SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007"

Transkripsi

1 ANALISIS DAMPAK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN TERHADAP PENGENTASAN KEMISKINAN DI KABUPATEN DELI SERDANG T E S I S Oleh: JAMES ERIK SIAGIAN / EP SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007

2 ANALISIS DAMPAK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN TERHADAP PENGENTASAN KEMISKINAN DI KABUPATEN DELI SERDANG T E S I S Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Study Ilmu Ekonomi Pembangunan pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Oleh: JAMES ERIK SIAGIAN / EP SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007

3 Judul Penelitian : ANALISIS DAMPAK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN TERHADAP PENGENTASAN KEMISKINAN DI KABUPATEN DELI SERDANG Nama : JAMES ERIK SIAGIAN Nomor Pokok : Program Studi : Ekonomi Pembangunan Menyetujui Komisi Pembimbing Dr. Murni Daulay, MSi K e t u a Drs. Iskandar Syarief, MA Anggota Ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Direktur Sekolah pascasarjana Dr. Murni Daulay, M.Si Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, M.Sc Tanggal lulus : 16 November 2007

4 Telah diuji pada, Tanggal : 16 November 2007 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua Anggota : 1. Dr. Murni Daulay, SE, M.Si. : 2. Drs. Iskandar Syarief, MA. 3. Dr. Syaad Afifuddin, SE, M.Ec. 4. Dr. Ir. Rahmanta, M.Si. 5. Drs. Rujiman, MA.

5 MOTTO Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Filipi 4 : 6 Kupersembahkan untuk orang-orang yang telah mendukung dan selalu mendoakanku - Kedua Orangtua dan Mertua - Istriku Melfa Anita R Lumbanraja, SE - Abang, Kakak dan adikku

6 ABSTRACT Poverty is the most complex and cronic problem, therefore, to overcome the problem of poverty, appropriate analysis involving all components of problem and appropiate, sustainable and permanent solving strategy are needed. This study is carried out in the Sub-district of STM Hulu and Pantai Labu, Deli Serdang District because these two sub-district of the aid from the Sub-district Development Program (PKK). The data for this study were primary data obtained through interviews with 91 heads of family (KK) in STM Hulu Sub-district and 98 heads of family in Pantai Labu Sub-district. The data obtained were analyzed by means of logit model. The result of this study reveals that the probability of the success in eliminating poverty through the basic social facility provision program is 7 times bigger than the success my be achieved without this program. The probability of success of the variable of economic facility in eliminating poverty is 14 times bigger and the success of the variable of job oppurtunity in eliminating poverty is 24 times bigger compared to the success may be achieved without job provision program in Pantai Labu Sub-district. In conclusion, the provision of basic social facility, economic facility and job oppurtunity through the Sub-district Development Program has a positive impact on poverty elimination in the Sub-district of STM Hulu and Pantai Labu. Key words : Community Empowerment, Sub-district Development Program, Poverty Elimination. iii

7 ABSTRAK Kemiskinan merupakan persoalan yang maha kompleks dan kronis, maka cara penanggulangan kemiskinan pun membutuhkan analisis yang tepat, melibatkan semua komponen permasalahan, dan diperlukan strategi penanganan yang tepat, berkelanjutan dan tidak bersifat temporer. Kecamatan STM Hulu dan Pantai Labu di Kabupaten Deli Serdang yang mendapat Bantuan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dipilih sebagai sampel dalam penelitian ini. Analisis penelitian ini menggunakan model logit, dengan menggunakan data primer hasil wawancara dengan 91 KK di Kecamatan STM Hulu dan 98 KK di Kecamatan Pantai Labu. Hasil penelitian menunjukkan kemungkinan keberhasilan pengentasan kemiskinan dengan adanya program penyediaan sarana sosial dasar sebesar 7 kali lebih besar dibandingkan tanpa adanya program penyediaan sarana sosial dasar. Demikian juga dengan variabel penyediaan sarana ekonomi mempunyai kemungkinan sebesar 14 kali berhasil mengentaskan kemiskinan, serta variabel lapangan kerja mempunyai kemungkinan sebesar 24 kali berhasil mengentaskan kemiskinan dibandingkan tanpa adanya program penyediaan lapangan kerja di Kecamatan Pantai Labu. Disimpulkan penyediaan sarana sosial dasar melalui program pengembangan kecamatan memberikan dampak positif terhadap pengentasan kemiskinan di Kecamatan STM Hulu dan Kecamatan Pantai Labu. Penyediaan sarana ekonomi melalui program pengembangan kecamatan memberikan dampak positif terhadap pengentasan kemiskinan di Kecamatan STM Hulu dan Kecamatan Pantai Labu. Penyediaan lapangan kerja melalui program pengembangan kecamatan memberikan dampak positif terhadap pengentasan kemiskinan di Kecamatan STM Hulu dan Kecamatan Pantai Labu. Kata-kata Kunci: Pemberdayaan Masyarakat, Program Pengembangan Kecamatan, Pengentasan Kemiskinan iv

8 PENGANTAR Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yesus atas berkat dan rahmat serta pertolongannya, sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan mulai dari perkuliahan pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sampai dengan penyusunan tesis ini dengan judul: Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Deli Serdang. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak tidak mungkin tesis ini dapat terselesaikan. Untuk itu perkenankan penulis memberikan penghargaan yang setinggitingginya dan mengucapkan terima kasih yang tulus kepada: 1. Ibu Prof. Dr. Ir.T.Chairun Nisa B, M.Sc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Dr. Murni Daulay, MSi, Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus selaku Ketua Komisi Pembimbing dengan penuh kearifan, kesabaran dan perhatian telah berkenan memberikan bimbingan kepada penulis, sehingga selesainya tesis ini. 3. Bapak Drs. Iskandar Syarief, MA, selaku anggota pembimbing yang telah memberikan tuntunan dan pengarahan dalam menyesaikan tesis ini. v

9 4. Bapak Dr. Sya ad Afifuddin, SE, MEc, selaku sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak dan Ibu Dosen serta Pegawai Administrasi Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 6. Bapak Kepala Bappeda Kabupaten Deli Serdang yang telah memberikan data dalam penyusunan tesis ini. 7. Bapak Camat beserta Staf Kecamatan STM Hulu dan Pantai Labu yang telah banyak memberikan bantuan informasi dan data dalam penyusunan tesis ini. 8. Terima kasih yang tak terhingga secara khusus penulis sampaikan kepada Ibunda H. Br Sitorus yang senantiasa mendoakan, memberi semangat dan bantuan moril dan materil kepada penulis dan Ayahanda L.Y. Siagian (alm) yang telah memberikan teladan dan nasehat semasa hidupnya. Dan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada Ayah mertua A. Lumbanraja dan Ibu mertua S.M. Br Sitinjak (alm) atas doa dan perhatian serta bantuan moril maupun materil mulai dari masa studi hingga penulisan tesis ini. 9. Teristimewa kepada Istriku tercinta Melfa Anita Rosmalinda Lumbanraja, SE dengan setia dan penuh pengertian memberikan motivasi, dukungan doa mulai dari masa studi sampai penulisan tesis ini 10. Tak lupa penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Abanganda Jones Siagian, Philips Siagian, Nelson Siagian, Jos Siagian, Kakanda Jenni Siagian, Lince Siagian dan Adik Corry Siagian atas doa dan dorongan hingga selesainya tesis ini. vi

10 11. Teman-teman mahasiswa, khususnya angkatan IX Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Tak lupa penulis menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis baik moril maupun materil. Sebagai manusia yang tidak terlepas dari kekurangan dan keterbatasan, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan. Dalam rangka penyempurnaan tesis ini penulis mengharapkan masukan dan kritik yang membangun dan dapat dikembangkan dalam penelitian lebih lanjut. Kiranya Tuhan memberikan AnugerahNya kedapa semua pihak dan memberkatinya. Medan, November 2007 JAMES ERIK SIAGIAN vii

11 RIWAYAT HIDUP 1. Nama : James Erik Siagian 2. Tempat/Tanggal Lahir : Asahan, 15 Juli Jenis Kelamin : Laki-laki 4. Status : Kawin 5. Agama : Kristen Protestan 6. Pekerjaan : Pegawai Swasta 7. Alamat : Jalan Punak No. 39 B Medan Petisah (20118) Telp PENDIDIKAN a. SD : SD Negeri Desa Gajah Kabupaten Asahan ( ) b. SMP : SMP Karya Desa Gajah Kabupaten Asahan ( ) c. SMA : SMA Daerah Sei Bejangkar Kabupaten Asahan ( ) d. Strata.1 : Fakultas Teknik Sipil Jurusan Teknik Sipil Universitas Darma Agung Medan ( ) e. Strata.2 : Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan ( ) SKRIPSI/TESIS 1. Analisis Perencanaan Pondasi Tiang pada Dinding Penahan Tanah Cantilever (Skripsi) Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Deli Serdang (Tesis) Medan, November 2007 JAMES ERIK SIAGIAN viii

12 DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i LEMBAR PERSEMBAHAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv PENGANTAR... v RIWAYAT HIDUP... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kemiskinan Pendekatan Kemiskinan Pengentasan Kemiskinan Dimensi Kemiskinan di Indonesia dan Usulan Kerangka Kebijakan Sejarah Upaya Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia Sasaran dan Fokus Penanggulangan Kemiskinan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) Tahapan PPK Pendanaan PPK Indikator Kinerja PPK Kerangka Konsep Hipotesis Penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Populasi dan Sampel ix

13 3.5. Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Model Analisis Uji Signifikan Definisi Operasional Variabel Penelitian BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Lokasi Penelitian Kecamatan STM Hulu Kecamatan Pantai Labu Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan STM Hulu Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Pantai Labu Karakteristik Responden Karakteristik Responden di Kecamatan STM Hulu Karakteristik Responden di Kecamatan Pantai Labu Kondisi Rumah4.3. Kondisi Sosial Ekonomi Kondisi Sosial Ekonomi Responden di Kecamatan STM Hulu Kondisi Sosial Ekonomi Responden di Kecamatan Pantai Labu Pendapatan Responden di Kecamatan STM Hulu Pendapatan Responden di Kecamatan STM Hulu Pendapatan Responden di Kecamatan Pantai Labu Analisis Program Pengembangan Kecamatan untuk Pengentasan Kemiskinan Kecamatan STM Hulu Kecamatan Pantai Labu Hasil Analisis Statistik Kecamatan STM Hulu Hasil Analisis Kecamatan Pantai Labu BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA x

14 DAFTAR TABEL Tabel Judul Halaman 2.1. Cakupan Wilayah PPK ( ) Jumlah dan Sumber Dana PPK Jumlah Rumah Tangga (RT) di Kecamatan STM Hulu Jumlah Rumah Tangga (RT) sebagai Sampel di Kecamatan STM Hulu Jumlah Rumah Tangga (RT) di Kecamatan Pantai Labu Jumlah Rumah Tangga (RT) sebagai Sampel di Kecamatan Pantai Labu Luas Wilayah dan Penduduk Menurut Desa di Kecamatan STM Hulu Luas Wilayah dan Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Pantai Labu Mata Pencaharian Penduduk Menurut Desa di Kecamatan STM Hulu Mata Pencaharian Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Pantai Labu Kelompok Umur Responden di Kecamatan STM Hulu Jenis Kelamin Responden di Kecamatan STM Hulu Jumlah Anggota Keluarga Responden di Kecamatan STM Hulu Pekerjaan Responden di Kecamatan STM Hulu Tingkat Pendidikan Responden di Kecamatan STM Hulu Kelompok Umur Responden di Kecamatan Pantai Labu Jenis Kelamin Responden di Kecamatan Pantai Labu Jumlah Anggota Keluarga Responden di Kecamatan Pantai Labu Pekerjaan Responden di Kecamatan Pantai Labu Tingkat Pendidikan Responden di Kecamatan Pantai Labu Kepemilikan Rumah Responden di Kecamatan STM Hulu Lantai Rumah Responden di Kecamatan STM Hulu Dinding Rumah Responden di Kecamatan STM Hulu xi

15 4.18. Atap Rumah Responden di Kecamatan STM Hulu Sarana Air Bersih Responden di Kecamatan STM Hulu Penerangan Responden di Kecamatan STM Hulu Bahan Bakar Rumah Tangga Responden di Kecamatan STM Hulu Kepemilikan Rumah Responden di Kecamatan Pantai Labu Lantai Rumah Responden di Kecamatan Pantai Labu Dinding Rumah Responden di Kecamatan Pantai Labu Atap Rumah Responden di Kecamatan Pantai Labu Sarana Air Bersih Responden di Kecamatan Pantai Labu Penerangan Responden di Kecamatan Pantai Labu Bahan Bakar Rumah Tangga Responden di Kecamatan Pantai Labu Pendapatan Responden di Kecamatan STM Hulu Kategori Kemiskinan Responden di Kecamatan STM Hulu Pendapatan Responden di Kecamatan Pantai Labu Kategori Kemiskinan Responden di Kecamatan Pantai Labu Penyediaan Sarana Sosial Dasar untuk Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan STM Hulu Penyediaan Sarana Ekonomi untuk Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan STM Hulu Penyediaan Lapangan Kerja untuk Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan STM Hulu Penyediaan Sarana Sosial Dasar untuk Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Pantai Labu Penyediaan Sarana Ekonomi untuk Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Pantai Labu Penyediaan Lapangan Kerja untuk Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Pantai Labu Hasil Uji Regresi Logistic Kecamatan STM Hulu Hasil Uji Regresi Logistic Kecamatan Pantai Labu xii

16 DAFTAR GAMBAR Gambar Judul Halaman 2.1. Perkembangan Persentase Angka Kemiskinan di Indonesia Paradigma Baru Penanggulangan Kemiskinan Fokus Penanggulangan Kemiskinan Struktur Manajemen PPK Kerangka Konsep Penelitian xiii

17 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Judul Halaman 1. Kuesioner Penelitian Print Out Hasil Tabel Frekuensi Print Out Hasil Uji Regresi Logistic Master Data xiv

18 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan terus menjadi masalah fenomena sepanjang sejarah Indonesia. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus urbanisasi ke kota, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas. Kemiskinan, menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, safety life, mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi tengkulak lokal dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para buruh tani desa bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit (Sahdan, 2004). Kemiskinan telah membatasi hak rakyat untuk (1) memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan; (2) Hak rakyat untuk memperoleh perlindungan hukum; (3) Hak rakyat untuk memperoleh rasa aman; (4) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan papan) yang terjangkau; (5) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan pendidikan; (6) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan kesehatan; (7) Hak rakyat 1

19 2 untuk memperoleh keadilan; (8) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik dan pemerintahan; (9) Hak rakyat untuk berinovasi; (10) Hak rakyat menjalankan hubungan spiritualnya dengan Tuhan; dan (11) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam menata dan mengelola pemerintahan dengan baik (Sahdan, 2004). Bappenas (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk mewujudkan hak-hak dasar masyarakat miskin ini, Bappenas menggunakan beberapa pendekatan utama antara lain; pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) dan pendekatan objective and subjective. Kemiskinan merupakan persoalan yang maha kompleks dan kronis, maka cara penanggulangan kemiskinan pun membutuhkan analisis yang tepat, melibatkan semua komponen permasalahan, dan diperlukan strategi penanganan yang tepat, berkelanjutan dan tidak bersifat temporer. Sejumlah variabel dapat dipakai untuk melacak persoalan kemiskinan, dan dari variabel ini dihasilkan serangkaian strategi

20 3 dan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang tepat sasaran dan berkesinambungan. Dari dimensi pendidikan misalnya, pendidikan yang rendah dipandang sebagai penyebab kemiskinan. Dari dimensi kesehatan, rendahnya mutu kesehatan masyarakat menyebabkan terjadinya kemiskinan. Dari dimensi ekonomi, kepemilikan alat-alat produktif yang terbatas, penguasaan teknologi dan kurangnya keterampilan, dilihat sebagai alasan mendasar mengapa terjadi kemiskinan. Faktor kultur dan struktural juga kerap kali dilihat sebagai elemen penting yang menentukan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Tidak ada yang salah dan keliru dengan pendekatan tersebut, tetapi dibutuhkan keterpaduan antara berbagai faktor penyebab kemiskinan yang sangat banyak dengan indikator-indikator yang jelas, sehingga kebijakan penanggulangan kemiskinan tidak bersifat temporer, tetapi permanen dan berkelanjutan (Sahdan, 2004). Indonesia sedang berada di ambang era yang baru. Sesudah mengalami krisis multi-dimensi (ekonomi, sosial, dan politik) pada akhir tahun 1990-an, Indonesia sudah kembali bangkit. Secara garis besar, negeri ini telah pulih dari krisis ekonomi yang menjerumuskan kembali jutaan warganya ke dalam kemiskinan pada tahun 1998 dan telah menurunkan posisi Indonesia menjadi salah satu negara berpenghasilan rendah. Belum lama ini Indonesia telah berhasil kembali menjadi salah satu negara berkembang berpenghasilan menengah. Angka kemiskinan yang meningkat lebih dari sepertiga kali selama masa krisis telah kembali pada kondisi sebelum krisis. Sementara itu, Indonesia telah mengalami transformasi besar di bidang sosial dan politik, berkembang dengan demokrasi yang penuh semangat

21 4 dengan adanya desentralisasi pemerintahan, serta keterbukaan yang jauh lebih luas dibandingkan dengan masa lalu (Steer, 2006). Penyebab kemiskinan dapat dikelompokkan atas dua hal, yaitu (1) faktor alamiah: kondisi lingkungan yang miskin, ilmu pengetahuan yang tidak memadai, adanya bencana alam dan lain lain yang bermakna bahwa mereka miskin karena memang miskin, dan (2) faktor non alamiah:akibat kesalahan kebijakan ekonomi, korupsi, kondisi politik yang tidak stabil, kesalahan pengelolaan sumber daya alam. Jadi untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan, langkah yang dilakukan tidak lain daripada mempertimbangkan kedua faktor tersebut, yaitu mengubah kondisi lingkungannya menjadi lebih baik, meningkatkan kualitas sumber daya manusianya, dan melakukan perbaikan terhadap sistem yang ada melalui pemberantasan korupsi dan menetapkan pengelola yang kompeten baik dari kemampuan, integritas, maupun moral (Lubis, 2006). Penanganan kemiskinan tentunya harus dilakukan secara menyeluruh dan kontekstual. Menyeluruh berarti menyangkut seluruh penyebab kemiskinan, sedangkan kontekstual mencakup faktor lingkungan si miskin. Beberapa di antaranya yang menjadi bagian dari penanggulangan kemiskinan tersebut yang perlu tetap ditindaklanjuti dan disempurnakan implementasinya adalah perluasan akses kredit pada masyarakat miskin, peningkatan pendidikan masyarakat, perluasan lapangan kerja dan pembudayaan entrepeneurship (Hureirah, 2005). Selama tiga dekade, upaya penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan penyediaan kebutuhan dasar seperti pangan, pelayanan kesehatan dan pendidikan,

22 5 perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian dana bergulir melalui sistem kredit, pembangunan prasarana dan pendampingan, penyuluhan sanitasi dan sebagainya. Dari serangkaian cara dan strategi penanggulangan kemiskinan tersebut, semuanya berorentasi material, sehingga keberlanjutannya sangat tergantung pada ketersediaan anggaran dan komitmen pemerintah. Di samping itu, tidak adanya tatanan pemerintahan yang demokratis menyebabkan rendahnya akseptabilitas dan inisiatif masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan dengan cara mereka sendiri (Hureirah, 2005). Pemerintah menargetkan penurunan tingkat kemiskinan dari 16% di tahun 2005 menjadi 8,2% terhadap jumlah penduduk di tahun Selain itu, menurunkan tingkat pengangguran dari 10,4 % tahun 2006 menjadi 5,1% terhadap 106,3 juta orang jumlah angkatan kerja tiga tahun 2007 (Bappenas, 2004). Dalam rangka mempercepat penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia, Presiden Republik Indonesia pada tanggal 10 September 2005 melalui Perpres Nomor 54 Tahun 2005 membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) yang merupakan penyempurnaan dan kelanjutan dari Keppres No. 124 Tahun 2001 jo. Keppres No. 8 tahun 2002 jo. Keppres No. 34 Tahun 2002 mengenai Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK). Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) ini merupakan forum lintaspelaku - forum nasional, forum regional dan/atau forum nasional-regional - yang terdiri dari semua unsur, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, lembaga keuangan dan perbankan, usaha nasional, kelompok swadaya masyarakat, akademisi, dan unsur masyarakat lainnya, untuk menggalang kontribusi

23 6 gagasan dan saran implementasi yang konstruktif dan maju, bagi peningkatan keberhasilan penanggulangan kemiskinan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) merupakan investasi Pemerintah RI dalam bentuk aset, sistem pembangunan partisipatif dan kelembagaan. Program ini bertujuan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di perdesaan melalui peningkatan pendapatan masyarakat, penguatan kelembagaan masyarakat dan pemerintah daerah, serta perwujudan prinsip-prinsip good governance. Melalui program ini diharapkan terwujud sistem pengaturan dan pengurusan (governance system) segala bentuk sumberdaya secara sehat, dimana semua pelakunya bersikap saling memberdayakan, memperkuat dan melindungi (Indroyono, 2003). Selama tiga tahun pertama disebut sebagai fase I PPK, dan pada masa yang akan datang sebagai fase II, maka persoalan pada fase II perlu ditekankan pada masalah-masalah pelembagaan dari tiga lembaga yang ditangani dalam program PPK, yaitu: Musyawarah Antar Desa (forum UDKP), UPK (Unit Pengelola Keuangan) di tingkat kecamatan, dan kelompok-kelompok masyarakat (target group). Dari sisi kelembagaan, menurut moderator, perlu diperkuat keberadaan lembaga-lembaga yang telah diberdayakan selama fase pertama (institutional strenghtening). Di samping itu, saat ini muncul pemikiran tentang masa depan bentuk UPK (yang sekarang berubah dari Unit Pengelola Keuangan menjadi Unit Pengelola Kegiatan) yang telah bertugas melayani masyarakat selama 3-4 tahun terakhir. Terdapat 3 pilihan yang berkembang diantara para pelaksana program PPK, yakni: berbadan usaha bank, koperasi, atau lembaga keuangan bukan bank (LKBB) (Indroyono, 2003).

24 7 Keberhasilan program PPK dapat dilihat dari hasil penelitian Fajar (2006), menyimpulkan Prasarana transportasi jalan mempunyai peran yang sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat kawasan perdesaan,hal ini disebabkan dengan prasarana transportasi jalan yang baik mobilitas angkutan komoditi dari lokasi produksi ke pusat perdagangan berjalan lancar. Proporsi volume produksi terhadap volume perdagangan lebih unggul pada kawasan perdesaan dengan prasarana transportasi memadai atau setiap komoditi yang dihasilkan lebih berpeluang untuk dapat dipasarkan dibandingkan pada kawasan perdesaan yang mempunyai prasarana transportasi jalan kurang memadai. Pada desa yang memiliki prasarana transportasi jalan memadai, mempunyai pertumbuhan ekonomi masyarakat yang lebih tinggi,hal ini nampak dari tingginya proporsi persentase volume produksi terhadap volume perdagangan dari semua komoditi andalan yang dihasilkan, yaitu setiap pertumbuhan volume produksi sebesar 1,06%,akan mempunyai peluang untuk dapat diperdagangkan sekitar 3,33%, dimana laju pertumbuhan perdagangan adalah gambaran jumlah komoditi yang dapat dinilai dengan penerimaan, sehingga peningkatan ekonomi masyarakat juga lebih baik. Sedangkan pada desa yang memiliki prasarana transportasi jalan kurang memadai, mempunyai pertumbuhan ekonomi masyarakat lebih lambat, hal ini nampak dari rendahnya proporsi persentase pertumbuhan volume produksi terhadap volume perdagangan dari semua komoditi andalan yang dihasilkan yaitu dari setiap pertumbuhan volume produksi sebesar 1,46%, akan mempunyai peluang untuk dapat diperdagangkan

25 8 sebesar 2,67%, dimana peluang terjualnya suatu komoditi merupakan gambaran penerimaan masyarakat Nampak bahwa terjadi perbedaan pertumbuhan ekonomi di kedua kawasan perdesaan yang disebabkan oleh perbedaan peluang perdagangan sebagai akibat dari keadaan kondisi prasarana transportasi jalan. Hasil survei pendahuluan di Kecamatan Pantai Labu dan STM Hulu Kabupaten Deli Serdang sebagai lokasi pelaksanaan Program Pengembangan Kecamatan menunjukkan bahwa kegiatan yang dilaksanakan untuk menggerakkan perekonomian di kedua kecamatan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan penduduk. Kecamatan Pantai Labu mempunyai penduduk dengan mata pencaharian terbesar adalah petani dan nelayan, sehingga dana bantuan melalui progam PKK digunakan untuk menunjang peningkatan kegiatan ekonomi para nelayan seperti: peningkatan sarana dan prasarana irigasi dan peralatan penangkap ikan, sedangkan di Kecamatan STM Hulu sebagian masyarakat mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian dan buruh, sehingga dana yang bersumber dari program PPK dikembangkan untuk menunjang peningkatan kegiatan ekonomi pertanian dan buruh Rumusan Masalah Bertitik tolak latar belakang diatas, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Berapa besar dampak Program Pengembangan Kecamatan (PPK) melalui penyediaan sarana sosial dasar terhadap pengentasan kemiskinan di Kabupaten Deli Serdang.

26 9 2. Berapa besar dampak Program Pengembangan Kecamatan (PPK) melalui penyediaan sarana ekonomi terhadap pengentasan kemiskinan di Kabupaten Deli Serdang. 3. Berapa besar dampak Program Pengembangan Kecamatan (PPK) melalui penyediaan lapangan kerja terhadap pengentasan kemiskinan di Kabupaten Deli Serdang Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini: 1. Untuk mengetahui dampak Program Pengembangan Kecamatan (PPK) melalui penyediaan sarana sosial dasar terhadap pengentasan kemiskinan di Kabupaten Deli Serdang. 2. Untuk mengetahui dampak Program Pengembangan Kecamatan (PPK) melalui penyediaan sarana ekonomi terhadap pengentasan kemiskinan di Kabupaten Deli Serdang. 3. Untuk mengetahui dampak Program Pengembangan Kecamatan (PPK) melalui penyediaan lapangan kerja terhadap pengentasan kemiskinan di Kabupaten Deli Serdang.

27 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai : 1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam evaluasi Program Pengembangan Kecamatan (PPK) di Kabupaten Deli Serdang. 2. Bahan perbandingan bagi peneliti lain.

28 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Misalnya, ada pendapat yang mengatakan bahwa kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup, dan lingkungan dalam suatu masyarakat atau yang mengatakan bahwa kemiskinan merupakan ketakberdayaan sekelompok masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu pemerintahan sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi (kemiskinan struktural). Tetapi pada umumnya, ketika orang berbicara tentang kemiskinan, yang dimaksud adalah kemiskinan material. Dengan pengertian ini, maka seseorang masuk dalam kategori miskin apabila tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara layak. Ini yang sering disebut dengan kemiskinan konsumsi. Memang definisi ini sangat bermanfaat untuk mempermudah membuat indikator orang miskin, tetapi defenisi ini sangat kurang memadai karena; (1) tidak cukup untuk memahami realitas kemiskinan; (2) dapat menjerumuskan ke kesimpulan yang salah bahwa menanggulangi kemiskinan cukup hanya dengan menyediakan bahan makanan yang memadai; (3) tidak bermanfaat bagi 11

29 12 pengambil keputusan ketika harus merumuskan kebijakan lintas sektor, bahkan bisa kontraproduktif (Sahdan, 2004) Pendekatan Kemiskinan Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Menurut pendekatan pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset, dan alat-alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini, menentukan secara rigid standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya. Pendekatan kemampuan dasar menilai kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan (the welfare approach) menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri (Stepanek, 1985).

30 13 Dari pendekatan-pendekatan tersebut, indikator utama kemiskinan dapat dilihat dari; (1) kurangnya pangan, sandang dan perumahan yang tidak layak; (2) terbatasnya kepemilikan tanah dan alat-alat produktif; (3) kurangnya kemampuan membaca dan menulis; (4) kurangnya jaminan dan kesejahteraan hidup; (5) kerentanan dan keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi; (6) ketakberdayaan atau daya tawar yang rendah; (7) akses terhadap ilmu pengetahuan yang terbatas; (8) dan sebagainya. Indikator-indikator tersebut dipertegas dengan rumusan yang konkrit yang dibuat oleh Bappenas berikut ini; a. Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, dilihat dari stok pangan yang terbatas, rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi, anak balita dan ibu. Sekitar 20 persen penduduk dengan tingkat pendapatan terendah hanya mengkonsumsi kkal per hari. Kekurangan asupan kalori, yaitu kurang dari kkal per hari, masih dialami oleh 60 persen penduduk berpenghasilan terendah (BPS, 2004); b. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan disebabkan oleh kesulitan mandapatkan layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan kesehatan reproduksi; jarak fasilitas layanan kesehatan yang jauh, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal. Di sisi lain, utilisasi rumah sakit masih didominasi oleh golongan mampu, sedang masyarakat miskin cenderung memanfaatkan pelayanan di puskesmas. Demikian juga persalinan

31 14 oleh tenaga kesehatan pada penduduk miskin, hanya sebesar 39,1 persen dibanding 82,3 persen pada penduduk kaya. Asuransi kesehatan sebagai suatu bentuk sistem jaminan sosial hanya menjangkau 18,74 persen (2001) penduduk, dan hanya sebagian kecil di antaranya penduduk miskin; c. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan yang disebabkan oleh kesenjangan biaya pendidikan, fasilitas pendidikan yang terbatas, biaya pendidikan yang mahal, kesempatan memperoleh pendidikan yang terbatas, tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung maupun tidak langsung; d. Terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumahtangga; e. Terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi. Masyarakat miskin yang tinggal di kawasan nelayan, pinggiran hutan, dan pertanian lahan kering kesulitan memperoleh perumahan dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak. Dalam satu rumah seringkali dijumpai lebih dari satu keluarga dengan fasilitas sanitasi yang kurang memadai; f. Terbatasnya akses terhadap air bersih. Kesulitan untuk mendapatkan air bersih terutama disebabkan oleh terbatasnya penguasaan sumber air dan menurunnya mutu sumber air; g. Lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah. Masyarakat miskin menghadapi masalah ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah,

32 15 serta ketidakpastian dalam penguasaan dan pemilikan lahan pertanian. Kehidupan rumah tangga petani sangat dipengaruhi oleh aksesnya terhadap tanah dan kemampuan mobilisasi anggota keluargannya untuk bekerja di atas tanah pertanian; h. Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam. Masyarakat miskin yang tinggal di daerah perdesaan, kawasan pesisir, daerah pertambangan dan daerah pinggiran hutan sangat tergantung pada sumberdaya alam sebagai sumber penghasilan; i. Lemahnya jaminan rasa aman. Data yang dihimpun INDEF (Institute for Development of Economics and Finance, 2004) menggambarkan bahwa dalam waktu 3 tahun ( ) telah terjadi konflik dengan korban orang, dan lebih dari 1 juta jiwa menjadi pengungsi. Meskipun jumlah pengungsi cenderung menurun, tetapi pada tahun 2001 diperkirakan masih ada lebih dari pengungsi di berbagai daerah konflik; j. Lemahnya partisipasi. Berbagai kasus penggusuran perkotaan, pemutusan hubungan kerja secara sepihak, dan pengusiran petani dari wilayah garapan menunjukkan kurangnya dialog dan lemahnya pertisipasi mereka dalam pengambilan keputusan. Rendahnya partisipasi masyarakat miskin dalam perumusan kebijakan juga disebabkan oleh kurangnya informasi baik mengenai kebijakan yang akan dirumuskan maupun mekanisme perumusan yang memungkinkan keterlibatan mereka;

33 16 k. Besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi. Menurut data BPS, rumahtangga miskin mempunyai rata-rata anggota keluarga lebih besar daripada rumahtangga tidak miskin. Rumahtangga miskin di perkotaan rata-rata mempunyai anggota 5,1 orang, sedangkan rata-rata anggota rumahtangga miskin di perdesaan adalah 4,8 orang. Dari berbagai definisi tersebut di atas, maka indikator utama kemiiskinan adalah; (1) terbatasnya kecukupan dan mutu pangan; (2) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan; (3) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan; (4) terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha; (5) lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah; (6) terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi; (7) terbatasnya akses terhadap air bersih; (8) lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah; (9) memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam; (10) lemahnya jaminan rasa aman; (11) lemahnya partisipasi; (12) besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga; (13) tata kelola pemerintahan yang buruk yang menyebabkan inefisiensi dan inefektivitas dalam pelayanan publik, meluasnya korupsi dan rendahnya jaminan sosial terhadap masyarakat.

34 Pengentasan Kemiskinan Menurut Steer (2006), pengentasan kemiskinan tetap merupakan salah satu masalah yang paling mendesak di Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari US$2-per hari hampir sama dengan jumlah total penduduk yang hidup dengan penghasilan kurang dari US$2- per hari dari semua negara di kawasan Asia Timur kecuali Cina. Komitmen pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang disusun berdasarkan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK). Di samping turut menandatangani Tujuan Pembangunan Milenium (atau Millennium Development Goals) untuk tahun 2015, dalam RPJM-nya pemerintah telah menyusun tujuan-tujuan pokok dalam pengentasan kemiskinan untuk tahun 2009, termasuk target ambisius untuk mengurangi angka kemiskinan dari 18,2% pada tahun 2002 menjadi 8,2% pada tahun Walaupun angka kemiskinan nasional mendekati kondisi sebelum krisis, hal ini tetap berarti bahwa sekitar 40 juta orang saat ini hidup di bawah garis kemiskinan. Lagi pula, walaupun Indonesia sekarang merupakan negara berpenghasilan menengah, proporsi penduduk yang hidup dengan penghasilan kurang dari US$2-per hari sama dengan negara-negara berpenghasilan rendah di kawasan ini, misalnya Vietnam.

35 18 Sumber: Steer, Gambar 2.1. Perkembangan Persentase Angka Kemiskinan di Indonesia Indonesia memiliki peluang emas untuk mengentaskan kemiskinan dengan cepat dengan kondisi: (a) mengingat sifat kemiskinan di Indonesia, dengan memusatkan perhatian pada beberapa bidang prioritas dapat diperoleh keberhasilan dalam perang melawan kemiskinan dan rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia. (b) sebagai negara penghasil minyak dan gas bumi, Indonesia dalam beberapa tahun ke depan akan meraih keuntungan dari peningkatan penerimaan negara-sebesar US$10 milyar pada tahun 2006-berkat melonjaknya harga minyak dan pengurangan subsidi BBM. (c) Indonesia bisa memetik manfaat yang lebih besar lagi dari proses demokratisasi dan desentralisasi yang masih terus berlangsung (Steer, 2006).

36 19 Indonesia telah memiliki sukses luar biasa dalam pengentasan kemiskinan sejak tahun 1970an. Periode dari akhir tahun 1970an hingga pertengahan tahun 1990an dianggap sebagai episode pertumbuhan yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor growth) terbesar dalam sejarah perekonomian negara manapun, dengan keberhasilan Indonesia dalam mengurangi angka kemiskinan lebih dari separuhnya. Setelah sempat meningkat selama krisis ekonomi (23 % lebih pada tahun 1999), angka kemiskinan pada umumnya tidak jauh dari angka-angka sebelum krisis (16 % pada tahun 2005). Kunci dari pemulihan tersebut terletak pada stabilitas ekonomi makro sejak pertengahan tahun 2001 dan penurunan harga barang, terutama beras yang penting untuk konsumsi masyarakat miskin. Akan tetapi, walaupun ada penurunan angka kemiskinan secara terus menerus, belum lama ini terjadi kenaikan angka kemiskinan yang tak terduga. Penyebab utama terjadinya perubahan tersebut diperkirakan adalah melonjaknya harga beras-diperkirakan kenaikan sekitar 33% harga beras yang dikonsumsi oleh kaum miskin-antara bulan Februari 2005 dan Maret 2006, yang sebagian besar menyebabkan peningkatan jumlah orang miskin menjadi 17,75% (Steer, 2006) Dimensi Kemiskinan di Indonesia dan Usulan Kerangka Kebijakan Ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia : (a) banyak rumah tangga yang berada di sekitar garis kemiskinan nasional, yang setara dengan PPP US$1,55-per hari, sehingga banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan (b) ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya.

37 20 Banyak orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia, (c) mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia (Hasan, 2006). Angka kemiskinan nasional menyembunyikan sejumlah besar penduduk yang hidup sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional. Hampir 42% dari seluruh rakyat Indonesia hidup di antara garis kemiskinan US$1- dan US$2-per hari-suatu aspek kemiskinan yang luar biasa dan menentukan di Indonesia. Analisis menunjukkan bahwa perbedaan antara orang miskin dan yang hampir-miskin sangat kecil, menunjukkan bahwa strategi pengentasan kemiskinan hendaknya dipusatkan pada perbaikan kesejahteraan mereka yang masuk dalam dua kelompok kuintil berpenghasilan paling rendah. Hal ini juga berarti bahwa kerentanan untuk jatuh miskin sangat tinggi di Indonesia: walaupun hasil survei tahun 2004 menunjukkan hnya 16,7% penduduk Indonesia yang tergolong miskin, lebih dari 59 persen dari mereka pernah jatuh miskindalam periode satu tahun sebelum survei dilaksanakan. Data terakhir juga mengindikasikan tingkat pergerakan tinggi (masuk dan keluar) kemiskinan selama periode tersebut, lebih dari 38 persen rumah tangga miskin pada tahun 2004 tidak miskin pada tahun 2003 (Steer, 2006). Menurut Atmawikarta (2007) kemiskinan dari segi non pendapatan adalah masalah yang lebih serius dibandingkan dari kemiskinan dari segi pendapatan. Apabila kita memperhitungkan semua dimensi kesejahteraan-konsumsi yang

38 21 memadai, kerentanan yang berkurang, pendidikan, kesehatan dan akses terhadap infrastruktur dasar maka hampir separuh rakyat Indonesia dapat dianggap telah mengalami paling sedikit satu jenis kemiskinan. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia memang telah mencapai beberapa kemajuan di bidang pengembangan manusia. Telah terjadi perbaikan nyata pencapaian pendidikan pada tingkat sekolah dasar; perbaikan dalam cakupan pelayanan kesehatan dasar (khususnya dalam hal bantuan persalinan dan imunisasi); dan pengurangan sangat besar dalam angka kematian anak. Akan tetapi, untuk beberapa indikator yang terkait dengan MDGs, Indonesia gagal mencapai kemajuan yang berarti dan tertinggal dari negara-negara lain di kawasan yang sama. Bidang-bidang khusus yang patut diwaspadai adalah: a. Angka gizi buruk (malnutrisi) yang tinggi dan bahkan meningkat pada tahuntahun terakhir: seperempat anak di bawah usia lima tahun menderita gizi buruk di Indonesia, dengan angka gizi buruk tetap sama dalam tahun-tahun terakhir kendati telah terjadi penurunan angka kemiskinan. b. Kesehatan ibu yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan negara-negara di kawasan yang sama: angka kematian ibu di Indonesia adalah 307 (untuk kelahiran hidup), tiga kali lebih besar dari Vietnam dan enam kali lebih besar dari Cina dan Malaysia; hanya sekitar 72% persalinan dibantu oleh bidan terlatih. c. Lemahnya hasil pendidikan. Angka melanjutkan dari sekolah dasar ke sekolah menengah masih rendah, khususnya di antara penduduk miskin: di antara kelompok umur tahun pada kuintil termiskin, hanya 55% yang lulus

39 22 SMP, sedangkan angka untuk kuintil terkaya adalah 89 persen untuk kohor yang sama. d. Rendahnya akses terhadap air bersih, khususnya di antara penduduk miskin. Untuk kuintil paling rendah, hanya 48% yang memiliki akses air bersih di daerah pedesaan, sedangkan untuk perkotaan sebesar 78 %. e. Akses terhadap sanitasi merupakan masalah sangat penting. Delapan puluh persen penduduk miskin di pedesaan dan 59 persen penduduk miskin di perkotaan tidak memiliki akses terhadap tangki septik, sementara itu hanya kurang dari satu persen dari seluruh penduduk Indonesia yang terlayani oleh saluran pembuangan kotoran berpipa. Perbedaan antar daerah yang besar di bidang kemiskinan. Keragaman antar daerah merupakan ciri khas Indonesia, di antaranya tercerminkan dengan adanya perbedaan antara daerah pedesaan dan perkotaan. Di pedesaan, terdapat sekitar 57% dari orang miskin di Indonesia yang juga seringkali tidak memiliki akses terhadap pelayanan infrastruktur dasar: hanya sekitar 50% masyarakat miskin di pedesaan mempunyai akses terhadap sumber air bersih, dibandingkan dengan 80% bagi masyarakat miskin di perkotaan (Chambers, 1988). Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah, yakni walaupun tingkat kemiskinan jauh lebih tinggi di Indonesia Bagian Timur dan di daerah-daerah terpencil, tetapi kebanyakan dari rakyat miskin hidup di Indonesia Bagian Barat yang berpenduduk padat. Contohnya, walaupun angka kemiskinan di Jawa/Bali relatif rendah, pulau-pulau tersebut dihuni oleh 57% dari jumlah total rakyat miskin

40 23 Indonesia, dibandingkan dengan Papua, yang hanya memiliki 3% dari jumlah total rakyat miskin (Kasryno, 1994). Menurut Sahdan (2004), analisis kemiskinan dan faktor-faktor penentunya di Indonesia, dan juga belajar dari sejarah pengentasan kemiskinan di Indonesia, menunjuk kepada tiga cara untuk mengentaskan kemiskinan. Tiga cara untuk membantu mengangkat diri dari kemiskinan adalah melalui pertumbuhan ekonomi, layanan masyarakat dan pengeluaran pemerintah. Masing-masing cara tersebut menangani minimal satu dari tiga ciri utama kemiskinan di Indonesia, yaitu: kerentanan, sifat multi-dimensi dan keragaman antar daerah. Dengan kata lain, strategi pengentasan kemiskinan yang efektif bagi Indonesia terdiri dari tiga komponen: a. Membuat Pertumbuhan Ekonomi Bermanfaat bagi Rakyat Miskin. Pertumbuhan ekonomi telah dan akan tetap menjadi landasan bagi pengentasan kemiskinan. Pertama, langkah «membuat pertumbuhan bermanfaat bagi rakyat miskin merupakan kunci bagi upaya untuk mengkaitkan masyarakat miskin dengan proses pertumbuhan baik dalam konteks pedesaan-perkotaan ataupun dalam berbagai pengelompokan berdasarkan daerah dan pulau. Hal ini sangat mendasar dalam menangani aspek perbedaan antar daerah. Kedua, dalam menangani ciri kerentanan kemiskinan yang berkaitan dengan padatnya konsentrasi distribusi pendapatan di Indonesia, apapun yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat akan dapat dengan cepat mengurangi angka kemiskinan serta kerentanan kemiskinan.

41 24 b. Membuat Layanan Sosial Bermanfaat bagi Rakyat Miskin. Penyediaan layanan sosial bagi rakyat miskin baik oleh sektor pemerintah ataupun sektor swastaadalah mutlak dalam penanganan kemiskinan di Indonesia. (a) hal itu merupakan kunci dalam menyikapi dimensi non-pendapatan kemiskinan di Indonesia. Indikator pembangunan manusia yang kurang baik, misalnya Angka Kematian Ibu yang tinggi, harus diatasi dengan memperbaiki kualitas layanan yang tersedia untuk masyarakat miskin. Hal ini lebih dari sekedar persoalan yang bekaitan dengan pengeluaran pemerintah, karena berkaitan dengan perbaikan sistem pertanggungjawaban, mekanisme penyediaan layanan, dan bahkan proses kepemerintahan. (b) ciri keragaman antar daerah kebanyakan dicerminkan oleh perbedaan dalam akses terhadap layanan, yang pada akhirnya mengakibatkan adanya perbedaan dalam pencapaian indikator pembangunan manusia di berbagai daerah. Dengan demikian, membuat layanan masyarakat bermanfaat bagi rakyat miskin merupakan kunci dalam menangani masalah kemiskinan dalam konteks keragaman antar daerah. c. Membuat Pengeluaran Pemerintah Bermanfaat bagi Rakyat Miskin. Di samping pertumbuhan ekonomi dan layanan sosial, dengan menentukan sasaran pengeluaran untuk rakyat miskin, pemerintah dapat membantu mereka dalam menghadapi kemiskinan (baik dari segi pendapatan maupun non-pendapatan). (a) pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk membantu mereka yang rentan terhadap kemiskinan dari segi pendapatan melalui suatu sistem perlindungan sosial modern yang meningkatkan kemampuan mereka sendiri untuk menghadapi

42 25 ketidakpastian ekonomi. (b) pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk memperbaiki indikator-indikator pembangunan manusia, sehingga dapat mengatasi kemiskinan dari aspek non-pendapatan. Membuat pengeluaran bermanfaat bagi masyarakat miskin sangat menentukan saat ini, terutama mengingat adanya peluang dari sisi fiskal yang ada di Indonesia saat kini Sejarah Upaya Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia Pemerintah telah melaksanakan program penanggulangan kemiskinan sejak tahun 1960-an melalui strategi pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang tertuang dalam Pembangunan Nasional Berencana Delapan Tahun (Penasbede). Namun program tersebut terhenti di tengah jalan akibat krisis politik tahun Sejak tahun 1970-an pemerintah menggulirkan kembali program penanggulangan kemiskinan melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), khususnya Repelita I-IV yang ditempuh secara reguler melalui program sektoral dan regional (Ditjen PMD, 2006). Pada Repelita V-VI, pemerintah melaksanakan program penanggulangan kemiskinan dengan strategi khusus menuntaskan masalah kesenjangan sosialekonomi. Jalur pembangunan ditempuh secara khusus dan mensinergikan program reguler sektoral dan regional yang ada dalam koordinasi Inpres Nomor 5 Tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan yang akhirnya diwujudkan melalui program IDT (Inpres Desa Tertinggal). Upaya selama Repelita V-VI pun gagal akibat krisis ekonomi dan politik tahun 1997 (Ditjen PMD, 2006).

43 26 Selanjutnya guna mengatasi dampak krisis lebih buruk, pemerintah mengeluarkan program Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang dikoordinasikan melalui Keppres Nomor 190 Tahun 1998 tentang Pembentukan Gugus Tugas Peningkatan Jaring Pengaman Sosial. Pelaksanaan berbagai kebijakan penanggulangan kemiskinan dan kendala pelaksanaannya selama 40 tahun terakhir meyakinkan pemerintah bahwa upaya penanggulangan kemiskinan dianggap belum mencapai harapan (Ditjen PMD, 2006). Melihat semakin urgennya permasalahan Kemiskinan di Indonesia maka melalu Keputusan Presiden Nomor 124 Tahun 2001 junto Nomor 34 dan Nomor 8 Tahun 2002 maka dibentuklah Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) yang berfungsi sebagai forum lintas pelaku dalam melakukan koordinasi perencanaan, pembinaan, pemantauan dan pelaporan seluruh upaya penanggulangan kemiskinan. Untuk lebih mempertajam keberadaan Komite Penanggulangan Kemiskinan maka pada tanggal 10 September 2005 dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK). Keberadaan TKPK diharapkan melanjutkan dan memantapkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh KPK. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 tugas dari TKPK adalah melakukan langkah-langkah konkret untuk mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin di seluruh wilayah NKRI melalui koordinasi dan sinkronisasi penyusunan dan pelaksanaan penajaman kebijakan penanggulangan kemiskinan (Ditjen PMD, 2006).

44 27 Program penanggulangan kemiskinan yang pernah dilaksanakan antara lain P4K (Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil), KUBE (Kelompok Usaha Bersama), TPSP-KUD (Tempat Pelayanan Simpan Pinjam Koperasi Unit Desa), UEDSP (Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam), PKT (Pengembangan Kawasan Terpadu), IDT (Inpres Desa Tertinggal), P3DT (Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal), PPK (Program Pengembangan Kecamatan), P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan), PDMDKE (Pemberdayaan Daerah Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi), P2MPD (Proyek Pembangunan Masyarakat dan Pemerintah Daerah), dan program pembangunan sektoral telah berhasil memperkecil dampak krisis ekonomi dan mengurangi kemiskinan (Ditjen PMD, 2006). Program penanggulangan kemiskinan dilakukan juga oleh koordinasi Bank Indonesia melalui berbagai program keuangan mikro (microfinance) bersama bankbank pembangunan daerah (BPD) dan bank-bank perkreditan rakyat (BPR) bekerjasama dengan lembaga-lembaga keuangan milik masyarakat seperti Lembaga Dana dan Kredit Perdesaan (LDKP) dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Selain itu beberapa lembaga keuangan milik pemerintah (Badan Usaha Milik Negara, BUMN) maupun milik swasta atas inisiatif sendiri menyelenggarakan pula program keuangan mikro dengan berbagai variasi dan kekhasan masing-masing lembaga keuangan itu. Demikian pula kalangan usaha nasional non-lembaga keuangan, baik milik pemerintah (BUMN) maupun bukan milik swasta telah mengambil inisiatif melakukan upaya penanggulangan kemiskinan melalui beragam program, mulai dari bantuan sosial hingga bantuan ekonomi (Ditjen PMD, 2006).

45 28 Berdasarkan pemikiran tersebut maka Presiden Republik Indonesia membentuk sebuah Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) melalui Keppres 124 Tahun 2001 jo. No.8 Tahun 2002 yang secara khusus menyelenggarakan upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia yang dilakukan oleh forum yang bertujuan meningkatkan pendapatan rakyat miskin dan menurunkan populasi penduduk miskin secara signifikan. KPK bukanlah lembaga baru karena hanya menjalankan fungsi sebagai forum koordinasi yang mengkoodinasikan penajaman berbagai upaya penanggulangan kemiskinan di semua jalur pembangunan dan di setiap lapisan penyelenggara pembangunan. Salah satu strategi penanggulangan kemiskinan adalah peningkatan produktivitas melalui pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Komite penanggulangan kemiskinan bersifat ad-hoc dan bukan merupakan lembaga baru karena merupakan forum koordinasi yang mensinergiskan dan menajamkan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan di semua jalur pembangunan dan di setiap lapisan penyelenggara pembangunan. TKPK merupakan forum lintas pelaku yang berfungsi sebagai wadah koordinasi dan sinkronisasi untuk melakukan penajaman kebijakan, strategi dan program penanggulangan kemiskinan. Koordinasi lintas pelaku diharapkan dapat mewujudkan efektivitas pencapaian sasaran penanggulangan kemiskinan. TKPK mempunyai kedudukan langsung di bawah Presiden Republik Indonesia dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. TKPK mempunyai tugas untuk melakukan langkah-langkah konkrit untuk mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui koordinasi dan sinkronisasi penyusunan dan

46 29 pelaksanaan penajaman kebijakan penanggulangan kemiskinan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, TKPK menyelenggarakan fungsi ; a) koordinasi dan sinkronisasi penyusunan dan pelaksanaan penajaman kebijakan penanggulangan kemiskinan; b) pemantauan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan sesuai karakteristik dan potensi di daerah dan kebijakan lanjutan yang ditetapkan daerah dalam rangka penanggulangan kemiskinan di daerah masing-masing. Program itu untuk menyinkronkan program pengentasan kemiskinan yang dimiliki semua departemen. Program pengentasan kemiskinan yang ada di setiap departemen saat ini belum menyatu sehingga pembiayaan daerah tidak merata. Program ini akan menyatukan setiap kegiatan departemen, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pemeliharaan hasil pembangunan. Saat ini secara substansial telah terjadi perubahan terhadap paradigma penanggulangan kemiskinan, yaitu menjadi suatu gerakan nasional yang dilakukan oleh masyarakat dengan subyek sasaran pada aspek manusianya, kelompok sasaran adalah kelompok masyarakat miskin potensial produktif dan proses pelaksanaan kegiatan dilakukan secara mandiri oleh kelompok masyarakat miskin dalam wadah kelompok masyarakat (pokmas) dengan menggunakan mekanisme musyawarah mufakat. Kegiatan tersebut berorientasi pada upaya peningkatan pendapatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Paradigma baru dalam penanggulangan kemiskinan adalah berdasarkan prinsip-prinsip adil dan merata, partisipatif, demokratis mekanisme pasar, tertib hukum, dan saling percaya yang menciptakan rasa aman. Berdasarkan prinsip-prinsip dalam paradigma baru tersebut, kini pendekatan yang perlu digunakan dalam rangka

47 30 upaya penanggulangan kemiskinan adalah pemberdayaan masyarakat yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan dan pemerintah sebagai fasilitator dan motivator dalam pembangunan. SASARAN PEMBANGUNAN MANUSIA LANGKAH PERUBAHAN STRUKTUR MANUSIA KESEMPATAN KERJA/BERUSAHA PENINGKATAN KAPASITAS/PENDAPATAN PERLINDUNGAN SOSIAL/KESEJAHTERAAN FOKUS Penduduk Miskin Produktif PERAN STAKEHOLDER PEMERINTAH : FASILITATOR MASYARAKAT : PELAKU USAHA PERBANKAN : PEMBIAYAAN KK MEDS : PENDAMPING TUJUAN Sumber: Ditjen PMD, MASYARAKAT YANG MAJU, MANDIRI, SEJAHTERA DAN BERKEADILAN Gambar 2.2. Paradigma Baru Penanggulangan Kemiskinan 2.6. Sasaran dan Fokus Penanggulangan Kemiskinan Untuk lebih meningkatkan efektivitas program penanggulangan kemiskinan maka penduduk miskin dikelompokkan kedalam 3 (tiga) kategori, yaitu (a) Usia

48 31 lebih dari 55 tahun, yaitu kelompok masyarakat yang tidak lagi produktif (usia sudah lanjut, miskin dan tidak produktif), untuk kelompok ini program pemerintah yang dilaksanakan bersifat pelayanan sosial; (b) Usia di bawah 15 tahun, yaitu kelompok masyarakat yang belum produktif (usia sekolah, belum bisa bekerja), program yang dilaksanakan bersifat penyiapan sosial; dan (c) Usia antara tahun, yaitu usia sedang tidak produktif (usia kerja tetapi tidak mendapat pekerjaan, menganggur), program yang dilaksanakan bersifat investasi ekonomi, kelompok inilah yang seharusnya menjadi sasaran utama penanggulangan kemiskinan (lihat bagan 3). Selanjutnya, berdasarkan pengelompokan tersebut maka program penanggulangan kemiskinan harus difokuskan kepada penanganan penduduk miskin dalam usia produktif melalui peningkatan kesempatan kerja/berusaha, peningkatan kapasitas/pendapatan dan untuk selanjutnya mampu mewujudkan kesejahteraan dan perlindungan sosial secara mandiri dan berkelanjutan. Dalam hal ini intervensi kebijakan pemerintah akan dikonsentrasikan kepada 2 (dua) bentuk upaya, yaitu pengurangan beban pengeluaran dan peningkatan produktivitas. Upaya pengurangan beban ditujukan kepada penduduk miskin kelompok usia produktif yang masih memerlukan subsidi pemerintah dalam penyediaan modal usaha (dana bergulir untuk kelompok masyarakat yang masih belum bankable dan feasible ), penyediaan prasarana dasar (terutama untuk penduduk miskin yang menghadapi masalah aksesibilitas terhadap prasarana fisik lingkungan), dan penyediaan subsidi untuk mengatasi situasi krisis (temporary subsidi) seperti subsidi energi (BBM) dan subsidi pangan (beras). Sementara itu, upaya peningkatan produktivitas ditujukan kepada penduduk miskin dalam kelompok

49 32 usia produktif yang lebih banyak membutuhkan aksesibilitas terhadap pembiayaan usaha. Dalam hal ini pemerintah bertugas untuk memfasilitasi peningkatan aksesibilitas usaha ekonomi produktif skala mikro yang dilakukan masyarakat miskin terhadap sumber-sumber pembiayaan baik dari lembaga keuangan/bank maupun lembaga keuangan bukan bank. Dengan demikian, dalam upaya peningkatan produktivitas peran pemerintah lebih banyak sebagai fasilitator, sedangkan lembaga keuangan berperan sebagai penyedia dana dan lembaga swadaya masyarakat/kalangan profesional bertindak sebagai pendamping bagi upaya pengembangan usaha ekonomi produktif masyarakat miskin. KELOMPOK UMUR BENTUK INTERVENSI PELAKU UTAMA 0-15 TAHUN PEMBANGUNAN MANUSIA PEMERINTAH FOKUS PENANGGULANGAN KEMISKINAN TAHUN (MISKIN) PENGEMBANGAN USAHA MIKRO MELALUI KREDIT USAHA MIKRO LAYAK TANPA AGUNAN DAN PENDAMPINGAN USAHA PERBANKAN KKMBBCS DUNIA USAHA > 55 TAHUN PERLINDUNGAN SOSIAL MELALUI JAMINAN SOSIAL PEMERINTAH Sumber: Ditjen PMD, Gambar 2.3. Fokus Penanggulangan Kemiskinan

50 33 Guna mewujudkan perbaikan kesejahteraan melalui pengentasan kemiskinan dilakukan kebijakan penganggaran melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tahun 2004, alokasi APBN untuk program pengentasan kemiskinan Rp 18 triliun. Tahun 2005 meningkat menjadi Rp 23 triliun. Tahun 2006 melonjak lagi menjadi Rp 42 triliun. Tahun 2007, anggaran meningkat menjadi 51 triliun. Dari segi anggaran per jiwa rakyat miskin, meningkat dari Rp (2004), Rp (2005), Rp (2006), dan Rp (2007). Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2008, anggaran untuk mengentaskan kemiskinan akan ditingkatkan lagi menjadi Rp 65 triliun. Sejak tahun 2007, dana Rp 51 triliun untuk mengentaskan kemiskinan akan dijabarkan dalam 12 program, yaitu bantuan langsung tunai (BLT), beras untuk rakyat miskin, bantuan sekolah/ pendidikan, bantuan kesehatan gratis, pembangunan perumahan rakyat, dan pemberian kredit mikro. Enam program lainnya adalah bantuan untuk petani, bantuan nelayan, peningkatan gaji pegawai, termasuk TNI/Polri, peningkatan kesejahteraan buruh, bantuan penyandang cacat, serta pelayanan publik cepat dan murah untuk rakyat. Fokus pengentasan kemiskinan terlihat juga dalam rancangan awal RKP 2008 yang disepakati dalam Sidang Kabinet Paripurna, Maret Menteri Koordinator Perekonomian Boediono seusai rapat mengemukakan adanya perubahan mendasar orientasi pemanfaatan APBN 2008 yang totalnya diperkirakan mencapai Rp 826,9 triliun.

51 34 Perubahan orientasi itu akan mengacu pada tiga strategi, yaitu mencapai pertumbuhan ekonomi menjadi 6,8 persen, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan. Perubahan mendasar orientasi dalam RKP 2008 merupakan kemajuan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam rentang 2004 hingga 2008, jumlah anggaran untuk mengentaskan kemiskinan meningkat lebih dari tiga kali lipat. Dengan terus meningkatnya anggaran untuk mengentaskan kemiskinan, seharusnya rakyat bertambah sejahtera. Tetapi, kenyataan sebaliknya yang tertangkap melalui data. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik, jumlah rakyat miskin justru meningkat sehingga mengindikasikan ada yang salah. Tahun 2004, jumlah rakyat miskin tercatat 36,1 juta jiwa. Tahun 2005 jumlahnya turun menjadi 35,1 juta jiwa. Akan tetapi, jumlah rakyat miskin melonjak menjadi 39,05 juta jiwa pada Program Pengembangan Kecamatan (PPK) Program Pengembangan Kecamatan (PPK) merupakan salah satu upaya Pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan, memperkuat institusi lokal, dan meningkatkan kinerja pemerintah daerah. PPK telah dimulai sejak Indonesia mengalami krisis multidimensi dan perubahan politik pada Melihat keberhasilannya, saat ini pemerintah mengadopsi mekanisme dan skema PPK dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) (Ditjen PMD, 2007)

52 35 Pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat terbesar di Indonesia ini (terbesar karena cakupan wilayah, serapan dana, kegiatan yang dihasilkan dan jumlah pemanfaatnya), berada dibawah binaan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Ditjen PMD), Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Pembiayaan program berasal dari alokasi APBN, dana hibah lembaga/ negara pemberi bantuan, serta pinjaman dari Bank Dunia (Ditjen PMD, 2007). PPK menyediakan dana bantuan secara langsung bagi masyarakat (BLM) sekitar Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar per kecamatan, tergantung dari jumlah penduduk. PPK memusatkan kegiatannya pada masyarakat perdesaan Indonesia yang paling miskin. Masyarakat desa kemudian bersama-sama terlibat dalam proses perencanaan partisipatif dan pengambilan keputusan untuk mengalokasikan sumber dana tersebut. Hal itu dilakukan atas dasar kebutuhan pembangunan dan prioritas yang ditentukan bersama dalam sejumlah forum musyawarah (Ditjen PMD, 2007). Untuk wilayah paska-bencana seperti Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD); Kepulauan Nias, Sumatera Utara; DIY dan Klaten, Jawa Tengah; PPK melaksanakan program khusus rehabilitasi dengan alokasi dana yang lebih tinggi. Tujuan PPK dicapai dengan meningkatan kapasitas dan kelembagaan masyarakat dalam menyelenggarakan pembangunan desa atau antar desa, serta menyediakan sarana dan prasarana, serta kegiatan sosial dan ekonomi sesuai kebutuhan masyarakat.

53 36 Fase pertama PPK (PPK I) dimulai pada 1998/1999 sampai 2002, fase kedua (PPK II) dimulai pada 2002 dan berlangsung hingga 2005, sedang fase ketiga (PPK III) telah dimulai pada awal Melihat keberhasilan pelaksanaan program yang mengusung sistem pembangunan bottom up planning ini, Pemerintah Pusat bertekad untuk melanjutkan upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dalam skala yang lebih luas, salah satunya dengan menggunakan skema PPK. Upaya itu diawali dengan peluncuran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), per 1 September Berangkat dari keberhasilan pelaksanaan PPK, dari PPK I hingga PPK III, yang telah berlangsung sejak , Pemerintah Indonesia memutuskan untuk melanjutkan upaya untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan pengangguran di tanah air dengan menggunakan mekanisme dan skema PPK. Agenda besar ini akan dilaksanakan dalam skala lebih besar (baik cakupan lokasi, waktu pelaksanaan maupun alokasi dananya), yang kemudian dikenal dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). PNPM pertama kali diperkenalkan Pemerintah Indonesia di Jakarta, pada 1 September Menurut Menko Kesra Aburizal Bakrie, PNPM merupakan perluasan dan penyempurnaan dari program pemberdayaan masyarakat yang telah teruji, seperti PPK. Untuk itu, pemerintah memutuskan PNPM salah satunya akan dijalankan melalui PPK (PNPM-PPK).

54 37 Seluruh kecamatan di Indonesia akan memperoleh program PNPM secara bertahap, mulai tahun Tujuan PNPM seperti tersebut di atas, akan ditempuh dengan cara: 1. Mengembangkan kapasitas masyarakat, terutama Rumah Tangga Miskin (RTM) dengan penyediaan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi, serta lapangan kerja. 2. Meningkatkan partisipasi masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian kegiatan pembangunan. 3. Mengembangkan kapasitas pemerintahan lokal dalam memfasilitasi penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan. Dalam pelaksanaannya, PNPM-PPK mengalokasikan BLM melalui skema pembiayaan bersama (cost sharing) antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda). Besarnya cost sharing disesuaikan dengan kapasitas fiskal masing-masing daerah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 73/ PMK.02/ 2006 per 30 Agustus Untuk itu, dibutuhkan komitmen dan keseriusan Pemda dan aparat di daerah dalam menjalankannya (Ditjen PMD, 2007). Dari tahun 1998 sampai 2006, PPK telah menjangkau desa termiskin di Indonesia, yang mencakup lebih dari separuh total desa di seluruh Indonesia (54% total desa di Indonesia).

55 38 Tabel 2.1. Cakupan Wilayah PPK ( ) Cakupan Wilayah PPK per Tingkat Total Total PPK I PPK II PPK III Indonesia Wilayah PPK Indonesia (%) Provinsi Kabupaten/kota Kecamatan Desa Sumber: Laporan KM-PPK, Tahapan PPK PPK bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui berbagai tahapan kegiatan sebagai berikut: 1. Diseminasi Informasi dan Sosialisasi tentang PPK dilakukan dalam beberapa cara. Lokakarya yang dilakukan pada tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa untuk menyebarkan informasi dan mempopulerkan program. Di setiap desa dilengkapi Papan Informasi sebagai salah satu media informasi bagi masyarakat. Kerjasama dengan berbagai pihak terkait penyebaran informasi (media massa, NGO, akademisi, anggota dewan) menjadi bagian dalam kegiatan ini. 2. Proses perencanaan partisipatif di tingkat dusun, desa dan kecamatan. Masyarakat memilih fasilitator desa (FD) untuk mendampingi dalam proses sosialisasi dan perencanaan. FD mengatur pertemuan kelompok, termasuk pertemuan khusus perempuan, untuk membahas kebutuhan dan prioritas pembangunan di desa. Masyarakat kemudian menentukan pilihan terhadap

56 39 jenis kegiatan pembangunan yang ingin didanai. PPK menyediakan tenaga konsultan sosial dan teknis di tingkat kecamatan dan kabupaten untuk membantu sosialisasi, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. 3. Seleksi proyek di tingkat desa dan kecamatan. Masyarakat melakukan musyawarah di tingkat desa dan kecamatan untuk memutuskan usulan yang akan didanai. Musyawarah terbuka bagi segenap anggota masyarakat untuk menghadiri dan memutuskan jenis kegiatan. Forum antardesa terdiri dari wakil-wakil dari desa yang akan membuat keputusan akhir mengenai proyek yang akan didanai. Pilihan proyek adalah open menu untuk semua investasi produktif, kecuali yang tercantum dalam daftar larangan. 4. Masyarakat melaksanakan proyek mereka. Dalam pertemuan masyarakat memilih anggotanya untuk menjadi Tim Pengelola Kegiatan (TPK) di desadesa yang terdanani. Fasilitator Teknik PPK mendampingi TPK dalam mendisain prasarana, penganggaran kegiatan, verifikasi mutu dan supervisi. Para pekerja umumnya berasal dari desa penerima manfaat. 5. Akuntabilitas dan laporan perkembangan. Selama pelaksanaan kegiatan, TPK harus memberikan laporan perkembangan kegiatan dua kali dalam pertemuan terbuka di desa, yakni sebelum proyek mencairkan dana tahap berikutnya. Pada pertemuan akhir, TPK akan melakukan serah terima proyek kepada masyarakat, desa, dan Tim Pemelihara kegiatan.

57 40 Sumber: Laporan KM-PPK, Gambar 2.4. Struktur Manajemen PPK Keterangan: MIS SP2R DKW FT KM-Kab PjOK UPK PL TV TPU TPK : Management Information Specialist : Spesialis Penanganan Pengaduan Regional : Deputi Koordinator Wilayah : Fasilitator Training : Konsultan Manajemen Kabupaten : Penanggung Jawab Operasional Kegiatan :Unit Pengelola Kegiatan : Pendamping Lokal : Tim Verifikasi : Tim Penulis Usulan : Tim Pelaksana Kegiatan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses berencana dari kondisi tertentu kepada kondisi yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan tersebut bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan dasar dan paling essensial dari pembangunan tidak lain adalah mengangkat kehidupan manusia yang berada pada lapisan paling bawah atau penduduk miskin, kepada

Lebih terperinci

Kemiskinan dan Penyebabnya di Indonesia

Kemiskinan dan Penyebabnya di Indonesia Kemiskinan dan Penyebabnya di Indonesia oleh : Kasriyati, S.Pd 1. Pengertian Menurut Kamus Bahasa Indonesia kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan Kemiskinan merupakan masalah multidimensi. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan

Lebih terperinci

Kemiskinan di Indonesa

Kemiskinan di Indonesa Kemiskinan di Indonesa Kondisi Kemiskinan Selalu menjadi momok bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia Dulu hampir semua penduduk Indonesia hidup miskin (share poverty), sedangkan sekarang kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. BAB I PENDAHULUAN Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, terusmenerus, dan terpadu dengan menekankan pendekatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode tahun 1974-1988,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi hak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah pembangunan diberbagai bidang yang ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak berdayaan. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan yang melanda sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan yang melanda sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kemiskinan perdesaan telah menjadi isu utama dari sebuah negara berkembang, termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan yang melanda sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang dinamis dalam mengubah dan meningkatkan kesehjateraan masyarakat. Ada tiga indikator keberhasilan suatu pembangunan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan yang meluas merupakan tantangan terbesar dalam upaya Pembangunan (UN, International Conference on Population and Development, 1994). Proses pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan-pelayanan sosial personal yang tergolong sebagai pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan-pelayanan sosial personal yang tergolong sebagai pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.5 Latar Belakang Masalah Di negara yang sedang berkembang, daftar pelayanan sosial mencakup pelayanan-pelayanan sosial personal yang tergolong sebagai pelayanan kesejahteraan sosial

Lebih terperinci

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA Abstrak Upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia telah menjadi prioritas di setiap era pemerintahan dengan berbagai program yang digulirkan. Pengalokasian anggaran

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan memang telah ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi kehilangan terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan berusaha keras untuk

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat kompleks. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain seperti tingkat kesehatan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa kemiskinan adalah masalah

Lebih terperinci

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 10 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 53 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Kemiskinan Proses pembangunan yang dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai dengan berakhirnya era Orde Baru, diakui atau tidak, telah banyak menghasilkan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

Konsep dan Implementasi Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan: Upaya Mendorong Terpenuhinya Hak Rakyat Atas Pangan

Konsep dan Implementasi Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan: Upaya Mendorong Terpenuhinya Hak Rakyat Atas Pangan Konsep dan Implementasi Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan: Upaya Mendorong Terpenuhinya Hak Rakyat Atas Pangan Arif Haryana *) Pendahuluan Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kondisi dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak, inflasi juga naik dan pertumbuhan ekonomi melambat. Kemiskinan yang terjadi dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan telah membuat Jutaan rakyat tidak bisa mengenyam pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan telah membuat Jutaan rakyat tidak bisa mengenyam pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan telah membuat Jutaan rakyat tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak ada investasi,

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Lebih terperinci

RingkasanKajian. MDG, Keadilan dan Anak-anak: Jalan ke depan bagi Indonesia. Gambaran umum Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) berusaha mengangkat

RingkasanKajian. MDG, Keadilan dan Anak-anak: Jalan ke depan bagi Indonesia. Gambaran umum Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) berusaha mengangkat UNICEF INDONESIA OKTOBER 2012 RingkasanKajian MDG, Keadilan dan Anak-anak: Jalan ke depan bagi Indonesia MDG dan Keadilan Bagi Anak-anak di Indonesia: Gambaran umum Mencapai MDG dengan Keadilan: tantangan

Lebih terperinci

SALINAN WALIKOTA LANGSA,

SALINAN WALIKOTA LANGSA, SALINAN QANUN KOTA LANGSA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 168 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 168 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 168 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum kemiskinan dipahami sebagai keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk upaya pengentasan kemiskinan dalam masyarakat. kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan demikian, kemiskinan menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. bentuk upaya pengentasan kemiskinan dalam masyarakat. kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan demikian, kemiskinan menjadi salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat. Salah satu tujuan pembangunan adalah upaya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi riil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan.

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa indikator ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai nation state, sejarah sebuah Negara yang salah memandang dan mengurus kemiskinan. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir seluruh Negara di dunia, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk miskinnya. Semakin banyak jumlah penduduk miskin, maka negara itu disebut negara miskin. Sebaliknya semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi. Kemiskinan merupakan persoalan kompleks yang terkait dengan berbagai dimensi yakni sosial,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

KONSEPSI PENGEMBANGAN BADAN USAHA MILIK MASYARAKAT DESA MELALUI LEMBAGA KEUANGAN MASYARAKAT MANDIRI

KONSEPSI PENGEMBANGAN BADAN USAHA MILIK MASYARAKAT DESA MELALUI LEMBAGA KEUANGAN MASYARAKAT MANDIRI KONSEPSI PENGEMBANGAN BADAN USAHA MILIK MASYARAKAT DESA MELALUI LEMBAGA KEUANGAN MASYARAKAT MANDIRI I. Latar Belakang Dilihat dari indikator makro ekonomi, selama 6 Pelita, tidak dapat dipungkiri bahwa

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 9 PENDAHULUAN Latar Belakang Pada akhir Desember 2004, terjadi bencana gempa bumi dan gelombang Tsunami yang melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darusssalam (NAD) dan Sumatera Utara. Bencana ini mengakibatkan:

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan yang dihadapi oleh Negara Indonesia adalah kemiskinan. Dari tahun ke tahun masalah ini terus menerus belum dapat terselesaikan, terutama sejak

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GITA ALFIANI FATRIA /EP

GITA ALFIANI FATRIA /EP ANALISIS PENGARUH PEMBIAYAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PEDESAAN TERHADAP PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN STABAT TESIS Oleh GITA ALFIANI FATRIA 087018024/EP S E

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Persoalan pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya kesempatan dan peluang kerja bagi masyarakat. Demikian

Lebih terperinci

MENGUKUR PENDAPATAN DAN KEMISKINAN MULTI-DIMENSI: IMPLIKASI TERHADAP KEBIJAKAN

MENGUKUR PENDAPATAN DAN KEMISKINAN MULTI-DIMENSI: IMPLIKASI TERHADAP KEBIJAKAN MENGUKUR PENDAPATAN DAN KEMISKINAN MULTI-DIMENSI: IMPLIKASI TERHADAP KEBIJAKAN Sudarno Sumarto Policy Advisor - National Team for the Acceleration of Poverty Reduction Senior Research Fellow SMERU Research

Lebih terperinci

BRIEFING NOTE RELFEKSI PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOAL (MDG) DI INDONESIA

BRIEFING NOTE RELFEKSI PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOAL (MDG) DI INDONESIA BRIEFING NOTE RELFEKSI PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOAL (MDG) DI INDONESIA (Disampaikan dalam Diplomat Briefing, Jakarta 11 Maret 2013) Kata Pengantar Refleksi tentang Pencapaian MDG ini merupakan

Lebih terperinci

PERAN PERGURUAN TINGGI MELALUI PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT OLEH DOSEN DALAM RANGKA MENDUKUNG PROGRAM PEMERINTAH DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN

PERAN PERGURUAN TINGGI MELALUI PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT OLEH DOSEN DALAM RANGKA MENDUKUNG PROGRAM PEMERINTAH DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN PERAN PERGURUAN TINGGI MELALUI PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT OLEH DOSEN DALAM RANGKA MENDUKUNG PROGRAM PEMERINTAH DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN Elsy Rahajeng, S.Kom, MTI Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa

I. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa I. PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa indikator ekonomi makro

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang Undang nomor 22 tahun 1999 dan telah direvisi menjadi Undang Undang nomor 32 tahun 2004 telah membawa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN 2 010 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

Kemiskinan sangat identik dengan beberapa variabel berikut ini:

Kemiskinan sangat identik dengan beberapa variabel berikut ini: BAB V Kemiskinan sangat identik dengan beberapa variabel berikut ini: Kepemilikan modal Kepemilikan lahan Sumber daya manusia Kekurangan gizi Pendidikan Pelayanan kesehatan Perndapatan perkapita Minimnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2014

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa kemiskinan adalah masalah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah kemiskinan masih tetap menjadi masalah fenomenal yang masih belum dapat terselesaikan hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah terpenting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir semua peradaban manusia. Pada setiap belahan dunia dapat

Lebih terperinci

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Kondisi Kemiskinan di Indonesia Isu kemiskinan yang merupakan multidimensi ini menjadi isu sentral di Indonesia

Lebih terperinci

f f f i I. PENDAHULUAN

f f f i I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi yang kaya akan simiber daya alam di Indonesia. Produksi minyak bumi Provinsi Riau sekitar 50 persen dari total produksi minyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. TinjauanPustaka PNPM Mandiri PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERKOTAAN TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DI KOTA SURABAYA SKRIPSI

EFEKTIFITAS PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERKOTAAN TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DI KOTA SURABAYA SKRIPSI EFEKTIFITAS PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERKOTAAN TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DI KOTA SURABAYA SKRIPSI Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA SEMINAR INTERNASIONAL TEMU ILMIAH NASIONAL XV FOSSEI JOGJAKARTA, 4 MARET 2015 DR HANIBAL HAMIDI, M.Kes DIREKTUR PELAYANAN SOSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterlibatan ibu rumah tangga dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat. Kompleksnya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu penyakit akut dalam ekonomi, sehingga harus disembuhkan

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINANDI KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Strategi dan Tiga Agenda Utama Strategi pembangunan daerah disusun dengan memperhatikan dua hal yakni permasalahan nyata yang dihadapi oleh Kota Samarinda dan visi

Lebih terperinci

Persoalannya sama namun dimensinya berbeda.

Persoalannya sama namun dimensinya berbeda. Kemiskinan tidak hanya menjadi permasalahan bagi negara berkembang, bahkan negara-negara maju pun mengalami kemiskinan walaupun tidak sebesar Negara berkembang. Persoalannya sama namun dimensinya berbeda.

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 68 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 68 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 68 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa kemiskinan merupakan masalah multidimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN KELUARGA MISKIN DI KOTA MEDAN TESIS. Oleh FAUZIAH AMINI /EP

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN KELUARGA MISKIN DI KOTA MEDAN TESIS. Oleh FAUZIAH AMINI /EP ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN KELUARGA MISKIN DI KOTA MEDAN TESIS Oleh FAUZIAH AMINI 087018023/EP S E K O L A H PA S C A S A R J A N A SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif xvii Ringkasan Eksekutif Pada tanggal 30 September 2009, gempa yang berkekuatan 7.6 mengguncang Propinsi Sumatera Barat. Kerusakan yang terjadi akibat gempa ini tersebar di 13 dari 19 kabupaten/kota dan

Lebih terperinci