BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), sebagaimana yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), sebagaimana yang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang biasa disingkat UUD 1945 sebagai konstitusi Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia dalam penyelenggaraan ketatanegaraan didasarkan pada hukum yang berlaku. Konstitusi mengatur aspek ketatanegaraan Indonesia terkait pembagian kekuasaan negara, penyelenggaraan kekuasaan negara hingga perwujudan akan tujuan dan cita-cita bernegara. Dapat diartikan bahwa hukum bertujuan untuk menjamin kepastian hukum pada warga negara dan hukum itu harus pula bertumpu pada keadilan (justice), yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat sebagai tujuan dari hukum. 1 Oleh karena itu, hukum sebagai koridor yang memberi batasan dan arah dalam penyelenggaraan kehidupan negara. Negara sebagai rumah dari warga negara berkumpul menjadi sebuah komunitas hidup bersama dalam suatu wilayah dan pemerintahan haruslah mampu melindungi hak asasi warga negaranya. Oleh karena itu, Negara harus mampu 1 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, cet.ke-7, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), Hlm

2 memberikan jaminan perlindungan hak asasi melalui kekuasaan pemerintahannya. Hal ini sejalan dengan konsep negara hukum yang telah dijelaskan diatas melalui kekuasaan pemerintahan, Negara harus melindungi hak asasi warga Negara. Jimly Asshiddiqie berpendapat, bahwa salah satu unsur yang mutlak harus ada dalam negara hukum adalah pemenuhan akan hak-hak dasar manusia (basic rights). 2 Dan diperkuat oleh pendapat Friedrich Julius Stahl, salah satu unsur yang dimiliki oleh negara hukum adalah pemenuhan akan hak-hak dasar manusia (basic rights/fundamental rights) atau Hak Asasi Manusia yang disingkat HAM. Menurut John Locke, HAM merupakan hak-hak yang langsung diberikan oleh Tuhan sebagai sesuatu yang kodrati/inheren. 3 Dapat dijelaskan bahwa tidak ada satupun bentuk kekuasaan yang dapat menyinggung ataupun meniadakan hak asasi seseorang. Sehingga hak asasi seseorang harus dijaga, dilindungi dan dijunjung tinggi oleh siapapun tanpa terkecuali. Negara yang menjalankan kekuasaan juga harus melindungi dan menghormati hak asasi warga Negara. Indonesia sebagai Negara hukum telah menerapkan perlindungan dan penghormatan hak asasi warga Negara. Dimana perlindungan dan penghormatan hak asasi diaplikasikan ke dalam konstitusi atau UUD Dapat dsimpulkan bahwa pemahaman Indonesia mengenai HAM adalah hak yang melekat (dignity) dalam diri manusia sebagai anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, 2 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, cet.ke-2 (Jakarta: Rajawali Pres, 2010), hlm diakses tgl. 15 Mei 2015.

3 Negara menjaminnya dalam legitimasi hak asasi kedalam UUD 1945 yang disebut hak konstitusional warga Negara. Indonesia merupakan Negara hukum yang konstitusional. Hal ini diartikan bahwa penyelenggaraaan aspek hukum ketatanegaraan Indonesia didasarkan pada konstitusi sebagai Undang-Undang Dasar Negara (staatsgrundnormgesetz). Konstitusi sebagai hukum dasar yang utama dan merupakan hasil representatif kehendak seluruh rakyat, haruslah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh di setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, prinsip yang timbul adalah setiap tindakan, perbuatan, dan/atau aturan dari semua otoritas yang diberi delegasi oleh konstitusi, tidak boleh bertentangan dengan hak konstitusional warga negara dan konstitusi itu sendiri. Dengan kata lain, konstitusi harus diutamakan, dan maksud atau kehendak rakyat harus lebih utama daripada wakil-wakilnya. Serta Semua produk hukum dibawah UUD tidak boleh bertentangan dengan UUD. Dari penjelasan diatas, maka segala bentuk tindakan pemegang kekuasaan haruslah memperhatikan hak konstitusional warga Negara yang termuat dalam konstitusi. Hak-hak konstitusional tersebut jika dilanggar atau bahkan diabaikan oleh berlakunya suatu produk hukum yang dikeluarkan oleh aparatur Negara ataupun aspek lain yang bertentangan dengan hak konstitusional, adakah mekanisme hukum untuk menjamin hak-hak konstitusional? karena hak-hak konstitusional tersebut tidak cukup hanya sebatas pengakuan tertulis dalam sebuah dokumen, tetapi harus ada perlindungan yang konkrit yang mampu menjamin dan melindungi hak-hak dasar warga negara.

4 Sejalan dengan perjalananan ketatanegaraan Indonesia ditemukan permasalahan dalam menjamin hak konstitusional warga Negara. Konstitusi Indonesia yakni UUD 1945 belum memuat akan hal yang terkait penjaminan hak konstitusional warga Negara secara maksimal. Hal yang terkait pelanggaran konstitusional yang dimuat dalam produk hukum Undang-undang dapat diajukan upaya hukum judicial review terhadap undang-undang dasar. Selain itu dalam pelanggaran hak konstitusional yang berbentuk keputusan dapat diajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Timbul sebuah permasalahan yang sangat penting dalam upaya perlindungan hak konstitusional warga negara yaitu bagaimana pelanggaran konstitusional yang bukan atas berlakunya undang-undang atau keputusan? Adakah upaya yang dapat ditempuh dalam mencari keadilan dalam perwujudan negara hukum (rule of law)? Konsep Rule of Law menginginkan adanya peran peradilan yang bebas dan tidak memihak untuk memberikan putusan terhadap segala kasus hukum yang terjadi dalam suatu Negara. 4 Dari hal tersebut dijelaskan bahwa lembaga peradilan sebagai instrumen hukum dalam menjamin keadilan harus mampu menyelesaikan segala permasalahan hukum yang terjadi di masyarakat. Dalam praktek peradilan di Indonesia, fakta menunjukkan ditemukan perkara diajukan ke Mahkamah Konstitusi Indonesia yang terindikasi melanggar hak konstitusional warga Negara yang menjadi kompetensi dalam contitutional 4 Anis Ibrahim, Merekonstruksi Keilmuan Ilmu Hukum dan Hukum Milenium Ketiga, (Malang : in Trans Publishing, 2007), hlm. 77.

5 complaint, sementara semua upaya hukum yang ditempuh oleh pihak pengadu tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard) atau ditarik kembali oleh pengadu sebelum proses peradilan dilaksanakan yang disebabkan tidak tersedianya kewenangan/kompetensi mengadili perkara tersebut di Mahkamah Konstitusi, maupun di semua lembaga peradilan yang ada. 5 Misalnya, Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait persoalan aliran Ahmadiyah yang dikeluarkan oleh tiga kementerian yang merupakan tindak lanjut dari UU No.1/PNPS/1965 yang menjadi pro dan kontra yang hidup di tengah masyarakat. Dari kalangan masyarakat yang kontra menyatakan bahwa SKB tersebut melanggar hak konstitusional yang diberikan Pasal 29 UUD 45 tentang kebebasan beragama. Dimana mereka berpendapat bahwa setiap orang berhak memeluk kepercayaan yang dipercayainya sehingga orang lain harus menghormati kepercayaan yang dianut oleh mereka Begitu pula pihak yang pro, berargumen bahwa umat Islam harus dilindungi oleh negara dari kelompok-kelompok serta unsur-unsur 5 Berdasarkan data yang ada di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi hingga akhir Desember 2010, terdapat 30 permohonan yang secara subtansial merupakan constitutional complaint sehingga permohonan tersebut ditarik kembali atau diputus dengan putusan tidak dapat diterima. Beberapa diantaranya yang dapat perhatian luas: Perkara Nomor 016/PUU-I/2003 (Permohonan pembatalan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung), Perkara Nomor 061/PUU-II/2004 (Permohonan pembatalan dua putusan peninjauan Kembali Mahkamah Agung yang saling bertentangan), Perkara Nomor 004/PUU-III/2005 (dugaan adanya unsur penyuapan dalam putusan Mahkamah Agung), Perkara Nomor 013/PUU-II/2005 (penyimpangan penerapan norma undang-undang), Perkara Nomor 018/PUU-III/2005 (penafsiran yang keliru dalam penerapan undang-undang), Perkara Nomor 025/PUU-III/2006 (dua Putusan Mahkamah Agung yang saling bertentangan), Perkara Nomor 007/PUU-IV/2006 (ketidak pastian perkara penanganan perkara di peradilan umum dan dugaan adanya unsur penyuapan), Perkara Nomor 030/PUUV/2006 (kewenangan mengeluarkan izin penyiaran), Perkara Nomor 20/PUU-V/2007 (Pembuatan kontrka ketjasama pertambangan yang tidak melibatkan persetujuan DPRD), Perkara Nomor 026/PUU-V/2007 (sengketa tentang pemenang pemilihan kepala daerah), Perkara Nomor 1/SKLN-VI/2008 (laporan temuan pelanggaran pemiliha kepala daerah yang tidak ditindaklanjuti). Dikutib dari, Ringkasan disertasi I Dewa Gede Palguna, Pengaduan Konstitusional: Upaya Hukum Terhadap Pelanggaran Hak-hak Konstitusional Warga Negara (Studi Keweangan Mahkamah Konstitusi Indonesia dalam Perspektif Perbandingan), disertasi tidak diterbitkan, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011.

6 yang menistakan agama Islam sebagai agama yang berkembang di masyarakat. Perkara tersebut ketika itu akan diajukan ke Mahkamah Konstitusi. 6 Mahfud MD berpendapat, bahwa SKB tiga Menteri tentang pelarangan Jemaat Ahmadiyah tidak dapat digugat ke Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung ataupun Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), seperti yang ditulis dalam bukunya Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. 7 Mahkamah Konstitusi tidak mempunyai kewenangan menilai SKB Ahmadiyah yang didasarkan pada ketentuan Pasal 24 C UUD 1945 dan UU No. 8 tahun 2011 tentang Perubahan UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi hanya berwenang melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar baik secara materil dan formil, memutuskan sengketa kewenangan antar lembaga yang wewenang atributif diberikan oleh UUD, memutuskan sengketa hasil pemilihan umum (PHPU), dan memutuskan pembubaran partai politik; sedangkan kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah bersalah melakukan pelanggaran hukum ataupun tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden seperti yang dimaksud dalam UUD 1945 sehingga presiden dan wakil presiden dapat diberhentikan sebelum berakhir masa jabatan (Impeachment). Jadi tidak ada kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji sebuah SKB. Dibawa ke MA juga tidak tepat, karena SKB bukan peraturan perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- 6 Moh.Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, cet.ke-2, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm Ibid., hlm. 288.

7 Undangan. Jika diperkarakan ke PTUN juga kurang tepat karena SKB tersebut dinilai sebagai peraturan (regeling) bukan penetapan (beschiking) karena ada muatannya yang bersifat umum (abstrak). Mahfud MD menyatakan, bahwa perkara tersebut dapat diselesaikan melalui prosedur constitutional complaint (pengaduan konstitusional), Namun saat ini, yang menjadi masalahnya adalah kewenangan tersebut di luar kewenangan Mahkamah Konstitusi bahkan di luar lembaga yudikatif lainnya yang dapat disimpulkan bahwa kewenangan tersebut belum menjadi kompetensi salah satu lembaga yudikatif yang ada di Indonesia. Mahfud MD pun mengusulkan kewenangan ini untuk diberikan kepada Mahkamah Konstitusi karena adanya masalah pelanggaran hak konstitusional. 8 Selain permasalahan hukum diatas, bagaimana dengan penyelesaian perkara pengajuan pengaduan konstitusional (constitutional complaint) terkait bunyi Pasal 34 UUD yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara. Apakah mereka yang hidup terlantar dapat mengajukan pengaduan constitutional complaint? jika dikaitkan pada tujuan demokrasi dalam kesejahteraan sosial warga negara, negara tidak menjamin nasib anak terlantar dan fakir miskin sehingga masyarakat tidak menperoleh kesejahteraan dalam penyelenggaraan Negara atas tindakan pemegang kekuasaan yang tidak memperhatikan hak mereka. Adakah solusi hukum dalam menampung aspirasi mereka yang lemah? 8 Ibid., hlm. 289.

8 Dalam penerapan upaya hukum pidana, apabila seseorang terdakwa dalam pengajuan peninjauan kembali yang dalam putusannya terjadi penerapan hukum yang salah maka upaya hukum apa yang dapat digunakan oleh individu tersebut? jelas bahwa hak konstitusionalnya telah dilanggar oleh penerapan hukum yang salah namun ia harus menanggung akibat dari apa yang tidak diperbuatnya. Jika melihat dari beberapa kasus diatas terjadi pelanggaran hak konstitusional yang dibiarkan berlarut-larut sehingga tidak adanya kepastian hukum dalam permasalahan diatas. Hal ini ini menyebabkan celah timbulnya kekosongan hukum yang menunjukkan bahwa hukum yang seharusnya sebagai pencerah justru masih lamban dalam menangkap dan menyelesaikan permasalahan hukum yang sangat kompleks. Dimana hukum yang harusnya mempunyai wibawa sebagai jalan keluar dalam menyelesaikan permasalahan hukum tidak mampu menjadi solusi dalam permasalahan hukum. Hukum seolah hanya menjadi pemanis dan pelengkap yang menyatakan Indonesia sebagai Negara hukum. Mahkamah konstitusi yang bertugas sebagai pengawal konstitusi dalam kenyataan tidak dapat menjamin hak konstitusional warga Negara secara maksimal. Ironis, Indonesia mengagungkan pengakuan basic rights (hak dasar warga Negara) tanpa perlindungan atau mendengung-dengungkan perlindungan tanpa tersedia upaya hukum adalah sama saja pengingkaran terhadap pengakuan dan perlindungan basic rights setiap warga negara. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara yang menjamin hak-hak dasar warga negara sebagai perwujudan negara hukum belum mampu menjamin hak konstitusional warga Negara. Seharusnya penanganan

9 permasalahan ini dalam menjaga konsep Negara demokrasi rule of law maka constitutional complaint dapat menjadi salah satu wewenang mahkamah konstitusi dalam tugasnya mengawal konstitusi. Sementara itu, kenyataan menunjukkan kewenangan constitutional complaint di Indonesia belum dimiliki oleh lembaga yudikatif yang ada. Dengan banyaknya perkara constitutional complaint yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi, maka seharusnyalah constitutional complaint dipertimbangkan untuk menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu upaya dalam menjamin hak konstitusional warga Negara sebagai perwujudan Negara hukum. Mahkamah konstusi yang bertugas sebagai pengawal konstitusi seharusnya mampu menyelesaikan permasalahan hukum terkait pelanggaran hak konstitusional warga Negara. Penting kiranya Mahkamah Konstitusi dapat menampung pengaduan konstitusional (constitutional complaint) atas pelanggaran hak-hak konstitutional warga negara karena sesungguhnya telah memiliki dasar hukum yang cukup berdasarkan prinsip-prinsip konstitusi yang terdapat dalam UUD Dapat dilihat pada Pasal 24 C UUD 1945 bahwa mahkamah konstitusi bertugas mengawal konstitusi. Sehingga ini mengindikasikan bahwa setiap pelanggaran hak konstitusional warga Negara tersedia sarana hukum dalam menjamin hak konstitusional warga Negara melalui mahkamah konstitusi sebagai pengawal konstitusi dalam perwujudan Negara demokrasi hukum di Indonesia. 9 diakses tgl 15 maret 2015.

10 Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menelaah dan menganalisis permasalahan ini dari sudut pandang politik hukum dengan berpedoman pada UUD 1945 yang diangkat dalam penelitian yang berjudul PENEGAKAN HAK KONSTITUSIONAL MELALUI CONSTITUTIONAL COMPLAINT SEBAGAI PERWUJUDAN NEGARA HUKUM. Diharapkan penelitian ini mampu menjawab problematika hukum terkait pelanggaran konstitusi, karena hal ini penting demi menjaga hak-hak konstitusi warga negara dan menjamin supremasi hukum konstitusi di Indonesia serta perwujudan Negara hukum. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas maka diangkat rumusan masalah oleh penulis sebagai berikut : 1. Bagaimana klasifikasi hak konstitusional yang dapat diajukan constitutional complaint? 2. Bagaimana pemberlakuan constitutional complaint di Indonesia dalam menjamin hak konstitusional warga Negara dalam konteks Negara hukum? 3. Bagaimana kedudukan Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa constitusional complaint dalam tugas sebagai pengawal konstitusi?

11 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui hak konstitusional yang dapat menjadi alasan mengajukan constitutional complaint. 2. Untuk mengetahui pemberlakuan constitutional complaint di Indonesia dalam menjamin hak konstitusional warga negara sebagai perwujudan Negara hukum. 3. Untuk mengetahui kedudukan mahkamah konstitusi sebagai pengawal konstitusi yang berwenang dalam constitutional complaint. Sedangkan manfaat penelitian yang didapatkan dari penelitian ini adalah : 1. Kegunaan teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih pemikiran terhadap pengembangan Ilmu Pengetahuan dibidang Ilmu Hukum khususnya yang terkait penerapan constitutional complaint (pengaduan konstitusional) sebagai wewenang Mahkamah Konstitusi dalam ketatanegaraan di Indonesia. b. Bagi pihak yang berkepentingan, yakni : para Pembentuk Peraturan perundang-undangan dan Akademisi dapat memberikan masukan dalam penerapan pengaduan konstitusional (constitutional complaint) dalam praktek kenegaraan di Indonesia. 2. Kegunaan Praktis Hasil dari penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberi pengetahuan lebih mengenai wewenang Mahkamah Konstitusi dalam menangani

12 permasalahan hukum mengenai pelanggaran hak konstitusional dan memberi sumbangan pemikiran dalam perkembangan Kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi dalam menjamin hak konstitusional warga Negara dalam penyelenggaraan demokrasi hukum di Indonesia. Dan kepada pembuat kebijakan (decision maker) dan pembuat peraturan (wetgever) dapat mempertimbangkan constitutional complaint untuk diterapkan dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan perpustakaan Universitas Sumatera Utara bahwa judul tentang Penegakan Hak Konstitusional Melalui Constitutional Complaint Sebagai Perwujudan Negara Hukum, maka diketahui bahwa belum ada penelitian yang serupa dengan apa yang menjadi bidang dan ruang lingkup yang diangkat untuk dikaji dan diteliti dalam penelitian ilmiah ini. Oleh karena itu, Penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang Penulis lakukan dalam penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan secara moril, karena dalam melakukan penelitian ini penulis senantiasa memperhatikan ketentuanketentuan atau etika penelitian yang harus dijunjung tinggi bagi Peneliti atau Akademisi dalam melakukan penelitian hukum.

13 E. Tinjauan Pustaka Kajian mengenai konstitusi memang menjadi topik yang menarik dalam perkembangannya dewasa ini. Hal ini dapat dilihat dari tumbuh suburnya ajaran konstitusionalisme dalam masyarakat sejak era reformasi Dalam penelaahan sejumlah literlatur ditemukan sejumlah penelitian dan tulisan mengenai konstitusi ketatanegaraan khususnya terkait constitutional complaint (pengaduan konstitusional) maupun kajian yang masih berkaitan dengan penelitian ini. 1. Konsep Negara Hukum Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan : Negara Indonesia adalah Negara hukum. Negara hukum ialah negara menjunjung tinggi supremasi hukum dalam penyelenggaraan Negara. Konstitusi merupakan hasil representatif dari kehendak rakyat. Hal ini diartikan bahwa dalam penyelenggaraan Negara Indonesia mendasarkan pada aturan hukum, yakni hukum konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi yang menjadi dasar pembentukan peraturan hukum lainnya dan ramburambu terhadap segala bentuk tindakan pemegang kekuasaan dalam penyelenggaraan Negara. Sejalan dengan pendapat A.A.H Struycken dikutip oleh Sri Soemantri menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar sebagai Konstitusi tertulis merupakan sebuah dokumen formal yang berisi : , hlm Sri Soemanteri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Disertasi, Alumni, Bandung,

14 1. Hasil Perjuangan politik bangsa di waktu lampau. 2. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa. 3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu sekarang maupun masa yang akan dating. 4. Suatu keinginan, dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa yang hendak dipimpin. Konsep Negara hukum atau Rules of Law yang dianut Indonesia mengindikasikan penjaminan hak-hak dasar (Hak Asasi Manusia yang disingkat HAM) warga Negara sebagai anugerah Tuhan (inheren) yang melekat (dignity) pada diri manusia sejak ia dilahirkan. Sehingga tidak ada satupun kekuasaan yang dapat meniadakan ataupun melanggar hak-hak dasar tersebut sebagai bentuk penghormatan akan hak asasi seseorang. Oleh karena itu, Negara sebagai penyelenggara kekuasaan harus dapat menjamin perlindungan hak asasi warga negaranya. Sebagai konsekuensi pengakuan terhadap hak asasi atau hak dasar warga Negara diwujudkan melalui peraturan perundang-undangan yang merupakan ramburambu agar terciptanya kepastian hukum, perlindungan hukum dan keadilan hukum. Esensi dari pembentukan peraturan perundang-undangan ini adalah pengaturan perilaku masyarakat, pemerintah serta aparatur penegak hukum dalam penyelenggaraan Negara dalam mencapai tujuan bernegara rules of law. 2. HAM sebagai Hak Konstitusional Pengakuan HAM dalam penyelenggaraan Negara Indonesia dilegitimasikan kedalam konstitusi, dimana Hak asasi tersebut melahirkan hak konstitusional warga Negara. Hak konstitusional warga Negara ialah hak-hak asasi yang dijamin oleh Negara berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Oleh karena hak asasi telah

15 dilegitimasi dalam UUD 1945 maka peraturan perundang-undangan lainnya serta kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan Negara harus memperhatikan hak konstitusional warga negara sebagai bentuk pelindungan hak konstitusional warga negara. 3. Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Secara filosofis, ide pembentukan Mahkamah Konstitusi adalah untuk menciptakan sebuah sistem ketatanegaraan di Indonesia yang menganut asas pemisahan kekuasaan (separation of power) secara fungsional dan menerapkan check and balances untuk menggantikan secara bertahap penggunaan asas pendistribusian kekuasaan (distribution of power) dan paham Integralisme dari lembaga negara. 12 Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara di bidang peradilan berfungsi menangani perkara yang berkaitan dengan ketatanegaraan dalam rangka mengawal konstitusi agar teraplikasi secara nyata dalam penyelenggaraan negara sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi. Hal ini mengindikasikan agar tidak terjadi multi tafsir terhadap konstitusi seperti pengalaman masa lalu. 11 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan UU No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, Pasal 1 angka Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bhakti, 2006), Hlm. 167.

16 4. Constitutional Complaint Constitutional complaint atau pengaduan konstitusional merupakan pengaduan atau gugatan yang diajukan oleh orang perorangan (warga negara) ke pengadilan, dalam hal ini Mahkamah Konstitusi, teerhadap suatu perbuatan atau kelalaian yang dilakukan oleh suatu lembaga negara atau otoritas publik (public institution, publik authority) yang mengakibatkan terlanggarnya hak-hak dasar (basic right) orang yang bersangkutan 13. Dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia dalam penjaminan supremasi konstitusi dan hak konstitusional warga Negara, lahir sebuah lembaga yudikatif yang menangani perkara konstitusional berdasarkan Pasal 24C UUD 1945 yang menyatakan : (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar, memutus sengketa lembaga Negara yang wewenangnya diberikan undang-undang dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Dalam menjalankan wewenangnya, Mahkamah Konstitusi bertugas sebagai pengawal konstitusi dalam rangka tegaknya supremasi konstitusi dan menjamin hak konstitusional warga Negara. Keberadaan Mahkamah Konstitusi dinilai masih sangat terbatas dalam menyelesaikan permasalahan konstitusional. Mahkamah Konstitusi hanya menyediakan mekanisme yang justiciable dan enforceable bagi penegakan hak asasi 13 I Dewa Gede Palguna, Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint), (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), Hlm. 35.

17 yang telah ditransformasikan menjadi hak konstitusional warga Negara. Setiap warga Negara yang merasa dilanggar atau diabaikan hak konstitusionalnya oleh berlakunya UU maka dapat mengajukan Legal Standings ke Mahkamah Konstitusi, serta peraturan perundang-undangan di bawah UU yang diyakini bertentangan dengan UUD dapat diajukan ke Mahkamah Agung. Dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia terlalu banyak permasalahan konstitusional terkait penjaminan hak konstitusional. Dalam hal ini, Mahkamah Konstitusi seharusnya mempunyai wewenang menampung semua keluh kesah masyarakat dalam pelanggaran hak konstitusional. Namun, Mahkamah Konstitusi belum mempunyai wewenang dalam menerima pengaduan konstitusional dalam pelanggaran hak konstitusional. Pengaduan konstitusional (constitutional complaint) merupakan mekanisme penegakan hak konstitusional warga Negara melalui pengaduan pelanggaran hak konstitusional ke Mahkamah Konstitusi dalam pelaksanaan demokrasi konstitusional yakni control rakyat terhadap Negara untuk memulihkan hak konstitusional warga Negara. 14 Mahfud MD berpendapat bahwa Constitutional complaint merupakan pengajuan perkara ke Mahkamah Konstitusi atas pelanggaran hak konstitusional yang tidak ada instrument hukum atasnya untuk memperkarakannya atau tidak tersedia jaluh penyelesaian hukum atasnya. Mekanisme ini menjadi upaya dalam menangani 14 Hamdan Zoelva,Pengaduan Konstitusional dalam Sistem Peradilan di Indonesia, Jurnal Sekretariat Negara RI, NO.16, Mei 2010, hlm 45.

18 pelanggaran hak konstitusional secara penuh di Mahkamah Konstitusi dalam tugas sebagai pengawal konstitusi. Pan Mohammad Faiz, S.H dalam jurnal hukum yang berjudul Menabur Benih Constitutional complaint, berpendapat bahwa constitutional complaint sangat dimungkinkan menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi Indonesia, yang sangat disayangkan bahwa kewenangan ini belum diberikan kepada Mahkamah Konstitusi selaku lembaga yang menampung dan menyalurkan keluh kesah (personal grievance) atau pengaduan konstitusional sebagai upaya dalam mempertahankan hak konstitusional warga Negara. Dalam tulisannya menyatakan bahwa konstitusi harus diutamakan, dan maksud atau kehendak rakyat harus lebih diutamakan dari pada wakil-wakilnya sehingga dapat menjadikan konstitusi selalu hidup (living constitution). 15 Vino Devanta Anjas Krisdanar dalam Jurnal Konstitusi, Vol. 7 No. 3 Juni 2010 yang berjudul Menggagas Constitutional complaint dalam Memproteksi Hak Konstitusional Masyarakat mengenai Kehidupan dan Kebebasan Beragama menyatakan bahwa Constitutional complaint sangat berfungsi dalam menjaga hak konstitusi masyarakat yang salah satu hak konstitusi tersebut adalah hak kebebasan beragama Pan Mohammad Faiz, Menabur Benih Constitutional complaint, Jurnal Hukum edisi senin 17 September diakses tgl 16 Maret Vino Devanta Anjas Krisdanar, Menggagas Constitutional complaint dalam Memproteksi Hak Konstitusional Masyarakat mengenai Kehidupan dan Kebebasan Beragama Di Indonesia, Jurnal Konstitusi, Vol. 7 No. 3, Juni 2010 hlm

19 F. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan secara yuridis. Mengacu pada tipologi pembahasan penelitian menurut Soerjono Soekanto, studi pedekatan terhadap hukum yang normatif mengkonsepsikan hukum sebagai norma, kaidah, peraturan perundang-undangan yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu sebagai produk dari suatu kekuasaan negara tertentu yang berdaulat. 17 Berdasarkan judul penelitian yang telah dijabarkan kedalam beberapa rumusan masalah serta dihubungkan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka spesifikasi penelitian ini termasuk dalam lingkungan penelitian yang bersifat observatif. Hal ini dikarenakan penelitian ini memaparkan serta mendeskripsikan (mengungkap) rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian yang dihubungkan kedalam data yang dikumpulkan melalui library research (studi pustaka) dan document research yang dilakukan dalam penelitian ini. Penelitian ini dikatakan observatif karena hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan mampu memberi gambaran terkait penerapan pengaduan konstitusional (constitutional complaint) sebagai kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi dalam melindungi dan menjamin hak konstitusional warga negara. 17 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1982), hlm.51.

20 2. Sumber Data Penelitian ini bersifat normatif selalu menitikberatkan pada sumber data sekunder yang dalam penelitian ini sumber data sekunder adalah sebagai berikut : a. Bahan hukum primer, yaitu semua bahan yang mengikat secara yuridis meliputi Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan UU No. 24 tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi dan lain-lain. b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua bahan yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer meliputi jurnal ilmiah, buku referensi (litelatur), serta hasil karya ilmiah para sarjana dan Ahli hukum. c. Bahan hukum tarsier, yaitu semua bahan yang member petunjuk maupun penjelasan bahan hukum primer dan sekunder meliputi Kamus Hukum, artikel, surat kabar, internet, ensiklopedi dan lain sebagainya. 3. Alat Pengumpulan Data Dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian normatif maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan studi Kepustakaan (Library Resource) dan studi dokumen. Studi kepustakaan yang dilakukan dalam penelitian ini ialah pengumpulan data penelitian melalui penelitian kepustakaan dengan mempelajari litelatur-litelatur yang berhubungan dengan rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Sedangkan studi dokumen dalam penelitian ini

21 diperoleh dari bahan-bahan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ilmiah ini. 4. Analisi Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif, yaitu data sekunder yang berupa teori, definisi dan substansi yang berasal dari berbagai litelatur terkait dalam peneitian ini serta yang berasal dari peraturan perundang-undangan terkait seperti Undang-undang Dasar 1945, Undang-Undang No. No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan UU No. 24 tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi sebagai data primer dalam penelitian ini yang menunjang dalam penulisan penelitian yang dilakukan. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memperoleh data dari berbagai sumber yang dianalisis secara kualitatif. Data diperoleh dari studi pustaka atas beberapa litelatur terkait constitutional complaint serta negara hukum. Kesimpulan yang diambil dengan menggunakan cara berpikir deduktif yakni cara berpikir yang mendasar kepada hal yang bersifat umum yang kemudian ditarik sebuah kesimpulan yang bersifat khusus sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Setelah data dianalisis secara kualitatif, maka hasilnya disajikan dalam sebuah deskriptif yakni berupa pemaparan objek kajian yang diteliti dalam penelitian ini. Pemaparan yang dihasilkan dalam penelitian ini merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

22 G. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini dibuat dan disusun atas 5 bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Dalam Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan yang dilakukan dalam penulisan skripsi. BAB II HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA Dalam Bab II ini akan membahas mengenai hak konstitusional warga negara, Kedudukan HAM dan Hak warga negara sebagai hak konstitusional warga negara ditinjau dari UUD 1945 serta Bentuk perlindungan hak konstitusional warga negara. BAB III KEDUDUKAN CONSTITUTIONAL COMPLAINT DALAM MENJAMIN HAK KONSTITUSIONAL Dalam Bab III ini akan membahas mengenai constitutional complaint dalam menjamin hak konstitusional dalam konsep negara hukum, Constitutional complaint ditinjau dari UUD 1945 sebagai bagian Konstitusi serta Contitutional complaint sebagai bentuk pengujian konstitusional.

23 BAB IV KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGADILI CONSTITUTIONAL COMPLAINT SEBAGAI PERWUJUDAN HUKUM Dalam Bab IV ini membahas mengenai Kewenangan Mahkamah Konstitusi ditinjau dalam UUD 1945, kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam mengadili Constitutional Complaint serta Penambahan kewenangan Mahkamah Konstitusi tanpa perubahan UUD BAB V PENUTUP Dalam Bab V ini adalah merupakan hasil pembahasan dari keseluruhan skripsi yang dibuat dalam bentuk kesimpulan yang disertai dengan saran-saran dari penulis terkait permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY SKRIPSI PENGUJIAN TERHADAP UNDANG - UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DAN UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada satu peristiwa penting dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1999 yang

Lebih terperinci

ANALISIS PENGUJIAN PENGADUAN KONSTITUSIONAL (CONSTITUTIONAL COMPLAINT)

ANALISIS PENGUJIAN PENGADUAN KONSTITUSIONAL (CONSTITUTIONAL COMPLAINT) ANALISIS PENGUJIAN PENGADUAN KONSTITUSIONAL (CONSTITUTIONAL COMPLAINT) PADA MAHKAMAH KOSTITUSI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PERLINDUNGAN HAK-HAK WARGA NEGARA RIFANDY RITONGA Dosen Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanahkan pembentukan sebuah lembaga negara dibidang yudikatif selain Mahkamah Agung yakninya

Lebih terperinci

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a 45 Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 Oleh: Ayu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diskursus mengenai Mahkamah Konstitusi muncul saat dirasakan perlunya sebuah mekanisme demokratik, melalui sebuah lembaga baru yang berwenang untuk menafsirkan

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK I. PEMOHON 1. Dr. Harun Al Rasyid, S.H., M.Hum sebagai Pemohon I; 2. Hotman Tambunan, S.T., MBA.sebagai Pemohon II; 3. Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 33 BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan, kekuasaan

Lebih terperinci

BAB II HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA. konstitusi negara adalah pengaturan terkait Hak Asasi Manusia (human right). Negara

BAB II HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA. konstitusi negara adalah pengaturan terkait Hak Asasi Manusia (human right). Negara BAB II HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA D. Hak Konstitusional Warga Negara Dalam mencapai cita-cita bernegara salah satu substansi yang dimuat dalam konstitusi negara adalah pengaturan terkait Hak Asasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain selain Mahkamah Agung (MA), yaitu Mahkmah Konstitusi (MK). Pengaturan tentang MK termaktub

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru dengan kewenangan khusus yang merupakan salah satu bentuk judicial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. Peraturan Daerah

Lebih terperinci

PROSPEK MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PENGAWAL DAN PENAFSIR KONSTITUSI. Oleh: Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H.

PROSPEK MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PENGAWAL DAN PENAFSIR KONSTITUSI. Oleh: Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H. PROSPEK MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PENGAWAL DAN PENAFSIR KONSTITUSI Oleh: Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H. Pendahuluan Ada dua sejarah besar dalam judicial review di dunia. Pertama adalah sejarah judicial

Lebih terperinci

I. UMUM

I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint I. PEMOHON Sri Royani II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amandemen UUD 1945 membawa pengaruh yang sangat berarti bagi sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satunya adalah perubahan pelaksanaan kekuasaan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana termuat dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD RI 1945).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi I. PEMOHON Dr. Bambang Widjojanto, sebagai Pemohon. KUASA HUKUM Nursyahbani Katjasungkana,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama dan

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

CONSTITUTIONAL COMPLAINT PERSPEKTIF POLITIK HUKUM (Menyoal Keadilan Hukum dan Hak Konstitusi di Indonesia)

CONSTITUTIONAL COMPLAINT PERSPEKTIF POLITIK HUKUM (Menyoal Keadilan Hukum dan Hak Konstitusi di Indonesia) CONSTITUTIONAL COMPLAINT PERSPEKTIF POLITIK HUKUM (Menyoal Keadilan Hukum dan Hak Konstitusi di Indonesia) Najichah Ikatan Keluarga Alumni Jurusan Siyasah Fakultas Syari ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga

Lebih terperinci

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara Gagasan Judicial Review Pembentukan MK tidak dapat dilepaskan dari perkembangan hukum & keratanegaraan tentang pengujian produk hukum oleh lembaga peradilan atau judicial review. keberadaan MK pd awalnya

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 5/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang Notaris dan Formasi Jabatan Notaris

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 5/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang Notaris dan Formasi Jabatan Notaris RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 5/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang Notaris dan Formasi Jabatan Notaris I. PEMOHON Muhammad Thoha, S.H., M.Kn. II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materil

Lebih terperinci

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015 DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015 POKOK BAHASAN Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi dalam UUD 1945 Wewenang Mahkamah

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Karena Melakukan Tindak Pidana Yang Diancam Dengan Pidana Penjara 5 (Lima) Tahun Atau Lebih Bagi Seseorang Yang Akan

Lebih terperinci

PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial Review

PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial Review MAHKAMAH KONSTITUSI DAN HUKUM ACARA PERADILAN KONSTITUSI PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial

Lebih terperinci

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 8/PUU-XIII/2015 Syarat Pengunduran Diri Bagi Calon Anggota Legislatif dan Calon Kepala Daerah Yang Berasal Dari Pegawai Negeri Sipil I. PEMOHON 1. Fathul Hadie Utsman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagaimana tercantum pada Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan secara tegas bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum. Maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang salah satu kewenangannya dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 5 disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami beberapa kali revisi sejak pengajuannya pada tahun 2011, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memberikan jaminan secara konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang

Lebih terperinci

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam TUGAS AKHIR SEMESTER Mata Kuliah: Hukum tentang Lembaga Negara Dosen: Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam Oleh: Nurul Hapsari Lubis 110110130307 Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 MAHKAMAH KONSTITUSI R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 Pokok Bahasan Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

BAB SATU PENDAHULUAN

BAB SATU PENDAHULUAN 1 BAB SATU PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam negara hukum, pembentukan undang-undang merupakan suatu bagian penting yang mendapat perhatian serius. Undang-undang dalam negara hukum berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih I. PEMOHON Taufiq Hasan II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan UmumPresiden

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon I. PEMOHON RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Muhammad Ainul Syamsu, SH., MH.,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon I. PEMOHON RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Muhammad Ainul Syamsu, SH.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak demokrasi menjadi atribut utama Negara modern, maka lembaga perwakilan merupakan mekanisme utama untuk merealisasi gagasan normatif bahwa pemerintahan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah pada tahun 1999 sampai dengan 2002 merupakan satu kesatuan rangkaian perumusan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan I. PEMOHON Pimpinan Pusat Persyarikatan Muhammadiyah, yang dalam hal ini diwakili oleh Prof. Dr. Din Syamsudin.

Lebih terperinci

Prospek Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal dan Penafsir Konstitusi - Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H.

Prospek Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal dan Penafsir Konstitusi - Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H. Prospek Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal dan Penafsir Konstitusi - Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H. Wednesday, December 19, 2012 http://www.esaunggul.ac.id/article/prospek-mahkamah-konstitusi-sebagai-pengawal-dan-penafsir-konstit

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 ABSTRAK Undang-Undang Dasar 1945 (pasca amandemen) tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan 1 BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan kekuasaan (macthstaat) yang berdasar atas kekuasaan belaka, sebagaimana telah diamanatkan di

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan. Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik

Daftar Pustaka. Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan. Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Daftar Pustaka Buku Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006 Ateng Syafrudin, Menuju Penyelenggaraan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan KPK Karena Ditetapkan Sebagai Tersangka

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan KPK Karena Ditetapkan Sebagai Tersangka RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUUXIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan KPK Karena Ditetapkan Sebagai Tersangka I. PEMOHON 1. Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) (Pemohon I)

Lebih terperinci

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pendahuluan Mahkamah Konstitusi memutus Perkara Nomor 122/PUU-VII/2009

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Pembentukan Mahkamah Konstitusi Ketatanegaraan dan penyelenggaraan pemerintahan Indonesia mengalami perubahan cepat di era reformasi. Proses demokratisasi dilakukan

Lebih terperinci

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PERKEMBANGAN KONTEMPORER SISTEM ETIKA PUBLIK Dewasa ini, sistem etika memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Jimly Asshidiqi, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di

BAB I PENDAHULUAN Jimly Asshidiqi, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Atas dasar Undang-undang dasar 1945, Indonesia mempunyai sistem kekuasaan yang terdiri dari eksekutif, legislatif dan yudikatif bahkan menurut Prof. Prayudi Atmosudirdjo,

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 140/PUU-VII/2009 tanggal 19 April 2010 atas Undang- Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan

Lebih terperinci

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara adalah suatu organisasi yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai sifat-sifat khusus antara lain sifat memaksa, dan sifat monopoli untuk mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016

INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016 INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016 Mahkamah Konstitusi (yang selanjunya disebut MK) sebagai lembaga peradilan

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Pengertian Hukum yaitu : Seperangkat asas dan akidah yang mengatur kehidupan manusia dalam

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata I. PEMOHON Moch. Ojat Sudrajat S. II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil

Lebih terperinci

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali I. PEMOHON Abd. Rahman C. DG Tompo Kuasa Hukum DR. Saharuddin Daming. SH.MH., berdasarkan surat kuasa khusus

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat I. PEMOHON 1. PT. Indikator Politik Indonesia, diwakili oleh Burhanuddin, selaku Direktur Utama, sebagai Pemohon I;

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 I. PEMOHON Afriady Putra S.,SH., S.Sos. Kuasa Hukum: Virza

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha I. PEMOHON Organisasi Advokat Indonesia (OAI) yang diwakili oleh Virza Roy

Lebih terperinci

Oleh: FAISAL MUHAMMAD SAFI I C

Oleh: FAISAL MUHAMMAD SAFI I C PENGUATAN FUNGSI MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PELINDUNG HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA MELALUI CONSTITUTIONAL COMPLAINT Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim I. PEMOHON Teguh Satya Bhakti, S.H., M.H. selanjutnya disebut

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat I. PEMOHON Assosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) yang diwakili oleh Ir. H. Isran

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONEIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONEIA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONEIA 1 PERKEMBANGAN GAGASAN CONSTITUTIONAL REVIEW William Marbury mengajukan permohonan kepada MA agar memerintahkan James Madison selaku Secretary of State untuk mengeluarkan

Lebih terperinci

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi Rudy, dan Reisa Malida Dosen Bagian Hukum Tata Negara FH Unila Mahasiswa Bagian HTN angkatan 2009 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji:

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-VI/2008 tanggal 1 Juli 2008 atas Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Media massa adalah istilah yang digunakan sampai sekarang untuk jenis media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada masyarakat secara luas.

Lebih terperinci

KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945

KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945 KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945 Oleh : Indah Permatasari 1 ABSTRACT The local government is given authority by the constitution to establish local regulations.

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Rabu, 10 April :55

KAJIAN SISTEM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Rabu, 10 April :55 Â KAJIAN SISTEM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ABSTRACT DELFINA GUSMAN, SH,MH [1] Â Indonesia as state of law which guarantees constitutional right of its civic adopted

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan untuk mewujudkan kehidupan tata negara yang adil bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive

BAB I PENDAHULUAN. (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Unsur penting dalam negara hukum adalah adanya kekuasaan kehakiman (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive power) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai istilah baik rechtsstaat, rule of law, atau etat de droit. 2 Dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. berbagai istilah baik rechtsstaat, rule of law, atau etat de droit. 2 Dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut termaktub dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "negara Indonesia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XV/2017 Mekanisme Pengangkatan Wakil Kepala Daerah yang Berhenti Karena Naiknya Wakil Kepala Daerah Menggantikan Kepala Daerah I. PEMOHON Dr. Ahars Sulaiman, S.H.,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 3/PUU-XII/2014 Pengaturan Organisasi Masyarakat dan Sistem Informasi Ormas

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 3/PUU-XII/2014 Pengaturan Organisasi Masyarakat dan Sistem Informasi Ormas RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 3/PUU-XII/2014 Pengaturan Organisasi Masyarakat dan Sistem Informasi Ormas I. PEMOHON 1. Yayasan FITRA Sumatera Utara, dalam hal ini diwakili oleh Irvan Hamdani HSB,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan reformasi yang digalakkan oleh mahasiswa dan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan reformasi yang digalakkan oleh mahasiswa dan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pergerakan reformasi yang digalakkan oleh mahasiswa dan masyarakat secara bersama-sama pada tahun 1998 membawa perubahan yang sangat luar biasa dalam kehidupan berbangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transisi demokrasi di berbagai negara umumnya ditandai dengan terjadinya perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman.

Lebih terperinci