TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979) penyakit gugur daun. (C. gloeosporioides) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Stadium ini ditemukan pada daun daun tua yang sedang membusuk. Jamur ini

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi penyakit C. gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

(Gambar 1 Gejala serangan Oidium heveae pada pembibitan karet)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Taksonomi Tanaman Karet Sistem klasifikasi, kedudukan tanaman karet sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit gugur daun Collectotricum yang menyerang tanaman karet (Hevea

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut ;Divisio : Mycota;

Getas, 2 Juni 2009 No : Kepada Yth. Hal : Laporan Hasil Kunjungan Kebun Getas PTP Nusantara IX

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan

UJI RESISTENSI KLON IRR SERI 400 TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai berbentuk perdu dengan tinggi lebih kurang cm.

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies: Hevea brassiliensismuell.arg.

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. dikembangkan sehingga sampai sekarang asia merupakan sumber karet alam.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum annum L.) berasal dari Mexico. Sebelum abad ke-15 lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan


II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No.12 tahun 1992, pasal 1 ayat 4, benih tanaman yang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51

LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA. disusun oleh: Vishora Satyani A Listika Minarti A

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT

HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS AKHIR KARYA ILMIAH PELUANG USAHA PERKEBUNAN KARET MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS

PENYAKIT BIDANG SADAP

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN

JAP PADA TANAMAN KARET

Akibat Patik Setitik, Rusaklah Penghasilan Petani

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1 7 m, daun tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Pandey (1969) tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Jamur penyebab penyakit pada tanaman krisan

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh

BLAS (BLAST) Blas pada tulang daun: luka pada tulang daun berwarna coklat kemerahan hingga coklat yang dapat merusak seluruh daun yang berdekatan.

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN

PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016

Diagnosa Penyakit Akibat Jamur pada Tanaman Padi (Oryza sativa) di Sawah Penduduk Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

Seleksi Biji untuk Batang Bawah Tanaman Karet Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi

HUBUNGAN ANTARA ANATOMI DAUN DENGAN KETAHANAN PENYAKIT GUGUR DAUN PADA TANAMAN KARET SKRIPSI OLEH : RINI JUNITA

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak

MODUL BUDIDAYA KARET

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman kakao menurut Tjitrosoepomo (1988) dalam Bajeng, 2012

II. TINJAUAN PUSTAKA. Semangka merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

UJI KETAHANAN BEBERAPA GENOTIPE TANAMAN KARET TERHADAP PENYAKIT Corynespora cassiicola DAN Colletotrichum gloeosporioides DI KEBUN ENTRES SEI PUTIH

PENYAKIT Fusarium spp. PADA TANAMAN KARET. Hilda Syafitri Darwis, SP.MP. dan Ir. Syahnen, MS.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

BUDIDAYA TANAMAN MANGGA

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979) penyakit gugur daun (C. gloeosporioides) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Species : Myceteae : Amastigomycota : Deuteromycotina : Deuteromycetes : Melanconiales : Melanconiceae : Colletotrichum : Colletotrichum gloeosporioides Penz. et Sacc. Miselium terdiri dari beberapa septa, inter dan intraseluler hifa. Aservulus dan stroma pada batang berbentuk hemispirakel dan ukuran 70-120µm. Septa menyebar, berwarna coklat gelap sampai coklat muda, serta terdiri dari beberapa septa dan ukuran ± 150µm. Massa konidia nampak berwarna kemerah-merahan atau seperti ikan salmon. Konidia berada pada ujung konidiofor. Konidia berentuk lilin, uniseluler, ukuran 17-28 x 3-4 µm (Singh, 2001). Acervulus tersusun di bawah epidermis tumbuhan inang. Epidermis pecah apabila konidia telah dewasa. Konidia keluar dari jaringan daun ada yang berwarna putih, kuning, jingga, hitam atau warna lain sesuai dengan pigmen yang dikandung konidia. Diantara Ordo Melanconiales yang konidianya cerah (hialin) adalah

Gloeosporium dan Colletotrichum, keduanya mempunyai konidia yang memanjang dengan penyempitan di bagian tengah (Agrios, 1978). a Gambar 1. Acervulus dan Miselium C. gloeosporioides Sumber : Singh (2001) Keterangan : a» Acervulus b» Miselium b Konidia terbentuk dalam acervulus (seperti bantalan) bersel berwarna terang. Acervuli berlilin berbentuk cakram, tetapi tidak mempunyai duri-duri, berwarna gelap dan berada diantara konidiofor. Konidia berbentuk oval memanjang, agak melengkung dalam jumlah yang banyak berwarna kemerahan (seperti warna salmon) merupakan turunan konidia (Rubert, 1992). Gambar 2. Konidia C. gloeospoerioides Sumber : Singh (2001)

C. gloeosporioides umumnya mempunyai konidia hialin, berbentuk silinder dengan ujung- ujung tumpul, kadang-kadang berbentuk agak jorong dengan ujung yang agak membulat dan pangkal yang sempit terpancung, tidak bersekat, berinti satu dengan ukuran 9-24 x 3-6 µm dan terbentuk pada konidiofor seperti fialid, berbentuk silinder, hialin atau agak kecoklatan (Semangun, 2000). Konidiofor Gambar 3. Konidiofor C. gloeospoerioides Sumber : Singh (2001) C. gloeosporioides merupakan parasit fakultatif yang termasuk ordo melanconiales. Colletorichum mempunyai stroma yang terdiri dari massa miselium yang berbentuk acervulus (seperti bantalan), bersepta dengan panjang antara 30-90 µm. Colletorichum mempunyai konidiofor yang pendek dan terletak pada permukaan yang tipis (Bailey and Jeger, 1992). Pada medium agar PDA (Potato Dextrose Agar) C. gloeosporioides dapat tumbuh dan bersporulasi dengan baik. Biakan murni pada medium tersebut berwarna kelabu kehitaman dan keputih-putihan, serta konidia yang dihasilkan bersel satu dan tidak berwarna (Alexopoulus and Mims, 1979).

Gejala Serangan Adanya bercak coklat kehitaman, tepi daun menggulung merupakan gejala serangan Colletorichum. Pada daun umur lebih dari 10 hari terdapat bercak coklat dengan halo warna kuning, selanjutnya bercak tersebut berlubang (Judawi dkk, 2006). Serangan C. gloeosporioides pada daum muda menimbulkan bercak berwarna coklat kehitaman pada bagian tengahnya, yang berturut-turut diikuti oleh mengeriputnya lembaran daun, timbulnya busuk kebasahan pada bagian yang terinfeksi dengan akibat yang lebuh jauh gugurnya daun. Pada daun tua (umur daun lebih dari 10 hari) serangan C. gloeosporioides, bercak daun berwarna coklat dengan warna kuning dan permukaan daun menjadi kasar. Serangan lebih lanjut menyebabkan bercak tersebut menjadi berlubang. Apabila bercak tersebut berbatasan dengan tepi daun maka serangan lebih lanjut mengakibatkan daum menjadi sobek (Pawirosoemardjo, 2004). a b Gambar 4. Gejala serangan gugur daun C. gloeosporioides Sumber : Judawi dkk (2006) Keterangan : a» bintik-bintik coklat kehitaman pada daun muda b» daun seperti terbakar (gosong) oleh serangan C. gloeosporioides

Bercak yang besar mudah pecah bila ditiup angin dan membentuk lubang yang disebut shot hole (robek). Dalam cuaca lembab tunas akan terbentuk berulang-ulang, tetapi setiap keluar tunas akan diikuti oleh serangan penyakit sehingga daun gugur kembali. Gugur daun yang terus menerus menyebabkan mati pucuk (die back). Pertumbuhan tanaman terhambat dan menyebabkan produksi getah turun (Soepena, 1991). Serangan berat pada tanaman okulasi yang baru berumur beberapa bulan dapat menyebabkan tunas menjadi busuk dan mati. Di pembibitan dapat menyebabkan gugurnya daun-daun muda sehingga pertumbuhan bibit terhambat dan pelaksanaan okulasi akan mengalami kesulitan. Hal ini karena kulit akan menjadi tipis dan melekat pada kayu di kebun entres, akibatnya kualitas kulit kayu menurun (Anonimous, 1991). Perkembangan Penyakit Kondisi iklim yang sesuai pada saat terjadinya infeksi sangat menentukan terjadinya epidemi penyakit. Spora hanya dapat berkecambah bila ada air bebas, atau bila kelembaban nisbi udara tidak kurang dari 95%. Infeksi tidak akan terjadi bila kelembaban udara tidak kurang dari 96%. Spora tumbuh paling baik pada suhu 25 o -28 o C, sedang dibawah 5 o C dan di atas 40 o C spora tidak dapat berkecambah.. Pernyataan Bailey and Jeger (1992) bahwasanya pada percobaan di rumah kaca dan laboratorium ternyata infeksi jamur terjadi pada kelembaban lebih dari 96% pada suhu 26 o -31 o C (Semangun, 2000). Secara umum tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada kisaran curah hujan 1500-3000 mm/tahun. Serangan penyakit gugur daun Colletotrichum yang berat terjadi pada wilayah dengan curah hujan di atas 3000-4000 mm/tahun dan suhu udara antara

25 o -28 o C bersamaan pada waktu tanaman membentuk daun muda merupakan kondisi kritis terjadinya epidemi penyakit gugur daun Colletotrichum (Thomas dkk, 2004). Ketinggian Tempat Kebun yang terletak pada tempat yang lebih rendah dari 300 m dpl mendapat serangan jamur yang lebih berat, dibandingkan dengan kebun-kebun yang terletak di tempat yang lebih tinggi. Keadaan suhu yang lebih rendah pada tempat yang lebih tinggi tersebut merupakan faktor penghambat bagi perkembangan jamur. Hal ini terlihat bercak-bercak hitam pada daun yang terserang terhambat perkembangannya dan bentuknya kurang lebih bundar yang tidak begitu jelas pada permukaan daun (Situmorang dkk, 1998). Faktor Kesuburan Tanah Kebun-kebun yang terdapat pada lahan yang kurang subur atau tanpa diberi pupuk sehingga kondisi tanaman menjadi lemah, atau kebun yang dipupuk dengan nitrogen dalam dosis yang terlalu tinggi akan mengakibatkan serangan C. gloeosporioides yang lebih berat (Situmorang dkk, 1998). Resistensi Klon Tanaman Karet Klon memiliki keunggulan dibandingkan dengan tanaman yang dikembangkan melalui biji. Keungulan yang dimiliki oleh klon antara lain tumbuhnya tanaman lebih seragam, umur produksinya lebih cepat dan produksi lateks yang dihasilkan juga lebih banyak. Adapun klon juga memiliki kekurangan seperti daya tahan masing-masing klon terhadap hama penyakit tidak sama sehingga klon unggul yang diinginkan harus

mempunyai sifat yang ideal yaitu produksi lateks yang tinggi, resisten terhadap pengaruh hama, penyakit dan pengaruh angin dan batang yang tumbuh lurus (Anonimous, 2008). Resistensi tanaman adalah suatu sifat yang dimiliki tanaman dalam menerima serangan pathogen yang ditujukan dengan kurang atau tidak adanya gejala penyakit. Sifat resistensi tanaman dikendalikan oleh gen yang diperoleh melalui berbagai cara seperti seleksi dari varietas/kultivar/klon yang ada, introduksi materi genetik yang resisten, perlakuan mutasi buatan, persilangan buatan antar klon, bahkan dengan spesies liar maupun antar spesies tanaman (Lasminingsih dkk, 2004). Klon IRR merupakan klon primer yang diseleksi dari pohon induk (ortet) yang berasal dari semaian PBIG tahun tanam 1977. Sejumlah ortet diuji pendahuluan di kebun percobaan Sungai Putih pada tahun tanam 1982 dengan jarak tanam 2 x 2 m. Evaluasi dilakukan selama 8 tahun meliputi potensi produksi karet kering, pertumbuhan dan berbagai karakteristik sekunder. Klon IRR adalah klon yang memiliki pola produksi awal tinggi (quick starter), dan potensi volume kayu log dan kayu percabangan yang besar sera berbagai kelebihan karakteristik sekunder yang mendukung produktifitas klon, sehingga klon ini memiliki prospek yang baik dimasa mendatang untuk dikembangkan dipertanaman komersial (Anonimous, 2008). Setiap masing-masing klon baik yang tergolong anjuran maupun komersial mempunyai sifat ketahanan yang berbeda-beda terhadap intensitas serangan C. gloeosporioides. Klon RRIC 100 ketahanannya terhadap penyakit daun (Colletotrichum, Corynespora, dan Oidium) cukup baik. Potensi produksi awal rendah dengan rata-rata produksi actual 1567 kg/ha/thn selama 8 tahun penyadapan dan lateks

berwarna putih. Pengembangan dapat dilakukan pada daerah beriklim sedang sampai basah (Woelan dkk, 1999). Beberapa klon yang cukup handal mengatasi beberapa penyakit penting karet terutama penyakit gugur daun Colletotrichum di berbagai daerah perkebunan Indonesia adalah BPM 1, BPM 24, PR 260, dan RRIC 100. Klon anjuran IRR juga termasuk klon yang mempunyai resistensi yang baik terhadap penyakit karet. Penggunaan klon yang resisten merupakan metode pengendalian yang efektif karena kemampuannya memperkecil kerusakan tanaman (Situmorang dkk, 1998). Pengendalian Penyakit Metode yang paling efektif dan efisien untuk pengendalian penyakit gugur daun Colletotrichum dapat diusahakan melalui pemeliharaan tanaman dan menanam varietas tahan seperti PR 261, RRIC 100, BPM 1, BPM 24, BPM 109, PB 260, IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 104, IRR 118, dan klon unggul lainnya (Situmorang, 1998). Memelihara tanaman seoptimal mungkin agar tanaman tetap tumbuh normal. Perlakuan kultur teknis yang meliputi perbaikan saluran drainase, pemupukan, intensitas matahari, dan sistem penyadapan akan sangat mempengaruhi terhadap serangan Colletorichum. Tanaman yang kurang perawatanakan mudah terserang (Soekirman, 2004). Untuk mengurangi serangan Colletotrichum diusahakan agar lokasi pembibitan tidak terlalu lembab. Dipembibitan tanaman okulasi dalam kantong plastik jangan disusun terlalu rapat dan dianjurkan agar tidak menanam satu klon pada satu hamparan yang luas. Sebaiknya tiap klon jangan ditanam lebih dari 200 ha (Semangun, 2000).

Pada serangan ringan diberikan pupuk nitrogen dua kali dosis anjuran pada saat daun mulai terbentuk. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara dibenamkan dalam tanah agar mudah diserap oleh akar. Pada serangan berat dikendalikan dengan cara disemprot dengan fungisida kontak (Belkute 40 WP) yang direkomendasikan, dilakukan pada saat daun mulai terbentuk sampai dengan daun berwarna hijau dengan interval satu minggu (umur daun 21 hari) (Judawi dkk, 2006). Awal aplikasi fungisida yang tepat adalah pada waktu tunas/daun muda baru tumbuh. Fungisida yang efektif untuk penyakit Colletotrichum adalah Mancozeb (Dithane M45 80 WP). Untuk melindungi tanaman dipeletakan biji, pembibitan, dan kebun entres dari serangan penyakit Colletotrichum dapat disemprotkan fungisida tersebut dengan konsentrasi 0.25% formulasi dalam air, dosis 400-600l/ha, dan interval 5-7 hari. Pengendalian penyakit daun Colletotrichum pada tanaman yang belum menghasilkan (4-5 tahun), dan tanaman yang telah menghasilkan dapat dilakukan dengan penghembusan fungisida dengan dosis 2 kg/ha dan interval 5-7 hari. Sebagai carier biasanya digunakan belerang (Stamulus 80 WP) sebanyak 3-5 kg/ha (Pawirosoemardjo, 2004).