BAB V PEMBAHASAN. makan dengan dispepsia fungsional pada remaja di SMPN 4 Surakarta. Dispepsia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehari hari, yang bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

3. Apakah anda pernah menderita gastritis (sakit maag)? ( ) Pernah ( ) Tidak Pernah

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kasus-kasus penyakit tidak menular yang banyak disebabkan oleh gaya

LEMBAR KUESIONER HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN SINDROM DISPEPSIA PADA MAHASISWA FKM USU TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. mengalami dispepsia (Djojoningrat, 2009). 21% penderita terkena dispepsia dimana hanya 2% dari penderita yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dewi Karwati 1) Nur lina, SKM, M.Kes dan Kiki Korneliani, SKM, M.Kes 2)

BAB 1 PENDAHULUAN. paling sering terjadi. Peningkatan penyakit gastritis atau yang secara umum

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN SINDROMA DISPEPSIA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI I KARYA PENGGAWA KABUPATEN PESISIR BARAT TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak

BAB I PENDAHULUAN. sendawa, rasa panas di dada (heartburn), kadang disertai gejala regurgitasi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Temanggung yang berusia tahun. Hasil pengukuran tekanan

Keluhan dan Gejala. Bagaimana Solusinya?

ABSTRAK HUBUNGAN FREKUENSI MAKAN TERHADAP GEJALA MAAG PADA MAHASISWA AKADEMI FARMASI ISFI BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 2, Juni 2017 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. gangguan mual-mual, perut keras bahkan sampai muntah (Simadibrata dkk,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I. Pendahuluan UKDW. dys- (buruk) dan peptin (pencernaan) (Abdullah,2012). Dispepsia merupakan istilah

BAB I PENDAHULUAN. peradangan pada mukosa lambung. Gejala umum pada penyakit gastritis yaitu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pekerjaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai penelitian mengenai penyimpangan perilaku makan telah banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai kesatuan antara jasmani dan rohani, manusia mempunyai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

BAB I PENDAHULUAN. 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar sekitar 1,8-2,1 juta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Masalah gizi, tidak terlepas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pada setiap individu (Schmidt-Martin dan Quigley, 2011; Mahadeva et al., 2012).

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GASTRITIS PADA LANSIA

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pekerjaan serta problem keuangan dapat mengakibatkan kecemasan pada diri

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari.

Lembar Persetujuan Menjadi Responden. Gambaran Pengetahuan Dan Perilaku Pencegahan Gastritis Pada

Lampiran 1 Kuesioner Skrining

Apa Obat Diabetes Untuk Komplikasi Neuropati Otonom?

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Satuan Acara penyuluhan (SAP)

BAB I PENDAHULUAN. disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. bermaksud mengadakan penelitian dengan judul HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG GAGAL GINJAL KRONIK

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi akibat ketidakteraturan makan, misalnya makan terlalu banyak,

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksima.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat

HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN SINDROM DISPEPSIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. untuk membantu seorang pakar/ahli dalam mendiagnosa berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatihan soal 12.6

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa, yang berawal dari usia 9 tahun dan berakhir di usia 18

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara sekitar dari jumlah penduduk setiap tahunnya.gastritis

NAMA : UMUR : KELAS : No. Telpon : Alamat lengkap : Untuk pertanyaan di bawah ini, beri tanda X untuk jawaban yang kamu pilih

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang

hiperacidity. Adapun jenis-jenis dispepsia organik yaitu

PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

BAB V HASIL PENELITIAN

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan aset bangsa untuk terciptanya generasi yang baik

I. PENDAHULUAN. akan mencapai lebih dari 1,5 milyar orang (Ariani,2013). Hipertensi telah

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

SISTEM PAKAR DIAGNOSA DYSPEPSIA DENGAN CERTAINTY FACTOR

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data WHO

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Tujuan. penerus harus disiapkan sebaik-baiknya. Salah satu faktor yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain studi cross-sectional.

GAMBARAN POLA MAKAN DALAM KEJADIAN GASTRITIS PADA REMAJA DI SMP NEGERI 1 SEKAYAM KABUPATEN SANGGAU

BAB I PENDAHULUAN. sistolic dan diastolic dengan konsisten di atas 140/90 mmhg (Baradero, Dayrit &

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN DIAGNOSIS KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PENCERNAAN

Lampiran 1. Data Responden

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Kejadian hipertensi secara terus-menerus dapat menyebabkan. dapat menyebabkan gagal ginjal (Triyanto, 2014).

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

LAMPIRAN 2 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pola makan remaja telah mengarah ke dunia barat. Pemilihan makanan remaja beralih ke pemilihan makanan cepat saji (fast

BAB I PENDAHULUAN. adalah menstruasi, kehamilan, dan seksualitas (Gibs, 2008).

Transkripsi:

BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui hubungan antara pola makan dengan dispepsia fungsional pada remaja di SMPN 4 Surakarta. Dispepsia sendiri adalah istilah yang umum dipakai untuk mendefinisikan kumpulan gejala seperti nyeri perut, nyeri ulu hati, mual, muntah, rasa cepat kenyang, perut terasa penuh/begah (Chelimsky, 2008), sedangkan menurut Kriteria Roma IV (2016), dispepsia fungsional didefinisikan sebagai sindrom yang mencakup satu atau lebih dari gejala-gejala berikut: perasaan perut penuh setelah makan, cepat kenyang, atau rasa terbakar di ulu hati, yang berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala sedikitnya timbul 6 bulan sebelum diagnosis. Pada penelitian kali ini, peneliti mendapatkan proporsi kejadian dispepsia fungsional sebesar 24,3%. Sebanyak 25,4% kejadian terjadi di kelas VII, lalu 20,4% terjadi di kelas VIII, dan 27% terjadi di kelas IX. Tidak terdapat keterkaitan antara tingkatan kelas dengan dispepsia fungsional, namun terdapat adanya keterkaitan antara jenis kelamin dengan dispepsia fungsional karena proporsi siswi perempuan yang mengalami dispepsia fungsional lebih besar dibandingkan siswa laki-laki. Hal ini disebabkan karena perempuan memiliki faktor-faktor lain yang juga signifikan dapat meningkatkan resiko terjadinya dispepsia dibandingkan laki-laki seperti hormonal dan juga faktor kecemasan. Ini menandakan bahwa kejadian dispepsia fungsional merupakan masalah awal bagi remaja sehingga dapat menyebabkan 1

terganggunya aktivitas dan kegiatan mereka sehari-hari selama di sekolah maupun di luar sekolah. Dispepsia merupakan masalah yang terjadi pada sistem pencernaan sehingga sedikit banyak akan dipengaruhi oleh pola makan. Pola makan adalah cara atau kebiasaan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam hal mengkonsumsi makanan yang dilakukan secara berulang-ulang pada waktu tertentu dalam jangka waktu yang lama (Hudha, 2006). Pola makan terdiri atas jadwal makan, jenis makanan, dan jumlah makanan. Nyatanya remaja merupakan salah satu masa di mana seseorang sangat mungkin memiliki kebiasaan makan yang tidak baik. Sayogo (2006) mengemukakan bahwa faktor kesibukan pada anak usia sekolah menyebabkan perubahan pola makan. Aktivitas yang tinggi baik kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah menyebabkan makan menjadi tidak teratur. Mereka memilih makan di luar dan hanya menyantap cemilan atau jajanan. Faktor kekhawatiran akan bentuk tubuh juga membuat remaja sengaja tidak makan, sehingga memicu terjadinya dispepsia fungsional yang tidak jarang berujung anoreksia nervosa dan bulimia (Arisman, 2008). Dalam penelitian ini diketahui bahwa cukup banyak remaja dengan pola makan yang termasuk buruk yaitu sebanyak 22,0%. Banyak faktor yang mempengaruhi pola makan remaja. Apabila pola atau kebiasaan makan dipahami sebagai sebuah perilaku, maka sebagaimana dikemukakan oleh Green dalam Notoatmodjo (2007), perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi (internal), faktor pendukung (sumber daya dan 2

lingkungan), dan faktor pendorong (orang lain). Pola makan secara umum, apalagi masih dalam usia remaja awal seperti ini tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi remaja laki-laki yang memiliki pola makan buruk hampir sama dengan remaja perempuan yang memiliki pola makan buruk. Perbedaan pola makan, meskipun tidak terlalu jauh, terjadi di antara kelompok tingkat kelas. Pola makan yang buruk kebanyakan dimiliki oleh siswa kelas VIII atau IX dibandingkan siswa kelas VII. Hal ini dapat disebabkan beban dan waktu belajar yang lebih banyak setelah kelas VII yang sangat mungkin berdampak pada pola makan buruk di antaranya dengan jadwal makan yang tidak teratur dan jenis makanan yang kurang sehat (lebih banyak konsumsi cemilan). Untuk hubungannya sendiri tidak ada keterkaitan antara tingkatan kelas tersebut dengan pola makan. Analisis utama dalam penelitian ini membuktikan bahwa pola makan berhubungan signifikan dengan dispepsia fungsional pada remaja. Pola makan yang buruk meningkatkan risiko atau kemungkinan terjadinya dispepsia fungsional. Hal ini ditunjukkan dengan angka kejadian dispepsia fungsional yang lebih besar pada remaja yang memiliki pola makan buruk dibandingkan pada remaja yang memiliki pola makan baik. Pengaruh pola makan terhadap dispepsia dapat terjadi berkaitan dengan keteraturan dan frekuensi makan. Orang yang memiliki pola makan yang tidak teratur mudah terserang dispepsia. Frekuensi makan merupakan faktor yang berhubungan dengan pengisian dan pengosongan lambung. Kasus dispepsia diawali dengan pola makan yang tidak teratur sehingga asam lambung meningkat. Hal ini dapat menyebabkan gesekan pada dinding lambung dan usus halus, sehingga timbul 3

nyeri epigastrum (Redaksi, 2009). Penyebab asam lambung tinggi pada sebagian besar remaja di antaranya adalah akibat keterlambatan makan yang dikarenakan oleh aktivitas yang padat. Tindakan remaja melaparkan diri salah satunya juga dapat mencetuskan sekresi asam lambung yang tinggi, dimana bila dilakukan berulang-ulang akan dapat mengiritasi mukosa lambung sendiri. Secara alami lambung akan memproduksi asam lambung setiap saat dalam jumlah kecil. Setelah 4-6 jam sesudah makan, kadar glukosa dalam darah telah banyak diserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan saat itu jumlah asam akan meningkat (Ganong, 2008). Beberapa studi lain menunjukkan bahwa selain faktor jadwal makan, faktor mengkonsumsi jenis makanan yang berisiko juga memiliki hubungan yang erat dengan gejala dispepsia. Anggita (2012) mengemukakan bahwa frekuensi makan makanan berisiko berhubungan signifikan dengan kejadian dispepsia. Semakin sering mengkonsumsi makanan tersebut maka semakin berisiko terkena dispepsia. Makanan berisiko tersebut antara lain adalah makanan pedas, makanan asam, makanan berlemak, dan makanan bergaram tinggi. Yunita (2010) mengemukakan bahwa beberapa minuman berisiko juga sering kali dihubungkan dengan terjadinya dispepsia. Minum minuman iritatif seperti kopi, bersoda (soft drink) dan alkohol berpengaruh signifikan terhadap kejadian dispepsia. Angka koefisien korelasi menunjukkan bahwa tingkat keeratan hubungan antara pola makan dengan dispepsia fungsional termasuk sedang. Ini menunjukkan bahwa masih ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya dispepsia. 4

Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi dispepsia antara lain kecemasan, jenis kelamin, merokok, dan penggunaan obat NSAID. Keputusan peneliti untuk tidak melibatkan faktor-faktor tersebut dalam analisis merupakan salah satu kekurangan dalam penelitian ini. Di kemudian hari kekurangan seperti ini dapat dipertimbangkan oleh peneliti-peneliti lain sehingga diperoleh kesimpulan yang lebih tepat. Disini peneliti juga melihat adanya kekurangan dalam pengisian kuesioner penelitian terkait dengan masalah subyektifitas dan kejujuran sampel. Kuesioner yang digunakan memang merupakan instrumen standar berdasarkan text book yang sudah digunakan secara luas dan di validasi. Meskipun begitu tidak pernah diperoleh jaminan akan kesamaan persepsi (masalah subyektifitas) dan kebenaran (masalah ingatan dan memori) responden saat pengisian kuesioner. 5