BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah Sakit Umum (RSU) X Medan merupakan salah satu Rumah Sakit swasta di kota Medan yang resmi dibuka sejak tahun 2009 lalu. Sebagai sebuah organisasi jasa pelayanan kesehatan yang berstatus sebagai profit hospital, RSU X Medan sangat menyadari pentingnya kelangsungan usaha mereka di tengah-tengah ketatnya persaingan antar Rumah Sakit saat ini. Oleh karena itu, Rumah Sakit yang memiliki visi untuk menjadi Rumah Sakit terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu ini, berusaha semaksimal mungkin agar mampu memberikan pelayanan yang terbaik bagi para konsumennya. Salah satu usahanya adalah dengan memperhatikan betul kualitas tenaga kerjanya karena merekalah motor pelaksana pelayanan kesehatan dalam organisasi ini. Komitmen RSU X Medan terhadap kualitas tenaga kerjanya dapat dilihat dari butir ketiga tujuan berdirinya Rumah Sakit ini yang berbunyi sebagai berikut : Menghasilkan semangat kerja yang tinggi, komitmen, produktivitas lebih besar, serta memberi peluang inovatif dan meningkatkan peran serta pegawai dalam memajukan organisasi (Company Profile, RSU X Medan, 2009). Dan salah satu elemen sumber daya manusia yang berperan penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di sebuah Rumah Sakit adalah perawat. Yatnikasari (2010) mengemukakan bahwa perawat adalah aset penting dan merupakan komponen utama dalam sistem pelayanan kesehatan karena perawat
adalah kelompok pekerja yang paling besar dalam sistem tersebut. Karsinah (dalam Wirawan, 1998) mengemukakan bahwa perawat termasuk unsur vital dalam sebuah Rumah Sakit karena perawat merupakan penjalin kontak pertama dan terlama dengan pasien khususnya pasien rawat inap. Oleh karena itu, kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan perawat kepada para pasien akan menjadi salah satu indikator kualitas pelayanan kesehatan di sebuah Rumah Sakit secara umum. Pentingnya peran perawat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan maupun pembentukan kepuasan pada diri pasien dan keluarganya juga dirasakan oleh pihak manajemen RSU X Medan. RM, seorang staff Personalia RSU X Medan mengungkapkan bahwa perawat adalah subyek yang memiliki waktu interaksi yang lebih panjang dalam melayani pasien. Sementara itu, pasien di RSU X Medan umumnya berasal dari sosial ekonomi menengah ke atas yang memiliki tuntutan yang lebih tinggi terhadap kualitas pelayanan. Oleh karena itu, kualitas pelayanan perawat terhadap pasien menjadi hal yang diperhatikan oleh manajemen RSU X Medan karena mencerminkan kualitas pelayanan Rumah Sakit secara umum dan mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap Rumah Sakit (Komunikasi personal, Juni 2011). Sejauh ini RSU X Medan telah memiliki 168 orang tenaga perawat. Dari 168 orang tenaga perawat ini, satu orang menjabat sebagai Kepala Seksi Keperawatan, sembilan orang menjabat sebagai Kepala Ruangan/Supervisor, dan sisanya berperan sebagai Perawat Pelaksana di unit kerjanya masing-masing. Sesuai dengan tekad perusahaan untuk memperhatikan kualitas tenaga kerja yang dimilikinya, maka manajemen RSU X Medan berusaha menciptakan kehidupan kerja yang berkualitas bagi para karyawannya, termasuk perawat. Secara umum, kualitas kehidupan kerja dapat berupa sistem kompensasi, hubungan sosial, dan
pengembangan karir (Kalimono, dalam Zulkarnain, Mahamood, & Omar, 2010). Di antara ketiga aspek yang menentukan kualitas kehidupan kerja karyawan seperti yang disebutkan di atas, pengembangan karir menjadi hal yang masih dikeluhkan oleh para perawat RSU X Medan. Berdasarkan komunikasi personal dengan A, salah seorang perawat pelaksana di RSU X Medan diketahui bahwa sejauh ini sistem gaji ataupun suasana hubungan sosial antar karyawan di Rumah Sakit tersebut tergolong cukup baik. Namun dalam hal pengembangan karir, para perawat merasa pengembangan karir keperawatan mereka di Rumah Sakit tersebut sangat terbatas, salah satunya diakibatkan oleh kurang tersedianya kesempatan bagi para perawat untuk naik jabatan/promosi (Komunikasi personal, Juli 2011). Masalah pengembangan karir keperawatan yang dirasakan terbatas memang kerap dijumpai di kalangan perawat di berbagai Rumah Sakit (Houston & Marquis, 2010). Perasaan tersebut umumnya timbul karena perawat mengalami kebosanan akibat indiferensiasi pekerjaan mereka sehari-hari (Houston & Marquis, 2010). Hal ini ditemui pula di kalangan perawat RSU X Medan. Berdasarkan komunikasi personal dengan beberapa perawat pelaksana di RSU X Medan diketahui bahwa umumnya mereka memandang pekerjaan mereka bersifat rutin, monoton dan jarang berubah baik dari segi prosedur kerja maupun tantangan/ kesulitan yang dihadapi sehingga membuat mereka rentan terhadap perasaan bosan. Mereka menghayati bahwa rutinitas tugas mereka sehari-hari terbatas pada usaha melayani pasien, mendampingi dokter, dan mengurus kegiatan administratif. Mereka juga tidak sering menemui kasus-kasus langka (jarang terjadi) ataupun kasus lainnya dengan tingkat kesulitan lebih tinggi. Terlebih lagi dalam bekerja, mereka banyak disupervisi oleh dokter, sehingga kesempatan mereka untuk memecahkan kasus pun
menjadi sangat terbatas. Keadaan ini menyebabkan para perawat menjadi kurang tertantang dalam belajar dan meningkatkan kualitas ketrampilan diri yang dimiliki (Komunikasi personal, Juli 2011). Selanjutnya, MS (seorang Perawat Supervisor Poliklinik RSU X Medan) menambahkan bahwa pandangan para perawat RSU X Medan mengenai karir keperawatan mereka yang mentok juga dilatarbelakangi oleh pendeknya jenjang karir perawat dan minimnya kesempatan promosi yang disediakan manajemen Rumah Sakit bagi para perawat mereka. Di RSU X Medan, jenjang karir yang tersedia bagi para perawat terbatas pada tiga tingkatan, yaitu perawat pelaksana, supervisor, dan kepala perawat. Kepala perawat menjadi jenjang karir yang tertinggi dan hanya dipegang oleh satu orang perawat saja (Komunikasi personal, Juli 2011). RM, salah seorang staff Personalia RSU X Medan dalam suatu kesempatan wawancara juga mengemukakan mengenai minimnya kesempatan promosi bagi para perawat di Rumah Sakit tersebut. Jenjang karir perawat yang terdiri dari tiga tingkatan dinilai tidak sebanding dengan jumlah perawat yang tersedia. Jabatan kepala perawat hanya dipegang oleh 1 orang perawat saja, jabatan supervisor dipegang oleh 9 orang, dan sisanya (158 orang) berperan sebagai perawat pelaksana. Lebih lanjut, RM mengemukakan bahwa belum ada ketentuan perusahaan yang mengatur lamanya masa jabatan bagi seorang supervisor ataupun kepala perawat. Promosi perawat biasanya dilakukan ketika jabatan lini tengah (supervisor) atau lini atas (kepala perawat) kosong. Dengan demikian, waktu promosi tidak dapat diprediksi (dapat terjadi sewaktu-waktu) dan kesempatan promosi menjadi sangat terbatas. Kondisi seperti ini membuat para perawat khususnya perawat pelaksana menjadi kurang bergairah untuk saling berkompetisi
secara positif dalam rangka merebut posisi/jabatan yang lebih tinggi (Komunikasi personal, Juli 2011). Terbatasnya kesempatan karir yang tersedia bagi para perawat RSU X Medan telah menyebabkan timbulnya masalah tertentu, diantaranya membuat perawat menjadi kurang termotivasi untuk mengembangkan keterampilan diri. MS, salah seorang Perawat Supervisor Poliklinik RSU X Medan mengemukakan adanya kecenderungan di antara para perawat untuk enggan meningkatkan kualifikasi pendidikannya karena pertimbangan minimnya kesempatan promosi yang tersedia yang dinilai tidak sebanding dengan waktu, tenaga, dan biaya yang harus dikeluarkan jika kembali bersekolah. Hal ini menyebabkan para perawat khususnya perawat pelaksana cenderung cukup merasa puas hanya dengan memiliki pekerjaan dan kualifikasi pendidikan yang ada saat ini (Komunikasi personal, Juli 2011). Selain mengurangi motivasi perawat untuk mengembangkan ketrampilan diri, pandangan mengenai karir yang mentok juga menyebabkan para perawat RSU X Medan memiliki kecenderungan untuk berpindah tempat kerja (Komunikasi personal, Juli 2011). MS, salah seorang perawat supervisor di RSU X Medan mengemukakan bahwa kecederungan yang dimiliki para perawat untuk mudah berpindah tempat kerja membawa dampak tertentu bagi perusahaan, diantaranya waktu dan biaya yang lebih besar untuk seleksi ataupun training perawat baru, berkurangnya para perawat yang performa kerjanya tergolong memuaskan terutama ketika performa kerja mereka meningkat akibat pelatihan yang diterima selama bekerja di RSU X Medan, dan penyesuaian diri antar anggota kelompok kerja ketika ada perawat baru yang masuk ke dalam kelompok tersebut (Komunikasi Personal, Juli 2011).
Dari uraian yang telah dikemukakan diatas diketahui bahwa pandangan perawat mengenai kecilnya kesempatan yang disediakan bagi mereka untuk mengembangkan karir keperawatan di RSU X Medan membawa masalah-masalah tertentu ke dalam perusahaan, seperti rendahnya minat untuk belajar dan mengembangkan keterampilan diri, rendahnya persaingan kerja yang positif antara sesama rekan perawat, dan kecenderungan perawat untuk berpindah tempat kerja yang berpengaruh terhadap biaya perusahaan hingga hubungan kerja antar perawat. Menanggapi fenomena yang telah dikemukakan diatas, RM, selaku staff Personalia RSU X Medan, menyatakan bahwa sejauh ini usaha manajemen untuk mengatasi masalah pengembangan karir perawat mereka juga masih terbatas. RM mengemukakan bahwa kemampuan RSU X Medan untuk memenuhi kebutuhan pengembangan karir para perawatnya masih terbatas pada penyediaan jenjang karir yang pendek (Komunikasi personal, Maret 2012). Masalah berikutnya yang timbul adalah pihak manajemen sendiri belum memiliki alat ukur pengembangan karir yang obyektif bagi perawatnya. Berdasarkan komunikasi personal dengan RM selaku staff Personalia RSU X Medan diketahui bahwa selama ini keputusan promosi ditentukan oleh Direktur RS. Direktur RS membuat keputusan mengenai perawat yang berhak promosi berdasarkan pertimbangan pribadinya sendiri sehingga subyektivitas dalam membuat penilaian menjadi lebih besar, dan kriteria penilaian yang digunakan menjadi kurang jelas bagi orang lain (Komunikasi personal, Maret 2012). Menurut Noe (2002), ada tiga pihak yang berperan penting dalam pengembangan karir karyawan di suatu perusahaan. Ketiga pihak tersebut adalah individu (karyawan yang bersangkutan), manajer, dan perusahaan. Ketiga pihak ini memiliki tanggung jawabnya masing-masing dalam hal pengembangan karir
karyawan. Persepsi seorang karyawan mengenai sejauh apa peran dirinya sendiri, peran manajer, dan peran perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab pengembangan karir akan membentuk persepsi karyawan terhadap pengembangan karir yang ada di perusahaan tersebut secara umum. Persepsi pengembangan karir yang positif akan terbentuk dalam diri individu ketika ia menilai dirinya sendiri, manajer, dan perusahaan telah menjalankan usaha untuk membantu pengembangan karirnya dengan optimal. Sebaliknya, persepsi pengembangan karir yang negatif akan terbentuk dalam diri individu ketika ia menilai ada pihak tertentu (diri sendiri, manajer, atau perusahaan) yang tidak menjalankan usaha untuk membantu pengembangan karirnya dengan optimal (Noe, 2002). Robbins (1996) mengemukakan bahwa karyawan yang mempersepsi pengembangan karirnya secara positif cenderung mempunyai sikap kerja yang baik dan kepuasan kerja yang tinggi, sehingga akan menghindari berbagai sikap dan perilaku kerja yang menghambat pencapaian tujuan organisasi, seperti pemogokan, ketidakhadiran (absensi), ataupun perpindahan kerja. Karyawan yang memiliki persepsi pengembangan karir yang positif cenderung lebih bersemangat ketika bekerja, lebih produktif, serta efisien dan efektif dalam menghadapi dan menyelesaikan pekerjaannya. Sementara itu, karyawan yang mempersepsi pengembangan karirnya secara negatif cenderung menampilkan sikap dan perilaku kerja yang menghambat tujuan organisasi, seperti bekerja dengan seenaknya, kurang memanfaatkan waktu yang ada untuk mengembangkan diri, lebih suka berbincang-bincang dengan rekan sekerja daripada menyelesaikan pekerjaan, kecenderungan berpindah tempat kerja meningkat, dan berbagai perilaku lainnya yang dapat menghambat produktivitas kerja (Robbins, 1996).
Peneliti melakukan survey awal kepada para perawat RSU X Medan untuk melihat gambaran penilaian mereka mengenai pengembangan karir perawat di Rumah Sakit tersebut. Hasil yang diperoleh dari survey tersebut awal tersebut dapat dilihat pada bagan 1.1 berikut ini : Bagan 1.1 Hasil Survey Pengembangan Karir Perawat RSU X Medan 14 12 10 8 6 4 YA TIDAK 2 0 Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Keterangan : Pertanyaan 1 : Apakah anda merasa karir anda di RS ini terbatas/kurang berkembang? Pertanyaan 2 : Apakah anda merasa akan terus berada di posisi/jabatan yang sama seperti sekarang hingga akhir masa kerja anda di RS ini? Pertanyaan 3 : Apakah pengembangan karir perawat di RS ini sudah dikelola dengan efektif? Pertanyaan 4:Apakah perusahaan perlu melakukan perbaikan terhadap pola pengembangan karir perawat? Hasil survey yang digambarkan dalam bagan 1.1 diatas menunjukkan bahwa dari 12 orang perawat yang menjadi peserta survey awal, mayoritas peserta menilai bahwa pengembangan karir keperawatan mereka di RSU X Medan terbatas, mereka merasa akan terus berada di posisi/jabatan yang sama seperti yang didudukinya saat ini hingga akhir masa kerja di RSU X Medan nanti, pihak manajemen belum melakukan pengelolaan karir dengan efektif, dan diperlukan adanya perbaikan terhadap pola pengembangan karir perawat oleh pihak manajemen RSU X Medan. Hasil survey awal ini mengindikasikan bahwa para perawat RSU X Medan mempersepsi pengembangan karir mereka belum dikelola
secara optimal. Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti ingin meneliti bagaimana persepsi perawat RSU X Medan terhadap pengembangan karir keperawatan mereka, khususnya terkait dengan peran individu, manajer, dan perusahaan. B. Rumusan Masalah Penulis bermaksud melakukan penelitian untuk memperoleh gambaran persepsi perawat RSU X Medan terhadap pengembangan karir keperawatan mereka di Rumah Sakit tersebut. C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mendapatkan gambaran mengenai persepsi perawat RSU X Medan terhadap pengembangan karir keperawatan mereka 2. Memberikan informasi mengenai kondisi tersebut kepada pihak manajemen RSU X Medan
D. Manfaat Penelitian Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat diperoleh manfaat dan kegunaan penelitian sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan wawasan terutama dalam bidang Psikologi Industri & Organisasi b. Memberi tambahan informasi mengenai persepsi pengembangan karir khususnya pada perawat bagi peneliti lain yang tertarik untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai topik yang serupa 2. Manfaat Praktis a. Setelah didapatkan gambaran mengenai persepsi perawat RSU X Medan terhadap pengembangan karir mereka maka diharapkan hasilnya dapat digunakan sebagai masukan oleh perawat dalam memanajemen karir keperawatannya b. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak manajemen RSU X Medan dalam rangka mengelola program pengembangan karir perawat mereka dengan lebih efektif
E. Sistematika Penelitian Adapun sistematika penulisan tesis ini adalah : Bab I : Pendahuluan Bab ini menjelaskan latar belakang masalah yang diteliti, kerangka berpikir, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Bab II : Tinjauan Teoritis Bab ini memaparkan tinjauan pustaka yang menjadi dasar teoritis dari penelitian yang dilakukan. Bab III : Metodologi Penelitian Bab ini menjelaskan tentang variabel penelitian yang diamati, subjek penelitian, defenisi operasional dari variabel yang teliti, validitas, reliabilitas alat ukur, instrumen penelitian, prosedur penelitian, pelaksanaan penelitian dan metode analisis. Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan Bab ini menjelaskan mengenai analisa dari hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan hasil penelitian Bab V : Kesimpulan dan Saran Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dari pembahasan hasil penelitian dan saran dari peneliti.
F. Kerangka Konsep Permasalahan RSU X MEDAN Visi : menjadi RS terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu Misi : 1. melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan yang bermutu dengan waktu tanggap yang cepat dan tepat 2. komitmen kinerja profesional yang disertai dengan peningkatan mutu berkelanjutan 3. memberikan kepuasan kepada pasien, pelaksana, pemilik, dan pemerintah PERAWAT adalah komponen utama dalam menjalankan sistem pelayanan kesehatan RS (Yatnikasari, 2010). Hal ini dikarenakan perawat adalah : - Penjalin kontak pertama dan terlama dengan pasien - Merupakan kelompok pekerja dengan jumlah terbesar Sumijatun (2010) : Agar dapat memberikan pelayanan bermutu, kualitas kehidupan kerja perawat perlu diperhatikan. Kalimono (dalam Zulkarnain, Mahamood, & Omar, 2010) : kehidupan kerja berkualitas dapat berupa sistem kompensasi, hubungan sosial, dan pengembangan karir Penelitian awal (wawancara dengan perawat dan manajemen, survey terhadap perawat) menunjukkan : - Jenjang karir perawat dalam RSU X Medan tergolong pendek/terbatas - Minimnya kesempatan promosi bagi perawat - RSU X Medan belum memiliki alat ukur pengembangan karir yang obyektif Secara umum mengindikasikan pengembangan karir perawat di RSU X Medan belum dikelola secara maksimal Menurut Noe (2002) : karyawan, supervisor, dan perusahaan memiliki tanggung jawabnya masingmasing dalam hal pengembangan karir karyawan. Persepsi seorang karyawan mengenai sejauh apa peran dirinya sendiri, peran supervisor, dan peran perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab pengembangan karir akan membentuk persepsi karyawan terhadap pengembangan karir yang ada di perusahaan tersebut secara umum. Mengkaji persepsi perawat mengenai pengembangan karir mereka di RSU X Medan Keterangan : : menyebabkan : temuan : klarifikasi