BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memerlukan pengolahan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Produk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi saat ini, penggunaan zat warna alami semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan,

ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan yaitu untuk memperbaiki warna,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 239/Men.Kes/Per/V/85 TENTANG ZAT WARNA TERTENTU YANG DINYATAKAN SEBAGAI BAHAN BERBAHAYA

ANALISIS RHODAMIN B DALAM SAOS DAN CABE GILING DI PASAR KECAMATAN LAWEYAN KOTAMADYA SURAKARTA DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kehatan RI No.

ANALISIS RHODAMIN B DAN METANIL YELLOW DALAM JELLY DI PASAR KECAMATAN JEBRES KOTAMADYA SURAKARTA DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS SKRIPSI

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

Tabel jenis pewarna alami pada produk makanan dan batas maksimum penggunaannya

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

(asam sitrat), Pengawet (natrium benzoat), Pewarna makanan. Komposisi: Gula, Glukosa, Buah nanas, Asam Sitrat, Perasa dan Pewarna

ANALISIS KANDUNGAN RHODAMIN B SEBAGAI PEWARNA PADA SEDIAAN LIPSTIK IMPOR YANG BEREDAR DI KOTA MAKASSAR

ANALISIS PEWARNA RHODAMIN B DALAM ARUM MANIS SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis DI DAERAH SUKOHARJO DAN SURAKARTA

Tabel Pelarut Dalam Percobaan Metode Kromatografi. A n-butanol 40 bagian volume. B Iso-butanol 30 bagian volume

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung

Kuesioner Penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENGGUNAAN RHODAMIN B PADA CABE GILING BASAH YANG DIJUAL DI PASAR KOTA YOGYAKARTA

PEWARNA ALAMI; Sumber dan Aplikasinya pada Makanan & Kesehatan, oleh Dr. Mutiara Nugraheni, S.T.P., M.Si. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jelly adalah produk minuman semi padat yang terbuat dari sari buah-buahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata saus berasal dari bahasa Perancis (sauce) yang diambil dari bahasa

GAMBARAN ZAT WARNA RHODAMIN B PADA KOSMETIK PEMERAH BIBIR YANG BEREDAR DIPASAR BERINGHARJO YOGYAKARTA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya dalam pengolahan makanan selalu diusahakan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari.

Kelompok 2: Kromatografi Kolom

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal

BAB 1 PENDAHULUAN. kebanyakan masyarakat. Meskipun memiliki beberapa keunggulan, tetapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cone es krim merupakan salah satu dari berbagai makanan yang banyak didapatkan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saos merupakan bumbu penyedap makanan atau biasanya digunakan

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. diperuntukkan sebagai makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia,

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh mayoritas masyarakat Indonesia, karena rasanya yang gurih dan

BAB 1 PENDAHULUAN. aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan. Penentuan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memerlukan makanan untuk menunjang kelangsungan hidupnya.

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kita hidup di dunia ini dilengkapi dengan lima indra yaitu penglihatan,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tambahan makanan lainnya yang di izinkan (SNI ).

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Percobaan 4 KROMATOGRAFI KOLOM & KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS. Isolasi Kurkumin dari Kunyit (Curcuma longa L)

ANALISIS SECARA BIOKIMIA METHANYL YELLOW PADA TAHU YANG BEREDAR DI PASAR TRADISIONAL KODYA BANDUNG

Bahan Tambahan Pangan (Food Additive)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

LAPORAN TETAP KIMIA ANALITIK INSTRUMEN

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. lainnya. Secara visual, faktor warna berkaitan erat dengan penerimaan suatu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

IDENTIFIKASI RHODAMIN B PADA SAUS TOMAT YANG BEREDAR DI PASAR PAGI SAMARINDA. Eka Siswanto Syamsul, Reny Nur Mulyani, Siti Jubaidah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Seluruh masyarakat merupakan konsumen dari makanan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di zaman modern sekarang ini begitu banyak terjadi perkembangan di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya

balado yang beredar di Bukittinggi, dalam Majalah Kedokteran Andalas, (vol.32, No.1, Januari-juni/2008), hlm. 72.

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Adapun lokasi dan waktu penelitian ini yakni sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. mikrobiologisnya. Secara visual faktor warna yang tampil terlebih dahulu terkadang

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah survai yang bersifat deskriptif yaitu menganalisa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kerupuk sudah lama dikenal di tanah air kita terutama sebagai lauk pauk

BAB I PENDAHULUAN. industri pangan karena mempunyai banyak kelebihan, diantaranya adalah proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. anorganik dan limbah organik. Limbah anorganik adalah limbah yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. Makanan selalu dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari. Cara penyajian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pertumbuhan/perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak,

LAPORAN KIMIA PEMISAHAN BAB CAMPURAN

BAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. baik di daerah tropis salah satunya yaitu tanaman munggur. Tanaman ini

LKS 01 MENGIDENTIFIKASI ZAT ADITIF DALAM MAKANAN

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan selera makan manusia sebagai konsumen. 2. Secara garis besar, terdapat 3 macam pewarna makanan yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas anak-anak akan

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mie merupakan produk makanan yang terbuat dari tepung terigu. Mie banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berabad abad yang lalu. Pada abad ke 19, pemakaian kosmetik mulai. besaran pada abad ke 20 (Tranggono, 2007).

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

THE IDENTIFICATION OF SYNTHETIC DYES IN RENGGINANG CRACKERS BY PAPER CHROMATOGRAPHY. Jatmiko Susilo, Agitya Resti Erwiyani, Lelie Amaliatusshaleha

PERCOBAAN 04 KROMATOGRAFI KOLOM DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS : ISOLASI KURKUMIN DARI KUNYIT (Curcuma longa L.) DAN PEMISAHAN ZAT (KI- 2051)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LEMBAR OBSERVASI. Lokasi : No. Objek Pengamatan Kategori A Pemilihan Bahan Makanan Ya Tidak

TES KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA (Soal Posttest) Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : VIII/2 Materi Pokok : Makanan

BAHAYA KERACUNAN METANIL YELLOW PADA PANGAN

Transkripsi:

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Makanan 1. Pengertian Makanan Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan memerlukan pengolahan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Produk makanan atau pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati atau air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan untuk makanan atau minuman bagi konsumsi manusia (Saparinto & Hidayati, 2010). 2. Jenis Produk Makanan Berdasarkan cara memperolehnya, pangan dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu : a. Pangan segar Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan. Pangan segar dapat dikonsumsi langsung ataupun tidak langsung, yakni dijadikan bahan baku pangan. b. Pangan olahan Pangan olahan adalah makanan hasil proses pengolahan dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan olahan dibagi atas dua macam, yaitu : 1) Pangan olahan siap saji adalah makanan yang sudah diolah dan siap dijadikan ditempat usaha atas dasar pesanan. 6

7 2) Pangan olahan kemasan adalah makanan yang sudah mengalami proses pengolahan akan tetapi masih memerlukan tahapan pengolahan lanjutan untuk dapat dimakan seperti pada Gambar 2.1. c. Pangan olahan tertentu Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan untuk kelompok tertentu dalam upaya untuk memelihara atau meningkatkan kualitas kesehatan (Saparinto & Hidayati, 2010). B. Bahan Tambahan Pangan Gambar 2.1 Produk makanan olahan Sumber : https://www.google.co.id Bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi, 2008). Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 33 tahun 2012 pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan kedalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Menurut FAO di dalam Saparinto (2006), bahan tambahan pangan adalah

8 senyawa yang sengaja ditambahkan kedalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama. Menurut Codex di dalam Saparinto (2006), bahan tambahan pangan adalah bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan, yang dicampurkan secara sengaja pada proses pengolahan Universitas Sumatera Utara makanan. C. Zat Warna Makanan Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki penampakan makanan agar menarik, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan. Berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis. Zat warna alami adalah zat warna yang secara alami terdapat dalam tanaman maupun hewan. Penggunaan zat warna alami untuk makanan dan minuman tidak memberikan kerugian bagi kesehatan, seperti halnya zat warna sintetik yang semakin banyak penggunaannya. Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan, di antaranya adalah klorofil, mioglobin dan hemoglobin, anthosianin, flavonoid, tannin, betalain, quinon dan xanthon, serta karotenoid. Kini dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah ditemukan zat warna sintetis, karena penggunaannya lebih praktis dan harganya lebih murah. Pewarna sintetis adalah Pewarna buatan yang diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang

9 mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan adalah tartazine untuk warna kuning, allura red untuk warna merah, dan sebagainya. Pemerintah Indonesia melalui menteri kesehatan RI telah mengeluarkan undang-undang tentang jenis zat pewarna alami dan sintetis yang diizinkan serta yang dilarang digunakan dalam makanan dalam surat keputusan menteri kesehatan no.722/menkes/per/88 yang kemudian digantikan dengan peraturan baru dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.33 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Tabel 2.1 Zat pewarna alami dan sintetis bagi makanan dan minuman yang diizinkan di Indonesia. Zat Warna Nama Nomor indeks nama I. Alami Kurkumin Riboflavin Cochineal red (karmin) Klorofil Karbon Tanaman Beta-Karoten (Sayuran) Ekstrak Annato Karamel Merah Beet Antosianin Titanium oksida 75300-75470 75810 77266 75130 75120 - - - 77891 Tartrazine Quinelene yellow Sunsetyellow FCF Carmoisine Ponceau 4R II. Sintetis Erythrosine Allura Red Indigotine Briliant blue FCF Fast green FCF Brown HT Sumber : Permenkes No.33 tahun 2012 tentang BTP 19140 47005 15985 14720 16255 45430 16035 73015 42090 42053 20285

10 Tabel 2.2 Zat Warna yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya dalam Obat dan Makanan. No. Nama Nomor Indeks Warna (CI.NO) 1. Auramin (CI Basic Yellow 2) 41000 2. Alkanat 75520 3. Butter Yellow (CI Solvent Yellow 2) 11020 4. Black 7984 (Food Black 2) 27755 5. Burn Umber (CI Basic Orange 7) 77491 6. Chrysoidine (CI Basic Orange 2) 11270 7. Chrysoine (CI Food Yellow B) 14270 8. Citrus Red No. 2 12156 9. Chocolate Brown FB (Food Brown 2) - 10. Fast Red E (CI Food Red 4) 16045 11. Fast Yellow AB (CI Food Yellow 2) 13015 12. Guinea Green B (CI Acid Green No.3) 42085 13. Indantherene Blue RS (CI Food Blue 4) 69800 14. Magenta (CI Basic Violet 14) 42510 15. Methanyl Yellow 13065 16. Oil Orange SS (CI Solvent Orange 2) 12100 17. Oil Orange XO (CI Solvent Orange 7) 12140 18. Oil Yellow AB (CI Solvent Yellow 5) 11380 19. Oil Yellow OB (CI Solvent Yellow 6) 11390 20. Orange G (CI Food Orange 4) 16230 21. Orange GGN (CI Food Orange 2) 15980 22. Orange RN (Food Orange 1) 15970 23. Orchil dan Orcein - 24. Ponceau 3R (CI Red 6) 16155 25. Ponceau SX (CI Red 1) 14700 26. Ponceau 6R (CI Red 8) 16290 27. Sudan I 12055 28. Rhodamin B 45170 29. Scarlet GN (Food Red 2) 14815 30. Violet GB 42640 Sumber : SK Mentri Kesehatan RI No. 239/MenKes/Per/V/85 D. Rhodamin B 1. Definisi Rhodamin B Rhodamin B merupakan zat warna golongan Xhantenes dyes. Rhodamin B adalah bahan kimia yang digunakan untuk pewarna merah pada industri tekstil dan plastik. Rhodamin B memiliki rumus empiris C28H31N2O3Cl seperti pada Gambar

11 2.2. Bobot molekul rhodamin B adalah 479,00 yang terdiri atas 70,20% carbon, 6,52% nitrogen, 7,40% klor, 5,85% hidrogen dan 10,2% oksigen. Gambar 2.2 Struktur kimia rhodamin B Sumber : https://www.google.co.id Rhodamin B berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu kemerahan, sangat mudah larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berflourensi kuat. Selain mudah larut dalam air juga larut dalam alkohol, HCl dan NaOH. Kelarutan rhodamin B pada air adalah 50 g/l. Namun, kelarutan dalam asam asetat larutan (30 vol.%) adalah 400 g/l. Rhodamin B dipakai dalam pewarnaan kertas sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, Th serta digunakan dalam biologi sebagai pewarnaan zat warna neon, kadang-kadang dalam kombinasi Auramine O, sebagai Auraminerhodamin noda untuk menunjukkan asam cepat organisme, terutama mycobacterium (Praja. 2015). 2. Dampak Rhodamin B Bagi Kesehatan Zat warna rhodamin B walaupun telah dilarang penggunaannya ternyata masih ada produsen yang sengaja menambahkan zat warna rhodamin B untuk

12 produknya. Rhodamin B termasuk bahan kimia berbahaya (harmful). Rhodamin B bisa menumpuk di lemak sehingga lama kelamaan jumlahnya akan terus bertambah. Rhodamin B diserap lebih banyak pada saluran pencernaan dan menunjukkan ikatan protein yang kuat. Kerusakan pada hati terjadi akibat makanan yang mengandung Rhodamin B dalam kosentrasi tinggi. Rhodamin B juga dapat menyebabkan iritasi pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan, gangguan hati dan dapat menyebabkan kanker. Tanda-tanda dan gejala akut bila terpapar rhodamin B : a. Jika terhirup akan menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan b. Jika terkena kulit akan menyebabkan iritasi pada kulit. c. Jika terkena mata, mata akan iritasi, berwarna merah, dan udem pada kelopak mata. d. Jika tertelan dapat menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna merah atau merah muda (Praja. 2015). E. Identifikasi Rhodamin B Identifikasi zat warna rhodamin B dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dianalisa menggunakan metode kromatografi lapis tipis. Prinsip kerja dari kromatografi lapis tipis yaitu memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini menggunakan fese diam dari plat silika gel dan fase gerak disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran tersebut dinamakan eluen.

13 Sedangkan identifikasi zat warna rhodamin B secara kuantitatif dapat dianalisa dengan metode spektrofotomerti UV-Vis. Apabila dalam alur spektrofotometer terdapat senyawa yang mengabsorbsi radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai detektor. Parameter kekuatan energi radiasi khas yang diabsorbsi oleh molekul adalah absorban (A) yang dalam batas konsentrasi rendah nilainya sebanding dengan banyaknya molekul yang mengabsorbsi radiasi dan merupakan dasar analisis kuantitatif (Satiadarma, 2004). F. Kromatografi Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh ahli botani dari Rusia M.S Tswett (1872-1919) yang melakukan teknik pemisahan pigment tanaman berwarna. Teknik ini kemudian dinamakannya chromatography yang merupakan penggabungan dari dua kata dari bahasa yunani, yaitu chroma (inggris: colour) yang berarti warna dan graphein (inggris : to write) yang berarti menulis, jadi awalnya kromatografi berarti menulis dengan warna untuk mengindikasikan pita-pita warna yang teramati oleh tswett dalam risetnya. Pada saat yang bersamaan Tswett juga berhasil melakukan pemisahan bahan-bahan yang tidak berwarna dengan tekniknya tersebut (Rubiyanto, 2016). Menurut IUPAC, kromatografi adalah suatu metode pemisahan komponenkomponen dalam suatu sampel yang terdistribusi dalam dua fase yaitu fase diam dan fasa gerak. Fasa diam dapat berupa padat, cairan yang diletakkan diatas padatan atau gel. Fasa diam dapat dibuat dalam bentuk kolom, disebarkan sebagi suatu lapisan tipis atau didistribusikan sebagai film. Fasa gerak dapat berupa gas atau cairan (Rubiyanto, 2016).

14 Berdasarkan uraian diatas, maka sistem kromatografi terbagi atas 4 macam yaitu : 1. Fasa bergerak zat cair - fasa tetap padat : Dikenal sebagai kromatografi serapan yag meliputi : a. Kromatografi lapis tipis. b. Kromatografi penukaran ion. 2. Fasa bergerak gas - fasa tetap padat : a. Kromatografi gas padat 3. Fasa bergerak zat cair fasa tetap zat cair : Dikenal sebagai kromatografi partisi a. Kromatografi kertas 4. Fasa bergerak gas fasa tetap zat cair : a. Kromatografi gas cair b. Kromatografi kolom kapiler (Sastrohamidjojo, 1991). Semua pemisahan dengan metode kromatografi tergantung dari senyawasenyawa yang dipisahkan, diantaranya fasa bergerak dan fasa tetap dalam perbandingan yang berbeda dari satu senyawa terhadap senyawa yang lain (Sastrohamidjojo, 1991). Keuntungan dari penggunaan metode kromatografi dalam pemeriksaan yaitu : 1. Metode pemisahan yang cepat dan mudah serta menggunakan peralatan yang murah dan sederhana (kecuali kromatografi gas) hingga campuran yang kompleks dapat di pindah dengan mudah.

15 2. Hanya dengan menambah campuran cuplikan yang sangat sedikit sekali sudah dapat digunakan untuk identifikasi. 3. Pekerjaan dapat diulang. G. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri dari bahan yang berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah plat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) (Stahl, 1985). Dengan memakai kromatografi lapis tipis, pemisahan senyawa yang amat berbeda seperti senyawa organik alam, senyawa organik sintetik, kompleks organik-organik, dan bahkan ion anorganik, dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat yang tidak terlalu mahal (Gritter, 1991). Jarak pengembangan senyawa pada kromatografi biasanya dinyatakan dengan angka R f. Jarak yang digerakkan oleh senyawa dari titik asal penotolan Rf = Jarak pengembangan pelarut Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi-reaksi warna. Tetapi lazimnya untuk identifikasi menggunakan harga Rf (Sastrohamidjojo, 1991). Nilai Rf digunakan untuk identifikasi senyawa, pada senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan

16 sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf : 1. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan 2. Sifat dari penyerap Perbedaan penyerapan akan memberikan perbedaan yang besar terhadap harga Rf. Meskipun menggunakan fasa bergerak yang sama tetapi hasil akan dapat di ulang dengan hasil yang sama jika menggunakan penyerap yang sama pula. 3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap Meskipun tebal lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya tetapi ketidakrataan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tidak rata juga. 4. Pelarut fasa gerak Perbandingan campuran dengan kemurnian dari pelarut sebagai fasa gerak harus disesuaikan dalam kromatografi lapis tipis derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan 5. Teknik percobaan Teknik percobaan digunakan untuk mengetahui arah mana pelarut akan bergerak di atas plat, dengan menggunakan metode aliran penaikan penurunan serta mendatar. 6. Jumlah cuplikan yang digunakan Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan akan memberikan pengaruh penyebaran noda-noda, sehingga akan mengakibatkan kesalahan pada harga Rf.

17 7. Suhu Teknik pemisahan dikerjakan pada suhu tetap karena untuk mencegah perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan fasa 8. Keseimbangan Bila atmosfer atau tekanan dalam bejana tidak jenuh dengan uap pelarut maka akan terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang berbentuk cekung dan fasa bergerak cepat pada bagian yang tepi daripada dibagian tengah.

18 H. Kerangka Teori Makanan Pangan Segar Pangan olahan Pangan olahan tertentu Sosis Terasi Saos sambal Kerupuk Zat pewarna Zat pewarna alami : Hijau daun suji Kuning kunyit, dsb KCKT Kromatografi Kertas Permenkes No. 33 tahun 2012 Pewarna merah rhodamin B Zat pewarna yang dilarang Zat pewarna sintetis Metanil yellow Zat warna yang diizinkan : Tartrasin Carmoisin, dsb. Kromatografi Lapis Tipis Spektofotometer UV-Vis Gambar 2.3 Skema Kerangka Teori Keterangan : : Variabel yang diteltii : Variabel yang tidak diteliti