PANITIA KONFERENSI NASIONAL HUKUM TATA NEGARA Ke-2. Term Of Reference Menata Proses Seleksi Pimpin an Lembaga Negara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PANITIA KONFERENSI NASIONAL HUKUM TATA NEGARA Ke-2. Term Of Reference Menata Proses Seleksi Pimpin an Lembaga Negara"

Transkripsi

1 PANITIA KONFERENSI NASIONAL HUKUM TATA NEGARA Ke-2 Term Of Reference Menata Proses Seleksi Pimpin an Lembaga Negara A. Latar Belakang Ketika merubah Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUD) Tahun 1945 ( ) pemikiran yang berkembang kala itu ialah bagaimana membatasi kewenangan presiden. Keinginan ini dilatarbelakangi praktik kenegaraan sebelum perubahan UUD 1945 yang memposisikan presiden sebagai pusat penyelenggaraan negara (concentration of power and responsibility upon the president). Sebagai pengganti, pengubah UUD 1945 memindahkan pendulum kekuatan itu ke DPR. Konstruksi pergeseran kekuasaan itu terlihat jelas kala dilacak keberadaan pasal-pasal dalam konstitusi yang berkaitan dengan pengisian pimpinan sejumlah lembaga negara. Misalkan, Pasal 13 Ayat (2) UUD 1945 menyatakan, dalam hal mengangkat duta, presiden mempertimbangkan pertimbangan DPR. Begitu pula, dalam pengisian anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Pasal 23F Ayat (1) UUD 1945 menyatakan, anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Tidak hanya di titik itu, komisi negara seperti Komisi Yudisial (KY) juga tak lepas dari peran DPR dalam pengisian komisionernya. Pasal 24B Ayat (3) UUD 1945 menyatakan, anggota KY diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR. Bahkan, lembaga negara pemegang kekuasaan kehakiman yang murni harus merdeka tetap membutuhkan restu DPR. Ini terbukti, Pasal 24A Ayat (3) UUD 1945 menyatakan, calon hakim agung diusulkan KY kepada DPR untuk mendapat persetujuan. Terlebih, dalam pengisian hakim konstitusi peran DPR jauh lebih luas, berdasarkan Pasal 24C Ayat (3) UUD 1945, sepertiga dari sembilan hakim konstitusi diajukan oleh DPR. Pada perkembanganya, kuasa DPR atas pengisian pimpinan lembaga negara semakin melebarkan sayapnya hingga komisi-komisi yang hakikat pendirianya bersifat independen. Misalkan, Pasal 30 UU No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

2 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan, DPR memilih dan menetapkan pimpinan KPK yang diusulkan oleh panitia seleksi bentukan presiden. Begitu pula dalam pengisian anggota Komnas HAM yang juga dipilih oleh DPR. Tak jauh berbeda, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun juga di pilih melalui proses fit and proper test di DPR, ini sesuai dengan amanat Pasal 15 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu. Di kondisi yang lebih ekstrim, pengisian jabatan lembaga negara di bawah domainya eksekutif juga membutuhkan persetujuan DPR. Sebut saja pemilihan Kapolri dan Panglima TNI. Bahkan, berdasarkan Pasal 11 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian, untuk pengangkatan dan pemberhentian Kapolri harus melalui persetujuan DPR. Problem yang tak jauh berbeda juga terjadi pada pengisian jabatan di lembaga dan institusi negara lain seperti Pimpinan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, Ombudsman, Komisi Kepolisian, Komisi Kejaksaan, Badan Pengawas Pemilu, dan lain-lain sebagainya. Dengan desain demikian, proses pengisian pimpinan sejumlah lembaga negara selama ini kerap bermasalah. Ini disebabkan pelaku perubahan UUD 1945 tidak membaca secara mendalam potensi masalah yang timbul dan memilih menyerahkan proses kepada pembentuk undang-undang yang bergantung kepada situasi politik terkini ketika sebuah peraturan dibentuk. Bentangan fakta yang mampu membenarkan persoalan tersebut sangat mudah diketemukan. Pertama, permasalahan yang baru saja hangat diperbincangkan yaitu pengisian jabatan Kapolri. Dalam proses mendapatkan pertimbangan DPR, KPK menetapkan calon tunggal Kapolri yang diajukan presiden sebagai tersangka. DPR memilih untuk tetap melaksanakan fit and proper test kepada tersangka tersebut. Namun, Presiden Jokowi berpindah haluan untuk tidak melantik Kapolri meski telah disetujui DPR. Konstitusi dan perundang-undangan tidak memiliki jawaban pasti terkait permasalahan itu. Kedua, permasalahan seleksi yang tak kalah menyedot perhatian publik adalah seleksi Pimpinan KPK. Setelah menggantikan posisi Antasari Azhar sebagai pimpinan KPK, setahun pasca menjabat (sisa jabatan Antasari), kedudukan Busyro Muqoddas dipermasalahkan DPR. Mayoritas politisi senayan berpendapat bahwa Busyro harus diberhentikan dari jabatannya karena hanya menjabat sesuai sisa jabatan Ketua KPK yang digantikannya. Namun berdasarkan UU KPK yang menghendaki setiap pimpinan KPK menjabat empat tahun, maka terjadilah proses tafsir undang-undang di MK. Melalui Putusan Nomor 5/PUU-IX/2011, MK menentukan bahwa jabatan Busyro adalah empat tahun dan proses pengisian jabatan pimpinan KPK menerapkan masa jabatan berkala (staggered tenure system), yaitu seleksi lima pimpinan KPK dilakukan pada masa berbeda tetapi masingmasing menjabat selama empat tahun. Setelah Busyro mengakhiri masa jabatannya, DPR bersama KPK menghendaki agar seluruh pimpinan KPK diseleksi pada masa

3 bersamaan. Meskipun menyalahi putusan MK, DPR merasionalisasikannya dengan ide penghematan anggaran. Ketiga, proses rumit juga terjadi dalam seleksi hakim konstitusi. Dalam dua masa pemerintahan, terdapat dua metode seleksi yang memiliki persoalan tersendiri. Pada masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hakim konstitusi diajukan tanpa proses yang terbuka sehingga publik merasa hak mereka untuk mengetahui secara transparan diabaikan presiden. Beberapa elemen masyarakat kemudian mengajukan gugatan administrasi terhadap pilihan SBY itu ke pengadilan dan hingga sekarang persoalan ini belum menemui titik akhir. Berbeda dengan SBY, Presiden Joko Widodo menerapkan mekanisme yang terbuka dengan membentuk Panitia Seleksi (Pansel) hakim konstitusi. Namun pembentukan Pansel juga tidak mengakhiri diskursus bagaimana proses seleksi hakim konstitusi yang ideal. Persoalan menarik dalam metode kali ini adalah Pansel bentukan Jokowi berkeinginan menerapkan sistem yang diberlakukan sama kepada semua calon hakim konstitusi. Namun, selaku peserta seleksi dan sekaligus ketua Mahkamah Konstitusi kala itu Hamdan Zoelva menolak untuk di wawancarai Pansel dengan alasan tidak mungkin dirinya selaku hakim konstitusi mengikuti proses seleksi karena sebelumnya Hamdan telah terpilih sebagai hakim konstitusi yang syarat kenegarawananya, kapasitas hukum tata negara dan konstitusinya telah teruji. Alhasil, Hamdan Zoelva memilih untuk tidak mengikuti proses wawancara dan dianggap Pansel sebagai bentuk lain dari pengunduran diri. Tidak hanya ditingkat itu, penerapan sistem tak beragam juga diterapkan oleh DPR dan KY selaku lembaga yang memiliki kewenangan mengusulkan hakim konstitusi. Persoalan ini dikarenakan UU MK menyerahkan sepenuhnya kepada masing-masing lembaga untuk menerapkan metodenya sendiri tanpa mendalami potensi masalah yang terjadi. Diskursus yang tajam tidak hanya terjadi dalam kasus-kasus di atas, tetapi juga dialami dipelbagai seleksi jabatan lembaga negara dan institusi negara lain yang juga telah disampaikan sebelumnya. Untuk memberi ruang terhadap gagasan penataan kembali proses seleksi pimpinan lembaga negara tersebut, Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas bekerjasama dengan Tahir Foundation berinisiatif mempertemukan para pemikir Hukum Tata Negara Tanah Air dalam sebuah forum diskusi ilmiah. Pertemuan tersebut dibingkai dalam satu tema yakni, Konferensi Nasional Hukum Tata Negara II (Menata Proses Seleksi Pimpinan Lembaga Negara).

4 B. Tujuan Pelaksanaan Acara ini bertujuan untuk memperkaya gagasan Hukum Tata Negara dan menemukan solusi terhadap permasalahan bangsa. Hasil konferensi ini diharapkan akan menjadi masukan bagi pengambil kebijakan dalam menata sistem dan proses seleksi pimpinan lembaga/komisi negara di Indonesia. Melalui pertemuan ini juga diharapkan timbulnya kesadaran berkonstitusi dan menjadikan setiap permasalahan berlandaskan kepada hukum bukan kepada kepentingan politik sesaat. Selain itu, kegiatan ini akan dijadikan forum bertukar fikiran para pemikir hukum, politik, dan sosial demi Indonesia yang lebih baik. C. Rangkaian Kegiatan 1. Pertemuan Nasional Hukum Tata Negara Pertemuan ini akan mempertemukan para ahli, pemikir, penulis, peneliti, mahasiswa, dan siswa berprestasi yang menjadikan kajian Hukum Tata Negara sebagai objek ilmu pengetahuannya. Pertemuan tersebut terbagi ke dalam tiga tema pokok yang masing-masingnya akan diperdalam dalam focus group discussion yang melibatkan peserta. Pertemuan ini akan dibagi kepada beberapa rangkaian kegiatan sebagai berikut: a. Hari Pertama Keynote Speech dan Seminar Nasional 1) Keynote Speech Keynote Speech akan disampaikan Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Ketua Mahkamah Konstitusi ( ). Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia. 2) Seminar Seminar merupakan bagian dari kegiatan ini yang diharapkan dapat menjadi pemancing bagi peserta konferensi terhadap permasalahan dan solusi yang ingin ditemukan. Terdapat dua sesi seminar yang terdiri dari:

5 - Sesi Pertama Sesi Pertama akan membahas tema: Pengisian Jabatan Hakim Agung dan Hakim Konstitusi Pembicara: 1. Prof. Dr. M. Hatta Ali, SH. (Ketua Mahkamah Agung RI) - Sesi Kedua b. Hari Kedua 2. Prof. Dr. Arief Hidayat, SH. (Ketua Mahkamah Konstitusi RI) 3. Prof. Dr. Todung Mulya Lubis, SH. ( Guru Besar Melbourne University) 4. Prof. Dr. Saldi Isra, SH. (Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UNAND). Sesi Kedua akan membahas tema: Pengisian Jabatan Pimpinan Lembaga/Komisi Negara Independen Pembicara: 1. Dr. Azis Syamsuddin, SH. (Ketua Komisi III DPR-RI) 2. Dr. Zainal Arifin Mochtar, SH. (Direktur PUKAT UGM) 3. Susi Dwi Hardjanti, SH., LL.M., Ph.D. (Dosen HTN UNPAD) Keynote Speech dan Konferensi serta Pembentukan Panitia Kecil 1) Keynote Speech Keynote Speech akan disampaikan Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, SH. Ketua Mahkamah Konstitusi ( ). Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia.

6 2) Konferensi dan Pembentukan Parrallel Group Discussion a) Konferensi Konferensi dirancang sebagai forum menyampaikan gagasan secara terbuka dengan terlebih dulu menghadirkan pandangan beberapa pihak yang mewakili cara pandang berbeda dalam melihat permasalahan yang kemudian ditanggapi oleh peserta secara terbuka. Pusat Studi Konstitusi dalam hal ini juga memberikan pandangannya melalui hasil kajian berupa penyampaian naskah akademik. Penyampaian naskah akademik merupakan sarana bagi PUSaKO menyampaikan kajian Hukum Tata Negara yang menjadi pokok permasalahan yang diperbincangkan. Pandangan tersebut didasari kepada penelitian PUSaKO menemukan cetak biru proses seleksi pejabat lembaga legara dan pimpinan institusi negara lainnya. Penulisan naskah ini sepenuhnya dibiayai oleh The Tahir Foundation. Pemancing pandangan: 1. Tim Peneliti PUSaKO; 2. Dr. Zainal Arifin Mochtar; b) Parrallel Group Discussion Pembentukan panitia kecil melalui PGD ini merupakan cara agar peserta mampu fokus kepada masalah-masalah tertentu dan kemudian secara bersama-sama merumuskan solusi apa yang dapat disumbangkan dalam konferensi kali ini. Kelompok peserta yang akan mendalami kajian ini telah dibagi panitia ke dalam beberapa group dengan tema-tema tertentu. Penentuan peserta PGD berdasarkan pembuatan makalah oleh peserta. Berikut pembagian tema tersebut: Group I : Mekanisme Seleksi Pejabat Kekuasaan Kehakiman Sub Tema : 1. Seleksi hakim Mahkamah Konstitusi 2. Seleksi hakim Mahkamah Agung dan hakim peradilan dalam lingkungannya Fasilitator: Feri Amsari

7 Group II : Mekanisme Seleksi Pejabat Lembaga/Komisi Negara Independen Sub Tema : 1. Seleksi komisi negara independen yang terdapat dalam konstitusi: Komisi Pemilihan Umum dan Komisi Yudisial. 2. Seleksi pimpinan komisi negara independen yang tidak diatur dalam konstitusi: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pengawas Pemilu dan Ombudsman. 3. Seleksi Pimpinan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan. Fasilitator: Khairul Fahmi dan Donal Fariz 2. City Tour Group III : Mekanisme Seleksi Pejabat dalam ranah Kekuasaan Eksekutif Sub Tema : 1. Seleksi Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Panglima Tentara Nasional Republik Indonesia. 2. Seleksi Pimpinan Komisi Kepolisian Nasional dan Pimpinan Komisi Kejaksaan. Fasilitator: Charles Simabura Pada hari terakhir pelaksanaan kegiatan ini, seluruh peserta akan mengikuti kunjungan wisata di Kota Bukittinggi dan Istano Pagaruyuang. Peserta akan mengunjungi tempat-tempat wisata bersejarah di Ranah Minang. D. Peserta Pertemuan Nasional Peserta merupakan akademisi, praktisi, penggiat masyarakat, peneliti, organisasi, mahasiswa, dan siswa berprestasi yang diundang khusus untuk mengikuti kegiatan. Peserta ditentukan melalui kegiatan penulisan makalah atau artikel berkaitan dengan tema-tema pertemuan. Peserta Konferensi dan Seminar terdiri dari peserta PGD yang diundang khusus berdasarkan pembuatan makalah terkait tema diskusi dan peserta yang diundang di daerah yang dianggap memiliki keterkaitan dengan tema umum seminar.

8 Peserta terdiri dari: - Peserta Seminar dan PGD ( orang peserta = 160) - Pemateri Seminar: 8 orang - Fasilitator: 4 orang Peserta seminar yang berasal dari Wilayah Sumatera Barat hanya akan mendapatkan biaya pergantian transportasi lokal. Sedangkan peserta PGD akan mendapatkan pergantian uang transportasi pulang-pergi (PP) dan uang penggantian makalah. E. Waktu dan Tempat 1. Seminar Tanggal : 11 September 2015 Tempat : Padang 2. Konferensi dan PGD Tanggal : 12 September 2015 Tempat : Padang F. Ketentuan Pendaftaran 1. Pendaftaran dan penyerahan abstrak paper 5 Juni 15 Juli Calon peserta call papers mengirimkan abstrak makalah dengan memilih salah satu sub-tema sebagai berikut : a. Mekanisme Seleksi Kekuasaan Kehakiman a.1. Seleksi hakim Mahkamah Konstitusi a.2. Seleksi hakim Mahkamah Agung dan hakim peradilan dalam lingkungannya b. Mekanisme Seleksi Pejabat Lembaga/Komisi Negara Independen b.1. seleksi Komisioner Komisi Pemilihan Umum; b.2. seleksi Komisioner Komisi Yudisial; b.3. seleksi Komisioner Komnas HAM; b.4. seleksi Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi; b.5. seleksi Komisioner Badan Pengawas Pemilu; dan b.6. seleksi Komisioner Ombudsman. b.7. seleksi Pimpinan Bank Indonesia; b.8. Seleksi pimpinan Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan.

9 c. Mekanisme Seleksi Pejabat dalam ranah Kekuasaan Eksekutif c.1. Seleksi Kepala Kepolisian Republik Indonesia; c.2. Seleksi Panglima Tentara Nasional Republik Indonesia; c.3. Seleksi Pimpinan Komisi Kepolisian Nasional dan Pimpinan Komisi Kejaksaan. 3. Abstrak terpilih akan diumumkan pada tanggal 24 Juli 2015 melalui website resmi Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) 4. Bagi abstrak terpilih selanjutnya diharuskan mengirimkan makalah selambatlambatnya tanggal 10 Agustus Makalah terpilih akan diumumkan pada tanggal 16 Agustus 2015 melalui website resmi Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) 6. Peserta konferensi akan diumumkan pada tanggal 24 Agustus melalui website resmi Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) 7. Enam puluh makalah terpilih akan diberi kesempatan untuk mempresentasikan makalahnya dalam parrallel group discussion. 8. Makalah terpilih, makalah narasumber dan hasil kajian PUSaKO akan diterbitkan dalam satu buku. 9. Bagi yang tidak lolos dalam seleksi 60 makalah terpilih, dapat menjadi peserta non call papers dalam kegiatan konferensi. G. Ketentuan Penulisan Paper 1. Abstrak Makalah a. Sub tema yang dipilih ditulis pada bagian kanan atas pada halaman pertama abstrak. b. Judul ditulis dengan huruf kapital, bold, centered, maksimum 12 kata. c. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia antara kata, menggunakan kertas ukuran A4, margin atas 3 cm, bawah 2.5 cm, kiri 3 cm, dan kanan 2.5 cm; Cambria, 12 pt. d. Nama lengkap penulis(tanpa gelar), instansi, nomor telp/hp, dan di akhir abstrak. Abstrak dikirim melalui sekretariat@pusako.or.id 2. Makalah Lengkap a. Judul ditulis dengan huruf kapital, maksimum 12 kata diposisikan di tengah (center); b. Nama lengkap penulis tanpa gelar dan instansi c. Sistematika penulisan naskah adalah sebagai berikut: 1. Judul; 2. Nama lengkap penulis; 3. Kata kunci, yang mencerminkan substansi makalah; 4. Pendahuluan; 5. Sub judul (sesuai dengan keperluan pembahasan); 6. Penutup; dan 7. Daftar Pustaka

10 d. Menggunakan ukuran A4, margin: atas 3 cm, bawah 2.5 cm, kiri 3 cm,dan kanan 2.5 cm; e. Panjang naskah antara s.d kata, tidak termasuk catatan kaki (footnote), spasi 1, huruf Cambria, ukuran 12; f. Kutipan kalimat ditulis secara langsung apabila lebih dari empat baris dipisahkan dari teks dengan jarak satuspasi dengan ukuran huruf 11 poin. Sedangkan kutipan kurang dariempat baris diintegrasikan dalam teks. Setiap kutipan diberi nomor.sistem pengutipan adalah footnote. g. Ketentuan dalam penulisan catatan kaki (footnote) sebagi berikut: - Emanuel Subangun, Negara Anarkhi, (Yogyakarta: LKiS, 2004), hlm Tresna, Komentar HIR, Cetakan Ketujuh belas, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001), hlm Paul Scholten, Struktus Ilmu Hukum, Terjemahan dari De Structure der Rechtswetenschap, Alih bhasa: arief Sidharta, (Bandung: PT Alumni, 2003), hlm Jumlah BUMN Diciutkan Jadi 50, Republika, 19 Oktober Prijono Tjiptoherijanto, Jaminan Sosial Tenaga Kerja Di Indonesia diakses tanggal 2 Januari h. Daftar Pustaka ditulis sesuai urutan abjad, nama akhir penulisdiletakkan di depan. Contoh: - Jimly, Asshiddiqie, Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara, cetakan pertama, Jakarta: Konstitusi Press. - Tefano, Burchi, Current Developments and Trends in Water Resources Legislation and Administration. Paper presented at 3 rd Conference of the International Association for Water Kaw (AIDA) Alicante, Spain: AIDA, December Benedict, Anderson, The Idea of Power in Javanese Culture dalam Claire Holt, ed., Culture and Politics in Indonesia, Ithaca, N.Y.: Conell University Press. - Moh, Jamin., Implikasi Penyelenggaraan Pilkada Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi, Jurnal Konstitusi, Volume 2 Nomor 1, Juli 2005, Jakarta: Mahkamah Konsitusi. - Republik Indonesia, Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. - Republika, Jumlah BUMN Diciutkan Jadi 50, 19 Oktober Prijono, Tjiptoherijanto,. Jaminan Sosial Tenaga Kerja Di Indonesia, diakses tanggal 2 Januari i. Penutup: artikel ditutup dengan kesimpulan; j. Biografi singkat: biografi penulis mengandung unsur :nama lengkapdengan gelar akademik, tempat tugas, riwayat pendidikan formal(s1, S2, S3), dan bidang keahlian akademik. Makalah dikirim melalui sekretariat@pusako.or.id

11 H. Penutup Demikian Term of Reference ini dibuat sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan ini. Padang, 1 Juni 2015 Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., MPA. Direktur

PANITIA KONFERENSI NASIONAL HUKUM TATA NEGARA Ke-3

PANITIA KONFERENSI NASIONAL HUKUM TATA NEGARA Ke-3 PANITIA KONFERENSI NASIONAL HUKUM TATA NEGARA Ke-3 Term of Reference Pembaharuan Partai Politik di Indonesia Latar Belakang Pada awalnya, partai politik di Indonesia tidak difungsikan sebagai mesin politik

Lebih terperinci

Pedoman Penulisan Jurnal Konstitusi

Pedoman Penulisan Jurnal Konstitusi Pedoman Penulisan Jurnal Konstitusi Jurnal Konstitusi adalah salah satu media dwi-bulanan yang diterbitkan oleh Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi sebagai upaya mempublikasikan ide

Lebih terperinci

Term Of Reference. A. Latar belakang

Term Of Reference. A. Latar belakang Term Of Reference A. Latar belakang Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUD) Tahun 1945 pascaperubahan mengatur secara tegas bagaimana kedaulatan rakyat sesuai Pasal 1 ayat (2) UUD

Lebih terperinci

SUSUNAN ACARA KONFERENSI NASIONAL HUKUM TATA NEGARA KE-3 Demokratisasi Partai Politik Bukitinggi, 5-8 SEPTEMBER 2016

SUSUNAN ACARA KONFERENSI NASIONAL HUKUM TATA NEGARA KE-3 Demokratisasi Partai Politik Bukitinggi, 5-8 SEPTEMBER 2016 SUSUNAN ACARA KONFERENSI NASIONAL HUKUM TATA NEGARA KE-3 Demokratisasi Partai Politik, 5-8 SEPTEMBER 2016 Hari/Tanggal : Senin, 5 September 2016 Tempat : Convention Hall Universitas Andalas No Waktu Kegiatan

Lebih terperinci

PUSKASI FH UNIVERSITAS WIDYAGAMA MALANG RIWAYAT PENULIS

PUSKASI FH UNIVERSITAS WIDYAGAMA MALANG RIWAYAT PENULIS RIWAYAT PENULIS Prof. DR. Ir. IWAN NUGROHO, MS. Guru besar Perencanaan Pembangunan Wilayah, mengajar pada PS Agribisnis, Fakultas Pertanian, Univerversitas Widyagama Malang, PS Kesling Stikes Widyagama

Lebih terperinci

PEDOMAN PENERBITAN JURNAL KONSTITUSI KERJASAMA MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN FAKULTAS HUKUM DAN PUSAT KAJIAN KONSTITUSI (PKK) TAHUN 2013

PEDOMAN PENERBITAN JURNAL KONSTITUSI KERJASAMA MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN FAKULTAS HUKUM DAN PUSAT KAJIAN KONSTITUSI (PKK) TAHUN 2013 PEDOMAN PENERBITAN JURNAL KONSTITUSI KERJASAMA MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN FAKULTAS HUKUM DAN PUSAT KAJIAN KONSTITUSI (PKK) TAHUN 2013 KEPANITERAAN DAN SEKRETARIAT JENDERAL MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

SEMINAR NASIONAL PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA SEMINAR NASIONAL PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA 0 SEMINAR NASIONAL PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA I. LatarBelakang Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN HADIRI PERTEMUAN PIMPINAN LEMBAGA NEGARA

KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN HADIRI PERTEMUAN PIMPINAN LEMBAGA NEGARA KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN HADIRI PERTEMUAN PIMPINAN LEMBAGA NEGARA bpk.go.id Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan pertemuan dengan pimpinan lembaga negara di Majelis Permusyawaratan Rakyat

Lebih terperinci

Strategi pengawasan dan peningkatan pelayanan publik yang berkualitas

Strategi pengawasan dan peningkatan pelayanan publik yang berkualitas TOR (Term of References) LOMBA KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA TINGKAT UNIVERSITAS LAMPUNG TAHUN 2015 Strategi pengawasan dan peningkatan pelayanan publik yang berkualitas Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN 1 RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN PANITIA SELEKSI KOMISIONER KOMNAS HAM --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK I. PEMOHON 1. Dr. Harun Al Rasyid, S.H., M.Hum sebagai Pemohon I; 2. Hotman Tambunan, S.T., MBA.sebagai Pemohon II; 3. Dr.

Lebih terperinci

Hasil Penelitian Kajian Konseptual

Hasil Penelitian Kajian Konseptual Call for Papers Redaksi Jurnal Konstitusi mengundang para akademisi, pengamat, praktisi dan mereka yang berminat untuk memberikan tulisan mengenai putusan Mahkamah Konstitusi, hukum konstitusi dan ketatanegaraan.

Lebih terperinci

KETENTUAN PERTIMBANGAN ATAU PERSETUJUAN DALAM UNDANG-UNDANG KEMENTERIAN NEGARA

KETENTUAN PERTIMBANGAN ATAU PERSETUJUAN DALAM UNDANG-UNDANG KEMENTERIAN NEGARA KETENTUAN PERTIMBANGAN ATAU PERSETUJUAN DALAM UNDANG-UNDANG KEMENTERIAN NEGARA Oleh: Zaqiu Rahman Naskah diterima : 07 November 2014; disetujui : 14 November 2014 Postur Kabinet Pemerintahan yang Baru

Lebih terperinci

Prof. Hikmahanto Juwana, SH., LL.M., Ph.D (Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum UI)

Prof. Hikmahanto Juwana, SH., LL.M., Ph.D (Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum UI) PENDAHULUAN Sesuai dengan semangat yang dibangun oleh Pemerintah dalam upaya memperkuat posisi Indonesia sebagai negara maritim dan menjaga wilayah perbatasan, menjadi suatu pembahasan yang menarik bagi

Lebih terperinci

III. Kesimpulan. Kutipan Internet/media online: Nama penulis, judul tulisan, alamat portal (website/online), tanggal diakses/unduh.

III. Kesimpulan. Kutipan Internet/media online: Nama penulis, judul tulisan, alamat portal (website/online), tanggal diakses/unduh. Call for Papers Redaksi Jurnal Konstitusi mengundang para akademisi, pengamat, praktisi dan mereka yang berminat untuk memberikan tulisan mengenai putusan Mahkamah Konstitusi, hukum konstitusi dan ketatanegaraan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau judiary merupakan cabang yang diorganisasikan secara tersendiri. 1 Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. atau judiary merupakan cabang yang diorganisasikan secara tersendiri. 1 Sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan dan hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman merupakan benteng terakhir tegaknya keadilan di Indonesia. Cabang kekuasaan kehakiman atau judiary merupakan

Lebih terperinci

LEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia

LEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia LEMBAGA LEMBAGA NEGARA Republik Indonesia 1. Sumbernya a. Berdasarkan UUD (Constitutionally entrusted powers) b. Berdasarkan UU (Legislatively entrusted powers) 2. fungsinya a. lembaga yang utama atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara kelembagaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang muncul berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK),

Lebih terperinci

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam TUGAS AKHIR SEMESTER Mata Kuliah: Hukum tentang Lembaga Negara Dosen: Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam Oleh: Nurul Hapsari Lubis 110110130307 Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 22/PUU-XIII/2015 Pertimbangan DPR Dalam Rangka Pengangkatan Kapolri dan Panglima TNI Berkaitan Dengan Hak Prerogatif Presiden I. PEMOHON 1. Prof. Denny Indrayana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

PENGISIAN DAN MASA JABATAN HAKIM KONSTITUSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

PENGISIAN DAN MASA JABATAN HAKIM KONSTITUSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 PENGISIAN DAN MASA JABATAN HAKIM KONSTITUSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Pendahuluan Kemampuan MK menjalankan peran sebagai pengawal konstitusi dan pelindungan hak konstitusional warga negara melalui

Lebih terperinci

PERLUNYA MENDISAIN ULANG INSTITUSI NEGARA (Ditinjau dari Keuangan Negara)

PERLUNYA MENDISAIN ULANG INSTITUSI NEGARA (Ditinjau dari Keuangan Negara) PERLUNYA MENDISAIN ULANG INSTITUSI NEGARA (Ditinjau dari Keuangan Negara) Oleh: BAHARUDDIN ARITONANG Anggota DPR dan BP MPR (Periode Tahun 1999 2004). Kini anggota BPK ABSTRAK Usai iklan Komisi Yudisial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Korupsi masih menjadi masalah mendasar di dalam berjalannya demokrasi di Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi menjadi terhambat.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C amandemen ketiga Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C amandemen ketiga Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah panjang mengenai pengujian produk legislasi oleh sebuah lembaga peradilan (judicial review) akan terus berkembang. Bermula dari Amerika (1803) dalam perkara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis alat bukti seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis alat bukti seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam hukum acara pidana pembuktian merupakan hal yang penting saat pemeriksaan perkara di pengadilan. Hal ini karena berdasarkan tahapan pembuktian inilah terjadi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi persoalan yang hangat untuk dibicarakan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama sehubungan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

GAGASAN PEMBENTUKAN LEMBAGA PENGKAJIAN DAN PEMASYARAKATAN KONSTITUSI. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

GAGASAN PEMBENTUKAN LEMBAGA PENGKAJIAN DAN PEMASYARAKATAN KONSTITUSI. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. GAGASAN PEMBENTUKAN LEMBAGA PENGKAJIAN DAN PEMASYARAKATAN KONSTITUSI Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. MENGAPA DAPAT DINILAI PENTING 1. Indonesia adalah negara yang sangat besar dengan penduduk terbesar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, berikut beberapa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, berikut beberapa BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, berikut beberapa kesimpulan mengenai Sistem Rekrutmen Hakim Konstitusi yang Transparan, Partisipatif, Obyektif dan

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara Bagan Lembaga Negara Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Tugas dan Wewenang MPR Berikut tugas dan wewenang dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PANITIA SELEKSI CALON PIMPINAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PANITIA SELEKSI CALON PIMPINAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PANITIA SELEKSI CALON PIMPINAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bahan TIMUS 23-06-04 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENULISAN PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN

PEDOMAN PENULISAN PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN PEDOMAN PENULISAN PADJADJARAN JURNAL ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN Tata cara penulisan dan pengiriman naskah dalam Jurnal Padjadjaran adalah sebagai berikut: 1. Naskah yang dikirim

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Riwayat Penulis RIWAYAT PENULIS

Riwayat Penulis RIWAYAT PENULIS Riwayat Penulis 68 RIWAYAT PENULIS Agoes Djatmiko Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Purwokerto. Pendidikan S1 di tempuh di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, dan Program Magister

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCABUTAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCABUTAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... PENCABUTAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran

Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran 2016 2017 Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Kelas / Semester : VI (Enam) / 1 (Satu) Hari / Tanggal :... Waktu : 90 menit A. Pilihlah

Lebih terperinci

PERSPEKTIF RIWAYAT PENULIS

PERSPEKTIF RIWAYAT PENULIS RIWAYAT PENULIS PERSPEKTIF Volume 22 No. 2 Tahun Riwayat 2017 Edisi Penulis Mei Dewa Gede Sudika Mangku Dosen Tetap Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Pendidikan S1 ditempuh di Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PERSPEKTIF RIWAYAT PENULIS

PERSPEKTIF RIWAYAT PENULIS RIWAYAT PENULIS PERSPEKTIF Volume XX No. 2 Tahun Riwayat 2015 Edisi Penulis Mei Ali Sutiyo Syaifulloh Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Tri Tunggal Surabaya. Pendidikan S1 ditempuh di Fakultas Hukum

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Assalamu'alaikum Warrahmatutlahi Wabarakatuh,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Assalamu'alaikum Warrahmatutlahi Wabarakatuh, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIDATO KETUA DPR RI PADA RAPAT PARIPURNA DPR RI PENUTUPAN MASA SIDANG II TAHUN SIDANG 2010-2011 JUM'AT, 17 DESEMBER 2010 Assalamu'alaikum Warrahmatutlahi Wabarakatuh,

Lebih terperinci

Riwayat Penulis RIWAYAT PENULIS

Riwayat Penulis RIWAYAT PENULIS Riwayat Penulis RIWAYAT PENULIS Muh. Hasrul Dosen Tetap di Fakultas Hukum Universitas Hasanudin, Jalan Perintis Kemerdekaan Km. 10, Makassar, Sulawesi Selatan. Pendidikan S1 Ilmu Hukum, Program Pasca Sarjana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi; LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.167, 2013 HUKUM. Kehakiman. Mahkamah Konstitusi. Penyelenggaraan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5456) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014

BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014 BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014 A. Latar Belakang Keluarnya SEMA No. 7 Tahun 2014 Pada awalnya SEMA dibentuk berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggal 18 Agustus 1945 para pemimpin bangsa, negarawan pendiri NKRI dengan segala kekurangan dan kelebihannya telah berhasil merumuskan konstitusi Indonesia

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2)

BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2) BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2) B. Lembaga/Pihak Dalam Penegakan Hukum Lembaga atau pihak apa saja yang terkait dengan upaya penegakan hukum? dan apa tugas dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL SUMONO, SH Abstrak Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden merupakan perwujudan demokrasi dalam sistem presidensiil. Namun sistem presidensiil

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT (UJI KELAYAKAN) FIT AND PROPER TEST KOMISI III DPR RI TERHADAP CALON HAKIM AD HOC TIPIKOR DI MAHKAMAH AGUNG -------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah DPD sebagai Lembaga Negara mengemban fungsi dalam

Lebih terperinci

Konferensi Pers Presiden RI Tentang Kasus Hukum Ketua MK, tgl 5 Okt 2013, di Jakarta Sabtu, 05 Oktober 2013

Konferensi Pers Presiden RI Tentang Kasus Hukum Ketua MK, tgl 5 Okt 2013, di Jakarta Sabtu, 05 Oktober 2013 Konferensi Pers Presiden RI Tentang Kasus Hukum Ketua MK, tgl 5 Okt 2013, di Jakarta Sabtu, 05 Oktober 2013 KONFERENSI PERS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KASUS HUKUM KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI DI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

Jokowi Diuji, KPK Diamputasi Selasa, 17 Pebruari 2015

Jokowi Diuji, KPK Diamputasi Selasa, 17 Pebruari 2015 Jokowi Diuji, KPK Diamputasi Selasa, 17 Pebruari 2015 Presiden Joko Widodo menghadapi ujian mahadahsyat setelah permohonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan dikabulkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Lebih terperinci

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online IMPLIKASI PUTUSAN MK NOMOR 92/PUU-XIV/2016 DI DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN KPU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah Diterima: 18 Juli 2017, Disetujui: 26 Juli 2017 Pasal yang diuji dan dibatalkan dalam perkara

Lebih terperinci

PUTUSAN PUTUSAN Nomor 91/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN PUTUSAN Nomor 91/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN PUTUSAN Nomor 91/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,

Lebih terperinci

KONSTITUSI DAN RULE OF LAW

KONSTITUSI DAN RULE OF LAW KONSTITUSI DAN RULE OF LAW Modul ke: 07 Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Program Studi Akuntansi Manajemen A. Pengertian dan Definisi Konstitusi B. Hakikat dan fungsi Konstitusi (UUD) C. Dinamika Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik. 1. Lembaga Negara independen adalah lembaga yang dalam pelaksanaan

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik. 1. Lembaga Negara independen adalah lembaga yang dalam pelaksanaan 1 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Lembaga Negara independen adalah lembaga yang dalam pelaksanaan fungsinya tidak

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Hukum tertulis yang berlaku di Indonesia mendapat pengaruh dari hukum Barat, khususnya hukum Belanda. 1 Pada tanggal 1 Mei 1848 di negeri Belanda berlaku perundang-undangan

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA KERANGKA ACUAN LOMBA KARYA TULIS MAHKAMAH KONSTITUSI 2009 PENYELENGGARA SEKRETARIAT JENDERAL DAN KEPANITERAAN

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA KERANGKA ACUAN LOMBA KARYA TULIS MAHKAMAH KONSTITUSI 2009 PENYELENGGARA SEKRETARIAT JENDERAL DAN KEPANITERAAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA KERANGKA ACUAN LOMBA KARYA TULIS MAHKAMAH KONSTITUSI 2009 PENYELENGGARA SEKRETARIAT JENDERAL DAN KEPANITERAAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 13 JULI

Lebih terperinci

Uji Materiil Undang-Undang Keuangan Negara

Uji Materiil Undang-Undang Keuangan Negara Uji Materiil Undang-Undang Keuangan Negara nasional.sindonews.com Perdebatan tentang Undang-Undang Keuangan Negara yang menyatakan aset BUMN 1 menjadi bagian dari kekayaan negara masih terus bergulir.

Lebih terperinci

Adapun yang menjadi tujuan diselenggarakannya Seminar Nasional dan Call For Paper ini adalah :

Adapun yang menjadi tujuan diselenggarakannya Seminar Nasional dan Call For Paper ini adalah : SEMINAR NASIONAL PERBATASAN DAN KEMARITIMAN DAN CALL FOR PAPER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TAHUN 2017 LATAR BELAKANG Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

Komisi Yudisial. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 25 Juni 2008

Komisi Yudisial. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 25 Juni 2008 Komisi Yudisial R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 25 Juni 2008 Pokok Bahasan Latar Belakang Kelahiran Komisi Yudisial dan Konteks Pemantauan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENULISAN ARTIKEL AL-IQTISHAD (JURNAL ILMU EKONOMI SYARIAH)

PEDOMAN TEKNIS PENULISAN ARTIKEL AL-IQTISHAD (JURNAL ILMU EKONOMI SYARIAH) PEDOMAN TEKNIS PENULISAN ARTIKEL AL-IQTISHAD (JURNAL ILMU EKONOMI SYARIAH) 1. Artikel merupakan karya asli penulis, bukan jiplakan, baik sebagian maupun seluruhnya, dan belum pernah dipublikasikan atau

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

UJI PUBLIK RANCANGAN PERATURAN KPU TENTANG PENCALONAN PESERTA PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

UJI PUBLIK RANCANGAN PERATURAN KPU TENTANG PENCALONAN PESERTA PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN UJI PUBLIK RANCANGAN PERATURAN KPU TENTANG PENCALONAN PESERTA PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 Partai Politik/Gabungan Partai Politik yang Dapat Mengusulkan Paslon Partai Politik dan/atau Gabungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang I. PEMOHON Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dalam hal ini diwakili oleh Irman Gurman,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENETAPAN KEBUTUHAN SERTA PENGADAAN TENAGA HAKIM

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENETAPAN KEBUTUHAN SERTA PENGADAAN TENAGA HAKIM PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENETAPAN KEBUTUHAN SERTA PENGADAAN TENAGA HAKIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN PROFESI HUKUM. bphn. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional

LAPORAN KEGIATAN PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN PROFESI HUKUM. bphn. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional LAPORAN KEGIATAN PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN PROFESI HUKUM (CONTINUING LEGAL EDUCATION/CLE) Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi dari ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, pikiran, perilaku, dan kebijakan pemerintahan negara

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KONSTITUTIONAL KEPOLISIAN DALAM TATA-PEMERINTAHAN NEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

KEDUDUKAN KONSTITUTIONAL KEPOLISIAN DALAM TATA-PEMERINTAHAN NEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. KEDUDUKAN KONSTITUTIONAL KEPOLISIAN DALAM TATA-PEMERINTAHAN NEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. Setiap negara selalu mempunyai fungsi kepolisian untuk kepentingan perlindungan dan keamanan internal

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan 136 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pilkada di Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.151, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Pemeliharaan. DPR. DPD. BPK. KY. MK. MA. Jaminan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN

Lebih terperinci

KETENTUAN CALL FOR PAPERS SEMIKNAS 2017

KETENTUAN CALL FOR PAPERS SEMIKNAS 2017 KETENTUAN CALL FOR PAPERS SEMIKNAS 2017 Sub Sub Tema untuk presentasi makalah : 1. Manajemen Informasi Kesehatan 2. Manajemen Mutu Informasi Kesehatan 3. Kodifikasi Klasifikasi Penyakit dan Tindakan 4.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB IV. Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB IV. Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Mekanisme pemilihan pimpinan lembaga KPK yang di atur dalam Pasal 30 Undang- Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan 1 BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan kekuasaan (macthstaat) yang berdasar atas kekuasaan belaka, sebagaimana telah diamanatkan di

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 MAHKAMAH KONSTITUSI R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 Pokok Bahasan Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PANITIA SELEKSI CALON PENGGANTI PIMPINAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional

AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional Dewi Triwahyuni AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional revision To alter the constitution Constitutional

Lebih terperinci