TINJAUAN PUSTAKA. dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai dan atau

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas yang hidup didalam kawasan yang lembab dan berlumpur serta

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

TINJAUAN PUSTAKA. daratan dengan ekosistem lautan. Oleh karena itu, ekosistem ini mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Hutan Mangrove. Hutan mangrove merupakan sumber daya alam yang memiliki beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. air laut dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang mampu tumbuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. yang besar bagi kepentingan manusia (Purnobasuki, 2005).

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa ahli mendefinisikan istilah mangrove secara berbeda-beda,

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove mempunyai fungsi dan manfaat yang serba guna dan

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien.

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

2.2. Struktur Komunitas

Diagram pie perbandingan zona pasang tertinggi dan terendah

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

INTERAKSI ANTAR KOMPONEN EKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

I. PENDAHULUAN. pelestaraian mangrove dengan mengubahnya menjadi tambak-tambak. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

EKOSISTEM. Yuni wibowo

TINJAUAN PUSTAKA. hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

MANAJEMEN KUALITAS AIR

1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN I. K e l a s. Kurikulum 2006/2013. A. Pengertian Lingkungan Hidup

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

KEANEKARAGAMAN PLANKTON PADA HUTAN MANGROVE DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH. Halidah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

VI. SIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

Transkripsi:

6 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai dan atau pulau-pulau kecil dan merupakan potensi sumberdaya alam yang sangat potensial. Hutan mangrove memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi, tetapi sangat rentan terhadap kerusakan apabila kurang bijaksana dalam mempertahankan, melestarikan dan pengelolaannya (Waryono, 2009). Hutan mangrove juga merupakan suatu ekosistem yang kompleks dan khas, serta memiliki daya dukung cukup besar terhadap lingkungan sekitarnya terutama sebagai penyokong sumber makanan alami di perairan melalui serasah yang jatuh di dasar perairan. Komunitas mangrove menyokong secara nyata terhadap produksi makanan di daerah tropis. Hubungan antara produksi primer daun mangrove dan alga terhadap produksi ikan ekonomis penting dan kerang sangat nyata (Hab, 2013). Ekosistem mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik. Vegetasi mangrove tumbuh hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang bila keadaan pantai sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan sempurna dan menjatuhkan akarnya. Pantai-pantai ini terdapat di sepanjang sisi pulau-pulau yang terlindung dari angin, atau serangkaian pulau atau pada pulau dengan massa daratan di belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung (Wardhani, 2011). Karakteristik mangrove yang menarik, merupakan hasil adaptasi terhadap lingkungan dan atau habitatnya. Tapak mangrove bersifat anaerobik bila dalam

7 keadaan terendam, oleh karena itu beberapa jenis mangrove mempunyai sistem perakaran udara yang spesifik. Akar tunjang (stilt roots) dijumpai pada genus Rhizopora, akar napas (pneumatophores) pada genus Avicennia dan sonneratia, akar lutut (knee roots) pada genus Bruguiera dan akar papan (plank roots) yang dijumpai pada genus Xylocarpus (Waryono, 2009). Menurut Arief (2003) Pembagian zonasi juga dapat dilakukan berdasarkan jenis vegetasi yang mendominasi, dari arah laut kedataran berturut-turut sebagai berikut: 1. Zona Avicennia, terletak pada lapisan paling luar dari hutan mangrove. Pada zona ini, tanah berlumpur lembek dan berkadar garam tinggi. Jenis Avicennia ini banyak ditemui berasosiasi dengan Sonneratia spp. Karena tumbuh dibibir laut, jenis-jenis ini memiliki perakaran yang sangat kuat yang dapat bertahan dari hempasan ombak laut. Zona ini juga merupakan zona perintis atau pioner, karena terjadinya penimbunan sedimen tanah akibat cengkeraman perakaran tumbuhan jenis-jenis ini. 2. Zona Rhizophora, terletak dibelakang zona Avicennia dan Sonneratia. Pada zona ini, tanah berlumpur lembek dengan kadar garam lebih rendah. Perakaran tanaman tetap terendam selama air laut pasang. 3. Zona Bruguiera, terletak dibelakang zona Rhizophora. Pada zona ini, tanah berlumpur agak keras. Perakaran tanaman lebih peka serta hanya terendam pasang naik dua kali sebulan. 4. Zona Nypah, yaitu zona pembatas antara daratan dan lautan, namun zona ini sebenarnya tidak harus ada, kecuali jika terdapat air tawar yang mengalir (sungai) ke laut.

8 Di Indonesia, substrat berlumpur ini sangat baik untuk tegakan R. mucronata dan A. marina. Jenis-jenis lain seperti R. stylosa tumbuh dengan baik pada substrat berpasir, bahkan pada pulau karang yang memiliki substrat berupa pecahan karang, kerang dan bagian-bagian dari Halimeda. Avicennia merupakan marga yang memiliki kemampuan toleransi terhadap kisaran salinitas yang luas dibandingkan dengan marga lainnya. A. marina mampu tumbuh dengan baik pada salinitas yang mendekati tawar sampai dengan 90 (Hafish, 2013). Peranan Mangrove Menurut Kamal (2006), Hutan mangrove suatu ekosistem yang unik dan mempunyai 3 (tiga) fungsi pokok yakni : 1. Fungsi fisik, menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari gempuran ombak dan abrasi, menjadi wilayah penyangga terhadap rembesan air laut (intrusi) dan sebagai filter pencemaran yang masuk ke laut. 2. Fungsi biologis, sebagai daerah asuhan dan tempat pemijahan (nursery ground dan spawning ground) bagi ikan, udang, kepiting, kerang dan biota perairan lainnya (nursery ground), tempat persinggahan burung-burung yang bermigrasi serta tempat habitat alami berbagai jenis biota flora (anggrek) dan fauna lainnya. 3. Fungsi ekonomis, sebagai sumber bahan bakar (arang dan kayu bakar), bahan bangunan (balok, atap rumah dan tikar), perikanan, pertanian, tekstil (serat sintetis), makanan, obat-obatan, minuman (alkohol), bahan mentah kertas, bahan pembuat kapal (gading-gading) dan lainnya.

9 Produksi Serasah Salah satu proses yang terjadi pada ekosistem mangrove yang memberikan kontribusi paling besar terhadap kesuburan perairan adalah proses dekomposisi atau penghancuran serasah mangrove. Penghancuran serasah merupakan bagian dari tahap proses dekomposisi, yang dapat menghasilkan bahan organik yang penting dalam rantai makanan, memberikan kesuburan dan produktivitas perairan disekitarnya. Serasah adalah tumpukan dedaunan kering, rerantingan dan berbagai sisa vegetasi lainnya diatas lantai hutan atau kebun. Tanaman memberikan masukan bahan organik melalui daun-daun, cabang dan ranting yang gugur dan juga melalui akar-akarnya yang telah mati. Variasi produktivitas Serasah antara lain ditentukan oleh musim, jenis pohon, kerapatan, perbedaan temperatur udara siang dan malam, kekurangan unsur hara dan serangan hama penyakit. Faktor iklim dan jarak dari garis pantai juga akan mempengaruhi produktivitas serasah (Galaxy, 2014). Daun mangrove merupakan bagian terbesar dari produksi primer serasah dan menyediakan makanan bagi konsumen serta mempunyai kontribusi penting bagi rantai makanan di wilayah pesisir melalui daun yang mati dan gugur. Guguran daun diartikan sebagai penurunan bobot yang disebabkan oleh beberapa parameter fisika kimia yang disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti suhu, embun/kelembaban, ketersediaan nutrien. Ada beberapa jenis dari serasah mangrove. Lebih dari setengah jumlah serasah terdiri dari daun dan biasanya daun yang telah tua (berwarna kuning). Selama satu tahun mangrove dapat memproduksi 800-1000 g bobot kering serasah per m 2. Mangrove mempunyai pengembalian serasah yang tinggi (Sa ban, dkk., 2013).

10 Guguran daun, biji, batang dan bagian lainnya dari mangrove sering disebut serasah. Mangrove mempunyai peran penting bagi ekologi yang didasarkan atas produktivitas primernya dan produksi bahan organik yang berupa serasah, dimana bahan organik ini merupakan dasar rantai makanan. Serasah dari tumbuhan mangrove ini akan terdeposit pada dasar perairan dan terakumulasi terus menerus dan akan menjadi sedimen yang kaya akan unsur hara, yang merupakan tempat yang baik untuk kelangsungan hidup fauna makrobenthos (Taqwa, 2010). Dekomposisi Serasah Produksi serasah merupakan bagian yang penting dalam transfer bahan organik dari vegetasi ke dalam tanah. Unsur hara yang dihasilkan dari proses dekomposisi serasah di dalam tanah sangat penting dalam pertumbuhan mangrove dan sebagai sumber detritus bagi ekosistem laut dan estuari dalam menyokong kehidupan berbagai organisme akuatik. Apabila serasah di hutan mangrove ini dapat diperkirakan dengan benar dan dipadukan dengan perhitungan biomassa lainnya, akan diperoleh informasi penting dalam produksi, dekomposisi dan siklus nutrisi di ekosistem hutan mangrove. Analisis dari komposisi hara dalam produksi serasah dapat menunjukkan hara yang membatasi dan efisiensi dari nutrisi yang digunakan, sehingga siklus nutrisi dalam ekosistem hutan mangrove akan terpelihara (Mahmudi, 2010). Serasah yang jatuh ke lantai hutan tidak langsung mengalami pelapukan oleh mikroorganisme, tetapi memerlukan bantuan hewan-hewan yang disebut makrobentos. Makrobentos memiliki peran yang sangat besar dalam penyediaan hara bagi pertumbuhan dan perkembangan pohon-pohon mangrove maupun bagi

11 makrobentos itu sendiri. Makrobentos berperan sebagai dekomposer awal yang bekerja dengan cara mencacah-cacah daun-daun menjadi bagian-bagian kecil, yang kemudian akan dilanjutkan oleh organisme yang kecil, yakni mikroorganisme (bakteri dan fungi) yang menguraikan bahan organik menjadi protein dan karbohidrat. Pada umumnya keberadaan makrobentos mempercepat proses dekomposisi (Arief, 2003). Pendugaan biomasa ikan di ekosistem hutan mangrove secara khusus dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan pelepasan nutrien dari serasah daun mangrove yang dihasilkan. Dari produksi serasah daun mangrove yang dihasilkan, setelah mengalami proses grazing, ekspor dan dekomposisi, serasah daun akan menghasilkan nutrien (N, P) ke lingkungan perairan kemudian diperoleh nilai produktivitas primer dari serasah. Produktivitas primer tersebut pada akhirnya akan menentukan stok ikan di perairan. Selama ini penelitian sejenis yang banyak dilakukan hanya sebatas hubungan antara data produksi ikan, luasan mangrove dan kondisi lingkungan perairannya. Peran riil mangrove itu sendiri melalui penelusuran serasah yang dihasilkan dalam luasan tertentu dengan potensi ikan yang ada belum pernah dilakukan (Mahmudi, 2010). Avicennia marina Api-api adalah nama sekelompok tumbuhan dari genus Avicennia, famili Acanthaceae. Api-api biasa tumbuh di tepi atau dekat laut sebagai bagian dari komunitas hutan bakau. A. marina memiliki beberapa ciri yang merupakan bagian dari adaptasi pada lingkungan berlumpur dan bergaram. Di antaranya: akar nafas serupa paku yang panjang dan rapat, muncul ke atas lumpur di sekeliling pangkal batangnya, daun-daun dengan kelenjar garam di permukaan bawahnya, daun

12 A. marina berwarna putih di sisi bawahnya, dilapisi kristal garam. Ini adalah kelebihan garam yang dibuang oleh tumbuhan tersebut, biji A. marina berkecambah tatkala buahnya belum gugur, masih melekat di rantingnya. Dengan demikian biji ini dapat segera tumbuh begitu terjatuh atau tersangkut di lumpur. Morfologi daun A. marina dapat dilihat pada Gambar 2 (Dewi, 2009). Gambar 2. Morfologi daun Avicennia marina Pohonnya dapat mencapai tinggi 12 m. Daun A.marina dilihat dari sisi sebelah atas berwarna hijau muda, sedangkan pada sisi sebelah bawah abu-abu keperakan atau putih. Daunnya berbentuk elips, panjang daun yang berkisar 5-11 cm. Buah berbentuk bulat dan agak berbulu dengan panjang 1,5-2,5 cm dan berwarna hijau. Kulit batang halus, berwarna putih keabu-abuan hingga hijau, akar berbentuk cakar ayam berpneumatofora untuk pernafasan (Indriani, 2008). Menurut Wetlands International Indonesia Programme (2012) dari segi ekologinya berada di lokasi pantai yang terlindung, juga di bagian yang lebih asin di sepanjang pinggiran sungai yang dipengaruhi pasang surut, serta di sepanjang garis pantai. Mereka umumnya menyukai bagian muka teluk. Akarnya membantu pengikatan sedimen dan mempercepat proses pembentukan daratan. Perbungaan

13 terjadi sepanjang tahun. Genus ini kadang-kadang bersifat vivipar, dimana sebagian buah berbiak ketika masih menempel di pohon. Zona Avicennia sp. terletak paling luar dan berhadapan langsung dengan laut. Zona ini umumnya memiliki substrat lumpur dan kadar salinitas tinggi. Zona ini merupakan zona pionir karena jenis tumbuhan ini memiliki perakaran yang kuat untuk menahan gelombang dan mampu membantu dalam proses penimbunan sedimen (Sari, 2014) Fisika Perairan Suhu Dalam setiap penelitian dalam ekosistem akuatik, pengukuran suhu air merupakan hal yang mutlak dilakukan.hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut Hukum Van t Hoffs kenaikan suhu sebesar 10 0 C (hanya pada kisaran suhu yang masih ditolerir) akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh ditepi (Barus, 2004). Suhu adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahan yang terkandung dalam benda. Suhu merupakan parameter yang penting karena berpengaruh secara langsung terhadap kehidupan di laut dalam hal laju fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan proses fisiologi hewan, khususnya aktivitas metabolisme dan siklus reproduksi. Di perairan Indonesia terdapat dua kali nilai

14 maksimum dari suhu, yang masing-masing terjadi pada musim pancaroba I sekitar bulan April-Mei dan pada musim pancaroba II sekitar bulan November. Ini terjadi karena pada musim-musim pancaroba angin biasanya lemah dan laut sangat tenang sehingga proses pemanasan di permukaan terjadi dengan lebih kuat (Rahmawati, 2004). Kimia Perairan a. ph Nilai ph dalam suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, kegiatan fotosintesis, suhu dan terdapatnya anion dan kation. Pada umumnya ph perairan laut lebih stabil, namun di perairan pinggir pantai, nilai ph ditentukan oleh kuantitas bahan organik yang masuk ke perairan tersebut. Toksisitas dan daya racun diperairan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya ph. ph 5-9 pengaruh bahan beracun sangat kecil, ph air 7 bersifat netral, ph air 7 basa, ph air 7 asam (Sulardiono, 1997). b. Salinitas Salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan perkembangan organisme. Salinitas merupakan kandungan garam dalam air laut yang dinyatakan dalam satuan ppt atau gram garam dalam satu kilogram air laut. Kandungan air laut terbanyak adalah NaCl dengan ion Cl- terlarut rata-rata sebanyak 55% dari jumlah garam (Wijiyono, 2009). Faktor yang mempengaruhi hingga berbedanya nilai salinitas adalah cuaca dan angin. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. mengatakan bahwa perbeda-an nilai salinitas air laut dapat disebab-kan terjadinya pengacauan

15 (mixing) akibat gelombang laut ataupun gerakan massa air yang ditimbulkan oleh tiupan angin. Dilihat dari sebaran, maka salinitas sekitar pantai lebih rendah dari pada salinitas laut lepas. Hal ini disebabkan karena air laut yang berada dekat daratan masih memiliki pengaruh dari air darat hingga menyebabkan salinitas di daerah ini kecil. Sebaliknya, salinitas di perairan laut lepas sudah tidak memiliki pengaruh dari darat, sehingga Salinitasnya pun besar (Simon dan Patty, 2013). Letak mangrove alam yang dekat dengan laut sehingga lebih banyak mendapat suplai air laut pada saat pasang. Vegetasi mangrove dapat tumbuh subur di lokasi dengan kisaran salinitas 10-30%0, sedangkan setiap jenis biota perairan mempunyai ambang batas toleransi yang berbeda-beda terhadap salinitas (Bonita, 2016). Tempat tumbuh hutan mangrove adalah tempat yang memiliki salinitas (0% dengan sedikit dipengaruhi pasang surut sampai salinitas 10-30% dengan digenangi 1-2 kali/hari) dan tempat yang digenangi (kadang-kadang digenangi oleh air pasang tertinggi sampai tempat digenangi air pasang dengan genangan 56-62 kali/bulan) (Syah, 2011). c. Oksigen Terlarut (DO) Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peran penting sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air. Lebih lanjut dinyatakan bahwa daya larut oksigen dapat berkurang dengan meningkatnya suhu air dan salinitas. Secara ekologis, konsentrasi oksigen terlarut juga menurun dengan adanya penambahan bahan organik, karena bahan organik tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang mengkonsumsi oksigen yang tersedia. Pada

16 tingkatan jenis, masing-masing biota mempunyai respon yang berbeda terhadap penurunan oksigen terlarut (Taqwa, 2010). Unsur Hara yang Terkandung dalam Serasah Daun Avicennia marina Karbon (C) Lautan mengandung karbon lima puluh kali lebih banyak daripada karbon di atmosfer. Perpindahan karbon dari atmosfer ke laut terjadi terjadi melalui proses difusi. Karbon yang terdapat di atmosfer dan perairan diubah menjadi karbon organik melalui proses fotosintesis, kemudian masuk kembali ke atmosfer melalui proses respirasi dan dekomposisi yang merupakan proses biologis makhluk hidup (Effendi, 2003). Nitrogen (N) Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah terlarut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat dengan bantuan mikroorganisme adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen. Distribusi horisontal kadar nitrat semakin tinggi menuju ke arah pantai dan kadar tertinggi biasanya ditemukan di perairan muara (Dewi, 2009). Unsur N di dalam tanah berasal dari hasil dekomposisi bahan organik sisasisa tanaman maupun binatang. Pemupukan (terutama urea dan ammonium nitrat) dan air hujan. Pengaruh bahan organik terhadap tanah dan terhadap tanaman tergantung pada laju proses dekomposisi (Prabudi, 2013).

17 Serasah yang memiliki kandungan N tinggi cenderung disukai oleh dekomposer karena lebih mudah dicerna. Nilai nutrisi serasah juga berperan terhadap laju dekomposisi serasah.nilai nutrisi dapat ditentukan dengan rasio C : N, dimana nilai rasio C : N yang lebih rendah menunjukkan konsentrasi N yang lebih tinggi serta kualitas nutrisi yang juga lebih tinggi. Kualitas nutrisi yang tinggi umumnya akan mengakibatkan proses dekomposisi yang lebih cepat (Yulma, 2012). Fosfor (P) Fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa organik yang terlarut. Fosfor membentuk kompleks dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat larut dan mengendap pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh alga akuatik. Fosfor yang terdapat dalam air laut umumnya berasal dari dekomposisi organisme yang sudah mati (Effendi, 2003). Ketersediaan fosfat dalam substrat mangrove berasal dari kolom air dan adsorbsi oleh sedimen sebagai ferri-fosfat yang tak larut. Dalam kondisi anaerob, ferri-fosfat diubah menjadi ferro-fosfat. Proses ini dilakukan oleh aktivitas metabolisme bakteri dan bukan dari proses kimia atau fisik. Hilangnya fosfat bergantung pada porositas tanah, pada tanah liat pertukaran antara air tanah dan kolom air lebih sedikit, oleh karena itu tanah seperti itu lebih kaya fosfat dan menyebabkan pertumbuhan mangrove menjadi lebih subur (Taqwa, 2010). Peran Mikroorganisme dalam Proses Dekomposisi Serasah Serasah yang jatuh akan mengalami dekomposisi yang melibatkan peran mikroorganisme seperti bakteri dan fungi. Dekomposisi akan berjalan lebih cepat

18 jika terdapat penambahan mikroorganisme tersebut. Oleh karena itu, dengan penambahan fungi pada serasah daun tersebut,diharapkan proses dekomposisi akan lebih cepat. Dekomposisi merupakan proses perubahan secara fisik maupun secara kimiawi yang sederhana oleh mikroorganisme tanah dan terkadang disebut mineralisasi. Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran yang dilakukan oleh serangga kecil terhadap tumbuhan dan sisa bahan organik mati menjadi ukuran yang lebih kecil. Kemudian dilanjutkan dengan proses biologi yang dilakukan oleh bakteri dan fungi untuk menguraikan partikel-partikel organik. Proses dekomposisi oleh bakteri dan fungi sebagai dekomposer dibantu oleh enzim yang dapat menguraikan bahan organik seperti protein, karbohidrat dan lain-lain (Hanum dan Nengah, 2014). Untuk dapat dimanfaatkan oleh organisme yang terdapat dalam hutan mangrove, serasah tersebut perlu didekomposisi terlebih dahulu menjadi bahan lain yang dapat menjadi sumber makanan bagi organisme tersebut. Faktorfaktor yang berperan dalam dekomposisi serasah adalah iklim, kondisi lingkungan tempat tumbuh dan organisme. Faktor iklim mencakup curah hujan, kelembaban nisbi, intensitas cahaya matahari, suhu udara dan lain-lain. Faktor kondisi lingkungan tempat tumbuh yang berperan adalah suhu air, ph air, salinitas air dan lain-lain. Adapun jenis organisme yang terdapat dalam ekosistem mangrove terdiri atas organisme baik yang cukup besar seperti kepiting, serangga maupun yang kecil seperti bakteri dan fungi. Dalam proses dekomposisi, semua faktor tersebut saling berinteraksi satu dengan yang lainnya (Yunasfi, 2006).