BAB 1 PENDAHULUAN. sekitar usia 6 tahun, sampai masa pubertas sekitar usia 12 tahun. Pada tahap ini,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit

BAB I PENDAHULUAN. dari hubungan dengan lingkungan sekitarnya. individu dan memungkinkan munculnya agresi.

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. dengan perubahan pesat dalam setiap aspek kehidupan. Salah satu aspek yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain baik yang lebih muda usianya, teman sebaya. Kanak-kanak kelompok B antara 5 6 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. dan menbentuk prilaku anak yang baik (Santrock, 2011). dapat membuat anak-anak rentan terhadap eksplotasi. Kekewatiran banyak

EMOSI NEGATIF SISWA KELAS XI SMAN 1 SUNGAI LIMAU

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB ll KAJIAN TEORI. bahkan pada dirinya sendiri. Definisi ini berlaku bagi semua makhluk vertebrata,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dunia, seperti yang disampaikan oleh UNICEF sebagai salah. anak, perlindungan dan pengembangan anak (James, 2000).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa yang sangat penting. Masa remaja adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

manusia dimulai dari keluarga. Menurut Helmawati (2014:1) bahwa Keluarga adalah tempat pertama dan utama bagi pembentukan dan pendidikan anak.

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. yang menunjukkan kebaikan dan perilaku yang terpuji. Akan tetapi, banyak kita

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut yang diselenggarakan baik formal, informal

BAB I PENDAHULUAN. tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian dan definisi operasional variabel dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan suatu masa dalam kehidupan yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik artinya orang tersebut memiliki kecerdasan emosional. Bar-On (1992,

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berusia antara 7 sampai 15 tahun.anak usia sekolah adalah anak- anak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan, kepintaran, kemampuan berpikir seseorang atau kemampuan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Synder, 2004). Menurut Potter & Perry (2005) tidur merupakan waktu dimana

BAB I PENDAHULUAN. cenderung bereaksi dan bertindak dibawah reaksi yang berbeda-beda, dan tindakantindakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIK

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi psikis atau mental akan mempengaruhi performa atlet baik saat latihan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dalam dirinya seorang remaja sehingga sering menimbulkan suatu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAGAIMANA MENGOPTIMALKAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSI ANAK PRASEKOLAH? Oleh Kartika Nur Fathiyah Dosen PPB FIP UNY

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA SUPORTER SEPAK BOLA

BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE PAINTING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu konflik/masalah (Nashori, 2008). Sebagian orang mungkin ada yang merasa

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung maupun tidak langsung seperti pada media massa dan media cetak. Seorang

BAB I PENDAHULUAN. yang berpendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah merupakan periode saat anak masuk sekolah dasar sekitar usia 6 tahun, sampai masa pubertas sekitar usia 12 tahun. Pada tahap ini, anak semakin lama semakin menyadari dirinya sebagai individu. Anak berupaya melakukan apa saja secara benar untuk mencapai hasil yang baik. Rasa tanggung jawab berkembang pada tahap ini. Mereka sangat bangga diberi tanggung jawab, mereka mulai berbagi rasa, membina kerja sama dan sikap kooperatif untuk mencapai tujuan bersama. Kompetensi ini timbul karena berkembangnya ciri persepsi kognitif spesifik pada tahap ini (Nurdin, 2011). Pada masa anak-anak tengah, anak dapat menggunakan keterampilan kognitif yang baru dikembangkannya untuk memecahkan masalah. Beberapa individu lebih baik dari yang lain dalam memecahkan masalah karena intelegensi, pendidikan pengalaman alami, tetapi tidak semua anak dapat meningkatkan keterampilan ini (Potter & Perry, 2005). Anak mulai mampu menyusun nilai-nilai moral yaitu baik-buruk dan benar-salah (Nurdin, 2011). Anak juga menunjukkan penurunan rasa takut yang berkaitan dengan keamanan tubuh, dan terjadi ketakutan baru yang berkaitan dengan sekolah dan keluarga. Ketakutan anak terhadap guru, ketidaksetujuan dan penolakan dari orang tua dan ketakutan pada teman-temannya. Anak usia sekolah bermain secara kooperatif dengan temantemannya. Permainan menjadi kompetitif dan anak yang memiliki kesulitan 1

2 belajar akan kalah. Karakteristik anak usia sekolah akan mengejek, menghina, menantang, takhayul, dan meningkatnya sensitifitas. Untuk menghadapi rasa tidak terima akan kekalahan, anak menggunakan mekanisme pertahanan diri meliputi regresi, penolakan, agresi, dan supresi (Potter& Perry, 2005). Masa akhir anak-anak dikenal sebagai masa sulit diatur karena anak lebih banyak mengikuti aturan teman sebaya atau kelompok sosialnya dan anak tidak mengkitu aturan orang tua dan keluarga. Priode akhir anak-anak disebut sebagai masa pertengkaran. Anak selalu bertengkar dengan anggota keluarga, tetangga, dan teman sebaya, jika anak menemukan suasana yang tidak menyenangkan, inkonsisten disiplin, dan otoriter maka anak akan merespon dengan menciftakan suasana gaduh dan membuat keributan bahkan perkelahian. Anak memiliki sikap penentang, sebagian anak bisa menganggap semua orang sebagai musuh. Anak bersikap agresif terhadap guru maupun temannya. Jika sikap agresif anak menjadi kebiasaannya hingga dewasa maka anak tidak akan disukai oleh masyarakat. Sehingga perilaku agresif anak memerlukan perhatian khusus dan penangangan yang tepat (Wijayaningsih, 2014) Fenomena perilaku agresif di sekolah menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2011 terdapat 48 kasus, tahun 2012 terdapat 66 kasus, tahun 2013 terdapat 63 kasus, tahun 2014 terdapat 67 kasus dan tahun 2015 terdapat 39 kasus. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) juga mencatat 21 kasus kekerasan yang terjadi pada tahun 2014 sampai 2015, tujuh belas anak tewas akibat peristiwa yang berasal dari saling ejek dan pukul layaknya

3 anak usia sekolah dasar. Peristiwa kecil ini berulang menumpuk menjadi dendam yang akhirnya meledak menjadi tindakan yang merusak. Perilaku agresif yaitu tindakan yang dapat merugikan atau mencederai orang lain. Menurut Robert (1988 dalam Dayakisni & Hudaniah, 2009) agresi adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain. Penyebab meningkatnya perilaku agresif dapat berasal dari berbagai faktor. Salah satu faktor yang dapat menimbulkan perilaku agresif adalah faktor keluarga dan rendahnya kematangan emosi (Sari, 2015). Chaplin (2007) mengatakan bahwa, konsep emosi sangat bervariasi. Emosi merupakan aksi kompleks yang berhubungan dengan kegiatan atau perubahan-perubahan secara mendalam dan hasil pengalaman dari rangsangan eksternal dan keadaan fisiologis. Dengan emosi, individu terangsang terhadap objek-objek atau perubahanperubahan yang didasari sehingga memungkinkan individu merubah sifat ataupun perilaku (Pieter & Lubis, 2010). Untuk mengendalikan perilaku agresif diperlukan keterampilan dalam mengelola emosi (Sari, 2015). Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain (Goleman, 2007). Rendahnya kesadaran diri dapat mencetuskan perilaku agresif. Adanya anonimtas, tingginya arousal emosional, kekaburan tangggung jawab, dapat menyebabkan berkurangnya kesadaran diri. Rendahnya kesadaran diri menghasilkan perasaan yang tidak lagi mempertimbangkan orang lain dan tidak takut terhadap kecaman atau pembalasan dendam atas perilakunya (Dayaskini & Hudaniah, 2009)

4 Pada perkembangan emosi anak usia sekolah, anak telah mampu mengendalikan emosinya. Namun ketika dirumah, anak masih mengungkapkan emosi sekuat mungkin seperti masa awal kanak-kanak. Bentuk ungkapan emosional yang menyenangkan dilakukan dengan cara tertawa, gerakan genit, mengejangkan tubuh ataupun berguling. Adapun ungkapan-ungkapan emosi yang kurang menyenangkan dilakukan dengan marah, cemas, gusar dan kecewa (Pieter & Lubis, 2010). Emosi anak-anak sulit dipelajari karena informasi tentang aspek emosi yang subyektif hanya dapat diperoleh dengan cara introspeksi, sedangkan anakanak tidak dapat menggunakan cara tersebut dengan baik karena mereka masih muda. Perhatian ilmiah telah dipusatkan pada pemahaman emosi anak-anak. Penelitian pada emosi anak-anak telah membuktikan bahwa semua emosi yang menyenangkan memainkan peran penting dalam kehidupan anak dan bahwa setiap macam emosi mempengaruhi cara penyesuaian pribadi dan sosial yang dilakukan anak (Hurlock, 1978). Penelitian yang telah dilakukan oleh Baron (1988), Mayer dan Salovey (1990) serta Goleman (1995) dalam Agustian (2001), mengenai kecerdasan emosional mengemukakan bahwa keberhasilan seseorang 80% ditentukan oleh kecerdasan emosional(nurhidayah, 2006). Anak memerlukan kecerdasan emosional dalam mengatasi perubahan area perkembangannya. Anak usia 6 tahun dihadapkan pada figur autoritas baru seperti guru, dan aturan baru. Anak usia sekolah harus memenuhi tantangan

5 perkembangan keterampilan kognitif yang meningkatkan pemikirannya (Potter & Perry, 2005). Gambaran perilaku agresif dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada Bu Lestari sebagai guru bidang kesiswaan SD Siti Hajar menunjukkan bahwa adanya siswa yang ribut di kelas sewaktu guru menerangkan, siswa yang menggangu teman, mengejek teman, dan mengambil barang milik teman seperti alat tulis, dan memprovokasi teman yang lain sehingga memicu pertengkaran. Kecerdasan emosional siswa-siswi SD Siti Hajar dari hasil observasi peneliti menunjukkan bahwa siswa-siswinya mampu mengelola diri sendiri, hal ini dilihat dari sebagian besar siswa tertib saat makan bersama. Siswa SD Siti Hajar memiliki motivasi diri yang baik dilihat dari tekad siswa-siswi yang semangat belajar dari pagi sampai sore yaitu dari pukul 07. 30 WIB sampai dengan pukul 16. 30 WIB pada hari senin hingga jum at karena SD Siti Hajar merupakan sekolah dasar islamic full day. Data ini didukung oleh hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti kepada Bu Lestari sebagai guru bidang kesiswaan yang mengatakan bahwa anak muridnya selalu makan dengan tertib dan teratur karena mereka sudah mengetahui jadwal makan dan tata tertib makan yang berlaku. Siswa-siswinya juga tidak ada yang mengeluh kelelahan walaupun sekolah sampai sore. Serta siswa-siswi SD Siti Hajar memiliki percaya diri yang tinggi karena sekolah tersebut memiliki program mengadakan perlombaan diwaktu tertentu yang melibatkan seluruh siswa dalam tiap-tiap kelompok sehingga setiap siswa mempunyai kesempatan untuk mengapresiasikan dirinya.

6 Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku agresif anak usia sekolah di SD Siti Hajar Medan. 1.2 Perumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1.2.1 Bagaimana gambaran kecerdasan emosional anak usia sekolah SD Siti Hajar Medan? 1.2.2 Bagaimana gambaran perilaku agresif anak usia sekolah di SD Siti Hajar Medan? 1.2.3 Apakah ada hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku agresif anak usia sekolah di SD Siti Hajar Medan? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.3 Tujuan Umum Untuk mengidentifikasi hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku agresif anak usia sekolah di SD Siti Hajar Medan 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Mengidentifikasi gambaran kecerdasan emosional anak usia sekolah di SD Siti Hajar Medan.

7 1.3.2.2 Mengidentifikasi gambaran perilaku agresif anak usia sekolah di SD Siti Hajar Medan. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi khususnya mahasiswa dalam upaya mengendalikan diri dengan menggali kecerdasan emosional yang dimilikinya dalam upaya pencegahan prilaku agresif. 1.4.2 Pelayanan Keperawatan Hasil Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada perawat berhubungan dengan klien yang latar belakang budaya dan sifatnya yang berbeda. Perbedaan ini menuntut perawat untuk mengenali perasaan dirinya maupun orang lain dalam hal ini klien dan keluarganya. Sehingga perawat secara profesional akan bersikap asertif. 1.4.3 Penelitian Keperawatan Data yang diperoleh dapat menjadi dasar atau data yang mendukung untuk peneliti selanjutnya.