PENGEMBANGAN JARINGAN PIPA AIR MINUM ANTAR PULAU DENGAN PIPA BAWAH LAUT MENGGUNAKAN METODE TT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN JARINGAN PIPA AIR MINUM ANTAR PULAU DENGAN PIPA BAWAH LAUT MENGGUNAKAN METODE TT"

Transkripsi

1 Konferensi Nasional Teknik Sipil 12 Batam, September 2018 PENGEMBANGAN JARINGAN PIPA AIR MINUM ANTAR PULAU DENGAN PIPA BAWAH LAUT MENGGUNAKAN METODE TT Tri Suyono 1 dan Wati Asriningsih Pranoto 2 1 Jurusan Teknik Mesin, Universitas Khairun, Jl. Pertamina, Ternate Selatan, Maluku Utara bayu_sigma@yahoo.com 2 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanegara, Jl. Letjen S.Parman No. 1 Jakarta Barat watip@ft.untar.ac.id ABSTRAK Pemasangan pipa bawah laut dengan metode yang umum digunakan dalam sektor perminyakan, seperti metode Reel Lay, metode Towing, metode J Lay, dan metode S Lay, memerlukan biaya yang mahal dan memerlukan fasilitas khusus dalam proses pemasangannya. Maka teknologi ini kurang ekonomis jika digunakan untuk memasang pipa air minum antar pulau, untuk itu diperlukan metode pemasangan pipa bawah laut (antar pulau) untuk mendistribusikan air minum ke pulau-pulau yang tidak memiliki potensi air, baik air permukaan maupun air tanah. Metode TT (Tarik Tenggelamkan) adalah metode yang lebih murah dan sederhana jika dibandingkan dengan metode yang umum digunakan dalam proses pemasangan pipa bawah laut. Metode ini diawali dengan menarik tali pengarah/tali koordinat dari titik awal (pulau asal) ke titik tujuan (pulau tujuan) dengan kapal yang mempunyai kemampuan tarik cukup, dipilih tali yang memiliki daya apung agar tidak tenggelam. Tali dibentangkan di sepanjang jalur pipa, kemudian dikunci mati di pinggir pantai pulau asal dan tujuan. Pada badan pipa dipasang cincin-cincin tali dengan jarak 2 meter yang kemudian dikaitkan di sepanjang tali koordinat dengan ujung pipa ditarik ke arah pulau tujuan, yang secara otomatis akan mengikuti tali koordinat. Pipa yang akan ditarik sebaiknya diisi air tawar terlebih dahulu supaya pipa tetap penuh air agar pada saat air dialirkan tidak terjadi perubahan posisi/deformasi posisi pipa didasar laut akibat tekanan dalam pipa secara tiba-tiba. Selanjutnya pipa terus ditarik sampai daratan pulau tujuan, dan setelah ujung pipa sampai di pulau tujuan, mulai dipasang pemberat pipa diawali dari pulau tujuan, sedangkan pipa yang di pulau asal dibiarkan bergerak untuk menambah panjang akibat pipa tenggelam, dengan catatan pipa tetap pada koordinat yang telah ditentukan. Agar pipa tidak langsung tenggelam dibantu dengan pelampung atau diikat pada kapal pemuat pemberat. Pemasangan beton pemberat pipa dilakukan dengan jarak tertentu sampai semua pipa tenggelam didasar laut. Pemasangan pipa bawah laut dengan metode TT ini merekomendasikan penggunaan pipa jenis High Density Polyethylene (HDPE) yang spesifikasinya disesuaikan dengan kajian hidrolis dengan mempertimbangkan kedalaman laut dan tekanan air dalam pipa, sedangkan bobot dan jarak beton pemberat pipa juga dihitung berdasarkan kedalam laut, kecepatan arus laut, tinggi gelombang dan faktor teknis lainnya yang terkait dengan stabilitas pipa. Berat beton pemberat yang direkondasikan antara 65 kg 80 kg dengan kulitas beton minimal K700, karena ukuran ini masih memungkinkan untuk dipasang secara manual dengan tenaga manusia, sehingga jarak antar beton yang diatur untuk memperoleh stabilitas pipa yang aman. Dalam kurun waktu tiga bulan maka beton akan stabil dan aman dari arus laut karena beton sudah terikat didasar laut oleh biota laut, terutama kerang jenis tiram. Kata kunci: Air Minum, Pipa Bawah Laut, Tarik Tenggelam 1. PENDAHULUAN Air minum merupakan kebutuhan pokok manusia, yang ketersediaannya menjadi wajib. Di Indonesia penyedian air minum menjadi tanggungjawab pemerintah (pemerintah pusat dan daerah), sehingga pemerintah dituntut untuk menyediakan air minum yang memenuhi 4 K (kuatitas, kontinyutas, kualitas dan keterjangkauan). Jadi, selain air minum harus memenuhi syarat baku mutu juga harus terjangkau harganya oleh masyarakat. Sehingga penerapan teknologi tinggi dengan biaya produksi yang tinggi sehingga harga jual air menjadi tinggi dibeberapa daerah akan bertentangan dengan aspek keterjangkauan. Pembangunan sarana dan prasarana air minum harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kondisi geografis serta potensinya. Banyak pulau berpenghuni di Indonesia yang tidak memiliki potensi air tawar yang cukup, baik air permukaan maupun air tanah, sehingga beberapa pulau perlu penerapan teknologi khusus yang biaya operasional dan pemeliharaannya tidak besar, agar tidak membebani masyarakat dengan harga air yang tinggi. Salah AR - 171

2 AR satu cara untuk memenuhi kebutuhan air minum pulau-pulau kecil di Indonesia adalah dengan membangun jaringan pipa air minum antar pulau dengan pipa bawah laut. Pemasangan pipa bawah laut dengan metode cangggih seperti metode Reel Lay, metode Towing, metode J Lay, dan metode S Lay yang banyak digunakan dalam pemasangan pipa bawah laut terutama sektor perminyakan merupakan metode yang mahal dan memerlukan peralatan khusus, sehingga metode ini cukup sulit untuk diterapkan dalam pembangunan air minum di Indonesia, baik karena pertimbangan aspek teknis maupun ekonomi. Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan air minum pulau-pulau kecil yang tidak memiliki potensi air minum yang biaya operasionalnya murah salah satunya adalah dengan membangun jaringan pipa bawah laut dengan metode dan biaya yang lebih murah dari metode/teknologi yang telah ada. Untuk menerapkan teknologi ini di beberapa wilayah di Indonesia diambil salah satu lokasi yang telah terpasang jaringan air minum antar pulau dengan kondisi perairan yang cukup tinggi arus dan gelombangnya, dengan kedalaman rata-rata 48 meter dengan kedalaman maksimum 62 meter, yaitu jaringan pipa bawah laut Rum-Maitara (Pulau Tidore dengan Pulau maitara) atau dikenal sebagai pulau seribu rupiah, karena kedua pulau ini gambarnya terdapat di uang pecarahan seribu rupiah. 2. ASPEK TEKNIS Pemasangan pipa air minum bawah laut antar pulau yang salah satu contohnya adalah jaringan pipa air minum pulau Tidore ke pulau Maitara dibangun dengan mempertimbangkan beberapa aspek teknis yaitu arus laut, efek gelombang serta kondisi dasar laut. Selat Maitara memiliki panjang sekitar 1,186 km dengan kedalaman maksimum 62 meter. Merupakan selat sempit yang berarus cukup kencang (arus laut dari laut Maluku menuju perairan di sekitar Halmahera dan sebaliknya) dimana arus diselat ini terdiri dari 2 arah satu sisi selat arus masuk dan satu sisi arus keluar sehingga proses pemsangannya juga tidak mudah. Hal ini menjadi salah satu pertimbangan kontruksi pipa dan juga jenis pipa yang akan digunakan. Dengan berbagai pertimbangan dan kajian teknis, maka pipa yang plaing direkomendasikan untuk konstruksi ini adalah pipa HDPE, dan untuk jaringan pipa dari pulau Tidore ke pulau Maitara berdiameter luar 3 x 110 mm. Pemilihan tiga jalur pipa ini diambil dengan pertimbangan jika terjadi kerusakan/gangguan pada salah satu atau dua jaringan pipa maka sistem masih tetap berjalan sambil menunggu perbaikan pada jaringan pipa yang bermasalah. Pada saat proses pemasangan pipa maka pengaruh gelombang pada kontruksi pipa akan besar ketika pipa berada pada permukaan dan akan berangsur mengecil dengan bertambahnya kedalaman pipa. Demikian juga arus laut. Adapun gaya-gaya yang terjadi ketika pipa di dalam air mendapat gaya dari arus laut adalah sebagai berikut: Gambar 1. Gaya-gaya pada pipa di dalam air Ada beberapa teori gelombang. Airy, Stokes, Stream dan Curent. Dari survei yang dilakukan di selat hiri, maka diasumsikan bahwa kondisi gelombang mengikuti teori gelombang Airy.

3 AR Gambar 2. Pergerakan gelombang Efek dari gelombang akan sangat besar jika konstruksi pipa yang digunakan berada di dekat permukaan. Makin dalam posisi konstruksi pipa, makin kecil pengaruh dari gelombang. Gambar 3. Efek gelombang pada kedalaman Oleh karena itu dengan pertimbangan adanya arus laut dan gelombang maka pemasangan pipa air minum dilakukan dengan menenggelamkan di dasar laut (seabed), sehingga pengaruh gelombang, arus dan defleksi akibat berat pipa dapat diminimalisir. Namun demikian juga harus diperhatikan stabilitas pipa di dasar laut (on bottom stability), pengaruh tekanan dan kondisi dasar laut (seabed) yang akan mempengaruhi stabilitas jaringan pipa. Kedalaman laut selat Rum- Maitara maksimal adalah 62 meter maka proses pemasangan dapat dilakukan dengan menyederhanakan proses pemasangan yaitu dengan metode TT (Tarik-Tenggelamkan). Proses pemasangan dilakukan dengan melakukan penyambungan pipa dengan ukuran panjang yang sesuai kebutuhan yaitu panjang pipa bottom tow dengan toleransi 20% untuk mengantisipasi jika terjadi pergeseran horizontal pipa akibat arus atau gelombang pada saat pemasangan. Maksud dan tujuan dari metode ini adalah agar proses pemasangan pipa bawah laut berjalan dengan baik dan memungkinkan untuk dilakukan oleh tenaga kerja setempat dengan panduan engineer yang professional dan berpengalaman yang juga memberi keuntungan secara teknis maupun ekonomis yang dapat menjamin pelayanan air minum secara kontinyu.

4 AR METODOLOGI Metode Pemasangan Metodologi pemasangan pipa air minum bawah laut dapat dijelaskan melalui diagram alur sebagai berikut: Gambar 4. Diagram alur tahapan pemasangan pipa bawah laut Lokasi jalur pemasangan harus terbebas dari aktivitas apapun. Nelayan dan lalu lintas kapal dialihkan selama proses pemasangan pipa berlangsung. Selain itu juga dicari waktu yang tepat dengan arus laut yang rendah dan gelombang sesuai dengan data dari BMG, biasanya arus dan gelombang akan berkurang antara tanggal bulan hijriyah / bulan jawa. Pada pemasangan pipa di laut diperlukan kapal sebagai penarik dan pemuat material. Untuk metode TT diperlukan sebuah kapal yang kapasitasnya mampu memuat seluruh material yang diperlukan yaitu peralatan pasang dan blok beton pemberat dengan jumlah dan bobot yang sesuai. Untuk pemasangan pipa Rum Maitara diperlukan blok beton pemberat pipa minimal 85kg dengan jarak pemasangan 3 meter sehingga untuk panjang pipa sekitar meter diperlukan blok beton pemberat pipa sebanyak 601 buah. Kapal yang disiapkan adalah Kapal yang memiliki draf rendah dan mampu menarik tali koordinat dan pipa pada kondisi perairan arus dan bergelombang. Untuk keperluan di Rum Maitara cukup digunakan satu unit Kapal penarik dan 5 kapal kapal kecil ukuran 3 GT sebagai kapal pemuat dan pemasang pemberat pipa. Jenis Pipa yang direncanakan adalah pipa HDPE diameter luar 110 mm PN 20 bar, sehingga selain pipa aman dari tekanan dalam dan luar pipa juga aman dari segi sambungan. Tenaga penarik yang bekerja di permukaan maupun tenaga penyelam disiapkan agar proses pemasangan bisa secepat mungkin sebelum kondisi laut menjadi tidak bersahabat. Penyambungan pipa HDPE dilakukan di darat dengan menggunakan alat sambung. Pada penyambungan ini harus dilakukan dengan teliti dan tidak boleh terjadi kegagalan. Penyambungan dilakukan secara bertahap 600 meter atau 5 titik sambungan, dan setiap sambungan diberikan pengaman dengan bahan khusus untuk menghindari putusnya pipa arena penyambungan yang kurang sempurna. Tali koordinat atau tali pengarah dipasang pada jalur yang sudah diambil. Tali dipasang dengan erat di koordinat pemasangan pipa, titik di Pulau Tidore maupun di Pulau Maitara. Pada jalur inilah pipa akan dipasang. Cincin tali dipasang pada pipa agar pipa bisa dikaitkan sepanjang tali koordinat. Setelah dikaitkan maka pipa ini bisa ditarik sepanjang jalur tali dengan lancar. Ujung pipa HDPE ditarik dengan kapal, air laut dibiarkan masuk ke dalam pipa agar tercipta stabilitas pipa di atas permukaan air laut dan untuk menghindari adanya udara yang terjebak di dalam pipa pada saat pipa sudah berada didasar laut. Penarikan pipa ini dari arah pulau asal ke pulau tujuan. Proses penarikan pipa ini akan berhenti sejenak pada panjang 600 meter untuk menunggu sambungan pipa berikutnya. Total diperlukan waktu kurang dari 8 jam untuk bisa menarik sekaligus penyambungan pipa dari Tidore ke Maitara dengan panjang meter. Untuk menambah daya apung pipa agar pemasangan pemberat lebih mudah maka dipasang pelampung sementara yang diikatkan pada pipa dengan cara dan jarak tertentu adat mudah melepaskannya pada saat pipa akan ditenggelamkan. Beton pemberat yang direkomendasikan berdasarkan perhitungan teknis untuk pipa HDPE PN 20 bar dengan diameter 110 mm adalah antara 65 kg - 80 kg dan dipasang setiap jarak 3 meter. Berat beton ini ditentukan berdasarkan pertimbangan kondisi pipa HDPE yang tetap terapung karena massa jenisnya yang lebih kecil dari masa jenis air. Dengan memasang beton pemberat ini diharapkan pipa akan mantap dan stabil di dasar laut. Penenggelaman dimulai

5 AR dari arah Maitara. Beton dipasang dari tepi pantai Maitara dan pemasangan setiap 3 meter ke arah Tidore. Cincin tali juga dilepaskan dari tali pengarah demikian juga pelampung sementara. Secara berangsur angsur pipa akan tenggelam. Pada saat yang sama pelampung dilepas dari arah Maitara juga. Demikian pekerjaan dilakukan sampai seluruh pipa tenggelam dalam laut dari pulau tujuan ke pulau asal, sebagaimana dapat dilihat pada gambar 5. Pengamanan Posisi Pipa Gambar 5. Pemasangan pipa bawah laut dengan metode TT (Tarik-Tenggelamkan) Pekerjaan finishing dilakukan dengan melakukan penyelaman untuk memastikan pipa dan pemberatnya berada di lokasi yang aman, tidak terganggu karang maupun palung laut yang bisa menyebabkan tegangan lokal pada pipa yang dapat menyebabkan kegagalan. Adapun hal-hal yang harus dihindari adalah sebagai berikut : Gambar 6. Hal-hal yang harus dihindari pada pemasangan pipa bawah laut Uji coba dilakukan dengan mengisi pipa yang sudah terpasang itu dengan air minum dan mengalirkan secara terus menerus selama 72 jam agar bisa diketahui ketahanan dan kemantapan kontruksinya. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Pemasangan Pipa di Dasar Laut Pada umumnya pemasangan perpipaan bawah laut adalah dengan meletakkan pipa tersebut di dasar laut (seabed). Pada lingkungan dasar laut dengan kedalaman yang cukup, pengaruh gelombang dan arus laut sudah sedemikian kecilnya sehingga tidak mempengaruhi stabilitas pipa. Namun demikian diperlukan pengetahuan yang mendalam tentang kondisi bawah laut itu sendiri. Diperlukan studi yang cukup tentang kondisi bawah laut, jenis seabed, soil, dan juga lingkungan laut. Jelasnya ilmu tentang oceanografi harus mendapat prioritas utama. a. Menentukan beban beton minimum Analisa pemberian beban dilakukan dengan memberi beban bervariasi mulai dari pemberat 5 kg sampai dengan 80 kg pada kondisi pipa kosong maupun terisi akan dapat diketahui beban minimum yang diperlukan agar pipa tidak mengapung. Dengan melihat nilai defleksi pada titik tengah akan diketahui kondisi pipa. Untuk hasil positif, berarti defleksi ke arah atas atau pipa mengapung dan jika nilai defleksi negatif berarti pipa tenggelam sebagaimana dapat dilihat pada tabel 1.

6 AR Pemberat yang ideal akan membuat pipa selalu tenggelam pada kondisi kosong maupun terisi air. Tetapi pemberat ini tidak boleh terlalu besar nilainya. Pemberian pemberat yang terlalu besar akan menyebabkan defleksi pipa yang sangat besar. Dari hasil analisa di atas terlihat bahwa berat minimum pemberat beton yang dipasang setiap 3 m adalah 65 kg per buah. Jika berat beton yang digunakan kurang dari itu maka pipa akan terapung pada saat kosong. Kondisi pipa yang terapung ini akan sangat berbahaya karena akan mengganggu lalu lintas kapal. Selain itu dengan posisi dekat dengan permukaan laut, pengaruh gelombang dan arus laut akan sangat besar dan akan mengakibatkan pipa putus. Pemasangan pipa bawah laut Tidore Maitara dapat terlaksana dengan baik dengan menggunakan metode TT. Pemasangan pipa bawah laut untuk kedalaman 62 m seperti di Selat Maitara ini terbukti cukup efektif. Ada 3 jalur pipa yang terpasang pada selat maitara dengan panjang masing masing meter. Pemasangan hanya membutuhkan peralatan dan kapal yang bukan didesain secara khusus untuk pemasangan pipa bawah laut sehingga lebih ekonomis. Beton pemberat yang digunakan memiliki berat 80 kg yang dipasang tiap 3 meter sehingga akan meletakkan pipa pada posisi yang stabil di dasar laut. Pada saat proes pemasangan pipa disisi air laut, hal tersebut dilakukan untuk menjamin pipa dalam kondisi penuh untuk menghindari udara terjebak di dalam pipa yang bisa berakibat penurunan tekanan air dan daya dorong, selain itu dengan pipa yang penuh maka pipa akan lebih stabil pada kondisi arus serta gelombang dan juga mudah untuk ditenggelamkan. bawah ini ditampilkan foto-foto dokumentasi pemasangan pipa yang sudah dilaksanakan. Gambar 7. Arah defleksi NO BEBAN (kg) Gambar 8. Penyambungan pipa Tabel 1. Pengaruh beban terhadap posisi pipa (terapung atau tenggelam) PIPA KOSONG DEFLEKSI PIPA TERISI NILAI (mm) KONDISI NILAI (mm) KONDISI 1 Tanpa beban Terapung Terapung Terapung Tenggelam Terapung Tenggelam Terapung Tenggelam Terapung Tenggelam Terapung Tenggelam Terapung Tenggelam Terapung Tenggelam Terapung Tenggelam Terapung Tenggelam Terapung Tenggelam

7 AR Terapung Tenggelam Terapung Tenggelam Tenggelam Tenggelam Tenggelam Tenggelam Tenggelam Tenggelam Tenggelam Tenggelam Gambar 9. Pemasangan pelampung Gambar 10. Penguatan pemberat sebelum ditenggelamkan Gambar 11. Perbaikan posisi pipa

8 AR Gambar 12. Pipa yang sudah terpasang 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penggunaan metode TT sangat efektif pada kedalaman laut di bawah 100 meter. Namun demikian kondisi arus laut dan gelombang pada pemasangan ini harus dalam kondisi tenang. Jika tidak tentu ada perhitungan lain yang lebih komplek. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian BMG yang sangat akurat. Pemasangan pipa air minum ini telah memberikan manfaat di beberapa pulau di Indonesia antara lain pulau Maitara dan kepualuan Kayoa di Maluku Utara serta pulau Lembeh di Bitung Sulawesi Utara. Penggunaan Metode TT untuk pemasangan pipa bawah laut ini juga lebih sederhana dan tidak memerlukan kapal khusus, sehingga dapat dilakukan oleh wilayah setempat dengan mengoptimalkan armada laut yang tersedia. Pemilihan pipa sebaiknya meminimalisir jumlah sambungan, untuk pipa yang berdiameter 63 mm, 90mm dan 110 mm sebaiknya memilih pipa roll dengan panjang 100 atau 200 meter/roll, sedangkan untuk diameter pipa ukuran 160 mm ketas sebaiknya memilih panjang minimum 12 meter/batang. Saran Dalam pemasangan pipa bawah laut dengan metode TT ini, perlu diperhatikan masalah penguatan pengikat beton dengan pipa, sehingga beton bener-benar terpasang melekat pada titik pemasangan yang telah ditentukan, karena jika tidak beton akan bergeser akibat arus laut sebelum menyatu dengan terumbu karang di dasar laut. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Zaenal. (2008). Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut di Daerah Shore Approach. Institut Teknologi Bandung. Alfansuri, Solihin. (2007). Perlindungan Pipa Bawah Laut. Surabaya Bu energy. (2010). Teknik Pemasangan Pipa di Dasar Laut (updated 30 Oktober 2010). [akses 4 Januari 2015] Hardi, W. Suyono, T Teknik Pemasangan Pipa Air Minum Bawah Laut dengan Metode TT dari Pulau Tidore ke Pulau Maitara. Semnas Maritim, Sains dan Teknologi Terapan. Vol. 1 Liu, Henry. (2003). Pipeline Engineering. Lewis Publishers. Florida Setiawan, P. Aditya. (2010). Menghitung Tebal Pipa. Sibuea, C. Mulyadi, Y. Rochani, I Analisis On-Bottom Stability dan Local Buckling: Studi Kasus Pipa Bawah Laut dari Platform Ula Menuju Platform Uw. Jurnal Teknik ITS. Vol 5, No. 2 Yusuf, Arizafahluzi. (2012). Metode Pemasangan Pipa Bawah Laut.

Teknik Pemasangan Pipa Air Minum Bawah Laut dengan Metode TT dari Pulau Tidore ke Pulau Maitara

Teknik Pemasangan Pipa Air Minum Bawah Laut dengan Metode TT dari Pulau Tidore ke Pulau Maitara ISSN: 2548-1509 Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, 21 November 2016 Teknik Pemasangan Pipa Air Minum Bawah Laut dengan Metode TT dari Pulau Tidore ke Pulau Maitara Witono Hardi 1*, Tri Suyono 2 1 Program

Lebih terperinci

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum Minyak bumi, gas alam, logam merupakan beberapa contoh sumberdaya mineral yang sangat penting dan dibutuhkan bagi manusia. Dan seperti yang kita ketahui, negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) G-189

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) G-189 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-189 Analisis On-Bottom Stability Offshore Pipeline pada Kondisi Operasi: Studi Kasus Platform SP menuju Platform B1C/B2c PT.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kabupaten Buton diperkirakan memiliki luas sekitar 2.509,76 km 2, dimana 89% dari luas wilayah tersebut merupakan perairan laut. Secara geografis Kabupaten Buton terletak

Lebih terperinci

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT Diyan Gitawanti Pratiwi 1 Dosen Pembimbing : Rildova, Ph.D Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut

Lebih terperinci

Karamba jaring apung (KJA) kayu untuk pembesaran ikan kerapu di laut

Karamba jaring apung (KJA) kayu untuk pembesaran ikan kerapu di laut Standar Nasional Indonesia Karamba jaring apung (KJA) kayu untuk pembesaran ikan kerapu di laut ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI

BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI 3.1 UMUM Metode instalasi pipeline bawah laut telah dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan pada saat proses instalasi berlangsung, ketersediaan dan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-249 Analisis On-Bottom Stability dan Local Buckling: Studi Kasus Pipa Bawah Laut dari Platform Ula Menuju Platform Uw Clinton

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN TIDAK MENUNTUT

SURAT PERNYATAAN TIDAK MENUNTUT Kami yang bertandatangan di bawah ini: Nama : Jabatan : Alamat : SURAT PERNYATAAN TIDAK MENUNTUT Dengan ini menyatakan bahwa kami mewakili PT/CV. yang beralamat di. bermaksud untuk mengikuti pelaksanaan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1(Sept. 2012) ISSN: G-340

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1(Sept. 2012) ISSN: G-340 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1(Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 G-340 Analisa Pengaruh Variasi Tanggem Pada Pengelasan Pipa Carbon Steel Dengan Metode Pengelasan SMAW dan FCAW Terhadap Deformasi dan Tegangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Budidaya laut (marinecultur) merupakan bagian dari sektor kelautan dan perikanan yang mempunyai kontribusi penting dalam memenuhi target produksi perikanan. Walaupun

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN PEMELIHARAAN RUTIN JALAN DAN JEMBATAN PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN UPR. 02 UPR. 02.4 PEMELIHARAAN RUTIN TALUD & DINDING PENAHAN TANAH AGUSTUS 1992 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian mengambil tempat di pulau Pramuka Kepulauan Seribu, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta (Peta Lokasi Lampiran

Lebih terperinci

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia Sejarah Peraturan Perikanan Indonesia Peranan Hukum Laut dalam Kedaulatan RI Laut Indonesia pada awalnya diatur berdasarkan Ordonansi 1939 tentang Wilayah Laut dan Lingkungan Maritim yg menetapkan laut

Lebih terperinci

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Bab 1

1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Bab 1 Bab 1 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam mineral di Indonesia memilik potensi yang cukup besar untuk dieksplorasi, terutama untuk jenis minyak dan gas bumi. Sumber mineral di Indonesia sebagian

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DETAIL STRUKTUR DAN REKLAMASI PELABUHAN PARIWISATA DI DESA MERTASARI - BALI OLEH : SIMON ROYS TAMBUNAN 3101.100.105 PROGRAM SARJANA (S-1) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

PENUNTUN PELAKSANAAN MONITORING TERUMBU KARANG DENGAN METODE MANTA TOW

PENUNTUN PELAKSANAAN MONITORING TERUMBU KARANG DENGAN METODE MANTA TOW PENUNTUN PELAKSANAAN MONITORING TERUMBU KARANG DENGAN METODE MANTA TOW PENDAHULUAN Metoda Manta Tow adalah suatu teknik pengamatan terumbu karang dengan cara pengamat di belakang perahu kecil bermesin

Lebih terperinci

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK A. DEFINISI - Pengangkutan Pekerjaan pemindahan pipa dari lokasi penumpukan ke

Lebih terperinci

Soal :Stabilitas Benda Terapung

Soal :Stabilitas Benda Terapung TUGAS 3 Soal :Stabilitas Benda Terapung 1. Batu di udara mempunyai berat 500 N, sedang beratnya di dalam air adalah 300 N. Hitung volume dan rapat relatif batu itu. 2. Balok segi empat dengan ukuran 75

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI Page 1 of 7 KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG

TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG Oleh : Amrullah Saleh, S.Si I. PENDAHULUAN Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber

Lebih terperinci

PERANCANGAN KINCIR TERAPUNG PADA SUNGAI UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK

PERANCANGAN KINCIR TERAPUNG PADA SUNGAI UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK PERANCANGAN KINCIR TERAPUNG PADA SUNGAI UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK Jones Victor Tuapetel 1), Diyan Poerwoko 2) 1, 2) Program Studi Teknik Mesin Institut Teknologi Indonesia E-mail: jvictor_tuapetel@yahoo.com,

Lebih terperinci

BAB 3 DESKRIPSI KASUS

BAB 3 DESKRIPSI KASUS BAB 3 DESKRIPSI KASUS 3.1 UMUM Anjungan lepas pantai yang ditinjau berada di Laut Jawa, daerah Kepulauan Seribu, yang terletak di sebelah Utara kota Jakarta. Kedalaman laut rata-rata adalah 89 ft. Anjungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gelombang laut, maka harus dilengkapi dengan bangunan tanggul. diatas tadi dengan menggunakan pemilihan lapis lindung berupa

BAB I PENDAHULUAN. gelombang laut, maka harus dilengkapi dengan bangunan tanggul. diatas tadi dengan menggunakan pemilihan lapis lindung berupa BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Tinjauan Umum Dalam negara Republik Indonesia yang berbentuk kepulauan dengan daerah yang sangat luas, sangat dirasakan kebutuhan adanya suatu angkutan yang efektif, dalam arti aman,

Lebih terperinci

Pengalaman Membuat dan Memasang Tanda Batas Di Taman Nasional Kepulauan Seribu

Pengalaman Membuat dan Memasang Tanda Batas Di Taman Nasional Kepulauan Seribu Pengalaman Membuat dan Memasang Tanda Batas Di Taman Nasional Kepulauan Seribu A. Pemilihan pelampung Ada beberapa bahan pelampung yang bisa dipilih, tapi alasan kami memilih drum plastik ukuran 200 liter

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA DAERAH PELAYARAN KAPAL PELAYARAN RAKYAT

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA DAERAH PELAYARAN KAPAL PELAYARAN RAKYAT PENETAPAN KRITERIA DAERAH PELAYARAN KAPAL PELAYARAN RAKYAT LAMPIRAN 9 i 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Persyaratan Utama 4.2. Kriteria Pelayaran Rakyat 4.3. Daerah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN UMUM Kegiatan kenavigasian mempunyai peranan penting dalam mengupayakan keselamatan berlayar guna mendukung

Lebih terperinci

BAB 2 SAMBUNGAN (JOINT ) 2.1. Sambungan Keling (Rivet)

BAB 2 SAMBUNGAN (JOINT ) 2.1. Sambungan Keling (Rivet) BAB SAMBUNGAN (JOINT ).1. Sambungan Keling (Rivet) Pada umumnya mesin mesin terdiri dari beberapa bagian yang disambung-sambung menjadi sebuah mesin yang utuh. Sambungan keling umumnya diterapkan pada

Lebih terperinci

PEMBANDINGAN DISAIN JEMBATAN RANGKA BAJA MENGGUNAKAN PERATURAN AASHTO DAN RSNI

PEMBANDINGAN DISAIN JEMBATAN RANGKA BAJA MENGGUNAKAN PERATURAN AASHTO DAN RSNI POLITEKNOLOGI VOL. 14 No. 1 JANUARI 2015 Abstract PEMBANDINGAN DISAIN JEMBATAN RANGKA BAJA MENGGUNAKAN PERATURAN AASHTO DAN RSNI Anis Rosyidah 1 dan Dhimas Surya Negara Jurusan Teknik Sipil, Politeknik

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN SERAT PLASTIK TERHADAP KUAT TARIK BELAH DAN KUAT TEKAN PADA CAMPURAN BETON TANPA AGREGAT KASAR

KAJIAN PENGGUNAAN SERAT PLASTIK TERHADAP KUAT TARIK BELAH DAN KUAT TEKAN PADA CAMPURAN BETON TANPA AGREGAT KASAR KAJIAN PENGGUNAAN SERAT PLASTIK TERHADAP KUAT TARIK BELAH DAN KUAT TEKAN PADA CAMPURAN BETON TANPA AGREGAT KASAR Agustiar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Aceh Email : ampenan70@gmail.com

Lebih terperinci

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. * METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. * Survei kondisi terumbu karang dapat dilakukan dengan berbagai metode tergantung pada tujuan survei, waktu yang tersedia, tingkat keahlian

Lebih terperinci

Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS. Lab. Teknologi Agrokimia, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya

Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS. Lab. Teknologi Agrokimia, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT PERANCANGAN PABRIK: DOKUMENTASI PERANCANGAN PABRIK Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS. Lab. Teknologi Agrokimia, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR Penyusunan RKS Perhitungan Analisa Harga Satuan dan RAB Selesai Gambar 3.1 Flowchart Penyusunan Tugas Akhir BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR 4.1 Data - Data Teknis Bentuk pintu air

Lebih terperinci

BAB III KABEL BAWAH TANAH

BAB III KABEL BAWAH TANAH BAB III 1. TUJUAN Buku pedoman ini membahas tata cara pemasangan kabel bawah tanah dengan tujuan untuk memperoleh mutu pekerjaan yang baik dan seragam dalam cara pemasangan serta peralatan yang digunakan.

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN SIDAT DENGAN MENGGUNAKAN BUBU DI DAERAH ALIRAN SUNGAI POSO SULAWESI TENGAH

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN SIDAT DENGAN MENGGUNAKAN BUBU DI DAERAH ALIRAN SUNGAI POSO SULAWESI TENGAH Teknik Penangkapan Ikan Sidat..di Daerah Aliran Sungai Poso Sulawesi Tengah (Muryanto, T & D. Sumarno) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN SIDAT DENGAN MENGGUNAKAN BUBU DI DAERAH ALIRAN SUNGAI POSO SULAWESI TENGAH

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE Nur Khusnul Hapsari 1 dan Rildova 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10 Bandung 40132

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG Olga Catherina Pattipawaej 1, Edith Dwi Kurnia 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha Jl. Prof. drg. Suria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat memberi pengaruh yang baik serta manfaat yang besar bagi manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

2.5 Persamaan Aliran Untuk Analisa Satu Dimensi Persamaan Kontinuitas Persamaan Energi Formula Headloss...

2.5 Persamaan Aliran Untuk Analisa Satu Dimensi Persamaan Kontinuitas Persamaan Energi Formula Headloss... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN TUGAS SARJANA...ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS....iii HALAMAN PENGESAHAN.... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.....v HALAMAN PERSEMBAHAN....vi ABSTRAK...

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan / maritim, peranan pelayaran adalah sangat penting bagi kehidupan sosial, ekonomi, pemerintahan, pertahanan / keamanan, dan sebagainya.

Lebih terperinci

Disusun oleh : Adi Sudirman ( ) Ahmad Zainul Roziqin ( )

Disusun oleh : Adi Sudirman ( ) Ahmad Zainul Roziqin ( ) MODIFIKASI BUTT FUSION PLATE POLYETHYLENE DENGAN PENAMBAHAN SISTEM PNEUMATIK UNTUK MENGURANGI EFEK KERENGGANGAN PADA PENGEPRESAN Disusun oleh : Adi Sudirman ( 6307 030 050 ) Ahmad Zainul Roziqin ( 6307

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PEMECAH GELOMBANG PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP Diajukan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (Strata - 1) pada Jurusan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI,

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI, [Home] KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI, MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Balok merupakan elemen struktur yang selalu ada pada setiap bangunan, tidak

I. PENDAHULUAN. Balok merupakan elemen struktur yang selalu ada pada setiap bangunan, tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Balok merupakan elemen struktur yang selalu ada pada setiap bangunan, tidak terkecuali pada bangunan rumah tinggal sederhana. Balok merupakan bagian struktur yang fungsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi

BAB I PENDAHULUAN. secara nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi BAB I PENDAHUUAN I. 1 Umum Baja adalah salah satu bahan kontruksi yang paling penting, sifat-sifatnya yang terutama dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dan sifat yang keliatannya.

Lebih terperinci

Keputusan Kepala Badpedal No. 47 Tahun 2001 Tentang : Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang

Keputusan Kepala Badpedal No. 47 Tahun 2001 Tentang : Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang Keputusan Kepala Badpedal No. 47 Tahun 2001 Tentang : Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN, Menimbang : a. bahwa terumbu karang merupakan sumber daya alam

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian di lapang dilaksanakan pada Bulan Mei sampai Juni 2009. Penelitian dilaksanakan di Perairan Pulau Karang Beras, Kepulauan Seribu (Lampiran

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini menggunakan metode-metode dengan analisis studi kasus yang

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini menggunakan metode-metode dengan analisis studi kasus yang III. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini menggunakan metode-metode dengan analisis studi kasus yang dilakukan yaitu metode pengujian langsung lapangan dengan Static Loading Test pada pelat jembatan dan

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY JARINGAN IRIGASI PERPIPAAN

EXECUTIVE SUMMARY JARINGAN IRIGASI PERPIPAAN EXECUTIVE SUMMARY JARINGAN IRIGASI PERPIPAAN Desember 2012 KATA PENGANTAR Executive Summary ini merupakan ringkasan dari Laporan Akhir kegiatan Penelitian Jaringan Irigasi Perpipaan yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan. Secara umum air yang terdapat di alam yang dapat dikonsumsi oleh manusia bersumber dari:

BAB 1 Pendahuluan. Secara umum air yang terdapat di alam yang dapat dikonsumsi oleh manusia bersumber dari: BAB 1 Pendahuluan 1.1. Umum Air merupakan karunia Tuhan yang secara secara alami ada diseluruh muka bumi. Manusia sebagai salah satu makluk yang ada di bumi juga sangat tergantung terhadap air dan untuk

Lebih terperinci

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan Standar Nasional Indonesia Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

DESAIN JEMBATAN BARU PENGGANTI JEMBATAN KUTAI KARTANEGARA DENGAN SISTEM BUSUR

DESAIN JEMBATAN BARU PENGGANTI JEMBATAN KUTAI KARTANEGARA DENGAN SISTEM BUSUR TUGAS AKHIR DESAIN JEMBATAN BARU PENGGANTI JEMBATAN KUTAI KARTANEGARA DENGAN SISTEM BUSUR DISUSUN OLEH : HILMY GUGO SEPTIAWAN 3110.106.020 DOSEN KONSULTASI: DJOKO IRAWAN, Ir. MS. PROGRAM STUDI S-1 LINTAS

Lebih terperinci

Tugas Akhir KL 40Z0 Penilaian Resiko Terhadap Pipa Bawah Laut Dengan Sistem Skoring BAB V PENUTUP

Tugas Akhir KL 40Z0 Penilaian Resiko Terhadap Pipa Bawah Laut Dengan Sistem Skoring BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penilaian resiko dilakukan pada tiap zona yang sudah dispesifikasikan. Peta resiko menggunakan sistem skoring yang diperkenalkan oleh W Kent Muhlbauer dengan bukunya yang berjudul

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG BAB

1.1 LATAR BELAKANG BAB BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA). Sebagian besar dari wilayah kepulauan Indonesia memiliki banyak cadangan minyak bumi dan

Lebih terperinci

Sensitivity Analysis Struktur Anjungan Lepas Pantai Terhadap Penurunan Dasar Laut BAB 1 PENDAHULUAN

Sensitivity Analysis Struktur Anjungan Lepas Pantai Terhadap Penurunan Dasar Laut BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam laut di Indonesia, khususnya minyak dan gas, memiliki potensi bagi Indonesia. Dalam usaha mengoptimalkan potensi tersebut perlu dilakukan pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil pada studi untuk mendapatkan konfigurasi kabel yang paling efektif pada struktur SFT dan juga setelah dilakukan analisa perencanaan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB

LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB Soal No. 1 Seorang berjalan santai dengan kelajuan 2,5 km/jam, berapakah waktu yang dibutuhkan agar ia sampai ke suatu tempat yang

Lebih terperinci

MAKALAH PELAYANAN PUBLIK

MAKALAH PELAYANAN PUBLIK MAKALAH PELAYANAN PUBLIK INTERKONEKSI JARINGAN PIPA AIR BERSIH BAWAH LAUT ANTAR PULAU SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN AIR BERSIH/AIR MINUM DI WILAYAH HINTERLAND KOTA BATAM BAB I MASALAH, PENDEKATAN,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN

OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN Sugeng P. Budio 1, Retno Anggraini 1, Christin Remayanti 1, I Made Bayu Arditya Widia 2 1 Dosen / Jurusan Teknik Sipil /

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula,

BAB I PENDAHULUAN. Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Sanana saat ini adalah Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Sula Provinsi Maluku Utara berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

STUDI BENTUK PENAMPANG YANG EFISIEN PADA BALOK PRATEGANG TERKAIT DENGAN BENTANG PADA FLYOVER

STUDI BENTUK PENAMPANG YANG EFISIEN PADA BALOK PRATEGANG TERKAIT DENGAN BENTANG PADA FLYOVER Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 STUDI BENTUK PENAMPANG YANG EFISIEN PADA BALOK PRATEGANG TERKAIT DENGAN BENTANG PADA FLYOVER Frisky Ridwan Aldila Melania Care 1, Aswandy

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian penangkapan rajungan dengan menggunakan jaring kejer dilakukan di perairan Gebang Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Penelitian

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (2015), ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (2015), ( Print) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. (05), 337-3539 (30-97 Print) F5 Analisis Sistem Tenaga dan Redesign Tower Crane Potain MD 900 Intan Kumala Bestari dan I Nyoman Sutantra Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

KAJIAN METEO-OSEANOGRAFI UNTUK OPERASIONAL PELAYARAN GRESIK-BAWEAN

KAJIAN METEO-OSEANOGRAFI UNTUK OPERASIONAL PELAYARAN GRESIK-BAWEAN KAJIAN METEO-OSEANOGRAFI UNTUK OPERASIONAL PELAYARAN GRESIK-BAWEAN Engki Andri Kisnarti Program Studi Oseanografi, Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang Tuah Jl. Arif Rahman Hakim 150 Surabaya

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Estika 1 dan Bernardinus Herbudiman 2 1 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN

Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN Mohammad Iqbal 1 dan Muslim Muin, Ph. D 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT Mulyadi Maslan Hamzah (mmhamzah@gmail.com) Program Studi Magister Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl Ganesha

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya angkat keatas. Pondasi tiang juga digunakan untuk mendukung

TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya angkat keatas. Pondasi tiang juga digunakan untuk mendukung II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Pondasi Tiang digunakan untuk mendukung bangunan yang lapisan tanah kuatnya terletak sangat dalam, dapat juga digunakan untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Teluk Mutiara Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur. Peta lokasi penelitian ditampilkan pada Gambar

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu : 1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Bagan Alir Perancangan Untuk mempermudah perancangan Tugas Akhir, maka dibuat suatu alur sistematika perancangan struktur Kubah, yaitu dengan cara sebagai berikut: START

Lebih terperinci

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi 1 Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Muhammad S. Sholikhin, Imam Rochani, dan Yoyok S. Hadiwidodo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan,

Lebih terperinci

ANALISIS NUMERIK CATENARY MOORING TUNGGAL

ANALISIS NUMERIK CATENARY MOORING TUNGGAL ANALISIS NUMERIK CATENARY MOORING TUNGGAL Kenindra Pranidya 1 dan Muslim Muin 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl Ganesha 10 Bandung 40132

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN Penulisan ini didasarkan atas survey literatur, serta didukung dengan data perencanaan dengan berdasarkan pertimbangan effisiensi waktu pengerjaan dengan tahapan kegiatan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 14 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengamatan tingkah laku ikan pada proses penangkapan ikan dengan alat bantu cahaya dilakukan di perairan Kabupaten Barru Selat Makassar, Sulawesi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan taraf pembangunan,

I. PENDAHULUAN. Sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan taraf pembangunan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan taraf pembangunan, sebagai mana diketahui pada dewasa ini di negara-negara yang sedang berkembang. Bandar

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

Instalasi hydrant kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang menggunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan melalui

Instalasi hydrant kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang menggunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan melalui Teknik Perpipaan Instalasi hydrant kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang menggunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan melalui pipa-pipa dan slang kebakaran. Sistem ini terdiri

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG GRAHA AMERTA RSU Dr. SOETOMO SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG GRAHA AMERTA RSU Dr. SOETOMO SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON SEMINAR TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG GRAHA AMERTA RSU Dr. SOETOMO SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON Oleh : ANTON PRASTOWO 3107 100 066 Dosen Pembimbing : Ir. HEPPY KRISTIJANTO,

Lebih terperinci

SNI 7827:2012. Standar Nasional Indonesia. Papan nama sungai. Badan Standardisasi Nasional

SNI 7827:2012. Standar Nasional Indonesia. Papan nama sungai. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Papan nama sungai ICS 93.140 Badan Standardisasi Nasional BSN 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. pelabuhan pelabuhan hub disertai feeder dari Sumatera hingga ke Papua dengan

1 BAB I PENDAHULUAN. pelabuhan pelabuhan hub disertai feeder dari Sumatera hingga ke Papua dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah perairan 6.315.222 km 2, panjang garis pantai 99.093 km 2, serta 13.466 pulau yang bernama dan berkoordinat

Lebih terperinci

LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN

LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN Kepada Yth. : Ir. Somba Tambing (Kasubdit Perkotaan/Dit PSPAM Wil. 2) Tembusan : Ir. Iryanto Susatyo M.Eng (Kasi Wil 2A) Sudarmadi, BE (Korwil Bali,NTB, NTT) D a r i : KPT Wil

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya TUGAS AKHIR MN 091382 ANALISA PENGARUH VARIASI TANGGEM PADA PENGELASAN PIPA CARBON STEEL DENGAN METODE PENGELASAN SMAW DAN FCAW TERHADAP DEFORMASI DAN TEGANGAN SISA MENGGUNAKAN ANALISA PEMODELAN ANSYS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Pondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya beban diatasnya. Pondasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim, kurang lebih 70 persen wilayah Indonesia terdiri dari laut yang pantainya kaya akan berbagai jenis sumber daya hayati dan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU Urip Rahmani 1), Riena F Telussa 2), Amirullah 3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan USNI Email: urip_rahmani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

Kajian Estimasi Biaya Pembangunan Breakwater untuk Pangkalan Pendaratan Ikan (Studi Kasus: Pantai Cikidang)

Kajian Estimasi Biaya Pembangunan Breakwater untuk Pangkalan Pendaratan Ikan (Studi Kasus: Pantai Cikidang) Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Kajian Estimasi Biaya Pembangunan Breakwater untuk Pangkalan Pendaratan Ikan (Studi Kasus: Pantai Cikidang)

Lebih terperinci

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar

3.2.1 Spesifikasi alat tangkap Bagian-bagian dari alat tangkap yaitu: 1) Tali ris atas, tali pelampung, tali selambar 21 3METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada tanggal 15 September 11 Desember 2010 ini bertempat di TPI Palabuhanratu. Sukabumi Jawa Barat. Kegiatan penelitian meliputi eksperimen langsung

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pelabuhan merupakan sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya. Perkembangan pelabuhan

Lebih terperinci

PERENCANAAN JARINGAN AIR BERSIH DESA KIMA BAJO KECAMATAN WORI

PERENCANAAN JARINGAN AIR BERSIH DESA KIMA BAJO KECAMATAN WORI PERENCANAAN JARINGAN AIR BERSIH DESA KIMA BAJO KECAMATAN WORI Fenny Nelwan E. M. Wuisan, L. Tanudjaja Fakultas Teknik, Jurusan Sipil, Universitas Sam Ratulangi Email: nelwanfenny@ymail.com ABSTRAK Air

Lebih terperinci

REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA

REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA LAPORAN PRAKTIKUM REKLAMASI PANTAI (LAPANG) REKLAMASI PANTAI DI PULAU KARIMUN JAWA Dilaksanakan dan disusun untuk dapat mengikuti ujian praktikum (responsi) mata kuliah Reklamasi Pantai Disusun Oleh :

Lebih terperinci