Laporan Hasil Penelitian Kebijakan, Intervensi Hukum, Sistem, Rencana Strategi dan Struktur Penegak Hukum Dalam Penanganan Korban Perdagangan Anak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Laporan Hasil Penelitian Kebijakan, Intervensi Hukum, Sistem, Rencana Strategi dan Struktur Penegak Hukum Dalam Penanganan Korban Perdagangan Anak"

Transkripsi

1 2012 Laporan Hasil Penelitian Kebijakan, Intervensi Hukum, Sistem, Rencana Strategi dan Struktur Penegak Hukum Dalam Penanganan Korban Perdagangan Anak

2 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Penelitian Konsep Penelitian Tujuan Penelitian Metode dan Teknik Penelitian 6 a. Ruang Lingkup Penelitian 6 b. Lokasi Penelitian 7 c. Teknik Pengumpulan Data 8 d. Teknik Analisis Data Sistematika Penulisan Pelaksana Penelitian Jadwal Penelitian 10 BAB II BAB III KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGI PENANGANAN 11 KORBAN PERDAGANGAN ANAK PADA TINGKAT NASIONAL DAN DAERAH 2.1. Nasional Daerah Provinsi Sumatera Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur Provinsi Jawa Tengah 88 INTERVENSI HUKUM DALAM MENANGANI KORBAN 96 PERDAGANGAN ANAK 3.1. Kepolisian Kejaksaan Biro/Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan 115 Anak 3.4. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan 121 dan Anak (P2TP2A) 3.5. Dinas Sosial 131 BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Rekomendasi 140 DAFTAR PUSTAKA 142 1

3 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kasus perdagangan anak (child trafficking) di Indonesia dalam lima tahun terakhir terus mengalami peningkatan, data dari International Organization for Migration (IOM) menunjukkan bahwa dari tahun 2005 hingga Desember 2010 ada orang yang menjadi korban perdagangan manusia baik yang terjadi di dalam negeri maupun luar negeri. Dari orang yang menjadi korban perdagangan tersebut, 899 diantaranya merupakan anak-anak. Begitu juga data dari Bareskrim Polri yang menyebutkan bahwa dari tahun ada 364 anak yang menjadi korban perdagangan. Sebagian besar dari tujuan perdagangan ini adalah untuk eksploitasi seksual dan pekerja rumah tangga. Sementara asal korban sebagian besar berasal dari Provinsi Jawa Barat, Kalimantan Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Barat. Dampak yang dialami korban perdagangan anak pun sangat serius, mulai berdampak secara fisik dan psikis, hingga berdampak kepada kematian. Begitu seriusnya dampak yang ditimbulkan maka perdagangan anak dapat dikatakan sebagai tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia dan melanggar hak asasi manusia. Karena perdagangan anak merupakan kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran hak asasi manusia, maka dalam penanganan korban pun harus berbasiskan standar hak asasi manusia. Untuk penanganan korban perdagangan anak, di dalam Protokol untuk Pencegahan, Penekanan dan Penghukuman Perdagangan Manusia, khususnya Perempuan dan Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa terhadap Kejahatan Transnasional yang Terorganisir, atau disebut juga Protokol Palermo menyebutkan bahwa negara diharuskan memberikan bantuan dan perlindungan bagi korban perdagangan manusia dengan menghormati secara 2

4 penuh hak asasi korban. Kemudian protokol ini disahkan oleh Indonesia menjadi Undang-Undang No. 14 tahun Untuk penanganan yang menghormati secara penuh hak asasi korban perdagangan manusia khususnya anak, Asia Against Child Trafficking (ACT) dan Indonesia ACT telah mengeluarkan panduan penanganan anak yang diperdagangkan yang berbasiskan hak asasi manusia dan penghargaan martabat anak. Di dalam panduan tersebut merincikan bagaimana melakukan pendeteksian dan pengidentifikasian awal, kontak awal, sistem rujukan, koordinasi, kolaborasi dan kerjasama, perawatan dan perlindungan sementara, manajemen kasus sosial anak yang diperdagangkan, akses pada keadilan, perawatan dan perlindungan bagi penyedia layanan kesejahteraan sosial, serta peningkatan kemampuan. Untuk penanganan perdagangan anak ini, dalam concluding observations atas Laporan Kedua Pelaksanaan KHA di Indonesia tahun 2004 Komite Hak Anak PBB merekomendasikan agar pemerintah Indonesia menetapkan definisi yang tepat dari perdagangan manusia, meningkatkan perlindungan hukum untuk anak-anak yang menjadi korban, mengambil tindakan-tindakan efektif untuk mempertegas penegakan hukum, dan meningkatkan intensitas daya upaya untuk menggalang kesadaran masyarakat tentang penjualan, perdagangan dan penculikan anak-anak. Dari rekomendasi Komite Hak Anak PBB tersebut jelaslah bahwa pemerintah Indonesia harus mengambil langkah-langkah dalam penanganan anak yang diperdagangkan baik itu legislatif, administratif, maupun program. Penanganan bagi anak yang menjadi korban perdagangan seperti yang direkomendasikan Komite Hak Anak PBB titik tekannya adalah memberikan keadilan pada korban. Untuk memastikan bagaimana penanganan korban yang memberikan rasa keadilan maka perlu diketahui situasi penanganan korban baik 3

5 dalam kebijakan dan praktiknya di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Untuk mendapatkan informasi mengenai penanganan bagi anak yang menjadi korban perdagangan yang telah dilakukan oleh pemerintah baik pusat, provinsi, dan kabupaten/kota perlu dilakukannya penelitian. Informasi ini menjadi sangat penting untuk menjadi dasar dalam melakukan advokasi perlindungan hukum bagi anak-anak yang menjadi korban perdagangan terutama dalam perlindungan hukum, pemulihan, dan reintegrasi. Penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan penanganan korban mulai perlindungan hukum hingga pemulihan dan reintegrasinya bagi anak-anak yang menjadi korban perdagangan yang telah dilakukan pemerintah yang memberikan rasa keadilan bagi korban, mulai dari kebijakan, rencana strategi, hingga struktur para penegak hukum dalam penanganan kasus hingga struktur pemulihan dan reintegrasi Rumusan Masalah Penelitian Rumusan masalah secara umum adalah : Bagaimana sistem penanganan korban perdagangan anak di Indonesia pada tingkat nasional, propinsi dan kabupaten/kota? Rumusan masalah ini dibuat menjadi lebih spesifik sebagai berikut : a. Bagaimana penanganan perlindungan hukum bagi korban perdagangan anak b. Bagaimana penanganan pemulihan bagi korban perdagangan anak c. Bagaimana penanganan reintegrasi bagi korban perdagangan anak 1.3. Konsep Penelitian Dalam penelitian ini konsep penelitiannya adalah sebagai berikut : a. Sistem penanganan, adalah prosedur dan mekanisme yang dikembangkan dalam upaya memberikan bantuan/pelayanan terhadap korban perdagangan anak. 4

6 b. Perlindungan hukum, adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan hukum untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban perdagangan anak. c. Pemulihan adalah segala upaya untuk penguatan bagi korban perdagangan anak dari gangguan kondisi fisik, psikis, dan sosial sehingga dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. d. Reintegrasi adalah upaya penyatuan kembali korban dengan pihak keluarga, keluarga pengganti, atau masyarakat yang dapat memberikan perlindungan dan pemenuhan kebutuhan bagi korban perdagangan anak. e. Kebijakan, adalah perundang-undangan, peraturan-peraturan, dan keputusan-keputusan pemerintah pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dalam menangani korban perdagangan anak. f. Intervensi hukum, tindakan yang dilakukan oleh aparat yang diberi kewenangan oleh negara untuk memberikan perlindungan hukum, pemulihan, dan reintegrasi dalam penanganan korban perdagangan anak. g. Rencana strategi, adalah merupakan rencana aksi yang disusun oleh pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota untuk menangani korban perdagangan anak. h. Struktur penegak hukum, adalah susunan atau bagan dalam institusi aparat yang diberi kewenangan oleh negara untuk melakukan tugas pokok dan fungsi sebagai penegakan peraturan dan perundang-undangan yang menangani korban perdagangan anak, unsur penegak hukum adalah Polisi, Jaksa, Hakim Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Mendapatkan informasi mengenai kebijakan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dalam penanganan korban perdagangan anak. 5

7 b. Mendapatkan informasi mengenai perlindungan hukum, pemulihan, dan reintegrasi terhadap korban perdagangan anak. c. Mendapatkan informasi mengenai rencana strategi pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dalam penanganan korban perdagangan anak d. Mendapatkan informasi mengenai struktur penegak hukum yang menangani korban perdagangan anak 1.5. Metode dan Teknik Penelitian a. Ruang Lingkup Penelitian Untuk mencapai tujuan a, maka beberapa persoalan yang diharapkan dieksplorasi dalam penelitian ini diantaranya : 1. Bagaimana kebijakan tersebut mendefenisikan tentang perdagangan anak 2. Prinsip-prinsip yang dipertimbangkan dalam perlindungan bagi korban perdagangan anak di dalam kebijakan tersebut 3. Bagaimana kebijakan tersebut mengatur perlindungan hukum, pemulihan, dan reintegrasi bagi korban perdagangan anak Untuk mencapai tujuan b, maka beberapa persoalan yang diharapkan dieksplorasi dalam penelitian ini diantaranya : 1. Bagaimana peran masing-masing institusi dalam melakukan perlindungan hukum, pemulihan, dan reintegrasi bagi korban perdagangan anak 2. Bagaimana perlindungan bagi anak sebagai korban/saksi 3. Bagaimana kerjasama antar institusi dilakukan 4. Bagaimana pemantauan kasus dilakukan Untuk mencapai tujuan c, maka beberapa persoalan yang diharapkan dieksplorasi dalam penelitian ini diantaranya : 1. Bagaimana rencana aksi pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota untuk perlindungan hukum, pemulihan, dan reintegrasi sosial bagi korban perdagangan anak. 6

8 2. Bagaimana rencana aksi tersebut dijalankan dan siapa saja yang terlibat dalam menjalankan rencana aksi tersebut Untuk mencapai tujuan d, maka beberapa persoalan yang diharapkan dieksplorasi dalam penelitian ini diantaranya : 1. Institusi penegak hukum apa saja dalam melakukan penyidikan, penuntutan, pemeriksaan, dan putusan dalam menangani korban perdagangan anak. 2. Bagaimana struktur institusi penegak hukum dalam menangani korban perdagangan anak di Kepolisian dan Kejaksaan. b. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Untuk tingkat provinsi penelitian ini akan dilakukan di 3 provinsi yakni : 1. Provinsi Jawa Tengah 2. Provinsi Sumatera Utara 3. Provinsi Nusa Tenggara Timur Kemudian untuk tingkat kabupaten/kota dilakukan di 3 kabupaten/kota yakni : 1. Semarang 2. Deli Serdang 3. Kupang Provinsi dan kabupaten/kota ini merupakan daerah asal korban yang paling banyak ditemukan dan juga merupakan wilayah kerja Indonesia ACT. Pada tingkat nasional sasaran penelitiannya berupa kebijakan dimasing-masing Kementerian dalam menangani korban perdagangan anak, intervensi pemulihan dan reintegrasi korban, dan sistem penanganan korban. Kemudian institusi penegak hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan berupa kebijakan dimasingmasing institusi dalam menangani korban, intervensi perlindungan hukum bagi 7

9 korban (penyidikan, penuntutan, persidangan), sistem penanganan korban, dan struktur dalam penanganan. Untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota sasaran penelitiannya adalah Badan/Biro Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Sosial, dan P2TP2A. Data yang diharapkan dari institusi pemerintah daerah ini berupa kebijakan provinsi dan kabupaten/kota (Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati/Walikota) untuk penanganan korban, intervensi pemulihan dan reintegrasi korban, sistem penanganan korban, dan rencana aksi daerah untuk penanganan korban. Kemudian untuk institusi penegak hukum pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota seperti Kepolisian Daerah (Polda), Kepolisian Resort/Kepolisian Resor Kota (Polres/Polresta), serta Kejaksaan Tinggi dan Negeri. Data yang diharapkan dari institusi penegak hukum di daerah ini berupa intervensi perlindungan hukum bagi korban, sistem penanganan korban, dan struktur dalam penanganan. c. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam pelaksanaan penelitian, proses pengumpulan data akan menggunakan dua strategi. Pertama adalah pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi kepustakaan terkait dengan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur dan Bupati/Walikota. Kebijakan pada tingkat penegak hukum seperti Kepolisian, dan Kejaksaan. Rencana Aksi pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, standar pelayanan minimal dan standar operasional prosesur. Kedua adalah melakukan wawancara dengan informan kunci seperti dari instansi pemerintah dan aparat penegak hukum di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. d. Teknik Analisis Data 8

10 Data-data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan panduan penanganan anak yang diperdagangkan yang berbasiskan hak asasi manusia dan penghargaan martabat anak yang dikeluarkan oleh Asia ACT dan Indonesia ACT. Hasil analisis data akan disajikan secara naratif-deskriptif untuk mendapatkan gambaran detail tentang penanganan bagi anak yang menjadi korban perdagangan Sistematika Penulisan Bagian I : Pendahuluan Dalam bagian ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan rencana kerja penelitian (design penelitian) dengan Latar Belakang Penelitian, Rumusan Masalah Penelitian, Konsep Penelitian, Tujuan Penelitian, Metode dan Teknik Penelitian, Laporan Penelitian, Personil Penelitian, dan Jadwal Penelitian. Bagian II : Deskripsi Mengenai Kebijakan dan Rencana Strategi Penanganan Korban Perdagangan Anak Pada bagian ini akan dibahas mengenai deskripsi kebijakan dan rencana strategis pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota penanganan korban perdagangan anak Bagian III : Deskripsi Mengenai Intervensi Hukum, dan Struktur Penegak Hukum Dalam Menangani Korban Perdagangan Anak Pada bagian ini akan dibahas mengenai intervensi hukum seperti perlindungan hukum, pemulihan, reintegrasi yang dilakukan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota kepada korban. Mekanisme yang dikembangkan oleh pemerintah provinsi, dan kabupaten/kota untuk menangani korban. Institusi penegak hukum dan struktur institusi dalam menangani korban. 9

11 Bagian IV : Kesimpulan dan Rekomendasi Bagian ini merupakan bagian penutup yang berisikan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian yang berkaitan dengan tujuan penelitian Pelaksana Penelitian Pelaksana kegiatan penelitian ini adalah Yayasan KKSP Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak, dengan struktur dan fungsi sebagai berikut : 1. Muhammad Jailani (Supervisor) 2. Syamsul (Koordinator) 3. Yayasan KKSP, Sumatera Utara (Anggota) 5. Yayasan Setara, Jawa Tengah (Anggota) 6. Rumah Perempuan, NTT (Anggota) 1.8. Jadwal Penelitian Penelitian ini akan dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu tahap penyusunan desain penelitian, tahap pengumpulan data, tahap analisis data dan tahap penulisan laporan. 10

12 BAB II KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGI PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK PADA TINGKAT NASIONAL DAN DAERAH 2.1. Nasional Pada 15 November 2000 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan Protokol untuk Pencegahan, Penekanan dan Penghukuman Perdagangan Manusia, Khususnya Perempuan dan Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa terhadap Kejahatan Transnasional yang Terorganisir, atau disebut juga sebagai Protokol Palermo, dan kemudian protokol ini diberlakukan pada tanggal 25 Desember Dalam protokol ini, perdagangan manusia didefinisikan : Perekrutan, pengiriman, pemindahan, menyembunyikan atau menerima individuindividu, dengan cara mengancam atau penggunaan paksaan atau bentukbentuk kekerasan lainnya, penculikan, penipuan, kebohongan, penyalahgunaan kekuasaan atau pemanfaatan sebuah posisi yang rentan atau pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mendapatkan izin dari seseorang untuk memiliki kontrol terhadap orang lain, dengan tujuan-tujuan untuk mengeksploitasi. Eksploitasi haruslah mencakup, pada tingkat paling minimum, eksploitasi prostitusi terhadap seseorang atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang serupa dengan perbudakan, penghambaan atau penghilangan organ. Dari Protokol ini ada tiga unsur yang disebut sebagai perdagangan manusia yakni proses, cara, dan tujuan. Proses meliputi perekrutan, pengiriman, pemindahan, menyembunyikan atau menerima. Cara meliputi mengancam atau penggunaan paksaan atau bentuk-bentuk kekerasan lainnya, penculikan, penipuan, kebohongan, penyalahgunaan kekuasaan atau pemanfaatan sebuah posisi yang rentan atau pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mendapatkan izin dari seseorang untuk memiliki control terhadap orang lain. Tujuan untuk eksploitasi seksual, kerja paksa, perbudakan atau praktekpraktek yang serupa dengan perbudakan, penghambaan atau penghilangan organ. 11

13 Sementara untuk perdagangan anak, dalam Protokol ini mendefinisikan : Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seorang anak untuk tujuan eksploitasi harus dianggap sebagai perdagangan manusia meskipun jika hal ini tidak melibatkan cara. Jadi untuk anak apabila terdapat dua unsur saja yakni proses dan tujuan maka dapat disebut sebagai perdagangan manusia. Kemudian Protokol ini diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang- Undang No. 14 Tahun Dalam panduan Melindungi Hak dan Martabat Anak Yang Diperdagangkan yang disusun Asia Against Child Trafficking (ACT) dan Indonesia Against Child Trafficking (ACT) mendefinisikan bahwa perdagangan anak adalah : Rekrutmen, pengangkutan, pemindahan, menampung/menyembunyikan, atau penerimaan anak untuk tujuan eksploitasi di dalam atau di luar negeri, yang mencakup tetapi tidak terbatas pada pelacuran anak, pornografi anak, dan bentuk eksploitasi seksual lainnya, buruh anak, buruh atau kerja paksa, perbudakan, atau praktek-praktek mirip perbudakan, penghambaan, pemindahan dan penjualan organ tubuh, penggunaan aktivitas terlarang/tidak sah dan keikutsertaan dalam konflik bersenjata. Dalam panduan ini, rekrutmen, pengangkutan, pemindahan, penampungan/penerimaan anak lewat adopsi atau pernikahan untuk tujuan eksploitasi juga dianggap termasuk perdagangan anak. Persetujuan dari seorang anak atau orang yang memegang hak asuh atas seorang anak untuk diperdagangkan atau salah satu dari unsur perdagangan orang adalah tidak relevan dan tidak membebaskan atau mengurangi tanggungjawab pelaku atas tindakannya yang telah melakukan atau mendukung terjadinya perdagangan anak. Kemudian penggunaan ancaman atau paksaan atau bentuk lain dari kekerasan, penculikan, penggelapan, penipuan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau penggunaan posisi rentan atau memberi atau menerima bayaran atau keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orang yang bertanggung jawab atas anak tersebut dianggap tidak relevan dan tidak bisa dianggap sebagai unsur utama dalam perdagangan anak. 12

14 Untuk persoalan perdagangan manusia, sebagai langkah awal Pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Keputusan Presiden No. 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak pada 30 Desember Rentang waktu Rencana Aksi Nasional ini untuk lima tahun, dari 2003 hingga Kemudian dalam Rencana Aksi Nasional ini, perdagangan perempuan dan anak didefinisikan : Segala tindakan pelaku trafiking yang mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan antar negara, pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau di tempat tujuan, perempuan dan anak. Dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentanan (misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan hutang dan lain-lain), memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan, dimana perempuan dan anak digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual (termasuk phaedopili), buruh migran legal maupun ilegal, adopsi anak, pekerjaan jermal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga, mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang, dan penjualan organ tubuh, serta bentuk-bentuk eksploitasi lainnya. Untuk mendefinisikan perdagangan manusia di dalam Rencana Aksi Nasional ini sudah mengacu kepada Protokol Palermo. Namun di dalam Rencana Aksi Nasional ini tidak mendefinisikan secara khusus untuk perdagangan anak, dan menggabungkan antara orang dewasa dengan anak. Artinya perdagangan anak harus memenuhi tiga unsur yakni proses, cara dan tujuan. Sementara untuk perdagangan anak di Protokol Palermo hanya memenuhi dua unsur yakni proses dan tujuan, sedangkan cara dapat diabaikan. Dalam Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak tahun , setidaknya ada empat yang menjadi target pencapaian dalam upaya penghapusan perdagangan perempuan dan anak selama lima tahun, yakni : Adanya norma hukum dan tindakan terhadap pelaku trafiking Terlaksananya rehabilitasi dan reintegrasi sosial terhadap korban trafiking 13

15 Terlaksananya pencegahan segala bentuk trafiking Terciptanya kerjasama dan koordinasi dalam penghapusan trafiking perempuan dan anak antar instansi di tingkat nasional, regional dan internasional. Kemudian dalam memberikan perlindungan hukum, rehabilitasi dan reintergrasi bagi korban perdagangan perempuan dan anak, Rencana Aksi Nasional merencanakan berbagai kegiatan dalam jangka waktu lima tahun, diantaranya : Mengharmonisasikan standar hukum internasional ke dalam hukum nasional di bidang pencegahan, pemberantasan, dan penghukuman terhadap pelaku trafiking manusia, terutama perempuan dan anak. Menyiapkan rancangan undang-undang dan mengesahkan undangundang mengenai : - Penghapusan trafiking Perempuan dan Anak - Perlindungan Saksi dan Korban - Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga - Perlindungan Buruh Migran Pengkajian dan penyiapan draft revisi terhadap KUHP, KUHAP, Undang- Undang Perkawinan, Undang-Undang Keimigrasian, Undang-Undang Peradilan HAM ketetentuan yang berkaitan dengan penghapusan trafiking perempuan dan anak dengan berdasarkan prinsip : - Penetapan sistem sanksi minimal pelaku tindak pidana trafiking - Pemberatan sanksi hukuman terhadap pelaku tindak pidana trafiking - Pemberatan sanksi atas keterlibatan pejabat dan tokoh masyarakat yang tersangkut pada tindak pidana trafiking Meninjau dan mengevaluasi berbagai Peraturan Daerah (Perda) yang merugikan perempuan dan anak Menerbitkan berbagai peraturan daerah mengenai pencegahan dan perlindungan trafiking perempuan dan anak, serta pemulihan korban trafiking 14

16 Memfasilitasi penyelesaian kasus trafiking Menyelenggarakan Diklat Hakim dan penegak hukum tentang penanganan kasus trafiking perempuan dan anak; Melakukan Diklat bagi PPNS khusus untuk pengawasan pekerja anak dan trafiking; Melakukan Diklat bagi aparatur Penegak Hukum Membentuk unit khusus untuk penanganan masalah tindak pidana trafiking. Mempersiapkan Rumah Sakit dan Puskesmas sebagai Pusat Krisis bagi korban Penyiapan rumah perlindungan/protection home, pusat krisis dan trauma serta panti rehabilitas Mendirikan dan mengembangkan Pusat Krisis Pengembangan pendidikan alternatif bagi anak-anak dan perempuan Mengembangkan dan menetapkan standars sistem rehabilitasi dan integrasi sosial Membangun berbagai pusat pelayanan terpadu di berbagai daerah Membangun sistem pengaduan korban Mengembangkan sistem kompensasi atas kerugian korban Mengalokasian anggaran pemerintah pusat dan daerah untuk rehabilitasi dan reintegrasi sosial terhadap korban Dari Rencana Aksi Nasional ini, selama lima tahun kegiatan yang direncanakan untuk perlindungan hukum bagi korban masih terbatas pada harmonisasi standar hukum internasional ke dalam hukum nasional, membuat rancangan dan mengesahkan undang-undang, pengkajian dan membuat rancangan revisi terhadap undang-undang yang sudah ada, mereviu dan mengevaluasi peraturan-peraturan di daerah, menerbitkan peraturan-peraturan daerah. Melakukan pendidikan dan latihan bagi hakim, aparatur penegak hukum, dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dalam penanganan kasus 15

17 perdagangan anak. Membentuk unit khusus dan memfasilitasi penanganan kasus tindak pidana perdagangan anak. Sedangkan untuk pemulihan dan reintegrasi lebih kepada mempersiapkan berbagai sarana pemulihan korban seperti rumah sakit dan puskesmas sebagai pusat krisis, rumah perlindungan, pusat trauma dan panti rehabilitasi, serta pusat pelayanan terpadu di daerah. Kemudian mengembangkan berbagai standar dan sistem untuk pemulihan dan integrasi, pengaduan, serta kompensasi atas kerugian korban. Mengembangkan pendidikan alternative bagi korban dan mengalokasikan anggaran pemerintah pusat dan daerah untuk pemulihan dan reintegrasi bagi korban. Di dalam Keppres No. 88 tahun 2002 ini juga menekankan dalam menjamin terlaksananya Rencana Aksi Nasional tersebut, dibentuklah Gugus Tugas pada tingkat nasional, dan untuk di daerah dibentuk Gugus Tugas Provinsi dan Gugus Tugas Kabupaten/Kota melalui Keputusan Gubernur dan Keputusan Bupati/Walikota. Diakhir jangka waktu Rencana Aksi Nasional , pada 19 April 2007 lahirlah kebijakan tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) yang ditetapkan melalui Undang-Undang No. 21 Tahun Di dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 perdagangan manusia didefinisikan : Tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Dari defenisi ini ada tiga unsur yang disebut sebagai perdagangan manusia yakni proses, cara, dan tujuan. 16

18 Proses meliputi perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang. Cara meliputi ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, Tujuan untuk eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi, dan eksploitasi diartikan sebagai tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil. Sedangkan sanksi bagi pelaku perdagangan manusia dalam undang-undang ini diancam dengan pidana penjara dan pidana denda, seperti yang tertera pada pasal 2 : Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (enam ratus juta rupiah). Sementara untuk perdagangan anak, dalam undang-undang ini tidak mendefenisikan secara khusus, dan hanya menyebutkan pengiriman anak ke 17

19 dalam atau ke luar negeri dengan cara apa pun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi, seperti yang tertera pada pasal 6 : Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar negeri dengan cara apa pun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (enam ratus juta rupiah). Termasuk juga dalam melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi, seperti pada pasal 5 : Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima bel as) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (enam ratus juta rupiah). Kemudian undang-undang ini juga memberikan sanksi yang cukup berat bagi pelaku apabila tindak pidana perdagangan manusia dilakukan terhadap anak, yakni dengan ancaman pidananya tambah 1/3, seperti yang tercantum pada pasal 17 dalam undang-undang ini : Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 dilakukan terhadap anak, maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga). Selain itu apabila korban menderita luka berat, gangguan jiwa berat, penyakit menular lainnya yang membahayakan jiwanya, kehamilan, atau terganggu atau hilangnya fungsi reproduksinya, pelaku diancam dengan ancaman pidananya ditambah 1/3, dan apabila korban meninggal dunia maka pelaku diancam dengan pidana penjara maksimal seumur hidup dan pidana denda, seperti yang terdapat pada pasal 7 ayat 1 dan 2 : (1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 mengakibatkan korban menderita luka berat, gangguan jiwa berat, penyakit menular lainnya yang membahayakan jiwanya, kehamilan, atau terganggu atau hilangnya fungsi reproduksinya, maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6. 18

20 (2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama penjara seumur hidup dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (lima milyar rupiah). Di undang-undang ini juga memberikan sanksi bagi penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan manusia. Sanksi bagi penyelenggara negara ini, ancaman pidananya ditambah 1/3 dan pemberhentian tidak hormat dari jabatannya, ketentuan ini diatur pada pasal 8 ayat 1 dan 2 : (1) Setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6. (2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenakan pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya. Selain itu, undang-undang ini juga memberikan sanksi pidana kepada orang dan korporasi yang mendukung terjadinya tindak pidana perdagangan manusia, seperti : Berusaha menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak pidana perdagangan orang, dan tindak pidana itu tidak terjadi Membantu atau melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang Merencanakan atau melakukan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang Menggunakan atau memanfaatkan korban tindak pidana perdagangan orang dengan cara melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya dengan korban tindak pidana perdagangan orang, mempekerjakan korban tindak pidana perdagangan orang untuk 19

21 meneruskan praktik eksploitasi, atau mengambil keuntungan dari hasil tindak pidana perdagangan orang Memberikan atau memasukkan keterangan palsu pada dokumen negara atau dokumen lain atau memalsukan dokumen negara atau dokumen lain, untuk mempermudah terjadinya tindak pidana perdagangan orang Memberikan kesaksian palsu, menyampaikan alat bukti palsu atau barang bukti palsu, atau mempengaruhi saksi secara melawan hukum di sidang pengadilan tindak pidana perdagangan orang Melakukan penyerangan fisik terhadap saksi atau petugas di persidangan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang Dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, atau saksi dalam perkara perdagangan orang, Membantu pelarian pelaku tindak pidana perdagangan orang dari proses peradilan pidana dengan : a. Memberikan atau meminjamkan uang, barang, atau harta kekayaan lainnya kepada pelaku b. Menyediakan tempat tinggal bagi pelaku c. Menyembunyikan pelaku; atau d. Menyembunyikan informasi keberadaan pelaku Memberitahukan identitas saksi atau korban padahal kepadanya telah diberitahukan, bahwa identitas saksi atau korban tersebut harus dirahasiakan Bertindak untuk dan/atau atas nama korporasi atau untuk kepentingan korporasi, baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama. Dalam mendefenisikan perdagangan manusia, sesungguhnya Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 ini sudah merujuk pada Protokol Palermo, namun belum 20

22 mendefenisikan secara tegas untuk perdagangan anak. Tentu saja ini memiliki persepsi bahwa perdagangan manusia terhadap orang dewasa dan terhadap anak adalah sama yakni harus memenuhi tiga unsur tersebut. Selain itu, hal ini juga akan berakibat pada kasus-kasus perdagangan anak, maka unsur-unsur pembuktiannya tidak berbeda dengan orang dewasa. Jika mengacu kepada Protokol Palermo, hal yang membedakan antara perdagangan orang dewasa dengan anak, dari ketiga unsur yang harus dipenuhi dalam kasus perdagangan manusia (proses, cara dan tujuan eksploitasi) pada perdagangan anak, persyaratan penggunaan cara tidak berlaku. Sehingga apabila ada proses perekrutan dan perpindahan anak dari satu wilayah ke wilayah lain untuk tujuan eksploitasi, maka itu sudah dapat dikatakan sebagai perdagangan anak. Kekhawatiran pada penanganan kasus, akan banyak kasus-kasus perdagangan anak yang tidak dianggap sebagai kasus perdagangan anak. Kemudian juga harus diakui bahwa undang-undang ini juga memberikan sanksi pidana yang cukup berat terhadap pelaku tindak pidana perdagangan manusia. Dalam menangani korban perdagangan anak, Protokol Palermo menyebutkan bahwa korban harus mendapatkan bantuan dan perlindungan, serta pemulangan dari negara. Bantuan dan perlindungan bagi korban, negara harus melindungi privasi dan identitas korban, perlindungan dan bantuan hukum. Pemulihan fisik, psikis, sosial, dan kebutuhan-kebutuhan khusus anak-anak termasuk didalamnya konseling dan informasi, tempat tinggal, pendidikan dan pengasuhan yang layak. Menjamin keselamatan fisik korban, dan mendapatkan kompensasi atas kerugian yang diderita. Kemudian untuk pemulangan, negara harus memfasilitasi dan menerima kepulangan korban tanpa penundaan yang berlebihan dan tidak berlasan, dengan memperhatikan keselamatan korban, dan pemulangan korban lebih baik harus bersifat sukarela. Begitu juga dalam panduan Melindungi Hak dan Martabat Anak yang Diperdagangkan yang menyebutkan bahwa dalam memberikan perlindungan 21

23 dan pemenuhan hak anak yang diperdagangkan dalam setiap tahap pelayanannya harus mempertimbangkan prinsip: Hak anak Kepentingan terbaik untuk anak Hak untuk mendapatkan perlakuan yang tidak diskriminatif Penghargaan terhadap pandangan anak Keadilan dan kesetaraan gender Hak atas informasi Hak atas kerahasiaan Penghargaan atas suku, budaya, kepercayaan dan identitas agama anak Kemudian dalam panduan tersebut juga memberikan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak anak yang diperdagangkan. Langkah-langkah tersebut terdiri dari : Pendeteksian dan pengidentifikasian awal, dalam tahap ini langkahlangkah yang harus dilakukan berupa memperkirakan usia dan tindakan identifikasi proaktif Kontak awal, dalam tahap kontak awal langkah-langkah yang harus dilakukan berupa tindakan awal, wawancara awal untuk mendapatkan data diri anak, wawancara dan peliputan harus sensitive anak korban, perlindungan hukum bagi anak, dan korban dilindungi dari media Sistem rujukan, koordinasi, kolaborasi dan kerjasama, untuk tahap ini langkah-langkah yang harus dilakukan berupa mekanisme rujukan, koordinasi, kolaborasi antar negara dan dengan organisasi non pemerintah, sistem pembagian peran dan fungsi dalam penanganan perdagangan anak, serta pengembangan sistem data base Perawatan dan perlindungan sementara, dalam memberikan perawatan dan perlindungan sementara langkah-langkah yang harus dilakukan berupa penyediaan tempat-tempat yang aman bagi anak, pemberian bantuan pelayanan, serta memfasilitasi keabsahan tinggal 22

24 Manajemen kasus sosial anak yang diperdagangkan, dalam tahap ini langkah-langkah yang harus dilakukan berupa melakukan penilaian kasus individual, melakukan identifikasi solusi jangka panjang, pelaksanaan solusi jangka panjang, serta pemantauan solusi jangka panjang Akses pada keadilan, dalam memberikan akses pada keadilan untuk saksi dan/atau korban langkah-langkah yang harus dilakukan berupa melakukan perlindungan keselamatan saksi/korban, melakukan proses pidana dan proses perdata Perawatan dan perlindungan bagi penyedia layanan kesejahteraan sosial, dalam tahap ini langkah-langkah yang harus dilakukan berupa menjalankan prosedur kompensasi, memberikan bantuan hukum dan membangun sistem bantuan Di dalam Undang-Undang PTPPO, dalam melakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan untuk saksi dan/atau korban perdagangan anak memberikan ketentuan : Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap saksi dan/atau korban anak dilakukan dengan memperhatikan kepentingan yang terbaik bagi anak dengan tidak memakai toga atau pakaian dinas. Sidang tindak pidana perdagangan orang untuk memeriksa saksi dan/atau korban anak dilakukan dalam sidang tertutup. Pemeriksaan saksi dan/atau korban anak wajib didampingi orang tua, wali, orang tua asuh, advokat, atau pendamping lainnya. Pemeriksaan terhadap saksi dan/atau korban anak dilaksanakan tanpa kehadiran terdakwa. Pemeriksaan terhadap saksi dan/atau korban anak, atas persetujuan hakim, dapat dilakukan di luar sidang pengadilan dengan perekaman, dan pemeriksaan dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang. 23

25 Selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, saksi dan/atau korban berhak didampingi oleh advokat dan/atau pendamping lainnya yang dibutuhkan. Kemudian untuk alat bukti dalam undang-undang ini dapat berupa: Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tidak terbatas pada: a. Tulisan, suara, atau gambar; b. Peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; atau c. Huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya. Sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai dengan satu alat bukti yang sah lainnya. Berdasarkan bukti permulaan yang cukup penyidik berwenang menyadap telepon atau alat komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan, merencanakan, dan melakukan tindak pidana perdagangan orang, dan tindakan penyadapan hanya dilakukan atas izin tertulis ketua pengadilan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. Penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang memerintahkan kepada penyedia jasa keuangan untuk melakukan pemblokiran terhadap harta kekayaan setiap orang yang disangka atau didakwa melakukan tindak pidana perdagangan orang. 24

26 Untuk keterangan saksi dan/atau korban dan putusan terhadap terdakwa, undang-undang ini mengatur dengan ketentuan : Dalam hal saksi dan/atau korban tidak dapat dihadirkan dalam pemeriksaan di sidang pengadilan, keterangan saksi dapat diberikan secara jarak jauh melalui alat komunikasi audio visual. Saksi dan/atau korban berhak meminta kepada hakim ketua sidang untuk memberikan keterangan di depan sidang pengadilan tanpa kehadiran terdakwa. Dalam hal saksi dan/atau korban akan memberikan keterangan tanpa kehadiran terdakwa, hakim ketua sidang memerintahkan terdakwa untuk keluar ruang sidang. Pemeriksaan terdakwa dapat dilanjutkan setelah kepada terdakwa diberitahukan semua keterangan yang diberikan saksi dan/atau korban pada waktu terdakwa berada di luar ruang sidang pengadilan. Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut, tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadiran terdakwa. Dalam hal terdakwa hadir pada sidang berikutnya sebelum putusan dijatuhkan, maka terdakwa wajib diperiksa, dan segala keterangan saksi dan surat yang dibacakan dalam sidang sebelumnya dianggap sebagai alat bukti yang diberikan dengan kehadiran terdakwa. Putusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran terdakwa diumumkan oleh penuntut umum pada papan pengumuman pengadilan, kantor Pemerintah Daerah, atau diberitahukan kepada keluarga atau kuasanya. Kemudian mengenai informasi tentang perkembangan kasus dan kerahasiaan pelapor, dalam undang-undang ini mengatur dengan ketentuan : Selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di depan sidang pengadilan, korban berhak mendapatkan informasi tentang perkembangan kasus yang melibatkan dirinya. 25

27 Informasi tentang perkembangan kasus dapat berupa pemberian salinan berita acara setiap tahap pemeriksaan. Dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, pelapor berhak dirahasiakan nama dan alamatnya atau hal-hal lain yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor. Dalam hal pelapor meminta dirahasiakan nama dan alamatnya atau halhal lain, kewajiban merahasiakan identitas tersebut diberitahukan kepada saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana perdagangan orang sebelum pemeriksaan oleh pejabat yang berwenang yang melakukan pemeriksaan. Dalam undang-undang ini juga mengatur tentang perlindungan terhadap saksi dan/atau korban. Bentuk-bentuk perlindungan terhadap saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan manusia tersebut adalah : Saksi dan/atau korban berhak memperoleh kerahasiaan identitas, dan hak memperoleh kerahasiaan identitas juga diberikan kepada keluarga saksi dan/atau korban, apabila keluarga saksi dan/atau korban mendapat ancaman baik fisik maupun psikis dari orang lain yang berkenaan dengan keterangan saksi dan/atau korban. Untuk melindungi saksi dan/atau korban, di setiap provinsi dan kabupaten/kota wajib dibentuk ruang pelayanan khusus di kepolisian dalam melakukan pemeriksaan di tingkat penyidikan bagi saksi dan/atau korban. Untuk melindungi saksi dan/atau korban, setiap kabupaten/kota dibentuk pusat pelayanan terpadu bagi saksi dan/atau korban Kepolisian wajib memberikan perlindungan, baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara, apabila saksi dan/atau korban beserta keluarganya mendapatkan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya. Korban atau ahli warisnya berhak memperoleh restitusi berupa ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan, penderitaan, biaya 26

28 untuk tindakan perawatan medis dan/atau psikologis, dan/atau kerugian lain. Kerugian lain yang diderita korban dapat berupa kehilangan harta milik, biaya transportasi dasar, biaya pengacara, atau kehilangan penghasilan yang dijanjikan pelaku. Korban berhak memperoleh rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial dari pemerintah. Menteri atau instansi yang menangani rehabilitasi wajib memberikan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diajukan permohonan. Untuk penyelenggaraan pelayanan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi social, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membentuk rumah perlindungan sosial atau pusat trauma. Menteri atau instansi yang menangani masalah-masalah kesehatan dan sosial di daerah wajib memberikan pertolongan pertama paling lambat 7 (tujuh) hari setelah permohonan diajukan, apabila korban mengalami trauma atau penyakit yang membahayakan dirinya. Apabila korban berada di luar negeri memerlukan perlindungan hukum akibat tindak pidana perdagangan orang, Pemerintah melalui perwakilannya di luar negeri wajib melindungi pribadi dan kepentingan korban, dan mengusahakan untuk memulangkan korban ke Indonesia atas biaya negara. Apabila korban adalah warga negara asing yang berada di Indonesia, Pemerintah mengupayakan perlindungan dan pemulangan ke negara asalnya melalui koordinasi dengan perwakilannya di Indonesia. Saksi dan/atau korban juga berhak mendapatkan hak dan perlindungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lain, yakni undang-undang yang mengatur tentang perlindungan saksi dan/atau korban. 27

29 Undang-undang ini juga memberikan mandat kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk melakukan pencegahan dan penanganan korban perdagangan manusia, dan mandat tersebut berupa : Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membuat kebijakan, program, kegiatan, dan mengalokasikan anggaran untuk melaksanakan pencegahan dan penanganan. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengambil langkah-langkah untuk pencegahan dan penanganan. Untuk mengefektifkan dan menjamin pelaksanaan langkah-langkah pencegahan dan penanganan Pemerintah dan Pemerintah Daerah membentuk Gugus Tugas, dan Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan anggaran yang diperlukan. Kemudian juga memberikan mandat untuk melakukan kerjasama internasional, membuka akses peran serta masyarakat, dan perlindungan hukum bagi masyarakat yang membantu penanganan korban, dan secara rinci mandat tersebut berupa : Untuk mengefektifkan penyelenggaraan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, pemerintah wajib melaksanakan kerja sama internasional, baik yang bersifat bilateral, regional, maupun multilateral, dan kerja sama dapat dilakukan dalam bentuk perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana dan/atau kerja sama teknis lainnya Untuk tujuan pencegahan dan penanganan korban tindak pidana perdagangan orang, pemerintah wajib membuka akses seluas-luasnya bagi peran serta masyarakat, baik nasional maupun internasional Untuk melaksanakan peran serta membantu upaya pencegahan dan penanganan korban, masyarakat berhak untuk memperoleh perlindungan hukum. 28

30 Sesungguhnya Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) ini sudah cukup tegas dalam mengatur dan memberikan mandat dalam menangani korban perdagangan anak. Penanganan korban tersebut mulai dari penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Alat bukti, keterangan saksi dan/atau korban, informasi mengenai perkembangan kasus, perlindungan terhadap saksi dan/atau korban. Hingga kewajiban pemerintah dalam penanganan korban, kerjasama internasional dalam penanganan korban, dan memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat yang melakukan penanganan korban. Dan lahirnya undang-undang ini dapat dikatakan sebagai langkah awal untuk mewujudkan perlindungan terhadap korban perdagangan anak. Setelah tiga bulan lahirnya Undang-Undang PTPPO, kemudian Kepolisian mengambil langkah-langkah dalam upaya untuk memberikan pelayanan dan perlindungan kepada perempuan dan anak yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang dengan membentuk unit khusus di institusi kepolisian. Langkah yang diambil kepolisian ini adalah dengan dikeluarkannya kebijakan melalui Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 10 Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Unit PPA) di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, pada 6 Juli Dalam peraturan ini, Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) memiliki tugas memberikan pelayanan, dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegakan hukum terhadap pelakunya. Dalam melaksanakan tugas, unit PPA berfungsi sebagai : Penyelenggaraan pelayanan dan perlindungan hukum Penyelenggaraan dan penyidikan tindak pidana Penyelenggaraan kerja sama dan koordinasi dengan instansi terkait 29

31 Kemudian lingkup tugas unit PPA meliputi tindak pidana terhadap perempuan dan anak, seperti : Perdagangan manusia (human trafficking) Penyelundupan manusia (people smuggling) Kekerasan (secara umum maupun dalam rumah tangga) Susila (perkosaan, pelecehan, cabul) Perjudian dan prostitusi Adopsi illegal Pornografi dan pornoaksi Money laundering dari hasil kejahatan tersebut diatas Masalah perlindungan anak (sebagai korban/tersangka) Perlindungan korban, saksi, keluarga dan teman Kasus-kasus lain dimana pelakunya adalah perempuan dan anak Setelah dikeluarkannya Peraturan Kapolri mengenai Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perempuan dan Anak, setahun kemudian institusi ini mengeluarkan kebijakan mengenai Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana melalui Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No. 3 Tahun Lahirnya Peraturan Kapolri No. 3 Tahun 2008 ini merupakan mandat dari Undang-Undang PTPPO pasal 45 untuk melindungi saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang dalam melakukan pemeriksaan di tingkat penyidikan. Di dalam peraturan ini, tujuan dibentuknya Ruang Pelayanan Khusus (RPK) adalah untuk: Memberikan pelayanan dan perlindungan khusus kepada perempuan dan anak yang menjadi saksi, korban dan/atau tersangka yang ditangani di RPK. Sebagai tempat pelaksanaan pelayanan dan perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi saksi, dan/atau korban tindak pidana 30

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 5 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Apa perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. HASIL PENELITIAN 1. Defenisi Human Trafficking Protokol Palermo Tahun 2000 : Perdagangan orang haruslah berarti perekrutan, pengiriman, pemindahan, menyembunyikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman...3 Halaman...33 Halaman...49 Halaman...59

DAFTAR ISI Halaman...3 Halaman...33 Halaman...49 Halaman...59 ii DAFTAR ISI Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) dan Eksploitasi Seksual Anak (ESA) 2009-2014. Halaman...3 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan beberapa peraturan, khususnya tentang hukum hak asasi manusia dan meratifikasi beberapa konvensi internasional

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA 16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENGHAPUSAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK (TRAFIKING) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Deskripsi UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang 1. Sejarah Singkat

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP Di dalam kitab undang-undang pidana (KUHP) sebelum lahirnya undangundang no.21

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa perdagangan orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1.

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1. TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1 Abstraksi Perdagangan manusia di Indonesia merupakan suatu fenomena yang luar biasa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA

PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA Training HAM Lanjutan Bagi Tenaga Pendidik Akpol Perlindungan Terhadap Kelompok Rentan (Vulnerable Groups) Hotel Horison Semarang, 15-17 Januari 2014 MAKALAH PERLINDUNGAN TERHADAP KELOMPOK RENTAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak 7 Perbedaan dengan Undang Undang Perlindungan Anak Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Perlindungan Anak? Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 7 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 7 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 7 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

ANGGOTA GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN

ANGGOTA GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN B U K U S A K U B A G I ANGGOTA GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA Penyusun Desainer : Tim ACILS dan ICMC : Marlyne S Sihombing Dicetak oleh : MAGENTA FINE PRINTING Dikembangkan

Lebih terperinci

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.50, 2013 HUKUM. Pidana. Pendanaan. Terorisme. Pencegahan. Pemberantasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5406) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG TERUTAMA PEREMPUAN DAN ANAK. BAB I KETENTUAN UMUM

DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG TERUTAMA PEREMPUAN DAN ANAK. BAB I KETENTUAN UMUM No. 7, 2007 PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG TERUTAMA PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 4 Perbedaan dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga? Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan telah diratifikasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang d

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang d No.219, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SOSIAL. Anak. Korban Tindak Pidana. Restitusi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6131) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari tindak kekerasan yang dialami orang terutama perempuan dan anak, termasuk sebagai tindak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN RESTITUSI BAGI ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN RESTITUSI BAGI ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN RESTITUSI BAGI ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PELAYANAN TERPADU BAGI SAKSI DAN/ATAU KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UU 22/1997, NARKOTIKA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA

UU 22/1997, NARKOTIKA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA UU 22/1997, NARKOTIKA Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBINAAN, KOORDINASI, PELAKSANAAN DAN PENGAWASAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT

PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, ANAK, MASYARAKAT DAN KELUARGA BERENCANA PROVINSI KALIMANTAN BARAT JL. SULTAN ABDURRACHMAN NO.

Lebih terperinci

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 11 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIANJUR, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PELAYANAN TERPADU BAGI SAKSI DAN/ATAU KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU GUBERNUR KEPULAUAN RIAU PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN RIAU NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PENGHAPUSAN PERDAGANGAN (TRAFIKING) PEREMPUAN DAN ANAK DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU GUBERNUR KEPULAUAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da No.24, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLHUKAM. Saksi. Korban. Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6184) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.251, 2016 KOMUNIKASI. INFORMASI. Transaksi. Elektronik. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2014

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2014 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci