Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum"

Transkripsi

1 Pengantar Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat limpahan rahmat dan karunia-nya, buku "Panduan Penyusunan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung" ini dapat kami wujudkan. Buku ini dimaksudkan sebagai informasi yang dikemas secara ringkas dan bersifat memandu bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun Peraturan Daerah (Perda) tentang Bangunan Gedung. Secara garis besar, buku ini berisi tentang tahapan dalam proses penyusunan Perda Bangunan Gedung, mulai dari pemahaman mengenai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung beserta peraturan pemerintah pelaksanaannya sebagai payung hukum penyelenggaraan bangunan gedung, serta ketentuan umum dan ketentuan teknis dalam penyusunan Perda Bangunan Gedung. Diterbitkannya buku ini adalah merupakan salah satu tugas Pemerintah dalam menjalankan pembinaan kepada pemerintah daerah, melalui penyusunan dan penyebarluasan produk pengaturan untuk peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah dalam upaya percepatan penyusunan Perda Bangunan Gedung. Diharapkan, sampai dengan Tahun 2014 dapat tercapai target penerbitan Perda Bangunan Gedung di 226 Kabupaten/Kota sesuai dengan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pekerjaan Umum Tahun Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyusunan hingga diterbitkannya buku ini. Mohon maaf atas segala kekurangan, dan masukan maupun saran tetap kami harapkan demi penyempurnaan penyusunan Perda Bangunan Gedung pada tahun-tahun berikutnya. Jakarta, 2013 DIREKTUR PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN, Guratno Hartono i

2 DAFTAR ISI PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MAKSUD DAN TUJUAN SASARAN MANFAAT SISTEMATIKA PEMBAHASAN BAB II PEMAHAMAN UMUM PENGATURAN BIDANG PENYELENGGARAAN BG Undang-Undang Yang Melandasi Penyelenggaraan Pekerjaan Umum Peran UUJK & UUBG Dalam Industri Konstruksi Pengaturan Bangunan Gedung Alur Pikir UU-BG Sistematika UU-BG Pengaturan Kementerian PU Bidang PBL PENYELENGGARAAN BG Skema Umum Penyelenggaraan BG di Indonesia Alur Penyelenggraan BG pada Umumnya ii

3 Alur Penyelenggraan BG Tertentu AMANAH PENYUSUNAN PERDA BG Amanah UU Bangunan Gedung (28/2002) Amanah PP Bangunan Gedung (36/2005) Amanah UU Pemerintahan Daerah (32/2002) Amanah PP Pembagian Urusan Pemerintahan (38/2007) PENTINGNYA PERDA BG Permasalahan Umum dalam Penyelenggaraan BG Ilustrasi Permasalahan dalam Penyelenggaraan BG Dasar Pemikiran Pentingnya Perda BG Manfaat Perda BG dalam Beberapa Pertimbangan LOKALITAS PENGATURAN PENYELENGGARAAN BG DI DAERAH Terkait Kebencanaan Terkait Tradisionalitas Terkait Kearifan Lokal BAB III KETENTUAN UMUM PENDAMPINGAN PENGERTIAN LANDASAN HUKUM KLASIFIKASI STATUS PERDA BG NASKAH AKADEMIS MODEL PERDA BG METODOLOGI PENDAMPINGAN DI DAERAH KELUARAN YANG DIHASILKAN HUBUNGAN DAN PERAN ANTAR PIHAK TERKAIT METODOLOGI KEGIATAN DI PUSAT POLA KOORDINASI DI TINGKAT PUSAT iii

4 BAB IV TATACARA PENDAMPINGAN PENYUSUNAN RANPERDA-BG TAHAP PERSIAPAN & PENYUSUNAN Pembentukan Tim Pokja Pendalaman KAK, Penyusunan Metodologi & Rencana Kerja Pendalaman Substansi Penyusunan Ranperda BG Mengacu Model Pembahasan Draf Ranperda BG Simultan dengan Pembahasan Laporan Pendahuluan Partisipasi dalam Koordinasi Awal di Jakarta TAHAP SURVEI Survei Sekunder Survei Primer Pengolahan Data dan Informasi TAHAP ANALISIS Kajian Kepustakaan Identifikasi Kondisi Eksisting, Inventarisasi Permasalahan dan Potensi yang Ada Analisis Permasalahan dan Perumusan Materi Pengaturan Penyusunan Naskah Akademis Penajaman Muatan Lokal Ranperda BG sesuai Naskah Akademis Workshop dengan Instansi Terkait dengan Pembahasan Laporan Antara TAHAP PENYEMPURNAAN Penyempurnaan Naskah Akademis Berdasarkan Hasil Workshop Penyempurnaan Ranperda BG Berdasarkan Hasil Workshop Workshop dengan DPRD dengan Pembahasan Laporan Akhir Partisipasi dalam Kolokium Akhir iv

5 4.5. TAHAP FINALISASI Penyempurnaan Hasil Pembahasan Penyiapan Produk Akhir Kegiatan LAMPIRAN... L-1 LAMPIRAN-1. KERANGKA NASKAH AKADEMIK... L-2 LAMPIRAN-2. SISTEMATIKA RANPERDA-BG... L-4 LAMPIRAN-3. DOKUMEN PROSIDING PEMBAHASAN... L-10 LAMPIRAN-4. SISTEMATIKA PELAPORAN... L-12 LAMPIRAN-5. FORMAT PEMANTAUAN & EVALUASI... L-17 LAMPIRAN-6. CONTOH KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG TIM PENYUSUN (POKJA) RANPERDA-BG... L-23 LAMPIRAN-7. CONTOH SURAT KETERANGAN DARI TIM PENYUSUN (POKJA) BAHWA PROSES PENYUSUNAN RANPERDA BG TELAH SELESAI... L-28 v

6 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Pengaturan Kementerian PU Bidang PBL Tabel 3.1. Keterkaitan antara Status Ranperda-BG dengan Kebutuhan Pendampingan Tabel 3.2. Lingkup & Capaian Kegiatan di Daerah (Secara Umum) Tabel 3.3. Lingkup & Capaian Kegiatan di Daerah (Fasilitasi JICA) Tabel 3.4. Lingkup & Capaian Kegiatan di Pusat vi

7 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Undang-Undang Yang Melandasi Penyelenggaraan Pekerjaan Umum Gambar 2.2. Peran UUJK & UUBG Dalam Industri Konstruksi Gambar 2.3. Pengaturan Bangunan Gedung Gambar 2.4. Alur Pikir UU-BG Gambar 2.5. Sistematika UU-BG Gambar 2.6. Skema Umum Penyelenggaraan Bangunan Gedung Gambar 2.7. Skema Penyelenggaraan Bangunan Gedung pada Umumnya Gambar 2.8. Skema Penyelenggaraan Bangunan Gedung Tertentu Gambar 2.9. Dasar Pemikiran Pentingnya Perda-BG Gambar Manfaat Perda-BG dalam Beberapa Aspek Petimbangan Gambar 3.1. Skema Metodologi Kegiatan Penyusunan Ranperda BG di Kabupaten/Kota (Secara Umum) Gambar 3.2. Skema Metodologi Kegiatan Penyusunan Ranperda BG di Kabupaten/Kota (Fasilitasi JICA) Gambar 3.3. Hubungan dan Peran Pihak Terkait (Secara Umum) Gambar 3.4. Hubungan dan Peran Pihak Terkait (Fasilitasi Sumber Lain) Gambar 3.5. Skema Metodologi Kegiatan Pendampingan Penyusunan Ranperda BG di Pusat Gambar 3.6. Pola Koordinasi Kegiatan Penyusunan Ranperda- BG vii

8

9 BAB I PENDAHULUAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA

10 B A B I P E N D A H U L U A N 1.1. LATAR BELAKANG Dalam kurun waktu 10 tahun lebih sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (UU-BG), perkembangan penyelesaian Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung (Perda-BG) relatif masih lambat. Dari total wilayah sebanyak 496 kabupaten/kota dan Provinsi DKI Jakarta, yang telah memiliki Perda-BG baru sebanyak 124 kabupaten/kota dan 1 Perda Provinsi DKI Jakarta atau sekitar 25%. Sebenarnya, pemerintah menargetkan paling tidak seluruh kota metropolitan sudah memiliki dan memberlakukan Perda -BG pada tahun 2010, namun hal ini pun belum tercapai. DJCK-PU berupaya pada tahun 2020 seluruh seluruh kabupaten/kota di Indonesia sudah memberlakukan Perda-BG. Permasalahan utama penyelesaian Perda-BG adalah keterbatasan SDM Pemda, kurangnya komitmen dari stakeholder di daerah termasuk DPRD, serta konflik kepentingan terkait bangunan gedung. Tahun 2012 lalu merupakan momentum dasawarsa diundangkannya UU-BG, yang telah diturunkan ke dalam Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan dari UU No. 28 Tahun 2002 (PP-BG), maka perlu tindak lanjut berupa percepatan penyusunan peraturan daerah tentang bangunan gedung, yang merupakan amanat langsung dari undang-undang tersebut, melalui kegiatan pembinaan kelembagaan bangunan gedung di daerah. Perda-BG, sebagai salah satu instrumen pengendali dalam penyelenggaraan bangunan gedung di kabupaten/kota, sangat di perlukan mengingat cukup banyak potensi bahaya dan bencana terkait bangunan gedung. Secara geotektonik posisi Indonesia terletak pada 3 lempeng aktif yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik; selain itu secara vulkanologis Indonesia terletak pada jalur Cincin Api Pasifik (The Pacific Ring of Fire), yang mengakibatkan potensi ancaman bahaya gempa bumi dan letusan gunung berapi yang cukup tinggi di Indonesia. Kondisi lainnya adalah letak geografis Indonesia yang berada pada posisi khatulistiwa sebagai negara kepulauan dengan iklim tropis lembab, yang berdampak terhadap curah hujan yang tinggi sehingga rawan terhadap banjir dan longsor, serta kerusakan bangunan akibat kelembaban, panas, dan air. Bahaya lain terkait bangunan gedung yang memberikan dampak kepada luas pada manusia adalah bahaya kebakaran yang kerap terjadi, khususnya di kawasan perkotaan. 1-2

11 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N Pemda yang seharusnya lebih siap memberlakukan Perda-BG, terutama daerah perkotaan yang memiliki banyak bangunan bertingkat. Dimana setiap bangunan harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis bangunan yang memenuhi persyaratan. Efektifitas dari penerapan Perda-BG, sangat tergantung dari komitmen masing-masing daerah, dimana penerapan sanksinya dapat berupa administratif, penyegelan, pembongkaran, bahkan pidana. Dengan memperhatikan jiwa dan semangat otonomi dalam pembangunan daerah serta kemajuan pembangunan khususnya penyelenggaraan bangunan gedung dengan dampak positif maupun negatifnya, maka perlu adanya pengaturan Iebih lanjut tentang penyelenggaraan bangunan gedung di daerah dalam bentuk Perda-BG untuk mengurangi/menghilangkan dampak negatif yang dapat ditimbulkan akibat kemajuan perekonomian suatu wilayah serta mewujudkan penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib terhadap persyaratan teknis dan administratif. Demi tersusunnya Perda-BG perlu dilakukan penguatan aparat pemerintah daerah melalui pendampingan terhadap percepatan penyusunan Rancangan Perda tentang Bangunan Gedung di kabupaten/kota MAKSUD DAN TUJUAN Buku panduan ini disusun dengan maksud untuk menghasilkan suatu dokumen panduan yang berisi muatan panduan substansial dan teknis sebagai acuan dan arahan teknis dalam rangka pelaksanaan kegiatan pendampingan penyusunan Rancangan Perda BG di Kabupaten/Kota, dimana dilaksanakan oleh Tim Penyusun (Pokja) dari Kabupaten/Kota dengan didampingi Konsultan Pendamping menggunakan alokasi dana APBN dari Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan yang dikelola oleh Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi. Sedangkan tujuan disusunnya buku panduan ini adalah untuk: 1. Memberikan pemahaman mengenai alur penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia; 2. Memberikan pemahaman mengenai dasar hukum dan berbagai pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung yang ada; 1-3

12 B A B I P E N D A H U L U A N 3. Memberikan pemahaman mengenai amanah penyusunan Perda BG dan pentingnya Perda BG bagi penyelenggaraan bangunan gedung di daerah; 4. Memberikan pemahaman mengenai muatan lokalitas dalam pengaturan Perda BG; 5. Memberikan panduan mengenai berbagai ketentuan umum pelaksanaan kegiatan pendampingan penyusunan Ranperda BG di daerah; 6. Memberikan panduan secara detail mengenai tahapan dan tatacara pendampingan penyusunan Ranperda BG di daerah SASARAN Sasaran disusunnya buku Panduan Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung ini yaitu: 1. Tersedianya pemahaman umum mengenai alur dan persyaratan penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia; 2. Tersedianya pemahaman mengenai dasar hukum dan berbagai pengaturan bidang penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia; 3. Tersedianya pemahaman mengenai amanah penyusunan Perda BG dan pentingnya Perda BG yang mengandung muatan lokalitas bagi penyelenggaraan bangunan gedung di daerah; 4. Tersedianya panduan mengenai muatan naskah akademis dan muatan pengaturan Perda BG; 5. Tersedianya panduan mengenai metodologi dan tatacara pelaksanaan pendampingan penyusunan Ranperda BG di daerah; 6. Tersedianya panduan mengenai produk keluaran yang dihasilkan dari kegiatan pendampingan penyusunan Ranperda BG di daerah; 7. Tersedianya panduan mengenai hubungan dan peran antar pihak yang terkait dalam pendampingan penyusunan Ranperda BG di daerah MANFAAT Dengan disediakannya buku Panduan Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung ini, maka manfaat yang diharapkan yaitu: 1-4

13 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N 1. Dipahaminya substansi penyelenggaraan bangunan gedung sesuai peraturan perundang-undangan di Indonesia; 2. Dipahaminya pentingnya Perda BG yang mengandung muatan lokal bagi penyelenggaraan bangunan gedung di daerah; 3. Dipahaminya metodologi dan tatacara pelaksanaan pendampingan penyusunan Ranperda BG di daerah; 4. Dipahaminya substansi Naskah Akademis dan muatan pengaturan dalam Perda BG serta berbagai produk keluaran lain yang akan dihasilkan; 5. Dipahaminya hubungan dan peran antar pihak yang terkait dalam pendampingan penyusunan Ranperda BG di daerah; 6. Meningkatnya kapasitas aparatur penyelenggara bangunan gedung di daerah; 7. Terjadinya percepatan penyelesaian Ranperda BG yang siap untuk dibahas dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) SISTEMATIKA PEMBAHASAN Sistematika pembahasan buku Panduan Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung ini dapat dijelaskan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN, merupakan substansi umum mengenai buku panduan ini. Bab ini berisi penjabaran mengenai latar belakang; maksud dan tujuan; sasaran; manfaat; serta sistematika pembahasan. BAB II PEMAHAMAN UMUM, merupakan pendalaman substansi mengenai bangunan gedung dan penyelenggaraannya berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Bab ini berisi penjabaran mengenai pengaturan bidang penyelenggaraan BG; skema penyelenggaraan BG di Indonesia; amanah penyusunan Perda BG; pentingnya Perda BG; serta lokalitas pengaturan penyelenggaraan BG di daerah. BAB III KETENTUAN UMUM PENDAMPINGAN, merupakan berbagai arahan umum yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pendampingan penyusunan Ranperda BG di daerah. Bab ini berisi penjabaran mengenai pengertian; landasan hukum; klasifikasi status Perda BG; 1-5

14 B A B I P E N D A H U L U A N naskah akademis; model Perda BG; metodologi pendampingan di daerah; keluaran yang dihasilkan; hubungan dan peran antar pihak terkait; metodologi kegiatan di pusat; serta pola koordinasi di tingkat pusat. BAB IV TATACARA PENDAMPINGAN PENYUSUNAN RANPERDA-BG, merupakan arahan teknis mengenai detail tatacara dan prosedur pelaksanaan kegiatan pendampingan penyusunan Ranperda BG di daerah. Bab ini berisi penjabaran mengenai tatacara pelaksanaan pada tahap persiapan; tahap survei; tahap analisis; tahap penyempurnaan; serta tahap finalisasi. LAMPIRAN, merupakan arahan berbagai dokumen penunjang dalam pelaksanaan kegiatan pendampingan penyusunan Ranperda BG di daerah. Lampiran ini berisi penjabaran mengenai berbagai format dokumen penunjang, seperti kerangka naskah akademik; sistematika Ranperda-BG; dokumen prosiding pembahasan; sistematika pelaporan; format pemantauan dan evaluasi; contoh Keputusan Bupati/Walikota tentang Tim Penyusun (Pokja) Ranperda-BG; serta contoh surat keterangan dari Tim Penyusun (Pokja) bahwa proses penyusunan Ranperda BG telah selesai dengan baik dan akan ditindaklanjuti dalam Prolegda. 1-6

15 BAB II PEMAHAMAN UMUM KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA

16 B A B I I P E M A H A M A N U M U M 2.1. PENGATURAN BIDANG PENYELENGGARAAN BG Undang-Undang Yang Melandasi Penyelenggaraan Pekerjaan Umum Kementerian Pekerjaan Umum sebagai sebuah institusi yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pekerjaan umum, bekerja berdasarkan beberapa landasan hukum. Beberapa undang-undang yang melandasi penyelenggaraan pekerjaan umum antara lain: 1. Sebagai payung yang melandasi arahan pembangunan adalah Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 2. Sebagai pilar yang melandasi pelaksanaan pembangunan, terdiri dari: a. Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; b. Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan; c. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; d. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman; e. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah; 3. Sebagai pondasi yang melandasi penyelenggaraan pembangunan adalah Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Secara lebih jelas mengenai landasan hukum yang menjadi dasar penyelenggaraan pekerjaan umum dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini. 2-2

17 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N Gambar 2.1. Undang-Undang Yang Melandasi Penyelenggaraan Pekerjaan Umum Sumber: Tim Penyusun, Peran UUJK & UUBG Dalam Industri Konstruksi Undang-undang jasa konstruksi (UUJK) dan undang-undang bangunan gedung (UUBG) dalam industri konstruksi pada prinsipnya memiliki korelasi yang sangat erat. Dalam melihat keterkaitan antara UUJK dan UUBG maka perlu dilihat tiga pihak yang saling berkaitan dalam industri konstruksi, yaitu pemerintah, penyedia jasa dan pemilik/pengguna jasa. Dalam pelaksanaannya, ketiga pihak tersebut pada prinsipnya memiliki kepentingan masing-masing, yaitu: 1. Pemerintah memiliki landasan hukum yang mendasari kinerjanya, baik berupa UU, PP, Perpres, Permen, maupun Perda. 2. Penyedia Jasa memiliki berbagai landasan kinerjanya, baik berupa kode etik, standar teknis, ataupun anggaran dasar/rumah tangga. 3. Pemilik/Pengguna Jasa memiliki kepentingan yang mendasari kinerjanya yaitu berupa program kebutuhan. Terdapat tiga bentuk interaksi antara ketiga pihak tersebut: 1. Hubungan antara Pemerintah dengan Pemilik/Pengguna Jasa. Dimana dalam konteks bangunan gedung, interaksi keduanya banyak diatur dalam UUBG yaitu dalam hal dengan IMB, SLF dan TABG. 2-3

18 B A B I I P E M A H A M A N U M U M 2. Hubungan antara Penyedia Jasa dengan Pemilik/Pengguna Jasa. Dimana interaksi keduanya banyak diatur dalam UUJK, yaitu dalam hal hubungan kerjasama (kontrak). 3. Hubungan antara Pemerintah dengan Penyedia Jasa. Dimana interaksi keduanya banyak diatur dalam UUJK dalam hal Izin Usaha dan Sertifikasi serta diikat dengan berbagai ketentuan dalam lingkup asosiasi profesi, asosiasi badan usaha, dan lain-lain. Secara lebih jelas skema mengenai peran UUJK dan UUBG dalam industri konstruksi dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini. Gambar 2.2. Peran UUJK & UUBG Dalam Industri Konstruksi IJIN USAHA SERTIFIKASI KONTRAK IMB SLF TABG Sumber: Tim Penyusun, Pengaturan Bangunan Gedung Dalam hal penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia, perangkat pengaturan mengenai bangunan gedung secara berhirarki dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yaitu dokumen pengaturan bidang bangunan gedung yang berisi norma-norma penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UUBG, yaitu dokumen pengaturan bidang bangunan 2-4

19 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N gedung yang berisi aturan pelaksanaan dari setiap norma dalam UUBG; 3. Peraturan Presiden Nomor 73 tahun 2011 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara, yaitu dokumen pengaturan bidang bangunan gedung negara yang berisi aturan teknis yang secara khusus mengatur mengenai gedung dan rumah negara; 4. Pedoman Teknis dalam bentuk Peraturan Menteri bidang bangunan gedung, yaitu dokumen-dokumen pengaturan yang berisi aturan teknis yang secara khusus mengatur mengenai hal-hal tertentu dalam penyelenggaraan bangunan gedung; 5. Standar Teknis dalam bentuk Standar Nasional Indonesia bidang bangunan gedung, yaitu dokumen-dokumen yang berisi standar teknis hasil penelitian mengenai hal-hal tertentu dalam penyelenggaraan bangunan gedung; 6. Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung, yaitu dokumen pengaturan di daerah yang mengatur norma-norma penyelenggaraan bangunan gedung di daerah yang bersifat spesifik sesuai karakteristik lokal. Secara lebih jelas skema mengenai pengaturan bangunan gedung di Indonesia dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini. Gambar 2.3. Pengaturan Bangunan Gedung Sumber: Tim Penyusun,

20 B A B I I P E M A H A M A N U M U M Alur Pikir UU-BG Secara umum, alur pikir dari Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dapat dijelaskan sebagai berikut: Identifikasi kondisi yang ada sebagai dasar pembentukan UUBG, yaitu mengenai penyelenggaraan bangunan gedung, karakteristik bangunan gedung di Indonesia dan berbagai kejadian yang terjadi terkait dengan bangunan gedung (termasuk bencana alam; Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, dirumuskan asas dari UUBG, yaitu kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan dan keserasian. Mengacu pada keempat azas tersebut, dirumuskan Lingkup Pengaturan dalam UUBG, dimana terdapat 3 kelompok pengaturan utama yaitu Fungsi, Persyaratan dan Penyelenggaraan bangunan gedung. Selain itu terdapat 3 kelompok pengaturan yang menunjang operasionalisasi penyelenggaraan bangunan gedung yaitu Peran Masyarakat, Pembinaan dan Sanksi. Keseluruhan lingkup pengaturan tersebut diharapkan dapat menjawab tujuan dari pembentukan UUBG, yaitu tercapainya BG yang fungsional dan efisien, tercapainya tertib penyelenggaraan BG dan tercapainya kepastian hukum dalam penyelenggaraan BG. Secara lebih jelas skema mengenai alur pikir muatan pengaturan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini. Gambar 2.4. Alur Pikir UU-BG Sumber: Tim Penyusun,

21 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N Sistematika UU-BG Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung terdiri dari 10 bab dan 49 pasal pengaturan. Secara umum, muatan pengaturan dalam UUBG dapat dikelompokan menjadi: 1) Pembukaan, yang terdiri dari Judul, Konsideran dan Dasar Hukum; 2) Pengaturan Umum, yang terdiri dari Ketentuan Umum, Azas, Tujuan dan Lingkup; 3) Pengaturan Pokok, yang terdiri dari Fungsi, Persyaratan, Penyelenggaraan Bangunan Gedung, Peran Masyarakat, dan Pembinaan; serta 4) Pengaturan Penunjang, yang terdiri dari Sanksi, Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup. Secara lebih jelas mengenai sistematika muatan pengaturan UUBG dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini. Gambar 2.5. Sistematika UU-BG Sumber: Tim Penyusun, Pengaturan Kementerian PU Bidang PBL Tahun 2012 merupakan dasawarsa atau sepuluh tahun sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Undangundang ini mengatur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia yang bersifat pokok dan normatif. Sebagai turunan dari undang-undang tersebut, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Sebagai peraturan operasionalisasinya, dalam PP nomor 36 tahun 2005 diamanahkan penyusunan peraturan menteri, dimana terdapat 9 substansi 2-7

22 aa B A B I I P E M A H A M A N U M U M pengaturan yang perlu diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri. Namun demikian untuk menjawab kebutuhan operasionalisasi penyelenggaraan bangunan gedung, sejak tahun 2006 telah ditetapkan sebanyak 16 peraturan menteri di bidang penataan bangunan dan lingkungan, sebagai turunan dari UU dan PP tentang bangunan gedung. Secara lebih jelas mengenai daftar pengaturan Kementerian Pekerjaan Umum dalam bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.1. Pengaturan Kementerian PU Bidang PBL TAHUN PRODUK PERATURAN PERMEN PU No. 19/PRT/M/2006 TTG PEDOMAN TEKNIS RUMAH DAN BANGUNAN GEDUNG TAHAN GEMPA 2. PERMEN PU No. 29/PRT/M/2006 TTG PEDOMAN PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG 3. PERMEN PU No. 30/PRT/M/2006 TTG PEDOMAN TEKNIS FASILITAS DAN AKSESIBILITAS PADA BG DAN LINGKUNGAN 4. PERMEN PU No. 05/PRT/M/2007 TTG PEDOMAN TEKNIS RUSUNA BERTINGKAT TINGGI 5. PERMEN PU No. 06/PRT/M/2007 TTG PEDOMAN RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN 6. PERMEN PU No. 24/PRT/M/2007 TTG PEDOMAN TEKNIS IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN 7. PERMEN PU No. 25/PRT/M/2007 TTG PEDOMAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI 8. PERMEN PU No. 26/PRT/M/2007 TTG PEDOMAN TIM AHLI BANGUNAN GEDUNG 9. PERMEN PU No. 45/PRT/M/2007 TTG PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA 10. PERMEN PU No. 24/PRT/M/2008 TTG PERAWATAN DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN GEDUNG 11. PERMEN PU No. 25/PRT/M/2008 TTG RENCANA INDUK SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN KOTA 12. PERMEN PU No. 26/PRT/M/2008 TTG SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN 13. PERMEN PU No. 20/PRT/M/2009 TTG MANAJEMEN PROTEKSI KEBAKARAN DI PERKOTAAN 14. PERMEN PU No. 16/PRT/M/2010 TTG PEDOMAN TEKNIS PEMERIKSAAN BERKALA BANGUNAN GEDUNG 15. PERMEN PU No. 17/PRT/M/2010 TTG PEDOMAN TEKNIS PENDATAAN BANGUNAN GEDUNG 16. PERMEN PU No. 18/PRT/M/2010 TTG PEDOMAN REVITALISASI KAWASAN 2011 MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG BANGUNAN GEDUNG Peraturan Presiden No. 73 Tahun 2011 Ttg Pembangunan Bangunan Gedung Negara Sumber: Tim Penyusun,

23 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N 2.2. PENYELENGGARAAN BG Skema Umum Penyelenggaraan BG di Indonesia Secara umum, penyelenggaraan bangunan gedung dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pembangunan, yang terdiri dari: a. Perencanaan Pembangunan, yang dilengkapi dengan dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan dilanjutkan dengan Pendataan. b. Pelaksanaan Konstruksi, yang dilengkapi dengan dokumen Sertifikat Laik Fungsi (SLF). 2. Pemanfaatan, yang didukung dengan kegiatan Kajian Teknis. 3. Pelestarian, yang didukung dengan kegiatan Kajian Teknis. 4. Pembongkaran, yang didahului dengan dokumen Rencana Teknis Pembongkaran (RTB). Secara lebih jelas skema umum mengenai penyelenggaraan bangunan gedung dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini. Gambar 2.6. Skema Umum Penyelenggaraan Bangunan Gedung Sumber: Tim Penyusun, Alur Penyelenggaraan BG pada Umumnya Berdasarkan skema umum tersebut, maka secara lebih detail siklus penyelenggaraan bangunan gedung berdasarkan peraturan perundangundangan di Indonesia dapat digambarkan pada skema berikut ini. 2-9

24 B A B I I P E M A H A M A N U M U M Gambar 2.7. Skema Penyelenggaraan Bangunan Gedung pada Umumnya Sumber: Tim Penyusun, 2012 Yang membedakan skema ini dengan skema sebelumnya adalah alur yang dibuat terlihat lebih lengkap dan lebih komprehensif. Pada skema ini dapat dilihat bahwa penyelenggaraan bangunan gedung dilaksanakan dengan mengacu pada UU, peraturan, pedoman, standar teknis dan Perda BG. Selain itu dapat dilihat juga bahwa setiap tahapan penyelenggaraan bangunan gedung dapat dilaksanakan dengan melibatkan penyedia jasa (pihak ketiga). Hal lain yang berbeda juga dapat dilihat pada tahap perencanaan setiap bangunan gedung yang direncanakan harus mengacu pada RTRW, RDTR dan RTBL serta dilengkapi AMDAL dan Persetujuan/Rekomendasi Instansi lain untuk fungsi-fungsi tertentu Alur Penyelenggaraan BG Tertentu Menurut PP nomor 36 tahun 2005, bangunan gedung tertentu adalah bangunan gedung yang digunakan untuk kepentingan umum dan bangunan gedung fungsi khusus, yang dalam pembangunan dan/atau pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan khusus dan/atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap masyarakat dan lingkungannya. 2-10

25 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N Berdasarkan pengertian tersebut, terlihat lebih jelas bahwa bangunan gedung tertentu yang cenderung memiliki kompleksitas tertentu, sehingga membutuhkan pengelolaan secara khusus yang berbeda dengan bangunan gedung pada umumnya. Oleh karena itu, detail siklus penyelenggaraan bangunan gedung tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia dapat digambarkan pada skema berikut ini. Gambar 2.8. Skema Penyelenggaraan Bangunan Gedung Tertentu Sumber: Tim Penyusun, 2012 Secara umum, alur siklus penyelenggaraan bangunan gedung tertentu hampir sama dengan alur siklus penyelenggaraan bangunan gedung pada umumnya. Yang membedakan skema ini dengan skema sebelumnya adalah pada setiap tahapannya (Penyusunan RTBL, Perencanaan, Pelaksanaan, Pemanfaatan, Pelestarian dan Pembongkaran), bangunan gedung tertentu dipersyaratkan untuk melibatkan Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) dan mendapatkan rekomendasi dari menteri yang terkait. 2-11

26 B A B I I P E M A H A M A N U M U M 2.3. AMANAH PENYUSUNAN PERDA BG Amanah UU Bangunan Gedung (28/2002) UU 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mengamanahkan disusunnya Perda Bangunan Gedung sebagai peraturan pelaksanaan UU ini dalam konteks penyelenggaraan bangunan gedung di daerah. Penyusunan Perda Bangunan Gedung diamanahkan di dalam UU- BG pada bagian Penjelasan Umum. Penjelasan Umum UU-BG berbunyi:... Undang-undang ini mengatur hal-hal yang bersifat pokok dan normatif, sedangkan ketentuan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan/atau peraturan perundangundangan lainnya, termasuk Peraturan Daerah, dengan tetap mempertimbangkan ketentuan dalam undang-undang lain yang terkait dalam pelaksanaan undang-undang ini Amanah PP Bangunan Gedung (36/2005) Penyusunan Perda BG juga diamanahkan oleh PP 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Terdapat 6 pasal yang mengamanahkan perlunya disusun Perda BG di daerah, yaitu: Pasal 9 ayat 4, yaitu mengenai Bangunan Gedung Adat; Pasal 98 ayat 3, yaitu mengenai penjagaan ketertiban penyelenggaraan bangunan gedung oleh masyarakat; Pasal 108 ayat 2, yaitu mengenai evaluasi substansi Perda BG oleh pemerintah pusat; Pasal 109 ayat 1, yaitu mengenai pengaturan Perda BG oleh Pemda sesuai ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi setempat; Pasal 109 ayat 2, yaitu mengenai penyusunan Perda-BG mempertimbangkan pendapat penyelenggara BG; Pasal 112 ayat 1, yaitu mengenai pengawasan Pemda terhadap penerapan Perda BG. 2-12

27 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N Amanah UU Pemerintahan Daerah (32/2002) Sesuai dengan semangat Otonomi Daerah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka penyelenggaraan bangunan gedung di daerah merupakan kewenangan Pemda setempat. Penyusunan Perda BG yang merupakan bentuk pengaturan dari penyelenggaraan bangunan gedung di daerah, merupakan kewenangan Pemda setempat Amanah PP Pembagian Urusan Pemerintahan (38/2007) PP Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan juga mengamanahkan bahwa penyusunan Perda BG di daerah merupakan kewenangan Pemda. Hal ini dapat dilihat pada bagian Lampiran, dimana dalam bidang Bangunan Gedung dan Lingkungan, pada aspek pengaturan disebutkan bahwa: Pemerintah: Menetapkan peraturan perundang-undangan dan NSPK bidang bangunan gedung dan lingkungan; Pemerintah Provinsi: Menetapkan Perda BG Provinsi dengan mengacu pada NSPK nasional; Pemerintah Kabupaten/Kota: Menetapkan Perda BG Kabupaten/Kota dengan mengacu pada NSPK nasional PENTINGNYA PERDA BG Permasalahan Umum dalam Penyelenggaraan BG Beberapa permasalahan yang umum terjadi dalam konteks penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia, antara lain: 1. Bangunan gedung didirikan pada lokasi yang tidak sesuai dengan peruntukan tata ruang; 2. Belum semua bangunan gedung mempunyai Izin Mendirikan Bangunan (IMB); 2-13

28 B A B I I P E M A H A M A N U M U M 3. Masyarakat membangun bangunan gedungnya sendiri, namun tidak memakai kaidah-kaidah teknis bangunan gedung yang benar; 4. Bangunan gedung yang telah mempunyai IMB, masih banyak yang belum memenuhi persyaratan teknis Ilustrasi Permasalahan dalam Penyelenggaraan BG Beberapa ilustrasi dari permasalahan yang umum terjadi dalam konteks penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia sebagaimana disebutkan di atas, adalah sebagai berikut: 1 Bangunan Gedung Dibangun Tidak Sesuai Peruntukan 2 Bangunan Gedung Dibangun Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis 2-14

29 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N 3 Rusaknya Bangunan Gedung Akibat Gempa Membahayakan Penghuninya 4 Ketidakmampuan Bangunan Gedung Menanggulangi Kebakaran 5 Ketidakmampuan Bangunan Gedung Mencegah Kecelakaan yang Terjadi 2-15

30 B A B I I P E M A H A M A N U M U M 6 Bangunan Gedung Dibangun Tidak Aksesibel Bagi Penderita Cacat Sumber: Tim Penyusun, Dasar Pemikiran Pentingnya Perda BG Dalam pemanfaatannya, bangunan gedung dihadapkan dengan berbagai aspek yang mempengaruhinya, seperti: 1. Ancaman bencana, seperti ancaman bencana gempa tektonik dan vulkanik, banjir, gunung berapi, tsunami, serta bahaya kebakaran. 2. Tekanan iklim tropis, seperti kondisi curah hujan, cahaya matahari, kelembaban, dan kecepatan angin yang relatif tinggi sepanjang tahun. 3. Kesesuaian konteks lingkungan, seperti adaptasi kearifan lokal, arsitektur lokal, dampak lingkungan serta tata bangunan dan lingkungan. 4. Kepastian operasionalisasi, seperti fungsi, klasifikasi dan penyelenggaraan bangunan gedung. 5. Peran stakeholders, seperti peran pemerintah, peran masyarakat dan peran tim ahli bangunan gedung. 6. Kepastian hukum, seperti persyaratan administrasi, ketentuan perizinan, dan penerapan sanksi terhadap pelanggaran. Setiap aspek tersebut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penyelenggaraan bangunan gedung. Secara skematis berbagai aspek yang mempengaruhi bangunan gedung tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini. 2-16

31 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N Membutuhkan arahan arsitektur, dampak lingkungan, dan tata bangunan untuk menyesuaikan BG dalam Kesesuaian Konteks Lingkungan Gambar 2.9. Dasar Pemikiran Pentingnya Perda-BG Ancaman Bencana Pengaruh Membutuhkan arahan keandalan BG untuk meminimalisasi dampak (jiwa dan materil) akibat bencana terhadap BG Dampak Bangunan Gedung Manfaat: Wadah Kegiatan Manusia Pengaruh Tekanan Iklim Tropis Dampak Pengaruh Pengaruh Membutuhkan arahan kenyamanan BG untuk mengadaptasi kondisi iklim tropis Kepastian Operasionalisasi Membutuhkan arahan fungsi, klasifikasi dan penyelenggaraan BG untuk memudahkan operasionalisasi BG Membutuhkan arahan peran pemerintah, masyarakat, dan TABG sebagai stakeholders dalam Peran Stakeholders Sumber: Tim Penyusun, 2012 Kepastian Hukum Kab/Kota Membutuhkan arahan administratif, perizinan, dan sanksi sebagai bentuk kepastian hukum Manfaat Perda BG dalam Beberapa Pertimbangan Setiap aspek yang mempengaruhi bangunan gedung tersebut membutuhkan antisipasi dalam berbagai bentuk pengaturan. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran mengenai pentingnya Perda-BG di daerah sebagai bentuk antisipasi terhadap berbagai aspek yang mempengaruhi bangunan gedung. Berbagai bentuk pengaturan Perda-BG sebagai bentuk antisipasi dari berbagai aspek yang mempengaruhi yaitu: 1. Terkait Antisipasi Ancaman Bencana, pengaturan meliputi: Pengaturan Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung 2. Terkait Antisipasi Kondisi Iklim Tropis, pengaturan meliputi: Pengaturan Persyaratan Kenyamanan Bangunan Gedung 3. Terkait Kesesuaian Konteks Lingkungan, pengaturan meliputi: Pengaturan Persyaratan arsitektur Pengaturan Persyaratan dampak lingkungan Pengaturan Persyaratan Tata Bangunan Pengaturan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan 2-17

32 B A B I I P E M A H A M A N U M U M 4. Terkait Kepastian Operasionalisasi, pengaturan meliputi: Pengaturan Fungsi Bangunan Gedung Pengaturan Klasifikasi Bangunan Gedung Pengaturan Penyelenggaraan Bangunan Gedung 5. Terkait Peran Stakeholders, pengaturan meliputi: Pengaturan Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) Pengaturan Peran Masyarakat Pengaturan Pengawasan Pengaturan Pembinaan 6. Terkait Kepastian Hukum, pengaturan meliputi: Pengaturan Persyaratan Administrasi Bangunan Gedung Pengaturan Perizinan Bangunan Gedung Pengaturan Sanksi Pelanggaran Secara skematis, berbagai bentuk pengaturan mengenai bangunan gedung dalam Perda-BG, yang merupakan bentuk antisipasi dari berbagai aspek yang mempengaruhinya, dapat dilihat pada gambar berikut ini. 2-18

33 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N Gambar Manfaat Perda-BG dalam Beberapa Aspek Petimbangan Terkait Antisipasi Ancaman Bencana: Pengaturan Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung Terkait Antisipasi Kondisi Iklim Tropis: Pengaturan Persyaratan Kenyamanan Bangunan Gedung Terkait Kesesuaian Konteks Lingkungan: Pengaturan Persyaratan arsitektur Pengaturan Persyaratan dampak lingkungan Pengaturan Persyaratan Tata Bangunan Pengaturan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Manfaat Manfaat PERDA tentang Bangunan Gedung Manfaat Asas & Tujuan Pengaturan Manfaat Manfaat Manfaat Terkait Kepastian Operasionalisasi: Pengaturan Fungsi Bangunan Gedung Pengaturan Klasifikasi Bangunan Gedung Pengaturan Penyelenggaraan Bangunan Gedung Terkait Peran Stakeholders: Pengaturan Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) Pengaturan Peran Masyarakat Pengaturan Pengawasan Pengaturan Pembinaan Terkait Kepastian Hukum: Pengaturan Persyaratan Administrasi Bangunan Gedung Pengaturan Perizinan Bangunan Gedung Pengaturan Sanksi Pelanggaran Sumber: Tim Penyusun, 2012 Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dilihat manfaat Perda-BG berkaitan dengan setiap aspek yang mempengaruhi bangunan gedung. Dengan diberlakukannya dan diimplementasikannya Perda-BG di daerah, maka berbagai dampak maupun pengaruh dari setiap aspek tersebut dapat diantisipasi untuk mencapai asas dan tujuan penyelenggaraan bangunan gedung LOKALITAS PENGATURAN PENYELENGGARAAN BG DI DAERAH Terkait Kebencanaan Dalam hal penyelenggaraan bangunan gedung, aspek kebencanaan di Indonesia menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Faktor kebencanaan yang berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung di daerah bersifat spesifik lokal, artinya antara daerah satu dengan daerah yang lainnya memiliki kondisi kebencanaan yang berbeda-beda, sehingga membutuhkan perlakuan yang berbeda-beda pula. 2-19

34 B A B I I P E M A H A M A N U M U M United Nations International Stategy for Disaster Reduction (UNISDR; Badan PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana) menilai bahwa Indonesia merupakan negara yang paling rawan terjadi bencana alam di dunia. Berbagai bencana alam mulai gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan rawan terjadi di Indonesia. Hal yang sama juga diperkuat oleh Indeks Rawan Bencana Indonesia (IRBI) yang dipublikasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tahun Berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2011, hasil penilaian dengan pendekatan Multiple Hazard dilakukan untuk tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota. Indeks Rawan Bencana Multiple Hazard merupakan kajian dan penilaian terhadap kerawanan setiap daerah terhadap bahaya bencana secara multiple, yaitu Banjir, Gempa Bumi, Gempa Bumi Dan Tsunami, Kebakaran Permukiman, Kekeringan, Angin Topan, Banjir Dan Tanah Longsor, Tanah Longsor, Letusan Gunung Api, Gelombang Pasang/Abrasi, Kebakaran Hutan Dan Lahan, Kecelakaan Industri, Kecelakaan Transportasi, Konflik / Kerusuhan Sosial, Kejadian Luar Biasa (KLB). Indeks rawan bencana ini bertujuan untuk memberikan informasi tingkat kerawanan bencana tiap-tiap kabupaten/kota di Indonesia. Berdasarkan tingkat kerawanan ini dapat digunakan oleh berbagai pihak untuk melakukan analisis mengenai kelembagaan, pendanaan, perencanaan, statistik dan operasionalisasi penanggulangan bencana. Kementerian PU telah menetapkan Peta Zonasi Gempa Indonesia sebagai sumber informasi zonasi gempa tiap wilayah di Indonesia, pada tanggal 1 Juli 2010 sebagai materi revisi SNI tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan gedung. 2-20

35 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N 2-21

36 B A B I I P E M A H A M A N U M U M 2-22

37 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N 2-23

38 B A B I I P E M A H A M A N U M U M 2-24

39 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N 2-25

40 B A B I I P E M A H A M A N U M U M 2-26

41 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N 2-27

42 B A B I I P E M A H A M A N U M U M 2-28

43 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N 2-29

44 B A B I I P E M A H A M A N U M U M 2-30

45 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N 2-31

46 B A B I I P E M A H A M A N U M U M Terkait Tradisionalitas Indonesia merupakan bangsa majemuk yang terdiri dari beragam elemen multikultural di dalamnya. Secara administratif, Indonesia terdiri dari 34 provinsi dan 502 kabupaten/kota. Indonesia terdiri dari 3 etnis besar, 50 suku bangsa, dan 700 kelompok etnis dengan adat istiadat dan norma adatnya masing-masing. Di Indonesia diakui 6 agama besar serta kepercayaan kepada Tuhan YME. Kota-kota di Indonesia dapat dikatakan sedang mengalami krisis identitas. Relatif tidak ada ciri khusus yang membedakan satu kota dengan kota lainnya. Wajah kota mengalami penyeragaman. Di beberapa daerah terlihat ada upaya untuk menampilkan ciri berupa elemen arsitektur tradisional setempat, namun kebanyakan terjebak pada pemasangan tempelan yang tidak terencana dengan baik, sehingga terkesan dipaksakan. Mestinya kota-kota di Indonesia menggali sumber identitas dari khasanah arsitektur tradisional yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Dengan kekayaan arsitektur Nusantara yang dimiliki, sangat potensial untuk menampilkan kota-kota yang berwajah cantik dan masing-masing memiliki ciri sesuai dengan daerahnya. Bila hal ini dapat direalisasikan, sangat membanggakan kota-kota yang berwajah khas dan memberikan kesan mendalam bagi para pengunjungnya. Patut disayangkan, dari sekian banyak daerah di Indonesia nampaknya hanya Bali yang mampu menghadirkan kota-kota berwajahkan khasanah arsitektur lokal yang tidak berkesan dipaksakan. Di daerah lain, upaya menampilkan elemen arsitektur tradisional kurang digarap dengan baik, sehingga hasilnya adalah tempelan atap Minangkabau, atap joglo atau atap Toraja yang tidak pas dengan bangunan yang ditempeli. Potret tradisionalitas yang bersifat spesifik lokal setiap wilayah di Indonesia dapat dilihat pada kompilasi sebagai berikut. 2-32

47 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N WILAYAH SUMATERA 2-33

48 B A B I I P E M A H A M A N U M U M WILAYAH JAWA 2-34

49 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N WILAYAH BALI DAN NUSA TENGGARA 2-35

50 B A B I I P E M A H A M A N U M U M WILAYAH KALIMANTAN 2-36

51 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N WILAYAH SULAWESI 2-37

52 B A B I I P E M A H A M A N U M U M WILAYAH MALUKU 2-38

53 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N WILAYAH PAPUA Sumber: Tim Penyusun, Terkait Kearifan Lokal Sebagai negara yang memiliki keragaman adat istiadat yang sangat tinggi, di Indonesia juga dikenal dan berlaku berbagai bentuk kearifan lokal yang berkaitan dengan bangunan gedung. Kearifan lokal yang dimaksud berkaitan dengan ketentuan atau hukum adat yang berlaku di beberapa daerah di Indonesia sebagai warisan turun temurun dari leluhur dalam komunitas tersebut. Dalam hal ini, di beberapa daerah di Indonesia diketahui bahwa ketentuan atau hukum adat yang berlaku mempengaruhi penyelenggaraan bangunan gedung di daerah tersebut. Beberapa daerah yang memiliki ketentuan atau hukum adat 2-39

54 B A B I I P E M A H A M A N U M U M yang kuat dan memiliki pengaruh terhadap penyelenggaraan bangunan gedung diantaranya adalah di Sumatera Barat, Kalimantan, Bali, Tana Toraja dan Papua. Namun demikian menurut penelitian antropologi oleh Ter Haar, (Bushar Muhammad), dijelaskan bahwa hampir di seluruh kepulauan Indonesia pada tingkat rakyat jelata terdapat nilai, tata aturan ataupun norma adat yang mengikat masyarakat di suatu komunitas dengan batasan tertentu. Beberapa aspek nilai, tata aturan ataupun norma adat yang memiliki pengaruh terhadap penyelenggaraan bangunan gedung antara lain: 1. Masyarakat Adat Pada beberapa masyarakat adat yang memiliki nilai yang kuat, ketentuan yang berlaku di dalamnya memiliki pengaruh luas ke berbagai perikehidupan masyarakat, bahkan dalam hal pengaturan kampung, orientasi bangunan, langgam tradisional, hingga hal teknis seperti ukuran ataupun konstruktsi bangunan. 2. Lembaga Adat Dalam konteks penyelenggaraan bangunan gedung, lembaga adat dalam struktur masyarakat pada tingkatan kaum, suku ataupun nagari memiliki peran dalam pemberian izin pemanfaatan terhadap harta kekayaan berupa tanah ulayat. Oleh karena itu dalam konteks penyelenggaraan bangunan gedung yang dilakukan di atas tanah ulayat, kelembagaan adat memiliki pengaruh yang cukup penting. 3. Tanah Ulayat Tanah ulayat sebagai harta kekayaan masyarakat adat, dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat adat tersebut, termasuk pembangunan bangunan gedung di atasnya. Namun demikian, karena di atas tanah ulayat berlaku ketentuan atau hukum adat maka dalam proses penyelenggaraan bangunan gedung di atas tanah ulayat harus menyesuaikan dengan ketentuan atau hukum adat yang berlaku. 4. Aturan Adat Di dalam setiap masyarakat adat memiliki berbagai aturan adat yang mengikat komunitas yang bersangkutan dalam berbagai aspek kehidupannya. Dalam konteks penyelenggaraan bangunan gedung, di beberapa daerah di Indonesia dikenal berbagai aturan adat yang mengikat masyarakat lokal. Aturan adat dalam konteks penyelenggaraan bangunan gedung di dalam masyarakat adat 2-40

55 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N umumnya memiliki makna filosofis yang diyakini kebenarannya secara turun temurun. Beberapa contoh kearifan lokal yang mempengaruhi penyelenggaraan bangunan gedung di beberapa daerah di Indonesia antara lain: 1. Di Bali terdapat aturan adat yang membatasi ketinggian bangunan gedung, dimana ketinggian bangunan gedung tidak boleh melebihi tinggi pohon kelapa yaitu setinggi 15 meter. Aturan ini dipatuhi oleh masyarakat adat setempat dan juga mengikat masyarakat umum lainnya yang membangun bangunan di wilayah Bali. Bahkan dalam perkembangannya, aturan ini dikukuhkan dalam Perda RTRW Provinsi Bali, sehingga memiliki kekuatan hukum yang kuat. 2. Di Toraja terdapat aturan yang bersifat teknis untuk rumah tradisionalnya, yaitu Tongkonan. Secara umum, Tongkonan memiliki ketentuan sebagai berikut: Rumah harus menghadap utara (Puang Matua) sebutan untuk tuhan yang maha esa. Letak pintu di bagian depan rumah, sedangkan di sisi barat dan timur terdapat jendela kecil. Dibagi menjadi 3 bagian, yaitu kolong (Sulluk Banua), badan bangunan (Kale Banua) dan atap (Ratiang Banua). Bentuk atapnya melengkup mirip tanduk kerbau, karena melambangkan kemakmuran & status 3. Di Minangkabau terdapat aturan yang mengatur pembangunan rumah gadang. Sejak tahap awal, proses pembangunan rumah gadang tidak bisa diputuskan sendiri oleh masyarakat melainkan harus melalui permusyawarahan antara orang-orang sekaum. Hal-hal yang dimusyawarahkan antara lain yaitu patut tidaknya pembangunan rumah gadang itu dilaksanakan, penentuan bentuk dan ukuran rumah gadang, jumlah gonjong pada rumah gadang, letak yang tepat rumah gadang dibangun. Selain itu, juga terdapat persyaratan pembangunan rumah gadang seperti peraturan dan luas perkampungan, tidak boleh didirikan di atas tanah yang basah, rendah atau labil, atau di atas lahan pertanian, serta orientasi yang tidak membelakangi Gunung Merapi. 2-41

56 B A B I I P E M A H A M A N U M U M 2-42

57 BAB III KETENTUAN UMUM PENDAMPINGAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA

58 B A B I I I K E T E N T U A N U M U M 3.1. PENGERTIAN Beberapa pengertian yang berkaiatn dalam Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. 2. Bangunan gedung umum adalah bangunan gedung yang fungsinya untuk kepentingan publik, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun fungsi sosial dan budaya. 3. Bangunan gedung tertentu adalah bangunan gedung yang digunakan untuk kepentingan umum dan bangunan gedung fungsi khusus, yang dalam pembangunan dan/atau pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan khusus dan/atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap masyarakat dan lingkungannya. 4. Klasifikasi bangunan gedung adalah klasifikasi dari fungsi bangunan gedung berdasarkan pemenuhan tingkat persyaratan administratif dan persyaratan teknisnya. 5. Izin mendirikan bangunan gedung adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. 6. Permohonan izin mendirikan bangunan gedung adalah permohonan yang dilakukan pemilik bangunan gedung kepada pemerintah daerah untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan gedung. 7. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan 3-2

59 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. 8. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. 9. Koefisien Daerah Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. 10. Koefisien Tapak Basemen (KTB) adalah angka persentase perbandingan antara luas tapak basemen dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. 11. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah. 12. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan (RDTR-KP) adalah penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/kota ke dalam rencana pemanfaatan kawasan perkotaan. 13. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan rancang bangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan. 14. Lingkungan bangunan gedung adalah lingkungan di sekitar bangunan gedung yang menjadi pertimbangan penyelenggaraan bangunan gedung baik dari segi sosial, budaya, maupun dari segi ekosistem. 15. Pedoman teknis adalah acuan teknis yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Pemerintah ini dalam bentuk ketentuan teknis penyelenggaraan bangunan gedung. 3-3

60 B A B I I I K E T E N T U A N U M U M 16. Standar teknis adalah standar yang dibakukan sebagai standar tata cara, standar spesifikasi, dan standar metode uji baik berupa Standar Nasional Indonesia maupun standar internasional yang diberlakukan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. 17. Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan gedung. 18. Penyelenggara bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi bangunan gedung, dan pengguna bangunan gedung. 19. Pemilik bangunan gedung adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung. 20. Pengguna bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung dan/atau bukan pemilik bangunan gedung berdasarkan kesepakatan dengan pemilik bangunan gedung, yang menggunakan dan/atau mengelola bangunan gedung atau bagian bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan. 21. Tim ahli bangunan gedung adalah tim yang terdiri dari para ahli yang terkait dengan penyelenggaraan bangunan gedung untuk memberikan pertimbangan teknis dalam proses penelitian dokumen rencana teknis dengan masa penugasan terbatas, dan juga untuk memberikan masukan dalam penyelesaian masalah penyelenggaraan bangunan gedung tertentu yang susunan anggotanya ditunjuk secara kasus per kasus disesuaikan dengan kompleksitas bangunan gedung tertentu tersebut. 22. Laik fungsi adalah suatu kondisi bangunan gedung yang memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung yang ditetapkan. 23. Perencanaan teknis adalah proses membuat gambar teknis bangunan gedung dan kelengkapannya yang mengikuti tahapan prarencana, pengembangan rencana dan penyusunan gambar kerja yang terdiri 3-4

61 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N atas: rencana arsitektur, rencana struktur, rencana mekanikal/elektrikal, rencana tata ruang luar, rencana tata ruang-dalam/interior serta rencana spesifikasi teknis, rencana anggaran biaya, dan perhitungan teknis pendukung sesuai pedoman dan standar teknis yang berlaku. 24. Pertimbangan teknis adalah pertimbangan dari tim ahli bangunan gedung yang disusun secara tertulis dan profesional terkait dengan pemenuhan persyaratan teknis bangunan gedung baik dalam proses pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, maupun pembongkaran bangunan gedung. 25. Penyedia jasa konstruksi bangunan gedung adalah orang perorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi bidang bangunan gedung, meliputi perencana teknis, pelaksana konstruksi, pengawas/manajemen konstruksi, termasuk pengkaji teknis bangunan gedung dan penyedia jasa konstruksi lainnya. 26. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi. 27. Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana agar bangunan gedung tetap laik fungsi. 28. Pemugaran bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan adalah kegiatan memperbaiki, memulihkan kembali bangunan gedung ke bentuk aslinya. 29. Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki. 30. Peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung adalah berbagai kegiatan masyarakat yang merupakan perwujudan kehendak dan keinginan masyarakat untuk memantau dan menjaga ketertiban, memberi masukan, menyampaikan pendapat dan pertimbangan, serta melakukan gugatan perwakilan berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung. 3-5

62 B A B I I I K E T E N T U A N U M U M 31. Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan hukum atau usaha dan lembaga atau organisasi yang kegiatannya di bidang bangunan gedung, termasuk masyarakat hukum adat dan masyarakat ahli, yang berkepentingan dengan penyelenggaraanbangunan gedung. 32. Gugatan perwakilan adalah gugatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung yang diajukan oleh satu orang atau lebih yang mewakili kelompok dalam mengajukan gugatan untuk kepentingan mereka sendiri dan sekaligus mewakili pihak yang dirugikan yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok yang dimaksud. 33. Pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik sehingga setiap penyelenggaraan bangunan gedung dapat berlangsung tertib dan tercapai keandalan bangunan gedung yang sesuai dengan fungsinya, serta terwujudnya kepastian hukum. 34. Pengaturan adalah penyusunan dan pelembagaan peraturan perundang-undangan, pedoman, petunjuk, dan standar teknis bangunan gedung sampai di daerah dan operasionalisasinya di masyarakat. 35. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan perundangundangan bidang bangunan gedung dan upaya penegakan hukum. 36. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah daerah adalah bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, kecuali untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah gubernur. 38. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum. 3-6

63 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N 3.2. LANDASAN HUKUM Beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung yaitu: 1. Peraturan perundangan-undangan yang bersifat atribusi, yaitu peraturan perundang-undangan yang memberikan kewenanganan kepada Pemerintahan Daerah untuk membuat Perda, antara lain: a. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-Undang tentang Pembentukan Kabupaten/Kota bersangkutan; c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 2. Peraturan perundangan-undangan yang bersifat delegasi, yaitu peraturan perundang-undangan yang memberikan amanah untuk disusunnya Perda tentang bangunan gedung, antara lain: a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; b. Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. 3. Peraturan perundang-undangan yang bersifat teknis, yaitu peraturan perundang-undangan yang memberikan arahan mengenai teknis penyusunan Perda, antara lain: a. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. 4. Peraturan perundang-undangan yang bersifat substansial, yaitu peraturan perundang-undangan yang memberikan arahan mengenai substansi penyelenggaraan bangunan gedung, antara lain: a. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung; b. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksebilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan; 3-7

64 B A B I I I K E T E N T U A N U M U M c. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara; d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan; e. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi bangunan Gedung; f. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2007 tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung; g. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pemeliharan dan Perawatan Bangunan Gedung; h. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Induk Sistim Proteksi Kebakaran; i. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan; j. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran Di Perkotaan KLASIFIKASI STATUS PERDA BG Klasifikasi status Ranperda-BG menurut kondisi dari setiap kabupaten/kota pada dasarnya dapat dikelompokan dalam 5 status. Setiap klasifikasi status Ranperda-BG menurut kondisinya dapat dikaitkan dengan kebutuhan pendampingan penyusunan Ranperda-BG. Keterkaitan antara klasifikasi status Ranperda-BG menurut kondisinya dengan kebutuhan pendampingan dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.1. Keterkaitan antara Status Ranperda-BG dengan Kebutuhan Pendampingan STATUS KONDISI KEBUTUHAN INTERVENSI PENDAMPINGAN 1. Tahap persiapan 2. Tahap survei STATUS 1 3. Tahap penyusunan naskah akademik Belum Menyusun 4. Tahap perumusan Ranperda-BG Ranperda-BG 5. Tahap pembahasan Ranperda-BG 6. Tahap konsensus 7. Tahap finalisasi 3-8

65 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N STATUS KONDISI KEBUTUHAN INTERVENSI PENDAMPINGAN 1. Tahap penyusunan naskah akademik STATUS 2 2. Tahap perumusan Ranperda-BG Proses Penyusunan 3. Tahap pembahasan Ranperda-BG Ranperda-BG 4. Tahap konsensus 5. Tahap finalisasi 1. Percepatan Program Legislasi Daerah STATUS 3 Proses Legislasi (Prolegda) DPRD 2. Advokasi kepada Legislatif dan Masyarakat STATUS 4 Sudah Memiliki Perda- Tidak membutuhkan pendampingan BG Sumber: Tim Penyusun, NASKAH AKADEMIS Naskah akademis merupakan suatu dokumen kajian akademis yang disusun menggunakan pendekatan dan langkah-langkah ilmiah sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Naskah akademis tidak berarti harus disusun oleh akademisi atau perguruan tinggi saja, tetapi dapat disusun oleh siapa saja selama menggunakan pendekatan dan langkah-langkah ilmiah serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Berdasarkan UU No 12 tahun 2011, Naskah Akademis untuk Perda Provinsi dan Kabupaten/Kota bersifat tidak wajib, artinya boleh dibuat atau boleh tidak dibuat. Pada pasal 56 ayat 2 disebutkan bahwa Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik (Ketentuan untuk Kabupaten/Kota berlaku mutatis mutandis). Dengan adanya frasa dan/atau menegaskan bahwa Naskah Akademis boleh dibuat atau boleh tidak dibuat, sedangkan yang wajib dibuat adalah penjelasan atau keterangan dari Ranperda tersebut. Walaupun tidak diwajibkan oleh UU namun dalam Kegiatan Pendampingan Penyusunan Ranperda BG ini, penyusunan Naskah Akademis menjadi salah satu keluaran yang diwajibkan untuk dibuat. Ketentuan mengenai penyusunan Naskah Akademis mengacu pada Lampiran I UU No 12 tahun 2011 mengenai Teknik Penyusunan Naskah Akademik Rancangan UU, Rancangan Perda Provinsi, Dan Rancangan Perda Kabupaten/Kota. Dimana berdasarkan ketentuan tersebut, muatan Naskah Akademis terdiri dari 6 bab, yang meliputi: 3-9

66 B A B I I I K E T E N T U A N U M U M Judul Kata Pengantar Daftar Isi, Daftar Tabel Dan Daftar Gambar Bab I Pendahuluan Bab II Kajian Teoretis Dan Praktik Empiris Bab III Evaluasi Dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan Terkait Bab IV Landasan Filosofis, Sosiologis, Dan Yuridis Bab V Jangkauan, Arah Pengaturan, Dan Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Bab VI Penutup Daftar Pustaka Lampiran: Rancangan Peraturan Daerah Tentang Bangunan Gedung 3.5. MODEL PERDA BG Untuk membantu pemerintah daerah dalam proses penyusunan Perda BG, pemerintah pusat, dalam hal ini Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum, menyiapkan Model Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung. Hal ini dilakukan sesuai amanah pasal 106 ayat 3 dari PP Nomor 36 tahun 2005 yang berbunyi: Pemerintah dapat memberikan bantuan teknis dalam penyusunan peraturan dan kebijakan daerah di bidang bangunan gedung yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Selanjutnya dalam penjelasan pasal 106 ayat 3 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan bantuan teknis antara lain memberikan Model Perda BG dan/atau bantuan teknis penyusunan rancangan peraturan daerah tentang bangunan gedung. Tujuan dibuatkannya Model Perda BG adalah untuk memberikan acuan dan contoh pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung yang telah mengakomodasi berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, pedoman teknis dan standar teknis di Indonesia. Yang perlu ditekankan di sini adalah Model Perda BG yang dibuat merupakan acuan dan contoh, sehingga tidak bersifat mengikat dan tidak mengharuskan setiap norma pengaturan untuk sama persis. Akan tetapi Model Perda BG dibuat untuk memudahkan dan mempercepat proses penyusunan di daerah yang pada proses penyusunannya berbagai norma pengaturan dalam Model Perda BG perlu ditajamkan dengan berbagai muatan lokal yang ada dan berlaku di setiap 3-10

67 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N daerah. Sehingga walaupun pada awalnya mengacu pada Model Perda BG, namun pada akhirnya diharapkan setiap Perda BG yang dihasilkan setiap daerah dapat berbeda satu dengan yang lain dan bersifat spesifik. Model Perda BG yang telah disusun ini, selanjutnya dikuatkan dengan legalisasi berbentuk Surat Edaran dari Menteri Pekerjaan Umum. Legalisasi ini dimaksudkan agar Model Perda BG memiliki kejelasan legalitas untuk dapat dijadikan acuan dalam proses penyusunan Ranperda BG di daerah. Secara kronologis, Model Perda BG sudah 3 kali mengalami penyempurnaan sejak pertama kali dibuat. Model Perda BG pertama kali dibuat pada tahun 2003 pasca UU-BG (UU 28/2002) ditetapkan. Selanjutnya dilakukan penyempurnaan pertama kali pada tahun 2007 pasca PP-BG (PP 36/2005) ditetapkan. Penyempurnaan kedua kali dilakukan pada tahun 2010 pasca terjadinya bencana di Padang dan Yogyakarta. Penyempurnaan kedua ini dilakukan PBL bekerjasama dengan JICA yang memiliki pengalaman dalam hal penyelenggaraan bangunan gedung tahan gempa. Terakhir penyempurnaan ketiga kali dilakukan pada tahun 2012 pasca UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ditetapkan dan bertepatan dengan momentum dasawarsa UU-BG. Sistematika penjabaran dalam Model Perda BG antara lain meliputi: Penjelasan dan Contoh pada bagian Judul; Penjelasan dan Contoh pada bagian Pembukaan; Penjelasan dan Contoh pada bagian Batang Tubuh; Penjelasan dan Contoh pada bagian Penutup; Penjelasan dan Contoh pada bagian Penjelasan Penjelasan dan Contoh pada bagian Lampiran (Jika Diperlukan). Sedangkan muatan pengaturan minimal yang dijabarkan di dalam Model Perda BG meliputi 12 bab, yaitu: Bab I Ketentuan Umum; Bab II Fungsi Dan Klasifikasi Bangunan Gedung; Bab III Persyaratan Bangunan Gedung; Bab IV Penyelenggaraan Bangunan Gedung; Bab V Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG); Bab VI Peran Masyarakat; 3-11

68 B A B I I I K E T E N T U A N U M U M Bab VII Pembinaan; Bab VIII Sanksi Administratif; Bab IX Ketentuan Penyidikan; Bab X Ketentuan Pidana; Bab XI Ketentuan Peralihan; dan Bab XII Ketentuan Penutup METODOLOGI PENDAMPINGAN DI DAERAH Metodologi pelaksanaan kegiatan Pendampingan Penyusunan Ranperda BG di Daerah secara umum terdiri dari beberapa tahapan dengan capaian kegiatannya, sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 3.2. Lingkup & Capaian Kegiatan di Daerah (Secara Umum) NO LINGKUP KEGIATAN CAPAIAN KEGIATAN I TAHAP PERSIAPAN & PENYUSUNAN 1.1 Pembentukan Tim Penyusun (Pokja) SK Tim Penyusun (Pokja) 1.2 Pendalaman KAK, Penyusunan Metodologi & Rencana Kerja Metodologi & Rencana Kerja 1.3 Pendalaman Substansi Laporan Pendahuluan 1.4 Penyusunan Ranperda BG Mengacu Model Ranperda BG Draf Pembahasan Draf Ranperda BG Prosiding Hasil Pembahasan 1.6 Partisipasi dalam Koordinasi Awal di Jakarta Prosiding Hasil Koordinasi Awal II TAHAP SURVEI 2.1 Survei Sekunder (Literatur, Perundangan, Standar dan Pedoman) Data Sekunder 2.2 Survei Primer (Pengamatan, Dokumentasi, Pengukuran, Wawancara) Data Primer 2.3 Pengolahan Data dan Informasi Kompilasi Data dan Informasi III TAHAP ANALISIS 3.1 Kajian Kepustakaan (Literatur, Perundangan, Standar dan Pedoman) 3.2 Identifikasi Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Potensi Laporan Antara 3.3 Analisis Permasalahan dan Perumusan Materi Pengaturan 3.4 Penyusunan Naskah Akademis Naskah Akademis Draf Penajaman Muatan Lokal Ranperda BG sesuai NA Ranperda BG Rev Workshop dengan Instansi Terkait Prosiding Hasil Workshop IV TAHAP PENYEMPURNAAN 4.1 Penyempurnaan Naskah Akademis Berdasarkan Workshop Naskah Akademis Rev Penyempurnaan Ranperda BG Berdasarkan Hasil Workshop Ranperda BG Rev Workshop dengan DPRD Prosiding Hasil Workshop 4.4 Partisipasi dalam Kolokium di Jakarta Prosiding Hasil Kolokium V TAHAP FINALISASI 5.1 Penyempurnaan Hasil Pembahasan NA Rev-2, Ranperda BG Rev Penyiapan Produk Akhir Kegiatan Laporan Akhir dan Prosiding Sumber: Tim Penyusun,

69 RANGKAIAN KEGIATAN Gambar 3.1. Skema Metodologi Pendampingan Kegiatan Penyusunan Ranperda P A N DBG U Adi N Kabupaten/Kota (Secara Umum) Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung I. TAHAP PERSIAPAN & PENYUSUNAN BULAN KE-1 II. TAHAP SURVEI III. TAHAP ANALISIS IV. TAHAP PENYEMPURNAAN BULAN KE-2 BULAN KE-3 BULAN KE-4 BULAN KE-5 BULAN KE Pembentukan Tim Penyusun (Pokja) 1.2. Pendalaman KAK, Penyusunan Metodologi & Rencana Kerja 1.3. Pendalaman Substansi 1.4. Penyusunan Ranperda BG Mengacu Model 1.5. Pembahasan Draf Ranperda BG (KS-1) O Survei Sekunder (Literatur, Perundangan, Standar dan Pedoman) 2.3. Pengolahan Data dan Informasi 2.2. Survei Primer (Pengamatan, Dokumentasi, Pengukuran, Wawancara) O Kajian Kepustakaan (Literatur, Perundangan, Standar dan Pedoman) 3.2. Identifikasi Kondisi Eksisting, Inventarisasi Permasalahan dan Potensi yang Ada 3.3. Analisis Permasalahan dan Perumusan Materi Pengaturan 3.4. Penyusunan Naskah Akademis 3.5. Penajaman Muatan Lokal Ranperda BG sesuai NA 3.5. Workshop dengan Instansi Terkait (KS-2) O Penyempurnaan Naskah Akademis Berdasarkan Hasil Workshop 4.2. Penyempurnaan Ranperda BG Berdasarkan Hasil Workshop 4.3. Workshop dengan DPRD (KS-3) O-4 V. TAHAP FINALISASI 5.1. Penyempurnaan Hasil Pembahasan 5.2. Penyiapan Produk Akhir Kegiatan O-5 DISKUSI PARTISIPATIF KELUARAN PELAPORAN Partisipasi dlm Rakorwal di Pusat SK Tim Pokja Pendalaman Substansi Metodologi & Renja Ranperda BG Draf-0 Laporan Pendahuluan Hasil Pembahasan Pembahasan Lap. Pendahuluan (KS-1) Pembahasan Lap. Antara (KS-2) O-1 O-2 Data Primer O-3 Kajian Kepustakaan, Kondisi Eksisting, Data Sekunder Masalah & Potensi serta Hasil Analisis Hasil Kompilasi Naskah Akademis Draf-0 Data dan Ranperda BG Rev-1 Informasi Laporan Antara Hasil Workshop dengan Instansi Terkait Partisipasi dlm Kolokium di Pusat Pembahasan Lap. Akhir (KS-3) O-4 Naskah Akademis Rev-1 Ranperda BG Rev-2 Hasil Workshop dengan DPRD O-5 Laporan Akhir Dokumen Proceeding Naskah Akademis (Final) Ranperda BG (Final) Surat Ket. Tim Pokja LAP. PENDAHULUAN LAP. ANTARA LAP. AKHIR Keterangan: 3-13 KS --> Kegiatan Simultan (dalam 1 hari dilakukan 2 kegiatan dalam 2 sesi berbeda) Sumber: Tim Penyusun, 2013

70 B A B I I I K E T E N T U A N U M U M Untuk mendukung keberhasilan percepatan penyelesaian Perda BG di daerah, pelaksanaan kegiatan Pendampingan Penyusunan Ranperda BG di Daerah dapat melibatkan kerjasama pembiayaan dari sumber lain. Pada tahun anggaran 2013, Direktorat PBL melakukan kerjasama dengan JICA dalam kegiatan Pendampingan Penyusunan Ranperda BG di beberapa daerah. Kegiatan di beberapa daerah yang dibantu dengan fasilitasi dari JICA menggunakan metodologi yang secara prinsip sama, namun karena sebagian pembahasan pembiayaannya dibantu dengan fasilitasi JICA, sehingga dimungkinkan adanya penambahan 2 kegiatan, yaitu konsultasi publik dan sosialisasi. Metodologi kegiatan di beberapa daerah yang dibantu dengan fasilitasi dari JICA dapat dijelaskan sebagai berikut. Tabel 3.3. Lingkup & Capaian Kegiatan di Daerah (Fasilitasi JICA) NO LINGKUP KEGIATAN CAPAIAN KEGIATAN PEMBIAYAAN I TAHAP PERSIAPAN & PENYUSUNAN 1.1 Pembentukan Tim Penyusun (Pokja) SK Tim Penyusun (Pokja) APBN 1.2 Pendalaman KAK, Penyusunan Metodologi & Rencana Kerja Metodologi & Rencana Kerja APBN 1.3 Pendalaman Substansi Laporan Pendahuluan APBN 1.4 Penyusunan Ranperda BG Mengacu Model Ranperda BG Draf-0 APBN 1.5 Pembahasan Draf Ranperda BG Prosiding Hasil Pembahasan APBN & JICA 1.6 Partisipasi dalam Koordinasi Awal di Jakarta Prosiding Hasil Koordinasi Awal APBN II TAHAP SURVEI 2.1 Survei Sekunder (Literatur, Perundangan, Standar dan Pedoman) Data Sekunder APBN 2.2 Survei Primer (Pengamatan, Dokumentasi, Pengukuran, Wawancara) Data Primer APBN 2.3 Pengolahan Data dan Informasi Kompilasi Data dan Informasi APBN III TAHAP ANALISIS 3.1 Kajian Kepustakaan (Literatur, Perundangan, Standar dan Pedoman) APBN 3.2 Identifikasi Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Potensi Laporan Antara APBN 3.3 Analisis Permasalahan dan Perumusan Materi Pengaturan APBN 3.4 Penyusunan Naskah Akademis Naskah Akademis Draf-0 APBN 3.5 Penajaman Muatan Lokal Ranperda BG sesuai NA Ranperda BG Rev-1 APBN 3.6 Workshop dengan Instansi Terkait Prosiding Hasil Workshop APBN & JICA 3.7 Konsultasi Publik (Tokoh Masy, Akademisi, Praktisi) Prosiding Konsultasi Publik APBN & JICA IV TAHAP PENYEMPURNAAN 4.1 Penyempurnaan Naskah Akademis Berdasarkan Workshop Naskah Akademis Rev-1 APBN 4.2 Penyempurnaan Ranperda BG Berdasarkan Hasil Workshop Ranperda BG Rev-2 APBN 4.3 Workshop dengan DPRD Prosiding Hasil Workshop APBN & JICA 4.4 Sosialisasi(Tokoh Masy, Akademisi, Praktisi) Prosiding Hasil Sosialisasi APBN & JICA 4.5 Partisipasi dalam Kolokium di Jakarta Prosiding Hasil Kolokium APBN V TAHAP FINALISASI 5.1 Penyempurnaan Hasil Pembahasan NA Rev-2, Ranperda BG Rev-3 APBN 5.2 Penyiapan Produk Akhir Kegiatan Laporan Akhir dan Prosiding APBN Sumber: Tim Penyusun,

71 RANGKAIAN KEGIATAN DISKUSI PARTISIPATIF KELUARAN PELAPORAN Gambar 3.2. Skema Metodologi Pendampingan Kegiatan Penyusunan Penyusunan Ranperda P ABG N Ddi UKabupaten/Kota A N (Fasilitasi JICA) Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung I. TAHAP PERSIAPAN & PENYUSUNAN BULAN KE-1 II. TAHAP SURVEI III. TAHAP ANALISIS IV. TAHAP PENYEMPURNAAN BULAN KE-2 BULAN KE-3 BULAN KE-4 BULAN KE-5 BULAN KE Pembentukan Tim Penyusun (Pokja) 1.2. Pendalaman KAK, Penyusunan Metodologi & Rencana Kerja 1.3. Pendalaman Substansi 1.4. Penyusunan Ranperda BG Mengacu Model 1.5. Pembahasan Draf Ranperda BG (KS-1) O-1 Partisipasi dlm Rakorwal di Pusat SK Tim Pokja Pendalaman Substansi Metodologi & Renja Ranperda BG Draf-0 Laporan Pendahuluan Hasil Pembahasan 2.1. Survei Sekunder (Literatur, Perundangan, Standar dan Pedoman) 2.3. Pengolahan Data dan Informasi 2.2. Survei Primer (Pengamatan, Dokumentasi, Pengukuran, Wawancara) Pembahasan Lap. Pendahuluan (KS-1) 3.1. Kajian Kepustakaan (Literatur, Perundangan, Standar dan Pedoman) 3.2. Identifikasi Kondisi Eksisting, Inventarisasi Permasalahan dan Potensi yang Ada 3.3. Analisis Permasalahan dan Perumusan Materi Pengaturan O-1 O-2 Data Primer O-3 Kajian Kepustakaan, Kondisi Eksisting, Data Sekunder Masalah & Potensi serta Hasil Analisis Hasil Kompilasi Naskah Akademis Draf-0 Data dan Ranperda BG Rev-1 Informasi Laporan Antara Hasil Workshop dengan Instansi Terkait O-2 Pembahasan Lap. Antara (KS-2) 3.4. Penyusunan Naskah Akademis 3.5. Penajaman Muatan Lokal Ranperda BG sesuai NA 3.5. Workshop dengan Instansi Terkait (KS-2) O-3 Konsultasi Publik 4.1. Penyempurnaan Naskah Akademis Berdasarkan Hasil Workshop 4.2. Penyempurnaan Ranperda BG Berdasarkan Hasil Workshop 4.3. Workshop dengan DPRD (KS-3) O-4 Partisipasi dlm Kolokium di Pusat V. TAHAP FINALISASI 5.1. Penyempurnaan Hasil Pembahasan 5.2. Penyiapan Produk Akhir Kegiatan O-5 Pembahasan Lap. Akhir Sosialisasi (KS-3) O-4 Naskah Akademis Rev-1 Ranperda BG Rev-2 Hasil Workshop dengan DPRD O-5 Laporan Akhir Dokumen Proceeding Naskah Akademis (Final) Ranperda BG (Final) Surat Ket. Tim Pokja LAP. PENDAHULUAN LAP. ANTARA LAP. AKHIR Keterangan: 3-15 KS --> Kegiatan Simultan (dalam 1 hari dilakukan 2 kegiatan dalam 2 sesi berbeda) Sumber: Tim Penyusun, 2013

72 B A B I I I K E T E N T U A N U M U M 3.7. KELUARAN YANG DIHASILKAN Keluaran dari Kegiatan Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung di daerah yaitu: 1. Naskah Akademis, yaitu dokumen yang disusun melalui proses akademis dan berisi substansi pengaturan mengenai penyelenggaraan bangunan gedung di kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan karakteristik spesifik wilayah bersangkutan. Dokumen ini merupakan dasar penyusunan naskah Ranperda-BG. 2. Dokumen Ranperda-BG, yaitu naskah legal yang berisi muatan pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung di daerah berdasarkan hasil kajian yang dilakukan dalam Naskah Akademis dan disusun berdasarkan ketentuan penyusunan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Dokumen Prosiding Pembahasan, yaitu dokumentasi dari setiap pembahasan yang dilakukan dengan terdiri dari berita acara kesepakatan, notulensi, daftar hadir, materi yang dibahas, foto-foto kegiatan dan lampiran keluaran pada tahap itu. Dokumentasi setiap pembahasan yang disusun yaitu: Hasil Koordinasi Awal di Jakarta, Hasil Pembahasan Awal, Hasil Workshop dengan Instansi Terkait dan Hasil Workshop dengan DPRD. 4. Laporan Perkembangan Kegiatan, yaitu laporan yang disusun sesuai dengan setiap tahapan perkembangan kegiatan, yang terdiri dari Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, dan Laporan Akhir HUBUNGAN DAN PERAN ANTAR PIHAK TERKAIT Peran dari berbagai pihak terkait (stakeholders) dalam Kegiatan Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung ini yaitu: 1. Direktorat Penataan Bangunan & Lingkungan, DJCK-PU Dalam hal ini berperan dalam pembinaan kegiatan penyusunan Ranperda-BG, melalui proses pengarahan serta pemantauan dan evaluasi substansi pengaturan. 3-16

73 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N 2. Tim Ahli Pendamping Pusat Dalam hal ini berperan dalam pembinaan kegiatan penyusunan Ranperda-BG, yaitu mendampingi proses pengarahan substansial maupun proses pemantauan dan evaluasi. Tim ahli pendamping pusat dibentuk oleh Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan, DJCK- PU. 3. Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) Penataan Bangunan & Lingkungan Provinsi Dalam hal ini berperan dalam proses penyelenggaraan kegiatan penyusunan Ranperda-BG, mulai dari proses kualifikasi, pelaksanaan kegiatan (termasuk berbagai proses administratif) hingga penyelesaian kegiatan. 4. Tim Teknis Kegiatan Dalam hal ini berperan dalam proses pengendalian kegiatan penyusunan Ranperda-BG, khususnya dalam hal muatan substansial maupun produk keluaran. Tim teknis kegiatan dibentuk oleh SNVT PBL Provinsi. 5. Tim Penyusun (Pokja) Ranperda-BG di Kabupaten/Kota Dalam hal ini berperan dalam proses penyusunan Ranperda-BG sesuai arahan panduan yang ada. Tim Penyusun Ranperda-BG di Kabupaten/Kota dibentuk menggunakan SK Pembentukan oleh bupati/walikota yang terdiri dari berbagai komponen terkait penyelenggaraan bangunan gedung di daerah. 6. Tim Ahli Pendamping Pihak Ketiga Dalam hal ini berperan dalam proses penyusunan Ranperda-BG, yang terdiri dari beberapa tenaga ahli sesuai dibutuhkan sebagaimana diarahkan dalam KAK. Tim ahli pendamping pihak ketiga disediakan oleh SNVT PBL Provinsi melalui proses kualifikasi yang dilakukan. 3-17

74 B A B I I I K E T E N T U A N U M U M Gambar 3.3. Hubungan dan Peran Pihak Terkait (Secara Umum) Dit. PBL DJCK-PU Tim Ahli Pendamping Pusat Pembinaan kegiatan penyusunan Ranperda-BG Pengarahan, Pemantauan dan Evaluasi penyusunan Ranperda-BG SNVT PBL Provinsi Tim Teknis Pengendalian kegiatan penyusunan Ranperda-BG Tim Penyusunan Ranperda-BG Pemangku Kepentingan terkait Penyelenggaraan BG Daerah Penyusunan Naskah Akademik dan Ranperda-BG Penyediaan Tim Ahli Pendamping Melakukan Pendampingan Tim Ahli Pendamping Pihak Ketiga Pendampingan penyusunan Ranperda-BG Sumber: Tim Penyusun, 2011 Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu bahwa pelaksanaan kegiatan Pendampingan Penyusunan Ranperda BG di Daerah dapat melibatkan kerjasama dengan sumber lain. Atas dasar itu maka dalam kegiatan di beberapa daerah yang difasilitasi dengan sumber lain terdapat penambahan satu pihak terkait, yaitu Sumber Lain. Sumber Lain merupakan satu pihak yang memiliki komitmen kerjasama dengan Direktorat PBL untuk membantu pelaksanaan kegiatan Pendampingan Penyusunan Ranperda BG di Daerah, dimana dalam hal ini berperan dalam memberikan fasilitasi sebagian pembiayaan dalam kegiatan pembahasan dan penyediaan narasumber. Secara lebih jelas mengenai skema hubungan dan peran pihak terkait yang dibantu dengan fasilitasi dari sumber lain dapat dilihat pada gambar berikut ini. 3-18

75 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N Gambar 3.4. Hubungan dan Peran Pihak Terkait (Fasilitasi Sumber Lain) Dit. PBL DJCK-PU Tim Ahli Pendamping Pusat Pembinaan Kegiatan Pengarahan, Pemantauan & Evaluasi Kegiatan Sumber Lain Fasilitasi Pembahasan Fasilitasi Narasumber SNVT PBL Provinsi Tim Teknis Pengendalian kegiatan penyusunan Ranperda-BG Tim Penyusunan Ranperda-BG Pemangku Kepentingan terkait Penyelenggaraan BG Daerah Penyusunan Naskah Akademik dan Ranperda-BG Penyediaan Tim Ahli Pendamping Melakukan Pendampingan Tim Ahli Pendamping Pihak Ketiga Pendampingan penyusunan Ranperda-BG Sumber: Tim Penyusun, METODOLOGI KEGIATAN DI PUSAT Sebagai bentuk pembinaan teknis kepada daerah serta sebagai bentuk pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan pendampingan penyusunan Ranperda BG di daerah, Direktorat PBL juga melaksanakan kegiatan Pendampingan Penyusunan Ranperda BG di tingkat pusat. Proses pelaksanaan kegiatan di tingkat pusat disinkronkan dengan proses kegiatan di daerah agar dapat berjalan secara baik dan efektif. Metodologi pelaksanaan kegiatan Pendampingan Penyusunan Ranperda BG di Pusat secara umum terdiri dari beberapa tahapan dengan caiapan kegiatannya, sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut ini. 3-19

76 B A B I I I K E T E N T U A N U M U M Tabel 3.4. Lingkup & Capaian Kegiatan di Pusat NO LINGKUP KEGIATAN CAPAIAN KEGIATAN I TAHAP PERSIAPAN 1.1 Penyiapan KAK & HPS utk Pusat & Daerah KAK & HPS untuk Pusat & Daerah 1.2 Pembentukan Tim Swakelola & Tenaga Ahli Individual SK Tim Swakelola & Kontrak TA 1.3 Penyiapan Metodologi & Renja Metodologi & Renja 1.4 Penyempurnaan Buku Panduan & Model Perda BG Buku Panduan & Model Perda BG 1.5 Distribusi Surat Pemberitahuan Kegiatan dan Feedback Pernyataan Kesanggupan dari Pemda Surat Pemberitahuan & Surat Kesanggupan dari Pemda 1.6 Penyusunan Laporan Pendahuluan Laporan Pendahuluan II TAHAP INISIASI 2.1 Pemetaan Status Lelang Setiap Provinsi Status Lelang di Daerah 2.2 Koordinasi Persiapan Kegiatan dengan SNVT PBL Provinsi Hasil Koordinasi III TAHAP KORWAL 3.1 Persiapan Rakorwal di Jakarta Kesiapan Rakorwal 3.2 Pelaksanaan Rakorwal di Jakarta Terlaksananya Rakorwal 3.3 Penyusunan Prosiding Rakorwal di Jakarta Prosiding Hasil Rakorwal IV TAHAP PENDAMPINGAN, PEMANTAUAN DAN EVALUASI 4.1 Persiapan Perjalanan Pendampingan, Pemantauan dan Evaluasi Kesiapan Perjalanan 4.2 Perjalanan Pendampingan, Pemantauan dan Evaluasi kegiatan Terlaksananya Perjalanan Pendampingan Penyusunan Ranperda BG di Daerah 4.3 Penyusunan Laporan Hasil Perjalanan Pendampingan dan Hasil Perjalanan Pemantauan di Daerah V TAHAP KOLOKIUM 5.1 Persiapan Kolokium di Jakarta Kesiapan Kolokium 5.2 Pelaksanaan Kolokium di Jakarta Terlaksananya Kolokium 5.3 Penyusunan Prosiding Kolokium di Jakarta Prosiding Hasil Kolokium VI TAHAP FINALISASI 6.1 Pengumpulan Produk Akhir dari Kabupaten/Kota Produk Akhir Kabupaten/Kota 6.2 Penyusunan Evaluasi Hasil Pelaksanaan Kegiatan 2013 Evaluasi Kegiatan Penyusunan Laporan Akhir Kegiatan Laporan Akhir 6.4 Distribusi Surat Pemberitahuan Kegiatan dan Feedback Pernyataan Minat dari Pemda untuk 2014 Surat Pemberitahuan & Surat Kesanggupan dari Pemda (2014) Sumber: Tim Penyusun,

77 Pendampingan Penyusunan P A N D U A N Gambar Rancangan 3.5. Skema Peraturan Metodologi Daerah tentang Kegiatan Bangunan Pendampingan Gedung Penyusunan Ranperda BG di Pusat I. TAHAP PERSIAPAN II. TAHAP INISIASI III. TAHAP KORWAL IV. TAHAP PENDAMPINGAN, PEMANTAUAN & EVALUASI SERTA KOLOKIUM DAERAH V. TAHAP KOLOKIUM VI. TAHAP FINALISASI FEBRUARI MARET APRIL MEI (B1D) JUNI (B2D) JULI (B3D) AGUSTUS (B4D) SEPTEMBER(B5D) OKTOBER (B6D) NOVEMBER RANGKAIAN KEGIATAN TA 1.1. Penyiapan KAK & HPS utk Pusat & Daerah TA & PBL 1.2. Pembentukan Tim Swakelola & Tenaga Ahli Individual TA 1.3. Penyiapan Metodologi & Renja TA 1.4. Penyempurnaan Buku Panduan & Model Perda BG TA PBL PBL PBL PBL 1.5. Distribusi Surat Pemberitahuan Kegiatan dan Feedback Pernyataan Kesanggupan dari Pemda PBL 2.1. Pemetaan Status Lelang Setiap Provinsi TA & PBL 2.2. Koordinasi Persiapan Kegiatan dengan SNVT PBL Provinsi di Bandung TA 3.1. Persiapan Rakorwal di Jakarta TA & PBL 3.2.Pelaksanaan Rakorwal di Jakarta TA & PBL PBL 3.3.Penyusunan Prosiding Rakorwal di Jakarta TA PBL 4.1. Persiapan Perjalanan Pendampingan, Pemantauan dan Evaluasi ke Daerah TA & PBL 4.2. Pelaksanaan Pendampingan, Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Penyusunan Ranperda BG P-1 P-2 P-4 P-7 P-10 P-13 P-16 P-19 P-22 P-5 P-8 P-11 P-14 P-17 P-20 P-23 P-3 P-6 P-9 P-12 P-15 P-18 P-21 TA & PBL 4.3. Penyusunan Laporan Hasil Pelaksanaan Pendampingan dan Monev di Daerah TA PBL TA & PBL 5.1. Persiapan Kolokium di Jakarta TA & PBL 5.2. Pelaksanaan Kolokium di Jakarta TA & PBL 5.3. Penyusunan Prosiding Kolokium di Jakarta TA TA TA 6.1. Pengumpulan Produk Akhir dari Kabupaten/Kota PBL 6.2. Penyusunan Evaluasi Hasil Pelaksanaan Kegiatan 2013 PBL 6.3. Penyusunan Laporan Akhir Kegiatan PBL 6.4. Distribusi Surat Pemberitahuan Kegiatan dan Feedback Pernyataan Minat dari Pemda untuk 2014 DISKUSI PARTISIPATIF Rapat Tim Pusat Rapat Tim Pusat Rapat Tim Pusat Rapat Tim Pusat Rapat Tim Pusat Rapat Tim Pusat KELUARAN O-1 KAK & HPS Kegiatan di Pusat & O-2 Daerah SK Tim Swakelola & Kontrak TA Indiv Metodologi & Renja Buku Panduan dan Model Perda BG Surat Pernyataan Minat dari Pemda Hasil Pemetaan Status O-3 Persiapan Korwal O-4 Persiapan Perjalanan Pendampingan, Pemantauan dan Evaluasi Lelang Setiap Provinsi Hasil Koordinasi Pelaksanaan Korwal Pelaksanaan Perjalanan Pendampingan, Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan di Daerah Persiapan dengan SNVT Prosiding Korwal Pelaksanaan Perjalanan Pendampingan, Pemantauan dan Evaluasi PBL O-5 Persiapan Kolokium O-6 Rekap Produk Akhir Kegiatan di Daerah Pelaksanaan Evaluasi Akhir Hasil Kolokium Laporan Akhir Prosiding Kolokium PELAPORAN LAP. PENDAHULUAN Keterangan: B ---- Bulan D ---- Daerah B1D Bulan Ke 1 di Daerah Sumber: Tim Penyusun, 2013 LAP. AKHIR 3-21

78 B A B I I I K E T E N T U A N U M U M POLA KOORDINASI DI TINGKAT PUSAT Secara umum, pola koordinasi Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengarah Pengarah kegiatan penyusunan Ranperda-BG adalah Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan, DJCK-PU. Pengarah berperan dalam memberikan arahan secara umum mengenai pelaksanaan kegiatan penyusunan Ranperda-BG. 2. Koordinator Pusat Koordinator pusat kegiatan penyusunan Ranperda-BG adalah Subdit. Pengaturan dan Pembinaan Kelembagaan, Dit. PBL, DJCK-PU. Koordinator pusat berperan dalam hal: Mengkoordinasi pelaksanaan pembinaan secara nasional; Memberikan pengarahan dan advis teknis dalam proses pembinaan secara nasional; serta Melakukan rekapitulasi maupun MONEV capaian dan muatan setiap tahapan secara nasional. 3. Koordinator Wilayah I Koordinator pusat kegiatan penyusunan Ranperda-BG adalah Subdit. Wilayah I, Dit. PBL, DJCK-PU. Wilayah I yang dimaksud terdiri dari Wilayah Jawa dan Sumatera. Koordinator Wilayah I berperan dalam hal: Mengkoordinasi pelaksanaan pembinaan untuk wilayah I; Memberikan pengarahan dan advis teknis dalam proses pembinaan untuk wilayah I; serta Melakukan rekapitulasi maupun MONEV capaian dan muatan setiap tahapan untuk wilayah I. 4. Koordinator Wilayah II Koordinator pusat kegiatan penyusunan Ranperda-BG adalah Subdit. Wilayah II, Dit. PBL, DJCK-PU. Wilayah II yang dimaksud terdiri dari Wilayah Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, serta Maluku dan Papua.Koordinator Wilayah II berperan dalam hal: 3-22

79 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N Mengkoordinasi pelaksanaan pembinaan untuk wilayah II; Memberikan pengarahan dan advis teknis dalam proses pembinaan untuk wilayah II; serta Melakukan rekapitulasi maupun MONEV capaian dan muatan setiap tahapan untuk wilayah II. Secara skematis, pola koordinasi Kegiatan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 3.6. Pola Koordinasi Kegiatan Penyusunan Ranperda-BG Pengarah (Direktur PBL) Koordinator Wilayah I (Subdit. Wilayah I) Koordinator Pusat (Subdit. Turbinbaga) Koordinator Wilayah II (Subdit. Wilayah II) Wilayah IA: Jawa Wilayah IB: Sumatera Wilayah IIA: Kalimantan dan Sulawesi Wilayah IIB: Bali, Nusa Tenggara Maluku, dan Papua Peran Koordinator Wilayah I Mengkoordinasi pelaksanaan pendampingan untuk wilayah I Memberikan pengarahan dan advis teknis dalam proses pendampingan untuk wilayah I Melakukan rekapitulasi maupun Monev capaian dan muatan setiap tahapan untuk wilayah I Peran Koordinator Pusat Mengkoordinasi pelaksanaan pendampingan secara nasional Memberikan pengarahan dan advis teknis dalam proses pendampingan secara nasional Melakukan rekapitulasi maupun Monev capaian dan muatan setiap tahapan secara nasional Peran Koordinator Wilayah II Mengkoordinasi pelaksanaan pendampingan untuk wilayah II Memberikan pengarahan dan advis teknis dalam proses pendampingan untuk wilayah II Melakukan rekapitulasi maupun Monev capaian dan muatan setiap tahapan untuk wilayah II Sumber: Tim Penyusun,

80 B A B I I I K E T E N T U A N U M U M 3-24

81 BAB IV TATACARA PENDAMPINGAN PENYUSUNAN RANPERDA-BG KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA

82 B A B I V KETENTUAN TEKNIS PENYUSUNAN RANPERDA BG 4.1. TAHAP PERSIAPAN & PENYUSUNAN Tahap persiapan merupakan tahapan awal untuk menyiapkan pelaksanaan kegiatan baik yang bersifat adminsitratif, teknis maupun substansial sebagai dasar seluruh rangkaian kegiatan pendampingan penyusunan Ranperda-BG. Pada tahap ini juga dilakukan penyusunan Ranperda BG sebagai draf awal dengan mengacu pada Model Perda BG yang dipublikasi oleh Direktorat PBL. Tahapan persiapan ini dilaksanakan pada bulan ke-1 selama 4 (empat) minggu. Rangkaian kegiatan tahap persiapan secara skematis dapat dilihat pada gambar di samping. Tahapan persiapan ini terdiri dari 5 (lima) kegiatan yang dapat dijelaskan secara detail sebagai berikut. 4-2

83 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N Pembentukan Tim Pokja Yaitu kegiatan menetapkan susunan Tim Penyusun Ranperda-BG yang merupakan kelompok kerja (pokja) dari instansi terkait penyelenggaraan bangunan gedung dalam perangkat daerah. Tim Penyusun (Pokja) Ranperda- BG di Kabupaten/Kota dimana penanggung jawab adalah Bupati/Walikota, dengan pembina adalah Sekda, diketuai oleh Kepala SKPD pemrakarsa, sekretaris adalah Kabag Hukum dan anggota dari komponen SKPD terkait sesuai kebutuhan. TUJUAN: METODE: LANGKAH: PENYELENGGARA: OUTPUT: WAKTU: Terbentuknya Tim Penyusun (Pokja) Ranperda-BG di Kabupaten/Kota Terjalinnya koordinasi antar instansi terkait Terjalinnya koordinasi antara instansi Pemda dengan pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya Rapat koordinasi penetapan Tim Penyusun (Pokja) Ranperda- BG di Kabupaten/Kota Mengundang pemangku kepentingan terkait Melaksanakan rapat koordinasi Menyepakati susunan Tim Penyusun Ranperda-BG di Kabupaten/Kota Mengusulkan susunan Tim Penyusun Ranperda-BG di Kabupaten/Kota kepada Bupati/Walikota Menetapkan Tim Penyusun Ranperda-BG di Kabupaten/Kota melalui SK Bupati/Walikota SNVT PBL Provinsi dan Tim Pendamping (Konsultan) SK Bupati/Walikota tentang Pembentukan Tim Penyusun Ranperda-BG di Kabupaten/Kota Awal bulan pertama, dengan alokasi waktu 1 minggu sejak SPMK dikeluarkan 4-3

84 B A B I V KETENTUAN TEKNIS PENYUSUNAN RANPERDA BG Pendalaman KAK, Penyusunan Metodologi & Rencana Kerja Yaitu kegiatan kegiatan mendalami Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang terdiri dari latar belakang, maksud dan tujuan, sasaran, lingkup wilayah, lingkup kegiatan, dan keluaran. Selain itu dilakukan juga penyiapan dan penyepakatan metodologi dan rencana kerja, yang terdiri dari diagram metodologi kerja, program survei, tahapan kegiatan, jadwal pelaksanaan kegiatan serta sistematika pelaporan. TUJUAN: METODE: LANGKAH: PENYELENGGARA: OUTPUT: WAKTU: Dipahaminya ketentuan umum dalam KAK Tersusunnya metodologi pelaksanaan kegiatan Tersusunnya rencana kerja Desk study pendalaman KAK Desk study penyusunan metodologi & rencana kerja Melakukan pendalaman KAK Menyusun diagram metodologi kerja Menyusun metodologi survei dan analisis Menyusun tahapan kegiatan Menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan Menyusun sistematika pelaporan Tim Pendamping (Konsultan) Pendalaman KAK, Metodologi dan Rencana Kerja Bulan pertama, dengan alokasi waktu 1 minggu untuk pendalaman KAK, penyusunan metodologi & rencana kerja 4-4

85 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N Pendalaman Substansi Yaitu kegiatan mendalami berbagai substansi awal yang berkaitan dengan kegiatan pendampingan penyusunan Ranperda BG, yaitu: tinjauan terhadap kebijakan terkait, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan dan keputusan menteri; gambaran umum wilayah kajian, seperti letak geografis, wilayah administratif, kondisi fisik dasar dan potensi bencana alam; serta kondisi penyelenggaraan bangunan gedung di daerah, seperti potret bangunan gedung yang ada, aspek lokalitas terkait bangunan gedung, kondisi kelembagaan, aparatur, pekerja konstruksi, masyarakat dan potensi, permasalahan dan isu strategis. TUJUAN: METODE: LANGKAH: PENYELENGGARA: OUTPUT: WAKTU: Diperolehnya pemahaman mengenai kebijakan terkait Diperolehnya gambaran umum wilayah kajian Diperolehnya gambaran kondisi eksisting penyelenggaraan bangunan gedung di daerah Desk study pendalaman substansi awal Melakukan tinjauan terhadap kebijakan terkait Menyusun gambaran umum wilayah kajian Mengidentifikasi kondisi eksisting penyelenggaraan bangunan gedung di daerah Tim Pendamping (Konsultan) Pendalaman Substansi Awal Bulan pertama, dengan alokasi waktu 1 minggu untuk pendalaman substansi yang paralel dengan kegiatan sebelumnya 4-5

86 B A B I V KETENTUAN TEKNIS PENYUSUNAN RANPERDA BG Penyusunan Ranperda BG Mengacu Model Yaitu kegiatan menyusun dan merumuskan naskah legal Ranperda BG sebagai rancangan awal menggunakan Model Perda BG yang dipublikasi oleh Direktorat PBL dan muatan pengaturannya disesuaikan dengan hasil pendalaman substansi awal. Dokumen Ranperda BG rancangan awal ini selanjutnya digunakan sebagai bahan pembahasan dengan pemangku kepentingan terkait untuk mendapatkan masukan penyempurnaan. TUJUAN: METODE: LANGKAH: PENYELENGGARA: OUTPUT: WAKTU: Dipahaminya muatan pengaturan dalam Model Perda BG Tersusunnya rancangan awal Ranperda BG Desk study penyusunan Ranperda BG mengacu Model Menyusun Batang Tubuh Ranperda BG Menyusun Penjelasan Ranperda BG Menyusun Lampiran Ranperda BG (jika diperlukan) Tim Pendamping (Konsultan) Ranperda BG Draf-0 Bulan pertama, dengan alokasi waktu 2 minggu untuk penyusunan Ranperda BG mengacu pada Model Perda BG 4-6

87 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N Pembahasan Draf Ranperda BG Simultan dengan Pembahasan Laporan Pendahuluan Yaitu kegiatan pembahasan pertama yang diselenggarakan oleh Tim Penyusun (Pokja) bersama-sama dengan Tim Ahli (Konsultan) Pendamping dan melibatkan Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) PBL Provinsi. Kegiatan pembahasan ini dilaksanakan secara simultan untuk membahas Draf Ranperda BG bersamaan dengan Laporan Pendahuluan yang telah disusun. Kegiatan pembahasan ini dilaksanakan dalam waktu satu hari, dimana pada sesi pagi hingga siang digunakan untuk pembahasan Draf Ranperda BG dan sesi siang hingga sore digunakan untuk pembahasan Laporan Pendahuluan. TUJUAN: METODE: LANGKAH: PENYELENGGARA: OUTPUT: WAKTU: Tersusunnya laporan pendahluan Terdokumentasikannya perkembangan kegiatan pada tahap awal Terjalinnya koordinasi antara Tim Pendamping (Konsultan) dengan Tim Penyusun (Pokja) Terlaksananya kegiatan pembahasan Diperolehnya masukan dari pemangku kepentingan terkait Tercapainya prestasi kerja sebesar 20% Rapat pembahasan Draf Ranperda BG Rapat pembahasan Laporan Pendahuluan Mengundang seluruh anggota Tim Penyusun (Pokja) Mengundang seluruh SNVT PBL Provinsi Mengundang seluruh Tim Pendamping (Konsultan) Mengundang narasumber dari DPRD Melaksanakan kegiatan pembahasan Tim Penyusun (Pokja) dan Tim Pendamping (Konsultan) Hasil pembahasan Draf Ranperda BG Hasil pembahasan Laporan Pendahuluan Bulan pertama, dengan alokasi waktu 1 hari untuk rapat pembahasan Draf Ranperda BG dan pembahasan Laporan Pendahuluan 4-7

88 B A B I V KETENTUAN TEKNIS PENYUSUNAN RANPERDA BG Partisipasi dalam Koordinasi Awal di Jakarta Yaitu kegiatan koordinasi awal yang diselenggarakan secara nasional oleh Direktorat PBL dengan mengundang peserta dari seluruh daerah yang melaksanakan kegiatan pendampingan penyusunan Ranperda BG dengan alokasi dana APBN. Acara koordinasi awal ini akan menghadir kan narasumber dari instansi terkait di pusat dengan peserta yang akan diundang yaitu perwakilan dari Tim Penyusun (Pokja), perwakilan dari SNVT Provinsi dan perwakilan dari Tim Ahli Pendamping (Konsultan). Dalam kegiatan koordinasi awal ini akan disampaikan arahan secara nasional mengenai teknis pelaksanaan kegiatan, substansi Ranperda BG serta diskusi pendalaman mengenai metodologi dan rencana kerja yang akan dilakukan oleh setiap daerah. TUJUAN: METODE: LANGKAH: PENYELENGGARA: OUTPUT: WAKTU: Terjalinnya koordinasi dan diskusi antara Tim Pusat (PBL dan Tim Ahli Pusat) dengan Tim Pendamping (Konsultan) dan Tim Penyusun (Pokja) dari Daerah Terlaksananya kegiatan koordinasi awal Diperolehnya pemahaman mengenai pentingnya Perda BG, ketentuan penyusunan perundangan, dan teknis pendampingan penyusunan Ranperda BG di daerah Diperolehnya gambaran metodologi dan rencana kerja pelaksanaan kegiatan di setiap daerah Penjelasan mengenai pentingnya Perda BG Penjelasan mengenai teknis penyusunan perundangan Penjelasan mengenai teknis pendampingan Ranperda BG Diskusi pendalaman metodologi & rencana Kerja di daerah Mengundang Tim Penyusun (Pokja), Tim Pendamping (Konsultan) dan SNVT PBL Provinsi Perjalanan ke Jakarta Pembukaan acara Penjelasan umum secara pleno Diskusi pendalaman secara kelas Penutupan acara Perjalanan kembali ke daerah Tim Pusat Hasil partisipasi Koordinasi Awal di Jakarta Bulan pertama (tentatif, menunggu undangan dari Tim Pusat), dengan alokasi waktu 2 hari untuk Acara Koordinasi Awal di Jakarta 4-8

89 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N 4.2. TAHAP SURVEI Tahap survei merupakan tahapan untuk menyiapkan berbagai data dan informasi yang dibutuhkan sebagai bahan untuk penyusunan kajian dan studi mengenai penyelenggaraan bangunan gedung di daerah dalam Naskah Akademis. Data dan informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung, baik data sekunder dari literatur, perundangan, standar dan pedoman maupun data primer, dari hasil pengamatan, dokumentasi pengukuran dan wawancara. Tahapan survei ini dilaksanakan pada bulan ke-2 selama 4 (empat) minggu. Rangkaian kegiatan tahap survei secara skematis dapat dilihat pada gambar di samping. Tahapan survei ini terdiri dari 3 (tiga) kegiatan yang dapat dijelaskan secara detail sebagai berikut. 4-9

90 B A B I V KETENTUAN TEKNIS PENYUSUNAN RANPERDA BG Survei Sekunder Yaitu kegiatan pengumpulan data dan informasi yang bersifat sekunder yang berkaitan dengan substansi kajian dari berbagai sumber dalam skala internasional, nasional, maupun lokal. Berbagai data dan informasi yang perlu didapatkan adalah berbagai literatur, hasil studi, perundangan, standar dan pedoman yang berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung. Kegunaan dari berbagai dokumen sekunder tersebut adalah untuk memperkaya wawasan kajian dan substansi pengaturan yang akan diterapkan dalam Naskah Akademis dan Ranperda BG. Dokumen yang bersifat internasional dan nasional akan memperkaya wawasan substansial dan inovasi pengaturan diberlakukan di wilayah lain, sedangkan dokumen yang bersifat lokal akan memperkaya pemahaman karakteristik lokal dan kebutuhan pengaturan yang spesifik. TUJUAN: Diperolehnya data dan informasi sekunder yang dibutuhkan dalam proses studi METODE: Survei sekunder melalui dokumen sekunder yang terkait LANGKAH: Menyiapkan daftar kebutuhan data sekunder Menelusuri internet dan mengunduh file relevan Mengumpulkan dokumen dari perpustakaan, toko buku Mengumpulkan dokumen dari instansi terkait PENYELENGGARA: Tim Pendamping (Konsultan) OUTPUT: Data dan Informasi Sekunder (literatur, hasil studi, perundangan, standar dan pedoman) WAKTU: Bulan kedua, dengan alokasi waktu 1 minggu untuk pelaksanaan survei sekunder 4-10

91 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N Survei Primer Yaitu kegiatan pengumpulan data dan informasi yang bersifat primer yang berkaitan dengan substansi kajian secara langsung dari sumbernya. Berbagai data dan informasi primer didapatkan dari proses pengamatan, dokumentasi, pengukuran dan wawancara. Kegiatan survei primer dibutuhkan untuk mendapatkan data dan informasi faktual seperti potret bangunan gedung yang ada, kondisi eksisting penyelenggaraan bangunan gedung di daerah, aspek tradisionalitas di daerah, aspek kebencanaan yang ada, aspek kearifan lokal di daerah, serta permasalahan, potensi dan isu strategis. Hasil data dan informasi primer akan melengkapi dokumen sekunder yang didapatkan. TUJUAN: METODE: LANGKAH: PENYELENGGARA: OUTPUT: WAKTU: Diperolehnya data dan informasi primer yang dibutuhkan dalam proses studi Survei primer di lapangan dan narasumber relevan Menyiapkan daftar kebutuhan data sekunder Melakukan pengamatan di lapangan Melakukan dokumentasi di lapangan Melakukan pengukuran di lapangan Melakukan wawancara dengan nararumber relevan Tim Pendamping (Konsultan) Data dan informasi primer (potret bangunan gedung yang ada, kondisi eksisting penyelenggaraan bangunan gedung di daerah, aspek tradisionalitas di daerah, aspek kebencanaan yang ada, aspek kearifan lokal di daerah, serta permasalahan, potensi dan isu strategis) Bulan kedua, dengan alokasi waktu 2 minggu untuk pelaksanaan survei primer 4-11

92 B A B I V KETENTUAN TEKNIS PENYUSUNAN RANPERDA BG Pengolahan Data dan Informasi Yaitu kegiatan mengolah data dan informasi yang didapatkan melalui kompilasi, pemilahan, dan dijitasi ulang, agar data dan informasi yang didapatkan siap untuk dianalisis pada tahap selanjutnya. Proses kompilasi dilakukan dengan merekapitulasi seluruh data dan informasi yang didapat ke dalam format tabulasi untuk memudahkan pengolahan. Proses pemilahan dilakukan dengan menentukan data dan informasi mana yang dibutuhkan dalam proses analisis dan mana yang tidak dibutuhkan. Proses dijitasi ulang dilakukan untuk mengubah dokumen hardcopy menjadi softfile dengan cara mengetik ulang ataupun men-scan. TUJUAN: METODE: LANGKAH: PENYELENGGARA: OUTPUT: WAKTU: Diperolehnya tabulasi data dan informasi yang diperoleh Teridentifikasinya data dan informasi yang akan digunakan dalam proses analisis Diperolehnya data dan informasi dalam bentuk softfile yang dapat digunakan dalam proses analisis Kompilasi Pemilahan Dijitasi Ulang Menyusun tabulasi data dan informasi yang diperoleh Melakukan pemilahan data dan informasi Melakukan pengetikan hardcopy menjadi softfile Melakukan scan hardcopy menjadi softfile Tim Pendamping (Konsultan) Tabulasi hasil kompilasi Hasil pemilahan Softcopy data dan informasi Bulan kedua, dengan alokasi waktu 1 minggu untuk pelaksanaan pengolahan data dan informasi 4-12

93 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N 4.3. TAHAP ANALISIS Tahap analisis merupakan tahapan desk study untuk mendalami berbagai substansi yang berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung secara spesifik di suatu wilayah. Kajian dilakukan terhadap berbagai dokumen pustaka (literatur, perundangan, standar dan pedoman) yang terkait; melakukan identifikasi kondisi eksisting, permasalahan dan potensi yang ada serta merumuskan materi pengaturan. Hasil dari tahap analisis adalah tersusunnya Naskah Akademis dan penajaman muatan lokal dari Ranperda BG yang telah disusun sesuai naskah akademis. Tahap analisis dilaksanakan pada bulan ke-3 selama 5 (lima) minggu. Rangkaian kegiatan tahap analsis secara skematis dapat dilihat pada gambar di samping. Tahapan analisis terdiri dari 5 (lima) kegiatan yang dapat dijelaskan secara detail sebagai berikut. 4-13

94 B A B I V KETENTUAN TEKNIS PENYUSUNAN RANPERDA BG Kajian Kepustakaan Yaitu kegiatan kajian terhadap berbagai dokumen yang terkait dengan penyelenggaraan bangunan gedung, yaitu literatur, hasil studi, perundangan, standar dan pedoman. Literatur yang berkaitan antara lain mengenai arsitektur, struktur dan konstruksi, mekanikal dan elektrikal, lingkungan bangunan dan perumahan, pelestarian bangunan, arsitektur hijau, dan tropis. Hasil studi yang berkaitan antara lain mengenai tata ruang, lingkungan hidup, permukiman, RTBL dan DED. Perundangan yang berkaitan yaitu yang bersifat atribusi (ada 3), delegasi (ada 2), teknis penyusunan peraturan perundangan (ada 2), dan substansi penyelenggaraan bangunan gedung (ada 17). Standar dan pedoman yang berkaitan yaitu SNI dan Peraturan Menteri bidang penataan bangunan dan lingkungan. TUJUAN: METODE: LANGKAH: PENYELENGGARA: OUTPUT: WAKTU: Diperolehnya hasil kajian terhadap literatur terkait Diperolehnya hasil kajian terhadap hasil studi terkait Diperolehnya hasil kajian terhadap perundangan terkait Diperolehnya hasil kajian terhadap standar dan pedoman terkait Desk study kajian kepustakaan Melakukan kajian literatur Melakukan kajian hasil studi Melakukan perundangan Melakukan kajian standar dan pedoman Tim Pendamping (Konsultan) Kajian literatur Kajian hasil studi Kajian perundangan Kajian standar dan pedoman Bulan ketiga, dengan alokasi waktu 1 minggu untuk kegiatan kajian kepustakaan 4-14

95 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N Identifikasi Kondisi Eksisting, Inventarisasi Permasalahan dan Potensi yang Ada Yaitu kegiatan mengidentifikasi kondisi eksisting dan menginventarisasi permasalahan dan potensi yang ada berdasarkan hasil survei primer yang telah dilakukan. Identifikasi kondisi eksisting yang diperlukan antara lain potret bangunan gedung yang ada, kondisi eksisting penyelenggaraan bangunan gedung di daerah, aspek tradisionalitas di daerah, aspek kebencanaan yang ada, dan aspek kearifan lokal di daerah. Inventarisasi permasalahan dan potensi yang berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung akan menjadi dasar kebutuhan pengaturan dalam Ranperda BG. TUJUAN: Teridentifikasinya kondisi eksisting Terinventarisasinya permasalahan dan potensi Terinventarisasinya isu strategis METODE: Desk study identifikasi kondisi eksisting, inventarisasi permasalahan dan potensi serta isu strategis LANGKAH: Melakukan identifikasi kondisi eksisting Melakukan inventarisasi permasalahan dan potensi Melakukan inventarisasi isu strategis PENYELENGGARA: Tim Pendamping (Konsultan) OUTPUT: Hasil identifikasi kondisi eksisting yang meliputi potret bangunan gedung yang ada, kondisi eksisting penyelenggaraan bangunan gedung di daerah, aspek tradisionalitas di daerah, aspek kebencanaan yang ada, dan aspek kearifan lokal di daerah Hasil inventarisasi permasalahan dan potensi Hasil inventarisasi isu strategis WAKTU: Bulan ketiga, dengan alokasi waktu 1 minggu untuk kegiatan identifikasi kondisi eksisting, inventarisasi permasalahan dan potensi yang ada 4-15

96 B A B I V KETENTUAN TEKNIS PENYUSUNAN RANPERDA BG Analisis Permasalahan dan Perumusan Kebutuhan Pengaturan Yaitu kegiatan menganalisis permasalahan yang berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung di daerah yang telah diinventarisasi sebelumnya dan merumuskan kebutuhan pengaturan dalam Ranperda BG untuk menjawab permasalahan yang dihadapi tersebut. Melalui analisis permasalahan maka akan terjawab landasan pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung di daerah, baik landasan filosofis, landasan sosiologis dan landasan yuridis. Sedangkan perumusan kebutuhan pengaturan maka akan menjadi cikal bakal lingkup pengaturan Ranperda BG di daerah. TUJUAN: Diperolehnya analisis permasalahan penyelenggaraan bangunan gedung di daerah Terumuskannya kebutuhan pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung di daerah METODE: Desk study analisis permasalahan dan perumusan kebutuhan pengaturan LANGKAH: Melakukan analisis permasalahan Melakukan perumusan kebutuhan pengaturan PENYELENGGARA: Tim Pendamping (Konsultan) OUTPUT: Hasil analisis permasalahan Hasil perumusan kebutuhan pengaturan WAKTU: Bulan ketiga, dengan alokasi waktu 1 minggu untuk kegiatan analisis permasalahan dan perumusan kebutuhan pengaturan 4-16

97 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N Penyusunan Naskah Akademis Yaitu kegiatan penyusunan Naskah Akademis sebagai dokumen kajian penyelenggaraan bangunan gedung di suatu daerah yang mendasari kebutuhan pengaturan dalam Ranperda BG. Naskah Akademis disusun berdasarkan ketentuan dalam Lampiran I UU No 12 tahun 2011 mengenai Teknik Penyusunan Naskah Akademik Rancangan UU, Rancangan Perda Provinsi, Dan Rancangan Perda Kabupaten/Kota. Dimana berdasarkan ketentuan tersebut, muatan Naskah Akademis terdiri dari 6 bab. TUJUAN: METODE: LANGKAH: PENYELENGGARA: OUTPUT: WAKTU: Tersusunnya Naskah Akademis berdasarkan hasil identifikasi, inventarisasi, kajian dan analisis yang telah dilakukan Desk study penyusunan Naskah Akademis Menyusun Bab I Pendahuluan Menyusun Bab II Kajian Teoretis Dan Praktik Empiris Menyusun Bab III Evaluasi Dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan Terkait Menyusun Bab IV Landasan Filosofis, Sosiologis, Dan Yuridis Menyusun Bab V Jangkauan, Arah Pengaturan, Dan Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Menyusun Bab VI Penutup Menyusun Daftar Pustaka Tim Pendamping (Konsultan) Naskah Akademis draf-0 Bulan ketiga, dengan alokasi waktu 1 minggu untuk kegiatan penyusunan Naskah Akademis 4-17

98 B A B I V KETENTUAN TEKNIS PENYUSUNAN RANPERDA BG Penajaman Muatan Lokal Ranperda BG sesuai Naskah Akademis Yaitu kegiatan menajamkan muatan lokal di dalam Ranperda BG yang telah disusun pada tahap awal dengan mengacu pada Model Perda BG. Penajaman muatan lokal Ranperda BG dilakukan berdasarkan berbagai kajian dan analisis yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya serta Naskah Akademis yang telah disusun. Pada tahap ini juga dilakukan penyempurnaan Ranperda BG berdasarkan masukan dari pembahasan awal yang telah dilaksanakan pada bulan pertama. Pasca dilakukannya penajaman dan penyempurnaan, maka diharapkan pada saat ini Ranperda BG yang dihasilkan sudah mampu mengakomodasi muatan lokal dan aspirasi dari pemangku kepentingan terkait. TUJUAN: Disempurnakannya Ranperda BG yang ada dengan penajaman pengaturan muatan lokal sesuai Naskah Akademis yang disusun berdasarkan hasil identifikasi, inventarisasi, kajian dan analisis METODE: Desk study penajaman muatan lokal dalam Ranperda BG berdasarkan berdasarkan kajian dan analisis yang dilakukan serta Naskah Akademis yang telah disusun LANGKAH: Penajaman terhadap Fungsi dan Klasifikasi BG di daerah Penajaman terhadap Persyaratan BG di daerah Penajaman terhadap Aspek Kebencanaan Penajaman terhadap Aspek Tradisionalitas Penajaman terhadap Aspek Kearifan Lokal PENYELENGGARA: Tim Pendamping (Konsultan) OUTPUT: Ranperda BG yang telah mengakomodasi muatan lokal dan sesuai dengan Naskah Akademis WAKTU: Bulan keempat, dengan alokasi waktu 1 minggu untuk kegiatan penajaman muatan lokal dalam Ranperda BG 4-18

99 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N Workshop dengan Instansi Terkait dengan Pembahasan Laporan Antara Yaitu kegiatan pembahasan kedua yang diselenggarakan oleh Tim Penyusun (Pokja) bersama-sama dengan Tim Ahli (Konsultan) Pendamping dan melibatkan Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) PBL Provinsi. Kegiatan pembahasan ini dilaksanakan secara simultan untuk membahas Draf Naskah Akademis dan Draf Ranperda BG bersamaan dengan Laporan Antara yang telah disusun. Kegiatan pembahasan ini dilaksanakan dalam waktu satu hari, dimana pada sesi pagi hingga siang digunakan untuk pembahasan Draf Naskah Akademis dan Draf Ranperda BG dan sesi siang hingga sore digunakan untuk pembahasan Laporan Antara. TUJUAN: Tersusunnya laporan antara Terdokumentasikannya perkembangan kegiatan pada tahap pertengahan hingga bulan keempat Terjalinnya koordinasi antara Tim Pendamping (Konsultan) dengan Tim Penyusun (Pokja) Terlaksananya kegiatan workshop dan pembahasan Diperolehnya masukan dari pemangku kepentingan terkait Tercapainya prestasi kerja sebesar 40%, dengan akumulasi prestasi sebesar 60% METODE: Workshop pembahasan Naskah Akademis dan Draf Ranperda BG dengan instansi terkait Rapat pembahasan Laporan Antara LANGKAH: Mengundang seluruh anggota Tim Penyusun (Pokja) Mengundang seluruh SNVT PBL Provinsi Mengundang seluruh Tim Pendamping (Konsultan) Mengundang narasumber dari DPRD Melaksanakan kegiatan pembahasan PENYELENGGARA: Tim Penyusun (Pokja) dan Tim Pendamping (Konsultan) OUTPUT: Hasil workshop Naskah Akademis dan Draf Ranperda BG Hasil pembahasan Laporan Antara WAKTU: Bulan kelima, dengan alokasi waktu 1 hari untuk workshop dengan DPRD dan pembahasan Laporan Antara 4-19

100 B A B I V KETENTUAN TEKNIS PENYUSUNAN RANPERDA BG 4.4. TAHAP PENYEMPURNAAN Tahap penyempurnaan merupakan tahap yang dialokasikan untuk menyempurnakan substansi dua produk utama dari kegiatan ini, yaitu Naskah Akademis dan Ranperda BG berdasarkan hasil workshop yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Proses penyempurnaan dilakukan dengan mengakomodasi berbagai masukan yang diberikan dan kesepakatan yang dibuat dalam workshop tersebut. Selain itu, pada kesempatan ini juga dapat dilakukan penajaman terhadap berbagai substansi dan muatan pengaturan sesuai karakteristik lokalitas daerah. Tahap penyempurnaan ini dilaksanakan pada bulan ke-4 dan bulan ke-5 selama 7 (tujuh) minggu. Rangkaian kegiatan tahap penyempurnaan secara skematis dapat dilihat pada gambar di samping. Tahapan penyempurnaan ini terdiri dari 3 (tiga) kegiatan yang dapat dijelaskan secara detail sebagai berikut. 4-20

101 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N Penyempurnaan Naskah Akademis Berdasarkan Hasil Workshop Yaitu kegiatan penyempurnaan Naskah Akademis berdasarkan hasil workshop yang dilakukan bersama instansi terkait. Penyempurnaan Naskah Akademis dilakukan dengan mengakomodasi berbagai masukan dan aspirasi dari instansi terkait yang disepakati dalam forum workshop tersebut. TUJUAN: METODE: LANGKAH: PENYELENGGARA: OUTPUT: WAKTU: Disempurnakannya Naskah Akademis berdasarkan masukan hasil workshop yang telah dilakukan bersama instansi terkait Desk study penyempurnaan Naskah Akademis Penyempurnaan Bab I Pendahuluan Penyempurnaan Bab II Kajian Teoretis Dan Praktik Empiris Penyempurnaan Bab III Evaluasi Dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan Terkait Penyempurnaan Bab IV Landasan Filosofis, Sosiologis, Dan Yuridis Penyempurnaan Bab V Jangkauan, Arah Pengaturan, Dan Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Penyempurnaan Bab VI Penutup Penyempurnaan Daftar Pustaka Tim Pendamping (Konsultan) Naskah akademis yang telah mengakomodasi berbagai masukan hasil workshop dengan instansi terkait Bulan keempat dan kelima, dengan alokasi waktu 3 minggu untuk penyempurnaan naskah akademis berdasarkan hasil workshop 4-21

102 B A B I V KETENTUAN TEKNIS PENYUSUNAN RANPERDA BG Penyempurnaan Ranperda BG Berdasarkan Hasil Workshop Yaitu kegiatan penyempurnaan Ranperda BG berdasarkan hasil workshop yang dilakukan bersama instansi terkait. Penyempurnaan Ranperda BG dilakukan dengan mengakomodasi berbagai masukan dan aspirasi dari instansi terkait yang disepakati dalam forum workshop tersebut. TUJUAN: Disempurnakannya Ranperda BG berdasarkan masukan hasil workshop yang telah dilakukan bersama instansi terkait METODE: Desk study penyempurnaan Ranperda BG LANGKAH: Penyempurnaan Batang Tubuh Ranperda BG Penyempurnaan Penjelasan Ranperda BG Penyempurnaan Lampiran Ranperda BG (jika diperlukan) PENYELENGGARA: Tim Pendamping (Konsultan) OUTPUT: Ranperda BG yang telah mengakomodasi berbagai masukan hasil workshop dengan instansi terkait WAKTU: Bulan kelima, dengan alokasi waktu 3 minggu untuk penyempurnaan Ranperda BG berdasarkan hasil workshop 4-22

103 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N Workshop dengan DPRD dengan Pembahasan Laporan Akhir Yaitu kegiatan pembahasan ketiga yang diselenggarakan oleh Tim Penyusun (Pokja) bersama-sama dengan Tim Ahli (Konsultan) Pendamping dan melibatkan Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) PBL Provinsi. Kegiatan pembahasan ini dilaksanakan secara simultan untuk membahas Draf Naskah Akademis dan Draf Ranperda BG bersamaan dengan Laporan Akhir yang telah disusun. Kegiatan pembahasan ini dilaksanakan dalam waktu satu hari, dimana pada sesi pagi hingga siang digunakan untuk pembahasan Draf Naskah Akademis dan Draf Ranperda BG dan sesi siang hingga sore digunakan untuk pembahasan Laporan Akhir. TUJUAN: Tersusunnya laporan akhir Terdokumentasikannya perkembangan kegiatan pada tahap akhir hingga bulan kelima Terjalinnya koordinasi antara Tim Pendamping (Konsultan) dengan Tim Penyusun (Pokja) Terlaksananya kegiatan workshop dan pembahasan Diperolehnya masukan dari pemangku kepentingan terkait Tercapainya prestasi kerja sebesar 30%, dengan akumulasi prestasi sebesar 90% METODE: Workshop pembahasan Naskah Akademis dan Draf Ranperda BG dengan DPRD Rapat pembahasan Laporan Akhir LANGKAH: Mengundang seluruh anggota Tim Penyusun (Pokja) Mengundang seluruh SNVT PBL Provinsi Mengundang seluruh Tim Pendamping (Konsultan) Mengundang narasumber dari DPRD Mengundang pimpinan dan anggota DPRD dari komisi terkait Melaksanakan kegiatan pembahasan PENYELENGGARA: Tim Penyusun (Pokja) dan Tim Pendamping (Konsultan) OUTPUT: Hasil workshop Naskah Akademis dan Draf Ranperda BG Hasil pembahasan Laporan Akhir WAKTU: Bulan kelima, dengan alokasi waktu 1 hari untuk workshop dengan DPRD dan pembahasan laporan akhir 4-23

104 B A B I V KETENTUAN TEKNIS PENYUSUNAN RANPERDA BG Partisipasi dalam Kolokium Yaitu kegiatan kolokium yang diselenggarakan secara nasional oleh Direktorat PBL dengan mengundang peserta dari seluruh daerah yang melaksanakan kegiatan pendampingan penyusunan Ranperda BG dengan alokasi dana APBN. Acara kolokium ini akan menghadir kan narasumber dari instansi terkait di pusat dengan peserta yang akan diundang yaitu perwakilan dari Tim Penyusun (Pokja), perwakilan dari SNVT Provinsi dan perwakilan dari Tim Ahli Pendamping (Konsultan). Dalam kegiatan kolokium ini akan dilakukan arahan penyelesaian kegiatan secara umum dari narasumber yang ada dan dilanjutkan dengan pemaparan hasil pelaksanaan kegiatan beserta produk yang dihasilkan oleh setiap daerah daerah serta dilakukan penilaian kinerja secara keseluruhan oleh Tim Pusat. TUJUAN: METODE: LANGKAH: PENYELENGGARA: OUTPUT: WAKTU: Terjalinnya koordinasi dan diskusi antara Tim Pusat (PBL dan Tim Ahli Pusat) dengan Tim Pendamping (Konsultan) dan Tim Penyusun (Pokja) dari Daerah Terlaksananya kegiatan kolokium Diperolehnya pemahaman mengenai pengaturan penyelenggaraan BG, ketentuan penyusunan perundangan, teknis penilaian hasil kegiatan Diperolehnya gambaran hasil pelaksanaan kegiatan di daerah oleh Tim Daerah dan hasil penilaian dari Tim Pusat Penjelasan mengenai pengaturan penyelenggaraan BG Penjelasan mengenai teknis penyusunan perundangan Penjelasan mengenai teknis penilaian hasil kegiatan Pemaparan dari Tim Daerah dan Penilaian dari Tim Pusat Mengundang Tim Penyusun (Pokja), Tim Pendamping (Konsultan) dan SNVT PBL Provinsi Perjalanan ke Jakarta Pembukaan acara Sesi pleno berupa penjelasan umum Sesi kelas berupa pemaparan dari Tim Daerah dan penilaian dari Tim Pusat Penutupan acara Perjalanan kembali ke daerah Tim Pusat Hasil partisipasi Kolokium di Jakarta Bulan kelima (tentatif, menunggu undangan dari Tim Pusat), dengan alokasi waktu 2 hari untuk Acara Koordinasi Awal di Jakarta 4-24

105 Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung P A N D U A N 4.5. TAHAP FINALISASI Tahap finalisasi merupakan tahapan akhir dari keseluruhan rangkaian kegiatan pendampingan penyusunan Ranperda-BG di daerah, yaitu tahapan menyempurnakan substansi produk akhir berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan dan menyelesaikan seluruh produk akhir yang telah dipersyaratkan. Adapun produk akhir yang dipersyaratkan antara lain: Laporan Akhir, Prosiding hasil pembahasan, Naskah Akademis final, Ranperda BG final dan Surat Keterangan dari Tim Penyusun (Pokja) bahwa proses pendampingan penyusunan Ranperda BG telah selesai dengan baik dan akan ditindaklanjuti dengan Prolegda. Tahapan finalisasi ini dilaksanakan pada bulan ke-6 selama 4 (empat) minggu. Rangkaian kegiatan tahap finalisasi secara skematis dapat dilihat pada gambar di samping. Tahapan finalisasi ini terdiri dari 2 (dua) kegiatan yang dapat dijelaskan secara detail sebagai berikut. 4-25

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI...i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI...i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR ISI DAFTAR ISI...i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi BAB I PENDAHULUAN...1-1 1.1. LATAR BELAKANG...1-2 1.2. MAKSUD DAN TUJUAN...1-3 1.3. SASARAN...1-4 1.4. MANFAAT...1-4 1.5. SISTEMATIKA BUKU

Lebih terperinci

KONSEP DAN RENCANA PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG DAN PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

KONSEP DAN RENCANA PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG DAN PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN KONSEP DAN RENCANA PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG DAN PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN Direktorat Bina Penataan Bangunan Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan

Lebih terperinci

KONSEP DAN RENCANA PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG DAN PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

KONSEP DAN RENCANA PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG DAN PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN KONSEP DAN RENCANA PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG DAN PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN Direktorat Bina Penataan Bangunan Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN FUNGSI, KLASIFIKASI, PERSYARATAN ADMINISTRATIF DAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 7 TAHUN 2013, LD KOTA PARIAMAN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG.

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 7 TAHUN 2013, LD KOTA PARIAMAN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG. BANGUNAN GEDUNG 2013 PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 7 TAHUN 2013, LD KOTA PARIAMAN 2013 NOMOR 7: 104 HAL PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG. ABSTRAK: a. Dasar

Lebih terperinci

MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH TAHUN 2016

MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH TAHUN 2016 Revisi 1 MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH TAHUN 2016 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

Click to edit Master title style

Click to edit Master title style KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ Click to edit Master title style BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Kebijakan Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bogor,

Lebih terperinci

PENGANTAR. Tujuan dibuatkannya Model Perda BG adalah untuk memberikan acuan dan contoh pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung yang telah

PENGANTAR. Tujuan dibuatkannya Model Perda BG adalah untuk memberikan acuan dan contoh pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung yang telah PENGANTAR Peraturan Daerah (Perda) tentang Bangunan Gedung (BG) merupakan instrumen penting untuk mengendalikan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah. Perda BG menjadi sangat penting karena pengaturan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05/PRT/M/2016 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05/PRT/M/2016 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05/PRT/M/2016 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG DENGAN

Lebih terperinci

Page 1 of 14 Penjelasan >> PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN

Lebih terperinci

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa agar pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERAN TIM AHLI BANGUNAN GEDUNG (TABG) DALAM PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG

PERAN TIM AHLI BANGUNAN GEDUNG (TABG) DALAM PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG PERAN TIM AHLI BANGUNAN GEDUNG (TABG) DALAM PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG DISAJIKAN DALAM RANGKA WORKSHOP CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT (CPD) AHLI ARSITEKTUR Disajikan Oleh: Puguh Harijono, IAI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

Aspek-aspek minimal yang harus tercantum dalam Perda Kumuh

Aspek-aspek minimal yang harus tercantum dalam Perda Kumuh Aspek-aspek minimal yang harus tercantum dalam Perda Kumuh No Aspek-aspek minimal Perda 1. Ketentuan Umum; Muatan 1. Daerah adalah Kabupaten/Kota... 2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TIM AHLI BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Syarat Bangunan Gedung

Syarat Bangunan Gedung Syarat Bangunan Gedung http://www.imland.co.id I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang giatnya melaksanakan kegiatan pembangunan, karena hal tersebut merupakan rangkaian gerak perubahan menuju kepada

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.101 2016 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; Mengingat : 1. Undang-Undang N

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; Mengingat : 1. Undang-Undang N BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 172, 2016 KEMENPU-PR. Perumahan Kumuh. Permukiman Kumuh. Kualitas. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG

PEDOMAN TEKNIS IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 24/PRT/M/2007 TANGGAL 9 AGUSTUS 2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR HUJAN PADA BANGUNAN GEDUNG DAN PERSILNYA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR HUJAN PADA BANGUNAN GEDUNG DAN PERSILNYA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR HUJAN PADA BANGUNAN GEDUNG DAN PERSILNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPAEN BANDUNG

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPAEN BANDUNG BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPAEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG TATA BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG I. PENDAHULUAN Pada proyek konstruksi memungkinkan adanya kasus hukum yang terjadi karena adanya penyimpangan terhadap kontrak. Kasus hukum tersebut berdampak bagi pihak yang

Lebih terperinci

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK, Menimbang : a. untuk mewujudkan

Lebih terperinci

LOWONGAN KERJA. 1. Kota Banda Aceh 2. Kab. Aceh Besar 3. Kab. Aceh Barat 4. Kab. Simeulue. Persyaratan ;

LOWONGAN KERJA. 1. Kota Banda Aceh 2. Kab. Aceh Besar 3. Kab. Aceh Barat 4. Kab. Simeulue. Persyaratan ; LOWONGAN KERJA Satker Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam membutuhkan satu orang Tenaga Individual untuk Pendampingan Monitoring dan Evaluasi (MONEV) implementasi Perda Bangunan

Lebih terperinci

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016 WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 4 Tahun 2017 Seri E Nomor 2 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 4 Tahun 2017 Seri E Nomor 2 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR Nomor 4 Tahun 2017 Seri E Nomor 2 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH Diundangkan

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG. Pemeriksaan Keandalan dan Kelaikan Bangunan Gedung Di Kota Semarang Tahun 2010

1.1. LATAR BELAKANG. Pemeriksaan Keandalan dan Kelaikan Bangunan Gedung Di Kota Semarang Tahun 2010 Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi atau ring of fire yang dimulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi Utara hingga

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa arsitek dalam mengembangkan diri memerlukan

Lebih terperinci

Pemeriksaan Keandalan dan Kelaikan Bangunan Gedung di Kota Semarang Tahun 2010

Pemeriksaan Keandalan dan Kelaikan Bangunan Gedung di Kota Semarang Tahun 2010 Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 LATAR BELAKANG. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam

Lebih terperinci

BUPATI KABUPATEN BIMA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

BUPATI KABUPATEN BIMA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG BUPATI KABUPATEN BIMA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENERBITAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 17/PRT/M/2010 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENDATAAN BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 17/PRT/M/2010 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENDATAAN BANGUNAN GEDUNG MENTERI PEKERJAAN UMUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 17/PRT/M/2010 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENDATAAN BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, 9PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.99/MENLHK/SETJEN/SET.1/12/2016 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2017

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

Konsepsi Review Permen 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG

Konsepsi Review Permen 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG Konsepsi Review Permen 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG Maret 2016 Subdit Pengaturan dan Pembinaan Kelembagaan Direktorat Bina Penataan Bangunan Kementerian Pekerjaan

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembar

2015, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembar No.1639, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Sarana Promosi Produk Ekspor. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76/M-DAG/PER/10/2016 TENTANG SARANA PROMOSI PRODUK EKSPOR DENGAN

Lebih terperinci

DRAFT PEDOMAN RENCANA KAWASAN TRANSMIGRASI

DRAFT PEDOMAN RENCANA KAWASAN TRANSMIGRASI DRAFT PEDOMAN RENCANA KAWASAN TRANSMIGRASI WORKSHOP PERENCANAAN PEMBANGUNAN KAWASAN TRANSMIGRASI Integrasi Perencanaan Kawasan Transmigrasi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kamis, 14 November 2013 Page

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Menimbang Mengingat : : WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, a. bahwa bangunan gedung penting

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan penyelenggaraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

LEGISLASI DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA NOMOR 1 TAHUN

LEGISLASI DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA NOMOR 1 TAHUN LEGISLASI DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA NOMOR 1 TAHUN 2012 2012 PERATURAN DAERAH TENTANG LEGISLASI DAERAH ABSTRAK : Bahwa Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur

Lebih terperinci

Pemeriksaan Keandalan dan Kelaikan Bangunan Gedung di Kota Semarang Tahun 2010

Pemeriksaan Keandalan dan Kelaikan Bangunan Gedung di Kota Semarang Tahun 2010 Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, Menimbang : a. bahwa air mempunyai fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA Gambaran Umum Wilayah Luas wilayah Kota Yogyakarta: 3.250 Ha (32,5 Km 2 ) Kota Yogyakarta memiliki 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 614 Rukun Warga (RW), dan 2.524 Rukun

Lebih terperinci

PEMERINTAH. sumber daya air pada wilayah sungai kabupaten/kota.

PEMERINTAH. sumber daya air pada wilayah sungai kabupaten/kota. - 20 - C. PEMBAGIAN URUSAN AN PEKERJAAN UMUM 1. Sumber Daya Air 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan nasional sumber daya air. 2. Penetapan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi,

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

Izin Mendirikan Bangunan

Izin Mendirikan Bangunan Izin Mendirikan Bangunan Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Izin Mendirikan Bangunan atau biasa dikenal dengan IMB adalah perizinan yang diberikan oleh Kepala Daerah kepada pemilik bangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Disebarluaskan Oleh: KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT PERENCANAAN

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCABENCANA

LAPORAN KEGIATAN MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCABENCANA LAPORAN KEGIATAN MONITORING DAN EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCABENCANA LOKASI: KABUPATEN KLATEN, PROVINSI JAWA TENGAH TANGGAL: 29 Januari s/d 1 Februari 2016 Nomor : Lap.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP KATA PENGANTAR Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, buku Buku Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2008 ini dapat diselesaikan sebagaimana yang telah direncanakan. Buku ini menggambarkan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 111 2016 SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 111 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR BANGUNAN GEDUNG (BUILDING CODE) KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya

Walikota Tasikmalaya - 1 - Walikota Tasikmalaya PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 48 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pemerintah, baik pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pemerintah, baik pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai aset negara yang sangat melimpah, baik aset sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun aset milik negara yang di kelola oleh pemerintah, baik

Lebih terperinci

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Bandar Udara. Pembangunan. Pelestarian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH KOTA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

PERAN PEMERINTAH KOTA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH PERAN PEMERINTAH KOTA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM PADA ACARA KNOWLEDGE MANAGEMEN FORUM 2015 (ASOSIASI PEMERINTAH KOTA SELURUH INDONESIA)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.276, 2010 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Izin Mendirikan Bangunan. Prinsip.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.276, 2010 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Izin Mendirikan Bangunan. Prinsip. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.276, 2010 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Izin Mendirikan Bangunan. Prinsip. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SURABAYA TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA SALINANAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PELATIHAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

PELATIHAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI LS-13 = Pranata Pembangunan PELATIHAN SUPERVISOR PEKERJAAN LANSEKAP/PERTAMANAN (LANDSCAPE SUPERVISOR) 2005 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. 2. Tertib Pemanfaatan Hak Atas Tanah dan Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar.

BAB 1. PENDAHULUAN. 2. Tertib Pemanfaatan Hak Atas Tanah dan Pendayagunaan Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar. BAB 1. PENDAHULUAN Sesuai dengan Surat Edaran Menteri Agraria dan Tata Nomor 15/SE/IX/2015 tentang pedoman penyusunan perjanjian kinerja dan laporan kinerja dijelaskan bahwa perjanjian kinerja (PK) merupakan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA SEMINAR INTERNASIONAL TEMU ILMIAH NASIONAL XV FOSSEI JOGJAKARTA, 4 MARET 2015 DR HANIBAL HAMIDI, M.Kes DIREKTUR PELAYANAN SOSIAL

Lebih terperinci

BANGUNAN GEDUNG DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

BANGUNAN GEDUNG DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM PENDATAAN BANGUNAN GEDUNG DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM budiprastowo@2011 Latar Belakang Amanat dari UUBG dan PPBG sebagai payung pengaturan nasional tentang BG yang memerlukan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 43 TAHUN 20142013 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN KEPADA CAMAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. LAKIP 2011 Direktorat Jenderal Penataan Ruang

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. LAKIP 2011 Direktorat Jenderal Penataan Ruang BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 9 1.1 TUGAS POKOK DAN FUNGSI DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG K ewenangan penyelenggaraan bidang pekerjaan umum saat ini sebagian berada di tingkat Nasional dan sebagian

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU KOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG CIPTA KARYA DAN TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BATU KOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG CIPTA KARYA DAN TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201 No.1216, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PU-PR. Perumahan Umum. Bantuan. Prasarana. Sarana. Utilitas Umum. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PRT/M/2015

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Oleh : Ir. Bahal Edison Naiborhu, MT. Direktur Penataan Ruang Daerah Wilayah II Jakarta, 14 November 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Pendahuluan Outline Permasalahan

Lebih terperinci