BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Bab II Geologi Regional

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

BAB II GEOLOGI REGIONAL

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN UCAPAN TERIMAKASIH KATA PENGANTAR SARI DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB 1 PENDAHULUAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989).

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Subsatuan Punggungan Homoklin

STRATIGRAFI KARBONAT FORMASI SELOREDJO ANGGOTA DANDER DI SUNGAI BANYUREJO KECAMATAN BUBULAN KABUPATEN BOJONEGORO, JAWA TIMUR, INDONESIA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. pada Sungai Kedawung. Secara geologi, menurut Pringgoprawiro (1982) formasi

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Deskripsi Lokasi Penelitian. 1. Letak. timur adalah 51 Km dan dari utara ke selatan adalah 34 Km (dalam Peta Rupa

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

APLIKASI GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN POTENSI AKUIFER AIR TANAH: STUDI KASUS DI KECAMATAN MASARAN, KEDAWUNG DAN SIDOHARJO, KABUPATEN SRAGEN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB V SEJARAH GEOLOGI

BAB II TINJAUAN UMUM

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''-

BAB V SINTESIS GEOLOGI

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Busur kepulauan Indonesia menurut konsep tektonik lempeng terbentuk akibat adanya interaksi antara tiga lempeng, yaitu Lempeng India-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Eurasia. Dari interaksi ini terjadi deformasi pada sistem busur kepulauan dan berperan penting dalam tatanan geologi daerah setempat (Katili, 1973). Seluruh proses deformasi terekam dengan baik dalam kerak bumi, yang didalamnya termasuk proses geologi pembentukan struktur geologi di wilayah Jawa. Secara garis besar tektonik pulau Jawa merupakan bagian dari batas tepi lempeng mikro Sunda bagian selatan, yang dihasilkan dari interaksi konvergen antara Lempeng India - Australia dan Lempeng Eurasia dengan Lempeng mikro Sunda, sehingga tektonik pulau ini sangat kompleks (Satyana dan Armandita, 2004). Diantara beberapa bagian pulau Jawa, Jawa Tengah merupakan bagian yang tidak terlalu luas dibanding lainnya. Pada arah utara-selatan, Jawa Tengah memiliki lebar sekitar 100-200 km. Propinsi Jawa Tengah bagian barat berbatasan Jawa Barat, sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Jawa Timur dan bagian selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. Dari survei lapangan, di Jawa Tengah memiliki fenomena-fenomena alam yang kompleks dan menarik dilihat dari segi geografis, salah satunya adalah Bledug Kuwu yang terdapat di Kecamatan Kradenan, yang memperlihatkan kenampakan geologi yang berupa diapir. Berdasarkan peta geologi lembar Ngawi oleh Datun, dkk (1996), geologi daerah Bledug Kuwu, Kradenan teridri dari endapan aluvial, formasi Tambak Kromo (QTpt), formasi Mundu (Tpm), serta formasi Kalibeng. Dari kenampakan fenomena tersebut, sehingga banyak wisatawan yang berkunjung serta peneliti yang tertarik melakukan studi tentang Bledug 1

2 Kuwu. Bledug Kuwu merupakan fenomena gunung lumpur (mud volcano) yang berada di daerah Kuwu, Kecamatan Kradenan. Selain fenomena yang muncul di Bledug Kuwu, juga terdapat beberapa gunung lumpur yang tersebar di daerah Grobogan (Kradenan, Sendang harjo, Sendang rejo), dan beberapa titik lainnya di pulau Jawa (Gambar 1.1.). Fenomena ini memperlihatkan kenampakan yang berupa kumpulan antiklin-antiklin, sehingga membentuk suatu antiklinarium. Antiklinarium ini berawal dari Rembang sambung menyambung dan berakhir di Surabaya (Van Bemmelen, 1949). Gambar 1.1. Peta geologi dan distribusi gunung lumpur di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Istadi, dkk, 2009). Keberadaan gunung lumpur ini tidak lepas dari adanya sesar yang berada di wilayah ini. Oleh sebab itu, dirasa perlu dilakukan penelitian dengan metode geofisika tentang keberadaan sesar dan model struktur bawah permukaan di wilayah manifestasi gunung lumpur ini. Beberapa penelitian di

3 daerah ini telah dilakukan di daerah kuwu dengan menggunakan metode geofisika seperti metode gravitasi oleh Sardjono (1988). Pada survei ini, penelitian dilakukan sebagai survei pendahuluan untuk mendapatkan anomali lokal. Dari survei yang telah dilakukan, penelitian hanya difokuskan pada satu titik gunung lumpur yaitu Bledug Kuwu. Berdasarkan hal ini, maka kami melakukan survei penelitian guna melanjutkan dan memperbaiki penelitian sebelumnya, dengan area yang mencakup beberapa titik gunung lumpur di daerah Kuwu menggunakan metode gravitasi untuk mengidentifikasi keberadaan sesar dengan melakukan pemodelan berdasarkan anomali medan gravitasi lokal. Metode Gravitasi merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk menggambarkan struktur geologi bawah permukaan yang didasarkan atas adanya perbedaan densitas batuan setempat yang menyebabkan variasi medan gravitasi bumi secara lateral. 1.2. Perumusan Masalah Dari uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana memodelkan anomali medan Gravitasi lokal untuk memperoleh gambaran struktur bawah permukaan berupa sesar di daerah Bledug Kuwu dan sekitarnya. 1.3. Batasan Masalah Untuk mengidentifikasi keberadaan sesar, maka penelitian ini akan dibatasi pada pemodelan dua dimensi (2D). Data yang digunakan merupakan data lapangan dengan luas daerah survei 8 x 8 km 2. Oleh karena itu, interpretasi anomali medan gravitasi lokal dengan pemodelan 2D diharapkan dapat memberikan informasi keberadaan sesar di daerah penelitian. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu: 1. Memetakan anomali medan gravitasi lokal di daerah Bledug Kuwu, Groogan, Jawa Tengah.

4 2. Memodelkan anomali medan gravitasi lokal secara dua dimensi (2D), sehingga dapat menginterpretasikan keberadaan sesar di daerah penelitian. 1.5. Manfaat Penelitian Berdasarkan gambaran di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai struktur geologi yang mengontrol keberadaan Bledug Kuwu. 1.6. Hipotesis Dari analisis data Gravitasi hasil pengukuran di daerah penelitian, memperkirakan bahwa Gunung lumpur di daerah ini disebabkan oleh adanya struktur sesar normal. 1.7. Deskripsi Daerah penelitian Daerah penelitian meliputi kawasan gunung lumpur Bledug Kuwu dan sekitarnya. Daerah ini secara administrasi terletak di Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah. Kondisi topografi daerah penelitian terdiri dari daerah dataran, berada pada ketinggian sampai dengan 50 mdpl, dengan kelerengan 0-8%, daerah perbukitan, berada pada ketinggian antara 50-100 mdpl, dengan kelerengan 8-15%, daerah dataran tinggi,berada pada ketinggian antara 100-500 mdpl, dengan kelerengan >15% (Indriana dkk, 2007). Gambar 1.2. Kenampakan letupan gunung lumpur di daerah Kuwu

5 Gunung lumpur di daerah ini terdapat di beberapa tempat dengan morfologi dan letupan yang berbeda-beda (Gambar 1.2.). Kontur topografi dan sebaran gunung lumpur daerah penelitian dapat dilihat pada gambar 1.3. m Gambar 1.3. Kontur topografi dan sebaran gunung lumpur daerah penelitian 1.8. Waktu Pelaksanaan dan Lokasi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 30 Maret 2014 07 April 2014, di daerah Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada koordinat 111 0 06' 25'' sampai dengan 111 0 07' 45'' Bujur Timur dan 07 0 06' 10'' sampai 07 0 07' 40'' Lintang Selatan (Gambar 1.4.)

6 Daerah Penelitian Gambar 1.4. Peta lokasi daerah penelitian (Sumber : Peta Rupa Bumi Indonesia Bakosurtanal Kabupaten Grobogan skala 1:25000 edisi 1-2000) 1.9. Tinjauan Geologi Daerah Penelitian 1.9.1. Geomorfologi Berdasarkan peta geologi lembar Ngawi oleh Datun, dkk (1996), keadaan geologi regional daerah penelitian menunjukkan bahwa mulai dari semarang ke arah timur hingga daerah Kuwu merupakan endapan aluvial yang termasuk zona Randublatang. Daerah ini mempunyai kenampakkan morfologi datar. Di bagian utara terdapat perbukitan bergelombang lemah dan sedang sedangkan di bagian selatan dibatasi oleh bagian darat formasi Kendeng. Di sebelah timur terdapat jalur patahan yang berarah timur barat, yang merupakan patahan normal. Di sebelah selatan terdapat jalur patahan yang berarah barat-timur yang merupakan patahan naik, tegak lurus patahan tersebut terdapat patahan normal.

7 PETA GEOLOGI Legenda : Struktur Patahan Endapan Aluvium Formasi Tambakromo Formasi Selorejo Formasi Mundu Formasi Ledok Gambar 1.5. Peta Geologi daerah penelitian (Datun, dkk, 1996) 1.9.2. Stratigrafi Regional Berdasarkan peta geologi lembar Ngawi oleh Datun, dkk (1996), tatanan stratigrafi terdapat di daerah Grobogan dan sekitarnya terdiri dari (Gambar 1.5.) : 1. Endapan aluvium Endapan aluvium terdiri dari lempung, pasir dan kerikil. Terendapakan sepanjang dataran banjir kali Lusi, kali Madiun, kali Wulung dan Bengawan Solo. 2. Endapan Undak Endapan Undak terdiri dari batu pasir ukuran sedang, kasar, mudah lepas, berstruktur silang siur dan konglomerat berkomponen andesit, tuf, opal, rijang, kaldeson, batu gamping dengan tebal diperkirakan 4 m. 3. Endapan Lawu Endapan Lawu terdiri dari batu pasir gunungapi, batu lempung-lanau gunungapi, breksi gunung dan lava. Satuan ini meindih tak selaras formasi yang lebih tua di lajur Kendeng bagian selatan.

8 4. Formasi Notopuro Formasi Notopuro terdiri atas breksi lahar, batu pasir gunungapi, konglomerat dan batu lanau gunungapi. Lingkungan pengendapan darat dengan tebal diperkirakan 30-40 m. Satuan ini berumur plistosen akhir dan menindih selaras formasi kabuh. 5. Formasi Kabuh Formasi Kabuh terdiri atas batu pasir kelabu dan terang, berstruktur silangsiur. Dibeberapa tempat bersifat konglomerat dan berbentuk lensa, tebal diperkirakan 45-200 m. Satuan formasi ini berumur plistosen tengah dan mengandung fosil pelecypoda, gastropoda dan kepingan vertebrata serta menindih selaras formasi Pucangan. 6. Formasi Pucangan Formasi Pucangan terdiri atas breksi, batu pasir gunungapi dan batu lempung. Bagian bawah betu lempung berlapis tipis dan di bagian atas terdapat sedimen facies gunungapi yang terdiri dari breksi dan batu pasir gunungapi. Satuan formasi ini mengandung fosil Pithecantropus mojokertensis dan umurnya plistosen awal. 7. Formasi Tambakromo Formasi Tambakromo terdiri dari batu lempung, napal, dan batu gamping. Batu lempung, kelabu gelap, lunak, tidak berlapis, di beberapa tempat merupakan pasiran. 8. Formasi Selorejo Formasi Selorejo yaitu terdiri dari batu gamping putih kecoklatan, berlapis (25-60 cm), di beberpa tempat silangsiur dan batu lempung kelabu terang, pasiran, gampingan. Formasi ini merupakan lingkungan pengendapan neritik dangkal dan satuan menindih selaras FormasiMundu dan tebalnya diperkirakan 200 m. 9. Formasi Mundu Formasi Mundu yaitu terdiri dari napal, berwarna kelabu-kuning kecoklatan, tidak begitu keras,tidak berlapis, dibeberapa tempat pasiran. Formasi ini merupakan lingkungan pengendapan neritik dalam dan

9 satuan dengan ketebalan 100-250 m serta menindih selaras formasi Ledok. 10. Anggota Klitik, Formasi Kalibeng Formasi ini terdiri dari batu gamping putih kekuning-coklatan, berlapis 20-60 cm. Dibeberapa tempat mengandung kepingan koral dan napal putih kekuningan sebagai sisipan batu gamping dengan tebal 10-30 cm. Kandungan fosil foraminifera, bentos dan plangton menunjukkan umur awal pliosen dengan lingkungan pengendapan neritik dangkal. Satuan ini memiliki ketebalan 40-150 m menjemari dengan bagian atas formasi Kalibeng. 11. Formasi Kalibeng Formasi ini terdiri atas napal, pejal dan sisipan batupasir (20-50 cm), dan tufan-gampingan. Umur satuan ini miosen akhir-pliosen awal. Lingkungan pengendapan neritik dalam-batial atas. Satuan ini mempunyai ketebalan 5000 m dan menindih selaras formasi Kerek. 12. Anggota Banyak, Formasi Kalibeng Formasi ini terdiri atas breksi andesit, kepingan andesit dan sedikit tuf. Lingkungan pengendapan alur bawah laut dengan ketebalan 8-25 m. 13. Formasi Ledok Formasi Ledok yaitu terdiri dari batu gamping dan batu gamping glokonitan. Formasi ini merupakan lingkungan pengendapan neritik dangkal, tebal satuan diperkirakan 100-525 cm dan satuan menindih selaras formasi Wonocolo. 14. Formasi Kerek Formasi Kerek terdiri dari napal, batu lempung, batu gamping dan batupasir. Umur satuan ini miosen akhir bagian tengah. Lingkungan pengendapan neritik dalam dengan tebal 825 m, tertindih selaras dengan formasi Kalibeng. 15. Formasi Wonocolo Formasi Wonocolo yaitu terdiri dari napal dan batu gamping. Bagian bawah batu gamping tipis dan bagian atas napal dengan sisipan

10 batugamping. Formasi ini merupakan lingkungan pengendapan neritik dangkal, tebal satuan 100-300 m dan menindih tak selaras formasi Ngrayong. 16. Formasi Madura Formasi Madura terdiri dari batu gamping koral dan batu gamping kepingan. Umur satuan formasi ini akhir miosen tengah-awal miosen akhir dengan lingkungan pengendapan neritik dangkal. Satuan ini menjemari dengan formasi Wonocolo. 17. Formasi Ngrayong Formasi Ngrayong yaitu terdiri dari batu lempung pasiran, batu pasir kuarsa, napal dan batugamping. Formasi ini merupakan lingkungan pengendapan neritik dangkal, ketebalan satuan berkisar 100-300 m dan tertindih tak selaras oleh formasi Wonocolo. 18. Formasi Tawun Formasi Tawun terdiri dari batu lempung dan batu gamping dengan sisipan batu pasir, batu lanau dan kalkarenit. Umur formasi ini miosen awal dengan lingkungan pengendapan laut dalam. Satuan ini ditindih selaras oleh formasi Ngrayong.

11 KETERANGAN Ketidakselarasan Unconformity Q Tpt HOLOSEN HOLOCONE PLISTOSEN PLEISTOCENE T ps T pm T mpl Tmm Tmw PLIOSEN PLIOCENE AKHIR LATE TENGAH MIDDLE T mn T mt AWAL EARLY OLIGOSEN OLIGOCENE Gambar 1.6. Tatanan stratigrafi daerah Grobogan dan sekitarnya berdasarkan peta Geologi lembar Ngawi, Jawa (Datun, dkk, 1996) 1.9.3. Struktur Geologi Regional Struktur geologi yang terdapat di lembar Ngawi terdiri dari antiklin, sinklin dan sesar. Di lajur Kendeng umumnya struktur lipatan mempunyai arah pola umum hampir timur-barat dengan bentuk lipatan yang tak setangkup, dan sayap utara umumnya relatif lebih curam (30 0-65 0 ) daripada sayap selatan (10 0-30 0 ), sedangkan struktur sesar dijumpai dalam jumlah cukup banyak dan dalam skala besar. Sebagian besar berupa sesar geser, sesar naik, dan sesar turun. Sesar geser mempunyai pola umum timur laut - barat daya dan barat laut - tenggara, memotong sumbu lipatan berkisar 20 0-40 0. Sesar turun dan naik mempunyai pola umum hampir timur-barat sesuai dengan pola lipatan di lajur Kendeng.

12 Batuan yang terlipat dan tersesarkan cukup kuat yaitu batuan formasi Kerek dan formasi Kalibeng, sedangkan formasi Pucangan, formasi Kabuh dan formasi Notopuro memperlihatkan intensitas perlipatan yang lemah, setelah pengendapan formasi Tuban pada miosen tengah bagian bawah. Zona Rembang bagian selatan mengalami pengangkatan lemah dari organesa intra miosen. Pada akhir miosen tengah terjadi gunung laut membentuk formasi Wonocolo dan formasi Madura yang berbeda fasies dan diikuti oleh pembentukan formasi Ledok dan formasi Mundu. Pada saat yang hampir bersamaan di lajur Kendeng terendapkan formasi Kerek dan formasi Kalibeng sampai awal pliosen bawah. Kemudian lajur ini mengalami pengangkatan (pensesaran dan perlipatan) oleh suatu organesa setelah awal pliosen bawah. Pengangkatan tersebut kelihatannya tidak merata di seluruh lembar Ngawi, karena di bagian utara (lajur Rembang) sedimentasi laut masih tetap berlangsung, walaupun menunjukkan adanya proses susut laut (sedimentasi formasi Mundu bagian atas, formasi Selorejo dan formasi Tambakromo) sampai awal plistosen. Pada pertengahan plistosen bawah, lajur Rembang selatan mengalami pengangkatan (pensesaran dan perlipatan) oleh adanya organesa kuarter. Pada saat tersebut kelihatannya lajur Kendeng pada bagian-bagian yang nisbi rendah, terisi oleh endapan lahar/bahan rombakan hasil kegiatan gunungapi di luar lembar Ngawi yang menghasilkan batuan formasi Pucangan, Kabuh dan Notopuro. Pengangkatan yang lemah di lajur Kendeng masih tetap berlangsung hingga pertengahan kuarter dengan ditandai adanya endapan Undak dari Bengawan Solo.