BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Kecerdasan Kecerdasan atau inteligensi mula-mula didefinisikan sebagai kapasitas untuk mengerti ungkapan dan kemauan akal budi untuk mengatasi tantangan-tantangannya namun dia juga mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berfikir secara rasional dan menghadapi lingkungannya secara efektif (Wechster dalam Putriani, 2011). Wechler (Putriani, 2011) menyatakan bahwa inteligensi sebagai keseluruhan kemampuan dari individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan untuk mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Inteligensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan atau nyata, melainkan suatu fiksi ilmiah untuk mendiskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual individu tersebut. Dari kajian ini, menghasilkan pengelompokkan kecerdasan manusia yang dinyatakan dalam bentuk Intelligent Quotient (IQ), yang dihitung berdasarkan perbandingan antara tingkat kemampuan mental dengan tingkat usia pada individu. Purwanto (2003) mendefinisikan bahwa inteligensi adalah kemampuan yang dibawa individu sejak lahir yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Sedangkan menurut Rose dan Nicholl (Issu 2005) menyatakan bahwa inteligensi adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu latar belakang budaya atau lebih. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat didefinisikan bahwa inteligensi merupakan kemampuan yang dimiliki individu sejak lahir yang memungkinkan individu untuk melakukan sesuatu dengan cara tertentu seperti memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk. 7

2 8 2. Pengertian Kecerdasan Majemuk / Multiple Intelligences Teori Multiple Intelligences atau MI ditemukan dan dikembangkan oleh Howard Gardner seorang ahli psikologi perkembangan dan profesor pendidikan dari Graduate School of Education, Harvard University, Amerika Serikat. Gardner (Suparno, 2004) mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Dalam penelitiannya mengenai inteligensi Gardner mengungkapkan terdapat 9 kecerdasan yang dimiliki oleh setiap orang. Inteligensi tersebut meliputi : Kecerdasan linguistik (Linguistic Intelligence), sebagai kemampuan untuk menggunakan dan mengolah kata-kata secara efektif baik secara oral maupun tertulis; Inteligensi Matematis-logis (Logicalmathematical Intelligence) adalah kemampuan yang lebih berkaitan dengan penggunaan bilangan dan logika secara efektif; Kecerdasan Ruang-visual (Spatial Intelligence) adalah kemampuan untuk menangkap dunia visual secara tepat, mencakup berpikir dalam gambar, serta kemampuan untuk menyerap, mengubah, dan menciptakan kembali berbagai macam aspek dunia visual-spasial; Kecerdasan Kinestetikbadani (Bodily-kinesthetic Intelligence) adalah kemampuan menggunakan tubuh atau gerak tubuh untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan; Kecerdasan musikal (Musical Intelligence) adalah kemampuan untuk mengembangkan, mengekspresikan, dan menikmati bentuk-bentuk musik dan suara; Kecerdasan Antar-pribadi (Interpersonal Intelligence) adalah kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak dan temperamen orang lain; kemampuan untuk memahami dan bekerja sama dengan orang lain; Kecerdasan Intrapribadi (Intrapersonal Intelligence) atau kecerdasan dalam diri sendiri adalah kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan untuk bertindak secara adaptif berdasarkan pengenalan diri itu; Kecerdasan Naturalis (Naturalist Intelligence) sebagai kemampuan seseorang untuk dapat mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat membuat distingsi konsekuensial lain dalam alam natural; kemampuan untuk memahami dan menikmati alam; dan menggunakan kemampuan itu secara produktif dalam berburu, bertani, dan mengembangkan pengetahuan akan alam; Kecerdasan Eksistensial (Existential

3 9 Intelligence) menyangkut kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan-persoalan terdalam eksistensi atau keberadaan manusia. 3. Kecerdasan Linguistik (Linguistic Intelligence) Gardner (Suparno, 2004) menjelaskan Linguistic Intelligence (Kecerdasan Linguistik), sebagai kemampuan untuk menggunakan dan mengolah kata-kata secara efektif baik secara oral maupun tertulis seperti dimiliki oleh para pencipta puisi, editor, jurnalis, dramawan, sastrawan, pemain sandiwara, maupun orator. Kemampuan ini berkaitan dengan penggunaan dan pengembangan bahasa secara umum. Orang yang memiliki inteligensi linguistik tinggi akan berbahasa lancar, baik, dan lengkap serta dapat berargumentasi, meyakinkan orang, menghibur, atau mengajar dengan efektif lewat kata-kata yang diucapkannya. Mereka senang bermain-main dengan bunyi bahasa melalui teka-teki kata, permainan kata (pun), dan tongue twister. Kadang-kadang mereka pun mahir dalam hal-hal kecil, sebab mereka mampu mengingat berbagai fakta. Mereka gemar sekali membaca, dapat menulis dengan jelas, dan dapat mengartikan bahasa tulisan secara luas. Campbell, Campbell, dan Dickinson (Laughlin, 1999), telah mengidentifikasi dua belas ciri bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan verbal-linguistik yang baik biasanya: Mendengarkan dan merespon suara, irama, warna, dan berbagai kata yang diucapkan; Menirukan suara, bahasa, membaca, dan menulis orang lain; Belajar melalui mendengar, membaca, menulis, dan berdiskusi; Mendengarkan secara efektif, memahami, parafrase, menafsirkan, dan mengingat apa yang telah dikatakan; Membaca secara efektif, memahami, meringkas, menafsirkan atau menjelaskan, dan mengingat apa yang telah dibaca; Berbicara secara efektif untuk berbagai khalayak untuk berbagai tujuan, dan tahu bagaimana berbicara sederhana, fasih, persuasif, atau penuh gairah pada saat yang tepat; Menulis secara efektif; Memahami dan menerapkan aturan tata bahasa, tanda baca ejaan, dan menggunakan kosakata yang efektif; Memiliki kemampuan untuk belajar bahasa lain; Menggunakan mendengarkan, berbicara, menulis, dan membaca untuk mengingat, berkomunikasi, berdiskusi, menjelaskan, membujuk, membuat pengetahuan, membangun makna, dan merenungkan bahasa itu sendiri; Berupaya untuk meningkatkan penggunaan bahasa nya

4 10 sendiri; Menunjukkan minat pada jurnalistik, puisi debat, bercerita, berbicara, menulis, atau mengedit; Membuat bentuk-bentuk linguistik baru atau karya-karya asli penulisan atau komunikasi lisan. Kecerdasan linguistik berkaitan dengan penggunaan bahasa sendiri dengan tepat, tata bahasa dan pengucapan kata, dan konsep dengan makna yang sesuai (Armstrong, 1994). Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan dan mengolah kata-kata secara efektif baik secara oral maupun tertulis dengan makna yang sesuai atau tepat. 4. Kecerdasan Matematis-Logis (Logical-mathematical Intelligence) Menurut Gardner dalam Suparno (2004) Logical-mathematical Intelligence/Inteligensi Matematis-logis adalah kemampuan yang lebih berkaitan dengan penggunaan bilangan dan logika secara efektif, seperti yang dipunyai seorang matematikus, saintis, programer, dan logikus. Termasuk dalam inteligensi tersebut adalah kepekaan pada pola logika, abstraksi, kategorisasi, dan perhitungan. Orang yang memiliki inteligensi matematis-logis sangat mudah membuat klasifikasi dan kategorisasi dalam pemikiran serta cara mereka bekerja. Orang yang kuat dalam intelgensi matematis-logis secara menonjol dapat melakukan tugas memikirkan sistem-sistem yang abstrak seperti matematika dan filsafat. Gampbell (Issu, 2005) menyatakan inteligensi matematis-logis mengungkapkan tiga hal luas tapi yang berhubungan antara satu dengan yang lain yaitu matematika, ilmu sains, dan logika. Halimah (2006) menyatakan bahwa kecerdasan matematis-logis meliputi proses menjumlahkan, berpikir tentang perencanaan dan hipotesis serta menjalankan operasi matematika yang rumit. Kecerdasan logis-matematis adalah keterampilan tentang berpikir dengan angka, perhitungan, menarik kesimpulan dari hubungan secara logis, pemecahan masalah, berpikir kritis, memahami simbol abstrak seperti angka, bentuk geometris, potongan pengetahuan yang berkaitan (Onay, 2006). Campbell, dkk. (Laughlin, 1999) mengungkapkan beberapa karakteristik bahwa seseorang memiliki kecerdasan matematis-logis yang baik adalah sebagai berikut: Memandang objek dan fungsi mereka di lingkungan; Akrab dengan konsep kuantitas, waktu penyebab, dan akibat; Menggunakan simbol abstrak untuk mewakili benda konkrit dan

5 11 konsep; Menunjukkan keterampilan di logis pemecahan masalah; Merasakan pola dan hubungan; Proses dan menguji hipotesis; Menggunakan keterampilan matematika yang beragam seperti memperkirakan, perhitungan algoritma, menafsirkan statistik, dan secara visual mewakili informasi dalam bentuk grafis; Suka operasi kompleks seperti kalkulus, fisika, pemrograman komputer, atau metode penelitian; Berpikir secara matematis dengan mengumpulkan bukti, membuat hipotesis, merumuskan model, mengembangkan contohcontoh, dan membangun argumen yang kuat; Menggunakan teknologi untuk memecahkan masalah matematika; Mengungkapkan minat dalam karir seperti akuntansi, teknologi komputer, hukum, teknik, dan kimia; Membuat model baru atau merasakan wawasan baru dalam ilmu atau matematika. Berdasarkan pendapat-pendapat diatas kecerdasan matematislogis adalah kemampuan yang lebih berkaitan dengan penggunaan bilangan dan logika secara efektif serta kemampuan berpikir dengan angka, perhitungan, menarik kesimpulan dari hubungan secara logis, pemecahan masalah, berpikir kritis, memahami simbol abstrak seperti angka, bentuk geometris, potongan pengetahuan yang berkaitan. 5. Kecerdasan Ruang-Visual ( Spatial Intelligence ) Bagi Gardner (Suparno, 2004) Spatial Intelligence/Kecerdasan Ruang-visual adalah kemampuan untuk menangkap dunia visual secara tepat, mencakup berpikir dalam gambar, serta kemampuan untuk menyerap, mengubah, dan menciptakan kembali berbagai macam aspek dunia visual-spasial. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan para arsitek, fotografer, artis, pilot, dan insinyur mesin. Orang dengan tingkat kecerdasan spasial yang tinggi hampir selalu mempunyai kepekaan yang tajam terhadap detail visual dan dapat menggambarkan sesuatu dengan begitu hidup, melukis atau membuat sketsa ide secara jelas, serta dengan mudah menyesuaikan orientasi dalam ruang tiga dimensi. Orang yang berinteligensi ruang-visual baik akan dengan mudah belajar ilmu ukur ruang. Ia akan dengan mudah menentukan letak suatu benda dalam ruangan. Ia akan dapat membayangkan suatu bentuk secara benar meski dalam perspektif. Piaget & Inhelder (Tambunan, 2006) menyebutkan bahwa kemampuan spasial sebagai konsep abstrak yang di dalamnya meliputi

6 hubungan spasial (kemampuan untuk mengamati hubungan posisi objek dalam ruang), kerangka acuan (tanda yang dipakai sebagai patokan untuk menentukan posisi objek dalam ruang), hubungan proyektif (kemampuan untuk melihat objek dari berbagai sudut pandang), konservasi jarak (kemampuan untuk memperkirakan jarak antara dua titik), representasi spasial (kemampuan untuk merepresentasikan hubungan spasial dengan memanipulasi secara kognitif), rotasi mental (membayangkan perputaran objek dalam ruang). Kecerdasan ruang-visual adalah keterampilan tentang berpikir mengenai gambar, angka dan garis, mengamati dan memahami bentuk tiga dimensi (Onay, 2006). Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap warna, garis, angka dan hubungan di antara mereka. Selain itu, mencakup keterampilan tentang visualisasi ide, pikiran, yang diubah menjadi bentuk grafis (Armstrong, 1994). Campbell (Laughlin, 1999) mengungkapkan beberapa karakteristik bahwa seseorang memiliki kecerdasan spasial yang baik adalah sebagai berikut: Belajar dengan melihat dan mengamati; Mengenali wajah, objek, bentuk, warna, detail, dan layar; Menavigasi diri dan objek efektif melalui ruang, bila memindahkan tubuh seseorang melalui lubang, menemukan cara seseorang dalam hutan tanpa jejak, mobil bergerak melalui lalu lintas, atau mendayung kano di sungai; Merasakan dan menghasilkan citra mental, berpikir dalam gambar, dan visualisasi rinci; Menggunakan gambar visual sebagai bantuan dalam mengingat informasi; Decode grafik, diagram, peta, dan diagram; Belajar dengan representasi grafis atau melalui media visual; Suka mencoret-coret, menggambar, melukis, memahat, atau mereproduksi dalam bentuk benda terlihat; Suka membangun tiga dimensi produk, seperti benda asli, tiruan jembatan, rumah, atau kontainer; Mampu secara mental mengubah bentuk suatu obyek seperti melipat kertas menjadi bentuk yang kompleks dan visualisasi bentuk baru, atau mental benda bergerak dalam ruang untuk menentukan bagaimana mereka berinteraksi dengan objek lainnya, seperti roda gigi, mengubah bagian mesin; Melihat hal-hal dengan cara yang berbeda atau dari "perspektif baru" seperti ruang negatif di sekitar formulir serta bentuk itu sendiri atau mendeteksi salah satu bentuk "tersembunyi" di negara lain; Merasakan pola jelas dan halus; Menciptakan representasi visual dari beton atau informasi; Apakah ahli dalam desain representasional atau abstrak; 12

7 13 Mengungkapkan minat atau keterampilan untuk menjadi seorang seniman, fotografer, insinyur, videografer, arsitek, desainer, kritikus seni, pilot, atau karier yang berorientasi visual lainnya; Membuat bentuk-bentuk baru visual-spasial media atau karya-karya asli seni. Berdasarkan pendapat-pendapat diatas kecerdasan spasial adalah kemampuan kemampuan untuk menangkap dunia visual secara tepat, mencakup berpikir dalam gambar, serta kemampuan untuk menyerap, mengubah, dan menciptakan kembali berbagai macam aspek dunia visual-spasial seperti gambar, angka, warna dan garis, serta kemampuan untuk mengamati dan memahami bentuk tiga dimensi. 6. Pengertian Prestasi Belajar Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengenai prestasi belajar adalah Hasil yang telah dicapai. Menurut Winkel (2004), prestasi belajar adalah hasil dari perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan pemahaman, dalam bidang keterampilan, dalam bidang nilai dan sikap. Menurut Slameto (2003) prestasi belajar adalah suatu perubahan yang dicapai seseorang setelah mengikuti prose belajar. Perubahan ini meliputi perubahan tingkah laku secar menyeluruh dalam sikap, ketrampilan dan pengetahuan. Krismiyati (2009) prestasi belajar adalah suatu hasil belajar yang diperoleh siswa dalam usaha belajar yang dilakukannya, prestasi belajar yang dialami murid menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan pemahaman, dalam bidang keterampilan, dalam bidang nilai dan sikap. Menurut Gunartomo (2003) prestasi belajar adalah performance dan kompetensinya dalam suatu mata pelajaran setelah mempelajari materi untuk mencapai tujuan pengajaran. Performance dan kompetensi tersebut meliputi : Ranah kognitif seperti informasi dan pengetahuan (knowledge), konsep dan prinsip (understanding), pemecahan masalah dan kreativitas; ranah psikomotoris/skills; dan ranah afektif seperti perasaan, sikap, nilai, dan integritas pribadi. Prestasi belajar yang diungkapkan oleh oleh Arikunto (1993) yaitu hasil usaha, kemampuan dan sikap siswa dalam menyelesaikan tugas dalaam bidang pendidikan yang dinyatakan dengan angka. Prestasi belajar yang dinampakkan dalam bidang akademik dinyatakan sebgai pengetahuan yang dicapai atau ketrampilan yang dikembangkan dalam

8 14 mata pelajaran tertentu di sekolah, biasanya ditetapkan atas dasar tes atau ujian yang dilakukan oleh guru. Rumusan mengenai prestasi belajar juga dikemukakan oleh Tu u (2004) yaitu prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran di sekolah; prestasi belajar siswa tersebut terutama dinilai aspek kognitifnya karena bersangkutan dengan kemampuan siswa dalam pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesa, dan evaluasi; serta prestasi belajar siswa ditunjukkan melalui nilai dari evaluasi yang dilakukanoleh guru terhadap tugas siswa dan ulangan-ulangan atau ujian yang ditempuhnya. Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat dirumuskan pengertian prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran di sekolah dimana penilaian berasal dari ranah kognitif/cognitive domain (pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesa, dan evaluasi) yang ditunjukkan melalui nilai dari evaluasi yang dilakukan oleh guru berupa nilai tes atau angka. 7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Dalam usaha untuk mencapai suatu prestasi belajar yang optimal atau keberhasilan dari proses pendidikan, adapun faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Suryabrata (1998) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar ada dua yaitu : Faktor dari dalam individu (faktor biologis/kematangan fisik, kesehatan badan, kualitas makanan dan fungsi panca indera; faktor psikologis/minat, rasa aman, motivasi, pengalaman masa lampau dan kecerdasan) ; Faktor dari luar individu (faktor non-sosial/faktor belajar, cuaca, tempat dan fasilitas ; faktor sosial/pribadi guru yang mengatur, sikap orang tua terhadap anaknya yang sedang belajar, situasi pergaulan dengan teman sebaya). Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor internal (faktor yang bersumber dari dalam manusia yang belajar) dan faktor eksternal (faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar). Faktor internal meliputi faktor biologis (usia, kematangan, kesehatan) dan faktor psikologis (minat, motivasi, suasana hati). Faktor eksternal meliputi faktor manusia (keluarga, sekolah, masyarakat) dan non manusia (udara, suara, bau-bauan). Hambatan proses belajar dapat

9 15 berasal dari diri siswa, misalnya ketika siswa sedang sakit dia akan mengalami kesulitan berkonsentrasi dalam penerimaan pelajaran yang diberikan guru dan berasal dari luar siswa, seperti lingkungan keluarga yang acuh dengan pendidikan anak. Hal yang sama dinyatakan Slameto (2003) bahwa faktor internal dan faktor eksterna merupakan faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Faktor internal meliputi faktor jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh), faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan) dan kelelahan. Faktor eksternal meliputi faktor keluarga (cara orang tua dalam mendidik, relasi dan komunikasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, disiplin sekolah, alat pengajaran, waktu sekolah, standar pengajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah) dan faktor masyarakat (teman bergaul serta bentuk kehidupan masyarakat). Tu`u (2004) keberhasilan siswa dalam mencapai suatu prestasi belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tingkat kecerdasan, bakat yang dimiliki, minat dan perhatian yang tinggi dalam pembelajaran, motivasi, cara belajar yang baik dan strategi pembelajaran yang dikembangkan guru. 8. Pengertian Prestasi Belajar Matematika Menurut The International Study of Achievement in Mathematic seperti yang dikutip Gunartomo (2003) menetapkan sepuluh kecakapan dasar prestasi belajar matematika yaitu mengingat dan mengungkapkan definisi, notasi, operasi, dan konsep; kecermatan dan ketepatan menghitung dan manipulasi simbol; menerjemahkan data ke dalam simbol; menginterpretasikan data yang muncul dalam bentuk simbolik; mengikuti alur suatu penalaran atau pembuktian; menyusun suatu pembuktian; menerapkan konsep pada masalah matematis; menggunakan konsep pada masalah-masalah non-matematis; menganalisis masalah dan menentukan operasi yang mungkin digunakan; menentukan keumuman (generalisasi) matematis. Kurikulum 2006, menetapkan kompetensi matematika yang ingin dicapai dengan pembelajaran matematika seperti berikut; Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

10 16 mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah; Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Departemen Pendidikan Nasional, 2006). Syair (2008) mengungkapkan bahwa prestasi belajar matematika adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar matematika sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Issu (2005) menyatakan bahwa prestasi belajar matematika merupakan pengetahuan yang diperoleh siswa setelah mempelajari materi tersebut melaui proses belajar mengajar dalam tiap semester atau setiap tahun berupa nilai. Berdasarkan pendapat-pendapat diatas peneliti merumuskan pengertian prestasi belajar matematika adalah hasil belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran matematika di sekolah dimana penilaian berasal dari ranah kognitif/cognitive domain (pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesa, dan evaluasi) yang ditunjukkan melalui nilai dari evaluasi yang dilakukan oleh guru tiap semester atau setiap tahun yang dinyatakan dalam angka guna mengetahui ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan. B. Hasil Penelitian yang Relevan Dalam penelitian Raharjo (2002) mengenai hubungan antara kecerdasan majemuk dengan prestasi belajar pada siswa kelas II SMU Katholik Yos Sudarso di Batu, Malang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan pada taraf signifikansi 1% antara kecerdasan matematis-logis dengan prestasi belajar matematika (r = 0,29), terdapat hubungan yang signifikan taraf signifikansi 1% antara kecerdasan linguistik dengan prestasi belajar bahasa dan sastra indonesia (r = 0,54),

11 terdapat hubungan yang signifikan taraf signifikansi 1% antara kecerdasan linguistik dengan prestasi belajar bahasa inggris (r = 0,57), terdapat hubungan yang signifikan taraf signifikansi 1% antara kecerdasan kinestetik dengan prestasi belajar pendidikan jasmani dan kesehatan (r = 0,65), terdapat hubungan yang signifikan taraf signifikansi 1% antara kecerdasan musikal dengan prestasi belajar pendidikan kesenian (r = 0,39), dan terdapat hubungan yang signifikan taraf signifikansi 1% antara kecerdasan naturalis dengan prestasi belajar biologi (r = 0,50). Sejalan dengan penelitian Raharjo, Penelitian Suparlan (2009) terhadap siswa kelas VIII SMP N 1 Palimanan yang diambil sampel sebesar 11 % dari total populasi 354 siswa menunjukkan terdapat korelasi yang tinggi antara kecerdasan numerik dengan prestasi belajar matematika. Penelitian Tambunan (2006) yang dilakukan terhadap anak usia sekolah sebanyak 220 siswa dimana 110 siswa laki-laki dan 110 siswa perempuan yang berusia 7-11 tahun di dua kelurahan di wilayah DKI Jakarta yaitu Kelurahan Kaliayar, Kecamatan Tambora Jakarta Barat dan Kelurahan Ciganjur, Kecamatan Jagaraksa Jakarta Selatan menunjukan terdapat hubungan antara kemampuan spasial dengan prestasi belajar matematika. Yoong (2002) di Penang Malaysia memvalidasi kecerdasan majemuk pada 224 orang siswa kelas 10 sekolah menengah melalui korelasi dengan tes baku sains, matematika, dan bahasa malaysia. Yoong menemukan bahwa skor tes sains (IPA) berkorelasi positif signifikan r=0,50 dengan skor kecerdasan naturalistik dan r = 0,50 dengan skor kecerdasan matematika, tetapi berkorelasi negatif signifikan r = -0,37 dengan skor kecerdasan musikal. Skor tes matematika berkorelasi positif signifikan r = 0,59 dengan skor kecerdasan logika matematika, r = 0,53 dengan kecerdasan interpersonal dan r = 0,28 dengan skor kecerdasan naturalistik. Skor bahasa malaysia berkorelasi positif signifikan r = 0,39 dengan kecerdasan bahasa, r = 0,29 dengan kecerdasan interpersonal. Kaplan (2011) melakukan penelitian pada65 siswa tuna netra kelas enam, tujuh dan delapan di sekolah khusus tuna netra di Denizli, Erzurum dan Gaziantep tahun akademik dalam penelitiannya menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara prestasi belajar matematika siswa tuna netra dengan kecerdasan logis-matematis, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan spasial dan kecerdasan linguistik. 17

12 Uzoglu (2011) dalam penelitiannya pada siswa kelas tujuh di sekolah negeri tahun akademik di Eastern City, Turki dengan populasi sebesar 1255 laki-laki dan 1159 perempuan. Penelitiannya menunjukan bahwa ada korelasi positif antara linguistik-verbal, logismatematis, visual-spasial, interpersonal, intrapersonal, dan bodilykinesthetic dengan prestasi matematika. Ryue (1996) dalam penelitiannya menemukan bahwa perbedaan gender dan korelasi antara skor kecerdasan majemuk yang dikembangkan Shearer bagi situasi di Korea dengan IQ dan prestasi belajar 82 orang siswa sekolah menengah umum. Rata-rata koefisien korelasi untuk subsub konsep dalam kecerdasan majemuk r = 0,73. Skor kecerdasan spasial berkorelasi dengan IQ dan prestasi belajar. Skor kecerdasan linguistik, logika-matematika, dan interpersonal berkorelasi dengan IQ dan prestasi belajar. Tidak sejalan dengan penelitian-penelitian tersebut diatas Issu (2005) terhadap siswa SMA N 1 Mollo Selatan menemukan bahwa kecerdasan matematis-logis berkorelasi positif dan tidak signifikan dengan prestasi belajar matematika dengan korelasinya (r = 0,169) pada taraf signifikan 1% serta kecerdasan bahasa berkorelasi positif dan tidak signifikan dengan prestasi belajar matematika dengan korelasinya (r = 0,153) pada taraf signifikan 1%. Manggaranti (2011) dalam penelitiannya terhadap siswa kelas IV di SD Gugus Diponegoro Doplang Kabupaten Blora sebanyak 42 siswa menemukan bahwa ada hubungan negatif dan tidak signifikan antara kecerdasan matematis logis dan prestasi belajar matematika pada taraf signifikansi 5% (r = - 0,122). Batulayan (2001) juga menemukan melakukan penelitian yang berupaya menggali hubungan kecerdasan majemuk terhadap prestasi belajar siswa kelas enam di Mission Luzon Utara. Data diperoleh dari 310 siswa yang terdaftar untuk tahun ajaran pada 24 sekolah gereja dioperasikan dan diawasi di bawah Mission Luzon Utara. Data dikumpulkan dengan memberikan Kuesioner Multiple Intelligences (MIQ) kepada peserta yang berisi 70 item dengan 10 pertanyaan masing-masing mewakili tujuh kecerdasan yaitu: verbal-linguistik, logis-matematis, kinestetik-jasmani, musikal, visual-spasial, intrapersonal dan interpersonal. Hasil penelitian menemukan bahwa kecerdasan logismatematis dan intrapersonal adalahterkait dengan prestasi akademik 18

13 19 dengan kontribusi 9,25%. Sedangkan untuk lima kecerdasan yang lain, yaitu: linguistik-verbal, visual-spasial, musikal, kinestetik-jasmani, dan interpersonal tidak memiliki hubungan signifikan terhadap prestasi akademik. Penelitian Lean & Clemens (1982) menemukan bahwa tidak adanya hubungan antara kemampuan spasial dengan matematika. C. Kerangka Berpikir Aktivitas pembelajaran khususnya pembelajaran matematika merupakan sebuah proses dari pendidikan, dimana akan ada sebuah indikator sebagai acuan, apakah pembelajaran matematika tersebut berhasil atau tidak. Salah satunya adalah dapat dilihat dari prestasi belajar matematika yang diperoleh peserta didik. Issu (2005) menyatakan bahwa prestasi belajar matematika merupakan pengetahuan yang diperoleh siswa setelah mempelajari materi tersebut melaui proses belajar mengajar dalam tiap semester atau setiap tahun berupa nilai. Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh), faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan) dan kelelahan. Faktor eksternal meliputi faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Salah satu faktor yang yang berasal dari dalam individu adalah kecerdasan atau inteligensi. Simanjuntak (1993) menyatakan bahwa anak yang mencapai suatu prestasi, sebenarnya merupakan hasil dari kecerdasan dan minat. Kecerdasan memegang peranan besar dalam menentukan berhasil tidaknya seseorang mempelajari sesuatu atau mengikuti suatu program pendidikan (Suparlan, 2009). Gardner (Suparno, 2004) mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Gardner mengungkapkan bahwa setiap manusia memiliki 9 (sembilan) kecerdasan hanya saja suatu inteligensi lebih menonjol dari inteligensi yang lain. Tiga diantara Inteligensi tersebut adalah Inteligensi linguistik (Linguistic Intelligence); Inteligensi Matematis-logis (Logicalmathematical Intelligence); Inteligensi Ruang-visual (Spatial Intelligence). Kecerdasan linguistik merupakan kemampuan untuk menggunakan dan mengolah kata-kata secara efektif baik secara oral maupun tertulis. Gardner (Suparno, 2004) kemampuan ini berkaitan dengan penggunaan

14 20 dan pengembangan bahasa secara umum. Kecerdasan linguistik berkaitan dengan penggunaan bahasa sendiri dengan tepat, tata bahasa dan pengucapan kata dan konsep dengan makna yang sesuai (Armstrong, 1994). Sukardi (1990) kemampuan verbal adalah kemampuan untuk memahami konsep-konsep dalam bentuk kata-kata. Kecerdasan linguistik merupakan bagian dari faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Kecerdasan linguistik berkaitan dengan kemampuan siswa memahami suatu tulisan maupun simbol yang abstrak, mengutarakan pendapat/berbicara, menarik suatu kesimpulan, mendeskripsikan, mengeneralisasikan suatu konsep yang mana hal-hal tersebut merupakan tindakan yang harus dilakukan selama proses pembelajaran matematika. Belajar matematika merupakan kegiatan belajar tentang konsep dan struktur matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari serta menjalin hubungan antara konsep-konsep dan struktur itu. Menurut Gardner (Suparno, 2004) Logical-mathematical Intelligence/Inteligensi Matematis-logisadalah kemampuan yang lebih berkaitan dengan penggunaan bilangan dan logika secara efektif. Gampbell (Issu 2005) menyatakan inteligensi matematis-logis mengungkapkan tiga hal luas tapi yang berhubungan antara satu dengan yang lain yaitu matematika, ilmu sains, dan logika. Kecerdasan logismatematis adalah keterampilan tentang berpikir dengan angka, perhitungan, menarik kesimpulan dari hubungan secara logis, pemecahan masalah, berpikir kritis, memahami simbol abstrak seperti angka, bentuk geometris, potongan pengetahuan yang berkaitan (Onay, 2006). Kecerdasan matematis-logis berkaitan dengan kemampuan siswa mengolah angka. Belajar matematika tidak akan lepas dari angka atau bilangan dan proses menghitung. Siswa yang memiliki inteligensi matematis-logis yang tinggi akan mampu berpikir dengan angka, perhitungan, pemecahan masalah, berpikir kritis, memahami simbol abstrak seperti angka, bentuk geometris, sehingga siswa memperoleh prestasi belajar matematika yang tinggi karena siswa. Gardner (Suparno, 2004) Spatial Intelligence/Kecerdasan Ruangvisual adalah kemampuan untuk menangkap dunia visual secara tepat, mencakup berpikir dalam gambar, serta kemampuan untuk menyerap, mengubah, dan menciptakan kembali berbagai macam aspek dunia visual-spasial. Menurut Hamley (Tambunan, 2009) kemampuan matematika adalah gabungan dari inteligensi umum, pembayangan visual,

15 21 kemampuan untuk mengamati angka, konfigurasi spasial dan menyimpan konfigurasi sebagai pola mental. Kemampuan spasial merupakan pemahaman kiri-kanan, pemahaman perspektif, bentuk-bentuk geometris, menghubungkan konsep spasial dengan angka, kemampuan dalam mentransformasi mental dari bayangan visual. Hal-hal tersebut juga diperlukan dalam belajar matematika. Siswa yang memiliki inteligensi linguistik, inteligensi matematislogis, inteligensi ruang-visual yang tinggi akan mendapatkan prestasi belajar matematika yang tinggi karena siswa mampu memahami dan menterjemahkan maksud dari materi yang diberikan yang berupa konsepkonsep abstrak, siswa mampu berpikir dengan angka, perhitungan, menarik kesimpulan dari hubungan secara logis, pemecahan masalah, berpikir kritis, memahami simbol abstrak seperti angka serta siswa mampu menghubungkan konsep spasial dengan angka. Gambar 1 Skema Kerangka Berpikir X 1 - X 2 Y X 3 Keterangan : X 1 = Linguistic intelligence ( Inteligensi Linguistik ) X 2 = Logical-mathematics intelligence ( Inteligensi Matematis- Logis ) X 3 =Spatial intelligence( Inteligensi Ruang-Visual ) Y = Prestasi Belajar Matematika

16 22 D. Hipotesis Berdasarkan kajian teori diatas dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Adakah hubungan positif dan signifikan antara inteligensi linguistik dengan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Salatiga tahun pelajaran 2011/2012. Secara statistik hipotesis tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: H 0 : r x1y 0 Tidak ada hubungan positif dan signifikan antara inteligensi linguistik dengan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Salatiga tahun pelajaran 2011/2012. H 1 : r x1y > 0 Ada hubungan positif dan signifikan antara inteligensi linguistik dengan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Salatiga tahun pelajaran 2011/ Adakah hubungan positif dan signifikan antara inteligensi matematislogis dengan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Salatiga tahun pelajaran 2011/2012. Secara statistik hipotesis tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: H 0 : r x2y 0 Tidak ada hubungan positifdan signifikan antara inteligensi matematis-logis dengan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Salatiga tahun pelajaran 2011/2012. H 1 : r x2y > 0 Ada hubungan positif dan signifikan antara inteligensi matematis-logis dengan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Salatiga tahun pelajaran 2011/ Adakah hubungan positif dan signifikan antara inteligensi ruang - visual dengan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Salatiga tahun pelajaran 2011/2012. Secara statistik hipotesis tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: H 0 : r x3y 0 Tidak ada hubungan positifdan signifikan antara inteligensi ruang - visual dengan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Salatiga tahun pelajaran 2011/2012.

17 23 H 1 : r x3y > 0 Ada hubungan positif dan signifikan antara inteligensi ruang - visual dengan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Salatiga tahun pelajaran 2011/ Adakah hubungan positif dan signifikan antara inteligensi linguistik, matematis-logis, ruang-visual secara simultan dengan prestasi belajar matematika siswa kelas VIIISMP Negeri 3 Salatiga tahun pelajaran 2011/2012. Secara statistik hipotesis tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: H 0 : r xy 0 Tidak ada hubungan positif dan signifikan antara inteligensi linguistik, matematis-logis, ruang-visual secara simultan dengan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Salatiga tahun pelajaran 2011/2012. H 1 : r xy >0 Ada hubungan positif dan signifikan antara inteligensi linguistik, matematis-logis, ruang-visual secara simultan dengan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Salatiga tahun pelajaran 2011/2012.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prestasi belajar merupakan suatu performance dan kompetensinya dalam suatu mata pelajaran setelah mempelajari materi untuk mencapai tujuan pengajaran. Performance

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ada kecenderungan perbedaan kemampuan antara pria dan wanita dalam

BAB I PENDAHULUAN. Ada kecenderungan perbedaan kemampuan antara pria dan wanita dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada kecenderungan perbedaan kemampuan antara pria dan wanita dalam hal hasil belajar terutama di bidang matematika dan sains. Menurut Eriba dkk (Lisma, 2009)

Lebih terperinci

Adakah anda memiliki siswa yang bisa menciptakan seni visual yang indah?,

Adakah anda memiliki siswa yang bisa menciptakan seni visual yang indah?, Dengan apakah Siswa Anda CERDAS? PENDAHULUAN Adakah anda memiliki siswa yang bisa menciptakan seni visual yang indah?, Apakah ada yang mahir dibidang olah raga yang mampu membuat gerakan gerakan fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan proses pembangunan suatu negara ditentukan oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan proses pembangunan suatu negara ditentukan oleh banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan proses pembangunan suatu negara ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya ditentukan oleh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada. Tinggi rendahnya

Lebih terperinci

KORELASI KECERDASAN SPASIAL TERHADAP MATHEMATICAL PROFICIENCY SISWA SEKOLAH DASAR KOTA BANDA ACEH

KORELASI KECERDASAN SPASIAL TERHADAP MATHEMATICAL PROFICIENCY SISWA SEKOLAH DASAR KOTA BANDA ACEH KORELASI KECERDASAN SPASIAL TERHADAP MATHEMATICAL PROFICIENCY SISWA SEKOLAH DASAR KOTA BANDA ACEH Aklimawati 1), Rifaatul Mahmuzah 2) 1,2 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Serambi Mekkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Grenita, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Grenita, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penilaian merupakan salah satu aspek yang penting dalam pendidikan. Menurut Sumarna Surapranata (2004: 19), penilaian pendidikan erat kaitannya dengan academic

Lebih terperinci

Umi Rochayati (Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Elektronika FT-UNY)

Umi Rochayati (Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Elektronika FT-UNY) PENDEKATAN INTELEGENSI GANDA DALAM PROSES PEMBELAJARAN TEKNIK DIGITAL DI JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA FT-UNY Umi Rochayati (Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Elektronika FT-UNY) ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN KECERDASAN SPASIAL TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI BANGUN RUANG SISWA KELAS 5 SD NEGERI 5 BANDA ACEH

HUBUNGAN KECERDASAN SPASIAL TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI BANGUN RUANG SISWA KELAS 5 SD NEGERI 5 BANDA ACEH HUBUNGAN KECERDASAN SPASIAL TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI BANGUN RUANG SISWA KELAS 5 SD NEGERI 5 BANDA ACEH Hayatul Mardiah, Monawati, Fauzi ABSTRAK Mempelajari bangun ruang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu pelajaran yang penting untuk dipelajari, oleh sebab itu matematika diajarkan disetiap jenjang pendidikan. Pada jenjang sekolah menengah,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KEMAMPUAN SPASIAL Menurut Fahmi (2006) kemampuan spasial adalah kemampuan anak dalam mengenali identitas objek ketika objek tersebut ada dari sudut pandang yang berbeda, dan mampu

Lebih terperinci

MULTIPLE INTELLIGENCES (Kecerdasan Ganda)

MULTIPLE INTELLIGENCES (Kecerdasan Ganda) MULTIPLE INTELLIGENCES (Kecerdasan Ganda) Anak bahagia disekolah sudah disosialisasikan lewat Quantum Learning, Joy in School dan Super Learning. Alasan lewat penelitian menunjukkan bahwa apabila anak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kewajiban. Berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam pendidikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kewajiban. Berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam pendidikan 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian tentang Pembelajaran Matematika 1. Pengertian Belajar Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari perbuatan belajar, karena belajar merupakan suatu proses, sedangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. pesan-pesan konstitusi serta suasana dalam membangun watak bangsa (nation

BAB I PENDAHULUAN. dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia. pesan-pesan konstitusi serta suasana dalam membangun watak bangsa (nation BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dari proses pembangunan nasional yang ikut menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hal tersebut dikarenakan bahwa pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori. Ini sering dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. komunikasi matematika, multiple intillegences dan gender. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. komunikasi matematika, multiple intillegences dan gender. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis 5 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual Pada deskripsi konseptual ini akan dibahas tentang kemampuan komunikasi matematika, multiple intillegences dan gender. 1. Kemampuan Komunikasi Matematis

Lebih terperinci

Penerapan Multiple Intelligences Pada Anak Usia Dini

Penerapan Multiple Intelligences Pada Anak Usia Dini Penerapan Multiple Intelligences Pada Anak Usia Dini dapat dimaknai sebagai untuk menyelesaikan masalah. berkaitan dengan daya pikir dan perkembangan kognitif. Pencetus teori perkembangan kognitif adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arah yang positif baik bagi dirinya maupun lingkungannya. Pendidikan bukan

BAB I PENDAHULUAN. arah yang positif baik bagi dirinya maupun lingkungannya. Pendidikan bukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan berfungsi membantu siswa dalam perkembangan dirinya, yaitu pengembangan semua potensi, kecakapan, serta karakteristik pribadinya ke arah yang positif baik

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBELAJARAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBELAJARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBELAJARAN (INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR) INDIKATOR 1. Mengidentifikasi sekurang-kurangnya empat faktor yang mempengaruhi pembelajaran. 2. Menjelaskan kedudukan guru dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Populasi atau Sampel Penelitian Penelitian ini dilakukan di salah satu SMP Negeri di Kota Bandung dengan mengambil subjek populasi seluruh siswa kelas VIII

Lebih terperinci

MATA KULIAH PEMBELAJARAN TERPADU (PSD SKS)

MATA KULIAH PEMBELAJARAN TERPADU (PSD SKS) MATA KULIAH PEMBELAJARAN TERPADU (PSD 321 4 SKS) TATAP MUKA 6 PENGORGANISASIAN MODEL KURIKULUM PEMBELAJARAN TERPADU INTEGRATED Dr. RATNAWATI SUSANTO., M.M., M.Pd KEMAMPUAN AKHIR : MAHASISWA MEMILIKI KEMAMPUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia kanak-kanak yaitu 4-5 tahun anak menerima segala pengaruh yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Usia kanak-kanak yaitu 4-5 tahun anak menerima segala pengaruh yang diberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa anak usia dini merupakan tahun-tahun kehidupan yang sangat aktif. Usia kanak-kanak yaitu 4-5 tahun anak menerima segala pengaruh yang diberikan oleh lingkungannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diukur dengan test dan dinyatakan dalam bentuk nilai. Hasil belajar mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. diukur dengan test dan dinyatakan dalam bentuk nilai. Hasil belajar mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil belajar merupakan tolak ukur yang menentukan tingkat keberhasilan peserta didik dalam memahami suatu materi pelajaran dari proses belajarnya yang diukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan dijadikan sebagai dasar manusia untuk. yang timbul dalam diri manusia. Pembelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan dijadikan sebagai dasar manusia untuk. yang timbul dalam diri manusia. Pembelajaran matematika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan dijadikan sebagai dasar manusia untuk mengembangkan dirinya sehingga mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lain. Dengan tidak mengesampingkan pentingnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional dimana penelitian ini mendeteksi seberapa kuat atau besarnya hubungan data dalam suatu penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No. Daftar 1 : 185/S/PGSD-Reg/8/Agustus/2014

BAB I PENDAHULUAN. No. Daftar 1 : 185/S/PGSD-Reg/8/Agustus/2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka,

Lebih terperinci

TEORI MULTIPLE INTELLIGENCES DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENGELOLAAN PEMBELAJARAN

TEORI MULTIPLE INTELLIGENCES DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TEORI MULTIPLE INTELLIGENCES DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENGELOLAAN PEMBELAJARAN Amir Hamzah Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Aqidah Usymuni Sumenep Abstract: The article clarifies Howard Gardner s Multiple

Lebih terperinci

PROFIL BERPIKIR KRITIS SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI KECERDASAN MAJEMUK

PROFIL BERPIKIR KRITIS SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI KECERDASAN MAJEMUK PROFIL BERPIKIR KRITIS SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI KECERDASAN MAJEMUK Emiliya Damayanti 1, Sunardi 2, Ervin Oktavianingtyas 3 Email: rvien@ymail.com Abstract. This study

Lebih terperinci

Abstrak. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan

Abstrak. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan KORELASI KECERDASAN VISUAL SPASIAL DAN KECERDASAN LOGIS MATEMATIS DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DI SMA NEGERI 1 KEJURUAN MUDA Ariyani Muljo IAIN Langsa, Langsa, Kota Langsa Ariyanimulyo41@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kecerdasan bagi anak usia dini memiliki manfaat yang besar bagi dirinya sendiri dan bagi perkembangan sosialnya karena tingkat kecerdasan anak yang berkembang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar Gaya Belajar adalah cara atau pendekatan yang berbeda yang dilakukan oleh seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia pendidikan, istilah gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persoalan baru untuk diselesaikan, kemampuan untuk menciptakan sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. persoalan baru untuk diselesaikan, kemampuan untuk menciptakan sesuatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kecerdasan merupakan alat untuk belajar, menyelesaikan masalah, dan menciptakan semua hal yang bisa digunakan manusia. Gardner (2003) tidak memandang kecerdasan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan perhatian utama dan pertama dalam rangka memajukan kehidupan dari generasi ke generasi sejalan dengan kemajuan masyarakat. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kerja keras sedini mungkin. Walaupun hal tersebut telah diupayakan, namun

BAB I PENDAHULUAN. dan kerja keras sedini mungkin. Walaupun hal tersebut telah diupayakan, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Tujuan tersebut hanya dapat dicapai manakala ditunjang oleh usaha

Lebih terperinci

Bingkai-Bingkai Akal Budi Felix Lengkong

Bingkai-Bingkai Akal Budi Felix Lengkong FELIX LENGKONG BINGKAI-BINGKAI AKAL BUDI Bingkai-Bingkai Akal Budi Felix Lengkong Tiga puluh dua tahun lalu, seorang professor dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, Howard Gardner menulis buku Frames

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : SITI FATIMAH NIM K

SKRIPSI. Oleh : SITI FATIMAH NIM K KONTRIBUSI IQ (INTELLIGENCE QUOTIENT) DAN EQ (EMOTIONAL QUOTIENT) TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh : SITI FATIMAH NIM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogiek. Pais artinya anak, gogos artinya

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogiek. Pais artinya anak, gogos artinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha sadar yang dilakukan oleh manusia dewasa untuk membina kepribadian anak didik yang belum dewasa

Lebih terperinci

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses 6 II._TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses yang diaplikasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Matematika Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari masalah belajar. Pada dasarnya, prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan suatu ilmu yang tersusun secara deduktif (umum ke khusus) yang menyatakan hubungan-hubungan, struktur-struktur yang diatur menurut aturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran yang diciptakan harus mampu mengembangkan dan mencapai kompetensi setiap matapelajaran sesuai kurikulum. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas

BAB I PENDAHULUAN. yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keinginan orang tua untuk memberikan bimbingan belajar kepada anak-anaknya

BAB I PENDAHULUAN. keinginan orang tua untuk memberikan bimbingan belajar kepada anak-anaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pentingnya pendidikan anak usia dini sudah dirasakan oleh masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. Hal ini berdampak pada keinginan orang tua untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN LOGIS MATEMATIS, KECERDASAN LINGUISTIK, DAN KECERDASAN VISUAL-SPASIAL DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X TE

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN LOGIS MATEMATIS, KECERDASAN LINGUISTIK, DAN KECERDASAN VISUAL-SPASIAL DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X TE HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN LOGIS MATEMATIS, KECERDASAN LINGUISTIK, DAN KECERDASAN VISUAL-SPASIAL DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X TE SMK N 02 SALATIGA Jurnal Disusun untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam kehidupan dan kehadirannya sangat terkait erat dengan dunia pendidikan adalah Matematika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika dalam dunia pendidikan di Indonesia telah dimasukkan dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sejak usia dini. Matematika adalah salah satu mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 8 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Pemodelan Matematika Model sebagai kata benda dalam kamus besar bahasa indonesia merupakan pola dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia berada di antara

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia berada di antara BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia berada di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Pengembangan kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu fokus pembelajaran matematika. Melalui pembelajaran matematika,

Lebih terperinci

WARUNG MATEMATIKA SEBAGAI PENGEMBANGAN KECERDASAN MATEMATIS-LOGIS ANAK BAGI GURU TAMAN KANAK-KANAK (TK)

WARUNG MATEMATIKA SEBAGAI PENGEMBANGAN KECERDASAN MATEMATIS-LOGIS ANAK BAGI GURU TAMAN KANAK-KANAK (TK) WARUNG MATEMATIKA SEBAGAI PENGEMBANGAN KECERDASAN MATEMATIS-LOGIS ANAK BAGI GURU TAMAN KANAK-KANAK (TK) PENDAHULUAN Sumber daya manusia yang handal sangat dibutuhkan dalam usaha membangun kembali renovasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah SMA (Sekolah Menengah Atas). menurunkan dan menggunakan rumus Matematika yang diperlukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah SMA (Sekolah Menengah Atas). menurunkan dan menggunakan rumus Matematika yang diperlukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa sedang dalam masa perkembangan menuju ke arah kedewasaan. Untuk ini mereka sangat membutuhkan berbagai pengetahuan yang dapat menjadi pedoman dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Karena itu, pemerintah selalu berusaha agar mutu pendidikan matematika

Lebih terperinci

ANAK BERBAKAT MATERI 6 MATA KULIAH DETEKSI DINI DALAM PERKEMBANGAN

ANAK BERBAKAT MATERI 6 MATA KULIAH DETEKSI DINI DALAM PERKEMBANGAN ANAK BERBAKAT TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM: Setelah mengikuti perkuliahan, diharapkan mahasiswa dapat memahami karakteristik dan jenis-jenis keberbakatan guna melakukan deteksi dini TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah terlepas dari matematika. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari berbagai perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

I Made Bawa Mulana (Guru Matematika SMA Negeri 4 Singaraja)

I Made Bawa Mulana (Guru Matematika SMA Negeri 4 Singaraja) PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF BERBANTUAN MASALAH TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KECERDASAN SOSIAL SISWA KELAS XI MIPA SMA NEGERI 4 SINGARAJA I Made Bawa Mulana (Guru Matematika

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi

NASKAH PUBLIKASI. SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi NASKAH PUBLIKASI PERBANDINGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCES DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL DITINJAU DARI HASIL BELAJAR BIOLOGI DI SMP NEGERI 2 KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN AJARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa (IPBA) dirasakan penting untuk dipelajari karena materi-materi tersebut sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi bangsa Indonesia merupakan kebutuhan mutlak yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi bangsa Indonesia merupakan kebutuhan mutlak yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi bangsa Indonesia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dikembangkan sejalan dengan tuntutan pembangunan nasional secara bertahap yang dijadikan

Lebih terperinci

Bentuk-bentuk Gejala Jiwa dan Implikasinya dalam Pendidikan

Bentuk-bentuk Gejala Jiwa dan Implikasinya dalam Pendidikan Bentuk-bentuk Gejala Jiwa dan Implikasinya dalam Pendidikan Psikologi Pendidikan Pengindraan (sensasi) dan Persepsi O Pengindraan atau sensasi adalah proses masuknya stimulus ke dalam alat indra manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Hurlock (1980 : 208) mengatakan bahwa masa Sekolah Menengah Atas/SMK adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa awal. Pada masa inilah pembendaharaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok

Lebih terperinci

PENERAPAN MULTIPLE INTELEGENSI DALAM KEGIATAN BELAJAR-MENGAJAR

PENERAPAN MULTIPLE INTELEGENSI DALAM KEGIATAN BELAJAR-MENGAJAR 113 PENERAPAN MULTIPLE INTELEGENSI DALAM KEGIATAN BELAJAR-MENGAJAR Nur Samsiyah Abstrak Multiple intelegensi ialah kecerdasan ganda yang dimiliki oleh seseorang. Intelegensi adalah sehimpunan kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran model koooperatif tipe STAD merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran model koooperatif tipe STAD merupakan salah satu 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pembelajaran model koooperatif tipe STAD merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang diterapkan untuk menghadapi kemampuan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran sains yang kurang diminati dan membosankan. Banyak siswa yang

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran sains yang kurang diminati dan membosankan. Banyak siswa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Materi fisika dalam IPA terpadu pada dasarnya merupakan salah satu pelajaran sains yang kurang diminati dan membosankan. Banyak siswa yang menganggap pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Isna Rafianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Isna Rafianti, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia saat ini terus dikejutkan dengan berbagai penemuan yang berkaitan dengan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut membuat berbagai informasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, kita memasuki dunia yang berkembang serba cepat sehingga memaksa setiap individu untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut. Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kehidupan masa depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal hidup di dunia untuk mengejar masa depan. Kata belajar bukan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal hidup di dunia untuk mengejar masa depan. Kata belajar bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dituntut untuk dapat belajar atau menuntut ilmu sebagai bekal hidup di dunia untuk mengejar masa depan. Kata belajar bukan hanya mengetahui jawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan suatu ilmu yang mempunyai objek kajian abstrak, universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Sheny Meylinda S, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Sheny Meylinda S, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan bagian dari rumpun Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang dianggap sulit oleh siswa (Angel et all, 2004:2). Penyebabnya adalah dikarenakan siswa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak usia dini merupakan sosok individu yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan musik meningkatkan mutu hidup manusia. (dalam Anggraeni, 2005)

BAB I PENDAHULUAN. dan musik meningkatkan mutu hidup manusia. (dalam Anggraeni, 2005) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dasawarsa terakhir, banyak sekali penelitian yang telah dilakukan terhadap berbagai cara yang memungkinkan bunyi, irama, dan musik meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang memiliki peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang memiliki peranan yang sangat besar dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Matematika merupakan ilmu yang memiliki peranan yang sangat besar dalam kemajuan peradaban manusia. Sejak zaman dahulu, mulai era Mesir Kuno, Babylonia hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak dan terbagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.1.1 Pengertian Matematika Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Matematika Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa, matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guru. Diantaranya permasalahan yang dialami di Taman Kanak-Kanak. TK

BAB I PENDAHULUAN. guru. Diantaranya permasalahan yang dialami di Taman Kanak-Kanak. TK 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses belajar mengajar di kelas pasti ada masalah yang dihadapi guru. Diantaranya permasalahan yang dialami di Taman Kanak-Kanak. TK Aisyiyah 16 Ngringo

Lebih terperinci

PROSES BERPIKIR DENGAN KECERDASAN LINGUISTIK DAN KECERDASAN LOGIS- MATEMATIS

PROSES BERPIKIR DENGAN KECERDASAN LINGUISTIK DAN KECERDASAN LOGIS- MATEMATIS JURNAL BUANA MATEMATIKA. Vol. 5, No. 1, Tahun 2015 PROSES BERPIKIR DENGAN KECERDASAN LINGUISTIK DAN KECERDASAN LOGIS- MATEMATIS Ika Sulistyowati 1, Sri Rahayu 2, Nur Fathonah 3 (SMP Negeri 1 Driyorejo)

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN. 1. Topik : Bangun karir dengan mengenal bakat

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN. 1. Topik : Bangun karir dengan mengenal bakat RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN 1. Topik : Bangun karir dengan mengenal bakat 2. Bidang : Karir 3. Tujuan a. Tujuan Umum : Memberikan pemahaman kepada siswa mengenai bakat dan macam-macam kecerdasan b. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kecerdasan seseorang masih diartikan secara sempit oleh banyak kalangan. Kecerdasan masih dianggap sebagai tingkat intelektualitas seseorang dalam hal akademis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal. Berikut pernyataan tentang pendidikan anak usia

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal. Berikut pernyataan tentang pendidikan anak usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan pendidikan awal yang akan sangat berpengaruh terhadap pendidikan selanjutnya, tujuan dari pendidikan anak usia dini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, serta mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, serta mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu eksak yang menjadi dasar perkembangan segala bidang, serta mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dalam tatanan kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan komunikasi matematis Menurut Wardani (2008) matematika merupakan sebuah alat komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan. Dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya, hasil belajar dibagi menjadi tiga

Lebih terperinci

MEMAHAMI KECERDASAN MAJEMUK ANAK GUNA MENGOPTIMALKAN STRATEGI PEMBELAJARAN YANG SESUAI DENGAN PERKEMBANGANNYA MELALUI IDENTIFIKASI DINI

MEMAHAMI KECERDASAN MAJEMUK ANAK GUNA MENGOPTIMALKAN STRATEGI PEMBELAJARAN YANG SESUAI DENGAN PERKEMBANGANNYA MELALUI IDENTIFIKASI DINI MEMAHAMI KECERDASAN MAJEMUK ANAK GUNA MENGOPTIMALKAN STRATEGI PEMBELAJARAN YANG SESUAI DENGAN PERKEMBANGANNYA MELALUI IDENTIFIKASI DINI Tuti Utami Prodi Pendidikan Guru Anak Usia Dini, FKIP, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses membantu mengembangkan dan. yang lebih baik, pendidikan ini berupa pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses membantu mengembangkan dan. yang lebih baik, pendidikan ini berupa pembelajaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Blakang Pendidikan merupakan proses membantu mengembangkan dan meningkatkan harkat martabat manusia. Pendidikan akan menciptakan kemampuan untuk menghadapi setiap perubahan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional adalah memberikan kesempatan pada anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan pada dasarnya

Lebih terperinci

PP No 19 Tahun 2005 (PASAL 19, AYAT 1)

PP No 19 Tahun 2005 (PASAL 19, AYAT 1) KARAKTERISTIK SISWA PP No 19 Tahun 2005 (PASAL 19, AYAT 1) proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seyogyanya belajar IPS Terpadu menjadikan siswa lebih kreatif, komunikatif,

BAB I PENDAHULUAN. Seyogyanya belajar IPS Terpadu menjadikan siswa lebih kreatif, komunikatif, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Seyogyanya belajar IPS Terpadu menjadikan siswa lebih kreatif, komunikatif, berpikir kritis-reflektif. Di samping itu, belajar IPS juga dimaksudkan agar siswa

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki sumber daya manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Model Quantum Teaching Quantum memiliki arti interaksi yang mengubah energi cahaya. Quantum Teaching adalah penggubahan bermacam-macam interaksi yang ada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Q.S. At-Tin/95: 5). 1

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Q.S. At-Tin/95: 5). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Seperti yang disebutkan dalam firman-nya: Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peranan sangat penting dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Matematika juga dapat menjadikan siswa menjadi manusia

Lebih terperinci