BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada tahun Jaringan trofoblas yang sehat secara agresif

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada tahun Jaringan trofoblas yang sehat secara agresif"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Trofoblas Gestational Hippocrates (400 BC) pertama kali mendeskripsikan penyakit trofoblas gestational ini dengan dropsy of the uterus. Pengamatan lain telah dilakukan oleh Marchand, pertama sekali mengenai molahidatidosa pada tahun Jaringan trofoblas yang sehat secara agresif menginvasi endometrium dan meningkatkan vaskularisasi uterus, menghasilkan hubungan antara janin dan ibu yang biasa dikenal sebagai plasenta. Invasi merupakan salah satu ciri khas dari suatu keganasan. Untungnya prilaku ganas dapat dikontrol pada trofoblas yang sehat. Namun, pada penyakit trofoblas ganas terjadi kegagalan mekanisme regulasi, sehingga menghasilkan tumor yang sangat invasif, dapat menyebar dan hipervaskular.9 Penyakit trofoblas gestasional terdiri dari kondisi premalignant (molahidatidosa komplit dan parsial) dan kondisi malignant berupa mola invasif, koriokarsinoma dan plasental site trophoblastic tumour(pstt) serta molahidatidosa dengan nilai β-hgc yang menetap atau meningkat biasa disebut dengan Persisten Trophoblasic Disease (PTD). Bentuk ganas ini biasa disebut dengan penyakit trofoblas ganas/ptg (Gestational Trophoblastic Neoplasia/GTN). Molahidatidosa ini adalah bentuk manifestasi yang paling sering, baik bentuk jinak maupun ganas. 10,11 6

2 2.2. Insidensi dan epidemiologi Di Inggris, semua kasus penyakit trofoblas gestasional terdaftar secara nasional, dengan data pusat patologi. Kejadian diperkirakan 1-3 : 1000 kehamilan untuk mola komplit dan 3 : 1000 kehamilan untuk mola parsial, negara Barat lainnya melaporkan data yang sama. Penyakit trofoblas gestasional ini lebih sering di Asia daripada di Amerika Utara atau Eropa. Hal ini mungkin karena perbedaan antara populasi dan data rumah sakit, ketersediaan data pusat patologis atau mungkin mencerminkan diet dan pengaruh genetik.9 Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Aziz MF dkk di RS. Cipto Mangunkusumo tahun Melaporkan angka kejadian yang tinggi dari molahidatidosa sebanyak 1:77 kehamilan dan insidensi malignansi sebanyak 1:185 kehamilan. Dari 406 kasus molahidatidosa, 22,9% berlanjut menjadi keganasan.10 Peningkatan risiko kehamilan mola terlihat pada wanita muda (<16 tahun), tetapi sebagian besar dijumpai pada wanita usia lanjut (>45 tahun). Dengan riwayat kehamilan mola sebelumnya, risiko mola komplit dan parsial meningkat 1%. Dengan riwayat dua kehamilan mola, risiko mola ketiga adalah 15%-20% dan tidak menurun dengan mengubah pasangan. Frekuensi koriokarsinoma dan PSTT masih kurang jelas, dan dapat timbul setelah semua jenis kehamilan. Risiko berkembang menjadi koriokarsinoma sekitar 1:50000 kehamilan, sedangkan data terakhir menunjukkan bahwa PSTT menyumbang 0,2% dari PTG di UK. Risiko PTG juga berhubungan dengan faktor hormonal karena wanita dengan 7

3 menarche setelah 12 tahun dan penggunaan kontrasepsi oral akan meningkatkan risiko. Selain itu, risiko keganasan setelah mola hidatidosa dikaitkan beberapa jenis kontrasepsi oral, jika dikonsumsi saat β-hcg masih meningkat. Hormon ini sangat penting untuk diagnosis, manajemen dan pengawasan PTG selanjutnya Patofisiologi Penyakit Trofoblas Ganas Kehamilan molahidatidosa dan penyakit trofoblas ganas berasal dari trofoblas plasenta. Molahidatidosa merupakan lesi prekursor pada beberapa keganasan trofoblas.12 Kajii et al dan Lawler dkk, menunjukkan bahwa pada kasus molahidatidosa lebih banyak ditemukan kelainan keseimbangan translokasi dibandingkan dengan populasi normal (4,6% dan 0,6%). Ada kemungkinan pada wanita dengan kelainan sitogenetik seperti ini, lebih banyak mengalami gangguan proses meiosis berupa nondysjunction, sehingga lebih banyak terjadi ovum yang kosong atau yang intinya tidak aktif.13 Banyak teori yang disebutkan tentang patogenesis molahidatidosa komplit, yaitu:14 1. Hertig et al menganggap bahwa pada MH terjadi insufisiensi peredaran darah akibat matinya embrio pada minggu ke 3-5 (missed abortion), sehinggga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim vili dan terbentukah kista-kista yang makin lama makin besar, sampai akhirnya terbentuklah gelembung mola, sedangkan 8

4 proliferasi trofoblas merupakan akibat dari tekanan vili yang oedemateus tadi. 2. Park, mengatakan bahwa yang etiologi primer adalah adanya jaringan trofoblas yang abnormal, baik berupa hiperplasi, displasi, maupun neoplasi. Bentuk yang abnormal ini disertai pula dengan fungsi yang abnormal. Keadaan ini menekan pembuluh darah, yang akhirnya menyebabkan kematian embrio. 3. Teori yang sekarang dianut adalah teori sitogenetik. Secara sitogenetik umumnya kehamilan molahidatidosa komplit terjadi karena sebuah ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang intinya tidak berfungsi, dibuahi oleh sperma yang mengandung haploid 23 X, terjadilah hasil konsepsi dengan kromosom 23 X, yang kemudian mengadakan duplikasi menjadi 46 XX. Jadi umumnya MHK bersifat homozigot, wanita dan berasal dari bapak (androgenetik). Jadi tidak ada unsur ibu sehingga disebut Diploid Androgenetik. Teori Diploid Androgenetik Seperti diketahui, kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu yang akan membentuk bagian embrional (anak) dan unsur ayah yang diperlukan untuk membentuk bagian ekstraembrional (plasenta, air ketuban, dll) secara seimbang. Karena tidak ada unsur ibu, pada MHK tidak ada bagian embrional (janin). Yang ada hanya bagian ekstraembrional yang paologis berupa vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik seperti anggur. Ovum kosong bisa terjadi karena 9

5 gangguan pada proses meosis, yang seharusnya diploid 46 XX pecah menjadi 2 haploid 23 X, terjadi peristiwa yang disebut nondysjunction, dimana hasil pemecahannya adalah 0 dan 46 XX. Pada molahidatidosa komplit ovum inilah yang dibuahi. Gangguan proses meosis ini, antara lain terjadi pada kelainan struktural kromosom, berupa balance translocation.15 Molahidatidosa komplit dapat terjadi pula akibat pembuahan ovum kosong oleh 2 sperma sekaligus (dispermi). Bisa oleh dua haploid 23X, atau satu haploid 23 X dan atu haploid 23Y. Akibatnya bisa terjadi 46 XX atau 46 XY, karena pada pembuahan dengan dispermi tidak terjadi endoreduplikasi. Kromosom 46 XX hasil reduplikasi dan 46 XX hasil pembuahan dispermi, walaupun tampak sama, namun sesungguhnya berbeda, karena yang pertama berasal dari satu sperma (homozigot) sedangkan yang kedua berasal dari dua sperma (heterozigot). Ada yang menganggap bahwa 46XX heterozigot mempunyai potensi keganasan lebih besar. Pembuahan dispermi dengan dua haploid 23 Y (46 YY) dianggap tidak pernah bisa terjadi (nonviable).14 Pada molahidatidosa parsial, Secara sitogenetik MHP terjadi karena ovum normal dari ibu (23 X) dibuahi secara dispermi. Bisa oleh dua haploid 23 X, satu haploid 23 X san satu haploid 23Y atau dua haploid 2 Y. Hasil konsepsi bisa berupa 69 XXX, 69 XXY, 69 XYY. Kromosom 69 YYY tidak pernah ditemukan. Jadi MHP mempunyai satu haploid ibu dan dua haploid ayah sehingga disebut Diandro Triploid. Karena disini ada unsur ibu, ditemukan bayi. Tetapi komposisi unsur ibu dan unsur ayah tidak seimbang, satu berbanding dua. Unsur ayah yang tidak normal itu 10

6 menyebabkan pembentukan plasenta yang tidak wajar, yang merupakan gabungan dari vili korialis yang normal dan yang mengalami degenerasi hidropik. Oleh karena itu fungsinya pun tidak bisa penuh sehingga janin tidak bisa bertahan sampai besar. Biasanya kematian terjadi sangat dini. 13 Teori Diandro Triploid Berbeda dengan molahidatidosa komplit, pada molahidatidosa parsial sama sekali tidak ditemukan gejala maupun tanda-tanda yang khas. Keluhannya pada permulaan sama seperti kehamilan biasa. Kalau ada perdarahan sering dianggap seperti abortus biasa. Jarang sekali ditemukan MHP dengan besar uterus yang melebihi tuanya kehamilan. Biasanya sama atau lebih kecil. Dalam hal terakhir disebut Dying Mole. Gambaran USG tidak selalu khas, tapi dapat didiagnosis bila ditemukan hal-hal sebagai berikut. Pada jaringan plasenta tampak gambaran yang menyerupai kista-kista kecil disertaipeningkatan diameter transversa dari kantong janin.16 Trofoblas normal terdiri dari sitotrofoblas, sinsitiotrofoblas dan trofoblas intermediet. Sinsitiotrofoblas menginvasi stroma endometrium dengan implantasi blastokis dan merupakan jenis sel yang memproduksi hcg. Fungsi sitotrofoblas untuk memasok syncytium dengan sel selain membentuk bagian luar korion yang menjadi vili korionik yang menutupi kantung korionik. Vili korionik berbatasan dengan endometrium dan lapisan basal endometrium bersama-sama membentuk plasenta fungsional untuk nutrisi ibu janin dan pertukaran sisa metabolisme. 11

7 Trofoblas intermediet terletak pada vili, tempat implantasi, dan kantung korionik. Semua 3 jenis trofoblas dapat berkembang biak menjadi Penyakit Trofoblas Ganas.12 Dasar molekuler dan seluler dalam pengembangan sebenarnya dari penyakit trofoblas ganas ini masih kurang dipahami, penyakit trofoblas ganas ini telah lama dianggap sebagai kelompok penyakit yang timbul dari transformasi neoplastik sel trofoblas. Namun penelitian klinikopatologi baru-baru ini menunjukkan bahwa analisis molekuler dari kehamilan trofoblas ganas sebagian besar didasarkan pada karakteristik profil ekspresi gen dari berbagai tipe keganasan dan pola dari ekspresi gen yang unik dapat digunakan untuk membedakan populasi trofoblas yang berbeda pada awal plasenta yang sehat. Setelah transformasi sel induk trofoblas, yang kemungkinan adalah sititrofoblas, program diferensiasi spesifik menentukan jenis tumor trofoblas yang berkembang

8 Gambar Patogenesis penyakit trofoblas ganas (dikutip dari Shih IeM, 2007, Gestational Trophoblastic Neoplasia-pathogenesis and potential therapeutic targets) 12 Disamping studi tentang histogenesis dari kehamilan trofoblas ganas, penelitian saat ini difokuskan pada faktor biologi dari keganasan dengan menentukan karakteristik ekspresi gen yang penting dalam proses tumorigenesis Diagnosis dan Stadium PTG Molahidatidosa (komplit dan parsial) paling sering datang dengan keluhan perdarahan pervaginam pada trimester awal kehamilan. Sering terdiagnosis pada pemeriksaan ultrasonografi trimester pertama kehamilan dengan gambaran berupa massa heterogen menyerupai badai salju (snowstorm) tanpa adanya gambaran janin pada mola komplit, 13

9 dijumpai juga kista ovarium teka lutein. Pada akhirnya harus dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologi.10 Pilihan metode yang paling aman untuk evakuasi adalah dilatasi dan kuretase hisap dengan panduan ultrasonografi untuk memastikan pengosongan yang memadai isi rahim dan untuk menghindari perforasi uterus. Sebagian wanita yang mengalami keguguran atau yang menjalani terminasi kehamilan dengan indikasi medis, dapat menjadi kasus PTG yang tidak terduga jika tidak dilakukan pemeriksaan histopatologi jaringan konsepsi rutin, terlambatnya diagnosis akan meningkatkan morbiditas. Pemeriksaan histologis dari setiap pengakhiran kehamilan tidaklah praktis, pengukuran sederhana β-hcg 3-4 minggu paska kuretase dapat dilakukan untuk memastikan nilai β-hcg kembali normal. Semua wanita dengan diagnosis kehamilan mola memerlukan pemantauan nilai hcg untuk melihat kemungkinan kambuhnya penyakit, peningkatan dan pendataran nilai β-hcg pada tiga dan dua pemeriksaan berturut. Pengulangan biopsi untuk mengkonfirmasi perubahan ganas tidak disarankan karena berisiko memicu perdarahan yang mengancam jiwa.10 Bentuk koriokarsinoma dan PSTT / ETT bisa jauh lebih sulit untuk didiagnosis karena penyakit dapat berkembang dalam hitungan bulan atau tahun setelah kehamilan sebelumnya. Oleh karena itu penting untuk mengukur hcg pada wanita usia subur dengan penyakit metastasis yang tidak dapat dijelaskan. Biopsi lesi tanpa kemampuan untuk mengendalikan perdarahan sangat berisiko pada penyakit ini dan tidak diperlukan untuk memulai kemoterapi. Namun, pengangkatan seluruh massa dapat 14

10 memberikan konfirmasi histologis untuk konfirmasi diagnostik atau analisis genetik.10 Hampir keseluruhan pasien PTG paska molahidatidosa terdeteksi melalui pemantauan hcg. Informasi yang diperlukan untuk menentukan terapi dapat diperoleh dari riwayat klinis, pemeriksaan, pengukuran hcg serum dan USG doppler pelvik untuk konfirmasi tidak adanya kehamilan, untuk mengukur ukuran dan volume rahim, penyebaran penyakit pelvis dan vaskularisasi. Penilaian pulsatility index dengan doppler nantinya dapat menjadi faktor prognostik independen untuk resistensi terhadap kemoterapi agen tunggal metotreksat (MTX) dan saat ini sedang dievaluasi dalam penelitian prospektif. Metastasis paru adalah penyebaran yang paling umum, sehingga rontgen dada sangat penting.10 Computed tomography (CT) dada tidak diperlukan jika rontgen dada normal, karena penemuan mikrometastasis, yang didapati pada 40% pasien, tidak mempengaruhi hasil akhir. Namun, jika dijumpai lesi pada toraks, magnetic resonance imaging (MRI) otak dan CT tubuh diperlukan untuk menyingkirkan penyebaran penyakit lainnya, seperti pada otak dan hati yang secara signifikan akan mengubah penanganan. FIGO melaporkan data pada penggunaan sistem skor prognostik dan sistem stadium anatomis pada PTG. Sejak tahun 2002, semua penanganan PTG harus menggunakan sistem ini untuk memungkinkan perbandingan data. 10 Skor prognostik digunakan untuk memprediksi kemungkinan resistensi terhadap kemoterapi agen tunggal dengan MTX atau Act-D. Skor 0-6 dan 7 menunjukkan risiko rendah dan tinggi terhadap resistensi. 15

11 Risiko tinggi hampir tidak memiliki kemungkinan sembuh dengan terapi agen tunggal dan membutuhkan pemberian agen multiple. Stadium anatomis tidak membantu penentuan terapi, tetapi memberikan informasi tambahan untuk membantu klinisi yang membutuhkan perbandingan data antar pusat PTG.11 Berdasarkan FIGO 2012, diagnosis PTG dibuat berdasarkan peningkatan kadar hcg, jika memungkinkan diperlukan bukti histologis atau radiologis. Kriteria diagnosis PTG meliputi:3 1. Sekurang-kurangnya 4 nilai plateu hcg yang meningkat secara persisten (hari 1, 7, 14 dan 21) atau lebih lama, atau peningkatan hcg secara sekuensial selama 2 minggu (hari 1, 7, 14) atau lebih lama. 2. Metastasis paru yang ditemukan pada X-Ray toraks. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam diagnosis maupun monitoring PTG adalah:3 1. Pemeriksaan klinis (menilai ada tidaknya metastasis vagina) 2. Pengukuran hcg serum serial mingguan 3. Pemeriksaan darah lengkap dan trombosit, PT, PTT, fibrinogen, BUN, kreatinin, tes fungsi hati 4. Foto toraks 5. CT Scan atau MRI otak (menilai ada tidaknya metastasis otak) 6. CT Scan hati bila ada indikasi. CT Scan seluruh tubuh biasanya dilakukan pada pasien yang memiliki metastasis paru 16

12 7. Kuretase harus dilakukan bila ada perdarahan uterus. Biopsi dilakukan pada daerah yang memungkinkan. Ada risiko perdarahan hebat pada tempat biopsi. 8. MRI bila diindikasikan. 9. T4, tes fungsi tiroid bila diindikasikan. 10. Scanning selektif dengan antibodi anti-hcg radioaktif iodin atau indium bila ada resistensi terhadap kemoterapi. Pada tahun 2000, FIGO merekomendasikan stadium klinis tumor trofoblastik gestasional seperti di bawah ini:3 Stadium FIGO Deskripsi I Tumor trofoblastik gestasional terbatas pada korpus uterus II Tumor trofoblastik gestasional meluas ke adneksa atau ke vagina, tetapi terbatas pada struktur genitalia III Tumor trofoblastik gestasional meluas ke paru, dengan atau tanpa keterlibatan traktus genitalia IV Adanya metastasis Table Stadium Klinis PTG, FIGO 2000 (dikutip dari Ngan HY, 2003, FIGO Cancer Report 2012 : Trophoblastic Disease) Molahidatidosa tidak boleh dikategorikan stadium 0 karena bila hcg tetap meningkat dan pasien memerlukan kemoterapi, diperlukan penilaian ulang stadium.3 17

13 Pada tahun 2000, FIGO menerima sistem skor WHO berdasarkan faktor prognostik yang pertama kali dikenalkan oleh Bagshawe. Nilai untuk faktor risiko adalah 1,2 dan 4. Ambang batas neoplasia risiko rendah dan tinggi disepakati oleh FIGO pada angka 6. Skor 6 dikategorikan risiko rendah dan skor 7 dikategorikan risiko tinggi. Kombinasi stadium FIGO dan WHO telah disetujui sejak tahun Tabel Sistem skoring FIGO/WHO berdasarkan faktor prognostik (dikutip dari Ngan HY, 2003, FIGO Cancer Report 2012 : Trophoblastic Disease. Int J Gynecol Obstetri) 2.5. Penatalaksaan PTG risiko rendah PTG risiko rendah, di mana skor WHO kurang atau sama dengan 6 pada FIGO stadium I-III. Hampir seluruh pasien risiko rendah diterapi dengan kemoterapi agen tunggal dengan MTX atau Act-D. Kemoterapi agen tunggal menunjukkan 50-90% kasus remisi. Terdapat variasi dalam dosis, frekuensi, dan rute pemberian kemoterapi. Pasien yang gagal pada terapi lini pertama, biasanya disebabkan resistensi, dapat dilanjutkan dengan lini kedua bahkan lini ketiga, dengan survival sampai 100%.17,18 18

14 Molahidatidosa komplit & parsial (PersistenTrophoblastic Disease/PTD) Koriokarsinoma (hislopatologi) Diagnosis PTG Penjajakan, staging dan scoring faktor risiko hcg, Darah rutin, RFT, LFT, HST, Foto toraks, USG pelvic (jika foto toraks (+) CT/USG abdomen, terutama hepar, CT & MRI otak (jika ada indikasi) Stadium I, skor Stadium II, skor Stadium III, skor Kemoterapi agen tunggal Stadium IV, skor Kemoterapi multi agen No Response Resolus i Ganti agen atau rejimen kemoterapi Follow up (klinis & hcg 12 bulan sebelum diperbolehkan hamil) Kemoterapi multi agen No Response No Response Kemoterapi kombinasi (pertimbangan histerektomi) Gambar Panduan penatalaksanaan PTG risiko rendah (dikutip dari May T, Chemotherapy Research and Practice : Current Chemotherapeutic Management of Patient with Gestational Trophoblastic Neoplasia ) Rejimen kemoterapi agen tunggal Berikut ini berbagai macam rejimen pemberian kemoterapi agen tunggal :3,9 19

15 a. Metotreksat 0,4 mg/kg intramuskular selama 5 hari, berulang setiap 2 minggu. Ini adalah satu dari protokol konvensional pada PTG dan masih digunakan di Universitas Yale. Rejimen kemoterapi ini masih merupakan protokol standar di Chicago, di mana obat ini digunakan secara intravena. Angka kegagalan 11-15% untuk penyakit non metastasis dan 27-33% untuk penyakit dengan metastasis (Level of evidence C). b. Metotreksat dengan selingan pemberian leukovorin. Metotreksat 50 mg secara intramuskular atau 1mg/kgBB 4 dosis diselingi leukovorin 15 mg atau 0,1 mg/kgbb jam setelah setiap dosis metotreksat. Protokol ini paling banyak dianut di Inggris dan Amerika dengan angka kegagalan 20-25% (Level of evidence C). c. Metotreksat 50mg/m2 intramuskular yang diberikan setiap minggu. Regimen ini berhubungan dengan angka kegagalan sebanyak 30%. Bila terjadi kegagalan, diberikan metotreksat 0,4 mg/kg intramuskular untuk 5 hari. Rejimen ini dapat diganti dengan aktinomisin-d 12mikrogram/kg selama 5 hari (Level of evidence C). d. Aktinomisin-D 1,25 mg/m2 secara intravena selama 2 minggu. Protokol ini memiliki angka kegagalan sebesar 20%. Protokol ini dapat menjadi alternatif mingguan dengan protokol metotreksat. Aktinosmisin D dapat menyebabkan kulit terkelupas bila terinfiltrasi ke kulit dan harus diinjeksi via infus intravena yang baru. Bila terdapat ekstravasasi, area ini harus diinfiltrasi dengan hidrokortison 100 mg dan lidokain 2 ml. 20

16 e. Aktinomisin-D 12 mikrogram/kg yang diberikan secara intravena atau 0,5 mg secara intravena setiap hari selama 5 hari, diulangi setiap 2 minggu. Protokol ini adalah alternatif untuk protokol metotreksat selama 5 hari. Protokol ini dapat digunakan pada pasien yang memiliki gangguan hepatik. Angka kegagalan ditemukan sebesar 8%. f. Metotreksat 250 mg drips selama 12 jam. Kemoterapi ini adalah bagaian metotreksat pada protokol EMA-CO (etoposide, metotreksat dengan leucovorin, aktimosiin D, yang diberikan pada hari 1 dan 2 serta siklofosfamid dan vinkristin (Oncovin) yang diberikan pada hari 8). Regimen ini memiliki angka kegagalan sebesar 30% (Level of evidence C). Bila regimen di atas tidak berespon, hal ini dikarenakan ketidakcukupan pajanan sel selama siklus pemberian obat kemoterapi, tidak mencapai kadar efektif obat di sirkulasi. Dapat digunakan metotreksat 0,4 mg/kg setiap hari selama 4 hari atau aktinomisin D 12 mikrogram/kg selama 5 hari sebelum dijumpai indikasi kemoterapi multiagen.6 Pada meta analisis Cochrane tahun 2009, ditunjukkan bahwa aktinomisin D ditemukan lebih superior dibandingkan metotreksat (Level of evidence A). RCT baru yang membandingkan metotreksat intramuskular mingguan dan aktinomisin D intravena setiap 2 minggu menunjukkan respon yang lebih baik dan toksisitas sedang pada grup aktinomisin D 21

17 (Level of evidence A). Beberapa pedoman juga telah meletakkan aktinomisin D sebagai regimen lini pertama.19 Evakuasi sekunder sangatlah terbatas, hal ini dilakukan bila hcg <5000 IU/L. Akan tetapi, bila kasus yang didapat adalah jaringan mola parsial, dapat dipertimbangkan untuk histerektomi. Histerektomi akan menurunkan durasi dan dosis kemoterapi.20, Kemoterapi Konsolidasi Setelah nilai β-hcg mencapai normal, setidaknya dibutuhkan tambahan 2 siklus kemoterapi lagi (3 siklus kemoterapi konsolidasi), karena tidak terdeteksinya β-hcg di serum menunjukkan bahwa jumlah sel ganas di dalam tubuh kurang dari 105, dan ini tidak berarti penyakit sudah benar-benar hilang.3 Lybol dkk tahun 2012 mencoba membandingkan angka kekambuhan antara pemberian kemoterapi konsolidasi di Belanda (2 siklus kemoterapi) dan Inggris (3 siklus kemoterapi), didapati angka kekambuhan lebih tinggi pada pemberian 2 siklus kemoterapi konsolidasi yaitu 8,3% berbanding 4% Faktor Prognostik Keberhasilan Pemberian Kemoterapi MTX Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan secara statistik terkait dengan respon terhadap pemberian MTX tunggal pada PTG risiko rendah adalah usia pasien, nilai hcg pra kemoterapi dan skor FIGO.22 22

18 Davis dkk tahun 2012 menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan resistensi terhadap pemberian MTX tunggal, didapati hubungan yang signifikan resistensi terhadap faktor metastasis, penigkatan skor FIGO, histopatologi (terutama koriokarsinoma) dan kadar b-hcg yang lebih tinggi Usia Pada penelitian Chalouhi dkk (2009), pasien resisten MTX didapati lebih tua (33,7 tahun, SD 7,81) dibandingkan dengan pasien remisi komplit (31,7 tahun, SD 9,2).22 Nilai median (kelompok remisi komplit dan resisten) yang sama (median : 30 tahun) dijumpai pada penelitian yang dilakukan Trommel dkk (2006) di Belanda.8 Sementara Chan dkk (2006) mendapat hasil sedikit lebih tinggi, yaitu median usia untuk kelompok remisi komplit adalah 33,7 tahun dan kelompok resisten adalah 33,6 tahun.24 Penelitian-penelitian sebelumnya tidak semua sepakat mengenai peran usia terhadap respon kemoterapi MTX ini, tanpa adanya perbedaan yang signifikan antara kedua hasil, namun beberapa penulis menyatakan usia yang lebih tua cenderung menjadi faktor resistensi, sementara peneliti lain menyatakan bahwa usia tidak berpengaruh terhadap resistensi.22,23,25,26 2. Hasil Patologi Anatomi Mengingat angka kejadian molahidatidosa komplit adalah yang terbanyak dari seluruh pasien penyakit trofoblas gestasional, beberapa 23

19 penelitian menunjukkan hasil yang serupa. Chan dkk (2006), mendapat hasil terbanyak adalah molahidatidosa komplit (kelompok remisi komplit 30 pasien (83%) dan kelompok resisten 35 pasien (66%)). 24 Maesta dkk (2003) dan Gillani dkk (2013) juga mendapat hasil yang tidak jauh berbeda.6,27 Garrett dkk (2002), menyatakan bahwa hasil patologi anatomi jaringan (molahidatidosa komplit atau parsial) merupakan faktor prediktor independen atas kebutuhan 1 dosis kemoterapi lebih banyak. 28 Sebuah penelitian lain juga menyebutkan bahwa hasil histopatologi koriokarsinoma meningkatkan risiko persisten dan resistensi kemoterapi. David dkk (2012) menyebutkan diagnosis koriokarsinoma mengalami resistensi terhadap MTX sebesar 31%, lebih besar dibandingkan dengan PTG postmolar sebesar 17%.23,29 3. Nilai β-hcg pra Kemoterapi Banyak studi yang menyatakan bahwa nilai hcg pra kemoterapi yang tinggi secara signifikan meningkatkan risiko resisten MTX.1,22,30 Trommel dkk. (2006), mendapatkan nilai median kelompok resisten MTX lebih tinggi dibanding kelompok remisi komplit (median 2098mcg/L ( ) dan 251mcg/L (6, )).8 Sesuai dengan hasil penelitian Davis dkk (2012) yang menyebutkan tingginya kadar hcg pra kemoterapi memiliki ubungan yang bermakna dengan peningkatan risiko resistensi (p=0,001).23 24

20 Hal ini didukung hasil penelitian Chan dkk, 2006, yang mendapatkan hasil penurunan keberhasilan kemoterapi pada nilai b-hcg yang semakin tinggi, dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 24 Nilai b-hcg ,000-49,999 50,000-99, ,000 atau lebih Keberhasilan,% atau kurang Tabel persentase keberhasilan kemoterapi berdasarkan kadar b-hcg prakemoterapi (dikutip dari Chan KL, 2006, Single-dose methotrexate Regimen in the treatment of lowrisk gestational trophoblastic neoplasia). 4. Metastasis Chan dkk (2006) mendapati persentase yang lebih tinggi untuk metastasis pada kelompok resisten dibanding kelompok remisi komplit, yaitu kelompok remisi komplit hanya 2%, sementara kelompok resisten adalah 17,5%.24 Davis dkk (2012), pasien dengan metastasis memiliki persentase resistensi yang lebih tinggi (31%) dibandingkan dengan pasien tanpa metastasis (17%).23 25

21 5. Skor FIGO resiko rendah Banyak penelitian melaporkan bahwa skor FIGO yang lebih tinggi secara signifikan meningkatkan risiko resisten MTX.1,22,30 Davis dkk (2012) mendapati peningkatan skor FIGO berhubungan dengan resistensi MTX tunggal, yaitu 13% pada skor 0-2, 32% pada skor 3-4 dan 48% pada skor Siklus kemoterapi Trommel dkk (2006), mendapat hasil median jumlah siklus kemoterapi MTX kelompok remisi komplit adalah 5 siklus (range 3-17 siklus), sementara pada kelompok resisten adalah 7 siklus (range 3-16 siklus) Resistensi MTX MTX merupakan antagonis folat, mekanisme kerja MTX terhadap keganasan adalah melalui penghambatan dihidrofolat reduktase (DHFR), suatu enzim yang berpartisipasi dalam sintesis tetrahidrofolat. Afinitas MTX terhadap DHFR sekitar seribu kali lipat daripada folat. Asam folat diperlukan untuk sintesis denovo dari timidin nukleosida, yang dibutuhkan dalam sintesis DNA. Juga folat sangat penting untuk purin dan pirimidin sebagai dasar biosintesis, sehingga biosintesis DNA, RNA, thymidylates dan protein akan terhambat, dan akan berakhir dengan kematian sel, terutama sel yang aktif membelah.31,32 26

22 Gambar Mekanisme kerja MTX sebagai antagonis folat (dikutip dari Rajagopalan PT, 2002, Interaction of dihidrofolate reductase with Methotrexate: Ensemble and Single-molecule kinetics) Meskipun pengembangan rejimen kemoterapi yang efektif dari MTX telah meningkatkan terapi sejumlah keganasan, untuk mencapai masa bebas penyakit yang lama masih sangat sulit, bahkan pada keganasan yang sensitif kemoterapi. Khasiat MTX seperti agen kemoterapi lainnya akhirnya dibatasi oleh resistensi.18 Beberapa study mendapatkan angka resistensi MTX yang bervariasi, tetapi masih dibawah 50%, seperti Lurain dkk (1995), mendapat hasil resisten MTX sebesar 10,7% (27 pasien). 33 Chalouhi dkk (2009) mendapatkan angka resistensi sebesar 22,5% (32 pasien). 22 Chan dkk, 2006, dalam jurnalnya mengatakan bahwa penggunaan kemoterapi rejimen yang berbeda dari MTX tunggal seperti, MTX 5hari 27

23 ataupun MTX+FA 8hari dapat digunakan dengan angka remisi komplit yang tinggi yaitu 60-90%.24 Tetapi sampai saat ini, belum ada kesepakatan internasional mengenai definisi resisten terhadap kemoterapi lini pertama ini. Beberapa klinisi mendefinisikan resistensi sebagai pendataran atau peningkatan nilai hcg serum dan/atau adanya perkembangan metastasis baru. Sebagai contoh, Mc.Neish dkk tahun 2002 mendefinisikan resistensi dengan adanya peningkatan nilai β-hcg (tanpa disebutkan berapa persen kenaikannya) atau jika dijumpai nilai yang tetap pada dua kali pemeriksaan.18 Matsui H dkk tahun 2005 mendefinisikan resistensi dengan adanya nilai tetap (kurang dari 50% penurunan hcg titer) atau peningkatan nilai hcg pada dua siklus berturut Pemantauan Paska Kemoterapi dan Pemeriksaan hcg Risiko relaps setelah kemoterapi adalah sampai 3% dan diperlukan monitoring hcg serial. Metode kontrasepsi apapun dapat digunakan mencakup kontrasepsi oral. hcg dimonitor setiap minggu sampai 6 minggu post kemoterapi sebelum penggantian ke analisis urin. Penelitian Pfeffer dkk. (2007) menunjukkan bahwa pada pasien tidak ada rekurensi yang signfikan setelah terapi MTX. Akan tetapi, pada peneltiian Rustin dkk. (1996) pada 26 pasien yang menerima kemoterapi kombinasi, ditunjukkan adanya metastasis.34,35 28

24 Tabel Protokol follow up pasien PTG setelah kemoterapi (UK) (dikutip dari Seckl MJ, 2013, Gestational Trophoblastic Disease: ESMO Clinical Practice Guidelines for diagnosis, treatment and follow-up) 2.9. Evaluasi hormon human Chorionic Gonadotrophin (hcg) Evaluasi hcg serial dapat digunakan untuk diagnosis kehamilan normal dan abnormal. hcg adalah hormon glikoprotein yang memiliki 2 subunit, alfa dan β, dan merupakan indeks yang penting untuk penyakit tropoblastik gestasional. hcg mencakup subunit alfa pada LH dan subunit β pada TSH. Pemeriksaan untuk deteksi hcg menggunakan antibodi yang langsung pada subunit β. Pada kehamilan, subunit ini biasanya intak dan hiperglikosilasi selama trimester pertama. Di sisi lain, β-hcg yang meningkat akibat kanker dapat tampak pada beberapa bentuk atau fragmen yang berbeda meliputi β nicked bebas, peptida c terminal, β-hcg hiperglikosilasi. Pada tahun 2011, SOCG menunjukkan bahwa level hcg dapat memberikan hasil positif palsu sampai 800 miu/ml. Hal ini disebabkan antibodi antimencit, antibodi heterofil, dan interface protein 29

25 non spesifik. Lebih lanjut, hal ini disebabkan banyaknya variasi alat pemeriksaan yang digunakan.36 Pemantauan β-hcg juga dilakukan sebagai monitor terapi pada PTG, beberapa peneliti berupaya membuat kurva regresi β-hcg sebagai alat untuk memantau keberhasilan pemberian kemoterapi ataupun kecenderungan resistensi yang dapat dideteksi lebih dini.36 Seckl dkk. (2010) menggambarkan kurva regresi β-hcg pada PTG risiko rendah yang diterapi dengan kemoterapi lini tunggal terhadap satu pasien.9 Gambar Grafik penanda pengobatan tumor (hcg) mendemonstrasikan seorang pasien yang respon terhadap kemoterapi risiko rendah. Evakuasi molahidatidosa komplit, nilai plateu hcg mengindikasikan PTG persisten, maka pasien diberikan MTX dan folinic acid (MTX-FA). Terapi dilanjutkan sampai 6 minggu normal (<5 IU/l). (dikutip dari Seckl MJ, 2010, Gestational trophoblastic disease) Trommel dkk (2009), merancang suatu kurva regresi β-hcg selama terapi PTG risiko rendah untuk identifikasi resistensi MTX secara dini. Dari 30

26 kurva tersebut didapat 2,5% pasien mencapai nilai β-hcg normal setelah siklus pertama (minggu ke-2) dan 50% pasien mencapai nilai normal βhcg setelah mendapat kemoterapi siklus ke-4 (minggu ke-8). Sementara pada persentil 97.5 normalisasi berakhir di kadar β-hcg 4,3 ᴫg/L (cut off 2 ᴫg/L) disebabkan kurva dihentikan pada siklus ke-8.8 Berdasarkan kurva resistensi yang dibandingkan dengan kurva regresi normal, sebelum memulai siklus kemoterapi didapati 4 pasien resisten MTX (13,8%) berada diatas garis p97.5 kurva remisi komplit. Sebelum memasuki siklus ke-4, didapati 22 dari 29 pasien (76%) resisten MTX berada di atas garis p Dengan analisis kurva ROC dapat diidentifikasi 14% pasien yang membutuhkan terapi alternatif sebelum dimulai kemoterapi lini pertama dengan spesifisitas 97.5% (cutoff 9.600ᴫg/L). Pengukuran hcg serum sebelum kemoterapi MTX siklus ke-4 (minggu ke-7), dapat mengidentifikasi 50% pasien yang tidak respon terhadap kemoterapi MTX dengan spesifisitas 97.5% (cutoff 56 ᴫg/L). Pengukuran hcg serum sebelum kemoterapi MTX siklus ke-6 (minggu ke-11), dapat diidentifikasi 60% pasien yang tidak respon terhadap kemoterapi MTX dengan spesifisitas 97.5% (cutoff 24 ᴫg/L).8 31

27 Gambar A. Kurva regresi hcg serum normal pasien yang mendapat MTX (grup control, n=79) B. Kurva regresi hcg serum normal grup kontrol dengan pengukuran individual pada grup kasus (n=29) (dikutip dari Trommel FC, 2005, Diagnosis of hydatidiform mole and persistent trophoblastic disease: Diagnosis accuracy of total human chorionic gonadotropin (hcg), free hcg α-and β-subunits, and their ratios, European Journal of Endocrinology) Sebagai analogi, Lybol dkk (2012) membentuk dua kurva regresi untuk memprediksi resistensi kemoterapi terhadap pemberian kemoterapi EMA/CO. Konsentrasi hcg inisial pada kelompok PTG risiko tinggi lebih tinggi dikarenakan load tumor yang lebih tinggi pada grup resisten MTX 32

28 yang telah mengalami regresi tumor dengan MTX (p<0,001). Tujuan analisis kurva untuk menurunkan mortalitas dengan perubahan awal ke regimen platinum (EMA-EP). Persentil 90 dipilih sebagai lini atas kurva regresi. Kurva regresi pasien yang diterapi dengan EMA/CO untuk penyakit resisten MTX ditunjukkan pada gambar di bawah. Konsentrasi hcg median sebelum onset terapi adalah 21 ng/ml dan sebelum siklus EMA/CO ketiga, hampir setengah pasien memiliki kadar hcg normal. Persentil 90 adalah 148 ng/ml sebelum mulai terapi. Sebanyak 90 persen pasien dengan resistensi MTX memiliki kadar hcg normal sebelum siklus EMA/CO keempat mulai. Persentil 10 adalah kurang dari 3 ng/ml sebelum dimulainya siklus pertama.37 Gambar Kurva regresi pasien PTG resisten MTX yang diterapi dengan EMA/CO (dikutip dari Lybol C. Westerdijk K. Sweep FC. Ottevanger PB. Massuger LF. Thomas CM. Human chorionic gonadotropin (hcg) regression s for patients with high-risk gestational trophoblastic neoplasia treated with EMA/CO (etoposide, methotrexate, actinomycin D, cyclophosphamide and Vincristine) Chemotherapy) 33

29 Kurva regresi pasien yang diterapi dengan EMA/CO untuk PTG risiko tinggi ditunjukkan pada gambar dibawah ini. Persentil 90 adalah di kadar ng/ml. Pada 90% pasien, konsentrasi hcg mengalami regresi ke normal sebelum siklus EMA/CO kedelapan. Level hcg median adalah 7059 ng/ml pada siklus pertama dan 50% setelah siklus kelima akan memiliki konsentrasi hcg normal. Persentil kesepuluh dimulai dari konsentrasi hcg 1520 ng/ml, dan 10% mengalami remisi sebelum siklus keempat.37 Gambar Kurva regresi pasien yang diterapi dengan EMA/CO pada PTG risiko tinggi (dikutip dari Lybol C. Westerdijk K. Sweep FC. Ottevanger PB. Massuger LF. Thomas CM. Human chorionic gonadotropin (hcg) regression s for patients with high-risk gestational trophoblastic neoplasia treated with EMA/CO (etoposide, methotrexate, actinomycin D, cyclophosphamide and Vincristine) Chemotherapy) Kebanyakan pasien dapat mengharapkan fungsi reproduksi normal 6 bulan setelah terapi. Penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan antara pasien yang diterapi dengan kemoterapi kombinasi dan yang diterapi dengan kemoterapi agen tunggal. Pasien harus menunggu 12 bulan 34

30 setelah kemoterapi dihentikan sebelum merencanakan kehamilan (Level of eveidence C).38,39 35

31 2.6. Kerangka Teori Folic acid DHFR MTX Dihidrofolinic acid DHFR Tetrahidrofolic Sintesis purin dan thymidilate DNA & RNA biosinthesis damage (sincytiotrophoblast cell) Sperma - 46XX - 46XY Empty oocyte / normal Proliferasi trofoblas Cell Death Pembelahan Sel sinsitiotrofoblas β-hcg Edema villous stroma Grape appearance Keterangan gambar : Variabel penelitian Proses terhambat 36

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan proliferasi selular dari trofoblas plasenta meliputi :

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan proliferasi selular dari trofoblas plasenta meliputi : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit trofoblas gestasional merupakan kelompok penyakit dengan peningkatan proliferasi selular dari trofoblas plasenta meliputi : Molahidatidosa (komplit dan parsial)

Lebih terperinci

Mola Hidatidosa. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Mola Hidatidosa. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Mola Hidatidosa Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Mola hidatidosa adalah bagian dari penyakit trofoblastik gestasional, yang disebabkan oleh kelainan pada vili koriales

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mola Hidatidosa Mola hidatidosa merupakan penyakit trofoblas gestational yang ditandai dengan abnormalitas vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik sehingga terlihat

Lebih terperinci

TESIS OLEH JUHRIYANI M. LUBIS

TESIS OLEH JUHRIYANI M. LUBIS KURVA REGRESI β - HUMAN CHORIONIC GONADOTROPIN SERUM PADA PENDERITA PENYAKIT TROFOBLAS GANAS RESIKO RENDAH YANG MENDAPAT KEMOTERAPI METOTREXAT TUNGGAL DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN TESIS OLEH JUHRIYANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) yang. terakhir dilaksanakan pada tahun 2007, walaupun menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) yang. terakhir dilaksanakan pada tahun 2007, walaupun menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) yang terakhir dilaksanakan pada tahun 2007, walaupun menunjukkan kecenderungan yang terus menurun (390 kematian/100.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menanggulangi masalah angka kematian ibu yang masih tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menanggulangi masalah angka kematian ibu yang masih tinggi di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam menanggulangi masalah angka kematian ibu yang masih tinggi di Indonesia, pemerintah mencanangkan program Millineum Development Goals (MDGs) namun pada kenyataannya,

Lebih terperinci

Penyakit Trofoblas Ganas

Penyakit Trofoblas Ganas PENYAKIT TROFOBLAS Penyakit Trofoblas Ganas I. Pendahuluan Penyakit keganasan yang berasal dari sel-sel trofoblas gestasional. Adapun yang non-gestasional tidak dibahas pada bab ini. Epidemiologi Keganasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berbagai komplikasi yang dialami oleh ibu hamil mungkin saja terjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berbagai komplikasi yang dialami oleh ibu hamil mungkin saja terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai komplikasi yang dialami oleh ibu hamil mungkin saja terjadi dan memiliki peluang untuk terjadi pada semua ibu hamil. Komplikasikomplikasi ini bila dapat dideteksi

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri 78 BAB 6 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yaitu stadium IIB dan IIIB. Pada penelitian dijumpai penderita dengan stadium IIIB adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Kehamilan Ektopik Terganggu Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi diluar rongga uteri. Lokasi tersering

Lebih terperinci

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Tumor jinak pelvik Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Massa pelvik merupakan kelainan tumor pada organ pelvic yang dapat bersifat jinak maupun ganas Tumor jinak pelvik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat dan bentuk berbeda dari sel asalnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN GENETIK PADA MOLA HIDATIDOSA DAN KORIOKARSINOMA

ABSTRAK GAMBARAN GENETIK PADA MOLA HIDATIDOSA DAN KORIOKARSINOMA ABSTRAK GAMBARAN GENETIK PADA MOLA HIDATIDOSA DAN KORIOKARSINOMA Inga Mulyani Dewi Santoso, 2007 Andries, Pembimbing Utama : Freddy Tumewu dr., MS Mola hidatidosa dan koriokarsinoma merupakan jenis Penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di seluruh dunia kanker serviks atau kanker leher rahim menempati urutan ketujuh dari seluruh kejadian keganasan pada manusia (Cancer Research United Kingdom, 2010).

Lebih terperinci

DEVISI ONKOLOGI-GINEKOLOGIGINEKOLOGI

DEVISI ONKOLOGI-GINEKOLOGIGINEKOLOGI DEVISI ONKOLOGI-GINEKOLOGIGINEKOLOGI DEPARTEMEN OBGIN FK-USU / RS.HAM MEDAN PENYAKIT TROPOBLAST PENY.TROPOBLAST ADALAH PENYAKIT YANG BERASAL DARI PROLIFERASI SEL-SEL TROPOBLAST ABNORMAL, BAIK SITOTROPOBLAST

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. 1 Pada saat

Lebih terperinci

Abstrak. Abstract. Kata kunci: Gambaran histopatologi, kadar βhcg, kista lutein, mola hidatidosa komplit, PTG

Abstrak. Abstract. Kata kunci: Gambaran histopatologi, kadar βhcg, kista lutein, mola hidatidosa komplit, PTG Hubungan Kadar βhcg Praevakuasi, Gambaran Histopatologi, dan Kista Lutein dengan Performa βhcg pada Penderita Mola Hidatidosa yang Berkembang Menjadi PTG dan Kembali Normal Abstrak Yudi Mulyana Hidayat,

Lebih terperinci

eissn X Korespondesi: Kemala Isnainiasih Mantilidewi,

eissn X Korespondesi: Kemala Isnainiasih Mantilidewi, eissn 2615-496X Apakah Kadar β-hcg Praevakuasi dan Gambaran Proliferasi Sel Trofoblas secara Mikroskopik dapat digunakan untuk Prediksi Transformasi Keganasan pada Mola Hidatidosa? Kemala Isnainiasih Mantilidewi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang . BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara terminologi kedokteran abortus ialah suatu keadaan yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara terminologi kedokteran abortus ialah suatu keadaan yang tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI Secara terminologi kedokteran abortus ialah suatu keadaan yang tidak direncanakan, diduga atau terjadi tiba-tiba gugurnya janin dalam kandungan sebelum janin dapat

Lebih terperinci

IBU DGN MOLAHIDATIDOSA, PLASENTA PREVIA, ABRUPSIO PLASENTA

IBU DGN MOLAHIDATIDOSA, PLASENTA PREVIA, ABRUPSIO PLASENTA ASUHAN KEPERAWATAN ASUHAN IBU DGN MOLAHIDATIDOSA, PLASENTA PREVIA, ABRUPSIO PLASENTA For better health Oleh Ni Ketut Alit Armini School Of Nursing Faculty Of Medicine Airlangga University MOLA HIDATIDOSA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Infertilitas dalam arti klinis didefinisikan sebagai Ketidakmampuan seseorang atau pasangan untuk menghasilkan konsepsi setelah satu tahun melakukan hubungan seksual

Lebih terperinci

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya: ASKEP CA OVARIUM A. Pengertian Kanker Indung telur atau Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah kesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginya

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Kanker rahim tergolong penyakit kanker yang terbanyak diderita kaum

BAB I. Pendahuluan. Kanker rahim tergolong penyakit kanker yang terbanyak diderita kaum 1 BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Kanker rahim tergolong penyakit kanker yang terbanyak diderita kaum perempuan. Penyakit tersebut bahkan sangat mematikan. Biasanya beragam jenis kanker, termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Karsinoma serviks uteri merupakan masalah penting dalam onkologi ginekologi di Indonesia. Penyakit ini merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik atau buruknya pelayanan kebidanan (maternity care) dalam suatu negara atau daerah ialah kematian maternal (maternal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia (Shibuya et al., 2006).

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metode deteksi dini yang akurat. Sehingga hanya 20-30% penderita kanker

BAB I PENDAHULUAN. metode deteksi dini yang akurat. Sehingga hanya 20-30% penderita kanker BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium (kanker indung telur) merupakan penyebab nomor satu dari seluruh kematian yang disebabkan kanker pada saluran reproduksi. Penderita kanker ini umumnya

Lebih terperinci

Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Kanker Payudara Thursday, 14 August :15

Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Kanker Payudara Thursday, 14 August :15 Kanker payudara adalah penyakit dimana selsel kanker tumbuh di dalam jaringan payudara, biasanya pada ductus (saluran yang mengalirkan ASI ke puting) dan lobulus (kelenjar yang membuat susu). Kanker atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyerupai anggur (Martaadisoebrata, 2005). Mola Hidatidosa (MH)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyerupai anggur (Martaadisoebrata, 2005). Mola Hidatidosa (MH) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mola Hidatidosa 2.1.1 Definisi Mola Hidatidosa Suatu kehamilan yang tidak wajar, yang sebagian atau seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidrofik berupa gelembung yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium

Lebih terperinci

Journal of Diabetes & Metabolic Disorders Review Article

Journal of Diabetes & Metabolic Disorders Review Article Journal of Diabetes & Metabolic Disorders Review Article Gestational Diabetes Mellitus : Challenges in diagnosis and management Bonaventura C. T. Mpondo, Alex Ernest and Hannah E. Dee Abstract Gestational

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN SARKOMA UTERI YANG BERULANG

PENATALAKSANAAN SARKOMA UTERI YANG BERULANG PENATALAKSANAAN SARKOMA UTERI YANG BERULANG PENDAHULUAN Sarkoma uteri adalah tumor mesodermal yang jarang dijumpai, yang pada umumnya dikatakan kurang dari 5% dari seluruh kanker pada uterus, namun penelitian

Lebih terperinci

Ovarian Cysts: A Review

Ovarian Cysts: A Review Ovarian Cysts: A Review Cheryl Horlen, BCPS University of the Incarnate Word Feik School San Antonio, Texas 7/20/2010 US Pharm. 2010;35(7):HS-5-HS-8 Kista ovarium adalah penyebab umum dari prosedur bedah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prognosis Kanker Payudara Prognosis dipengaruhi oleh ukuran tumor, metastasis, derajat diferensiasi, dan jenis histopatologi. Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara

Lebih terperinci

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Apakah kanker rahim itu? Kanker ini dimulai di rahim, organ-organ kembar yang memproduksi telur wanita dan sumber utama dari hormon estrogen dan progesteron

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem,

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker ovarium merupakan peringkat keenam keganasan terbanyak di dunia, dan merupakan penyebab kematian ketujuh akibat kanker. Kanker ovarium didiagnosis pada 225.500

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Harlap & Shiono (1980) melaporkan bahwa 80% kejadian abortus spontan terjadi pada usia kehamilan 12 minggu pertama.

BAB I PENDAHULUAN. Harlap & Shiono (1980) melaporkan bahwa 80% kejadian abortus spontan terjadi pada usia kehamilan 12 minggu pertama. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Abortus spontan adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mampu bertahan hidup. Di Amerika Serikat definisi ini terbatas pada terminasi kehamilan sebelum 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kista coklat ovarium adalah salah satu entitas atau jenis kista ovarium yang paling sering ditemukan para klinisi dalam bidang obstetri dan ginekologi.

Lebih terperinci

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Leukemia Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sumsum tulang dan sel-sel darah putih. Leukemia merupakan salah satu dari sepuluh kanker pembunuh teratas di Hong Kong, dengan sekitar 400 kasus baru

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mioma uteri adalah tumor jinak daerah rahim atau lebih tepatnya otot rahim dan jaringan ikat di sekitarnya. Tumor ini pertama kali ditemukan oleh Virchow pada tahun

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ovarium merupakan kelenjar kelamin (gonad) atau kelenjar seks wanita. Ovarium berbentuk seperti buah almond, berukuran panjang 2,5 sampai 5 cm, lebar 1,5 sampai 3 cm

Lebih terperinci

M O L A H I D A T I D O S A

M O L A H I D A T I D O S A M O L A H I D A T I D O S A DISUSUN OLEH : GABRIELA DA C.M.PEREIRA, S.Ked. PEMBIMBING : Dr. DJAUHAR KUMARA DEWA, Sp.OG SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD DR. MUHAMMAD SALEH PROBOLINGGO 1 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker leher rahim menduduki urutan pertama kejadian kanker ginekologis pada wanita secara keseluruhan di dunia. Di seluruh dunia kanker leher rahim menempati urutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

Aspek Patobiologis pada Penyakit Trofoblas Gestasional

Aspek Patobiologis pada Penyakit Trofoblas Gestasional Aspek Patobiologis pada Penyakit Trofoblas Gestasional Teresa L. Wargasetia 1, Heda M. D. Nataprawira 2, M. Nurhalim Shahib 2 1Bagian Biologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Jl. Prof

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh perempuan usia produktif. Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh perempuan usia produktif. Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdarahan uterus abnormal (PUA) menjadi masalah yang sering dialami oleh perempuan usia produktif. Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan mengeluh menoragia,

Lebih terperinci

HIPERTIROID DALAM KEHAMILAN

HIPERTIROID DALAM KEHAMILAN HIPERTIROID DALAM KEHAMILAN Dr.Eva Decroli,SpPD-KEMD,FINASIM SUB BAGIAN ENDOKRIN DAN METABOLIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND/ RS DR. M. DJAMIL PADANG 1 HIPERTIROID sindroma hipermetabolisme

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah keganasan yang berasal dari epitel pada serviks terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar kanker serviks adalah epidermoid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. banyak pada wanita dan frekuensi paling sering kedua yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. banyak pada wanita dan frekuensi paling sering kedua yang menyebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Kanker payudara merupakan masalah kesehatan pada wanita di seluruh dunia. Di Amerika, kanker payudara merupakan kanker dengan frekuensi paling banyak pada wanita dan

Lebih terperinci

HIPERTIROID DALAM KEHAMILAN

HIPERTIROID DALAM KEHAMILAN HIPERTIROID DALAM KEHAMILAN MASITA FUJIKO Divisi Fetomaternal, Departemen Obgin FK UNHAS/ RS Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar Hipertiroid adalah kondisi klinik dan biokimiawi yang menunjukkan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kanker ovarium adalah kanker ginekologi yang dijumpai hampir 30% dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada perempuan,

Lebih terperinci

BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid.

BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID. termasuk untuk penyakit kanker kepala dan leher seperti karsinoma tiroid. BAB 2 RADIOTERAPI KARSINOMA TIROID Dalam dunia medis, radioterapi sudah menjadi perawatan yang sangat umum digunakan. Penggunaannya pun dilakukan untuk berbagai macam penyakit kanker termasuk untuk penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa lima besar karsinoma di dunia adalah karsinoma paru-paru, karsinoma mamae, karsinoma usus besar dan karsinoma lambung

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 30 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Intensive Cardiovascular Care Unit dan bangsal perawatan departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler RSUD Dr. Moewardi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tumor ganas ovarium adalah penyebab kematian akibat tumor ginekologi yang menduduki urutan ke empat di Amerika Serikat. (1-10) Laporan statistik kanker Amerika Serikat

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MOLA HIDATIDOSA DI RSUP Dr.KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

KARAKTERISTIK MOLA HIDATIDOSA DI RSUP Dr.KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH KARAKTERISTIK MOLA HIDATIDOSA DI RSUP Dr.KARIADI SEMARANG HALAMAN JUDUL LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang memalui serangkaian fase yang disebut siklus sel. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang memalui serangkaian fase yang disebut siklus sel. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah sel yang ada pada suatu jaringan merupakan kumulatif antara masuknya sel baru dan keluarnya sel yang ada pada populasi. Masuknya sel ke dalam populasi jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ginekologi utama di Amerika Serikat, sekitar 1 dari 70 wanita di Amerika

BAB I PENDAHULUAN. ginekologi utama di Amerika Serikat, sekitar 1 dari 70 wanita di Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tumor ganas ovarium tipe epitel adalah penyebab kematian kanker ginekologi utama di Amerika Serikat, sekitar 1 dari 70 wanita di Amerika Serikat terkena tumor ganas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam (TVD)/Deep Vein Thrombosis (DVT) dan pulmonary embolism (PE) merupakan penyakit yang dapat

Lebih terperinci

PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang

PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang PETANDA TUMOR (Tumor marker) ELLYZA NASRUL Bagian Patologi Klinik FK Unand/RS.dr.M.Djamil Padang IMUNOLOGI TUMOR INNATE IMMUNITY CELLULAR HUMORAL PHAGOCYTES NK CELLS COMPLEMENT CYTOKINES PHAGOCYTOSIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh penderita kanker dan penyebab kematian keempat dari seluruh kematian pada pasien kanker di dunia.

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan penyebab kematian ketujuh pada wanita di dunia. Diperkirakan terdapat 239.000 kasus baru kanker ovarium dan 152.000 kasus meninggal dunia

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dengan penyebab yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas

BAB 1 : PENDAHULUAN. dengan penyebab yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wanita di negara berkembang berisiko meninggal sekitar 23 kali lebih tinggi dengan penyebab yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas dibandingkan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid atau struma, sering dihadapi dengan sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan yang begitu berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiroid merupakan salah satu kelenjar endokrin pada tubuh manusia yang terletak di bagian depan leher. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin dan triodotironin

Lebih terperinci

Abortus. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Abortus. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Abortus Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. WHO IMPAC menetapkan batas

Lebih terperinci

oleh kehamilan aterm dan 3% oleh kehamilan ektopik. 7 Pada jenis invasive mola 12,5% berasal dari mola komplit dan 1,5% berasal dari mola partial.

oleh kehamilan aterm dan 3% oleh kehamilan ektopik. 7 Pada jenis invasive mola 12,5% berasal dari mola komplit dan 1,5% berasal dari mola partial. I. Pendahuluan Choriocarcinoma adalah salah satu jenis dari Penyakit Trofoblastik Gestasional (PTG) dimana merupakan suatu tumor ganas yang berasal dari sel-sel sito-trofoblas serta sinsitiotrofloblas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru adalah kanker yang paling sering didiagnosis di dunia dan merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Data kasus baru kanker paru di Amerika Serikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kanker kolorektal merupakan salah satu penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kanker kolorektal merupakan salah satu penyebab utama BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas diseluruh dunia. Keganasan ini berkontribusi terhadap 9% seluruh kanker di dunia (World

Lebih terperinci

Penyakit Trofoblast Ganas

Penyakit Trofoblast Ganas Penyakit Trofoblast Ganas Soekimin Fakultas Kedokteran Bagian Patologi Anatomi Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Penyakit trofoblas ganas (PTG) adalah suatu tumor ganas yang berasal dari sito dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal:

BAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal: peritoneum panggul, ovarium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan masalah kesehatan yang banyak terjadi di dunia. Satu diantara 4 kematian di Amerika disebabkan karena kanker. Kanker kolorektal merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KANKER DI BIDANG GINEKOLOGI Pada tahun 2000, dijumpai lebih dari 4,7 juta kasus kanker pada wanita di seluruh dunia, 54% dari dari kasus ini dijumpai di negara berkembang /

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibanding kasus). Kematian akibat kanker payudara menduduki peringkat

BAB I PENDAHULUAN. dibanding kasus). Kematian akibat kanker payudara menduduki peringkat BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker paru-paru dan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker Ovarium merupakan penyebab utama kematian dari kanker ginekologi. Selama tahun 2012 terdapat 239.000 kasus baru di seluruh dunia dengan insiden yang bervariasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tumor ovarium merupakan bentuk neoplasma yang paling sering ditemukan pada wanita. Sekitar 80% merupakan tumor jinak dan sisanya adalah tumor ganas ovarium (Crum,

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013 Bram Adhitama, 2014 Pembimbing I : July Ivone, dr, MKK.MPd.Ked Pembimbing II : Cherry Azaria,dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penelitian yang dilakukan oleh Weir et al. dari Centers for Disease Control and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penelitian yang dilakukan oleh Weir et al. dari Centers for Disease Control and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekitar 23.500 kasus karsinoma tiroid terdiagnosis setiap tahun di Amerika Serikat. Kejadian penyakit lebih tinggi pada wanita dibanding pria. Sebuah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker endometrium adalah kanker paling sering pada saluran genitalia wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia setelah payudara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak normal atau terus menerus dan tak terkendali, dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar ke tempat yang jauh dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Efusi pleura merupakan suatu keadaan yang cukup sering dijumpai. Angka kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia, dimana saat ini menduduki peringkat kedua terbanyak penyakit kanker setelah kanker

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ABORTUS 2.1.1 Defenisi Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar rahim, atau sebelum kehamilan tersebut mencapai usia kehamilan 20 minggu (

Lebih terperinci

(PR), serta human epidermal growth factor receptor 2 (HER2) kanker payudara tersebut. (Shenkier, 2004) Keberhasilan dalam penatalaksanaan kanker

(PR), serta human epidermal growth factor receptor 2 (HER2) kanker payudara tersebut. (Shenkier, 2004) Keberhasilan dalam penatalaksanaan kanker BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar. Kanker payudara menjadi penyebab kematian kedua terbanyak bagi wanita Amerika pada tahun 2013

Lebih terperinci