Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan 9

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan 9"

Transkripsi

1

2 Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan 9

3 Judul dan nomor unit da!ara seri ini adalah : 1. Apakah Perencanaan Pendidikan I tv? Philip H. Coombs 2. Hubungan Rencana Pendidikan dengan Rencana Ekonomi dan Sostai. R. Poignant 3. Perencanaan Pendidikan dan Sumber Daya Manusia F. Harbinson i. Perencanaan dan Administrator Pendidikan CE. Beeby 5. Konteks Sosial Perencanaan Pendidikan G.A. Anderson 6. Biaya Rencana Pendidikan J. Vaizey, J.D. Chesswas 7. Masalah Pendidikan di Daerah Pedeiaan V.L. Griffiths 8. Perencanaan Pendidikan : Peranan Penasihat Adam Curie 9. Aspek-aspek Demografi* pada Perencanaan Pendidikan Ta Ngoc Châu 10. Analisis Biaya dan Pengeluaran untuk Pendidikan J. Hallak 11. Identitas Profesional Perencanaan Pendidikan Adam Curie 12. Kondisi untuk Kebeihasilan Perencanaan Pendidikan G.C. Ruscoe 13. Analisis Biaya dan Manfaat pada Perencanaan Pendidikan Maureen Woodhall 14. Rencana Pendidikan dan Pemuda tanpa Pekerjaan Archibald Callaway 15. Politik Perencanaan Pendidikan di Negara Berkembang G.D. Rowley 16. Perencanaan Pendidikan untuk Masyarakat Majemuk Chai Hon-Chan 17. Perencanaan Kurikulum Sekolah Dosar di Negara Berkembang H.W.R. Hawes 18. Belajar di Luar Negeri dan Perkembangan Pendidikan William D. Carter 19. Perencanaan Pendidikan yang Realistik K.R. McKinnon 20. Merencanakan Pendidikan Sehubungan dengan Pembangunan Daerah Pedesaan GM. Coverdale Ü

4 21. Pilihan dan Kepulusrn dalam Pereneanaan Pendidikan John D. Montgomery 22. Merencanakan Kurikulum Sekolah Arieh Lewy 23. Faktor Biaya daiam Pereneanaan Teknologi Pendidikan yang Bereistem Dean T. Jamison 24. Pereneana dan Pendidikan Seumur Hidup Pierre Furter 'J.5. Pendidikan dan Lapangan Kerja: Sebuah Penilaian yang Kritis Martin (Jarnoy 26. Merencanakan Kebutuhan akan l'enaga Pengajar dan Penyediaannya i'eter William 27. Pereneanaan Pemehiiaraan dan Pendidikan Anak Usia Balita ai cegara öeikemuang Alastair rieron 28. Media Komunikasi di Bidang Pendidikan untuk Negara Berpengnasilaii tiendan : lmptikasi untuk Pereneanaan Emile Lr. McAnany aan jonn K. Mayo 29. Pereneanaan Pendidikan Non-Formal David K.tvans 3U. Pendidikan, Latinan dan Sektor Tradisional Jacques Haüak dan Françoise Caillods üi

5 International Institute for Educational Planning ASPEK-ASPEK DEMOGRAFIK PERENCANAAN PENDIDIKAN Oleh Ta Ngoc Châu Penerjemah Dewan Redaksi Bhratara 1986 I.I.E.P. - I. I. P.E. }9,rue E.Or.'actoix 7S016 PARIS' 2 2. JUIN 1988: J CENTRE DE DOCUMENTATION PENERBIT BHRATARA KARYA AKSARA JAKARTA dan UNESCO PARIS v

6 Demographic aspects of educational planning First published in 1969 by the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization 7, piace de Fontenoy, Paris, France t Unesco 1969 Indonesian translation published in 1986 This translation <s) PT Bhratara Karya Aksara Hnk pener biran edisi bahasa Indonesia 1986 pada PT Bhratara Karya Aksara Jakarta Cetakan pertama, 1984 Cetakan kedua, 1986 VI

7 DAFTAR ISI DASAR-DASAR PERENCANAAN PENDIDIKAN... PENDAHULUAN Bagian Pertama STRUKTUR KEPENDUDUKAN DAN DAMPAK- NYA PADA PENDIDIKAN Seksi I SENSUS DAN STUDI DUKAN STRUKTUR KEPENDU 1 Berbagai Tipe Sensus 4 2 Nilai Relatif Data Demografik 6 a. Kesalahan yang disebabkan pengambilan contoh 6 b. Kesalahan yang disebabkan pengorganisasian survei c. Kesalahan observasi 7 Seksi II STRUKTUR KEPENDUDUKAN USIA DAN JENIS KELAMIN MENURUT 1 Ketidaktepatan Data Usia dan Metode Penyuaian Piramide Usia 11 a. Pemulusan piramide usia 13 b. Perincian kelompok usia 10 tahun menjadi kelompok usia 5 tahun 15 c. Perincian kelompok usia 5 tahun menjadi kelompok usia tahunan 16 2 Struktur Usia Kependudukan dan Pengembangan Pendidikan a. Struktur usia dan kebutuhan akan pengajar 18 b. Struktur usia dan beban relatif pengeluaran pendidikan 19 c. Struktur usia dan laju pendaftaran masuk sekolah 22 d. Struktur usia pengajar dan pengaruhnya pada pengerahan tenaga pengajar dan biaya staf pengajar 26 A4i

8 Seksi III STRUKTUR KEPENDUDUKAN MENURUT KE- GIATAN EKONOMI DAN MASALAH PE- RAMALAN TENAGA KERJA 29 1 Pcnduduk yang Produktif dan yang tidak Produktif 29 a. Definisi penduduk produktif 30 b. Penduduk produktif dan laju kegiatan menurut usia dan jenis kelamin 31 2 Distribusi Kependudukan Menurut Sektor Kegiatan Ekonomi 32 3 Distribusi Penduduk Menurut Lapangan Kerja 33 Seksi IV DISTRIBUSI GEOGRAFIK PENDUDUK DAN MASALAH LOKASI LEMBAGA PENDIDIKAN 35 1 Mengukur Distribusi Geografik Penduduk suatu Negara 35 2 Merencanakan Lokasi Sekolah 37 Bagian kedua PERUBAHAN KEPENDUDUKAN DAN DAMPAK- NYA PADA PERENCANAAN PENDIDIKAN Seksi I KELAHIRAN 42 1 Metode untuk Mengukur Kelahiran 42 a. Laju kelahiran kotor 42 b. Laju kesuburan 43 2 Trend Kelahiran di Negara-negara Tertentu 45 Seksi II MORTALITAS 50 vüi

9 1 Metode Mengukur Mortalitas 51 a. Angka mortalitas menurut usia 52 b. Daftar hidup (life-tables) 56 2 Trend Mortalitas di Beberapa Negara Tertentu 61 Seksi III PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN PERAMAL- AN ANGKA PENDAFTARAN MASUK SEKOLAH 66 1 Pertumbuhan Penduduk 66 a. Laju pertumbuhan alamiah penduduk 66 b. Laju reproduksi 70 2 Penyiapan Proyeksi Kependudukan 73 a. Mengkalkulasikan yang tahan hidup 74 b. Proyeksi kelahiran 76 3 Menyusun Peramalan Pendaftaran Masuk Sekolah 79 a. Skala nasional 79 b. Skala lokal 83 KESIMPULAN 86 LAMPIRAN 88 Pembagian Kelompok usia Lima Tahunan Menjadi Kelompok Usia Tiap Setahunan : Pengganda Sprague 88 ix

10 DASAR-DASAR PERFA T CANAAN PENDIDIKAN Rangkaian buku kecil ini terutama ditujukan kepada dua kclompok orang : pertama, mereka yang bertugas atau yang sedang mcnyiapkan diri untuk itu dalam perencanaan dan administrasi pcndidikan, khususnya di negara-negara berkembang. Selanjutnya ia juga ditujukan kepada mereka yang walau kurang mendalami bidang tersebut, seperti misalnya, pejabat senior pemerintah atau pemimpin rakyat, namun menghendaki pengertian yang lebih umum perihal perencanaan pendidikan, dan ingin mengetahui bagaimana perencanaan pendidikkan dapat menunjang pembangunan nasional pada umumnya. Ia disusun baik untuk belajar sendiri maupun untuk dimasukkan dalam suatu program latihan formal. Konsepsi modern mengenai perencanaan pendidikan banyak menarik perhatian para spesialis di berbagai disiplin ilmu, yang masing-masing berkecenderungan untuk memandang perencanaan pendidikan dari sudut pandangan masing-masing yang agak berbeda. Berkenaan dengan itu, tujuan beberapa buku kccil (dalam rangkaian ini) ialah memberi kesempatan kepada mereka (spesialis itu) untuk saling mengungkapkan sudut pandangan masing-masing, di samping juga menjelaskan kepada para pria dan wanita yang lebih muda dan sedang dalam latihan serta menyiapkan diri untuk kelak menggantikan mereka. Dalam pada itu, di balik keanekaragaman itu terdapat suatu kesatuan yang makin bertumbuh juga. Para spesialis dan administrator di negara-negara berkembang mulai dapat menerima prinsip-prinsip dasar dan praktek-praktek tertentu yang sedikit banyak berutang kepada berbagai disiplin ilmu yang x

11 saling terpisah namun hasilnya sebagai suatu kesatuan merupakan sumbangan yang unik bagi pengetahuan. Dan sumbangan ini berasal dari sekelompok pelopor yang secara bersama harus mengatasi masalah-masalah kepcndidikan yang demikian sukar dan demikian mendesaknya, yang sampai sekarang belum pernah dialami dunia. Seperti juga buku kecil lainnya, dalam rangkaian buku kecil ini pun menunjukkan latar belakang pengalaman bersama tersebut, di samping mengemukakan secara ringkas gagasan dan pengalaman yang terbaik perihal ;ispek-aspek terpilih dari perencanaan pendidikan. Dcngan mengingat latar belakang sidang pembaca yang sangat berbeda, maka kepada para pengarang diletakkan beban yang berat untuk memperkenalkan subjek masing-masing mulai dari awal, di samping harus menjelaskan istilah-istilah teknis yang telah biasa bagi sebagian sidang pembaca namun masih asing bagi yang lain. Dalam pada itu, para pengarang tetap menaati standar ilmiah dan, dengan pengecualian dalam beberapa bidang spesialisasi tertentu, demi para pembaca, pengarang berusaha mclakukan penyederhanaan dalam penulisannya tanpa scdikit pun mengorbankan kadarnya. Cara pendekatan ini mempunyai keuntungan bahwa dengan demikian rangkaian buku kecil ini dapat diccrnakan oleh pembaca umum. Sungguhpun rangkaian buku kecil ini di bawah penilikan Dr. C.E. Beeby dari New Zealand Council for Educational Research di Wellington selaku editor umum, direncanakan berdasarkan suatu pola tertentu, namun tidak dilakukan usaha menghindari perbedaan, bahkan pertentangan, di antara berbagai sudut pandangan para pengarangnya. Dalam Lembaga (Lembaga Internasional untuk Perencanaan Pendidikan = International Institute for Educational Planning) adalah terlampau pagi (premature) bila sekarang juga sudah menggariskan suatu doktrin resmi serba tegas serta jelas, dalam sebuah bidang pengetahuan dan praktek yang baru namun berkembang dengan pesat seperti perencanaan pendidikan ini. Dengan demikian, walaupun pandangan para pengarang menjadi tanggung jawab masing-masing, yang senantiasa tidak sama dengan pandangan Unesco atau Lembaga, ia menjamin bahwa akan banyak menarik perhatian di dalam pasaran gagasan (perenxi

12 Canaan pendidikan) international Singkatnya, sekarang iniiah waktunya untuk mengadakan suatu usaha lintas sektoral dalam pandangan berbagai ahli, yang pengalaman bersamanya mencakup demikian banyak disiplin ilmu dan sebagian besar negara di dunia. Semua dari antara kita yang terlibat dalam perencanaan pendidikan, atau menulis tentang itu, akan menghadapi masalah sulit yang sama. Bidang perencanaan pendidikan demikian luasnya dan demikian beragamnya, sehingga hampir di setiap sudut darinya kita jumpai spesialis-spesialis yang bekerja berdampingan dengan kita, yang di bidangnya masingmasing lcbih banyak mengetahui daripada kita. Keadaan demikian sebenarnya lebih dapat dipandang sebagai suatu hikmah daripada menganggapnya suatu kekurangan, dengan syarat kita mau mengakui kekurangan kita sendiri. Namun pada umumnya mengakui kekurangan sendiri tidaklah semudah hu, seperti misalnya, sering kita alami dalam menyambut seorang kenalan sebagai sahabat karib yang lama tidak bersua layaknya, namun beberapa jam kemudian secara tersipu-sipu menanyakan namanya. Banyak di antara kita mempunyai pengalaman yang sama dalam menghadapi istilah-istilah teknis dan konsep sejawat kita dari disiplin ilmu lain. Menggunakannya secara sambii lalu sampai berlusin kali di berbagai sidang reami atau percakapan biasa,pada suatu ketika malu-malu untuk menanyakan arti sebenarnya. Sebaliknya rumusan lisan yang sangat berguna yang disampaikan seorang ahli yang dimaksudkan sebagai ungkapan yang tegas-jelas dari suatu gagasan, dapat saja tergelincir menjadi kata-kata tumpul dan ungkapan sehari-hari. Semuanya itu membuat buku kecil Dr. Ta Ngoc Châu demikian berharganya dan benar-benar (ditulis) tepat pada waktunya. Bahan-bahan yang didapat seorang demograf menjadi landasan sebagian besar bangunan rencana pendidikan. Mereka yang bertanggung jawab atas bagian atas bangunan tidak boleh kabur akan makna istilah-istilah yang digunakan oleh si demograf atau pun harus memahami sepenuhnya arti angka-angka yang dikemukakannya. Kesalahan yang paling besar yang dapat dilakukan oleh seorang perencana yang belum terampil, ialah mengabaikan baik seluruh maupun sebagian efek perubahan demografik atas rencana-rencana pendidikan. Dalam xü

13 pada itu, hampir sama bcrbahayanya seperti menelan secara mentah-mentah (to take at face value) segala data demografik yang diterbitkan. Ta Ngoc Châu sejak awal sudah memperingatkan kita akan kedua sikap yang ekstrim itu. Buku kecilnya tidak berpretensi sebagai buku pedoman dalam demografi - sungguhpun pada akhir buku ini tercantum sebuah daftar yang sangat berguna perihal itu dan dalam sebuah karangan yang demikian singkatnya, topik-topik tertentu, misalnya, teoriteori perihal kependudukan dan análisis demografik, terpaksa tidak disinggungnya. Tetapi tiada seorang awam pun yang cukup cakap setelah mempelajari esai ini tidak akan tcrsadar sepenuhnya betapa pentingnya karya seorang demograf bagi setiap tahap perencanaan pendidikan, dan menginsafi sepenuhnya pula betapa orang yang kurang berhati-hati dapat terperangkap kecuali bila ia mengetahui bagaimana angkaangka (demografis) itu diperoleh. Dengan pengekangan diri secara profesional yang patut dikagumi, pengarang nienelaah berbagai teknik demografi hanya sampai pada titik tertentu saja, yang memang diperlukan untuk difahami seseorang guna mengetahui sampai sejauh mana hasil akhir dapat dipercayai. Bagi sebuah buku kecil yang tujuannya dalam menjelaskan konsep-konsep dan penyajian yang sistematis dalam proses teknis (demografi) kepada sidang pembaca yang awam, Lembaga (Lembaga Internasional untuk Perencanaan Pendidikan = International Institute for Educational Planning) beruntung benar telah menemukan seorang pengarang yang terdidik dalam tradisi Perancis. Ta Ngoc Châu adalah seorang Viet-Nam yang telah memperoleh gelar pertamanya dari Institute d'études politiques di Paris, dengan melaksanakan satu tahun dari seluruh kurikulumnya di Stanford University di Amerika Serikat. la kemudian memperoleh gelar doktornya dalam bidang ekonomi pada Faculté de droit et de sciences économiques di Paris, dan menjabat asisten pada fakultas tersebut sebelum ia menjadi anggota stai dari Lembaga. Pengarang buku kecil ini berpendirian bahwa ia bukan seorang dcmograf profesional tetapi seorang ekonomi yang mendalami demografi karena minatnya kepada perencanaan pendidikan. Pendiriannya inilah sebenarnya yang membuat buku kecil ini bersifat praktis; ia ditulis dengan tujuan agar xiii

14 digunakan oleh para perencana dan administrator dalam bidang percncanaan pendidikan dan bagi mereka yang sedang menyiapkan diri dalam menclusuri jenjang karir yang sama, i a sanaa sekali bukan dimaksudkan untuk menyiapkan setiap perencana menjadi demograf, tetapi lebih merupakan banluan bagi si perencana untuk menggunakan bahan-bahan dan khususnya proyeksi-proyeksi yang dihasilkan para c'emograf, dengan ramuan sikap yang tepat, penuh kepercayaan sambil tetap berhati-hati. Seyogyanya buku kecil ini mempunyai nilai khusus bagi negara-negara berkembang, yang seringkali sukar ditemukan data yang dapat dipercaya, dan asumsi-asumsi yang dijadikan dasar proyeksi demografik adalah sedemikian keadaannya sehingga angka-angka yang akan dijadikan dasar perencanaan pendidikan untuk seluruh negara, harus ditafsirkan secara ahli oleh para perencana pendidikan negara yang bersangkutan. CE. BEEBY Editor Umum xi\

15 PENDAHULUAN Analisis dcmografik dapat didefinisikan scbagai studi perihai kelompok-kelompok manusia. Salah satu cara pendekatan studi ini ialah mencoba menjelaskan fakta-fakta demografik, dan mcncari sabab-musabab yang melatarbelakanginya. Cara pendekatan ini dapat dinamakan análisis demografik teoretis (theoretical demographic analysis). Cara lain ialah cukup dengan studi deskriptif murni dan berakhir dengan deskripsi Statistik kepcndudukan (statistical description of population). Pada kenyataannya perbedaaan tersebut tidak sejelas seperti dinyatakan di atas; peramalan kependudukan (population forecast) tidak dapat dilakukan tanpa mengadakan suatu análisis demografik walaupun dalam takaran minimum. Cara pendekatan mana pun yang ditcrapkan, terdapat dua bidang yang mungkin akan dijadikan studi yang baik objek inaupun metodenya saling berbeda. Minat dapat dipusatkan pada kenyataan keadaan mutakhir dari kependudukan. Inilah yang secara umum dikatakan studi kependudukan statik (static population study), dan yang jadi pusat penclitian ialah keadaan (state) kependudukan atau dengan kata lain, struktur dan komposisinya. Selain itu minat dapat dipusatkan pada trend kependudukan, yang merupakan aspek dinamis dari análisis kependudukan (dynamic aspect of population analysis). Trend kependudukan bergantung kepada sejumlah faktor tertentu, khususnya pada peristiwa-peristiwa demografik, seperti misalnya, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Untuk mudahnya, kami akan berpegangan pada pembedaan yang tradisional seperti dinyatakan di atas, dan selanjutnya akan meneliti di Bagian Pertama struktur kependudukan dan dampaknya pada masalah pendidikan, serta dalam Bagian Kedua perihal trend atau dinamika kependudukan dan dampaknya pada perencanaan pendidikan. xv

16 Bagian Pertama STRUKTUR KEPENDUDUKAN DAN DAMPAKNYA PADA PENDIDIKAN Sebagaimana telah dikatakan di atas, studi perihal struktur kcpendudukan adalah studi mengenai komposisinya mengenai pcnyebarannya dengan kriterium yang tclah ditetapkan terlebih dahulu. Seorang perencana pendidikan bcrminat akan penyebaran kcpendudukan karena bcrmacarn alasan. Pcrtama-tama, ia merasa tertarik pada penyebaran kcpendudukan menurut usia dan jenis kelamin. Penelitiannya akan memungkinkan si perencana pendidikan untuk mengukur jumlah relatif (dari) penduduk usia-sekolah, yang jelas merupakati landasan dan titik tolak sctiap kebijakan pendidikan. Kedua, ia tertarik atas penyebaran kependudukan menurut: sektor kegiatan ekonomi, dan dalam setiap sektor tersebut menurut pekerjaan/mata pencarian. Jelaslah bahwa hanya berdasarkan pengetahuan yang tepat perihal penyebaran kependudukan menurut sektor-sektor kegiatan ekonomi dan pekcrjaan/mata pencarian dapat dilakukan estimasi kebutuhan tenaga kerja,!) yang dengan demikian dapat menetapkan sasaran-sasaran pendidikan teknik, kejuruan, dan pcrguruan tinggi. 1. Haruslah dipcrhatikan bahwa serangkaian faktor dapat mempunyai dainpak pada kebuluhan tenaga kerja, dan peramalan kebutuhan semacam itu dengan demikian, secara umum hanya merupakan pendekatan (approximative) saja. DPP 9 (2) 1

17 Ketiga, seorang percncana pendidikan dapat tertarik pada penyebaran penduduk secara geografe suatu penyebaran yang mempengaruhi biaya pendidikan dan juga pilihan tipe, ukuran, dan lokasi sekolah. Bagian buku kecil mengenai struktur kependudukan ini hanya akan membatasi diri pada ketiga aspek tersebut di atas. Namun dipandang perlu untuk pertama-tama memberikan garis besar dari metode penganalisisan struktur kependudukan pada umumnya dan metode-metode pelaksanaan sensus khususnya. 2

18 Seksi 1 SENSUS DAN STUDI STRUKTUR KEPENDUDUKAN Scbuah pcmerintah scnantiasa merasa perlu untuk mengctahui bcrapa banyak rakyat yang diperintahnya. Angka-angka ini misalnya, diperlukan untuk mcnetapkan jumlah pengerahan guna angkatan bersenjata, untuk penyebaran beban pajak, untuk pembagian tanah yang seadil-adilnya, dan sebagainya. Sejalan dengan bertambah banyaknya fungsi Negata dan bertambah luasnya bidang kegiatannya, suatu sensus makin menjadi pcnting dan informasi yang pcilu dikumpulkan scmakin bertambah banyak jumlahnya, Sensus tidak lagi hanya merupakan penghitungan jumlah penduduk; sekarang ia merupakan kesempatan untuk mempcroleh berbagai macam informasi. la berubah menjadi kegiatan yang makin hari semakin bertambah rumit, dan diperlukan sebuah stai pelaksana yang bertambah besar jumlahnya, sementara anggotaanggotanya makin berspcsialisasi. Karena itu, biaya pelaksanaan sensus makin meningkat. Selain daripada itu, berkenaan dengan jangkauan kegiatannya yang pada prinsipnya meliputi seluruh penduduk (sebuah negara), dan disebabkan juga karena jumlah dan bermacam ragamnya data Statistik yang harus dikumpulkan, pemerincian (breakdown) dan penyortirannya (sorting) mcmerlukan waktu yang bertambah panjang saja. Namun dalam bidang análisis kependudukan, seperti juga dalam bidang lain, data Statistik dapat berkurang nilainya apabila tidak segera disebarluaskan untuk diketaliui umum, Data-data ini tidak hanya dimaksudkan untuk memuaskan minat ilmiah semata-mata, 3

19 tetapj bagaimana juga dimaksudkan untuk membantu dalam perencanaan lata. Ini berarti bahwa kita harus memperoleh data-data terscbut secepat mungkin. Naniun sebaliknya, mempcrccpat prc-cs berarti pula mcmbatasi jumlali pcrtanyaan (sensus) yang diajukan. Adanya bcrbaeai mctodc pclaksanaan sensus. dan pilihaii mctodc mana yang akan ditcrapkan sampai tingkat tertentu bcrgantung pada fasilitas yang tcrscdia dan juinlah pelaksana yang dapat digunakan dalam seluruh kcgiatannya. 1. BERBAGAI TIPE SENSUS Tipe-tipc sensus dapat digolongkan scsuai dengan kctcpatan data yang hendak dikumputkan. Pcnggolongan itu adalah sebagai berikut. 1. Suatu sensus kependudukan yang lengkap. 2. Suatu survci dengan uji contoh (sampling). 3. Suatu estimasi (estimate) diadakan apabila suatu sensus yang sebenarnya tidak mungkin dilakukan. jelas, bahwa suatu sensus kependudukan yang lengkap adalah mefoe'e yang menghasilkan data paling tcrperinci dan paling tcpat. la mcliputi hai menghubungi semna penduduk sebuah wilayah dan mcngnmpulkan data secara terpisah dari setiap penduduk terscbut. Naniun segera dapat dipahami, bahwa suatu sensus seluruh penduduk yang tuntas serta menyeluruh mcrnerlukan biava yang besar, di samping jumlah icnaga pelaksana yang besar pula. Ral ini mi-rupakan suatu alasan untuk mcngguiiakan sensus secara uji contoh (sample census) sebagai pengganti sensus tuntas. Cara ini biasanya ditcrapkan di banyak negara berkembang, mengingat sangat kurangnya pelaksana yang mampu dan terbatasnya sumber kcuangan. Sctiap jenis sensus mempunyai kelcmahan-kelemahannya masing-masing, namun sensus dengan uji contoh rambang (random sampling) menambah lagi suatu tipe kesalahan yang khas, yang disebabkan karena kemungkinan bahwa contoh yang diambii tidak mewakili keseluruhan sepenuhnya. 4

20 Namun kcnyataannya adaiah tctap bahwa pada sensus dengan uji contoh rambang, seluruh tugas dapat dilaksanakan olch stai yang lebih kecil, yang dapat dilatih dan diawasi secara lebih baik. Kesalahan-kesalahan observasi dengan deniikian dapat dikurangi seminimal mungkin. Pada akhirnya hai yang di capai dengan sensus uji contoh rambang yang dilakukan secara baik kadang kala terbukti lebih memuaskan dari pada yang diperoleh dengan sensus secara tuntas yang dilakukan dalam keadaan yang kurang sepadan. Bila sensus kependudukan yang lengkap atau sensus uji contoh rambang tidak dapat dilaksanakan, suatu estimasi (estimate) penduduk dapat dilakukan berdasarkan sensus sebagian-sebagian atau partial (penduduk tani, penduduk yang bersekolah, dan sebagiannya) atau berdasarkan data pada daftar-daftar tertentu, misalnya, daftar pajak, daftar pemilihan, daftar pembagian (pencatuan) bahan makanan dan sebagainya. Dalam setiap prosedur estimasi, dengan sendirinya, timbul kemungkinan baik kesalahan yang dapat berpengaruh pada jumlah penduduk keseluruha.nnya maupun dari kesalahan yang dibuat pada waktu pemerincian (breakdown), atau dari penggunaan kocfisien, atau dari berbagai faktor penyuaian (factors of adjustment) untuk mernperoleh jumlah penduduk sellinihnya. Dengan demikian, estimasi semacam itu harus ditcrapkan secara berhati-hati. Di negara-negara yang menerapkan sensus lengkap pun, sensus dilaksanakan dengan jarak waktu yang relatif panjang (sepuluh tahun, misalnya). Suatu masalah besar yang dengan demikian akan timbul, ialah bagaimana mernperoleh data demografik di tahun-tahun antara sensus. Metode yang paling aman ialah memelihara sebuah daftar permanen yang membuat dai a penduduk. Pclaksanaannya yaitn dengan menyiapkan sebuah kartu bagi setiap individu yang terdapat di wiîayah national pada suatu saat tertentu, dengan menambah kartu-kartu baru pada waktu kelahiran atau adanya orang yang masuk mcnetap di wiîayah nasional, dan menguranginya pada waktu adanya kematian atau adanya orang yang pindah keluar wilayah nasional. Dengan pendaftaran yang demikian akan memungkinkan pada setiap saat untuk menentukan jumlah dan struktur kependudukan. Apabila tidak dibuat 5

21 daítar scmacam itu, maka dapat diusahakan dengan jalan ekstrapolasi (extrapolation) angka-angka bcrdasarkan trend yang diperoleh pada dua sensus yang tclah dilakukan sebelum itu. Namun ekstrapolasi semacam itu dapat menghasilkan angka-angka yang kurang tepat, karena tiada satu jaminan bahv/a trend yang telah diobservasi di masa lalu akan berlangsung pula di hari-hari yang akan datang. Bila laju kesuburan dan laju tallan hidup (survival) menurut usia diketahui juga, malea dapat disusun proycksi untuk kemudian hari berdasarkan data-data sensus yang terakhir. Pada kcsempatan di Bagian Kedua akan kami bahas masalah ini. Sampai kini kami tclah mencoba untuk menggambarkan beberapa metode untuk mengadakan sensus kependudukan. Dari uraian itu dapatlah diketahui betapa rumitnya kegiatan pelaksanaan sensus dan betapa banyak kesukaran yang harus dihadapi untuk mempercleh data Statistik yang tepat, khususnya apabila fasilitas yang diperlukan tidak terscdia, di samping pengetahuan bahv/a data demografia pada umumnya tidak terbebas dari kesalahan. 2. NILAI RELATIF DATA DEMOGRAFIK Dapat dibedakan tiga tipe kesalahan yang mungkin dibuat : pertama, ialah yang disebabkan oleh pengambilan contoh; kedua, yang disebabkan olch pengorganisasian survei, dan terakhir, karena kesalahan obscrvasi. a. Kesalahan yang disebabkan pengambilan contoh Sebagaimana telah diketahui, kesalahan ini berkaitan erat dengan kemungkinan bahwa contoh yang diambil bersifat tidak représentatif bagi keseluruhan. Dengan demikian ia bergantung pula pada jurnlah contoh yang diambil, makin besar jumlah contoh yang diambil maka lebih besar pula kemungkinan ia mendekati fakta sebenarnya. Selanjutnya ia bergantung pula pada kualitas pengambilan contoh, atau dengan kata lain, pada kcterampilan anggota staf yang bertugas melaksanakan prosedur percontohan. b. Kesalahan yang disebabkan pengorganisasian survei Penyelenggaraan survei demografik 6 sangat sulit dan kritis,

22 khususnya di negara-negara berkembang. Jelas bahwa kcadaan yang tidak sepadan dalam infrastruktur jalur-jalur komunikasi yang serba kurang dan seringkali kualitasnya jauh dari memuaskan, dikaitkan pula dengan jarak-jarak yang sangat jauh guna menghubungi penduduk yang seringkali senantiasa bergerak atau bertempat tinggal berserakan saling berjauhan, dan masalah keadaan lapangan dan cuaca seringkali menghambat operasi dan pengawasan suatu sensus. Disamping itu, tidaklah mudah untuk memperoleh tenaga yang bersedia melakukan sensus, yang cukup terlatih dan mampu serta bcrkehendak untuk melaksanakannya dalam keadaan demikian. Pada akhirnya, kualitas data yang diperoleh selama sensus dilaksanakan bergantung pada kemampuan dan kesungguhan hati serta ketelitian (conscientiousness) para pelaksana sensus. c. Kesalahan observasi Jenis kesalahan ini biasanya juga banyak dilakukan di negaranegara berkembang. Sebagian besar data demografik diperoleh dari pernyataan perorangan (individu). Apabila sebagian dari penduduk masih buta huruf dan mereka kurang menghargai akan arti yang tepat dari waktu dan tanggal, maka kemungkinan besar pernyataan-pernyataan mereka akan kurang tepat. Juga pernyataan-pernyataan palsu ialah pernyataan yang dengan sengaja tidak sesuai dengan kenyataan harus pula diperhitungkan. Hal ini terjadi apabila penduduk yang bersangkutan tidak mengetahui dengan pasti makna dan tujuan pertanyaan-pertanyaan sensus, dan mereka curiga bahwa pertanyaan-pertanyaan itu adalah penyelidikan pemerintah yang akan merugikan mereka dalam bentuk, misalnya, pungutan pajak, dinas militer, dan kewajiban lain semacamnya. Dijumpai juga kasus-kasus takhayul atau tabu, yang melarang pemberitahuan fakta-fakta tertentu kehidupan seseorang. Dengan demikian, dapatlah disadari betapa penting dan rumitnya tugas seorang pelaksana sensus, karena hanya berdasarkan kepercayaan penduduk yang bersangkutan dengan menjelaskan kepada mereka mengapa informasi itu harus diperoleh, atau dengan kata lain, merebut kepercayaan dan kerja sama mereka. DPP 9 (3) 7

23 Sebagian besar kesalahan yang menelusupi operasi pelaksanaan sensus yang disebabkan faktor-faktor tersebut di atas, hanya dapat dikoreksi sampai scjauh arah kesalahan apakah ke atas atau ke bawah dan jumlah atau ukuran relatif kesalahan itu diketahui. Inilah yang menjadi alasan untuk dilakukannya sensus kontrol; ia dilakukan oleh sejumlah kelompok atau unit yang lebih kecil namun terdiri dari stai yang lebih mampu dan dilengkapi dengan fasilitas yang lebih baik. Perbandingan antara hasil yang diperoleh dari sensus kontrol dan hasil yang dicapai dalam sensus awal akan memungkinkan ditemukannya tipe kesalahan yang dilakukan, baik trend ke atas atau ke bawah maupun jumlah atau ukuran relatifnya. Sungguhpun data demografik sering kali mengandung kesalahan, namun perencana pendidikan haruslah menggunakannya guna dijadikan dasar bagi pengambilan keputusan tertentu dan untuk menetapkan sasaran-sasaran pendidikan tertentu. Maka dari itu, ia harus memperoleh informasi perihal metode bagaimana memperoleh data tersebut, dan khususnya tingkat ketepatannya. Si perencana pendidikan dalam menyusun rencana-rencananya senantiasa harus memperhitungkan nilai relatif Statistik tersebut. Berdasarkan itu, ia harus pula menyediakan suatu kelonggaran (margin) tertentu, atau suatu ruang bebas guna memungkinkan penyuaian (adjusment) dalam rencana-rencananya, sehingga pada akhirnya ia mungkin mengimbangi (compensate) dampak kesalahan-kesalahan yang dilakukan pada estimasi kependudukan. Salah satu data yang paling penting dalam mengumpulkan informasi pada suatu sensus ialah usia setiap individu, yang akan memungkinkan ditetapkannya struktur usia kependudukan. 8

24 Scksi II STRUKTUR KEPENDUDUKAN MENURUT USTA DAN JENIS KELAMIN Metode yang paling mudah untuk menelaah struktur kependudukan menurut usia dan jenis kelamin ialah dengan jalan menyusun piramide usia. Sebagai contoh Gambar 1 melukiskan piramide usia penduduk Perancis dalam tahun Suatu telaah atas struktur usia kependudukan sangat penting dalam suatu análisis kependudukan, karena ia menggambarkan ringkasan sejarah demografik suatu bangsa. Selanjutnya, seperti nanti akan dijelaskan lebih lanjut pada Bagian Kedua, ia menguasai pula sampai tingkat tertentu trend masa depannya. Struktur usia mencerminkan ringkasan sejarah demografik suatu bangsa. Jumlah setiap usia atau setiap kelompok usia bergantung kepada : (a) jumlah kelahiran yang berasal dari suatu generasi atau beberapa generasi; (b) dampak angka kematian pada generasi atau generasigenerasi yang bersangkutan, dan (c) jumlah perpindahan (migration) pada pelbagai saat, dan usia penduduk yang berpindah itu. Dengan demikian, pembahasan secara teliti atas piramide kependudukan akan cukup membuka peristiwa-peristiwa lalu yang telah dialami oleh penduduk suatu negara. Pada kasus piramide usia penduduk Perancis, dampak Perang Dunia II jelas terlihat. Suatu penurunan yang tegas dalam jumlah kelahiran dapat disaksikan pada waktu perang berkecamuk, namun penurunan itu lebih dari cukup terimbangi dengan peningkatan angka kelahiran pada tahun-tahun pascaperang 9-

25 Mu tatito» -IM CAMBAR 1 Penduduk Perancis : evaluasi Dada 1 Tannar! 1968 Sumber: Institut nasional de la statistique et des études économiques, Paris. 196R

26 ( ), suatu peningkatan yang sering dinamakan "peledakan bayi" (baby boom). Peledakan bayi ini jelas berakhir pada tahun 1951, sungguhpun penurunan angka kelahiran pada titik itu sangat melandasi. Dampak dcmografik Perang Dunia I dapat di teliti dengan cara yang sama: penurunan angka kelahiran pada tahun-tahun berkecamukknya perang ( ) dan suatu peningkatan yang sama pada tahun-tahun pcrtama pascaperang (1920 dan 1921). Di samping itu, suatu laju kematian yang luar biasa tingginya dapat disaksikan pada generasi yang dilahirkan antara tahuntahun 1880 dan 1900, ialah kaum laki-laki yang masuk dinas militer selama. tahun-tahun perang. Itulah jenis informasi yang dapat diperoleh dengan jalan menafsirkan ketidakbcraturannya sebuah piramide usia. Namun untuk memperoleh kesimpulan yang benar, ketidakberaturan piramide tersebut haruslah benar-benar nyata, berdasarkan fakta yang sebcnarnya, dan bukan karcna ketidaktepatan yang disebabkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang tidak benar dari penduduk. 1. KET ID AKT EPATAN DATA USIA DAN METODE PENYUAIAN PIRAMIDE USIA Usaha untuk menyusun struktur usia kependudukan biasanya dilakukan pada pcristiwa dilaksanakannya suatu sensus umum. Tugas para pelaksanalah untuk tidak hanya menghitung atau menccgah jumlah penduduk tetapi juga menetapkan usia mereka berdasarkan pernyataan mereka. Dalam pada itu, para pelaksana sensus mungkin menerima pernyataan yang tidak tepat bahkan pernyataan palsu. Keterangan yang tidak tepat diberikan oleh mereka yang tidak tahu berapa umur mereka sebcnarnya dan karena itu memberikannya berdasarkan perkiraan saja. Pernyataan palsu biasanya diberikan oleh mereka yang sebenarnya tahu benar umur mereka, namun karena satu atau sebab lain menyebutkan angka lain. Perempuan mungkin mengurangi umurnya karena kesombongan atau kegenitan, sedangkan laki-laki biasa meningkatkan umurnya karena alasan kemungkinan keuntungan, seperti misalnya, memperoleh tanah milik bersama pada usia 18 tahun. 11

27 Struktur usia yang tersusun dari sensus kependudukan di Turki pada tahun 1945 memberikan contoh yang baik akibat ketidaktepatan ketcrangan atau pernyataan yang diperoleh. Pandangan sepintas pada piramide usia Turki, yang didasarkan pada pernyataan-pernyataan yang diperoleh selama pelaksanaan sensus (lihat Gambar 2), cukup memberikan gambaran akan tertariknya orang pada usia yang berakhir pada angka 0 atau 5. Daya tarik ini dapat disaksikan pula dari kecilnya jumlah orang yang menyebutkan usianya setahun sebelum atau sesudah angka-angka yang disukai itu (usia yang berakhir pada angka 9 atau 1, dan pada angka 4 atau 6). Lepas dari kesenangan akan angka yang berakhir pada angka 0 atau 5, juga disenangi angka genap daripada angka ganjil. m A 1 "b WAk,y j.w ^AWWW:,WM 4\\'«r.,i 40 J 0"h) * u» lrt»0 20ö MO 300 KO 40Û WO GAMBAR 2 Penduduk Turki di tahun 1945 menurut jenis kelamin, usia, kelompok usia lima tahunan sesuai dengan data sensus Sumber : United Nations, Methods of Appraisal of Quality of Basic Data for Population Estimates (Berbagai metode untuk menilai kualitas data dasar bagi estimasi kependudukan), him. 34, New York, 1955 (Population studies, no. 23, ST/SOA/Series A.) 12

28 Kesenangan akan usia yang berakhir pada angka 0 atau 5, dan kesenangan (yang agak kurang) akan angka genap daripada angka ganjil, ternyata tidak terbatas pada Turki. la terdapat di negara-negara, khususnya di antara sebagian besar rakyatnya yang tidak mengetahui benar usianya. Terdapat berbagai batu ujian untuk mengukur kesenangan akan usia dengan angka-angka tertentu ini, dan berdasarkan itu tingkat ketidaktepatan dari pernyataan-pernyataan yang bersangkutan. Beberapa tes yang paling terkenal adalah dari Whipple, Myers, dan Bachi. Perserikatan Bangsa-Bangsa menganjurkan juga cara ujiannya sendiril). Sebuah piramide usia dari tipe yang terlukis pada Gambar 2 dengan sendirinya tidak dapat digunakan secara langsung karena ketidaktepatannya. Untuk itu harus diadakan penyuaian. Tetapi harus segera ditekankan di sini karena orang cenderung untuk terlupa pada tujuannya bahwa tujuan sebenarnya suatu penyuaian ialah berusaha sedapatdapatnya mendekati kenyataan. Tujuannya bukanlah untuk memperoleh sebuah piramide yang berbentuk lebih teratur (regular), atau mungkin lebih estetik dalam bentuknya, atau lebih sesuai dengan "model" sebuah piramide usia. Ketidakberaturan yang dihasilkan oleh sejarah demografik suatu bangsa di masa lalu tidak boleh di"mulus"kan dengan alasan penyuaian. Misalnya, ketidakberaturan yang dapat disaksikan pada piramide usia Perancis dapat dijelaskan sampai tingkat jauh dengan peristiwa-peristiwa yang dialaminya di masa lalu. a. Pemulusan piramide usia Sejauh ketidaktepatan pernyataan usia disebabkan oleh kesenangan akan usia yang berakhir pada angka 0 atau 5, pengelompokkan usia dalam urut-urutan kelompok lima tahunan akan mengurangi ketidaktepatan itu karena dalam setiap kelompok lima tahunan terdapat usia yang berakhir baik pada angka 5 atau 0. Hal ini dilakukan juga pada pi- 1. Dengan mengingat ringkasnya buku kecil ini tidaklah mungkin untuk membcrikan pembahasan berbagai tes tersebut. Para pembaca yang berminat dapat memperolehnya dari suatu penjelasan dalam buku pemandu penerbitan Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebut di atas, halaman

29 ramidc usia Turki ( bagian-bagiannya digambarkan dengan garis-garis berangka yang tidak diarsir). Apabila masih tcrdapat juga ketidakberaturan yang tidak bisa dijelaskan dcugan kejadian-kejadian di masa lalu2) sesudah dilakukan penyuaian pertama, dan apabila terdapat kecurigaan bahwa ia disebabkan oleh kesalahan mcncacah atau pernyataan tidak tepat, suatu metode dapat ditcrapkan dengan jalan mengaitkan setiap kelompok usia dengan dua kelompok usia yang mendahuluinya dan dua kelompok usia yang melanjutkannya. Apabila S melambangkan jumlah kelompok usia yang sedang dalam tinjauan, S dan S 9 merupakan kedua kelompok usia yang mendahuluinya, dan S serta S kedua kelompok usia yang melanjutkannya, maka formula penyuaian adalah sebagai berikut. S 1 Si Q = 1/16 (-S 2 + 4S^ + 19S 0 + 4S J - S 2 ) dengan sendirinya merupakan angka penyuaian dalam kelompok usia yang dalam tinjauan. Cara pemulusan ini sangat memuaskan dan berguna, apabila data yang dipcroleh sangat tidak tepat. Satu-satunya kelemahan (drawback) yang juga merupakan alasan supaya digunakan dengan sangat berhati-hati, yaitu bahwa ia menghapuskan semua ketidakberaturan tanpa pandang bulu. la menghapus semua ketidakberaturan baik yang disebabkan oleh pernyataan yang tidak tepat atau pemerincian (breakdown) yang tidak tepat maupun ketidakberaturan yang benar-benar nyata. Di samping itu, ia menghendaki pengeiahuan akan jumlah di kedua kelompok usia yang mendahului dan jumlah di kedua kelompok usia yang melanjutkan kelompok usia yang dalam tinjauan. Dengan demikian ia tidak bisa diterapkan baik pada kelompok usia 0-4 dan 5-9 tahun maupun pada kelompok usia 70 tahun dan lebih. Dengan sendirinya kelompok usia 70 tahunan dan lebih tidak menjadi 2. Dalam kasus Turki, jumlah kecil anak-anak di bawah usia 5 tahun dibandingkan dc.igan kelompok usia antara 5 sampai 9 tahun mungkin dapat dijelaskan karena terjadi laju kelahiran yang rendan dan peningkatan laju kematian bayi selama masa Perang Dunia II. 14

30 minât langsung si perencana pendidikan, namun ia harus mempunyai pengetahuan yang setepat mungkin dari kelompok-kelompok usia 0-4 sampai dengan 5-9 tahun. Pada umumnya angka sensus mempunyai ketepatan yang baik mengenai kelompok usia 5-9 tahun. Orang tua pada umumnya dapat memberikan dengan perkiraan umur anak-anak mereka dalam kelompok usia itu. Pernyataan yang tidak tepat kadang kala juga diberikan, khususnya apabila orang tua meninggikan umur anak-anak mereka untuk segera dapat diterima di sekolah. Di pihak lain, pengalaman menunjukkan bahwa pencacahan anak-anak dari kelompok usia 0-4 tahun sering kali tidak lengkap, dengan akibat bahwa jumlah dalam kelompok tersebut di bawah perkiraan. Berkenaan dengan itu, angka-angka haruslah digunakan secara hati-hati dan bila mungkin haruslah diadakan koreksi seperlunya pada waktu sensus kontrol yang kadang kala dilaksanakan. b. Perincian kelompok usia 10 tahun menjadi kelompok usia 5 tahun Statistik kependudukan tidak hanya kurang tepat, namun kadang kala juga kurang terperinci. Misalnya, dapat saja terjadi bahwa hanya terdapat kelompok usia 10 tahunan sedangkan diperlukan juga kelompok usia 5 tahunan. Dalam kasus demikian dapat digunakan formula sebagai berikut. f a = * [f 0 + % (f.,-^)] Dalam formula tersebut f adalah jumlah dalam kelompok usia 10 tahun yang dalam tinjauan, f adalah jumlah dalam kelompok usia 10 tahun yang sebelumnya dan f adalah kelompok usia 10 tahun yang berikutnya. Dengan demikian, f adalah kelompok usia 5 tahun pertama dari kelompok usia 10 tahun yang dalam tinjauan, dan kelompok usia 5 tahun yang kedua diperoleh dengan pengurangan: f b = f Q -f a - Dimisalkan kita mempunyai data angka sebagai berikut DPD 9 (4) 15

31 dan dikehcndaki untuk membagi kelompok usía tahun menjadi 2 kelompok usia 5 tahunan, ialah dan tahun. Apabila kita terapkan formula di atas, kita akan memperoleh : f = * C f * ^0-9 - f 20-29)] ialah f,, = i/a [ '/ 8 ( )] = f = = c. Perincian kelompok usia 5 tahun menjadi kelompok usia tahunan Dapat saja terjadi, bahwa telah tersedia data perihal usia 5 tahun dan dikehendaki kelompok usia tahunan. Misalnya, dalam perencanaan pendidikan sekolah dasar mungkin dikehendaki tidak hanya jumlah anak-anak yang termasuk kelompok usia 5 9 dan tahun, tetapi juga jumlah sebenarnya yang berusia 6, 7, 8, 9 tahun dan selanjutnya. Dalam kasus demikian, dapat dilakukan interpolasi dengan menggunakan pengganda Sprague (Sprague multipliers). Perincian mengenai penggunaan metode ini tercantum dalam Lampiran. Pengganda Sprague dengan mudah dapat digunakan dan tidak usah diragukan merupakan alat kerja yang sangat memuaskan bagi si perencana pendidikan. Namun kiranya patut untuk senantiasa diingat, bahwa metode ini tidak lain hanyalah interpolasi. Hasil yang dengan demikian diperoleh hanyalah sekedar pendekatan atau aproksimasi (approximations), atau lebih tepat lagi, hasilnya harus dianggap sebagai dalam kemungkinan (probable). Maka dari itu, metode ini hanya boleh digunakan apabila tidak bersedia data selain angka-angka kelompok usia 5 tahun, dan khususnya apabila terdapat cukup alasan untuk beranggapan bahwa tidak terdapat variasi dalam laju kelahiran (atau, yang akhirnya hasilnya sama saja, suatu variasi dalam laju kematian bayi) dalam tahun-tahun sebelumnya. Sebagai contoh dalam kasus 16

32 ini dapat disebntkan, ialah adanya penurunan angka kelahiran sebagai akibat berkecamuknya perang atau suatu pcledakan bayi di pascaperang. Sudah jelas bahwa penurunan atau peningkatan dalam laju kelahiran mempunyai pengaruh yang menentukan pada jumlah anak-anak usia tertentu sesudah jangka waktu tertentu. Dalam hai demikian apabila tersedia Statistik kelahiran yang relatif tepat dan menjangkau cukup jauh ke belakang, dan ditambah pengetahuan perihal laju tahan hidup (survivals) untuk berbagai usia, maka lebih baik untuk mengadakan estimasi jumlah anak-anak pada berbagai usia berdasarkan jumlah kelahiran dan pada laju tahan hidup. Kami akan menjelaskan prosedur melakukan estimasi demikian pada Bagian Kedua. Memang benar bahwa dengan menggunakan metode penyuaian yang telah kami beri beberapa contoh di atas sebagai gambaran dan juga dengan melakukan interpol guna memerinci kelompok-kelompok usia, akan diperoleh angka-angka yang sepintas lalu terlihat tepat dan terperinci. Dengan sendirinya, tiada terdapat suatu metode penyuaian betapa pun cermatnya yang dapat menjamin akan memperoleh angka-angka yang tepat dari data yang pada dasarnya diragukkan ketepatannya. Sungguhpun si perencana pendidikan senantiasa harus berjaga-jaga akan ketidaktepatan Statistik kependudukan, namun ia tidak bisa mengabaikan sama sekali data demografik. Data demografik ini merupakan landasan dari rencana yang disusunnya, dan ia akan memainkan peranan apabila alternatif harus dipilih atau keputusan harus diambil. Tetapi ia tidak boleh mengabaikan batas-batas ketepatannya, yang menghendaki suatu ruang fleksibilitas dan suatu kebebasan bertindak apabila harus diputuskan masalah kebijakan. 2. STRUKTUR USIA KEPENDUDUKAN DAN PE- NGEMBANGAN PENDIDIKAN Di halaman-halaman sebelumnya telah kami tunjukkan bagaimana kita bisa menafsirkan piramide kependudukan. Suatu telaah yang lebih mendalam akan menunjukkan karakteristikkarakteristik lain dari suatu piramide, yang mungkin sangat penting juga bagi si perencana pendidikan. 17

33 a. Struktur usia dan kebutuhan akan pengajar Piramide usia dari Perancis (Gambar 1 pada halaman 10) menggambarkan bahwa telah terjadi suatu penurunan laju kelahiran yang berkesinambungan di Perancis sejak tahun 1922 suatu penurunan yang jelas diperlihatkan dengan merampingnya piramide -, yang terlihat lebih menonjol lagi selama Perang Dunia II. Penurunan dalam laju kelahiran ini tidak diragukan lagi disebabkan perubahan (pada pasangan-pasangan suami-istri) dalam sikap mempunyai anak. Namun di samping itu, ia ditimbulkan juga oleh sebab-sebab lain, seperti Perang Dunia I ( ) yang mengurangi kelahiran di masa itu dan yang mencapai usia produksi kurang lebih 20 atau 25 tahun kemudian. Dalam pada itu, sejak tahun 1945 dapat disaksikan suatu peningkatan yang tetap dalam laju kelahiran. Tidak hanya terdapat suatu peledakan bayi di masa segera setelah pascaperang, namun trend peningkatan laju kelahiran tetap berlanjut. Fenomena kependudukan semacam ini dengan sendirinya mempunyai pengaruh besar pada pendidikan. Dengan demikian, di Perancis pada saat karangan ini ditulis (1969) pada umumnya dapat dikatakan bahwa orang-orang yang dilahirkan sejak tahun 1945 sekarang ini sedang bersekolah baik di sekolah dasar atau sekolah menengah di perguruan tinggi, dan sebagaimana telah dapat disaksikan, laju kelahiran sejak tahun 1945 adalah tinggi. Sebaliknya, staf pengajar harus dikerahkan dari generasi-generasi yang dilahirkan sebelum tahun 1945, dan generasi-generasi ini menurut perbandingan kurang jumlahnya. Jadi, data demografik untuk sebagian sudah dapat memberikan penjelasan akan kekurangan relatif dan kesukaran dalam pengerahan tenaga pengajar. Keadaan ini dengan sendirinya akan mengalami perbaikan yang tepat di hari kemudian, apabila staf pengajar sudah dapat dikerahkan dari jumlah besar yang dilahirkan sejak Perang Dunia II. Secara umum dapat dikatakan bahwa bila oleh berbagai sebab terdapat peningkatan dalam laju kelahiran - ataupun penurunan dalam laju kematian bayi, peningkatan jumlah anak-anak ini 6 tahun kemudian akan mengakibatkan peningkatan dalam pendaftaran masuk sekolah dasar, 12 tahun 18

34 kemudian peningkatan dalam pcndaftaran masuk sekolah menengah, dan. 18 tahun kemudian peningkatan dalam pendaftaran masuk universitas. 1 ) Perkembangan tersebut demikian logis, sampai-sampai kadang kala terabaikan dan pcrsiapan untuk penampungannya tidak diadakan. Dalam keadaan demikian, pada saat jumlah anak didik tambahan telah mencapai berbagai tahap usia pendidikan, pada detik-detik terakhir barulah diadakan pengaturan seada-adanya (improvisan). Masalahnya seringkali tambah dipersukar dengan meningkatnya permintaan masyarakat akan pendidikan, di samping pada saat bersamaan meningkatnya jumlah anak-anak yang mencapai usia pendidikan. Dengan demikian jumlah anak didik secara tiba-tiba meningkat pada saat yang bersamaan, baik karena para anak didik tersebut secara bersama termasuk dalam tahun-tahun dengan laju kelahiran yang tinggi, maupun karena peningkatan laju pendaftaran masuk sekolah disebabkan telah tercapainya usia pendidikan. b. Struktur usia dan beban relatif pengeluaran pendidikan Pengeluaran pendidikan adalah sebanding dengan pendaftaran masuk sekolah, dan berkenaan dengan itu, secara tidak langsung bergantung pada jumlah penduduk usia sekolah. Pembiayaan pendidikan ini dapat dianggap sebagai suatu pungutan atas bagian penduduk yang (ekonomis) produktif. Apabila penduduk usia sekolah terdiri dari anak-anak yang berusia 5 sampai dengan 14 tahun, dan penduduk produktif dikerahkan dari penduduk yang berusia 15 sampai 64 tahun, suatu estimasi dari beban relatif pengeluaran pendidikan dapat diperoleh dengan jalan membandingkan bagian penduduk yang berusia 5 sampai 14 tahun dengan yang berusia 15 sampai 64 tahun. Perbandingan ini tidak sama di berbagai negara di dunia, seperti digambarkan dalam Tabel 1. Perbandingan ini menunjukkan kemudaan dan ketuaan penduduk. Sejumlah penduduk dikatakan muda apabila jumlah yang sangat muda dibandingkan dengan jumlah seluruh penduduk relatif tinggi. Apabila perbandingan itu rendan, maka dikatakan penduduk itu tua. 1. Dengan mengambil usia resmi, sebagaimana biasa, masuk sekolah dasar pada usia 6 tahun dan selanjutnya, baik sekolah dasar maupun sekolah menengah memerlukan 6 tahun untuk penyelesaiannya. 19

35 Tabel 1. Penduduk usia sekolah dan penduduk usia produktif Negara A (1) (2) Pendi jd'ik Penduduk usia 5-14 usia % (1) :(2) Nikaragua Kosta Rika Honduras Filipina Taiwan Mauritius Togo Zimbabwe Siria Nigeria Sudan Puerto Riko Venezuela Martinik Peru Panama Maroko Ghana Korea Selatan India Indonesia Cili Selandia Baru Kanada Jepang Amerika Serikat Australia Uruguay Perancis Italia Swedia Jerman Barat il ^ Sumber : United Nations, Demographic Yearbook (Buku Tahunan Demografik), 1964, New York 1965 Kemudaan atau ketuaan penduduk (suatu negara) dengan mudah dapat dilihat dari piramide usia (Iihat Gambar 3). Di sebuah negara yang laju kelahirannya sangat tinggi dan laju kematiannya juga sangat tinggi, piramide usianya akan menunjukkan dasar yang sangat Iebar namun tingkat-tingkat selanjutnya akan meramping secara cepat. Dan ini disebabkan oleh laju kematian yang tinggi. Inilah yang digambarkan oleh Bentuk 1. 20

36 n n Bentuk 1 Bentuk 2 Bentuk 3 Bc-ntuk 4 Bentuk 5 Gambar 3 : Piramide usia 21

37 Apabila laju kclahirannya berlanjut tcrus namun dibarengi dengan laju kematian yang menurun khususnya penurunan laju kematian bayi, maka dasar piramide tetap lebar namun tingkat-tingkat selanjutnya meramping secara berangsur. Inilah yang digambarkan oleh Bentuk 2. Apabila penurunan dalam laju kematian dibarengi dengan penurunan pula dalam laju kelahiran, maka piramidenya akan berkecenderungan mengambil Bentuk 3. Apabila laju kelahiran berlanjut menurun, dasar piramide akan makin menyempit, seperti ditunjukkan pada Bentuk 4. Akhirnya, apabila laju kelahiran setelah menurun menunjukkan kembali kecenderungan meningkat yang berarti peremajaan penduduk, ia akan menunjukkan Bentuk 5. Patut dicatat bahwa semua piramide mempunyai lúas yang sama. Perbedaannya, dengan demikian, bukan terletak pada jumlah seluruh penduduk, tetapi terletak pada perbedaan distribua kependudukan menurut uña, yang memberikan bentuk berbeda-beda pada piramide. Jelaslah bahwa pada piramide Bentuk I dan Bentuk 2 perbandingan penduduk muda usia sangat tinggi, yang sebaliknya ditunjukkan oleh Bentuk 4. Dalam pada itu, penduduk muda ini berkecenderungan meningkat lagi seperti diperlihatkan pada Bentuk 5. Piramide usia Bentuk 1 banyak terdapat di negara-negara berkembang, dan lebih banyak lagi adalan Bentuk 2, sedangkan ketiga bentuk lainnya sangat dominan di negara-negara maju. c. Struktur usia dan laju pendaftaran masuk sekolah Sebagaimana telah dapat disaksikan, struktur usia memungkinkan kita untuk mengadakan estimasi jumlah penduduk usia sekolah. la memungkinkan pula untuk mengukur secara tepat laju masuk sekolah. Di Negara-negara berkembang, laju masuk sekolah dihitung dengan jalan membandingkan jumlah seluruh yang akan masuk sekolah tingkat tertentu misalnya, sekolah dasar dengan kelompok usia yang sama untuk tingkat sekolah tersebut yang terdaftar s e cara re-mi (sebagai data Statistik). Metode penghitungan ini biasanya menghasilkan estimasi laju masuk sekolah yang berlebihan, yang disebabkan oleh lambatnya masuk atau pengulangan kelas, dan karena itu, yang terdaftar secara resmi banyak 22

38 anak-anak yang lebih tua. Dengan deniikian, usia anak-anak sekolah yang sebcnarnya hanya dalam garis besar sesuai dengan usia resmi pada tingkat sekolah yang bersangkutan. Tabel 2, misalnya, menggambarkan distribusi usia anak didik di sekolah dasar dan sekolah menengah tingkat pertama di Uganda dalam tahun Distribusi ini digambarkan selanjutnya di Gambar 4 dalam bentuk piramide usia. Tabel 2. Uganda, anak didik sekolah dasar dan sekolah menengah tingkat pertama, menurut usia dan jenis kelamin, 1965 Usia Anak perempuan Anak laki-lakik Jumlah 5 tahun lebih muda tahun lebih tua , i Sumber : Pemerintah Uganda, Kementerian Pendidikan, Education Statistics (Statistik Pendidikan) 1965, tabel A Aiukküc -laki I 1, Usta 16 tahun lebih tua « LJ alun ribiu 10 D u 20 li GAMBAR 4 in Piramide usia berdasarkan data pada tabel ' ft 7 h ^nalc PC rmp'jnr 1 I I, 1 J 1 23

39 Sungguhpun usia resrni untuk sekolah dasar dan sekolah menengah tingkat pertama antara 6 sampai dengan 13 tahun, namun anak didik yang berusia 16 tahun dan lebih tua lagi kadang kala terdapat juga. Dengan demikian, perbandingan jumlah seluruh anak didik pada sekolah dasar dan sekolah menengah tingkat pertama dengan penduduk yang berusia antara 6 sampai dengan 13 tahun, akan menghasilkan suatu estimasi yang berlebih dari jumlah anak-anak berusia 6 sampai dengan 13 tahun yang benar-benar masuk sekolah. Kadang kala, sebagai pengganti perbandingan jumlah seluruh anak didik pada tingkat sekolah tertentu dengan jumlah anak-anak yang secara resmi telah mencapai usia sekolah untuk tingkat itu, dilakukan perbandingan antara jumlah anak didik yang terdapat di berbagai kelas dengan jumlah anakanak yang secara resmi telah mencapai usia sesuai dengan kelas-kelas itu. Selanjutnya dapat dianggap bahwa apa yang benar pada seluruh tingkat pendidikan akan benar juga bagi setiap kelas pada tingkat pendidikan itu. Suatu contoh yang baik digambarkan pada Tabel 3, yang memberikan perincian Tabcl 3. Distribusi usia anak didik kelas 6 di Gabon, 1962 Usia Anak perempuan Anak laki-laki Jumlah li Jumlah Sumber : J. Proust, "Les déperditions scolaires au Gabon" (Penurunan (jumlah) sekolah di Gabon), dalam Etudes "Tiers Monde", Problèmes de planification de l'éducation (Penelaahan "Tiers Monde": Masalah perencanaan pendidikan), Paris, Presses universitaires de France, 1964, him

40 distribusi usia anak didik di kclas 6 pada 25 buah sekolah dasar di Gabon dalam tahun (Patut dicatat bahwa usia resmi anak didik kelas 6 adalah 11 tahun). Karcna alasan ini, maka untuk memperoleh gambaran yang tepat perihal pendaftaran masuk sekolah di sebuah negara adalah perlu dihitung laju masuk sekolah menurut usia, atau dengan kata lain, jumlah anak-anak dari setiap usia yang benar-benar masuk sekolah. Penting juga untuk mengadakan perbedaan menurut jenis kelamin, karena mungkin saja laju kedua jenis kelamin dapat berbeda. Sebagai gambaran, Tabel 4 menunjukkan laju masuk sekolah di Filipina dalam tahun Data dari penduduk usia sekolah dan jumlah yang sebenarnya masuk sekolah digambarkan dalam bentuk piramide pada Gambar 5. Dapatlah disaksikan bahwa di Filipina, sepelí juga di Turki, terdapat kesenangan yang jelas untuk menyebutkan usia anak-anak dengan angka genap. Hal ini berlaku baik bagi Tabel 4. Pendaftaran masuk sekolah di Filipina menurut usia dan jenis kelamin 1960 Anak laki-laki Anak perempuan Seluruh Jumlah Persentase Seluruh Jumlah Persentase penduduk yang yang penduduk yang yang Usia (ribuan) masuk masuk (ribuan) masuk masuk sekolah sekolah (ribuan) sekolah (ribuan) sekolah Sumber : Census of the Philippines, 1960, Population and housing, vol. 11 Summary report (Sensus di Filipina, 1960, Penduduk dan perumahan, Jilid II Laporan ringkas), Manila,

41 Anale lakmaki Ulta Anale pciempuan loo Dalam ribuan ioo GAMBAR 5 Piramide u-ùa berdasarkan data pad a Tabel 4 anak-anak yang di luar sekolah maupun yang benar-benar bersekolah. Misalnya, jumlah anak-anak yang usianya dikatakan 10 atau 12 tahun jauh melebihi yang dikatakan berusia 11 tahun. Teknik piramide usia dapat juga digunakan untuk tujuan lain daripada menghitung penduduk usia sekolah. Misalnya, ia dapat juga digunakan untuk menghitung staf pengajar. d. Struktur usia pengajar dan pengaruhnya pada pengerahan tenaga pengajar dan biaya staf pengajar Salah satu sebab besar pada kemunduran dalam jumlah staf pengajar ìalah pensiun. 1 ) Dengan demikian pengetahuan 1. Hai ini tidak selamanya demikian. Badián dati mereka yang me«ninggalkan angkatan pengajar sebelum pensiun dapat sangat tinggi. Di Inggris dan Wales, misalnya, dari orang wanita yang memasuki akademi pendidikan 900 orang menjadi pengajar. Hanya 267 orang tetap menjadi pengajar setelah 8 tahun. Sejumlah dari mereka kemudian kembali lagi mengajar, namun jumlah mereka tidak 26

42 yang tepat akan struktur usia tenaga pengajar tersebut penting untuk mcnyiapkan diri terhadap kemunduran ini. Misalnya, Gambar 6 menunjukkan piramide usia dari para pengajar fisika "berijasah" di sekolah menengah di Perancis dalam tahun Piramide ini jelas menunjukkan bahwa jumlah pengajar yang berusia lebih dari 45 relatif besar. Pensiun boleh diminta pada usia antara 60 sampai 65 tahun, LakHaki Usia 65 Perempuan "D Jumlah dalam kelompok usia lima tahun GAMBAR 6 Piramide usia tenaga pengajar fisika "berijasah" pada sekolah menengah di Perancis, 1957 Sumber : Piramide di atas dikutip dari karya (sangat baik) Roland Pressât, L'analyse démographique, Paris, Presses, universitaires de France, (Analisis demografik, Paris, Penerbit Universitas Perancis), 1961, halaman. 250 (Publication of the Institut national d'études démographique). melampaui 409 orang. Perihal pria, dari orang yang memasuki akademi pendidikan, 673 orang setelah 8 tahun tetap sebagai pengajar, namun jumlah tersebut setelah itu berkurang secara teratur. (United Kingdom, Departement of Education and Science, The Demand for and Supply of Teachers, Ninth Report of the National Advisory Council on the Training and Supply of Teachers (Permintaan dan Penyediaan Pengajar, Laporan Kesembilan dari Dewan Penasihat Nasional mengenai Penyediaan Pengajar), London, HMSO, 1965, him. 84). Dalam pada itu, karena tiadanya data yang lebih terperinci, para pengajar yang meninggalkan lembaga pendidikan umum untuk mengajar di lembagalembaga teknik atau mengajar di luar negeri dianggap juga meninggalkan angkatan pengajar. 27

43 namun wajib pada usia 65 tahun. Berdasarkan itu dapatlah dengan mudah diperhitungkan bahwa selama masa 15 tahun berikutnya jumlah pengajar yang berpensiun akan relatif besar, yang karena itu perlu meningkatkan pengerahan tenaga pengajar untuk mengamati yang akan berpensiun, di samping menanggapi pendaftaran masuk sekolah yang mcningkat. Suatc kemungkinan lain dalam penerapan piramide usia yang berkenaan dengan staf pengajar, ialah penggajiannya. Mengingat bahwa gaji para pengajar disesuaikan dengan tingkat senioritas mereka, struktur usia atau lebih tepat lagi tahun senioritas staf pengajar memungkinkan suatu perkiraan yang tepat dalam efek keuangan pada skala gaji. Jelaslah bahwa gaji rata-rata, dan dengan demikian biaya per unit, akan tinggi apabila mayoritas para pengajar sendiri dari orang-orang yang relatif berusia lanjut daripada bila mayoritas para pengajar relatif muda usia (lihat Gambar 6, yang menggambarkan para pengajar fisika di Perancis). 28

44 Seksi III STRUKTUR KEPENDUDUKAN MENURUT KEGI- ATAN EKONOMI DAN MASALAH PERAMALAN KE- BUTUHAN TENAGA KERJA Masalah pertama perihal ini ialah mengetahui pcrsentase jumlah penduduk keseluruhannya yang terikat pada berbagai kegiatan ekonomi. Dengan kata lain, ia mengenai masalah pembedaan antara penduduk yang produktif dan yang tidak produktif. 1. PENDUDUK YANG PRODUKTIF DAN YANG TIDAK PRODUKTIF Pembedaan sepintas lalu yang sangat sederhana ini pada hakikatnya menimbulkan banyak persoalan. Masalahnya ialah memberikan suatu definisi yang tepat dan tegas-jelas dari penduduk produktif suatu hai yang tidak mudah apabila düngat betapa rumitnya keadaan yang sebenarnya. Untuk memberikan gambaran keadaan rumit ini, di sini akan diberikan beberapa contoh kesukaran yang dihadapi. Memang benar kalau menganggap pembantu rumah tangga sebagai orang-orang yang produktif. Namun bagaimanakah dengan ibu rumah tangga dan kaum wanita lainnya yang melaksanakan pekerjaan yang sama? Kesukaran yang sejenis juga dihadapi dalam hubungan dengan bidang pertanian. Dalam bidang ini, pada dasarnya kegiatan adaiah musiman dan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan berbeda-beda baik menurut intensitasnya maupun menurut mu- 29

45 sim ke musim dalam setahun. Pada waktu masa sibuk-sibuknya, misalnya musim panen, banyak orang disewa tenaganya namun hanya pada musim itu saja. Apakah mereka ini dapat dimasukkan dalam orang-orang yang produktif? Masalah yang sama timbul mengenai pekerjaan penggal waktu (part-time workers), para pemuda yang masuk dinas militer, dan sebagainya. a. Definisi penduduk produktif Untuk menunjukkan kerumitan penggolongan penduduk produktif, berikut ini adalah definisi yang disusulkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Penduduk produktif terdiri dari "orang-orang dari kedua jenis kelamin yang merupakan sumber daya manusia bagi produksi barang dan jasa". 1 ) Secara teoretis ia meliputi kelompok-kelompok sebagai berikut. 1. Majikan swasta, karyawan swasta, pengusaha pribadi, dan pekerja anggota keluarga tanpa bayaran. 2. Anggota angkatan bersenjata. 3. Orang-orang yang bekerja dan yang belum bekerja, tcrmasuk mereka yang pertama kalinya mencari lapangan kerja. 4. Orang-orang yang secara penggal waktu terikat pada kegiatan ekonomi. 5. Pembantu rumah tangga. Penduduk yang tidak produktif, ialah mereka yang tidak melakukan kegiatan ekonomi sama sekali. Termasuk di dalamnya ibu rumah tangga, mahasiswa dan pelajar, orang yang telah pensiun, dan anak-anak di bawah umur. Dalam pada itu, definisi yang sangat luas dari Perserikatan Bangsa-Bangsa ini tidak diterima secara merata di seluruh dunia. Karena itu haruslah berhati-hati dalam mengadakan perbandingan antara beberapa negara. Misalnya, di banyak negara penduduk yang untuk pertama kalinya mencari la- 1. United Nations, Principles and Recommendations for National Population Censuses (Prinsip dan Rekomendasi untuk Sensus Nasional), New York, 1958, paragraf 414 (58. XVIII. 5). 30

46 pangan kerja tidak dimasukkan dalam penduduk yang produktif, seperti halnya juga dengan pekerja anggota keluarga tanpa bayaran, anggota angkatan bersenjata, dan pekerja penggal waktu. b. Penduduk produktif dan laju kegiatan menurut usia dan jenis kelamin Jelaslah bahwa bagian penduduk yang produktif akan berbeda menurut usia dan jenis kelamin. Karena itu sangat berguna untuk menghitung menurut jenis kelamin persentase penduduk dalam setiap kelompok usia yang termasuk sebagai ekonomis produktif. Tabel 5, misalnya, menunjukkan beberapa angka dari penduduk produktif dan laju kegiatan menurut usia dan jenis kelamin di tempat negara. Tabel 5. Penduduk ekonomis produktif dan laju kegiatan menurut usia dan jenis kelamin (%) Kelompok Cjuinea 1955 Kosta Kika 1%3 Korea I960 Amerika Senkat 1960 Umur L P L P L P L P Sumber : United Nations, Demographic Yearbook (Buku Tahunan Demografik), 1964, New York 1965, tabel 8 Sebagaimana ditunjukkan dalam tabel, laju kegiatan bagi kaum laki-laki yang berusia 20 sampai 59 tahun sangat tinggi, dan hampir sama untuk ke-4 negara. Namun di pihak lain, perbedaan sangat menyolok dalam kelompok usia tahun yang bergantung pada jangka masa sekolahnya dan juga dalam data kaum perempuan. Laju kegiatan ekonomi pada kaum perempuan di Kosta Rika sangat rendah, DPP 9 (5) 31

47 sedangkan di Guinea sangat tinggi. Perbedaan ini mungkin sebagian disebabkan oleh perbedaan sifat nasional, namun sebagian besar disebabkan oleh perbedaan definisi mengenai penduduk produktii. Apabila penduduk produktii telah diperkirakan, maka penting untuk mengetahui bagaimana penyebarannya di berbagai sektor kegiatan ekonomi. 2. DISTRIBUSI KEPENDUDUKAN MENURUT SEKTOR KEGIATAN EKONOMI Secara tradisional dibedakan 3 (tiga) sektor ekonomi : sektor primer, sektor sekunder, dan sektor terrier. Sektor primer meliputi kegiatan produktii berdasarkan sumber daya alam, seperti pertanian, pertambangan, dan sebagainya. Sektor sekunder meliputi kegiatan ekonomis dalam bidang industri manufaktur dan proses sedangkan sektor terrier meliputi bidang jasa. Segera dapat disaksikan bahwa sektor terrier meliputi kegiatan-kegiatan yang sangat beraneka-ragam (heterogeneous), la meliputi semua jenis kegiatan, namun dua jenis subsektor patut disebut secara khusus: pertama, ialah subsektor perdagangan dalam arti yang luas (perbankan, asuransi, transpor, dan jasa distribusi) dan subsektor kebudayaan dan rekreasi (pendidikan, radio, televisi, media massa, hiburan, dan sebagainya). Ruang lingkup ketiga sektor telah berkembang sangat berbeda dengan lampaunya waktu di negara-negara yang se- Tabel 6:. Distribusi penduduk produktii menurut sektor ekonomi, negara-negara tertentu, 1960 (%) Negara Sektor primer Sektor sekunder Sektor tertier Ghana Maroko Mesir Jepang Perancis Jerman Barat Amerika Serikat SumOer : Disadur dari data pada United Nations, Demographic Yearbook (Buku Tahun Demografik), 1964, New York, 1965, him. 240 dan selanjutnya. 32

48 karang dinamakan negara maju. Demikian pula perbedaan akan sangat menyolok apabila diadakan perbandingan antara negara-negara berkembang. Di negara-negara berkembang sektor primerian yang sangat dominan, sedangkan sektor sekunder baru berkembang sekedamya. Sebaliknya di negaranegara maju, di mana sektor primer telah menjadi kecil dibandingkan dengan sektor-sektor sekunder dan tertier. Tabel 6 menggambarkan distribusi penduduk produktif menurut sektor ekonomi di beberapa negara dalam tahun Pengelompokan hanya dalam tiga sektor kegiatan ekonomi jelas terlampau umura untuk digunakan bagi suatu penghitungan yang sangat terperinci. Untuk memperoleh suatu perbandingan antara berbagai negara. Perserikatan Bangsa- Bangsa telah menyiapkan suatu standar klasifikasi internasional untuk semua kegiatan ekonomi (ISIC), yang didasarkan pada 9 (sembilan) kelompok kegiatan ekonomi.l). Dalam pada itu, di samping distribusi penduduk dalam kelompok kegiatan, diperlukan juga pengetahuan tentang mata pencarían atau lapangan pekerjaan untuk dapat meramalkan kebutuhan tenaga kerja. 3. DISTRIBUSI PENDUDUK MENURUT LAPANGAN KERJA Distribusi penduduk menurut lapangan kerja (occupation) tidak harus sama dengan distribusi menurut sektor kegiatan. Apabila semua petard dengan sendirinya dimasukkan dalam sektor pertanian, seorang mekanik atau ahli teknik mesin, misalnya, dapat bekerja di berbagai bidang yang demikian berbedanya, seperti pertanian, pertambangan, industri manufaktur, pembangkit tenaga listrik, dan transpor. Untuk mcmudahkan perbandingan internasional, Badan Buruh Internasional (International Labour Office) telah menyiapkan suatu klasifikasi standar internasional dalam lapangan kerja (ISCO), yang didasarkan pada 10 (sepuluh) ke- 1. United Nations, International Standard Industrial Classification of All Economic Activities (Klasifikasi Industri Standar Internasional mengenai Semua Kegiatan Ekonomi), New York, (Statistical series M., 4, rev. 1). 33

49 lompok besar lapangan kerja. 1 ). Untük dapat mengadakan peramalan kebutuhan tenaga kerja, sering kali perlu karena semua sektor kegiatan ekonomi tidak berkembang dengan laju yang sama mengadakan lintasklasifikasi yang menunjukkan, misalnya, klasifikasi lapangan kerja di setiap sektor. Dengan cara ini, apabila peningkatan produksi dalam setiap sektor kegiatan diketahui, maka kebutuhan tenaga kerja untuk berbagai lapisan kerja atau tipe pekerjaan dapat diestimasi atas dasar lintas-klasifikasi. Sungguhpun demikian, suatu raasalah yang sangat sulit masih tetap harus dihadapi ialah mengaitkan pekerjaan pada persyaratannya untuk itu, atau dengan kata lain, menyesuaikan lapangan kerja dan jenis latihan yang diperlukan. Bagaimanapun, betapapun cermatnya kita mengadakan peramalan kebutuhan tenaga kerja, peramalan itu hanyalah sekedar pendekatan (approximative) saja. Maka dalam hubungan ini, haruslah berhati-hati dalam perencanaan penerimaan pada pendidikan teknik dan perguruan tinggi...2) Jenis informasi mengenai struktur kependudukan menurut kegiatan ekonomi sangat penting bagi perencanaan pendidikan. Namun di samping itu masih ada aspek lain dari struktur kependudukan yang mungkin juga menjadi perhatiannya, ialah distribusi geografik dari penduduk. 1. International Labour Office, International Standard Classification of Occupations (Klasifikasi Standar Internasional dalam Lapangan Kerja), Geneve, Buku-buku berikut ini sangat dianjurkan untuk dipelajari masalah tersebut : F. Harbison, Educational Planning and Human Resource Development (Perencanaan Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia), Paris, Unesco/IIEP, (Fundamentals of Educational Planning (Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan), 3); H.S. Parnés, Forecasting Educational Needs for Economic and Sosial Development (Peramalan Kebutuhan Pendidikan guna Pembangunan Ekonomi dan Sosial), Paris, OECD,

50 Seksi IV DÏSTRIBUSI GEOGRAFIK PENDUDUK DAN MASA- LAH LOKAST LEMBAGA PENDIDIKAN Distribuai penduduk eli dalam sebuah negara, dengan sendirinya, tidak merata: beberapa wilayah rapat penduduknya, wilayah-wilayah lain jauh lebih jarang penduduknya. Apabila tidak digariskan suatu kebijakan yang terkoordinasi misalnya, rencana pembangunan daerah, pembangunan wilayah-wilayah tertentu akan saling berbeda dan perbedaan ini akan terus berkembang. Dengan demikian, penduduk di wilayah yang telah padat penduduknya terus berkembang dan sebaliknya. wilayah yang tadinya sudah jarang penduduknya dapat berkurang lagi jumlah penduduknya. Dengan kata lain, distribusi geografik penduduk tidak akan pemah statis, yang dengan sendirinya merupakan masalah bagi si perencana pendidikan. 1. MENGUKUR DISTRIBUSI GEOGRAFIK PENDU DUK SUATU NEGARA Suatu telaah perihal kepadatan penduduk di berbagai wilayah merupakan suatu penilaian pandangan dari suatu distribusi penduduk, namun untuk melakukan survei semacam ini yang mempunyai arti dan kegunaan ia harus memusatkan dirinya pada unit administratif atau geografis yang terkecil karena suatu angka kepadatan (penduduk) rata-rata saja dengan sendirinya kurang berarti. Namun apabila data kependudukan 35

51 yang tersedia adalah didasarkan uji rambang (random sampling) dari sejumlah unit administratif yang terbatas, dan apabila kemudian hasilnya diekstrapolasikan untuk seluruh wilayah negara, angka-angka yang akan diperoleh tidak memungkinkan untuk mengetahui jumlah penduduk sebenarnya dari berbagai wilayah lainnya. Dalam kondisi demudan, estimasi kepadatan penduduk setidak-tidaknya dapat dikatakan sangat kabur. Sebuah kota atau kota besar di dalam suatu wilayah, dengan sendirinya akan meningkatkan laju kepadatan dari unit administratif yang bersangkutan, dan dengan demikian akan memalsukan atau mengaburkan data daerahdaerah pedesaan yang juga termasuk dalam unit tersebut. Karena alasan ini, maka biasanya penduduk daerah perkotaan (urban areas) dikecualikan dalam estimasi yang dilakukan. Suatu cara lain dalam mengadakan estimasi distribusi geografik penduduk ialah dengan jalan mengelompokkan (classify) unit-unit administratif yang terdapat dalam sebuah negara, sesuai dengan jumlah penduduknya. Tetapi di sini pun terdapat kelemahan, karena jumlah penduduk secara keseluruhan tidak memberikan indikasi perihal karakteristik lokal dari setiap masyarakat (dalam setiap unit administratif), apakah ia merupakan masyarakat yang padat atau yang berpencar. Data demikian merupakan faktor penting dalam merencanakan lokasi bangunan pendidikan. Untuk memberikan sekedar contoh, Tabel 7 menggambarkan distribusi desa-desa di Maroko sesuai dengan jumlah penduduknya. Dapatlah dicatat bahwa sebagian besar desa Maroko mempunyai penduduk kurang dari 500 orang, suatu ka- Tabel 7. Distribusi desa-desa di Maroko, sesuai dengan jumlah penduduknya Penduduk Jumlah desa Persentase dari keseluruhan Kurang dari 300 orang Dari 300 sampai 499 orang Dari 500 sampai 999 orang Dari sampai orang Lebih dari orang Sumber : dokumen yang tidak diterbitkan 36

52 rakteristik yang menimbulkan masalah dalam pengembangan pendidikan di daerah pedesaan. Selain itu, yang penting juga bagi si perencana pendidikan tidak hanya distribusi penduduk pada saat ini tetapi juga trend kependudukan di kemudian hari. Maka dari itu, ia berkepentingan juga untuk mempelajari perpindahan penduduk dalam negeri (internal migrations). Haruslah diakui bahwa pada umumnya sedikit sekali diketahui perihal perpindahan penduduk di dalam wilayah nasional sebuah negara. Sensus umum berkala memungkinkan diketahuinya laju perkembangan berbagai wilayah khususnya pusat-pusat perkotaan atau urban, namun persentase dari perkembangan itu yang disebabkan oleh peningkatan alamiah dan yang disebabkan oleh perpindahan dalam negeri tidaklah diketahui, dan lebih tidak diketahui lagi adalah usia dan asal dari daerah yang penduduknya hidup terpencar, khususnya di daerah penduduk yang berpindah itu! ) 2. MERENCANAKAN LOKASI SEKOLAH Dua pertimbangan yang kadang kala saling bertentangan, harus menjadi perhatian pada waktu menetapkan lokasi sekolah: jumlah penduduk suatu wilayah, dan daerah pelayanan sekolah (catchment areas of the school) yang bersangkutan. Sepanjang mengenai jumlah penduduk satu hai adalah jelas. Di suatu wilayah haruslah terdapat anak didik dalam suatu jumlah minimum tertentu untuk dapat membenarkan dibangunnya sebuah sekolah. Masalah ini bertambah sukar pada kasus pembangunan sebuah sekolah lanjutan, yang mempunyai lebih banyak mata pelajaran, baik yang wajib maupun yang bersifat pilihan. Yang juga penting adalah bahwa daerah yang dilayani oleh sekolah tidak demikian luas, sehingga para anak didik dapat mencapainya dengan mudah dari rumah masing-masing. Batas-batas daerah yang masih dapat diterima untuk itu, dengan sendirinya, bergantung pada usia anak-anak, 1. Kami akan membahas kembali masalah ini di Bagian Kedua buku kecil ini, khususnya pada waktu membahas pergerakan penduduk. Lihat khususnya, halaman-halaman 64 dan

53 kemudahan-kemudahan yang dapat diberikan (dalam hai ini, misalnya, disebabkannya makan siang atau tidak), pengangkutan yang bisa disediakan, dan apakah cuaca di daerah itu keras atau tidak. Dengan sendirinya, masalah itu tidak akan dialami di daerah dengan penduduk yang sangat padat. Bagaimanapun di daerah padat terdapat cukup penduduk, sehingga daerah yang menjadi pelayanan sekolah tidak usah luas. Namun keadaannya sangat lain, apabila yang dihadapi adalah daerah yang penduduknya hidup terpencar, khususnya di daerah pedesaan. Pada pendidikan dasar, yang memungkinkan digunakannya sekolah dengan sebuah ruangan kelas tanpa mengurangi pertimbangan pedagogisnya, masalah lokasi sekolah tidak memberikan kesukaran-kesukaran yang tidak teratasi. Hal ini sekali lagi digambarkan dengan jelas oleh Maroko: Tabel 8 rrienunjukkan distribusi sekolah dasar di daerah pedesaan, sesuai dengan jumlah ruangan kelas yang tersedia pada sekolahsekolah. Tabel 8. Sekolah dasar di pedesaan di Maroko, sesuai dengan jumlah ruangan kelas Tipe sekolah Jumlah Persentase 1 ruangan kelas ruangan kelas ruangan kelas ruangan kelas ruangan kelas ruangan kelas atau lebih Jumlah Karena ukuran desa-desa Maroko yang kecil, 89 persen dari jumlah seluruh sekolah mempunyai ruangan kelas hanya sebuah untuk sekolah dasar yang mempunyai tingkat 6 kelas. Keadaan ini menunjukkan secara implisit bahwa sekolah-sekolah (di Maroko) hanya memberikan sebagian saja (partial schooling) penyekolahan dasar atau memberikan pelajaran pada berbagai tingkat di sebuah ruangan saja dengan guru yang sama. Dalam pada itu, haruslah dicatat bahwa rasio anak didik terhadap pengajar adalah lebih rendah 38

54 di sekolah-sekolah di daerah pedesaan daripada di daerah urban (31,7 : 1 dibandingkañ dengan 44 : 1). Pada pendidikan tingkat sekolah lanjutan, dengan mengingat kurikulum yang dapat dipilih dan mata pelajaran yang wajib diajarkan, jumlah anak didik haruslah lebih besar untuk dapat membenarkan dibangunnya sebuah sekolah. Bergantung kepàda jumlah penduduk setempat, distribusi usianya dan jumlah anak-anak yang mengunjungi sekolah, daerah pelayanan sekolah harus juga lebih lúas lagi. Apabila daerah itu terlampau luas, maka mungkin perlu disediakannya bus sekolah atau penyediaan asrama anak didik. Namun semuanya ini dengan sendirinya meningkatkan biaya dan adalah atas dasar perbandingan biaya apakah cara pemecahan yang ini atau yang lain yang akan dipilih. Namun bagaimanapun, haruslah dipahami bahwa lokasi sekolah tidak boleh didasarkan hanya atas pertimbangan teoretis belaka. Banyak faktor harus diperhitungkan trend kependudukan, alat pengangkutan, dan faktor-faktor sosial dan ekonomi lainnya - dan semua faktor ini dapat berbeda dari satu wilayah ke wilayah lain. Semua faktor ini diketahui paling baik oleh penduduk pada tingkat lokal, dan iniiah mengapa sepanjang masih memungkinkan para pejabat setempat harus dilibatkan sepenuhnya dalam menetapkan lokasi sekolah. Sebuah masalah lain akan timbul dari perbedaan jumlah anak-anak yang mengunjungi sekolah di berbagai daerah. Dalam memilih lokasi sekolah, apakah daerah yang laju kunjungan sekolahnya lebih rendah didahulukan dengan risiko akan memperoleh kunjungan anak didik yang kecil, ataukah secara mudah menyediakan lebih banyak sekolah di daerah yang penduduknya padat sehingga pembangunan sekolah lebih dapat dibenarkan? Tidaklah mudah untuk menjawab pertanyaan ini, karena ia menyangkut soal prinsip. Apakah jumlah anak didik keseluruhannya ditingkatkan sampai jumlah maksimum, ataukah sebaliknya, diberikan kesempatan yang sama kepada anak laki-laki dan perempuan tanpa memperhitungkan di mana mereka tinggal? Masalah ini tambah dipersukar dengan kenyataannya, bahwa biaya per unit di berbagai daerah adalah tidak sama (antara lain, disebabkan 39

55 oleh rasio anak didik/pengajar yang rendah dan perlunya diberikan imbalan perangsang kepada para pengajar untuk kesediaan mengajar di tempat-tempat yang kurang disenangi). Dengan tetap mengikuti jalan pikiran ini, harus juga diingat bahwa apabila laju kunjungan sekolah meningkat masalah pembangunan sekolah akan berlipat ganda pula, dan sasaran wajib belajar secara implisit akan berarti pembangunan sekolah di tempat-tempat yang jauh dan tidak atau kurang disenangi, dengan segala konsekuensinya pada biaya per unit pada pembangunannya. Perencanaan lokasi sekolah selanjutnya dapat lebih dipersukar lagi di negara-negara yang mempunyai banyak suku bangsa dan bahasa daerah, yang harus memperhitungkan pula karakteristik lokal itu. Sampai sekarang ini, kami telah mendiskusikan struktur kependudukan dalam berbagai aspeknya dan mencoba memberikan gambaran perihal efek struktur tersebut pada perencanaan pendidikan. Namun harus diingat bahwa si perencana pendidikan tidak boleh puas hanya dengan mengetahui keadaan sekarang saja. la harus pula mempunyai gambaran yang tepat tentang masalah yang mungkin dihadapinya di kemudian hari. Secara khusus ia harus mengetahui trend kependudukan di tahun-tahun yang akan datang. Itulah pokok bahasan yang akan dipelajari di halaman-halaman berikut ini, dengan jalan menelaah perubahan kependudukan dan dampaknya pada perencanaan pendidikan. 40

56 Bagian Kedua PERUBAHAN KEPENDUDUKAN DAN DAMPAKNYA PADA PERENCANAAN PENDIDIKAN Suatu telaah perihal kependudukan harus memperhitungkan trend setiap peningkatan (atau sangat jarang terjadi, juga setiap penurunan) dalam penduduk setelah suatu jangka waktu tertentu. Jelaslah bahwa dua buah faktor mempengaruhi trend ini, yaitu kelahiran dan kematian. Kombinasi kedua faktor ini, ditambah perpindahan, menentukan perubahan dalam jumlah penduduk. Faktor-faktor inilah yang sekarang akan didiskusikan. M

57 Srksi J KELAHIRAN Dalam seksi ini pertama-tama kami akan mendiskusikan caracara mengukur kelahiran, dan kemudian mempelajari berbagai trend dalam kelahiran di beberapa negara tertentu. 1. METODE UNTUK MENGUKUR KELAHIRAN Dur. jcnis laju pokok digunakan untuk mengestimasi kelahiran, yaitu laju kelahiran kotor dan laju kesuburan. a. Laju kelahiran kotor Laju yang diperoleh secara mudah ialah dengan jalan membandingkan jumlah kelahiran hidup selama satu tahun dengan jumlah rata-rata penduduk untuk tahun yang sama. Jumlah rata-rata penduduk untuk tahun tertentu dapat diperoleh dari jumlah penduduk pada 1 Juli dari tahun tersebut, atau jumlah rata-rata penduduk pada awal tahun dan pada akhir tahun tersebut. Haruslah dicatat bahvva sebagai kebiasaan laju kelahiran dihitung dengan perbandingan per seribu. Hai ini juga di!akukan bagi laju demografik lainnya. Sungguhpun laju kelahiran kotor mempunyai keuntungan sebagai suatu kelajuan yang sangat scderhana dan bisa diperoleh dari data umum, namun ia mempunyai kelemahankelemahan tertentu. Salah satu kelemahannya ialah bahwa ia menunjukkan rasio antara kelahiran hidup dan penduduk 42

58 keseluruhan, sedangkan pada hakikatnya hanya sebagian dari pcnduduk terdiri dari pcrempuan yang berusia subur (of childbearing age). Dengan demikian, laju kelahiran kotor berubahubah sesuai dengan struktur usia penduduk, khususnya dari persentase perempuan berusia subur dalam hubungan dengan jumlah penduduk keseluruhannya. Laju ini, dengan demikian tidak bisa digunakan untuk mengadakan perbandingan antara negara-negara, mengingat kemungkinan struktur usia yang sangat berbeda. Inilah alasannya, mengapa para demograf lebih banyak menggunakan laju kesuburan daripada laju icclahiran kotor. b. Laju kesuburan Dalam mendiskusikan kesuburan,!) pertama-tama harus dikatakan bahwa istilah itu sendiri menunjukkan akan adanya hubungan antara jumlah kelahiran dengan jumlah perempuan berusia subur. Dalam pada itu, dapat pula diadakan perbedaan antara laju kesuburan umum dan laju kesuburan menurut usia. 1. Laju kesuburan umum. Laju ini adalah hasil rasio antara kelahiran hidup dengan jumlah perempuan yang berusia subur (secara umum dianggap perempuan yang berusia antara 15 sampai 49). Sebagaimana halnya dengan laju kelahiran kotor, laju ini pun dinyatakan dalam perbandingan per seribu. Apabila jumlah seluruh kelahiran dibandingkan dengan jumlah seluruh perempuan yang berusia 15 sampai 49 tahun (baik yang menikah maupun tidak), maka kita memperoleh laju kesuburan umum. Namun apabila kita hanya memperhitungkan kelahiran yang sah dan perempuan yang menikah, maka kita akan memperoleh laju kesuburan yang sah (legitimate fertility rate). 1. Kadang kala dalam suatu análisis demografik diadakan perbedaan antara "kesuburan aktual" (fertility) dan "kesuburan pontensial (fecundity). Kesuburan potensial menunjukkan akan potensi biologis untuk melahirkan anak, sedangkan kesuburan aktual adalah kelahiran yang nyata. Kedua istilah akan berarti sama apabila tidak diadakan pembatasan kelahiran yang disengaja, dengan kata lain, kelahiran yang direncanakan. Sebaliknya, kedua istilah akan berbeda, karena suatu pasangan (suami-isteri) dapat saja "potensial subur" (fecund) namun secara sukarela tidak mempunyai anak, dan karena itu tidak "aktual subur" (fertility). 43

59 Salah satu kelemahan laju kesuburan umum ini ialah, ia tidak memberikan gambaran yang tepat tentang kesuburan. Diketahui secara umum bahwa kesuburan bergantung pada usia, dan secara khusus mencapai puncaknya pada perempuan yang berusia antara 20 dan 30 tahun. Berkaitan dengan ini, laju kesuburan umum penduduk dapat tinggi atau rendah sesuai dengan jumlah perempuan yang berusia antara 20 dan 30 tahun. Karena alasan inilah, para perencana lebih menghendaki penghitungan laju kesuburan menurut usia (fertility rate by age). 2. Laju kesuburan menurut usia. Laju kesuburan dengan sendirinya dapat dihitung untuk setiap usia per tahun (dengan jalan memperoleh rasio antara jumlah kelahiran hidup oleh ibu berusia 20 tahun dan jumlah keseluruhan perempuan yang berusia 20 tahun). Namun pada umumnya, laju kesuburan hanya ditentukan menurut kelompok usia (usia 15 19, 20-24, tahun, dan seterusnya). Sebagaimana telah ditunjukkan di atas, laju kesuburan umum menurut usia dan laju kesuburan yang sah menurut usia dapat dihitung secara terpisah. Apabila tidak terdapat keluarga berencana yang dilakukan secara sukarela, maka laju kesuburan menurut usia memberikan suatu pengukuran yang relatif tepat bagi jumlah kelahiran. Apabila laju ini telah diketahui, maka mungkinlah untuk memperkirakan kelahiran di kemudian hari dengan suatu ketepatan tertentu. Namun apabila dilakukan keluarga berencana, penerapan laju kesuburan untuk memperkirakan kelahiran akan sangat sukar. Sebab apabila jumlah anggota keluarga dibatasi secara sukarela dan jarak kelahiran juga secara sukarela dijarangkan, maka usia perempuan tidak lagi menj adi satu-satunya faktor yang mempengaruhi kesuburan. Berbagai faktor lain ikut memainkan peranan, misalnya, usia pada waktu menikah, usia pernikahan, jumlah anakanak sebelum suatu kelahiran. Dalam keadaan demikian, mudah dipahami bahwa laju kesuburan menurut usia menjadi kurang penting. Sungguhpun demikian, walau adanya kelemahan-kelemahan itu, selama digunakan secara berhati-hati laju kesuburan menurut usia merupakan cara terbaik untuk memperkirakan kelahiran di kemudian hari. (Perihal ini akan 44

60 dibahas kembali pada waktu menelaah metode-metode mengadakan proyeksi kependudukan). Setelah menganalisis berbagai cara mengukur kelahiran, maka sekarang kita akan menelaah berbagai trend kelahiran di negara-negara tertentu. 2. TREND KELAHIRAN DI NEGARA-NEGARA TERTENTU Kiranya pandangan sepintas lalu pada Gambar 7, yang menggambarkan jumlah kelahiran di Swedia dari tahun 1900 sampai tahun 1965, telah menunjukkan bahwa laju kelahiran dapat berbeda dalam suatu jangka waktu tertentu. Dengan pengecualian yang menyolok dalam tahun 1920, jumlah kelahiran di Swedia antara tahun 1900 dan tahun 1935 menurun secara berkelanjutan. Kemudian ia meningkat, yang terjadi dengan sangat menyolok antara tahun 1940 dan tahun Ia kemudian menurun kembali; penurunan Gambar 7 Trend kelahiran di Swedia ( ) Sumber : OECD, Education Policy and Planning in Sweden (Kebijakan Pendidikan dan Perencanaan di Swedia), Paris, Directorate for Scientific Affairs (Direktorat Urusan Ilmiah), 1966, him. 19 (DAS/EIP/66.37) 45

61 ini dapat dikaitkan dengan jumlah yang dilahirkan setelah tahun 1920 yang pada akhir tahun-tahun 1940-an dan an mencapai usia reproduksi. Dalam tahun 1960 arah kurva berubah lagi. Menghadapi perbedaan-perbedaan yang demikian menyoloknya, dengan demikian mudahlah untuk mengetahui betapa banyaknya mengadakan ekstrapolasi dalam jumlah kelahiran di kemudian hari berdasarkan trend di masa lalu. Sungguhpun demikian, jumlah kelahiran di kemudian hari adalah sangat penting bagi para perencana pendidikan. Jelas, bahwa jumlah kelahiran di tahun-tahun kemudian sangat menentukan jumlah anak didik pada berbagai tingkat pendidikan. Sungguhpun dewasa ini di sebagaian besar negara berkembang perencanaan pendidikan lebih banyak berkaitan dengan peningkatan jumlah anak didik, namun di negara-negara lain setelah suatu masa penurunan angka kelahiran perencanaan pendidikan dapat berkenan dengan penurunan jumlah anak didik. Dalam pada itu, haruslah disadari bahwa suatu penurunan dalam laju kelahiran bukanlah satu-satunya sebab penurunan jumlah anak didik. Seperti nanti dapat dilihat, perpindahan penduduk di dalam negeri dapat menyebabkan perubahan dalam jumlah penduduk di daerah pedesaan dengan sangat menentukan. Dalam hai demikian, akibatnya ialah penurunan secara menyolok dalam jumlah anak didik dan kurang pemanfaatan sekolah-sekolah di pedesaan, sedangkan di pihak lain, sekolah-sekolah baru harus dibangun di daerah urban untuk menampung anak-anak dari keluarga yang baru berpindah. Dengan cara ini, perencanaan peningkatan jumlah anak didik harus dilaksanakan sekaligus dengan perencanaan penurunan jumlah anak didik. Penurunan kelahiran yang dapat disaksikan di Swedia pada akhir abad ke-19 dan pada awal abad ke-20 merupakan suatu fenomena umum di semua negara Eropa Barat. Di kebanyakan negara ini, dalam abad ke-18 laju kelahiran kotor adalah sekitar 40 per seribu, ia kemudian menurun secara menyolok sampai 18 per seribu, yang merupakan laju terendah antara kedua Perang Dunia. 46

62 Apabila sebuah negara mengikuti kebijakan keluarga berencana dan kebijakan itu diterapkan secara sistematis, maka dapat disaksikan suatu penurunan dalam laju kelahiran yang sangat menyolok. Tabel 9 menunjukkan laju kelahiran kotor. di Jepang menurun dengan sangat dari 30 per seribu sampai 18 per seribu, yaitu suatu tingkatan yang sama dengan yang terdapat di negara-negara Eropa Barat. Tabel 9. Trend laju kelahiran kotor di Jepang (%o). Tahun Laju Tahun Laju a buinuer : United Nations, mografik), 1965, Démographie Yearbook (üuku New York, 1966, him tahunan De- Negara-negara lain yang berpendapat bahwa penduduknya berkembang terlampau cepat, juga berusaha menerapkan kebijakan keluarga berencana. Hasilnya sering kali mengecewakan, baik karena tantangan dari penduduk maupun dari rumitnya cara yang diterapkan. Mengingat kedua sebab inilah, kiranya tingkat pendidikan umum dari penduduk dan dalam hai ini contoh Jepang telah memberikan buktinya merupakan suatu faktor yang menentukan bagi berhasilnya kebijakan keluarga berencana. Apabila laju kelahiran berbeda menurut waktu, ia lebih menunjukkan perbedaan yang lebih menyolok apabila dilakukan perbandingan antara negara-negara. Sebagai contoh. Tabel 10 memberikan laju kelahiran kotor di beberapa negara di dunia dalam tahun Tabel 10. Laju kelahiran kotor di beberapa negara di tahun 1964 (%o). Negara " Laju Negara Laju Negara-negara maju Amerika Latin Amerika Serikat 21.2 El Salvador 46.3 Kanada 23.8 Honduras *46.3 Inggris 18.7 Meksiko 45.2 Jerman Barat 18.2 Venezuela *43.4 Perancis 18.1 Nikaragua 41.8 Jepang 17.7 DPP 9 (6) 47

63 Afrika Asia Gambia 44.9 Burma 39.7 Réunion 43.3 Malaysia *39.4 Madagaskar 42.4 Taiwan 34.5 Mauritius 38.1 Sumber : United Nations, Demographic Yearbook (Buku Tahunan Demografik), 1964, New York, 1965, him Sebagaimana dapat disaksikan, laju kelahiran kotor negara-negara berkembang mencapai rata-rata antara 40 dan 45 per seribu, yang berarti kurang lebih dua kali laju sebagian besar negara-negara maju. Namun karena laju kelahiran kotor bergantung kepada struktur usia penduduknya, ia bukan merupakan cara yang paling tepat untuk mengadakan perbandingan antarnegara. Akan lebih baik bila mengadakan perbandingan laju kesuburan menurut usia, seperti yang diberikan pada Tabel 11. Tabel 11. Laju kesuburan menurut usia di beberapa negara maju negara berkembang ( %o ) dan Negara Sweuia Inggris Jerman Barat Perancis Portugal Peru Taiwan Panama Mauritius iyt> Ü ! Sumber : Dikalkulasikan dari data dalam United Nations, Demograph.it Yearbook (Buku Tahunan Demografik), 1964, New York, 1965, him dan him Seperti dapat diperkirakan, pertama-tama yang menarik perhatian ialah bahwa laju kesuburan pada semua usia adaiah lebih tinggi di negara-negara berkembang daripada di negaranegara maju. Namun apa yang juga menarik perhatian ialah bahwa perbedaan itu relatif rendah pada kelompok usia tahun, namun lebih tinggi untuk kelompok-kelompok usia lainnya dan khususnya untuk kelompok usia antara 40 dan 49 tahun. Gejala ini menunjukkan perbedaan antara 48

64 orang yang secara sukarela mencrapkan keluarga berencana dan yang tidak, atau setidak-tidaknya tidak sampai suatu tingkat yang jauh. Di negara yang menerapkan keluarga berencana, segera jumlah anggota keluarga telah mencapai jumlah yang diingini dilakukan usaha untuk mencegah kelahiran lebih lanjut, dan jumlah anggota keluarga yang diingini ini telah dicapai pada waktu si ibu menurut perbandingan masih muda usia. Di mana tidak diterapkan keluarga berencana, kesuburan potensial (fecundity) dan kesuburan aktual (fertility) adalah sama, dan trend kesuburan aktual menurut usia banyak berkaitan dengan faktor-faktor biologis. Dalam kasus ini, sebagaimana telah kami tunjukkan, adalah mungkin untuk mengadakan peramalan yang hampir-hampir tepat dalam kelahiran di kemudian hari berdasarkan laju kesuburan menurut usia. Setelah membahas kelahiran, kami sekarang akan membahas faktor kedua yang mempengaruhi perubahan kependudukan, yaitu mortalitas. 49

65 Seksi II MORTALITAS Biasanya dibedakan antara dua jcnis mortalitas, sesuai dengan sebab kematian: mortalitas endogenous dan mortalitas eksogenous. Mortalitas endogenous diartikan dengan kematian yang clisebabkan oleh sesuatu yang ada dalam diri individu. Dengan demikian, misalnya, apabila seorang bayi dilahirkan dengan kelainan dan kemudian mati karena kelainannya itu, kematiannya dapat dimasukkan dalam kategori ini. Dapat dimasukkan juga dalam kategori ini kematian karena usia tua atau penyakit-penyakit yang menyertai usia tua, seperti misalnya, jejas pembuluh darah, kanker, dan sebagainya. Mortalitas eksogenous sebaliknya, biasanya dikaitkan dengan sebab-sebab lain, misalnya, kecelakaan, penyakit menular, penyakit penccrnaan, dan sebagainya. Sungguhpun pembedaan di atas terlihat seolah-olah tajam dan jelas, namun dalam menghadapi praktek kenyataan tidak demikian jelasnya, karena sering kali sebab kematian tidak diketahui atau secara resmi tidak diberikan keterangan, atau karena kematiannya dikaitkan berbagai sebab secara bersamaan. Sungguhpun demikian, perbedaan tersebut banyak gunanya. Suatu hai yang menarik perhatian ialah, sungguhpun kemajuan higiene dan perawatan kesehatan di satu pihak, dan peningkatan standar kehidupan di lain pihak, telah mampu menurunkan mortalitas eksogenous sampai suatu tingkat yang 50

66 lanjut, namun hanya mempunyai sedikit pengaruh pada mortalitas endogenous. Kemajuan dalam bidang kedokteran benar dapat mencegah kematian yang terlampau dini (premature deaths) namun tidak dapat memperpanjang usia di luar suatu batas tertentu. Berkenaan dengan itu, apabila terjadi suatu penurunan dalam mortalitas, ia lebih banyak bertalian dengan generasi yang lebih muda daripada generasi yang lanjut. Akibatnya ialah bahwa penurunan dalam angka mortalitas mempunyai dampak membentuk penduduk yang lebih muda (atau suatu peningkatan dalam bagian yang lebih muda dari penduduk dibandingkan dengan bagian yang lebih tua). Sebagaimana halnya dengan kelahiran, kita akan membahas secara berturut-turut bagaimana cara mengukur mortalitas, dan kemudian trend dari mortalitas di beberapa negara tertentu. METODE MENGUKUR MORTALITAS Cara termudah untuk mengukur mortalitas ialah melalui angka kematian kotor. Angka ini diperoleh dengan jalan membagi jumlah seluruh kematian dalam satu tahun dengan jumlah rata-rata seluruh penduduk dalam tahun itu juga. Penghitungan angka dengan cara demikian sangatlah sederhana, karena ia tidak membutuhkan Statistik kematian yang terperinci. Dalam pada itu, ia mempunyai kelemahan-kelemahannya, khususnya apabila digunakan untuk mengadakan perbandingan antamegara. Sebagai contoh dapat disebutkan bahwa angka kematian kotor di Taiwan dalam tahun 1964 adalah 5,7 per seribu, sedangkan di Amerika Serikat dalam tahun yang sama angka tersebut adalah 9,4 per seribu. Namun jelas omong kosong untuk menyatakan bahwa tingkat kematian di Amerika Serikat lebih tinggi daripada di Taiwan. Yang sepintas lalu terlihat sebagai paradox secara mudah dapat dijelaskan dengan fakta bahwa angka kematian banyak berbeda sesuai dengan usia, yang biasanya sangat rendah pada usia muda dan lebih tinggi pada usia lanjut. Perbandingan kematian dengan jumlah seluruh penduduk dengan demikian bergantung dari struktur usia seluruh penduduk. Penduduk yang muda (ialah penduduk, yang mempunyai 51

67 bagian berusia muda dalam pcrbandingan relatif lebih besar daripada bagian yang berusia lanjut) berdasarkan itu akan menunjukkan angka kematian kotor yang lebih rendah daripada penduduk yang tua. Karena sifat yang umum dari angka kematian kotor itu, bagi para demograf mengurangi bobotnya, yang serentak menghadapi fakta bahwa tingkat mortalitas berbeda-beda sesuai dengan usia maka berkecenderungan untuk mengukur angka mortalitas menurut usia. Cara terakhir ini jelas memberikan indikasi yang lebih tepat bagi mortalitas penduduk tertentu. Patut kiranya diperhatikan pula bahwa angka mortalitas diperhitungkan secara terpisah bagi laki-laki dan perempuan, karena keduanya jelas berbeda. Di banyak negara angka mortalitas bagi laki-laki adalah lebih tinggi daripada bagi perempuan, dan ini berlaku bagi semua usia, a. Angka mortalitas menurut uña Dalam mengkalkulasikan angka mortalitas menurut usia, banyak digunakan istilah "kohort" (cohort) yang menunjukkan sekelompok penduduk yang dilahirkan dalam période yang sama, misalnya, dalam tahun kalender yang sama. Jelas bahwa dengan berjalannya waktu, jumlah orang dalam suatu kohort akan berkurang karena kematian. Dengan mengikuti trend sebuah kohort dengan sendirinya juga kohort-kohort lain kita dapat mengadakan dampak dari mortalitas. Misalnya, dengan jalan mengadakan perbandingan angka kematian dalam sebuah kohort pada usia 50 tahun dengan angka yang tahan hidup pada usia yang sama dari kohort yang sama, kita akan memperoleh suatu ukuran dari mortalitas pada usia 50 tahun. Ukuran inilah yang merupakan angka mortalitas. Menghitung angka mortalitas memerlukan data Statistik yang terperinci, termasuk di dalamnya angka kematian pada usia tertentu dan jumlah yang tahan hidup pada usia yang sama dari kohort yang sama. Namun dalam banyak hai Statistik yang terperinci ini tidak tersedia. Maka dari itu, terpaksa diadakan kalkulasi angka kematian pada usia berbeda-beda, dan angka ini menunjukkan proporsi kematian orang-orang 52

68 pada usia masing-masing dalam tahun calender yang sama dibandingkan dengan seluruh jumlah rata-rata dori orangorang yang sama usia dalam tahun holender yang soma. Angka kematian dengan demikian secara pasti memberikan informasi berharga perihal karakteristik mortalitas pada penduduk. Namun ia tidak memungkinkan kita untuk mengadakan kalkulasi terperinci, dan khususnya menyusun tabeltabel mortalitas, yang akan kita bahas kemudian. Untuk tujuan itu, akan diusahakan untuk mengubah angka kematian dalam angka mortalitas. 1. Pengubahan angka kematian menjadi angka mortalitas: metode Reed-Merell. Dengan mempelajari penduduk berbagai negara bagian di Amerika dalam tahun-tahun 1910, 1920, dan 1930, yang telah tersedia baik angka kematian maupun angka mortalitasnya, Reed dan Merell berusaha untuk mengadakan kaitan yang menghubungkan antara kedua nilai tersebut. 1 ) Tidaklah mungkin untuk menjelaskan metode kalkulasi mereka sampai terperinci pada kesempatan mi. Namun hasil karya Reed-Merell telah diterbitkan dalam bentuk tabeltabel, yang menunjukkan ekivalen dari angka mortalitas dari semua nilai angka kematian yang patut disebut bagi kelompok usia empat tahun, lima tahun, dan sepuluh tahun. Jelas, bahwa fakta Reed dan Merell mendasarkan dirinya pada Statistik Amerika Serikat untuk menghubungkan kaitan antara angka kematian dan angka mortalitas sedikit membatasi jangkauan karya mereka, karena tidak dapat disangkal bahwa struktur mortalitas dan angkanya menurut usia di negara-negara berkembang tidak senantiasa sejalan secara tepat dengan apa yang dapat disaksikan di Amerika Serikat sdama période yang sama. Walaupun adanya catatan tersebut, haruslah dinyatakan bahwa tabel-tabel Reed-Merell merupakan alat kerja yang sangat berguna dan yang memungkinkan untuk cepat mengubah angka kematian menjadi angka mortalitas apabila tidak ada cara lain untuk melakukannya. 1. L.J. Reed and M. Merell, "A short method for constructing and abridged life table (Suatu metode singkat untuk menyusun tabel umur yang diringkaskan", The American Journal of Hygiene (Majalah Amerika perihal Higiene), Sept. 1939, vol. 30, no. 2, him

69 2. Perbandingan tingkat mortalitas antarnegara. Telah kita ketahui bahwa laju kematian kotor merupakan salah satu cara yang tidak tepat untuk mengadakan perbandingan tingkat mortalitas antarnegara. Laju mortalitas menurut usia memang jauh lebih tepat untuk tujuan ini, namun ia mempunyai kelemahan bahwa ia terlampau terperinci dan analitik. Dengan demikian, apabila diperlukan suatu perbandingan maka digunakan laju kematian yang distandarkan menurut usia (an age-standardized death-rate) yang didasarkan pada data terperinci. Laju ini dapat dihitung baik dengan menerapkan laju mortalitas yang berbeda pada penduduk yang telah distandarkan (yang dinamakan metode standar langsung) maupun dengan menerapkan suatu perangkat laju pada penduduk yang berbeda-beda (yang dinamakan metode standar yang tidak langsung). Kedua metode akan menghasilkan suatu estimasi dari jumlah kematian dalam satu jumlah penduduk, yang didasarkan pada informasi dari sejumlah penduduk lain. Jumlah kematian yang diperkirakan ini dapatlah digunakan sebagai laju kematian standar (standardized death-rate). Sebagai contoh, apabila diperlukan suatu perbandingan antara mortalitas di Amerika Serikat dan di Taiwan, kedua cara di atas dapat saja digunakan untuk memperoleh laju kematian standar. Metode langsung memulai dengan menanyakan berapa banyak kematian yang diperkirakan di Amerika Serikat, apabila struktur usianya sama dengan yang di Taiwan. Dengan cara ini suatu laju yang standar dapat diperoleh dan menghilangkan perbedaan yang disebabkan oleh struktur usia yang berbeda. Dengan metode yang tidak langsung, angka kematian menurut usia di Taiwan diterapkan pada penduduk Amerika Serikat. Kemudian, dengan membagi jumlah kematian sebenarnya yang terjadi di Amerika Serikat dengan angka kematian yang mungkin akan terjadi apabila Amerika Serikat mempunyai angka kematian yang sama dengan Taiwan, akan diperoleh laju standar yang selanjutnya memungkinkan perbandingan mortalitas dari kedua negara. 54

70 3. Mortalitas bayi. Dalam penelaahan mortalitas perhatian khusus harus diberikan kepada mortalitas bayi, karena laju mortalitas pada anak-anak yang sangat muda usia sangat tinggi. Di samping itu, tingkat mortalitas bayi mendapat perhatian dari para perencana pendidikan karena jumlah anak-anak yang harus diberikan penyekolahan di kemudian hari bergantung dari tingkat tersebut. Mortalitas bayi diukur dengan laju mortalitas pada usia 0, ialah rasio kematian mulai dari kelahiran sampai usia 1 tahun dibandingkan dengan seluruh jumlah kelahiran hidup. Lahir-mati (still-birth) dapat juga diperbedakan dari mortalitas bayi, dan perbedaan ini bahkan dapat dilanjutkan dengan memasukkan pula ke dalamnya mortalitas perinatal (perinatal mortality), atau kematian yang terjadi segera setelah kelahiran. Kita telah membicarakan perbedaan antara mortalitas endogenous dan mortalitas eksogenous, dan telah menunjukkan bahwa mortalitas endogenous berkenaan dengan bayi yang dilahirkan hidup namun bernasib tidak lama hidupnya setelah itu, dengan mengingat kemajuan ilmu kedokteran dewasa ini. Mortalitas perinatal dengan demikian diperoleh dengan jalan menambahkan mortalitas endogenous pada yang lahirmati. Akhirnya kita mempunyai dua konsep yang bertumpang tindih: Mortalitas perinatal =? lahir-mati + mortalitas endogenous Mortalitas bayi = mortalitas endogenous + mortalitas eksogenous Apabila konsep perihal mortalitas perinatal dan mortalitas bayi secara teoretis sangat cermat, pengukurannya (dalam praktek) sering kali kurang tepat, khususnya di negara-negara berkembang. Sebagian besar kematian bayi (dan juga kelahiran bayi) sering kali tidak terdaftar. Perbedaan antara lahirmati yang sebenarnya dan yang lahir-mati tidak sebenarnya (bayi yang dilahirkan hidup namun mati sebelum kelahirannya dengan resmi) merupakan suatu sumber kesukaran, bahkan juga di negara-negara yang mempunyai cara pendaftaran yang terorganisasi dengan baik. 55

71 b. Daftar hidup (life-tables) Daftar hidup menunjukkan jumlah yang tahan hidup (surarivors) pada berbagai usia dari sekelompok individu dari kohort atau generasi yang sama. Misalkan, sebagai suatu contoh, kita dapat mengikuti nasib orang sejak kelahirannya 1000 tahun yang lalu sampai sekarang ini. Dari kelompok ini orang mati sebelum mencapai usia 1 tahun, 300 orang sebelum mencapai usia 2 tahun, 200 orang sebelum mencapai usia 3 tahun, dan selanjutnya. Dari angka-angka ini kita dapat memperoleh jumlah yang tahan hidup pada berbagai usia kelahiran tahan hidup pada usia 1 tahun tahan hidup pada usia 2 tahun tahan hidup pada usia 3 tahun, dan selanjutnya. Tabel semacam ini jelas mempunyai nilai historis, karena ia mengikuti kejadian yang dialami suatu generasi melalui suatu masa tertentu. Dalam pada itu, ia tidak mempunyai kegunaan praktis untuk masa sekarang, karena ia berkait dengan karakteristik mortalitas di masa lampau. Misalnya, jumlah yang tahan hidup pada usia 1 tahun yang ditunjukkan di atas, adalah hasil mortalitas bayi satu abad yang lalu. Dengan alasan ini, maka sebagai pengganti tabel hidup yang didasarkan pada kohort yang sebenarnya disusunlah tabel-tabel berdasarkan keadaan mutakhir didasarkan pada kohort-kohort teoretis. Prinsip penyusunan tabel ini sangat sederhana; diawali dengan sebuah kohort teoretis dari orang, kondisi mortalitas mutakhir, yaitu laju mortalitas menurut usia yang sekarang berlaku, diterapkan pada kohort teoretis tersebut. Sebagai contoh, dapat diasumsikan laju mortalitas sebagai berikut. Usia Laju mortalitas (%o)

72 Apabila digunakan kohort yang berjumlah orang, maka dengan mudah dapat dihitung jumlah kematian pada usia kurang dari 1 tahun: X = 700 dan selanjutnya bahwa yang tahan hidup pada usia 1 tahun ialah = orang Dari orang ini suatu jumlah tertentu mati sebelum mencapai usia 2 tahun, suatu jumlah yang segera dapat diperoleh dengan jalan menerapkan koefisien mortalitas pada usia 1 tahun: X Dengan demudan, jumlah yang tahan hidup pada usia 2 tahun ialah = orang. Melanjutkan perhitungan ini, akan diperoleh tabel yang sebagai berikut. Usia Yang tahan hidup Lewat cara ini, yaitu dengan mengetahui laju mortalitas pada berbagai usia, akan mudah bagi kita untuk menyusun sebuah tabel hidup. Dalam pada itu, sepcrti telah kami tegaskan di atas, penghitungan laju mortalitas mengasumsikan adanya data Statistik yang terperinci dan tepat. Di sebagian besar negara berkembang Statistik demudan sering kali sangat tidak lengkap dan ketepatannya meragukan, sehingga penyusunan tabel hidup akan sangat dipersukar. Namun bagaimanapun, kita telah dapat memahami bahwa tabel semacam itu sangat diperlukan untuk mengadakan proyeksi kependudukan di kemudian hari. 57

73 Apabila penyusunan tabel hidup secara baik tidak mungkin, maka berdasarkan setidak-tidaknya data perihal mortalitas yang tidak lengkap (fragmentary), mungkinlah untuk menyiisunnya juga, berdasarkan modal tabel hidup yang telali disiapkan oleh bagian pelayanan demografik dari Perscrikatan Bangsa-Bangsa. 1. Model tabel hidup. Penyusunan tabel-tabel ini didasarkan pada observasi yang relatif sederhana. Dalam mempelajari tabel-tabel hidup yang telah ada, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan tertentu antara laju mortalitas dari berbagai usia. Dengan kata lain, apabila laju mortalitas pada usia 35 tahun sekelompok penduduk mempunyai nilai tertentu, maka laju mortalitas penduduk yang sama pada usia 45 tahun bukan hanya mempunyai nilai sembarang, namun sebaliknya, mempunyai nilai yang sampai tingkat tertentu berhubungan dengan nilai yang dulu. Dengan demikian, berdasarkan data yang tercantum pada 158 tabel hidup nasional yang meliputi , bagian pelayanan demografik dari Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyusun model tabel hidup 1 ) yang mencantumkan jumlah yang tahan hidup dari setiap jenis kelamin pada berbagai usia sesuai dengan berbagai tingkat mortalitas. Tidak mungkin untuk menguraikan di sini bagaimana caracara menyusun tabel-tabel tersebut sampai terperinci. 2 ) Secara ringkas kiranya cukup dikemukakan bahwa pada awal mulanya disusun empat puluh tabel yang sesuai dengan tingkat mortalitas bayi mulai dari 20%o sampai 330%o. Kemudian, dengan menggunakan ke-40 tabel tersebut diinterpolasikan 24 lainnya, yang sesuai dengan harapan hidup (Ufe expectations) pada waktu lahir yang mencakup jangka usia mulai 20 tahun sampai 73,9 tahun. (Pada kesempatan lain 1. Tabel-tabel ini dimuat United Nations, Methods for Population Projections by Sex and Age (Metode-metode untuk Penyusunan Proyeksi Kependudukan menurut Jenis Kelamin dan Usia), New York, 1956 (Population studies no. 25, ST/SOA/Series A.) 2. Untuk penjelasan terperinci lihat United Nations, Age and Sex Paterns of Mortality. Model Life-tables for Under-developed Countries (Pola-pola Mortalitas menurut Usia dan Jenis Kelamin. Model Tabel Hidup untuk Negara-negara Berkembang), New York, 1955 (Population studies No. 22, ST/SOA/Series A.) 58

74 kita akan kembali membahas konsep harapan hidup pada lahir ini, yang merupakan salah satu komponen dari indikator berbagai tingkat mortalitas). Tabel-tabel ini dengan sendirinya hanya memberikan indikator rata-rata yang diperoleh dari data yang berkenaan dengan kelompok-kelompok orang dari berbagai masa, yang dipengaruhi pula oleh kondisi sosial dan ekonomi. Dengan demikian, penerapan salah sebuah tabel ini pada suatu kelompok penduduk tertentu akan menimbulkan kemungkinan adanya kesalahan dan ketidaktepatan. Sungguhpun demikian akan sangat menyenangkan untuk merujuk pada modal tabel ini, apabila hanya tersedia data mortalitas yang tidak lengkap dan tidak terdapat kemungkinan untuk menyusun suatu tabel mortalitas dengan cara lain. Dengan jalan memilih salah sebuah model tabel yang paling sesuai dengan Statistik mortalitas yang tidak lengkap yang tersedia, maka dapat diperoleh data sungguhpun hanya mendekati (approximative) saja yang mempunyai kelebihan bahwa ia lengkap dan dengan demikian memungkinkan untuk menyusun proyeksi-proyeksi kependudukan. 2. Harapan hidup. Di atas telah kita singgung perihal konsep harapan hidup dan sekaranglah saat tepat untuk menjelaskan konsep ini. Harapan hidup dapat didefinisikan sebagai jumlah tahun rata-rata yang diharapkan dapat dicapai oleh sekelompok individu dari berbagai usia dalam hidupnya. Misalnya, untuk sekelompok penduduk harapan hidup pada kelahiran menunjukkan jangkauan hidup rata-rata dari individu-individu yang menj adi anggota kelompok tersebut. Di pihak lain, harapan pada usia 60 tahun adalah jumlah tahun rata-rata dari setiap individu yang berusia 60 tahun dari kelompok tersebut yang masih bisa diharapkan dapat dilampirkan sesudahnya. Kalkulasi harapan hidup harus didasarkan pada suatu tabel hidup, ialah data mengenai jumlah yang tahan hidup dari berbagai usia. Karena harapan hidup adalah ekivalen dari jumlah rata-rata tahun yang masih dapat dialami oleh seorang anggota sebuah kohort atau kelompok, maka untuk memperoleh angka harapan hidup perlu dijumlahkan seluruh jumlah tahun yang masih bisa diharapkan oleh semua ang- 59

75 gota kohort yang kemudian dibagi oleh jumlah anggota kohort tersebut. Di pihak lain, apabila dikehendaki harapan hidup pada usia tertentu, misalnya pada usia 40 tahun, perlu mengkalkulasikan seluruh jumlah tahun yang masih bisa diharapkan dari yang tahan hidup pada usia 40 tahun dan kemudian membaginya dengan jumlah yang tahan hidup itu. Untuk menggambarkannya, suatu kalkulasi akan dicantumkan dari harapan hidup pada waktu lahir yang sebagai berikut. S Q = jumlah anggota sebuah kohort Sj = yang tahan hidup pada usia 1 tahun S = yang tahan hidup pada usia 2 tahun, dan seterusnya. Mudahlah dipahami, bahwa sejak lahimya para yang tahan hidup pada usia 1 tahun telah hidup 1 tahun lamanya, yang tahan hidup pada usia 2 tahun telah hidup dengan tambaban 1 tahun, yang tahan hidup pada usia 3 tahun ditambah 1 tahun lagi, dan seterusnya. Dengan demikian seluruh jumlah yang dialami oleh semua yang tahan ekivalen dengan: s, + s 2 + s Namun dapat juga dianggap bahwa para anggota kohort yang mati antara kelahiran dan usia 1 tahun telah hidup rata-rata setengah tahun, dan juga mungkin untuk mengadakan asumsi yang sama untuk yang mati antara usia 1 dan 2 tahun, juga untuk yang mati antara usia 2 dan 2 tahun, dan seterusnya. Jumlah dari mereka yang mati antara kelahiran dan usia 1 tahun adalah ekivalen dengan S S dari mereka yang mati antara usia 1 dan 2 tahun ekivalen dengan S S dari mereka yang antara usia 2 dan 3 tahun ekivalen dengan S S, dan seterusnya. 60 Koreksi seluruhnya dengan demikian akan berbentuk : y* (So-v + V2 (Si-sp + i/ a (s 2 -s ) ialah sama dengan / 2 (s 0 -$ 1 +$ 1 -$ 2 +$ 2 -s 3 +-) = I / 2 s 0

76 Seluruh jumlah tahun yang dapat dicapai dalam kehidupan seluruh kohort adalah y* s 0 + Sj + s 2 + s dan jumlah tahun rata-rata yang dapat dicapai oleh setiap anggota kohort, atau dengan kata lain, harapan hidup dari kohort pada kelahiran adalah ekivalen dengan : / 2 S 0 + S x + S 2 +S s x + s 2 + s Dengan sendirinya prosedur yang sama dapat digunakan dalam mengkalkulasikan harapan hidup pada usia lain. Demikianlah cara-cara pokok untuk mengukur mortalitas. Sekarang kami akan membahas trend mortalitas di beberapa negara tertentu. 2. TREND MORTALITAS DI BEBERAPA NEGARA TERTENTU Di negara-negara Eropa Barat mortalitas telah menurun sejak awal abad kesembilan belas. Laju kematian kotor, yang di tahun 1800 sebesar 30%o sekarang telah menjadi kurang lebih 30%o. Penurunan telah terjadi secara bertahap dan disebabkan oleh kemajuan ilmu serta perbaikan fasilitasfasilitas medis dan sosial, dan juga baik oleh standar kehidupan yang tinggi maupun tingkat kultural yang lebih tinggi dari penduduknya. Di negara-negara berkembang, penurunan laju kematian terjadi lebih cepat, sebagaimana digambarkan dalam Tabel 12. Tabel 12. Trend laju kematian kotor di beberapa negara tertentu (% 0 ) Negara Afrika Madagaskar Gambia Mauritius

77 Amerika Latin Colombia Meksiko Venezuela Atta Burma Malaysia China (Taiwan) ,1., ;,. '_"' Sumber United Nations, Buku Tahunan Demografi, 1963, New York, 1964, him , dan United Nations, Buku Tahunan Demografi, 1964, New York, 1965, him Dalam pada itu, haruslah dikemukakan bahwa penurunan mortalitas di negara-negara berkembang berbeda sekali dengan yang terjadi di negara-negara Eropa Barat. Penurunan bukan disebabkan oleh peningkatan standar kehidupan, namun lebih merupakan hasil penemuan-penemuan dalam bidang kedokteran yang memungkinkan memberantas dengan cara yang efektif dan dengan biaya yang relatif rendah penyakitpenyakit yang sebelumnya banyak mengambil korban (kolera, cacar, malaria, dan sebagainya). Dengan demikian, dewasa in' laju kematian kotor di negaranegara berkembang adalah sama dengan laju yang terdapat di negara-negara maju, bahkan di berbagai kasus lebih rendah lagi. Namun sebagaimana dapat kita saksikan di atas, laju kematian kotor merupakan cara yang kurang tepat untuk mengadakan perbandingan mortalitas antarnegara. Laju kematian kotor yang sangat rendah di negara-negara berkembang disebabkan tidak hanya oleh penurunan yang baru-baru saja tetapi pada tingkat mortalitas tetapi juga oleh usia muda penduduknya. Jadi, yang seharusnya diperbandingkan ialah mortalitas menurut usia, dengan mengawalinya dari mortajitas bayi. Pada umumnya mortahtas bayi di negara-negara berkembang diketahui sangat tidak tepat, yang disebabkan oleh pendaftaran yang sangat tidak lengkap dari kelahiran dan juga dari kematian pada usia yang sangat dini. Harus dicatat bahwa laju mortalitas bayi ini sangat tinggi, jauh lebih tinggi daripada di negara-negara maju. Apabila laju ini di negaranegara Eropa sekitar 20 sampai 25%o, angka ini adalah 62

78 sekitar 80%o bagi negara-negara berkembang. Dalam pada itu, sejak akhir Perang Dunia II mortalitas bayi di negaranegara berkembang telah menurun secara deras, sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 13. Perbandingan ini dapat dilanjutkan dengan memperhatikan perbedaan dalam laju mortalitas yang terdapat di antara penduduk berasal dari berbagai keturunan dan pada berbagai usia. Tabel 14 memberikan data kependudukan di Tabel 13. Trend dalam laju mortalitas bayi di beberapa negara tertentu (%,) Negara Afrika Madagaskar Gambia Mauritius Amerika Latin Colombia Meksiko Venezuela Asia Burma Singapore Hong Kong , Sumber : United Nations, dan selanjutnya Buku Tahunan ». t Demografi, 1967, him. > Tabel 14. Laju mortalitas menurut usia dari penduduk keturunan Afrika, Asia dan Eropa di Afrika Selatan, 1961 (%o) Kelompok Usia Keturunan Afrika Keturunan Asia Laki-laki. Perempuan Laki-laki Perempuan Keturunan Errpa Laki-laki Perempuan DPP 9 (7) 63

79 Seluruh ke lompokusia Sumber : Dikalkulasikan dari data dalam United Nations, Buku Tahunan Demografi, 964, New York, 1965, tabel-tabel 5 dan 21. Afrika Selatan dari keturunan Afrika, Asia serta Eropa, dan menunjukkan perbedaan-perbedaan yang menyolok di dalam laju mortalitas pada berbagai usia. Penelaahan lebih lanjut atas tabel ini menunjukkan bahwa perbedaan dalam laju kematian sangat besar pada usia dini (kelompok-kelompok 0 5 dan 5 9 ). Perbedaan ini memperkuat apa yang dikatakan di atas, bahwa penurunan mortalitas lebih banyak mengenai tingkat usia muda daripada tingkat usia lanjut dan bahwa sebagai hasilnya dari penurunan mortalitas itu seluruh penduduk menjadi lebih muda pada umumnya. Akhirnya, kita pun dapat mengadakan perbandingan tingkat mortalitas dengan dasar harapan hidup pada perbagai usia. Misalnya, Tabel 15 menggambarkan harapan hidup di Tabel 15. Harapan hidup pada berbagai usia di beberapa negara tertentu India ( ) El Salvador ( ) Portugal ( ) Swedia (1962) Negara L P L P L P L P U Sumber : United Nations, Buku 1965, him Tahunan Demografi, 1964, New York, 64

80 beberapa negara tertentu. Di sini pun dapat disaksikan bahwa perbedaan sangat menyolok pada usia dini. Di pihak lain, pada usia 80 tahun harapan hidup bagi semua negara praktis sama. Dapat pula disaksikan, dengan pengecualian yang menyolok di India, bahwa harapan hidup bagi perempuan senantiasa lebih tinggi daripada bagi laki-laki. Pokok lain yang menarik perhatian ialah bahwa harapan hidup pada usia 1 tahun lebih tinggi daripada waktu melahirkan, yang disebabkan oleh ortalitas bayi. Namun perbedaan ini sangat sedikit pada kasus di Swedia. 65

81 Seksi III PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN PERAMALAN ANGKA PENDAFTARAN MASUK SEKOLAH Pertumbuhan penduduk menarik perhatian khusus para perencana pendidikan karena dampaknya pada penduduk usia sekolah dan sebagai kelanjuiannya, angka pendaftaran masuk sekolah (school enrolment figures) di lembaga-lembaga pendidikan pada berbagai tingkat. Bertalian dengan itu, di seksi ini kami akan memberikan banyak perhatian pada metode menyusun proyeksi kependudukan dan meramalkan pendaftaran masuk sekolah sebagai kelanjutannya. 1. PERTUMBUHAN PENDUDUK Sudah jelas, bahwa yang menentukan pertumbuhan penduduk ialah aksi bersama dari kelahiran dan mortalitas. Memang benar bahwa migrasi intemasional pun memainkan peranan, namun karakteristik migrasi atau perpindahan ini mempunyai ciri khas bagi setiap negara dan bagi setiap peristiwa. Berkenaan dengan itu, gerakan perpindahan penduduk biasanya dibahas tersendiri. Dalam pertumbuhan penduduk sebagai keseluruhan, biasanya pertumbuhan alamiah, yang hanya mencakup kelahiran dan ortalitas, dibahas tersendiri pula. a. Laju pertumbuhan alamiah penduduk Karena pertumbuhan alamiah ekivalen dengan perbedaan antara kelahiran dan kematian, maka sudah mencukupi bila kita dapat mengkalkulasikan perbedaan antara laju kelahiran SB

82 kotor dan laju kematian kotor untuk memperoleh tolok ukur bagi pertumbuhan penduduk. Hasil ini dinamakan laju pertumbuhan penduduk. Tabel 16 menunjukkan trend laju ini di beberapa negara tertentu selama période Apa yang segera menarik perhatían pada tabel tersebut ialah bahwa laju pertumbuhan penduduk di sebagian besar negara berkembang telah meningkat dan dapat mencapai tingkat yang tinggi. Di Kolombia dan Venezuela, misalnya, laju ini melampaui 35%o. Apabila laju ini berlangsung terus di kemudian hari, maka penduduk negara-negara itu setiap 20 tahun akan berlipat dua. Ini berarti bahwa dengan mengingat pertumbuhan eksponensial secara teoretis penduduk negara-negara itu akan berkembang sampai 32 kali dalam 100 tahun! Inilah yang diartikan dengan "ledakan penduduk" dan adanya keharusan bagi negara-negara tertentu untuk melancarkan keluarga berencana. Peningkatan dalam laju pertumbuhan alamiah pertamatama disebabkan oleh penurunan yang deras dalam laju kematian kotor. Fenomena ini, sebagaimana telah dikemukakan pada kesempatan terdahulu, merupakan hai yang umum di semua negara berkembang. Dalam pada itu, tabel menunjukkan bahwa laju kematian masih tetap tinggi di negaranegara Gambia dan Madagaskar. Di pihak lain, laju ini sangat rendah di negara-negara lain, seperti Venezuela dan Taiwan. Dengan kata lain, mortalitas ini di kemudian hari akan menurun lebih lanjut di negara-negara Afrika, dan negara-negara ini di kemudian hari depan yang dekat akan menghadapi keadaan demografik yang sama seperti negaranegara Amerika Latin dan Asia dewasa ini. Berbarengan dengan penurunan mortalitas di semua negara, laju kelahiran di beberapa negara menunjukkan kecenderungan untuk meningkat. Dan kombinasi antara penurunan mortalitas dan peningkatan kelahiran inilah yang menyebabkan peningkatan "meledak" dalam penduduk negara-negara, seperti Kolombia dan Venezuela. Dan ini pulalah yang membedakan keadaan kependudukan di negara-negara Eropa Barat pada akhir abad ke-19 dari keadaan dewasa ini di negara-negara berkembang. Sebagaimana 67J

83 Cl Tabel 16. Laju kelahiran kotor, laju kematian dan laju pertumbuhan alamiah di bebetapa negara tcitentu, (o/oo) Negata Inggris Jepang Madagaskas Gambia Kolombia Venezuela Taiwan Laju kelahiran Laju kematian Pertumbuhan alamiah Lajn kelahiran Laju kematian Pertumbuhan alamiah Laju kelahiran Laju kematian Pertumbuhan alamiah Laju kelahiran Laju kematian Pertumbuhan alamiah Laju kelahiran Laju kematian Pertumbuhan alamiah Laju kelahiran Laju kematian Pertumbuhan alamiah Laju kelahiran Laju kematian Pertumbuhan alamiah » i ll » Sumber: United Nations, Buku Tahunan Demografik, 1963, New York, tabel-tabel 19 dan 23; dan United Nations. Buku Tahunan Demografik. 1964; New York, 1965, tabel-tabel 16 dan 20.

84 telah kami tunjukkan, penurunan mortalitas di negara- negara Eropa telah berlangsung secara bertahap, sungguhpun ia mendahului penurunan laju kelahiran. Gejala terakhir ini kemudian menyamai yang pertama, sehingga penurunan mortalitas yang dibarengi dengan penurunan laju kelahiran tidak menyebabkan peningkatan yang terlampau deras dalam penduduk. Patut kiranya diperhatikan, bahwa proses bertambahnya usía penduduk (disebabkan penurunan laju kelahiran) telah mencegah mortalitas menurun secara deras sampai tingkat yang sangat rendan. Sebaliknya keadaan di negara-negara berkembang, yang menunjukkan penurunan mortalitas sangat curam di samping laju kelahiran yang tetap tinggi, bahkan yang tersebut di akhir ini menunjukkan peningkatan pula. Semuanya ini menyebabkan peningkatan yang sangat dalam jumlah penduduk. Dengan sendirinya sangat berbahaya untuk menemukan trend hanya berdasarkan laju kotor yang tersedia saja, dan khususnya apabila tidak terdapat kepastian akan ketepatan laju-laju tersebut. Di beberapa negara bahkan sampai terjadi bahwa peningkatan laju kelahiran hanya disebabkan oleh pendaftaran kelahiran yang lebih baik! Sungguhpun demikian, nampaknya bahwa di negara seperti Taiwan setelah laju kelahiran menunjukkan suatu peningkatan dan mencapai tingkat yang tinggi kemudian secara bertahap menurun kembali. Bahkan di Jepang penurunan ini lebih cepat dan lebih jelas lagi. Suatu ciri yang sangat menarik dari Tabel 16 ialah bahwa apa-bila tidak dilakukan keluarga berencana secara sukarela, laju kelahiran kotor akan mencapai tingkat yang sangat tinggi sampai 48%o, seperti yang terjadi di Kolombia. Di pihak lain, angka kematian di antara penduduk muda dapat menurun dengan mudah sampai 6%o, seperti yang terjadi di Taiwan. Dengan demikian selisih antara kedua angka tersebut menyisakan pertumbuhan penduduk yang sangat besar. Dalam pada itu, haruslah diperhitungkan pula bahwa laju kotor dari pertumbuhan alamiah yang dihasilkan dari perbedaan antara laju kotor mortalitas dan natalitas mempunyai kelemahan yang sama yang melekat pada kedua tolok ukur 69

85 itu sendiri, dalam arti, bahwa kedua-duanya tidak memperhitungan struktur usia yang dapat sangat berbeda antarnegara, dan bahkan juga di negara yang sama namun pada waktu yang berbeda. Karena alasan inilah konsep "reproduksi" dapat diganti dengan konsep pertumbuhan penduduk. Gagasan dasar dalam ini adalah, sampai sejauh manakah suatu generasi dapat menggantikan generasi yang telah mereproduksikannya. Gagasan ini kemudian menggantikan kita kepada gagasan perbandingan kuantitatif antara generasi sekarang dan generasi yang mendahuluinya. b. Laju reproduksi Apabila kita mengikuti proses suatu generasi sejak kelahirannya sampai saat ini selesai mereproduksikan seluruh keturunannva, dan apabila kita membandingkan jumlah keturunan ini dengan jumlah anggota generasi yang mereproduksikannya, maka kita memperoleh ukuran "penggantian" (replacement) suatu generasi oleh generasi lain. Inilah prinsip yang menjadi dasar kalkulasi laju reproduksi. Dalam pada itu, sebagai pengganti perbandingan jumlah seluruh keturunan dengan jumlah seluruh generasi yang mereproduksikannya biasa pula untuk membandingkan jumlah kelahiran perempuan keturunan dengan jumlah perempuan dari generasi yang mereproduksikannya. 1 ) Dengan demikian laju reproduksi adalah sama dengan jumlah rata-rata bayi perempuan yang dilahirkan oleh jumlah perempuan dari generasi yang sedang dalam pokok pembahasan. Namun dengan sendirinya, kita harus memperhitungkan pula tidak hanya fertilitas sebenarnya namun juga mortalitas sebenarnya dari jumlah perempuan yang sedang dibahas. Suatu jumlah tertentu di antara perempuan itu mati sebelum mencapai usia subur (15 tahun) atau selama période usia subur (15 19 tahun). Dengan alasan ini maka dikalkula- 1. Patut diperhatikan bahwa pada umumnya lebih banyak dilahirkan anak laki adalah sekitar Dengan kata lain, dari rata-rata/ sejumlah kelahiran terdapat kl. 512 orang anak laki-laki dan 488 orang perempuan 512 ( 1.05)

86 Tabel Kalkulasi sikan suatu laju reproduksi bersih, yang telah memperhitungkan baik fertilitas maupun mortalitas perempuan. Dalam prinsipnya laju reproduksi adalah laju generasi. untuk memperoleh kalkulasi yang tepat, perlu mengikuti "perjalanan" sebuah kohort yang terdiri dari orang perempuan yang telah dilahirkan 50 tahun yang lalu dan kemudian menghitung jumlah seluruh bayi perempuan yang dilahirkan mereka. Namun dalam prakteknya, prosedur ini tídaklah biasa, karena sebagai pengganti kalkulasi laju generasi yang sebenarnya digunakan laju yang berlaku (current rates). Perbedaan antara kedua metode telah disinggung pada kesempatan terlebih dulu dalam hubungan tabel hidup. 1 ) Untuk memperoleh laju reproduksi yang berlaku mutakhir, kita mengambil asumsi suatu kohort yang terdiri dari anak perempuan. Dari kohort ini dapat dikalkulasikan yang tahan hidup pada berbagai usia dengan menggunakan laju mortalitas yang berlaku. Kemudian kita menerapkan laju fertilitas usia yang berlaku pada yang tahan hidup ini, darinya akan kita peroleh jumlah seluruh kelahiran. Dari hasil ini sudah cukup untuk menerapkan persentase laju kelahiran perempuan untuk memperoleh jumlah anak perempuan yang dilahirkan, dan dengan itu, memperoleh laju reproduksi yang berlaku. Sebagai contoh, Tabel Kalkulasi A menggambarkan be- Kelompok usia A Yang tahan hidup (dari seiumlah 1000 orang) Laiu ferti Utas (per 1000 orang) Kelahiran per tahun Jumlah kelahiran selama période kelompok usia yang bersangkutan Total Lihat halaman

87 berapa data mortalitas dan fcrtilitas pada suatu kelompok penduduk. Ini merupakan langkah pertama dalam mengkalkulasikan laju reproduksi. Pada kasus ini hanya tersedia kelompok usia lima tahunan. Jumlah yang tahan hidup dalam setiap kelompok usia adalah ekivalen dengan jumlah yang tahan hidup pada usia ratarata dari kelompok (usia 17 tahun dari kelompok usia tahun, usia 22 tahun dari kelompok usia tahun, dan seterusnya). Dengan jalan mengalikan jumlah yang hidup dengan laju fertilitas, kita memperoleh jumlah kelahiran tahunan. Namun karena setiap orang perempuan men-"jalani" période 5 tahun dalam setiap kelompok usia, kelahiran ini haruslah dikalikan dengan 5. Dengan jalan menjumlahkan semua kelahiran, kita memperoleh jumlah seluruhnya orang. Dengan mengingat kelahiran perempuan rata-rata adalah 488 orang dari setiap kelahiran! ), maka laju reproduksi bersih adalah x 0,488 = orang anak perempuan. Karena laju reproduksi bersih lebih tinggi dari 1, maka dapat diambii kesimpulan bahwa generasi penerus lebih banyak jumlahnya daripada generasi pendahulunya, dan karena itu bahwa penduduk mempunyai trend atau berkecenderungan untuk meningkat. Dalam menelaah trend hari depan suatu kelompok penduduk, laju reproduksi bersih lebih baik daripada laju pertumbuhan alamiah kotor, karena yang terakhir tidak lain hanya menggambarkan selisih an tara kelahiran dan kematian. Dalam suatu période menurunnya laju kelahiran, kecenderungan menurun ini dapat saja terselubungi oleh suatu laju kematian yang menurun juga, dengan hasil bahwa selisih antara kelahiran dan kematian akan tetap positif. Namun, menurunnya laju kelahiran dapat mencapai tingkat yang sedemildan rendahnya sehingga terdapat keadaan generasi yang bersangkutan tidak dapat mengganti dirinya. Penduduk menjadi bertambah tua (suatu peningkatan pada proporsi penduduk usia tua) dan setelah suatu masa tertentu ia akan menurun (penurunan dalam jumlah seluruhnya). 1. Lihat halaman

88 Ternyata yang mcnyebabkan laju rcproduksi bersih demikian populer ialah karena fakta bahwa pernah ia menjadi cara untuk menunjukkan bahaya pengurangan penduduk (depopulation) Eropa Barat, walaupun terdapat selisih yang positif antara laju kelahiran dan kematian. Dalam pada itu, haruslah senantíasa diperhatikan bahwa laju reproduksi betapa pun cermatnya tetap merupakan laju yang berlaku pada suatu saat dan hanya mempunyai bobot apabila kondisi dcmbgrafik dalam keadaan stabil. la harus digunakan secara berhati-hati apabila terdapat suatu perubahan yang cepat dalam kondisi demografik. Sungguhpun demikian, para perencana pendidikan tidak perlu tahu secara pasti apakah suatu generasi mampu untuk menggantikan generasi sebelumnya. Tetapi yang harus dilakukannya ialah mampu untuk meramalkan trend penduduk usia sekolah dalam tahun-tahun yang akan datang. Pada kesempatan berikut ini akan ditunjukkan, bahwa peramalan demikian dapat dilakukan dasar yang relatif pasti. 2. PENYIAPAN PROYEKSI KEPENDUDUKAN Terdapat dua alasan pokok untuk menyusun suatu proyeksi kependudukan. Yang pertama, ialah alasan ilmiah murni yang mengantarkan kita untuk mencoba menjawab, misalnya, pertanyaan trend dan struktur kependudukan apa yang akan diperoleh apabila terdapat kondisi demografik yang demikian dan demikian. Dengan cara ini, misalnya, kita dapat mencoba untuk mengetahui konsekuensi pada suatu kelompok penduduk yang akan mengalami suatu penurunan bertahap akan mortalitas bayi dalam 20 tahun mendatang. Proyeksi jenis demikian kadang kala dinamakan juga proyeksi kondisional. Ia menggambarkan apa yang akan terjadi apabila kondisi demikian dan demikian terlaksana. Jelaslah bahwa ia bukan bermaksud menetapkan situasi sebenamya yang akan terjadi di kemudian hari, dan karena itu, peramalan demikian tidak akan menyalahi sesuatu pun! Sungguhpun demikian, ia dapat sangat berguna dan juga sangat instruktif karena merupakan suatu cara untuk mengetahui konsekuensi tidak langsung perubahan kependudukan tertentu yang mungkin terjadi. 73

89 Alasan kedua memberikan manfaat praktis yang Iebih besar. Dalam kasus ini, dilakukan usaha yang benar-benar untuk meramalkan trend kependudukan di kemudian hari. Dengan berpijak pada situasi dewasa ini, khususnya struktur kependudukan menurut jenis kelamin dan usia serta tingkat sekarang dalam mortalitas dan fertilitas, tujuan utamanya ialah memproyeksikan karakteristik ini di hari depan. Hal ini akan mengantarkan kita pada estimasi dari laju proyektif. Dengan menggunakan laju proyektif ini, mungkinlah untuk mengkalkulasikan jumlah yang tahan hidup dan kemudian membulatkan gambaran dengan menyusun peramalan dari proyeksi kelahiran. a. Mengkalfculasikan yang tahan hidup Kalkulasi dari yang tahan hidup merupakan salah satu faktor yang paling aman dalam memproyeksikan penduduk. Kalkulasi ini berkenaan dengan sejumlah kohort yang benar-benar telah ada. Satu-satunya asumsi ialah yang mengenai mortalitas. Apabila laju kematian pada usia dini (0 4 tahun) dikecualikan, maka laju kematian pada usia muda (5 30 tahun) adalah rendah dan risiko kesalahan akan tidak demikian tinggi. Berdasarkan itu, maka peramalan pendaftaran masuk sekolah dalam jangka pendek dan proyeksi penduduk produktif akan mencapai suatu tingkat yang relatif tepat. Sepanjang mengenai mortalitas, telah ditunjukkan perbedaan antara laju mortalitas dan laju kematian. Namun jelas bahwa daripada kita memperhitungkan jumlah lebih baik kita menggunakan jumlah yang tahan hidup, yang memungkinkan dikalkulasikannya, misalnya, proporsi individu-individu dari suatu kohort pada usia tertentu yang masih hidup setahun kemudian. Hasil inilah yang terkena di bawah nama laju tahan hidup (survival rate). Apabila sejumlah orang anak-anak mati sebelum mencapai usia 1 tahun dari antara orang anak-anak dari sebuah kohort, maka laju tahan hidup antara usia 0 sampai 1 tahun adalah ekivalen dengan nnnc =

90 Dalam pada itu, daripada kita memperhitungkan laju tahan hidup menurut usia tertentu, kita dapat pula menghitung laju tahan hidup dari sebuah kelompok usia. Misalnya, kita dapat menetapkan proporsi anak-anak dari kelompok usia 0 4 tahun kemudian akan merupakan kelompok usia 5 9 tahun. Dengan dasar laju tahan hidup sekarang ini dan trend mortalitas yang mungkin berlangsung di hari depan dekat, kita dapat mengadakan estimasi dari laju tahan hidup proyektif (projektive survival rates). Karena tingkat mortalitas bagi laki-laki dan perempuan tidak sama, maka kita hams mengkalkulasikan tolok ukur ini secara terpisah bagi masingmasing jenis kelamin. Dalam hubungan ini, model tabel hidup yang telah tersusun oleh pelayanan demografik Perserikatan Bangsa-Bangsa dapat dimanfaatkan lagi. Tabel-tabel ini mempunyai kelebihan karena ia menggambarkan tingkat mortalitas (yang berkaitan dengan harapan hidup yang lebih meningkat pada waktu lahir). Laju tahan hidup yang bersangkutan merupakan lampiran pada tabel-tabel tersebut. Oleh karena itu, apabila tidak terdapat cara lain untuk mengestimasikan proyeksi laju tahan hidup dan walaupun demikian dapat diperkirakan Tabel Kalkulasi B Kelompok usia 0 4 b~ et Laju. tahan > _> » \ '-» _ [ _-I-* hidup

91 akan adanya penurunan dalam mortalitas, maka laju tahan hidup yang berkaitan dengan tingkat mortalitas yang agak rendah sedikit dapat digunakan sebagai laju proyektif. Namun dengan sendirinya, keadaan demikian hanya merupakan suatu estimasi pendahuluan yang sangat kasar. Apabila laju proyektif telah ditetapkan, maka ia sudah cukup untuk diterapkan pada angka-angka kependudukan sekarang ini menurut berbagai usi a atau berbagai kelompok usia guna memperoleh struktur usia di tahun-tahun yang akan datang. Misalnya kita mengasumsikan struktur usia penduduk laki-laki pada 1 Januari 1965 dan laju tahan hidup proyektif adalah seperti yang dicantumkan pada Tabel Kalkulasi B. Berdasarkan data ini, kita dengan mudah dapat mengestimasikan struktur usia penduduk laki-laki untuk tahun Tabel ini memberikan data untuk proyeksi lima tahun, namun apabila disediakan pula laju proyektif yang diperlukan ia dapat digunakan untuk proyeksi période yang lebih panjang lagi. Berkenaan dengan itu, dalam suatu proyeksi lima tahun yang didasarkan pada perhitungan yang tahan hidup tidak terdapat data perihal kelompok usia 0 4 tahun (karena anak-anak dari kelompok usia ini belum dilahirkan). Dengan pertimbangan yang sama, maka dalam proyeksi 10 tahun, tidak akan terdapat pula kedua kelompok usia 0 4 tahun dan 5 9 tahun, dan seterusnya. Oleh karena itu perlu menyusun proyeksi kelahiran guna memperoleh tabel yang lebih Iengkap. b. Proyeksi kelahiran Apabila kalkulasi yang tahan hidup disusun berdasarkan struktur kependudukan sekarang ini menurut jenis kelamin dan tingkat mortalitas, maka proyeksi kelahiran disusun berdasarkan struktur usia bagian perempuan dari penduduk (khususnya dari usia subur) dan tingkat fertilitas. Dalam pada itu, haruslah diperhatikan bahwa laju mortalitas pada usia muda adalah rendah (yang mengurangi kemungkinan kesalahan angka dalam mengestimasi yang tahan hidup), sedangkan sebaliknya, laju fertilitas tidaklah rendah dan bahkan mempunyai efek langsung kepada jumlah kelahiran. De- 76

92 ngan demudan proyeksi kelahiran tidak metnberikan hasil yang tepat sebagai dasar penghitungan yang tahan hidup 1 ). Hal ini secara khusus akan nyata kebenarannya apabila terjadi suatu variasi yang tiba-tiba tidak diperkirakan pada tingkat fertilitas. Dalam menyusun proyeksi kelahiran, kita harus mulai dengan menghitung laju fertilitas proyektif. Hal ini bisa dilakukan dengan mengambil data fertilitas yang berlaku dan menetapkan asumsi-asumsi pcrihal trend di kemudian hari. Langkah selanjutnya ialah mengadakan estimasi jumlah orang perempuan yang terdapat di berbagai kohort. Misalnya, kita mengasumsikan bahwa laju fertilitas proyektif menurut usia dan jumlah orang perempuan di berbagai kohort adalah sebagai yang tercantum dalam Tabel Kalkulasi C. Tabel kalkulasi C Tahun kelahiran Jumlah pada Jumlah pada Laju fertilitas kohort perempuan 1/1/65 1/1/70 proyektif, 1965 by (% ) Pertama-tama kohort orang perempuan yang dilahirkan antara 1945 dan 1949 (ialah mereka yang ada dalam kelompok usia tahun pada 1 Januari 1965) yang akan ditinjau. Pada tanggal itu jumlah mereka adalah orang. Dalam pada itu, karena kematian jumlahnya pada 1 1. Kita perhatikan Tabel B yang menjelaskan pokok ini. Laju tahan hidup dari kelompok usia 5 9 tahun diasumsikan 0,969. Berdasarkan itu, laju mortalitas kelompok usia tersebut adalah 0,031. Misalkan, bahwa laju mortalitas itu telah diestimasikan terlampau rendah dengan 10 persen. Ini berarti bahwa laju sebenarnya adalah 0,034 dan jumlah seluruh kematian dalam kelompok usia 5 9 tahun antara 1965 dan 1970 adalah dan bukan Dengan demikian jumlah yang tahan hidup adalah dan bukan , dan kesalahan relatif yang dibuat dalam kalkulasi yang tahan hidup adalah 77

93 Januari 1970 menjadi orang. Dengan demudan jumlah rata-rata orang perempuan selama période itu ialah , _ = orang Di samping itu, tabel menunjukkan bahwa laju fertilitas kohort ini adalah 700%o. Hasilnya dalam jumlah kelahiran yang dapat diperkirakan selama période itu dari kohort ini ialah x700 nennan,. = orang bayi * Prosedur yang sama dapat diterapkan pada kohort-kohort yang lain: perhitungan pada Tabel Kalkulasi D menunjukkan hasil-hasilnya. Tabel kalkulasi D Jumlah kelahiran kohort orang perempuan Jumlah pada 1/1/65 Jumlah pada 1/1/70 Jumlah rata-rata selama période yang bersangkutan Laju fertilitas proyektif, (%o) Jumlah kelahiran yang diperkirakan Jumlah or Hari ft 10 L Dengan kata lain, suatu kesalahan sebanyak 10% dalam mengestimasi lain mortalitas menyebabkan kesalahan yang hanya 0,1% dalam kalkulasi yang tahan hidup. Sebaliknya, jelas bahwa kesalahan sebanyak 10% dalam laju fertilitas akan menyebabkan suatu kesalahan sebanyak 10% pula dalam proyeksi jumlah kelahiran. 78

94 Dengan telah diproyeksikannya angka kelahiran seluruhnya, maka sekarang tinggal lagi menghitung jumlah anak laki-laki dan perempuan. Dengan mengasumsikan bahwa rasio anak laki-laki/perempuan adalah 105 : 100, jumlah anak laki-laki adalah orang dan jumlah anak perempuan orang. Dalam pada itu, sejumlah tertentu dari antara bayi-bayi itu akan mati sebelum 1 Januari 1970, sehingga untuk memperoleh jumlah dalam kelompok usia 0 4 tahun pada 1 Januari 1970 angka-angka di atas harus dikalikan dengan laju tahan hidup yang bersangkutan. Dengan dasar proyeksi kependudukan yang dapat tersusun dengan prosedur seperti diuraikan di atas, maka kita dapat memperkirakan jumlah pendaftaran masuk sekolah. 3. MENYUSUN PERAMALAN PENDAFTARAN MASUK SEKOLAH Ada dua tahap yang dapat dibedakan dalam menyusun peramalan pendaftaran masuk sekolah di kemudian hari. Tujuan peramalan demikian antara lain adalah untuk memperkirakan biaya pendidikan dan merencanakan cara-cara pembiayaannya. Angka-angka yang menjadi pokok pembahasan dalam hai ini ialah angka-angka yang bersifat menyeluruh (over-all figures), dan inilah yang dinamakan peramalan angka pendaftaran masuk sekolah pada skala nasional. Namun, apabila permasalahannya adalah pelaksanaan suatu rencana pendidikan, maka juga perlu diketahui bagaimana penyebaran pendaftaran masuk sekolah di berbagai daerah dari seluruh negara. Dengan sendirinya hai ini akan menyangkut pula peramalan pada skala lokal. a. Skala nasional Pertama-tama yang harus dilakukan dalam hai ini ialah mengadakan perkiraan dalam penduduk usia sekolah. Proyeksi kependudukan yang menunjukkan struktur usia di hari depan, dengan mudah memberikan penyelesaian dalam hai ini. Sebagai contoh, Gambar 8 menunjukkan kasus di Swedia. Dengan dasar kelahiran yang telah terdaftar dan kelahiran yang diperkirakan, suatu usaha dilakukan untuk mengadakan estimasi dalam jumlah penduduk usia sekolah yang termasuk DPP 9 (8) 79

95 Angka kelahiran sebenarnya dan escimasi A 1 1 f- U I I I I I L_J Kclompok usia : /K Kclumpok usia LJ L J I L Kelompok usia GAMBAR 8 trend dalam penduduk usia sekolah di Swedia Sumber : OECD, Kebijakan dan Perencanaan Pendidikan di Swedia, Paris, 1966, op. cit. 80

96 dalam wajib belajar (usia 7 15 tahun), sekolah lanjutan tingkat atas (usia tahun) dan perguruan tinggi (usia tahun). Telah dilakukan tiga asumsi mengenai fertilitas, yang menjelaskan mengapa terdapat tiga buah kurva estimasi kelahiran. Untuk estimasi-estimasi lainnya hanya diberikan asumsi ratarata. (Garis biasa pada grafik menunjukkan angka sebenarnya, sedangkan garis terputus-putus menunjukkan angka angka proyeksi.) Dengan sendirinya harus diperhitungkan pula adanya perpindahan atau migrasi internasional. Namun sebagaimana telah dikemukakan di atas, karakteristik migrasi demikian adalah terlampau khas untuk setiap negara dan untuk setiap peristiwa guna dianalisis. Sehubungan dengan itu, haruslah dikatakan bahwa pada umumnya gerakan migrasi demikian mempunyai efek yang kecil sekali pada penduduk usia sekolah, kecuali mungkin pada tingkat perguruan tinggi. Sebaliknya, ia mungkin mempunyai dampak yang lebih besar pada penduduk yang ekonomis produktif. Selama masa usia wajib belajar, peramalan angka-angka pendaftaran masuk sekolah di suatu negara yang mempunyai sistem eiektif dalam wajib belajar, kurang lebih ekivalen dengan penduduk usia sekolah. Namun pada tingkat lain laju pendaftaran mungkin berlainan. Laju pendaftaran terakhir ini bergantung pada dua faktor pokok: di satu pihak ia bergantung pada permintaan masyarakat (social demand, ialah keinginan dari pihak anak didik dan orang tuanya), dan di pihak lain, kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Namun dalam kenyataannya, semua ini tidaklah semudah seperti yang disebut di atas, Pemerintah betapapun otokratiknya, mau tidak mau harus memperhitungkan permintaan masyarakat dalam menentukan kebijakannya. Sebaliknya, betapapun liberalnya sebuah pemerintah ia tidak akan melepaskan usaha untuk mempengaruhi permintaan masyarakat itu. Misalnya, di banyak negara dilakukan usaha untuk menitikberatkan bahan mendorong pendidikan teknik atau pengajaran dalam subjek ilmiah. Dengan demikian, hasil kombinasi antara dua faktorlah permintaan 81

97 masyarakat dan kebijakaii pemerintah yang menentukan tingkat laju pendaftaran pendidikan. Di negara yang mengadakan usaha untuk memenuhi permintaan masyarakat, trend dari permintaan itu di hari depan haruslah diestimasikan. Dalam hai ini penelaahan trend di masa lalu sering kali memberikan pandangan yang membuka pikiran; berdasarkan laju-laju di masa lalu itu, maka dapat disusun tingkat yang mungkin akan tercapai di hari depan. 1 ) Sehubungan dengan itu, apabila pengembangan pendidikan ditetapkan sebagai tugas prioritas, atau dengan kata lain, dilakukan usaha untuk memperlancar pengembangannya sampai jangkauan yang sebesar-besarnya (dengan demikian juga menanggapi bahkan mendorong permintaan masyarakat), maka laju pendaftaran masuk sekolah akan merupakan suatu sasaran yang harus dapat dicapai. Misalnya, mungkin telah ditetapkan bahwa laju pendaftaran masuk sekolah harus ditingkatkan secara bertahap supaya dalam 20 tahun sudah mencapai tingkat belajar. Sudan jelas, bahwa haruslah senantiasa diingat akan implikasi biaya dari penetapan sasaran demikian guna mencegah pengembangan pendidikan akan melampaui kemampuan keuangan negara. Apabila penduduk usia sekolah di hari depan telah diketahui berdasarkan proyeksi-proyeksi kependudukan, dan apabila sedapat-dapatnya laju pendaftaran masuk sekolah pada berbagai tingkat telah diperkirakan, maka akan sangat mudah untuk membuat peramalan dalam jumlah anak didik. Namun, seperti telah dikemukakan terlebih dulu, untuk pelaksanaan suatu rencana pendidikan tidaklah cukup dengan hanya peramalan angka menyeluruh bagi sebuah negara. Perlu juga diketahui, bagaimana penyebarannya di seluruh negara. Dengan demikian, setelah membuat peramalan pada skala nasional maka perlu juga menyusun peramalan sejenis pada skala lokal. 1. Di tahun-tahun terakhir ini permintaan masyarakat akan pendidikan, pada umumnya telah meningkat secara deras sekali dan peramalan angka-angka anak didik di banyak negara sering kali ternyata terlampau rendah. 82

98 b. Skala lokal Pada skala lokal akan timbul serangkaian masalah. Pertamatama, laju pendaftaran masuk sekolah dapat berbeda dari satu daerah ke daerah lain. Sebagaimana telah dikemukakan dalam hubungan dcngan lokasi sekolah, terserah kepada keputusan pejabat-pejabat pemerintah apakah perbedaan-perbedaan yang ada itu akan dikurangi atau sebaliknya, pendididikan dikembangkan lebih lanjut di daerah-daerah yang terdapat permintaan yang paling besar. Ini merupakan suatu masalah yang tambah dipersukar dengan kenyataan, bahwa keputusan yang satu mempunyai implikasi keuangan yang sangat lain daripada keputusan alternatifnya. Perpindahan penduduk dalam negeri pun harus diperhitungkan pula. Apabila migrasi internasional pada umumnya mempunyai dampak yang sedikit pada penduduk usia sekolah, gerakan perpindahan dalam negeri yang sering kali meliputi jumlah yang besar, dapat mempunyai dampak yang besar. Peningkatan penduduk di kota-kota besar dan kecil disebabkan baik oleh perpindahan penduduk maupun oleh pertumbuhan penduduk secara alamiah. Sangat disayangkan bahwa pada umumnya perpindahan penduduk semacam ini tidak tercatat secara baik, dan biasanya tidak terdapat data yang tepat baik mengenai asal maupun usia penduduk yang pindah. Bahkan jumlah seluruh perpindahan ini pun hanya sewaktu-waktu dikalkulasikan, khususnya pada waktu dilakukan sensus. Dengan demikian dapatlah difahami bahwa suatu peramalan dalam perpindahan penduduk di dalam negeri hanya sekedar suatu pendekatan saja. Ada tiga jenis perpindahan penduduk dalam negeri. 1. Gerakan perpindahan dari suatu bagian negara ke bagian lain. 2. Gerakan perpindahan dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan dibagian negara yang sama. 3. Gerakan perpindahan dari pusat daerah perkotaan ke daerah pinggiran kota (suburbs). Gerakan perpindahan dari pusat-pusat perkotaan ke daerah pinggiran kota merupakan suatu ciri khas dari negara-negara maju. Namun gerakan perpindahan dari daerah pedesaan 83

99 kc kota-kota besar dan kecil atau urbanisasi (urbanization) sekarang menj adi ciri semua negara, baik yang telah maju maupun yang sedang berkembang, dan gerakan inilah yang mempunyai dampak terbesar pada pengembangan pendidikan. Sebagai suatu gambaran Tabel 17 menunjukkan trend yang terdapat di Sovyet Uni dari tahun 1950 sampai dengan tahun 1960 dalam jumlah anak didik dan pengajar di sekolah-sekolah dasar dan lanjutan di daerah-daerah pedesaan dan perkotaan. Tabel 17. Jumlah anak didik dan pengajar, serta pembebanan gaji pengajar, di sekolah-sekolah dasar dan lanjutan di daerah perkotaan dan pedesaan di Sovyet Uni Pembebanan gaji per anak didik dalam rouble Anak didik Pengajar dengan nilai (dalam ribuan) (dalam ribuan) yang berlaku Daerah Daerah Daerah Daerah Daerah Daerah Tahun perkotaan pedesaan perkotaan pedesaan perkotaan pedesaan Sumber : Harold Julius Noah, Financing Schools in the Soviet Union (Pembiayaan sekolah di Sovyet Uni), dikutip oleh F. Edding dalam Methods of Analysing Educational Outly (Metode untuk Menganalisis Pembebanan Pendidikan), Paris, him. 24 dan 27. Apa yang digambarkan oleh tabel tersebut ialah peningkatan yang deras dalam jumlah anak didik di sekolah-sekolah di daerah perkotaan (dari sejumlah 11,7 menjadi 16,1 juta orang suatu peningkatan tahunan sebesar 3,25%), yang seimbang dengan suatu penurunan dalam jumlah anak didik di sekolah-sekolah daerah pedesaan. Hasilnya praktis tidak terdapat suatu perubahan dalam jumlah seluruh anak didik 84

100 pada sekolah-sekolah dasar dan lanjutan di Sovyet Uni selama période 11 tahun itu. Namun jumlah pengajar telah meningkat baik di sekolah-sekolah perkotaan (yang dapat diperkirakan) maupun di sekolah-sekolah pedesaan, yang secara implisit menunjukkan jumlah anak didik yang lebih kecil per kelas di daerah-daerah pedesaan yang disebabkan oleh pengurangan penduduk (depopulation). Rasio anak didik/pengajar di daerah pedesaan adalah 14 : 1, sedangkan di daerah perkotaan rasio ini adalah 21: 1. Dapatlah difahami bahwa dengan demikian biaya pengajar per anak didik di daerah pedesaan sangat tinggi bila dibandingkan dengan pengajar di daerah perkotaan (dalam tahun 1960 biaya ini adalah 707 rouble berbanding 495 rouble). Mengingat faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan penduduk dalam negeri sebagian besar terletak di tingkat lokal daya tarik kota-kota besar dan kecil pada daerah lingkungannya, arus orang ke daerah-daerah yang pembangunannya lebih cepat, dan sebagainya maka yang lebih banyak mengetahuinya adalah pejabat-pejabat pemerintah daerah. Mereka jugalah yang paling mengetahui perihal masalah-masalah pendidikan daerahnya, tingkat pendaftaran ma~ suk sekolah di daerahnya, dan sebagainya. Berdasarkan itu maka merekalah dalam kedudukan yang terbaik untuk memberikan ramalan mengenai jumlah anak didik di kemudian hari pada skala lokal. Banyak kesalahan akan dapat dihindari apabila para pejabat pemerintah lokal diikutsertakan serapatrapatnya dalam penyusunan rencana pendidikan. 85

101 KESIMPULAN Dalam buku kecil ini kami telah berusaha menunjukkan dampak yang mungkin ditimbulkan faktor demografik pada pengembangan pendidikan. Kami telah berusaha pula untuk gambaran, bagaimana menggunakan data kependudukan dalam mempersiapkan rencana pendidikan. Kami percaya kadang kala para pembaca memperoleh perasaan, bahwa pokokpokok tertentu hanya mendapat pembahasan sepintas lalu saja. Namun bukanlah menjadi tujuan buku kecil ini untuk mengadakan análisis berbagai teknik demografik. Teknikteknik demografik ini hanya dibahas sampai batas yang diperlukan untuk memberikan gambaran cara data kependudukan disusun, asumsi-asumsi yang kadang kala perlu dibuat karena tidak adanya data yang cukup terperinci, dan penyuaian-penyuaian (adjustments) yang harus dilakukan guna mengadakan koreksi pada kesalahan-kesalahan yang jelas terbuat. Di negara-negara yang statistiknya dapat dipercayai, sensus khususnya negara-negara berkembang, data yang demikian tidak dilaksanakan secara berkala dan secermat-cermatnya, kelompok-kelompok pelaksana Statistik bekerja secara efisicn, dan data kependudukan tersedia dengan ketepatan yang sangat tinggi. Setiap peramalan kependudukan atau proyeksi yang didasarkan atas data demikian mempunyai kemungkinan besar untuk menjadi suatu peramalan atau proyeksi yang sangat baik sungguhpun masih saja ada kemungkinan kesalahan dengan terjadinya perubahan yang tiba-tiba dalam 86

102 perilaku penduduk. Di negara-negara lain, senantiasa tersedia dan Statistik yang ada haruslah digunakan dengan sangat hatihati. Namun bagaimanapun, data kependudukan sangat penting bagi perencana pendidikan. Tiada suatu perencanaan yang efesien dapat disusun tanpa selalu merujuk pada keadaan demografik negara pada saat sekarang dan di kemudian hari. Apabila keadaan itu diketahui hanya sampai pada suatu tingkat tertentu, maka dalam menentukan sasaran-sasaran pendidikan, penting sekali untuk membuatnya cukup fleksibel, sehingga akan memungkinkan guna mengadakan penyuaianpenyuaian di dalamnya apabila di kemudian hari diperoleh data yang lebih tepat. 87

103 Í.AMPIRAN PEMBAGIAN KELOMPOK USÍA LIMA TAHUNAN MENJADI KELOMPOK USÍA SETAHUNAN: PENGGANDA SPRAGUE Pada prinsipnya metode Sprague dalam mengadakan interpolasi tidak hanya didasarkan pada jumlah di dalam kelompok usia yang sedang menjadi pokok pembahasan saja, namun juga pada jumlah kedua kelompok usia yang mendahului dan juga kedua kelompok usia yang berikutnya. Mengingat bahwa metode ini mengendalikan pengetahuan akan jumlah dalam kedua kelompok usia yang mendahuluinya dan juga jumlah dalam kedua kelompok usia yang berikutnya, ia tidak dapat diterapkan pada kelompok usia yang sangat muda (0 4 tahun dan 5 9 tahun) atau pada kelompok usia yang sangat lanjut (70 74 tahun dan lebih dan 75 tahun). Inilah yang menjadi alasan mengapa interpolasi dari kelompok usia 0 4 tahun disusun berdasarkan jumlah dalam tiga kelompok usia yang berikutnya, dan interpolasi dari kelompok usia 5 9 tahun dilakukan atas dasar satu kelompok usia yang mendahuluinya dan dua kelompok usia yang berikutnya. Prosedur yang sama diterapkan pula pada kelompok usia yang sangat lanjut, ialah interpolasi dari kelompok usia tahun didasarkan pada jumlah dalam kedua kelompok usia yang mendahuluinya dan pada jumlah dalam satu kelompok usia yang berikutnya, sedangkan interpolasi dari kelompok usia yang lebih lanjut 75 tahun didasarkan pada jumlah dalam ketiga kelompok usia yang mendahuluinya. 88

104 Dengan metode Sprague telah tersusun tabel-tabel koefisien yang dikatakan di atas, beberapa tabel diperlukan: tabel pertarna untuk kelompok usia 0 4 tahun, memungkinkan interpolasi dati jumlah di dalam ketiga kelompok usia berikutnya; tabel kedua untuk kelompok 5-9 tahun, yang memungkinkan interpolasi dari jumlah dalam satu kelompok usia yang mendahului dan dari jumlah dalam kedua kelompok usia yang berikutnya; dan sebuah tabel peralihan, yang dapat digunakan untuk kelompok-kelompok usia yang berurutan berikutnya, karena dalam setiap kasus jumlah-jumlah dalam dua kelompok usia yang mendahului dan dua kelompok usia yang berikutnya telah diketahui. Dengan sendirinya masih diperlukan lagi dua tabel koefisien baru yang sesuai dengan kelompok-kelompok usia yang sangat lanjut. Seorang perencana pendidikan secara khusus akan memerlukan sekali kedua tabel pertarna dan tabel peralihan. Ketiga tabel tersebut dicantumkan di bawah ini. Apabila F adaiah jumlah dalam kelompok usia yang menjadi pokok pembahasan, maka F F dan F adalah jumlah-jumlah dalam kelompok usia yang berikutnya atau yang menyusulnya. Selanjutnya, E dan F adalah jumlah-jumlah dalam kedua kelompok usia yang mendahuluinya, dan kemudian. apabila F, F, F, F dan F ada- 3. D C Cl G lah melambangkan tahun pertama, tahun kedua, tahun ketiga, tahun keempat dan tahun kelima dari kelompok usia, maka tabel pengganda Sprague dapat disajikan dalam bentuk sebagai berikut. 89

105 Pengganda Sprague label Tabel pectina F. $ í Tabe! kedua F? e Ü H4Q Ó S Ü label peralihan H o I? 0 ci 1 e -0.0l.28 -(Ui') u(J Ú n.:i24 + U X064 + n Sekedar contoh, berikut ini dijelaskan prosedur dalam mengestimasi jumlah anak-anak berusia 6, 7, 8, 9, 10 dan 11 tahun apabila jumlah individu dalam kelompok-kelompok usia 0 4 tahun, 5 9 tahun, tahun, tahun dan tahun telah diketahui. Angka-angka yang telah diketahui adalah sebagai berikut Kelompok usia 0 4 tahun orang Kelompok usia 5 9 tahun orang Kelompok usia tahun Kelompok usia tahun Kelompok usia tahun orang orang orang Sebagaimana telah diuraikan di atas, untuk melakukan interpolasi kelompok usia 5 9 tahun kita akan menggunakan tabel kedua dari pengganda Sprague, sedangkan tabel peralihan akan digunakan untuk kelompok usia tahun (atau kelompok usia selanjutnya). 90

106 Jumlah usía 6 tahun, misalnya, dapat ditelurusi pada baris F b pada tabel kedua di atas. Dengan demikian kita akan memperoleh : Jumlah yang berusia 6 tahun = 0,0080 F + 0,2320 F 0,0480 F + 0,0080 F + 2 = (0,0080 x 161,300) + (0,2320 x ) (0,0480x71.225) + (0,0080x47,300) = = orang Estimasi jumlah anak-anak berusia 6, 7, 8 dan 9 tahun. Usia dikalikan dengan koefisien yang bersangkutan dikalikan dengan koefisien yang bersangkutan dikalikan dengan koefisien yang bersangkutan dikalikan dengan koefisien yang bersangkutan Jumlah D 7 is Estimasi jumlah anak-anak berusia 10 dan 11 tahun dikalikan dikalikan dikalikan dikalikan dikalikan dengan dengan dengan dengan dengan koefisien koefisien koefisien koefisien koefisien yang ber- yang ber- yang ber- yang ber- yang ber- Usia sangkutan sangkutan sangkutan sangkutan sangkutan Jumlah yi

107 SARAN-SARAN KEPUSTAKAAN LANJUTAN I. Umum Ng, L.K.Y. The population crisis (krisis kependudukan). Bloomington, Indiana, Indiana University Press, 1965 Thompson, W.S.; Lewis, D.T. Population problems (Masalah kependudukan). New York, London, McGraw-Hill, II. Sensus United Nations. Handbook of population sensus methods (Buku pegangan metode sensus penduduk). New York. (Studies in methods, ST/STAT/Ser.F/5/Rev.l) Vol. 1 General aspects of a population census (Aspekaspek umum sensus penduduk) Vol. 2 Economic characteristics of the population (Karakteristik-karakteristik ekonomis penduduk ) Vol. 3 Demographic and social characteristics of the population (Karakteristik-karakteristik demografik dan sosial penduduk) III. Metode estimasi United Nations. Manuals on methods of estimating population (Buku petunjuk perihal metode mengestimasi penduduk). New York. (Population studies). 92

108 Vol. 1 Methods of estimating total population for current dates (Metode mengestimasi penduduk guna memperoleh data mutakhir yang berlaku) (ST/SOA/Series A/10) Vol. 2 Methods of appraisal of quality of basic data for population estimates (Metode pendidikan kualitas data dasar bagi estimasi penduduk) (ST/ SOA/Series A/23) Vol. 3 Methods for population projections by sex and age (Metode proyeksi kependudukan menurut jenis kelamin dan usia) (ST/SOA/Series A/25) Vol. 4 Methods of estimating demographic measures from incomplete data (Metode mengestimasi tindakan demografik dari data yang tidak lengkap) (ST/SOA/Series A/42) Liu, B.A. Estimating future school enrolment in developing countries: a manual of methodology (Mengestimasi pendaftaran masuk sekolah di negara-negara berkembang: sebuah buku petunjuk perihal metodologi). New York, Unesco/United Nations, (Statistical reports and studies) (Also in United Nations Population studies. 1966) (ST/ SOA/Series A/40) 93

109 Bhr 2Ö-1-84

BAB 2 LANDASAN TEORI. Kata demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat

BAB 2 LANDASAN TEORI. Kata demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat 9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian pengertian Kata demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk dan Grafein adalah menulis. Jadi demografi adalah tulisantulisan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kependudukan sangat erat kaitannya dengan demografi. Demografi sendiri berasal dari

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kependudukan sangat erat kaitannya dengan demografi. Demografi sendiri berasal dari BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian-pengertian Kependudukan sangat erat kaitannya dengan demografi. Demografi sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu Demos yang berarti rakyat atau penduduk dan Grafien

Lebih terperinci

BAB III TELAAH DEMOGRAFIK

BAB III TELAAH DEMOGRAFIK BAB III TELAAH DEMOGRAFIK Pengertian Demografi Kata demografi adalah kata yang diambil dari bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk, dan grafein berarti menulis. Dalam perkembangannya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yang berarti menulis. Jadi demografi adalah tulisan tulisan mengenai rakyat atau

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yang berarti menulis. Jadi demografi adalah tulisan tulisan mengenai rakyat atau BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengertian-pengertian Kependudukan sangat erat kaitannya dengan demografi. Demografi sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu Demos yang berarti rakyat atau penduduk dan Grafien

Lebih terperinci

MODUL ONLINE INFORMASI DATA KEPENDUDUKAN PENDALAMAN MATERI DEMOGRAFI

MODUL ONLINE INFORMASI DATA KEPENDUDUKAN PENDALAMAN MATERI DEMOGRAFI MODUL ONLINE 20.11 INFORMASI DATA KEPENDUDUKAN PENDALAMAN MATERI DEMOGRAFI FERANI MULIANINGSIH PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 i A. PENDAHULUAN Materi-materi pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk harus menjadi subjek sekaligus objek pembangunan. Kualitas

BAB I PENDAHULUAN. penduduk harus menjadi subjek sekaligus objek pembangunan. Kualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kependudukan merupakan basis utama dan fokus dari segala persoalan pembangunan. Hampir semua kegiatan pembangunan baik yang bersifat sektoral maupun lintas sektor terarah

Lebih terperinci

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN 2011-2014 PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI JAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Dalam rangka pemantauan rencana aksi percepatan pelaksanaan

Lebih terperinci

International Marketing. Philip R. Cateora, Mary C. Gilly, and John L. Graham

International Marketing. Philip R. Cateora, Mary C. Gilly, and John L. Graham International Marketing Philip R. Cateora, Mary C. Gilly, and John L. Graham Proses Riset Langkah Proses Riset 1. Definisikan masalah riset dan tentukan tujuan riset 2. Tentukan sumber informasi untuk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Demografi Kependudukan sangat erat kaitannya dengan demografi. Demografi sendri berasal dari bahasa Yunani yaitu Demos yang berarti rakyat atau penduduk dan Grafein

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian-pengertian 2.1.1. Pengertian Demografi Demografi adalah ilmu yang mempelajari tentang penduduk dalam suatu wilayah dengan faktor-faktor pengubahnya (mortalitas, natalitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun, maka keadaan yang demikian itu menuntut Pengembangan Sistem Administrasi Kependudukan. Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan dalam jumlah, komposisi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanada merupakan salah satu negara multikultur yang memiliki lebih

BAB I PENDAHULUAN. Kanada merupakan salah satu negara multikultur yang memiliki lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kanada merupakan salah satu negara multikultur yang memiliki lebih dari 200 kelompok etnis hidup bersama, dan lebih dari 40 kebudayaan terwakili di dalam media

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan Peramalan (forecasting) adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang (Sofjan Assauri: 1984). Usaha untuk melihat situasi pada masa yang

Lebih terperinci

D. Dinamika Kependudukan Indonesia

D. Dinamika Kependudukan Indonesia D. Dinamika Kependudukan Indonesia Indonesia adalah negara kepulauan dengan potensi sumber daya manusia yang sangat besar. Jumlah penduduk yang tinggal di Indonesia mencapai 256 juta jiwa (Worl Population

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2000, p.11

BAB I PENDAHULUAN. 2000, p.11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Pandangan tradisional yang mengatakan bahwa keluarga yang ideal adalah keluarga dimana suami berperan sebagai pencari nafkah dan istri menjalankan fungsi pengasuhan

Lebih terperinci

Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan 25

Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan 25 Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan 25 Judul dan nomor urut dalam seri ini adalah 1. Apakall Perencanaan Pendidikan itu? Philip H. Coombs 2. Hubungan Rencana Pendidikan dtngan Henearía Ekonomi dan Sostai

Lebih terperinci

K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN 1 K-81 Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lisan maupun tulisan. Bahasa menurut Kridalaksana (2001: 21) adalah sistem

BAB I PENDAHULUAN. lisan maupun tulisan. Bahasa menurut Kridalaksana (2001: 21) adalah sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting bagi manusia baik lisan maupun tulisan. Bahasa menurut Kridalaksana (2001: 21) adalah sistem lambang bunyi yang

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROYEKSI PENDUDUK DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Padahal sumber data penduduk yang tersedia hanya secara periodik, yaitu Sensus Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Padahal sumber data penduduk yang tersedia hanya secara periodik, yaitu Sensus Penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Para pemakai data kependudukan, khususnya para perencana, pengambil kebijaksanaan, dan peneliti sangat membutuhkan data penduduk yang berkesinambungan dari tahun ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia karena merupakan kebutuhan manusia sepanjang hidupnya. Pendidikan menjadi sarana untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORI. Kata demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti: Demos adalah rakyat atau

BAB 2 TINJAUAN TEORI. Kata demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti: Demos adalah rakyat atau BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Arti dan Tujuan Demografi Kata demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti: Demos adalah rakyat atau penduduk dan Grafein adalah menulis. Demografi adalah ilmu yang mempelajari

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. penduduk, dan Grafein adalah menulis. Jadi demografi adalah tulisan tulisan atau

BAB 2 LANDASAN TEORI. penduduk, dan Grafein adalah menulis. Jadi demografi adalah tulisan tulisan atau 16 Daftar pustaka dan lampiran. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian pengertian Kata demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk, dan Grafein adalah menulis. Jadi

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN PERSUASI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS V

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN PERSUASI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS V MODEL PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN PERSUASI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS V Isdianti Isdianti15@yahoo.com Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Siliwangi Bandung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Yunani yaitu Demos yang berarti rakyat atau penduduk dan Grafein yang berarti

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Yunani yaitu Demos yang berarti rakyat atau penduduk dan Grafein yang berarti BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian-pengertian Kependudukan sangat erat kaitannya dengan demografi. Demografi sendiri berasal dari kata Yunani yaitu Demos yang berarti rakyat atau penduduk dan Grafein

Lebih terperinci

KEDUDUKAN BAHASA INGGRIS SEBAGAI BAHASA PENGANTAR DALAM DUNIA PENDIDIKAN

KEDUDUKAN BAHASA INGGRIS SEBAGAI BAHASA PENGANTAR DALAM DUNIA PENDIDIKAN 354 Kedudukan Bahasa Inggris sebagai Bahasa Pengantar dalam Dunia Pendidikan KEDUDUKAN BAHASA INGGRIS SEBAGAI BAHASA PENGANTAR DALAM DUNIA PENDIDIKAN Yulia Agustin Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia diharapkan dapat saling mengenal dan berhubungan satu sama lain, saling berbagi pengalaman dalam

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif-Global Corruption Barometer 2007

Ringkasan Eksekutif-Global Corruption Barometer 2007 Ringkasan Eksekutif-Global Corruption Barometer 2007 Setelah analisa selama bertahun-tahun yang dilakukan Transparency International (TI) dan lembaga lain, tidak diragukan lagi efek buruk korupsi terhadap

Lebih terperinci

Memahami. Alkitab. L. Johns. OLEH Dorothy. Disusun dengan kerjasama oleh Staf Kantor ICI Pusat KURSUS TERTULIS INTERNASIONAL DI INDONESIA

Memahami. Alkitab. L. Johns. OLEH Dorothy. Disusun dengan kerjasama oleh Staf Kantor ICI Pusat KURSUS TERTULIS INTERNASIONAL DI INDONESIA Memahami Alkitab BUKU PEGANGAN UNTUK BELAJAR SENDIRI OLEH Dorothy L. Johns Disusun dengan kerjasama oleh Staf Kantor ICI Pusat LEMBAGA KURSUS TERTULIS INTERNASIONAL DI INDONESIA Buku Asli UNDERSTANDING

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk kota Pematangsiantar setiap tahunnya menunjukkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk kota Pematangsiantar setiap tahunnya menunjukkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk kota Pematangsiantar setiap tahunnya menunjukkan peninggakatan yang perlu mendapatkan perhatian. Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatankekuatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatankekuatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatankekuatan yang menambah dan kekuatan-kekuatan yang mengurangi jumlah penduduk. Secara terus menerus,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam perencanaan pembangunan, data kependudukan memegang peran yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam perencanaan pembangunan, data kependudukan memegang peran yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perencanaan pembangunan, data kependudukan memegang peran yang penting. Penduduk merupakan bagian terpenting bagi suatu negara dilihat dari segi kuantitas maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang: 1) latar belakang penelitian, 2) fokus

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang: 1) latar belakang penelitian, 2) fokus BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas tentang: 1) latar belakang penelitian, 2) fokus penelitian, 3) tujuan penelitian, 4) kegunaan penelitian, dan 5) definisi istilah penelitian. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 5 Tahun 2011 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG STATISTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG STATISTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG STATISTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN Menimbang : a. bahwa statistik penting artinya bagi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan eveluasi penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 19 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Masalah Kependudukan Masalah kependudukan di Indonesia dikategorikan sebagai suatu masalah nasional yang besar dan memerlukan pemecahan segera. Hal ini mencakup lima masalah

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

K138 USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA

K138 USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA K138 USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA 1 K 138 - Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedudukan Bahasa Indonesia dalam dunia Internasional memang belum

BAB I PENDAHULUAN. Kedudukan Bahasa Indonesia dalam dunia Internasional memang belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Kedudukan Bahasa Indonesia dalam dunia Internasional memang belum setenar bahasa lainnya yang ada di dunia, seperti bahasa Inggris, bahasa Jerman,

Lebih terperinci

*9743 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 1997 (16/1997) TENTANG STATISTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*9743 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 1997 (16/1997) TENTANG STATISTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright 2002 BPHN UU 16/1997, STATISTIK *9743 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 1997 (16/1997) TENTANG STATISTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

Lebih terperinci

Indonesia - Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1991

Indonesia - Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1991 Katalog Datamikro - Badan Pusat Statistik Indonesia - Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1991 Laporan ditulis pada: December 30, 2014 Kunjungi data katalog kami di: http://microdata.bps.go.id/mikrodata/index.php

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG STATISTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG STATISTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 39, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3683) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG STATISTIK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhatian terhadap penduduk terutama jumlah, struktur dan pertumbuhan dari waktu ke waktu selalu berubah. Pada zaman Yunani dan Romawi kuno aspek jumlah penduduk sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk merupakan bagian integral dari suatu negara. Komposisi dan

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk merupakan bagian integral dari suatu negara. Komposisi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan bagian integral dari suatu negara. Komposisi dan distribusi penduduk karena perubahan beberapa komponen demografi seperti Kelahiran (Fertilitas),

Lebih terperinci

Data dan Informasi dalam Perencanaan

Data dan Informasi dalam Perencanaan Data dan Informasi dalam Perencanaan http://en.wikipedia.org/wiki/data Data adalah sekumpulan fakta Data adalah suatu pernyataan yang diterima secara apa adanya, hasil pengukuran atau pengamatan suatu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kata demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kata demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Dasar Demografi Kata demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk dan Grafein adalah menulis. Jadi Demografi adalah tulisan-tulisan

Lebih terperinci

DEMOGRAFI. Agustina Bidarti, S.P., M.Si. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

DEMOGRAFI. Agustina Bidarti, S.P., M.Si. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya DEMOGRAFI BAB I DEMOGRAFI: ARTI DAN TUJUAN Oleh: Agustina Bidarti, S.P., M.Si. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya A. PENGERTIAN DASAR DEMOGRAFI * Kata demografi berasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL GAWI SABARATAAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan modal yang sangat penting bagi kemajuan dan. kemajuan zaman saat ini. Dengan majunya pendidikkan maka akan bisa

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan modal yang sangat penting bagi kemajuan dan. kemajuan zaman saat ini. Dengan majunya pendidikkan maka akan bisa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan modal yang sangat penting bagi kemajuan dan pembangunan suatu bangsa guna meningkatkan daya saing terhadap tantangan kemajuan zaman saat

Lebih terperinci

Asesmen Gender Indonesia

Asesmen Gender Indonesia Asesmen Gender Indonesia (Indonesia Country Gender Assessment) Southeast Asia Regional Department Regional and Sustainable Development Department Asian Development Bank Manila, Philippines July 2006 2

Lebih terperinci

MENGENAL PEMUDA INDONESIA DAN POTENSINYA MELALUI PERSPEKTIF PSIKOLOGI PERKEMBANGAN 1

MENGENAL PEMUDA INDONESIA DAN POTENSINYA MELALUI PERSPEKTIF PSIKOLOGI PERKEMBANGAN 1 MENGENAL PEMUDA INDONESIA DAN POTENSINYA MELALUI PERSPEKTIF PSIKOLOGI PERKEMBANGAN 1 Oleh: Ferdy Yudha Pratama 2 Pendahuluan Dalam kehidupan saat ini, masyarakat (khususnya pemuda) dihadapkan dengan beberapa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Proyeksi Penduduk Dalam rangka perencanaan pembangunan di segala bidang, diperlukan informasi mengenai keadaan penduduk seperti jumlah penduduk, persebaran penduduk,

Lebih terperinci

BAB IV PEMANFAATAN DATA DEMOGRAFIK UNTUK PERENCANAAN PENDIDIKAN

BAB IV PEMANFAATAN DATA DEMOGRAFIK UNTUK PERENCANAAN PENDIDIKAN BAB IV PEMANFAATAN DATA DEMOGRAFIK UNTUK PERENCANAAN PENDIDIKAN Kegunaan Data Demografi Pendidikan bertalian dengan proses yang melibatkan pendidik dan sasaran didik dengan memanfaatan media pendidikan.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan : Multilingual Demographic Dictionary (IUSSP, 1982) defenisi demografi adalah :

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan : Multilingual Demographic Dictionary (IUSSP, 1982) defenisi demografi adalah : 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Demografi Kependudukan sangat erat kaitannya dengan demografi. Demografi sendiri berasal dari kata Yunani yaitu Demos yang berarti rakyat atau penduduk dan Grafein

Lebih terperinci

Distr.: Terbatas 15 Oktober Asli: Bahasa Inggris

Distr.: Terbatas 15 Oktober Asli: Bahasa Inggris Perserikatan Bangsa-bangsa Majelis Umum Distr.: Terbatas 15 Oktober 2004 A/C.3/59/L.25 Asli: Bahasa Inggris Sidang kelimapuluhsembilan Komisi Ketiga Agenda urutan 98 Pemajuan wanita Australia, Austria,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PASURUAN

PEMERINTAH KOTA PASURUAN PEMERINTAH KOTA PASURUAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya arus globalisasi menuntut semua aspek kehidupan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangannya, yaitu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan Sekutu memutus jalur suplai dari udara maupun laut mengakibatkan pertahanan Jerman-Italia dapat dikalahkan di Afrika Utara. Sehingga kemenangan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA AWAL ANAK MELALUI PERMAINAN KARTU GAMBAR DI TAMAN KANAK-KANAK NEGERI PEMBINA AGAM

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA AWAL ANAK MELALUI PERMAINAN KARTU GAMBAR DI TAMAN KANAK-KANAK NEGERI PEMBINA AGAM 1 PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA AWAL ANAK MELALUI PERMAINAN KARTU GAMBAR DI TAMAN KANAK-KANAK NEGERI PEMBINA AGAM Eka Guswarni Abstrak Kemampuan membaca awal anak masih rendah. Peningkatan kemampuan bahasa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG STATISTIK. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG STATISTIK. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG STATISTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa statistik penting artinya bagi perencanaan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. lengkap dari pada sumber-sumber data yang lain karena kemungkinan tercecernya

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. lengkap dari pada sumber-sumber data yang lain karena kemungkinan tercecernya BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Sumber-Sumber Data Sumber-sumber data kependudukan yang pokok adalah sensus penduduk, registrasi penduduk dan penelitian (survei). Secara teoritis data registrasi penduduk lebih

Lebih terperinci

KONVENSI NOMOR 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

KONVENSI NOMOR 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 81 CONCERNING LABOUR INSPECTION IN INDUSTRY AND COMMERCE (KONVENSI ILO NO. 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia mempunyai potensi yang dapat dibina dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia mempunyai potensi yang dapat dibina dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya manusia mempunyai potensi yang dapat dibina dan dikembangkan kearah kedewasaan. Salah satu upaya pembinaan dan pengembangan potensi itu adalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Masalah Kependudukan Masalah kependudukan di Indonesia dikategorikan sebagai suatu masalah nasional yang besar dan memerlukan pemecahan segera. Hal ini mencakup lima masalah pokok

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN DAN PEMEROLEHAN BAHASA ANAK

BAB I PERKEMBANGAN DAN PEMEROLEHAN BAHASA ANAK BAB I PERKEMBANGAN DAN PEMEROLEHAN BAHASA ANAK Bab ini akan dibahas dua masalah pokok yang menyangkut tentang bahasa anak, yaitu masalah perkembangan bahasa dan pemerolehan bahasa. Hal-hal yang berkaitan

Lebih terperinci

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I. Angka 1 Pasal 1. Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal I. Angka 1 Pasal 1. Cukup jelas. Angka 2 Pasal 2 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN I. UMUM 1. Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum,

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu wilayah baru dapat dikatakan sebagai negara apabila wilayah tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum, pengakuan dari negara lain, dan

Lebih terperinci

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan pada aspek afektif, kognitif dan psikomotor. Upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan pada aspek afektif, kognitif dan psikomotor. Upaya untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran pendidikan jasmani pada tingkat sekolah dasar meliputi pengembangan pada aspek afektif, kognitif dan psikomotor. Upaya untuk mengembangkan ketiga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap pasangan pasti ingin merencanakan sebuah keluarga yang bahagia dengan menikah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menikah adalah ikatan (akad) perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Pendidikan Nasional adalah upaya mencerdasakan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa dan berahlak mulia

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN NGADA AGUSTUS 2011 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 0,74 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN NGADA AGUSTUS 2011 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 0,74 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 03/03/Th. IV, 20 Maret 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN NGADA AGUSTUS 2011 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 0,74 PERSEN Jumlah angkatan kerja di

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA PENCATATAN SIPIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA PENCATATAN SIPIL 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA PENCATATAN SIPIL BUPATI KATINGAN Menimbang Mengingat : a. b. c. d. 1. 2.

Lebih terperinci

Konsep Dasar Metodologi adalah pengetahuan tentang cara-cara (science of methods). Dalam kontek penelitian, metodologi adalah totalitas cara untuk men

Konsep Dasar Metodologi adalah pengetahuan tentang cara-cara (science of methods). Dalam kontek penelitian, metodologi adalah totalitas cara untuk men Metodologi Penelitian Psikologi Rahayu Ginintasasi Konsep Dasar Metodologi adalah pengetahuan tentang cara-cara (science of methods). Dalam kontek penelitian, metodologi adalah totalitas cara untuk meneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengajarkan kepada orang bagaimana memanfaatkan pandangan yang begitu

BAB I PENDAHULUAN. mengajarkan kepada orang bagaimana memanfaatkan pandangan yang begitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Human Capital Development merupakan faktor yang sangat penting untuk pembangunan nasional. Selain itu pengembangan sumber daya manusia (SDM) mengajarkan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN kali peperangan di seluruh dunia. Kemudian sejak abad 19, manusia mulai

BAB I PENDAHULUAN kali peperangan di seluruh dunia. Kemudian sejak abad 19, manusia mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak zaman dahulu manusia tak henti-hentinya berperang. Bahkan menurut catatan sejarah, sejak 6000 tahun yang lalu sudah terjadi lebih dari 15.000 kali peperangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari ilustrasi yang dekat dan mampu dijangkau siswa, dan kemudian

BAB I PENDAHULUAN. dari ilustrasi yang dekat dan mampu dijangkau siswa, dan kemudian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika adalah ilmu realita, dalam artian ilmu yang bermula dari kehidupan nyata. Selayaknya pembelajarannya dimulai dari sesuatu yang nyata, dari ilustrasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran wajib yang harus diterima oleh setiap siswa di semua jenjang pendidikan, baik negeri maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur tidak mungkin dapat dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur tidak mungkin dapat dilakukan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah medium untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan kehendak melalui lambang-lambang bahasa, baik berupa lambang bunyi atau ujaran maupun lambang-lambang

Lebih terperinci

NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG

NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG Salah satu ciri dari negara berkembang adalah sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani. Kegiatan pertanian yang dilakukan masih menggunakan peralatan tradisional,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kehidupan masa depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, memiliki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM KESEHATAN TAHUN

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM KESEHATAN TAHUN DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM KESEHATAN TAHUN 2007-2011 PUSAT DATA DAN INFORMASI DEPARTEMEN KESEHATAN RI JAKARTA 2009 KATA PENGANTAR Salah satu permasalahan yang dihadapi saat ini adalah belum ada kesepakatan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Peramalan Peramalan (Forcecasting) adalah suatu cara memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang berdasarkan data yang relatif lama (Sofyan Assauri,

Lebih terperinci

BAB 3 PERSEPSI MAHASISWA JEPANG TENTANG ISLAM YANG MUNCUL SETELAH MENONTON TELEVISI PASCAPERISTIWA 9/11

BAB 3 PERSEPSI MAHASISWA JEPANG TENTANG ISLAM YANG MUNCUL SETELAH MENONTON TELEVISI PASCAPERISTIWA 9/11 24 BAB 3 PERSEPSI MAHASISWA JEPANG TENTANG ISLAM YANG MUNCUL SETELAH MENONTON TELEVISI PASCAPERISTIWA 9/11 3.1 Mahasiswa dan Media Televisi Mahasiswa merupakan salah satu unsur penting dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah mengenai kependudukan merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah mengenai kependudukan merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah mengenai kependudukan merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan. Pembangunan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan suatu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Keterampilan Menulis Kalimat dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Keterampilan Menulis Kalimat dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keterampilan Menulis Kalimat dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia 1. Pengertian Keterampilan Menulis. Menulis adalah salah satu standar kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) lembaga utama internasional untuk pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya dan komunikasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kata demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kata demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Dasar Demografi Kata demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk dan Grafein adalah menulis. Jadi Demografi adalah tulisan-tulisan

Lebih terperinci

K69 SERTIFIKASI BAGI JURU MASAK DI KAPAL

K69 SERTIFIKASI BAGI JURU MASAK DI KAPAL K69 SERTIFIKASI BAGI JURU MASAK DI KAPAL 1 K-69 Sertifikasi Bagi Juru Masak Di Kapal 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK 1 K 182 - Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak 2 Pengantar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia secara formal mencakup pengetahuan kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi pembelajaran mengenai asal-usul

Lebih terperinci