LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI GUDANG MELALUI INTEGRASI PASAR LELANG FORWARD KOMODITI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI GUDANG MELALUI INTEGRASI PASAR LELANG FORWARD KOMODITI"

Transkripsi

1 LAPORAN AKHIR ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI GUDANG MELALUI INTEGRASI PASAR LELANG FORWARD KOMODITI PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN i 2015

2 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-nya, sehingga laporan ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM RESI GUDANG MELALUI INTEGRASI PASAR LELANG FORWARD KOMODITI dapat diselesaikan. Analisis ini dilatar belakangi Pemanfaatan SRG yang kurang optimal disebabkan adanya kendala dihadapi dalam implementasi SRG seperti kurangnya pemahaman masyarakat terhadap mekanisme SRG, kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam pengembangan SRG, terbatasnya pengelola gudang yang memiliki kecukupan modal operasional, dan terbatasnya lembaga Penguji Mutu Komoditi tertentu di beberapa daerah. Untuk mengatasi tersebut dibutuhkan suatu inovasi untuk pengembangan SRG guna mendorong optimalisasi pemanfaatan SRG. Bappebti bertanggung jawab terhadap pelaksanaan SRG menyusun strategi pengembangan SRG dengan mengembangkan model bisnis SRG integratif (pra-resi gudang) hingga hilir (termasuk jaringan logistik dan pemasarannya) melalui pasar lelang. Kajian ini diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, dengan tim peneliti terdiri dari Firman Mutakin, Bagus Wicaksena, Yudha Hadian Nur, Riffa Utama dan Nasrun serta dibantu tenaga ahli Disadari bahwa laporan ini masih terdapat berbagai kekurangan, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Dalam kesempatan ini tim mengucapkan terima kasih terhadap berbagai pihak yang telah membantu terselesainya laporan ini. Sebagai akhir kata semoga hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pemimpin dalam merumuskan kebijakan di pengembangan SRG dan Pasar Lelang di Indonesia. Jakarta, Oktober 2015 Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri i

3 ABSTRAK Analisis Efektivitas Sistem Resi Gudang Melalui Integrasi Pasar Lelang Forward Komoditi dilatarbelakangi pemanfaatan SRG yang kurang optimal disebabkan adanya kendala yang harus dihadapi dalam implementasi SRG, untuk mengatasi kendala ini maka dibutuhkan suatu inovasi untuk pengembangan SRG guna mendorong optimalisasi pemanfaatan SRG. Bappebti bertanggung jawab terhadap pelaksanaan SRG menyusun strategi pengembangan SRG dengan mengembangkan model bisnis SRG integratif (pra-resi gudang) hingga hilir (termasuk jaringan logistik dan pemasarannya) melalui pasar lelang. Analisis ini bertujuan mereviu implementasi SRG dan PL komoditi saat ini, merumuskan mekanisme pengintegrasian SRG dan PL dan merumuskan rekomendasi kebijakan dalam rangka pengintegrasian SRG dengan PL. Hasil analisis menunjukkan Implementasi SRG dan PL belum berjalan optimal yang disebabkan belum terbukanyanya mindset petani dan pelaku usaha terkait pemanfaatan SRG dan PL dalam mendapatkan harga yang wajar, transparan dan berkeadilan. Integrasi SRG dan PL memerlukan mekanisme yang jelas terkait kelembagaan, keamanan dan professionalitas dari para pihak yang terlibat. Mekanisme perlu aturan tersendiri sehingga tidak menimbulkan ambigu dalam pelaksanaannya. Kata kunci: Sistem Resi Gudang (SRG), Pasar Lelang Komoditi (PLK), model bisnis Integrasi ABSTRACT Analysis Background of Effectiveness Warehouse Receipt System (WRS) Through Integration to Forward Commodity Auction Market is unoptimal utilization of WRS implementation. to overcome we need an innovation for the development of WRS. to optimalize use of WRS. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) implement development strategy WRS developing business models WRS integrative (pre-receipt warehouse) to downstream (including network logistics and marketing) through the utilization of an Auction Market (AM). This analysis aims at reviewing the implementation of WRS and commodity AM, Bappebti formulating integration mechanism WRS and AM then formulate policy recommendations and the Government's strategy (Bappebti) in order to SRG integration with PL. the results of the analysis, Implementation of WRS and AM have not run optimally because closed mindset of farmers and businessmen institution with the utilization of WRS and AM in order to get a reasonable price, transparent and equitable. WRS and AM integration requires clear mechanisms institution, security and professionalitas of the parties involved in it. This mechanism needs to be set in its own rules so as to avoid ambiguous in its implementation. Key words: Warehouse Receipt System (WRS), Commodity Auction Market (CAM), Integrated business model ii

4 DAFTAR ISI LAPORAN AKHIR... I KATA PENGANTAR... I ABSTRAK/ABSTRACT... II DAFTAR ISI... III DAFTAR TABEL... V DAFTAR GAMBAR... VI BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Analisis Keluaran Analisis Dampak Analisis Ruang Lingkup Sistematika Penulisan... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Resi Gudang Definisi Resi Gudang Landasan Hukum Resi Gudang Kelembagaan Sistem Resi Gudang Penelitian Terdahulu Terkait SRG Implementasi SRG di Negara-negara Berkembang Pasar Lelang Definisi Pasar Lelang Landasan Hukum Pasar Lelang Kelembagaan Pasar Lelang Forward Perkembangan Pasar Lelang di Indonesia BAB III METODOLOGI Kerangka Pemikiran Kerangka Alur Analisis Jenis Dan Sumber Data iii

5 3.4 Metode Pengumpulan Data Dan Instrumen Studi Literatur Wawancara Mendalam (In-depth interview) Observasi Lapangan Metode Penentuan Sampel Lokasi Penelitian Metode Pengolahan Dan Analisis Data BAB IV ANALISIS INTEGRASI SISTEM RESI GUDANG DAN PASAR LELANG Implementasi Sistem Resi Gudang Implementasi SRG pada Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Implementasi SRG pada Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat Implementasi SRG pada Kabupaten Demak Propinsi Jawa Tengah Implementasi SRG pada Kabupaten Kudus Implementasi Pasar Lelang Implementasi Pasar Lelang Provinsi Jawa Barat Implementasi Pasar Lelang Provinsi Jawa Tengah Integrasi Sistem Resi Gudang dan Pasar Lelang Analisis Faktor Internal dan Eksternal SRG Analisis Faktor Internal dan Eksternal PL BAB V RUMUSAN MEKANISME INTEGRASI SISTEM RESI GUDANG DAN PASAR LELANG KOMODITI AGRO Strategi (Existing) Pengembangan SRG dan PL Push Strategy Integrasi SRG dan PL Pull Strategy Integrasi SRG dan PL Rumusan Model Integrasi SRG dan PLK Secara Offline Rumusan Model Integrasi SRG dan PLK Secara Online BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Kesimpulan Rekomendasi iv

6 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Perhitungan Skor Dan Bobot Tabel 3.2 Analisis dan Data Tabel 4.1 Data Perkembangan Resi Gudang Periode April 2010 Juni Tabel 4.2 Faktor Kekuatan dan Kelemahan Pengelola SRG Tabel 4.3 Faktor Peluang dan Ancaman Pengelola SRG Tabel 4.4 Faktor Kekuatan dan Kelemahan Penyelenggara Pasar Lelang Tabel 4.5 Faktor Peluang dan Ancaman Penyelenggara Pasar Lelang v

7 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Skema Pelaksanaan Sistem Resi Gudang Gambar 2.2 Skema Kelembagaan sistem Resi Gudang Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran Gambar 3. 2 Kerangka Alur Penelitian Gambar 3.3 Kuadran Posisi SRG dan PL Gambar 4.1 Transaksi Pasar Lelang Komoditas Tahun Gambar 4.2 Kuadran Posisi gudang SRG di Indonesia Gambar 4.3 Kuadran Posisi Pengelola PL di Jawa Barat dan Jawa Timur Gambar 5.1 Push Strategy Gambar 5.2 Pull Strategy vi

8 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembiayaan merupakan salah satu masalah yang seringkali dihadapi oleh para pelaku usaha terutama petani dan usaha kecil menengah. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan menciptakan salah satu alternatif solusi pembiayaan bagi petani yaitu Sistem Resi Gudang (SRG) yang telah disahkan melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun SRG merupakan suatu sistem pembiayaan yang disediakan oleh pemerintah untuk melindungi petani terutama pada masa musim panen. Pada musim panen, petani menghadapi fenomena turunnya harga komoditi yang tajam. Kondisi ini sangat merugikan para petani, karena mengakibatkan:1) petani tidak dapat menutupi biaya produksi dan biaya tanam kembali; 2) petani tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Kondisi turunnya harga jual yang tajam dapat diatasi antara lain dengan dengan melakukan sistem tunda jual.namun, sistem tunda jual tidak dapat dilakukan secara mandiri oleh petani, sebab hasil panen merupakan sumber penghasilan satusatunya yang dimiliki oleh petani untuk memenuhi kebutuhan hidup dan memulai proses produksi yang baru. SRG membantu petani untuk melakukan tunda jual sehingga petani tidak menderita kerugian pada saat harga jual turun tajam. Meskipun memiliki banyak manfaat, namun sejak diimplementasi pada tahun 2006 hingga saat ini, SRG belum termanfaatkan secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari kapasitas penyimpanan di dalam gudang SRG yang belum optimal. Rata-rata kapasitas penyimpanan kurang dari 50% kapasitas gudang SRG ( ton). Selain itu, masih 1

9 terdapat gudang SRG yang belum beroperasi sejak didirikan (25 gudang dari 117 gudang). Pemanfaatan SRG yang kurang optimal disebabkan adanya kendala yang harus dihadapi dalam implementasi SRG seperti kurangnya pemahaman masyarakat terhadap mekanisme SRG, kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam pengembangan SRG, terbatasnya pengelola gudang yang memiliki kecukupan modal operasional, dan terbatasnya lembaga Penguji Mutu Komoditi tertentu di beberapa daerah (Bappebti, 2015). Untuk mengatasi kendala ini maka dibutuhkan suatu inovasi untuk pengembangan SRG guna mendorong optimalisasi pemanfaatan SRG. Untuk itu Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) selaku unit kerja yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan SRG menyusun strategi pengembangan SRG antara lain dengan mengembangkan model bisnis SRG integratif (pra-resi gudang) hingga hilir (termasuk jaringan logistik dan pemasarannya) melalui pemanfaatan pasar lelang. Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri (2014) menjelaskan bahwa SRG dapat memanfaatkan PL sebagai bagian dari penguatan kelembagaan SRG dari sisi pemasaran produk. Hal tersebut setidaknya dapat memberikan 2 (dua) implikasi, antara lain kepastian pasar bagi petani yang sudah memanfaatkan SRG dan kepastian ketersediaan produk dengan jaminan kualitas bagi calon pembeli yang memanfaatkan pasar lelang. Selain itu, pemanfaatan pasar lelang dinilai dapat menunjang peran SRG dalam memotong jalur distribusi produk pertanian yang selama ini dinilai tidak efisien. Ashari (2011) juga menyebutkan bahwa salah satu daya tarik agar implementasi SRG dapat optimal adalah tersedianya kepastian pasar melalui sinergi dengan pasar lelang. Dalam tatanan implementasi, Bappebti (2015) telah menandatangani Nota Kesepahaman Kerjasama Percepatan Implentasi SRG dengan beberapa stakeholder di Jawa Barat dengan mengedepankan integrasi SRG dari hulu ke hilir di mana salah satunya melalui integrasi SRG dengan pasar lelang. Lebih lanjut, Pemerintah Propinsi Jawa Tengah 2

10 melalui Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang di Jawa Tengah menginstruksikan jajaran Pemerintah Daerah untuk menyusun perencanaan operasional integrasi SRG dengan pasar lelang. Peraturan tersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Percepatan Pelaksanaan Sistem Resi Gudang di Kebumen. Implementasi dalam Peraturan Bupati merupakan hal yang penting mengingat pembinaan SRG berada pada lingkup kabupaten/kota sementara pasar lelang berada pada lingkup propinsi. Strategi ini sejalan dengan UU No. 9 Tahun 2011 dimana dalam pasal 32 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) yang menyatakan bahwa baik urusan pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah melakukan penguatan dan fasilitasi pengembangan pasar lelang komoditas, dimana pasar lelang merupakan salah satu sarana perdagangan berdasarkan UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Strategi pengembangan SRG melalui model bisnis yang integratif dari hulu ke hilir - integrasi dengan pasar lelang (PL) - harus dapat terimplementasi dengan baik. Untuk itu diperlukan adanya suatu studi terlebih dahulu untuk mempersiapkan mekanisme integrasi SRG dan PL agar tercapai optimalisasi sinergitas. 1.2 Perumusan Masalah Peran strategis SRG untuk mendukung kepastian dan kestabilan harga bagi petani dan pelaku usaha tercantum dalam UU No.9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang sebagaimana diubah dengan UU No. 9 Tahun Peran ini belum dapat terlaksana dengan baik karena kurang optimalnya pemanfaatan SRG baik oleh petani maupun pelaku usaha karena adanya beberapa kendala seperti yang telah dijelaskan pada subbab pendahuluan. Untuk mengoptimalkan peran strategis SRG maka diperlukan strategi inovatif untuk mencapainya, antara lain melalui pengembangan model bisnis yang integratif dengan mengintegrasikan peran SRG di hulu 3

11 dan peran PL di hilir. Namun tantangan yang dihadapi saat ini adalah baik SRG maupun PL belum termanfaatkan secara optimal. Pasar lelang dalam implementasinya menghadapi berbagai hambatan, antara lain: belum sempurnanya kelembagaan penyelenggaraan pasar lelang komoditas, masih terdapatnya gagal serah atau gagal bayar, belum diterapkannya sistem penjaminan transaksi sehigga menyebabkan sulitnya pemantauan realisasi transaksi di PL, rendahnya minat pelaku usaha terhadap pasar lelang, biaya operasional PL tergantung dari APBN/APBD, peserta/pembeli yang hadir dalam lelang dibiayai oleh PL, belum adanya sistem informasi yang terintegrasi serta belum diterapkannya standar mutu dan jenis komoditi (Bappebti, 2014), Melihat adanya permasalahan yang dihadapi oleh SRG maupun PL, maka diperlukan adanya suatu perencanaan yang matang dalam mengimplementasikan strategi integratif hulu ke hilir khususnya integrasi antara SRG dan PL. Bappebti selaku instansi yang bertanggung jawab terhadap pengembangan dan penguatan SRG dan PL, perlu memperhatikan beberapa aspek seperti aspek kelembagaan, aspek manajemen, aspek operasional dan aspek finansial. Untuk itu permasalahan dalam analisis ini dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimana implementasi SRG dan PL saat ini? b. Bagaimana mekanisme pengintegrasian SRG dan PL untuk mencapai sinergitas yang optimal sehingga dapat meningkatkan peran strategis SRG dan PL di sektor perdagangan? 1.3 Tujuan Analisis Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai melalui kegiatan penelitian ini adalah : a. Mereviu implementasi SRG dan PL komoditi saat ini. 4

12 b. Merumuskan mekanisme pengintegrasian SRG dan PL c. Merumuskan rekomendasi kebijakan dan strategi Pemerintah (Bappebti) dalam rangka pengintegrasian SRG dengan PL. 1.4 Keluaran Analisis Keluaran analisis tentang Efektivitas Sistem Resi Gudang Melalui Integrasi dengan Pasar Lelang Komoditi Forwardini antara lain: a. Menjelaskan kondisi implementasi SRG dan PL terutama di b. Rumusan mekanisme pengintegrasian SRG dan PL. c. Rekomendasi kebijakan dan strategi Pemerintah (Bappebti) dalam pengintegrasian SRG dan PL. 1.5 Dampak Analisis Hasil Analisis yang dilaksanakan, diharapkan dapat memberikan dampak pada pengoptimalisasian pemanfaatan SRG oleh petani/produsen melalui penciptaan kepastian dan transparansi harga pasar komoditi dan pengoptimalisasian pemanfaatan PL baik oleh petani/produsen maupun oleh pengolah atau pedagang selaku pembeli. 1.6 Ruang Lingkup Untuk mencapai tujuan penelitian ini, maka ruang lingkup penelitian ini meliputi : a. Analisis beberapa aspek yang terkait dengan SRG dan PL seperti: 1) Aspek kebijakan : Peraturan dan kebijakan serta implementasinya yang berkaitan dengan SRG dan PL; Implementasi peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan SRG dan PL; 2) Aspek kelembagaan dan manajemen yang terkait dengan SRG dan PL; 3) Aspek operasonal dari SRG dan PL 4) Aspek finansial dalam implementasi SRG dan PL 5

13 b. Analisis SRG dan PL yang terdapat pada Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pemilihan Jawa Barat dan Jawa Tengah dilakukan karena 1) Seperti yang telah dijelaskan dalam subbab pendahuluan bahwa provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah merupakan provinsi yang telah memiliki nota kesepakatan dan perda pengintegrasian SRG dan PL. 2) Provinsi Jawa Barat merupakan pilot project bagi PT.Pos Indonesia selaku pengelola gudang SRG serta merupakan salah satu dari lima provinsi dimana PLnya telah direvitalisasi oleh Bappebti. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika laporan hasil analisis ini terdiri dari 5 (lima) bab, yaitu sebagai berikut : Bab I Pendahuluan. Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah sehingga perlunya analisis, tujuan dan keluaran analisis, ruang lingkup analisis untuk membatasi permasalahan yang diteliti serta sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka. Bab ini menguraikan teori dan konsep-konsep yang menunjang terhadap permasalahan yang diteliti sebagai dasar pemikiran dalam mengembangkan model penelitian, Definisi Resi Gudang, Landasan hukum SRG, Kelembagaan Sistem Resi Gudang dan penelitian sebelumnya yang relevan. Bab III Metodologi. Dalam bab ini diuraikan metodologi penelitian yang meliputi kerangka berpikir, metodologi analisis yang terdiri dari teknik pengambilan data dan analisa data. Bab IV Gambaran kondisi pelaksanaan SRG dan pasar lelang komoditi saat ini. Bab ini menguraikan gambaran pelaksanaan SRG dan pasar lelang komoditi saat ini untuk diketahui peta 6

14 kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancamannya sebagai dasar bagi rumusan strategi pengembangan. Bab V Rumusan mekanisme pengintegrasian SRG dan pasar lelang komoditi forward. Bab ini menguraikan rumusan mekanisme integrasi SRG dengan pasar lelang agar dapat diimplementasikan dalam tatanan kebijakan yang implementatif. Bab VI Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Bab ini merupakan bab yang menyimpulkan hasil pembahasan dan menyampaikan rekomendasi kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah dalam rumusan mekanisme integrasi SRG dengan pasar lelang. 7

15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resi Gudang Definisi Resi Gudang Istilah Resi Gudang (Warehouse Receipt) sudah cukup umum dikenal masyarakat yang ada di negara-negara maju. Mengingat aktivitas terkait resi gudang ternyata signifikan dalam menumbuhkan dinamika perekonomian masyarakatnya terutama di bidang pertanian, perikanan dan komoditas lainnya. Pengembangannya tidak lagi sebatas lokal, tetapi juga sudah pada perdagangan berbasis ekspor import. Sementara di negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, resi gudang masih belum cukup akrab dikenal sehingga banyak menimbulkan multitafsir. Secara umum resi gudang itu sendiri sesungguhnya bisa diartikan sebagai dokumen pembayaran yang dijadikan bukti tentang kualitas dan kuantitas komoditas yang telah ditentukan oleh operator gudang untuk didepositkan di lokasi khusus atas nama depositornya. Sang depositor itu bisa saja producer (penghasil), kelompok petani, pedagang, exporter, perusahaan atau individual- yang terlibat dalam proses resi gudang ini. panen (OECD, 2001, Onumah, 2002, Rothbard,1994, Workshop on Rural Finance papers, 2004). Sedangkan pengertian resi gudang di Indonesia sudah termaktub dalam Undang-undang (UU) No.9 tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang. Dalam UU itu disebutkan bahwa resi gudang merupakan surat berharga, dan dapat dialihkan dengan mudah (negotiable). Ada tiga dasar penerbitan resi gudang, yaitu berdasarkan kontrak, keanggotaan, dan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2006 tentang resi gudang. Untuk resi gudang berdasarkan kontrak, semisal CMA (Collateral Management Agreement), tidak dapat dialihkan dan bukan merupakan dokumen kepemilikan. Resi gudang berdasarkan keanggotaan hanya berlaku bagi 8

16 anggotanya saja. Sedangkan, resi gudang berdasarkan UU, dapat diperjualbelikan dan digunakan sebagai agunan untuk memperoleh pembiayaan. (Darsia, 2008). Dengan demikian Resi Gudang dan sistem yang dibentuk itu diharapkan bisa memfasilitasi pemberian kredit bagi dunia usaha dengan agunan inventori atau barang yang disimpan di gudang. Dalam sistem resi gudang ini, pembiayaan yang dapat diakses oleh pemilik barang tidak hanya berasal dari perbankan dan lembaga keuangan non-bank, tetapi juga dapat berasal dari investor melalui Derivatif Resi Gudang. (Bank Indonesia, 2008) Guna menjaga kualitas komoditi yang dititipkan di gudang tersebut, maka gudangnya sendiri harus memenuhi standar yang berlaku dan dikelola oleh seorang operator gudang yang telah terakreditasi, independent dan professional.(ashari, 2007; Nugrahani, 2007). Dalam sistem ini, operator gudang bertugas menjaga keamanan penyimpanan komoditi dengan cara pengawasan; dia juga yang mempunyai kewenangan secara sah menilai barang itu jika terjadi kehilangan, atau rusak karena kebakaran dan bencana lainnya. Namun operator gudang tidak boleh mempunyai kepentingan di dalamnya. Bagaimanapun, operator gudang tidak diperkenankan mencari sumber komoditi sebagai alasan hukum penghapusan (utang/jaminan) depositornya atau pemegang resi. Operator gudang jelas harus melindungi hak gadai biaya penyimpanan barang. (Coulter, Norvell, 1998) Landasan Hukum Resi Gudang Berdasarkan UU No, 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, yang dimaksud Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang. Sedangkan Sistem Resi Gudang adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi Resi Gudang. Resi Gudang (Warehouse Receipt) merupakan salah satu 9

17 instrumen penting, efektif dan negotiable (dapat diperdagangkan) serta swapped (dipertukarkan) dalam sistem pembiayaan perdagangan suatu negara. Di samping itu Resi Gudang juga dapat dipergunakan sebagai jaminan (collateral) atau diterima sebagai bukti penyerahan barang dalam rangka pemenuhan kontrak derivatif yang jatuh tempo, sebagaimana terjadi dalam suatu Kontrak Berjangka. Dengan demikian sistem Resi Gudang dapat memfasilitasi pemberian kredit bagi dunia usaha dengan agunan inventori atau barang yang disimpan di gudang. Resi Gudang sebagai alas hak (document of title) atas barang, dapat digunakan sebagai agunan, karena resi gudang dijamin dengan komoditas tertentu, yang berada dalam pengawasan pihak ketiga (Pengelola Gudang) yang terakreditasi (memperoleh persetujuan Badan Pengawas). Dalam sistem resi gudang ini, pembiayaan yang dapat diakses oleh pemilik barang tidak hanya berasal dari perbankan dan lembaga keuangan non-bank, tetapi juga dapat berasal dari investor melalui Derivatif Resi Gudang. Sistem Resi Gudang juga bermanfaat dalam menstabilkan harga pasar dengan memfasilitasi cara penjualan yang dapat dilakukan sepanjang tahun. Disamping itu, Sistem Resi Gudang dapat digunakan oleh Pemerintah untuk pengendalian harga dan persediaan nasional. Maksud pembentukan UU SRG adalah menciptakan sistem pembiayaan perdagangan yang diperlukan oleh dunia usaha, terutama usah kecil dan menengah termasuk petani. Selain itu UU SRG dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum, menjamin dan melindungi kepentingan masyarakat, kelancaran arus barang, efisiensi biaya distribusi barang, serta mampu menciptakan iklim usaha yang dapat lebih mendorong laju pembangunan nasional. 10

18 Badan Pengawas Gudang Pusat Registrasi Asuransi Lembaga Penilai Kesesuaian Penjaminan atau asuransi Penilaian barang Deposit Barang Pengelola Gudang Petani/ Kelompok Tani Penjualan Pendaftaran Dokumen RG Dokumen RG Pinjaman Lembaga Keuanganbank, koperasi, kreditur Pasar (Spot, Future) Pembayaran/ Pelunasan Pengeluaran/ pengambilan barang Pembelian Pembeli, Pengolah, Pedagang, Spekulan Gambar 2.1 Skema Pelaksanaan Sistem Resi Gudang Sumber : BAPPEBTI, 2006 Resi Gudang yang diperdagangkan di Indonesia wajib untuk melalui suatu proses penilaian yang dilakukan oleh suatu lembaga terakreditasi yang disebut "Lembaga Penilaian Kesesuaian" yang berkewajiban untuk melakukan serangkaian kegiatan guna menilai atau membuktikan bahwa persyaratan tertentu yang berkaitan dengan produk, proses, sistem, dan/atau personel terpenuhi. Sedangkan yang mendapatkan kewenangan guna melakukan penatausahaan resi gudang dan derivatif resi gudang di Indonesia yang meliputi pencatatan, penyimpanan, pemindahbukuan kepemilikan, pembebanan hak jaminan, 11

19 pelaporan, serta penyediaan sistem dan jaringan informasi adalah "Pusat Registrasi Resi Gudang" yang merupakan suatu badan usaha yang berbadan hukum (Skema Pelaksanaan SRG dapat dilihat pada Gambar 2.1.). Untuk mendukung pelaksanaan UU SRG, pada 22 Juni2007 pemerintah telah menerbitkan "Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 9 tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang; dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 26/M-DAG/PER/6/2007 yang telah menetapkan delapan komoditi pertanian sebagai barang yang dapat disimpan di gudang dalam penyelenggaraan Sistem Resi Gudang. Kedelapan komoditi itu adalah: gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, dan rumput laut. Masih menurut Permendag Nomor 26/2007, persyaratan komoditas yang dapat ditetapkan untuk dapat dimasukkan ke dalam SRG dan diterbitkan resi gudangnya adalah: (1) Memiliki daya simpan paling sedikit 3 (tiga) bulan, (2) Memenuhi standar mutu tertentu, dan (3) Jumlah minimum barang yang disimpan. Sedangkan jika dilihat ketentuan dari Perdagangan Berjangka Komoditi, maka persyaratan komoditas yang dapat diperdagangkan berjangka adalah: (1) memiliki harga yang berfluktuasi, (2) tidak ada intervensi pemerintah, semata-mata atas dasar permintaan dan pasokan, dan (3) tersedia dalam jumlah yang cukup, bersifat homogen, dan tidak dimonopoli oleh kelompok tertentu, dan (4) merupakan komoditi potensial dan sangat berperan dalam perekonomian daerah setempat dan nasional karena menyangkut Ketahanan pangan dan Ekspor Kelembagaan Sistem Resi Gudang Sebagaimana tercantum dalam UU tentang SRG, bahwa kebijakan di bidang perdagangan yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kebijakan mengenai perlindungan kepentingan masyarakat terhadap kemungkinan penyalahgunaan Sistem Resi Gudang, 12

20 kelancaran distribusi barang, dan efisiensi biaya ditetapkan oleh Menteri. Sedangkan kelembagaan dalam Sistem Resi Gudang terdiri atas: a. Badan Pengawas adalah unit organisasi di bawah Menteri yang diberi wewenang untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan pelaksanaan Sistem Resi Gudang. Badan Pengawas berwenang: (a) memberikan persetujuan sebagai Pengelola Gudang, Lembaga Penilaian Kesesuaian, dan Pusat Registrasi, serta Bank, lembaga keuangan non-bank, dan pedagang berjangka sebagai penerbit Derivatif Resi Gudang; (b) memeriksa Pengelola Gudang, Lembaga Penilaian Kesesuaian, Pusat Registrasi, dan pedagang berjangka; (c) memerintahkan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap pihak yang diduga melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang tentang SRG dan atau peraturan pelaksanaannya; (d) menunjuk pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu; (e) melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian masyarakat sebagai akibat pelanggaran ketentuan UU tentang SRG dan atau aturan pelaksanaannya; (f) membuat penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis berdasarkan UU tentang SRG dan atau aturan pelaksanaannya. b. Pengelola Gudang adalah pihak yang melakukan usaha pergudangan, baik gudang milik sendiri maupun milik orang lain yang melakukan penyimpanan, pemeliharaan, dan pengawasan barang yang disimpan oleh pemilik barang serta berhak menerbitkan Resi Gudang. Lembaga Pengelola Gudang harus berbentuk badan usaha berbadan hukum yang bergerak khusus di bidang jasa pengelolaan gudang dan telah mendapat persetujuan Badan Pengawas. Pengelola Gudang memiliki kewajiban: (a) menyelenggarakan administrasi pengelolaan barang; (b) membuat perjanjian pengelolaan barang secara tertulis dengan pemilik barang atau kuasanya; (c) mendaftarkan penerbitan Resi Gudang kepada Pusat 13

21 Registrasi; (d) menyelenggarakan administrasi terkait dengan Resi Gudang yang diterbitkan, Resi Gudang Pengganti, Resi Gudang yang dimusnahkan, dan Resi Gudang yang dibebani Hak Jaminan; (e) membuat, memelihara dan menyimpan catatan secara berurutan, terpisah dan berbeda dari catatan dan laporan usaha lain yang dijalankannya; (f) menyampaikan laporan bulanan, triwulanan dan tahunan tentang barang yang dikelola kepada Badan Pengawas; (g) memberikan data dan informasi mengenai sediaan dan mutasi barang yang dikelolanya, apabila diminta oleh Badan Pengawas dan/atau instansi yang berwenang; (h) menyampaikan kepada Pusat Registrasi identitas dan spesimen tandatangan dari pihak yang berhak bertindak untuk dan atas nama Pengelola Gudang dalam menandatangani Resi Gudang dan segera memberitahukan setiap terjadi perubahan atas identitas dan spesimen tandatangan tersebut; (i) memberitahukan kepada pemegang Resi Gudang untuk segera mengambil dan/atau mengganti barang yang rusak atau dapat merusak barang lain sebelum jatuh tempo; (j) memiliki dan menerapkan Pedoman Operasional Baku yang mendukung kegiatan operasional sebagai Pengelola Gudang; (k) mengasuransikan semua barang yang dikelola di Gundangnya dan menyampaikan informasi mengenai jenis dan nilai asuransi ke Pusat Registrasi; dan (l) menjaga kerahasiaan data dan informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Gudang yang dipergunakan oleh Pengelola Gudang wajib mendapat persetujuan dari Badan Pengawas (ketentuan persyaratan gudang dalam Resi Gudang tertuang dalam Peraturan Kepala Bappebti Nomor 3 Tahun 2007 tentang Persyaratan Umum dan Persyaratan Teknis Gudang). c. Lembaga Penilaian Kesesuaian adalah lembaga terakreditasi yang melakukan serangkaian kegiatan untuk menilai atau 14

22 membuktikan bahwa persyaratan tertentu yang berkaitan dengan produk, proses, sistem, dan/atau personel terpebuhi. Kegiatan penilaian kesesuaian dalam Sistem Resi Gudang dilakukan oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian yang telah mendapat persetujuan Badan Pengawas dan telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional. d. Pusat Registrasi adalah badan usaha berbadan hukum yang mendapat persetujuan Badan Pengawas untuk melakukan penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang yang meliputi pencatatan, penyimpanan, pemindahbukuan kepemilikan, pembebanan hak jaminan, pelaporan, serta penyediaan sistem dan jaringan informasi. Persyaratan untuk mendapat persetujuan sebagai Pusat Registrasi meliputi: (a) mempunyai pengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun dalam kegiatan pencatatan transaksi kontrak berjangka komoditas dan kliring; (b) memiliki sistem penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang yang bersifat akurat, aktual (online dan real time), aman, terpercaya dan dapat diandalkan (reliable); dan (c) memenuhi persyaratan keuangan yang ditetapkan oleh Badan Pengawas. Pusat Registrasi memiliki kewajiban: (a) menyelenggarakan penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang yang meliputi pencatatan, penyimpanan, pemindahbukuan kepemilikan, pembebanan hak jaminan, pelaporan, serta penyediaan sistem dan jaringan informasi; (b) memiliki sistem penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang yang terintegrasi dengan sistem pengawasan Badan Pengawas; (c) memberikan data dan informasi mengenai penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang, apabila diminta oleh Badan Pengawas dan/atau instansi atau pihak yang berwenang; (d) menjaga kerahasiaan data dan informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; (e) menyampaikan konfirmasi secara tertulis atau 15

23 elektronis kepada pemegang Resi Gudang dan/atau penerima Hak Jaminan dalam hal: (i) penerbitan Resi Gudang; (ii) penerbitan Resi Gudang Pengganti; (iii) pengalihan Resi Gudang; atau (iv) pembebanan, perubahan, atau pencoretan Hak Jaminan; paling lambat 2 (dua) hari setelah berakhirnya bulan kalender, baik terjadi maupun tidak terjadi perubahan catatan kepemilikan. Sedangkan hak Pusat Registrasi adalah: (a) mengenakan biaya terkait dengan penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang; (b) menunjuk dan/atau bekerjasama dengan pihak lain untuk mendukung penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang; dan (c) memperoleh informasi dan data tentang: (i) lembaga dan Gudang yang memperoleh persetujuan Badan Pengawas dari Badan Pengawas, (ii) penerbitan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang dari penerbit Resi Gudang dan penerbit Derivatif Resi Gudang, (iii) pengalihan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang dari pihak yang mengalihkan, (iv) pembebanan Hak Jaminan dari penerima Hak Jaminan, serta (v) penyelesaian transaksi dari pemegang Resi Gudang, Pengelola Gudang, penerima Hak Jaminan dan pihak terkait lainnya. Kelembagaan dalam Sistem Resi Gudang dapat dilihat pada gambar

24 Menteri Perdagangan Badan Pengawas Sistem Resi Gudang Koordinasi Pemerintah Daerah Pengelola Gudang Pusat Registrasi Lembaga Penilaian Kesesuaian Gudang Penerbit Derivatif SRG Bank Lembaga Keuangan Non Bank Pedagang Berjangka Gambar 2.2 Skema Kelembagaan sistem Resi Gudang Sumber : BAPPEBTI, Penelitian Terdahulu Terkait SRG Kajian mengenai SRG khususnya membahas baik terhadap kelembagaan SRG dan mengenai potensi dan kendala yang ada dalam pelaksanaannya sudah cukup banyak dilakukan. Salah satunya adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasan (2008). Menurut Hasan (2008) peraturan perundang-undangan SRG memiliki implikasi makro dan mikro yang menuntut koordinasi lintas instansi (Kementerian Koperasi dan UMKM, Bulog, Deptan, Bank Indonesia, dan Pemda). Pada aspek makro, arah kebijakan pengendalian stok dan harga komoditas dalam kerangka penataan system perdagangan yang efektif dan efisien harus terintegrasi dengan program lainnya. Misalnya dalam kerangka program ketahanan pangan nasional, peningkatan kesejahteraan petani, penguatan perbankan mikro dan peran pemda untuk mengembangkan produk-produk unggulan yang dapat diresigudangkan. Sementara dari aspek mikro, pembiayaan resi gudang tidak akan efektif dan efisien apabila dilakukan secara individual, melainkan harus secara berkelompok dan berbadan hukum, misalnya dengan kelompok tani yang tergabung dalam koperasi 17

25 tani. Kemudian, belum ada jaminan akan terciptanya stabilitas harga komoditas melalui mekanisme pengendalian stok. Oleh sebab itu, Hasan (2008) menyarankan sebaiknya penerbitan dan pembiayaan SRG harus langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh pelaku usaha, daripada mengembangkan derivative resi gudang yang akan lebih banyak berhubungan dengan kepentingan pelaku pasar dan spekulan di bursa. Agenda mendesak yang harus dilakukan adalah meningkatkan koordinasi antara pemerintah pusat, sector perbankan, dan pemda dalam rangka sosialisasi dan implementasi SRG di daerah. Sementara itu, menurut Aviliani dan Hidayat (2005), secara kelembagaan sebenarnya infrastruktur untuk mendukung SRG telah cukup memadai. Namun, permasalahannya adalah bagaimana hubungan kelembagaan tersebut terbentuk secara optimal, efisien, dan berdaya guna tanpa harus melakukan penyesuaian terhadap regulasi yang sudah ada. Untuk itu, langkah penting yang harus dilakukan adalah menyamakan persepsi antar lembaga dan meletakkan struktur program aksi sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Kemudian, Aviliani dan Hidayat (2005) juga menyatakan bahwa karena SRG ini dapat memberikan manfaat yang cukup besar dalam pembiayaan usaha pertanian maka sudah seharusnya mendapatkan fasilitas utama dari pemerintah dan Bank Indonesia. Kementerian perdagangan seharusnya dapat menetapkan prioritas program dan sasaran yang hendak dicapai secara nasional. Contohnya, SRG sebagai salah satu instrument program pengendalian stok bahan pangan, stabilisasi harga produk pertanian dan akses permodalan bagi petani. Adanya langkah tesebut memerlukan koordinasi lintas Kementerian termasuk Bank Indonesia dan juga diperlukan kesamaan persepsi bahwa SRG tidak dilihat semata sebagai produk pembiayaan perbankan tetapi memiliki arti yang strategis. Hal tersebut seperti di Negara lain, pemerintah bahkan berperan sebagai penjamin pelunasan WRF bila debitor mengingkari janji atau terdapat kejadian force majeur. 18

26 Kemudian, hasil studi yang dilakukan oleh Ashari (2011) menunjukkan bahwa dalam implementasi SRG terlihat SRG memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan. Hal tersebut terutama dalam mendukung pembiayaan usaha pertanian, meminimalisir fluktuasi harga, memperbaiki pendapatan petani, memobilisasi kredit, dan sebagainya. Akan tetapi, masih terdapat beberapa kendala dalam implementasi SRG. Kendala tersebut seperti besarnya biaya transaksi, inkonsistensi kuantitas dan kualitas produk pertanian, kurangnya dukungan perbankan, dan masih lemahnya kelembagaan petani. Dengan masih lemahnya kelembagaan petani, banyak petani yang beranggapan bahwa peraturan SRG masih sangat rumit sehingga diperlukan penyederhanaan prosedur. Disamping itu, sosialisasi keberadaan SRG juga harus lebih dioptimalkan lagi Implementasi SRG di Negara-negara Berkembang SRG banyak diimplementasikan pada negara-negara berkembang seperti Afrika, Eropa Timur dan Asia. Di Afrika, SRG terimplementasi secara luas dari Mesir hingga Zambia, dari Liberia hingga Sudan. SRG digunakan baik untuk komoditi maupun produk-produk manufaktur. Produk-produk yang dapat di-srgkan meliputi gandum cereal (Barley), mobil dan suku cadang mobil, kenari, keramik, coklat, kopi, tembaga (biji dan lempengan), kapas, pupuk, ikan, produk dari kayu, tepung jagung, selular, kertas, BBM, farmasi dan bahan kimia untuk farmasi, beras, karet, biji wijen, baja, teh dan minyak nabati. Gudang yang digunakan untuk SRG adalah gudang yang dimiliki oleh pemerintah atau perusahaan daerah dengan modal yang kecil. Implementasi SRG tidak berkembang di Afrika meskipun telah mendapat bantuan dana dari lembaga internasional, namun perkembangan SRG di Afrika tidak seperti yang diharapkan. Di antara negara-negara di Afrika, implementasi SRG yang paling mendekati bentuk yang diharapkan adalah afrika selatan, meskipun demikian risiko atas SRG belum dapat dihindari. 19

27 Di Asia, SRG telah diimplementasikan di beberapa negara, sepeti China, Vietnam, Kamboja, Filipina dan Indonesia. Negara-negara ini merupakan negara penghasil komoditas pertanian yang besar dengan kondisi yang sesuai untuk implementasi SRG. Implementasi SRG yang cukup sukses adalah India dan Thailand. Salah satu contoh sukses penerapan SRG adalah Bulgaria. SRG telah terimplementasi sejak tahun 2000, dan telah menarik banyak pihak untuk berpartisipasi baik dari pasar komoditi maupun institusi keuangan. Pada awal dikenalkan, SRG hanya berfokus pada komoditi gandum, dimana pilot proyek yang didukung oleh USAID, World Bank, IMF dan EBRD mencakup seluruh aspek infrastruktur pemasaran dari gandum sebagai prakondisi yang harus dipenuhi dalam mengembangkan gandum. 2.2 Pasar Lelang Definisi Pasar Lelang Pasar lelang merupakan salah satu sarana perdagangan, hal ini tercantum dalam UU Perdagangan No. 7 Tahun Pasar lelang komoditas agro didirikan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan yang bertujuan untuk menciptakan sistem perdagangan komoditas yang baik melalui transparansi mekanisme penentuan harga, peningkatan efisiensi dan efektivitas sistem perdagangan, menciptakan insentif bagi peningkatan produksi dan mutu serta meningkatan pendapatan petani produsen. Pasar leleng ini sangat penting bagi petani selaku produsen dari komoditas agro dimana perannya sering termarjinalkan oleh mekanisme sistem perdagangan konvensional. Pasar lelang ini dibangun untuk menjawab permasalahan pemasaran yang seringkali dihadapi oleh para petani. Panjangnya rantai distribusi komoditi menyebabkan mahalnya biaya pemasaran dari tempat produksi ke konsumen/pengolah. Dalam rantai distribusi yang panjang, keuntungan terbesar didapat oleh para perantara perdagangan dan bukan para petani produsen. Dalam rangka mengefisienkan biaya pemasaran 20

28 dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi para petani produsen maka dibentuk sistem pemasaran baru yaitu pasar lelang. Sama seperti pengertian pasar pada umumnya, pasar lelang juga merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli, dimana penjual adalah petani/produsen dan pembeli adalah pengolah/pedagang. Perbedaan pasar lelang dengan pasar konvensional adalah pada sistem transaksi yang dilakukan, dimana proses tawar menawar dilakukan menggunakan sistem lelang. Penyelenggaraan pasar lelang ini dilakukan dengan dua mekanisme yaitu pasar lelang spot dan pasar lelang forward. Penyelenggaraan pasar lelang yang dilakukan selama tahun 2004 hingga tahun 2009 dilakukan oleh Dinas Provinsi yang membidangi perdagangan. Mulai tahun 2009, terdapat penyelenggara pasar lelang komoditas yang berasal dari pihak swasta. Hingga tahun 2014 terdapat 14 penyelenggara pasar lelang komoditas yang dibiayai oleh APBN dan APBD, yang terletak di Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawes Tenggara, Nusa Tenggara Barat dan DKI Jakarta. Sedangkan untuk penyelanggara pasar lelang yang dilakukan oleh pihak swasta dilakukan oleh PT. ipasar Indonesia dan Pasar Fisik CPO Bursa Berjangka Jakarta Landasan Hukum Pasar Lelang Pasar lelang merupakan salah satu salah satu sarana perdagangan yang tercantum dalam UU No. 7 Tahun 2014 tentang perdagangan. UU mengamatkan agar pemerintah pusat, pemerintah daerah dan swasta secara bersama-sama atau sendiri-sendiri melakukan pengembangan terhadap sarana perdagangan termasuk pasar lelang komoditas. Penguatan institusi pasar ini ditujukan untuk menciptakan iklim kondusif bagi kekuatan usaha yang kompetitif sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional berbasis efisiensi. 21

29 Selain itu juga penguatan dan pengembangan pasar lelang komoditas menjadi prioritas dalam pengembangan sistem resi gudang yang diatur dalam UU No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 2011 tentang Sistem Resi Gudang. Kebijakan ini mengharuskan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah mengembangkan pasar lelang komoditas sejalan dengan perkembangan SRG. Adapun mekanisme pasar lelang yang dapat dikembangkan adalah pasar lelang penyerahan saat ini (spot) dan pasar lelang penyerahan kemudian (forward). Pasar lelang penyerahan kemudian (forward) diatur dalam SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 650/MPP/KEP/10/2004 tentang ketentuan penyelenggaraan Pasar Lelang dengan Penyerahan Kemudian (Forward) Komoditi Agro, yang mengatur tentang kelembagaan dan komite dalam pasar lelang forward, keanggotaan pasar lelang, kewajiban keuangan para anggota pasar lelang forward, mekanisme transaksi di pasar lelang dan pelanggaran dan sanksi bagi para anggota pasr lelang yang melanggar. Dalam SK ini dapat dilihat bahwa kerjasama antar kelembagaan dalam penyelenggaraan pasar lelang forward sangat diperlukan agar pasar lelang tersebut dapat terselenggara secara efektif dan efisien. Peraturan teknis tentang penyelenggaraan pasar lelang forward dikeluarkan oleh Bappebti dan mengalami perubahan-perubahan. Peraturan terbaru yang mengatur tentang penyelenggaraan pasar lelang forward adalah Peraturan Kepala Bappebti No. 04/BAPPEBTI/PER- PL/01/2015 tentang perubahan atas Peraturan Kepala Bappebti No. 03/BAPPEBTI/PER-PL/01/2014 tentang Persetujuan Penyelenggaraan Pasar Lelang dengan Penyerahan Kemudian (Forward). 22

30 2.2.3 Kelembagaan Pasar Lelang Forward Berdasarkan peraturan kepala Bappebti SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 650/MPP/KEP/10/2004, kelembagaan pasar lelang forward tediri atas: a. Penyelenggara pasar lelang forward. Penyelenggara pasar lelang forward ini hanya dapat dilakukan oleh Badan Usaha atau Dinas Propinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi perdagangan, setelah memperoleh persetujuan Bappebti. Setiap penyelenggara pasar lelang forward sekurang-kurangnya membentuk susunan organisasi yang terdiri dari ketua lelang, bidang penyelenggara transaksi, bidang pengawasan dan penyelesaian transaksi dan bidang administrasi dan keanggotaan. Penyelenggara pasar lelang wajib bekerjasama dengan Lembaga Kliring dan Penjaminan untuk menjamin penyelesaian transaksi. b. Lembaga Kliring dan Penjaminan, lembaga ini harus badan usaha yang berbentu PT dan telah memperoleh persetuan dari Bappebti. Lembaga kliring dan penjaminan sekurang-kurangnya terdiri dari bidang kliring dan penyelesaian, pengendalian risiko, teknologi informasi, akuntansi dan keuangan dan audit dan kepatuhan. c. Komite, dalam peyelenggaran psar lelang forward, penyelenggara pasar lelang forward dapat membentuk komie komoditi, komite lelang dan keanggotaan dan komuite abritase. Komite komodii membantu penyelenggara pasar lelang foeward dalam merumiskan spesifikasi standar setiap komoditi yang telah dan akan diperdagangan di pasar lelang forward. Spesifikasi standar komoditi meliputi: jenis, asal, ukuran, kualitas, pengawasan, batas waktu maksimum dan tempat penyerahan. Sedangkan komite lelang dan keanggotaan bertugas membantu di bidang pelaksanaan lelang, keanggotaan serta membantu menyelesaikan perselisihan yang timbul dalam kegiatan perdagangan. Komite ini terdiri dari wakil pelaku usaha yang memahami sistem, mekanisme operasional, tata tertib dan 23

31 keanggotaan pasar lelang forward serta perundang-undangan yang berlaku. Terakhir, komite arbitrasi bertugas membantu penyelenggara pasar lelang forward untuk menfasilitasi penyelesaian perselisihan yang timbul antara anggota pasar lelang forward yang tidak dapat diselesaikan secara musyarawah dan atau mediasi/konsiliasi. d. Anggota, anggota pasar lelang forward terdiri dari petani/produsen, kelompok tani/usaha, koperasi, pedagang, pabrikan, industri, swalayan, eksportir dan perantara perdagangan. Persyaratan untuk menjadi anggota pasar lelang forward adalah WNI, PT, Firma atau badan usaha nasional berbadan hukum, bertempat tinggl ata berkedudukan di Indonesia, memiliki reputasi dan integritas yang baik dalam usaha dan menyetorkan jaminan keanggotaan yang besar dan tata cara penyetorannya ditetapkan penyelenggara pasar lelang forward. Setiap anggota pasar lelang forward memiliki kewajiban untuk membayar uang simpanan anggota dan biaya layanan penyelenggaraan pasar lelang firward yang besarnya ditetapkan oleh penyelenggara dan dana jaminan dan biaya layanan kliring dan penjaminan dan besarnya ditetapkan oleh lembaga kliring dan penjaminan. Setiap anggota pasar lelang dapat turut serta secara langsung dalam lelang sebagai penjual, pembeli dana tau perantara perdagangan dengan ketentuan yang bersangkutan tetap terikat pada ketentuan yang berlaku. Penawaran jual beli di pasar lelang forward dilakukan secara terbuka dan atas dasar contoh dana tau spesifikasi mutu yang telah ditetapkan. Hari dan jam dulakukannya lelang setiap haru kerja atau pada waktu yang telah ditetapkan oleh penyelenggara pasar lelang forward. Setiap lelang diadakan dalam 2 (dua) sesi yaitu sesi pagi (pukul ) dan sesi sore ( ) dan waktu lain sesuai kebutuhan yang ditetapkan oleh penyelenggara pasar lelang forward. 24

32 2.2.4 Perkembangan Pasar Lelang di Indonesia Dalam rangka menciptakan sistem perdagangan yang efektif dan efisien serta mencapai transparansi harga baik bagi petani/produsen maupun pembeli maka pasar lelang melakukan perbaikan-perbaikan baik dalam hal sistem maupun dalam hal kelembagaan. Berikut ini perkembangan penyelenggaraan pasar lelang di Indonesia: a. Sistem Lelang Sistem lelang dalam pasar lelang mengalami perkembangan dari tradisional menuju ke elektronik lelang. Dalam sistem lelang tradisional, pembeli dan penjual harus bertemu dan bertatap muka di suatu tempat yang telah ditetapkan oleh penyelenggara pasar lelang. Sistem ini memiliki kelemahan karena penjual dan pembeli diharuskan untuk hadir pada tempat dan waktu yang bersamaan. Apabila penjual dan pembeli berada pada lokasi yang berjauhan dengan tempat pelaksanaan lelang, maka hal ini menimbulkan biaya transportasi dan akomodasi baik bagi penjual maupun bagi pembeli. Untuk mengatasi hal ini dan memudahkan transaksi antara penjual dan pembeli maka dibentuklah pasar lelang online, dimana pembeli dan penjual tidak perlu bertemu secara fisik pada lokasi yang sama. Implementasi ini telah mengurangi adanya biaya transportasi dan akomodasi. Sistem pasar lelang online merupakan inovasi dari Bappebti yang dilakukan untuk meningkatkan optimalisasi pasar lelang dengan memanfaatkan perkembangan teknologi dan fleksibilitas dari pasar lelang dalam menjalankan fungsi dan peranannya. b. Penyelenggara Pasar Lelang Pada awal pelaksanaan pasar lelang, penyelenggara pasar lelang dilakukan oleh dinas perindustrian dan perdagangan provinsi. Hal ini menimbulkan ketidakefisienan dan ketidakefektifan dalam pelaksanaannya, dimana dalam setiap kali penyelenggaraan, disperindag provinsi menggunakan APBN dan APBD untuk mendatangkan para peserta lelang sebagai undangan dan pengembangan pasar lelang menjadi tidak efektif karena tugas dan 25

33 fungsi dari disperindag tidak hanya selaku penyelenggara pasar lelang tetapi juga pelaksana teknis di bidang perdagangan sehingga menjadikan pengelolaan pasar lelang tidak menjadi fokus utama. Untuk itu, dalam rangka penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas pasar lelang komoditas, maka Bappebti pada tahun 2014 melakukan revitalisasi pasar lelang di 5 (lima) daerah dari 13 penyelenggara pasar lelang. Revitalisasi yang dimaksud adalah memberikan persetujuan kepada pihak swasta sebagai penyelenggara pasar lelang. Tujuan dari revitalisasi ini adalah untuk membentuk penyelenggara pasar lelang yang mandiri dan professional dalam arti tidak bergantung pada dana APBN/APBD dan focus pada pengembangan pasar lelang. Kelima daerah yang telah dilakukan revitalisasi pasar lelang adalah Jawa barat, jawa Tengah, jawa Timur, bali dan Sulawesi Selatan. Adapun penyelenggara pasar lelang komoditas terdiri dari Koperasi Pasar Lelang Agro Jawa Tengah, Koperas Pegawai Negeri Praja Bali, koperasi pasar Lelang Jawa Barat,PT. Puspa Agro di Sidoarjo (Jawa Timur) dan Pasar Lelang Agro (PUSKOMPAS) Makassar (Sulawesi Selatan). Dengan adanyanya revitalisasi ini, maka mulai tahun 2015 penyelenggaraan pasar lelang komoditas yang selama ini dilakukan oleh Dinas Provinsi dialihkan pada koperasi/lembaga-lembaga tersebut. Peran dinas adalah sebagai pembina dan pengawas penyelenggaraan pasar lelang di bawah koordinasi Bappebti. c. Waktu lelang Pada awal pelaksanaan pasar lelang, waktu penyelenggaraan pasar lelang bersifat tentative, tergantung pada program kerja Dinas Provinsi, karena terkait dengan penggunaan APBN/APBD. Hal ini menimbulkan ketidakpastian bagi para penjual dan pembeli untuk memanfaatkan pasar lelang sebagai sarana pemasaran maupun pencarian komoditas. Namun, saat ini waktu lelang mulai terjadwal untuk satu bulan bahkan dua bulan ke depan. Hal ini memberikan kemudahan bagi penjual maupun pembeli dalam melakukan transaksi dan keikutsertaan dalam 26

PASAR LELANG KOMODITAS

PASAR LELANG KOMODITAS PASAR LELANG KOMODITAS Memperpendek Mata Rantai Perdagangan trade with remarkable % 100 INDONESIA Daftar Isi 2 Kata Pengantar Pasar Lelang Komoditas 3 4 Payung Hukum Pelaksanaan Pasar Lelang Komoditas

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN. Bagian Kesatu Umum. Pasal 34

BAB VI KELEMBAGAAN. Bagian Kesatu Umum. Pasal 34 BAB VI KELEMBAGAAN Bagian Kesatu Umum Pasal 34 (1) Kebijakan umum di bidang Sistem Resi Gudang ditetapkan oleh Menteri. (2) Kelembagaan dalam Sistem Resi Gudang terdiri atas: 1. Badan Pengawas; 2. Pengelola

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Beberapa Pengertian. Analisa Sistem Resi Gudang. Hakikat Resi Gudang 07/10/2016

Beberapa Pengertian. Analisa Sistem Resi Gudang. Hakikat Resi Gudang 07/10/2016 Analisa Sistem Resi Gudang 1. Hardani, 146010100111009 (1) 2. Muhammad Najih Vargholy, 156010100111029 (5) Beberapa Pengertian Menurut Pasal 1 UU Sistem Resi Gudang yang dimaksud dengan: 1. Sistem Resi

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG (SRG) KOMODITI JAGUNG

ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG (SRG) KOMODITI JAGUNG ANALISIS EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI SISTEM RESI GUDANG (SRG) KOMODITI JAGUNG PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2013

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa pembangunan bidang ekonomi khususnya kelancaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan bidang ekonomi khususnya kelancaran produksi dan distribusi barang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG I. UMUM satu tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

Sistem Resi Gudang Bagi Petani

Sistem Resi Gudang Bagi Petani Sistem Resi Gudang Bagi Petani BAPPEBTI Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi CoFTRA Commodity Futures Trading Regulatory Agency Sudah tahukah anda apa itu SRG? Perdagangan sebagai sektor penggerak

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM RESI GUDANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM RESI GUDANG - 1 - BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALINAU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Sistem Resi Gudang Memberdayakan Bangsa

Sistem Resi Gudang Memberdayakan Bangsa Memberdayakan Bangsa 02 03 05 07 Sekapur Sirih Suara Dari Masa Depan Resi Gudang Harapan Untuk Semua 10 Kelembagaan dalam SRG 13 Langkah Ke depan Sekapur Sirih Keberhasilan suatu bangsa dalam membangun

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 171/PMK.05/2009 TENTANG SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 171/PMK.05/2009 TENTANG SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 171/PMK.05/2009 TENTANG SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBUK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBUK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBUK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa pembangunan bidang ekonomi khususnya

Lebih terperinci

OUTLOOK 2015 SISTEM RESI GUDANG DAN PASAR LELANG KOMODITAS

OUTLOOK 2015 SISTEM RESI GUDANG DAN PASAR LELANG KOMODITAS OUTLOOK 2015 SISTEM RESI GUDANG DAN PASAR LELANG KOMODITAS A. SISTEM RESI GUDANG I. LANGKAH YANG TELAH DILAKUKAN DAN HASIL 1. Melakukan Pembangunan Gudang SRG Sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2013,

Lebih terperinci

BAPPEBTI Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. CoFTRA Commodity Futures Trading Regulatory Agency KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAPPEBTI Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. CoFTRA Commodity Futures Trading Regulatory Agency KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Memberdayakan Bangsa BAPPEBTI Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi CoFTRA Commodity Futures Trading Regulatory Agency Perdagangan sebagai sektor penggerak pertumbuhan dan daya saing ekonomi, serta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi masa kini terjadi persaingan yang semakin ketat. Era

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi masa kini terjadi persaingan yang semakin ketat. Era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi masa kini terjadi persaingan yang semakin ketat. Era globalisasi membutuhkan kesiapan dunia usaha untuk menghadapi perubahan yang sangat cepat di

Lebih terperinci

TANGGAPAN TERHADAP MATERI PRESENTASI PROF.DR. ACHMAD SURYANA BERJUDUL: 15 TAHUN DINAMIKA KETAHANAN PANGAN INDONESIA 1

TANGGAPAN TERHADAP MATERI PRESENTASI PROF.DR. ACHMAD SURYANA BERJUDUL: 15 TAHUN DINAMIKA KETAHANAN PANGAN INDONESIA 1 TANGGAPAN TERHADAP MATERI PRESENTASI PROF.DR. ACHMAD SURYANA BERJUDUL: 15 TAHUN DINAMIKA KETAHANAN PANGAN INDONESIA 1 Dr. Erwidodo Peneliti Utama Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) Badan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG DI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG DI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG DI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

Draft rekomendasi: Pengembangan sistem informasi manajemen pasar dan pemasaran garam di Indonesia. (P2HP dan KP3K)

Draft rekomendasi: Pengembangan sistem informasi manajemen pasar dan pemasaran garam di Indonesia. (P2HP dan KP3K) 1 Draft rekomendasi: Pengembangan sistem informasi manajemen pasar dan pemasaran garam di Indonesia. (P2HP dan KP3K) Sasaran Rekomendasi : Kebijakan Pasar dan Perdagangan Latar Belakang Garam merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA DAN POTENSI SISTEM RESI GUDANG UNTUK SUMBER PEMBIAYAAN, STABILISASI HARGA DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI JAGUNG DAN KEDELAI

ANALISIS KINERJA DAN POTENSI SISTEM RESI GUDANG UNTUK SUMBER PEMBIAYAAN, STABILISASI HARGA DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI JAGUNG DAN KEDELAI ANALISIS KINERJA DAN POTENSI SISTEM RESI GUDANG UNTUK SUMBER PEMBIAYAAN, STABILISASI HARGA DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI JAGUNG DAN KEDELAI Pendahuluan Iwan Setiajie Anugrah (1) Terjadinya penurunan

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG (SRG) DI KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PERDAGANGAN GULA KRISTAL RAFINASI MELALUI PASAR LELANG KOMODITAS DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini sektor pertanian tetap dijadikan sebagai sektor andalan, karena sektor ini telah terbukti tetap bertahan dari badai krisis moneter, sementara itu sektor-sektor

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 66/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG PELAKSANAAN SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 66/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG PELAKSANAAN SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 66/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG PELAKSANAAN SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PASAR KOMODITI: Perdagangan Berjangka & Pasar Lelang Komoditi

PASAR KOMODITI: Perdagangan Berjangka & Pasar Lelang Komoditi RINGKASAN BUKU: PASAR KOMODITI: Perdagangan Berjangka & Pasar Lelang Komoditi Oleh: IR. R. SERFIANTO D. PURNOMO CITA YUSTISIA SERFIYANI, SH ISWI HARIYANI, SH, MH Penerbit: JOGJA BANGKIT PUBLISHER (GALANGPRESS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dewasa ini salah satunya diprioritaskan pada bidang ketahanan pangan, sehingga pemerintah selalu berusaha untuk menerapkan kebijakan dalam peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 13.1/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 13.1/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 13.1/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG PETUNJUK TEKNIS SKIM PENDANAAN KOMODITAS KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 12/BAPPEBTI/PER-SRG/5/2009 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 12/BAPPEBTI/PER-SRG/5/2009 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 12/BAPPEBTI/PER-SRG/5/2009 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN PENGELOLA GUDANG, LEMBAGA PENILAIAN KESESUAIAN DAN PUSAT REGISTRASI

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor utama yang menopang kehidupan masyarakat, karena sektor pertanian menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia. Sehingga

Lebih terperinci

VI. IMPLIKASI KEBIJAKAN

VI. IMPLIKASI KEBIJAKAN 119 VI. IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Hubungan Harga Crude Palm Oil Indonesia dan Rotterdam Berdasarkan hasil analisis dari impulse response maka dapat didapatkan hasil bahwa respon Indonesia pada bulan pertama

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2015 SUMBER DAYA ALAM. Perkebunan. Kelapa Sawit. Dana. Penghimpunan. Penggunaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 08/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008 TANGGAL : 24 JULI 2008

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 08/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008 TANGGAL : 24 JULI 2008 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 08/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008 TANGGAL : 24 JULI 2008 A. BAGAN PROSEDUR PENGALIHAN RESI GUDANG B. PEDOMAN TEKNIS PENGALIHAN RESI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Usahatani di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Usahatani di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Usahatani di Indonesia Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi yang tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi pada tahun 1998 karena dalam kondisi krisis,

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO Widiastuti *) Kepala Bagian Pengembangan Pasar, BAPPEBTI Pengantar redaksi: Tahun 2010, lalu, Biro Analisa Pasar, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dengan semakin menyatunya perekonomian nasional ke dalam tatanan ekonomi dunia, ketidakpastian usaha akan menjadi ciri dalam dinamika perekonomian global yang harus

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 09/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008 TANGGAL : 24 JULI 2008

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 09/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008 TANGGAL : 24 JULI 2008 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR 09/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2008 TANGGAL 24 JULI 2008 A. BAGAN PROSEDUR PENJAMINAN RESI GUDANG B. PEDOMAN TEKNIS PENJAMINAN RESI

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BOYOLALI NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN ESELON PADA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN KABUPATEN BOYOLALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain

I. PENDAHULUAN. peran yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional. Di sisi lain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan produksi dan distribusi komoditi pertanian khususnya komoditi pertanian segar seperti sayur mayur, buah, ikan dan daging memiliki peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2017 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Sarana. Prasarana. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6016) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1.tE,"P...F.3...1!..7. INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I KETENTUAN UMUM BAB I KETENTUAN UMUM 100. DEFINISI Kecuali konteksnya menunjukkan makna yang lain, istilah-istilah yang ditulis dalam huruf kapital dalam Peraturan ini akan mengandung pengertian-pengertian sebagai berikut:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 79 TAHUN 2016

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 79 TAHUN 2016 PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERDAGANGAN, KOPERASI, USAHA KECIL DAN MENENGAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Tahun 2017 2 BUPATI

Lebih terperinci

KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS

KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS Strategi Operasional Bulog Awal Tahun Awal tahun 2007 dibuka dengan lembaran yang penuh kepedihan. Suasana iklim yang tidak menentu. Bencana demi bencana terjadi di hadapan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa

Lebih terperinci

TENTANG KREDIT PENGEMBANGAN ENERGI NABATI DAN REVITALISASI PERKEBUNAN MENTERI KEUANGAN

TENTANG KREDIT PENGEMBANGAN ENERGI NABATI DAN REVITALISASI PERKEBUNAN MENTERI KEUANGAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 117 / PMK 06 / 2006 TENTANG KREDIT PENGEMBANGAN ENERGI NABATI DAN REVITALISASI PERKEBUNAN MENTERI KEUANGAN Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 1 /PBI/2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 1 /PBI/2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 1 /PBI/2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN Kementerian Pertanian Seminar Nasional Agribisnis, Universitas Galuh Ciamis, 1 April 2017 Pendahuluan Isi Paparan Kinerja dan permasalahan Posisi

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

Hukum Jaminan Resi Gudang

Hukum Jaminan Resi Gudang FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA- MALANG Hukum Jaminan Resi Gudang Oleh Herlindah, SH, M.Kn hmp://herlindahpepr.lecture.ub.ac.id 1 Pokok Bahasan: A. Latarbelakang B. IsPlah dan PengerPan C. Urgensi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T No.577, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LPS. Penanganan Bank Sistemik. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 16) PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR

Lebih terperinci

PERLUNYA RESI GUDANG UNTUK MENSTABILKAN HARGA BERAS DI PROVINSI BANTEN

PERLUNYA RESI GUDANG UNTUK MENSTABILKAN HARGA BERAS DI PROVINSI BANTEN PERLUNYA RESI GUDANG UNTUK MENSTABILKAN HARGA BERAS DI PROVINSI BANTEN Dewi Haryani, Viktor Siagian dan Tian Mulyaqin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Jln.Ciptayasa KM.01 Ciruas Serang (42182)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia, meskipun tanaman tersebut baru terintroduksi pada tahun 1864. Hanya dalam kurun waktu sekitar 150

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah Negara

Lebih terperinci

BAB II LINGKUP RESI GUDANG. Bagian Kesatu Bentuk dan Sifat. Pasal 2

BAB II LINGKUP RESI GUDANG. Bagian Kesatu Bentuk dan Sifat. Pasal 2 BAB II LINGKUP RESI GUDANG Bagian Kesatu Bentuk dan Sifat Pasal 2 (1) Resi Gudang hanya dapat diterbitkan oleh Pengelola Gudang yang telah memperoleh persetujuan Badan Pengawas. (2) Derivatif Resi Gudang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 12/ 1 /PBI/ 2010 TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI PERUSAHAAN BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 12/ 1 /PBI/ 2010 TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI PERUSAHAAN BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 12/ 1 /PBI/ 2010 TENTANG PINJAMAN LUAR NEGERI PERUSAHAAN BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pinjaman luar negeri

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2017, No sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Pe

2017, No sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Pe BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.428, 2017 KEMENDAG. Pasar Lelang Komoditas. Perdagangan Gula Kristal Rafinasi PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/M-DAG/PER/3/2017 TENTANG PERDAGANGAN

Lebih terperinci

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN KEUANGAN BERKELANJUTAN BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN, EMITEN, DAN PERUSAHAAN PUBLIK BATANG TUBUH RANCANGAN PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa pembangunan koperasi merupakan tugas bersama antara

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 01/BAPPEBTI/PER-PL/08/2010 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 01/BAPPEBTI/PER-PL/08/2010 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 01/BAPPEBTI/PER-PL/08/2010 TENTANG PERSETUJUAN PENYELENGGARA PASAR LELANG DENGAN PENYERAHAN KEMUDIAN (FORWARD) KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN RI. Nomor : 01/M-DAG/PER/3/2005. Tentang TUPOKSI DAN STRUKTUR ORGANISASI BAPPEBTI, DEPDAG BAB IX

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN RI. Nomor : 01/M-DAG/PER/3/2005. Tentang TUPOKSI DAN STRUKTUR ORGANISASI BAPPEBTI, DEPDAG BAB IX PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN RI Nomor : 01/M-DAG/PER/3/2005 Tentang TUPOKSI DAN STRUKTUR ORGANISASI BAPPEBTI, DEPDAG BAB IX BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI Bagian Pertama Tugas dan Fungsi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 02/BAPPEBTI/PER-PL/08/2010 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 02/BAPPEBTI/PER-PL/08/2010 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 02/BAPPEBTI/PER-PL/08/2010 TENTANG PERSETUJUAN LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN PASAR LELANG DENGAN PENYERAHAN KEMUDIAN (FORWARD) KEPALA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN PROVINSI

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2014, No Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha

2014, No Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.261, 2014 MIGAS. Usaha. Panas Bumi. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5595) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci