BAB I PENDAHULUAN Kondisi Makro dalam Industri Hilir

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN Kondisi Makro dalam Industri Hilir"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi Makro dalam Industri Hilir Minyak dan Gas bumi (MIGAS) adalah sektor industri yang berskala internasional (internasional business), dimana perkembangan situasi global sangat menentukan jalannya industri ini. Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi keterkaitannya sangat erat dengan kepentingan-kepentingan internasional dan nasional. Industri Migas masih merupakan salah satu penyumbang terbesar devisa negara dan masih menjadi industri vital bagi negara kita bahkan bagi seluruh masyarakat di dunia. Dalam penggunaan teknologi, sebagian besar sudah dapat dipenuhi penyediaannya oleh industri minyak dan gas dalam negeri, namun industri ini membutuhkan pembiayaan yang sangat besar (capital intensive) dan pengelolaan manajemen yang tepat karena high risk baik dari segi permodalan maupun dari segi pengelolaan lapangan. Telah diketahui secara luas bahwa industri ini adalah industri yang padat modal (capital intensive), padat teknologi (technology intensive) dan penuh dengan resiko (high risk) terutama di sektor hulu. Industri ini disektor hulu baru berkembang bila kegiatan eksplorasi dilakukan secara intensif dan secara bersinambungan dan menunjukkan hasil (return) yang menarik (dari sudut pandang geologi) bagi investasi asing maupun domestik.

2 Eksplorasi adalah langkah awal dari kegiatan sektor hulu yang nantinya diharapkan dapat menghasilkan leads untuk dikembangkan menjadi prospects dan kemudian dikembangkan lagi menjadi projects. Salah satu contoh riil dari proses diatas adalah proyek Cepu, dimana ExxonMobil menemukan cadangan minyak dan Gas bumi dalam jumlah yang secara komersial dapat dipertanggung jawabkan untuk dikembangkan. Pada saat Blok Cepu dinyatakan komersial, maka risiko eksplorasi pada proses awal pegeboran akan menjadi kecil dan dapat dikatakan bankable. Sebelum dinyatakan bankable, proyek di hulu harus menggunakan modal sendiri (equity funding) yang bisa menghabiskan dana sendiri sampai ratusan juta dollar. Selain di sektor hulu, sektor hilirpun memerlukan struktur permodalan yang besar, namun resiko yang dimiliki di sektor ini cenderung lebih kecil mengingat sektor ini lebih terukur baik dari segi biaya maupun dari segi teknis, sehingga sektor ini dapat dikatakan lebih bankable. Gambar.1 Diagram Volume Produksi Kontraktor Bagi Hasil ( PSC ) Tahun % 4% 39% 54% Total: 1,860 MBOEPD Pre-1990 PSCs, Oil Pre-1990 PSCs, Gas PSCs, Oil PSCs, Gas

3 3% 4% 39% 54% Total: 1,860 MBOEPD Pre-1990 PSCs, Oil Pre-1990 PSCs, Gas PSCs, Oil PSCs, Gas 93% of current production from PSCs awarded prior to % of current production, or 122 MBOEPD, from PSCs awarded in 1990 s Sumber : Petrominer, February, 2004 Beberapa tahun belakangan ini, industri Migas di Indonesia menghadapi masalah yang cukup serius ketika meningkatnya konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri tidak diimbangi dengan meningkatnya produksi minyak lokal. Tidak optimalnya pendayagunaan blok migas yang ada dan belum ditemukannya ladang minyak baru menyebabkan negara Indonesia menjadi net importer sejak tahun Situasi ini memberikan gambaran bahwa secara rata-rata negara kita lebih banyak mengimpor minyak mentah (crude oil) daripada mengekspor. Indonesia mengimpor beberapa jenis crude oil yang berasal dari luar negeri untuk memasok oil refinery (tempat pengolahan minyak) guna mencukupi kebutuhan BBM dalam negeri. Andaikan negara kita dapat mempertahankan posisi negara kita sebagai net exporter, maka kelebihan produksi yang ada dapat kita swap di pasar internasional dengan jenis crude oil lain yang diperlukan oleh refinery kita. Kondisi

4 negara Indonesia sejak tahun 2004 sudah masuk kategori net importer sehingga membuat kita harus membayar cash untuk setiap barrel yang di impor dengan harga pasar (pernah >$70). Setelah proses pengolahan Crude Oil menjadi BBM maka langkah selanjutnya adalah menjual sebagian BBM kepada masyarakat umum sebagai konsumen dengan harga yang masih disubsidi (minyak tanah, bensin Premium dan minyak solar / gas oil) dan non-subsidi (bensin high octan pertamax dan pertamax plus / produk Pertamina) oleh Pemerintah. Inilah situasi yang disebut double whammy atau double jeopardy oleh karena dua kali kena. Pertama waktu harus impor karena status kita net importer dengan harga pasar dan kedua karena harus jual BBM dengan harga yang disubsidi. Jika negara Indonesia tidak segera menemukan solusi dari permasalahan ini maka negara kita akan terus menerus mengalami krisis finansial yang cukup membahayakan. Dari Gambar 1 diatas kita ketahui bahwa lebih dari 90 % minyak dan Gas bumi yang pada saat ini diproduksi negara kita berasal dari Production Sharing Contract (PSC) yang ditanda tangani sebelum tahun Hal ini sangat serius yang berarti bahwa eksplorasi sesudah tahun 1990 sangat sedikit hasilnya. Produksi hanya berhasil bila didahului oleh eksplorasi yang sukses, maka di Indonesia penurunan produksi diakibatkan menurunnya eksplorasi sesudah tahun Situasi ini merupakan hal yang fatal diakibatkan kebijakan-kebijakan yang diterapkan di sektor hulu setelah tahun 1990, situasi ini diperparah karena pada waktu yang bersamaan local demand akan BBM meningkat karena adanya subsidi, akibatnya tampak di Figure 2 yang memperlihatkan saat negara kita menjadi net importer yaitu ditahun 2004 ketika terjadi persilangan antara supply curve dan demand curve. Figure 3

5 menunjukkan turunnya jumlah sumur eksplorasi yang dilakukan oleh para pengusaha minyak dan Gas bumi di Indonesia. Gambar 2 Grafik Penawaran Dan Permintaan Bahan Bakar Minyak di Indonesia MBOPD 1,800 1,600 1,400 1,200 1, Demand Supply MBOPD 1,800 1,600 1,400 1,200 1, Demand Supply Sumber:Wood MacKenzie (2006) Dalam mekanisme penetapan harga, industri migas berpedoman pada internasional crude market price dimana OPEC (organization of petroleum exporting countries) antara lain berfungsi untuk memberikan informasi harga acuan minyak dunia dan turut mengendalikan tingkat supply, sejauh supply itu berasal dari negara anggotanya. Dengan demikian, penentuan harga minyak terjadi melalui pengaturan

6 supply and demand, antara lain oleh OPEC dan oleh negara non-opec (China, Rusia, Amerika, Norwegia, Malaysia dan lain-lain) serta oleh internasional oil traders di beberapa pusat perdagangan dunia seperti New York, London, Hongkong dan Singapura. Di Indonesia, bisnis penyediaan bahan bakar Migas bumi pada masa lalu merupakan usaha monopoli yang ditangani oleh suatu Perusahaan Negara yaitu Pertamina. Strategi pengelolaan bisnis BBM dan gas bumi dijalankan oleh Pemerintah dengan diterbitkannya UU No. 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan minyak dan gas bumi negara, disingkat PERTAMINA, yang diberikan mandat untuk melaksanakan explorasi, eksploitasi, pengolahan, pengangkutan dan penjualan minyak dan gas bumi. Dalam UU no pasal 13 dikemukakan bahwa tugas Perusahaan (PERTAMINA) adalah: a) Melaksanakan pengusahaan minyak dan gas bumi dengan memperoleh hasil yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran Rakyat dan Negara; b) Menyediakan dan melayani kebutuhan bahan bakar minyak dan gas bumi untuk dalam negeri yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah sebagai regulator dalam kebijakan industri migas masih memegang kendali penuh terhadap kontrol harga BBM. Dalam perkembangan saat ini dimana konsumsi bahan bakar minyak dan Gas bumi semakin meningkat sementara produksi dalam negeri sudah menurun pesat, mengakibatkan Indonesia menghadapi situasi double jeopardy, yang sekali lagi kita simpulkan karena: 1. Kenaikan harga minyak dunia yang tajam dalam tahun - tahun terakhir pernah mencapai $78 per barel (merupakan yang tertinggi dalam sejarah perminyakan).

7 2. Pada waktu yang bersamaan dengan naiknya harga minyak dunia, produksi minyak Indonesia menurun secara drastis dibawah 1 juta barel / hari sedangkan konsumsi BBM dalam negeri mengalami peningkatan yang sangat drastis mencapai tingkat >1 juta barel / hari sehingga menyebabkan Indonesia harus melakukan impor minyak untuk menutupi selisih konsumsi BBM dalam negeri yang membuat BUMN Pertamina harus mengalokasikan dana sebesar $500 juta / bulan atau ekivalen dengan $6 milyar / tahun. 3. Rasio perbandingan konsumsi BBM dalam negeri untuk jenis BBM oktan tinggi/non-subsidi dengan jenis BBM oktan rendah/bersubsidi adalah 95% (Premium, Solar, Minyak Tanah) berbanding 5% (Pertamax dan Pertamax Plus). Komparasi dua data pembanding diatas menggambarkan, bahwa tingkat konsumsi BBM bersubsidi masih jauh lebih besar ketimbang jenis BBM yang melalui market mechanism. 4. Indonesia telah menjadi net importer minyak semenjak tahun Gambar 3 Grafik Penurunan Tingkat Eksplorasi Minyak di Indonesia

8 200 Planned Realized Exploratory Wells 100 * 0 * Through June, Planned Realized Exploratory Wells 100 * 0 * Through June, Sumber: Jakarta Post, July 17, 2004 Situasi double jeopardy ini menyebabkan strategi Pemerintah, yang pada awalnya akan menghapus subsidi BBM, masih harus ditunda mengingat harga minyak dunia terus naik mencapai $78 / barel dan reaksi masyarakat yang tidak dapat menerima realitas ini. Sebagian dapat difahami karena pertumbuhan ekonomi yang masih lambat sekitar 5,7 persen (tahun 2006 penyerapan tenaga kerja setiap satu

9 persen pertumbuhan ekonomi hanya orang) yang menyebabkan angka pengangguran (formal dan informal) semakin membengkak dan biaya hidup yang semakin membumbung tinggi, pada umumnya membuat masyarakat semakin menderita bila harga BBM pun dinaikkan lagi sehubungan dengan penghapusan subsidi. Akan tetapi ada sebagian masyarakat Indonesia yang terlalu lama dimanjakan oleh BBM murah sebagai bagian dari kebijakan Orde Baru. Mereka tidak dapat menerima kenyataan bahwa tidak ada lagi cheap oil. Kondisi ini membuat beban Pemerintah semakin berat, meskipun Pemerintah telah menaikkan harga jual BBM yang semakin mendekati harga pasar, akan tetapi karena di waktu yang bersamaan harga minyak dunia terus mengalami kenaikan membuat Pemerintah masih harus menanggung beban subsidi BBM dalam negeri sebesar Rp.65 triliun. Gambar 4 Neraca Energi Nasional

10 Sumber: Kementrian ESDM (2006) Satu hal yang harus diingat, kita akan membahas mengenai sektor hilir, akan tetapi tanpa kebijakan yang jitu dan tanpa keberhasilan di sektor hulu maka hilirpun akan terbengkalai bila kebutuhan akan BBM harus dipenuhi dengan impor minyak mentah atau impor BBM sebagai produk akhir. Kebijakan Pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pertamina yang menerapkan sistem monopoli di sektor hilir selama kurun waktu 30 tahun, setelah diundangkannya UU no 22/2001, mulai dibenahi dengan cenderung mengacu pada mekanisme pasar. Kebijakan ini juga mulai diimplementasikan pada negara negara berkembang lainnya yang juga sudah terbiasa dengan tradisi proteksionis yaitu dengan memonopoli sistem penyediaan dan distribusi BBM. Pelaksanaaan reformasi dalam industri hilir ini dilakukan melalui deregulasi usaha yaitu dengan menghilangkan intervensi Pemerintah, monopoli dan perlakuan khusus pada Pertamina serta mengizinkan pemain baru (Badan Usaha Swasta, Koperasi, dan Badan Usaha Milik Daerah) masuk disektor hilir untuk berkompetisi dengan Pertamina. Peranan Pemerintah yang selama ini dipandang cukup dominan dalam menentukan arah kebijakan industri hilir mulai berubah. Perubahan ini terlihat dari langkah Pemerintah untuk menghapuskan subsidi secara bertahap, mengurangi peran dalam kontrol harga serta menghapus pembatasan perniagaan dan sistem monopoli. Berkaitan dengan revisi kebijakan sektor hilir, Pemerintah Indonesia pada tanggal 23 November 2001 mengeluarkan UU No. 22 tahun 2001 tentang minyak dan

11 gas bumi, yang pada pasal 1 point 10 menyebutkan bahwa Kegiatan Usaha Hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan dan atau Niaga. Kemudian sebagai peraturan pelaksanaannya dikeluarkan PP No.36 tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas bumi, yang pada pasal 1 point 7 berbunyi: Cadangan Strategis Minyak Bumi adalah jumlah tertentu Minyak Bumi yang ditetapkan Pemerintah yang harus tersedia setiap saat untuk kebutuhan bahan baku pengolahan di dalam negeri guna mendukung ketersediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dalam negeri. Disahkan dan diterapkannya UU no.22/2001 pada tanggal 23 November 2001 ini merupakan tonggak sejarah dalam memberikan landasan hukum bagi langkahlangkah pembaharuan dan penataan kembali Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi yang terdiri dari Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir. Gambar 5 Struktur Industri Perminyakan Nasional

12 Sumber: Kementrian ESDM (2006) Kegiatan Usaha Hilir dituntut untuk lebih mampu mendukung kesinambungan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Dalam pengusahaan kegiatan kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi bertujuan antara lain untuk mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing, menciptakan lapangan kerja, memperbaiki lingkungan, meningkatnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. UU No.22 tahun 2001 dan PP No.36 tahun 2004 ini membuka peluang bagi pendatang baru yaitu badan usaha swasta dan asing untuk turut berpartisipasi pada kegiatan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga BBM, seperti yang terlihat dijelaskan pada pasal 2 PP No. 36/2004: Kegiatan Usaha Hilir dilaksanakan dengan izin usaha dan hanya diberikan kepada Badan Usaha setelah memenuhi persyaratan administratif dan teknis yang diperlukan. Badan Usaha yang melaksanakan kegiatan Hulu dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir dan Badan Usaha Hilir Tidak dapat melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu kecuali dengan membentuk badan hukum yang terpisah atau Holding Company dan untuk mengatur hal tersebut Pemerintah membentuk BP Migas untuk mengatur kegiatan Hulu dan BPH Migas untuk mengatur kegiatan Hilir. Peluang ini mulai dimanfaatkan oleh beberapa investor seperti terlihat dari kehadiran para pemain baru industri hilir yang sebenarnya sudah cukup lama eksis dalam industri perminyakan di Indonesia di bidang hulu seperti Shell dan Petronas yang belakangan ini berupaya mengembangkan sayap bisnisnya di kegiatan usaha hilir (down stream) minyak dan gas bumi.

13 Aktivitas perusahaan - perusahaan asing yang mulai merambah ke sektor hilir ini membuktikan bahwa Indonesia semakin realistis dalam menghadapi globalisasi dengan dilonggarkannya iklim usaha dalam sektor hilir minyak. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah ini merupakan bentuk terobosan baru untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia dengan menciptakan mekanisme persaingan pasar (market competition) yang merupakan bagian integral dari proses globalisasi. Peluang investor lokal maupun asing untuk berpartisipasi di industri hilir masih relatif kecil, hal ini disebabkan karena jenis BBM yang ditawarkan Pemerintah untuk dipasarkan oleh para investor tersebut belum sepenuhnya dijalankan melalui mekanisme pasar dimana Pemerintah masih mematok harga BBM bersubsidi seperti Premium, Solar dan Minyak Tanah. Penerapan kebijakan Pemerintah terhadap BBM bersubsidi yang tidak open market ini membuat para investor enggan untuk memasarkan jenis BBM bersubsidi. Marjin keuntungan yang di dapat dari industri hilir ini cukup kecil karena untuk membangun oil refinery membutuhkan investasi yang sangat besar dengan resiko yang tinggi terutama jika harga minyak dunia itu terus naik. Meskipun demikian ada juga investor yang cukup berani untuk memasarkan BBM bersubsidi (Shell) dengan menggunakan premium yang di import langsung dari Singapura, namun realisasi pemasarannya masih menunggu keputusan dari Pemerintah melalui BPH Migas. Sepanjang setahun 2006 Pemerintah mulai menggalakkan energi alternatif untuk mengantisipasi harga minyak dunia yang cenderung naik sementara di sisi lain kapasitas produksi minyak bumi Indonesia semakin menipis. Energi alternatif ini

14 diantaranya adalah BioEthanol sebagai pengganti bensin yang terbuat dari starch Plants (biji padi-padian/gandum, jagung, singkong, ubi), sugar plants (biang gula, batang tebu). Bioethanol di produksi dengan cara menggunakan teknologi biologi yaitu melaui proses fermentasi dan berikutnya diperkaya dengan cara penyulingan dan pengeringan. Sebagai contoh: yang sering di lakukan adalah mencampur 10% ethanol and 90 % bensin (E10). Berikutnya adalah Biodiesel sebagai pengganti minyak solar itu bisa dibuat dari bahan kelapa, kelapa sawit, kacang, kedelai, algae (lumut) dan buah jarak. Sebagai contoh faktor yang membedakan bahan bahan itu adalah kadar biodiesel yang dihasilkan. Kelapa sawit misalnya, hanya menggunakan kandungan biodiesel 40 persen (B-40) dan buah jarak bisa mencapai kadar 80 persen (B-80). Kadar biodiesel B-80 berarti, minyak biodiesel masih harus dicampur dengan minyak solar sebesar 20 persen. Biodiesel tersebut dikembangkan karena adanya keterbatasan cadangan minyak bumi. Sumber energi alternatif terbarukan menjadi solusi menipisnya cadangan minyak fosil.

15 Gambar 6 Penggunaan Energi Mix Nasional Sumber: Kementrian ESDM (2003) Namun perlu diakui bahwa kebijakan ini memerlukan sosialisasi dan penelitian yang lebih dalam mengingat pola konsumsi BBM pada masyarakat masih bergantung pada energi konvensional (Minyak Bumi) dan beberapa efek negatif dari penggunaan Biodiesel ataupun Bioethanol tersebut belum tampak dengan jelas misalnya bahaya corrosion terhadap mesin mobil yang menggunakannya kelak..

16 1.1.2 Kondisi Mikro Sektor Hilir Pembahasan ini akan lebih difokuskan pada strategi pendistribusian BBM. Berikut adalah beberapa spesifikasi yang diperlukan untuk pencapaian strategi bisnis pada segmen hilir : Kepastian hukum yang jelas untuk badan usaha baru yang berbisnis di Industri Hilir. Fasilitas penyimpanan (storage) dan pengangkutan yang cukup untuk memenuhi permintaan pasar. Peran Pertamina setelah monopoli dicabut Peran pendatang baru Kemudahan, fasilitas serta insentif perlu diberikan untuk kebutuhan investor yang akan masuk ke pasar. Standarisasi dalam pelaksanaan operasional (standard operational procedure) yang ditetapkan sebagai acuan untuk melaksanakan kegiatan distribusi dan penetapan parameter untuk mengukur kualitas BBM termasuk ukuran kualifikasinya serta membuat pedoman mekanisme bekerja yang baik dalam menjaga keselamatan dan minimalisasi kerusakan lingkungan. Refleksi harga sebagai diferensiator dalam ongkos pengangkutan dan mekanisme pasar. Blueprint (cetak biru) ke depan sebagai road map untuk menjadikan sektor hilir lebih berorientasi pasar.

17 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana menerapkan strategi yang tepat oleh Pemerintah RI di sektor hilir berdasarkan kebijakan pasar bebas yang ditargetkan oleh UU No. 22 tahun Pertanyaan yang muncul adalah: 1. Apa dasar yang mendorong Pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh BPH Migas dalam melakukan perubahan strategi bisnis BBM dari sistem monopoli ke sistem pasar bebas? 2. Apa saja yang menjadi dasar dalam pembentukan BPH Migas setelah keluarnya UU No.22 Tahun 2001 dan sejauh mana wewenang serta peran yang dimiliki badan tersebut? 3. Bagaimana strategi pelaku bisnis BBM yang akan diterapkan untuk dapat menghadapi sistem pasar bebas? 4. Apa yang menjadi kekuatan (strength), kelemahan (Weakness), peluang (Opportunity) dan ancaman (Threats) kebijakan pemerintah melalui BPH Migas dan Pertamina sebagai BUMN sesuai dengan UU No.22 tahun 2001 dalam bisnis BBM? 5. Strategi apa yang akan digunakan Pertamina sebagai satu satunya pemain lokal milik negara di bisnis hilir dalam menghadapi era pasar bebas?

18 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dimaksudkan antara lain : Mengidentifikasi faktor pendorong perubahan strategi dalam bisnis usaha BBM dan peranan BPH Migas dari sistem monopoli ke sistem pasar bebas. Menjelaskan dasar hukum pembentukan BPH Migas pasca keluarnya UU.22 tahun 2001 dan wewenang serta peran yang dimiliki oleh badan tersebut. Meneliti strategi pelaku bisnis BBM yang akan ditetapkan mengingat munculnya pesaing pada era pasar bebas.. Mengidentifikasi faktor faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang akan dan dihadapi BPH Migas dan Pertamina. Menganalisa strategi yang akan digunakan BUMN perminyakan Pertamina dalam menghadapi era pasar bebas. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan manfaat yang berkaitan dengan tujuan akademis yang antara lain menggunakan teori-teori pendukung penelitian yang dikombinasikan dengan bahan bacaan, sehingga dapat dipergunakan sebagai alat analisis terhadap masalah-masalah praktis yang dihadapi perusahaan dengan tujuan untuk mendapatkan solusi atas permasalahan yang ada. Secara praktis diharapkan dunia usaha dapat mengambil manfaat dari penelitian ini sebagai bahan pertimbangan tambahan bagi manajemen perusahaan dalam penerapan strategi yang tepat dalam melaksanakan bisnis BBM di Indonesia dengan

19 mempertimbangkan pengaruh kondisi internal dan eksternal yang dihadapi oleh perusahaan pada era pasar bebas. 1.5 Sistematika Penulisan Bab I : Pendahuluan Menguraikan dan menjelaskan latar belakang permasalahan yang berkaitan dengan bisnis BBM, rumusan permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, sistematika penulisan. Bab II : Landasan Teori Merupakan teori teori yang dipergunakan dalam kaitannya dengan upaya memecahkan permasalahan. Konsep - konsep managemen strategi / SWOT analisis dalam menghadapi globalisasi dicoba dipaparkan pada bab ini dalam rangka memberikan pengertian pengertian, dasar ideal dalam melihat suatu masalah. Bab III : Metodologi Penelitian Metoda yang digunakan adalah metoda pengumpulan data, analisis secara deskriptif kualitatif, menggunakan data primer melalui wawancara dan data sekunder yaitu melalui sumber sumber dari internet, artikel dan buku.

20 Bab IV : Analisa dan Pembahasan Merupakan penjabaran analitis serta arus pembahasan yang ditekankan pada rumusan masalah di Bab I serta aplikasi penggunaan metode metode yang direkomendasikan kedalam thesis. Bab V : Kesimpulan dan Saran Merupakan kesimpulan serta konklusi yang dihasilkan dari pembahasan Bab I - Bab IV serta saran saran komprehensif yang diberikan sebagai dasar atas rekomendasi terhadap objek penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan pada 2015 ini diperkirakan jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta jiwa dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015 REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas Jakarta, 13 Mei 2015 Outline Rekomendasi 1. Rekomendasi Umum 2. Pengelolaan Penerimaan Negara Dari Sektor Minyak dan Gas Bumi 3. Format Tata Kelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan energi, terutama energi fosil dalam hal ini minyak bumi. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan energi, terutama energi fosil dalam hal ini minyak bumi. Kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dan banyak negara di dunia masih sangat bergantung dengan kebutuhan energi, terutama energi fosil dalam hal ini minyak bumi. Kebutuhan akan minyak bumi terus

Lebih terperinci

9 BAB I 10 PENDAHULUAN. minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah

9 BAB I 10 PENDAHULUAN. minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah 9 BAB I 10 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak lokasi pengolahan minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi dunia saat ini berada pada posisi tiga kejadian penting yaitu harga minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika Serikat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang sangat vital. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM mengambil peran di hampir semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan

BAB I PENDAHULUAN. Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menjadi awal tonggak reformasi kegiatan usaha hulu migas di Indonesia. Salah satu

Lebih terperinci

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER IATMI 520 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 5 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 1618 November 5. INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER Ir. Oetomo Tri Winarno,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisa kelayakan..., Muhamad Gadhavai Fatony, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisa kelayakan..., Muhamad Gadhavai Fatony, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Premium merupakan jenis bahan bakar minyak yang digunakan pada sektor transportasi, khususnya transportasi darat baik itu digunakan pada kendaraan pribadi maupun kendaraan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI UMUM Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang telah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari analisis berbagai data dan fakta yang

BAB V PENUTUP. Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari analisis berbagai data dan fakta yang 111 BAB V PENUTUP A.KESIMPULAN Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari analisis berbagai data dan fakta yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut yaitu: 1. Untuk mengetahui mekanisme masukknya BBM

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Abstrak Dalam kurun waktu tahun 2009-2014, rata-rata alokasi belanja non mandatory spending terhadap total belanja negara sebesar 43,7% dan dari alokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut. Kekayaan alam yang dimiliki Indonesia berupa hasil pertanian, perkebunan,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri minyak dan gas bumi (migas) di tanah air memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini dapat dilihat dari struktur perekonomian fiskal

Lebih terperinci

Wawancara dengan Bapak Wally Saleh (Vice President Shell Indonesia)

Wawancara dengan Bapak Wally Saleh (Vice President Shell Indonesia) Wawancara dengan Bapak Wally Saleh (Vice President Shell Indonesia) 1. Dapatkah Bapak memberikan gambaran singkat bagaimana sektor hilir di kelola masa Pertamina sebelum UU/22/2001? Pertamina mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Perusahaan PT Pertamina (Persero) Gambar 1.1 Logo PT Pertamina (Persero)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Perusahaan PT Pertamina (Persero) Gambar 1.1 Logo PT Pertamina (Persero) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Nama Perusahaan PT Pertamina (Persero) Gambar 1.1 Logo PT Pertamina (Persero) 1.1.2 Lokasi Perusahaan Jl. Medan Merdeka Timur 1A, Jakarta 10110

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan energi dalam jumlah yang cukup dan kontinu sangat penting dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Melalui pembahasan dari Bab I sampai dengan pembahasan Bab IV dan sejumlah 5 (lima) pertanyaan yang dilampirkan pada rumusan masalah, maka kami dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk melakukan kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar bisa berupa banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. Selain sebagai komoditas publik, sektor

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA I. PENDAHULUAN Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu input di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pada gilirannya akan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai penemuan cadangan minyak bumi dan pembangunan kilang-kilang minyak yang

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai penemuan cadangan minyak bumi dan pembangunan kilang-kilang minyak yang BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Pada dasarnya Indonesia memiliki prospek industri minyak bumi yang menjanjikan kedepannya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan penduduknya. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah energi yang dimiliki Indonesia pada umumnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan energi di sektor industri (47,9%), transportasi (40,6%), dan rumah tangga (11,4%)

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Minyak dan Gas Bumi merupakan sumber

Lebih terperinci

Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1

Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1 Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1 Perkembangan Pasar Minyak Dunia Harga minyak mentah dunia terus mengalami kenaikan. Pada akhir bulan Oktober harga minyak mentah dunia menembus angka 90 dolar AS per

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sumber daya minyak dan gas bumi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KEGIATAN USAHA HILIR MIGAS

KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KEGIATAN USAHA HILIR MIGAS KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KEGIATAN USAHA HILIR MIGAS Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi DASAR HUKUM UU No. 22/2001 PP 36 / 2004 Permen 0007/2005 PELAKSANAAN UU NO. 22 / 2001 Pemisahan yang jelas antara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan visi menjadi perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang Juta US$ 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia saat ini masuk sebagai negara net importir migas, meskipun sebelumnya sempat menjadi salah satu negara eksportir migas dan menjadi anggota dari Organization

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007).

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia modern, bahkan akan terus meningkat akibat semakin banyaknya populasi penduduk

Lebih terperinci

Faktor Minyak & APBN 2008

Faktor Minyak & APBN 2008 Oil Hedging Strategy Sebuah Terobosan Untuk Mengamankan APBN Minggu, 27 Pebruari 2011 1046 Mengingat tingginya harga minyak dunia saat ini (yang sempat tembus US$110 per barel), sejumlah pihak meminta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak dan gas bumi merupakan salah satu komoditas yang vital. Dari sisi

BAB I PENDAHULUAN. Minyak dan gas bumi merupakan salah satu komoditas yang vital. Dari sisi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Minyak dan gas bumi merupakan salah satu komoditas yang vital. Dari sisi permintaan (demand), migas merupakan komoditas yang memiliki tingkat utilitas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memasuki fase yang lebih menantang dimana harga minyak dunia

BAB I PENDAHULUAN. telah memasuki fase yang lebih menantang dimana harga minyak dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri retail Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia sedang dan telah memasuki fase yang lebih menantang dimana harga minyak dunia menjadi lebih fluktuatif dan biaya-biaya

Lebih terperinci

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebagai Negara penghasil minyak bumi yang cukup besar, masa keemasan ekspor minyak Indonesia telah lewat. Dilihat dari kebutuhan bahan bakar minyak (BBM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan pesat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan pesat pada kondisi ekonomi secara keseluruhan, telah menyebabkan munculnya sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peningkatan kebutuhan akan energi di Indonesia terus meningkat karena makin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan serta pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2015, bahwa saat ini jumlah penduduk dunia mencapai 7,3 Milyar jiwa. Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. 2015, bahwa saat ini jumlah penduduk dunia mencapai 7,3 Milyar jiwa. Jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Perusahaan Berdasarkan Laporan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada bulan Juli 2015, bahwa saat ini jumlah penduduk dunia mencapai 7,3 Milyar jiwa. Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional Kelompok Kajian Kebijakan Mineral dan Batubara, Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara,

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri harus mampu bersaing dengan perusahaan asing yang memasuki

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri harus mampu bersaing dengan perusahaan asing yang memasuki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Berkembangnya perdagangan global dan liberal, menuntut perusahaan dalam negeri harus mampu bersaing dengan perusahaan asing yang memasuki wilayah pemasarannya.

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak awal Januari 2009 ini Pertamina semakin memperluas jaringan SPBU yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak awal Januari 2009 ini Pertamina semakin memperluas jaringan SPBU yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal Januari 2009 ini Pertamina semakin memperluas jaringan SPBU yang memasarkan atau hanya diberi opsi untuk menjual Biosolar saja, tidak lagi menjual solar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menuntut produsen BBM untuk menyediakan BBM ramah lingkungan. Produk

BAB I PENDAHULUAN. menuntut produsen BBM untuk menyediakan BBM ramah lingkungan. Produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu sumber energi yang paling banyak digunakan oleh penduduk Indonesia, sektor transportasi khususnya kendaraan bermotor

Lebih terperinci

Ditulis oleh David Dwiarto Senin, 05 November :53 - Terakhir Diperbaharui Senin, 05 November :13

Ditulis oleh David Dwiarto Senin, 05 November :53 - Terakhir Diperbaharui Senin, 05 November :13 Meskipun berabad-abad menjajah Indonesia, penguasaan terhadap sumber-sumber minyak bumi, gas alam, dan mineral, tak bisa dilakukan pemerintah kolonial Belanda. Para investor asal Belanda baru benar-benar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia sudah mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Di satu sisi konsumsi masyarakat (demand) terus meningkat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan galian itu, meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi ( Migas ), batubara,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi penggunaan BBM (bahan bakar minyak) di Indonesia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi penggunaan BBM (bahan bakar minyak) di Indonesia yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi penggunaan BBM (bahan bakar minyak) di Indonesia yang sudah melebihi jumlah produksi, mengakibatkan pemerintah harus mencari cara pemenuhan jumlah ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dari pembangunan ekonomi nasional adalah mencapai masyarakat yang sejahtera. Oleh karena itu, pemerintah di berbagai negara berusaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia saat ini. Namun dengan kondisi sumur minyak dan gas

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia saat ini. Namun dengan kondisi sumur minyak dan gas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dunia minyak dan gas bumi masih menjadi salah satu kegiatan penopang perekonomian Indonesia saat ini. Namun dengan kondisi sumur minyak dan gas bumi yang secara umum

Lebih terperinci

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM :

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM : Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun 1996-2015 Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM : 1306105133 ABSTRAK Kebutuhan sehari-hari masyarakat di era globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan masyarakat demokratis, yang

Lebih terperinci

... Hubungi Kami : Studi Prospek dan Peluang Pasar MINYAK DAN GAS BUMI di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms)

... Hubungi Kami : Studi Prospek dan Peluang Pasar MINYAK DAN GAS BUMI di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms) Hubungi Kami 021 31930 108 021 31930 109 021 31930 070 marketing@cdmione.com T ahun 1977-1992 adalah masa kejayaan industri minyak Indonesia dengan produksi rata rata 1,5 juta barrel per hari. Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan jumlah pembangkit listrik di Indonesia merupakan akibat langsung dari kebutuhan listrik yang meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, karena listrik merupakan energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan kegiatan hilir minyak dan gas di Indonesia memasuki babak baru

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan kegiatan hilir minyak dan gas di Indonesia memasuki babak baru 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan kegiatan hilir minyak dan gas di Indonesia memasuki babak baru dengan diberlakukannya Undang-Undang No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Lebih terperinci

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK OLEH : SATYA W YUDHA Anggota komisi VII DPR RI LANDASAN PEMIKIRAN REVISI UU MIGAS Landasan filosofis: Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam

Lebih terperinci

Rezim Neolib Bergaya Merakyat Wednesday, 26 November :40

Rezim Neolib Bergaya Merakyat Wednesday, 26 November :40 Ini berarti pemerintah memberikan uang cuma-cuma kepada asing. Sudah mereka mengambil migas Indonesia, diberi pasar dalam negeri, ditambah diberi subsidi, dan dilindungi lagi. Sedikit demi sedikit, harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penggunaan energi oleh manusia yang berasal dari bahan bakar fosil semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan penduduk di dunia.menurut laporan

Lebih terperinci

KOMERSIALITAS. hasil ini, managemennya seluruhnya dipegang oleh BP migas, sedangkan

KOMERSIALITAS. hasil ini, managemennya seluruhnya dipegang oleh BP migas, sedangkan KOMERSIALITAS 1 Sistem Kontrak Bagi Hasil Kontrak bagi hasil adalah bentuk kerjasama antara pemerintah dan kontraktor untuk melaksanakan usaha eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya migas berdasarkan prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor minyak dan gas bumi. Pengusahaan kekayaan alam ini secara konstitusional

BAB I PENDAHULUAN. sektor minyak dan gas bumi. Pengusahaan kekayaan alam ini secara konstitusional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki sumber pendapatan dari sektor minyak dan gas bumi. Pengusahaan kekayaan alam ini secara konstitusional didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu sektor energi vital dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu sektor energi vital dalam rangka BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sektor minyak dan gas bumi (migas) di negara Republik Indonesia merupakan salah satu sektor energi vital dalam rangka memenuhi kebutuhan energi nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pesatnya kemajuan teknologi dan bertambahnya populasi penduduk dunia, kebutuhan energi dunia semakin meningkat. Sementara persediaan energi dari bahan bakar fosil yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan terkait dengan kelangsungan berjalannya sebuah negara.

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan terkait dengan kelangsungan berjalannya sebuah negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keamanan energi saat ini menjadi isu yang sangat penting untuk dibicarakan terkait dengan kelangsungan berjalannya sebuah negara. Pentingnya ketersediaan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri Indonesia bertumpu kepada minyak bumi dan gas sebagai komoditi ekspor utama penghasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri Hilir Migas merupakan penyediaan jasa/kegiatan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. Industri Hilir Migas merupakan penyediaan jasa/kegiatan usaha yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri Hilir Migas merupakan penyediaan jasa/kegiatan usaha yang berintikan pada kegiatan Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan dan/atau Niaga produk minyak dan

Lebih terperinci

Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH

Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI 1 Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH Lifting minyak tahun 2016 diprediksi sebesar 811 ribu barel per hari (bph). Perhitungan ini menggunakan model

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara pengekspor dan pengimpor, baik untuk minyak mentah (crude oil) maupun produk-produk minyak (oil product) termasuk bahan bakar minyak. Produksi

Lebih terperinci

PENGUJIAN MODEL ALAT DISTILASI MENGGUNAKAN KONDENSOR PIPA KONSENTRIK DENGAN BAHAN TUBE STAINLESS STEEL DIAMETER ¾ INCHI

PENGUJIAN MODEL ALAT DISTILASI MENGGUNAKAN KONDENSOR PIPA KONSENTRIK DENGAN BAHAN TUBE STAINLESS STEEL DIAMETER ¾ INCHI TUGAS AKHIR PENGUJIAN MODEL ALAT DISTILASI MENGGUNAKAN KONDENSOR PIPA KONSENTRIK DENGAN BAHAN TUBE STAINLESS STEEL DIAMETER ¾ INCHI Disusun : YEPRIK SUSANTO NIM : D 200 020 188 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) Oleh : Prajogo U. Hadi Adimesra Djulin Amar K. Zakaria Jefferson Situmorang Valeriana Darwis PUSAT ANALISIS SOSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan salah satunya untuk pembangunan nasional. Perubahan yang semakin

Lebih terperinci

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian kehidupan manusia di bumi. Berdasarkan data Departemen ESDM (2008), kondisi umum penggunaan energi di Indonesia masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan pada harga minyak mentah dunia pada tahun Pergerakan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan pada harga minyak mentah dunia pada tahun Pergerakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Harga minyak mentah dunia (crude oil) mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan pada harga minyak mentah dunia pada tahun 2014. Pergerakan harga minyak

Lebih terperinci

DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1

DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 Tanto Lailam, S.H., LL.M. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini seluruh perusahaan beroperasi dalam lingkungan usaha yang terus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini seluruh perusahaan beroperasi dalam lingkungan usaha yang terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini seluruh perusahaan beroperasi dalam lingkungan usaha yang terus mengalami perubahan. Perubahan lingkungan ini membuat pengelolaan usaha menjadi semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini ditunjukkan dengan hubungan multilateral dengan beberapa negara lain di dunia. Realisasi dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan minyak sedangkan penyediaan minyak semakin terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus mengimpor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi telah meningkatkan permintaan energi. Pada mulanya. manusia memenuhi kebutuhan energi mereka dengan daya otot,

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi telah meningkatkan permintaan energi. Pada mulanya. manusia memenuhi kebutuhan energi mereka dengan daya otot, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepanjang sejarah, pertumbuhan penduduk dan perkembangan teknologi telah meningkatkan permintaan energi. Pada mulanya manusia memenuhi kebutuhan energi mereka dengan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI UMUM Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang, Singapura, dan Malaysia (bisnis.news.viva.co.id). Perkembangan pasar

BAB I PENDAHULUAN. Jepang, Singapura, dan Malaysia (bisnis.news.viva.co.id). Perkembangan pasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cepat dibandingkan dengan pertumbuhan pasar modal di negara-negara kawasan Asia lainnya, seperti Jepang, Singapura,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM INEFISIENSI BBM Kenaikan harga minyak yang mencapai lebih dari US$100 per barel telah memberikan dampak besaran alokasi dalam APBN TA 2012. Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang mendorong pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan bakar minyak yang biasa digunakan pada kendaraan bermotor adalah bensin dan solar. Bahan bakar minyak itu diambil dari dalam tanah dan berasal dari fosil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki total konsumsi bahan bakar minyak yang cukup tinggi. Konsumsi bahan bakar tersebut digunakan untuk menjalankan kendaraan seperti kendaraan bermotor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di segala bidang sampai saat ini masih terus dijalankan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di segala bidang sampai saat ini masih terus dijalankan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di segala bidang sampai saat ini masih terus dijalankan dan ditingkatkan, salah satu bidang yang berperan penting dalam pembangunan ini adalah perekonomian.

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah I. Pendahuluan Harga Minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) merupakan salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJA SAMA KONTRAK, BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJA SAMA KONTRAK, BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJA SAMA KONTRAK, BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka

Lebih terperinci