BAB 1 PENDAHULUAN. pada manusia meninggal akibat penyakit influenza tipe A ini. Pada tanggal 19 Juni

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN

BUPATI KULON PROGO INSTRUKSI BUPATI KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG

GAMBARAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI INTEGRASI FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DI DKI JAKARTA TAHUN 2008

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007

PENANGANAN INFLUENZA DI MASYARAKAT (SARS, H5N1, H1N1, H7N9)

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan Pasal 5, 8, 65, 66,

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 311/MENKES/SK/V/2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS

BAB I PENDAHULUAN. dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG DAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI PANDEMI INFLUENZA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS

BAB I PENDAHULUAN. dapat menular kepada manusia dan menyebabkan kematian (Zoonosis) (KOMNAS

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA

BUKU SAKU FLU BURUNG. Posko KLB Ditjen PP dan PL : SMS GATE WAY :

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

Simulasi Kejadian Luar Biasa Flu Burung di Desa Dangin Tukadaya

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS WALIKOTA SURABAYA,

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 36 TAHUN 2007

KEBIJAKAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh penyuluhan..., Sufyan Suri, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

MENYIKAPI MASALAH FLU BURUNG DI INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 110/Kpts/PD.610/3/2006 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Perkembangan Flu Burung pada Manusia dan Langkah-Langkah Pengendaliannya

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2007

RENCANA STRATEGIS NASIONAL PENGENDALIAN FLU BURUNG DAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI PANDEMI INFLUENZA

KEMENHAN. Satuan Kesehatan. Pengendalian. Zoonosis. Pelibatan.

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DALAM OTONOMI DAERAH

Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Indluenza

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

RENCANA STRATEGIS NASIONAL PENGENDALIAN FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI PANDEMI INFLUENZA

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017

RENCANA STRATEGIS NASIONAL PENGENDALIAN FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI PANDEMI INFLUENZA

Situasi AI dan Refocus Rencana Kerja Strategis Nasional Pengendalian AI pada Unggas Tahun 2009

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN ZOONOSIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO

Bagian Keenam Bidang Kesehatan Hewan dan Kesmavet Pasal 16 (1) Bidang Kesehatan Hewan dan Kesmavet mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pengkajian

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

Manajemen Komunikasi Pengendalian Penyakit. dwi cipto b

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh unggas. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2018, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

Gambaran Umum Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Wabah. Nurul Wandasari Singgih Program Studi Kesehatan Masyarakat

Prof. Dr. Drh. I Gusti Ngurah Mahardika Universitas Udayana Denpasar-Bali HP:

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir ditemukan peningkatan kasus penyakit zoonosis di

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG FLU BABI DENGAN SIKAP PETERNAK BABI DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT FLU BABI DI DESA BRONTOWIRYAN NGABEYAN KARTASURA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 949/MENKES/SK/VIII/2004 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN. Latar Belakang dan Pemasalahan

LAMPIRAN 1 PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM. 1. Apakah anda tahu penyakit flu burung? # Dari mana anda mendapatkan informasi tentang penyakit flu burung?

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan aset terpenting dari kehidupan. Kita bisa melakukan

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 55 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tinjauan Mengenai Flu Burung

Pertanyaan Seputar "Flu Burung" (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006)

Penyebaran Avian Flu Di Cikelet

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

Pemberantasan Flu Burung tanpa melibatkan peran serta masyarakat akan sia-sia Ari Fahrial Syam* Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEDARURATAN KESEHATAN MASYARAKAT(KKM) DI PROVINSI SULSEL

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Flu Burung atau Avian Influenza (AI) di Indonesia tidak hanya menyebabkan jutaan unggas mati mendadak, hingga Juni tahun 2008 tercacat sebanyak 110 kasus pada manusia meninggal akibat penyakit influenza tipe A ini. Pada tanggal 19 Juni 2008, WHO mencatat 385 kasus Avian Influenza dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 243 orang. Data WHO menunjukkan bahwa Indonesia menduduki rangking teratas dari 15 negara yang terjangkit wabah AI. Munculnya Flu Burung atau Avian Influenza di Indonesia tidak hanya berdampak pada industri perunggasan namun ditakutkan akan berlanjut menjadi pandemi yang dapat membunuh jutaan manusia dalam waktu singkat. Dampak Flu Burung dijelaskan oleh Yuliarti (2006) bahwa penanganan Flu Burung tidak dapat diabaikan begitu saja karena jika wabah terus berlanjut dan menjadi epidemik di seluruh Indonesia, bukan tidak mungkin akibatnya akan lebih besar karena lumpuhnya perekonomian nasional. Lebih lanjut, kejadian Flu Burung akan menyebabkan investor enggan menanamkan asetnya di Indonesia, pembatalan impor berbagai komoditas dari Indonesia dan hancurnya industri pariwisata. Dalam Renstranas (2005), disebutkan bahwa virus Flu Burung sebenarnya tidak mudah menular kepada manusia. Tetapi hal ini bisa berubah karena terjadinya mutasi atau reassortment genetis (bercampurnya gen influenza pada hewan dan Gambaran manajemen program..., Rosaliana Shalat, FKM 1 UI, 2008

2 manusia) sehingga dalam perkembangannya penyakit Flu Burung tidak hanya menyerang unggas, tetapi juga menyerang manusia atau zoonosis. Berdasarkan laporan WHO (2006) kejadian Flu Burung terjadi pertama kali di Hongkong. Di Hongkong, Avian Influenza A (H5N1) menyerang ayam dan manusia (tahun 1997). Jumlah penderita sebanyak 18 orang dengan kematian 6 kematian (CFR=Case Fatality Rate/ Angka Kematian Kasar = 30%). Kejadian ini merupakan kejadian pertama kali dilaporkan adanya penularan langsung dari unggas ke manusia. Kemudian, Avian Influenza terjadi pada anak (H9N2) terjadi pada 2 anak tanpa kematian (tahun 1999) dan Avian Influenza A (H9N2) terjadi 2 kasus dengan satu kematian (tahun 2003). Kedua kasus ini menjadi riwayat perjalanan dari China. Sedangkan penyakit Flu Burung (AI) pertama kali diduga berada di Indonesia pada pertengahan tahun 2003 yang diawali dengan kematian sejumlah besar unggas di Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah dan Kabupaten Tangerang Propinsi Banten. Untuk menangani masalah Avian Influenza yang terus meluas, Surveilans merupakan salah satu dari kebijakan yang ditetapkan pemerintah dalam 10 Strategi Nasional Penanggulangan AI dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza. Menurut Dirjen Peternakan Mathur Riady (2006) bahwa penyakit ini sangat terkait dengan aspek zoonosis sehingga diperlukan kerjasama yang terpadu antara jajaran unit kesehatan dan peternakan terutama dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi di lapangan. Surveilans integrasi perlu dilaksanakan karena faktor risiko terjadinya kasus Avian Influenza pada manusia terutama adalah hewan dan produk mentahnya. Berdasarkan Depkes (2006), mengatakan bahwa sampai saat ini, Surveilans dan Kewasapadaan Dini KLB Avian Influenza masih belum berjalan optimal. Hal

3 tersebut dikarenakan riwayat alamiah penyakit AI sampai saat ini masih banyak yang belum diketahui, koordinasi dengan lintas sektor terkait dalam investigasi di lapangan belum tertata dengan baik serta pertukaran data AI antara surveilans manusia dengan hewan belum optimal. Masalah selain surveilans yang dihadapi dalam menanganai AI adalah masih terbatasnya pengetahuan dan kemampuan sumber daya terhadap masalah AI, hal ini dikarenakan AI pada manusia baru terjadi pertama kali. Belum optimalnya upaya surveilans AI dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan Susanto (2007) di NAD dan Yogyakarta bahwa kelengkapan data surveilans AI masih jauh dari yang seharusnya yaitu sebesar 59% dan ketepatan 5,5%. Selain itu, kegiatan antara program yang satu dengan yang lainnya masih belum berjalan strategis, SDM pada Dinas Kesehatan untuk kegiatan surveilans dinilai masih belum ideal karena kualitas SDM masih kurang dalam kemampuan menganalisis data serta kegiatan analisis masih berdasarkan kepentingan program. Salah satu kota yang tiap tahunnya (sejak 2005) selalu terjadi kasus Avian Influenza (AI) pada unggas dan manusia adalah Kota Bekasi. Menurut Harian Kompas (2006), kasus flu burung di Bekasi merupakan sebuah kejadian luar biasa (KLB). Untuk menentukan KLB terhadap suatu penyakit, Pemerintah Kota Bekasi mengacu kepada kebijakan nasional yaitu Undang-Undang Nomor 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 40/1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular Selanjutnya, Pemkot Bekasi mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 560/1989 tentang Jenis Penyakit Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah, Tata

4 Cara Penyampaian Laporan dan Penanggulangan Seperlunya. Kebijakan lokal yang dikeluarkan Pemkot Bekasi terkait Avian Influenza yaitu berupa Maklumat Walikota Nomor: 524.31/127-Prakop/I/2007 dan SK Walikota yang menyatakan bahwa Kota Bekasi KLB dalam kasus DBD dan Flu Burung. Kota Bekasi merupakan kota yang pemukimannya cukup padat dan banyak diantara masyarakat Kota Bekasi yang memelihara unggas di sekitar tempat tinggal. Berdasarkan data Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Kota Bekasi (2008), hingga tahun 2008 tercatat upaya pemusnahan unggas karena AI di Kota Bekasi telah dilakukan 16 kali. Kejadian positif AI pada unggas terjadi di 12 kelurahan dari 56 kelurahan. Upaya yang dilakukan Dinas Perekonomian dan Koperasi, Bidang Kesmavet Kota Bekasi dalam menanangi AI pada unggas diantaranya adalah melakukan surveilans, depopulasi, vaksinasi, desinfeksi, sosialisasi dan koordinasi lintas sektor. Sedangkan, berdasarkan data surveilans Dinas Kesehatan Kota Bekasi, dari tahun 2005 hingga maret 2008, Avian Influenza (AI) pada manusia sudah menyebar di 10 Kecamatan dari 12 Kecamatan yang ada di Kota Bekasi. Diantara kasus AI yang terjadi, 18 orang dinyatakan suspek, 5 Probable dan 7 Konfirm (86% dari kasus konfirm meninggal dunia). Apabila dilihat dari kasus per kelurahan, kasus AI telah menyebar di 16 Kelurahan (28,6%) dari 56 kelurahan yang ada di Kota Bekasi. Upaya penanganan penyakit AI yang selama ini telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan adalah berupa kegiatan surveilans (investigasi), sosialisasi dan koordinasi lintas sektor dengan pihak terkait.

5 Kasus Flu Burung (Avian Inluenza) yang selalu terjadi setiap tahunnya di Kota Bekasi membuat penulis merasa penting untuk mengetahui manajemen program surveilans AI integrasi yang dilakukan di Kota Bekasi. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan gambaran latar belakang di atas, rumusan masalah yang didapatkan adalah kasus AI selalu terjadi setiap tahun di Kota Bekasi, hal ini mengindikasikan bahwa belum optimalnya surveilans dan kewaspadaan dini KLB AI selama ini. Selain itu, koordinasi lintas sektor terintegrasi dalam penanganan AI belum tertata dengan baik. Oleh karena itu perlu diketahui gambaran manajemen program surveilans AI integrasi di Kota Bekasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dan Dinas Perekonomian dan Koperasi (Bidang Kesmavet) yang merupakan dua unit kunci dalam pelaksanaan surveilans AI terintegrasi di Kota Bekasi. Selain masalah diatas, penelitian mengenai AI masih terbatas dan belum ada penelitian tentang manajemen surveilans AI di Kota Bekasi. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran input program surveilans AI integrasi (pedoman/protap, tenaga surveilans, dana, dan sarana) di Kota Bekasi? 2. Bagaimana gambaran proses manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi) pada program surveilans AI integrasi di Kota Bekasi? 3. Bagaimana gambaran output (kelengkapan hasil investigasi penyelidikan epidemiologi dan respon cepat) dari program surveilans AI integrasi di Kota Bekasi?

6 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui gambaran manajemen program surveilans AI integrasi dalam penanggulangan Avian influenza di Kota Bekasi dengan menggunakan pendekatan input, proses dan output. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran input program surveilans AI integrasi (pedoman/ protap, tenaga surveilans, dana dan sarana) di Kota Bekasi. 2. Mengetahui gambaran proses manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi) program surveilans AI integrasi di Kota Bekasi? 3. Mengetahui gambaran kelengkapan hasil investigasi penyelidikan epidemiologi dan respon cepat dari program surveilans AI integrasi di Kota Bekasi. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat Aplikasi Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Dinas Kesehatan dan Dinas Perekonomian dan Koperasi (Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner) Kota Bekasi Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam pelaksanaan program surveilans AI terintegrasi yang lebih baik.

7 2. Manfaat bagi mahasiswa Menambah pengetahuan penulis terhadap manajemen program surveilans penyakit AI dan memberikan pembelajaran dalam pembuatan penelitian serta dapat mengevaluasi proses pembelajaran selama perkuliahan. 3. Bagi institusi pendidikan Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi, acuan dan perbandingan bagi peneliti selanjutnya dalam melaksanakan penelitian Avian Influenza. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang proses belajar mengajar yang sudah dilaksanakan di program studi, sejauh mana mahasiswa dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan kualitiatif dengan metode wawancara mendalam, observasi partisipatif, telaah dokumen dari institusi dan publikasi dari media terkait program surveilans integrasi dalam penanggulangan Avian influenza di Kota Bekasi. Penelitian dilakukan selama bulan Mei-Juni 2008. Pengambilan data mengenai program surveilans Avian Influenza terintegrasi dilakukan pada dua instansi tingkat kota terkait yaitu Dinas Kesehatan Kota Bekasi dan Dinas Perekonomian dan Koperasi, Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) dan dilakukan pula penelitian pada Puskesmas dan Labkesda sebagai tambahan dalam kegiatan lintas sektor.

8 Penelitian ini membutuhkan informan yang antara lain adalah Kepala Seksi P2P Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Petugas District Surveillance Officer (DSO) Avian Influenza Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Kota Bekasi, Kepala Seksi Produksi Pangan dan Non Pangan Asal Hewan, Petugas Surveilans (PDSR) Kesmavet Kota Bekasi, Kepala Puskesmas dan Petugas TGC Labkesda.