BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Cerita rakyat adalah cerita yang bersifat khayalan, tetapi erat kaitannya dengan keadaan dan situasi kehidupan masyarakat sehari-hari. Cerita rakyat mengandung nilai-nilai budaya, pendidikan, dan pelajaran moral maupun intelektual. Soebadio (1981: 1) menyebutkan bahwa kedudukan cerita rakyat bagi suatu kelompok rakyat memang unik. Ia telah sempat dan mampu mengantarkan rakyat tersebut ke suatu tempat yang mereka hayati secara bersama nilai-nilai yang ada di dalamnya. Bukan itu saja, rakyat yang punya cerita itu juga berusaha memperkembangkan nilai-nilai tersebut sesuai dengan perkembangan masa. Menurut Bascom, (dalam Danandjaya, 1991: 50) cerita rakyat dapat dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu mite, legenda, dan dongeng. Bagi masyarakat desa cerita rakyat merupakan salah satu kekayaan budaya. Hal ini terutama pada keberadaan suku-suku seperti di Indonesia, terutama yang tumbuh di pedesaan. Ia percaya bahwa kehidupan mereka terbentuk sesuai cerita rakyat yang pernah ada. Namun, belakangan terlihat bahwa sebagian cerita rakyat yang berasal dari daerah telah hilang dan terlupakan, legenda Asal Mula Padi misalnya yang merupakan salah satu cerita rakyat yang ada dalam kumpulan cerita rakyat dari Karo karya Z. Pangaduan Lubis, sangat sulit menemukan tokoh-tokoh yang mengetahui cerita lengkap dari legenda tersebut.
Bahkan buku yang memuat cerita tersebut tidak diterbitkan lagi. Oleh sebab itu, perlu diadakan suatu usaha nyata untuk melestarikan cerita rakyat, khususnya dalam hal ini cerita rakyat dari Karo. Tujuannya selain agar cerita rakyat itu tidak hilang dengan bergantinya generasi demi generasi, usaha itu bertujuan untuk menanamkan kembali segala sikap dan nilai yang selama ini telah hilang ditelan zaman. Selain itu dalam penelitian bahasa sangat jarang dilakukan penelitian terhadap cerita rakyat, oleh sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti pertuturan yang ada dalam kumpulan Cerita Rakyat dari Karo. Masyarakat Karo merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia. Suku ini juga mempunyai kumpulan cerita rakyat yang ceritanya merupakan kumpulan dari beberapa peristiwa atau kejadian yang ada di Tanah Karo baik yang benarbenar terjadi maupun khayalan pengarangnya. Bahasa dan budaya Karo merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia yang masih hidup dan sedang berkembang di negara Indonesia. Sebagai bahasa dan budaya daerah, bahasa dan budaya Karo memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Karo khususnya yang tinggal di pedesaan. Bahasa Karo memiliki wilayah tutur tidak hanya di Kabupaten Karo, namun telah memiliki wilayah tutur yang tersebar di beberapa kota yang ada di Indonesia. Melihat begitu luasnya Tanah Karo yang tersebar di beberapa kabupaten di Sumatera Utara, sebagian masih tetap memakai dan melestarikan bahasa dan budaya Karo di wilayah tersebut sebagai wujud tingginya rasa kebudayaan yang mereka junjung, walaupun sebagian tidak demikian atau sebagian dari mereka
telah terkontaminasi dengan bahasa dan budaya yang ada di sekitar mereka sehingga lama kelamaan seiring dengan hilangnya penguasaan mereka terhadap bahasa dan kebudayaan itu, bahasa dan budaya yang mereka warisi pun sudah terlupakan. Buktinya seiring dengan perkembangan zaman terlihat bahwa masyarakat Karo sendiri pun khususnya yang tinggal di pedesaan tidak mengetahui peristiwa tentang asal usul suatu tempat atau benda yang ada di lingkungan mereka. Mereka hanya mengetahui bahwa keberadaan suatu tempat atau benda itu mempunyai sejarah, namun tidak mengetahui bagaimana peristiwa asal usulnya sehingga hal itu menyebabkan hilangnya penghargaan mereka terhadap tempat atau benda yang bersejarah. Oleh sebab itu perlu diadakan suatu usaha nyata untuk memperkenalkan kembali cerita rakyat dalam masyarakat Karo sebagai wujud pemertahanan dan pelestarian bahasa dan budaya Karo melalui penelitian pada kumpulan Cerita Rakyat dari Karo. Chaer (1995: 61) menyebutkan bahwa dalam setiap komunikasi interaksi linguistik, manusia saling menyampaikan informasi, baik berupa gagasan, maksud, pikiran, perasaan maupun emosi secara langsung. Hubungannya dengan peristiwa tutur adalah berlangsungnya atau terjadinya interaksi linguistik dalam suatu ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yakni penutur dan mitra tutur dengan satu pokok tuturan dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Misalnya proses belajar-mengajar di kelas terjadi peristiwa tutur, yaitu interaksi antara mahasiswa dan dosen. Jadi, terjadinya interaksi linguistik untuk saling menyampaikan informasi antara dua belah pihak tentang satu topik atau pokok
pikiran, waktu, tempat, dalam situasi itulah yang disebut peristiwa tutur. Namun, pembicaraan yang terjadi di dalam bus kota atau di dalam kereta api yang terjadi di antara penumpang yang tidak saling mengenal, dengan topik pembicaraan yang tidak menentu, tanpa tujuan, dengan ragam bahasa yang berganti-ganti, tidak dapat dikatakan sebagai sebuah peristiwa tutur secara linguistik, hal itu karena pokok pembicaraannya tidak menentu (berganti-ganti), tanpa tujuan dan dilakukan oleh orang yang tidak sengaja berbicara (Aslinda dan Syafyahya, 2007:31). Dell Hymes, 1972 (dalam Rahardi, 2010:33) seorang pakar linguistik terkenal mengatakan bahwa peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang jika huruf-huruf awalnya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu meliputi S (setting and scene), P (participants), E (ends: purpose and goal), A (act sequences), K (key: tone or spirit of act), I (instrumentalities), N (norms of interaction and interpretation), dan G (genres). Peristiwa tutur (speech event) ini pada dasarnya merupakan rangkaian dari sejumlah tindak tutur (speech act) yang terorganisasikan untuk mencapai suatu tujuan. Kalau peristiwa tutur merupakan gejala sosial, maka tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Kalau dalam peristiwa tutur lebih dilihat pada tujuan peristiwanya, tetapi dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Tindak tutur dan peristiwa tutur merupakan dua gejala yang terdapat pada satu proses, yakni proses komunikasi (Chaer, 1995: 61-65).
Penelitian mengenai cerita rakyat dari Karo merupakan penelitian yang sudah pernah dibahas oleh Kaban (2002) yaitu, penelitian tentang Reprensi Kumpulan Cerita Rakyat Karo Beru Dayang Jile-Jile karya Masri Singarimbun. Penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya sebab penelitian ini meneliti tentang Pertuturan Kumpulan Cerita Rakyat dari Karo karya Z. Pangaduan Lubis. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk meneliti pertuturan pada kumpulan cerita rakyat dari Karo ini. Penelitian ini diharapkan mampu mendorong peneliti maupun pembaca untuk melestarikan bahasa dan budaya daerahnya masing-masing khususnya cerita rakyat. 1.1.2 Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Tindak tutur apa sajakah yang terdapat dalam kumpulan Cerita Rakyat dari Karo? 2. Bagaimana penggunaan komponen-komponen peristiwa tutur dalam kumpulan Cerita Rakyat dari Karo? 1.2 Batasan Masalah Sebuah penelitian sangat membutuhkan batasan masalah agar penelitian tersebut terarah dan tidak terlalu luas sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Adapun yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah jenis tindak
tutur dan komponen peristiwa tutur yang ada dalam Kumpulan Cerita Rakyat dari Karo. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Menemukan dan menganalisis jenis-jenis tindak tutur yang terdapat dalam kumpulan Cerita Rakyat dari Karo. 2. Menemukan komponen-komponen peristiwa tutur dalam kumpulan Cerita Rakyat dari Karo. 1.3.2 Manfaat Penelitian Manfaat umum yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.3.2.1 Manfaat Teoretis a. Menambah khazanah informasi tentang pertuturan. b. Menjadikan bagian dari sumber masukan bagi peneliti lain yang membicarakan peristiwa tutur dan tindak tutur. 1.3.2.2 Manfaat Praktis a. Bagi pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk merumuskan kebijakan perencanaan penelitian terhadap cerita rakyat.
b. Bagi peneliti lain Penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi bagi peneliti lain agar melakukan penelitian terhadap cerita rakyat dengan hasil yang lebih baik lagi.