PERENCANAAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI BATANG LAMPASI JURNAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERENCANAAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI BATANG LAMPASI JURNAL"

Transkripsi

1 PERENCANAAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI BATANG LAMPASI JURNAL DI SUSUN OLEH : YERISISWANTO PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT

2 Perencanaan Operasi dan Pemeliharaan Bendung dan Jaringan Irigasi Batang Lampasi Yerisiswanto,Yuliandra,Mulyadi Tanjung yerisiswanto@yahoo.co.id ABSTRAK Perencanaan Operasi dan Pemeliharaan Bendung dan Jaringan Irigasi Batang Lampasi. Bendung Daerah Irigasi Batang Lampasi mengairi areal persawahan seluas 2180 Ha. sumber air Irigasi Batang Lampasi berasal dari Sungai Batang Lampasi yang mengalir dari Kabupaten Lima Puluh Kota menuju Kota Payakumbuh. Type Bendung Tetep/ambang lebar, memiliki dua intake kiri dan kanan, dimana intake kiri mengairi areal persawahan seluas 859 Ha yang berada di Kabupaten Lima Puluh Kota, sedangkan intake kanan mengairi areal persawahan seluas 1321 Ha yang secara keseluruhan berada diwilayah Kota Payakumbuh. akibat tingginya angkutan sedimen terjadi pendangkalan sungai yang cukup besar dihulu bendung irigasi Batang Lampasi. Tujuan Penulisan tugas akhir akhir ini adalah: Seberapa besar angkutan bed load (angkutan sedimen dasar) yang terjadi dihulu bendung di waktu hujan. Efek sampingan yang ditimbulkan oleh angkutan sedimen itu pada jaringan irigasi Batang Lampasi. Sebagai referansi bagi perencanaan Operasi dan Pemeliharaan Bendung dan Jaringan Irigasi Batang Lampasi. Untuk mengatasi angkutan sedimen dihulu bendung perlu dilakukan Operasi dan Pemeliharaan Bendung serta Jaringan Irigasi. Pengoperasian bangunan pengambilan utama ini dilakukan oleh petugas Operasi dan pemeliharaan Pengairan untuk mengatur debit air sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan. Sementara Pemeliharaan Bendung adalah kegiatan untuk menjaga agar bangunan Bendung berfungsi seperti sediakala. Operasi Jaringan Irigasi merupakan upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya agar air irigasi dapat dimanfaatkan secara sfektif, efisen dan merata melalui kegiatan membuka-menutup pintu Bangunanbangunan Pengatur, Menyusun Rencana Tata Tanam, Menyusun Sistim Golongan, Menyusun Rencana Pembagian Air, Melaksanakan Kalibrasi Pintu/Bangunan, Mengumpulkan data, Memantau dan Mengevaluasi. Menghitung Debit Andalan debit yang diharapkan selalu tersedia sepanjang tahun dengan resiko kegagalan yang diperhitungkan sekecil mungkin. Apabila ditetapkan debit andalan untuk keperluan irigasi 80%, maka resiko kegagalannya adalah 20%, Hal ini terjadi pada debit pengambilan lebih kecil dari pada debit yang diperhitungkan. Data debit andalan diperlukan untuk menentukan perhitungan ketersediaan air pada bangunan pengambilan (intake). Untuk mendapatkan perhitungan debit andalan yang baik diperlukan data pencatatan debit sungai jangka waktu yang panjang, Hal ini diperlukan guna mengurangi terjadinya penyimpangan data perhitungan yang terlalu besar. Kata kunci: Perencanaan Operasi dan Pemeliharaan Irigasi. ABSTRACK Operation planning and mantance of weir and irrigation areas in Batang Lampasi. Irrigation of Batang Lampasi weir irrigate 2180 Ha of rice field. The water came from Batang Lampasi river and irrigate from Kabupeten 50 Kota to Payakumbuh City. There are to types of fixed weir type/width threshold, intakes left and right ones, left intake irrigate 859 Ha of rice fields in Kabupaten 50 Kota and right ones irrigate 1321 Ha of rice fields almost in Payakumbuh areas. Due to high sediment, the river silting more sizeble in Batang Lampasi s upstream. The purpose of this paper is how much bed load sediment that accur in the upstream when it rains. It caused side effect by the sediment in irrigation of Batang Lampasi s weir. It use as reference for operation planning and maintance of weir and irrigation areas. Due to solve the problem, it needs operation planning and maintance of weir and irrigation areas. Operation of main building is done by operating personal and irrigation keepers to control water discharge as required. Weir maintance is an activity to keep the weir functioning as normal. Irrigation operation are is an effort to control the regulation and drainage of water that can be used effective and efficiently by opened and closed system, arrange cropping system, classed system, distruction of water, calibration of build, collecting data, control and evaluation. It hope that calculating the water discharge will minimize the risk of failure througt the year. If Andalan discharge is 80%, the failure is 20%. It happened when intake discharge less than calculated. Andalan discharge data needed to calculated availability of water in intake building. In order to get a good calculation, it needs a stream flow record for long term. It useful to decrease deviation of data. Keywords : Operation planning and maintance of irrigation. 1

3 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebahagian besar air hujan yang turun kepermukaan tanah mengalir ketempat-tempat yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan akibat gaya akhirnya melimpah ke danau atau ke laut. Akibat terjadinya penggundulan hutan mengakibatkan ketahanan butiran tanah terhadap titik-titik air yang menimpanya dan terhadap aliran permukaan sangat menurun menyebabkan timbulnya erosi atau tanah longsor. Erosi atau tanah longsor ini terbawa oleh aliran air dan terus ke sungai seperti yang terdapat pada daerah aliran sungai Batang Lampasi. Akibat tingginya angkutan sedimen pada daerah aliran sungai Batang Lampasi terjadi pendangkalan dasar sungai yang cukup besar dihulu bendung irigasi Batang Lampasi. Jika hal ini dibiarkan maka lama-kelamaan terjadi penumpukan sedimen pada hulu bendung dan sedimen akan masuk terus bergerak kedalam intake saluran primer, sekunder serta tersier sehingga mengurangi kecepatan aliran air pada jaringan irigasi. angkutan sedimen yang terbawa oleh aliran sungai dalam kaitannya dengan besar debit aliran sungai akan mempunyai arti penting bagi kegiatan pengembangan sumber daya air, konservasi tanah dan perencanaan operasi dan pemeliharaan bendung dan jaringan irigasi. guna kepentingan operasi dan pemeliharaan bendung serta jaringan irigasi Batang Lampasi. Dalam hal pengukuran sedimen dikhususkan pada analisa sedimen dasar (bed load). Hal ini lah yang merupakan tinjauan dalam penulisan tugas akhir ini. 1. Maksud Maksud penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai persyaratan akademis untuk menyelesaikan pendidikan pada Program S1 Konsentrasi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat. 2. Tujuan Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Seberapa besar angkutan bed load (angkutan sedimen dasar) yang terjadi dihulu bendung Batang Lampasi di waktu hujan. 2. Efek sampingan yang ditimbulkan oleh angkutan sedimen itu pada jaringan irigasi Batang Lampasi. 3. Sebagai referensi bagi perencanaan Operasi dan Pemeliharaan Bendung dan Jaringan Irigasi Batang Lampasi Batasan Masalah Proses sedimentasi meliputi proses erosi, transportasi (angkutan), pemadatan (compaction) dari sedimen itu sendiri. Proses tersebut berjalan sangat komplek, maka Dalam proses penulisan tugas akhir ini ruang lingkup permasalahan hanya membahas tentang : 1. Proses terjadinya bed load. 2. Seberapa banyak bed load pada hulu bendung Batang lampasi. 3. Perhitungan debit andalan irigasi Batang Lampasi Metodologi Untuk memperoleh hasil pelaksanaan studi yang maksimal pada Daerah Irigasi Batang Lampasi, diperlukan data-data yang dapat menunjang seperti data primer dan data sekunder. Data primer maupun data sekunder diperoleh dengan suatu metode kerja yang sistematis dan teratur Lokasi Lokasi Daerah Irigasi Batang Lampasi berada dijorong Lareh Nan Panjang Kenagarian Sungai Beringin Kecamatan Payakumbuh Kabupaten Lima Puluh Kota II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Operasi dan Pemeliharaan Bendung dan Jaringan Irigasi Operasi atau eksploitasi ialah usaha untuk pendaya-gunaan sesuatu sumber daya, sedangkan Pemeliharaan ialah usaha yang ditujukan untuk menjamin kelestarian phisik sesuatu benda sehingga terjamin kelestarian fungsinya. Adanya hubungan yang erat dan saling ketergantungan antara operasi dan pemeliharaan, maka kedua kegiatan tersebut dapat disatukan menjadi satu kebulatan usaha yang disebut dengan operasi dan pemeliharaan. Suatu bangunan pengendali sedimen dibuat (Do) didasarkan pada perencanaan (Plan) agar manfaat bangunan selalu terjaga, perlu dilakukan pemeliharaan dan pemantauan bangunan (see) proses tersebut berlansung 2

4 berkelanjutan meliputi aspek perencanaan, pelaksanaan, dan aspek pemantauan. Disamping uraian kegiatan diatas juga dijelaskan lebih lanjut tentang Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi, Kebutuhan Air dan Pola Tanam sebagai berikut : 1. Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Pada sebagian besar negara berkembang, sering dijumpai problem berupa terbatasnya atau tidak cukupnya dana yang tersedia untuk operasi dan pemeliharaan (OP) jaringan irigasi. Problem lain yang juga berpengaruh antara lain : ketidak efisiensi pengunaan air, kekurang tepatan (improper) pelaksanaan rencana tata tanam, iklim (kekeringan, banjir), problem sosial dan politik. Umumnya desain dan konstruksi jaringan irigasi telah disiapkan dengan baik, tetapi hanya sedikit perhatiannya pada aspek operasi dan pemeliharaan. penyebab buruknya pelaksanaan operasi jaringan irigasi, dikelompokan menjadi tiga hal berikut : a. Lemahnya keterampilan teknik dalam penyiapan rencana, pelaksanaan dan monitoring pelaksanaan operasi. b. Cacat teknik; karena kegagalan desain, buruknya konstruksi atau tidak adanya pemeliharaan jaringan irigasi secara berkelanjutan. c. Lemahnya organisasi OP. 2. Kebutuhan Air dan Pola Tanam Kebutuhan air irigasi yang dihitung saat penyiapan desain,dalam prakteknya akan berubah sesuai dengan : pola dan rencana tata tanam rill dilapangan yang mencakup jenis dan varitas tanaman, waktu tanam, lama penyiapan lahan dan juga dipengaruhi oleh curah hujan efektif, jenis tanah evapotranfirasi, kehilangan air dan kebiasaan cara bercocok tanam. Kebutuhan air irigasi rill dilapangan, sebaiknya diperkirakan ulang berdasar kondisi rill dilapangan. Perkiraan kebutuhan air irigasi bagi tanaman, dilakukan berdasar pada tiga jenis tanaman yaitu padi, palawija, dan tebu. Kebutuhan air disawah untuk padi ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut: a. Penyiapan lahan (LP = mm/hari) b. Pengunaan konsumtif (Etc = mm/hari) c. Perkolasi dan rembesan (P = mm/hari) d. Pergantian lapisan air (WLR = mm/hari) e. Curah hujan efektif (Re = mm/hari) Kebutuhan total air disawah (Gross Field Requirment = GFR) mencakup faktor 1 sampai 4. Kebutuhan air bersih disawah (Net Field Requirment = NFR) juga memperhitungkan curah hujan efektif. Kebutuhan air disawah belum memperhitungkan efisiensi irigasi dan jaringan tersier dan utama dihitung dengan rumus umum berikut : NFR = Etc+P-Re+WLR 2.2 Masalah Sedimen Pada Daerah Tangkapan Pengertian daerah aliran sungai (DAS) atau catcment area dalam arti umum yaitu daerah yang dapat dialiri air sungai atau sistim dari sungai atau sistim dari sungai kedaerah sekelilingnya yang kondisi topografinya lebih tinggi dari sungai tersebut. Catcment area biasanya dibatasi oleh daerah-daerah yang berbukit-bukit sehingga air akan mengalir ke lembah selanjutnya masuk kesungai menjadi aliran sungai. Angkutan sedimen pada sungai umumnya terjadi di catcment area yaitu dengan proses penggerusan terhadap lapisan permukaan tanah/batuan dan proses pengendapan di lembahlembah. Kedua proses ini dapat menimbulkan masalah pada kehidupan manusia yang dapat merugikan manusia itu sendiri Problema Sedimen Sungai Seperti pada catcment area problema yang terjadi di sungai dapat disebabkan oleh keadaan alam atau oleh perbuatan manusia. Problema sedimen yang terjadi oleh perbuatan manusia dapat dicegah apabilah kita mengetahui faktorfaktor secara umum yang dapat menyebabkan problema tersebut. Sedangkan faktor yang disebabkan oleh kondisi alam yang perlu diperhatikan ialah kondisi topografi sungai, kondisi aliran sungai yang ditinjau baik dari segi hidrologis maupun dari segi hidrolis, kondisi geologi atau keadaan tanah dasar dan tepi saluran sungai. Peninjauan keadaan tanah batuan merupakan hal yang sangat penting, karena dapat menentukan besar kecilnya daya butiran dasar sungai terhadap daya gerus air, juga mengetahui permeabilitas tanah dasar sungai. Penekanan permasalahan pada proses penggerusan yang mengawali sebagian besar problema-problema sedimen yang berada di sungai. 2.4 Angkutan Sedimen Tujuan utama untuk mengetahui angkutan sedimen adalah untuk memprediksi dan 3

5 mengetahui aliran muatan sedimen disungai/saluran apakah berada pada keadaan seimbang, kemudian menentukan kuantitas/jumlahnya. Laju angkutan sedimen dinyatakan dalam massa, berat atau volume persatuan waktu dan dapat ditentukan dari 2.4. Rumus rumus yang dipakai antara lain: 1. Rumus debit aliran yang di pakai adalah: Q = V.A A = ( b+mh)h 2. Rumus Bed Load Rumus yang digunakan adalah Meyer-Peter and Mulller ( 1934 Qs w h I,047 s w d Q III. OPERASI DAN PEMELIHARAAN BENDUNG 3.1. Operasi Bendung Pengoperasian bangunan pengambilan utama ini dilakukan oleh petugas Operasi dan Pemeliharaan Pengairan untuk mengatur debit air sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan.pembukaan dan penutupan pintu pengambilan dan pintu pembilas yang terkoordinir akan menyebabkan debit air dapat dialirkan sesuai dengan kebutuhan. Elevasi muka air dihulu bendung dicatat dua kali sehari atau tiap jam dimusim banjir. Debit air yang masuk ke saluran dicatat setiap kali terjadi perubahan. Bangunan pengambilan dilengkapi pintu dengan tujuan sebagai berikut: Untuk mengatur air yang masuk ke dalam saluran Untuk mencegah endapan masuk ke dalam saluran Untuk mencegah air banjir masuk ke dalam saluran 1. Operasi Pada Kondisi Air Normal Pengoperasian selama musim kemarau pada saat debit sungai yang disadap sama dengan debit rencana saluran, disarankan pintu pembilas ditutup penuh.debit sisa dapat diarahkan melalui bangunan tersebut sehingga akan terjadi pembilasan yang terus menerus dengan kecepatan antara 2,0 sampai 2,5 m/dt untuk membilas lumpur dari 3,0 sampai 4,0 m/dt. pembersih lumpur masuk kedalam saluran pengukuran atau perhitungan. Kedua metoda ini hanya mempunyai tingkat ketelitian yang relatif kecil,dalam perhitungan desain bangunan yang praktis, memerlukan pertimbangan berdasarkan pengalaman tanpa merusak lingkungan. 3. Rumus Debit Andalan dengan Metode Rangking M = 0.80 ( N+1) M = Nomor urut debit andalan N = Jumlah banyaknya data 1/ 3 tahunan w 0,25 2 / g sedangkan debit sisa dialirkan melalui bukaan pintu pembilas sungai atau melimpas diatas mercu bendung. Pengendapan sedimen ini diharapkan sampai mencapai ketinggian 30 sampai 50 cm diawal ambang pintu pengambilan, kemudian dilakukan pembilasan dengan menutup pengambilan dan membuka pintu pembilas. 2. Operasi Pada Kondisi Air Banjir Kondisi semacam ini ampir terjadi setiap tahun dan debit sungai mencapai banjir priode 20 tahun. Pengoperasian pintu harus dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah endapan masuk kedalam saluran dan terlampau banyak terjadi pengendapan dikantong pembilas. Bila memungkinkan debit sungai melalui pembilas sungai dengan debit pembilas sungai dibuat lebih besar daripada debit saluran ditambah debit pembilas atau Vs/Vp>1. Debit yang masih tersisa dibiarkan melimpas diatas mercu bendung. Apabila dalam kenyataan operasi kolam tenang menyebabkan terlampau banyak endapan dikantong pembilas dan didasar sungai atau debit yang masuk terlalu besar dan dikawatirkan kandungan sedimen yang masuk kedalam saluran terlalu besar, sebaikanya pintu pengambilan ditutup penuh sementara waktu.untuk menetapkan prosedur operasi yang tepat,perlu dilakukan penelitian yang seksama pada berbagai ketinggian air atau berbagai kandungan endapan. 3 0 Tb 50 ' 3.2. Perhitungan Angkutan Sedimen Bed Load dan Total Load 1. Luas Catchman Area Dengan Metode Poligon Thiesen 4

6 Stasiun Suliki L 1 = 30,5 cm L 2 = 2/3 x 30,5 = 20,33 A = ¼ x π x L 1 x L 2 = ¼ x 3,14 x (30,5 x 0,5) x (20,33 x 0,5) = 121,75 km 2 Stasiun Tanjung Pati L 1 = 30,2 cm L 2 = 2/3 x 30,2 = 20,13 A = ¼ x π x L 1 x L 2 = ¼ x 3,14 x (30,2 x 0,5)x (20,13 x 0,5) = 119,37 km 2 Stasiun Candung L 1 = 30,3 cm L 2 = 2/3 x 30,3 = 20,2 A = ¼ x π x L 1 x L 2 = ¼ x 3,14 x (30,3 x 0,5) x (20,2 x 0,5) = 120,18 km 2 Jadi luas catchment area A = A A + A B + A C + A D = 121, , ,18 = 361,30 km 2 2. Perhitungan Curah Hujan Rata-Rata 120,18 Α candung = 361,30 = 0,3326 Kontrol: Α suliki =0,3370 Α tanjung pati = 0,3304 Α candung = 0,3326 1,0000 Hujan rata-rata daerah aliran dapat dihitung dengan persamaan sebagai Berikut: P = P 1A 1 + P 2 A 2 + P 3 A P n A n A 1 + A 2 + A 3 + A n n = P i A i (2.2) (Sumber : Suripin, 2006) Dimana: P = Curah hujan Maksimum rata-rata P 1 no.1 = Curah hujan yang tercatat pada stasiun Dengan Metode Polygon Thiessen P 2 = Curah hujan yang tercatat pada stasiun no.2 P 3 = Curah hujan yang tercatat pada stasiun Koefisien Thiessen: Luas stasiun Α suliki = no.3 121,75 Luas catc hmen 361,30 A 1 = Luas polygon pada X 1 = 0,3370 A 2 = Luas polygon pada X 2 A 3 = Luas polygon pada X 3 Α tanjung pati = 119,37 361,30 = 0,3304 A = Luas total Daerah Aliran Sungai (DAS) 3. Perhitungan Curah Hujan Rencana Metode Distribusi Normal Tabel 3.1. Perhitungan Curah Hujan Rencana Metode Distribusi Normal i=1 C No. Curah Hujan (Xi-X) (Xi-X)² (Xi-X)³ 1 102,116-6,491 42, , ,587 8,624 74, , ,245-36, , , ,247-18, , , ,824-15, , , ,245 2,881 8,301 23, ,132 6,201 38, , ,386 10, , , ,835 36, , , ,357 11, , ,240 Jumlah 656,231 0, , ,393 rata-rata 65,623 5

7 20,142 Curahhujan rata-rata: X = = Σ Xi n Standar deviasi: Sx = Σ (Xi x) 2 n 1 656, = =65,623 mm 3651, Curah hujan rencana: R 5 = X + K T x S = 65,623 + (0,84 x 20,142 ) = 82,521 mm R 10 = X + K T x S = 65,623 + (1.28 x 20,142 ) Tabel 3.2. Rata - rata curah hujan rencana: Metoda R 5 (mm) R 10 (mm) R 25 (mm) R 50 (mm) R 100 (mm) Distribusi Normal 82,521 91, , , ,554 Rata-rata 84,467 95, , , , Perhitungan Debit Banjir Rencana Untuk menghitung debit banjir, digunakan data curah hujan rata-rata Tabel 4.3. Rata-Rata Curah Hujan Rencana Untuk Perhitungan Debit Banjir Metoda Melchior Panjang sungai : L 1 = 96,38 cm = 96,38 x 0,5 = 48,190 km L 2 = 2/3 L 1 = 2/3 x 48,190 = 32,127 km Luas Sungai (F) F = ¼ x x L 1 x L 2 = ¼ x 3,14 x 48,190 x 32,127 = 1215,337 km 2 Koefisien Run Off (α) = 0,70 F = 1215,337 1,53 1,85 Maka : q = 1,85 + x 135, = 1,73 m 3 /dtk/km 2 Kemiringan Sungai L = 0,9 L 1 = 0,9 x 48,190 = 43,371 km = m H = = 988 m S = H = 988 =0,0228 L S = 20 % x S = 20 % x 0,0228 = R 25 R 50 R 100 = 91,405 mm = X + K T x S = 65,623 + (1,708 x 20,142 ) = 100,025 mm = X + K T x S = 65,623 + (2,05 x 20,142 ) = 106,914 mm = X + K T x S = 65,623 + (2,33 x 20,142 ) = 112,554 mm R 5 (mm) R 10 (mm) R 25 (mm) R 50 (mm) R 100 (mm) 84,467 95, , , ,217 = 0,00456 Waktu Konsentrasi 5 V = 1,31 f x q x s 2 5 =1, ,337 x 1,73 x (0,00456) 2 = 0,70 m/dtk = 3600 x 0,70 = 2520 m/jam Tc = L V = = 17,21 jam T = 17,21 jam F = 1215,337 km 2 q = 1,60m 3 /dtk/km 2 (grafik Melchior) 5 V = 1,31 f x q x s 2 = 5 1, ,337 x 1,6 x (0,004564) 2 = 0,690 m/dtk = 2484 m/jam Tc = L V = = 17,46 jam 6

8 T = 17,46 jam = 0,7 x 1215,337 x 1,81 F = 1215,337km 2 x 84,467/200 q = 1,59 m 3 /dtk/km 2 (grafik Melchior) = 650,325 m 3 /det b. Q 10 = α x A x q x RT/200 5 V = 1,31 f x q x s 2 = 0,7 x 1215,337 x = 1,81x 95,504/ , ,337 x 1,59 x (0,004564) 2 = 735,300 m 3 /det c. Q = 0,690 m/dtk 25 = α x A x q x RT/200 = 0,7 x 1215,337 x = 2484 m/jam 1,81x 107,581/200 = 828,283 m 3 /det Jadi: d. Q t = 17,46 jam = 1047,6 menit 50 = α x A x q x RT/200 = 0,7 x 1215,337 x Dari daftar II Melchior didapat 1,81x 116,266/ % = 895,150 m 3 /det q = 1,59 + (14% x 1,59) = 1,81m 3 /dtk/km 2 e. Q 100 = α x A x q x RT/200 = 0,7 x 1215,337 x Menghitung Debit Rencana 1,81x 124,217/200 a. Q 5 = α x A x q x RT/200 = 956,366 m 3 /det Tabel 3.4. Perhitungan Debit Banjir Rencana Dengan Metode Melchior Periode Curah Hujan Luas q α Q Ulang (mm) (Km²) (m³/dt/km² (m³/dt) 5 84, ,34 1,81 0,7 650, , ,34 1,81 0,7 735, , ,34 1,81 0,7 828, , ,34 1,81 0,7 895, , ,34 1,81 0,7 956, Perhitungan Tinggi Air Banjir Sungai Dalam menentukan dimensi penampang ini, debit rencana yang dipakai yaitu debit rencana yang menggunakan metode Melchior. hanya pada patok 5 dan patok yang lain sama Pada perhitungan ini, yang dilakukan perhitungan Pada tikungan Patok 5 : sungai dengan tikungan, lebar 9 m Pada Aliran lurus Pada Patok P.5 Q 25 = 828,28 m 3 /dtk Luas = 44,573 m 2 perhitungannya dengan patok 5 ini. Talud = 1 : 1,5 Koefisien kekasaran manning = 0,028 (saluran tanah) Ketinggian sungai = 497, ,499 = 3,337 m Gambar Potongan Melintang Sungai Batang Lampasi 499 P.5 P.5 GALIAN 0.00 : EXCAVATION 2 m TIMBUNAN : EMBANKMENT KUPASAN 0.00 : STRIPING G. RUMPUT 0.00 : SOD FACING m 2 2 m m 1,5 Bidang persamaan Reference level ELEVASI TANAH ASLI ORIGINAL GROUND LEVEL JARAK (m) DISTANCE (m)

9 Gambar 3.2. Penampang Sungai Luas Penampang basah A = ( b + m h ) h 44,573 = ( 9 + m x 3,337) 3,337 = ( 30, ,136 m) 14,540 = 11,136 m m = 1,306 = 1,5 Keliling basah P = b + 2 h 2 + (hm) 2 = b + 2h 1 + m 2 Tabel 3.5. Perhitungan Ketinggian Banjir Pada Patok P.5 = 9 + 2h 1 + 2,250 = 9 + 2h 3,25 Jari-jari hidrolis R = A P Kecepatan rata-rata V = 1 n x R2 3 x I 1 2 (9 +1,5h) h = 9 + 2h 3,25 Debit Rencana Q = A x V h A p R 1/n V Q 3,0 40,500 19,818 2,044 1,392 0, , ,042 3,5 49,875 21,621 2,307 1,774 0, , , ,000 23,424 2,561 2,187 0, , ,65 4, ,635 24,208 2,670 2,376 0, , ,28 4,5 70,875 25,227 2,809 2,631 0, , ,63 Dengan Q = 828,28 m 3 /dtk H Sungai = 3,337 m Didapat: H Air = 4,2173 m V = 12,815 m/dtk Jadi pada Patok P.5 ini mengalami banjir, harus dilakukan upaya untuk pengendalian banjir. 6. Kecepatan Endap T = 26 C, Pasir Bulat 0,39 mm Dari diagram S1, didapat nilai kecepatan endap (w) = 6,2 cm/dt = 0,06 m/dt 7. Perhitungan Estimasi Sedimen 1. Kecepatan Diameter Butiran U * = g x h x I = 9,81 x 4,2173 x 0,0228 = 0,9712 m/dt Jadi kecepatan diameter butiran 0,9712 m/dt > Kecepatan endap 0,06 m/dt, maka tidak terjadi endapan pada saat banjir. Endapan terjadi setelah terjadi hujan yang mengakibatkan pendangkalan pada dasar sungai. 8. Perhitungan Sedimen Dasar (Bed Load) dengan Metode Meyer-Peter and Muller (1934) PATOK: P.5 ( air yang melimpah) Diketahui : Ū = 12,815 m/dtk Ū = Ks x R 2/3 x I 1/2 R = 2,670 m 12,815 = Ks x (2,670) 2/3 x (0,0228) 1/2 H = 4,2173 m 12,815 = 0,291 Ks I = 0,0228 Ks = 44,038 m 1/3 /dt d 90 = 2 mm d 50 = 0,39 mm s = 2513 kg/m 3 w = 996,64 kg/m 3 g = 9,81 m/dt 2 μ 3 = Ks 2 Ks m 1/3 /dt Ks = 3 2 = μ = Ks 44,038 Ks 73,249 Rumus Meyer-Peter and Muller: Qs w h I Q 26 = 26 d90 1/6 0,002 1/6 = 73, = 0,466 1/ 3 w 0, Tb' g s wd 0,25 2 / 3 8

10 2, ,64 4, ,64 0,25 9,81 ` 0,466 x 4,2173 x0,0228 0, ,64 1/ 3 2 / 3 Tb' 3.3. PemeliharaanBendung Pemeliharaan bendung adalah kegiatan untuk menjaga agar bangunan bendung berfungsi seperti sediakala. 1. Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan rutin adalah kegiatan secara rutin dilakukan, misalnya babat rumput disekitar bendung, menutup retakan tembok, perbaikan kecil batu kosong, pengambilan benda terapung depan pintu bilas, pengurasan sedimen pada saluran bawah 1 jam/hari. 2. Pemeliharaan berkala Pemeliharaaan berkala adalah kegiatan dilakukan secara berkala, misalnya pengecatan IV. OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI 4.1. Metoda Kerja Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Metoda kerja Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi di bagi kedalam dua Kegiatan yaitu kegiatan operesi jaringan irigasi dan kegiatan pemeliharaan jaringan irigasi yang keduanya saling berkaitan dan saling menunjang dalam pelaksanaan dilapangan, Dimana kegiatan Operasi jaringan Irigasi meliputi; Kegiatan perencanaan,peleksanaan, monitoring dan evaluasi. Sedangkan kegiatan Pemeliharaan Jaringan Irigasi meliputi; Data pendukung kegiatan Pemeliharaan Jaringan Irigasi, jenisjenis Pemeliharaan Jaringan Irigasi,pengamanan Jaringan irigasi,pemeliharaan rutin,pemeliharaan berkala,peneggulangan/perbaikan darurat dan peran serta P3A dalam Pemeliharaan Jaringan Irigasi. 1. Metoda Kerja Operasi Jaringan Irigasi: a. Perencanaan Operasi Jaringan Irigasi - Perencanaan penyediaan air tahunan - Perencanaan tata tanam tahunan - Rapat komisi Irigasi untuk menyususn rencana tata tanam tahunan - Penerbitan SK Bupati/Walikota mengenai rencana tata tanam tahunan - Perencanaan pembagian dan pemberiaan air tahunan 0, ,273 = 0, ,167 28,245 = 1,167 = 24,203 Tb = 8,367 N/m.dt Untuk selebar sungai = 9 x 8,367 = 75,303 N/dt Atau 0,003 m 3 /dt Jadi dalam 1 hari = 24 x 3600 x 0,003 = 259,200 m 3 /hari pintu, pemberian stenfet (grresing), pembersihan sedimen pada kantong lumpur, pengecatan bangunan pelindung, pembersihan sedimen dan batu yang menyumbat pada saluran pembilas, perbaikan bronjong dan pasangan batu kosong, perbaikan pintu macet. 3. Pemeliharaan Darurat Pemeliharaan darurat adalah perbaikan darurat agar bendung dapat segera berfungsi. Hal ini terjadi karena bencana alam atau kelalaian manusia. Perbaikan ini dilakukan dengan harapan nanti ada dana untuk penyempurnaan berupa perbaikan permanen. - Perencanaan pembagian dan pemberian air pada jaringan sekunder dan primer b. Peleksanaan Operasi Jaringan Irigasi - Laporan keadaan air dan tanaman - Penentuaan kebutuhan air di pintu pengambilan - Pencatatan debit saluran - Penetapan pembagian air pada jaringan sekunder dan primer - Pencatatan debit sungai pada bangunan pengambilan - Perhitungan Faktor K - Pencatatan realisasi luas tanam per daerah irigasi - Pencatatan realisasi luas tanam per Kabupaten/Kota - Pencatatan realisasi luas tanam per Propinsi/Per-Daerah aliran sungai - Pengoperasian bangunan pengatur irigasi c. Pemenfaatan Sumber Lain - Pemanfaatan air tanah ( conjunctive use) - Pemanfaatan kembali air drainase d. Meitoring dan Evaluasi - Monitoring pelaksanaan operasi - Kalibrasi alat ukur - Evaluasi kinerja sistim irigasi 2. Metoda Kerja Pemeliharaan Jaringan Irigasi: a. Inventarisasi Jaringan Irigasi b. Perencanaan Pemeliharaan Jaringan Irigasi - Inspeksi rutin 9

11 - Penelusuran jaringan irigasi - Identifikasi dan analisis tingkat kerusakan - Pengukuran dan pembuatan detail desain perbaikan jaringan irigasi - Perhitungan rencana anggaran biaya ( RAB) - Penyusunan program/rencana kerja c. Pelaksanaan Pemeliharaan - Persiapan pelaksanaan pemeliharaan - Pelaksanaan pemeliharaan d. Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan - Pemantauan dan evaluasi - Laporan kemajuan pelaksanaan e. Indikator Keberhasilan Kegiatan Pemeliharaan 4.2. Perhitungan Debit Andalan Debit andalan adalah debit yang diharapkan selalu tersedia sepanjang tahun dengan resiko kegagalan yang diperhiyungkan sekecil mungkin. Apabila ditetapkan debit andalan untuk keperluan irigasi 80%, maka resiko kegagalannya adalah 20%, hal ini terjadi pada debit pengambilan lebih kecil dari pada debit yang diperhitungkan. Perhitungan debit andalan dengan metode rengking dilakukan dengan data pencatatan debit seri jangka panjang, cara perhitungan dilakukan sebagai berikut: a. mengurut data debit setengah bulanan atau satu bulanan dari besar ke kecil b. setelah data diurutkan ditetapkan debit tersedia untuk irigasi berdasarkan probabilitas 80% terjadinya debit sungai, dengan rumus: M = 0.80 ( N+1) M = Nomor urut debit Andalan N = Jumlah banyaknya data tahunan Berdasarkan data pengukuran debit di Bendung Batang lampasi. Didapat data debit rata-rata setengah bulanan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2013 seperti yang terlihat pada tabel 2.1. Berdasarkan rumus M = 0.80 ( N+1) dan jumlah data = 10 tahun. Diperoleh M = 0.80 ( ) = 8.8 = 9. Jadi debit andalan berada pada urutan ke 9. Kemudian masing-masing rangking debit setengah bulanan urutan ke 9 diplotkan pada tabel. hasil ploting datanya disusun seperti terlihat pada Tabel. masing-masing rangking debit setengah bulanan urutan ke 9 pada Tabel, selanjutnya dibuat grafik Neraca Air Neraca air adalah perhitungan yang dibuat sedemikian rupa sehingga nilai total kebutuhan air dipintu utama (bendung) adalah aman terhadap besarnya debit andalan. Gambaran ini dinyatakan dalam bentuk grafik yang menyatakan besarnya debit tersedia (Q 80%) dan besarnya total kebutuhan air di pintu utama (bendung). Yang diharapkan adalah dalam keadaan aman, dimana debit (Q) kebutuhan selalu lebih kecil dari debit tersedia (Q 80%). Kebutuhan air tanaman di tingkat usaha tani, adalah : kebutuhan air pokok suatu jenis tanaman ditingkat sawah. Untuk tanaman padi, besarnya kebutuhan air = Evapotranspirasi + Perkolasi. Sebagai contoh data ini dapat digunakan jika tidak ada perhitungan kebutuhan air yang rinci. o Uraian N Tabel 4.1. Ancar-ancar kebutuhan air di sawah Padi Musim Hujan Padi Musim (MT 1) Kemarau (MT 2) Priode Pengolahan Tanah Priode Pertumbuhan Priode Panen Rencana Tata tanam Global dan Rencana Tata Tanam Detail 1. Rencana Tata Tanam Global (RTTG) Rencana Tata Tanam Global dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu : a. Rencana tata tanam sederhana b. Rencana tata tanam kompleks Pada tugas akhir ini penulis hanya menjabarkan tentang rencana tata tanam sederhana karena pada lahan pertanian di Daerah Irigasi Batang Lampasi sebagian besar masyarakatnya memilih tanaman padi ketimbang tanaman yang diversifikasi pertanian dengan jenis tanaman lainnya seperti tanaman tebu. i. Rencana Tata Tanam sederhana Untuk memberikan gambaran yang lebih kongkrek tentang rencana tata tanam global berikut diberikan contoh sederhana tentang rencana tata tanam global pada daerah irigasi 10

12 Batang Lampasi yang mempunyai luas areal 1.Angka Kebutuhan Air untuk tanaman padi sebagai berikut: - Pengolahan Tanah = 1.20 l/dt/ha 1.5 bulan - Pertumbuhan = 0.96 l/dt/ha1.5 bulan - Pembungaan = 0.72 l/dt/ha 1 bulan - Pemasakan = 0.48 l/dt/ha 1 bulan - Panen = 0.00 l/dt/ha 0.5 bulan 2. Rencana Tata Tanam Detail (RTTD) Rencana tata tanam detail pada hakikatnya merupakan lampiran atau perincian dari RTTG. Untuk menyususn RTTD data-data yang harus disediakan adalah : o Inventarisasi petak tersier dan daerah irigasi bersangkutan (rencana tanam, luas tanam, varietas tanaman, kebutuhan air, debit saluran, debit sungai, curah hujan, dll). o Inventarisasi kecamatan dan daerah irigasi yang bersangkutan, serta batas-batas kecamatan tersebut o Inventarisasi kelurahan/ jorong dalam satu petak tersier. Apabila data-data tersebut sudah tersedia, dan RTTG sudah tersusun, barulah kemudian disusun RTTD. Dengan demikian merupakan daftar rincian dari RTTG, 4.5. Rencana Pembagian dan Pemberian Air 1. Rencana Pembagian dan Pemberian Air Tahunan Rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi disusun oleh dinas Kab/Kota atau Propinsi yang membidangi irigasi sesuai dengan kewenangannya berdasarkan rencana tahunan penyediaan air irigasi dan pemakaian air untuk keperluan lainnya. Rencana pembagian dan pemberian air setelah disepakati oleh komisi irigasi Kab/Kota atau Propinsi ditetapkan melalui keputusan Bupati atau Walikota atau Mentri sesuai kewenangannya dan atau penyelenggaraan wewenang yang dilimpahkan kepada pemerintah daerah bersangkutan. Ada beberapa cara pemberian air irigasi : a) Kondisi debit lebih besar dari 70% debit rencana, air irigasi dari saluran primer dan sekunder dialirkan secara terus menerus ( continous flow) ke petak-petak tersier melalui pintu sadap tersier. b) Kondisi debit 50-70% dari debit rencana, air irigasi dialirkan kepetak-petak tersier dilakukan dengan rotasi.. seluas 2180 Ha. 2) Kehilangan Air : disaluran induk dan sekunder 10% dan salurantersier 20% 3). Sistim Golongan : yang akan dilaksanakan adalah golongan Horizontal 4) Jenis Tanaman : Petani didaerah tersebut masih menyenangi tanaman padi dibandingkan dengan jenis tanaman lainnya. c) Cara pemberian air terputus-putus ( intermitten) dilaksanakan dalam rangka efisiensi pengunaan air pada jaringan irigasi yang mempunyai sumber air dari waduk atau dari sistim irigasi pompa 2. Rencana Pembagian dan Pemberian Air pada Jaringan Sekunder dan Primer Setelah ditetapkan rencana pembagian dan pemberian air tahunan oleh bupati/walikota, gubernur/mentri maka masing-masing pengelola irigasi tersebut menyusun rencana pembagian dan pemberian air pada jaringan sekunder dan primer. Rencana tersebut disesuaikan dengan kehilangan air di saluran primer dan sekunder.besarnya kehilangan air ini biasanya sebesar 10% s/d 20% (tergantung panjang saluran, jenis tanah, dll) Rencana Pengeringan Rencana pengeringan biasanya dilakukan pada bulan september setiap tahun.dan maksud pengeringan saluran tersebut adalah: 1. Untuk memberi kesempatan dilakukannya pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan pada bagian saluran/bangunan yang selalu berada dibawah permukaan air. 2. Untuk memutus siklus kehidupan hama dengan jalan mengeringkan sawah. Sedikit banyak hal ini akan dapat mengurangi mewabahnya hama dari tahun ketahun Penilaian Indek Kinerja Jaringan Irigasi Indikator: a. Terpenuhinya kapasitas saluran sesuai dengan kapasitas rencana. b. Terjaganya kondisi bagunan dan saluran: kondisi baik, rusak ringan, rusak sedang, atau rusak berat. c. Meminimalkan biaya rehabilitasi jaringan irigasi. d. Tercapainya umur rencana jaringan irigasi. Untuk mendapatkan hasil penilaian kinerja jaringan Irigasi yang optimal, diperlukan tata cara/prosedur yang tepat dengan mengacu pada tahapan sebagai berikut: 11

13 1. evaluasi indeks kondisi jaringan irigasi f. Indikator P3A/GP3A/IP3A. dengan bobot dilakukan dengan mengikuti ketentuan dalam bagian 10% Permen PU No.32/PRT/M/2007. Tentang Evaluasi ini dilakukan setiap tahun dengan pedoman Operasi dan Pemeliharaan. Ada enam indikator seperti yang tercantum pada blangko indeks kinerja yaitu: a. Indikator prasarana fisik. dengan bobot bagian mengunakan formulir 1 ( untuk DI utuh dalam 1 Kabupaten/Kota) dan 2 ( untuk DI Lintas Kabupaten/Kota) Indeks Kinerja Sistim Irigasi dengan nilai: 45% = kinerja sangat baik b. Indikator produktifitas tanam. dengan = Kinerja baik bobot bagian 15% = kinerja kurang dan perlu c. Indikator sarana penunjang.dengan - bobot perhatian bagian 10% - 55 = kinerja jelek dan perlu perhatian d. Indikator organisasi personalia. dengan bobot - Maksimal 100, minimal 55 dan optimal 77,5 bagian 15% - e. Indikator dokumentasi. dengan bobot bagian V. Penutup 5% 5.1. Kesimpulan Dari hasil perhitungan Perencanaan Operasi dan Pemeliharaan Bendung dan Jaringan Irigasi Batang Lampasi, penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Operasi jaringan pemeliharaan Irigasi adalah suatu prasarana untuk mengalirkan air irigasi ke sawah petani. Aliran dinamis air akan menyebabkan kerusakan prasarana irigasi pada bidang kontaknya akibat gerusan, hantaman, pusaran, dan hisapan. Selain kerusakan juga penurunan fungsi prasarana akibat pengendapan lumpur yang dibawah irigasi. Kerusakan dan penurunan fungsi juga dapat diakibatkan oleh perilaku alam, yaitu longsoran, banjir, gempa dan angin. Upaya untuk memperbaiki kerusakan agar fungsi layanan irigasi kembali seperti semula memerlukan input Operasi Pemeliharaan berupa Teknologi, Biaya, SDM, dan pengaturan OP. 2. Perlunya dilakukan Kegiatan Operasi pada Bendung Irigasi Batang Lampasi secara rutin dan berkala, Guna meningkatkan kinerja sistim Jaringan Irigasi. Apabila Kegiatan Operasi pada bendung irigasi Batang Lampasi tidak dilakukan DAFTAR PUSTAKA secara rutin, Maka akan menimbulkan Loebis biaya Joesraon, Soewarno, Suprihadi, 1993, Hidrologi Sungai, Pemeliharaan yang cukup besar pada tingkat Yayasan Badan Jaringan Iirigasi. Penerbit Pekerjaan Umum Jakarta, Saran Melalui penulisan Tugas Akhir ini, penulis ingin memberikan beberapa saran demi perencanaan yang baik, antara lain : Sudjana, 1993, Metoda Statiska, Bandung, Untuk mengantisipasi terjadinya angkutan sedimen, Sebaiknya dalam pemilihan lokasi/penempatan posisi bendung diletakkan pada alur sungai yang relatif lurus sesuai degan standar penempatan konstruksi bendung. 2. Melihat banyak nya penumpukan sedimen pada hulu bendung, Maka disarankan dilakukan kegiatan normalisasi dalam Operasi dan Pemeliharaan Bendung Batang lampasi. Secara rutin maupun berkala. 3. Curah hujan adalah data yang sangat penting bagi perencanaan khususnya bidang keairan, oleh sebab itu pemerintah daerah melalui instansi terkait sebaiknya mengoptimalkan pengoperasian alat pengukur curah hujan yang ada. 4. Disarankan setiap hari/setiap kali terjadi perubahan debit agar melakukan pencatatan debit sungai dan debit saluran sesuai dengan permen PU No. 32/2007 tentang operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. 5. Data teknis yang akan dipakai untuk suatu perencanaan harus akurat. 6. Perlunya Penambahan petugas operasi bendung dan petugas penjaga pintu air sesuai dengan kebutuhan dilapangan. 7. Peningkatan SDM petugas melalui pelatihan/diklat OP irigasi. Sosrodarsono Suryono, Tominaga Maseteru, 1984, Perbaikan dan Pengaturan Sungai, PT Pradnya Paramita Jakarta, Subarka Imam, 1980, Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air, Idea Dharma Bandung, Yiniarti, 1997, Angkutan Sedimen, Dept. PU- ITB, Bandung Kementrian PU Sekjend Pusdiklat, Modul Perencanaan Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi. 12

14 Permen PU No.32/PRT/M/2007, Tentang Pedoman. Operasional dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Air merupakan elemen yang sangat mempengaruhi kehidupan di alam. Semua makhluk hidup sangat memerlukan air dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Siklus hidrologi yang terjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM III 1 BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Uraian Umum

BAB III METODOLOGI Uraian Umum BAB III METODOLOGI 3.1. Uraian Umum Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan I 1

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan I 1 I 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 menyatakan bahwa Sumber Daya Air dengan luas areal irigasi lebih dari 3.000 Ha atau yang mempunyai wilayah lintas propinsi menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi 2.1.1 Curah hujan rata-rata DAS Beberapa cara perhitungan untuk mencari curah hujan rata-rata daerah aliran, yaitu : 1. Arithmatic Mean Method perhitungan curah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM

BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data yang

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI. Pengumpulan Data: Pengolahan Data. Perencanaan. Gambar 4.1 Metodologi

BAB IV METODOLOGI. Pengumpulan Data: Pengolahan Data. Perencanaan. Gambar 4.1 Metodologi BAB IV METODOLOGI 4.1 UMUM Pengumpulan Data: Pengolahan Data - Hidrologi - Hidroklimatologi - Topografi - Geoteknik (Mekanika Tanah) - dll Analisis Water Balance - Evapotranspirasi - Curah Hujan Effektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan air untuk pertanian di Indonesia merupakan hal yang sangat penting, untuk tercapainya hasil panen yang di inginkan, yang merupakan salah satu program pemerintah

Lebih terperinci

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993). batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV KAJIAN DAN PEMBAHASAN 36 BAB IV KAJIAN DAN PEMBAHASAN A. DAERAH LAYANAN Daerah Irigasi Cipuspa memiliki area seluas 130 Ha, dengan sumber air irigasi berasal dari Sungai Cibeber yang melalui pintu Intake bendung Cipuspa. Jaringan

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN OPERASI JARINGAN IRIGASI

PENYELENGGARAAN OPERASI JARINGAN IRIGASI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor : 32 / PRT/M/2007 Tanggal : 11 September 2007 PENYELENGGARAAN OPERASI JARINGAN IRIGASI BAB I KEGIATAN OPERASI JARINGAN IRIGASI Kegiatan operasi jaringan

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta Ikhtisar Irigasi

Gambar 7. Peta Ikhtisar Irigasi GEOMETRIK IRIGASI Komponen-komponen sebuah jaringan irigasi teknis dapat dibedakan berdasarkan fungsinya. Untuk mengetahui komponen-komponen suatu jaringan irigasi dapat dilihat pada peta ikhtisar. Peta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjangkau beberapa teknis sebagai berikut : 1. Pengembangan sumber air dan penyediaan air bagi keperluan usaha tani.

TINJAUAN PUSTAKA. menjangkau beberapa teknis sebagai berikut : 1. Pengembangan sumber air dan penyediaan air bagi keperluan usaha tani. TINJAUAN PUSTAKA Irigasi Irigasi merupakan kegiatan penyediaan dan pengaturan air untuk memenuhi kepentingan pertanian dengan memanfaatkan air yang berasal dari permukaan dan air tanah. Pengaturan pengairan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Embung Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang berada di bagian hulu. Konstruksi embung pada umumnya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai untuk meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran sungai bisa bisa disadap dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa sumber daya air adalah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Daerah Irigasi Lambunu Daerah irigasi (D.I.) Lambunu merupakan salah satu daerah irigasi yang diunggulkan Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai target mengkontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Bendung Kaligending terletak melintang di Sungai Luk Ulo, dimana sungai ini merupakan salah satu sungai yang cukup besar potensinya dan perlu dikembangkan untuk dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-2 Metodologi dalam perencanaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Deli Serdang memiliki iklim tropis yang kondisi iklimnya hampir sama dengan kabupaten Serdang Bedagai. Pengamatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain :

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain : BAB III METODOLOGI 45 3.1. URAIAN UMUM Di dalam melaksanakan suatu penyelidikan maka, diperlukan data-data lapangan yang cukup lengkap. Data tersebut diperoleh dari hasil survey dan investigasi dari daerah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA 7.1 UMUM Untuk dapat mengalirkan air dari bendung ke areal lahan irigasi maka diperlukan suatu jaringan utama yang terdiri dari saluran dan bangunan pelengkap di jaringan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN AIR DAN BANGUNAN KANTONG LUMPUR DI DAERAH IRIGASI PAYA SORDANG KABUPATEN TAPANULI SELATAN

ANALISIS KEBUTUHAN AIR DAN BANGUNAN KANTONG LUMPUR DI DAERAH IRIGASI PAYA SORDANG KABUPATEN TAPANULI SELATAN ANALISIS KEBUTUHAN AIR DAN BANGUNAN KANTONG LUMPUR DI DAERAH IRIGASI PAYA SORDANG KABUPATEN TAPANULI SELATAN Wenni Wulandari 1 dan Ahmad Perwira Mulia Tarigan 2 1 Mahasiswa Daepartemen Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air. 4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bendung Juwero adalah bendung tetap yang dibangun untuk memenuhi keperluan air irigasi. Bendung Juwero di sungai Bodri memiliki luas DAS ± 554 km 2 dan terletak ±

Lebih terperinci

RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR

RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR RANCANGAN TEKNIS RINCI (DED) BANGUNAN UTAMA BENDUNG DAN JARINGAN IRIGASI D.I. SIDEY KABUPATEN MANOKWARI PAPUA TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Diskripsi Lokasi Studi Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di wilayah Kabupaten Banyumas dengan luas areal potensial 1432 ha. Dengan sistem

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu komponen penting pendukung

Lebih terperinci

KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II

KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II KEHILANGAN AIR AKIBAT REMBESAN KE DALAM TANAH, BESERTA PERHITUNGAN EFFISIENSINYA PADA SALURAN IRIGASI SEKUNDER REJOAGUNG I DAN II Oleh : Iswinarti Iswinarti59@gmail.com Program Studi Teknik Sipil Undar

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR PERENCANAAN BENDUNG TETAP SEMARANGAN KABUPATEN TRENGGALEK PROPINSI JAWA TIMUR KHAIRUL RAHMAN HARKO DISAMPAIKAN OLEH :

PRESENTASI TUGAS AKHIR PERENCANAAN BENDUNG TETAP SEMARANGAN KABUPATEN TRENGGALEK PROPINSI JAWA TIMUR KHAIRUL RAHMAN HARKO DISAMPAIKAN OLEH : PRESENTASI TUGAS AKHIR PERENCANAAN BENDUNG TETAP SEMARANGAN KABUPATEN TRENGGALEK PROPINSI JAWA TIMUR DISAMPAIKAN OLEH : KHAIRUL RAHMAN HARKO PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan curah hujan berkisar antara 700 s.d. 7.000 m setahun, atau rata-rata 2.800 m pertahun, termasuk salah satu jumlah yang tertinggi di dunia. Dengan

Lebih terperinci

STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG

STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG Yohanes V.S. Mada 1 (yohanesmada@yahoo.com) Denik S. Krisnayanti (denik19@yahoo.com) I Made Udiana 3 (made_udiana@yahoo.com) ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II KERANGKA TEORITIS BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. Penelitian Terdahulu Murtiningrum (2009), Kebutuhan Peningkatan Kemampuan Petugas Pengelolaan Irigasi Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan pembagian kewenangan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa irigasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Tangkapan Hujan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan stasiun curah hujan Jalaluddin dan stasiun Pohu Bongomeme. Perhitungan curah hujan rata-rata aljabar. Hasil perhitungan secara lengkap

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR ix DAFTAR ISI Halaman JUDUL i PENGESAHAN iii MOTTO iv PERSEMBAHAN v ABSTRAK vi KATA PENGANTAR viii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xvi DAFTAR LAMPIRAN xvii DAFTAR NOTASI xviii BAB 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 DRAFT-4 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa pertanian mempunyai

Lebih terperinci

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO 6309875 FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK 20 BAB I PENDAHULUAN.. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG POLA TANAM DAN RENCANA TATA TANAM PADA DAERAH IRIGASI TAHUN 2011/2012

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG POLA TANAM DAN RENCANA TATA TANAM PADA DAERAH IRIGASI TAHUN 2011/2012 1 BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG POLA TANAM DAN RENCANA TATA TANAM PADA DAERAH IRIGASI TAHUN 2011/2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang

Lebih terperinci

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2014 KEMENHUT. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Evaluasi. Monitoring. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 61 /Menhut-II/2014 TENTANG MONITORING

Lebih terperinci

RC MODUL 1 TEKNIK IRIGASI

RC MODUL 1 TEKNIK IRIGASI RC14-1361 MODUL 1 TEKNIK IRIGASI PENDAHULUAN PENGERTIAN DAN MAKSUD IRIGASI Irigasi: Berasal dari istilah Irrigatie (Bhs. Belanda) atau Irrigation (Bahasa Inggris) diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 30 /PRT/M/2007

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 30 /PRT/M/2007 MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 30 /PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI PARTISIPATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJO TUGAS AKHIR

STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJO TUGAS AKHIR STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJO TUGAS AKHIR Diajukan Oleh : RISANG RUKMANTORO 0753010039 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidrologi Siklus hidrologi menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsungnya Siklus hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke

Lebih terperinci

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU Sih Andayani 1, Arif Andri Prasetyo 2, Dwi Yunita 3, Soekrasno 4 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung pengertian yang mendalam, bukan hanya berarti penambahan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak.dalam kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak.dalam kondisi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejadian, perputaran dan penyebaran air baik di atmosfir, di permukaan bumi maupun di bawah permukaan

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA TASIKMALAYA, WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 15A Tahun 2006 Lampiran : - TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG IRIGASI WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Pengelolaan sumber daya air adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Pengelolaan sumber daya air adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai Menurut Peraturan Pemerinah Republik Indonesia No.38 Tahun 2011, Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di

Lebih terperinci

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI RC14-1361 MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI SISTEM PENGAMBILAN AIR Irigasi mempergunakan air yang diambil dari sumber yang berupa asal air irigasi dengan menggunakan cara pengangkutan yang paling memungkinkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari

Lebih terperinci

Penyusunan laporan dari pengumpulan data sampai pengambilan kesimpulan beserta saran diwujudkan dalam bagan alir sebagai berikut :

Penyusunan laporan dari pengumpulan data sampai pengambilan kesimpulan beserta saran diwujudkan dalam bagan alir sebagai berikut : III-1 BAB III 3.1 URAIAN UMUM Sebagai langkah awal sebelum menyusun Tugas Akhir terlebih dahulu harus disusun metodologi pelaksanaannya, untuk mengatur urutan pelaksanaan penyusunan Tugas Akhir itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI. Gambar 4.1 Flow Chart Rencana Kerja Tugas Akhir

BAB IV METODOLOGI. Gambar 4.1 Flow Chart Rencana Kerja Tugas Akhir BAB IV METODOLOGI 4.1 Tinjauan Umum Penulisan laporan Tugas Akhir ini memerlukan adanya suatu metode atau cara yaitu tahapan tahapan dalam memulai penulisan sampai selesai, sehingga penulisan Tugas Akhir

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, 1 BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 21

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyumas. Sungai ini secara geografis terletak antara 7 o 12'30" LS sampai 7 o

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyumas. Sungai ini secara geografis terletak antara 7 o 12'30 LS sampai 7 o BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Sungai Pelus merupakan salah satu sungai yang terletak di Kabupaten Banyumas. Sungai ini secara geografis terletak antara 7 o 12'30" LS sampai 7 o 21'31" LS dan 109 o 12'31"

Lebih terperinci

BAB III METODE. Mulai. Pekerjaan Lapangan

BAB III METODE. Mulai. Pekerjaan Lapangan BAB III METODE 3.1 Bagan Alir Tugas Akhir Keandalan hasil perencanaan erat kaitannya dengan alur kerja yang jelas, metoda analisis yang tepat dan kelengkapan data pendukung di dalam merencanakan bangunan.

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu komponen yang mendukung

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Saluran irigasi DI. Kotapala, Kebutuhan air Irigasi, Efisiensi. Pengaliran.

ABSTRAK. Kata kunci : Saluran irigasi DI. Kotapala, Kebutuhan air Irigasi, Efisiensi. Pengaliran. ABSTRAK Daerah Irigasi (DI) Kotapala adalah salah satu jaringan irigasi yang berlokasi di Desa Dajan Peken, Desa Dauh Peken, Desa Delod Peken, dan Desa Bongan yang berada di Kabupaten Tabanan Bali. DI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan sistem irigasi serta untuk

Lebih terperinci

SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI

SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI 1) Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air disawah untuk tanaman padi ditentukan oleh beberapa faktor antara lain a. Penyiapan lahan b. Penggunaan konsumtif c. Perkolasi dan rembesan

Lebih terperinci

Studi Evaluasi Sistem Saluran Sekunder Drainase Tambaksari kota Surabaya

Studi Evaluasi Sistem Saluran Sekunder Drainase Tambaksari kota Surabaya Jurnal APLIKASI Volume 14, Nomor 2, Agustus 2016 Studi Evaluasi Sistem Saluran Sekunder Drainase Tambaksari kota Surabaya Edy Sumirman, Ismail Sa ud, Akhmad Yusuf Zuhdi Program Studi Diploma Teknik Sipil

Lebih terperinci

KOMPARASI PEMBERIAN AIR IRIGASI DENGAN SISTIM CONTINOUS FLOW DAN INTERMITTEN FLOW. Abstrak

KOMPARASI PEMBERIAN AIR IRIGASI DENGAN SISTIM CONTINOUS FLOW DAN INTERMITTEN FLOW. Abstrak KOMPARASI PEMBERIAN AIR IRIGASI DENGAN SISTIM CONTINOUS FLOW DAN INTERMITTEN FLOW Muhamad Taufik Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo Abstrak Analisa dan penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING Ivony Alamanda 1) Kartini 2)., Azwa Nirmala 2) Abstrak Daerah Irigasi Begasing terletak di desa Sedahan Jaya kecamatan Sukadana

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNG SIDOREJO DAN BANGUNAN PELENGKAPNYA DAERAH IRIGASI SIDOREJO KECAMATAN PURWODADI KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN BENDUNG SIDOREJO DAN BANGUNAN PELENGKAPNYA DAERAH IRIGASI SIDOREJO KECAMATAN PURWODADI KABUPATEN GROBOGAN HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN BENDUNG SIDOREJO DAN BANGUNAN PELENGKAPNYA DAERAH IRIGASI SIDOREJO KECAMATAN PURWODADI KABUPATEN GROBOGAN DESIGN OF SIDOREJO WEIR AND BUILDING UTILITIES SIDOREJO

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA 4 BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA Dalam penyusunan Tugas Akhir ini ada beberapa langkah untuk menganalisis dan mengolah data dari awal perencanaan sampai selesai. 3.1.1 Permasalahan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA Hendra Kurniawan 1 1 Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Jakarta ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: BUPATI BOYOLALI, a. bahwa untuk mendukung produktivitas

Lebih terperinci

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PADA DAERAH IRIGASI BLANG KARAM KECAMATAN DARUSSALAM KEBUPATEN ACEH BESAR

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PADA DAERAH IRIGASI BLANG KARAM KECAMATAN DARUSSALAM KEBUPATEN ACEH BESAR ISSN 2407-733X E-ISSN 2407-9200 pp. 35-42 Jurnal Teknik Sipil Unaya ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PADA DAERAH IRIGASI BLANG KARAM KECAMATAN DARUSSALAM KEBUPATEN ACEH BESAR Ichsan Syahputra 1, Cut Rahmawati

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan otonomi,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengertian Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, adalah sebagai berikut :. Hujan adalah butiran yang jatuh dari gumpalan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN Spectra Nomor 11 Volume VI Januari 008: 8-1 KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN Ibnu Hidayat P.J. Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

Perencanaan Operasional & Pemeliharaan Jaringan Irigasi DI. Porong Kanal Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur

Perencanaan Operasional & Pemeliharaan Jaringan Irigasi DI. Porong Kanal Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur Perencanaan Operasional & Pemeliharaan Jaringan Irigasi DI. Porong Kanal Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur Latar Belakang Daerah Irigasi Porong Kanal berada di kabupaten Sidoarjo dengan luas areal baku sawah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa peran sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA II - 1 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Sedimentasi Keandalan suatu waduk didefinisikan oleh Lensley (1987) sebagai besarnya peluang bahwa waduk tersebut mampu memenuhi kebutuhan yang direncanakan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan

Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan Rossana Margaret, Edijatno, Umboro Lasminto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran

BAB I PENDAHULUAN. meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai untuk meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran sungai bisa bisa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PRT/M/2015 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PRT/M/2015 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PRT/M/2015 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, Menimbang : a. bahwa air mempunyai fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Tujuan Lokasi proyek Analisis Curali Hujan Rata-rata Rerata Aljabar 12

1.1 Latar Belakang Tujuan Lokasi proyek Analisis Curali Hujan Rata-rata Rerata Aljabar 12 DAI TAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI v DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xii DAFTAR LAMPIRAN xiv BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 2 1.2 Tujuan 2 1.3 Manfaat

Lebih terperinci

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Sungai Cisadane 4.1.1 Letak Geografis Sungai Cisadane yang berada di provinsi Banten secara geografis terletak antara 106 0 5 dan 106 0 9 Bujur Timur serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air permukaan (water surface) sangat potensial untuk kepentingan kehidupan. Potensi sumber daya air sangat tergantung/berhubungan erat dengan kebutuhan, misalnya untuk

Lebih terperinci