar 2. Implementasi konsepsi tri hita karana pada Kawasan Cakranegara. Sumber: Mulyadi (2009). Konsep pempatan agung, berdasarkan atas pertemuan kekuatan antara akasa pertiwi dan purusha dengan pradhana. Titik pertemuan tersebut oleh masyarakat Hindu merupakan sumber kekuatan yang disebut kekuatan niskala dan memiliki nilai sakral disebut pempatan sakral. Pempatan agung berada di pusat kota dan pempatan alit berada pada masing-masing unit karang/ banjar. b. Keruangan secara mikro (pekarangan/ rumah tempat tinggal) Di Kawasan Cakranegara deret-deret bangunan rumah tinggal berjajar utaraselatan, sedangkan orientasi pintu gerbang adalah timur-barat. Konsep penentuan unit karang/banjar yang terbentuk deret-deret bangunan rumah tinggal dimungkinkan karena faktor organisasi sosial yang sudah lama terbentuk dan menjadi sebuah karakteristik komunitas tertentu dalam sebuah susunan kekerabatan. Konsep orientasi kosmologi yang sangat dipercayai bagi masyarakat Hindu, yaitu arah kaja (timur posisi Gunung Rinjani dan barat posisi Gunung Agung di Pulau Bali). Penduduknya merupakan pendatang dari salah satu desa-desa yang ada di Pulau Bali, terutama Bali bagian timur, maka dalam satu unit karang/banjar memiliki satu buah Pura Pemaksan dan satu buah Bale Banjar sebagai unsur pengikat. Di Pulau Bali, satu unit permukiman terdiri dari satu kelompok dalam tunggal dadia atau tunggal kawitan, sedangkan di Kawasan Cakranegara dalam satu unit karang/banjar bukan merupakan tunggal dadia atau tunggal kawitan, tetapi merupakan tunggal desa atau tunggal kampung. 2. Analisis Perkembangan Kawasan Cakranegara a. Analisis faktor Uji validitas Suatu variabel dikatakan valid jika memiliki nilai r hitung > r tabel dan bernilai positif (Ghozali, 2007:45). Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh r tabel dengan derajat bebas (df) Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli

6 Perkembangan Permukiman Tradisional Bali Cakranegara-Lombok adalah 98 pada tingkat signifikan 5%, yaitu 0,1966. Dari 17 variabel diperoleh nilai terendah adalah 0,416 dan nilai tertinggi adalah 0,686, sehingga dapat diketahui bahwa secara keseluruhan masing-masing variabel dikatakan valid. Uji reliabilitas Hasil uji reliabilitas dapat dilihat dari nilai Cronbach s Alpha dengan syarat nilai tersebut harus > 0,6 yang berarti bahwa variabel tersebut dapat digunakan untuk menguji suatu permasalahan (Nunnally dalam Ghozali, 2007:42). Berdasarkan hasil perhitungan 17 variabel diperoleh nilai terendah adalah 0,896 dan nilai tertinggi adalah 0,905, sehingga dapat diketahui bahwa semua variabel yang digunakan dinyatakan reliabel. Uji Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) Measure of Adequency, dan Bartlett s Test of Shpericity Penggunaan analisis faktor dapat digunakan jika nilai Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Adequency > 0,5. Jika nilai Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Adequency < 0,5, maka analisis faktor tidak dapat digunakan (Ghozali, 2007:270). Tabel 1. Hasil Uji KMO dan Bartlett s Test of Shpericity Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Adequency Bartlett s Test Approx. of Shpericity chi-square df sig Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa nilai KMO yang diperoleh, yaitu 0,859. Dengan demikian analisis faktor layak untuk digunakan. Uji Measure of Sampling Adequency (MSA) Berdasarkan hasil perhitungan 17 variabel diperoleh nilai terendah adalah 0,772 dan nilai tertinggi adalah 0,919, sehingga diketahui bahwa semua variabel yang digunakan dinyatakan layak. Uji communalities Hasil perhitungan komunalitas menunjukkan semua variabel yang memenuhi persyaratan nilai komunalitas untuk jumlah variabl penelitian di bawah 20 variabel, yaitu > 0,4 (Stevens dalam Field, 2000:434). Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa semua variabel memiliki nilai komunalitas > 0,4. Dengan demikian semua variabel layak digunakan dalam analisis faktor. Penentuan banyaknya faktor berdasarkan kriteria akar ciri (Eigenvalues) dan kriteria presentase keragaman kumulatif (Percentage of Variances) Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa jumlah faktor yang memiliki nilai > 1 adalah sebanyak empat faktor. Nilai Eigenvalue yang dipilih untuk menentukan jumlah faktor yang terbentuk adalah nilai eigenvalue > 1 (Ghozali, 2007:271). Hal tersebut menunjukkan bahwa dari 17 variabel yang diujikan dikelompokkan menjadi empat faktor. Keempat faktor yang terbentuk dapat menjelaskan keragaman keseluruahan variabel sebesar 64,41%. Tabel 2. Total Variance Explained Initial Eigenvalues Component % of Cumulative Total Variance % 1. 6,953 40,899 40, ,688 9,928 50, ,201 7,066 57, ,108 6,517 64, ,814 4,786 69, ,764 4,496 73, ,680 3,999 77, ,632 3,716 81, ,524 3,081 84, ,517 3,040 87, ,419 2,462 89, ,398 2,344 92, ,344 2,026 94, ,315 1,855 96, ,242 1,426 97, ,222 1,306 98, ,179 1, , Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013

7 Rotasi varimax terhadap faktor-faktor yang terbentuk Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa faktor pertama memiliki hubungan yang erat dengan enam variabel (Var_1, Var_5, Var_6, Var_7, Var_8, dan Var_9), faktor kedua memiliki hubungan yang erat dengan tiga variabel (Var_2, Var_3, dan Var_4), faktor ketiga memiliki hubungan yang erat dengan lima variabel (Var_13, Var_14, Var_15, Var_16, dan Var_17), dan faktor keempat memiliki hubungan yang erat dengan tiga variabel (Var_10, Var_11, dan Var_12). Tabel 3. Penyebaran Variabel-Variabel Pada Faktor Yang Terbentuk Variabel Component Var_1 0,591 0,361 0,227 0,058 Var_2 0,223 0,764 0,203 0,109 Var_3 0,147 0,792 0,171 0,128 Var_4 0,343 0,729 0,222 0,020 Var_5 0,482 0,432 0,196 0,173 Var_6 0,544 0,481 0,075 0,191 Var_7 0,796 0,115 0,120 0,261 Var_8 0,761 0,315 0,238 0,038 Var_9 0,814 0,157 0,253 0,029 Var_10 0,283 0,269-0,717 0,081 Var_11 0,096-0,248 0,827 0,008 Var_12 0,010 0,089 0,406 0,666 Var_13 0,378-0,732 0,089 0,024 Var_14 0,295 0,168 0,590 0,313 Var_15-0,187 0,675 0,254 0,034 Var_16 0,231 0,323 0,679 0,019 Var_17 0,286 0,353 0,619 0,089 Penamaan faktor-faktor yang terbentuk Pada Tabel 4, diketahui faktor 1 adalah kearifan lokal; faktor 2 adalah sosial budaya masyarakat; faktor 3 adalah perkembangan zaman; dan faktor 4 adalah upaya pelestarian. Faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan Kawasan Cakranegara adalah faktor 1, yaitu kearifan lokal dengan persentase keragaman sebesar 40,899%. Artinya variabel-variabel yang membentuk faktor kearifan lokal memberikan Adhiya Harisanti F. 1 pengaruh terhadap perkembangan Kawasan Cakranegara sebesar 40,899%. Faktor 4, yaitu upaya pelestarian memiliki pengaruh yang paling kecil terhadap perkembangan Kawasan Cakranegara sebesar 6,517%. Selanjutnya keempat faktor yang terbentuk akan digunakan dalam analisis sinkronik-diakronik untuk melihat bentuk perkembangan Kawasan Cakranegara dari tahun 1700-an sampai sekarang. b. Analisis sinkronik-diakronik Analisis sinkronik-diakronik digunakan untuk mengkaji perubahan dan perkembangan kawasan. Dilakukan pengkajian keterkaitan akan perubahan ruang terhadap waktu, serta peristiwa yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan kawasan. Data yang digunakan untuk dalam analisis sinkronikdiakronik merupakan hasil wawancara kepada tokoh masyarakat di Kawasan Cakranegara dan literatur terkait sejarah perkembangan Kawasan Cakranegara. Selain faktor fisik, faktor-faktor lain yang digunakan untuk analisis sinkronik diakronik merupakan hasil dari analisis faktor (Tabel 4), yakni sebagai berikut. Kearifan lokal, yaitu dengan melihat bentuk aturan adat (kearifan lokal), pengetahuan masyarakat terhadap kearifan lokal, penerapan kearifan lokal pada kawasan permukiman (makro) dan pekarangan rumah (mikro), serta elemen-elemen yang membentuk Kawasan Cakranegara. Sosial budaya masyarakat, yaitu dengan melihat sistem kekerabatan masyarakat, serta kegiatan keagamaan dan sosial budaya yang dilakukan masyarakat di Kawasan Cakranegara. Perkembangan zaman, yaitu dengan melihat perkembangan teknologi, adanya pendatang baru yang mempengaruhi status kepemilikan lahan, kondisi perekonomian, dan perubahan pemerintahan/ politik. Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli

8 Perkembangan Permukiman Tradisional Bali Cakranegara-Lombok Tabel 4. Penamaan Terhadap Faktor-Faktor Yang Terbentuk Gambar 3. Hubungan antara sinkronik-diakronik di Kawasan Cakranegara. Upaya pelestarian, yaitu melihat kegiatan pelestarian yang dilakukan baik terhadap suatu bangunan atau secara keseluruhan Kawasan Cakranegara. Adapun keterkaitan hubungan antara sinkronik-diakronik di Kawasan Cakranegara dapat dilihat diagram berikut (Gambar 3). Bentuk perkembangan Kawasan Cakranegara dapat dilihat dari hasil analisis sinkronikdiakronik dari tahun 1700 sampai sekarang. Untuk lebih mudah melihat bentuk perkembangan Kawasasan Cakranegara, wilayah studi akan dibagi menjadi enam zona berdasarkan batas wilayah kelurahan. Berikut pembahasan perkembangan berdasarkan pembagian zona. 1) Zona A (Kelurahan Cakranegara Barat) Kelurahan Cakranegara Barat mengalami perkembangan kawasan yang sangat besar. Kelurahan Cakranegara Barat dilalui oleh jalan utama, yaitu Jl. Pejanggik dan Jl. Sultan Hasanudin. Berdasarkan hasil analisis sinkronik-diakronik (Gambar 3 dan Gambar 4), 25 Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013

9 sekitar Jl. Pejanggik mengalami perkembangan yang sangat pesat. Sejak tahun 1960 mulai didirikan bangunan pertokoan dan awal tahun 1999 didirikan sarana pendidikan dan perkantoran. Tahun 2000-an sampai sekarang, Jl. Pejanggik sudah dipadati oleh bangunan pertokoan, perkantoran, pendidikan, dan jasa. Terdapat bangunan hotel lantai lima dibekas lokasi Terminal Cakranegara. Bangunanbangunan hotel juga banyak didirikan di jalan lingkungan pada tahun 2000-an. Pembangunan hotel tersebut bertujuan untuk menunjang perkembangan pariwisata di Kota Mataram. Jl. Sultan Hasanudin mulai mengalami perkembangan sejak tahun 1970-an. Tahun 1970-an didirikan bangunan perkantoran dan pada awal tahun 1999 mulai didirikan pertokoan, hotel, dan sebuah masjid. Bangunan baru yang didirikan mayoritas memiliki arsitektur modern. Ada beberapa bangunan hotel di jalan lingkungan yang memiliki arsitektur Bali modern. Penerapan konsep Hindu-Bali pada bangunan baru sudah tidak ada. Hal tersebut dikarenakan status kepemilikan lahan didominasi oleh para pendatang dan para investor. 2) Zona B (Kelurahan Mayura) Berdasarkan hasil analisis sinkronik-diakronik (Gambar 3 dan Gambar 5), Kelurahan Mayura mengalami perkembangan yang cukup besar. Terdapat Taman Mayura yang dulunya berfungsi sebagai tempat peristirahatan keluarga kerajaan dan sebagai tempat peradilan. Puri Pamotan adalah bangunan puri yang kedua, didirikan tahun 1950 berada di sebalah timur Taman Mayura. Awalnya Puri Ukir Kawi didirikan di sebelah barat Taman Mayura. Berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan perkembangan agama Hindu-Bali. Pada tahun 1894, saat Perang Lombok, Puri Ukir Kawi mengalami kerusakan dan menjadi milik I Gusti Jelantik Blambangan. Sejak tahun , Puri Ukir Kawi mengalami kehancuran dan status kepemilikannya mulai berpindah tangan. Pura Melanting merupakan bagian dari Puri Ukir Kawi yang masih tersisa sampai sekarang. Puri Melanting berfungsi sebagai salah satu pura yang dimanfaatkan Adhiya Harisanti F. 1 masyarakat Hindu di Kota Mataram untuk melaksanakan kegiatan keagamaan. Tahun 1960-an di lokasi bekas Puri Ukir Kawi mulai didirikan bangunan pertokoan. Pada tahun 1970-an didirikan bangunan perkantoran dan pertokoan di sekitar Jl. Sultan Hasanudin. Sejak tahun 1999-an di bagian timur Taman Mayura dan di sepanjang Jl. Selaparang banyak didirikan bangunan pertokoan, gudang, dan perkantoran. Bangunan toko dan gudang mayoritas dimiliki oleh masyarakat Cina. Selain itu juga, terdapat bangunan yang berfungsi sebagai tempat olah raga (di sebelah utara Taman Mayura), gereja, hotel, dan sekolah. Tahun 2000-an, Taman Mayura memiliki fungsi tambahan sebagai lokasi Kantor Kelurahan Mayura, dan ditata sebagai objek wisata budaya, serta ruang publik bagi masyarakat. Namun, Taman Mayura tetap dimanfaatkan masyarakat Hindu sebagai tempat pelaksanaan kegiatan keagamaan. 3) Zona C (Kelurahan Cilinaya) Kelurahan Cilinaya merupakan salah satu bagian dari Kawasan Cakranegara yang mengalami perkembangan sangat besar. Berdasarkan hasil analisis sinkronik-diakronik (Gambar 3 dan Gambar 6). Perkembangan fisik yang paling jelas terlihat adalah di sekitar Jl. Pejanggik, Jl. AA. Gede Ngurah, dan Jl. Panca Usaha. Sejak tahun 1960-an di Jl. Pejanggik dan Jl. AA. Gede Ngurah mulai didirikan bangunan pertokoan. Tahun 1970-an di sepanjang Jl. Pejanggik didominasi oleh bangunan pertokoan. Awal tahun 1999 dan 2000-an, Jl. Pejanggik, Jl. AA. Gede Ngurah, dan Jl. Panca Usaha semakin padat oleh bangunan pertokoan. Tahun 2000-an didirikan Mataram Mall dibekas lokasi lapangan pacuan kuda yang berada di sebelah timur Pura Dalem Karang Jangkong. Selain itu juga, di lokasi Pura Dalem Karang Jangkong terdapat makam bagi masyarakat Hindu dan bangunan Monumen Van Ham yang didirikan tahun 1894-an. Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli

10 Perkembangan Permukiman Tradisional Bali Cakranegara-Lombok Gambar 4. Peta perkembangan kawasan di Zona A (Kelurahan Cakranegara Barat). Gambar 5. Peta perkembangan kawasan di Zona B (Kelurahan Mayura). 27 Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013

11 Adhiya Harisanti F. 1 Gambar 6. Peta perkembangan kawasan di Zona C (Kelurahan Cilinaya). Di sepanjang Jl. Pejanggik juga didirikan bangunan sekolah, perkantoran, hotel, dan sebuah rumah sakit dengan tingkat pelayanan kota. Pada blok pertama antara Jl Pejanggik dan Jl. Panca Usaha banyak terdapat bangunan pertokoan, hotel, dan gudang. Di sepanjang Jl. Panca Usaha didominasi oleh bangunan pertokoan serta terdapat beberapa bangunan hotel, perkantoran, dan sebuah bangunan sekolah. Blok kedua antara Jl. Panca Usaha dan Jl. Ismail Marzuki, tahun 2000-an mulai terdapat beberapa bangunan gudang. Status kepemilikan bangunanbangunan baru tersebut mayoritas adalah para investor dan masyarakat etnis Cina. 4) Zona D (Kelurahan Cakranegara Timur) Berdasarkan hasil analisis sinkronik-diakronik (Gambar 3 dan Gambar 7), Kelurahan Cakranegara Timur mengalami perkembangan yang cukup besar. Kelurahan Mayura dan Kelurahan Cakranegara Timur merupakan pusat pemerintahan dan perkembangan agama Hindu-Bali pada masa pemerintahan Kerajaan Karangasem. Di Kelurahan Cakranegara Timur terdapat Pura Meru dan pasar kerajaan (Pasar Cakranegara). Namun, Pasar Cakranegara baru didirikan menjadi bangunan permanen tahun Perkembangan paling besar adalah di sepanjang Jl. AA. Gede Ngurah. Sejak tahun 1960-an bangunan pertokoan mulai bermunculan di sebelah selatan Pasar Cakranegara dan sampai sekarang di sepanjang Jl. AA. Gede Ngurah didominasi oleh bangunan pertokoan. Terdapat juga dua bangunan perkantoran, yaitu Bank Mandiri dan Bank Internasional Indonesia (BII), serta beberapa bangunan gudang. Sejak tahun 1999, di Jl. Selaparang juga mulai didominasi oleh bangunan pertokoan dan beberapa bangunan perkantoran serta gudang. Di Kelurahan Cakranegara Timur terdapat wihara dan masjid. Sarana peribadatan bagi masyarakat selain umat Hindu didirikan pada tahun an. Di Kelurahan Cakranegara Timur masyarakatnya memiliki etnis yang beragam. Terutama di blok kedua antara Jl. Tumpang Sari dan Jl. Chairil Anwar terdapat beberapa bagian karang yang dihuni oleh masyarakat muslim, Budha, dan Kristen. Sejak tahun 1999, para pendatang banyak yang mulai menetap di Kelurahan Cakranegara Timur, sehingga penerapan konsep Hindu-Bali tidak lagi Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli

12 Perkembangan Permukiman Tradisional Bali Cakranegara-Lombok diterapkan pada lingkup pekarangan karena terjadi perubahan status kepemilikan lahan. Selain itu juga, masyarakat asli Cakranegara mulai banyak yang menjual lahannya kepada pihak swasta atau investor, sehingga terdapat beberapa lahan kosong. 5) Zona E (Kelurahan Sapta Marga) Kelurahan Sapta Marga mengalami perkembangan yang kecil. Berdasarkan hasil analisis sinkronik-diakronik (Gambar 3 dan Gambar 8), Kelurahan Sapta Marga masih didominasi fungsi rumah tinggal. Perkembangan lebih banyak terjadi di sekitar Jl. Sriwijaya dan Jl. Ismail Marzuki. Bangunan pertokoan banyak didirikan sejak tahun an. Secara keseluruhan di Kelurahan Sapta Marga terdapat bangunan gudang, beberapa bangunan sekolah, dan perkantoran. Kelurahan Sapta Marga mayoritas masih dihuni oleh masyarakat Hindu. Perkembangan sekarang, mulai banyak masyarakatnya yang menjual lahan pekarangan kepada para investor, sehingga terdapat beberapa lahan kosong. 6) Zona F (Kelurahan Cakranegara Selatan) Kelurahan Cakranegara Selatan mengalami perkembangan kawasan yang cukup besar. Berdasarkan analisis sinkronik-diakronik (Gambar 3 dan Gambar 9), sejak tahun 1999 Kelurahan Cakranegara Selatan mulai didominasi oleh bangunan gudang dan terdapat beberapa karang yang dihuni oleh masyarakat Kristen, dan Budha. Satu karang pada blok pertama dan beberapa karang di blok kedua antara Jl. Chairil Anwar dan Jl. Brawijaya mayoritas dihuni oleh masyarakat muslim. Di karang-karang yang dihuni oleh masyarakat muslim, terdapat beberapa industri kecil pembuatan kerupuk kulit. Tahun 1999-an, di Kelurahan Cakranegara Selatan mulai banyaj didirikan bangunan gudang. Di sekitar Jl. Brawijaya dan Jl. AA. Gede Ngurah mulai didirikan bangunan pertokoan. Pada tahun 1999-an di Kelurahan Cakranegara Selatan mulai banyak didirikan masjid dan gereja. Hal tersebut untuk menfasilitasi kegiatan keagamaan bagi masyarakat muslim dan pendatangan yang mayoritas beragama Kristen. Sarana umum lainnya seperti pasar dan sekolah juga didirikan pada tahun 1999-an. Gambar 7. Peta perkembangan kawasan di Zona D (Kelurahan Cakranegara Timur). 29 Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013

13 Adhiya Harisanti F. 1 Gambar 8. Peta perkembangan kawasan di Zona E (Kelurahan Sapta Marga). Gambar 9. Peta perkembangan kawasan di Zona F (Kelurahan Cakranegara Selatan). Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli

14 Perkembangan Permukiman Tradisional Bali Cakranegara-Lombok 3. Perkembangan Kawasan Cakranegara Dari hasil analisis faktor dan analisis sinkronikdiakronik (Tabel 4, Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5, Gambar 6, Gambar 7, Gambar 8, dan Gambar 9), diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Kawasan Cakranegara. Perkembangan lingkungan di Kawasan Cakranegara dimulai sejak tahun 1942 yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor kearifan lokal, sosial budaya masyarakat, dan perkembangan zaman. Faktor paling besar pengaruhnya adalah faktor kearifan lokal (Tabel 4). Konsep Hindu-Bali yang menjadi dasar pembentukan Kawasan Cakranegara, sampai sekarang masih diterapkan oleh masyarakat Hindu yang menghuni Kawasan Cakranegara. Konsepsi Asta Kosala Kosali dan konsep tri hita karana, sampai sekarang masih diterapkan oleh masyarakat Hindu Cakranegara pada lingkup karang dan pekarangan tempat tinggalnya. Faktor upaya pelestarian memiliki pengaruh pada perkembangan kawasan sejak tahun 1894, terutama pada bangunan, dimana bangunan-bangunan utama seperti Pura Meru, Taman Mayura, dan Pura Dalem Karang Jangkong sampai sekarang dijaga dan dilestarikan. Ketiga bangunan tersebut menjadi tanda masih adanya penerapan konsepsi Hindu-Bali pada permukiman tradisional Bali Cakranegara, yaitu konsep tri hita karana. Bahkan untuk Pura Meru dan Taman Mayura menjadi benda cagar budaya di Kota Mataram. Sampai saat ini Kawasan Cakranegara tetap menjadi pusat pelaksanaan kegiataan keagamaan bagi masyarakat Hindu di Kota Mataram (Gambar 10). Kegiatan keagamaan yang terkenal dan setiap tahun dilaksanakan di Kawasan Cakranegara (menggunakan jalan utama, yaitu Jl. Pejanggik Jl. Selaparang) adalah adalah Pawai Ogoh-ogoh untuk menjelang Hari Raya Nyepi, dan acara Piodalan Pura Meru yang berpusat di Pura Meru. Kedua kegiatan keagamaan tersebut menjadi salah satu daya tarik wisata yang terdapat di Kawasan Cakranegara. Kawasan Cakranegara mulai berkembang sangat pesat sejak tahun 1970, di bawah pemerintahan Kota Mataram. Kawasan Cakranegara yang strategis dan dilalui jaringan jalan dari Kecamatan Ampenan-pusat Kota Mataram-Kecamatan Cakranegara-arah Lombok Timur, mulai dikembangkan menjadi pusat perdagangan dan jasa (Gambar 11). Selain itu, keberadaan Pasar Cakranegara yang sejak awal adalah pasar kerajaan menjadi salah satu pusat perdagangan di Kota Mataram dan terkenal di Pulau Lombok. Sekarang Kawasan Cakranegara berkembang sangat pesat sebagai pusat perdagangan dan jasa terbesar di Kota Mataram. Perkembangan yang paling pesat terlihat adalah di sekitar jalan utama, yaitu Jl. Pejanggik dan Jl. Selaparang, yaitu Kelurahan Cakranegara Barat, Kelurahan Cilinaya, Kelurahan Mayura, dan Kelurahan Cakranegara Timur. Terdapat bangunan mall, rumah sakit dengan tingkat pelayanan kota, hotel, dan beberapa bangunan perkantoran (Gambar 12). Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis faktor diperoleh empat faktor yang mempengaruhi perkembangan Kawasan Cakranegara, yaitu kearifan lokal (6,953), sosial budaya masyarakat (1,688), perkembangan zaman (1,201), dan upaya pelestarian (1,108). Berdasarkan hasil analisis sinkronik-diakronik diketahui perkembangan paling pesat terjadi mulai tahun 1970 sampai sekarang. Perkembangan bangunan dan lingkungan paling pesat terjadi di sepanjang jalan utama, yaitu Jl. Pejanggik, Jl. Selaparang, Jl. Sultan Hasanudin, dan Jl. AA. Gede Ngurah. Perkembangan besar terjadi di Kelurahan Cakranegara Barat dan Kelurahan Cilinaya, yaitu perubahan lahan dari fungsi permukiman menjadi fungsi perdagangan dan jasa. Perkembangan sedang terjadi di Kelurahan Mayura dan Kelurahan Cakranegara Timur, yaitu adanya peningkatan perubahan lahan dengan fungsi permukiman menjadi fungsi perdagangan dan jasa. Pada Kelurahan 31 Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013

15 Cakranegara Selatan terjadi perubahan lahan dengan fungsi permukiman menjadi fungsi industri dan pergudangan. Namun, fungsi permukiman masih mendominasi ketiga kawasan kelurahan tersebut. Perkembangan kecil terjadi pada Kelurahan Sapta Marga, yaitu masih sangat didominasi oleh fungsi permukiman yang mayoritas dihuni oleh masyarakat Hindu. Adhiya Harisanti F. 1 Adapun saran yang dapat diberikan adalah perlu adanya studi lanjutan untuk arahan penataan dan pelestarian Kawasan Cakranegara sebagai kawasan bersejarah di Kota Mataram, sehingga tidak menghilangkan identitas dan pola permukiman di Kawasan Cakranegara. Gambar 10. Upacara keagamaan masyarakat Hindu di Kawasan Cakranegara. Gambar 11. Kondisi perkembangan Kawasan Cakranegara sebagai kawasan perdagangan dan jasa. Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli

16 Perkembangan Permukiman Tradisional Bali Cakranegara-Lombok Gambar 12. Bangunan perdagangan dan jasa di Kawasan Cakranegara. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, keluarga, dosen pembimbing, teman-teman PWK UB, dan pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian di Kawasan Cakranegara- Lombok. Perancangan Lingkungan Binaan. Universitas Merdeka Malang. Malang: 7 Agustus Ghozali, I. (2007). Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Zakaria, F. (1998). Mozaik Budaya Orang Mataram. Mataram: Yayasan Sumurmas Al Hamidy. Daftar Pustaka Anonim. Peraturan Daerah Kota Mataram No. 12 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram. Field, A. (2000a). Discovering Statistic Using SPSS for Windows. London: Sage Publications Ltd. Handinoto. (2010). Arsitektur dan Kota-kota Di Jawa Pada Masa Kolonial. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hardiyanti, N. S, et al Studi Perkembangan dan Pelestarian Kawasan Keraton Kasunan Surakarta. Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 33 No. 1, Desember 2005: Mulyadi. (2009). Konsepsi Tri Hita Karana Sebagai Unsur Kearifan Lokal dan Implementasinya Pada Pola Tata Ruang Kota Cakranegara Lombok NTB. Makalah dalam Seminar Nasional Kearifan Lokal (Local Wisdom) dalam Perencanaan dan 33 Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.2 Juli 2013

sampai sasaran keempat. Berikut ini merupakan kesimpulan dari konsep Konservasi; 1. Konsep pada kondisi tetap: Konsep Preservasi jaringan jalan (pola

sampai sasaran keempat. Berikut ini merupakan kesimpulan dari konsep Konservasi; 1. Konsep pada kondisi tetap: Konsep Preservasi jaringan jalan (pola BAB 5 KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan Kawasan Cakranegara pada awalnya dirancang berdasarkan kosmologi Hindu-Bali, namun kenyataan yang ditemui pada kondisi eksisting adalah terjadi pergeseran nilai kosmologi

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. yang memotivasi konsumen untuk berolah raga arung jeram serta menguji

BAB IV ANALISIS DATA. yang memotivasi konsumen untuk berolah raga arung jeram serta menguji BAB IV ANALISIS DATA A. Penjelasan Penelitian Pada bab empat ini akan dilakukan pembahasan mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan. Penelitian ini dirancang sebagai suatu penelitian deskriptif komparatif.

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR Oleh : PRIMA AMALIA L2D 001 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

IDENTITAS KAWASAN CAKRANEGARA LOMBOK DAN RUMUSAN BENTUK YANG SESUAI DENGAN IDENTITAS PADA ELEMEN FISIK KAWASAN Disertai contoh aplikasi penerapannya 1

IDENTITAS KAWASAN CAKRANEGARA LOMBOK DAN RUMUSAN BENTUK YANG SESUAI DENGAN IDENTITAS PADA ELEMEN FISIK KAWASAN Disertai contoh aplikasi penerapannya 1 IDENTITAS KAWASAN CAKRANEGARA LOMBOK DAN RUMUSAN BENTUK YANG SESUAI DENGAN IDENTITAS PADA ELEMEN FISIK KAWASAN Disertai contoh aplikasi penerapannya 1 Baiq Dende Diah Ayu Ditya 2 Ir. Heru Purwadio, M.S.P

Lebih terperinci

Lalu Mulyadi dan Agung Murti Nugroho, Karakter Fisik Kota Cakranegara

Lalu Mulyadi dan Agung Murti Nugroho, Karakter Fisik Kota Cakranegara KARAKTER FISIK KOTA CAKRANEGARA Lalu Mulyadi ) dan Agung Murti Nugroho* ) ) Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, ITN Malang ) Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Malang *email : sasimurti@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang -1-

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang -1- BAB I. PENDAHULUAN Bab Pendahuluan terdiri dari subbab (I.1) Latar Belakang; (I.2) Pertanyaan Dan Tujuan Penelitian; (I. 3) Manfaat Penelitian; (I. 4) Keaslian Penelitian; (I. 5) Batasan Penelitian; dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

BAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pulau Bali merupakan salah satu dari kepulauan Indonesia yang terkenal di dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan tata ruang sebagai sebuah hasil akulturasi antara budaya dan logika tercermin dalam proses penempatan posisi-posisi bangunan. Dasar budaya adalah faktor

Lebih terperinci

AKULTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT MUSLIM DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI. L. Edhi Prasetya

AKULTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT MUSLIM DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI. L. Edhi Prasetya AKULTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT MUSLIM DESA PEGAYAMAN BULELENG BALI ABSTRAK Desa Pegayaman di Kecamatan Sukasada, Buleleng, Singaraja, Bali, adalah sebuah desa muslim di Bali. Desa dengan penduduk yang

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan BAB VIII PENUTUP Bab VIII memaparkan pembahasan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian, serta implikasi dan saran dalam ranah akademik dan praktis sesuai dengan kesimpulan hasil penelitian. Pada bagian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Subyek Penelitian Penelitian ini dilakukan kepada 47 orang guru BK SLTA (5, SMA, 1 MA, dan 9 SMK) di Salatiga, seperti yang dapat dilihat dalam tabel 4.1 di bawah

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI

BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI Bab ini akan menjelaskan mengenai Dasar Pertimbangan, Konsep Pelestarian, Arahan pelestarian permukiman tradisional di Desa Adat

Lebih terperinci

TERMINAL PENUMPANG LOMBOK INTERNATIONAL AIRPORT Penekanan Konsep Desain Renzo Piano

TERMINAL PENUMPANG LOMBOK INTERNATIONAL AIRPORT Penekanan Konsep Desain Renzo Piano LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) TERMINAL PENUMPANG LOMBOK INTERNATIONAL AIRPORT Penekanan Konsep Desain Renzo Piano Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Perwujudan Tata Spasial Kota Peninggalan Kerajaan Karangasem di Bali

Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Perwujudan Tata Spasial Kota Peninggalan Kerajaan Karangasem di Bali SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 PENELITIAN Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Perwujudan Tata Spasial Kota Peninggalan Kerajaan Karangasem di Bali I Gusti Ngurah Wiras Hardy ngurahwiras@gmail.com Arsitektur

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRAK. ABSTRACT... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan

Lebih terperinci

REDUKSI VARIABEL KRITERIAALTERNATIF RESTORAN DENGAN METODE FACTOR ANALYSIS

REDUKSI VARIABEL KRITERIAALTERNATIF RESTORAN DENGAN METODE FACTOR ANALYSIS REDUKSI VARIABEL KRITERIAALTERNATIF RESTORAN DENGAN METODE FACTOR ANALYSIS Ai Nurhayat, S.Si.,MT. Jurusan Teknik Industri Sekolah tinggi Teknologi Bandung ABSTRAK Pada tahun 2017 telah terjadi kenaikan

Lebih terperinci

PROFIL KECAMATAN CAKRANEGARA KOTA MATARAM

PROFIL KECAMATAN CAKRANEGARA KOTA MATARAM PROFIL KECAMATAN CAKRANEGARA KOTA MATARAM TAHUN 2015 PROFIL KECAMATAN CAKRANEGARA KOTA MATARAM I. PENDAHULUAN A. SEJARAH TERBENTUKNYA KECAMATAN CAKRANEGARA Pada awalnya pulau Lombok diperintah oleh Raja

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PENEKANAN DESAIN TIPOLOGI PADA ARSITEKTUR BANGUNAN SETEMPAT Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. 1 Peta Wisata Kabupaten Sleman Sumber : diakses Maret Diakses tanggal 7 Maret 2013, 15.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. 1 Peta Wisata Kabupaten Sleman Sumber :  diakses Maret Diakses tanggal 7 Maret 2013, 15. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Pariwisata Kabupaten Sleman Kabupaten Sleman merupakan sebuah kabupaten yang berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Provinsi DIY sendiri dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian yang akan dilakukan, rumusan masalah yang menjadi topik

BAB I PENDAHULUAN. penelitian yang akan dilakukan, rumusan masalah yang menjadi topik 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini diuraikan mengenai latar belakang kegiatan penelitian yang akan dilakukan, rumusan masalah yang menjadi topik pembahasan yang akan diteliti, serta tujuan dan

Lebih terperinci

POLA GRID KOTA CAKRANEGARA

POLA GRID KOTA CAKRANEGARA POLA GRID KOTA CAKRANEGARA Lalu Mulyadi Staf Pengajar Jurusan Arsitektur FTSP ITN Malang E-mail : lalu_mulyadi @yahoo.com dan lalu.mulyadi@gmail.com ABSTRAK Kota Cakranegara adalah wujud fisik yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk berdasarkan proyeksi sensus penduduk tahun 2012 yaitu 2,455,517 juta jiwa, dengan kepadatan

Lebih terperinci

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: LAELABILKIS L2D 001 439 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kotagede adalah sebuah kota lama yang terletak di Yogyakarta bagian selatan yang secara administratif terletak di kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sebagai kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN TUGAS AKHIR 135. LP3A - Beachwalk Mall di Tanjung Pandan, Belitung

BAB I PENDAHULUAN TUGAS AKHIR 135. LP3A - Beachwalk Mall di Tanjung Pandan, Belitung BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanjung Pandan adalah kota terbesar sekaligus menjadi ibukota kabupaten Belitung. Tingkat pertumbuhan dan kepadatan penduduk antar kecamatan di Belitung sangat bervariasi.

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 61 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Analisis Pada sub bab ini akan diuraikan hasil analisis data yang diperoleh dari pendapat responden melalui penyebaran kuesioner dan wawancara yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli

BAB I PENDAHULUAN. besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 terjadi gelombang migrasi besar ke kota Medan (Sinar, 1996). Orang Cina dan Jawa didatangkan sebagai kuli kontrak akibat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR: 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMEKARAN KECAMATAN DAN KELURAHAN DI KOTA MATARAM WALIKOTA MATARAM,

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR: 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMEKARAN KECAMATAN DAN KELURAHAN DI KOTA MATARAM WALIKOTA MATARAM, PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR: 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMEKARAN KECAMATAN DAN KELURAHAN DI KOTA MATARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA PENELITIAN. responden. Data deskriptif ini nantinya dapat menggambarkan keadaan ataupun

BAB V ANALISIS DATA PENELITIAN. responden. Data deskriptif ini nantinya dapat menggambarkan keadaan ataupun BAB V ANALISIS DATA PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Responden Bagian ini menjelaskan mengenai data deskriptif yang diperoleh dari responden. Data deskriptif ini nantinya dapat menggambarkan keadaan ataupun

Lebih terperinci

EKSPRESI KERUANGAN BUDAYA LOKAL: Tinjauan Diakronik Spasial Permukiman Desa Adat Kesiman, Denpasar Bali

EKSPRESI KERUANGAN BUDAYA LOKAL: Tinjauan Diakronik Spasial Permukiman Desa Adat Kesiman, Denpasar Bali EKSPRESI KERUANGAN BUDAYA LOKAL: Tinjauan Diakronik Spasial Permukiman Desa Adat Kesiman, Denpasar Bali I Komang Gede Santhyasa 1) Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota - FT, Universitas Hindu Indonesia e-mail:

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN STASIUN KERETA API SOLO- BALAPAN DENGAN FASILITAS PENDUKUNG SHOPPING MALL DAN HOTEL BINTANG TIGA DI SURAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM TUJUAN ANALISIS FAKTOR

GAMBARAN UMUM TUJUAN ANALISIS FAKTOR GAMBARAN UMUM TUJUAN ANALISIS FAKTOR 1. Latar Belakang Analisis faktor adalah alat analisis statistik yang dipergunakan untuk mereduksi faktor-faktor yang mempengaruhi suatu variabel menjadi beberapa set

Lebih terperinci

Penelitian menggunakan alat ukur berupa kuesioner, dengan penilaian 6 tingkat dengan norma sebagai berikut:

Penelitian menggunakan alat ukur berupa kuesioner, dengan penilaian 6 tingkat dengan norma sebagai berikut: Lampiran 1. Pengolahan data statistik Survei dilakukan kepada para karyawan di kantor pos pasar baru, dengan sampel sebanyak 50 karyawan. Kantor ini dipilih karena tidak hanya merupakan kantor cabang saja,

Lebih terperinci

POLA PERKEMBANGAN PERMUKIMAN KAMPUNG ASSEGAF PALEMBANG

POLA PERKEMBANGAN PERMUKIMAN KAMPUNG ASSEGAF PALEMBANG POLA PERKEMBANGAN PERMUKIMAN KAMPUNG ASSEGAF PALEMBANG Wienty Triyuly Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Raya Palembang-Prabumulih km 32 Indralaya OI 30662 Email

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Langkah pertama yang dilakukan terhadap data hasil survei adalah melakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap alat ukur yaitu kuesioner. Hal ini dilakukan untuk memperoleh

Lebih terperinci

Hubungan Karakteristik Penduduk dengan Pemilihan Ruang Publik di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara

Hubungan Karakteristik Penduduk dengan Pemilihan Ruang Publik di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Hubungan Karakteristik Penduduk dengan Pemilihan Ruang Publik di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara Tamiya Miftau Saada Kasman Program Studi Magister Arsitektur, Sekolah Arsitektur,

Lebih terperinci

Keselarasan dan Keragaman Keruangan Permukiman Masyarakat Bali di Desa Wia-Wia, Kec. Poli-Polia, Kab. Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara

Keselarasan dan Keragaman Keruangan Permukiman Masyarakat Bali di Desa Wia-Wia, Kec. Poli-Polia, Kab. Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Keselarasan dan Keragaman Keruangan Permukiman Masyarakat Bali di Desa Wia-Wia, Kec. Poli-Polia, Kab. Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara Ria Selfiyani Bahrun (1), Sudaryono (1), Djoko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kota Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pariwisata dan kebudayaan juga merupakan pintu gerbang keluar masuknya nilai-nilai budaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Responden Penelitian ini dilakukan pada PT. Rezeki Supermarketing sebuah perusahaan retail tradisional yang terletak di Jakarta, dengan mengambil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pernah berpindah merek dari smartphone BlackBerry. kota Semarangyang pernah berpindah merek dari smartphone BlackBerry.

BAB III METODE PENELITIAN. pernah berpindah merek dari smartphone BlackBerry. kota Semarangyang pernah berpindah merek dari smartphone BlackBerry. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Obyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini adalah konsumen di kota Semarangyang pernah berpindah merek dari smartphone BlackBerry. 3.2. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gb Peta Kawasan Wisata Pantai Lebih Gianyar Bali Sumber. Brosur Kabupaten Gianyar

BAB 1 PENDAHULUAN. gb Peta Kawasan Wisata Pantai Lebih Gianyar Bali Sumber. Brosur Kabupaten Gianyar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kelayakan gb. 1.1. Peta Kawasan Wisata Pantai Lebih Gianyar Bali Sumber. Brosur Kabupaten Gianyar Potensi dan daya tarik Pantai Lebih 1. Potensi alam Pantai

Lebih terperinci

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH Reny Kartika Sary Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang Email : renykartikasary@yahoo.com Abstrak Rumah Limas

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh masyarakat khusunya generasi muda. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi membuat bangunan-bangunan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Zaman sekarang internet merupakan kebutuhan bagi banyak orang. Di Indonesia jumlah pemakai internet mengalami peningkatan yang cukup besar setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pemilihan Project

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pemilihan Project BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Pemilihan Project Pada zaman sekarang ini, manusia selalu memperoleh tekanan untuk bertahan hidup. Tekanan untuk bertahan hidup ini mendorong manusia

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG MATARAM DAN TAMAN NASIONAL WISATA PERAIRAN (TWP) GILI MATRA LOMBOK, JUNI 2011

SEKILAS TENTANG MATARAM DAN TAMAN NASIONAL WISATA PERAIRAN (TWP) GILI MATRA LOMBOK, JUNI 2011 SEKILAS TENTANG MATARAM DAN TAMAN NASIONAL WISATA PERAIRAN (TWP) GILI MATRA LOMBOK, JUNI 2011 Kota Mataram Kota Mataram merupakan ibukota Propinsi Nusa Tenggara Barat, sekaligus ibukota Pemerintah Kota

Lebih terperinci

Gubahan Bentuk Taman dan Bentuk Ruang Taman Kiriman; Drs. I Gede Mugi Raharja, M.Sn., Dosen PS. Desain Interior ISI Denpasar.

Gubahan Bentuk Taman dan Bentuk Ruang Taman Kiriman; Drs. I Gede Mugi Raharja, M.Sn., Dosen PS. Desain Interior ISI Denpasar. Gubahan Bentuk Taman dan Bentuk Ruang Taman Kiriman; Drs. I Gede Mugi Raharja, M.Sn., Dosen PS. Desain Interior ISI Denpasar. Gubahan Bentuk Taman a. Zaman Bali Kuna Bila desain taman peninggalan kerajaan-kerajaan

Lebih terperinci

KONSEPSI POLA TATA RUANG PEMUKIMAN MASYARAKAT TRADISIONAL PADA HOTEL RESORT DI TOYABUNGKAH KINTAMANI

KONSEPSI POLA TATA RUANG PEMUKIMAN MASYARAKAT TRADISIONAL PADA HOTEL RESORT DI TOYABUNGKAH KINTAMANI KONSEPSI POLA TATA RUANG PEMUKIMAN MASYARAKAT TRADISIONAL PADA HOTEL RESORT DI TOYABUNGKAH KINTAMANI Kade Praditya S. Empuadji, Abraham M. Ridjal, Chairil B. Amiuza Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. judul penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

BAB I PENDAHULUAN. judul penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan mengemukakan hal yang melatar belakangi pengambilan judul penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup yang menjadi batasan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Propinsi Daerah istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah destinasi pariwisata di Indonesia yang memiliki beragam produk wisata andalan seperti wisata sejarah,

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Deli Serdang. Berada di jalur lintas Sumatera, desa ini terletak diantara dua kota besar di

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Deli Serdang. Berada di jalur lintas Sumatera, desa ini terletak diantara dua kota besar di BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN II. 1 Deskripsi Desa Muliorejo Desa Muliorejo merupakan salah satu desa / kelurahan yang berada di Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Berada di jalur lintas Sumatera,

Lebih terperinci

POLA SPASIAL DAN SISTIM JALAN DARI KOTA CAKRANEGARA DAN PROBOLINGGO, SEBUAH PERBANDINGAN

POLA SPASIAL DAN SISTIM JALAN DARI KOTA CAKRANEGARA DAN PROBOLINGGO, SEBUAH PERBANDINGAN POLA SPASIAL DAN SISTIM JALAN DARI KOTA CAKRANEGARA DAN PROBOLINGGO, SEBUAH PERBANDINGAN (Handinoto) POLA SPASIAL DAN SISTIM JALAN DARI KOTA CAKRANEGARA DAN PROBOLINGGO, SEBUAH PERBANDINGAN Handinoto Staf

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN BERCIRI KHAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai beragam kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan tersebut mempunyai unsur yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB III GEDUNG PERTUNJUKAN MUSIK ROCK DI DENPASAR

BAB III GEDUNG PERTUNJUKAN MUSIK ROCK DI DENPASAR BAB III GEDUNG PERTUNJUKAN MUSIK ROCK DI DENPASAR Perencanaan dan perancangan bangunan gedung pertunjukan musik rock sangat dipengaruhi dengan lokasi bangunan tersebut berada. Bangunan penunjang rekreasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kegiatan sektor perdagangan di perkotaan merupakan basis utama, hal ini dikarenakan kegiatan penghasil barang lebih dibatasi dalam perkotaan. Kota umumnya

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DATA 4.1 Profile Responden

BAB 4 ANALISA DATA 4.1 Profile Responden BAB 4 ANALISA DATA 4.1 Profile Responden Pada penelitian ini, peneliti telah menyusun profile responden yang dibagi kedalam beberapa macam, yakni berdasarkan: 1. Nama pusat kebugaran langganan responden

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN April :51 wib. 2 Jum'at, 3 Mei :48 wib

Bab I PENDAHULUAN April :51 wib. 2  Jum'at, 3 Mei :48 wib Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek A. Umum Pertumbuhan ekonomi DIY meningkat 5,17 persen pada tahun 2011 menjadi 5,23 persen pada tahun 2012 lalu 1. Menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia

Lebih terperinci

PAKET LOMBOK 2D1N OPTION 1 D1:

PAKET LOMBOK 2D1N OPTION 1 D1: PAKET LOMBOK 2D1N OPTION 1 D1: Tiba + Sasak tour Setiba di bandara, anda akan dijemput oleh guide kami. Setelah itu, anda akan diantar ke restoran untuk makan siang. Setelah makan siang, anda akan diajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi Daerah Ibukota Yogyakarta mulai dari tahun 2008 yang memiliki jumlah penduduk 374.783 jiwa, pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. kepada manusia lainnya. Karena itu, manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia

BAB 1. Pendahuluan. kepada manusia lainnya. Karena itu, manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya membutuhkan seorang partner untuk bekerja sama sehingga suatu pekerjaan yang berat menjadi ringan. Hal ini berarti bahwa untuk menempuh pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Deskripsi

BAB I PENDAHULUAN Deskripsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Deskripsi Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian judul DP3A Revitalisasi Kompleks Kavallerie Sebagai Hotel Heritage di Pura Mangkunegaran Surakarta yang mempunyai arti sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

KAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR

KAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR KAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR Oleh: RINA AFITA SARI L2D 306 021 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAKSI

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN 5.1. Karakteristik Fisik Lingkungan Perumahan Pahandut Seberang

BAB V KESIMPULAN 5.1. Karakteristik Fisik Lingkungan Perumahan Pahandut Seberang BAB V KESIMPULAN Berdasarkan sejarah awal keberadaannya, Perumahan Pahandut Seberang merupakan perpaduan dari dua tipe kronologis. Tipe kronologis pertama dengan kedatangan kelompok etnis Dayak sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian DESAIN KAWASAN. WISATA PUSAT KERAJINAN PERAK, KAB. BANTUL, perlu diketahui

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian DESAIN KAWASAN. WISATA PUSAT KERAJINAN PERAK, KAB. BANTUL, perlu diketahui BAB I PENDAHULUAN 1.1.Deskripsi Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian DESAIN KAWASAN WISATA PUSAT KERAJINAN PERAK, KAB. BANTUL, perlu diketahui tentang : Desain : Kerangka bentuk atau rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR Oleh: KHAIRINRAHMAT L2D 605 197 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Penjelasan pertama pada pendahuluan akan menjelaskan mengenai latar belakang dengan melihat kondisi yang ada secara garis besar dan dari latar belakang tersebut didapatkan suatu rumusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Daya tarik kepariwisataan di kota Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Daya tarik kepariwisataan di kota Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya tarik kepariwisataan di kota Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari pengaruh saat Keraton Yogyakarta mulai dibuka sebagai salah satu obyek kunjungan pariwisata

Lebih terperinci

DATA TAHANAN TINDAK PIDANA NARKOBA SAT RES NARKOBA POLRES MATARAM PERIODE II DARI BULAN JULI 2016 S/D DESEMBER 2016

DATA TAHANAN TINDAK PIDANA NARKOBA SAT RES NARKOBA POLRES MATARAM PERIODE II DARI BULAN JULI 2016 S/D DESEMBER 2016 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR MATARAM DATA TAHANAN TINDAK PIDANA NARKOBA SAT RES NARKOBA POLRES MATARAM PERIODE II DARI BULAN JULI 2016 S/D DESEMBER 2016 NO BULAN

Lebih terperinci

Tingkat Kepuasan Mahasiswa Terhadap Kualitas Pelayanan Universitas Sam Ratulangi Menggunakan Analisis Faktor

Tingkat Kepuasan Mahasiswa Terhadap Kualitas Pelayanan Universitas Sam Ratulangi Menggunakan Analisis Faktor JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 1 (1) 52-56 dapat diakses melalui http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmuo Tingkat Kepuasan Mahasiswa Terhadap Kualitas Pelayanan Universitas Sam Ratulangi Menggunakan Analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. promosi produk kuliner melalui Jakul Semarang endorser online shop di

BAB III METODE PENELITIAN. promosi produk kuliner melalui Jakul Semarang endorser online shop di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 ObyekPenelitian Obyek dalam penelitian ini adalah para pengusaha yang pernah melakukan promosi produk kuliner melalui Jakul Semarang endorser online shop di instagram. 3.2

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual English First Bogor adalah lembaga kursus bahasa Inggris yang menggunakan tenaga pengajar penutur asli bahasa Inggris, memiliki jadwal kursus

Lebih terperinci

PERUBAHAN FUNGSI PEMANFAATAN RUANG DI KELURAHAN MOGOLAING KOTA KOTAMOBAGU

PERUBAHAN FUNGSI PEMANFAATAN RUANG DI KELURAHAN MOGOLAING KOTA KOTAMOBAGU PERUBAHAN FUNGSI PEMANFAATAN RUANG DI KELURAHAN MOGOLAING KOTA KOTAMOBAGU Feki Pebrianto Umar 1, Rieneke L. E. Sela, ST, MT², & Raymond Ch. Tarore, ST, MT 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari / BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Proyek yang diusulkan dalam penulisan Tugas Akhir ini berjudul Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta. Era globalisasi yang begitu cepat berkembang

Lebih terperinci

BAB V PENERAPAN KONSEP MAGERSARI DI KAWASAN PERMUKIMAN

BAB V PENERAPAN KONSEP MAGERSARI DI KAWASAN PERMUKIMAN BAB V PENERAPAN KONSEP MAGERSARI DI KAWASAN PERMUKIMAN Penerapan konsep magersari pada kawasan permukiman magersari adalah berupa usulan perbaikan terhadap kawasan permukiman magersari, yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. wajah yang dibeli di Larissa Aesthetic Center Semarang, Selain itu juga

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. wajah yang dibeli di Larissa Aesthetic Center Semarang, Selain itu juga BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Responden Data responden yang telah diperoleh dari kuesioner akan dibagi berdasarkan usia, jenis kelamin responden, status pekerjaan, jasa perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah perancangan yang mencakup pengubahan-pengubahan terhadap lingkungan fisik, arsitektur dapat dianggap

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Sumber : BAPEDDA Surakarta

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Sumber : BAPEDDA Surakarta 11 BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian mengenai pengaruh konsep lanskap Keraton terhadap lanskap Kota ini dilakukan pada kawasan Keraton Kesunanan dan kawasan Kota. Peta lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan. 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman perwujudan bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO (United Nation Educational, Scientific, and Culture Organization) telah

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO (United Nation Educational, Scientific, and Culture Organization) telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut penelitian Citra Pariwisata Indonesia pada tahun 2003, budaya menjadi elemen yang paling menarik minat wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Indonesia.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sungai merupakan salah satu bentuk badan air lotik yang bersifat dinamis yang berguna bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sungai memiliki fungsi ekologis yang dapat

Lebih terperinci

KAJIAN KEAKTIFAN KAWASAN KOTA LAMA SEMARANG BERDASARKAN AKTIFITAS PENGGUNA

KAJIAN KEAKTIFAN KAWASAN KOTA LAMA SEMARANG BERDASARKAN AKTIFITAS PENGGUNA ISSN : 0853-2877 Kajian Kearifan Kawasan Kota Lama Semarang MODUL Berdasarkan Vol.15 No.2 Juli Aktifitas Desember Pengguna 2015 KAJIAN KEAKTIFAN KAWASAN KOTA LAMA SEMARANG BERDASARKAN AKTIFITAS PENGGUNA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Pengembangan sanggar tari tradisional berbasis pendidikan di kota tangerang selatan Kota Tangerang Selatan, yang merupakan sebuah pemekaran dari Kabupaten Tangerang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. sesuai dengan tujuan penelitian. Konsep dasar dan batasan operasional dalam

III. METODE PENELITIAN. sesuai dengan tujuan penelitian. Konsep dasar dan batasan operasional dalam 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup semua pengertian dan pengukuran yang dipergunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis

Lebih terperinci

STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR

STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : ADIB SURYAWAN ADHIATMA L2D 000 394 JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN WISATAWAN DALAM MEMBELI PAKET WISATA DI PT. BALI SUCI TOUR AND TRAVEL

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN WISATAWAN DALAM MEMBELI PAKET WISATA DI PT. BALI SUCI TOUR AND TRAVEL FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN WISATAWAN DALAM MEMBELI PAKET WISATA DI PT. BALI SUCI TOUR AND TRAVEL Marulina Sitohang I Wayan Suardana I Putu Sudana Email : lina.sitohang@ymail.com PS. S1 Industri

Lebih terperinci

Arahan Pengendalian Pembangunan Kawasan Cagar Budaya Candi Tebing Gunung Kawi Tampak Siring Kabupaten Gianyar

Arahan Pengendalian Pembangunan Kawasan Cagar Budaya Candi Tebing Gunung Kawi Tampak Siring Kabupaten Gianyar Arahan Pengendalian Pembangunan Kawasan Cagar Budaya Candi Tebing Gunung Kawi Tampak Siring Kabupaten Gianyar PREVIEW IV TUGAS AKHIR I NYOMAN ARTO SUPRAPTO 3606 100 055 Dosen Pembimbing Putu Gde Ariastita,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan merupakan pemaparan dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan uraian tentang konteks permasalahan dengan

Lebih terperinci

Gambar 2.12 Tata letak Pura dengan sistem zoning tri mandala Sumber: Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Udayana.

Gambar 2.12 Tata letak Pura dengan sistem zoning tri mandala Sumber: Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Udayana. ARSITEKTUR BALI Mata Kuliah ARSITEKTUR PRA MODERN pertemuan ke 5 Dosen: Dr. Salmon Martana, M.T. Masyarakat Bali sangat percaya bahwa mereka hadir di dunia membawa misi hidup, yaitu berbuat kebaikan. Kesempurnaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. Dimana pada masa perkembangan peradaban kota badan air merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Latarbelakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Latarbelakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang 1.1.1 Latarbelakang Pengadaan Proyek Indonesia adalah negara kesatuan yang terdiri dari jajaran ribuan pulau yang mempunyai masyarakat plural dimana memiliki bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia khususnya di daerah perkotaan sibuk dengan pekerjaannya yang terlalu menyita waktu. Akibatnya mereka berusaha mencari kegiatan yang dapat melepaskan keletihan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR TINGKAT KEPUASAN MAHASISWA UNIVERSITAS PAKUAN TERHADAP PELAYANAN PARKIR KAMPUS

ANALISIS FAKTOR TINGKAT KEPUASAN MAHASISWA UNIVERSITAS PAKUAN TERHADAP PELAYANAN PARKIR KAMPUS ANALISIS FAKTOR TINGKAT KEPUASAN MAHASISWA UNIVERSITAS PAKUAN TERHADAP PELAYANAN PARKIR KAMPUS Sintya Dwi Rosady 1, Fitria Virgantari, Ani Andriyati Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan pariwisata sebagai generator pertumbuhan ekonomi telah diketahui oleh insan pariwisata, sehingga harapan sektor pariwisata sebagai andalan untuk meningkatkan

Lebih terperinci