BIAYA PRODUKSI ISLAMI : ALTERNATIF SOLUSI BAGI UKM MENGHADAPI ERA ACFTA. Hikmah Endraswati. STAIN Salatiga. Abstract

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BIAYA PRODUKSI ISLAMI : ALTERNATIF SOLUSI BAGI UKM MENGHADAPI ERA ACFTA. Hikmah Endraswati. STAIN Salatiga. Abstract"

Transkripsi

1 BIAYA PRODUKSI ISLAMI : ALTERNATIF SOLUSI BAGI UKM MENGHADAPI ERA ACFTA Hikmah Endraswati STAIN Salatiga Abstract The membership of Indonesia in ACFTA made the businessman primarly in UKM felt to worry. Because China's product had flooded market in Indonesia with better quality and relative cheaper price. But actually, this trade agreement opened exports opportunity to China will be bigger. China with the 1,3 milliar population in those country was interested for cooperation in the international trading. Various efforts were done to increase product competitiveness of UKM in Indonesia. One of [the] alternative solution was islamic production cost application, where total cost did not increase because used of capital not be charged with the interest rate. Key words : ACFTA, free trade, islamic production cost I. PENDAHULUAN Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between The Association of Southeast Asian Nations and The People s Republic of China (ACFTA) telah ditandatangani pada tanggal 4 November 2004 di Phnom Penh, Kamboja oleh para Kepala Negara ASEAN dan RRC. Keikutsertaan Indonesia dalam ACFTA membuat banyak pelaku usaha terutama UKM di Indonesia merasa khawatir. Karena produk China sudah membanjiri pasar di Indonesia dengan kualitas yang lebih baik dan harga yang relatif murah. Namun sebetulnya, perjanjian perdagangan ini membuka peluang ekspor ke China menjadi lebih besar lagi. Sebagai negara berpenduduk 1,3 miliar jiwa, menjalin kerja sama perdagangan dengan China menjadi menarik. Dalam setahun, 1

2 produksi domestik bruto (PDB) China bisa mencapai 6,9 triliun dollar AS. Selain itu, produk Indonesia yang semula banyak diekspor ke Amerika dan Uni Eropa setiap tahunnya semakin berkurang. Di sisi lain, tren ekspor produk ke China semakin bertambah. Nilai ekspor Indonesia Maret 2010 mencapai US$12,63 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 13,11 persen dibanding ekspor Februari Sementara bila dibanding Maret 2009 mengalami peningkatan sebesar 46,61 persen. Ekspor nonmigas ke Jepang Maret 2010 mencapai angka terbesar yaitu US$1,35 miliar, disusul Cina US$1,09 miliar, dan Amerika Serikat US$1,09 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 33,20 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa (27 negara) sebesar US$1,41 miliar. Menurut sektor, ekspor hasil industri periode Januari-Maret 2010 naik sebesar 37,54 persen dibanding periode yang sama tahun 2009, demikian juga ekspor hasil pertanian naik 15,19 persen serta ekspor hasil tambang dan lainnya naik 96,09 persen. 2

3 Tabel 1 Tabel 2 3

4 Tabel 3 Tabel 4 4

5 Dewasa ini, banyak negara di dunia sudah mengikatkan diri pada perjanjian perdagangan seperti ini, karena jika tidak mengikuti pola perdagangan ini, maka tidak akan menikmati bea masuk yang lebih murah ketika mengekspor barang ke negara lain. Indonesia akan merugi jika secara sepihak memutuskan mundur dari Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China. Apabila Indonesia mundur dari kesepakatan itu, produk Indonesia akan semakin tidak kompetitif jika dipasarkan di kawasan ASEAN dan China. Jika Indonesia menolak pelaksanaan Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN- China (ACFTA), ekspor Indonesia akan dikenai tarif standar oleh China yakni persen. Pada saat negara-negara ASEAN lainnya bisa memperoleh fasilitas bea masuk 0 persen, Indonesia dikenai tarif standar. Karena itulah produk Indonesia akan semakin tidak kompetitif. Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan, Diah Maulida, nilai ekspor China ke ASEAN sepanjang sepuluh bulan 2009 mencapai 102,67 miliar dollar AS. Barang-barang ekspor China sebagian besar berupa komputer dan perkakasnya serta ponsel. Sementara itu, produk impor China umumnya berupa hasil bumi dan komoditas. Impor dari ASEAN ke China bernilai hingga 105,06 miliar dollar AS. Berarti, China sebetulnya defisit 2,38 miliar dollar AS. Meskipun defisit, pengusaha Indonesia tetap merasa terancam dengan banjirnya produk China di pasar domestik. Karena nilai ekspor Indonesia ke China kecil sekali, hanya 13,55 miliar dollar AS atau 1,35 persen dari total impor China. Dari total nilai ekspor ini, ekspor produk pertanian mencapai 4,8 miliar dollar AS. Produk pertambangan mencapai 1,8 miliar dollar AS, dan produk industri 5

6 mencapai 109,6 juta dollar AS. Karena itulah ACFTA menjadi peluang besar untuk meningkatkan ekspor ke China. ACFTA bisa membuka peluang pasar produk Indonesia ke China. Namun, hal itu harus diiringi dengan penguatan daya saing usaha kecil dan menengah (UKM) Indonesia, terutama untuk tekstil, alas kaki, dan mainan anak. Selain itu pemerintah perlu memberikan kesiapan sarana infrastruktur yang memadai seperti kecukupan kebutuhan listrik sehingga UKM menjadi kompetitif. II. PEMBAHASAN 1. Definisi ACFTA Definisi ACFTA menurut Departemen Keuangan RI adalah kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas dengan negara China. 2. Tujuan ACFTA Tujuan Framework Agreement ACFTA adalah (a) memperkuat dan meningkatkan kerjasama perdagangan kedua pihak; (b) meliberalisasikan perdagangan barang dan jasa melalui pengurangan atau penghapusan tariff; (c) mencari area baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua pihak; (d) memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani gap yang ada di kedua belah pihak. Untuk melaksanakan ACFTA, ada beberapa barang yang masuk dalam EHP. Tujuan The Early Harvest 6

7 Programme (EHP) adalah mempercepat implementasi penurunan tariff barang. Tabel 3. Cakupan Produk yang Masuk EHP ACFTA Chapter Deskripsi 01 Hewan hidup 02 Daging dan produk daging dikonsumsi 03 Ikan 04 Produk susu 05 Produk hewan lainnya 06 Pohon hidup 07 Sayuran dikonsumsi 08 Buah-buahan dikonsumsi dan nuts 3. Teori Perdagangan Internasional Menurut David Ricardo dalam Samuelson (2000), suatu negara masih memungkinkan untuk meraih keuntungan dari perdagangan internasional meskipun secara absolut produknya tidak unggul. Sebab keuntungan dari perdagangan internasional bisa diciptakan dengan memproduksi dan mengekspor barang yang memiliki produktivitas tinggi atau keunggulan komparatif. Sebaliknya, negara yang bersangkutan lebih baik mengimpor produk yang tidak memiliki keunggulan komparatif. Pendapat ini dipertegas oleh pemikiran Hecksher Ohlin, yaitu suatu negara hendaknya berspesialisasi pada produk yang dibuat dengan kelimpahan sumber daya. Jadi, negara yang dilimpahi sumber daya alam hendaknya mengekspor produk yang diproduksi dengan sumber daya alam berlimpah. Sebaliknya, negara itu sebaiknya mengimpor produk yang dihasilkan dengan sumber daya alam yang langka. 7

8 Meskipun kenyataannya kedua teori ini mengandung kelemahan, seperti bersifat statis dan mengabaikan aspek mobilitas sumber daya, kita bisa mengambil sedikit kelebihan dari teori ini. Teori ini kemudian dipadukan dengan teori perdagangan lain yang lebih komprehensif, seperti keunggulan kompetitif dan daya saing ekspor. Bagaimana jika terjadi liberalisasi yang memungkinkan sumber daya bergerak dengan mudah lintas negara? Mungkinkah suatu negara masih bisa menciptakan keuntungan dari perdagangan internasionalnya? Liberalisasi perdagangan dapat menciptakan dua efek, yaitu trade creation dan trade divertion. Tulisan ini hanya fokus pada trade creation. Trade creation terjadi jika ada pengalihan perdagangan dari negara anggota yang biayanya mahal ke negara anggota yang biayanya murah. Artinya, kegiatan impor akan beralih ke negara-negara yang struktur biayanya murah. Bagaimana caranya memiliki struktur biaya murah? Jika kita merunut lagi teori di atas, solusinya adalah berspesialisasi pada produk yang bisa dihasilkan dengan kelimpahan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang produktif. Struktur biaya rendah sebenarnya dapat diciptakan dengan melakukan spesialisasi pada produk unggul tersebut. Dengan spesialisasi, seluruh sumber daya akan dikerahkan untuk menciptakan produk tersebut. Hasilnya, akan tercipta skala ekonomi. Dengan skala ekonomi, struktur biaya akan menurun seiring peningkatan hasil yang lebih besar. 8

9 4. Biaya Produksi Islami Abdurrahman Ibnu Khaldun atau Abu Zayd menyatakan bahwa kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang di negara tersebut. Kekayaan suatu negara ditentukan oleh tingkat produksi domestik dan neraca pembayaran yang positif dari negara tersebut. a. Tingkat Produksi Domestik Sektor produksi menjadi motor pembangunan yang menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan pekerja, dan menimbulkan permintaan atas faktor produksi lainnya. Menurut Lipsey (2000) dalam teori ekonomi kemampuan untuk memproduksi sesuatu digambarkan oleh grafik Production Possibility Frontier (PPF). Misalnya orang memiliki pilihan untuk memproduksi dua jenis barang yaitu beras dan jagung dengan sumber daya yang dimilikinya. Sumbu X menggambarkan kemampuan memproduksi beras, sedang sumbu Y untuk jagung. Kurva PPF menggambarkan tingkat produksi maksimal yang mungkin dicapai dengan sumber daya yang dimiliki. Semakin besar PPF berarti semakin tinggi tingkat produksinya, semakin tinggi tingkat kekayaan negara tersebut. b. Neraca Pembayaran Positif Ibnu Khaldun menegaskan bahwa neraca pembayaran yang positif akan meningkatkan kekayaan negara tersebut. Neraca pembayaran yang positif menggambarkan dua hal yaitu (1) tingkat produksi negara tersebut 9

10 untuk suatu jenis komoditi lebih tinggi daripada tingkat permintaan domestik negara tersebut atau supply lebih besar dibanding demand, sehingga memungkinkan negara tersebut melakukan ekspor, (2) tingkat efisiensi negara tersebut lebih tinggi dibandingkan negara lain. Dengan efisiensi yang lebih tinggi maka komoditi suatu negara mampu masuk ke negara lain dengan harga yang lebih kompetitif. Dalam level makro bahasan kita adalah kemampuan suatu produksi suatu negara, sedangkan dalam level mikro bahasan kita adalah kemampuan produksi suatu produsen. Secara grafis, pendapat Ibnu Khaldun dapat digambarkan dengan tingkat utilitas yang berada di luar PPF. Hal ini berarti negara yang melakukan perdagangan internasional akan menikmati tingkat kesejahteraan yang lebih baik dibandingkan dengan tidak melakukan perdagangan internasional. Dalam ilmu ekonomi konsep ini dikenal dengan gain from trade. Tanpa adanya perdagangan, maka tingkat kesejahteraan tertinggi dicapai ketika kurva utilitas bersinggungan dengan PPF yaitu pada titik autarky (titik memenuhi kebutuhan sendiri). Sedangkan adanya perdagangan akan mendorong kurva utilitas ke tingkat yang lebih tinggi yang tidak mungkin dicapai oleh PPF. Pada titik autarky, relative price antara beras dan jagung digambarkan oleh garis harga (price line-pau). Sekarang seandainya produsen ini mempunyai tingkat efisiensi yang relatif lebih tinggi dalam memproduksi beras dari produsen lain, maka ia akan mengalokasikan 10

11 lebih banyak sumber daya untuk memproduksi beras. Sehingga jumlah beras yang diproduksinya menjadi Qb 2, dan jumlah jagung yang diproduksinya menjadi turun menjadi Qj 2. Kelebihan produksi beras ini diperdagangkan dengan harga yang berlaku Pp. Dengan price line yang baru ini, produsen dapat menaikkan utilitasnya. Gambar 1 Kurva Teori Produksi Ibn Khaldun (Sumber : Adiwarman, 2001) Jagung Jagung Qj 1 Qj 2 Pau Beras Qb 1 Qb 2 pp Beras c. Faktor Produksi Menurut pandangan Baqir Sadr (1979) ilmu ekonomi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu Philosophy of Economics dan Science of Economics. Perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi konvensional terletak pada philosophy of economics, bukan pada science of economics. Philosophy of Economics memberikan ruh pemikiran dengan nilai-nilai 11

12 Islam dan batasan-batasan syariah. Sedangkan science of economics berisi alat-alat analisa ekonomi yang dapat digunakan. Dengan kerangka pemikiran ini, maka faktor produksi dalam ekonomi islam tidak berbeda dengan faktor produksi dalam ekonomi konvensional yaitu tenaga kerja, bahan baku dan bahan penolong dan modal. Diantara ketiga faktor produksi ini, faktor modal menjadi berbeda karena ekonomi konvensional menetapkan bunga sedangkan ekonomi islam tidak. Pengenaan bunga pada faktor produksi memberikan dampak yang luas bagi tingkat efisiensi produksi. Kurva berikut ini sumbu X mencerminkan kuantitas dan sumbu Y mencerminkan penerimaan (Rp) Gambar 2 Kurva Total Cost (Sumber : Lipsey, 2000) TR Rp TC FC d. Kurva Biaya Biaya yang dikeluarkan oleh produsen terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap. Sehingga TC = FC + VC. Fixed cost (FC) besarnya tidak dipengaruhi oleh berapa banyak output atau produk yang dihasilkan. Karena itu, FC digambarkan sebagai garis horizontal dimana berapapun output yang dihasilkan, biayanya tetap. Salah satunya adalah biaya bunga. Q 12

13 Besarya bunga tergantung pada berapa banyak kredit yang diterima produsen dan bukan pada berapa banyak ouput yang dihasilkan. Variable cost (VC) ditentukan oleh berapa banyak output yang dihasilkan. Misalnya untuk setiap 1 kg beras yang dihasilkan membutuhkan biaya Rp. 1000,- berarti untuk menghasilkan 2 kg beras dibutuhkan biaya Rp. 2000,-. Dengan adanya beban bunga, maka FC akan naik dan demikian pula dengan TC. Hal ini tidak terjadi pada sistem bagi hasil. Naiknya TC akan mendorong BEP dari titik Q menjadi Q 1. Gambar 3 Kurva Biaya Produksi dengan Suku Bunga (Sumber : Adiwarman, 2001) Rp TR TCi TC FCi FC Q Qi Q e. Kurva Penerimaan Jika harga beras 1 kg adalah Rp. 5500,- maka penerimaan untuk 2 kg beras adalah Rp ,-. Dengan adanya beban bunga yang harus dibayar tidak akan mempengaruhi penerimaan. Oleh karena itu kurva penerimaan dalam sistem bunga Tri = TR. Sementara dalam sistem bagi hasil yang terpengaruh adalah penerimaannya. Misalnya, telah terjadi 13

14 kesepakatan bagi hasilnya adalah 70 : 30 dari penerimaan (70% untuk produsen dan 30% untuk pemodal). Bila terjual satu kg maka bagi hasil yang diterima produsen adalah Rp 3850,- dan bila dua kg maka menjadi Rp. 7700,- Jadi dalam sistem bunga yang berubah adalah TC dimana kurva TC akan bergeser pararel ke kiri atas, sedangkan dalam sistem bagi hasil yang berubah adalah kurva TR. Kurva TR akan berputar ke arah jarum jam dengan titik 0 sebagai sumbu putarannya. Semakin besar nisbah bagi hasil yang diberikan kepada pemodal (ekstrimnya limit dari nisbah 0:100) semakin kurva TR mendekati sumbu horizontal sumbu X. Titik BEP adalah titik impas yaitu ketika kurva TR berpotongan dengan kurva TC, atau secara matematis titik BEP terjadi ketika TR = TC. Dengan berputarnya kurva total penerimaan dari TR menjadi TRrs, titik BEP yang tadinya ada pada jumlah output Q sekarang menjadi pada jumlah output Qrs. Dari sisi BEP, kita tidak dapat mengatakan bahwa sistem bunga akan berproduksi pada tingkat output yang lebih kecil, lebih besar atau sama dengan tingkat output sistem bagi hasil. Di kedua sistem ini kita mendapatkan bahwa Qi > Q dan Qrs > Q. Apakah Qi > Qrs atau Qi < Qrs atau Qi = Qrs ditentukan dari berapa besar bunga dibandingkan dengan berapa besar nisbah bagi hasil. Perbedaannya adalah pada penyebabnya, bila Qi disebabkan naiknya TC, maka Qrs disebabkan berputarnya TR. 14

15 Dalam akad muamalat Islam, dikenal akad mudharabah yaitu akad antara si pemodal dengan si pelaksana. Antara si pemodal dan si pelaksana harus disepakati nisbah bagi hasil yang akan menjadi pedoman pembagian apabila usaha tersebut menghasilkan keuntungan. Namun apabila usaha tersebut menimbulkan kerugian, maka pemodal akan menanggung sesuai penyertaan modalnya. Jika pelaksana menanggung rugi, maka disebabkan karena ia lalai atau melanggar syarat yang telah disepakati bersama. Selain menyepakati nisbah bagi hasil, mereka juga harus sepakat siapa yang menanggung biaya. Apabila biaya ditanggung oleh pelaksana, maka yang dilakukan adalah revenue sharing. Dan sebaliknya jika disepakati yang menanggung biaya adalah pemodal, maka yang dilakukan adalah profit sharing. Berputarnya TR ke arah jarum jam dengan titik 0 sebagai sumbu putarannya, adalah keadaan yang menggambarkan akad revenue sharing. Gambar 4 Kurva Produksi Dengan Revenue Sharing (Sumber : Adiwarman, 2001) Rp TR TC TRrs FC Q Qrs Q 15

16 Apabila yang disepakati adalah mudarabah yang biaya-biayanya ditanggung oleh si pemodal, atau dengan kata lain, dengan system profit sharing, maka kurva total penerimaan berputar ke arah jarum jam dengan titik BEP sebagai sumbu putarannya. Tingkat produksi sebelum titik BEP tercapai (Q < Qps) adalah keadaan dimana total biaya lebih besar daripada total penerimaan (TC > TR). Dalam keadaan ini belum ada keuntungan yang dapat dibagihasilkan. Sesuai kesepakatan bahwa biaya ditanggung pemodal, maka kerugian menjadi tanggung jawab pemodal. Karena itu, kurva TR berputar ke arah jarum jam dengan titik BEP sebagai sumbu putarannya. Perbedaan kedua antara system revenue sharing dengan system profit sharing dalam akad mudarabah adalah pada seberapa jauh kurva TR berputar. Pada system revenue sharing, kurva TR akan berputar sampai mendekati garis horizontal sumbu X. Sedangkan dalam system profit sharing, kurva TR hanya akan berputar di dalam TR dan TC, yaitu area yang menggambarkan besarnya keuntungan. Dalam system profit sharing, TR tidak dapat berputar melewati TC, karena pada area itu sudah tidak ada lagi keuntungan yang akan dibagihasilkan. Apabila di dalam akad mudarabah ditentukan bahwa penyertaan si pelaksana harus nihil, maka penyertaan pemodal harus 100%, maka dalam akad musyarakah penyertaan modal berasal dari dua orang. Keduanya harus menyepakati nisbah bagi hasil yang akan menjadi pedoman pembagian apabila usaha tersebut menghasilkan keuntungan. Namun, 16

17 apabila usaha tersebut menghasilkan kerugian, maka kerugian ditanggung sesuai dengan penyertaan modalnya. Jika A memberikan modal 100 juta dan B memberikan modal 200 juta, maka dengan nisbah 50:50, jika keuntungan yang diperoleh adalah 10 juta, maka masing-masing akan memperoleh 5 juta, sedangkan jika menderita kerugian, misalnya Rp. 9 juta, maka masing-masing A akan memikul kerugian Rp. 3 juta dan B memikul kerugian Rp. 6 juta. Secara grafis, keadaaan merugi digambarkan oleh area sebelum tercapainya BEP dimana Q < Qps, sedangkan keadaan keuntungan digambarkan oleh area setelah tercapainya BEP. Pembagian keuntungan tidak perlu simetris seperti pada pembagian kerugian karena pembagian keuntungan berdasarkan nisbah sementara pembagian kerugian berdasarkan penyertaan modal. Gambar 5 Kurva Produksi dengan Profit Sharing (Sumber : Adiwarman, 2001) Rp TR TRps TC Qps Q 17

18 5. Keterkaitan ACFTA dengan Biaya Produksi Islami ACFTA seakan membuka tabir keterlenaan diri kita akan konsep efisiensi, konsistensi kebijakan, koordinasi kebijakan, keberlanjutan program, kepatuhan pada hukum, itikad politik, pelestarian budaya lokal, serta jati diri. Agar produk UKM di Indonesia dapat bersaing dengan produk dari China maupun dari negara ASEAN lainnya, maka implementasi biaya produksi islami merupakan salah satu solusinya karena pengenaan bunga pada faktor produksi memberikan dampak yang luas bagi tingkat efisiensi produksi.. Dengan biaya produksi islami, total cost tidak akan berubah (atau meningkat), tetapi yang berubah adalah total revenue yang diterima pengusaha apakah berdasarkan revenue sharing atau profit sharing. Karena total cost tidak naik, maka harga produk juga tidak akan mengalami peningkatan. Kalau harga produk menjadi lebih rendah dengan menggunakan konsep biaya produksi islami, maka akan meningkatkan daya saing produk UKM. Total cost yang tidak meningkat ini harus pula diimbangi dengan peningkatan kualitas dan kreativitas pengusaha UKM agar memiliki ciri unik yang tidak dimiliki atau sulit ditiru oleh pengusaha lainnya. 6. Perkembangan Implementasi ACFTA a. Penolakan ekspor buah-buahan Indonesia. Pada bulan April 2006, perusahaan eksportir buah-buahan nasional PT Friendship Prima telah melayangkan complain adanya penolakan ekspor produk papaya, 18

19 mangga dan salak oleh Kepabeanan RRC, alasannya Indonesia hanya diperbolehkan mengekspor manggis, pisang, dan longan. Pada konsultasi bilateral RI RRC di Hanoi, Vietnam, Indonesia telah meminta klarifikasi dari pihak China atas penolakan ekspor buahbuahan tersebut., tetapi tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan karena instansi yang berwenang tidak ikut serta dalam sidang. b. Konsesi Tariff Bea Masuk Cocoa Powder dan Chili Powder China- Indonesia. Pada pertemuan bilateral disela sidang ke 21 TNC/TNG ACFTA, Delegasi China menawarkan konsesi tariff bebas bea masuk (0%) atas produk cocoa powder Indonesia ke China atau turun dari 15 %.yang berlaku saat ini. Sebagai kompensasinya China mengusulkan agar Indonesia dapat memberikan preferensi tarif (0%) untuk produk chili powder, atau turun dari 5% yang berlaku saat ini 7. Solusi terhadap Pelaksanaan ACFTA yang Sudah dan Harus Dilakukan Pemerintah Bagi UKM a. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) mampu menjadi jalan keluar bagi KUKM dalam menghadapi perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA). Dana sekitar Rp 20 triliun tiap tahunnya selama lima tahun ke depan dapat dipinjamkan kepada rakyat melalui KUR. Relaksasi untuk mempermudah pelaku KUKM mengakses KUR seperti bagi kredit mikro di bawah Rp 5 juta tidak dipersyaratkan 19

20 agunan dan BI checking serta bagi calon debitur yang memiliki kredit konsumtif tetap dimungkinkan mengakses KUR. Penyaluran KUR sejak Januari 2008 sampai Januari 2010 mencapai Rp 17,542 triliun melayani 2,4 juta debitur dengan rata-rata kredit Rp 7,24 juta/orang. Bank Indonesia mencatat bahwa perbaikan dalam penyaluran kredit perbankan mulai ada, terutama untuk kredit modal kerja atau KMK. Berdasarkan data Februari 2010, nilai kredit yang disalurkan perbankan rata-rata sekitar Rp 7 triliun per minggu. Pertumbuhan kredit masih sekitar 10 persen secara yoy (year on year) dan belum berubah. Penyaluran kredit yang terus membaik diharapkan akan mendongkrak kegiatan perekonomian sehingga hal itu bisa menyejahterakan rakyat. Pertumbuhan kredit yang terus membaik tersebut terutama untuk KMK dan kredit investasi. b. Mendorong UKM untuk menghasilkan produk dengan kandungan lokal yang tinggi karena lebih tahan terhadap krisis. Sementara pertumbuhan produk yang kandungan impornya tinggi malah negatif. Karena komponen impor sangat terpengaruh oleh fluktuasi nilai tukar. c. Setidaknya ada empat produk yang akan terdampak perdagangan bebas ASEAN-China, yaitu tekstil, manufaktur, kendaraan, dan besi. Pemerintah daerah perlu memetakan daerah yang memiliki kemampuan memproduksi keempat macam produk itu, untuk 20

21 kemudian diperkuat kemampuannya guna mengimbangi produk yang sama dari negara-negara ASEAN dan China. d. Dalam menghadapi ACFTA, pemerintah pusat dan daerah terus meningkatkan keterampilan tenaga kerja sehingga proses produksi dapat lebih efisien. e. Kerja sama perdagangan antar pemerintah kabupaten semakin diperkuat. Seiring itu, masing-masing daerah perlu mengembangkan one village one product. Spesialisasi produk pada satu daerah akan membuat perdagangan lebih mudah terjangkau dan tersentral. f. Pemasaran produk lokal lewat internet agar jangkauan area pemasaran menjadi lebih luas. Pemasaran lewat internet sudah dilakukan oleh beberapa pemerintah kabupaten untuk mempromosikan produk unggulan masing-masing daerah. g. Efisiensi biaya lebih diperlukan untuk memenangkan persaingan dalam ACFTA daripada melakukan proteksi terhadap produksi dalam negeri. h. Pemerintah perlu membuat kebijakan yang pro pengusaha nasional. Salah satu langkah konkret menghadapi persaingan ACFTA adalah soal pengadaan barang dan jasa dengan penggunaan produk dalam negeri. 21

22 i. Pemerintah mendorong pengrajin untuk menghasilkan produk handmade dan meningkatkan kreativitas perajin. Karena meniru kerajinan handmade akan lebih sulit daripada produksi massal. j. Meningkatkan kebersamaan antara perajin untuk mempermudah permodalan misalnya dengan cara membentuk koperasi. k. Regulasi sangat diperlukan untuk keberlangsungan UKM yang mengatur tentang keadilan berbisnis. Sejak tahun 2008, regulasi tentang hal ini sudah digagas, yaitu UU No 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Undang-undang tersebut mengatur perizinan, kemitraan usaha, tat acara sanksi administrasi, dan pengembangan usaha UMKM. UU Nomor 20 Tahun 2008 mengatur tentang perizinan UMKM mudah, murah, cepat dengan penyelenggaraan satu pintu. Keberadaan undang-undang ini berusaha untuk melindungi UMKM agar tidak terimbas dengan perusahaan besar. l. Masalah kemitraan seringkali mematikan industri UKM. Hal ini disebabkan perusahaan besar lebih mudah mendapatkan mitra karena secara kualitas pasti sudah terjamin, tetapi tidak berarti UKM tidak berkualitas. Karena itu, dibentuk pula Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk mengawasi jalannya hubungan kemitraan usaha. Ada beberapa produk yang termasuk dalam `early harvest` program seperti produk hortikultura dan daging yang akan segera dihapuskan tarifnya sampai nol persen. 22

23 m. Pemerintah dan pelaku bisnis diharapkan dapat bermain cerdik dalam perdagangan bebas. Misalnya, untuk mengurangi laju barang-barang China yang masuk Indonesia khususnya makanan dan daging, pemerintah bisa menggunakan alibi kondisi sosial religius masyarakat Indonesia sebagai rem. produk-produk China khususnya daging, makanan, dan minuman harus dijamin kehalalannya melalui Majelis Ulama Indonesia (MUI), katanya. Jika tidak halal berarti barang tersebut tidak bisa masuk Indonesia. Pemerintah juga bisa menggunakan alibi barang-barang itu harus memenuhi kualifikasi standar nasional Indonesia (SNI). III. SIMPULAN Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ACFTA merupakan peluang besar bagi produk Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasarnya khususnya di kawasan ASEAN dan China. Kerjasama perdagangan ini sangat menguntungkan karena adanya pembebasan tariff untuk beberapa produk yang telah disepakati, sehingga produk dapat dijual dengan harga relatif lebih murah. Apabila Indonesia mundur dari perjanjian perdagangan ini, justru akan merugikan produk Indonesia sendiri, karena tidak dapat menikmati bebas tariff perdagangan antara Negara ASEAN dengan China sehingga produk Indonesia menjadi semakin tidak kompetitif. Berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia salah satunya adalah dengan implementasi biaya produksi islam 23

24 yang fokus pada faktor produksi modal. Konsep ini menawarkan penggunaan modal tanpa bunga, sehingga total cost tidak akan naik, dan selanjutnya harga juga tidak akan naik, dan pada akhirnya akan mendorong pada daya saing yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Karim., Adiwarman Azwar, 2001, Islamic Microeconomics, Muamalat Institute, IIIT, Jakarta Lipsey, 2000, Introduction to Micro Economics, John Willey & Sons, New York Samuelson, 2000, Introduction to Macro Economics, John Willey & Sons, New York.., 2010, Data Perkembangan Ekspor Impor Indonesia, Biro Pusat Statistik, Jakarta, 2008, ACFTA, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta www. Kompas.com 24

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

Boks 1 SURVEI : DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP UMKM DI PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG

Boks 1 SURVEI : DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP UMKM DI PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG Boks SURVEI : DAMPAK ASEAN CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) TERHADAP UMKM DI PROVINSI RIAU I. LATAR BELAKANG Kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area/FTA) telah menghasilkan paradigma terhadap keunggulan

Lebih terperinci

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia Tahun 2001, pada pertemuan antara China dan ASEAN di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, Cina menawarkan sebuah proposal ASEAN-China

Lebih terperinci

DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT))

DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT)) DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT)) Resume Muhammad Akbar Budhi Prakoso 151040071 JURUSAN ILMU HUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB 6 TEORI BIAYA ISLAM

BAB 6 TEORI BIAYA ISLAM BAB 6 TEORI BIAYA ISLAM A. Pendahuluan Dalam ajaran Islam, pemanfaatan sumber daya merupakan sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah. Kegiatan tersebut harus dengan prinsip keadilan tanpa adanya unsur

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan kerajinan batiknya. Kerajinan batik telah secara turun-temurun diwariskan dari generasi ke generasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekspor merupakan salah satu bagian penting dalam perdagangan internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan sebagai total penjualan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

Strategi Pengusaha Lokal dalam Menghadapi China ASEAN Free Trade Agreement 2010

Strategi Pengusaha Lokal dalam Menghadapi China ASEAN Free Trade Agreement 2010 Strategi Pengusaha Lokal dalam Menghadapi China ASEAN Free Trade Agreement 2010 Priyo Hadi Sutanto & Joko Mogoginta Kusuma Sahid Prince Hotel Solo, 26 Maret 2010 2010 All Rights Reserved. 19 Juli 1991

Lebih terperinci

ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif Rabu, 07 April 2010

ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif Rabu, 07 April 2010 ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif Rabu, 07 April 2010 Awal tahun 2010 dimulai dengan hentakan pemberlakuan ACFTA atau ASEAN-China Free Trade Area. Pro-kontra mengenai pemberlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, seperti Indonesia serta dalam era globalisasi sekarang ini, suatu negara tidak terlepas dari kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perjalanan waktu yang penuh dengan persaingan, negara tidaklah dapat memenuhi sendiri seluruh kebutuhan penduduknya tanpa melakukan kerja sama dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015 Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015 Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 segera dimulai. Tinggal setahun lagi bagi MEA mempersiapkan hal ini. I Wayan Dipta, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK,

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS?

SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS? SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS? Oleh: Ahmad Syariful Jamil, S.E., M.Si Calon Widyaiswara Ahli Pertama Belum selesai proses penarikan diri Inggris dari keanggotaan Uni Eropa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tanaman Apel Apel adalah jenis buah-buahan, atau buah yang dihasilkan dari pohon buah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan teknis perdagangan (technical barriers to trade) dengan mengurangi atau menghilangkan tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara dianggap sebagai proses alokasi sumber daya ekonomi antar negara dalam rangka meningkatkan derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. IV.1 Kesimpulan

BAB IV PENUTUP. IV.1 Kesimpulan 95 BAB IV PENUTUP IV.1 Kesimpulan Dengan masuknya China ke dalam ASEAN Free Trade Area akan meningkatkan pemasukan dari masing-masing negara anggota, karena pangsa pasar China yang begitu besar, dan begitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI A. Definisi Pengertian perdagangan internasional merupakan hubungan kegiatan ekonomi antarnegara yang diwujudkan dengan adanya proses pertukaran barang atau jasa atas dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan aspek yang sangat penting dalam. perekonomian setiap Negara di dunia. Tanpa adanya perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan aspek yang sangat penting dalam. perekonomian setiap Negara di dunia. Tanpa adanya perdagangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan aspek yang sangat penting dalam perekonomian setiap Negara di dunia. Tanpa adanya perdagangan internasional, kebutuhan suatu

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kunci penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang sehat adalah sinergi antara sektor moneter, fiskal dan riil. Bila ketiganya dapat disinergikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1. perubahan perilaku konsumsi dan transaksi dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1. perubahan perilaku konsumsi dan transaksi dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat saat ini, secara sadar memahami bahwa dalam pola hidup bermasyarakat, penegakan hukum sangat berperan penting, tidak hanya mengatur bagaimana manusia berperilaku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan kini telah menjadi fenomena dunia. Hampir di seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok perdagangan bebas

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tinjauan pustaka ini akan disampaikan teori-teori yang digunakan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tinjauan pustaka ini akan disampaikan teori-teori yang digunakan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada tinjauan pustaka ini akan disampaikan teori-teori yang digunakan untuk menerangkan pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB), kurs, cadangan devisa, tingkat suku bunga riil, dan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan Oleh : Feryanto W. K. Sub sektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian serta bagi perekonomian nasional pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan adalah mekanisme pembagian keuntungannya. Pada bank syariah,

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan adalah mekanisme pembagian keuntungannya. Pada bank syariah, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia saat ini organisasi bisnis Islam yang berkembang adalah bank syariah. Salah satu penyebab yang menjadikan bank syariah terus mengalami peningkatan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan sumber vitamin A, C, serat, dan mineral yang sangat berguna sebagai zat pengatur tubuh manusia. Vitamin dan mineral yang banyak terkandung dalam

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax: SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 Kinerja Ekspor Nonmigas Triwulan I Mencapai Tingkat Tertinggi Memperkuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbankan di Indonesia secara umum. Sistem perbankan syariah juga diatur dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. perbankan di Indonesia secara umum. Sistem perbankan syariah juga diatur dalam Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan peran perbankan syariah di Indonesia tidak terlepas dari sistem perbankan di Indonesia secara umum. Sistem perbankan syariah juga diatur dalam Undang-

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Laju pertumbuhan Produk domestik bruto (PDB) Saudi Arabia selama kuartal kedua tahun 2015

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam perdagangan internasional tidak lepas dari negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Apalagi adanya keterbukaan dan liberalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok menurut Simchy-Levi dan Kaminsky (2003) adalah

I. PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok menurut Simchy-Levi dan Kaminsky (2003) adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen rantai pasok menurut Simchy-Levi dan Kaminsky (2003) adalah sebuah pendekatan yang digunakan secara efisien dalam mengintegrasikan pemasok, pabrik, gudang, dan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Maret 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 111 Telp: 21-386371/Fax: 21-358711 www.kemendag.go.id Ekspor Nonmigas 21 Mencapai Rekor Tertinggi Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri Indonesia bertumpu kepada minyak bumi dan gas sebagai komoditi ekspor utama penghasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN. CAFTA dibuat untuk mengurangi bahkan menghapuskan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN. CAFTA dibuat untuk mengurangi bahkan menghapuskan hambatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang CAFTA merupakan perjanjian area perdagangan bebas antara China dan ASEAN. CAFTA dibuat untuk mengurangi bahkan menghapuskan hambatan perdagangan barang tarif maupun

Lebih terperinci

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi yang semakin maju ini ada banyak isu-isu yang berkembang. Bukan hanya isu mengenai hard power yang menjadi perhatian dunia, tetapi isu soft

Lebih terperinci

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax: KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021-23528446/Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Prospek Ekspor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia, karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas

Lebih terperinci

Kata kunci: China ASEAN Free Trade Area (CAFTA), ekspor, impor, volume, harga

Kata kunci: China ASEAN Free Trade Area (CAFTA), ekspor, impor, volume, harga ANALISIS DAMPAK CAFTA (CHINA ASEAN FREE TRADE AREA) TERHADAP PERDAGANGAN JERUK SUMATERA UTARA MARIA GULTOM 1), TAVI SUPRIANA 2), SALMIAH 3) Program Studi Agribisnis 1) Fakultas Pertanian 2) Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam 219 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 8.1.1. Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil bahwa guncangan ekspor nonagro berpengaruh positip pada kinerja makroekonomi Indonesia, dalam

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya. BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai aliran perdagangan dan investasi pada kawasan integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Integrasi ekonomi memberi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. strategi rantai pasok tersebut umumnya terjadi trade off antara kecepatan

I. PENDAHULUAN. strategi rantai pasok tersebut umumnya terjadi trade off antara kecepatan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen rantai pasok menurut Simchy-Levi dan Kaminsky (2003) adalah sebuah pendekatan yang digunakan secara efisien dalam mengintegrasikan pemasok, pabrik, gudang, dan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU Oleh : Budiman Hutabarat Delima Hasri Azahari Mohamad Husein Sawit Saktyanu Kristyantoadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Untuk memulai hal tersebut akan dipaparkan contoh yang sangat sederhana.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Untuk memulai hal tersebut akan dipaparkan contoh yang sangat sederhana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan manusia dalam kesehariannya memang tidak dapat dilepaskan dari berbagai aspek. Aspek tersebut antara lain seperti aspek hukum, ekonomi, sosial, budaya

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi 329 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam periode September 1994 - Oktober 2009 terbukti telah terjadi banjir impor bagi komoditas beras, jagung dan kedele di Indonesia, dengan tingkat tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri garmen semakin mengglobal. Perkembangan ini dimulai

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri garmen semakin mengglobal. Perkembangan ini dimulai BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perkembangan industri garmen semakin mengglobal. Perkembangan ini dimulai dengan adanya mesin-mesin pembuat kain, baik yang menggunakan sistem rajut maupun dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM 10. URUSAN KOPERASI DAN UKM Pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami

BAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Persaingan global merupakan masalah besar bagi industri tekstil dan produk tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 merupakan momen yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 merupakan momen yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 merupakan momen yang menakutkan bagi perekonomian Indonesia. Krisis pada saat itu telah mengganggu seluruh

Lebih terperinci

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE 5.1. Aliran Perdagangan dan Kondisi Tarif Antar Negara ASEAN Plus Three Sebelum menganalisis kinerja ekspor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Juli 2014, neraca perdagangan Thailand dengan Dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan sumber daya yang dimiliki setiap negara dan keterbukaan untuk melakukan hubungan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bakat, dan IPTEK beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah

BAB I PENDAHULUAN. bakat, dan IPTEK beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas sekarang ini, manusia dengan ide, bakat, dan IPTEK beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah melewati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengelola dana masyarakat secara baik dan benar.

BAB I PENDAHULUAN. mengelola dana masyarakat secara baik dan benar. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perbankan merupakan bidang usaha yang dapat meningkatan pertumbuhan dan perkembangan perekonomian di suatu negara. Oleh karena itu, perbankan diharapkan mampu

Lebih terperinci

BAB 7 TEORI PENAWARAN ISLAM

BAB 7 TEORI PENAWARAN ISLAM BAB 7 TEORI PENAWARAN ISLAM A. Pendahuluan Pembahasan teori penawaran pada ekonomi Islam sebenarnya merupakan kelanjutan dari pembahasan tentang teori permintaan dalam ekonomi Islam. Telah dibahas pada

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pada penelitian tentang penawaran ekspor karet alam, ada beberapa teori yang dijadikan kerangka berpikir. Teori-teori tersebut adalah : teori

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010 SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 111 Telp: 21-386371/Fax: 21-358711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas November 21 Memperkuat Optimisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tidak sekedar di tunjukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi. perekonomian kearah yang lebih baik. (Mudrajad,2006:45)

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tidak sekedar di tunjukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi. perekonomian kearah yang lebih baik. (Mudrajad,2006:45) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 TENTANG SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM Usaha Kecil dan Mikro (UKM) merupakan sektor yang penting dan besar kontribusinya dalam mewujudkan sasaran-sasaran pembangunan ekonomi nasional, seperti pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Agustus 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 I. Pendahuluan Setelah melalui perdebatan, pemerintah dan Komisi XI DPR RI akhirnya menyetujui asumsi makro dalam RAPBN 2012 yang terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kegagalan usaha (Kemendag,2013). yang dianggap penting dan mampu menopang perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kegagalan usaha (Kemendag,2013). yang dianggap penting dan mampu menopang perekonomian. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Modal merupakan salah satu kunci terpenting dalam menjalankan suatu usaha. Tanpa adanya modal yang memadai, suatu usaha tidak dapat berjalan dengan baik.

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas Bulan Februari 2011 Terus Menguat Menuju Pencapaian Target Ekspor

Kinerja Ekspor Nonmigas Bulan Februari 2011 Terus Menguat Menuju Pencapaian Target Ekspor SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas Bulan Februari 2011 Terus

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat

Lebih terperinci