PERAN UNIT COUNTER-TRAFFICKING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN UNIT COUNTER-TRAFFICKING"

Transkripsi

1 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1 (4): ISSN , ejournal.hi.fisip-unmul.org Copyright 2013 PERAN UNIT COUNTER-TRAFFICKING IOM (INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION) INDONESIA DALAM UPAYA MENANGANI HUMAN TRAFFICKING DI KALIMANTAN BARAT ( ) EKA JAYA PUTRA HATIKA EMBANG 1 NIM Abstrak: This research aims to determine the factors that increase human trafficking in West Borneo and the Role of Counter-Trafficking unit IOM Indonesia in tackling the problem of trafficking in West Borneo in the year This research is a descriptive study, which provides an overview and explains the factors that increase human trafficking and the role of IOM Counter Trafficking Unit through in dealing with Human Trafficking in West Borneo. And the technique of analysis used in this research is qualitative analysis method, it is use issues based on facts or phenomenon and then will be a concluded. The results showed that the factors causing an increase in human trafficking in West Borneo is influenced by geography and different levels of economic/livelihood in West Borneo border region, the effects of industrialization which led to a lack of employment and business opportunities, weakness of population administrative systems, lack of public knowledge about the form of human trafficking. The role of Indonesia s IOM Counter Trafficking in tackling the problem of Human Trafficking in West Borneo is a partnership. Through the programs of the Counter Trafficking Unit as prevention of human trafficking, including through education and empowerment, protection of victims: the return, recovery and reintegration, for the prosecution of traffickers/human through training for law enforcement agencies; and research, in an effort to deal with human trafficking in West Borneo. Keywords : IOM, West Borneo, Counter Trafficking Unit, Human Trafficking. Pendahuluan Kalimantan Barat secara geografis berbatasan langsung dengan Malaysia, menyebabkan Provinsi Kalimantan Barat menjadi akses bagi para pelaku trafficking untuk keluar masuk Kalimantan Barat dan Malaysia. Dalam perkembangannya terjadi peningkatan jumlah kasus perdagangan manusia, dimana Provinsi Kalimantan Barat 1 Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. ekajaya201090@yahoo.com

2 ejournal Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 4, 2013: menempati peringkat kedua dari dua belas daerah lainnya yaitu dengan 722 kasus. Tingginya kasus perdagangan manusia di Indonesia menarik perhatian dari IOM (Internatioal Organization for Migration) untuk memberikan respon kemanusiaan terhadap permasalahan tersebut. Sebagai upaya untuk menekan kasus human trafficking sejak tahun 2003 IOM Indonesia membentuk unit Counter-Trafficking yang berkerja sama dengan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Daerah Kalimantan Barat untuk memerangi human trafficking melalui pendekatan yang komprehensif: pencegahan perdagangan manusia, diantaranya melalui pendidikan dan pemberdayaan masyarakat; perlindungan korban, yaitu pemulangan, pemulihan dan reintegrasi; pendakwaan bagi pelaku perdagangan orang / manusia melalui pelatihan bagi aparat penegak hukum; dan riset. Selain berkerjasama dengan pemerintah dan kepolisian IOM berkerjasama dengan Organisasi Aisyiyah cabang Kalimantan Barat pada tahun 2005, sejak saat itu organisasi ini memberikan tempat penampungan sementara dan bantuan reintegrasi bagi korban trafiking yang diidentifikasi oleh IOM. Kerangka Dasar Teori 1. Konsep Organisasi Internasional Setiap organisasi internasional tentunya dibentuk untuk melaksanakan peran-peran dan fungsi-fungsi sesuai dengan tujuan pendirian organisasi internasional tersebut oleh para anggotanya. Organisasi internasional didefinisikan sebagai pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antara sesama kelompok non-pemerintah pada negara yang berbeda. (T. May Rudi.2009.) Secara terinci, penggolongan organisasi internasional ada bermacam-macam, yaitu sebagai berikut: a. Kegiatan Administrasi 1. Organisasi Internasional Antar-pemerintah (Inter-Governmental Organization / IGO). Anggotanya adalah pemerintah atau instansi yang mewakili pemerintah suatu negara secara resmi. Kegiatan administrasinya diatur berlandaskan hukum publik. 2. Organisasi Internasional Non-Pemerintah (Non-Governmental Organization / NGO) atau INGO (International Non-Governmental Organization) untuk membedakan antara NGO yang internasional dengan NGO yang berluanglingkup domestik (dalam satu negara). INGO pada umumnya merupakan organisasi di bidang olah raga, sosial, keagamaan, kebudayaan, dan kesenian. Kegiatan administrasinya diatur berdasarkan hukum perdata. b. Ruang-lingkup (Wilayah) Kegiatan dan Keanggotaan 1. Organisasi Internasional Global Wilayah kegiatan adalah global, dan keanggotaan terbuka dalam ruang-lingkup diberbagai penjuru dunia. 2. Organisasi Internasional Regional Wilayah kegiatan adalah regional, dan keanggotaan hanya diberikan bagi negaranegara pada kawasan tertentu saja. 1178

3 Peran Unit Counter-Trafficking IOM di Kalimantan Barat (Eka Jaya Putra H.E) c. Bidang Kegiatan (Operasional) Organisasi Untuk ini, pembagiannya sangat luas dan beragam, mencakup berbagai bidang atau aspek dalam kehidupan umat manusia, misalnya : 1. Bidang Ekonomi 2. Bidang Lingkungan Hidup 3. Bidang Kesehatan 4. Bidang Pertambangan 5. Bidang Komoditi (Pertanian dan Industri) 6. Bidang Bea-cukai dan Perdagangan Internasional d. Tujuan dan Luas-Bidang Kegiatan Organisasi 1. Organisasi Internasional Umum (menyangkut hal-hal umum) Tujuan organisasi serta bidang kegiatannya bersifat luas dan umum bukan hanya menyangkut bidang tertentu. 2. Organisasi Internasional Khusus (menyangkut hal khusus) Tujuan organisasi dan kegiatannya adalah khusus pada bidang tertentu atau menyangkut hal tertentu saja. e. Ruang-lingkup (Wilayah) dan Bidang Kegiatan 1. Organisasi Internasional : Global-Umum 2. Organisasi Internasional : Global-Khusus 3. Organisasi Internasional : Regional-Umum 4. Organisasi Internasional : Regional-Khusus f. Menurut Taraf Kewenangan (Kekuasaan) 1. Organisasi Supra-nasional (Supra-national Organization) Kedudukan dan Kewenangan Organisasi Internasional berada di atas negara-negara anggota. 2. Organisasi Kerjasama (Co-operative Organization) Kedudukan dan Kewenangan Organisasi Internasional tidak lebih tinggi dibanding negara-negara anggotanya. Organisasi adalah wadah kerjasama berdasarkan kesepakatan anggota. g. Bentuk dan PolaKerjasama 1. Kerjasama Pertahanan-Keamanan (Collective Security) yang adakalanya disebut institutional alliance. 2. Kerjasama Fungsional (Functional Co-operation) Organisasi yang didasarkan kepada kerjasama fungsional ini, jumlahnya sangat banyak. Ada kerjasama fungsional di bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya; disamping pola kerjasama secara umum (mencakup berbagai bidang). h. Fungsi Organisasi 1. Organisasi Politikal (Political Organization), yaitu organisasi yang dalam kegiatannya menyangkut masalah-masalah politik dalam hubungan internasional. Mungkin saja, titik-berat pola kerjasama adalah ekonomi dan sosial-budaya tetapi tidak dapat melepaskan sepenuhnya kaitan hal-hal lainnya itu terhadap politik. 1179

4 ejournal Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 4, 2013: Organisasi Administratif (Administrative Organization), yaitu organisasi yang sepenuhnya hanya melaksanakan kegiatan teknis secara administratif. Misalnya: pengaturan lalu lintas dan ketentuan mengenai pos, lalu-lintas dan ketentuan telekomunikasi, ketentuan jalur pelayaran dan jalur penerbangan, pengaturan kuota serta tingkat harga minyak atau komoditi lain. 3. Organisasi Peradilan (Judical Organization), yaitu organisasi yang menyangkut penyelesaian sengketa pada berbagai bidang atau aspek (politk, ekonomi, hukum, sosial dan budaya) menurut prosedur hukum dan melalui proses peradilan (sesuai ketentuan internasional dan perjanjian-perjanjian internasional). 2. Konsep dan Penanggulangan Human Trafficking Human Trafficking atau perdagangan orang didefinisikan oleh PBB dalam Resolusi PBB (General Assembly Resolution) Nomor 55/25 Tahun 2000 yang dimaksud dengan perdagangan orang adalah : (a) Perdagangan Manusia adalah perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan atau penerimaan orang, baik di bawah ancamanan atau secara paksa atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan atau penyalahgunaan wewenang atau situasi rentan atau pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan guna memperoleh persetujuan dari seseorang yang memiliki kontrol atas orang lain untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual yang lain, kerja paksa atau wajib kerja paksa, perbudakan atau praktik-praktik yang mirip dengan perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ tubuh. (b) Persetujuan korban perdagangan manusia atau eksploitasi yang dimaksud dalam ayat (a) pasal ini menjadi tidak relevan ketika cara-cara yang disebutkan pada ayat (a) digunakan. (c) Perekrutan, pengangkutan, pemindahan, dan penampungan atau penerimaan anak-anak untuk tujuan eksploitasi harus dianggap sebagai perdagangan manusia walaupun ketika hal ini tidak melibatkan cara-cara yang disebutkan dalam ayat (a) pasal ini. Anak-anak adalah seseorang yang berusia kurang dari delapan belas tahun. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dari perdagangan orang adalah : 1. Perbuatan : merekrut, mengangkut, memindahkan, menyembunyikan atau menerima. 2. Sarana (cara) untuk mengendalikan korban: ancaman, penggunaan paksaan, berbagai bentuk kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau pemberian/penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban. 3. Tujuan : eksploitasi, setidaknya untuk prostitusi atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja paksa, perbudakan, penghambaan, dan pengambilan organ. Dari ketiga unsur tersebut, jika salah satu dari perbuatan, sarana (cara) dan tujuan yang dimaksud terpenuhi maka sudah bisa dikelompokkan sebagai tindak pidana perdagangan manusia. (Farhana ). 1180

5 Peran Unit Counter-Trafficking IOM di Kalimantan Barat (Eka Jaya Putra H.E) Adapun bentuk-bentuk dari perdagangan manusia ( yaitu: 1) Kerja Paksa Seks & Eksploitasi seks Dalam banyak kasus, perempuan dan anak-anak dijanjikan bekerja sebagai buruh migran, PRT, pekerja restoran, penjaga toko, atau pekerjaan-pekerjaan tanpa keahlian tetapi kemudian dipaksa bekerja pada industri seks saat mereka tiba di daerah tujuan. Dalam kasus lain, berapa perempuan tahu bahwa mereka akan memasuki industri seks tetapi mereka ditipu dengan kondisi-kondisi kerja dan mereka dikekang di bawah paksaan dan tidak diperbolehkan menolak bekerja. 2) Pembantu Rumah Tangga (PRT) PRT baik yang di luar negeri maupun yang di Indonesia di trafik ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang termasuk: jam kerja wajib yang sangat panjang, penyekapan ilegal, upah yang tidak dibayar atau yang dikurangi, kerja karena jeratan hutang, penyiksaan fisik ataupun psikologis, penyerangan seksual, tidak diberi makan atau kurang makanan, dan tidak boleh menjalankan agamanya atau diperintah untuk melanggar agamanya. Beberapa majikan dan agen menyita paspor dan dokumen lain untuk memastikan para pembantu tersebut tidak mencoba melarikan diri. 3) Bentuk Lain dari Kerja Migran Meskipun banyak orang Indonesia yang bermigrasi sebagai PRT, yang lainnnya dijanjikan mendapatkan pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian di pabrik, restoran, industri cottage, atau toko kecil. Beberapa dari buruh migran ini ditrafik ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang dan berbahaya dengan bayaran sedikit atau bahkan tidak dibayar sama sekali. Banyak juga yang dijebak di tempat kerja seperti itu melalui jeratan hutang, paksaan, atau kekerasan. 4) Penari, Penghibur & Pertukaran Budaya Perempuan dan anak perempuan dijanjikan bekerja sebagai penari duta budaya, penyanyi, atau penghibur di negara asing. Pada saat kedatangannya, banyak dari perempuan ini dipaksa untuk bekerja di industri seks atau pada pekerjaan dengan kondisi mirip perbudakan. 5) Pengantin Pesanan Beberapa perempuan dan anak perempuan yang bermigrasi sebagai istri dari orang berkebangsaan asing, telah ditipu dengan perkawinan. Dalam kasus semacam itu, para suami mereka memaksa istri-istri baru ini untuk bekerja untuk keluarga mereka dengan kondisi mirip perbudakan atau menjual mereka ke industri seks. 6) Beberapa Bentuk Buruh/Pekerja Anak Beberapa (tidak semua) anak yang berada di jalanan untuk mengemis, mencari ikan di lepas pantai seperti jermal, dan bekerja di perkebunan telah ditrafik ke dalam situasi yang mereka hadapi saat ini. 7) Trafficking/penjualan Bayi Beberapa buruh migran Indonesia (TKI) ditipu dengan perkawinan palsu saat di luar negeri dan kemudian mereka dipaksa untuk menyerahkan bayinya untuk diadopsi ilegal. Dalam kasus yang lain, ibu rumah tangga Indonesia ditipu oleh PRT kepercayaannya yang melarikan bayi ibu tersebut dan kemudian menjual bayi tersebut ke pasar gelap. 1181

6 ejournal Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 4, 2013: Dalam kasus perdagangan Orang (Human Trafficking) terdapat beberapa faktor yang menyebabkan tindak pidana tersebut semakin meningkat (Farhana. 2010), antara lain dipengaruhi oleh : 1. Materialisme Skema Modernisme yang terjadi menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan tidak merata, sehingga menciptakan gap atau jurang yang semakin melebar antara yang kaya dan yang miskin, antara daerah perkotaan dan pedesaan dan di antara berbagai daerah. Efek dari media massa menyatukan masalah dengan cara menyuburkan budaya konsumerisme dan keinginan untuk pergi ke kota. Masyarakat di pedesaan cenderung untuk meninggalkan gaya hidup berjuang guna memperoleh kenyamanan hidup dan mudah mencari uang. 2. Kemiskinan Orang-orang yang miskin yang putus asa ataupun yang hanya memang ingin mencari kehidupan yang lebih baik adalah korban dari para perdagangan manusia. 3. Kehancuran Keluarga Ketiadaan fungsi atau keluarga yang hancur, masalah dengan orang tua tiri, kekerasan dalam keluarga, problem-problem keluarga lainnya yang sejenis mempengaruhi anak-anak yang meninggalkan rumah. 4. Jaringan Migrasi ke luar Jaringan migrasi telah menjadi satu aspek yang paling penting dalam menjelaskan tenntang anak-anak muda yang migrasi ke luar. Terdapat beberapa desa di mana migrasi ke luar daerah atau ke luar negeri telah menjadi begitu melembaga, sehingga menjadi suatu tren di antara anak-anak muda sehingga dapat terjadi kemungkinan untuk diperdagangkan. 5. Kurangnya pendidikan dan informasi Ketidakpedulian akan perdagangan orang, memudahkan para perekrut menjanjikan uang banyak kepada korban untuk mau bekerja di kota-kota besar bahkan hingga ke luar negeri. 6. Budaya Nilai-nilai budaya seperti kepatuhan atau kewajiban seseorang anak terhadap orang tuanya menghasilkan suatu sikap bahwa seorang anak harus bekerja di luar rumah atau keluarganya untuk membantu orang tua atau saudaranya. Ada juga suatu sikap bahwa seorang anak harus membayar tanda terima kasih kepada orang tuanya. Nilai-nilai yang memberi andil kepada perdagangan manusia. 7. Insensivitas dan ketidakadilan gender Anak gadis dan perempuan lebih rentan terhadap perdagangan orang. Rata-rata di Asia Tenggara memakai budaya dominasi laki-laki yang menyebabkan perlakuanperlakuan tidak adil yang menguntungkan anak laki-laki. Anak laki-laki diberikan pendidikan, sekolah, kesempatan kerja yang lebih baik, dan juga budaya macho atau jantan (pemberani) menerima bahwa laki-laki boleh pergi ke prostitusi. 8. Akibat buruk yang ditinggalkan dari peperangan atau konflik Periode perang atau konflik yang cukup lama menyebabkan pelemahan spritit atau semangat komunitas dan kehancuran keluarga yang menguntungkan aktivitas dari para pedagang. 1182

7 Peran Unit Counter-Trafficking IOM di Kalimantan Barat (Eka Jaya Putra H.E) 9. Korupsi pejabat dan kaloborasi Lingkaran atau jaringan perdagangan beroperasi dengan kekebalan hukum, karena pejabat pemerintah yang korup dan tidak bermoral melindungi mereka. 10. Faktor Administrasi Kependudukan Yang Lemah Sistem kependudukan yang belum sepenuhnya menggunakan teknologi yang maju atau manual memudahkan terjadinya duplikasi ataupun pemalsuan dokumen identitias kependudukan seseorang untuk keperluan perdagangan manusia. 11. Faktor Geografis Keadaan Geografis seperti daerah-daerah perbatasan mempunyai andil banyak dalam tindak pidana perdagangan manusia. Karena banyaknya akses-akses pintu masuk dan keluar yang dapat dilalui tanpa pengawasan yang ketat oleh aparatur negara. Metodologi Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian menggunakan tipe penelitian metode penelitian deskriptif, yaitu pemecahan masalah yang diselidiki dan dianalisis dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain. Hasil Penelitian Hubungan antar-negara dewasa ini diwarnai corak yang semakin dinamis dengan munculnya berbagai isu keamanan non-tradisional. Salah satu diantaranya adalah isu perdagangan manusia (human trafficking). Meskipun keberadaannya sudah ada sejak lampau, namun isu perdagangan manusia baru berkembang dan tumbuh pesat menjadi isu global, setelah berakhirnya era Perang Dingin dan menguatnya globalisasi. Human Trafficking merupakan suatu bagian dari dinamika perpindahan penduduk dimana perpindahan ini bisa berlangsung secara paksa. (Shinta Maharani.2007). Tindak pidana perdagangan manusia sangat berkaitan erat dengan perbudakan dan tindakan serupa perbudakan, yang sudah dilarang di seluruh dunia. (Lapian,Gandhi.L.M dan Geru.A.Hetty.2010). Akhir-akhir ini, perdagangan manusia mencapai klimaks, yaitu selain jumlah korban yang semakin besar dari waktu ke waktu, juga terbentuk jaringan antar pelaku (trafficker) yang cukup rapi sehingga sulit untuk mendeteksi dan menemukan ujung pangkal tindak kejahatan kemanusiaan ini.( Mohammad Nuh.2005). Menurut International Organization for Migration (IOM), orang Indonesia, baik perempuan dan laki-laki di bawah usia dan usia dewasa, yang diperdagangkan pada tahun 2008 berjumlah orang. Pada tahun berikutnya, jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 319 orang menjadi orang. (Ganewati Wuryandari.2011). Adapun bentuk-bentuk Human Trafficking yang terjadi di Indonesia antara lain Kerja Paksa Seks & Eksploitasi seks, Pembantu Rumah Tangga (PRT), Buruh Migran, Penari, Penghibur & Pertukaran Budaya, Pengantin Pesanan, Buruh Anak. Terdapat 3 kasus yang sering di jumpai di Kalimantan Barat yaitu Buruh Migran, Kerja Paksa Seks & Eksploitasi seks dan Pengantin Pesanan. ( 1183

8 ejournal Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 4, 2013: Tingginya jumlah kasus perdagangan manusia di Indonesia menarik perhatian dari IOM (Internatioal Organization for Migration) Tingginya kasus perdagangan manusia di Indonesia untuk memberikan respon kemanusiaan terhadap permasalahan tersebut, mengingat pasca perang dingin sistem internasional mengalami sedikit pergeseran dimana negara tidak lagi menjadi satu-satunya aktor yang paling dominan dalam pelaksanaan hubungan internasional karena organisasi-organisasi internasional telah mampu berdiri sejajar dengan negara-negara di dunia sebagai aktor utama. Negara-negara juga mulai menyadari akan pentingnya keberadaan organisasi internasional bagian dari konstelasi sistem internasional dimana negara-negara perlu wadah untuk berkumpul, berkerjasama dan menyelesaikan masalah secara bersamasama. IOM adalah organisasi antarpemerintah utama di bidang migrasi. IOM bekerja dalam empat area luas manajemen migrasi: migrasi dan pembangunan, pemfasilitasan migrasi, pengaturan migrasi, dan penanganan migrasi paksa, situasi darurat dan pascakrisis. Kegiatan lintas sektor IOM antara lain memajukan hukum migrasi internasional, debate dan acuan kebijakan, perlindungan hak-hak migran, migrasi dan kesehatan, dan dimensi jender dalam migrasi. Provinsi Kalimantan Barat secara geografis berbatasan langsung dengan Malaysia, menyebabkan Provinsi Kalimantan Barat menjadi akses bagi para pelaku trafficking untuk keluar masuk Kalimantan Barat dan Malaysia. Semakin berkembangnya isu perdagangan manusia ini menuntut Indonesia untuk memberikan perhatian lebih serius guna menanggulanginya. Apalagi Indonesia pada umumnya dikategorikan sebagai negara asal, tujuan dan titik transit dalam dinamika global perdagangan manusia. Dalam perkembangannya terjadi peningkatan jumlah kasus perdagangan manusia, dimana Provinsi Kalimantan Barat menempati peringkat kedua dari dua belas daerah lainnya yaitu dengan 722 kasus. (Trafficked Persons Assisted by IOM Indonesia March June 2010). Sementara data dari Bareskrim Polri tentang jumlah kasus perdagangan manusia di Kalimantan Barat mengalami peningkatan dari tahun 2007 berjumlah 40 kasus, tahun 2008 berjumlah 49 kasus, dan tahun 2009 berjumlah 56 kasus.( Dari data yang di keluarkan oleh IOM dan Bareskrim Polri terlihat bahwa jumlah kasus tindak pidana perdagangan manusia memiliki selisih yang besar. Hal tersebut disebabkan angka yang ada tidak dapat dipastikan, mengingat tindak perdagangan manusia tersebut dikategorikan kriminal, yang tidak semuanya dapat diungkap. Adapun yang menjadi faktor utama maraknya trafficking, khususnya di Kalimantan Barat adalah : Letak Geografis dan Perbedaan Tingkat perekonomian/penghidupan di wilayah perbatasan Kalimantan Barat. Panjang garis batas Indonesia di Kalimantan Barat dengan Malaysia mencapai 875 KM dan disepanjang garis batas itulah terdapat jalur tikus. Puluhan jalur tikus di sepanjang perbatasan Provinsi Kalimantan Barat dan Malaysia sering dimanfaatkan sebagai jalur trafficking (perdagangan manusia). Jalur tikus itu jumlahnya mencapai 60 titik dan sangat sulit di awasi karena lokasinya sangat jauh dan sulit ditempuh. Letak Geografis ini merupakan salah satu penyebab banyaknya tindakan trafficking di Kalimantan Barat karena letak geografisnya 1184

9 Peran Unit Counter-Trafficking IOM di Kalimantan Barat (Eka Jaya Putra H.E) yang berbatasan langsung dengan Malaysia, baik lewat darat dan laut. Dan daerah-daerah dengan titik rawan tindakan perdagangan manusia di Provinsi Kalimantan Barat adalah :Kabupaten Sambas,Kabupaten bengkayang (Seluas, Sanggau Ledo, Jagoi Babang),Kabupaten sanggau, Kabupaten Kapuas Hulu,Kabupaten Pontianak,Kabupaten Sintang, Kabupaten Landak, Kabupaten Sekadau,Kota Singkawang Pos lintas batas resmi dibuka tahun 1991 oleh Presiden Soeharto di Entikong dapat ditempuh dari Pontianak dengan perjalanan selama lebih kurang 8 jam atau 10 jam dengan menggunakan bus atau kendaraan roda empat Selain jalur resmi Entikong, dan jalur Pos lintas batas Jagoi Babang pada awal Agustus 1999 telah dibuka lagi jalur PLB, yaitu di Lubuk Antu, Kabupaten Kapuas Hulu dan Badau, Kabupaten Sintang. Dengan dibukanya pos lintas batas resmi tersebut selain menguntungkan untuk perekonomian kedua negara tetapi juga melahirkan permasalahan yang tidak henti-hentinya, antara lain perpindahan batas/patok antar negara, pencurian kayu yang melibatkan warga kedua negara dan permasalahan tenaga kerja yang melibatkan anak-anak dan perempuan untuk dikirim dengan berkedok sebagai TKW yang akhirnya banyak dieskploitasi pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari mereka. Dari penuturan anggota Perhimpunan Ilmuan Sambas Dr Marcus Lukman MH bahwa 15 jenis kejahatan pada lima kabupaten di Kalbar yang berbatasan langsung dengan Malaysia, kasus trafficking masih mendominasi dan mengalami peningkatan mencapai 160 kasus. Bila tahun 2004 hanya 52 kasus dan 50 pada tahun 2005, jumlahnya melonjak menjadi 58 kasus pada Markus Lukman juga mengatakan bahwa pengamanan kawasan perbatasan Indonesia di wilayah Kalbar, tidak didukung dengan keberadaan Polres yang ada. Saat ini terdapat Mapolres Sambas dan Bengkayang, yang masing berkekuatan 650 personil dan 415 personil. Sedangkan tiga lainnya, merupakan Mapolres Non-prototype yaitu, Polres Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu, yang masing-masing memiliki kekuatan hanya 585 personil, 471 personil dan 542 personil. Masih tertinggalnya daerah-daerah perbatasan di Provinsi Kalimantan Barat dapat dilihat dari sejumlah indikator, seperti infrastruktur, kesehatan, pendidikan (indeks pembangunan manusia), dan jumlah penduduk miskin. Misalnya saja untuk Indek Pembangunan Manusia (IPM) Kalbar yang relatif masih rendah dibanding daerah lain. Penduduk yang tinggal di perbatasan mengalami permasalahan kehidupan yang kompleks. Disamping secara fisik mereka mereka tinggal amat jauh dan terpencil dari Ibukota negara di Jakarta, tidak jarang mereka-pun tinggal jauh dan terisolir dari ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dan ibukota propinsi mereka sendiri. Sebaliknya, mereka berjarak amat dekat dengan negara tetangga. Bahkan, memiliki bahasa, budaya dan ciri-ciri fisik yang hampir sama dengan penduduk di 1185

10 ejournal Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 4, 2013: negeri tetangga. Namun kesamaan ciri-ciri fisik ini tidak menjamin ada kesamaan tingkat kesejahteraan dan strata ekonomi antara warga dua negara yang berbatasan. Walaupun kawasan perbatasan kaya dengan sumber daya alam dan letaknya mempunyai akses ke pasar (Serawak), tetapi terdapat sekitar 45% desa miskin dengan jumlah penduduk miskin sekitar 35%. Jika dibandingkan dengan penduduk Malaysia tampak adanya ketimpangan pendapatan yang besar sekali. Akibatnya penduduk di kawasan perbatasan tidak memiliki posisi tawar yang sebanding dalam kegiatan ekonomi di perbatasan. Akibat lainnya adalah mendorong masyarakat semakin terlibat dalam kegiatan ekonomi ilegal guna memenuhi kebutuhannya. Dengan perbedaan ekonomi yang ada maka besar peluang bagi daerah perbatasan menjadi penyumbang korban perdagangan orang di Kalimantan Barat. Efek Industrilisasi Yang menyebabkan Kurangnya Kesempatan Kerja dan Peluang Usaha Kurangnya kesempatan kerja di Kalimantan Barat disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dari angkatan kerja yang ada juga menunjukkan rendahnya kualitas sumber daya manusia di Kalimantan Barat. Komposisi penduduk yang bekerja di daerah Kalimantan Barat, tampaknya masih didominasi oleh pendidikan rendah, yaitu sekitar 62,65% adalah berpendidikan SD kebawah. Lapangan usaha yang paling banyak digeluti ternyata masih sektor informal seperti sektor pertanian dengan share sebesar 64,06 %. Kehadiran investasi dalam perkebunan sawit, yang menjadi andalan pemerintah di Kalimantan Barat juga telah berkontribusi merusak tatanan sumber daya alam atau keanekaragaman hayati, seperti penggundulan hutan, pengrusakan sumber-sumber daya air, pemusnahan satwa termasuk satwa langka seperti orang hutan, dan lain-lain. Perkebunan kelapa sawit juga telah menghilangkan hak-hak kepemilikan masyarakat atas tanah serta pemiskinan masyarakat secara struktural,tanpa solusi yang jelas. Lemahnya Sistem Administrasi Kependudukan Lemahnya sistem administrasi pada unsur pemerintah/keimigrasian di Kalimantan Barat, menyebabkan praktek perdagangan manusia selalu meningkat. Hal tersebut dikarenakan dengan mudahnya para pelaku mendapatkan dokumen serta pemalsuan dokumen penting seperti KTP untuk kepengurusan paspor. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai bentuk perdagangan orang. Karena minimnya pengetahuan dan pendidikan masyarakat banyak yang tidak mengetahui bentuk-bentuk dari perdagangan manusia, masyarakat menganggap bahwa beberapa kegiatan yang merupakan tindakan perdagangan perempuan dan anak adalah hal yang wajar. Sebagai upaya untuk menekan kasus human trafficking sejak tahun 2003 IOM Indonesia membentuk unit Counter-Trafficking yang berkerja sama dengan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Daerah Kalimantan Barat untuk memerangi human trafficking melalui pendekatan yang komprehensif: pencegahan perdagangan manusia, diantaranya melalui pendidikan dan pemberdayaan masyarakat; 1186

11 Peran Unit Counter-Trafficking IOM di Kalimantan Barat (Eka Jaya Putra H.E) perlindungan korban, yaitu pemulangan, pemulihan dan reintegrasi; pendakwaan bagi pelaku perdagangan orang / manusia melalui pelatihan bagi aparat penegak hukum; dan riset. Beberapa strategi yang dilakukan unit Counter-Trafficking dalam rangka menanggulangi praktek perdagangan manusia di kalimantan barat antara lain melalui: a. Tindakan Pencegahan Peningkatan kesadaran dan pendidikan kepada masyarakat, yang bertujuan memberi akses kepada pendidikan formal dan non formal bagi korban trafiking anak dan yang berisiko mengalami trafiking, memberi kesadaran atas efek negatif trafiking anak, melakukan advikasi kebijakan untuk memberikan pendidikan bagi korban trafiking dan yang beresiko. Usaha IOM dalam melakukan tindakan pencegahan adalah; IOM Memprakarsai secara langsung program pendidikan masyarakat dan Kampanye publik sosialisasi perdagangan orang bekerja sama dengan Polda Kalbar, Pemkot Pontianak, Australian Federal Police (AFP), MTV Exit dan Mata Enggang. IOM secara resmi meluncurkan upaya melawan trafiking anak di Sambas, Kalimantan Barat pada bulan Mei 2006 dalam bentuk inisiatif yang melibatkan kerjasama erat dengan pihak berwenang setempat. Untuk melaksanakan inisiatif tersebut, yang merupakan pertama di daerah tersebut, dua kelompok dibentuk di tingkat kabupaten Sambas. Yang pertama adalah sebuah kelompok penasehat teknis yang yang terdiri dari Dinas Pendidikan Kabupaten dan sebuah LSM lokal. Yang kedua merupakan sebuah kelompok lintas badan dari berbagai kantor pemerintah termasuk Biro Pemberdayaan Wanita, Dinsos Kabupaten, Disnakertrans Kabupaten, Dinas Pendidikan, Kantor Imigrasi dan BAPPEDA. IOM akan berkerjasama melalui kelompok-kelompok ini dalam rangka meningkatkan kesadaran di sekolah-sekolah mengenai trafiking manusia dan meningkatkan peluang pendidikan bagi anak-anak yang berisiko atau pernah menjadi korban. Program ini juga menyebarluaskan pesan mengenai dampak dari Trafiking akan kepada orang-orang yang berpotensi menjadi korban, orang tua mereka, organisasi kemasyarakatan, pemerintah daerah, dan masyarakat umum. Inisiatif ini merupakan bagian dari sebuah program konter trafiking IOM yang diluncurkan pada bulan September 2004 berkerjasama dengan organisasi Save the Children dengan pendanaan dari Departemen Tenaga Kerja AS. b. Tindakan Perlindungan (Identifikasi, Pemulihan, Pemulangan Reintegrasi). Pada bulan Oktober 2004, IOM meluncurkan program, pemulihan, dan reintegrasi yang mengindetifikasi, merawat dan memulangkan para korban trafiking, dan membantu berintegrasi ke dalam masyarakat. Salah satu komponen kunci dari program tersebut adalah pendirian pusat pemulihan bebsa biaya pertama di Indonesia bagi korban trafiking, dimana para pasien menerima perawatan medis dan psokologis yang komprehensif. Di Kalimantan Barat IOM mengelola sebuah klinik pemulihan bebas biaya di kota Pontianak. Setelah cukup pulih untuk meninggalkan pusat pemulihan, para wanita kemudian ditempatkan di LSM mitra IOM termasuk aisyiyah, Organisasi wanita muhammadiyah, organisasi Islam beranggotakan 30 juta orang, selama beberapa minggu atau beberapa bulan. Mereka diberikan dukungan profesional dan sosial, pelatihan kerja dan bantuan hukum, dan dalam kasus 300 wanita di provinsi Kalimantan Barat, dukungan teknis untuk menjalankan usaha kecil melalui sebuah jaringan koperasi. Berikut ini adalah salah satu contoh tindakan dalam perlindungan (Indentifikasi, Pemulihan, Pemulangan Reintegrasi) LN, 18 tahun asal Kalbar yang di perdagangkan 1187

12 ejournal Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 4, 2013: sebagai PSK di Malaysia. Korban (LN) pertama kali di indentifikasi oleh KBRI di Kualalumpur di Malaysia. Lalu korban dibawa ke pusat pemulihan IOM di Jakarta untuk menerima perawatan medis dan psokologis dari akibat siksaan fisik dan psikis yang diterima korban serta pelatihan berbagai ketrampilan, setelah cukup pulih untuk meninggalkan pusat pemulihan maka korban di pulangkan kembali ke Kalbar dan bergabung dalam lingkungan masyarakat. c. Penegakan Hukum Tanggung jawab atas penyelidikan dan penyidangan yang baik terhadap pelaku kejahatan ada pada polisi, jaksa penuntut umum dan hakim. Dalam upaya mendekatkan penegak hukum pada permasalahan ini, IOM telah mengintegrasikan pendidikan serta materi informasi mengenai trafiking ke dalam program pendidikan kepolisian nasional yang telah berjalan selama tiga tahun, dan memberikan pelatihan kepada serangkaian unit-unit kepolisian, termasuk para polisi wanita yang bekerja di unit pelayanan khusus. IOM juga telah menyusun dan membagi-bagikan sebuah buku saku mengenai cara menyelidiki dan menyidangkan kasus trafiking manusia. Pada tahun 2008 IOM telah menjadi mitra aktifdengan organisasi-organisasi lain dalam menyediakan bantuan teknis dalam menyiapkan kerangka kerja untuk mengaplikasikan undang-undang pada tingkat lokal dan nasional. Sejauh ini telah membantu Indonesia dalam melaksanakan undang-undang untuk mencegah perdagangan orang, untuk menghukum para pedagang orang dan untuk melindungi korban. IOM Indonesia kembali meluncurkan program untuk meningkatkan kapasitas sistem peradilan. Berdasarkan data dari penerima bantuan IOM, sekitar 70 persen korban perdagangan yang dibantu, diperdagangkan sebagai pembantu rumah tangga. d. Riset IOM mengembangkan metode pengumpulan statistik yang lebih baik untuk masalah trafficking. Program tersebut meninjau kembali metode pengumpulan data yang ada terkait dengan trafficking seperti prostitusi, perburuhan ilegal dan pembuatan serta kepimilikan dokumen palsu. Sebagai bagian dari proyek penegakan hukum, IOM melakukan riset terhadap berbagai jaringan trafficking di Kalimantan Barat, Batam dan Jakarta. Peranan pemerintah daerah Kalimantan Barat dalam mengatasi masalah perdagangan manusia yang terjadi di berbagai wilayah di kalimantan barat belum dapat terealisasi secara maksimal meskipun ada organisasi seperti IOM sebagai mitra dari permasalahan tersebut. Implementasi dari strategi dan bantuan baik berupa dana dan fasilitas yang telah dilakukan dan diberikan IOM Indonesia adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menangani Perdagangan Manusia, akan tetapi peran tersebut ternyata masih kurang efektif karena tidak menunjukkan hasil seperti yang diharapkan karena pada kenyataannya jumlah korban Human Trafficking di Kalimantan Barat semakin meningkat, dimana Provinsi Kalimantan Barat menempati peringkat kedua dari dua belas daerah lainnya yaitu dengan 722 kasus. (IOM Indonesia Trafficked Persons Assisted). Akan tetapi di satu sisi, IOM Indonesia cukup membantu melalui programprogram dari Unit Counter-Trafficking seperti pencegahan perdagangan manusia, 1188

13 Peran Unit Counter-Trafficking IOM di Kalimantan Barat (Eka Jaya Putra H.E) diantaranya melalui pendidikan dan pemberdayaan masyarakat, perlindungan korban, yaitu pemulangan, pemulihan dan reintegrasi, pendakwaan bagi pelaku perdagangan orang / manusia melalui pelatihan bagi aparat penegak hukum; dan riset, dalam upaya menangani Human Trafficking yang terjadi di Kalimantan Barat Kesimpulan Peran unit Counter-Trafficking IOM Indonesia dalam menanggulangi masalah Human Trafficking di Kalimantan Barat adalah sebagai partnership. Unit Counter- Trafficking IOM Indonesia membantu pemerintah provinsi Kalimantan Barat dengan melakukan kegiatan sosialisasi tentang bahaya dari perdagangan manusia. Kegiatan tersebut meliputi ; kerjasama dengan LSM International Save The Children yang memberikan pendidikan dasar pada anak-anak yang berisiko atau yang telah menjadi korban di berbagai daerah termasuk di Kalimantan Barat, kerjasama dengan Aisyiyah cabang Kalimantan Barat yang memberikan penampungan sementara dan bantuan reintegrasi bagi para korban, kerjasama dengan Credit Union Pancur Kasih dalam memberikan suatu cara yang efektif dan berkesinambungan kepada para korban. Peraturan yang ada mengenai perdagangan manusia ternyata tidak efektif, hal tersebut dikarena lambannya pelaksaan dari peraturan tersebut. Saran Pemerintah pusat maupun daerah segera menciptakan lapangan pekerjaan di dalam negeri sehingga alternatif mencari pekerjaan diluar negeri dapat ditekan seminimal mungkin. Terkait dengan peran pemerintah, pihak imigrasi wajib lebih tanggap dan teliti dalam mengawasi warga yang masuk maupun keluar negeri, hal ini agar praktek dokumen resmi tapi untuk kegiatan illegal dapat ditekan. Pemerintah pusat maupun daerah harus melakukan kerja sama dengan kepolisian dan masyarakat dalam hal ini LSM untuk secara aktif menangani kasus-kasus perdagangan manusia. Dan juga, menindak tegas setiap perusahaan yang berpeluang terhadap praktik perdagangan manusia yang kerap tidak memperhatikan prosedur. Kewenangan daerah, khususnya terkait dengan wilayah perbatasan yang sebelumnya menjadi kewenangan pusat karena terkait dengan keamanan dan pertahanan. Perdagangan manusia terjadi karena pengelolaan wilayah perbatasan yang sangat buruk, oleh sebab itu, alternative pilihan tersebut adalah penambahan anggaran penanggulangan perdagangan manusia oleh pusat atau memberikan kewenangan lebih pemerintah daerah untuk terjun langsung menanggulanginnya. Asumsi dasar apabila tanggung jawab diberikan kepada pemerintah daerah, selain lebih mengetahui kondisi daerahnya pemerintah daerah dapat langsung bekerja untuk Mengintegrasikan seluruh komponen yang ada meliputi koordinasi diantara pemerintahan di tingkat desa, kabupaten/kota untuk menggalakan penyelesaian perdagangan manusia. Daftar Pustaka Buku : Farhana. Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika

14 ejournal Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 4, 2013: Lapian, Gandhi.L.M dan Geru, A.Hetty. Trafiking Perempuan dan Anak. Penanggulangan Komprehensif Studi Kasus: Sulawesi Utara. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, Rudy, T. May. Administrasi dan Organisasi Internasional, Refika Aditama, Maharani, Shinta. Peran UNICEF Dalam Menanggulangi Masalah Human Tfafficking di Indonesia (Studi Kasus Perdagangan Perempuan dan Anak di Kalimantan Timur Tahun ). Skripsi Sarjana Pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Mulawarnan. Samarinda : Tidak diterbitkan Wuryandari, Ganewati. Menelaah Politik Luar Negeri Indonesia Dalam Menyikapi Isu Perdagangan Manusia. Jurnal Penelitian Politik Vol.8, No.2, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Nuh, Mohammad. Jejaring Anti-Trafficking: Strategi Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak. Yogyakarta : Kerja sama Ford Foundation dengan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gajah Mada Internet : Bentuk-bentuk Trafiking, Diakses 11 Maret Data Perdagangan Orang (Tppo) 25 Februari 2013 Trafficked Persons Assisted by IOM Indonesia March June 2010, Diakes Pada 26 Februari

PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT

PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, ANAK, MASYARAKAT DAN KELUARGA BERENCANA PROVINSI KALIMANTAN BARAT JL. SULTAN ABDURRACHMAN NO.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perdagangan Manusia untuk tenaga kerja (Trafficking in persons for labor) merupakan masalah yang sangat besar. Data Perdagangan Manusia di Indonesia sejak 1993-2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan beberapa peraturan, khususnya tentang hukum hak asasi manusia dan meratifikasi beberapa konvensi internasional

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. HASIL PENELITIAN 1. Defenisi Human Trafficking Protokol Palermo Tahun 2000 : Perdagangan orang haruslah berarti perekrutan, pengiriman, pemindahan, menyembunyikan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia 0 P a g e 1 Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia Perdagangan manusia (atau yang biasa disebut dalam udang-undang sebagai perdagangan orang) telah terjadi dalam periode yang lama dan bertumbuh

Lebih terperinci

B A B 1 P E N D A H U L U A N. Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi

B A B 1 P E N D A H U L U A N. Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi B A B 1 P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi hampir di seluruh belahan dunia ini, dan merupakan tindakan yang bertentangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi sekarang ini mengakibatkan kemajuan di segala bidang, bukan saja masalah kehidupan ekonomi, tetapi telah melanda dalam kehidupan politik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak

BAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan human trafficking yang terjadi di Indonesia kini kondisinya sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak dalam wujudnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 5 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Apa perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dunia meningkat sangat pesat, ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dunia meningkat sangat pesat, ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambahan jumlah penduduk dunia meningkat sangat pesat, ditandai dengan tingkat kelahiran yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat kematian serta penyebaran

Lebih terperinci

Perdagangan anak yang dipahami disini adalah perdagangan orang. Undang-undang Republik Indonesia No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan anak yang dipahami disini adalah perdagangan orang. Undang-undang Republik Indonesia No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan anak yang dipahami disini adalah perdagangan orang. Undang-undang Republik Indonesia No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, menyebutkan bahwa : Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling mulia yang mempunyai harkat dan martabat yang melekat didalam diri setiap manusia yang harus dilindungi dan dijunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human trafficking) merupakan bentuk perbudakan secara modern, terjadi baik dalam tingkat nasional dan internasional. Dengan berkembangnya

Lebih terperinci

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK 1 K 182 - Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak 2 Pengantar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain yang berada di kawasan laut dan darat. Perbatasan laut Indonesia berbatasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak merupakan pengingkaran terhadap kedudukan setiap orang sebagai makhluk ciptaan Tuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang. berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang. berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin berkembangnya peradaban masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia diawali dan pergerakan kaum perempuan

Lebih terperinci

DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG TERUTAMA PEREMPUAN DAN ANAK. BAB I KETENTUAN UMUM

DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG TERUTAMA PEREMPUAN DAN ANAK. BAB I KETENTUAN UMUM No. 7, 2007 PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG TERUTAMA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Disusun oleh : NAMA : ELI JOY AMANDOW NRS : 084 MATA KULIAH : HAM PENDIDIKAN KHUSUS KEIMIGRASIAN ANGKATAN II 2013

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melekat dan menjadi predikat baru bagi Negara Indonesia. Dalam pandangan

BAB I PENDAHULUAN. melekat dan menjadi predikat baru bagi Negara Indonesia. Dalam pandangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Trafficking merupakan sebuah istilah yang belum dipahami sepenuhnya oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Namun demikian, istilah ini telah melekat dan menjadi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

PENGERTIAN TRAFFICKING

PENGERTIAN TRAFFICKING PENGERTIAN TRAFFICKING 2 Trafficking adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana, tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina. terjadi dikalangan masyarakat pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina. terjadi dikalangan masyarakat pada umumnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian Republik Indonesia adalah kesatuan penegak hukum yang memelihara serta meningkatkan tertib hukum dan bersama-sama dengan segenap kekuatan pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah kekerasan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENGHAPUSAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK (TRAFIKING) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 11 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIANJUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencari nafkah. Hal ini yang mendorong munculnya paktek perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. mencari nafkah. Hal ini yang mendorong munculnya paktek perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis Ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 berdampak pada kehidupan ekonomi sosial masyarakat teruma negara berkembang termasuk Indonesia. Salah satu dampaknya

Lebih terperinci

-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p

-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KESRA. Pekerja Migran. Pelindungan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 242) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 7 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 7 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 7 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MENCERMATI PENERBITAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA

MENCERMATI PENERBITAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA MENCERMATI PENERBITAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA Oleh: Arrista Trimaya * Naskah diterima: 30 Januari 2015; disetujui: 12 Februari 2015 Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang migrasi ke kota untuk bekerja. Adanya migrasi ke kota membawa

BAB I PENDAHULUAN. orang migrasi ke kota untuk bekerja. Adanya migrasi ke kota membawa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang berkepanjangan mempengaruhi berbagai segi kehidupan masyarakat baik di perkotaan maupnn di perdesaan khususnya di pedesaan sangat dirasakan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang

Lebih terperinci

ANGGOTA GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN

ANGGOTA GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN B U K U S A K U B A G I ANGGOTA GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA Penyusun Desainer : Tim ACILS dan ICMC : Marlyne S Sihombing Dicetak oleh : MAGENTA FINE PRINTING Dikembangkan

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Tujuan Pembelajaran Mengenal ILO dan ILS Memahami prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. Click to edit Master subtitle style

LATAR BELAKANG. Click to edit Master subtitle style LATAR BELAKANG Perdagangan anak ( trafficking ) kurang lebih dapat diartikan sebagai segala bentuk tindakan dan percobaan tindakan yang melibatkan rekruitmen,transportasi, baik di dalam maupun antar negara,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Deskripsi UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang 1. Sejarah Singkat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa perdagangan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktek perdagangan orang di Indonesia, sebenarnya sudah ada sejak lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan tersebut, serta belum

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi 131 V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA 5.1. Migrasi Internal Migrasi merupakan salah satu faktor dari tiga faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Peninjauan

Lebih terperinci

Asesmen Gender Indonesia

Asesmen Gender Indonesia Asesmen Gender Indonesia (Indonesia Country Gender Assessment) Southeast Asia Regional Department Regional and Sustainable Development Department Asian Development Bank Manila, Philippines July 2006 2

Lebih terperinci

PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK:

PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK: PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK: 1 The Regional Support Office of the Bali Process (RSO) dibentuk untuk mendukung dan memperkuat kerja sama regional penanganan migrasi

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU,

Lebih terperinci

UPAYA PENANGGULANGAN PERDAGANGAN TENAGA KERJA (TRAFFICKING IN PERSON FOR LABOR) DI INDONESIA

UPAYA PENANGGULANGAN PERDAGANGAN TENAGA KERJA (TRAFFICKING IN PERSON FOR LABOR) DI INDONESIA UPAYA PENANGGULANGAN PERDAGANGAN TENAGA KERJA (TRAFFICKING IN PERSON FOR LABOR) DI INDONESIA DR. AGUSMIDAH, SH., M.HUM PASCA SARJANA -ILMU HUKUM USU MEDAN Pendahuluan Perdagangan Manusia untuk tenaga kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari tindak kekerasan yang dialami orang terutama perempuan dan anak, termasuk sebagai tindak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

KERJASAMA THAILAND DAN KAMBOJA DALAM PENANGANAN MIGRASI TENAGA KERJA DARI KAMBOJA KE THAILAND

KERJASAMA THAILAND DAN KAMBOJA DALAM PENANGANAN MIGRASI TENAGA KERJA DARI KAMBOJA KE THAILAND KERJASAMA THAILAND DAN KAMBOJA DALAM PENANGANAN MIGRASI TENAGA KERJA DARI KAMBOJA KE THAILAND RESUME SKRIPSI Oleh: YULIA MARGARET YATUHIDIKA 151090297 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai tujuan Konvensi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KOMITE AKSI DAERAH, PENETAPAN RENCANA AKSI DAERAH, DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) NAMA : HARLO PONGMERRANTE BIANTONG NRS : 094 PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU GUBERNUR KEPULAUAN RIAU PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN RIAU NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PENGHAPUSAN PERDAGANGAN (TRAFIKING) PEREMPUAN DAN ANAK DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU GUBERNUR KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Fenomena Trafficking in persons di Kalimantan Barat. Trafficking in persons menjadi suatu fenomena yang banyak dibicarakan

BAB III PEMBAHASAN. A. Fenomena Trafficking in persons di Kalimantan Barat. Trafficking in persons menjadi suatu fenomena yang banyak dibicarakan BAB III PEMBAHASAN A. Fenomena Trafficking in persons di Kalimantan Barat Trafficking in persons menjadi suatu fenomena yang banyak dibicarakan dengan fakta bahwa adanya eksploitasi terhadap manusia yang

Lebih terperinci

Apa itu migrasi? Apakah Migrasi Tenaga Kerja? Migrasi adalah tindakan berpindah ke tempat lain baik di dalam satu negara maupun ke negara lain.

Apa itu migrasi? Apakah Migrasi Tenaga Kerja? Migrasi adalah tindakan berpindah ke tempat lain baik di dalam satu negara maupun ke negara lain. Apa itu migrasi? Migrasi adalah tindakan berpindah ke tempat lain baik di dalam satu negara maupun ke negara lain. Apakah Migrasi Tenaga Kerja? 1 Manfaat Bekerja ke Luar Negeri Membantu ekonomi keluarga.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan atau kaedah dalam suatu kehidupan bersama, yaitu keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Menurut Sadjijono dalam bukunya mengatakan:

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Menurut Sadjijono dalam bukunya mengatakan: 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau badan penegakan hukum untuk menyidik serta menyelesaikan segala kasus pelanggaran hukum yang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah kejahatan yang sangat sulit diberantas dan disebut oleh masyarakat Internasional sebagai bentuk perbudakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap

BAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Eksploitasi seksual komersial anak merupakan sebuah bentuk pelanggaran HAM yang terjadi pada anak. Salah satu contoh eksploitasi seksual komersial anak tersebut adalah perdagangan

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BLITAR, Menimbang : a. bahwa Kota Blitar memiliki

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pelacuran dan pornografi merupakan eksploitasi seksual secara komersial

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pelacuran dan pornografi merupakan eksploitasi seksual secara komersial BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan. Pelacuran dan pornografi merupakan eksploitasi seksual secara komersial atas perempuan yang merendahkan harkat dan martabat perempuan dan merupakan pelanggaran

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KEP/MENKO/KESRA/IX/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KEP/MENKO/KESRA/IX/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KEP/MENKO/KESRA/IX/2009 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (PTPPO) DAN EKSPLOITASI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP Di dalam kitab undang-undang pidana (KUHP) sebelum lahirnya undangundang no.21

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa Setiap warga Negara Republik Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK SALINAN BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai tujuan Konvensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafiking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia. Ini merupakan

Lebih terperinci

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KOTA PARIAMAN, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem hukum dalam suatu negara, dalam hal ini negara kita, Indonesia. Suatu bentuk penerapan peraturan yang dapat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK 2012, No.149 4 PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA

PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA Training HAM Lanjutan Bagi Tenaga Pendidik Akpol Perlindungan Terhadap Kelompok Rentan (Vulnerable Groups) Hotel Horison Semarang, 15-17 Januari 2014 MAKALAH PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang 1 Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Novelina MS Hutapea Dosen Fakultas Hukum USI Ringkasan Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang sangat mulia, berakal budi, berakhal dan bermartabat. Oleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Lebih terperinci

24 HUKUM DALAM PERMASALAHAN PERDAGANGAN ANAK DI INDONESIA. Oleh: Andi Rezky Aprilianty Punagi, Ishartono, & Gigin Ginanjar Kamil Basar

24 HUKUM DALAM PERMASALAHAN PERDAGANGAN ANAK DI INDONESIA. Oleh: Andi Rezky Aprilianty Punagi, Ishartono, & Gigin Ginanjar Kamil Basar 24 HUKUM DALAM PERMASALAHAN PERDAGANGAN ANAK DI INDONESIA Oleh: Andi Rezky Aprilianty Punagi, Ishartono, & Gigin Ginanjar Kamil Basar Email: rezkyaprilianty@gmail.com; ishartono@gmail.com; giginkb@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu hal penting yang telah menjadi perhatian serius oleh pemerintah pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2014

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2014 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Laporan Hasil Penelitian Kebijakan, Intervensi Hukum, Sistem, Rencana Strategi dan Struktur Penegak Hukum Dalam Penanganan Korban Perdagangan Anak

Laporan Hasil Penelitian Kebijakan, Intervensi Hukum, Sistem, Rencana Strategi dan Struktur Penegak Hukum Dalam Penanganan Korban Perdagangan Anak 2012 Laporan Hasil Penelitian Kebijakan, Intervensi Hukum, Sistem, Rencana Strategi dan Struktur Penegak Hukum Dalam Penanganan Korban Perdagangan Anak DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 2 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci