1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) memacu setiap bangsa, termasuk Indonesia sebagai suatu negara yang sedang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) memacu setiap bangsa, termasuk Indonesia sebagai suatu negara yang sedang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Stres akulturatif yang dialami mahasiswa perantauan menjadi hal yang penting untuk dikaji karena mengakibatkan dampak negatif bagi mahasiswa tersebut, seperti perasaan mengalami diskriminasi, mengganggu kesehatan mental, depresi, dan bahkan kecenderungan untuk bunuh diri. Atas dasar hal tersebut, stres akulturatif menjadi hal yang menarik untuk dikaji guna mengetahui stres akulturatif yang dialami mahasiswa perantauan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang latar belakang pentingnya mengelola stres akulturatif yang difokuskan pada stres akulturatif mahasiswa Papua yang melanjutkan studi di Universitas Kristen Satya Wacana di Kota Salatiga. Stres akulturatif ini diteliti berdasarkan pertimbangan bahwa keberhasilan mahasiswa dalam menjalankan studi juga berkaitan dengan kemampuannya dalam menyesuaikan diri terhadap budaya atau lingkungan asing dan terhadap tugas-tugas akademiknya. Selain itu, pendidikan tinggi dirasakan sangat penting dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar bisa bertahan menghadapi persaingan yang semakin ketat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis melihat dua faktor yang mempengaruhi stres akulturatif, yakni hardiness dan dukungan sosial teman, serta apakah ada hubungan antara hardiness dan dukungan sosial teman dengan stres akulturatif pada mahasiswa asal Papua. 1

2 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) memacu setiap bangsa, termasuk Indonesia sebagai suatu negara yang sedang berkembang untuk berlomba-lomba meningkatkan produktivitas bangsanya agar tidak mengalami ketertinggalan. Salah satu cara meningkatkan produktivitas adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia/sdm. Kualitas SDM yang tinggi dalam hal penguasaan IPTEK, keterampilan sosial dan personal dapat menjadikan SDM mampu bersaing secara profesional dan sehat sesuai dengan bidang yang dikuasainya. Persaingan yang semakin ketat dalam memperoleh pekerjaan yang baik merupakan salah satu faktor yang mendorong setiap orang ingin meraih pendidikan tinggi, tidak terbatas hanya sampai pada Sekolah Menengah Atas (SMA) tetapi juga sampai ke universitas atau perguruan tinggi (Hasibuan, 2003). Berkaitan dengan perguruan tinggi atau universitas, Hidajat & Sodjakusumah (2000) dalam penelitiannya mengatakan bahwa di Indonesia, pendidikan tinggi dirasakan sangat penting dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar bisa bertahan menghadapi persaingan yang semakin ketat. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk dan luas wilayah Indonesia, jumlah perguruan tinggi masih jauh dari memadai. Sarana dan prasarana yang berkualitas di bidang pendidikan sepertinya hanya tersedia di kota-kota besar, terutama di pulau Jawa. Hal ini terbukti dari jumlah perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang terdapat di pulau Jawa yang lebih banyak dibanding dengan perguruan tinggi yang terdapat di luar pulau Jawa. 2

3 Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) tahun 2016, jumlah keseluruhan perguruan tinggi yang ada di Indonesia sebanyak perguruan tinggi, dengan terdapat di pulau Jawa. ( Rata-rata perguruan tinggi negeri maupun swasta yang terdapat di pulau Jawa tersebut merupakan perguruan tinggi yang berkualitas. Hal ini membuat setiap orang, khususnya siswa yang baru lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berasal dari luar pulau Jawa lebih tertarik untuk melanjutkan studinya di pulau Jawa. Selain itu, banyaknya alternatif fakultas/jurusan yang dapat dipilih sesuai dengan minat masing-masing menjadi salah satu daya tarik untuk melanjutkan studi di pulau Jawa (Hidajat & Sodjakusumah, 2000). Belajar di perguruan tinggi jauh berbeda dengan belajar di sekolah lanjutan tingkat atas, baik waktu, teknik, maupun tujuannya. Oleh karena itu mahasiswa yang baru menginjak dunia perguruan tinggi perlu mengadakan adaptasi yang baik dengan situasi belajar, terutama untuk mengetahui teknik dan metode belajar yang baik. Dengan mengetahui cara belajar yang baik tersebut dapat memungkinkan efisiensi waktu dan tenaga dalam belajar (Burhanudin, 2004). Pada setiap transisi dari jenjang pendidikan yang lebih rendah ke jenjang yang lebih tinggi, peserta didik akan dihadapkan berbagai pengalaman dan persoalan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Santrock (2002 a ), bahwa transisi dari sekolah lanjutan tingkat atas menuju perguruan tinggi juga bisa memiliki beberapa sisi yang positif. Siswa menjadi merasa lebih dewasa, mendapatkan banyak pelajaran yang dapat dipilih, memiliki waktu untuk bersama teman sebaya, 3

4 memperoleh lebih banyak kesempatan untuk mengeksplorasi gaya hidup dan nilai yang berbeda-beda, menikmati kebebasan dari pengawasan orang tua, dan menjadi lebih tertantang secara intelektual dengan adanya tugas-tugas akademik. Salah satu universitas yang menjadi pilihan bagi pelajar dari berbagai daerah di seluruh Indonesia yang ingin melanjutkan studi ke tingkat pendidikan tinggi adalah Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) di kota Salatiga. Mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah khususnya mahasiswa Papua perlu melakukan adaptasi terhadap kondisi setempat karena adanya perbedaan karakteristik sosial budaya. Proses adaptasi dengan keadaan masyarakat dan budaya setempat tidak selamanya berlangsung mulus. Ada berbagai tantangan dan masalah yang dihadapi oleh mahasiswa Papua di UKSW, termasuk penyesuaian diri mereka yang dapat membuat mereka tertekan dan mengalami stres yang terakumulasi dengan adanya tekanan saat bertemu dengan situasi kehidupan yang berbeda, seperti makanan, gaya pakaian, pengaturan keuangan, penggunaan waktu, relasi interpersonal, kondisi cuaca (iklim), dan transportasi umum. Siswanto (2007) dalam penelitiannya mengatakan bahwa kekurangmampuan dalam melakukan penyesuaian diri dengan situasi dan tuntutan yang ada dapat menimbulkan tekanantekanan bagi mahasiswa yang bersangkutan. Kekurangmampuan dalam melakukan penyesuaian diri tersebut bila dibiarkan tanpa penyelesaian akan mempengaruhi kesehatan mental. Dari hasil wawancara dengan 21 mahasiswa Papua yang kuliah di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, yang dilakukan pada bulan Februari 2016, diketahui bahwa terdapat permasalahan yang 4

5 muncul akibat proses adaptasi. Dari survey awal yang dilakukan, ternyata 18 orang mahasiswa mengalami kesulitan ketika pertama berada di kota Salatiga. Kesulitan yang paling dirasakan yaitu dalam hal bahasa, cuaca, makanan, dan pergaulan sehingga menimbulkan tekanan-tekanan bagi mahasiswa tersebut. Sementara itu, beberapa mahasiswa yang lainnya mengatakan cukup dapat menikmati situasi yang baru dan membuat diri mereka merasa nyaman, enjoy, dan bangga. Adanya fenomena-fenomena positif dan negatif tersebut menyimpulkan adanya masalah yang terkait dengan stres, khususnya stres yang berkaitan dengan penyesuaian terhadap lingkungan baru, atau sering disebut sebagai stres akulturatif. Berdasarkan pertimbangan bahwa keberhasilan mahasiswa dalam menjalankan studi juga berkaitan dengan kemampuannya dalam menyesuaikan diri terhadap budaya atau lingkungan asing dan terhadap tugas-tugas akademiknya, maka stres akulturatif penting untuk diteliti. Hal ini didukung dengan pendapat Griffith (1983, dalam Nevid dkk., 2005) bahwa kemampuan adaptasi terhadap kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang baru, dipadukan dengan tradisi kultural yang mendukung dan perasaan memiliki identitas etnik akan menghasilkan penyesuaian diri yang baik. Dari hasil wawancara tersebut di atas, ditemukan bahwa berkaitan dengan kesulitan adaptasi dalam hal bahasa, mengakibatkan mahasiswa Papua mengalami tekanan karena ada beberapa mahasiswa Papua yang diejek dan ditertawakan karena logat bahasanya yang berbeda dengan mahasiswa Jawa, dan pada akhirnya berdampak negatif yaitu mahasiswa Papua cenderung membatasi diri untuk berbicara atau 5

6 bergaul dengan mahasiswa Jawa. Akibatnya mahasiswa Papua cenderung berteman atau bergaul hanya dengan sesama mahasiswa Papua lainnya. Berkaitan dengan kesulitan bahasa juga dapat menimbulkan dampak negatif, seperti hasil penelitian Snyder dkk.(1987, dalam Nevid, dkk., 2005) yang menemukan bahwa orangorang Meksiko-Amerika yang kurang fasih berbahasa inggris menunjukkan lebih banyak tanda-tanda kecemasan dan depresi dibandingkan dengan orang-orang Meksiko-Amerika yang fasih berbahasa inggris. Berbeda dengan mahasiswa Papua yang dapat melakukan adaptasi dengan bahasa Jawa, dampak positifnya adalah mahasiswa tersebut menjadi lebih percaya diri dan merasa bangga ketika dapat berinteraksi dengan teman-teman yang berasal dari Jawa. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok imigran, beradaptasi terhadap budaya setempat sambil mempertahankan identitas etnik secara psikologi menguntungkan (Nevid dkk., 2005). Imigran Hispanik-Amerika mengganti bahasa Spanyolnya dengan bahasa Inggris sehingga dapat lebih menyesuaikan diri dengan kultur setempat (Griffith, 1983, dalam Nevid dkk., 2005). Permasalahan lainnya adalah mahasiswa Papua mengalami kesulitan untuk menerima makanan yang berasal dari Jawa (yaitu cenderung manis), dampak negatifnya mahasiswa sering kehilangan selera makan dan pada akhirnya mengalami penuruan berat badan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Pumariega (1986, dalam Nevid dkk., 2005), yang menemukan bahwa Siswa SMA Hispanik-Amerika yang tingkat akulturasinya lebih tinggi menunjukkan nilai yang lebih tinggi dalam tes yang berkaitan dengan anoreksia (gangguan pola makan yang 6

7 ditandai dengan penurunan berat badan yang berlebihan dan ketakutan akan kegemukan) dibandingkan dengan siswi yang tingkat akulturasinya lebih rendah, dengan menggunakan tes atau kuesioner sikap makan. Berbeda dengan mahasiswa Papua yang mampu beradaptasi dengan masakan makanan dari Jawa yang berdampak positif mereka tetap dapat menikmati makanan tersebut dan memiliki pola makan yang baik. Bahkan beberapa mahasiswa ada yang menjadi lebih gemuk ketika merantau di Kota Salatiga. Berbagai kesulitan yang dialami oleh mahasiswa Papua berkaitan dengan proses adaptasi ini ternyata berdampak pada gangguan psikis serta gangguan fisik sebagai akibat dari kondisi psikis yang terganggu. Mahasiswa yang bersangkutan merasakan adanya perasaan kesepian, homesick, mudah bosan, cepat lelah, merasa cemas, kesulitan dalam penyesuaian sosial dan budaya, serta mengalami gangguan fisik seperti pusing, maag, diare, masalah pencernaan, sesak nafas, flu, dan sakit tipus. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Ortega dkk. (2000, dalam Nevid dkk., 2005) yang menemukan bahwa pada subjek Hispanik-Amerika, semakin tinggi tingkat akulturasi semakin besar kemungkinan mereka mengalami suatu gangguan psikologis. Penelitian yang dilakukan Hovey & King (1997, dalam Hovey, 2000) pada imigran Latin di Amerika, menyebutkan bahwa stres akulturatif berhubungan dengan depresi dan kecenderungan bunuh diri. Hal ini didukung oleh penelitian Hovey (2000) yang menyebutkan bahwa imigran Latin yang berada di Amerika juga mengalami stres akulturatif. Penelitian itu menyebutkan bahwa selama proses akulturasi, stres akan menghasilkan tingkat 7

8 depresi dan kecenderungan bunuh diri yang cukup signifikan. Dengan kata lain, individu yang mengalami peningkatan stres akulturatif berpotensi mengembangkan tingkat depresi dan kecenderungan bunuh diri. Stres akulturatif yang dialami individu membawa dampak negatif bagi individu yang bersangkutan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Oliver dkk., (1999, dalam Baron & Byrne, 2005), bahwa di kalangan mahasiswa di perguruan tinggi, distres yang mereka alami seringkali meliputi kecemasan dan depresi, yang mungkin pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan minuman beralkohol dan gangguan makan. Stres yang dimaksud adalah suatu peristiwa fisik atau psikologis apapun yang dipersepsikan sebagai ancaman potensial terhadap kesehatan fisik atau emosional. Peristiwa fisik atau psikologis tersebut muncul sebagai gejala ketika mahasiswa mengalami tekanan mental atau stres. Dampak dari akulturasi tidak selalu negatif, terdapat beberapa keuntungan yang didapat ketika melakukan adaptasi atau berakulturasi, seperti hasil penelitian terhadap remaja Asia-Amerika, menunjukkan bahwa remaja yang memiliki identitas etnik tampak lebih mampu menyesuaikan diri secara psikologis dan memiliki tingkat self-esteem yang lebih tinggi (Huang dkk., 1994, dalam Nevid dkk., 2005). Pada suatu kesempatan, Berry dkk. (1999) menyimpulkan bahwa akulturasi kadang meningkatkan peluang hidup seseorang dan kesehatan mental. Stres akulturatif merupakan suatu fenomena yang mungkin mendasari suatu reduksi dalam status kesehatan individu (aspek fisik, psikologis, dan sosial). Mena et.al. (1987, dalam Crockett et.al. 2007) mengatakan bahwa aspek-aspek dari stres akulturatif yang menonjol pada 8

9 mahasiswa dapat berhubungan dengan kurang mahirnya bahasa atau ketidakbiasaan dengan praktek-praktek budaya yang berlaku dan pengalaman sistem nilai yang bertentangan. Murphy (1965, dalam Berry dkk., 1999) menemukan bahwa beberapa kelompok yang berakulturasi mungkin lebih diterima dan ditempatkan lebih tinggi dalam hierarki berprestasi. Dari hasil wawancara juga ditemukan adanya perbedaan dalam menghadapi masalah yang berkaitan dengan proses adaptasi antara mahasiswa Papua yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Slavin dan Rainer (1990, dalam Crockett et.al., 2007) menemukan hubungan signifikan yang berbeda antara penyesuaian diri dan stres akulturatif pada wanita dan laki-laki Latin Meksiko di Amerika. Dalam suatu penelitian pada imigran Hispanik, terdapat hubungan yang kuat antara stres yang terjadi dalam upaya untuk adaptasi terhadap kultur dan lingkungan baru dengan kondisi distres psikologis. Imigran wanita menunjukkan tingkat depresi yang lebih tinggi dibandingkan dengan imigran pria (Salgado dkk,, 1990, dalam Nevid dkk., 2005). Uppaluri et.at (2001, dalam Il Livingston et.al, 2007) mengatakan bahwa wanita imigran Karibia yang datang ke Amerika lebih banyak menderita gejala depresi dan keluhan somatik ketika melakukan adaptasi dengan kultur yang baru dibandingkan dengan imigran laki-laki. Uraian di atas memberi gambaran apabila proses adaptasi tidak berhasil dilakukan dengan baik akan menimbulkan tekanan atau stres oleh sebab itu stres akulturatif penting untuk diteliti. Stres yang dialami individu tidak muncul dengan sendirinya, melainkan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam suatu 9

10 kesempatan, Smet (1994) mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi stres adalah peubah dalam individu, karakteristik kepribadian, peubah sosial kognitif, hubungan dengan lingkungan sosial, dan strategi coping. Pada faktor karakteristik kepribadian, salah satunya adalah kepribadian ketabahan (hardiness). Pada faktor hubungan dengan lingkungan sosial, salah satunya adalah dukungan sosial. Mengacu pada faktor tersebut, maka dua peubah tak gayut yang akan diteliti adalah hardiness dan dukungan sosial teman. Konsep hardiness pertama kali dikemukakan oleh Kobasa (1984, dalam Smet, 1994) yang mengonseptualisasikan tentang hardiness sebagai tipe kepribadian yang penting sekali dalam perlawanan terhadap stres. Kobasa memulai dengan adanya perbedaanperbedaan interpersonal dalam kontrol pribadi dan mengkombinasikan peubah ini dengan yang lain, agar dapat dihasilkan tipe kepribadian yang lebih komprehensif. Hasil penelitian yang dilakukan Kobasa & koleganya (1979, dalam Nevid dkk., 2005) menemukan bahwa individu yang memiliki hardiness tidak pernah mencoba untuk menjauhkan diri dari situasi dan pekerjaan mereka. Hardiness yang dimiliki ini yang kemudian menyebabkan individu tidak mudah merasakan stres. Berikutnya Nevid dkk. (2005) menyatakan bahwa hardiness sebagai suatu kelompok trait penahan stres yang ditandai dengan adanya komitmen, tantangan, dan pengendalian. Berdasarkan hasil penelitian Kobasa & koleganya (1979, dalam Nevid dkk., 2005) seperti tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki hardiness tidak pernah mencoba untuk 10

11 menjauhkan diri dari situasi dan pekerjaannya. Selanjutnya, yang menjadi ketertarikan peneliti adalah apakah hardiness juga dapat meminimalisir stres akulturatif pada mahasiswa, khususnya mahasiswa Papua dalam melakukan adaptasi budaya di Salatiga. Pertanyaan penelitian di atas muncul karena masih belum jelas apakah hardiness selalu dapat menolong individu yang mengalami stres. Sebagaimana pendapat Florian et.al. (1995, dalam Eschleman et.al., 2010), bahwa konseptualisasi hardiness masih diperdebatkan. Secara khusus, para peneliti telah menyarankan bahwa komponen tantangan dari hardiness tidak berkontribusi pada prediksi hasil kesehatan. Pendapat Florian et.al. (1995, dalam Eschleman et.al., 2010) ini mengandung arti pula bahwa tidak selamanya hardiness dapat menahan efek stres, sehingga masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hardiness dalam hubungannya dengan stres, khususnya stres akulturatif. Faktor lain yang dapat mempengaruhi stres adalah dukungan sosial, hal ini sesuai dengan pendapat Smet (1994). Kajian psikologi kesehatan menunjukkan bahwa hubungan yang suportif secara sosial juga bisa meredam efek stres, membantu orang mengatasi stres dan menambah kesehatan. Dukungan sosial bermanfaat tatkala individu mengalami stres, dan sesuatu yang sangat efektif terlepas dari strategi mana yang digunakan untuk mengatasi stres (Sarason dkk.,1994, dalam Taylor dkk., 2009). Uraian di atas menunjukkan bahwa adanya dukungan sosial dapat menekan stres yang dirasakan individu, namun berbeda dengan pendapat Baron & Byrne (2005), yang mengatakan bahwa meskipun 11

12 seseorang yang menghadapi masalah seperti stres, sangat membutuhkan dukungan, upaya yang canggung untuk memberikan rasa nyaman justru dapat membuat situasi menjadi semakin buruk. Hal ini juga diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Solberg et.al. (1994 dalam Crockett et.al., 2007). Kedua penelitian tersebut menemukan hasil yaitu tidak ditemukan bukti bahwa dukungan sosial berhubungan dengan stres psikologis ataupun penyesuaian diri pada mahasiswa Latin. Perbedaan hasil penelitian dan pendapat tokoh di atas menunjukkan hal yang masih belum jelas apakah dukungan sosial dapat menekan stres, atau bahkan dukungan sosial dapat memicu stres. Perbedaan inilah yang menjadi dasar bahwa hubungan antara dukungan sosial dengan stres akulturatif masih perlu dilakukan penelitian kembali. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah Hardiness dan Dukungan Sosial Teman secara simultan atau parsial berpengaruh terhadap Stres Akulturatif mahasiswa Papua di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 12

13 a. Menentukan pengaruh simultan antara hardiness dan dukungan sosial teman terhadap stres akulturatif pada mahasiswa Papua laki-laki di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. b. Menentukan pengaruh simultan antara hardiness dan dukungan sosial teman dengan stres akulturatif pada mahasiswa Papua perempuan di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. c. Menentukan perbedaan stres akulturatif mahasiswa Papua di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga ditinjau dari jenis kelamin. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik manfaat teoretis maupun manfaat praktis Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmu bagi psikologi sosial khususnya psikologi lintas budaya dalam hubungannya antara stres akulturatif mahasiswa Papua, hardiness, dan dukungan sosial teman Manfaat Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak terkait, yaitu: a. Mahasiswa. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi atau acuan mahasiswa Papua yang akan kuliah di Pulau Jawa khususnya Kota Salatiga, yang berkaitan dengan masalah stres akulturatif, hardiness, dan dukungan sosial teman. 13

14 b. Universitas. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi atau acuan pihak universitas dalam menangani mahasiswanya dalam kaitannya dengan permasalahan stres akulturatif, hardiness, dan dukungan sosial teman Manfaat Bagi Penulis a. Dapat memahami pentingnya peran hardiness dan dukungan sosial teman dalam penurunan stres akulturatif. b. Melalui penelitian ini penulis dapat membuat sebuah karya ilmiah terkait dengan hubungan hardiness dan dukungan sosial teman dengan stres akulturatif mahasiswa Papua dalam rangka meraih gelar Master Sains Psikologi. 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres Akulturatif 2.1.1 Pengertian Stres Akulturatif Stres secara umum dimengerti sebagai suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis (Chaplin, 2009). Oliver

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai suatu negara yang sedang berkembang, maka pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai suatu negara yang sedang berkembang, maka pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai suatu negara yang sedang berkembang, maka pendidikan dirasakan sangat penting dan menjadi fokus utama pemerintah dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO Astrid Oktaria Audra Siregar 15010113140084 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan sosial kepada anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung pula oleh sumber daya manusia yang berkualitas, baik dari segi mental, spritual maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA RANTAU DARI INDONESIA BAGIAN TIMUR DI SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA RANTAU DARI INDONESIA BAGIAN TIMUR DI SEMARANG HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA RANTAU DARI INDONESIA BAGIAN TIMUR DI SEMARANG Rayhanatul Fitri 15010113130086 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi bangsa Indonesia, pendidikan adalah hal yang sangat penting. Cita-cita untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi bangsa Indonesia, pendidikan adalah hal yang sangat penting. Cita-cita untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi bangsa Indonesia, pendidikan adalah hal yang sangat penting. Cita-cita untuk menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang terdidik bahkan telah tercetus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh individu. Siapapun bisa terkena stres baik anak-anak, remaja, maupun

BAB I PENDAHULUAN. oleh individu. Siapapun bisa terkena stres baik anak-anak, remaja, maupun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Stres dan ketidakpuasan merupakan aspek yang tidak dapat dihindari oleh individu. Siapapun bisa terkena stres baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Mahasiswa merupakan

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Stres merupakan fenomena umum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat beberapa tuntutan dan tekanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, institut

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, institut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa merupakan orang yang sedang dalam proses pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, institut maupun akademi. Mahasiswa adalah generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan kaum akademisi yang menempati strata paling

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan kaum akademisi yang menempati strata paling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan kaum akademisi yang menempati strata paling tinggi dalam dunia pendidikan di Indonesia bahkan di dunia. Maka, tidak heran ketika mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu dihadapkan pada pemikiran-pemikiran tentang seberapa besar pencapaian yang akan diraih selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pada era globalisasi saat ini, pendidikan menjadi sesuatu yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Pada era globalisasi saat ini, pendidikan menjadi sesuatu yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada era globalisasi saat ini, pendidikan menjadi sesuatu yang sangat penting dalam mengembangkan potensi dalam diri maupun untuk mencapai impian masa depan. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu, dan dengan tingkat yang berbeda-beda. Kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah Ujian Nasional, stres, stressor, coping stres dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai meninggalkan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan manusia, aspek paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Dari hasil analisa utama bab 4 dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial teman

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Dari hasil analisa utama bab 4 dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial teman BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisa utama bab 4 dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial teman sebaya berpengaruh terhadap kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun. Hasil survei yang dilakukan oleh Biro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang individu dapat dikatakan menginjak masa dewasa awal ketika mencapai usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Atas (SMA) untuk melanjutkan studinya. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Atas (SMA) untuk melanjutkan studinya. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perguruan tinggi saat ini menjadi incaran para siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk melanjutkan studinya. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di Indonesia menjadikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan modal dasar untuk mewujudkan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Hal ini berarti bahwa kualitas sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap masalah yang muncul akan selalu memerlukan penyelesaian, baik penyelesaian dengan segera maupun tidak. Penyelesaian masalah merupakan sesuatu yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu tidak akan berjalan dengan baik. Menurut Amyadin (dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu tidak akan berjalan dengan baik. Menurut Amyadin (dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan sangatlah penting bagi setiap individu. Jika individu tidak memiliki kesehatan baik secara fisik, maupun mental menyebabkan kehidupan individu tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia sudah mengalami kemajuan yang begitu pesat. baik dari segi kurikulum maupun program penunjang yang dirasa mampu untuk mendukung peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik artinya orang tersebut memiliki kecerdasan emosional. Bar-On (1992,

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik artinya orang tersebut memiliki kecerdasan emosional. Bar-On (1992, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Goleman (2001) kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. calon mahasiswa dari berbagai daerah Indonesia ingin melanjutkan pendidikan mereka ke

BAB I PENDAHULUAN. calon mahasiswa dari berbagai daerah Indonesia ingin melanjutkan pendidikan mereka ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan manusia dari generasi ke generasi untuk menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sangat diperlukan dalam menghadapi era globalisasi, pembentukan manusia yang berkualitas ditentukan oleh kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara

BAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan (Kartono, 2007). Pendidikan di Indonesia diatur dengan jelas pada pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merantau merupakan salah satu fenomena sosial yang memiliki dampak luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong seseorang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosio-budaya yang perilakunya diperoleh melalui

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosio-budaya yang perilakunya diperoleh melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosio-budaya yang perilakunya diperoleh melalui proses belajar. Apa yang dipelajari oleh manusia pada umumnya dipengaruhi oleh sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Melly, FPSI UI, 2008

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Melly, FPSI UI, 2008 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mahasiswa baru merupakan status yang disandang oleh mahasiswa di tahun pertama kuliahnya. Memasuki dunia kuliah merupakan suatu perubahan besar pada hidup seseorang (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dengan ditetapkannya wajib belajar sembilan tahun yang dicanangkan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dengan ditetapkannya wajib belajar sembilan tahun yang dicanangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu bidang penting bagi kehidupan manusia. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengutamakan pentingnya pendidikan, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang menarik dibanyak negara, termasuk negara-negara berkembang seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang menarik dibanyak negara, termasuk negara-negara berkembang seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan partisipasi wanita dalam dunia kerja telah menjadi fenomena yang menarik dibanyak negara, termasuk negara-negara berkembang seperti Indonesia. Kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun swasta namun, peningkatan jumlah perguruan tinggi tersebut tidak dibarengi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) Dikti tahun 2010 melaporkan bahwa jumlah perguruan tinggi di Indonesia mengalami peningkatan, baik perguruan tinggi negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kekalutan emosi, instropeksi yang berlebihan, kisah yang besar, dan sensitivitas yang tinggi. Masa remaja adalah masa pemberontakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stres adalah realita kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari. Stres

BAB 1 PENDAHULUAN. Stres adalah realita kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari. Stres BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stres adalah realita kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari. Stres bukan sesuatu hal yang buruk dan menakutkan, tetapi merupakan bagian dari kehidupan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO), jumlah remaja di dunia cukup tinggi. Pada tahun 2012 sekitar 1,6 miliar orang di dunia berusia 12-24 tahun (WHO, 2012). Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Tiara Noviani F 100 030 135 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan

Lebih terperinci

kalangan masyarakat, tak terkecuali di kalangan remaja. Beberapa kejadian misalnya; kehilangan orang yang dicintai, konflik keluarga,

kalangan masyarakat, tak terkecuali di kalangan remaja. Beberapa kejadian misalnya; kehilangan orang yang dicintai, konflik keluarga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini stres menjadi problematika yang cukup menggejala di kalangan masyarakat, tak terkecuali di kalangan remaja. Beberapa kejadian misalnya; kehilangan orang yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia 2.1.1. Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian Kecemasan menghadapi kematian (Thanatophobia) mengacu pada rasa takut dan kekhawatiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah. Setiap anak pada umumnya senang bergaul dan bermain bersama dengan teman

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah. Setiap anak pada umumnya senang bergaul dan bermain bersama dengan teman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap anak pada umumnya senang bergaul dan bermain bersama dengan teman sebayanya. Saat bersama dengan teman, seorang anak biasanya selalu penuh dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat. Salah satu pemanfaatan teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah internet. Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda, yaitu suatu masa dengan rentang usia dari 18 sampai kira-kira umur 25

BAB I PENDAHULUAN. muda, yaitu suatu masa dengan rentang usia dari 18 sampai kira-kira umur 25 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah salah satu individu yang telah memasuki masa dewasa muda, yaitu suatu masa dengan rentang usia dari 18 sampai kira-kira umur 25 tahun (Hurlock

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi di Indonesia yang semakin pesat membuat kebutuhan rumah tangga semakin meningkat. Kurangnya pendapatan yang dihasilkan suami sebagai kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung mengalami stres apabila ia kurang mampu mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi memiliki misi utama yaitu sebagai penyelengara pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat, misi tersebut yang memicu Perguruan Tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan selama hidupnya, manusia dihadapkan pada dua peran yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu

Lebih terperinci

CULTURE SHOCK PADA MAHASISWA LUAR JAWA DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA DITINJAU DARI ETNIS DAN DUKUNGAN SOSIAL

CULTURE SHOCK PADA MAHASISWA LUAR JAWA DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA DITINJAU DARI ETNIS DAN DUKUNGAN SOSIAL CULTURE SHOCK PADA MAHASISWA LUAR JAWA DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA DITINJAU DARI ETNIS DAN DUKUNGAN SOSIAL SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stres merupakan sebuah terminologi yang sangat popular dalam percakapan sehari-hari. Stres adalah salah satu dampak perubahan sosial dan akibat dari suatu proses modernisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana seseorang mengalami perubahan sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke arah bentuk tubuh orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan mental remaja. Banyak remaja yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang pada umumnya ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Perilaku merokok merupakan suatu hal yang fenomenal yang ditandai dengan jumlah perokok yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era modern saat ini semua individu pasti mengalami fase mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan lanjut usia dan hal itu sudah sewajarnya terjadi dan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wellbeing merupakan kondisi saat individu bisa mengetahui dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, dan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak kebijakan-kebijakan baru, salah satunya yaitu pertukaran pelajar antar negara pada

BAB I PENDAHULUAN. Banyak kebijakan-kebijakan baru, salah satunya yaitu pertukaran pelajar antar negara pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan era modern saat ini membawa dampak positif pada bidang pendidikan. Banyak kebijakan-kebijakan baru, salah satunya yaitu pertukaran pelajar antar negara

Lebih terperinci

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DAN EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL PADA SISWA KELAS XII SMA N 3 MAGELANG Amanda Luthfi Arumsari 15010113120067 Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan sangat penting maka pemerintah Indonesia memberikan perhatian berupa subsidi dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berinteraksi dengan manusia lainnya. Masing-masing individu yang berinteraksi akan memberikan respon yang berbeda atas peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya berdasarkan cara berpakaian, cara berjalan, cara duduk, cara bicara, dan tampilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres pada Wanita Karir (Guru) 1. Pengertian Istilah stres dalam psikologi menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prestasi menjadi suatu hal yang sangat didambakan oleh banyak orang di era globalisasi saat ini. Ketika seseorang mampu mencapai prestasi yang baik maka akan memunculkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan biaya pendidikan gratis bagi siswa berprestasi dan beasiswa

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan biaya pendidikan gratis bagi siswa berprestasi dan beasiswa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pemerataan pembangunan di Indonesia saat ini telah diwujudkan melalui program beasiswa yang ditawarkan oleh perusahaan maupun lembaga dengan memberikan biaya pendidikan

Lebih terperinci

melihat pekerja sosial sebagai seorang yang menduduki jabatan sebagai pekerja sosial yang bekerja untuk pemerintah, sehingga mendapat status sebagai

melihat pekerja sosial sebagai seorang yang menduduki jabatan sebagai pekerja sosial yang bekerja untuk pemerintah, sehingga mendapat status sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) telah tumbuh dengan pesat di Indonesia saat ini. Juru Bicara Kemendagri Raydonnyzar Moenek mengatakan jumlah LSM di Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme koping adalah suatu cara yang digunakan individu dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme koping adalah suatu cara yang digunakan individu dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mekanisme koping adalah suatu cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi dan situasi yang mengancam baik secara kognitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, di kota-kota metropolitan semakin banyak orang yang mengalami stres. Stres adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami tekanan yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memperoleh gelar sarjana (Sugiyono, 2013). Skripsi adalah muara dari semua

BAB 1 PENDAHULUAN. memperoleh gelar sarjana (Sugiyono, 2013). Skripsi adalah muara dari semua BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skripsi merupakan salah satu jenis karya ilmiah di perguruan tinggi yang dikerjakan oleh mahasiswa program sarjana (S1), sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Hal ini biasa terjadi dimana seseorang mengalami perubahan situasi dalam hidupnya dan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya oleh masyarakat maupun pemerintahan Indonesia. Indonesia mewajibkan anak-anak bangsanya untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan dimana seorang remaja mengalami perubahan baik secara fisik, psikis maupun sosialnya. Perubahan fisik remaja merupakan perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun belum dapat dikategorikan dewasa. Masa remaja merupaka masa transisi dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci