BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan faktor utama yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM yang berkualitas yaitu sehat, cerdas, memiliki fisik yang tangguh dan produktif perlu proses yang panjang dan berkesinambungan yang harus dimulai sejak dini. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif. ASI merupakan sumber makanan tunggal untuk bayi selama 6 bulan pertama kehidupannya. Pemberian ASI eksklusif merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan generasi penerus yang berkualitas di masa depan. Untuk meningkatkan penggunaan ASI eksklusif tersebut perlu diperkenalkan konsep inisiasi menyusu dini (IMD) terutama bagi kalangan tenaga kesehatan, konselor menyusui, keluarga dan masyarakat. Program inisiasi menyusu dini mempunyai manfaat yang besar untuk bayi maupun ibu yang baru melahirkan. Jam pertama bayi menemukan payudara ibunya adalah merupakan kesempatan emas sebagai penentu berhasilnya bayi untuk menyusu pada ibunya, dan berhasilnya ibu untuk menyusui secara optimal. Anak yang menyusu dini dapat dengan mudah menyusu kemudian, sehingga kegagalan menyusu akan jauh sekali berkurang. Selain mendapatkan kolostrum yang bermanfaat untuk bayi, juga mengurangi angka kematian bayi. Tetapi kurangnya kesadaran dari pihak medis maupun masyarakat, serta keengganan untuk
melakukannya membuat inisiasi menyusu dini masih jarang dipraktekkan. Hal itu disebabkan karena orang tua merasa kasihan dan tidak percaya bahwa seorang bayi yang baru lahir dapat mencari sendiri puting susu ibu, dan rasa malu untuk meminta petugas kesehatan yang membantu persalinan untuk melakukan IMD tersebut. Begitu juga dengan petugas kesehatan yang tidak mau disibukkan dengan kegiatan ini, sehingga akhirnya bayi tidak mendapatkan kesempatan untuk melakukannya. Inisiasi menyusu dini bukan merupakan program ibu menyusui bayi tetapi sebaliknya bayi yang harus aktif menemukan sendiri puting susu ibu. Program ini dilakukan dengan cara meletakkan bayi yang baru lahir di dada ibu dan membiarkan bayi menemukan puting susu ibu untuk menyusu. IMD dilakukan segera setelah lahir dan tidak boleh ditunda dengan kegiatan apapun seperti menimbang, mengukur dan memandikan bayi (Roesli, 2008). Inisiasi menyusu dini atau IMD merupakan program yang sedang gencar dianjurkan pemerintah Indonesia. WHO dan UNICEF telah merekomendasikan inisiasi menyusu dini sebagai tindakan penyelamatan kehidupan, karena inisiasi menyusu dini dapat menyelamatkan 22% nyawa bayi sebelum usia 28 hari. Untuk itu diharapkan semua tenaga kesehatan di semua tingkatan pelayanan kesehatan, baik swasta maupun masyarakat dapat mensosialisasikan dan melaksanakan suksesnya program tersebut (Depkes RI, 2008). The World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) memperkirakan 1 juta bayi dapat diselamatkan setiap tahunnya bila diberikan ASI pada 1 jam pertama kelahiran, yang kemudian dilanjutkan ASI eksklusif sampai dengan enam bulan. (Hernawati, 2008)
Di Indonesia dukungan terhadap pemberian ASI eksklusif telah dilakukan dengan berbagai upaya seperti Gerakan Nasional Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (GNPP-ASI), Gerakan Masyarakat Peduli ASI dan kebijakan Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI). Tetapi dalam kenyataannya hanya 4% bayi yang mendapat ASI dalam 1 jam pertama kelahirannya (Inayati, 2009). Salah satu kebijakan Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI) di Indonesia adalah pelaksanaan inisiasi menyusu dini. Namun dalam pelaksanaannya masih sering dilakukan secara tidak tepat. Ada 4 kesalahan dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini, yaitu: a) bayi baru lahir biasanya sudah dibungkus sebelum diletakkan di dada ibu, akibatnya tidak terjadi kontak kulit; b) bayi tidak menyusu melainkan disusui, padahal berbeda antara menyusu sendiri dengan disusui; c) memaksakan bayi untuk menyusu sebelum ia siap untuk disusukan; d) bayi dipisahkan dari ibunya untuk dibawa ke ruang pemulihan, sebagai tindakan lanjutan (Roesli, 2008). Jarangnya pelaksanaan IMD, dan kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan IMD menyebabkan keberhasilan menyusui tidak optimal, sehingga cakupan ASI eksklusif di Indonesia tetap rendah dari tahun ke tahun. Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003-2004, jumlah bayi usia enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif hanya 8%. Sementara itu hasil SDKI 2007 jumlah bayi yang mendapatkan ASI eksklusif menunjukkan penurunan hingga 7,2%. Pada saat yang sama, jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7% pada 2002 menjadi 27,9% pada 2007. UNICEF
menyimpulkan, cakupan ASI eksklusif enam bulan di Indonesia masih jauh dari ratarata dunia, yaitu 38% (Anonim, 2008). Berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Provinsi Sumatera Utara dan Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2010, cakupan ASI eksklusif di Provinsi Sumatera Utara tahun 2007 hanya 30,8%, sedangkan di Kota Medan sebanyak 1,32% pada tahun 2009, padahal cakupan ASI eksklusif yang ditargetkan dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) dan Strategi Nasional Program Peningkatan Cakupan Air Susu Ibu (PP-ASI) adalah sebesar 80%. Hal ini menunjukkan keadaan yang cukup memperihatinkan, sehingga perlu upaya serius dan bersifat segera ke arah yang dapat meningkatkan keberhasilan program ASI eksklusif (Depkes RI, 2005). Berdasarkan uraian di atas kita ketahui bahwa pelaksanaan program inisiasi menyusu dini merupakan tanggung jawab semua praktisi kesehatan. Bidan sebagai salah satu profesi yang juga mempunyai tanggung jawab terhadap kesehatan ibu dan anak, harus dapat memberikan informasi yang benar dan menerapkan program inisiasi menyusu dini (IMD) dengan benar pula sesuai dengan standard yang telah ditetapkan. Untuk itu bidan diharapkan benar-benar harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang ASI dan program IMD. Berdasarkan survei awal yang dilakukan melalui wawancara kepada 10 orang bidan praktek swasta di Kota Medan, ternyata 8 orang (80%) bidan tahu tentang praktek inisiasi menyusu dini (IMD) yang benar, kemudian semua bidan setuju dengan pelaksanaan program IMD, tetapi hanya ada 2 orang (20%) yang pernah melakukan praktek inisiasi menyusu dini (IMD).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimana perilaku bidan praktek swasta dalam pelaksanaan program inisiasi menyusu dini di Kota Medan tahun 2010. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perilaku bidan praktek swasta dalam pelaksanaan program inisiasi menyusu dini (IMD) di Kota Medan tahun 2010. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui perilaku bidan praktek swasta dalam pelaksanaan program inisiasi menyusu dini di Kota Medan tahun 2010. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui pengetahuan bidan praktek swasta tentang praktek inisiasi menyusu dini di Kota Medan, tahun 2010. 2. Untuk mengetahui sikap bidan praktek swasta terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini di Kota Medan, tahun 2010. 3. Untuk mengetahui tindakan bidan praktek swasta dalam pelaksanaan inisiasi menyusu dini di Kota Medan, tahun 2010. 1.4.Manfaat Penelitian. 1. Bagi Dinas Kesehatan, sebagai bahan informasi dan masukan kepada perencana dan pelaksana program inisiasi menyusu dini, dalam mendukung pelaksanaan program tersebut.
2. Bagi tenaga kesehatan khususnya bidan, sebagai masukan dalam melaksanakan program inisiasi menyusu dini (IMD), khususnya di Kota Medan.