BAB I PENDAHULUAN. Rumah Potong Hewan yang telah dibangun merupakan satu-satunya RPH
|
|
- Agus Salim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah Potong Hewan adalah (RPH) adalah suatu bangunan atau komplek bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higienis tertentu serta digunakan sebagai tempat pemotongan hewan (Permeneg Lingkungan Hidup, 2006). Rumah Potong Hewan yang telah dibangun merupakan satu-satunya RPH yang ada di Kota Pontianak sehingga keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam pengelolaan dan penyediaan daging yang aman, sehat, utuh dan halal bagi kebutuhan penduduk sekitarnya. Rumah Potong Hewan sebagai tempat usaha pemotongan hewan dalam penyediaan daging sehat seharusnya memperhatikan faktor-faktor yang berhubungan dengan sanitasi baik dalam lingkungan RPH maupun lingkungan disekitarnya. Selain menghasilkan daging RPH juga menghasilkan produk samping yang masih bisa dimanfaatkan dan limbah Permasalahan Bangunan Rumah Potong Hewan (RPH) ternak sapi berada di dekat Sungai Kapuas dan sudah dilengkapi dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), namun sampai saat ini RPH tersebut masih menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan sekitarnya. 1
2 Dalam kegiatannya RPH Ternak Sapi ini menghasilkan bahan buangan yang berupa limbah padat, limbah cair dan gas. Jika limbah tersebut tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan pemandangan yang tidak enak, bau yang tidak sedap, dan bisa menganggu kesehatan. Oleh karena itu keberadaan limbah cair tersebut memerlukan perhatian yang serius. Terutama apabila saat air Sungai Kapuas sedang pasang dan masuk ke dalam penampungan limbah tersebut maka air limbah tersebut akan ikut terbawa ke daerah-daerah sekitarnya dan masuk ke dalam sungai. Berdasarkan kondisi tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : a. apakah limbah cair yang diolah oleh IPAL RPH Ternak Sapi Kota Pontianak sudah memenuhi syarat ketentuan baku mutu limbah, b. bagaimana kinerja pengolahan air limbah yang meliputi efisiensi, waktu tinggal dan debit air limbah, c. bagaimana sistem operasional pengelolaan limbah cair di RPH Ternak Sapi Kota Pontianak sebelum limbah dibuang ke sungai Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk : a. mengkaji dan mengevaluasi sistem pengelolaan limbah cair yang dilakukan pada IPAL RPH Ternak Sapi Kota Pontianak saat ini, meliputi tingkat efisiensi pada tiap-tiap unit pengolahan limbah cair, waktu tinggal, dan debit air limbah RPH Ternak Sapi Kota Pontianak, 2
3 b. mencari langkah-langkah yang diperlukan untuk mengarah pada sistem pengelolaan limbah cair RPH yang memenuhi standar mutu buangan yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah, difokuskan pada aspek teknis dari sistem operasional pengelolaan limbah cairnya Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan menghasilkan suatu rekomendasi untuk perbaikan sistem pengelolaan IPAL RPH Ternak Sapi Kota Pontianak, agar dampak negatif yang ditimbulkan terhadap lingkungan sekitarnya dapat diminimalkan Batasan Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini, ditetapkan beberapa batasan masalah agar penelitian dapat terfokus. Adapun batasan tersebut adalah sebagai berikut : 1. lokasi penelitian dilakukan pada Rumah Potong Hewan (RPH) Ternak Sapi Kota Pontianak, 2. penelitian difokuskan pada aspek teknis ditinjau pada sistem operasional proses pengelolaan limbah cair saat ini mulai dari unit penghasil limbah sampai dengan unit pengolah limbah dan aspek lingkungannya, 3. parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu, TSS, COD, BOD dan ph. 3
4 1.6. Keaslian Penelitian Penelitian tentang pengelolaan limbah cair rumah potong hewan pernah dilakukan oleh Yan El Rizal Unzilatirrizqi Dewantoro (2011) dengan judul Kajian Pencemaran Lingkungan Akibat Limbah Rumah Pemotongan Hewan Desa Pangkah Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data, memprediksi, dan menganalisis pengaruh pembuangan limbah pemotongan hewan terhadap lingkungan perairan disekitarnya; mengumpulkan data, memprediksi, dan mengkaji persepsi masyarakat sekitar Rumah Pemotongan Hewan (RPH) tentang efek limbah pemotongan hewan terhadap lingkungan sekitarnya; menyusun strategi pengelolaan limbah Rumah Pemotongan Hewan agar tidak mencemari lingkungan disekitarnya, sedangkan penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk mengkaji dan mengevaluasi sistem pengelolaan limbah cair yang dilakukan pada IPAL RPH Ternak Sapi Kota Pontianak saat ini,meliputi efisiensi pada tiap-tiap unit pengolahan limbah cair, waktu tinggal, dan debit air limbah, serta mencari langkah-langkah yang diperlukan untuk mengarah pada sistem pengelolaan limbah cair RPH yang memenuhi standar mutu buangan yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah Deskripsi Rumah Potong Hewan Ternak Sapi Kota Pontianak Gambaran Umum Rumah Potong Hewan Berdasarkan Peraturan Walikota Pontianak Nomor 75 Tahun 2005 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Rumah Potong Hewan Ternak Sapi pada Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak dan diperbaharui dengan peraturan Walikota Nomor 65 Tahun 2008 tentang susunan 4
5 organisasi, Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Pontianak, maka UPTD RPH Ternak sapi mempunyai tugas pokok menyelenggarakan tugas dinas di bidang pelayanan pengawasan pemotongan hewan dan ketentuan pemotongan hewan serta kesehatan masyarakat veteriner untuk menghasilkan produk daging yang aman,sehat, utuh dan halal (ASUH). Untuk itu maka dipandang perlu untuk mengatur pemanfaatan Rumah Potong hewan (RPH) milik pemerintah Kota Pontianak, serta mengatur tarif retribusi. Rumah Potong Hewan (RPH) adalah kompleks bangunan dengan desain tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan secara benar bagi konsumsi masyarakat serta harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan demikian diharapkan bahwa daging yang diperoleh dapat memenuhi kualitas yang diinginkan. Rumah Potong Hewan (RPH) Ternak Sapi merupakan satu-satunya Rumah Potong Hewan dari sepuluh Provinsi yang telah diresmikan oleh oleh Bapak Menteri Pertanian Republik Indonesia pada tanggal 21 Juni 2002 yang menempati lahan Pemda Kota Pontianak seluas 2 Ha Lokasi Rumah Potong Hewan Rumah Potong Hewan (RPH) ternak sapi terletak di Nipah Kuning Kecamatan Pontianak Barat, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat Fasilitas Rumah Potong Hewan Pembangunan RPH ini didanai oleh dana pinjaman dari pihak Pemerintah Jepang melalui SPL-OECF/JBIC INP-23. Pembangunannya dimulai pada bulan 5
6 November 2000 dan selesai pada bulan Agustus 2001 yang fisiknya terdiri atas bangunan RPH, kandang karantina, kolam limbah, kantor, satu unit rumah tipe 72 dan dua rumah tipe 36, mushola, bengkel dan garasi, instalasi air, generator genset, satu unit kendaraan pengangkut ternak sapi, dan dua unit sepeda motor Struktur Organisasi Rumah Potong Hewan Bagan struktur organisasi RPH Ternak sapi Kota Pontianak dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Kepala UPTD RPH Ternak Jabatan Fungsional Kasubbag Tata Usaha Jabatan Fungsional Gambar 1.1 Struktur Organisasi RPH Ternak Sapi Kota Pontianak Sumber Daya Manusia (SDM) Rumah Potong Hewan UPTD Rumah Potong Hewan Ternak Sapi Kota Pontianak mempunyai SDM sebagai berikut : a. tenaga Pegawai Negeri Sipil (PNS) ada tiga orang yang terdiri dari dua orang lulusan Strata 1 (S1) dan satu orang lulusan SLTA, b. tenaga kontrak ada tujuh orang yang terdiri dari satu orang lulusan Strata 1 (S1), lima orang lulusan SLTA dan satu orang lulusan SD. 6
7 Administrasi Keuangan Pengelolaan limbah RPH Ternak Sapi Kota Pontianak menggunakan anggaran yang berasal dari daerah. Ketersediaan dana pengelolaan limbah belum dialokasikan secara khusus, masih menjadi satu dalam anggaran pemeliharaan rutin sarana dan prasarana RPH. Sampai saat ini pengelolaan limbah RPH masih menjadi tanggung jawab sepenuhnya pihak RPH. 7
BAB I PENDAHULUAN. Medan diantaranya adalah pemotongan hewan, pengadaan, dan penyaluran daging
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (PD RPH) Kota Medan secara administratif berada di wilayah Kota Medan Kecamatan Medan Deli tepatnya Kelurahan Mabar Hilir. PD
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN RUMAH PEMOTONGAN HEWAN
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KEGIATAN RUMAH PEMOTONGAN HEWAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciWalikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat
Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 88 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS RUMAH POTONG HEWAN DAN PASAR HEWAN
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. 1. Pengelolaan Limbah Rumah Potong Lubuk Buaya Padang. temukan bahwa pengelolaan limbah RPH terbagi atas 3 macam yaitu:
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pengelolaan Limbah Rumah Potong Lubuk Buaya Padang Dalam hasil observasi lapangan dan wawancara dengan Ibu Mutia Hanum di temukan bahwa pengelolaan limbah RPH terbagi atas
Lebih terperinciGUBERNUR PROVINSI PAPUA
GUBERNUR PROVINSI PAPUA PERATURAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 57 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH POTONG HEWAN (RPH) POHERAM YOKA JAYAPURA Lampiran : 1 (satu) GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang :
Lebih terperinciRumah Pemotongan Hewan yang Higienis di Balikpapan BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1.1.1 Latar belakang eksistensi proyek Kota Balikpapan adalah salah satu kota di provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah 503,3 km² dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik fisik, kimia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. peternakan semakin pesat. Daging yang merupakan salah satu produk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dekade terakhir ini kebutuhan masyarakat terhadap produk-produk peternakan semakin pesat. Daging yang merupakan salah satu produk peternakan dihasilkan dari usaha
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF
PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan/atau kegiatan wajib melakukan pengolahan limbah hasil usaha dan/atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang No.23 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Bab V Pasal 16 ayat 1 menyatakan bahwa Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik di darat, laut maupun di udara. Dengan semakin meningkatnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu sumber utama bagi kehidupan mahluk hidup baik di darat, laut maupun di udara. Dengan semakin meningkatnya perkembangan industri, maka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang sedang berkembang, sektor perekonomian di Indonesia tumbuh dengan pesat. Pola perekonomian yang ada di Indonesia juga berubah, dari yang
Lebih terperinciWALIKOTA TASIKMALAYA
WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 10 Tahun 2011 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS RUMAH POTONG HEWAN DAN PASAR HEWAN PADA DINAS PERTANIAN,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan mobilitas
Lebih terperinciLAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi
Lebih terperinciNomor 162 Berita Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2009 WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 162 TAHUN 2009
Nomor 162 Berita Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2009 1 WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 162 TAHUN 2009 PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 142 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA
Lebih terperinciWALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG
WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) RUMAH POTONG HEWAN PADA DINAS PERTANIAN DAN
Lebih terperinciINDIKATOR KINERJA UTAMA SKPD DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN PETERNAKAN KOTA BLITAR TAHUN 2015
INDIKATOR KINERJA UTAMA SKPD DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN PETERNAKAN KOTA BLITAR TAHUN 2015 VISI : Mewujudkan pertanian berdaya saing ekonomi dan menunjang ketahanan pangan pada tahun 2015. MISI : 1.
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 75 TAHUN : 2011 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 75 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PENGELOLA RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBUPATI MALANG BUPATI MALANG,
BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) RUMAH POTONG HEWAN (RPH) PADA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air lindi atau lebih dikenal dengan air limbah sampah merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potensial. Air lindi akan merembes melalui tanah
Lebih terperinciGambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang)
Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang) *) **) Michelia Rambu Lawu *), Sri Yuliawati **), Lintang Dian Saraswati **) Mahasiswa Bagian Peminatan
Lebih terperinciLAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi
Lebih terperincikemungkinan untuk ikut berkembangnya bakteri patogen yang berbahaya bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan buangan organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme. Oleh karena itu akan sangat bijaksana apabila bahan buangan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/Permentan/PD.410/10/2013 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/Permentan/PD.410/10/2013 TENTANG TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN SAPI INDUKAN, SAPI BAKALAN, DAN SAPI SIAP POTONG KE DALAM WILAYAH NEGARA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang lebih maju, kesadaran kebutuhan nutrisi asal ternak semakin meningkat,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan permintaan daging secara nasional semakin meningkat seiring dangan laju pertumbuhan ekonomi yang semakin baik, pembangunan pendidikan yang lebih maju, kesadaran
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1218, 2013 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Karantina Hewan. Sapi. Indukan. Bakalan. Siap Potong. Tindakan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA
DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO
PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, seperti untuk minum, memasak, mandi, mencuci, dan kebutuhan lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyediaan air yang aman dan pengelolaan limbah cair memegang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyediaan air yang aman dan pengelolaan limbah cair memegang peranan penting dalam menurunkan kejadian banyak penyakit yang ditularkan melalui air atau terkait dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK
Ketentuan Retribusi dicabut dengan Perda Nomor 2Tahun 2012 PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air limbah merupakan air sisa dari suatu kegiatan dan biasanya air limbah dibuang ke sungai, sedangkan air sungai menjadi salah satu sumber air bagi kehidupan mahluk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai saat ini sepertiga populasi dunia tinggal di negara yang mengalami kesulitan air dan sanitasi yang bervariasi dari mulai sedang hingga sangat tinggi. Masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum Setiap manusia akan menimbulkan buangan baik cairan, padatan maupun
BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Setiap manusia akan menimbulkan buangan baik cairan, padatan maupun dalam bentuk gas. Buangan cair yang berasal dari masyarakat yang di kenal sebagai air buangan atau air limbah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya, setiap kegiatan industri menghasilkan suatu permasalahan lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Salah satu permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mereka mulai melakukan upaya pengelolaan lingkungan. Pengolahan limbah industri terutama limbah cair lebih baik dilakukan analisa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Limbah dari industri skala kecil terkadang diabaikan karena besaran usahanya yang dianggap tidak terlalu signifikan, dan tidak terlalu berbahaya sehingga tidak
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK
PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktifitas berbagai macam industri menyebabkan semakin
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya aktifitas berbagai macam industri menyebabkan semakin besarnya limbah yang di hasilkan dari waktu ke waktu. Konsekuensinya adalah beban badan air selama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. instalasi pengolahan sebelum dialirkan ke sungai atau badan air penerima.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air limbah yang berasal dari daerah permukiman perkotaan merupakan bahan pencemar bagi mahluk hidup sehingga dapat merusak lingkungan di sekitarnya. Untuk menjamin
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 9 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN, PEMAKAIAN KANDANG, PEMERIKSAAN
Lebih terperinciHALAMAN PENGESAHAN...
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR SINGKATAN... xvi DAFTAR LAMPIRAN...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. resiko toksikologi juga akan meningkat. terbentuk secara alami dilingkungan. Semua benda yang ada disekitar kita
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era modern ini, proses modernisasi akan menaikkan konsumsi sejalan dengan berkembangnya proses industrialisasi. Dengan peningkatan industrialisasi tersebut maka
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2008 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2008 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 8 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG
Lebih terperinciSepuluh Faktor Sukses Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak
Sepuluh Faktor Sukses Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak Oleh: Dede Sulaeman, ST, M.Si Pemanfaatan kotoran ternak menjadi energi biasa disebut dengan pemanfaatan biogas. Berdasarkan definisinya, biogas
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas
Lebih terperinciGUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF
1 GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, Menimbang : a.
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH
BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 65 TAHUN 2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN RUMINANSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciData Dinas Peternakan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. menunjukkan bahwa konsumsi daging di DKI Jakarta pada tahun 2000
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data Dinas Peternakan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta menunjukkan bahwa konsumsi daging di DKI Jakarta pada tahun 2000 mencapai 7,87 (gram/kapita/hari). Pemenuhan kebutuhan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 menyatakan
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 menyatakan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mil laut dengan negara tetangga Singapura. Posisi yang strategis ini menempatkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Batam merupakan salah satu kota di Propinsi Kepulauan Riau yang perkembangannya cukup pesat yang secara geografis memiliki letak yang sangat strategis karena
Lebih terperinciBUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR,
BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa untuk pelaksanaan lebih lanjut Peraturan
Lebih terperinciTABEL 4-3. MATRIKS RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (RKL) OPERASIONAL GEDUNG KEMENKES RI
BAB 4. RENCANA DAN PEMANTAUAN DOKUMEN EVALUASI HIDUP TABEL 4-3. MATRIKS RENCANA HIDUP (RKL) OPERASIONAL GEDUNG KEMENKES RI TOLOK UKUR METODE HIDUP 1. Penurunan Kualitas Air permukaan Aktifitas Kantor Aktifitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain
Lebih terperinciRegulasi sanitasi Industri Pangan
Regulasi sanitasi Industri Pangan Nur Hidayat Regulasi Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang: Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan
Lebih terperinciDESAIN ALTERNATIF INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN PROSES AEROBIK, ANAEROBIK DAN KOMBINASI ANAEROBIK DAN AEROBIK DI KOTA SURABAYA
DESAIN ALTERNATIF INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN PROSES AEROBIK, ANAEROBIK DAN KOMBINASI ANAEROBIK DAN AEROBIK DI KOTA SURABAYA Afry Rakhmadany dan Mohammad Razif Jurusan Teknik Lingkungan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan kualitas kehidupan barbangsa dan bernegara yang sehat dan sejahtera, mendorong adanya tuntutan akan kebutuhan pangan yang sempurna. Pangan yang
Lebih terperinciBUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG
1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS RUMAH POTONG HEWAN DINAS PETERNAKAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciLAPORAN IPLT KEPUTIH KOTA SURABAYA PROPINSI JAWA TIMUR
LAPORAN IPLT KEPUTIH KOTA SURABAYA PROPINSI JAWA TIMUR IPLT Keputih Kota Surabaya DESEMBER 2010 1 A. Gambaran Umum Wilayah; Geografis Kota Surabaya terletak antara 112 36 112 54 BT dan 07 21 LS, dengan
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG
PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN, PENGANGKUTAN DAN PENJUALAN DAGING DALAM WILAYAH KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciLAMPIRAN I PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR : 30 TAHUN 2014 TANGGAL : 29 OKTOBER 2014
LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR : 30 TAHUN 2014 TANGGAL : 29 OKTOBER 2014 DAFTAR JABATAN FUNGSIONAL UMUM DI LINGKUNGAN DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KABUPATEN POLEWALI MANDAR A. Kepala
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN SUSUNAN ORGANISASI DINAS DAERAH KOTA PEKALONGAN
PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN SUSUNAN ORGANISASI DINAS DAERAH KOTA PEKALONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA BALIKPAPAN NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DINAS PERTANIAN WALIKOTA BALIKPAPAN,
PERATURAN WALIKOTA BALIKPAPAN NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DINAS PERTANIAN WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas bidang ketenaga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Profil UPTD Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner
I. PENDAHULUAN Dalam era globalisasi, aspek perlindungan konsumen, terutama terhadap kemungkinan kontaminasi/pencemaran kuman dan bahan kimia pada pangan, telah menjadi isu sentral dalam perdagangan pangan,
Lebih terperinciBAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI 3.1.1. Capaian Kinerja Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : Tujuan 1 Sasaran : Meningkatkan
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA
LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 6 TAHUN : 2003 SERI : B NOMOR : 1 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH
Lebih terperinciUPTD BALAI PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM ( BPPSDM) SEMPAJA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
UPTD SDM ( BPPSDM) SEMPAJA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR V I S I Terwujudnya sumberdaya manusia pertanian yang profesional, berkinerja tinggi, berjiwa wirausaha sehingga dapat berperan sebagai pelaku pembangunan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperincidikelola secara individual dengan menggunakan pengolahan limbah yang berupa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Masalah Pada saat ini, sistem pengelolahan limbah di Kota Yogyakarta dibagi menjadi dua sistem, yaitu : sistem pengolahan air limbah setempat dan sistem pengolahan
Lebih terperinciWALIKOTA BANDA ACEH PROVINSI ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM
SALINAN WALIKOTA BANDA ACEH PROVINSI ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH,
Lebih terperinciEVALUASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH POTONG HEWAN DI KELURAHAN MABAR HILIR KECAMATAN MEDAN DELI ALFI RONIADI
1 EVALUASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH POTONG HEWAN DI KELURAHAN MABAR HILIR KECAMATAN MEDAN DELI TUGAS AKHIR ALFI RONIADI 06 0404 059 BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN (DICABUT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,
PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN (DICABUT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan kebutuhan masyarakat
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PETERNAKAN SAPI DAN BABI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,
PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya kebutuhan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 15 TAHUN 1999 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat
Lebih terperinciPEMANTAUAN, PELAPORAN DAN EVALUASI
Lampiran IV Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor : Tanggal : 2014 PEMANTAUAN, PELAPORAN DAN EVALUASI I. PEMANTAUAN Pemantauan menjadi kewajiban bagi pelaku usaha dan atau kegiatan untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. air di kota besar di Indonesia, telah menunjukkan gejala yang cukup serius,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan khususnya masalah pencemaran air di kota besar di Indonesia, telah menunjukkan gejala yang cukup serius, penyebab dari pencemaran tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pencemaran tadi tidak hanya berasal dari buangan industri pabrik-pabrik yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan khususnya masalah pencemaran air di kota besar di Indonesia, telah menunjukkan gejala yang cukup serius, pencemaran tadi tidak hanya berasal
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 6 TAHUN : 2003 SERI : B NOMOR : 1 NOMOR 3 TAHUN 2003 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH
LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 6 TAHUN : 2003 SERI : B NOMOR : 1 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH
Lebih terperinciLaporan Tahunan Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner Tahun BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN Kesehatan Masyarakat Veteriner (KESMAVET) adalah segala urusan yang berusuhan dengan bahan-bahan yang berasal dari hewan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. lingkungan adalah industri kecil tahu. Industri tahu merupakan salah satu industri
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu industri kecil yang banyak mendapat sorotan dari segi lingkungan adalah industri kecil tahu. Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah
Lebih terperinciPENENTUAN DAERAH PRIORITAS PELAYANAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH DI KECAMATAN TANAH ABANG JAKARTA PUSAT TUGAS AKHIR
PENENTUAN DAERAH PRIORITAS PELAYANAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH DI KECAMATAN TANAH ABANG JAKARTA PUSAT TUGAS AKHIR Oleh: WELLY DHARMA BHAKTI L2D302389 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciRETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN
1 PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 2 TAHUN 2011 T E N T A N G RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang :
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO
PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk
PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi
I. PENDAHULUAN.. Latar Belakang Dalam era otonomi seperti saat ini, dengan diberlakukannya Undang- Undang No tahun tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi sesuai dengan keadaan dan keunggulan daerah
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,
V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Proses ini yang memungkinkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan sektor industri terus dipacu pertumbuhan dan pengembangannya dalam upaya memberikan kontribusi positif pada pengembangan ekonomi skala nasional dan daerah.
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan industri mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan dapat menciptakan lapangan kerja. Akan tetapi kegiatan industri sangat potensial untuk menimbulkan dampak
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hasil utama dari usaha peternakan sapi perah yaitu susu dan anakan, di samping juga dihasilkan feses dan urin yang kontinu setiap hari. Pendapatan utama peternak diperoleh
Lebih terperinciLAPORAN REALISASI KEGIATAN APBN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KEADAAN s/d AKHIR BULAN : DESEMBER 2015
LAPORAN REALISASI KEGIATAN APBN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KEADAAN s/d AKHIR BULAN : DESEMBER 2015 SKPD : DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA BARAT REALISASI RUPIAH MURNI REALISASI
Lebih terperinci1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat.
37 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang menjabarkan pembangunan sesuai dengan kondisi, potensi dan kemampuan suatu daerah tersebut.
Lebih terperinci