Domain Afektif. Author : Chaidar Warianto Publish : :48:45. Page 1

dokumen-dokumen yang mirip
PROSEDUR PENYUSUNAN INSTRUMEN NON-TEST MENGGUNAKAN SKALA LIKERT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1/20

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi satu sama lain, baik antara mahluk-mahluk itu sendiri maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Oleh Sukanti 1.

PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Sukanti. Abstrak

BAB II KAJIAN TEORITIS. pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. oleh dirinya yang berkaitan dengan segala sesuatu yang ada. Oleh karena. dengan tingkat pengetahuan seseorang.

PENILAIAN PENDIDIKAN KARAKTER

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kajian Tentang Penilaian Autentik Kurikulum 2013

BAB I PENDAHULUAN. tujuan pendidikan banyak bergantung pada proses belajar yang dialami siswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

METODE PENILAIAN AKTIF GUNA MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMBELAJARAN MAHASISWA PGSD. Oleh : Fine Reffiane IKIP PGRI SEMARANG. Abstrak

BAB I PENGEMBANGAN AFEKTIF ANAK USIA DINI

PENILAIAN PROSES DAN HASIL BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terampil, bermartabat dan berkualitas. Melalui pendidikan

Tugas Evaluasi Pendidikan RANAH PENGETAHUAN MENURUT BLOOM

EMOSI DAN SUASANA HATI

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Usia dini merupakan masa keemasan (golden age), oleh karena itu. kemampuan kognitif, afektif, psikomotor, bahasa, sosial emosional dan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi untuk memperjelas istilah pada permasalahan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tuntutan

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Belajar merupakan proses perubahan individu yang berlangsung sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB 1 PENDAHULUAN. berlangsung secara efektif menurut Setiawan, dkk (2007: 111) adalah sebagai

BAB II MODEL PEMBELAJARAN NOVICK DAN HASIL BELAJAR

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang. Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan

TINJAUAN PUSTAKA. keterlibatan siswa pada proses belajar mengajar, untuk berani mengemukakan

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara

Prinsip dalam Pembelajaran

KOMPETENSI GURU MADRASAH IBTIDAIYAH MENDESAIN PENILAIAN SIKAP DALAM PEMBELAJARAN SESUAI KURIKULUM 2013

BAB II KAJIAN TEORI Kerangka Teoritis 1) Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pembelajaran, dan hasil belajar yang dicapai siswa sangat dipengaruhi oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proaktif (urun rembuk) dalam memecahkan masalah-masalah yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal umum yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. 1 Untuk

BAB II KAJIAN TEORI. aktifitas, tanpa ada yang menyuruh.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar

BAB I PENDAHULUAN. Praktikum biologi merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. akumulasi dari berbagai faktor dimulai dari faktor awal proses sampai denga hasil.

BAB V PEMBAHASAN. Fiqih dengan melalui penerapan model pembelajaraan kooperatif tipe picture and

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Metode Eksperimen adalah pemberian kesempatan kepada anak didik

Analisis Kemampuan Siswa Kelas X pada Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotorik

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan kegiatan pembelajaran IPA dengan pendekatan pembelajaran

ANALISIS SIKAP MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA BOGA PADA PRAKTIK PENYELENGGARAAN EVENT ORGANIZER

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif saat ini banyak diterapkan oleh guru dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adi Maulana Sabrina, 2013

7. Tes simulasi merupakan salah satu bentuk dari teknik penilaian: a. lisan b. praktik/kinerja c. penugasan d. portofolio e.

Pedagogik Jurnal Pendidikan, Oktober 2013, Volume 8 Nomor 2, ( )

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

Nama Sekolah : Mata pelajaran : Sosiologi Kelas / semester : X/2 Tahun Ajaran :

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Pengertian Belajar. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 pasal 3. (2005:56) tentang

TEKNIK DAN INSTRUMEN ASESMEN PAUD RANAH AFEKTIF: TEKNIK NON TES. Efi Nurjanah. Abstract:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. KAJIAN TEORI. 2.1 Belajar dan Pembelajaran Pengertian Belajar dan Pembelajaran. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

Anterior Jurnal, Volume 13 Nomor 1, Desember 2013, Hal dari rencana pendidikan. Namun perlu dicatat

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK DITINJAU DARI KEIKUTSERTAAN PENDIDIKAN PRASEKOLAH (PLAYGROUP)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun

. UNIVERSITAS NEGERI PADANG. Ma kala h. MlLlH PERPL'STtKPCld I UNIV. NE6ERI PADRNO!

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Proses Pembelajaran. Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosenberg (dalam Surjono, 2009: 3), mendefinisikan e-learning sebagai

2015 PERSEPSI GURU TENTANG PENILAIAN SIKAP PESERTA DIDIK DALAM KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Sosiodrama pada Pembelajaran IPS sebagai Upaya Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

Perencanaan : Pengambilan keputusan tentang apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9. tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak

II. TINJAUAN PUSTAKA. interaksi antara seseorang dengan lingkungan. Menurut Sugandi, (2004:10), dirinya dengan lingkungan dan pengalaman.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengharuskan mampu melahirkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di sekolah dimaksudkan untuk menanamkan. keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengembangkan keterampilan sikap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB

adalah proses beregu (berkelompok) di mana anggota-anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Neuneu Nur Alam, 2014

PENINGKATAN KEMAMPUAN SOSIAL ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN BERHITUNG DI TK GIRIWONO 2

Transkripsi:

Author : Chaidar Warianto Publish : 20-05-2011 09:48:45 Hasil belajar menurut Bloom (1976) mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar, dan hasil afektif. Anderson (1981) sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik manusia sebagai hasil belajar dalam bidang pendidikan (Sudrajat, 2008) Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya (Sudrajat, 2008) Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Dalam menilai hasil belajar siswa para guru lebih banyak mengukur siswa dalam penguasaan aspek kognitif. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Sekalipun bahan pengajaran berisi ranah kognitif, ranah efektif harus menjadi bagian integral dari bahan tsb dan harus tampak dalam proses belajar dan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Hasil belajar ranah efektif terdiri atas lima kategori sebagai berikut: Reciving/attending, yakni kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, untuk menerima stimulus, keinginan untuk melakukan kontrol dan seleksi terhadap rangsangan dari luar. Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketetapan reaksi, kedalaman perasaan, kepuasan merespon, tanggung jawab dalam memberikan respon terhadap stimulus dari luar yang datang pada dirinya. Valuing berkenaan dengan nilai atau kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang diterimanya. Dalam hal ini termasuk kesediaan menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut. Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Untuk itu semua dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif. Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini, namun belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk meningkatkan minat peserta didik. Oleh karena itu untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif peserta didik (Sudrajat, 2008) Karakteristik Ranah Afektif Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Anderson, Page 1

1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes (Sudrajat, 2008). Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. 1. Sikap Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya (Sudrajat, 2008). Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif (Sudrajat, 2008). Contoh indikator sikap terhadap mata pelajaran biologi misalnya. Membaca buku biologi Mempelajari biologi Melakukan interaksi dengan guru biologi Mengerjakan tugas biologi Melakukan diskusi tentang biologi Memiliki buku biologi Contoh pernyataan untuk kuesioner: Saya senang membaca buku biologi Tidak semua orang harus belajar biologi Saya jarang bertanya pada guru tentang pelajaran biologi Saya tidak senang pada tugas pelajaran biologi Saya berusaha mengerjakan soal-soal biologi sebaik-baiknya Memiliki buku biologi penting untuk semua peserta didik 2. Minat Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian Page 2

atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi (Sudrajat, 2008). Penilaian minat dapat digunakan untuk: a. mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran, b. mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya, c. pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik, d. menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas, e. mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama, f. acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi, g. mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik, h. bahan pertimbangan menentukan program sekolah, i. meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Contoh indikator minat terhadap pelajaran biologi: Memiliki catatan pelajaran biologi Berusaha memahami biologi Memiliki buku biologi Mengikuti pelajaran biologi Contoh pernyataan untuk kuesioner: þ Catatan pelajaran biologi saya lengkap þ Catatan pelajaran biologi saya terdapat coretan-coretan tentang hal-hal yang penting þ Saya selalu menyiapkan pertanyaan sebelum mengikuti pelajaran biologi þ Saya berusaha memahami mata pelajaran biologi þ Saya senang mengerjakan soal biologi þ Saya berusaha selalu hadir pada pelajaran biologi 3. Konsep Diri Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi. Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat. Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik. Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai. Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya. Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik. Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik. Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran. Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya. Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik. Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki. Peserta didik memahami kemampuan dirinya. Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik. Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat Page 3

Untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan. Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain. Peserta didik mampu menilai dirinya. Peserta didik dapat mencari materi sendiri. Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya. Contoh indikator konsep diri: Memilih mata pelajaran yang mudah dipahami Memiliki kecepatan memahami mata pelajaran Menunjukkan mata pelajaran yang dirasa sulit Mengukur kekuatan dan kelemahan fisik Contoh pernyataan untuk instrumen: Saya sulit mengikuti pelajaran matematika Saya mudah memahami bahasa Inggris Saya mudah menghapal suatu konsep. Saya mampu membuat karangan yang baik Saya merasa sulit mengikuti pelajaran biologi Saya bisa bermain sepak bola dengan baik Saya mampu membuat karya seni yang baik Saya perlu waktu yang lama untuk memahami pelajaran biologi. 4. Nilai Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu. Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat. Contoh pernyataan untuk kuesioner tentang nilai peserta didik: Saya berkeyakinan bahwa prestasi belajar peserta didik sulit untuk ditingkatkan. Saya berkeyakinan bahwa kinerja pendidik sudah maksimal. Saya berkeyakinan bahwa peserta didik yang ikut bimbingan tes cenderung akan diterima di perguruan tinggi. Saya berkeyakinan sekolah tidak akan mampu mengubah tingkat kesejahteraan masyarakat. Saya berkeyakinan bahwa perubahan selalu membawa masalah. Saya berkeyakinan bahwa hasil yang dicapai peserta didik adalah atas usahanya. 5. Moral Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak (Sudrajat, 2008). Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan Page 4

keyakinan seseorang (Sudrajat, 2008). Ranah afektif lain yang penting adalah: Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain. Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik. Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan. Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang. Contoh Instrumen Moral Memegang janji Memiliki kepedulian terhadap orang lain Menunjukkan komitmen terhadap tugas-tugas Memiliki Kejujuran Contoh pernyataan untuk instrumen moral Bila saya berjanji pada teman, tidak harus menepati. Bila berjanji kepada orang yang lebih tua, saya berusaha menepatinya. Bila berjanji pada anak kecil, saya tidak harus menepatinya. Bila menghadapi kesulitan, saya selalu meminta bantuan orang lain. Bila ada orang lain yang menghadapi kesulitan, saya berusaha membantu. Kesulitan orang lain merupakan tanggung jawabnya sendiri. Bila bertemu teman, saya selalu menyapanya walau ia tidak melihat saya. Bila bertemu guru, saya selalu memberikan salam, walau ia tidak melihat saya. Saya selalu bercerita hal yang menyenangkan teman, walau tidak seluruhnya benar. Bila ada orang yang bercerita, saya tidak selalu mempercayainya. Mengukur Ranah Afektif Menurut Andersen (1980) ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri. Namun hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri (Sudrajat, 2008). Page 5