BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Petak Ukur Permanen (PUP) Petak ukur permanen (PUP) pada hutan alam merupakan petak pengamatan yang dimiliki oleh setiap HPH dengan jumlah dan penyebaran yang mewakili keadaan tipe hutan dan tipe tempat tumbuhnya yang dibuat berdasarkan tahun tebang dan memiliki tahun risalah yang berbeda-beda dengan luas masingmasing PUP 100 m x 100 m (1 ha). Tahun risalah merupakan tahun pengukuran diameter pohon dan identifikasi jenis pohon yang dilakukan setiap tahun pada masing-masing PUP. Pada penelitian ini data yang diamati adalah data PUP 4, PUP 5, dan PUP 6, yang tidak mendapatkan perlakukan silvikultur (baik penanaman maupun pemeliharaan) setelah penebangan pada areal hutan alam bekas tebangan yang ada di Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah. Informasi tentang PUP sangat bermanfaat untuk memantau pertumbuhan riap maupun tegakan tinggal di hutan alam bekas tebangan. Tahun tebang bervariasi mulai tahun 1987, 1988, 1990, 1991, 1992, 1993, 1994, 1995, dan Sedangkan tahun pengukuran mulai tahun dengan rentang waktu pengukuran pada umumnya 1 tahun. PUP yang diamati berjumlah 51 PUP yang berasal dari 18 HPH disajikan pada Lampiran 1. Jumlah pohon seluruh jenis dengan diameter minimum 10 cm pada masing-masing PUP (1 ha) bervariasi dari yang terendah 38 pohon/hektar di areal PT. Inhutani III (Hutan Emas) sampai yang terbanyak 733 pohon/hektar di areal PT. Barito Pacific Timber Unit 3. Hal tersebut menunjukkan keragaman kerapatan pohon yang diduga akan berpengaruh terhadap proses dinamika struktur tegakan. Dinamika struktur tegakan diamati pada selang waktu 3 tahun, dengan menentukan jumlah pohon yang upgrowth, mortality, dan tetap pada setiap kelas diameter. Pohon-pohon yang terdapat dalam setiap PUP dikelompokkan menjadi 2 kelompok jenis yaitu kelompok jenis pohon Dipterocarpaceae dan Non- Dipterocarpaceae, serta dikelompokkan berdasarkan kelas diameter. Pohon-pohon dalam PUP dikelompokkan ke dalam 11 kelas diameter dengan lebar kelas 5 cm,

2 mulai dari pohon berdiameter rendah yaitu 10-14,99 cm sampai dengan pohon berdiameter tinggi yaitu 60 cm keatas. Selain itu dihitung juga luas bidang dasar pohon pada setiap kelas diameter per kelompok jenis pohon pada setiap PUP. 5.2 Penyusunan Model Dinamika Struktur Tegakan dengan Analisis Regresi Linier Berganda Konsep awal penyusunan model ini adalah untuk mensimulasikan dinamika struktur tegakan hutan bekas tebangan setiap 3 tahun sehingga dapat diprediksi kondisi struktur tegakan pada waktu tertentu. Struktur model dinamika tegakan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas fungsi upgrowth dan tetap. Pemodelan dinamika struktur tegakan ini sudah banyak dilakukan, namun Kuncahyo (1995) mengatakan bahwa model pertumbuhan untuk setiap lokasi berbeda-beda, hal ini dikarenakan pertumbuhan tegakan tersebut dipengaruhi oleh faktor internal tempat tumbuh tersebut. Jumlah pohon upgrowth, mortality, dan tetap menurut kelas diameter pada setiap kelompok jenis dan struktur tegakan awal disajikan pada Lampiran 2, selanjutnya nilai-nilai X sebagai peubah bebas dan Y sebagai peubah tidak bebas disajikan pada Lampiran 3 untuk jenis pohon Dipterocarpaceae dan Lampiran 4 untuk jenis pohon Non-Dipterocarpaceae. Nilai-nilai tersebut digunakan untuk menyusun persamaan regresi linier berganda pada setiap kelas diameter dan kelompok jenis pohon. Pengelompokkan jenis ini dilakukan karena hutan alam tropis terdiri dari bermacam-macam jenis dan tidak semua jenis memiliki data yang cukup untuk dilakukan pemodelan (Vanclay, 1995). Pengelompokkan jenis Dipterocarpaceae dan Non-Dipterocarpaceae telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya antara lain: Krisnawati (2001), Labetubun (2004), Agustini (2006), Maryono (2009). Persamaan 1 dan 2 model regresi linier berganda untuk menduga pohon upgrowth yang dihasilkan dengan menggunakan 13 peubah bebas pada setiap kelas diameter disajikan pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Untuk mengetahui apakah model tersebut memenuhi asumsi dalam regresi berganda, maka dilakukan pengujian asumsi klasik. Asumsi dasar dalam regresi berganda adalah bahwa antar variabel bebas tidak berkolerasi atau tidak terjadi

3 hubungan yang mendekati sempurna (nonmultikolinier). Berdasarkan hasil analisis koefisien korelasi yang disajikan pada Lampiran 7, terdapat indikasi adanya multikolonieritas. Korelasi linier berganda merupakan alat ukur mengenai hubungan yang terjadi antara variabel tak bebas (variabel Y) dan dua atau lebih variabel bebas (variabel X) (Hasan, 2002). Nilai koefisien korelasi dapat memberikan informasi tentang keeratan hubungan antar variabel. Koefisien korelasi merupakan indeks atau bilangan yang digunakan untuk mengukur keeratan (kuat, lemah, atau tidak ada) hubungan antar variabel. Untuk mendeteksi adanya kasus multikolinieritas antar variabel bebas dalam matriks korelasi yaitu dengan cara melihat koefisien korelasi. Nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga dapat mengidentifikasikan adanya multikolinier dalam model. Sebagai ilustrasi, berikut ini disajikan tabel nilai VIF model regresi linier berganda untuk menduga upgrowth pada kelas diameter 15-19,99 cm kelompok jenis pohon Dipterocarpaceae dengan menggunakan model persamaan 1 dan 2: Tabel 5 Indikasi kasus multikolinier dengan nilai VIF pada model regresi linier berganda pada persamaan 1 Variabel Koefisien SE. Koefisien T-hitung P VIF X1-0,0767 0,7978-0,10 0,924 77,2 X2-1,7789 0,86-2,07 0, ,4 X3-0, , ,30 0,762 11,1 X4 0,7653 0,3767 2,03 0, ,9 X5 0,2183 0,4561 0,48 0,634 38,0 X6-2,484 1,644-1,51 0, ,6 X7-0,6509 0,2565-2,54 0,013 11,9 X8 2,852 1,648 1,73 0, ,3 X9 0,0398 0, ,00 0,000 2,8 X10 0, , ,68 0,098 1,9 X11-0, ,0137-0,19 0,853 1,7 X12-0, , ,43 0,672 3,7 0, , ,84 0,402 2,1

4 Tabel 6 Indikasi kasus multikolinier dengan nilai VIF pada model regresi linier berganda pada persamaan 2 Variabel Koefisien SE. Koefisien T-hitung P VIF X1-1,6443 0,8404-1,96 0, ,1 X2-2,513 1,149-2,19 0, ,7 X3 0,5654 0,2693 2,10 0,039 23,4 X4 3,383 1,115 3,03 0, ,5 X5 0,2951 0,2084 1,42 0,161 25,1 X6-2,0391 0,6784-3,01 0, ,5 X7-0,5169 0,1435-3,60 0,001 11,2 X8 2,0915 0,7053 2,97 0, ,0 X9 0,5146 0,1211 4,25 0,00 2,2 X10 1,2607 0,5335 2,36 0,021 1,9 X11-0,0204 0, ,27 0,788 1,8 X12 0,3011 0,2424 1,24 0,218 10,7 0,1328 0,1794 0,74 0,461 3,1 Berdasarkan Tabel 5 dan Tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai VIF yang dihasilkan mengindikasikan adanya kasus multikolinier dalam model. Hal ini ditandai dengan nilai VIF yang lebih besar dari 5 yaitu variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, dan X8 pada persamaan 1. Sedangkan pada persamaan 2 yaitu variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, dan X12. Iriawan dan Astuti (2006) menyatakan multikolinier adalah suatu keadaan di mana antar variabel bebas terdapat hubungan sangat erat. Dalam regresi, apabila ada korelasi antar variabel bebas, maka akan ada ketidaksesuaian model yang telah dibuat. Apabila VIF > 1, berarti ada korelasi antarvariabel bebas sehingga ada ketidaksesuaian model. Algifari (2000) yang diacu dalam Suliyanto (2005) menyebutkan bahwa apabila nilai VIF tidak lebih dari 5, maka model tidak terdapat multikolinier. Sedangkan Gujarati (2003) menyatakan VIF > 10, maka terjadi hubungan yang sangat erat (multikolinier). Menurut Hasan (2002), akibat adanya multikolinieritas adalah pengaruh masing-masing variabel bebas tidak dapat dideteksi atau sulit untuk dibedakan, kesalahan standar estimasi cenderung meningkat dengan makin bertambahnya variabel bebas, tingkat signifikasi yang digunakan untuk menolak hipotesis nol (H 0 ) semakin besar, standar kesalahan untuk masing-masing koefisien yang diduga sangat besar. Akibatnya, estimasi koefisiennya menjadi

5 kurang akurat lagi yang pada akhirnya dapat menimbulkan interpretasi dan kesimpulan yang salah. Dengan mengacu pada asumsi dasar dalam regresi linier berganda yaitu nonmultikolinieritas, maka untuk menghilangkan masalah multikolinieritas adalah dengan cara menghilangkan satu atau beberapa variabel bebas yang dianggap memiliki korelasi tinggi dari model regresi (Hasan, 2002). Dalam hal ini variabel bebas yang dihilangkan adalah variabel X1, X3, X4, X5, X7, X8, dan X12. Sedangkan variabel yang terpilih adalah variabel X2, X6, X9, X10, X11, dan. Pemilihan variabel tersebut berdasarkan pertimbangan aspek tegakan, lingkungan, dan perlakuan silvikultur, karena hal itu penting untuk menduga dinamika struktur tegakan di masa depan. Koefisien korelasi antar variabel bebas yang dihasilkan berkisar antara 0,20 < KK < 0,40, hal ini menunjukkan antar variabel bebas mempunyai korelasi rendah/lemah (Hasan, 2002). Untuk dapat menghasilkan estimasi yang mendekati keadaan sebenarnya, hasil dari analisis korelasi dan regresi kemudian akan dilakukan pengujian secara statistik untuk memilih model yang terbaik. 5.3 Pemilihan Model Dinamika Struktur Tegakan Persamaan regresi linier berganda dengan menggunakan 6 variabel bebas untuk tahap upgrowth pada kelompok jenis pohon Dipterocarpaceae dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8. Dalam hal ini hanya diperlihatkan 3 kelas diameter saja untuk memilih dari 2 model persamaan yang terbaik, untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.

6 Tabel 7 Model jenis Dipterocarpaceae untuk tahap upgrowth pada persamaan 1 KD (cm) Persamaan 10-14,99 YUD10 = - 0,444-0,0682 X2 + 0,0811 X6 + 0,0205 X9 + 0,194 X10 + 0,00891 X11-0, ,99 YUD15 = - 0,895 0,0739 X2 + 0,142 X6 + 0,0357 X9 + 0,273 X10 0,0194 X11 + 0, ,99 YUD20 = - 0, ,215 X2 + 0,437 X6 + 0,0302 X9 + 0,102 X10 + 0,0305 X11 + 0,0214 Keterangan: ** (nyata pada α= 0,01) (adj) F hit P- Simpangan value baku (s) 51,9 47,4 11,52** 0,0588 0,000 47,1 42,7 10,55** 0,1042 0,000 61,3 57,7 17,15** 0,0988 0,000 Tabel 8 Model jenis Dipterocarpaceae untuk tahap upgrowth pada persamaan 2 KD (cm) Persamaan 10-14,99 YUD10 = - 0,539-0,0548 log X2 + 0,0323 log X6 + 0,243 log X9 + 1,16 log X10-0,0240 log X11 + 0,0307 log 15-19,99 YUD15 = - 0,955-0,0402 log X2-0,0073 log X6 + 0,451 log X9 + 1,60 log X10-0,132 log X11 + 0,176 log 20-24,99 YUD20 = - 0, ,0614 log X2 + 0,296 log X6 + 0,432 log X9 + 1,46 log X10 + 0,156 log X11-0,036 log Keterangan: ** (nyata pada α= 0,01) (adj) F hit P- Simpangan value baku (s) 22,2 16,1 3,62** 0,0872 0,003 41,6 36,5 8,20** 0,1052 0,000 56,7 52,9 14,86** 0,1068 0,000 Untuk memilih model yang terbaik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu memiliki nilai koefisien determinasi ( atau R 2 ) terbesar, memiliki nilai Mean Square Residual (MSE) atau nilai variansi residual (s 2 ) atau simpangan baku (s) yang terkecil, dan memiliki nilai Cp yang mendekati jumlah parameter dalam modelnya. Berdasarkan Tabel 7 dan Tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai (R 2 ) yang diperoleh pada persamaan 1 untuk masing-masing kelas diameter adalah 51,9%, 47,1%, dan 61,3%. Sedangkan koefisien determinasi pada persamaan 2 diperoleh 22,2%, 41,6%, dan 56,7%. Jika dibandingkan dari 2 persamaan tersebut pada kelas diameter 10-14,99 cm, 15-19,99 cm, dan 20-24,99 cm yang memiliki

7 nilai R 2 terbesar adalah persamaan 1. Begitu juga dengan nilai koefisien determinasi terkoreksi (R 2 adj) yang terbesar adalah persamaan 1, yaitu 47,4%, 42,7%, dan 57,7%. Nilai standar deviasi atau simpangan baku (s) yang dihasilkan dari persamaan 1 pada kelas diameter 10-14,99 cm, 15-19,99 cm, dan 20-24,99 cm lebih kecil dari pada nilai yang dihasilkan dari persamaan 2, yaitu sebesar 0, ; 0,104182; dan 0, Selain itu, nilai-p juga dapat digunakan untuk mengetahui model regresi tersebut nyata atau tidak. Jika nilai-p yang diperoleh kurang dari 0,01, hal ini berarti model persamaan yang telah dibuat dapat diandalkan dan bersifat sangat nyata. Untuk mengetahui keberartian suatu model dapat dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel. Dari Tabel 7 dan Tabel 8 tersebut juga dapat diketahui bahwa semua persamaan regresi memiliki nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel, maka sesuai dengan hipotesis yang digunakan menolak H 0 pada tingkat nyata 1% dan 5%. Hal ini berarti peubah bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap model. Nilai-nilai tersebut dibandingkan dari persamaan 1 dan persamaan 2 pada setiap kelas diameternya, sehingga akan diperoleh persamaan yang berbeda-beda. 5.4 Model Dinamika Struktur Tegakan yang Terpilih Persamaan Upgrowth Peluang transisi upgrowth dalam penelitian ini didefinisikan sebagai peluang pohon yang hidup pada kelas diameter tertentu yang pindah ke kelas diameter berikutnya dalam selang waktu 3 tahun. Komponen upgrowth merupakan faktor pengurang bagi kelas diameter yang ditinggalkan, tetapi penambah bagi kelas diameter yang dimasuki. Hasil persamaan yang terpilih untuk tahap upgrowth pada kelompok jenis pohon Dipterocarpaceae dan Non- Dipterocarpacecae dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10.

8 Tabel 9 Model persamaan terpilih untuk tahap upgrowth pada kelompok jenis Dipterocarpaceae KD (cm) Persamaan 10-14,99 YUD10 = - 0,444-0,0682 X2 + 0,0811 X6 + 0,0205 X9 + 0,194 X10 + 0,00891 X11 0, ,99 YUD15 = - 0,895 0,0739 X2 + 0,142 X6 + 0,0357 X9 + 0,273 X10 0,0194 X11 + 0, ,99 YUD20 = - 0, ,215 X2 + 0,437 X6 + 0,0302 X9 + 0,102 X10 + 0,0305 X11 + 0, ,99 YUD25 = - 0,945 0,108 log X2 + 0,238 log X6 + 0,712 log X9 + 1,23 log X10 + 0,339 log X11 + 0,257 log 30-34,99 YUD30 = - 2,89-0,645 log X2 0,279 log X6 + 0,640 log X9 + 4,51 log X10 0,277 log X11 + 0,368 log 35-39,99 YUD35 = 0, ,111 log X2 + 0,164 log X6 + 0,0414 log X9 0,446 log X10 + 0,0740 log X11 + 0,0586 log 40-44,99 YUD40 = - 0, ,185 log X2 + 0,0127 log X6 + 0,355 log X9 + 1,16 log X10 0,053 log X11 0,139 log 45-49,99 YUD45 = - 0, ,202 log X2 + 0,346 log X6 + 0,241 log X9 + 2,11 log X10 + 0,026 log X11-0,105 log 50-54,99 YUD50 = 0,389 5,74 X2 0,293 X6 + 0,0490 X9 0,031 X10 + 0,0345 X11 + 0, ,99 YUD55 = - 1,02 + 0,272 log X2 + 0,056 log X6 + 0,582 log X9 + 2,50 log X10 0,371 log X11 0,385 log Keterangan: ** (Fhitung > Ftabel, nyata pada α= 0,01) * (Fhitung > Ftabel, nyata pada α= 0,05) (adj) F hit Simpangan P-value Rata-rata Baku (s) 51,9 47,4 11,52** 0,0588 0,000-47,1 42,7 10,55** 0,1042 0,000 0, ,3 57,7 17,15** 0,0988 0,000-59,7 56,1 16,79** 0,1268 0,000-35,0 29,8 6,73** 0,2506 0,000 0, ,4 64,5 11,88** 0,0368 0,000-14,8 7,7 2,08 0,2140 0,066 0, ,5 21,7 3,77** 0,1519 0,003 0, ,9 10,9 2,55* 0,3618 0,027 0, ,4 14,2 2,55* 0,3206 0,031 0,3057

9 Berdasarkan hasil persamaan pada Tabel 9 diperoleh nilai simpangan baku (s) pada setiap kelas diameter bervariasi mulai dari 0, sampai 0, Nilai tersebut digunakan untuk mengukur tingkat ketepatan atau ketelitian dari suatu persamaan model yang telah dibuat. Salah satu kriteria dalam menentukan model regresi yang baik adalah model yang memiliki nilai simpangan baku sisaan yang paling kecil. Semakin kecil nilai simpangan bakunya, maka tingkat ketepatan atau ketelitian semakin tinggi. Besarnya nilai koefisien determinasi (R 2 ) juga dapat digunakan untuk melihat ketelitian dan keeratan hubungan suatu model. Nilai yang didapatkan dari hasil persamaan pada jenis Dipterocarpaceae untuk tahap upgrowth bervariasi berkisar antara 14,8% sampai 70,4%. Hal ini menunjukkan bahwa peubah-peubah penduga menerangkan hanya 14,8% sampai 70,4% dari proses upgrowth. Nilai koefisien determinasi yang rendah juga dihasilkan oleh beberapa penelitian antara lain: Krisnawati (2001) sebesar 20,1% sampai 37,6%; Labetubun (2004) sebesar 10,7% sampai 14,6%; Maryono (2009) sebesar 3,4% sampai 87,9%. Untuk data yang berasal dari alam, rendahnya nilai R 2 dipengaruhi oleh akibat tidak terkendalinya pengaruh berbagai faktor lingkungan, baik yang bersifat hayati (pohon dari jenis lain dan tumbuhan selain pepohonan) maupun non hayati (aspek kemiringan lapangan, sifat fisik dan kimia tanah dan lain-lain serta interaksi di antara faktor-faktor tersebut (Suhendang, 1998 diacu dalam Labetubun, 2004). Selain itu, mungkin dikarenakan juga oleh pertumbuhan pohon yang bervariasi karena areal tersebut merupakan bekas penebangan. Karena rendahnya nilai R 2 pada persamaan upgrowth tersebut, sehingga peneliti menggunakan model peluang upgrowth dalam bentuk rata-rata proporsi untuk menghitung peluang upgrowth pada kelompok jenis tersebut, seperti pada kelas diameter 15-19,99 cm; 30-34,99 cm; 40-44,99 cm; 45-49,99 cm; 50-54,99 cm; dan 55-59,99 cm. Dalam hal ini kriteria penerimaan model yang digunakan adalah F-hitung yang nyata dengan nilai koefisien determinasi yang lebih dari 50%.

10 Tabel 10 Model persamaan terpilih untuk tahap upgrowth pada kelompok jenis Non-Dipterocarpaceae KD (cm) Persamaan 10-14,99 YUD10 = - 0,641 0,164 log X2 0,186 log X6 + 0,206 log X9 + 1,30 log X10 0,0233 log X11 + 0,0827 log 15-19,99 YUD15 = - 0,0195 0,0444 X2 + 0,0880 X6 + 0,00841 X9 + 0,0145 X10 0,00648 X11 + 0, ,99 YUD20 = 0, ,0458 log X2 0,0991 log X6 0,0296 log X9 + 0,199 log X10 0,166 log X11 0,0016 log 25-29,99 YUD25 = - 0, ,113 log X2 + 0,128 log X6 0,241 log X9 + 1,84 log X10 0,0540 log X11 + 0,135 log 30-34,99 YUD30 = - 0,725 0,090 X2 0,0290 X6 + 0,0290 X9 + 0,229 X10 + 0,0216 X11 + 0, ,99 YUD35 = - 0, ,181 log X2 + 0,210 log X6 + 0,290 log X9 + 0,433 log X1 0,0197 log X11 + 0,185 log 40-44,99 YUD40 = - 0,221 0,684 X2 + 0,0826 X6 + 0,0246 X9 + 0,0054 X10 + 0,0145 X11 + 0, ,99 YUD45 = - 0, ,461 X2 + 0,158 X6 + 0,0217 X9 0,0119 X10 + 0,00573 X11 + 0, ,99 YUD50 = - 0, ,05 X2 + 0,280 X6 + 0,0280 X9 + 0,103 X10 0,0011 X11 + 0, ,99 YUD55 = - 0,424 0,045 log X2 0,119 log X6 + 0,398 log X9 + 0,49 log X10 + 0,151 log X11 + 0,231 log Keterangan: ** (Fhitung > Ftabel, nyata pada α= 0,01) * (Fhitung > Ftabel, nyata pada α= 0,05) (adj) F hit Simpangan P-value Rata-rata Baku (s) 50,1 46,0 12,23** 0,0524 0,000-51,6 46,4 9,96** 0,0373 0,000-32,3 24,7 4,22** 0,0471 0,002 0, ,2 91,2 94,74** 0,0338 0,000-72,3 69,2 23,09** 0,0532 0,000-35,8 30,1 6,31** 0,0996 0,000 0, ,3 72,2 24,84** 0,0693 0,000-67,9 63,2 14,44** 0,0436 0,000-46,0 40,1 7,79** 0,1401 0,000 0, ,0 4,3 1,56 0,2592 0,171 0,1697 Dari persamaan upgrowth pada kelompok jenis pohon Non- Dipterocarpaceae (Tabel 10), diketahui bahwa nilai simpangan baku (s) dari tiaptiap kelas diameter berkisar antara 0, sampai 0, Model yang

11 memiliki nilai simpangan baku yang paling kecil merupakan model yang baik. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang dihasilkan berkisar antara 12,0% sampai 92,2%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 12,0% sampai 92,2% keragaman dalam peubah tak bebas (Upgrowth) dapat dijelaskan oleh peubah bebas (X2, X6, X9,X 10, X11, dan ). Untuk R 2 yang rendah mengindikasikan bahwa peubah-peubah penduga hanya menerangkan sebagian kecil dari proses upgrowth. Sehingga digunakan rata-rata proporsi untuk menghitung peluang upgrowth pada kelompok jenis tersebut, seperti pada kelas diameter 20-24,99 cm; 35-39,99 cm; 50-54,99 cm; dan 55-59,99 cm Persamaan Tetap Dalam penelitian ini pohon-pohon yang tumbuh ke dalam kelas diameter yang tetap selama periode tertentu digunakan sebagai salah satu komponen penyusun dinamika struktur tegakan. Dari hasil analisis data, maka model persamaan terpilih untuk tahap tetap pada kelompok jenis pohon Dipterocarpaceae dan Non-Dipterocarpaceae disajikan pada Tabel 11 dan Tabel 12. Tabel 11 Model persamaan terpilih untuk tahap tetap pada kelompok jenis Dipterocarpaceae KD (cm) Persamaan 10-14,99 YTD10 = 1,65 + 0,0986 X2 0,0166 X6 0,0284 X9 0,264 X10 0,00694 X11 0, ,99 YTD15 = 2,18 + 0,203 X2 0,0214 X6 0,0444 X9 0,427 X10 + 0,0150 X11 0, ,99 YTD20 = 1,40 0,225 log X2 0,310 log X6 0,449 log X9 1,13 log X10 0,201 log X11 + 0,102 log 25-29,99 YTD25 = 2,70 + 0,218 log X2 0,166 log X6 0,758 log X9 2,67 log X10 0,300 log X11 0,149 log 30-34,99 YTD30 = 3,08 + 0,424 log X2 0,0614 log X6 + 0,145 log X9 4,84 log X10 + 0,568 log X11 0,594 log 35-39,99 YTD35 = 3,19 + 0,364 log X2 0,258 log X6 0,174 log X9 4,30 log X10 + 0,0881 log X11 0,211 log (adj) F hit Simpangan P-value Ratarata Baku (s) 52,1 47,9 12,50** 0,0732 0,000-53,8 49,6 12,82** 0,1021 0,000-65,8 62,3 19,20** 0,1039 0,000-57,4 53,6 15,46** 0,1444 0,000-73,0 70,0 24,37** 0,1345 0,000-47,8 42,3 8,69** 0,1572 0,000 0,6756

12 Tabel 11 Model persamaan terpilih untuk tahap tetap pada kelompok jenis Dipterocarpaceae (Lanjutan) KD (cm) Persamaan 40-44,99 YTD40 = 1,79 0,158 log X2 0,0718 log X6 0,480 log X9 1,88 log X10 + 0,061 log X11 + 0,124 log 45-49,99 YTD45 = 2,61 0,003 log X2 0,419 log X6 0,455 log X9 3,35 log X10 + 0,004 log X11 0,233 log 50-54,99 YTD50 = 3,51 + 1,19 log X2 0,162 log X6 0,844 log X9 1,03 log X10 0,587 log X11 0,642 log 55-59,99 YTD55 = 2,22 0,56 X2 + 0,045 X6 60UP 0,0337 X9 0,536 X10 + 0,0479 X11 + 0,446 YTD60UP = 1,31 0,0137 log X2 0,0536 log X6 0,0536 log X9 0,778 log X10 + 0,0451 log X11 0,0051 log X12 Keterangan: ** (Fhitung > Ftabel, nyata pada α= 0,01) * (Fhitung > Ftabel, nyata pada α= 0,05) (adj) F hit Simpangan P-value Ratarata Baku (s) 24,1 17,5 3,66** 0,1970 0,003 0, ,7 23,8 4,43** 0,2398 0,001 0, ,2 41,4 9,46** 0,3192 0,000 0, ,8 14,3 2,50* 0,3485 0,035 0,6426 5,4 0,0 0,69 0,1225 0,658 0,9294 Dari Tabel 11 diatas diketahui bahwa nilai simpangan baku (s) setiap kelas diameter bervariasi mulai dari yang terendah 0, sampai yang tertinggi 0, Nilai-nilai tersebut menunjukkan dengan semakin kecilnya nilai simpangan baku berarti nilai taksiran model makin mendekati nilai sebenarnya. Seperti pada persamaan upgrowth, kriteria penerimaan model yang digunakan pada persamaan tetap adalah F-hitung yang nyata dengan nilai koefisien determinasi lebih dari 50%. Untuk melihat keeratan hubungan suatu model, nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang dihasilkan dari hasil persamaan untuk tahap tetap berkisar mulai dari 5,4% sampai 73,0 %. Nilai R 2 yang rendah seperti pada kelas diameter 35-39,99 cm; 40-44,99 cm; 45-49,99 cm; 50-54,99 cm; 55-59,99 cm; dan 60 cm up menggunakan rata-rata proporsi pohon-pohon Dipterocarpaceae yang tetap pada kelas diameter yang bersangkutan untuk menghitung peluang pohon yang tetap pada kelompok jenis pohon tersebut.

13 Tabel 12 Model persamaan terpilih untuk tahap tetap pada kelompok jenis Non-Dipterocarpaceae KD (cm) Persamaan 10-14,99 YTD10 = 2,62 + 0,274 log X2 + 0,855 log X6 0,452 log X9 2,62 log X10 0,148 log X11 0,365 log 15-19,99 YTD15 = 1,07 + 0,249 log X2 + 0,257 log X6 0,172 log X9 0,152 log X10 0,0557 log X11 0,149 log 20-24,99 YTD20 = 3,00 + 0,411 log X2 + 0,424 log X6 0,468 log X9 3,43 log X10 + 0,123 log X11 0,235 log 25-29,99 YTD25 = 1,79 0,395 X2 0,192 X6 + 0,00684 X9 0,296 X10 + 0,0489 X11 0, ,99 YTD30 = 3,28 + 0,254 log X2 + 0,024 log X6 0,686 log X9 3,60 log X10 0,0016 log X11 0,145 log 35-39,99 YTD35 = 1,93 + 0,331 log X2 + 0,230 log X6 0,0677 log X9 1,70 log X10 + 0,159 log X11 0,472 log 40-44,99 YTD40 = 1,36 + 1,05 X2 0,0592 X6 0,0192 X9 0,0820 X10 0,0309 X11 0, ,99 YTD45 = 0,785 0,0935 log X2 0,478 log X6 0,185 log X9 0,092 log X10 + 0,143 log X11 0,388 log 50-54,99 YTD50 = 1,16 0,313 log X2 0,462 log X6 0,408 log X9 0,889 log X10 + 0,023 log X11 0,328 log 55-59,99 YTD55 = 1,83 1,34 X2 0,209 X6 0,0262 X9 0,0926 X10 0,0265 X11 0,397 60UP YTD60UP = 0, ,250 X2 + 0,0324 X6 + 0,0009 X9 + 0,0043 X10 + 0,0245 X11 + 0,0561 X12 Keterangan: ** (Fhitung > Ftabel, nyata pada α= 0,01) * (Fhitung > Ftabel, nyata pada α= 0,05) (adj) F hit Simpangan P-value Rata-rata Baku (s) 74,3 71,6 27,53** 0,0544 0,000-55,9 51,2 11,84** 0,0501 0,000-82,3 80,3 40,33** 0,0474 0,000-65,2 62,0 20,89** 0,0862 0,000-71,8 69,0 25,44** 0,0803 0,000-69,6 66,1 19,81** 0,0766 0,000-57,5 53,1 13,07** 0,1016 0,000-41,4 35,6 7,07** 0,1349 0,000 0, ,5 51,2 10,61** 0,1260 0,000-69,5 65,2 15,96** 0,0878 0,000-5,6 0,0 0,76 0,1899 0,602 0,8934

14 Dari Tabel 12 terlihat bahwa untuk persamaan tetap pada kelompok jenis pohon Non-Dipterocarpaceae dihasilkan nilai simpangan baku (s) yang bervariasi dari yang terendah 0, sampai yang tertinggi 0, Semakin kecil nilai simpangan baku yang dihasilkan suatu model, maka tingkat ketelitiannya semakin tinggi. Yang artinya, nilai taksiran model makin mendekati nilai sebenarnya. Nilai koefisien determinasi model regresi untuk tahap tetap pada kelompok jenis pohon Non-Dipterocarpaceae berkisar antara 5,6% sampai 82,3%. Artinya, sebesar 5,6% sampai 82,3% variasi peubah tak bebas (tetap) pada persamaan tetap kelompok jenis Non-Dipterocarpaceae dapat dijelaskan oleh peubah bebasnya (X2, X6, X9, X10, X11, dan ). Untuk R 2 yang rendah digunakan rata-rata proporsi pohon-pohon Non-Dipterocarpaceae yang tetap pada kelas diameter yang bersangkutan untuk menghitung peluang pohon yang tetap pada kelompok jenis pohon tersebut, seperti pada kelas diameter 45-49,99 cm dan 60 cm up, berturutturut sebesar 0, dan 0, Proyeksi Model Dinamika Struktur Tegakan Model dinamika struktur tegakan yang dihasilkan kemudian digunakan untuk menduga perubahan kondisi tegakan hutan beberapa tahun ke depan dengan kondisi pertumbuhan alami atau tanpa adanya perlakukan apapun. Untuk melihat perubahan tersebut dilakukan penyusunan proyeksi struktur tegakan. Dengan mengacu kepada Saputra (2009), dalam penelitian ini tipe tegakan yang akan digunakan untuk memproyeksikan struktur tegakan yaitu tipe I (No kecil, K kecil), tipe II (No kecil, K sedang), tipe V (No sedang, K sedang), tipe VI (No sedang, K besar), tipe VIII (No besar, K sedang), dan tipe IX (No besar, K besar). Setiap tipe tegakan akan diwakili oleh 1 (satu) PUP. Model umum struktur tegakan N= N 0 e -kd dapat digunakan untuk menduga bentuk struktur tegakan semua kelompok jenis pohon (baik Dipterocarpaceae maupun Non-Dipterocarpaceae) dalam tegakan areal bekas tebangan. Model tersebut berdasarkan beberapa kajian cukup baik dalam menjelaskan hubungan diameter pohon dengan jumlah pohon per hektar. Tabel 13 menyajikan model struktur tegakan kelompok semua jenis yang dipilih mewakili tipe tegakannya.

15 Tabel 13 Model struktur tegakan kelompok semua jenis pada setiap PUP beserta tipe struktur tegakan dan ketinggian tempat No. Nama HPH Provinsi PUP Model Struktur Tegakan Tipe Tegakan Ketinggian Tempat 1. PT. Harjohn Timber Limited Kalimantan Barat 5 N=141e -0,05686D I PT. Gunung Meranti Kalimantan Tengah 5 N=352e -0,10751D II PT. Sari Bumi Kusummah Kalimantan Barat 5 N=562e -0,12247D V PT. Halisa Kalimantan Barat 4 N=638e -0,12359D VI PT. Sarmiento Parakantja Timber (seri I) 6. PT. Sarmiento Parakantja Timber (seri I) (m dpl) Kalimantan Tengah 6 N=1028e -0,12160D VIII 206 Kalimantan Tengah 5 N=1303e -0,12915D IX 206 Keterangan: Tipe I = No kecil; K kecil Tipe VI = No sedang; K besar Tipe II = No kecil; K sedang Tipe VIII = No besar; K sedang Tipe V = No sedang; K sedang Tipe IX = No besar; K besar Model umum struktur tegakan N= N 0 e -kd dengan d sebagai peubah bebasnya, maka jumlah N tergantung pada besarnya nilai-nilai N 0 dan k. Nilai N 0 merupakan kerapatan jumlah pohon per hektar pada kelas diameter terkecil yang ditetapkan. Semakin besar nilai N 0, maka jumlah pohon per hektar pada kelas diameter terkecil semakin besar. Nilai k menyatakan laju penurunan jumlah pohon per hektar pada setiap kenaikan kelas diameter. Semakin besar nilai k, maka laju pengurangan jumlah pohon antar kelas diameter semakin besar pula. Dalam penelitian ini dicoba proyeksi tegakan dilakukan selama 51 tahun ke depan. Tabel 14 menyajikan hasil proyeksi model dinamika struktur tegakan pada 6 PUP yang dipilih mewakili tipe struktur tegakannya.

16 Tabel 14 Hasil proyeksi struktur tegakan Thn Struktur Tegakan Tipe I Struktur Tegakan Tipe II Struktur Tegakan Tipe V Struktur Tegakan Tipe VI Struktur Tegakan Tipe VIII Struktur Tegakan Tipe IX nd nnd ntot nd nnd ntot nd nnd ntot nd nnd ntot nd nnd ntot nd nnd ntot

17 Proyeksi struktur tegakan pada Tabel 14 menunjukkan bahwa secara umum jumlah pohon dari masing-masing kelompok jenis relatif meningkat dari tahun ke tahun. Grafik yang menggambarkan tingkat kenaikan jumlah pohon jangka waktu 51 tahun pada setiap kelompok jenis pohon dapat dilihat pada Gambar 1, Gambar 2, Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5, dan Gambar 6. Gambar 1 Proyeksi struktur tegakan tipe I. Gambar 2 Proyeksi struktur tegakan tipe II. Gambar 3 Proyeksi struktur tegakan tipe V. Gambar 4 Proyeksi struktur tegakan tipe VI. Gambar 5 Proyeksi struktur tegakan tipe VIII. Gambar 6 Proyeksi struktur tegakan tipe IX.

18 Jika dilihat secara keseluruhan proyeksi struktur tegakan tanpa memperhatikan kelas diameter, maka terlihat bahwa adanya peningkatan jumlah pohon dari tahun awal sampai beberapa tahun ke depan. Perubahan komposisi jenis yang akan terjadi selama periode proyeksi seperti yang terlihat pada grafik menunjukkan bahwa jenis-jenis Dipterocarpaceae relatif stabil yang diikuti peningkatan jumlah pohon. Jenis-jenis Non-Dipterocarpaceae cenderung mendominasi tegakan. Kurangnya kehadiran jenis-jenis Dipterocarpaceae dalam tegakan areal bekas tebangan selain jenis-jenis Dipterocarpaceae tidak cukup dominan dalam tegakan, juga dikarenakan jenis-jenis ini sudah banyak diambil pada saat penebangan. Seperti pada penelitian Labetubun (2004), baik di areal bekas tebangan maupun hutan primer, didominasi oleh kelompok jenis Non- Dipterocarpaceae, yaitu 54,55% pada areal bekas tebangan dan sebesar 54,65% pada hutan primer. Sedangkan jenis-jenis Dipterocarpaceae sebesar 32,01% pada areal bekas tebangan dan 32,17% pada hutan primer. Hasil simulasi struktur tegakan pada tahun ke-26 atau 28 tahun setelah penebangan, jumlah pohon sebanyak 518,98/Ha. Sedangkan untuk hutan primer, jumlah pohon sebanyak 516,02/Ha. Model penduga komponen dinamika struktur tegakan ini pada dasarnya merupakan pendugaan dengan menggunakan model persamaan regresi pada setiap kelompok jenis dan kelas diameter. Model dinamika struktur tegakan yang dihasilkan dapat digunakan untuk hasil analisis proyeksi beberapa tahun ke depan, namun lebih baik sesuai dengan batas maksimal jangka waktu setelah penebangan tidak lebih dari 12 tahun dalam menduga dinamika struktur tegakan, karena terdapat hasil proyeksi yang cenderung linier (peningkatan jumlah pohon tiap tahun yang ekstrim) seperti pada tipe tegakan VIII dan IX (Gambar 5 dan Gambar 6). Maryono (2009) mendapatkan model yang dapat diandalkan dalam menduga dinamika struktur tegakan untuk 24 tahun pada areal bekas tebangan. Sedangkan Ilyas (2006), model yang digunakan cukup akurat dalam menggambarkan dinamika struktur tegakan yang terjadi selama 7 sampai dengan 11 tahun. Perbandingan struktur tegakan awal, tahun ke-12, dan tahun ke-51 untuk setiap tipe struktur tegakan menurut kelas diameter disajikan pada Gambar 7,

19 Gambar 8, dan Gambar 9. Sebaran jumlah pohon tiap hektar menurut kelas diameter dari masing-masing tipe struktur tegakan disajikan pada Lampiran 9. Gambar 7 Perbandingan struktur tegakan awal, tahun ke-12, dan tahun ke-51 jenis Dipterocarpaceae pada setiap tipe struktur tegakan.

20 Gambar 8 Perbandingan struktur tegakan awal, tahun ke-12, dan tahun ke-51 jenis Non-Dipterocarpaceae pada setiap tipe struktur tegakan.

21 Gambar 9 Perbandingan struktur tegakan awal, tahun ke-12, dan tahun ke-51 untuk seluruh jenis pada setiap tipe struktur tegakan. Jika diamati bentuk kurva struktur tegakan hasil proyeksi tahun ke-12 yang ditunjukkan Gambar 7, Gambar 8, dan Gambar 9 secara umum untuk keseluruhan jenis memiliki bentuk struktur tegakan yang cukup baik mengikuti bentuk umum struktur tegakan ( J terbalik) yang ditandai dengan menyebarnya

22 pohon dalam setiap kelas diameter, dimana jumlah pohon pada kelas diameter kecil lebih besar dibandingkan dengan jumlah pohon pada kelas diameter besar. Menurut Daniel et al. (1987) yang diacu dalam Prasetyo (2006), jumlah pohon tersebar berada dalam kelas diameter terkecil dan jumlahnya menurun kurang lebih sebanding dengan bertambahnya ukuran, sehingga pada akhirnya hanya tersebar sedikit batang-batang yang berukuran paling besar atau dalam kata lain jumlah batang per satuan luas pada tingkat tiang dan pohon berturut-turut semakin menurun dengan semakin bertambahnya ukuran diameter batang. Sehingga bentuk kurva umum dari struktur tegakan hutan akan berbentuk huruf J terbalik. Terjadinya kecenderungan hasil proyeksi (tahun ke-51) yang menyimpang dari sifat struktur tegakan normal hutan alam dan penumpukan jumlah pohon pada kelas diameter tengah, antara lain dapat disebabkan oleh jumlah pohon yang tetap dan ingrowth (upgrowth kelas dibawahnya) lebih besar dari jumlah pohon yang meninggalkan kelas tersebut. Disamping itu terjadinya penyimpangan tersebut diakibatkan oleh tingkat kematian (mortality) yang rendah bahkan tidak terdapat pada kelas diameter menengahnya juga ikut berpengaruh terhadap hasil proyeksi tegakan. Sedikitnya jumlah individu pada diameter terkecil (10-14,99 cm) dapat disebabkan karena jenis berdiameter kecil yang masih berumur muda belum dapat bergenerasi secara optimal karena rendahnya ketersediaan permudaan di alam, sedangkan jenis yang berdiameter besar juga mendapatkan gangguan, seperti adanya aktifitas penebangan. Hal tersebut kemungkinan berkaitan dengan adanya pengaruh persaingan dan ketersediaan cahaya. Kurangnya sinar matahari akibat rapatnya tajuk cenderung akan menutupi pohon-pohon yang dibawahnya dan dapat menyebabkan kematian. Naughton dan Wolf (1990) yang diacu dalam Prasetyo (2006) menyatakan bahwa kompetisi atau persaingan mempengaruhi kemampuan individu untuk bertahan hidup dan bereproduksi, dan dapat ditunjukkan dengan perubahan-perubahan ukuran populasi pada suatu waktu. Dengan semakin bertambahnya waktu, individu-individu tersebut mengalami pertumbuhan yang memerlukan banyak energi sehingga terjadilah persaingan, baik itu persaingan antar individu dalam satu jenis ataupun antar berbagai jenis

23 agar dapat bertahan hidup dan tumbuh. Persaingan tersebut dapat berupa persaingan untuk mendapatkan sinar matahari, hara mineral, dan pertahanan terhadap gangguan luar seperti serangan hama dan penyakit. Persaingan ini akan terus berlanjut hingga terjadilah proses seleksi alam, sehingga individu-individu tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk hidup dan tumbuh secara wajar, serta akan dapat menyebabkan kematian bagi individu-individu yang tidak mampu bertahan untuk hidup dan persaingan ini juga mengakibatkan selalu terjadi pengurangan jumlah individu yang bertahan hidup pada setiap tingkat kelas diameternya. Selain itu, sedikitnya jumlah individu pada kelas diameter terkecil juga dipengaruhi oleh komposisi jenis struktur tegakan awal kelas diameter 10-14,99 cm, karena diasumsikan sama untuk menduga struktur tegakan kelas diameter 10-14,99 cm tahun-tahun berikutnya. Hal itu dilakukan atas dasar tidak adanya data informasi mengenai semai, pancang, dan tiang, sehingga besarnya tingkat recruitment tidak dapat diketahui. Violin dan Buongiorno (1996) yang diacu dalam Krisnawati (2001), menyatakan bahwa apabila model diproyeksikan untuk jangka waktu yang cukup lama, maka akan terjadi osilasi dan amplitudo osilasi cenderung akan berkurang mendekati kestabilan setelah beberapa waktu yang lama.

PAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) Oleh : Kelompok 4

PAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) Oleh : Kelompok 4 PAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) Oleh : Kelompok 4 Dinda Wahyuni Venza Rhoma S Meiliana Larasati Rinaldo Pratama

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang meliputi eksplorasi dan pemilihan data PUP, evaluasi, koreksi dan ekstraksi data PUP dilaksanakan di Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaturan hasil saat ini yang berlaku pada pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia menggunakan sistem silvikultur yang diterapkan pada IUPHHK Hutan Produksi dalam P.11/Menhut-II/2009.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.1. Hasil Penelitian.1.1 Pertumbuhan diameter S. leprosula Miq umur tanam 1 4 tahun Hasil pengamatan dan pengukuran pada 4 plot contoh yang memiliki luas 1 ha (0 m x 0 m) dapat

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungpinang Timur,

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungpinang Timur, IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungpinang Timur, Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam hal ini adalah kayu dan modal produksi. Untuk itu maka terbentuk

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam hal ini adalah kayu dan modal produksi. Untuk itu maka terbentuk BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sistem Dinamika Potensi Pendapatan Hutan dapat dikatakan sebagai alat produksi sekaligus hasil produksi. Hutan sebagai alat produksi artinya hutan menghasilkan yang boleh

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Statistik Data Plot Contoh Jumlah total plot contoh yang diukur di lapangan dan citra SPOT Pankromatik sebanyak 26 plot contoh. Plot-plot contoh ini kemudian dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Pengolahan data Biomassa Penelitian ini dilakukan di dua bagian hutan yaitu bagian Hutan Balo dan Tuder. Berdasarkan hasil pengolahan data lapangan diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.1. Karakteristik Data Pengamatan karakteristik tegakan hutan seumur puspa dilakukan pada dua plot di Hutan Pendidikan Gunung Walat dengan luas masing-masing plot berukuran 1

Lebih terperinci

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT PENENTUAN HUBUNGAN TINGGI BEBAS CABANG DENGAN DIAMETER POHON MERANTI PUTIH (Shorea bracteolata Dyer) DI AREAL HPH PT. AYA YAYANG INDONESIA, TABALONG, KALIMANTAN SELATAN Oleh/by EDILA YUDIA PURNAMA 1) ;

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek penelitian adalah daerah tempat akan diadakannya penelitian yang mendukung dalam penulisan penelitian itu sendiri. Dalam hal ini yang akan dijadikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Subjek Penelitian Setiap penelitian membahas mengenai objek dan subjek yang ditelitinya. Dalam penelitian ini yang menjadi objek terdiri dari dua variabel bebas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut Galton,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut Galton, 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut Galton, analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan dari suatu varibel yaitu

Lebih terperinci

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994.

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994. IV. METODOLOGI PENELITIAN A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani Lestari, Kalimantan Timur. Waktu penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994. B.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia melalui situs

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia melalui situs BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia melalui situs www.bi.go.id dan www.idx.co.id. Sedangkan waktu yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi Taman Nasional Ujung Kulon.

BAB III METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi Taman Nasional Ujung Kulon. BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2009 hingga Agustus 2009. Lokasi penelitian terletak di daerah Semenanjung Ujung Kulon yaitu Cigenter, Cimayang, Citerjun,

Lebih terperinci

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tropis merupakan sumber utama kayu dan gudang dari sejumlah besar keanekaragaman hayati dan karbon yang diakui secara global, meskupun demikian tingginya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum dan Objek Penelitian Objek penelitian dalam penelitian ini terdiri dari faktor-faktor ekonomi makro seperti Interest Rate dan Foreign Exchange Rate selain itu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 2 5. Pemilihan Pohon Contoh BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pohon contoh yang digunakan dalam penyusunan tabel volume ini adalah jenis nyatoh (Palaquium spp.). Berikut disajikan tabel penyebaran pohon contoh

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Analisis Regresi Perubahan nilai suatu variabel dapat disebabkan karena adanya perubahan pada variabel - variabel lain yang mempengaruhinya. Misalnya pada kinerja

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk jarak tanam 3 m x 3 m terdapat 3 plot dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 43 BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskriptif Sampel 1. Gambaran Umum Sampel Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang kegiatan utamanya adalah memproduksi atau membuat bahan baku menjadi barang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pemeriksaan Data Pengamatan struktur tegakan dilakukan dilima petak ukur dengan luasan masing-masing satu hektar. Sample atau contoh diambil menggunakan metode purposive

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 49 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penentuan Data Pohon Contoh Untuk penyusunan tabel volume pohon sebagai alat bantu IHMB di PT. Ratah Timber ini diperlukan data-data dimensi pohon dari setiap pohon contoh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder deret waktu

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder deret waktu III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder deret waktu (time-series data) bulanan dari periode 2004:01 2011:12 yang diperoleh dari PT.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian Pada bab ini penulis akan menganalisis data yang telah terkumpul yaitu data dari Dana Perimbangan dan Belanja Modal Provinsi Jawa Timur,

Lebih terperinci

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH Oleh/by MUHAMMAD HELMI Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. belajar kimia SMA Negeri 1 Jogonalan Kabupaten Klaten.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. belajar kimia SMA Negeri 1 Jogonalan Kabupaten Klaten. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Diskripsi Data Diskripsi hasil penelitian ini didasarkan pada skor dari kuesioner yang digunakan untuk mengetahui pengaruh motivasi dan iklim

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat penelitian 1. Waktu Penelitian Proses penelitian ini di awali dengan kegiatan mengidentifikasi permasalahan di tempat yang akan digunakan sebagai lokasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil Setelah melalui beberapa tahap kegiatan penelitian, dalam bab IV ini diuraikan analisis hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian. Analisis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deposito berjangka terhadap suku bunga LIBOR, suku bunga SBI, dan inflasi

METODE PENELITIAN. deposito berjangka terhadap suku bunga LIBOR, suku bunga SBI, dan inflasi III. METODE PENELITIAN Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat suku bunga deposito berjangka terhadap suku bunga LIBOR, suku bunga SBI, dan inflasi pada bank umum di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kausal komparatif yang merupakan penelitian dengan karakteristik masalah berupa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Rasio Profitabilitas, Rasio Solvabilitas Dan Rasio Likuiditas Terhadap

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Rasio Profitabilitas, Rasio Solvabilitas Dan Rasio Likuiditas Terhadap BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Rasio Profitabilitas, Rasio Solvabilitas Dan Rasio Likuiditas Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Perdagangan, Jasa Dan Investasi Di Daftar Efek Syariah

Lebih terperinci

BAB 2. Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut Galton,

BAB 2. Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut Galton, 10 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut Galton, analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan dari suatu varibel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. September). Data yang dikumpulkan berupa data jasa pelayanan pelabuhan, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. September). Data yang dikumpulkan berupa data jasa pelayanan pelabuhan, yaitu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data sekunder dengan jenis data bulanan mulai tahun 2004 sampai dengan tahun 2011 (bulan September).

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengujian hipotesis pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan regresi linier sederhana dan regresi linier berganda. Tujuan analisis penelitian ini adalah menjawab

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah Bank Syariah Mandiri. Alasan

BAB III METODE PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah Bank Syariah Mandiri. Alasan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Sampel Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah Bank Syariah Mandiri. Alasan penggunaan Bank Syariah Mandiri sebagai sampel penelitian ini antara lain: 1) Bank Syariah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Data merupakan bentuk jamak dari datum. Data merupakan sekumpulan

BAB II LANDASAN TEORI. Data merupakan bentuk jamak dari datum. Data merupakan sekumpulan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Data Data merupakan bentuk jamak dari datum. Data merupakan sekumpulan datum yang berisi fakta-fakta serta gambaran suatu fenomena yang dikumpulkan, dirangkum, dianalisis, dan

Lebih terperinci

STK 511 Analisis statistika. Materi 7 Analisis Korelasi dan Regresi

STK 511 Analisis statistika. Materi 7 Analisis Korelasi dan Regresi STK 511 Analisis statistika Materi 7 Analisis Korelasi dan Regresi 1 Pendahuluan Kita umumnya ingin mengetahui hubungan antar peubah Analisis Korelasi digunakan untuk melihat keeratan hubungan linier antar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan metode purposive sampling, dengan adanya beberapa kriteria dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan metode purposive sampling, dengan adanya beberapa kriteria dalam BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan perusahaan di Indonesia yang telah terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia. Pemilihan sampel dalam penelitian

Lebih terperinci

Korelasi Linier Berganda

Korelasi Linier Berganda Korelasi Linier Berganda Analisa Korelasi Untuk mengukur "seberapa kuat" atau "derajat kedekatan yang terjadi antar variabel. Ingin mengetahui derajat kekuatan tersebut yang dinyatakan dalam koefisien

Lebih terperinci

Sifat Kimia Tanah pada Hutan Primer dan Areal TPTJ

Sifat Kimia Tanah pada Hutan Primer dan Areal TPTJ Sifat Kimia Tanah pada Hutan Primer dan Areal TPTJ Hasil analisis kimia tanah yang meliputi status bahan organik tanah dan kuantitas N tersedia pada hutan primer, hutan bekas tebangan 1 bulan dan areal

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini berlokasi di Desa Sungai Ular Kecamatan Secanggang

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini berlokasi di Desa Sungai Ular Kecamatan Secanggang BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini berlokasi di Desa Sungai Ular Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah regresi pertama kali digunakan oleh Francis Galton. Dalam papernya yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah regresi pertama kali digunakan oleh Francis Galton. Dalam papernya yang 13 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Regresi Istilah regresi pertama kali digunakan oleh Francis Galton. Dalam papernya yang terkenal Galton menemukan bahwa meskipun terdapat tendensi atau kecenderungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Statistik Deskriptif Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laba Bersih dan Arus Kas Operasi sebagai variabel independen (X) dan Dividen Kas sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keragaman Sifat Pertumbuhan dan Taksiran Repeatability Penelitian tentang klon JUN hasil perkembangbiakan vegetatif ini dilakukan untuk mendapatkan performa pertumbuhan serta

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Paparan Data Hasil Penelitian Pada bab ini mengemukakan hasil dan pembahasan dari penelitian mengenai pengaruh komunikasi organisasi terhadap prestasi

Lebih terperinci

Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait.

Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait. IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data sekunder untuk keperluan penelitian ini dilaksanakan pada awal bulan juli hingga bulan agustus 2011 selama dua bulan. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN 70 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Analisis Deskriftif Berdasarkan hasil rekapitulasi tabulasi data variable ROA, DER, CR, EPS, Inflasi, PDB dan Harga Saham diperoleh statistik deskriftif seperti pada tabel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengambilan Plot Contoh di Lapangan Berdasarkan jumlah pohon yang ditemukan di lapangan, jumlah pohon yang diperoleh dari 38 plot lokasi BKPH Dagangan ada sebanyak 372

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berbentuk time series selama periode waktu di Sumatera Barat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berbentuk time series selama periode waktu di Sumatera Barat BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Sumber Data Metode penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yang berbentuk time series selama periode waktu 2005-2015 di Sumatera Barat yang diperoleh dari

Lebih terperinci

Analisis Regresi: Regresi Linear Berganda

Analisis Regresi: Regresi Linear Berganda Analisis Regresi: Regresi Linear Berganda Pengantar Pada sesi sebelumnya kita hanya menggunakan satu buah X, dengan model Y = b 0 + b 1 X 0 1 Dalam banyak hal, yang mempengaruhi X bisa lebih dari satu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelidiki hubungan di antara dua atau lebih peubah prediktor X terhadap peubah

BAB I PENDAHULUAN. menyelidiki hubungan di antara dua atau lebih peubah prediktor X terhadap peubah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis regresi linier berganda merupakan analisis yang digunakan untuk menyelidiki hubungan di antara dua atau lebih peubah prediktor X terhadap peubah respon Y yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 10 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisa Regresi Regresi pertama kali dipergunakan sebagai konsep statistik pada tahun 1877 oleh Sir Francis Galton. Galton melakukan studi tentang kecenderungan tinggi badan

Lebih terperinci

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Obyek penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah biaya dana

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Obyek penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah biaya dana BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian Obyek penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah biaya dana pihak ketiga dan suku bunga SBI yang ditentukan oleh Bank Indonesia serta

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 39 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder tersebut merupakan data cross section dari data sembilan indikator

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis regresi merupakan bentuk analisis hubungan antara variabel prediktor

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis regresi merupakan bentuk analisis hubungan antara variabel prediktor 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Analisis Regresi Analisis regresi merupakan bentuk analisis hubungan antara variabel prediktor (variabel independent) dengan variabel outcome (variabel dependen) untuk

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Obyek dari penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah besarnya

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Obyek dari penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah besarnya BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian Obyek dari penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah besarnya yield to maturity (YTM) dari obligasi negara seri fixed rate tenor 10 tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun Pengambilan sampel

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun Pengambilan sampel BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Sampel Penelitian Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah perusahan LQ-45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2011-2015. Pengambilan

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI

Bab 2 LANDASAN TEORI 17 Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Matriks 2.1.1 Definisi Matriks Matriks adalah suatu kumpulan angka-angka yang juga sering disebut elemen-elemen yang disusun secara teratur menurut baris dan kolom sehingga

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Regresi Istilah regresi pertama kali digunakan oleh Francis Galton. Dalam papernya yang terkenal Galton menemukan bahwa meskipun terdapat tendensi atau kecenderungan bahwa

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Secara umum pengertian objek penelitian yaitu inti permasalahan yang dijadikan

BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Secara umum pengertian objek penelitian yaitu inti permasalahan yang dijadikan BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Secara umum pengertian objek penelitian yaitu inti permasalahan yang dijadikan topik penulisan dalam rangka penyusunan laporan dari suatu penelitian.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 15 3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pada penelitian ini, lokasi yang menjadi objek penelitian adalah wilayah PPN Brondong, Kabupaten Lamongan propinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi ini didasari

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis untuk kegiatan budidaya ganyong di Desa Sindanglaya ini dilakukan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengaruh atau hubungan kedua variabel tersebut. berakhir bulan Mei 2015, dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengaruh atau hubungan kedua variabel tersebut. berakhir bulan Mei 2015, dapat dilihat pada tabel dibawah ini : BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian asosiatif, Sugiyono (2010:11) penelitian asosiatif merupakan penelitian yang bertujuan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 22 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki fungsi sebagai penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. tahun terakhir yaitu tahun 2001 sampai dengan tahun Data yang. diambil adalah data tahun 2001 sampai 2015.

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. tahun terakhir yaitu tahun 2001 sampai dengan tahun Data yang. diambil adalah data tahun 2001 sampai 2015. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskriptif Sampel dan Data Penelitian ini menggunakan 30 data, sampel yang diamati selama 15 tahun terakhir yaitu tahun 2001 sampai dengan tahun 2015. Data yang diambil

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. dalam penelitian ini adalah seluruh perusahan manufaktur yang terdaftar di Bursa

BAB III METODELOGI PENELITIAN. dalam penelitian ini adalah seluruh perusahan manufaktur yang terdaftar di Bursa BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi Regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk menentukan tingkat pengaruh suatu variabel terhadap variabel yang lain. Variabel yang pertama disebut

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian yang dianalisis adalah faktor-faktor yang mempengaruhi

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian yang dianalisis adalah faktor-faktor yang mempengaruhi 48 BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek penelitian yang dianalisis adalah faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor komoditi karet di Indonesia periode 1990-2006. Adapun variabelnya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Persamaan Regresi Linear Analisis regresi merupakan suatu model matematis yang dapat digunakan untuk mengetahui pola hubungan antara dua atau lebih variabel. Analisis regresi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum dan Obyek Penelitian Pada dasarnya obyek merupakan apa yang hendak diselidiki di dalam sebuah penelitian. Ada beberapa persoalan yang perlu untuk

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian Pengumpulan Data

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian Pengumpulan Data 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur pada Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bubulan, Dander, Clebung,

Lebih terperinci

BAB V TEMUAN EMPIRIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Pada bab ini akan dilakukan pembahasan terhadap hasil pengolahan data empiris

BAB V TEMUAN EMPIRIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Pada bab ini akan dilakukan pembahasan terhadap hasil pengolahan data empiris BAB V TEMUAN EMPIRIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1. Temuan Empiris Pada bab ini akan dilakukan pembahasan terhadap hasil pengolahan data empiris yang ditunjukan untuk membuktikan hipotesis yang penulis ajukan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 25 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemilihan Pohon Contoh Pohon contoh yang digunakan dalam penelitian ini jenis keruing (Dipterocarpus spp.). Pemilihan pohon contoh dilakukan secara purposive pada RKT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel 3.1.1. Populasi Populasi yang digunakan untuk penelitian ini adalah seluruh perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI yang terdaftar sejak tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Model Regresi Linier Ganda

TINJAUAN PUSTAKA. Model Regresi Linier Ganda TINJAUAN PUSTAKA Model Regresi Linier Ganda Hubungan antara y dan X dalam model regresi linier umum adalah y = X ß + e () dengan y merupakan vektor pengamatan pada peubah respon (peubah tak bebas) berukuran

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. memperkuat landasan dalam variabel, penyusunan metode dalam

BAB III METODELOGI PENELITIAN. memperkuat landasan dalam variabel, penyusunan metode dalam BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat penelitian 1. Waktu penelitian Proses penelitian ini di awali dengan kegiatan mengidentifikasi permasalahan di tempat yang akan di gunakan sebagai lokasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan pertumbuhan ekonomi adalah laporan keuangan pemerintah daerah

BAB III METODE PENELITIAN. dan pertumbuhan ekonomi adalah laporan keuangan pemerintah daerah BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek penelitian dampak kinerja keuangan terhadap alokasi belanja modal dan pertumbuhan ekonomi adalah laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota Provinsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. berbatasan dengan Laut Jawa, Selatan dengan Samudra Indonesia, Timur dengan

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. berbatasan dengan Laut Jawa, Selatan dengan Samudra Indonesia, Timur dengan BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Sampel Provinsi Jawa Timur mempunyai 229 pulau dengan luas wilayah daratan sebesar 47.130,15 Km2 dan lautan seluas 110.764,28 Km2. Wilayah ini membentang

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

Hubungan Rentang Diameter Dengan Angka Bentuk Jenis Kapur (Dryobalanops aromatica) pada Hutan Produksi Terbatas

Hubungan Rentang Diameter Dengan Angka Bentuk Jenis Kapur (Dryobalanops aromatica) pada Hutan Produksi Terbatas Hubungan Rentang Diameter Dengan Angka Bentuk Jenis Kapur (Dryobalanops aromatica) pada Hutan Produksi Terbatas Sarintan Efratani Damanik Dosen Fakultas Pertanian Universitas Simalungun Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bagian pertama bab ini diberikan tinjauan pustaka yang berisi penelitian sebelumnya yang mendasari penelitian ini Pada bagian kedua bab ini diberikan teori penunjang yang berisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan Juli Adapun data penelitian diperoleh dengan melakukan

BAB III METODE PENELITIAN. dengan Juli Adapun data penelitian diperoleh dengan melakukan BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam rentan waktu bulan Maret 2016 sampai dengan Juli 2016. Adapun data penelitian diperoleh dengan melakukan pengutipan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan hutan dan ekosistem didalamnya sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa di atas tanah dan di bawah tanah mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran pengaturan hasil dalam pengelolaan hutan alam dapat dilihat pada Gambar 3. Kelestarian hasil, baik pengusahaan hutan seumur maupun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Sebuah Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan.

BAB II KAJIAN TEORI. Sebuah Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan. BAB II KAJIAN TEORI A. Matriks 1. Definisi Matriks Sebuah Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan. Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks (Howard

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Inspektorat Kabupaten/Kota Magelang dan Pegawai SKPD di lingkungan. berkaitan dengan efektivitas audit internal.

BAB III METODE PENELITIAN. Inspektorat Kabupaten/Kota Magelang dan Pegawai SKPD di lingkungan. berkaitan dengan efektivitas audit internal. BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai yang bekerja di Inspektorat Kabupaten/Kota Magelang dan Pegawai SKPD di lingkungan

Lebih terperinci

Pendugaan Dinamika Struktur Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan

Pendugaan Dinamika Struktur Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan Pendugaan Dinamika Struktur Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan Estimation of Stand Structure Dynamics of Logged-over Natural Forests Muhdin 1 *, Endang Suhendang 1, Djoko Wahjono 2, Herry Purnomo 1, Istomo

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kerumitan. Variabel intervening dalam penelitian ini adalah sistem e-filling, sedangkan

BAB III METODE PENELITIAN. kerumitan. Variabel intervening dalam penelitian ini adalah sistem e-filling, sedangkan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Penelitian ini melibatkan lima variabel yang terdiri atas tiga variabel independen (bebas), satu variabel intervening dan satu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. dalam kawasan wisata alam Trinsing yang secara administratif termasuk ke dalam

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. dalam kawasan wisata alam Trinsing yang secara administratif termasuk ke dalam METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal hutan kerangas yang berada dalam kawasan Hak Pengusahaan Hutan PT. Wana Inti Kahuripan Intiga, PT. Austral Byna, dan dalam

Lebih terperinci