BAB I PENDAHULUAN. Ilmu hukum mempunyai hakitat interdisipliner. 1 Hakikat ini kita. antropologi, ekonomi, kedokteran dan lain-lain.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

III. METODE PENELITIAN. penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagaimana tersirat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHUUAN. lainya, mengadakan kerjasama, tolong-menolong untuk memperoleh. pertikaian yang mengganggu keserasian hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atau hukum (constitutional democracy) yang tidak terpisahkan

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. menindaklanjuti adanya laporan atau pengaduan tentang suatu perbuatan yang

ABSTRAK MELIYANTI YUSUF

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB III PENUTUP. Dari pembahasan yang telah diuraikan mengenai peranan Visum Et Repertum

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

Pembuktian penuntut umum dalam perkara tindak pidana korupsi oleh kejaksaan Sukoharjo. Oleh : Surya Abimanyu NIM: E BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

TINJAUAN YURIDIS PERANAN BUKTI FORENSIK DAN LAPORAN INTELEJEN PADA TAHAP PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TERORISME DI KOTA MEDAN (STUDI DI POLRESTA MEDAN)

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

PERANAN VISUM ET REPERTUM PADA KASUS PEMBUNUHAN OLEH IBU TERHADAP ANAK (BAYI)

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM tentang Hukum Acara Pidana.

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat). yaitu Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

BAB I PENDAHULUAN. penganiayaan adalah: perlakuan yang sewenang-wenang. Pengertian. pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Meskipun pengertian

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PENGANIAYAAN. Zulaidi, S.H.,M.Hum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. mengatur suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep menjadi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. matinya orang misalkan pembunuhan, aparat kepolisian sebagai penyidik yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 9/Okt-Des/2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu hukum mempunyai hakitat interdisipliner. 1 Hakikat ini kita ketahui dari digunakannya berbagai disiplin ilmu pengetahuan untuk membantu menerangkan berbagai aspek yang berhubungan dengan kehadiran hukum dimasyarakat. Berbagai aspek dari hukum yang ingin kita ketahui ternyata tidak dapat dijelaskan dengan baik tanpa memanfaatkan disiplin-disiplin ilmu pengetahuan seperti politik, antropologi, ekonomi, kedokteran dan lain-lain. Secara sosiologis, kejahatan merupakan suatu perilaku manusia yang diciptakan oleh masyarakat. 2 Walaupun masyarakat memiliki berbagai macam perilaku yang berbeda-beda, akan tetapi ada didalamnya bagian-bagian tertentu yang memiliki pola yang sama. Keadaan ini dimungkinkan oleh karena adanya sistem kaedah dalam masyarakat. Dalam kasus-kasus kematian yang merupakan kasus kejahatan, yakni kasus pembunuhan, kasus penganiayaan yang mengakibatkan kematian dan kasus kematian yang disebabkan oleh perbuatan kelalaian, masalah kematian merupakan masalah yang paling utama untuk diungkapkan, oleh karena kasus-kasus tersebut baru terjadi apabila korbannya mengalami kematian, selain daripada itu, pengungkapan 1 Satjipto Raharjo. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni. Hal. 7. 2 Topo Santoso dan Eva Achjani Z. 2008. Kriminologi. Jakarta: Rajawali Pers. Hal. 15. 1

2 masalah-masalah yang bertalian dengan kematian tersebut merupakan dasar bagi penyelesaian perkara pidana yang bersangkutan, baik penyidikan maupun penuntutan dan peradilannya. 3 Seperti halnya dalam kasus yang terjadi di blitar tahun 2016. Dalam kasus tersebut pihak penyidik melakukan visum dikarenakan menurutnya kematian dari Nurhadi itu tidak wajar. Pembongkaran mayat bapak satu anak itu dilakukan Polres Blitar, untuk kepentingan otopsi.sebab, kakak kandung korban, Sutrisno (65), tak terima kematian adiknya dan menduga tidak wajar. Pembongkaran mayat korban itu, mengundang perhatian warga. Apalagi, lokasi makam itu dekat Pasar Ngentak, sehingga ratusan warga langsung membanjiri makam. Bahkan, petugas kewalahan menghalau warga agar tak mendekat ke makam. Proses pembongkaran berlangsung sekitar 2,5 jam dan berakhir sekitar pukul 12.30 WIB. Karena salah satu keluarga korban tidak memperbolehkan untuk dilakukannya visum sehingga pihak penyidik minta keluarganya membuat surat pernyataan keberatan. Tujuannya, bila suatu saat ada keluarganya yang mempersoalkan kematian korban, petugas tak disalahkan. 4 Kasus-kasus kejahatan tersebut tidak selalu dimana terdapat saksi hidup yang menyaksikannya. Perkembangan teknologi membawa pengaruh terhadap cara-cara penjahat melakukan perbuatannya. Para penjahat dalam melakukan suatu kejahatan berusaha sedemikian rupa agar 3 Musa Perdanakusuma. 1984. Bab-bab tentang Kedokteran Forensik. Cet. Pertama. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal. 151. 4 Surya Malang, 2016, Enam Hari Dikubur, Mayat Bagong Dibongkar, Hasilnya Ada yang Tidak Lumrahhttp://suryamalang.tribunnews.com

3 tidak meninggalkan bukti-bukti, dengan harapan para penyidik tidak dapat menangkapnya. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mencari kebenaran materil suatu perkara pidana dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam penjatuhan pidana terhadap diri seseorang, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman pasal 6 ayat 2 yang menyatakan: Tidak seorangpun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap bertanggungjawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya. Dengan adanya kekuatan perundang-undangan diatas, maka dalam proses penyelesaian perkara pidana penegak hukum wajib mengusahakan bukti maupun fakta mengenai perkara pidana yang ditandani dengan selengkap mungkin. Dalam hal demikian maka bantuan seorang ahli sangat penting diperlukan dalam rangka mencari kebenaran materiil selengkaplengkapnya bagi para penegak hukum tersebut. Aparat hukum berusaha keras mengungkap tiap kejahatan yang ada. Dalam rangka mengungkapkan kejahatan tersebut, maka penentuan mengenai kematian dan saat kematian yang tepat, akan menjadi landasan bagi si penyidik untuk menyelesaikan perkara pidana tersebut dengan tepat pula. Kekeliruan dalam penentuan tersebut, dapat mengakibatkan terjadinya salah tangkap, salah tahan, salah tuntut dan salah putus. Bukanlah suatu

4 hal yang mustahil, jika karena kesalahan tersebut seseorang yang tidak melakukan pembunuhan, dijatuhi hukuman penjara atau bahkan hukuman mati sekalipun. Tentunya sumbangan pemikiran dan hasil temuan dari ilmu kedokteran sangat membantu peradilan dalam usaha memperuleh kebenaran materiil. Sehingga diharapkan, dengan bantuan tersebut hakim dapat menjatuhkan putusan yang mendekati keadilan, bahkan kalau mungkin mampu memenuhi rasa keadilan. Menurut ketentuan hukum acara pidana di Indonesia, mengenai permintaan bantuan tenaga ahli diatur dan disebutkan didalam KUHAP. Untuk permintaan bantuan tenaga ahli pada tahap penyidikan disebutkan pada pasal 120 ayat (1), yang menyatakan: Dalam hal ini penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Terkait dengan bantuan keterangan ahli yang diperlukan dalam proses pemeriksaan suatu perkara pidana, maka bantuan ini pada tahap penyidikan juga mempunyai peran yang cukup penting untuk membantu penyidik mencari dan mengumpulkan bukti-bukti dalam usahanya menemukan kebenaran materiil suatu perkara pidana. Dalam kasus-kasu tertentu, bahkan penyidik sangat bergantung terhadap keterangan ahli untuk mengungkap lebih jauh suatu peristiwa pidana yang sedang ditanganinya. Kasus-kasus tindak pidana seperti pembunuhan, penganiayaan dan perkosaan merupakan contoh kasus dimana penyidik membutuhkan bantuan tenaga ahli seperti dokter ahli forensik atau dokter

5 ahli lainnya, untuk memberikan keterangan medis tentang kondisi korban yang selanjutnya cukup berpengaruh bagi tindakan penyidik dalam mengungkap lebih lanjut kasus tersebut. Suatu kasus yang dapat menunjukkan bahwa pihak Kepolisian selaku aparat penyidik membutuhkan keterangan ahli dalam tindak penyidikan yang dilakukannya yaitu pada pengungkap kasus pembunuhan. Keterangan ahli yang dimaksut ini yaitu keterangan dari dokter yang dapat membantu penyidik dalam memberikan bukti berupa keterangan medis yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai korban, yang dalam hal ini sering disebut Visum et Repertum, yaitu yang dikenal dalam bidang ilmu kedokteran forensik. Dalam hal ini visum dapat dijadikan sebagai alat bukti trtulis yang memberikan dasar rasional untuk bisa mempengaruhi keyakinan hakim dalam mengungkap suatu perkara pidana dalam sidang pengadilan. Salah satu jenis visum yang akan dibahas oleh penulis adalah Visum et Repertum penggalian jenazah. Pada umumnya penggalian jenazah dilakukan oleh karena tertangkapnya seorang penjahat. Pengaturan tentang penggalian jenazah ini diatur dalam palas 135 KUHAP dengan bunyi sebagai berikut Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat, dilaksanakan menurut kentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 (1) ini. Visum terhadap jenazah ini digunakan oleh penyidik ketika ada kasus pembunuhan yang membutuhkan penyidikan lebih lanjut. Hal ini

6 sesuai dengan kasus-kasus yang diperoleh dari hasil pra survei mengenai kasus pembuhunan yang membutuhkan visum di Rumah Sakit Umum Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar, yaitu antara lain: a. Korban meninggal akibat pengeroyokan massa, visum dilakukan untuk mengetahui benar atau tidaknya terjadi pengeroyokan terhadap korban. b. Penemuan mayat yang diduga hasil dari tindak pembunuhan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Apa peranan visum terhadap jenazah dalam penyidikan tindak pidana pembunuhan? 2. Apa saja kendala yang dihadapi oleh penyidik dalam rangka visum terhadap jenazah pada tindak pidana pembunuhan? C. Tujuan Penelitian Tujuan penulis melakukan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui peranan visum dalam mengungkap kasus tindak pidana pembunuhan. 2. Untuk mengetahui Kendala-kendala visum dalam mengungkap kasus tindak pidana pembunuhan.

7 D. Manfaat Penelitian Adapun peneliti melakukan kegiatan penelitian ini agar memiliki manfaat sebagi berikut: 1. Manfaat Teoritis a) Sebagai wacana bagi masyarakat terkait dengan peranan visum terhadap penyidikan tindak pidana pembunuhan. b) Sebagai sumbangan perbendaharaan pustaka dalam ilmu pengetahuan hukum pidana. 2. Manfaat Praktis a) Manfaat bagi Mahasiswa Sebagai penambah pengetahuan kepada Mahasiswa mengenai peranan visum et repertum penggalian jenazah terhadap penyidikan tindak pidana pembunuhan. b) Manfaat bagi Masyarakat Dapat menambah wawasan keilmuan dan pengetahuan tentang ilmu hukum pidana yang berkaitan dengan visum penggalian jenazah terhadap penyidikan tindak pidana pembunuhan. c) Manfaat bagi Penyidik Sebagai sumber pengetahuan mengenai peranan visum penggalian jenazah, agar dapat lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dalam penyidikan tindak pidana pembuhunan.

8 E. Kegunaan Penelitian Kegunaan penulis melakukan penelitian adalah sebagai berikut : a. Agar dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai peranan visum. b. Agar dapat menambah pengetahuan bagi penulis maupun pembaca mengenai realiatas penerapan ilmu hokum khususnya hukum pidan dangan bidang ilmu lainnya yaitu ilmu kedokteran. c. Dapat memberikan sumbangan pemikiran yang dapat berguna bagi para pihak yang memerlukan. F. Metode Penelitian Istilah metodologi berasal dari kata metode yang berarti jalan ke; namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan, dengan kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut : 5 1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian. 2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan. 3. Cara tertentu untuk melakukan suatu prosedur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian sendiri bertujuan untuk memperoleh data yang telah teruji secara ilmiah. 1. Metode Pendekatan Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan 5 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

9 sehingga mencapai tujuan penelitian atau penulisan. 6 Penulisan ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis (Socio Legal Research).Socio Legal Research diartikan sebagai penelitian dengan menempatkan hukum sebagai gejala sosial yang memandang hukum dari segi luarnya. Penelitian ini dikaitkan dengan masalah sosial yang menitikberatkan perilaku individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.pendekatan ini berpedoman kepada fenomena sosial sehingga dapat dianalisis dengan faktor faktor yang mendorong terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut. 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan Di Polres Blitar. Pemilihan lokasi ini diambil dengan alasan yaitu kasus penggalian jenazah merupakan kasus yang jarang terjadi, dan tidak semua Rumah Sakit di setiap kota menangani tentang kasus Penggalian Jenazah. Sedangkan di wilayah kabupaten Blitar prosentase kasus penggalian jenazah terbilang cuku lumayan. Hal ini dapat diketahui dari jumlah kasus pembunuhan yang menggunakan visum penggalian jenazah di wilayah Polres Blitar dari tahun 2014 hingga tahun 2016 adalah berjumlah 2 kasus. 6 Abdul kadir, Muhammad. 2004, Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, Hal. 112.

10 3. Sumber Data Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. a. Data Primer : Data yang hendak diperoleh berupa hasil wawancara, dokumentasi, serta pendapat dan lain-lain yang diperoleh dari sumber yang berkaitan dengan permasalahan. Dalam hal ini yang dimaksud adalah peran dan kendala visum terhadap jenazah dalam penyidikan tindak pidana pembunuhan. b. Data sekunder : Data sekunder adalah data yang diambil dengan studi pustaka yang meliputi perundang-undangan, yurisprudensi, dan buku literatur hukum atau bahan hukum tertulis lainnya. Data sekunder yang digunakan penulis antara lain meliputi dokumen-dokumen resmi, buku-buku (literatur), hasil penelitian yang berwujud laporan, penelusuran internet. c. Data Tersier Jenis data yang memberikan petunjuk atau keterangan data primer dan sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus Hukum dan lain-lain 4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara atau interview yaitu proses tanya jawab secara lisan dimana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik. Dalama

11 proses interview terdapat dua pihak yang menempati kedudukan yang berbeda, satu pihak berfungsi sebagai pencari informasi atau penanya, sedang pihak lain berfungsi sebagai pemberi informasi. b. Studi kepustakaan yaitu mendapatkan data melalui bahan-bahan kepustakaan yang dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari peraturan perundang-undangan, teori-teori atau tulisan-tulisan yang terdapat dalam buku-buku literatur, catatan kuliah, surat kabar, dan bahan-bahan bacaan ilmiah yang mempunyai hubungan dengan permasalahaan yang diangkat. 5. Analisis Data Analisis data menggunakan metode analisis deskripsi kualitatif. Dimana data yang ada akan digambarkan sesuai fakta yang nantinya dianalisa dan diinterprestasikan dengan memberi kesimpulan. G. Sistematika Penulisan Dalam sitematika penulisan hukum ini, penulis akan menyajikan empat bab yang terdiri dari sub bab yang bertujuan untuk mempermudah penulis dalam penulisannya. Sistematika penulisan ini juga akan menyesuaikan dengan buku panduan penulisan skripsi yang terdiri dari: 1. Bab I Pendahuluan Bab ini menguraikan mengenai latar belakang, perumusan masalaah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

12 2. Bab II Tinjauan Pustaka Bab ini berisi tentang tinjauan-tinjauan teoritis mengenai Visum et Repertum, Penyidik dan Penyidikan, dan Tindak Pidana. 3. Bab III Pembahasan Bab ini berisi tentang hasil yang diperoleh dari masalah yang telah dibahas yaitu mengenai Perana dan Kendala yang dihadapi oleh Visum Penggalian Jenazah dalam Penyidikan Tindak Pidana Pembunuhan. 4. Bab IV Penutup Kesimpulan dan saran yang memuat uraian tentang kesimpulan umum dan saran yang berdasarkan pembahasan dari permasalahan yang telah ada.