(b) Sistem Perkandangan di Bangun Karso Farm (a) dan Kambing Saanen yang Mengonsumsi Pellet Indigofera sp. (b)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "(b) Sistem Perkandangan di Bangun Karso Farm (a) dan Kambing Saanen yang Mengonsumsi Pellet Indigofera sp. (b)"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Peternakan Peternakan Bangun Karso Farm terletak di Babakan Palasari, Kec. Cijeruk, Kab. Bogor, Jawa Barat. Peternakan ini membudidayakan beberapa jenis komoditi ternak antara lain sapi perah, sapi potong, domba, dan kambing perah. Sektor usaha kambing perah yang dikembangkan adalah kambing peranakan etawah (PE) dan saanen. Jumlah kambing perah laktasi di Bangun Karso Farm 30 ekor dengan produksi susu kambing total di Bangun Karso Farm rata-rata 25 liter per hari. Produksi susu kambing PE pada masa laktasi selama 1 bulan pertama setelah beranak mencapai 1,5-2 liter sedangkan produksi susu kambing saanen pada masa laktasi bisa mencapai 4 liter. Idealnya kambing bisa beranak sebanyak 2 kali selama setahun, akan tetapi di peternakan Bangun Karso Farm sering terjadi kasus gagal kawin sehingga selang beranak bertambah panjang. Kualitas susu kambing senantiasa dijaga dengan menerapkan Good Farming Practices. Kandang kambing di peternakan Bangun Karso Farm berbentuk kandang panggung sehingga kotoran ternak dapat langsung jatuh ke saluran pembuangan. Peternak menjaga kebersihan kandang dengan membersihkan kandang dan memandikan kambing secara rutin. Setelah pemerahan susu ditempatkan ke dalam wadah (milk can) tertutup untuk disaring dan segera dikemas. Susu yang sudah dikemas kemudian dibekukan dalam freezer. Harga jual susu kambing di Bangun Karso Farm adalah Rp ,- per liter. (a) Gambar 4. (b) Sistem Perkandangan di Bangun Karso Farm (a) dan Kambing Saanen yang Mengonsumsi Pellet Indigofera sp. (b) 24

2 Hasil Pengamatan Hasil perhitungan analisis deskriptif meliputi nilai maksimum dan minimum, rataan, serta ragam keseluruhan data beberapa parameter yang diamati dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Perhitungan Analisis Deskriptif Parameter yang Diamati Parameter Minimum Maksimum Rataan Ragam Konsumsi BK (g/e/h) ,86 6,511 Kecernaan (%) 40,21 73,91 53, ,937 Produksi susu (ml/e/h) ,14 3,595 Komposisi susu Berat jenis (kg/m 3 ) 1,0280 1,0337 1,0318 0,000 Protein (%) 4,94 6,12 5,5400 0,176 Lemak (%) 4,00 10,17 6,7371 5,178 Laktosa (%) 3,24 3,90 3,6486 0,045 Efisiensi Ransum (%) 15,6 38,4 27,286 80,021 Protein (%) 7,3 12,0 10,423 3,791 Lemak (%) 3,7 7,4 5,434 1,812 Laktosa (%) 1,7 4,0 2,996 0,888 Pembahasan Konsumsi Pakan Rataan konsumsi bahan kering ransum sebesar 2170,86 g/e/h. Konsumsi bahan kering terendah adalah konsumsi ransum P0 (rumput lapang 60% + konsentrat 40%) oleh kambing saanen sebanyak 1898 g, sedangkan konsumsi bahan kering tertinggi yaitu konsumsi ransum P0 oleh kambing PE sebanyak 2552 g/e/h. Konsumsi bahan kering kambing perah lebih dari 4% bobot badan kambing yang ditimbang sebelum masa pemeliharaan. Konsumsi ternak dipengaruhi oleh faktor pakan dan ternak. Ternak lebih suka mengonsumsi pakan berkualitas dengan tingkat palatabilitas tinggi. Kualitas pakan ternak selain ditentukan dari kandungan zat makanan juga dipengaruhi oleh tingkat 25

3 kecernaannya. Faktor ternak yang mempengaruhi tingkat konsumsi adalah kondisi fisiologi ternak yang membutuhkan zat makanan dengan jumlah berbeda pada setiap fasenya (Orskov, 2001). Jumlah konsumsi kambing yang tinggi diperlukan untuk menunjang kebutuhan zat makanan yang diperlukan pada masa laktasi. Kambing saanen laktasi ke-3 dan kambing PE laktasi ke-2 yang digunakan dalam penelitian ini memerlukan zat makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, dan produksi susu. Apabila dikaji dari segi kandungan nutrisinya, ransum P1 mengandung protein kasar lebih tinggi dengan kandungan serat kasar yang lebih rendah dibandingkan P0 sehingga konsumsi bahan kering ransum P1 meskipun lebih rendah namun telah memenuhi kebutuhan nutrien kambing perah. Faktor lain yang mempengaruhi konsumsi bahan kering adalah sistem pencernaan ternak. Ternak ruminansia akan mengurangi konsumsi pakan jika waktu retensi pakan meningkat sehingga kapasitas rumen untuk menampung makanan berkurang (Orskov, 2001). Waktu retensi pakan juga dipengaruhi oleh bentuk pakan. Semakin panjang ukuran partikel pakan, maka waktu retensi dalam rumen akan meningkat. Pellet merupakan pakan yang telah mengalami proses pemotongan dan penggilingan untuk memperkecil ukuran partikel, akan tetapi berdasarkan hasil pengamatan konsumsi ransum P1 yang mengandung pellet Indigofera sp. lebih rendah dibandingkan ransum P0. Hal ini disebabkan oleh kurang terpenuhinya kebutuhan air minum untuk kambing perah di Peternakan Bangun Karso Farm. Ransum P1 mengandung protein kasar lebih tinggi sedangkan kandungan serat kasarnya lebih rendah, ketika air dan mineral cukup terpenuhi maka kambing akan memilih hijauan yang mengandung nitrogen lebih tinggi dan kandungan serat lebih rendah (Fisher et al., 1999; Raghavendra et al., 2002). Oleh karena itu kambing yang diberi ransum P0 mengonsumsi bahan kering lebih banyak. Perbandingan konsumsi bahan kering antara kambing saanen dan kambing PE menunjukkan bahwa kambing saanen yang memiliki bobot badan lebih rendah mengonsumsi bahan kering lebih tinggi dibandingkan kambing PE. Tingkat konsumsi pada kambing perah selain dipengaruhi oleh bobot badan juga dipengaruhi oleh produksi susu dan periode laktasi (Avondo et al., 2008). Kambing saanen memiliki produksi susu lebih tinggi dibandingkan dengan kambing PE sehingga memerlukan zat makanan dalam jumlah lebih banyak untuk sintesis susu. 26

4 Konsumsi bahan kering kambing PE pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan konsumsi bahan kering kambing PE pada penelitian Astuti et al. (2000) yaitu sebesar g/ekor/hari dengan kandungan protein ransum lebih tinggi yaitu 17,16% dan penelitian Asminaya (2007) yaitu sebanyak 638 g/ekor/hari dengan kandungan protein 19,61%. Konsumsi bahan kering menentukan konsumsi nutrien ternak. Rashid (2008) menyatakan bahwa kebutuhan protein kasar kambing perah berkisar antara 12-17% per hari dan TDN sebesar 53-66%. Ransum yang diberikan di Peternakan Bangun Karso Farm terdiri dari campuran rumput lapang dan konsentrat kurang memenuhi kebutuhan protein harian kambing perah sehingga pemanfaatan pellet Indigofera sp. dalam ransum dapat meningkatkan ketersediaan protein kasar dalam pakan kambing perah. Berdasarkan perhitungan rataan konsumsi bahan kering ransum P0 dan P1 dapat dilihat bahwa konsumsi protein kambing PE dan kambing saanen yang diberi ransum P1 dengan kandungan protein sebanyak 17% dan kandungan TDN lebih tinggi sebesar 65,77% telah memenuhi kebutuhan protein harian yang dibutuhkan kambing perah laktasi. Komposisi nutrien ransum menentukan jumlah konsumsi nutrien oleh ternak. Nutrien yang dikonsumsi ternak akan mengalami proses pencernaan dan metabolisme dalam tubuh kemudian ditranspor oleh darah ke organ-organ yang membutuhkan. Perhitungan rataan konsumsi nutrien kambing perah masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 8. Konsumsi lemak kasar, serat kasar, dan Beta-N pada kambing perah yang diberi ransum P0 lebih tinggi daripada kambing yang diberi ransum P1. Hal ini sejalan dengan konsumsi bahan kering ransum P0 pada kambing PE dan saanen yang lebih tinggi dibandingkan konsumsi bahan kering ransum P1 sehingga konsumsi nutrien lebih banyak. Sebaliknya, konsumsi protein kasar dan TDN lebih tinggi pada kambing perah yang diberi ransum P1 sehingga meskipun konsumsi bahan kering ransum P1 lebih rendah akan tetapi jumlah konsumsi tersebut telah menyuplai asupan protein dan TDN yang lebih banyak untuk kambing perah fase laktasi. 27

5 Tabel 8. Rataan Konsumsi Nutrien Kambing PE dan Saanen pada Setiap Perlakuan Perlakuan P0 P1 Kode Konsumsi nutrien ransum (g/ekor/hari) kambing PK LK SK Beta-N TDN S PE S PE Keterangan : 1) P0 = Rumput lapang 60% + konsentrat 40% P1 = Rumput lapang 60% + pellet Indigofera sp. 40% 2) S = kambing saanen PE = kambing Peranakan Etawah 3) LK = Lemak kasar PK = Protein kasar SK = Serat kasar TDN = Total Digestable Nutrient Konsumsi protein pada kambing PE dan saanen yang diberi ransum P1 lebih tinggi dibandingkan konsumsi protein pada kambing yang diberi ransum P0. Kandungan protein ransum P1 yang diberi pellet Indigofera sp. lebih tinggi dibandingkan kandungan protein ransum P0, sehingga meskipun konsumsi bahan kering ransum P1 lebih sedikit namun telah memenuhi kebutuhan protein kambing perah. Konsumsi protein pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Astuti et al. (2000) yang menyatakan bahwa konsumsi protein kambing perah laktasi berkisar antara g/ekor/hari. Kecernaan Bahan Kering Perhitungan Koefesien Cerna Bahan Kering (KCBK) melalui metode Acid Insoluble Ash (AIA) diperoleh dari selisih abu yang tidak terlarut dalam asam sebagai indikator dari bahan yang tidak tercerna. Nilai terendah kecernaan bahan kering sebesar 40,21% yaitu kecernaan ransum P0 pada kambing saanen sedangkan ransum P1 memiliki nilai kecernaan tertinggi pada kambing saanen sebesar 73,91%. Nilai keragaman koefisien cerna cukup besar disebabkan perbedaan yang tinggi antara kecernaan ransum P0 dan P1. 28

6 Gambar 5. Kecernaan Bahan Kering Ransum P0 dan P1 pada Tiap Kambing Perah. P0 = Rumput Lapang 60%+Konsentrat 40%; P1 = Rumput Lapang 60%+Pellet Indigofera sp. 40%. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kecernaan pakan adalah teknik pengolahan pakan (McDonald et al., 2002). Pakan berbentuk pellet mengalami proses pemotongan, penggilingan, dan pemadatan. Hijauan yang digiling akan memperkecil ukuran partikel serta meningkatkan luas permukaan bahan pakan. Hal ini akan meningkatkan kecernaan pakan karena semakin luas permukaan partikel pakan dapat meningkatkan kesempatan bagi mikroba rumen menempel pada partikel pakan dan mencerna makanan (Rappeti dan Bava, 2008). Oleh karena itu ransum P1 memiliki nilai kecernaan lebih tinggi dibandingkan ransum P0. Nilai kecernaan bahan kering yang tinggi mengindikasikan zat makanan yang dikonsumsi dapat dicerna dan diserap lebih baik oleh ternak. Nilai kecernaan bahan kering ransum P1 juga lebih tinggi dibandingkan nilai kecernaan bahan kering daun Indigofera sp. yang diberikan pada ransum kambing boerka yaitu sebesar 60,07%, jadi pemberian pellet Indigofera sp. lebih mudah dicerna sebagai pakan kambing perah. Koefisien cerna bahan kering ransum P0 lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Astuti et al. (2000) yang menunjukkan bahwa kecernaan konsentrat pada kambing PE sebesar 65-70%, artinya nutrien yang terkandung dalam konsentrat Peternakan Bangun Karso Farm kurang dapat dimanfaatkan oleh kambing perah. Konsentrat yang diberikan pada kambing perah di Peternakan Bangun Karso Farm 29

7 terbuat dari campuran dedak, pollard, kulit kopi, bungkil kedelai, limbah roti, dan jagung. Pellet Indigofera sp. memiliki kandungan serat kasar sebesar 14%, lebih rendah dibandingkan dengan konsentrat yang mengandung serat kasar 22,62% sehingga kecernaan ransum P0 yang mengandung 40% konsentrat lebih rendah dibandingkan kecernaan ransum P1. Suharlina (2010) menyatakan bahwa koefisien cerna bahan kering Indigofera sp. yang diukur secara in vitro berkisar antara 68,21-73,15%. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan hasil pengukuran kecernaan Indigofera sp. dalam ransum kambing boerka maupun kambing PE dan saanen. Pengukuran nilai kecernaan secara in vivo suatu ransum juga dipengaruhi oleh kondisi ternak dan bahan pakan lain yang diberikan sebagai campuran dalam ransum. Pada penelitian ini ransum P1 terdiri dari campuran rumput lapang dan pellet Indigofera sp., sehingga kecernaan ransum P1 juga dipengaruhi oleh komposisi nutrien yang terdapat dalam rumput lapang. Tarigan (2010) menyatakan bahwa kecernaan bahan kering daun Indigofera sp. pada kambing boerka mengalami peningkatan seiiring dengan tingkat pemberiannya dalam ransum karena kandungan serat kasar turun sehingga kecernaan meningkat. Faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap kandungan nutrisi tanaman seperti umur tanaman, pemberian pupuk, kondisi iklim dan tanah juga menentukan tingkat kecernaan pakan (McDonald et al., 2002). Pengaruh pemberian pupuk dapat meningkatkan kualitas nutrisi hijauan sebagai pakan ternak (Whitehead, 2000). Penelitian Jovintry (2011) menunjukkan koefisien cerna bahan kering daun Indigofera sp. secara in vitro tidak nyata dipengaruhi oleh pemberian pupuk cair daun. Hal ini disebabkan pemberian pupuk di awal masa pertumbuhan tanaman Indigofera sp. belum terakumulasi sehingga tidak ada perubahan kandungan nutrisi. Produksi Susu Terdapat kurang lebih 20 ekor kambing laktasi yang menghasilkan produksi susu total sebanyak 25 liter per hari di Peternakan Bangun Karso Farm. Kambing laktasi tersebut berada pada periode laktasi berbeda mulai dari laktasi ke-1 sampai ke-4. Tujuh ekor kambing yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 3 ekor kambing PE laktasi ke-2 dan 4 ekor kambing saanen laktasi ke-3. Seluruh kambing tersebut memasuki periode akhir laktasi yaitu pada bulan ke-3 post-partum. Produksi 30

8 susu kambing per hari dicatat dari jumlah pemerahan pagi dan sore dengan selang waktu pemerahan 12 jam. Rata-rata produksi susu kambing sebesar 574 ml/e/h dengan produksi susu terendah 287 ml/h/e pada kambing saanen yang diberi ransum P0 sedangkan produksi susu tertinggi 795 ml/e/h pada kambing saanen yang diberi ransum P1. Kambing saanen yang diberi ransum P1 memiliki produksi susu harian lebih tinggi dibandingkan kambing saanen yang diberi ransum P0. Kambing PE yang diberi ransum P1 memiliki produksi susu lebih tinggi dari pada rataan produksi kambing PE yang diberi ransum P0. Perbandingan antara rataan produksi susu kambing PE dan saanen pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Rataan Produksi Susu Kambing Saanen dan PE yang Mendapat Perlakuan P0 dan P1. P0 = Rumput Lapang 60%+Konsentrat 40%; P1 = Rumput Lapang 60%+pellet Indigofera sp. Kambing PE mampu memproduksi susu sebanyak 0,5-2,5 liter/hari/ekor sedangkan kambing saanen produksi susunya mencapai 3,8 liter/ekor/ekor pada puncak masa laktasi (Sarwono, 2002; Erlangga, 2011). Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan produksi susu kambing lebih rendah karena status fisiologi kambing perah tersebut berada pada fase laktasi akhir di mana produksi susu sudah mulai turun. Berdasarkan hasil penelitian, produksi susu kambing perah yang diberi ransum P1 lebih tinggi dibandingkan ransum P0. Hal ini disebabkan perbedaan kualitas ransum P0 dan P1. Ransum P1 mengandung protein kasar 17,23% 31

9 dan TDN 65,77% lebih tinggi dibandingkan ransum P0 yang memiliki kandungan protein kasar dan TDN sebesar 12,76% dan 57,98% secara berurutan. Kualitas ransum tidak hanya dapat dilihat dari komposisi nutrisinya saja, melainkan juga tingkat kecernaan. Rataan nilai kecernaan ransum P1 lebih tinggi dibandingkan nilai kecernaan ransum P0 baik pada kambing PE maupun kambing saanen. Semakin tinggi nilai kecernaan maka nutrien ransum dapat dimanfaatkan lebih baik oleh ternak. Pakan merupakan faktor utama yang mempengaruhi produksi susu. Sintesis susu diperoleh dari nutrien yang dialirkan oleh darah sebagai prekursor untuk proses sintesis susu di sel sekresi ambing. Kambing perah laktasi membutuhkan protein 16% dan TDN 60% per hari (Asminaya, 2007). Ransum P0 dan P1 telah memiliki komposisi nutrien yang sesuai untuk mencukupi kebutuhan nutrien kambing perah fase laktasi akan tetapi karena ransum P0 memiliki nilai kecernaan yang lebih rendah maka kambing perah yang diberi ransum P1 mendapatkan asupan nutrien yang lebih banyak. Ransum P1 yang berbentuk pellet dapat mengurangi waktu makan sehingga dapat menghemat energi. Energi yang dihemat ini dapat digunakan untuk produksi susu (Orskov, 2001). Perubahan pakan dapat berdampak langsung terhadap produksi susu kambing. Produksi susu harian kambing PE dan saanen mengalami fluktuasi seperti yang digambarkan pada grafik (Gambar 6 dan Gambar 7). Hal ini disebabkan kondisi rumput lapang yang diberikan oleh peternak setiap hari tidak stabil. Rumput lapang diberikan dalam kondisi segar dan tidak disimpan dalam gudang pakan sehingga apabila hujan tiba rumput akan terkena air hujan. Palatabilitas rumput tersebut menjadi berkurang, akibatnya konsumsi ternak turun dan produksi susu pada hari berikutnya juga mengalami penurunan. 32

10 Gambar 7. Produksi Susu Harian Kambing PE yang Mendapat Perlakuan P0 dan P1 Selama Pemeliharaan. P0 = Rumput Lapang 60% + Konsentrat 40%; P1 = Rumput Lapang 60% + pellet Indigofera sp. Gambar 8. Produksi Susu Harian Kambing Saanen yang Mendapat Perlakuan P0 dan P1 Selama Pemeliharaan. P0 = Rumput Lapang 60% + Konsentrat 40%; P1 = Rumput Lapang 60% + pellet Indigofera sp. Pada masa awal pemeliharaan produksi susu kambing PE mengalami penurunan drastis, hal ini dikarenakan kambing masih berada dalam fase adaptasi terhadap perubahan pakan yang diberikan. Produksi susu kembali meningkat pada hari ke-7 pemeliharaan dan sedikit mengalami fluktuasi namun tidak ekstrim pada hari berikutnya. Penurunan produksi susu kembali terjadi pada masa akhir 33

11 pemeliharaan. Pada 7 hari terakhir masa pemeliharaan dilakukan koleksi sampel feses langsung dari rektum kambing yang memicu cekaman sehingga mempengaruhi produksi susu. Sudono et al. (2003) menyatakan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi produksi susu adalah selang beranak (calving interval). Kambing mampu beranak sebanyak 3 kali dalam 1,5 tahun artinya selang beranak kambing adalah 6 bulan. Fakta yang terjadi di peternakan Bangun Karso Farm adalah selang beranak mencapai lebih dari 7 bulan sehingga produksi susu mengalami penurunan. Penyebabnya adalah kurang terpenuhi asupan nutrien untuk menjaga siklus reproduksi ternak sehingga waktu birahi kambing terlambat. Selain itu peternak kurang terampil dalam mendeteksi kebuntingan sehingga keberhasilan perkawinan tidak segera diketahui. Komposisi Susu Kandungan berat jenis susu kambing perah berkisar antara 1,0280-1,0337 (kg/m 3 ); protein susu 4,94-6,12%; lemak susu 4-10,17%; laktosa susu 3,24-3,90%. Berdasarkan perhitungan nilai keragaman komposisi berat jenis, protein, dan laktosa susu kambing memiliki nilai rendah. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi berat jenis, protein, dan laktosa tidak berbeda antara susu yang diproduksi dari kambing dengan perlakuan ransum P0 maupun ransum P1. Kualitas susu dipengaruhi oleh zat makanan yang tersedia dalam darah karena zat makanan tersebut akan digunakan sebagai prekursor dalam sintesis susu (Rumetor, 2008). Kandungan lemak susu kambing yang diberi ransum P0 lebih tinggi dibandingkan lemak susu pada susu kambing yang diberi ransum P1. Kualitas dan kuantitas lemak susu dapat dimodifikasi melalui perubahan komposisi ransum seperti perbandingan pemberian konsentrat dan hijauan, kualitas hijauan, dan suplementasi lemak. Pada fase awal laktasi suplementasi lemak dalam pakan akan meningkatkan lemak susu dan produksi susu, sedangkan pada pertengahan masa laktasi suplementasi lemak hanya akan meningkatkan lemak susu. Sebaliknya pada masa akhir laktasi suplementasi lemak tidak terlalu memengaruhi produksi susu (Chilliard et al., 2001). Studi terkini mengenai pengaruh komposisi ransum terhadap produksi 34

12 susu dan kandungan lemak susu menyatakan bahwa peningkatan jumlah konsentrat dalam ransum hingga 60% dapat meningkatkan produksi susu namun tidak mempengaruhi kadar lemak susu (Min et al., 2005). Ransum P1 mengandung serat kasar dan lemak kasar lebih rendah dibandingkan ransum P0, sehingga lemak susu pada kambing perah yang diberi ransum P1 lebih rendah dibandingkan pada kambing perah yang diberi ransum P0. Lemak susu kambing PE yang diberi ransum P0 sesuai dengan hasil penelitian Hertaviani (2009) yaitu berkisar antara 5,97%-7,12%. Kandungan protein susu kambing PE dan saanen pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan kandungan protein susu kambing pada penelitian Hertaviani (2009) yang berkisar antara 4,15%-5%. Protein pakan berpengaruh langsung terhadap komposisi protein dan produksi susu kambing. Tingkat kecernaan protein pakan di rumen akan menentukan ketersediaan asam amino yang akan digunakan sebagai prekursor dalam sintesis protein susu. Salah satu faktor yang mempengaruhi kecernaan adalah bentuk pakan. Hasil penelitian Sanz Sampelayo et al. (1998) menunjukkan bahwa pemberian hijauan dalam bentuk pellet pada kambing akan meningkatkan efisiensi penggunaan nitrogen untuk sintesis protein mikroba sehingga asam amino yang dihasilkan juga meningkat. Asam amino akan digunakan sebagai prekursor dalam proses sintesis susu. Kandungan laktosa susu kambing PE dan saanen pada kedua perlakuan ransum tidak berbeda jauh. Nudda dan Pulina (2004) menyatakan bahwa kandungan laktosa susu kambing sebesar 4,8% sedangkan berdasarkan penelitian Asminaya (2007), kandungan laktosa susu kambing mencapai 6,24%. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan laktosa hasil uji komposisi susu kambing PE dan saanen pada penelitian ini. Laktosa disintesis dari glukosa darah yang diedarkan dari sel sekretori pada kelenjar ambing. Glukosa diperoleh dari perombakan karbohidrat pakan. Sumber karbohidrat diperoleh dari perombakan serat kasar pakan dan karbohidrat non-serat yang dinyatakan dalam bentuk Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (Beta-N). Kandungan serat kasar dan Beta-N baik ransum P0 maupun ransum P1 tidak berbeda jauh sehingga komposisi laktosa susu kambing juga tidak berbeda. 35

13 Efisiensi Pemanfaatan Ransum terhadap Komposisi Susu Kambing Kualitas suatu bahan pakan tidak hanya dilihat dari komposisi nutrien tetapi juga pemanfaatan nutrien untuk menunjang produksi ternak. Konsusmsi bahan kering ransum P1 (rumput lapang 60% + pellet Indigofera sp. 40%) lebih efisien untuk dikonversi menjadi produksi susu dibandingkan konsumsi ransum P0 (rumput lapang 60% + konsentrat 40%). Rasio pemanfaatan ransum untuk produksi susu berkisar antara 15,6% pada kambing saanen yang diberi ransum P0 sedangkan rasio tertinggi sebesar 38,4% pada kambing saanen yang diberi ransum P1. Berdasarkan perhitungan rasio antara nutrien ransum dan komposisi susu dapat dilihat bahwa nutrien yang terkandung dalam ransum P1 lebih efisien untuk disintesis menjadi susu. Perbandingan efisiensi pemanfaatan bahan kering dan nutrien antara ransum P0 dan P1 ditunjukkan pada Gambar 9. Gambar 9. Efisiensi Pemanfaatan Nutrien Ransum untuk Produksi dan Komposisi Susu. P0 = Rumput lapang 60% + konsentrat 40%; P1 = Rumput lapang 60% + pellet Indigofera sp. 40%; S = kambing saanen; PE = kambing Peranakan Etawah Pemanfaatan nutrien ransum pada kambing perah selain untuk produksi susu juga ada yang digunakan untuk pertumbuhan. Data persentase efisiensi pemanfaatan nutrien yang dikonversi menjadi susu belum termasuk pemanfaatan nutrien untuk pertumbuhan (daging). Hal ini dapat dilihat dari pertambahan bobot badan kambing selama pemeliharaan seperti yang ditunjukkan Tabel 9. 36

14 Tabel 9. Bobot Badan Kambing Perah Sebelum dan Setelah Pemeliharaan Perlakuan P0 P1 Kode kambing Bobot badan Bobot badan PBB awal (kg) akhir (kg) (kg/30 hari) S S ,5 4,5 PE PE S S ,5 3,5 PE Keterangan : 1) P0 = Rumput lapang 60% + konsentrat 40% P1 = Rumput lapang 60% + pellet Indigofera sp. 40% 2) S = kambing saanen PE = kambing Peranakan Etawah Semakin besar nilai rasio efisiensi pakan menunjukkan bahwa semakin banyak nutrien dari pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak untuk produksi susu. Rasio pemanfaatan nutrien ransum P0 yang diberikan pada kambing PE lebih tinggi dibandingkan rasio pemanfaatan nutrien ransum pada kambing saanen, sedangkan dengan pemberian ransum P1 kambing saanen lebih efisien dalam memanfaatkan bahan kering. Kambing saanen pada dasarnya lebih efisien dalam memanfaatkan nutrien ransum untuk proses sintesis susu. Rasio pemanfaatan nutrien ransum P1 baik pada kambing PE maupun saanen lebih tinggi dibandingkan ransum P0, hal ini menunjukkan bahwa nutrien dari ransum P1 lebih efisien dimanfaatkan dalam proses sintesis susu. Hasil perbandingan antara lemak susu dengan konsumsi serat kasar dan lemak kasar pada ransum P0 tidak berbeda jauh dengan rasio lemak susu kambing yang diberi ransum P1. Hal ini dikarenakan kandungan serat kasar dan lemak kasar kedua ransum juga tidak berbeda jauh. Berbeda dengan rasio pemanfaatan lemak, berdasarkan hasil perbandingan laktosa susu dengan konsumsi karbohidrat ransum P1 memiliki efisiensi lebih tinggi dibandingkan ransum P0, artinya karbohidrat dalam ransum P1 lebih efisien untuk diubah menjadi glukosa yang akan digunakan sebagai prekursor dalam sintesis laktosa susu. 37

15 Rasio pemanfaatan protein ransum P1 lebih tinggi dari rasio pemanfaatan protein ransum P0. Hal ini menunjukkan bahwa protein dalam ransum P1 yang berasal dari suplementasi pellet Indigofera sp. lebih efisien dikonversi menjadi protein susu dibandingkan protein pada ransum P0 yang berasal dari konsentrat. Tingginya efisiensi pemanfaatan bahan kering, protein dan karbohidrat terlarut pada ransum P1 menunjukkan bahwa kualitas ransum P1 yang mengandung Indigofera sp cukup menyediakan nutrein untuk menunjang produksi susu. Data rasio pemanfaatan protein ransum P1 pada penelitian ini menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Astuti et al. (2003) yaitu 0,135 (diperoleh dari perbandingan protein susu 21,38 g/hari dan konsumsi protein 158 g/hari), hal ini disebabkan oleh perbedaan sumber protein ransum yang dipakai yaitu ampas tempe terfermentasi. Protein merupakan zat makanan yang penting dan menentukan harga ransum ternak perah sehingga efisiensi penggunaannya perlu diperhatikan (Laudadio dan Tufarelli, 2010). Pemanfaatan pellet Indigofera sp. dalam ransum kambing perah lebih ekonomis karena memiliki efisiensi penggunaan nutrien lebih tinggi dibandingkan konsentrat, sehingga diharapkan mampu menekan biaya pakan dan meningkatkan keuntungan peternak. 38

MATERI DAN METODE. Metode

MATERI DAN METODE. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Peternakan Kambing Perah Bangun Karso Farm yang terletak di Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis pakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging Ternak kambing merupakan komponen peternakan rakyat yang cukup potensial sebagai penyedia daging. Ternak kambing mampu beradaptasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Imbangan Hijauan Daun Singkong (Manihot

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE P1U4 P1U1 P1U2 P1U3 P2U1 P2U2 P2U3 P2U4. Gambar 1. Kambing Peranaka n Etawah yang Diguna ka n dalam Penelitian

MATERI DAN METODE P1U4 P1U1 P1U2 P1U3 P2U1 P2U2 P2U3 P2U4. Gambar 1. Kambing Peranaka n Etawah yang Diguna ka n dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan Juni sampai September 2011 bertempat di Peternakan Kambing Darul Fallah - Ciampea Bogor; Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitan dengan judul Tampilan Protein Darah Laktosa dan Urea Susu akibat Pemberian Asam Lemak Tidak Jenuh Terproteksi dan Suplementasi Urea pada Ransum Sapi FH dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produksi dan Kualitas Susu Sapi 2.1.1. Produksi susu Produksi susu merupakan faktor esensial dalam menentukan keberhasilan usaha sapi perah, karena jumlah susu yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Kebutuhan pokok dan produksi pada sapi perah dapat dilakukan dengan cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Menurut Blakely dan Bade (1998) sapi perah adalah jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara lain sistem dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan dan tahap perlakuan dilaksanakan di Desa Cepokokuning, Kecamatan Batang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Pakan Bahan pakan sapi perah terdiri atas hijauan dan konsentrat. Hijauan adalah bahan pakan yang sangat disukai oleh sapi. Hijauan merupakan pakan yang memiliki serat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden (Keppres)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat 36 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu mulai 8 Maret sampai 21 Agustus 2007 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penyediaan Pakan Pemeliharaan Hewan Uji

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penyediaan Pakan Pemeliharaan Hewan Uji MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Kambing Perah milik Yayasan Pesantren Darul Falah Ciampea dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Ilmu dan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak 8 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian keluaran kreatinin pada urin sapi Madura yang mendapat pakan dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Pra Sapih Konsumsi pakan dihitung berdasarkan banyaknya pakan yang dikonsumsi setiap harinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut. Pakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi

BAB I PENDAHULUAN. Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi kambing di Indonesia berjumlah 18 juta ekor. Jumlah ini sangat besar dibandingkan dengan jenis ternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penting dalam peningkatan produktivitas ternak ruminansia adalah ketersediaan pakan yang berkualitas, kuantitas, serta kontinuitasnya terjamin, karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat yakni pada tahun 2011 berjumlah 241.991 juta jiwa, 2012 berjumlah 245.425 juta

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi 22 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi Madura Jantan yang Mendapat Kuantitas Pakan Berbeda dilaksanakan pada bulan Juni September 2015. Lokasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan diartikan sebagai nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dimana nutrien lainnya diasumsikan diserap oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawa (PE) Kambing merupakan jenis ruminansia kecil yang memiliki tingkat pemeliharaan lebih efesien dibandingkan domba dan sapi. Kambing dapat mengkomsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi ternak, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan banyaknya zat makanan yang masuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Salah satu bangsa sapi bangsa sapi perah yang dikenal oleh masyarakat adalah sapi perah Fries Holland (FH), di Amerika disebut juga Holstein Friesian disingkat Holstein, sedangkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 20 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 yang bertempat di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU)

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6 12 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6 Maret 2016 di Kelompok Tani Ternak Wahyu Agung, Desa Sumogawe, Kecamatan

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan dengan rata-rata bobot badan sebesar 21,09 kg dan koevisien

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. 14,8 juta ekor adalah sapi potong (Anonim, 2011). Populasi sapi potong tersebut

PENGANTAR. Latar Belakang. 14,8 juta ekor adalah sapi potong (Anonim, 2011). Populasi sapi potong tersebut PENGANTAR Latar Belakang Populasi ternak khususnya ruminansia besar yaitu sapi potong, sapi perah dan kerbau pada tahun 2011 adalah 16,7 juta ekor, dari jumlah tersebut 14,8 juta ekor adalah sapi potong

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Efisiensi Penggunaan Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Efisiensi Penggunaan Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kontrol lingkungan kandang sangat penting untuk kenyamanan dan kesehatan sapi, oleh karena itu kebersihan kandang termasuk suhu lingkungan sekitar kandang sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juli 2016 di Kandang Domba

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juli 2016 di Kandang Domba 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juli 2016 di Kandang Domba dan Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN. Suryahadi dan Despal. Departemen Ilmu Nutrisi &Teknologi Pakan, IPB

PRODUKSI DAN. Suryahadi dan Despal. Departemen Ilmu Nutrisi &Teknologi Pakan, IPB EFEK PAKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS AIR SUSU Suryahadi dan Despal Departemen Ilmu Nutrisi &Teknologi Pakan, IPB PENDAHULUAN U Perkembangan sapi perah lambat Populasi tidak merata, 98% di P. Jawa

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus sampai dengan 30 September 2015. Kegiatan penelitian ini bertempat di P.T. Naksatra Kejora Peternakan Sapi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B dan analisis plasma di Laboratorium Nutrisi Ternak Kerja dan Olahraga Unit

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, menyebabkan ketersediaan produk hewani yang harus ditingkatkan baik dari segi

Lebih terperinci

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DA METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak 24 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ternak Penelitian, Ternak yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein hewani merupakan zat makanan yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin meningkat seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya

Lebih terperinci

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2010 hingga April 2011 di peternakan sapi rakyat Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, dan di Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011) METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center - LIPI, Cibinong. Analisis zat-zat makanan ampas kurma dilakukan di Laboratorium Pengujian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Komplit Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rumput gajah, konsentrat, tepung daun kembang sepatu, dan ampas teh. Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci