PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO

Melisa P. Todingan 1 Meldi Sinolungan 2 Yani E.B. Kamagi 2 Jeanne Lengkong 2 ABSTRAK ABSTRACT

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus : Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat)

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

BAB IV METODE PENELITIAN

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh. Catur Pangestu W

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

TINGKAT KERAWANAN LONGSORLAHAN DENGAN METODE WEIGHT OF EVIDENCE DI SUB DAS SECANG KABUPATEN KULONPROGO. Aji Bangkit Subekti

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78

TOMI YOGO WASISSO E

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 8 NOMOR 1 FEBRUARI Pemetaan Ancaman Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Konawe

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR

ANALISIS KAWASAN RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR DI DAS KONTO HULU MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI KERAWANAN BENCANA TANAH LONGSOR DI KAWASAN PERMUKIMAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CILIWUNG HULU

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana.

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : Mousafi Juniasandi Rukmana E

LOGO Potens i Guna Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850

ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM.

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,

PEMETAAN ARAHAN FUNGSI PEMANFAATAN LAHAN UNTUK KAWASAN FUNGSI LINDUNG DI KECAMATAN GISTING KABUPATEN TANGGAMUS

JIME, Vol. 3. No. 1 ISSN April 2017

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor 2.2 Jenis Longsor

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGELOLAAN DAS TERPADU

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... i. HALAMAN PERNYATAAN... iii. INTISARI... iii. ABSTRACT... iv. KATA PENGANTAR...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

MITIGASI DAERAH RENTAN GERAKAN TANAH DI KABUPATEN ENREKANG

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah sebuah cara yang digunakan untuk mencapai

POTENSI LONGSOR DAERAH MANINJAU BERDASARKAN PENGINDERAAN JAUH

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN LAHAN KRITIS DI DAERAH KOKAP DAN PENGASIH KABUPATEN KULONPROGO

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

ARAHAN PEMANFAATAN LOKASI PERUMAHAN BERDASARKAN FAKTOR KEBENCANAAN (Wilayah Studi Kelurahan Balai Gadang, Kecamatan Koto Tangah)

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN

Contents 11/11/2012. Variabel-variabel Kemampuan Lahan. Land Capability

ANALISIS LIMPASAN PERMUKAAN (RUNOFF) PADA SUB-SUB DAS RIAM KIWA MENGGUNAKAN METODE COOK

Analisis DEM SRTM untuk Penilaian Kesesuaian Lahan Kopi dan Kakao: Studi Kasus di Kabupaten Manggarai Timur. Ari Wahono 1)

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 7 NOMOR 1 FEBRUARI Pemetaan Ancaman Bencana Tanah Longsor di Kota Kendari

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

BAB IV METODE PENELITIAN

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

Gambar 7. Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

PEMETAAN DAN SURVEY RAWAN BENCANA DI WILAYAH PEMBANGUNAN III KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA

Transkripsi:

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR M. Leng, J. L. Tanesib, A. Warsito Jurusan Fisika, Fakultas Sains Dan Teknik, Universitas Nusa Cendana, Kota Kupang, 8511, Indonesia. Email: mutileng93@yahoo.com ABSTRAK Telah dilakukan pemetaan daerah rawan longsor di Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan menggunakan aplikasi penginderaan jauh dan sistem infomasi geografi. Metode penelitian berupa pembuatan Peta Curah Hujan, pembuatan Peta Tutupan Lahan, dan pembuatan Peta Kelas Lereng.Hasil penelitian menunjukkan penyebaran daerah Rawan Longsor di Kabupaten Timor Tengah Utara terdiri dari tiga kelas kerawanan longsor yaitu (1) Kelas Tidak Rawan seluas 146284,74 ha (2) Kelas Rawan seluas 83546,1 ha (3) Kelas Sangat Rawan seluas 2655 ha tersebar pada kecamatan Mutis dan Miomafo Barat. Kata kunci: Pemetaan, Longsor, Sistem Informasi Geografis ABSTRACT Mapping of landslide prone areas in Timor Tengah Utara Regency East Nusa Tenggara Province using application of remote sensing and geographic information system has been done. The research method such as making rainfall map, land cover Map, and making slope class Map.The result of Research showed that the spread of Landslide Prone areas in Timor Tengah Utara Regency consisted of three classes of Landslide susceptibility, namely (1) no Landslide-Prone area of 146284,74 ha (2) Landslide Prone area of 83546,1 ha (3) highrisk area of 2655 ha district of Mutis and Miomafo Barat. Keywords: Mapping, Landslide, GIS (Geographic Information System) PENDAHULUAN Tanah longsor (landslide) adalah salah satu bencana alam yang paling umum terjadi di seluruh dunia. Faktor penyebab tanah longsor secara alamiah meliputi morfologi permukaan bumi, penggunaan lahan, struktur geologi, curah hujan dan kegempaan. Selain faktor alamiah, juga di sebabkan oleh faktor aktivitas manusia seperti kegiatan pertanian, pembebanan lereng, pemotongan lereng dan penambangan. (Mubekti dan Alsanah F, 2008) [1]. Kabupaten Timor Tengah Utara merupakan salah satu daerah pegunungan yang rawan longsor dengan intensitas curah hujan yang cukup tinggi dan kelembaban udaranya berkisar antara 69% - 87% (Badan Nasional Pengelola Perbatasan, 2006) [2]. Sistem Informasi Geografis digunakan dalam penelitian ini karena terbukti mampu menyediakan informasi data geospasial setiap objek dipermukaan bumi secara cepat, sekaligus menyediakan sistem analisa keruangan yang akurat. Sehingga dapat dilakukan upaya mitigasi yang bertujuan untuk mencegah bahaya (resiko) yang berpotensi menjadi bencana atau mengurangi efek dari bencana ketika bencana tersebut sudah terjadi. Berdasarkan uraian di atas maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul Pemetaan Daerah Rawan Longsor dengan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur Tanah Longsor Tanah Longsor adalah proses berpindahnya tanah atau batuan dari satu tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah akibat dorongan air, angin, atau gaya gravitasi. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang luncuran, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan diatasnya akan bergerak mengikuti lereng dan luar lereng (Nandi,2007) [3]. 24

Penyebab Longsoran Curah hujan Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang jatuh ke bumi persatu satuan luas permukaan pada suatu jangka waktu tertentu. Besar kecilnya curah hujan dapat dinyatakan sebagai volume air hujan yang jatuh pada suatu areal tertentu dalam jangka waktu relatif lama, oleh karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam m3/satuan luas, secara umum dinyatakan dalam tinggi air (mm). Curah hujan 10 mm berarti tinggi hujan yang jatuh pada areal seluas 1 m 2 adalah 10 liter (Subekti dkk, 2009). [4]. Hujan menyebabkan peningkatan kandungan air di dalam tanah atau batuan. Akibatnya ketahanan atau kestabilan tanah tanah atau batuan tersebut berkurang. Hujan yang tinggi juga menyebabkan terbentuknya alas atau bidang gelincir dan bahan gelincir atau berat tanah yang akan menggelincir sesuai letak dan bentuk bidang gelincir (Abdurahman, dkk 2011) [5]. Hujan juga dapat menyebabkan terjadinya aliran permukaan yang dapat menyebabkan terjadinya erosi pada kaki lereng dan berpotensi menambah besaran sudut kelerengan yang akan berpotensi menyebabkan longsor (Karnawati, 2003) [6]. Jenis tanah Faktor tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap longsor yang berbeda beda. Adapun sifat-sifat tanah yang mempengaruhi longsor adalah: tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapis air tanah dan tingkat kesuburan tanah (Arifin S dan Ita C, 2006) [7]. Kemiringan lereng Tanah longsor umumnya dapat terjadi pada wilayah berlereng. Makin tinggi kemiringan lahannya akan semakin besar potensi longsornya. Tanah longsor terjadi biasanya diakibatkan oleh wilayah jenuh air dan adanya gaya gravitasi. Pada musim hujan, apabila tanah di atasnya tertimpa hujan dan menjadi jenuh air, sebagian tanah akan bergeser ke bawah melalui lapisan kedap yang licin tersebut dan menimbulkan longsor. Penutupan lahan Penggunaan lahan seperti persawahan maupun tegalan dan semak belukar, terutama pada daerah-daerah yang mempunyai kemiringan lahan terjal umumnya sering terjadi tanah longsor. SIG dan Penentuan rawan bencana longsor SIG merupakan suatu sistem yang mempunyai kemampuan analisis terhadap data spasial untuk keperluan manipulasi maupun permodelan. Fungsi analisis ini dijalankan memakai data spasial dan data atribut dalam SIG untuk menjawab berbagai pertanyaan yang dikembangkan dari data yang ada menjadi suatu persoalan yang relevan, Daerah rawan longsor dianalisis berdasarkan tumpang susun atau overlay dari peta lereng, penggunaan lahan, dan curah hujan. Peta longsor diperoleh dengan mengalikan peta parameter yang digunakan. Dalam software tersedia menu untuk mengkalkulasikan ketiga peta parameter (Wischmeier dan Smit dalam Sulistyo B,2015) [8]. A = R x S x C Dimana: A: peta longsor R: curah hujan S: kemiringan lereng C: tutupan lahan Dengan mengasumsikan erosi dapat menyebabkan longsoran maka rumus yang digunakan merupakan rumus erosi hanya faktor penyebabnya yang sama. Pada masing-masing variabel tersebut diberikan skor tertinggi diberi nilai 5 (lima) dan yang terendah diberikan bobot 1 (satu). Asumsi yang digunakan adalah semakin tinggi nilai skor yang diberikan, maka semakin besar pula pengaruh variabel medan tersebut dalam mempengaruhi suatu kejadian longsor. Skor yang dimasukkan sebagai data atribut dijumlahkan sehingga mendapatkan informasi nilai maksimal dan minimal. Nilai ini digunakan untuk menentukan interval tingkat kerawanan (Nugroho dkk, dalam Todingan M, 2014) [9]. ITK= NILAI MAKSIMUM NILAI MINIMUM INTERVAL KELAS 25

. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dimulai dari bulan April 2016 sampai dengan bulan Oktober 2016 dengan lokasi penelitian di Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini yakni laptop Asus Intel AMD 2 GB dengan bantuan software SAGA dan Surfer 11. Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain: 1. Citra landsat diperoleh dari U.S. Geological Survey. 2. Peta Digital Elevation Model (DEM) daerah penelitian diperoleh dari data Shuttle Radar Topography Mission (SRTM). 3. Peta Curah Hujan daerah penelitian diperoleh dari BMKG. Prosedur Kerja Pembuatan peta rawan longsor adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan data peta lereng, peta penutupan lahan dan peta curah hujan dalam bentuk data digital. 2. Pemotongan citra dan pengklasifikasian berdasarkan skor parameter pemicu longsor pada setiap unit peta berdasarkan tabel 2.2 3. Penggabungan semua peta dengan cara dioverlay kemudian dikalkulasi (g1*g2*g3); g1= curah hujan, g2= kemiringan lereng, g3= tutupan lahan 4. Mengkelaskan berdasarkan tingkat kerawanan longsor 5. Penentuan wilayah rawan longsor berdasarkan overlay dan clustering pada peta. HASIL DAN PEMBAHASAN Peta Curah Hujan Peta Curah Hujan Kabupaten Timor Tengah Utara diperoleh dari peta analisis curah hujan BMKG stasiun Lasiana Kupang. Peta yang ada diplot dalam surfer sesuai dengan warna dan nilai yang ada. Kemudian di klasifikasi dalam saga yang menghasilkan peta curah hujan kabupaten Timor Tengah Utara. Berdasarkan peta, 74576.7 ha wilayah kabupaten TTU memiliki intensitas curah hujan rendah, 14761.314 ha intensitas curah hujannya menengah, 49099.14 ha intensitasnya tinggi dan 65573.82 ha luas wilayah kabupaten TTU intensitas curah hujannya sangat tinggi. Kecamatan Mutis dan sebagian wilayah kecamatan Miomafo Barat memiliki intensitas curah hujan yang sangat tinggi ditunjukkan dengan warna hijau tua pada peta. Gambar 4.1 memperlihatkan peta curah hujan kabupaten TTU hasil analisis SAGA Gambar 4.1 Peta Curah Hujan Kabupaten TTU Hasil Analisis SAGA Peta curah hujan yang sudah diklasifikasi dipakai untuk dioverlay dengan peta lainnya untuk memperoleh peta longsoran. Semakin tinggi nilai intensitas curah hujan maka semakin besar pengaruhnya terhadap longsoran. Demikian juga curah hujan yang tinggi dan berlangsung lama dapat menambah berat massa tanah yang dapat memicu terjadinya longsor. Peta Tutupan Lahan Peta tutupan lahan kabupaten Timor Tengah Utara dibuat menggunakan citra landsat 8 bulan maret 2016. Untuk memperoleh peta tutupan lahan, terlebih dahulu dilakukan pemotongan citra dan pengklasifikan. Peta tutupan lahan diklasifikasi dengan nilai NDVI (Natural Different indeks Vegetation). Kelas tutupan lahan dapat dilihat pada tabel 4.2 Tingkat kerapatan / vegetasi suatu wilayah dibagi dalam 4 daerah dengan nilainya masing-masing. Dari peta tutupan lahan hasil klasifikasi menunjukkan 26.64 Ha wilayah kabupaten TTU merupakan kawasan air, 26

12076.83 Ha merupakan wilayah tanah kosong, 57413.7 Ha merupakan wilayah padang rumput dan sebanyak 163009.8 Ha merupakan wilayah hutan. Gambar 4.2 Peta Tutupan Lahan Peta tutupan lahan kemudian dioverlay dengan peta curah hujan dan peta kemiringan lereng untuk pengklasifikasian peta longsor. Daerah tanah kosong dan padang rumput merupakan daerah yang dapat berakibat longsor karena daya serap air yang kurang atau menyebabkan tingkat kejenuhan air semakin tinggi sehingga bobot massa tanah semakin bertambah, tanah menjadi labil dan mudah bergerak. Peta kemiringan lereng Peta kemiringan lereng kabupaten TTU dibuat menggunakan peta DEM (Digital Elevation Model) Timor Barat, kemudian dilakukan pemotongan dan pengklasifikasian kelas lereng. Berdasarkan data hasil analisis SAGA, kemiringan lereng terbagi kedalam 5 kelas. Hasil menunjukkan 114144,48 Ha wilayah kabupaten merupakan wilayah landai, 87262,11 Ha merupakan wilayah agak curam, 58670,73 Ha merupakan wilayah curam dan 830,07 Ha merupakan wilayah yang sangat curam dengan nilai kemiringannya >45%. Dimana wilayah yang memiliki kemiringan lereng yang cukup tinggi dapat berakibat terjadinya longsor. Peta kemiringan lereng dapat dilihat pada gambar 4.3 Peta ini kemudian di overlay bersama peta curah hujan dan peta tutupan lahan. Dari gambar diatas, sebagian wilayah kecamatan mutis, miomafo barat dan naibenu kemiringan lerengnya sangat curam sedangkan kebanyakan wilayah kecamatan lainnya memiliki kemiringan lereng yang curam. Gambar 4.3 Peta kemiringan lereng Peta longsor Peta longsor diperoleh dengan menggabungkan tiga parameter penyebab longsor: curah hujan, tutupan lahan dan kemiringan lereng. Ketiga peta tersebut dioverlay kemudian dikalkulasi. Hasil kalkulasi tiga peta tersebut kemudian diklasifikasi berdasarkan tingkat kerawanan. Klasifikasi didasarkan pada jumlah skor tertinggi dikurangi dengan skor terendah dibagi dengan jumlah interval kelas kerawanan. Berdasarkan peta hasil analisa SAGA sebagian kecil kecamatan Mutis merupakan wilayah sangat rawan, hampir sebagian besar kecamatan Miomafo Barat merupakan wilayah yang sangat rawan. Kecamatan Mutis memiliki intensitas curah hujan yang cukup tinggi, tutupan lahannya hanya sebagian kecil tanah kosong, paling banyak didominasi oleh hutan. Kecamatan Miomafo Barat merupakan wilayah yang tingat kerawanannya paling tinggi/ sangat rawan. Kecamatan ini memiliki intensitas curah hujan tinggi (berkisar 300-500 mm/tahun), kondisi lerengnya sangat curam, dan sebagian besar wilayah ini berupa tanah kosong dan padang rumput. Jumlah penduduk di kecamatan Miomafo Barat sebanyak 15.840 jiwa dan kecamatan Mutis sebanyak 7.190 jiwa sehingga perlu adanya mitigasi atau pencegahan sebelum terjadi bencana longsor yang mengakibatkan kerusakan dan korban jiwa. Hampir sebagian besar wilayah kabupaten TTU merupakan daerah rawan longsor dimana daerah - daerah tersebut perlu di waspadai, karena memiliki intensitas curah hujan yang tinggi, berada dalam kelas lereng curam dan berada pada daerah padang rumput. Daerah yang termasuk dalam kelas rawan longsor berwarna biru seperti Kecamatan Noemuti Timur, Kecamatan Noemuti, 27

Kecamatan Musi, Kecamatan Bikomi Tengah, Kecamatan Bikomi Utara. Gambar 4.4 Peta rawan longsor kabupaten TTU Umumnya longsor terjadi pada daerah yang memiliki intensitas curah hujan tinggi, kemiringan lereng tinggi dan tutupan lahan berupa tanah kosong, sawah ataupun padang rumput yang tidak dapat menahan air/ penyerapan air kurang. Longsoran juga bisa terjadi didaerah dengan kemiringan lereng yang tidak terlalu tinggi, tutupan lahan berupa tanah kosong dan padang rumput, intesitas curah hujan sedang. Namun jika berlangsung secara terus-menerus dan dalam waktu yang lama maka kondisi tanah menjadi tidak stabil karena bobot air yang banyak dalam tanah sehingga tanah mudah untuk bergerak/terjadi longsor. Peta yang ada mempunyai kekurangan dimana sebagian wilayah Kecamatan Mutis dan Kecamatan Biboki Anleu terpotong. Luas wilayah TTU secara keseluruhan 2669.70 km 2 sedangakan dari hasil analisis SAGA luas wilayah sebesar 2324.858 km 2 sehingga sekitar 344. 842 km 2 luas wilayah kabupaten TTU yang terpotong. KESIMPULAN Tingkat kerawanan longsor di Kabupaten Timor Tengah Utara dibagi kedalam tiga kelas, yaitu: tidak rawan longsor dengan luas 146284,74 Ha, rawan dengan luas 83546,1 Ha dan kelas sangat rawan dengan luas 2655 Ha. Daerah yang sangat rawan terkena longsor terdapat di kecamatan Mutis dan kecamatan Miomafo Barat. Daerah rawan longsor terdapat di hampir seluruh wilayah kabupaten TTU di tandai dengan warna biru pada peta. SARAN Untuk peta yang lebih akurat, perlu adanya penambahan peta parameter lainnya seperti peta jenis tanah, peta kegempaan dan Perlu adanya batas Administrasi dalam format shape (polygon). Adanya upaya mitigasi pada derah yang teridentifikasi akan terjadi longsor. DAFTAR PUSTAKA 1. Mubekti dan Alsanah F. 2008. Mitigasi Daerah Rawan Tanah Longsor Menggunakan Teknik Pemodelan SIG. Jurnal Teknik Lingkungan. Jakarta. Vol 9 Hal 121-129Anwar, A. 2012.Pemetaan Daerah Rawan Longsor di Lahan Pertanian Kecamatan Sinjani Barat Kabupaten Sinjani. Skripsi S1. Universitas 2. BNPP. 2006. Kabupaten TTU, Nusa Tenggara Timur. http://tasbarabnpp.com (di akses tanggal 15 Maret 2016) 3. Nandi, 2007. Longsor_Pengayaan geologi lingkungan Bandung. http://piba. tdmrc.org. (diakses 15 Maret 2016) 4. Subekti, R, dkk. 2009. Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. World Agroferastry Centre. Bogor. 5. Abdurahman Oman, dkk. 2011. Hidup di Atas Tiga Lempeng. Badan Geologi, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung. 6. Karnawati, D. 2003. Manajemen Bencana Gerakan Tanah. Diktat Kuliah. Yogyakarta: Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada. 7. Arifin, S. dan Ita C. 2006. Implementasi Pengindraan Jauh dan SIG untuk Inventarisasi Daerah Rawan Bencana Longsor. Jurnal Pengindraan Jauh LAPAN. Vol 3, hal 80-81 8. Sulisttyo, B. 2015.Pemodelan Faktor K Berbasis Raster Sebagai masukan Pemodelan Erosi di DAS Merawu Banjar Negara Provinsi Jawa Tengah.Jurnal Manusia dan Lingkungan.Vol 22. 9. Todingan M. 2014. Pemetaan Daerah Rawan Longsor di Wilayah Sub DAS Tondano dengan Sistem Informasi Geografis.Jurnal. 28