KARAKTERISASI GEN hdc PENGKODE ENZIM HISTIDIN DEKARBOKSILASE PADA ISOLAT BAKTERI IKAN TUNA (Thunnus sp) DAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISASI GEN hdc PENGKODE ENZIM HISTIDIN DEKARBOKSILASE PADA ISOLAT BAKTERI IKAN TUNA (Thunnus sp) DAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis)"

Transkripsi

1 KARAKTERISASI GEN hdc PENGKODE ENZIM HISTIDIN DEKARBOKSILASE PADA ISOLAT BAKTERI IKAN TUNA (Thunnus sp) DAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) SKRIPSI Oleh: DEFRIZAL C DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 RINGKASAN DEFRIZAL. C KARAKTERISASI GEN hdc PENGKODE ENZIM HISTIDIN DEKARBOKSILASE PADA ISOLAT BAKTERI IKAN TUNA (Thunnus sp) DAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis). Dibimbing oleh PIPIH SUPTIJAH dan ASADATUN ABDULLAH Indonesia merupakan salah satu produsen ikan tuna di dunia. Laporan Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF) Uni Eropa pada tahun 2007 mencatat terdapat 22 kasus impor tuna Indonesia yang mengandung histamin melebihi batas keamanan pangan. Food and Drugs Adminsitration Amerika serikat (US-FDA) melaporkan terdapat 7 kasus pada tahun 2007 dan 13 kasus pada tahun 2008 tentang penolakan tuna Indonesia akibat kadar histamin yang melebihi ambang batas keamanan pangan. Ikan-ikan golongan scombridae seperti tuna dan cakalang secara alami memiliki kandungan histidin dalam jumlah yang tinggi yang dapat diubah menjadi histamin oleh bakteri pembentuk histamin yang memiliki enzim histidin dekarboksilase. Untuk dapat mengembangkan metode yang dapat mendeteksi adanya histamin secara dini dan akurat, maka perlu dilakukan isolasi gen pengkode enzim histidin dekarboksilase dengan metode berbasis PCR-sequencing. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang; mendapatkan gen pengkode enzim histidin dakarboksilase dari isolat bakteri ikan tuna dan cakalang dan karakterisasi gen pengkode enzim histidin dekarboksilase dari isolat bakteri ikan tuna dan cakalang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolasi bakteri dari ikan tuna dan cakalang, ekstraksi DNA dengan menggunakan metode CTAB dan PCR-sequencing. Prosedur kerja pada penelitian ini meliputi; isolasi dan karakterisasi isolat bakteri; esktraksi dan purifikasi DNA; amplifikasi DNA target; karakterisasi DNA dengan elektroforesis gel agarosa serta PCR- sequencing. Total isolat dari kedua jenis sampel berjumlah 22 isolat dengan karakteristik isolat secara umum: bentuk permukaan cembung dan datar; bentuk tepian licin; bentuk koloni tidak beraturan dan bulat dengan warna merah, kuning, putih dan oranye. Karakterisasi gram menunjukkan bahwa terdapat 18 isolat gram negatif dan 4 isolat gram positif. Gen pengkode enzim histidin dekarboksilase (hdc) berhasil diisolasi dari isolat bakteri ikan Be 3 dengan panjang basa yang telah sesuai dengan literatur yaitu 534 bp. Hasil Basic Local Asignment Search Tool (BLAST) terhadap DNA bakteri target menunjukkan gen hdc dari bakteri Morganella morganii FJ berdasarkan data yang diperoleh dari National Center for Biotechnology Information (NCBI).

3 KARAKTERISASI GEN hdc PENGKODE ENZIM HISTIDIN DEKARBOKSILASE PADA ISOLAT BAKTERI IKAN TUNA (Thunnus sp) DAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor DEFRIZAL C PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

4 Judul Penelitian Nama Mahasiswa NIM : KARAKTERISASI GEN hdc PENGKODE ENZIM HISTIDIN DEKARBOKSILASE PADA ISOLAT BAKTERI IKAN TUNA (Thunnus sp) DAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) : Defrizal : C Menyetujui: Pembimbing I Pembimbing II Dra. Pipih Suptijah, MBA Asadatun Abdullah, S.Pi, M.Si, M.S.M NIP NIP Mengetahui: Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP: Tanggal lulus :.

5 PERYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Karakterisasi Gen hdc Pengkode Enzim Histidin Dekarboksilase pada Isolat Bakteri Ikan Tuna (Thunnus sp) dan Cakalang (Katsuwonus pelamis) adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi. Bogor, Juli 2010 Defrizal C

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan dan melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Selawat berserta salam penulis sanjungkan kepada nabi Muhammad SAW, keluarga berserta sahabatnya yang telah membimbing umat ini menuju jalan kebenaran hingga akhir jaman. Skripsi ini merupakan tulisan yang disusun berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan dengan judul Karakterisasi Gen hdc Pengkode Enzim Histidin Dekarboksilase pada Isolat Bakteri Ikan Tuna (Thunnus sp) dan Cakalang (Katsuwonus pelamis). Skripsi ini ditulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan (S.Pi) pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalamdalamnya kepada: 1. Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan waktu, arahan dan bimbingannya selama penelitian dan penulisan skripsi 2. Asadatun Abdullah, S.Pi, M.S.M, M.Si selaku dosen pembimbing II, atas segala bimbingan, masukan dan pengarahan yang luar biasa kepada penulis sehingga skripsi yang inovatif ini dapat terwujudkan 3. Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji atas saran dan masukan kepada penulis 4. Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phill, selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakulltas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 5. Semua dosen yang telah ikhlas memberikan ilmu sebagai bekal penelitian bagi penulis 6. Ayah (Amirudin) dan ama (Nurlaili) serta kakak-kakak dan adik tercinta (Hery, Isnadi, Andriani, Detty A, Rudi A dan Lani A), atas semua dukungan dan kasih sayang yang diberikan baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis

7 7. Ibu Ema, mba Lastri, mba Anna, mas fuad dan mba Serly yang selalu menemani penulis selama penelitian berlangsung di laboratoriium 8. Tema-teman team histamin Roji dan Roma yang telah bekerjasama menjalankan penelitian ini dengan baik. 9. Teman-teman terbaik di THP : Wahyu, Supri, Yayan, Dwi, Idmar, Uuk, Nico, Wati, Ferry, Nanda, Nanang, Dina, Cubby, Buddy, Ely, Minal, Nurwati, Fau, Uty, Reza, Lely, Efga, Aul, Pipit, Hilda dan semuanya yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas dukungan, semangat, kerjasama, persahabatan dan kenangan yang kita jalani bersama. 10. Teman-teman THP 42, 44 dan 45 atas bantuan dan semangatnya kepada penulis Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini, begitu pun juga dengan penulisan skripsi ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan ke depannya. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada siapa pun yang menggunakannya. Bogor, Juli 2010 Penulis

8 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang, Sumatera Barat pada tanggal 9 September Penulis merupakan anak ke enam dari enam bersaudara dari pasangan bapak Amirudin dan ibu Nurlaili. Selama ini penulis telah menempuh jalur pendidikan formal dari SDN 13 Saribu Labiah dan lulus pada tahun 2000, SLTPN 2 Lintau Buo, lulus pada tahun 2003 dan SMAN 1 Lintau Buo, lulus pada tahun Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan mengambil Program Studi Teknologi Hasil Perairan dengan Supporting Course. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam Himpunan Profesi Mahasiswa Teknologi Hasil Perairan (HIMASILKAN) sebagai staf divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (2007), Asisten mata kuliah Ikhtiologi (2008), Asisten mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (TPHP) (2010), kepanitian baik internal maupun eksternal ( ) serta pengajar bimbingan belajar dan prívate Briliant Student (2009 sampai sekarang). Penulis telah melaksanakan penelitian dengan judul Karakterisasi Gen Hdc Pengkode Enzim Histidin Dekarboksilase pada Isolat Bakteri Ikan Tuna (Thunnus sp) dan Cakalang (Katsuwonus pelamis). Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir atau skripsi dan memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tuna (Thunnus sp) Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Histamin Histamin pada ikan (1) Histamin yang terbentuk selama autolisis (2) Histamin yang terbentuk karena aktivitas bakteri Reaksi fisiologis histamin Deoxysiribonucleic Acid (DNA) Metode Isolasi Bakteri Polymerase Chain Reaction (PCR) Analisis Produk PCR (Elektroforesis) DNA Sequencing METODOLOGI Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Kerja Isolasi dan pengujian isolat bakteri Ekstraksi dan purifikasi DNA Amplifikasi DNA target Visualisasi DNA dengan elektroforesi gel agarosa DNA sequencing HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang Morfologi isolat bakteri Karakterisasi gram x

10 4.2 Ekstrak DNA bakteri Amplifikasi fragmen DNA bakteri melalui metode PCR DNA Sequencing KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 42

11 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Jenis-jenis dan spesifikasi bakteri pembentuk histamin yang terdapat pada ikan laut Tingkat bahaya histamin per 100g daging ikan Jumlah bahan yang digunakan untuk amplifikasi DNA bakteri Karakteristik isolat bakteri ikan tuna dan cakalang Hasil pewarnaan gram isolat bakteri ikan tuna dan cakalang Konsentrasi DNA sampel yang diukur dengan spektrofotomemeter... 34

12 DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Morfologi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) Struktur kimia histamin Proses dekarboksilase histidin menjadi histamin Struktur kimia basa purin dan pirimidin Struktur molekul DNA Mekanisme reaksi PCR Ikan tuna albacore (Thunnus allalunga) Ikan madidihang (Thunnus albacore) Ikan tuna mata besar (Thunnus obesus) Ikan tuna sirip biru (Thunnus maccoyii) Proses isolasi bakteri Proses pewarnaan gram isolat bakteri Proses ekstraksi dan purifikasi DNA isolat bakteri Proses amplifikasi DNA dengan menggunakan alat thermocycler Bentuk sel bakteri secara mikroskopik hasil pewarnaan gram dari bakteri ikan tuna dan cakalang Elektroforegram produk PCR dengan menggunakan primer histidin dekarboksilase (Hdc) Elektroforegram produk PCR dengan menggunakan primer 106 dan

13 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian Cara pembuatan larutan Perhitungan konsentrasi DNA genom sampel... 44

14 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan salah satu produsen utama ikan tuna di dunia. Data ekspor Indonesia pada tahun 2008 menunjukkan nilai ekspor ikan tuna mencapai 337,89 juta dolar AS (DKP 2008). Nilai ekspor ini terus mengalami peningkatan secara signifikan setiap tahun rata-rata 20,17%. Industri tuna Indonesia masih memiliki permasalahan yakni adanya ancaman penolakan oleh negara importir yang berhubungan dengan masalah keamanan pangan, terutama tingginya kadar histamin. Laporan Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF) Uni Eropa pada tahun 2007 mencatat terdapat 22 kasus impor tuna Indonesia yang mengandung histamin melebihi batas keamanan pangan (EC 2007). Food and Drugs Administration Amerika Serikat (US-FDA) melaporkan terdapat 7 kasus pada tahun 2007 dan 13 kasus pada tahun 2008 tentang kasus penolakan tuna Indonesia akibat kadar histamin yang melebihi ambang batas keamanan pangan (FDA 2009). Keracunan yang disebabkan oleh histamin, yang dikenal dengan scombroid poisoning seringkali terjadi setelah mengkonsumsi ikan laut yang banyak mengandung histidin bebas yang merupakan prekursor histamin (Mangunwardoyo et al. 2007). Beberapa jenis ikan terutama dari famili scombridae seperti tuna dan cakalang mempunyai kandungan histidin bebas yang tinggi pada dagingnya sehingga berpotensi menghasilkan histamin. Histamin tersebut terbentuk karena adanya kesalahan selama proses penanganan dan pengolahan. Oleh karena itu, jika pada saat penangkapan tidak ditangani dengan tepat maka histidin yang terkandung pada ikan jenis scombroid tersebut dapat diubah menjadi senyawa toksik yang disebut dengan histamin. Dalam jumlah tertentu histamin dapat menyebabkan reaksi keracunan bagi yang mengkonsumsinya yang ditunjukkan dalam beberapa gejala klinis seperti kemerahan di sekitar leher dan wajah, badan terasa panas, gatal-gatal, diare dan sakit kepala (Dalgaard 2008). Jika histamin telah terbentuk dalam tubuh ikan, maka keberadaannya tidak akan dapat dihilangkan dengan proses pengolahan apapun. Oleh karena itu, penanganan yang tepat semenjak ikan ditangkap hingga

15 2 sampai ke tangan konsumen merupakan langkah yang kritis untuk mencegah terbentuknya histamin. Histamin terbentuk sebagai akibat adanya aktivitas bakteri yang mampu memproduksi enzim histidin dekarboksilase. Bakteri yang dapat memproduksi enzim histidin dekarboksilase sehingga berpotensi menghasilkan histamin antara lain Enterobacteriaceae, Clostridium, Morganella, Lactobacillus, Vibrio, Pseudomonas dan Photobacterium (Arisman 2009). Bakteri pembentuk histamin sulit dideteksi secara langsung, karena jumlahnya sedikit dibandingkan bakteri lain pada ikan segar. Selama ini metode yang digunakan untuk mendeteksi histamin adalah medium diferensial Niven (Mangunwardoyo et al. 2007). Untuk dapat mengembangkan metode secara dini dan akurat pendeteksi adanya bakteri yang mampu menghasilkan histamin secara enzimatis, maka perlu dilakukan isolasi gen pengkode enzim histidin dekarboksilase. Pengembangan metode cepat deteksi histamin ini selanjutnya dapat dijadikan sebagai standar pembanding (marka molekuler) dan sebagai langkah awal perancangan kit histamin. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu usaha untuk mengisolasi gen hdc pengkode enzim histidin dekarboksilase dari bakteri endogenous Indonesia, yaitu dari spesies ikan tuna dan cakalang. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan isolat bakteri dari daging ikan tuna dan cakalang; mendapatkan gen pengkode enzim histidin dekarboksilase dari isolat bakteri ikan tuna dan cakalang; dan mengkarakterisasi gen pengkode enzim histidin dekarboksilase pada isolat bakteri ikan tuna dan cakalang.

16 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tuna (Thunnus sp) Tuna digunakan sebagai nama group dari beberapa jenis ikan yang terdiri dari jenis tuna besar (Thunnus spp, seperti yellowfin tuna, bigeye tuna, southern bluefin tuna, dan albacore) dan jenis ikan mirip tuna (tuna-like species) yaitu marlins, sailfish, dan swordfish. Skipjack tuna sering digolongkan sebagai cakalang, sedangkan tongkol umumnya digunakan untuk jenis eastern little tuna (Euthynnus spp), frigate and bullet tuna (Auxis spp) dan longtail tuna (Thunnus tonggol). Potensi pelagis besar (termasuk tuna) secara nasional mencapai ton. Sumberdaya tersebut sangat berpotensi untuk dikembangkan di masa mendatang bagi kepentingan pembangunan perikanan nasional (DKP 2005). Klasifikasi ikan tuna menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Teleostei Subkelas : Actinopterygi Ordo : Perciformes Subordo : Scombridae Genus : Thunnus Spesies : Thunnus albacores Thunnus allalunga Thunnus maccoyii Thunnus obesus Thunnus tonggol Menurut Tampubolon (1983) ikan tuna meliputi13 jenis yang terdiri dari 7 jenis tuna besar dan 6 jenis tuna kecil (small tuna). 1. Albacore (Thunnus allalunga) biasanya hidup di laut lepas dan berada di bawah thermoklin (lapisan air yang perbedaan suhunya mencolok). Panjang ikan bisa mencapai 137 cm, namun yang umum antara cm. Pemakan segala macam organisme, khususnya ikan, cumi-

17 4 cumi dan udang. Terdapat di perairan barat Sumatera, selatan Jawa dan selatan Sumbawa. 2. Madidihang atau yellowfin (Thunnus albacore) hidup di laut lepas dan dekat dengan permukaan. Panjang maksimum mencapai 195 cm tetapi umumnya antara cm. Pemakan ikan, cumi-cumi dan udang. Banyak terdapat di parairan selatan Makasar, utara Sulawesi, Laut Banda, dan utara Irian Jaya. 3. Tuna mata besar atau bigeye tuna (Thunnus obesus) hidup di perairan laut lepas mulai dari permukaan sampai kedalaman 250 cm. Panjang ikan tuna mata besar bisa mencapai 236 cm, namun yang umum antara cm. ikan ini pemakan cumi-cumi dan udang. Banyak terdapat di perairan barat Sumatera, Laut Banda, utara Sulawesi dan utara Irian Jaya. 4. Tuna sirip biru atau southern bluefin tuna (Thunnus maccoyii) hidup di perairan lepas pantai di bawah thermoklin. Panjang maksimum 222 cm tetapi kebanyakan antara cm. Pemakan binatang berkulit lunak seperti cumi-cumi, udang serta bebagai jenis ikan mackerel. Daerah penyebarannya meliputi Samudera Hindia. Migrasi jenis ikan tuna di perairan Indonesia merupakan bagian dari jalur migrasi tuna dunia, karena wilayah Indonesia terletak pada lintasan perbatasan perairan antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Migrasi kelompok tuna yang melintasi wilayah perairan pantai dan teritorial terjadi karena perairan tersebut berhubungan langsung dengan perairan kedua samudera tersebut. Beberapa wilayah perairan pantai dan teritorial memiliki sumberdaya perikanan tuna yang besar. Kelompok tuna merupakan jenis kelompok ikan pelagis besar, yang secara komersial dibagi atas kelompok tuna besar dan tuna kecil. Tuna besar terdiri dari jenis ikan tuna mata besar (Thunnus obesus), madidihang (Thunnus albacores), albacore (Thunnus allalunga), dan tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii) dan tuna abu-abu (Thunnus tonggol), sedangkan yang termasuk tuna kecil adalah cakalang (Katsuwonus pelamis) (DKP 2003). 2.2 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Cakalang termasuk ikan perenang cepat dan mempunyai sifat yang rakus. Ikan jenis ini sering bergerombol dan hampir bersamaan melakukan ruaya di

18 5 sekitar pulau dan jarak jauh. Gerombolan ikan cakalang dapat mencapai 300 ton, cakalang dapat hidup pada kisaran suhu C, tetapi lebih menyukai suhu antara C. Oleh karena itu, cakalang banyak ditemukan di daerah khatulistiwa sepanjang tahun. Ukuran ikan cakalang maksimum dapat mencapai 108 cm dengan berat 32,5 45,5 kg, sedangkan ukuran yang umum tertangkap adalah cm dengan berat 8 10 kg (Collete dan Nauen 1983). Klasifikasi ikan cakalang menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces Subkelas : Dercomorphi Ordo : Percomorphi Subordo : Scombroidea Divisi : Perciformes Subdivisi : Scombroid Family : Scombridae Genus : Katsuwonus Spesies : Katsuwonus pelamis Ciri-ciri ikan cakalang yaitu bentuk tubuh fusiform, memanjang dan agak bulat, tapis insang (gill rakers) berjumlah pada helai insang pertama. Ikan cakalang mempunyai dua sirip punggung terpisah. Pada sirip punggung yang pertama terdapat jari-jari keras, jari-jari lemah pada sirip punggung kedua diikuti oleh 7-8 finlet. Badan tidak bersisik kecuali pada barut badan (corselets) dan lateral line terdapat sisik kecil. Bagian punggung berwarna biru kehitaman (gelap), sisi bawah dan perut keperakan dengan 4-6 buah ban (garis-garis) warna yang membujur. Morfologi ikan cakalang dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1: Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) Sumber: Anonim (2007)

19 6 2.3 Histamin Histamin merupakan komponen amin biogenik yaitu bahan aktif yang diproduksi secara biologis melalui proses dekarboksilasi dari asam amino bebas serta terdapat pada berbagai bahan pangan, seperti ikan, daging merah, keju dan makanan fermentasi (Keer et al. 2002). Indriati et al. (2006) menyatakan bahwa histamin merupakan salah satu senyawa biogenik amin yang dianggap sebagai penyebab utama keracunan makanan yang berasal dari ikan, terutama dari kelompok scombroid. Histamin merupakan komponen yang kecil, mempunyai berat molekul rendah yang terdiri dari cincin imidazol dan sisi rantai etilamin. Histamin juga merupakan komponen yang tidak larut air. Histamin merupakan salah satu amin biogenik yang mempunyai pengaruh terhadap fisiologis manusia. Struktur kimia histamin dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Struktur kimia histamin Sumber: Keer et al. (2002) Histamin pada ikan Histamin merupakan indikator utama keracunan scombrotoxin. Scombrotoxin adalah toksin yang dihasilkan terutama oleh ikan-ikan famili scombridae, seperti tuna, cakalang, tongkol, marlin, mackerel, dan jenisnya (Lehane dan Olley 2000). Ikan-ikan golongan scombridae biasanya memiliki kandungan histidin dengan level tinggi yang akan diubah menjadi histamin oleh bakteri pembentuk histamin yang memiliki enzim histidin dekarboksilase jika kondisi penyimpanan tidak dapat mengontrol pertumbuhan bakteri (McLauchlin et al. 2005). Ada dua macam histidin pada daging ikan, yaitu histidin bebas yang akan diubah menjadi histamin dan histidin yang terikat oleh protein. Faktor-faktor yang mempengaruhi

20 7 perombakan histidin menjadi histamin adalah faktor waktu, temperatur, jenis dan banyaknya mikroflora bakteri yang terdapat pada tubuh ikan. Satuan kadar histamin dalam daging ikan dapat dinyatakan dalam mg/100g atau ppm (mg/1000g). Kandungan histidin bebas pada jaringan ikan tuna lebih tinggi dibandingkan dengan spesies ikan lainnya sehingga meningkatkan potensi peningkatan kadar histamin, khususnya untuk penyimpanan dan penanganan yang salah (Keer et al. 2002). Proses dekarboksilase histidin menjadi histamin dapat terjadi melalui dua cara yaitu autolisis dan aktivitas bakteri. Proses dekarboksilase histidin menjadi histamin dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Proses dekarboksilase histidin menjadi histamin Sumber: Keer et al (2002) (1) Histamin yang terbentuk selama autolisis Pembentukan histamin dalam tubuh ikan dapat terjadi akibat adanya enzim yang terdapat secara alami dalam jaringan ikan, pembentukan berlangsung selama proses autolisis. Jumlah histamin yang dihasilkan melalui aktivitas enzim selama proses autolisis sangat rendah bila dibandingkan dengan histamin yang dihasilkan oleh aktivitas bakteri selama proses pembusukan berlangsung. Pada kondisi optimum jumlah maksimum histamin yang dapat diproduksi melalui proses autolisis tidak dapat melebihi mg/100 gram daging ikan. Pembentukan histamin berbeda untuk setiap spesies ikan, hal ini tergantung pada kandungan histidin, tipe dan banyaknya bakteri yang menunjang pertumbuhan dan reaksi mikroba serta dipengaruhi oleh ph lingkungan (Kimata 1961).

21 8 (2) Histamin yang terbentuk karena aktivitas bakteri Setelah ikan mati, sistem pertahanan tubuhnya tidak bisa lagi melindungi dari serangan bakteri, dan bakteri pembentuk histamin mulai tumbuh dan memproduksi enzim dekarboksilase yang akan menyerang histidin dan asam amino bebas lainnya menjadi histamin yang mempunyai karakter lebih bersifat alkali. Histamin umumnya dibentuk pada temperatur tinggi (>20 0 C). Pendinginan dan pembekuan yang cepat, segera setelah ikan mati merupakan tindakan yang sangat penting dalam upaya mencegah pembentukan scombrotoxin (histamin). Histamin tidak akan terbentuk bila ikan selalu disimpan dibawah suhu 5 0 C. Pembekuan yang terlalu lama (24 minggu) diduga akan menginaktifkan bakteri pembentuk enzim dekarboksilase dan diduga pula dapat mengurangi pembentukan histamin. Penelitian lebih lanjut menyebutkan bahwa kenaikan pembentukan histamin dapat terus berjalan walaupun dalam keadaan penyimpanan beku (Taylor dan Alasalvar 2002). Selama proses kemunduran mutu, bakteri memproduksi enzim dekarboksilase yang akan mengubah histidin bebas dan asam amino lain pada daging ikan menjadi histamin dan amin biogenik lain seperti putresin (dari ornitin), kadaverin (dari lisin), serta spermidin dan spermin (dari arginin) (Lehane dan Olley 2000). Bakteri pembentuk histamin secara alami terdapat pada otot, insang dan isi perut ikan. Kemungkinan besar insang dan isi perut merupakan sumber bakteri ini karena jaringan otot ikan segar biasanya bebas dari mikroorganisme. Bakteri ini akan menyebar ke seluruh bagian tubuh selama proses penanganan. Penyebaran bakteri biasanya terjadi pada saat proses pembuangan insang (gilling) dan penyiangan (gutting) (Sumner et al. 2004). Banyak penelitian menyebutkan bahwa bakteri pembentuk histamin adalah bakteri termofilik, tetapi bakteri pembentuk histamin dapat tumbuh pada ikan sardin pada temperatur <5 0 C ( Shahidi dan Botta 1994 diacu dalam Arisman 2009). Berbagai jenis bakteri yang mampu menghasilkan enzim histidin dekaroksilase (Hdc) termasuk bakteri Enterobacteriaceae dan Bacillaceae (Staruszkiewicz 2002 dalam Allen 2004). Umumnya genus Bacillus, Citrobacter, Clostridium, Escherichia, Klebsiella, Lactobacillus,Pediacoccus, Photobacterium,

22 9 Proteus, Pseudomonas, Salmonella, Shigella dan Streptococcus menunjukkan aktvitas dekarboksilase asam amino (Kanki et al diacu dalam Allen 2004). Bakteri pembentuk histamin dapat tumbuh pada kisaran suhu yang luas. Pertumbuhan bakteri pembentuk histamin berlangsung lebih cepat pada temperatur yang tinggi (21,1 0 C) dari pada temperatur rendah (7,2 0 C) (FDA 2001). Laporan mengenai suhu optimum dan batas suhu terendah untuk pembentukan histamin sangat bervariasi. Huhu optimum pembentukan histamin adalah pada suhu 25 0 C (Kim et al diacu dalam Keer et al. 2002). Penyimpanan pada suhu 25 0 C selama 24 jam dapat meningkatkan kandungan histamin hingga 120 mg/100 g (Yoghuci et al diacu dalam Dwiyitno et al. 2004). Menurut Fletcher et al. (1996) pembentukan histamin pada suhu C sangat kecil bahkan dapat diabaikan. Hasil penelitian Price et al. (1991) juga menunjukkan bahwa pembentukan histamin akan terhambat pada suhu 0 0 C atau lebih rendah. Oleh karena itu, Food And Drug Administration (FDA) menetapkan batas kritis suhu untuk pertumbuhan histamin pada tubuh ikan yaitu 4,4 0 C (FDA 2001). Perbedaan dari jenis bakteri pembentuk histamin pada ikan golongan scombroid disebabkan oleh spesies ikan, prosedur penanganan dan temperatur. Karakteristik mikroflora yang ada dapat dipengaruhi oleh kebiasaan makan, lokasi geografis, musim, temperatur air, dan lain-lain (Lopez -Sabater et al. 1996). Jenisjenis bakteri pembentuk histamin yang terdapat pada ikan laut dan spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis-jenis dan spesifikasi bakteri pembentuk histamin yang terdapat pada ikan laut Bakteri Spesifikasi Hafnia sp Gram negatif, fakultatif anaerobik (Hafnia alvei) Klebsiella sp Gram negatif, fakultatif anaerobik (Klebsiella pneumonia) Escherichia coli Clostridium sp Lactobacillus sp Enterobacter spp Gram negatif, Fakultatif anaerobik Gram positif, anaerobik (Clostridium perfringens) Gram positif, fakultatif anaerobik (Lactobacillus 30a) Gram negatif, fakultatif anaerobik (Enterobacter aerogenes) Proteus sp Gram negatif, fakultatif anaerobik (Proteus morganii) Sumber: Eitenmiller et al. (1982)

23 Reaksi fisiologis histamin Keracunan histamin disebabkan oleh konsumsi ikan yang mengandung histamin dengan level yang tinggi (Bremer et al. 2003). Gejala keracunan histamin meliputi sakit kepala, kejang, mual, wajah dan leher kemerah-merahan, tubuh gatal-gatal, mulut dan kerongkongan terasa terbakar, bibir membengkak, badan lemas dan muntah-muntah (Eitenmiller et al. 1982). Gejala keracunan histamin dapat terjadi sangat cepat, sekitar 30 menit setelah mengkonsumsi ikan yang mengandung histamin tinggi. Kemudian gejala agak menurun antara 3 hingga 24 jam setelah konsumsi, tetapi mungkin juga hingga beberapa hari (Bremer et al. 2003). Histamin pada ikan yang busuk dapat menimbulkan keracunan jika terdapat sekitar 100 mg dalam 100g sampel daging ikan yang diuji (Kimata 1961). Food And Drug Administration (FDA) menetapkan bahwa untuk ikan tuna, mahimahi dan ikan sejenis, 5 mg histamin/100 g daging ikan merupakan level yang harus diwaspadai sebagai indikator terjadinya dekomposisi, sedangkan 50 mg histamin/100g daging ikan merupakan level yang membahayakan atau dapat menimbulkan keracunan. Oleh karena itu, jika ditemukan ikan dengan kandungan 5 mg histamin/100 g daging ikan pada satu unit, maka kemungkinan pada unit yang lain, level histamin dapat mencapai lebih dari 50 mg/100 g (FDA 2002). Tingkat bahaya histamin per 100 g daging ikan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Tingkat bahaya histamin per 100 g daging ikan Kadar histamin per 100 g Tingkatan bahaya < 5 mg Aman dikonsumsi 5-20 mg Kemungkinan toksik mg Berpeluang toksik > 100 mg Toksik Sumber: Shalaby (1996) diacu dalam Sumner et al. (2004) 2.4 Deoxyribonucleic Acid (DNA) Asam deoksiribonukleat, lebih dikenal dengan DNA adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul utama penyusun setiap organisme. Di dalam sel, DNA umumnya terletak di dalam inti sel. Secara garis besar, peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi genetik. Artinya, DNA menyimpan cetak

24 11 biru bagi segala aktivitas sel. Ini berlaku umum bagi setiap organisme. Diantara perkecualian yang menonjol adalah beberapa jenis virus (Gregory et al. 2006). Asam deoksiribonukleat (DNA) merupakan persenyawaan kimia yang paling penting pada mahkluk hidup, yang membawa keterangan genetik dari sel khususnya atau dari mahkluk dalam keseluruhannya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Molekul DNA pertama kali diisolasi oleh F. Miescher (1869) dari sel spermatozoa dan dari nukleus sel-sel darah merah burung (Suryo 2008). Banyaknya DNA biasanya diukur dengan pikogram, yaitu suatu mikrounit dari berat. Satu pikogram (1 pg) adalah sama dengan gram. Ukuran molekul DNA berbeda-beda dari satu spesies ke spesies lainnya. Pada mitokondria, molekul DNA mempunyai ukuran 5µm, pada virus lebih panjang, sedangkan molekul DNA tunggal pada sel bakteri berukuran 1,4 mm (Suryo 2008). DNA merupakan susunan kimia makromolekul yang kompleks dan terdiri dari tiga macam molekul yaitu: 1. Gula pentosa, yang dikenal sebagai deoksiribosa 2. Asam fosfat 3. Basa nitrogen, yang dapat dibedakan atas dua tipe dasar a. Pirimidin, basa ini dibedakan atas sitosin (C) dan timin (T) b. Purin, basa ini dibedakan atas adenin (A) dan guanin (G) Pirimidin (sitosin dan timin) dan purin (adenin dan guanin) membentuk rangkain kimiawi dengan deoksiribosa. Atom C 1 dari gula deoksiribosa akan berhubungan dengan atom nitrogen pada sisi 1 dari pirimidin atau pada posisi 9 dari purin. Molekul seperti ini disebut nukleosida atau deoksiribosa dan mereka ini dapat berlaku sebagai prekursor elementer untuk sintesa DNA. Akan tetapi sebelum suatu nukleosida dapat menjadi bagian dari suatu molekul DNA, mereka harus bergabung dengan gugus fosfat untuk membentuk suatu nukleotida atau deoksiribosanukleotida (Suryo 2008). Struktur kimia basa purin (adenin dan guanin) dan pirimidin (sitosin) dapat dilihat pada Gambar 4.

25 12 Guanine Cytosine Adenine Thymine Gambar 4. Struktur kimia basa purin dan pirimidin Sumber: Keer et al. (2002) Telah diketahui bahwa DNA adalah bahan genetik yang memberi informasi genetik dari sel ke sel dan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sesungguhnya informasi genetik itu letaknya di dalam molekul DNA. Tulang punggung fosfat-deoksiribosa selalu sama untuk berbagai segmen dari molekul DNA. Tetapi basa nitrogennya berbeda. Hal ini yang menyebabkan informasi genetik tergantung dari urutan basa nitrogen yang menyusun segmen molekul DNA (Suryo 2008). Struktur molekul DNA dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Struktur molekul DNA Sumber: Doherty (2007)

26 Metode isolasi bakteri Bakteri merupakan organisme prokariot yang paling luas penyebarannya di alam. Bakteri tersusun atas dinding sel dan inti sel. Di sebelah luar dinding sel terdapat selubung atau kapsul. Di dalam sel bakteri terdapat membran dalam dan organel membran seperti kloroplas dan mitokondria. Semua jenis bakteri memiliki beragam bentuk dan tipe sel. Terdapat tiga bentuk dasar bakteri, yaitu batang (bacillus), bulat (coccus), dan spiral (spiral). Beberapa jenis bakteri tertentu menunjukkan adanya penataan sel seperti berpasangan, gerombol, rantai atau filamen. Bakteri yang biasa diteliti di laboratorium berukuran antara 0,5-2 µm dan panjang 1-5 µm (Irianto 2007). Berdasarkan perbedaan komposisi dan dinding sel, bakteri dibedakan menjadi bakteri gram positif dan gram negatif. Bakteri gram positif mempunyai struktur dinding sel yang tebal (15-80 µm) dan berlapis tunggal, dengan kompisisi dinding sel terdiri dari lipid, peptidoglikan dan asam tekoat. Kandungan lipid pada gram positif relatif rendah (1-4%), peptidoglikan sebagai lapisan tunggal memiliki jumlah lebih dari 50% berat kering sel bakteri. Bakteri gram positif rentan terhadap penisilin, namun lebih resisten gangguan fisik. Persyaratan nutriennya relatif lebih rumit pada banyak spesies (Pelczar dan Chan 2006). Untuk dapat mencirikan dan mengidentifikasi suatu spesies bakteri, maka spesies tersebut harus dapat dipisahkan dari organisme lain yang selanjutnya ditumbuhkan menjadi biakan murni. Biakan murni adalah biakan yang sel-selnya berasal dari pembelahan satu sel tunggal. Semua metode mikrobiologis yang digunakan untuk menelaah dan mengidentifikasi mikroorganisme termasuk penelaahan ciri-ciri kultural, morfologis dan fisiologis memerlukan suatu populasi yang terdiri dari satu macam mikroorganisme saja (Hadioetomo 1993). Sesungguhnya ada beberapa metode untuk memperoleh biakan murni dari suatu biakan campuran. Dua diantaranya yang paling sering digunakan adalah teknik cawan gores dan cawan tuang. Kedua metode ini berdasarkan pada prinsip yang sama yaitu mengencerkan organisme sedemikian sehingga dapat dipisahkan dari organisme lainnya, dengan anggapan bahwa setiap koloni terpisah yang tampak pada cawan petri setelah inkubasi berasal dari satu sel tunggal (Hadioetomo 1993).

27 14 Mikroorganisme dibiakkan pada bahan nutrien yang disebut medium. Banyak jenis medium yang tersedia, namun pemakainnya bergantung pada banyak faktor salah satunya adalah jenis mikroorganisme yang akan ditumbuhkan. Bahan yang diinokulasikan pada medium disebut inokulum. Setelah menginokulasikan mikroorganisme pada medium agar dengan metode cawan gores dan cawan tuang, maka sel-sel bakteri akan terpisah dengan sendirinya. Setelah inkubasi, sel-sel bakteri memperbanyak diri sedemikian cepatnya sehingga dalam jangka waktu jam terbentuk massa sel yang dapat dilihat dan dinamakan koloni. Setiap koloni yang berlainan dapat mewakili jenis organisme yang berbeda-beda. Setiap koloni merupakan biakan murni satu macam mikroorganisme (Pelczar dan Chan 2006). Semua bentuk kehidupan dari mikroorganisme sampai kepada manusia, mempunyai persamaan dalam hal persyaratan nutrisi dalam bentuk zat-zat kimiawi yang diperlukan untuk pertumbuhan. Tipe nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri diantaranya adalah energi, karbon, nitrogen, belerang, unsur logam, vitamin dan air. Selain menyediakan nutrien yang sesuai untuk kultivasi bakteri, juga diperlukan kondisi fisik yang memungkinkan pertumbuhan optimum. Bakteri tidak hanya bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi juga menunjukkan respon yang berbeda-beda terhadap kondisi fisik di dalam lingkungannya. Untuk keberhasilan kultivasi berbagai tipe bakteri, dibutuhkan suatu kombinasi nutrien serta lingkungan fisik yang sesuai seperti suhu dan derajat keasaman (ph) (Pelczar dan Chan 2006). Semua proses pertumbuhan bergantung pada reaksi kimiawi. Karena laju reaksi-reaksi ini dipengaruhi oleh suhu, maka pola pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu juga mempengaruhi laju pertumbuhan dan jumlah total pertumbuhan organisme. Keragaman suhu dapat juga mengubah prosesproses metabolik tertentu serta morfologi sel. Setiap spesies bakteri tumbuh pada suatu kisaran suhu tertentu. Atas dasar ini maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai: psikrofil yang tumbuh pada suhu C; mesofil yang tumbuh pada C; dan termofil yang tumbuh pada suhu di atas 40 0 C. Respon pertumbuhan bakteri terhadap suhu bergantung pada jenis bakterinya. Suhu inkubasi yang memungkinkan pertumbuhan tercepat selama periode waktu yang singkat

28 15 (12 sampai 24 jam) dikenal sebagai suhu pertumbuhan optimum (Pelczar dan Chan 2006). Derajat keasaman (ph) optimum pertumbuhan bagi kebanyakan bakteri terletak antara 6.5 sampai 7.5. Namun, beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat asam atau sangat alkalin. Bagi kebanyakan spesies, nilai ph minimum dan maksimum adalah 4 dan 9 (Pelczar dan Chan 2006). 2.6 Polymerase Chain Reaction (PCR) Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode untuk memperbanyak sekuen spesifik dari nukleotida (Singleton dan Sainbury 2006). Proses enzimatik tersebut terjadi secara in vitro melalui penggunaan sepasang primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita berlawanan dan mengapit DNA target. Potongan yang diperbanyak akan ditentukan oleh primer tersebut, dan merupakan sekuen dari DNA target yang diapit oleh kedua primer. Proses PCR juga menggunakan enzim DNA polymerase yang stabil terhadap suhu (thermostable DNA polymerase) untuk perbanyakan fragmen DNA secara eksponensial dari cetakan (template) yang lebih panjang. Taq polymerase adalah salah satu DNA polymerase yang stabil suhu dan semula diisolasi dari bakteri Thermophilus aquaticus. Bakteri tersebut berkembang di mata air panas pada suhu yang mendekati titik didih air, sehingga semua enzim pada organisme ini telah berevolusi untuk toleran terhadap suhu tinggi. Reaksi sintesis pada PCR diulang beberapa kali (siklus). Produk dari siklus sintesis sebelumnya bertindak sebagai cetakan untuk berikutnya, mengakibatkan perbanyakan eksponensial terhadap daerah target DNA (Dale dan Schantz 2002). Empat komponen utama pada proses PCR adalah: (1) DNA cetakan (template), yaitu fragmen (potongan) DNA yang akan dilipatgandakan; (2) pasangan primer oligonukleotida, yang akan melewati sintesis rantai DNA; (3) deoksiribonukleotida trifosfat (dntp), terdiri atas datp, dctp, dgtp, dttp; dan (4) enzim DNA polymerase, sebagai katalis reaksi sintesis DNA. Komponen lainnya yang juga penting adalah MgCl 2 dan senyawa buffer. Setiap siklus sintesis terdiri dari tiga tahapan yaitu denaturasi, annealing (penempelan atau hibridisasi primer pada DNA cetakan) dan ekstensi/elongasi (perpanjangan atausintesis untai komplemen dari DNA target). Masing-masing tahapan tersebut akan ditentukan

29 16 oleh suhu dan lama waktu yang dibutuhkan (Dale dan Schantz 2002). Mekanisme reaksi PCR dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Mekanisme reaksi PCR Sumber: Keer et al. (2002) 2.7 Analisis Produk PCR (Elektroforesis) Elektroforesis adalah proses migrasi dari fragmen DNA di dalam gel yang direndam dalam larutan penyangga. Fragmen DNA yang lebih kecil berat molekulnya akan berjalan lebih cepat dari DNA yang lebih besar. Perjalanan molekul DNA di dalam gel mengikuti arus listrik dari kutub negatif menuju kutub positif. Semakin besar tegangan arus listrik, perjalanan molekul DNA semakin cepat, demikian pula sebaliknya (Sulandari dan Zein 2003). Ada bermacam-macam zat kimia yang digunakan sebagai gel di dalam proses elektroforesis. Penggunaan jenis gel disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Jenis gel yang biasa digunakan adalah elektroforesis gel agarosa dengan visualisasi menggunakan ethidium bromida dan elektroforesis gel poliakrilamida dengan visualisasi menggunakan silver staining. Kedua cara elektroforesis ini banyak digunakan dalam visualisasi produk PCR (Sulandari dan Zein 2003). Teknik ini sederhana, cepat terbentuk dan mampu memisahkan campuran potongan DNA sesuai dengan ukurannya secara akurat bila dibandingkan dengan densitas gradien sentrifugasi. Selanjutnya, lokasi DNA dalam gel tersebut dapat diidentifikasi secara langsung dengan pewarna berfluoresen. Untuk mendeteksi

30 17 potongan-potongan DNA berupa pita DNA pada gel agarosa digunakan pewarna yang mengandung fluoresen dengan konsentrasi rendah, seperti intercalating agent ethidium bromida (EtBr). Hanya sedikit DNA ± 1ng dapat dideteksi secara langsung dengan cara gel diletakkan pada media UV-transilluminator (Fatchiyah 2006). Rentang ukuran yang efektif dari gel ditentukan oleh komposisinya. Gel agarosa dapat digunakan untuk memisahkan molekul asam nukleat yang memiliki perbedaan beberapa ratus pasang basa. Sedangkan untuk molekul-molekul lebih kecil yang ukurannya sama, hingga hanya berbeda beberapa puluh pasang basa, dapat digunakan gel polyacrylamide (Dale dan Schantz 2002). Elektroforesis gel agarosa dapat digunakan untuk menganalisis komposisi dan kualitas dari sampel asam nukleat. Secara khusus, hal ini sangat membantu untuk menentukan ukuran fragmen DNA dari pendekatan restriksi (restriction digest) untuk produk reaksi PCR. Untuk tujuan ini diperlukan kalibrasi terhadap gel dengan menjalankan (running) penanda (marker) standar yang mengandung fragmen dari ukuran DNA yang diketahui (Dale dan Schantz 2002). Pewarna seperti ethidium bromida biasanya digunakan untuk mendeteksi maupun mengkuantitasi asam nukleat. Ethidium bromida memiliki struktur cincin datar yang mampu menumpuk (stack) diantara basa-basa dalam asam nukleat; hal ini dikenal sebagai intercalation. Selanjutnya, pewarna dapat dideteksi melalui pendarannya (fluorosence), pada daerah spektrum merah-oranye ketika dipaparkan pada iradiasi UV. Hal ini merupakan metode yang paling luas digunakan untuk pewarnaan gel elektroforesis dan juga dapat digunakan untuk menduga jumlah DNA (atau RNA) dalam sampel dengan membandingkan intensitas dari peredaran sampel yang telah diketahui konsentrasinya dan dimuatkan pada gel yang sama (Dale dan Schantz 2002). 2.8 DNA Sequencing Satu dari terobosan utama dalam genetika molekuler adalah perkembangan metode mensekuens potongan DNA secara cepat. Pada dasarnya ada dua metode yang telah dikembangkan, yaitu metode Maxam-Gilbert dan metode Sanger. Metode Sanger lebih sering digunakan karena lebih mudah, praktis dan efisien. Metode Sanger menggunakan pendekatan sintesis molekul DNA baru dan

31 18 pemberhentian sintesis tersebut pada basa tertentu. Untuk mensintesis molekul DNA, diperlukan dntps (Deoxynucleoside Triphosphates) sebagai bahan utamanya, sedangkan untuk menghentikan proses sintesis diperlukan ddntp (Dideeoxynucleoside Triphosphates). Hasil akhir dari reaksi tersebut adalah sejumlah potongan DNA yang panjangnya bervariasi tetapi semuanya berakhir dengan nukleotida A (jika dntp dicampur dengan datp), berakhir dengan nukleotida C (jika dntp dicampur dengan dctp), berakhir dengan nukleotida G (jika dntp dicampur dengan dgtp), berakhir dengan nukleotida T (jika dntp dicampur dengan dttp) (Sulandari dan Zein 2003).

32 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Laboratorium Genetika Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Laboratorium Penyakit Hewan dan Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan antara lain inkubator, autoklaf, erlenmeyer, pipet 10 ml, pipet mikro, bulb, tabung reaksi, cawan petri, gelas ukur, pemanas bunsen, jarum ose, gelas piala, kompor listrik, alat sterilisasi (autoklaf), mikroskop, gelas objek, aluminium foil, kapas, shaker, sentrifuse, vortex, thermocycler dan elektroforesis. Gambar alat yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1. Bahan utama yang digunakan adalah ikan laut jenis tuna (Bluefin, Albacore, Bigeye dan Yellowfin) dan cakalang (Katsuwonus pelamis). Morfologi ikan tuna dapat dilihat pada gambar 7; 8; 9 dan 10. Masing-masing daging ikan diambil sebanyak 10 gram untuk dijadikan sampel. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah media agar TSA (Tryptic Soy Agar), larutan garam fisiologis, aquades, media agar NB (Nutrient Broth), bahan untuk uji pewarnaan gram (Kristal violet, lugol iodine, safranin, etil alkohol dan akuades), TE, lisozim, agarosa, akuabidestilata, SDS10%, NaCl 5M, CTAB 10%, kloroform, isopropanol, etanol 70%, TBE, aquabides free nuclease, mix DNA, primer Hdc- Forward dan Hdc-Reverse, primer (Takahashi et al. 2003), tisu, etidium bromida, DNA (marker DNA) dan ethidium bromida. Cara pembuatan larutan dapat dilihat pada Lampiran 2.

33 20 Gambar 7. Ikan tuna albacore (Thunnus allalunga) Sumber: Koleksi pribadi (2009) Gambar 8. Ikan madidihang (Thunnus albacore) Sumber: Koleksi pribadi (2009) Gambar 9: Ikan tuna mata besar (Thunnus obesus) Sumber: Koleksi pribadi (2009) Gambar 10: Ikan tuna sirip biru (Thunnus maccoyii) Sumber: Koleksi pribadi (2009)

34 Prosedur Kerja Prosedur kerja pada penelitian ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu isolasi bakteri; ekstraksi dan purifikasi DNA bakteri; amplifikasi DNA bakteri target; visualisasi DNA dengan elektroforesis gel agarosa dan DNA-Sequencing Isolasi dan karakterisasi isolat bakteri Isolasi bakteri terdiri dari 3 tahap yaitu: 1). Persiapan media dan persiapan sampel, 2). Pengenceran dan 3). Penuangan ke dalam cawan. (1) Isolasi bakteri (a). Persiapan media (Trypticase Soy Agar) dan persiapan sampel Untuk menstimulir pertumbuhan bakteri, medium yang digunakan harus mengandung komponen-komponen yang yang dibutuhkan oleh bakteri tersebut misalnya unsur karbon dan nitrogen. Sebanyak 10 gram sampel masing-masing diambil dari daging ikan tuna dan cakalang, kemudian dihaluskan dengan cara menggeruskan menggunakan mortar yang steril sampai halus. Sampel yang sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang sudah berisi larutan fisiologis sebanyak 9 ml. Langkah selanjutnya dilakukan pengenceran. (b). Pengenceran Sampel daging dengan berat masing-masing 10 gram yang sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan larutan fisiologis sebanyak 9 ml. Sampel yang sudah diencerkan di pipet sebanyak 1 ml untuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah berisi garam fisiologi 9 ml sehingga menjadi pengenceran 10-2 kemudian dihomogenkan. Selanjutnya sampel dipipet sebanyak 1 ml dari pengenceran 10-2 untuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi garam fisiologi 9 ml sehingga menjadi pengenceran 10-3 kemudian dihomogenkan. Demikian selanjutnya, dengan cara yang sama dibuat hingga pengenceran Tujuan dari pengenceran ini adalah untuk menurunkan jumlah bakteri sehingga pada pengenceran akhir akan didapatkan isolat murni dengan jumlah koloni yang sedikit. Pada saat melakukan pengenceran semua alat dan lingkungan harus dalam keadaan steril agar tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme lainnya.

35 22 (c). Penuangan ke dalam cawan Penuangan larutan sampel ke dalam cawan petri dilakukan dengan tujuan untuk menumbuhkan koloni bakteri dari sampel ikan tuna dan cakalang. Langkah dalam melakukan penuangan sampel yang sudah diencerkan ke dalam cawan yaitu, sampel dari pengenceran sebanyak 1 ml dituangkan ke dalam cawan petri yang sudah berisi Trypticase Soy Agar (TSA) beku sementara itu sekelilingnya dipanaskan menggunakan bunsen agar tidak terkontaminasi. Pengenceran tidak dituangkan ke dalam cawan petri karena dianggap jumlah mikroba pada pengenceran tersebut masih tinggi atau tidak dapat dihitung (TBUD). Selanjutnya dilakukan inkubasi selama 24 jam. (2) Karakterisasi isolat bakteri Setelah dilakukan inkubasi selama 24 jam, koloni bakteri yang memiliki bentuk, warna dan ukuran dominan kemudian diisolasi untuk mendapatkan isolat murni bakteri. Untuk menyatakan isolat tersebut sudah murni dilakukan uji pewarnaan gram. Koloni-koloni yang telah terpisah tunggal diinokulasi kembali ke agar miring kemudian diinkubasi. Selanjutnya dilakukan uji pewarnaan gram. Proses isolasi dan pengujian isolat bakteri dapat dilihat pada Gambar 11. Penimbangan sampel sebanyak 10 gram Penghalusan dengan mortar dan homogenisasi dalam larutan fisiologis Pengenceran hingga 10-8 Penuangan ke dalam cawan petri kemudian inkubasi selama 24 jam Inokulasi bakteri pada agar miring kemudian inkubasi selama 24 jam Pengamatan morfologi sel bakteri Gambar 11. Proses isolasi bakteri

36 23 (a) Morfologi koloni Pengamatan morfologi koloni dilakukan untuk mengetahui bentuk koloni dari atas, bantuk tepi, bentuk elevasi dan warna koloni secara visual. (b) Morfologi sel Pengamatan morfologi sel meliputi bentuk sel dan pewarnaan gram. Hasil preparat bakteri yang telah dibuat kemudian diamati bentuk selnya secara mikroskopik sehingga dapat diketahui bentuknya (kokus, batang atau spiral). Pewarnaan gram ini bertujuan untuk menentukan karakteristik mikroskopik setiap galur bakteri seperti bentuknya. Proses pewarnaan gram menggunakan empat jenis larutan, yaitu zat warna basa (Kristal violet), mordant (lugol), pencuci zat warna (alkohol), dan zat warna lain (safranin). Tahap-tahap pewarnaan gram adalah sebagai berikut: mula-mula kaca objek dibersihkan dengan kapas yang telah diberi alkohol. Selanjutnya diberi kode (label) sesuai jenis sampel yang digunakan. Biakan bakteri pada agar miring diambil menggunakan jarum ose steril dan dipindahkan di bagian tengah kaca objek yang sebelumnya telah ditetesi larutan garam fisiologis steril. Kemudian preparat tersebut dikeringkan dengan cara fiksasi di atas bunsen. Kemudian ditetesi dengan larutan kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit. Selanjutnya dibilas dengan akuades dengan cara memegang kaca objek pada posisi miring dan dikeringkan. Preparat tersebut selanjutnya ditetesi dengan lugol dan dibiarkan selama 1 menit lalu dibilas dengan akuades. Kemudian preparat ditetesi larutan pemucat warna yaitu alkohol 95%, selanjutnya dicuci dengan akuades dan dikeringkan. Preparat ditetesi larutan safranin selama 2 menit lalu dibilas dengan alkohol dan dikeringkan dengan menggunakan kertas tissu secara perlahan-lahan. Kemudian diamati bentuk selnya menggunakan mikroskop dengan pembesaran 100x10. Sebelumnya preparat ditetesi dengan minyak imersi. Bakteri dinyatakan bersifat gram negatif apabila warna selnya merah dan dinyatakan gram posistif apabila warna selnya ungu. Proses pewarnaan gram bakteri dapat dilihat pada Gambar 12.

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tuna ( Thunnus sp)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tuna ( Thunnus sp) 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tuna (Thunnus sp) Tuna digunakan sebagai nama group dari beberapa jenis ikan yang terdiri dari jenis tuna besar (Thunnus spp, seperti yellowfin

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi Ikan Tuna

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi Ikan Tuna 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Tuna Klasifikasi ikan tuna (Saanin 1984) adalah sebagai berikut : Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Teleostei Subclass : Actinopterygi Ordo : Perciformes

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Purifikasi Bakteri Isolasi merupakan proses pemindahan organisme dari habitat asli ke dalam suatu habitat baru untuk dapat dikembangbiakkan. Purifikasi merupakan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

Gambar 1 Morfologi ikan tongkol (Euthynnus sp.)

Gambar 1 Morfologi ikan tongkol (Euthynnus sp.) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Tongkol (Euthynnus sp.) Ikan tongkol memiliki bentuk tubuh seperti cerutu dengan kulit licin dan tergolong tuna kecil. Sirip dada melengkung dan sirip dubur terdapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kentang varietas Granola Kembang yang diambil dari Desa Sumberbrantas,

BAB III METODE PENELITIAN. kentang varietas Granola Kembang yang diambil dari Desa Sumberbrantas, 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi dan eksperimen yaitu dengan cara mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri endofit dari akar tanaman kentang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif 75 Lampiran 1. Metode Kerja L.1.1 Bagan kerja Air Panas - Isolasi dan Seleksi Bakteri Pemurnian Bakteri Isolat Murni Bakteri Uji Bakteri Penghasil Selulase Secara Kualitatif Isolat Bakteri Selulolitik

Lebih terperinci

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

Sampel air panas. Pengenceran 10-1 Lampiran 1. Metode kerja Sampel air panas Diambil 10 ml Dicampur dengan media selektif 90ml Di inkubasi 24 jam, suhu 50 C Pengenceran 10-1 Di encerkan sampai 10-10 Tiap pengenceran di tanam di cawan petri

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian dan Analisis Data Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif meliputi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR ISOLASI MIKROORGANISME. Disusun Oleh: Rifki Muhammad Iqbal ( ) Biologi 3 B Kelompok 6

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR ISOLASI MIKROORGANISME. Disusun Oleh: Rifki Muhammad Iqbal ( ) Biologi 3 B Kelompok 6 LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR ISOLASI MIKROORGANISME Disusun Oleh: Rifki Muhammad Iqbal (1211702067) Biologi 3 B Kelompok 6 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda pada pollard terhadap kandungan total bakteri, Gram positif/negatif dan bakteri asam laktat telah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. energi untuk kepentingan berbagai kegiatan dalam kehidupan. Bahan makanan terdiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. energi untuk kepentingan berbagai kegiatan dalam kehidupan. Bahan makanan terdiri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Pangan Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena di dalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan

Lebih terperinci

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA Waktu Kegiatan dan Judul Percobaan 2 Februari 2018 Penjelasan Awal Praktikum di Lab. Biokimia Dasar 9 Februari 2018 23 Februari 2018 2 Maret 2018 9 Maret 2018 16 Maret 2018 23

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah diambil dari Hutan Larangan Adat Rumbio Kabupaten Kampar. Sedangkan Enumerasi dan Analisis bakteri dilakukan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Sterilisasi Alat dan Bahan Semua peralatan yang akan digunakan dalam penelitian disterilisasikan terlebih dahulu. Peralatan mikrobiologi disterilisasi dengan oven pada suhu 171 o C

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014. 14 III. METODE PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI II. PEWARNAAN SEL BAKTERI TUJUAN 1. Mempelajari dasar kimiawi dan teoritis pewarnaan bakteri 2. Mempelajari teknik pembuatan apusan kering dalam pewarnaan bakteri 3. Mempelajari tata cara pewarnaan sederhana

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, bertempat di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tuna ( Thunnus sp)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tuna ( Thunnus sp) 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tuna (Thunnus sp) Ikan tuna merupakan ikan perenang cepat yang berada di epipelagis ( > 500 m) yang dapat berenang sejauh 55 km setiap hari. Persebaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui waktu pelelehan es dan proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur an tertera dengan

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI. Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PETUNJUK PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI. Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PETUNJUK PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2017 TATA TERTIB PRAKTIKUM 1. Setiap kali praktikum,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada Januari

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE

III BAHAN DAN METODE meliputi daerah Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Tanaman Kilemo di daerah Jawa banyak ditemui pada daerah dengan ketinggian 230 700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tanaman ini terutama banyak ditemui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di udara, darat, maupun laut. Keanekaragaman hayati juga merujuk pada

BAB I PENDAHULUAN. di udara, darat, maupun laut. Keanekaragaman hayati juga merujuk pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati adalah seluruh keragaman bentuk kehidupan di bumi. Keanekaragaman hayati terjadi pada semua lingkungan mahluk hidup, baik di udara, darat, maupun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif kualitatif meliputi

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif kualitatif meliputi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian dan Analisis Data Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif kualitatif

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

Gambar 1. Pengambilan Contoh untuk Pemeriksaan Biologi Pada Permukaan Secara Langsung

Gambar 1. Pengambilan Contoh untuk Pemeriksaan Biologi Pada Permukaan Secara Langsung Lampiran 1. Metode Pengambilan Contoh Air Pemeriksaan Mikrobiologi (SNI 06-2412-1991) Pengambilan contoh untuk pemeriksaan mikrobiologi dapat dilakukan pada air permukaan dan air tanah dengan penjelasan

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1. Metode Pengumpulan Data 2.1.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Sampel nasi bungkus diambil dari penjual nasi bungkus di wilayah sekitar kampus Universitas Udayana Bukit Jimbaran.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

JURNAL PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PERTANIAN. PENGENALAN ALAT Dan STERILISASI ALAT : MHD FADLI NST NIM : : AGROEKOTEKNOLOGI

JURNAL PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PERTANIAN. PENGENALAN ALAT Dan STERILISASI ALAT : MHD FADLI NST NIM : : AGROEKOTEKNOLOGI JURNAL PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PERTANIAN PENGENALAN ALAT Dan STERILISASI ALAT O L E H NAMA : MHD FADLI NST NIM : 1109008817 PRODI GROUP : AGROEKOTEKNOLOGI : A LABORATORIUM MIKROBIOLOGI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH :

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : NAMA : NUR MUH. ABDILLAH S. NIM : Q1A1 15 213 KELAS : TPG C JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai 23 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Preparasi dan Karakteristik Bahan Baku Produk tuna steak dikemas dengan plastik dalam keadaan vakum. Pengemasan dengan bahan pengemas yang cocok sangat bermanfaat untuk mencegah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR (TPP 1207) Disusun oleh : Dosen Pengampu

PETUNJUK PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR (TPP 1207) Disusun oleh : Dosen Pengampu PETUNJUK PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR (TPP 1207) Disusun oleh : Dosen Pengampu KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA

Lebih terperinci

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian 6 mudah pada medium nutrien sederhana (Pelczar dan Chan 1988). Escherichia coli bersifat motil atau non-motil dengan kisaran suhu pertumbuhannya adalah 10-40 o C, dengan suhu pertumbuhan optimum adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga pada bulan Januari-Mei

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN VI. PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada tanggal 23 Mei 2011 mengenai pengaruh suhu penyimpanan beku terhadap mikroba pada bahan pangan. Praktikum ini dilaksanakan agar praktikan dapat mengerjakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan cara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan cara 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan cara identifikasi bakteri dari probiotik yang berpotensi sebagai bahan biodekomposer.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan selama bulan Januari hingga April 2010 bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

Teknik Isolasi Bakteri

Teknik Isolasi Bakteri MODUL 3 Teknik Isolasi Bakteri POKOK BAHASAN : 1. Pengenceran Suspensi Bakteri dari Sumber Isolat/Lingkungan 2. Teknik Isolasi Bakteri (Solid and Liquid Medium) TUJUAN PRAKTIKUM : 1. Memahami persiapan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada pellet calf starter dengan penambahan bakteri asam laktat dari limbah kubis terfermentasi telah dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

Teknik Identifikasi Bakteri

Teknik Identifikasi Bakteri MODUL 5 Teknik Identifikasi Bakteri POKOK BAHASAN : 1. Teknik Pewarnaan GRAM (Pewarnaan Differensial) 2. Uji Katalase 3. Pembuatan stok agar miring TUJUAN PRAKTIKUM : 1. Mempelajari cara menyiapkan apusan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB (PKBT-IPB) Pasir Kuda, Desa Ciomas, Bogor, dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan,

Lebih terperinci

MODUL 1 PENGENALAN ALAT LABORATORIUM MIKROBIOLOGI

MODUL 1 PENGENALAN ALAT LABORATORIUM MIKROBIOLOGI MODUL 1 PENGENALAN ALAT LABORATORIUM MIKROBIOLOGI Klasifikasi Alat : 1. Alat untuk Pengamatan (Koloni dan Morfologi) 2. Alat untuk Sterilisasi 3. Alat untuk Kultivasi 4. Alat untuk Kuantifikasi Mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Surabaya sebagai tempat pengambilan sampel limbah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MIKROBA METODE PEWARNAAN GRAM : CLAUDIA PERTIWI MALIK : G : MUHAMMAD IQBAL MUSTAFA

IDENTIFIKASI MIKROBA METODE PEWARNAAN GRAM : CLAUDIA PERTIWI MALIK : G : MUHAMMAD IQBAL MUSTAFA JURNAL PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI UMUM IDENTIFIKASI MIKROBA METODE PEWARNAAN GRAM NAMA NIM KELOMPOK ASISTEN : CLAUDIA PERTIWI MALIK : G31116510 : III (TIGA) : MUHAMMAD IQBAL MUSTAFA LABORATORIUM MIKROBIOLOGI

Lebih terperinci

Zat-zat hara yang ditambahkan kedalam media tumbuh suatu mikroba adalah :

Zat-zat hara yang ditambahkan kedalam media tumbuh suatu mikroba adalah : 1. DEFINISI MEDIA Media adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat hara (nutrient) yang berguna untuk membiakkan mikroba. Dengan mempergunakan bermacammacam media dapat dilakukan isolasi, perbanyakan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan 4 kali ulangan. Faktor pertama adalah

BAB III METODE PENELITIAN. faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan 4 kali ulangan. Faktor pertama adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan 4 kali ulangan. Faktor pertama adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru.

MATERI DAN METODE. Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) dan lahan kampus Universitas Islam Negeri Sultan Syarif

Lebih terperinci

BIOKIMIA HISTAMIN. DINI SURILAYANI S.Pi., M.Sc

BIOKIMIA HISTAMIN. DINI SURILAYANI S.Pi., M.Sc BIOKIMIA HISTAMIN DINI SURILAYANI S.Pi., M.Sc HISTAMIN Senyawa yang terdapat pada daging ikan [umumnya dari family scombroid] yang di dalam dagingnya terdapat kadar histidin yang tinggi. Memiliki efek

Lebih terperinci

Gelas beker 3. Potato Dextrose Agar (PDA) 39 gr/l. Labu Erlenmeyer 4. Daging segar tanpa lemak 200 gr

Gelas beker 3. Potato Dextrose Agar (PDA) 39 gr/l. Labu Erlenmeyer 4. Daging segar tanpa lemak 200 gr TUJUAN Praktikum ini dimaksudkan untuk memberi pengetahuan kepada mahasiswa mengenai berbagai jenis media pertumbuhan mikroba dan menguasai cara-cara pembuatannnya. ALAT BAHAN Tabung Reaksi 1. Nutrien

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama dilaksanakan di laboratorium bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad, tahap

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus Lampiran 2. Hasil Identifikasi Tumbuhan Lampiran 3. Serbuk Simplisia Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitianini dilaksanakandaribulanagustus - Desember 2015 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitianini dilaksanakandaribulanagustus - Desember 2015 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. WaktudanTempat Penelitianini dilaksanakandaribulanagustus - Desember 2015 di LaboratoriumBiokimiaFakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlamUniversitas Lampung. B. AlatdanBahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini berlangsung selama tujuh bulan, yakni mulai dari bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2011. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni laboratorium in vitro. B. Subjek Penelitian 1. Bakteri Uji: bakteri yang diuji pada penelitian ini

Lebih terperinci

III. TEKNIK PEWARNAAN GRAM IDENTIFIKASI BAKTERI

III. TEKNIK PEWARNAAN GRAM IDENTIFIKASI BAKTERI III. TEKNIK PEWARNAAN GRAM IDENTIFIKASI BAKTERI Tujuan: 1. Mempelajari cara menyiapkan olesan bakteri dengan baik sebagai prasyarat untuk memeplajari teknik pewarnaan 2. Mempelajari cara melakukan pewarnaan

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki Indah Permata Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki Indah Permata Sari,2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara tropis yang dikelilingi oleh perairan dengan luas lebih dari 60% dari wilayah teritorialnya. Perairan Indonesia memiliki sumberdaya hayati

Lebih terperinci

Teknik Isolasi Bakteri

Teknik Isolasi Bakteri MODUL 3 Teknik Isolasi Bakteri POKOK BAHASAN : 1. Pengenceran Suspensi Bakteri dari Sumber Isolat/Lingkungan 2. Teknik Isolasi Bakteri TUJUAN PRAKTIKUM : 1. Memahami persiapan dan pelaksanaan pengenceran

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014. Isolasi dan karakterisasi penyebab penyakit dilakukan di Laboratorium Penyakit

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 yang bertempat di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci